Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
EVALUASI TIGA JENIS LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN KAMBING POTONG (Evaluation of Three Waste Product of Agriculture as a Feedstuff for Goat) JUNJUNGAN SIANIPAR, RANTAN KRISNAN, KISTON SIMANIHURUK dan LEO P. BATUBARA Loka Penelitian Kambing Potong Sungei Putih, PO Box 1, Galang20585
ABSTRACT Survey some factory processing of fruit of Markisa, Pineapple and corn crop have been conducted to get coefficient technic of waste of markisa rind, pineapple and corn crop in district Karo, Simalungun in North Sumatra. Potency produce grass as basal feed for rumiant considering trend lose. Produce drymatter of markisa rind, pineapple waste and waste corn crop respectively are 864.02 ton; 66.459.4 ton and 4.000.098 ton per year. Three this waste contain fibre and nutrition value (9 – 11% crude protein)higher than feed grass (9% crude protein). In Indonesia as centra produce this waste markisa rind respectively are North Sumatra and South Sulawesi; waste pineapple are West Java, Centre Java and South Sumatra and also centra produce waste corn crop in East Java and Nort Sumatra. Utillization waste as feed supplement for goat obtain can use until 60% and best 30% markisa rind; 80% and best 45% pineapple waste and 70% and best 30% waste corn crop.Using the three waste in ration can be downly cost price of feed supplement to become Rp. 679 per kilogram, with nutrition content standart for goat (13.24% crude protein; Digestible energy 2.6 M.cal) and give daily gain of body weigh minimum 35 gram not to lose profit and optimum gain 80 gram per day. Key Words: Evaluation, Nutrition, Waste and Goat ABSTRAK Survey beberapa pabrik pengolahan buah markisa dan nenas dan sentra usahatani jagung telah dilakukan untuk memperoleh data koefisien teknis potensi produksi Limbah kulit markisa, limbah kulit nenas dan limbah tanaman jagung di Kabupaten Karo dan Simalungun, Propinsi Sumatera Utara. Potensi produksi bahan kering limbah kulit markisa, kulit nenas dan limbah tanaman jagung berturut-turut sebesar 864, 02 ton , 66.459, 4 ton dan 4.000.098 ton per tahun. Ketiga jenis limbah ini mengandung serat cukup tinggi dan kandungan nutrisinyapun lebih tinggi (Protein Kasar 9 – 11% dibandingkan dengan rumput (9%), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan pengganti rumput. Sentra produksi limbah markisa berada di Sumatera Utara (Kabupaten Karo = 3 pabrik markisa) dan Sulawesi Selatan, limbah nenas berada di Jawa Barat, Riau dan Sumatera Selatan, sedang limbah tanaman jagung berada di Jawa timur, Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Penggunaan pakan limbah markisa dapat sampai 60% dan terbaik 30% dalam ransum dan limbah nenas dapat digunakan sampai 80% dalam ransum dan terbaik 45%. Simulasi kombinasi ketiga jenis limbah ini dalam pakan tambahan berbasis limbah dapat menurunkan harga menjadi Rp. 679/kg dengan kandungan nutrisi yang sesuai kebutuhan produksi (Protein 13,24%; DE 2,67 M.cal/kg) dan dengan pola variasi pemberian diperoleh tingkat pertambahan bobot badan minimal 35 gram perhari agar tidak rugi dan keuntungan optimal dicapai pada tingkat pertambahan bobot badan 80 g perhari dengan keuntungan Rp. 612 per hari per ekor. Kata Kunci: Evaluasi, Nutrisi, Limbah Pertanian, Kambing
PENDAHULUAN Eksploitasi sumber daya pakan basal rumput sering dilakukan. Hal ini disebabkan oleh perkembangan usaha ternak ruminansia yang bersaing dengan perubahan fungsi lahan yang terus terjadi sepanjang tahun.
