Kajian Komunikasi dan Kinerja Kelembagaan serta Umpan Balik Transfer Teknologi Komoditas Unggulan Daerah ABSTRAK Di Sulawesi Selatan tercatat empat belas komoditas unggulan yang harus diberikan prioritas dalam pengembangannya. Pengembangan ini perlu mendapat dukungan dengan kinerja kelembagaan yang sinergis. Metode penelitian dengan partisipatif melalui survei. Wilayah Kabupaten Takalar mempunyai potensi untuk pengembangan pertanian tanaman pangan (padi, jagung, dan sayuran, serta palawija laiimnya. hal ini didukung sumberdaya (irigasi dan curah hujan), sumberdaya petani, dan potensi wilayah Kabupaten Takalar sebagai penyangga kota metropolitan (potensi pangsa pasar produk pertanian). Harga jagung yang berlaku di tingkat petani sudah layah hal ini tercermin dari hasil analisis penentuan harga melalui penentuan harga pokok penjualan. tingkat kesejahteraan petani (khususnya berbasis jagung ) mencapai tingkat kesejahteraan yang cukup bail karena mencapai rataan 2,57. selain itu juga rataan tingkat pendapatan bersih rumah tangga petani mencapai Rp. 10.440.400/tahun. Metode penelitian dengan survei pada tiga Wilayah Kabupaten menghasilkan Fungsi demand dan suplly secara regresi berganda dengan hasil penelitian yaitu; Qd= 6,52 – 0,000683 X1 – 0,345 X2 + 0,0957 X3 + 0,137 X4 + R2 (Adjusted R Square) : 0,563 (56 %). Qs= - 0,533 + 0,586X1 + 0,0566 X3 + 0,0757 X4 + i , R2 (Adjusted R Square) 0,68 (68 %). Untuk memperoleh usahatani yang optimal, maka petani disarankan mengalokasikan sumberdaya lahan 0,75 ha; 888 kg bibit kentang, 330 kg bibit bawang merah, 4,4 kg benih wortel, 14,11 bungkus benih kubis, 213,94 kg Urea, 150,25 kg SP36, 48,60 kg KCL, 105,70 kg ZA, 1,49 lt PPC, 1.027,14 kg pukan, 4,05 lt pestisida, dan penggunaan tenaga kerja sewa 75,15 HOK, serta memelihara ternak kambing 3 ekor/KK. Alokasi sumberdaya tersebut mampu memberikan pendapatan bersih sebesar Rp. 11.267.910/tahun dengan pola tanam kentang – bawang – kubis seluas 0,60 ha, dan pola tanam kubis – kentang – kentang seluas 0,07 ha serta pola tanam wortel – kubis – kubis seluas 0,08 ha. Tingkat penerapan teknologi. Penggunaan relative sama. Pengguaan BWD hanya sedikit, pengguaan pupuk semuanya dibawah anjuran, sebagian petani koperator masih menggunakan pupuk kandang, intermitten masih dilakukan sebagian petani koperator terutama yang drainasenya baik, PHT masih banyak dilakukan baik petani koperator maupun non. Petani yang mengandangkan ternak hanya yang dekat kandang, jerami masih dimamfaatkan walaupun tidak dipermentasi lagi, kotoran ternak hanya sedikit yang diolah. Dampak dari kegiatan ini sudah banyak petani non koperator yang mengandangkan ternaknya dan memamfaatkan kotoran, penanaman hijauan sudah mulai dilakukan. Desa tersebut merupakan sumber informasi mengenai ISPT.. integrasi sapi-ternak sudah berjalan namun belum sesuai yang diharapkan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
1
1. Latar Belakang. Di Sulawesi Selatan tercatat empat belas komoditas unggulan yang harus diberikan prioritas dalam pengembangannya yaitu : (1) tanaman pangan adalah; padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu, (2) tanaman perkebunan adalah; kopi, kakao, kapas, dan jambu mente, (3) peternakan adalah ; sapi, kambing dan unggas, dan (4) perikanan adalah; udang, rumput laut dan ikan tuna (Biro Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan 2002).
