ANALISIS POTENSI EKONOMI LIMBAH DAN HASIL IKUTAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SEBAGAI PAKAN KAMBING POTONG JUNJUNGAN SIANIPAR, LEO P. BATUBARA dan ANDI TARIGAN Loka Penelitian Kambing Potong-Sungei Putih, Galang- Sumatera Utara
ABSTRACT Potential Economic Analysis of the Waste Palm Oil Waste and by Product Production of the Palm Oil Estate as A Feed for Goat.-. A study was conducted by survey method on the Palm oil estate are PT.PN3 and PT.PN4 for the three district (Lab. Batu, Simalungun and Asahan) in North Sumatera Provinces. Collecting data by observed and development of Palm oil plantation in the annual report from the Statistic Indonesia. Result observation to known that the production of the waste and by product, very potential as a feed resources for goat (such as palm oil prods; palm oil leaf; solid ex decanter and palm kernel cake are 486 tons; 17,1 tons; 840 tons; 567 tons in dried from per hectare per year respectively, its product if use as feed, to gave the greatest 33,1 of goat population in Indonesia (13.065.700 tail). However utilization of the waste prods and leaf have constraint like as not palatable, low protein content and low digestibility. Therefore for this waste product need treatment and can use as a feed complete to gave highest consumption. Utilization of the wate pronds and leaf as a feed in economic analyses is not efficient because the processing cost (are unployment, granding or fermentation cost) to meke price ration is higher. Key words: Palm oil waste, by product efficient, goat ABSTRAK Penelitian telah dilakukan dengan metode Survey Perkebunan kelapa sawit milik negara pada PN.P3 dan PN.P4 di tiga kabupaten (Labuhan Batu, Simalungun dan Asahan) Propinsi Sumatera Utara, yang meliputi sampel kebun sebagai penghasil limbah sawit dan Pabrik kelapa sawit sebagai sumber produksi hasil ikutan dan limbah industri minyak sawit. Selain data hasil observasi juga diambil data sekunder statitik perkebunan dan ternak di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi limbah Perkebunan kelapa sawit secara fisik cukup Potensial sebagai sumber pakan ternak (pelepah 486 ton/ha, daun sawit 17,1 ton/ha, Solid 840 ton/ha, bungkil inti sawit 567 ton/ha) dan dikaitkan dengan populasi ternak kambing di Indonesia sekarang ini (13.065.700 ekor) dapat ditingkatkan kapasitas tampung pakan sebesar 33,1 kali lipat dari populasi yang ada sekarang. Namun perlu dicermati bahwa jenis limbah pelepah dan daun sawit secara teknis dalam pemanfaatannya tidak efisien karena kandungan proteinnya relatip rendah serta harus terlebih dahulu mengalami perlakuan (merubah bentuk fisik) dan tidak dapat diberikan secara tunggal sebagai pakan ternak karena kurang disukai ternak, limbah akan termanfaat bila digunakan sebagai komponen pakan komplet agar dapat dikonsumsi oleh ternak dan secara secara ekonomi juga produksi limbah sawit tidak efisien karena kandungan nutrisinya terutama protein relatip rendah. Kata kunci: Limbah sawit, efisiensi, kambing
PENDAHULUAN Permintaan lahan untuk usaha pertanian di Indonesia sering terpaksa mengalah terhadap permintaan lahan untuk pembangunan industri, dan pemukiman. Menyusutnya lahan pertanian maka menurun pula ketersediaan lahan untuk pertumbuhan hijauan pakan ternak ruminansia dan pada akhirnya berpengaruh terhadap menurunnya produksi ternak. Dilain pihak tingkat pemotongan ternak selalu lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan populasi ternak rumiansia (termasuk Kambing) sebagai akibat permintaan akan daging yang terus
