Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
PENGGUNAAN BUNGKIL INTI SAWIT DAN LUMPUR SAWIT SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN UNTUK KAMBING POTONG (The Utilization of Palm Kernel Cake and Solid Ex-Decanter as an Additional Feed on Growth of Goats) LEO P. BATUBARA, RANTAN KRISNAN, SIMON P. GINTING dan JUNJUNGAN S. Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1, Galang Sei Putih, Deli Serdang 20585
ABSTRACT A feeding trial was conducted in utilization of solid ex-decanter (SED) and palm kernel cake (PKC) as an additional feed for growing young male goats. Twenty head of young male crossbreed goats (Kacang X Boer) were used within body weight range 12–16 kg and kept in individual pens. A good quality additional feed using konvensional feed stuff was used as a control ration. Additional feed and grass were fed in ad-libitum level. The results shows using up to 30% of solid ex-decanter mixed in palm kernel cake as an additional feed gave daily weight gain 54–62 g/h/d with a feed convertion ratio of 8,1–9,2 and gave 30–35% higher net gain in rupiah compared to the good quality additional feed. The cheaper price of solid ex-decanter and palm kernel cake gave the more benefit compare to good quality feed stuff when fed to the young male goats Key Words: Palm Kernel Cake, Solid Ex-Decanter, Goats ABSTRAK Telah dilakukan penelitian pemanfaatan bungkil inti sawit (BIS) dan lumpur sawit (LS) sebagai pakan tambahan untuk kambing jantan muda hasil persilangan kambing Kacang dengan Boer (F1) dengan bobot hidup 12-16 kg sebanyak 20 ekor. Kambing ditempatkan dalam kandang individu dan dibagi kedalam empat kelompok berdasarkan bobot hidup. Pakan tambahan perlakuan terdiri dari pakan tambahan berkualitas baik dan pakan tambahan berbasis bungkil inti sawit dan lumpur sawit. Rumput dan pakan tambahan diberikan secara ad libitum dan air disediakan secukupnya. Hasil penelitian menunjukkan campuran sampai 30% lumpur sawit dalam bungkil inti sawit cukup efisien digunakan sebagai pakan tambahan untuk pakan kambing potong masa pertumbuhan dengan pertambahan bobot hidup berkisar 54–62 g/ekor/hari dan konversi ransum 8,1–9,2, serta memberikan pertambahan keuntungan 30–35% lebih tinggi dibandingkan dengan ransum berkualitas baik (pertambahan bobot hidup harian 98 g/ekor/hari dan konversi ransum 6,0). Harga bungkil inti sawit dan lumpur sawit yang jauh lebih murah memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan bahan pakan konvensional. Kata Kunci: Bungkil Inti Sawit, Lumpur Sawit, Kambing Potong
PENDAHULUAN Lahan perkebunan yang cukup luas di Indonesia yakni 2.461.827 ha (1997) merupakan salah satu alternatif sumberdaya hijauan dan pakan inkonvensional yang cukup potensial dikembangkan pemanfaatannya untuk pakan ternak ruminansia. Khusus perkebunan kelapa sawit yang luasnya mencapai 700.000 ha, diperkirakan dapat menampung sekitar 3.500.000 ekor ruminansia kecil (kambing/domba). Produk yang dapat
dimanfaatkan untuk pakan ternak antara lain: daun kelapa sawit, daging pelepah sawit, serta rumput atau hijauan penutup sebagai sumber pakan hijauan (sumber serat) serta bungkil inti sawit dan solid decanter sebagai hasil ikutan pengolahan minyak sawit sebagai sumber pakan penguat (protein dan energi). Lumpur sawit dan bungkil inti sawit merupakan hasil ikutan pengolahan minyak sawit. Pada proses pengolahan diperoleh rendemen sebanyak 4–6% lumpur sawit dan 45% bungkil inti sawit dari tandan buah segar.