Fokus penelitian dan pengkajian Pemerintah daerah
diarahkan kepada komoditas unggulan yang komparatif dan kompetitif baik di daerah sendiri maupun dengan daerah lain, dan atau komoditas yang diperlukan petani. Rencana kegiatan Pemda Sulawesi Selatan adalah bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pengembangan IPTEK yang diarahkan kepada: (1) Difusi dan pemanfaatan IPTEK (teknologi tepat guna bagi peningkatan produktivitas usaha kecil dan menengah). (2) Penelitian dan pengembangan IPTEK di segala bidang. (3) Penguatan kelembagaan IPTEK (pembentukan stasium penelitian padi dan kakao). (4) Memperlancar transaksi hasil penelitian dan pengembangan. (5) Meningkatkan kerjasama sinergis antara kerbijakan
IPTEK dengan kebijakan
industri serta kebijakan sektor lainnya (Amin Syam, 2004). Paket penelitian dan pengembangan padi sudah banyak diketahui dan dikembangkan dibeberapa wilayah,
namun diwilayah Sulawesi Selatan
masih
mengalami hambatan. Oleh karena itu mungkin belum cocok dikembangkan di daerah-daerah di daerah-daerah pedesaan, dimana sumberdaya lahannya masih cukup luas. Ada tiga hal yang dihadapi Badan Litbang Pertanian dalam kaitannya dengan pemasyarakatan inovasi teknologi pertanian yaitu; (1) Kontribusi Badan Litbang Pertanian ditentukan oleh penemuan, pemanfaatan dan dampak inovasi
dalam
mewujudkan tujuan pembangunan. (2) Hasil-hasil inovasi Badan Litbang Pertanian
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
2
telah banyak, namun proses diseminasinya lambat. (3) Sistem inovasi telah terputusputus (Badan Litbang Pertanian 2003 dan BPTP Sulawesi Selatan, 2003). Oleh karena itu bila dikaitkan dengan kebutuhan daerah dan faktor kendala yang dihadapi oleh Badan Litbang Pertanian maka BPTP Sulawesi Selatan harus mampu merancang penelitian/pengkajian dengan memanfaatkan sumberdaya lokal secara optimal, misalnya kerja sama penelitian/pengkajian dengan Instani terkait lain.yang ada didaerah. Bidang ini dapat dipertajam melalui kegiatan kelompok sosial ekonomi tahun 2005-2009. Untuk peningkatan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan petani sangat ditentukan oleh berfungsinya sistem kelembagaan usahatani (Soentoro, dkk., 2002 dan Syahyuti, 2003). Keberlanjutan suatu sistem usahatani ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang dikuasai oleh petani seperti pemilikan lahan, modal, tenaga kerja dan kemampuan mengadopsi teknologi. Sedang faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar diri petani seperti sistem penyediaan modal, pemasaran,saprodi, penguasaan terhadap informasi dan teknologi spesifik lokasi. Oleh karena itu kegiatan tahun 2006 mencakup (1) Analisis Nilai tukar dan margin pemasaran sebagai indikator kesejahteraan petani jagung.
(2).
Analisis estimasi parameter fungsi permintaan dan penawaran pada lembaga pemasaran omoditas kakao di Sulawesi Selatan. (3). Analisis pemasaran usahatani sayuran untuk peningkatan nilai tanbah petani. (4). Rekayasa dan evaluasi penelitian dan pengembangan padi terpadu (P3T) di Bone dan Pinrang. 1.2. Hasil Kajian Kelti Sosek Pertanian 2005 (1) Sistem Perkreditan.Sarana Produksi Berdasarkan pada distribusi sarana produksi tidak ada transaksi sistem kredit usahatani antara bank dengan kelompok tani. Kalau petani membutuhkan sarana produksi maka kelompok harus melakukan (1) pemupukan modal di kelompok tani berdasarkan simpanan anggota, agar sarana produksi yang dibutuhkan dapat dibayar tunai, (2) ada kelembagaan penjamin yang menghubungkan petani dengan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
3
perbankan. Kelompok penjamin yang berutang di bank dan kelompok tani yang berutang di kelompok penjamin. Adapun sistem kerjasama yang harus ditungkan dalam sistem kontrak tersebut dapat disajikan pada Gambar 1. Tunai Terbatas LINI I Pabrikan
LINI II Propinsi
LINI III Kabupate n
KUT
BANK
Yarnen
KELOMPOK TANI Penjamin: - Pemda, Investor, Swasta, Pemilik Modal,
K U T
P E T A N I
Tunai Gambar 1. Pengembangan Model Kemitraan Kelembagaan Penyediaan Sarana Produksi di Tingkat Petani, 2005. Kontrak yang ditanda tangani harus berisi volume, harga dan waktu yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak. Kalau Bank itu adalah Bank pertanian di desa maka kelompok penjamin tidak perlu ada. Peranan kelompok penjamin beralih kelompok tani. (2) Sistem Pemasaran Beras dan Jagung Dalam kaitan dengan agribisnis padi, ada dua tahap pemasaran, yaitu:
(1)