meningkat, hal ini dapat diketahui dari impor ternak yang masih terus dilakukan. Keterbatasan lahan/berkurangnya pakan hijauan, tingginya permintaan daging secara nasional, merupakan masalah utama yang penting diatasi, terutama dalam rangka menuju swasembada daging dan meningkatkan kesejahterahan peternak kambing. Salah satu upaya penting untuk mengatasi masalah pokok tersebut adalah dengan cara meningkatkan produktivitas ternak melalui perbaikan “penanganan masalah pakan” yaitu dengan pengkajian sumber daya pakan baru atau pakan alternatif sebagai substituai/pengganti pakan
201
hijauan, ketersediaan pakan baru tersebut cukup potensial (tersedia dalam waktu jangka panjang). Manfaat Perkebunan Kelapa Sawit yang sudah banyak dirasakan oleh peternak ruminansia, terutama adalah potensi hijauan yang tumbuh sebagai gulma diareal tanaman Sawit, dan yang tidak kalah pentingnya adalah adanya limbah dan hasil ikutan industri pengolahan tandan buah sawit yang dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia yaitu: Solid decanter, Bungkil Inti sawit atau PKC (Palm Kernel Cake), Sabut Sawit atau PPF (Palm Press Fiber) dan Lumpur Sawit atau POS (Palm Oil Sludge) Kering (DAVENDRA, 1977; SUTARDI 1997; SIANIPAR et al., 1998). Disamping limbah industri kelapa sawit tersebut, masih adalagi jenis limbah kebun sawit yang cukup potensial bagi produksi ternak dan nilai tambah ekonomi keluarga petani usaha kerajinan yaitu berupa limbah pelepah dan daun tanaman sawit yang oleh perusahaan dibuang setiap pemanenan tandan buah sawit. Tingkat produksi limbah ini menurut PAIN (1995 dalam SUDARYANTO et al., 1999) kebun sawit dapat menghasilkan limbah pelepah sebesar 10,5 ton/ha. Beberapa hasil penelitan terdahulu menyatakan bahwa pelepah dan daun sawit dapat diberikan sebagai pengganti rumput kepada ternak domba (GINTING et al., 1998) kepada Sapi (A. DJAJANEGARA et al., 1999 ; SUDARYANTO, 1999). Limbah kelapa sawit dapat digunakan sebagai pakan tambahan sumber energi dan protein pada pakan hijauan dan harga limbah kelapa sawit umumnya masih relatif sangat murah. Namun dalam pemanfaatanya perlu dicermati kandungan nutrisi dan bentuk fisiknya yang dapat mempengaruhi pemanfaatan dan nilai ekonominya, seperti; pelepah/daun sawit banyak mengandung serat kasar dan lignin (kayu) yang tidak bisa dicernakan oleh mikroba dalam rumen ternak sehingga dalam pemanfaatannya dibutuhkan perlakuan pendahuluan pemisahan kulit dan daging pelepah, pemisahan daun dengan lidi yang semuanya ini membutuhkan biaya prosessing. Perubahan bentuk fisik serat menjadi lebih kecil atau menjadi tepung agar mudah dicampur dengan bahan lain dalam formula pakan tambahan. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan desk study potensi perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara yang meliputi: Pengumpulan data sekunder dari instansi terkait: berupa informasi luas perkebunan kelapa sawit, produksi buah sawit, produksi limbah, jumlah pabrik kelapa sawit (PKS), dan penyebarannya serta Populasi Kambing di sentra
202
produksi Asahan, Labuhan Batu, Simalungun, rataan Sumatera Utara dan Nasional. Semua data sekunder diperoleh melalui informasi dari semua instansi terkait dengan perkebunan kelapa sawit dan dinas peternakan, serta didukung oleh data literature baik berupa buku bacaan, laporan hasil penelitian terdahulu dan berupa laporan lainnya. Data Primer :Untuk mendapatkan primer maka dibutuhkan bantuan dan informasi dari perusahaan perkebunan baik perusahaan swasta dan negara. Limbah perkebunan kelapa sawit sawit dalam penelitian ini dideterminasi berupa: limbah kebun sawit dan limbah PKS (Pabrik Kelapa Sawit). Limbah kebun sawit adalah berupa “pelepah (daging