480
Konsekuensinya potensi ketersediaan sumber daya pakan rumput ternak ruminansia semakin menyempit, hingga suatu saat akan sampai pada ambang krisis, dimana ketersediaan pakan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimal serat bagi kebutuhan hidup pokok ruminansia. Oleh karena itu ketahanan pakan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
sangat menentukan produksi dan perkembangan populasi ternak kini dan masa mendatang. Menurut data Statistik Indonesia tahun 2005, bahwa ketersediaan hijauan pakan ruminansia dari sumber utama yaitu perkebunan karet, sawit dan padang alam tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan untuk populasi ternak kambing nasional (Table 1). Jika pemberian pakan hijauan diberikan sesuai kebutuhan ternak (3 – 4% bahan kering dari bobot hidup) maka kekurangan hijauan Pakan untuk kambing mencapai sebesar 16% atau sebayak 4.206.317 ekor (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan hijauan pakan ruminansia sudah mencapai tingkat krisis, terutama padang alam sebagai sumber hijauan. Oleh karena itu perlu upaya untuk pengkayaan dan pemanfaatan sumber pakan potensial lainnya yang harganya relatif murah dan cukup tesedia. Eksplorasi jenis dan sumber daya pakan limbah pertanian dan pemanfaatannya penting dilakukan sebagai
pakan tambahan/substitusi atau pakan utama pengganti pakan rumput pada ternak kambing atau pada ruminansia pada umumnya. Perkembangan teknologi budidaya pertanian yang diikuti oleh perkembangan industri pengolahan hasil pertanian seperti; pabrik pengolahan buah markisa, pabrik nenas, dan pabrik lainnya sebagai pengolahan bahan baku primer menjadi produk akhir (berupa Juice), berpotensi sebagai penghasil limbah yang dapat bermanfaat bagi industri sekunder lainnya, misalnya pabrik pakan. Di sentra produksi buah markisa didaerah Kabupaten Karo Sumatera Utara berdiri beberapa industri pengolahan buah markisa, diantaranya adalah PT Gunung Sibayak Inti Sari. PT ini dapat memproduksi limbah buah markisa mencapai 2 – 3 ton bahan kering perhari. Suatu potensi yang cukup besar apabila dapat dimanfaatkan. Limbah yang tidak berharga menjadi pakan yang nilai biologisnya tinggi dapat memberikan nilai tambah.
Tabel 1. Potensi daya dukung hijauan pakan (HPT) dari berbagai sumber utama dan populasi kambing di Indonesia tahun 2004 Populasi kambing tahun 2004 (ekor)
Sumber HPT
Luas areal (hektar)
Daya tampung (kambing; ekor)
Perkebunan karet
5.447.562
5.719.940
-58%
Perkenunan sawit
3.262.267
3.425.380
-75%
Padang alam
20.410
Kapasitas tampung HPT (terhadap populasi kambing)
90.008
Jumlah (ekor)
9.146.220
-99% 13.441.699
SUMBER: STATISTIK INDONESIA (2005)
Kondisi 420.6371 16%
Rumput 9.235.328 34%
Pop. kambing 13.441.699 50%
Gambar 1. Rasio potensi produksi rumput dengan populasi kambing nasional tahun 2004
481
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Di Indonesia usahatani buah markisa (Paciflora edulis) banyak dibudidayakan di Sulawesi Selatan dan di Sumatera Utara, produktivitas buah markisa dapat mencapai 10 – 15 ton/ha (VERHEIJ dan CORONEL, 1997). Komposisi fisik buah markisa terdiri dari 50,4% kulit, 6,0% biji, 43,6% daging buah yang berupa plasenta dan serat. Rata-rata berat sebuah markisa dapat mencapai 48 g (BPPT, 1993). Dalam upaya pemanfaatan limbah markisa dan nenas, beberapa penelitian terdahulu melaporkan bahwa; limbah kulit markisa secara tunggal tidak disukai ternak