pemasaran gabah dari petani yang pada umumnya bermuara di penggilingan, (2) pemasaran beras dari penggilingan yang bermuara pada konsumen (rumah tangga) terutama di kawasan timur Indonesia (KTI) dan perusahaan yang mengolah beras menjadi produk lain. Ada sejumlah petani yang volume produksinya cukup besar yang mampu menjual langsung gabahnya ke penggilingan baik secara bebas, atau karena ada ikatan yang sudah terbentuk sebelumnya (kontrak jual-beli tidak tertulis,
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
4
atau ikatan utang piutang). Ada juga petani yang menjual gabahnya kepada pedagang pengumpul yang melakukan operasi pembelian gabah dari desa ke desa. Operasi pembelian gabah ini kadang-kadang dilakukannya sendiri, kadang-kadang juga lewat pengumpul lain yang lebih kecil dan bersedia menjadi agen untuknya. Bahkan bisa juga terjadi, agen terakhir ini tidak bertransaksi membeli gabah petani, tapi sekedar mempertemukan petani dengan pedagang pengumpul gabah. Kemudian setelah pembelian gabah dari petani mencapai volume tertentu, ia akan mengantarkan dan menjual gabah itu ke penggilingan pilihannya sendiri. Seorang pedangan pengumpul gabah bisa jadi mempunyai langganan lebih dari satu penggilingan yang mungkin juga terletak di luar kabupaten tempat ia berdomisili dan beroperasi. Hasil kajian kelembagaan pemasaran padi dan jagung di sentra produksi dapat dilihat pada Gambar 2
KIMA MAKASSAR Pedagang Besar Kabupaten
Pedagang Pengumpul
Pedagang Antar Pulau
KELOMPOK TANI
PETANI
Penjamin: BUMN BULOG swasta Keterangan:
kadang tidak diperlukan.
Gambar 2. Pengembangan Model Kemitraan Kelembagaan Pemasaran Pertanian di Pedasaan, 2005. Pola hubungan kemitraan yang dibangun bersama oleh perusahaan penjamin dengan Bank dan penjamin dengan kelompok tani harus bekerja secera sinergis. Penjamin terdiri dari Pemda, Swasta,investor , Pemilik Modal, BUMN dan lain-lain.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
5
Ciri khas dari bentuk kontrak ini adalah membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu. Pola ini mendapat keuntunga masingmasing yang bermitra sehingga dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal dan ketrampilan serta menjamin produk kelompok mitra usahanya. Kemudian Bank Pertanian dapat ditempuh Pemerintah adalah semua dana KUT tidak dititipkan di Bank Umum/konvensional akan tetapi membentuk sumber pendanaan (Bank Khusus) milik petani, namun difasilitasi oleh pemerintah tetapi penyaluran kredit juga lebih tegas terhadap setiap nasabah. Artinya dipilih nasabah yang usahataninya layak dan meninggalkan usahatani yang tidak layak meskipun ia dalam organisasi kelompok tani. (3) Sistem Pemasaran dan Sarana Produksi Kakao. Hasil sementara kajian kelembagaan sarana produksi dan pemasaran kakao yaitu; (a). Koperasi usaha bersama agribisnis (KUBA) kakao akan dapat meningkat kinerja kelembagaan sarana produksi dan pemasaran pada petani dengan pengumpukan modal secara mandiri, pedagang saprodi memenuhi kebutuhan pertani, pemasaran yang terjamin, kualitas yang bermutu, dan harga biji kakao yang relatif tinggi. (b). Dengan adanya kelembagaan bersama agribisnis (KUBA) kakao petani dapat membeli saprodi dengan harga relatif murah dengan penjualan biji kakao dengan harga yang cukup tinggi. (c). Investasi jangka panjang usahatani kakao dapat menunjukkan kelayakan usahatani selama 20 tahun secara berkesinambungan dengan indikator NPV > 0, B/C ratio 1,9 dan IRR sebesar 25 %, sehingga investasi dapat dibiayai oleh kredit perbangkan atau lembaga keuangan yang lain karena tingkat suku bunga yang berlaku dewasa ini sebesar 18 %. (4) Dampak Gelar Teknologi. Kelayakan teknologi yang diindikasikan dengan pencapaian tiga aspek (sosial, ekonomi, dan teknis) menunjukkan bahwa cukup baik dengan rata-rata persentase berkisar antara 68,33 % - 80,00 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara sosial budaya masyarakat petani kita cukup inovatif meskipun pencapaian tersebut butuh waktu yang cukup lama antara 3 – 8 tahun. Beberapa komponen yang menjadi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
6
indikator dari analisis dampak, yaitu biaya produksi, harga, pendapatan dan keuntungan mengalami perubahan dan yang paling dominan peningkatan biaya produksi tetapi tetap dibarengi dengan peningkatan produksi dan pendapatan. Pendapatan petani pada lokasi gelar teknologi Atabela, Limbah Kakao, dan TOT jagung mengalami peningkatan pendapatan sebesar Rp. 3.424.978 – Rp. 6.584.994. Hasil Kegiatan yang Belum Dicapai Tim Asistensi Badan Litbang Pertanian (2004) menunjukkan bahwa fokus penelitian dan pengkajian yang harus dikerjakan oleh