611
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Untuk setiap hektar kebun kelapa sawit, maka akan diperoleh limbah lumpur sawit sebanyak 840–1260 kg dan 567 kg bungkil inti sawit (SIANIPAR et al., 2003). Sebuah pabrik minyak sawit yang kapasitas mesinnya dapat memproses 800 ton buah sawit segar/hari akan menghasilkan 5 ton lumpur sawit kering dan 6 ton bungkil inti sawit kering per hari (HORNE et al., 1994). Bila dikonversikan terhadap kebutuhan ternak (20–70% dalam ransum), maka daya dukung satu pabrik (PKS) dapat memenuhi kebutuhan ± 15.000 ekor domba atau ± 1500 ekor sapi/tahun. Lumpur sawit boleh dikatakan limbah, belum dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada beberapa perkebunan lumpur sawit ditebarkan di areal perkebunan sebagai pupuk, sedangkan bungkil inti sawit pada umumnya diekspor ke Eropa untuk pakan ternak. Percobaan pemanfaatan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit sebagai ransum komplit (100%) ataupun sebagai campuran pakan penguat lainnya telah banyak dilakukan. WONG dan ZAHARI (1992) melaporkan bahwa bungkil inti sawit dapat diberikan 50% untuk sapi dan 30% untuk domba. Tetapi JELAN et al. (1991) melaporkan bungkil inti sawit dapat diberikan sampai 85% dalam ransum sapi, tanpa menunjukkan pengaruh terhadap pertambahan bobot hidup harian yakni, sebesar 650–750 g/ekor/hari. Pemanfaatan bungkil inti sawit dapat diberikan pada ternak sapi sebagai pakan tunggal sampai 90% dan lumpur sawit dapat diberikan sampai 66% dalam ransum (JELAN et al., 1991). Domba kurang toleran terhadap keracunan akibat “chronic copper”. Domba diberi 90% BIS + 10% hijauan, gejala keracunan bisa timbul dalam 8 minggu. Pemberian amonium molybdate atau zinc sulfat dapat mengatasi kejadian keracunan (BEJO et al., 1996). Penelitian pemanfaatan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit untuk ransum kambing potong masih terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian penggunaan limbah dan hasil ikutan kelapa sawit sebagai bahan penyusun ransum kambing potong.
612
Sampai sejauh mana pengaruhnya terhadap produsi dan nilai ekonomisnya merupakan tujuan dari penelitian ini. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di Stasiun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sungei Putih dari bulan April–Desember 2004. Ransum perlakuan Ransum kualitas baik (R0) disusun dari bahan pakan konvensional, yakni: dedak halus, jagung giling, bungkil kelapa, bungkil kacang kedelai, molases, urea dan mineral campuran. Ransum perlakuan berbasis limbah dan hasil ikutan perkebunan sawit yang terdiri dari lumpur sawit 10% (R1); 20% (R2); 30% (R3) dalam campuran dengan bungkil inti sawit tertera pada Tabel 1. Rumput dan pakan tambahan diberikan terpisah secara ad-libitum. Pemberian air minum selalu tersedia (ad-libitum) dalam keadaan segar dan bersih. Ternak penelitian Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah kambing hasil persilangan Boer X Kacang (F1) sebanyak 20 ekor dengan bobot hidup berkisar 12-16 kg. Kambing dibagi kedalam empat kelompok, yang terdiri 5 ekor setiap kelompoknya dan masing-masing ditempatkan pada kandang individu. Metode analasis Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat perlakuan dan lima ulangan. Data dianalisis dengan uji sidik ragam menurut petunjuk STEEL dan TORRIE (1981). Parameter yang diukur meliputi konsumsi bahan kering, pertambahan bobot hidup harian, konversi pakan dan nilai ekonomis ransum.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 1. Susunan serta kandungan zat-zat makanan dan energi ransum penelitian Bahan pakan
Ransum penelitian (%) R2
R3
86,4 9,6 1,5 1,5 1,0 -
76,8 19,2 1,5 1,5 1,0 -
67,2 28,8 1,5 1,5 1,0 -
18,0
17,0
16,5
16,0
3,3
2,9
2,8
2,7
R0
Rumput Konsentrat BIS Solid decanter Urea Garam Tepung kapur Tepung jagung Bungkil kelapa Dedak halus Bungkil kedelai Tepung ikan
0 0 1,5 1,5 1,0 30,0 25,0 26,0 8,0 7,0
Protein kasar (%) Energi metabolis (kkal/kg)
R1 Adlibitum Adlibitum
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi bahan kering Selama 60 hari pengumpulan data diperoleh rataan konsumsi bahan kering ransum sebagaimana tertera pada Tabel 2 bahwa pemberian rumput segar secara tidak terbatas per ekor per hari tidak menunjukkan perbedaan konsumsi bahan kering rumput secara nyata. Pemberian pakan kualitas baik (R0) memberikan rataan konsumsi bahan kering yang nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan ketiga perlakuan pakan tambahan berbasis limbah dan hasil ikutan perkebunan (bungkil inti sawit dan lumpur sawit). Sementara itu, antar ketiga perlakuan pakan tambahan berbasis bungkil inti sawit dan lumpur sawit memberikan rataan konsumsi bahan kering yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Pola pakan menunjukkan ada kecenderungan pemberian pakan tambahan kualitas baik meningkatkan konsumsi bahan kering ransum.