tetapi dapat digunakan sebagai bahan baku pakan tambahan sampai 60% dan dapat diberikan kepada kambing sampai tingkat 45% dalam ransum (GINTING et al., 2005). Tingkat penggunaan yang terbaik dalam menghasikan pertambahan bobot badan ternak kambing sedang tumbuh yaitu sebesar 30% dalam ransum dengan income over feed cost sebesar Rp. 49.904/ekor/90 hari masa pemeliharaan. Jagung merupakan komoditas strategis dalam bahan pangan dan pakan unggas. Oleh karena itu permintaan jagung relatif bersaing antara industri pakan dengan pangan. Penggunaan jagung hingga saat ini didominasi oleh pakan unggas sedang sebagai pakan ruminansia seperti kambing, masih relatif langka karena harga jagung masih relatif mahal. Namun demikian masih ada bahagian tanaman jagung yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ruminansia yaitu “limbah jagung” berupa daun, batang (sering disebut jerami) dan tongkol jagung. Limbah jagung ini di Daerah Kabupaten Karo (sentra produksi jagung tertingggi di Sumatera Utara ) sering dibakar sebagai sumber organik. Limbah daun jagung dan limbah kulit nenas dalam bentuk segar secara tunggal disukai oleh ternak ruminansia, namun untuk tongkol jagung dan kulit nenas perlu mendapat perlakuan fisik agar dapat digunakan sebagai bahan baku pakan tambahan. Pada umumnya prosesing bahan baku membutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga perubahan bentuk fisik limbah sering mengakibatkan harga pakan tambahan menjadi relatif semakin mahal dan cenderung meningkatkan biaya produksi ternak dan dapat menurunkan efisiensi produksi. Limbah markisa, nenas dan tanaman jagung mengandung serat kasar yang cukup tinggi
482
dengan demikian layak dimanfaatkan sebagai bahan pakan sumber serat kasar. Dalam proses metabolisme serat kasar akan dirombak menjadi sumber energi yang potensial pada ternak ruminansia. Selain itu ketiga jenis limbah tersebut mengandung protein kasar yang relatif sama atau lebih tinggi (GINTING et al., 2004) dibandingkan dengan pakan rumput alam, sehingga bahan pakan limbah ini layak digunakan sebagai sumber pakan substitusi rumput dan juga dapat dimanfaatkan sebagai komponen bahan campuran dalam pakan tambahan untuk produksi ternak ruminansia. Namun demikian kajian terhadap kandungan anti nutrisi pada ketiga jenis limbah ini tetap penting diamati terutama dalam jangka panjang yang kemungkinan dapat mempengaruhi gangguan kesehatan dan produksi ternak (SUTARDI, 1997). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar potensi produksi limbah markisa, nenas dan jagung di Indonesia serta tingkat penggunaannya dalam susunan pakan tambahan yang dapat menurunkan biaya pakan sekaligus meningkatkan pendapatan usaha ternak kambing. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan dengan metode survei dan pengumpulan informasi data referensi dilapangan dan pustaka. Wawancara langsung dengan para petani jagung dan dengan karyawan pabrik nenas, dan markisa, serta observasi prosesing markisa dan nenas untuk mengetahui potensi produksi dan komposisi fisik limbah. Data kandungan kimia limbah pada pangkalan data disitasi untuk studi perbandingan dan berguna dalam penyusunan pakan tambahan berbasis limbah dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan pakan konvensional. Selanjutnya potensi produksi fisik digunakan untuk mengukur kapasitas tampung ternak kambing, dan konversi produksi limbah dalam bentuk nilai estimasi ekonomi produksi, yang diestimasi melalui penggunaan input output sesuai saran WIDODO (1986) dan menggunakan output pertambahan bobot badan rata-rata ternak kambing dengan pakan limbah (GINTING, 2004). Ruang lingkup evaluasi potensi produksi ketiga jenis limbah pertanian tersebut yang dikaji dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 2.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 2. Ruang lingkup evaluasi limbah nenas, markisa dan jagung sebagai Pakan kambing Kriteria evaluasi