Tim Asistensi adalah
pengkajian tematik dan atau isu yang menonjol pada saat itu akan di kaji oleh kelompok sosial ekonomi pertanian pada BPTP Sulawesi Selatan.antara lain: 1) Memahami profil atau karaktersitik rumah tangga dan masyarakat pedesaan di wilayah kerja BPTP a). Analisis profil rumah tangga pedesaan b). Analisis profil sosial budaya masyarakat c). Analisis profil alokasi tenaga kerja dan pendapatan rumah tangga pedesaan d). Analisis profil pemilikan dan penguasaan aset produktif (khususnya lahan), e). Analisis profil usahatani, analisis biaya , pendapatan usahatani f). Analisis mobilitas tenaga kerja dan migrasi, g). Analisis aspek gender dalam usahatani. 2) Kelayakan teknologi yang diintroduksi (tercakup dalam pengkajian agribisnis) mencakup: a). Analisis pendapatan dan biaya usahatani, b). Studi dan analisis adopsi teknologi. 3). Memahami sistem komoditas unggulan di wilayah kerja BPTP, mencakup: a). Analisis penawaran, permintaan, dan konsumsi komoditas unggulan wilayah. b). Analisis estimasi parameter penawaran dan permintaan. 4). Memahami perangkat kelembagaan dan organisasi sistem agribisnis komoditas unggulan spesifik wilayah, antara lain: a). Analisis kelembagaan hubungan kerja dan bagi hasil,
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
7
b). Analisis kelambagaan lahan, pengairan, dan sumberdaya pertanian lainnya. c). Analisis kelembagaan pengolahan hasil. d). Kelembagaan sosial budaya petani dan pedesaan. 5). Memahami proses difusi dan adopsi teknologi pertanian, mencakup; a). Menentukan alternatif pendekatan yang efektif untuk mempercepat proses difusi dan adopsi teknologi pertanian spesifik lokasi. b). meningkatkan kualitas dan keberlanjutan difusi dan adopsi teknologi pertanian dari sumber teknologi ke petani dan pengguna lainnya. 6). Analisis metode komunikasi dalam alih teknologi pertanian, mencakup; a). meningkatkan pelayanan dan bimbingan teknis jaringan informasi dan mempertinggi kecepatan mengakses informasi baik bagi pengambil kebijakan maupun pengguna lainnya. b). menentukan desain atau prototipe peraga komunikasi yang atraktif, mudah dicerna dan dimengerti oleh penyuluh dan pengguna lainnya. DASAR PERTIMBANGAN RPTP tahun 2005 – 2009. Pendekatan dalam penyusunan RPTP selama 5 tahun kerja
adalah pendekatan antara lain dari aspek kesesuaian lingkungan,
produktivitas yang optimal, pendapatan yang layak, sesuai budaya setempat, dapat meningkatkan kesejahteraan petani, kajian sarana produksi dan perkreditan, pemasaran dan respon isu dan umpan balik teknologi spesifik lokasi. Pendekatan program; (1) Topik utama: Model atau karakteristik Rumah Tangga dan masyarakat pedesaan , (2) Topik utama: Kelayakan teknologi spesifik lokasi hasil penelitian an pengkajian yang diintroduksi kepengguna, (3) Topik utama: Memahami analisis kebijakan komoditas unggulan di daerah, (4) Topik utama: Memahami perangkat
kelembagaan dan organisasi sistem agribisnis komoditas
unggulan spesifik lokasi wilayah, (5) Topik utama: Memahami proses difusi dan adopsi teknologi pertanian dan (6) Topik utama: Analisis metoda komunikasi dalam alih teknologi pertanian. Hal tersebut merupakan aspek utama yang harus dikaji oleh
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
8
Kelompok Sosial Ekonomi Pertanian kerjasama kelompok peneliti/pengkaji dilingkungan unit kerja BPTP dibawah Badan Litbang Pertanian (Badan Litbang Pertanian, 2003). Membangun komunikasi peneliti, penyuluhan, dan kolompok tani. Pada saat ini telah banyak ditemukan teknologi pertanian, melalui kegiatan pengkajian yang teratur dan intensif. namun demikian sebagian dari teknologi tersebut ternyata tidak diadopsi oleh petani. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh berbagai hal antara lain: teknologi yang dianjurkan belum mampu menyentuh kebutuhan dasar petani, belum ada titik temu antara kebutuhan yang dirasakan (felt needs) dengan kebutuhan riil (real needs); dan petani memang belum mengetahui tentang adanya teknologi maju yang sebaiknya diterapkan. Berbagai kondisi dan kemungkinan di atas dapat terjadi dan sangat dimungkinkan terjadi karena kelemahan dalam proses transfer teknologi serta dukungan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan penyebaran informasi. Oleh karena itu umpan balik bagi penyempurnaan program/perencanaan pengkajian dan penyuluhan pertanian belum dapat dilakukan dengan baik. Perlu adanya langkahlangkah kongkrit untuk mempercepat transfer teknologi untuk menjaring umpan balik dari pengguna secara terpadu dan menyeluruh dangan pengembangan model triangulasi dalam penerapan teknologi spesifik lokasi. Untuk mencapai hasil yang lebih efektif diperlukan partipasi pihak-pihak terkait (stakeholder). Kinerja kelembagaan merupakan kemampuan suatu kelembagaan untuk menggunakan sumberdaya yang dimilikinya secara efisien dan dan menghasilkan output yang sesuai dengan tujuannya dan relevan dengan kebutuhan pengguna. Ada dua hal untuk menilai kinerja kelembagaan yaitu produknya sendiri berupa jasa atau material, dan faktor manajemen yang membuat produk tersebut bisa dihasilkan. dengan mempelajari kinerja suatu kelembagaan berarti dapat dipahami seluruh aspek kelembagaan (Syahyuti, 2003). Kelembagaan usahatani khususnya tanaman pangan selama belum mampu memberikan jalan keluar pada berbagai permasalahan yang dihadapi, terutama ditingkat petani. Harga input yang cukup tinggi sehingga semakin menyulitkan petani untuk menerapkan teknologi usahatani (Baco dkk., 2003). Di lain
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
9
pihak masih kurang lembaga permodalan yang bisa dijangkau petani terutama petani tanaman pangan. TUJUAN 5. Tujuan Umum Mencari model, rekayasa, kemitraan dan evaluasi kerjasama sinergis teknologi spesifik lokasi berwawasan agribisnis dan berkesinambungan. b. Tujuan Tahunan (2006) (1). Menentukan
nilai tukar petani, margin pemasaran sebagai indikator
kesejahteraan petani
berbasis
jagung.(2). Menentukan estimasi parameter
penawaran dan permintaan komoditas kakao.(3). Menentukan tingkat efisiensi usahatani dan margin pemasaran komoditas sayuran.(4). Merespon mengevaluasi penelitian dan pengembangan padi terpadu (P3T) LUARAN YANG DIHARAPKAN a.Luaran Umum Model/rekayasa/evaluasi informasi teknologi spesifik lokasi yang efektif dan efisien sebagai meteri penyuluhan dan alat kebijakan pemerintah daerah . b. Luaran Tahunan 2006 (1). Nilai tukar dan margin pemasaran sebagai indikator kesejahteraan petani jagung. (2). Model fungsi permintaan dan penawaran komoditas kakao yang mencapai kesepakatan saling menguntungkan. (3). Model pemanfaatan sumberdaya usahatani dan
model pemasaran yang mempunyai nilai tambah bagi petani. (4). Model
rekayasa teknologi penelitian dan pengembangan padi terpadu (P3T) di Bone dan Pinrang. PERKIRAAN MANFAAT DAN DAMPAK (1).Adanya indikator NTP dan margin pemasaran untuk menentukan alternatif usahatani yang dapat meningkarkan kesejahteraan petani melalui usahatani berbasis
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
10
jagung sekitar 20-50 %. Disamping itu sebagai alat kebijakan Pemda dalam memperbaiki perekonomian petani dan pedesaan. (2) Terbentuknya equilibrium penawaran dan permintaan sehingga mampu menentukan volume dan harga yang meningkat menjadi sekitar 20-50 %. (3). Terciptanya pemanfaatan sumberdaya secara bijak dan pemasaran hasil usahatani sayuran yang dapat meningkatkan produktivitas lahan, pendapatan, dan kesejahteraan petani sekitar 20-50 %. (4). Terciptanya model penelitian dan penngembangan padi terpadu (P3T) yang baru yang lebih sesuai kondisi sosial ekonomi petani di Bone dan Pinrang sekitar 20-50 %. METODOLOGI KEGIATAN RPTP 2006 mencakup kegiatan: (1) Analisis harga dan nilai tukar petani usahatani berbasis jagung sebagai indikator kesejahteraan petani di Takalar, (2) Analisis estimasi penawaran dan permintaan biji kakao di Sulawesi Selatan, (3) Analisis efisiensi dan pemasaran usahatani sayuran dalam mendukung hortikultura di Enrekang, (4) Rekayasa model penelitian dan pengembangan padi terpadu (P3T) di wilayah Bone dan kabupaten Pinrang, dan (5) Kajian/evaluasi sosial ekonomi terhadap kegiatan pemetaan, agronomi, pasca panen, penyuluhan, prima tani dan analisis kebijakan pertanian yang ada di lingkup BPTP Sulawesi Selatan. Kegiatan 1. Analisis Harga dan Nilai Tukar Petani sebagai Indikator Kersejahteraan pada usahatani berbasis jagung. 1. Waktu dan Tempat Pengkajian akan dilaksanakan pada tahun 2006 di kabupaten Takalar. 2. Pendekatan Belum tentu pendapatan yang meningkat dapat meningkatkan kesejahteraan petani bila disertai dengan kenaikan harga barang kebutuhan petani baik pengeluaran usahatani maupun pengeluaran untuk konsumsi. Semakin kecil margin pemasaran semakin besar peluang petani memperoleh pendapatan yang tinggi dan semakin besar