terhadap pertambahan bobot hidup harian kambing tertera pada Tabel 3. Tabel 2 menunjukkan bahwa pemberian pakan tambahan kualitas baik memberikan rataan pertambahan bobot hidup harian kambing sebesar 98 g/ekor/hari yang sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga perlakuan pakan tambahan berbasis bungkil inti sawit dan lumpur sawit. Sedangkan antar ketiga perlakuan pakan tambahan berbasis bungkil inti sawit dan lumpur sawit tidak memberikan perbedaan rataan pertambahan bobot hidup yang nyata. (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa lumpur sawit (solid decanter) dapat digunakan sampai 30% dalam bungkil inti sawit (70%) sehingga dapat menekan biaya ransum. Dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pemberian pakan tambahan bungkil inti sawit dan lumpur sawit sampai 51% (rumput 49%) tidak menunjukkan adanya gejala keracunan pengaruh Cu terhadap pertumbuhan dan kesehatan kambing. Konversi ransum
Pertambahan bobot hidup Dari hasil pengamatan selama 60 hari penelitian, pengaruh perlakuan ransum
Konversi ransum dihitung berdasarkan rasio konsumsi bahan kering ransum dengan pertambahan bobot hidup. Hasil perhitungan konversi ransum tertera pada Tabel 4.
613
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian pakan tambahan berkualitas baik sangat nyata (P<0,01) meningkatkan efisiensi pemanfaatan ransum menjadi daging oleh kambing jantan muda dibandingkan dengan ketiga perlakuan pakan tambahan asal bungkil inti sawit dan lumpur sawit. Penggunaan lumpur sawit (10%) dalam campuran bungkil inti sawit (90%) memberikan pemanfaatan
ransum yang nyata (P<0,05) lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan lumpur sawit 20 dan 30% dalam campuran dengan bungkil inti sawit. Sejauh mana perbedaan efisiensi penggunaan pakan tambhan ini terhadap efisiensi ekonomi (income over feed cost) tertera pada Tabel 5.
Tabel 2. Rataan konsumsi bahan kering ransum selama 60 hari penelitian (g/ekor/hari) Perlakuan ransum
Konsumsi bahan kering
Total konsumsi BK
Konsumsi BK % bobot hidup
Rumput
Pakan tambahan
R0
258 (44%)
324 (56%)
582a
3,4a
R1
255 (51%)
245 (49%)
500b
3,1b
b
3,1b 3,0b
R2
251 (49%)
266 (51%)
517
R3
245 (49%)
250 (51%)
495b
Superskript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0,05)
Tabel 3. Rataan pertambahan bobot hidup harian kambing (g/ekor/hari) Perlakuan ransum
Bobot hidup (kg)
Pertambahan bobot hidup harian (g/ekor/hari)
Awal
Akhir
R0
14,60
20,50
98a
R1
13,70
17,40
62b
R2
14,40
17,70
55b
R3
14,50
17,70
54b
Rataan
14,30
18,30
67
Superskript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0,05) Tabel 4. Rataan konversi ransum berdasarkan konsumsi bahan kering ransum dan pertambahan bobot hidup kambing
R0
Rataan konsumsi bahan kering (g/ekor/hari) 582
PBHH (g/ekor/hari) 98
R1
500
62
8,1 b
R2
517
55
9,4 c
R3
495
54
9,2 c
Rataan
524
67
8,2
Perlakuan ransum
Superskript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0,05)
614
Rataan konversi ransum 6,0 a
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 5. Perbandingan nilai biaya pakan dengan nilai pertambahan bobot hidup kambing (Rp.) antar perlakuan Ransum perlakuan R0 R1 R2 R3
Harga (kg/BK-ransum)
Nilai biaya pakan
Harga per kg PBHH
Net gain (Rp)
7.200 4.750 5.265 5.000
14.000 14.000 14.000 14.000
6.800 9.250 8.735 9.000
1.200 585 560 540
Harga per kg (2005) Jagung giling = Rp. 1500; Bungkil kelapa = Rp. 1000; Dedak halus = Rp. 1200; Bungkil kedelai = Rp. 3500; Tepung ikan = Rp. 4500; BIS = Rp. 500; Solid ex-decanter = Rp. 250; Rumput = Rp. 500
Rataan konsumsi bahan kering yang nyata lebih tinggi oleh pemberian ransum kualitas baik tertera pada Tabel 2, memberikan pertambahan bobot hidup harian kambing yang nyata lebih tinggi penggunaan ransum yang lebih efisien tertera pada Tabel 3, dibandingkan dengan pemberian ransum berbasis lumpur sawit dan bungkil inti sawit. Namun Tabel 5 menunjukkan bahwa untuk menghasilkan setiap 1 kg pertambahan bobot hidup, ransum berbasis lumpur sawit dan bungkil inti sawit memberikan net income sekitar 30% lebih tinggi dibandingkan dengan ransum berkualitas baik. SIMANIHURUK et al (1995) melaporkan penggunaan lumpur sawit sebanyak 15 dan 30% dalam kosentrat dapat menekan biaya pakan 32% lebih murah untuk menghasilkan 1 kg pertambahan bobot hidup dibanding ransum berkualitas baik pada sapi Aceh. HORNE at al (1994) melaporkan penggunaan lumpur sawit sebanyak 21% dalam kosentrat (BIS 17%, molases 14%, dedak 17%) dapat mengurangi biaya kosentrat sebesar 40% tanpa menurunkan bobot hidup. Hal ini memberi petunjuk bahwa harga bahan pakan penyusun ransum sangat menentukan dalam usaha produksi ternak. Ransum berkualitas baik belum tentu akan memberikan keuntungan yang lebih tinggi.