Metode pendekatan
Data output
Potensi hijauan pakan
Statistik Indonesia
Kapasitas tampung populasi kambing nasional
Produksi limbah
Pabrik nenas, Pabrik markisa dan usahatani jagung;
Produksi limbah (ton/tahun, SUT dan ekor kambing)
Kandungan nutrisi limbah
Pangkalan data Loka Penelitian kambing Potong
Manfaat Nutrisi limbah sebagai sumber pakan kambing
Tingkat penggunaan limbah dalam ransum
Pangkalan data Loka Penelitian kambing Potong
Pertambahan bobot badan kambing
Nilai ekonomi limbah
Estimasi data hasil penelitian
Minimum dan optimum pertambahan bobot badan harian kambing
Statistik Indonesia dan BPS
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi limbah nenas, markisa dan jagung Limbah nenas merupakan bagian kulit luar buah dan bagian inti buah yang terbuang pada saat pengolahan sari buah nenas. Komposisi limbah nenas ini mencapai 40%, dimana didalamnya terdapat kandungan sisik sebesar 5%. Sari nenas sebanyak 60% diolah hingga diperoleh konsentrat nenas (hasil akhir) sebesar 10 – 12% dari sari buah. Limbah kulit buah markisa (KBM) dan biji buah markisa (BBM) terbuang dalam penyaringan sari buah markisa. Setiap per kilogram bahan baku buah markisa dihasilkan limbah sebanyak 66 – 75% KBM dan BBM tergantung dari varietas buah. buah Buah markisa berwarna hijau limbahnya sebesar 75% dan varietas warna hitam limbahnya sebanyak 66%. Limbah tanaman jagung unggul seperti Pioner, Cargil dan BISI, tiap tanaman jagung mengandung rata-rata limbah sebanyak 1970 gram berat segar (1230 – 2710) atau (700 g) bahan kering. (Tabel 3). Dominasi varietas tanaman nenas yang diusahakan oleh petani di daerah Sumatera Utara dominan adalah jenis lokal karena jenis ini paling banyak diminati oleh pasar (konsumen dan pabrik). Rasanya lebih manis dibandingkan dengan nenas unggul. Berbeda dengan usahatani jagung lebih didominasi oleh
varietas unggul dibandingkan dengan varietas lokal. Hal ini disebabkan tujuan usaha adalah terutama produksi dan pasar industri pakan. Dari ketiga jenis limbah ini untuk beberapa tempat di daerah Sumatera Utara ketersediaanya cukup sulit karena petani jagung masih menganut kebiasaan yaitu membakar tanaman saat panen untuk keperluan pengeringan buah dan mendapatkan bahan organik tanah berupa mulsa (sumber hara tanaman). Sementara limbah nenas dan limbah markisa hanya potensial bagi para peternak yang berada dekat dengan pabrik. Komposisi kimia limbah Nenas, markisa dan jagung Kandungan nutrisi limbah nenas dan limbah tanaman jagung menunjukkan bahwa cocok digunakan sebagai pakan tambahan sumber energi sedang limbah markisa mengandung protein sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan rumput alam. Dengan demikian limbah markisa dapat digunakan sebagai pakan tambahan sumber protein (Tabel 4). Tingginya kandungan air pada limbah nenas dan markisa merupakan problem sehingga bahan pakan tersebut tidak dapat disimpan dalam waktu lama.