dan kulit) dan daun sawit (lidi dan helai daun)”. Pelepah yang digunakan adalah komponen yang dapat dikonsumsi oleh ternak yaitu berupa daging pelepah dan daun sawit yaitu komponen helai daun. Untuk memproyeksikan potensi ekonomi imbah dibutuhkan informasi biologis (laporan terdahulu hasil penelitian pakan limbah kelapa sawit) dan informasi harga ternak kambing ditingkat pedagang pengumpul sebagai pasar umum yang praktis bagi peternak kambing. Data primer: diperoleh dengan wawancara langsung dengan karyawan PKS, Karyawan Kebun dan Pedagang Pengumpul (Tengkulak) serta pengukuran produksi sampel pelepah, daun sawit dan produksi hijauan yang tumbuh diareal kebun sawit. Jumlah sampel pohon sawit diambil sebanyak 8 pohon per hektar untuk setiap kelompok umur tanaman sawit (umur 5-10 thn; 1015 tahun; 15-20 tahun dan umur > 20 tahun). Untuk analisis laboratorium sampel diambil masingmasing sebanyak 2 (dua) kilogram setelah tiap sampel lapangan dikomposit. Jalur pemanfaatan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit akan diperoleh melalui wawancara dengan karyawan PKS terhadap perusahaan, peternak dan lainnya yang sering datang mengambil limbah atau membeli hasil ikutan industri perkebunan kelapa sawit serta digunakan untuk pakan ternak apa. Untuk mendapatkan model intergasi PKS dengan usaha ternak kambing diperoleh setelah semua data diperoleh dan dilakukan simulasi sedemikian rupa pada 1 PKS mini dengan luasan kebun tertentu hingga ditemukan satu atau lebih model integrasi yang bertujuan untuk pengembangan ternak kambing secara agribisnis. Untuk mendapatkan parameter yang diestimasi pada prinsifnya semua data dikonversikan baik dengan luas kebun, produksi limbah dan populasi kambing. Estimasi potensi produksi limbah dan hasil ikutan kelapa sawit diukur sebagai berikut:
n Y = ∑ (BIS, SD, PS, DS, SS) ……………..(1) i=1 Dimana: Y = Produksi limbah kebun kelapa sawit di Sumatera Utara tahun 2001 I = (Kabupaten Sampel, 1-3; sampel pabrik dan sampel kebun). BIS= (bungkil inti sawit), SD= ( solid exdecanter), P = (pelepah sawit), DS = (daun sawit) SS = (serabut tandan buah sawit) Estimasi potensi kapasitas tampung ternak kambing lokal terhadap parsial produksi limbah (Yi) dianalisis dengan cara sbb: Yi SUT LS =
( ---------------------------2) (Σ KL) (0,035BB) (Q)
dimana: SUT LS =
Satuan Unit Ternak Kambing lokal terhadap limbah sawit
Yi
Produksi Bahan Kering limbah ke i (=PKC, SD, P atau D)
=
KL =
Populasi Kambing Lokal di Sumatera Utara, 0,035 adalah standar kebutuhan bahan kering sebagai pakan kambing lokal dewasa. dan Q = 400 kg (standar berat SUT) Kandungan bahan kering limbah kelapa sawit diperoleh dari pengeringan sampel dalam lemari pemanas (Oven) pada temperatur 100oC/24 jam.
Parameter yang diukur: 1.
2. 3.
Produksi limbah dan hasil ikutan perkebunan (Solid decanter, bungkil inti sawit, pelepah dan daun sawit) (ton/ha atau ton/tahun ) Kapasitas tampung ternak kambing dengan pakan limbah kelapa sawit (SUT/tahun) dimana SUT = satuan unit ternak) Potensi ekonomi pemanfaatan limbah dan hasil ikutan perkebunan sawit pada ternak kambing
4.
Model integrasi pabrik kelapa sawit dengan usaha ternak kambing
5.