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
11
indikator NTP (daya beli petani) semakin besar peluang peningkatan kesejahteraan petani. Kondisi tersebut mempengaruhi petani dalam menentukan usahatani yang akan dikembangkan Oleh karena itu analisis harga dan analisis nilai tukar petani dapat dijadikan indikator kesejahteraan usahatani berbasis jagung. Bila indikator NTP atau daya beli petani cenderung semakin meningkat maka usahatani jagung dijamin berkelanjutan. 3. Ruang Lingkup Kegiatan (1) Persiapan/sosialisasi, (2) Pengumpulan data primer pada instansi terkait dan petani responden kurang lebih l 50 petani produsen kakao dan data sekunder, (3) Analisis dan pengolahan data, (4) Pelaporan dan seminar hasil. 4. Metode Analisis Analisis data dan interpretasinya dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif,.analisis margin dan analisis Nilai Tukar Petani (NTP) dengan Rumus ; NTPt = Yt/Et Dimana : Yt = Yptj + Y nptj + ….. + Ynpt Et = Eptj + Enktj + ….. + Enpt Keterangan: Yptj = total pendapatan petani dari usahatani jagung (Rp) Ynptj = total pendapatan petani non jagung dan Ynpt = Total pendapatan non pertanian (Rp) Eptj = total pengeluaran petani untuk usahatani jagung (Rp) Enktj = total pengeluaran untuk non jagung dan Enpt = pengeluaran konsumsi keluarga petani (Rp) T = priode waktu (hari,minggu,bulan kalau tanaman I musin dan tahun kalau polatanam ) Analisis margin pemasaran menggunakan rumus : MP = Pr – Pf dimana : MP = Margin pemasaran (Rp)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
12
Pr = Harga ditingkat pengecer (Rp) Pf = Harga ditingkat petani produsen (Rp) Kegiatan 2. Analisis Estimasi Parameter Penawaran dan Permintaan Komoditas Kakao dalam mendukung agribisnis Perkebunan 1. Waktu dan Tempat Kajian akan dilaksanakan pada tahun 2006 di kabupaten di Pinrang, Soppeng dan Bone. 2. Pendekatan Kakao mempunyai pangsa pasar Eropa dan Amerika dalam bentuk biji maupun olahan dalam bentuk powder. Sehingga komoditas tersebut dijadikan komoditas unggulan/primadona di Sulawesi Selatan. Hal ini disebabkan komoditas ini mampu menyumbangkan devisa Negara yang saangat besar dari sector pertanian. Potensi produksi dan permintaan komoditas kakao dipengaruhi oleh beberapa parameter. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis parameter penawaran dan permintaan komoditas kakao. 3. Ruang Lingkup Kegiatan (1)
Persiapan/sosialisasi, (2) Pengumpulan data primer dan sekunder,
(3) Analisis dan pengolahan data, (4) Pelaporan dan seminar hasil. 4. Metode Analisis Metoda analisis yang akan digunakan adalah dengan fungsi penawaran dan penawaran. Adapun rumus fungsi tersebut: S = f (X1,X2,X3,X4) S = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + D = f (Y1,Y2,Y3,Y4) D = ao + a1Y1 + a2Y2 + a3Y3 + a4Y4 + S = penawaran (kg) D = permintaan (kg)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
13
bi = koefisien pada variabel penawaran. Ai = koefisien pada variabel permintaan. X1 = harga biji kakao di tingkat petani (Rp/kg) X2 = penguasaan teknologi X3 = pemilikan lahan (ha) X4 = umur tanaman (tahun) Y1 = harga biji kakao berdasarkan FOB (Rp/ka) Y2 = kualitas biji kakao (kadar air) Y3 = nilai tukar rupiah (Rp/US$) Y4 = Jarak ke pasar. Kegiatan 3: Analisis Efisiensi Usahatani dan Pemasaran Usahatani Sayuran dalam mendukung Agribisnis Hortikultura 1. Waktu dan Lokasi Waktu penelitian akan berlangsung pada bulan Januari hingga Desember 2006 pada daerah sentra produksi sayuran di Kabupaten Enrekang. 2. Pendekatan Pemanfaatan sumberdaya pada usahatani sayuran sampai saat ini belum mencapai optimal. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi biofisik, social ekonomi, dan manajemen petani dalam mengambil keputusan untuk menentukan sumberdaya input dan pola tanam yang akan dilakukan. Dilain pihak petani belum begitu menikmati harga yang layak dari produksi komoditas sayuran yang dihasilkan. Karena margin pemasaran masih banyak dinikmati oleh pedagang antara produsen (petani) sampai konsumen. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis optimasi usahatani dan margin pemasaran komoditas sayuran, sehingga mampu meningkatkan produktivitas lahan, pendapatan dan kesejahteraan petani. Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelusuran untuk menemukan data yang lengkap dalam penggunaan input dan pola tanam pada usahatani sayuran.