483
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 3. Komposisi fisik limbah nenas, markisa dan jagung di Kabupaten Karo dan Simalunguan Sumatera Utara Produksi limbah Bagian Jumlah Daun
Nenas
Markisa
Jagung
(%)
(%)
(gr BK /tn’an)
5–9
25 – 38
Batang
1
100 – 400
Tongkol
1–3
50 – 150
Kulit (Derm/sisik)
40
50 – 65
Biji (kecil-banyak)
10 – 16
Sari buah
60
25 – 34
Jumlah
100
100
Tabel 4. Komposisi kimia limbah nenas, markisa dan jagung Bahan limbah
Bahan kering
Protein kasar
Energi kasar
Serat kasar
Lemak kasar
Neutral Detergen Fiber (NDF)
Nenas*)
14,22
3,50
4481
19,69
3,49
57,27
Markisa**)
27,21
11,27
4351
42,59
1,62
52,74
Jagung***)
30,13
9,03
4523
38,18
0,93
54,02
Sumber: *) GINTING et al. (2004); **) KISTON SIMANIHURUK (2005); ***) EDI MARTONO (1998)
Dengan demikian butuh proses pengolahan agar dapat disimpan lama. Disamping itu penggunaan limbah markisa dan limbah tanaman jagung tidak boleh terlalu tinggi sebagai suplemen karena mengandung serat kasar yang relatif tinggi, atau relatif agak sulit untuk dicerna dalam saluran pencernaan ternak. Produksi limbah nenas, markisa dan jagung Industri pengolahan buah nenas tiap jam dapat mengolah sebanyak 30 (tiga puluh) ton buah nenas segar, dan menghasilkan limbah sebanyak 50 – 65% atau sebesar 15 – 19,5 ton (PT Damar Siput, Simalungun Sumatera Utara). Dalam sehari mesin pengolah mampu mengolah sebanyak 8 kali atau 240 ton nenas dengan hasil limbah kulit nenas sebanyak 120 – 156 ton per hari. Namun yang menjadi permasalahan adalah suplai nenas sering tidak mencapai target bahkan tidak jarang industri pengolahan nenas ini harus mengalami stagnasi akibat ketidak tersedianya bahan baku.
484
Hal ini terjadi akibat adanya persaingan harga yang relatif lebih murah (Rp. 500 per kg) ditingkat pabrik disamping standar nenas yang diterima minimum 1 – 1,5 kg per buah nenas, sementara hasil produksi nenas petani banyak yang berukuran 0,5 – 1 kg. Konsekuensinya petani banyak yang menjual hasil usahataninya ke pasar meskipun harga relatif berfluktuasi. Secara nasional, luas lahan diketiga daerah Pulau Jawa relatif lebih kecil, namun terlihat bahwa hampir semua daerah Jawa meminati usahatani nenas. Tabel 5 merupakan 10 daerah dalam urutan produksi nenas dan terlihat bahwa Jawa Barat menghasilkan produksi nenas tertinggi. Daerah lainnya diluar Jawa yang berpotensi dalam produksi nenas adalah daerah Sumatera (Riau dan Sumatera Selatan). Daerah Kalimantan meskipun dengan lahan yang cukup luas, menempati urutan terendah dalam sepuluh besar produksi nenas. Sementara produksi limbah Markisa pada Tabel 5, tidak teridentifikasi karena dalam data Statistik tidak tertera usahatani buah markisa. Menurut laporan sementara bahwa sentra
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 5. Produksi bahan kering limbah nenas, markisa dan tanaman jagung tahun 2003 di beberapa daerah Indonesia
Propinsi
Limbah Nenas
Limbah Markisa
Limbah Tanaman Jagung
Total
Persen
(ton)
(Pabrik)
(ton)
(ton)
(%)
Jawa Barat
14.927,2
101.241
116.1682
2,86
Riau
12.390,9
10.621,7
23.012,6
0,57
Jawa Timur
12.391
91.8374,8
930.765,8
22,89
Sumatera Selatan
10728.6
32.676
43.404,6
1,07
Sumatera Utara
5.731,8
138.512,1
144.243,9
3,55
Kepulauan Bangka Belitung
3.852,8
18.403,7
22.256,5
0,55
NTB
1.713,8
21.302,5
23.016,3
0,57
Jawa Tengah
1.632,7
389.377,5
391.010,2
9,62
167.961,8
168.572,7