Bagan/jalur pemanfaatan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Potensi Produksi Limbah Perkebunan Sawit Setiap hektar kebun sawit terdapat 120–130 pohon dengan manajemen panen 5/7 (5 hari/ minggu) maka terdapat sejumlah 26 pohon yang dapat dipangkas dengan jumlah sebanyak 2–3 pelepah perpohon dan rataan produksi pelepah per pohon sebesar 14,8 kg bagian yang dapat digunakan sebagai pakan ternak (daging pelepah) atau dalam satu hektar kebun sawit dapat dihasilkan sebanyak 486 ton Pelepah kering, 17, 1 ton daun sawit kering, limbah PKS (Pabrik Kelapa Sawit) dihasilkan sebanyak 840–1260 kg Solid decanter, Sludge 0,042 ton dan 567 kg PKC ( Bungkil Inti Sawit. Rendemen masing-masing yaitu 4–6% untuk Solid decanter, Sludge 0,2%,dan PKC 45% dari TBS (tandan buah sawit segar ) yang diolah. Koefisien teknis ini dikaitkan dengan luas kebun sawit di Indonesia tahun 2000, maka produksi limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit, yang paling tinggi terdapat di Pulau Sumatera khususnya Propinsi Riau dan Sumatera Utara, sedang daerah Jawa, NTT dan Irina Jaya relatif kurang mendukung sebagai sumber pakan ternak ruminansia berbasis perkebunan, sawit disajikan pada Tabel1. Tabel 1. Produksi limbah dan hasil ikutan industri perkebunan kelapa sawit di indonesia (Perusahaan Negara, Swasta dan Rakyat) Tahun 2000 Perkebunan kelapa sawit
Produksi bahan kering perhari*) (ton) Pelepah
Daun
Solid decanter
Sumatera Utara
294,02
10,73
175.039 177,2
Sumatera
3.966,67
750,16
386.802 391,6
9,11
0,35
2.141
2,1
Kalimantan
298,61
10,89
38.211
38,6
Sulawesi
47,93
20,70
7.796
7,8
Irian Jaya
13,05
0,47
3.764
3,8
Indonesia
4.290,39
782,57
Jawa
PKC
438.714 444,2
Sumber: Data sekunder diolah (* = Koefisien teknis hasil survey)
Kapasitas tampung ternak kambing dengan pakan limbah kelapa sawit (SUT/tahun) dimana SUT = satuan unit ternak) Dikaitkan dengan populasi ternak kambing yang ada sekarang terhadap ketersediaan pakan
203
serat limbah Pelepah dan Daun Sawit sebagai pengganti hijauan, menunjukkan harapan yang cukup besar untuk penambahan atau pengembangan populasi kambing yang ada sekarang, namun jika ditinjau dari nilai gizinya maka yang berpeluang untuk pemanfaatan limbah kebun sawit tersebut adalah berupa daun sawit saja itupun lebih berpeluang di daerah Sumatera dan Kalimantan (Tabel 2). Potensi Ekomomi Pemanfaatan Limbah Dan Hasil Ikutan Perkebunan Sawit Pada Ternak Kambing Hasil analisis statistik terhadap produksi limbah sawit di Indonesia menunjukkan bahwa produksi
bahan kering pelepah dan daun sawit secara fisik berpengaruh nyata dan saling berkorelasi yang tinggi (chi-hitung < chi-Tabel α.0.05) atau semakin tinggi produksi pelepah maka produksi daun akan meningkat, namun dalam pemanfaatannya sebagai pakan tunggal pengganti hijauan secara teknis tidak efisien (TER- yP, yD - <1). Ketidak efisienan ini disebabkan faktor fisik dan kandungan protein pelepah sawit sawit yang relatip rendah, dan penggunaannya harus melalui prosesing dengan merubah fisik dan menambah bahan pakan lain yang dapat meningkatkan kesukaan dan menambah kandungan gizi agar sesuai bagi ternak kambing.
Tabel 2. Populasi ternak kambing dan kapasitas tampung ternak dengan penggunaan pakan limbah pelepah dan daun sawit di Indonesia Populasi ternak Daerah
Kapasitas tampung pelepah Untuk
Kapasitas tampung daun Untuk
Kambing
Sapi/kerbau
Kambing
Sapi/kerbau
Kambing
Sapi/kerbau
(ekor)
(ekor)
Kelipatan*)
(SUT)
Kelipatan*)
(SUT)
697.500
544.395
150
10.889.068
5,5
397.445
Sumatera
3.181.900
3.544.920
1.037
49.182.624
37,9
7.951.396
Jawa
7.105.600
6.134.850
2,7
2.200.363
0,1
80.312
Kalimantan
1.394.800
2.104.470
938
26.338.320
34,3
961.346
Sulawesi
950.600
1.606.065
34
7.272.980
1,2
265.460
Irian Jaya
56.700
72.555
50
483.336
1,8
17.842
Indonesia
13.065.700
13.608.390
30,3
55.042.902
1,1
2.009.037
Sumatera Utara
Sumber: Statistik Indonesia dan koefisien teknis. *)Kelipatan pengembangan ternak kambing dengan jenis limbah di masing-masing daerah
Tabel 3. Potensi Efisiensi Teknis (TER) dan Korelasi Produksi Pelepah dan Daun Sawit Sebagai Pakan Kambing di Indonesia Chi-Tabel α.0.05