Selain itu juga dilakukan penelusuran distribusi
komoditas sayuran untuk menentukan margin pemasarannya.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
14
3. Ruang Lingkup Kegiatan (1)
Persiapan, (2) Membangun kelompok kerja antar kelembagaan yang
terlibat. (3) Pengumpulan data sekunder dan primer (kl 50 petani responden), (3) Pengolahan data, (4) Pelaporan dan seminar hasil. 4. Metode Analisis Analisa data dan interpretasinya dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif, analisis tabulasi dan analisis optimalisasi serta margin pemasaran. Metode analisis tersebut merupakan suatu metode untuk meneliti penggunaan input dan pola tanam uasahatani sayuran, suatu set kondisi agroekoregional lahan kering dataran tinggi, distribusi komoditas sayuran. Usahatani sayuran dengan berbagai pola tanam di tingkat petani tersebut dianalisis dengan linier programming, adapun pormula alat analisis ini dengan soft ware Quantity scientify of Bussines (QSB) sebagai berikut: 1. Fungsi Tujuan Maksimalkan Z = C1X1 + C2X1 + C3X1 + C4X2 + ….+ ΣCmXn 2. Faktor Pembatas a1,1X1 + a1,2X2 + …. + a1,mXn < LT1 a2,1X1 + a2,2X2 + …. + a2,mXn < LT2 a3,1X1 + a3,2X2 + …. + a3,mXn < LT3 . . . . am,1X1 + am,2X2 + …….. + am,n Xn < D X1, X2, X3, X4, …. ,Xn > 0 Dalam bentuk sederhana menjadi Fungsi Tujuan n Maksimalkan Z = Σ C1Xi i j=1 Faktor Pembatas n Σ aij Xj < bi j=1 Xj = aktivitas produksi dan non produksi. Bi = faktor kendala usahatani sayuran. I = 1,2,3, … 82 (banyaknya faktor kendala usahatani sayuran). J = 1,2,3, … 78 (banyaknya aktivitas usahatani sayuran).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
15
Aktivitas tidak Negatif xj > 0 untuk semua j. Keterangan : Z = Fungsi tujuan. C = Selisih bruto (gross margin). Xj = Aktivitas usahatani sayuran. Aij= Koefisien input dan output dari masing-masing aktivitas. Bi = Batas sumberdaya usahatani yang dimiliki petani. a). Analisis Sensitivitas Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan perubahan hasil optimalisasi akibat perubahan beberapa variabel. Dalam penelitian ini perubahan variabel yang akan diamati adalah a) perubahan harga input (Urea, SP36, dan KCl), dan b) perubahan harga output. b). Analisis Margin dan Efisiensi Pemasaran Rumus analisis margin pemasaran, sebagai berikut; M = Hj – Hb Di mana
M = margin pemasaran (Rp/kg) Hj = harga jual (Rp/kg) Hb = harga beli (Rp/kg)
Sedangkan efisiensi pemasaran digunakan untuk mengetahui saluran pemasaran sayuran yang mana paling efisien digunakan dengan rumus (Soekartawi, 2002). Bp EP =
Di mana
x 100% NP EP = Efisiensi pemasaran Bp = Biaya pemasaran NP= Nilai produk yang dipasarkan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
16
Kegiatan 4. Evaluasi Model Pengembangan Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) di Bone dan Pinrang 1. Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan kegiatan mulai bulan April sampai Desember 2006 di Kabupaten Bone dan Pinrang, salah satu
wilayah yang sudah banyak dan
menerapkan berbagai rekomendasi teknologi pertanian di Sulawesi Selatan. 2. Pendekatan: Umpan
balik
teknologi
dimaksudkan
untuk
menelusuri
kembali
informasi/paket teknologi yang secara teknis layak tetapi dikembangkan oleh petani. Kelemahan dari teknologi telah disodorkan harus dikaji mengapa teknologi tersebut tidak diadopsi., Fokus survei terutama yang berkaitan dengan hambatan adopsi teknologi. 3. Ruang Lingkup Kegiatan (1)
Persiapan, (2) Pengumpulan data primer (semua anggota kelompok
tani P3T dan sekunder, (3) Pengolahan data, (4) Pelaporan dan seminar hasil 4. Metode Analisis Analisis yang dilakukan dalam pengkajian ini disesuaikan dengan masing-masing kegiatan yang dilakukan, yaitu
Analisis kebutuhan dan kegagalan teknologi, .menggunakan teknik adopter dan non adopter teknologi.