4,15
517,6
2.121,8
2.639,4
0,06
66.459,4
4.000.098
4.066.557
100
Sulawesi Selatan
610,9
Kalimantan Tengah Indonesia
Kabupaten Karo-Medan
Sentra markisa
Data dikalikan dengan 14,22% dan 30,13% (koef. potensi) Sumber: BPS (2005) Statistik Indonesia
produksi buah markisa terdapat di daerah Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara Pakan alternatif berbasis limbah nenas, markisa dan jagung Hasil penelitian penggunaan limbah kulit markisa (KBM) sebagai pakan kambing pada loka penelitian kambing potong menunjukkan bahwa KBM tidak dapat diberikan secara tunggal dalam bentuk aslinya dari pabrik. Limbah ini tidak disukai ternak kambing sehingga perlu dilakukan proses perlakuan terlebih dahulu agar aroma dan rasa limbah KBM menjadi disukai kambing. Misalnya dengan proses pembuatan silase KBM, atau dengan penambahan gula atau garam dengan KBM saat diberikan. Penggunaan limbah KBM sebagai bahan baku dalam suplemen menurut (MANIHURUK, 2005; GINTING et al., 2004) dapat diberikan sampai 45% namun tingkat yang terbaik adalah 15 – 30% dalam ransum dan memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi pakan (768 g/hari/ekor) dan
pertambahan bobot badan berkisar 90 – 105 g/hari/ekor, berbeda jika dibandingkan dengan pertumbuhan kambing yang hanya diberi rumput (45 – 60 g/hari/ekor). Sementara limbah kulit nenas disukai kambing dalam bentuk segar (berumur 2 – 3 hari), diatas waktu tersebut tidak disukai. Kangandung air yang tinggi (75 – 85%) menyebabkan limbah ini mudah rusak (mengalami dekomposisi). Rataan pertambahan bobot badan kambing pada pemberian limbah kulit nenas berkisar antara 64 – 66 g/ekor/hari dan pertambahan bobot badan tertinggi dicapai pada kambing yang mendapat limbah kulit nenas 45% dalam ransum. Tingkat pertambahan bobot badan yang dicapai pada percobaan pemberian pakan limbah nenas ini terlihat relatif lebih rendah karena materi ternak yang digunakan dalam penelitian memang berbobot awal lebih rendah (12 kg) dibandingkan dengan ternak kambing yang digunakan pada penelitian penggunaan KBM (14 kg). Namun demikian jika pertambahan bobot badan harian (PBBH) dan tingkat konsumsi (kons) dibandingkan dalam
485
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
satuan perkilogram bobot badan(Bw) maka kedua percobaan tersebut di atas, tidak berbeda nyata (Gambar 2) atau dengan kata lain perbedaan yang dihasilkan adalah masih banyak dipengaruhi oleh keragaman bahan pakan konvensional seperti tepung ikan, tepung jagung dan bungkil kedelai yang terdapat dalam penyusun ransum KBM. Pemberian pakan tambahan pada ternak kambing dengan menggunakan pakan konvensional atau pakan tambahan yang disusun dengan bahan baku yang banyak beredar dipasar, umumnya akan meningkatkan biaya produksi karena harganya relatif mahal. Salah satu upaya untuk menurunkan biaya pakan pada usaha ternak kambing adalah dengan menggunakan bahan pakan berbasis limbah sebagai alternatif yang harganya relatif murah dan tersedia sepanjang tahun seperti limbah nenas, markisa dan tanaman jagung. Bahan-bahan tersebut sebaiknya dikombinasikan dengan bahan pakan limbah industri perkebunan sawit (yaitu bungkil inti sawit) atau limbah industri gula yaitu molasses. Formula pakan dapat disesuaikan dengan kebutuhan