tambahan disamping rumput dapat memberikan pertambahan bobot hidup kambing jantan muda sekitar 54–62 g/ekor/hari dengan konversi pakan berkisar 8,1–9,4 serta memberikan kuntungan sebesar 30% lebih tinggi dibandingkan dengan ransum berkualitas baik untuk setiap pertambahan 1 kg bobot hidup kambing. Penggunaan lumpur sawit (30%) dalam campuran bungkil inti sawit (70%) dan diberikan sebanyak 50% dari kebutuhan bahan kering ransum selama 3 bulan penelitian tidak menunjukkan adanya gangguan terhadap pertumbuhan dan kesehatan kambing. Dengan demikian, ke depan disarankan perlu dilakukan kerja sama dengan pabrik kelapa sawit untuk memproduksi ransum pakan ternak dengan menggunakan hasil ikutan dari limbah pengolahan minyak sawit seperti bungkil inti sawit dan lumpur sawit semi-padat (solid decanter). Kebijakan ini dapat mendorong pengembangan usaha ternak, khususnya ruminansia serta dapat menekan penggunaan bahan pakan kenvensional seperti tepung jagung, dedak halus dan bungkil kelapa.
KESIMPULAN
AOAC. 1980. Official methods of analysis of the association official analytical chemist, 13th Eds., Ass. of official Analytical Chemist, Washington DC.
Dari hasil penelitian pemanfaatan bungkil inti sawit (palm kernel cake) dan lumpur sawit (Solid ex-decanter) sebagai pakan tambahan untuk kambing potong ternyata dapat diandalkan sebagai pakan tambahan alternatif yang cukup ekonomis. Penggunaan lumpur sawit sampai 30% dalam campuran dengan bungkil inti sawit (70%) sebagai pakan
DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 1997. Statistik perkebunan kelapa sawit Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan.
BEJO, M.H., M.P. DAVID, A.R. ALIMON and M. MOONAFIZAD. 1996. Chronic copper toxicosis; utilization of palm kernel cake in sheep feed; Solely an cancentrate diet. Proc. of First Int. Symp. on the Integration of Livestock to Oil Palm Production; Malaysia.
615
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
HORNE, P.M., K.R. POND and L.P. BATUBARA. 1994. Strategies for utilizing improve forage for developing sheep enterprises in North Sumatera and Aceh. Paper Presented at the Seminar Produksi Peternakan Domba di Sumatera Utara dan Prospek Pengembangannya Mendukung Segitiga Pertumbuhan Utara. Pusat Penelitian karet, Sei Putih, March 21, 1994. North Sumatera. th
JELAN, Z.A., Y. ISHAK and YAKUB. 1991. Proc. 14 MSAP. Ann. Conf. Genting, Highland, Malaysia. KARO-KARO, S., E. SEMBIRING, M. D. SANCHEZ and H.C. KNIPHSCHER. 1989. Cost benefit analysis of sheep production at. village level. Proc. of the 13th Ann. Conf. of MSAP. March, 6–9, 1990. Malacca, Malaysia.
SIANIPAR, J., L.P. BATUBARA, SIMON P. GINTING, KISTON SIMANIHURUK dan ANDI TARIGAN. 2003. Analisis Potensi Ekonomi Limbah dan Hasil Ikutan Perkebunan Kelapa Sawit sebagai Pakan Kambing Potong. Laporan Hasil Penelitian. Loka Penelitian Kambing Potong Sungai Putih, Sumatera Utara. SIMANIHURUK, K., L.P. BATUBARA, J. SIANIPAR dan S. KAROKARO. 1995. Pemanfaatan solid decanter dalam pakan tambahan terhadap pertumbuhan sapi Aceh. JPPS, 1(6) Februari. Subbalitnak Sei Putih. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1981. Principles and Prosedures of Statistical. Mc.Graw–Hill Book Co. New York. WONG, H.K. and WAN ZAHARI, W.M. 1992. Oil palm by products as animal feed. Proc. of th MASP Ann. Conf. Kuala Trengganu pp. 58– 61.
616