Variabel
Ln. y
Ln. yT
Chi-hitung
Pelepah
11,408
15,26
1,3864145
Daun
8,534
11,09
0,6151697
6,20
--------
--------
--------
0,0126E-03
Log-like Lihood.Fs
Square ryP-ryD
0,17942
1,81
0,887
--------
--------
TER 0,05232
n =20 MSE DF
n-k-1
Sumber: ANALISIS DATASTATISTIKTAHUN (2000) dan DataPrimer
204
kambing sedang tumbuh dibutuhkan minimal CP 12,5% dan DE 2,5 M.cal dengan tingkat kebutuhan bahan kering sebanyak 3% berat hidup. Jika tingkat pemberian pelepah 30% dalam ransum, maka kebutuhan protein pakan tambahan adalah:
Pelepah sawit mengandung protein relatip rendah (2,08%) dan kandungan ligninnya relatif tinggi (17%) sehingga tidak dapat digunakan sebagi pakan tunggal karena nilai protein dan kecarnaan bahan keringnya relatip rendah (<40%) sehingga nilai nutrisinya tidak mencukupi kebutuhan pokok bagi ternak. Sementara itu daun sawit kandungan proteinnya (7,6%) hampir sama dengan kandungan rumput yang tumbuh dominan diareal perkebunan sawit (Ottocloa nodusa), kandungan protein daun sawit mencukupi untuk kebutuhan pokok bagi ternak namun masalah kurang disukai sebagai pakan tunggal tetap menjadi masalah utama dalam pemanfaatannya. Limbah pelepah dan daun sawit dapat bernilai ekonomi bagi usaha ternak kambing bila pemanfaatannya disertai atau diramu bersama dengan pakan tambahan yang mengandung protein dan energi yang cukup tinggi agar kandungan nutrisinya sesuai kebutuhan menurut standar NRC (1984) yaitu ransum mengandung protein kasar 12,5% dan energi tercerna 2,5 M. cal/kg. Untuk mencapai kandungan tersebut dibutuhkan protein pakan tambahan sebesar 18% dan DE 3 M. cal/kg dengan pola pemberian pakan tambahan minimal 60% atau modal yang bersifat high input. Sebagai contoh, menurut Standar NRC (1984) untuk ransum
R = P+K
12,5 % = 2,08 (30%) + K (70%) 30% K = 12,5% – 0,624 % K = 17,85%. Dimana: R = ransum, P = Pelepah, K = Konsentrat Dengan demikian pemanfaatan pelepah sawit akan membutuhkan peningkatan kandungan protein pakan tambahan yang artinya semakin tinggi protein pakan tambahan maka biaya ransum akan semakin tinggi pula, sehingga keuntungan usaha akan semakin randah, bahkan dapat menjadi rugi apabila produksi ternak (PBBH) yang dihasilkan tidak sebanding dengan biaya produksi (Gambar 1 dan Tabel 5). Secara ekonomi menunjukkan bahwa usaha ternak akan menguntungkan bila tingkat produksi ternak yang dihasilkan harus dengan PBBH rata-rata di atas 50 g/hari/ekor. Jika PBBH dibawah 50g/hari/ekor maka usaha ternak akan mengalami kerugian.
Tabel 4. Alternatif formula ransum dengan penggunaan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit sebagai pakan kambing Bahan pakan
Harga (Rp/kg)
Komposisi ransum dalam bentuk bahan kering
Susunan ransum dalam bentuk segar (Asped)
R1
R2
R3
R1
R2
R3
Rumput
150
10
10
30
14,50
16,27
44,59
Pelepah
300
20
0
0
34,11
0
0
Daun
300
0
20
0
0
26,04
0
Solid
50
20
20
0
34,11
38,29
0
PKC
375
20
20
0
6,44
7,23
0
Molases
100
13
13
10
5,38
6,04
10,35
Dedak padi
1000
15
15
18
4,83
5,42
13,61
Tepung gaplek
1000
0
0
10
0
0
11,18
Tepung. Jagung
1400
0
0
20
0
0
14,57
Bungkil kelapa
1200
0
0
10
0
0
4,78
Urea
1200
1
1
1
0,32
0,36
0,48
Mineral
2500
1
1
1
0,30
0,33
0,44
Jumlah (%)
100
100
100
100
100
100
Protein kasar (%)
12,5
13,5
15 230
198
603
Harga (Rp/kg)
Disusun berdasarkan kebutuhan protein pertumbuhan dan harga yang berlaku tahun 2002 di daerah Sumatera Utara
205
ADG (g/h) & Keuntungan (Rp.000/ek)
Lokakarya Nasional Kambing Potong
140 120 100 80 60 40 20 0 -20
1
2
3 ADG
4
5 Cost
6
7 U
8
9
10
11
12
13
Biaya (Rp.000/ekor)