produksi kambing sebagaimana tertera pada Tabel 7 yang harganya relatif lebih murah dibanding pakan tambahan konvensional (Rp. 755/kg vs Rp 1200 – 1500 per kg). Harga satuan pakan limbah nenas, markisa dan limbah jagung pada formula pakan Table 7, merupakan biaya transfortasi dari lokasi sumber daya ketempat pengolahan dan biaya prosesing dari bentuk aslinya menjadi tepung. Estimasi nilai ekonomi pakan kambing berbasis limbah nenas, markisa dan jagung Pertambahan bobot badan ternak sangat dipengaruhi oleh bobot awal dan pakan yang diberikan. Tingkat konsumsi bahan kering pakan menurut standar nutrisi berkisar 3,5 – 4,0% bobot hidup. Pada fase pemeliharaan kambing dimulai lepas sapih hanya tiga bulan berikutnya secara biologis akan menampilkan laju pertumbuhan minimal 40 g/hari/ekor (Tabel 7). Analisis ekonomi pada Tabel 8 merupakan model analisis parsial dan terlihat
Tabel 6. Kapasitas tampung ternak kambing dengan potensi limbah nenas dan jagung di beberapa daerah Indonesia tahun 2004 Populasi Kambing
Propinsi
Kapasitas Tampung Produksi Kondisi Potensi Produksi Limbah Limbah
(000 ekor-%)
(SUT Kb-%)
( + ekor Kb)
1255.6 (9,3)
303113.3(2,8)
952486.6275
270.5 (2,1)
60045.9(0,6)
210454.077
2343.1(17,4)
2428612.6(22,9)
-85512.65492
Sumatera Selatan
454.3 (3,4)
113254.1(1,1)
341045.9883
Sumatera Utara5)
712.6 (5,3)
376370.2(3,5)
336229.7456
2.9 (0,1)
58073.1(0,6)
-55173.05936
267.4(2,0)
60055.5(0,6)
207344.4227
3018.5(22,5)
1020248.4(9,6)
1998251.598
Nusa Tenggara Timur
444.4(3,3)
439850.4(4,1)
4549.510763
Kalimantan Tengah
29.3(0,2)
6886.89(0.1)
22413.11155
13.441.7(100)
10610717.2(100)
2665582.714
Jawa Barat
3)
Riau Jawa Timur
2)
Kepulauan Bangka Belitung Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah
Indonesia
1)
SUT Kb (Satuan Unit Ternak Kambing), angka super skrip merupakan urutan populasi ternak tertinggi (Lampung urutan ke 4)
486
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
60 50
40 30 20 10 0
KBM , 52.3 L.Nenas, 39 2
L.Nenas,
KBM , 6.8
KBM
L.Nenas
pakan li b h PBBH Kons
Gambar 2. Pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum per kg bobot hidup kambing pada pemberian pakan limbah
Tabel 7. Formulasi pakan kambing berbasis limbah nenas, markisa dan jagung dan limbah perkebunan sawit dan tebu sebagai pakan utama pada kambing Bahan pakan
Bahan kering (%)
Bahan segar (%)
Protein kasar (%)
Energi tercerna (Mcal/kg)
Harga (Rp.)
Rumput
10
5,9
0,59
0,24
1783
Tepung L.Nenas
30
31,4
1,10
0,81
18811
Tepung L. Markisa
20
20,9
2,36
0,50
14631
Tepung L. Jagung
10
10,5
0,94
0,23
5225
BIS
10
10,5
1,93
0,30
8361
Solid
10
10,5
1,57
0,28
5225
Molases
7
7,3
0,26
0,28
7315
Garam
1
1,0
0,00
0,00
1045
Urea
1
1,0
3,76
0,00
3135
Mineral
1
1,0
0,00
0,00
4180
Jumlah
100
100
11,92
2,40
67929
13,24
2,67
755
Rp/kg Pakan penguat
679 90
Menurut; harga-harga yang berlaku di Kabupaten Deli Serdang tahun 2005
penggunaannya masih rasional sampai tingkat pertambahan bobot badan kambing sebesar 80/g/hari/ekor. Untuk laju pertumbuhan 100 g keatas dan dibandingkan dengan bobot awal (10 kg vs 9,0 kg), maka kurang rasional karena akan sulit dicapai oleh potensi genetik kambing, kecuali bila ternak sudah memasuki
fase penggemukan. Dengan demikian tingkat keuntungan yang ideal yang mungkin dicapai pada penggunaan pakan limbah tersebut adalah dengan laju pertumbuhan 60 – 70 g dan tingkat keuntungan sebesar Rp 483 dan Rp 612/hari/ekor atau Rp 43.470 – Rp 55.080/ekor selama tiga bulan pemeliharaan.
487
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 8. Estimasi ekonomi produksi kambing lepas sapih (bobot awal 10 kg) selama 3 bulan pemeliharaan dengan pakan berbasis limbah nenas, markisa dan jagung. PBBH (g/hari/ekor) 1
Marginal produksi Bobot akhir (kg/ekor/90 hari) (kg) 2
3
Konsumsi bahan kering Pakan (g/hari/ekor)
Biaya pakan (Rp/hari/ekor)
Biaya tetap (Rp/hari/ekor)
Penerimaan (Rp/hari/ekor)
Keuntungan (7-5-6) (Rp/hari/ekor)
4
5
6
7
8
30
2,7
12,7
496
267
187
420
-34
40
3,6
13,6
516
278
187
560
95
50
4,5
14,5
535
289
187
700
224
60
5,4
15,4
556
300
187
840
353
70
6,3
16,3
575
310
187
980
483
80
7,2
17,2
595
321
187
1120
612
90
8,1
18,1
615
333
187
1260
740
100
9,0
19,0
635
345
187
1400
868
PBHH = Pertambahan bobot hidup harian Harga jual kambing Rp. 14000/kg Biaya tetap (Obat cacing, obat scabies, TK dan Penyusutan kandang)
488
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
KESIMPULAN Limbah nenas, markisa dan tanaman jagung baik kandungan gizi dan produksinya cukup potensial digunakan sebagai pakan. Pakan limbah nenas dan markisa hanya tersedia disekitar dekat pabrik. Semakin jauh lokasi usaha ternak dengan sumber limbah maka harga pakan akan semakin tinggi. SARAN
EDI MARTONO. 1998. Kandungan Nutrisi limbah tanaman jagung. Laboratorium Kimia Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. GINTING, S.P., KISTON SIMANIHURUK, RANTAN KRISNAN, ANDI TARIGAN, MELINDA HUTA URUK dan NASIB. 2004. Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Buah Markisa (Passiflora edulissims) sebagai bahan pakan kambing. Laporan Tahunan, Loka Penelitian Kambing Potong, Sungei Putih. MANIHURUK,
Perlu adanya lembaga penyedia pakan limbah nenas dan markisa yang sudah dalam bentuk tepung untuk dapat digunakan sebagai bahan baku pakan. Perlu adanya industri pengolah limbah nenas, markisa dan limbah tanaman jagung menjadi bahan baku atau pakan komplit yang harganya relatif murah dan terjangkau peternak rakyat. DAFTAR PUSTAKA
BIRO PUSAT STATISTIK. 2004. Statistik Indonesia. BPS, Jakarta.
K .2005. Penggunaan Pakan Komplit berbasis Limbah Markisa sebagai Pakan kambing. Tesis S-2. Program Pascasarjana Jurusan Nutrisi Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
SUTARDI, T. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-Ilmu Nutrisi Ternak. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. VERHEIJ, E.W.M. dan R.E. CARONEL. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara. Jakarta: Gramedia WIDODO, S. 1986. Total productivity and frontier production function. J. Agroekonomi. Jurusan Sosial Ekonomi Sosial Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
DIREKTORAT JENDRAL PRODUKSI PETERNAKAN. 2004. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Jakarta.
DISKUSI Pertanyaan: Mohon informasi koefisien teknis produksi masing-masing limbah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian dimaksud. Jawab: Mohon maaf pada poster tidak disajikan. Masing-masing koefisien teknik produksi limbah sbb: Limbah nenas = 40% dari buah Limbah markisa = 50 – 65% dari buah Limbah jagung = 85 – 90% per pohon (tanaman).
489