Gambar 1. Keuntungan, biaya pada estimasi ADG kambing dengan pakan berbasis limbah kelapa sawit Tabel 5. Tingkat keuntungan dan biaya pada berbagai Pertambahan bobot badan harian Kambing pada pakan berbasis limbah kelapa sawit. PBBH
Biaya Tetap
Biaya Pakan
Biaya Total
Keuntungan
Keuntungan
( g/h/ekor)
(Rp/ekor)
(Rp/ekor)
(Rp/ekor)
(Rp/ekor)
(Rp/ekor)
10
15000
556
15556
-11956
-11956
20
15000
935
15935
-8735
-8735
30
15000
1315
16315
-5515
-5515
40
15000
1694
16694
-2294
-2294
50
15000
2074
17074
926
926
60
15000
2453
17453
4147
4147
70
15000
2832
17832
7368
7368
80
15000
3212
18212
10588
10588
90
15000
3591
18591
13809
13809
100
15000
3971
18971
17029
17029
110
15000
4350
19350
20250
20250
120
15000
4729
19729
23471
23471
150
15000
5868
20868
33132
33132
PBBH (Pertambahan bobot badan harian)
Pada usaha ternak sambilan (low input) maka potensi pemanfaatan pelepah tidak visible (tidak layak), namun jika pemanfaatan pelepah dilakukan pada usaha agribisnis (skala komersial/ skala besar) maka besar kemungkinan meskipun tingkat keuntungan dari penggunaan pelepah dan daun sawit meskipun relatip rendah namun jika diakumulasikan ke dalam skala usaha yang relatip 206
besar, maka keuntungan usaha akan semakin tinggi, dan menjadi layak digunakan sebagai pakan terlebih-lebih jika dibanding dengan mengandalkan rumput sebagai pakan pokok yang kapasitas tampung ternak per hektar kebun sawit hanya sebesar 2−3 ekor kambing sedang dengan penggunaan pelepah dapat menampung 127 ekor kambing per-hektar kebun sawit.
Lokakarya Nasional Kambing Potong
KESIMPULAN DAN SARAN 1.
Hasil ikutan dan limbah industri sawit (bungkil inti , ampas minyak dan solid sawit) sangat potensial digunakan sebagai pakan ternak, namun limbah kebun sawit meskipun produksinya tinggi relatip tidak efisien karena masih perlu mendapat perlakuan pendahuluan sebelum digunakan sebagai pakan ternak.
2.
Pengunaan solid sawit, pelepah sawit dan daun sawit tidak dapat diberikan secara tunggal (tidak disukai ternak), oleh karenanya perlu digunakan sebagai pakan campuran dengan jenis pakan yang disukai ternak.
3.
Penggunaan limbah dan industri sawit dapat menekan biaya pakan dan meningkatkan keuntungan usaha ternak kambing.
4.
Daerah jawa, NTT yang populasi ternak ruminansianya relatip tinggi, namun potensi pakan asal limbah dan industri sawit masih kurang memadai, untuk itu perlu kebijakan pembangunan industri perkebunan sawit menunjang produksi ternak ruminansia.
DAFTAR PUSTAKA DJAYANEGARA, A.., B.SUGARIANTO, M.WINUGROHO and A.RAIS AMBAR KARTO. 1999. Integrating Livestock with oil palm production systems. Laporan Penelitian Integrasi Usaha Ternak sapi dengan perkebunan kelapa sawit. Balitnak, Ciawi, Bogor. GINTING, S., A. PURBA, Z. POELOENGAN, K.SIMANIHURUK dan JUNJUNGAN. 1998. Nilai nutrisi dan manfaat pelepah kelapa sawit sebagai pakan domba. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Sungei Putih, Sumatera Utara. SIANIPAR, J., L.P.BATUBARA, K. SIMANIHURUK, S. ELIESER dan A. MISNIWATY. 1998. Penggunaan Solid Sawit Untuk Pakan Domba. Jurnal Penelitian Peternakan Sungai Putih. Sub Balitnak Sungai Putih. Vol. 5 No.1. SUDARYANTO, B., M.WINUGROHO, A. DJAJANEGARA dan A.R.A. KARTO. 1999. Potensi dan Kualitas Biomassa Kebun Kelapa Sawit Untuk Pakan Ternak Ruminansia. Laporan Penelitian Integrasi Usaha Ternak Sapi dengan Perkebunan Kelapa Sawit. Balai Penelitian Ternak Ciawi ,Bogor SUTARDI, T. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-Ilmu Nutrisi Ternak. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. WIDODO, S. 1986. Total Productivity and Frontier Production Function. Jurnal Agroekonomi. Jurusan Sosial Ekonomi Sosial Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
207