Analisis penerapan teknologi untuk melihat hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi penjaringan umpaan balik dengan sistem transfer teknologi digunakan uji Chi-Square dengan rumus X2
=
(fo – fe)2 fe Keterangan= fo = frekuensi amatan fe = frekuensi harapan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
17
HASIL DAN PEMBAHASAN I.
ANALISIS HARGA DAN NILAI TUKAR PETANI BERBASIS KOMODITAS
JAGUNG
UNTUK
MENDUKUNG
AGRIBISNIS
TANAMAN PANGAN DI SULAWESI SELATAN KEADAAN UMUM DAERAH 1. Geografis Wilayah Kabupaten Takalar Kabupaten Takalar merupakan salah satu wilayah yang berada di Propinsi Sulawesi Selatan. Ibu kota Kabupaten Takalar berada di Pattalasang yang terletak pada 5o3’ - 5o38’ Lintang Selatan dan 119o22’ – 119o38’ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Takalar tercatat 566,51 km2 terdiri dari 7 kecamatan dan 73 wilayah desa/kelurahan. Wilayah Kabupaten Takalar secara administrasi berbatasan dengan; a) sebelah timur dengan Kabupaten Gowa dan Jeneponto, b) sebelah utara dengan Kabupaten Gowa, c) sebelah barat dengan Selat Makassar, dan d) sebelah selatan dengan laut Flores. Pembangunan pertanian di wilayah Kabupaten Takalar didukung dengan ketersediaan sumberdaya air. Sumberdaya air tersebut dioeroleh dari aliran sungai yang melewatinya yaitu sungai Je’neberang, Je’netallasa, Pamukkulu, dan Je’nemaraung. Kempat sungai tersebut dibendung untuk irigasi sawah seluas 13.183 ha. 2. Iklim Wilayah Kabupaten Takalar termasuk iklim pantai barat. Dimana musim hujan mulai sekitar bulan Nopember – sampai Bulan Mei. Rataan curah hujan di wilayah ini mencapai 4.863 mm/tahun, dengan rataan jumlah hari hujan 88/tahun (BPS Kabupaten Takalar, 2005). Ketersediaan air yang cukup baik dari curah huijan, aliran sungai, dan air tanah. Maka kondisi ini dapat mendukung pembangunan pertanian yang lebih progresif. Komoditas utama yang berada di wilayah Kabupaten Takalar adalah; padi, jagung, dan sayura.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
18
3. Kependudukan Pembangunan pertanian di suatu wilkayah diperoleh dukungan sumberdaya manusia (SDM), jumlah penduduk di Kab Takalar mencapai 242.973 jiwa (Tabel 1) Tabel 1. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan umur di Kabupaten Takalar, 2004. Kelompok Laki Perempuan Jumlah Prosentase No Umur (tahun) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (%) 1 0–9 23.927 21.058 44.985 2 10 – 14 13.671 14.050 27.721 3 15 – 54 67.007 72.331 139.338 4 > 55 12.334 18.595 30.929 Total 116.939 126.034 242.973 Sumber : BPS Kabupaten Takalar, 2005. Sebaran penduduk yang berada di wilayah Kabupaten Takalar adalah berada pada kelompok usia produktif (15 – 54 tahun) berjumlah 139.338 jiwa atau 57,35 %, dan diikuti kelompok usia 0 – 4 tahun mencapai 44.785 jiwa atau 18,51 %. Urutan ketiga pada kelompok usia lanjut (> 55 tahun) berjumlah 30.929 jiwa atau 12,73 %, dan terakhir pada kelompok usia sekolah yaitu 10 -14 tahun berjumlah 27.721 jiwa aaatau 11,41 % (BPS Kabupaten Takalar, 2005). 4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung Komoditas jagung merupakan komoditas unggulan di wilayah Kab Takalar. Pengembangan komoditas jagung di wilayah Kabupaten Takalar pada agroekologi lahan sawah setelah padi dan agroekologi lahan kering. Luas panen, produksi, dan produktivitas jagung selama empat tahun terakhir adalah spesifik pada Tabel 2. Tabel 2. Luas panen, produksi, dan produktivitas jagung tahun 2001 – 2004 di Kabupaten Takalar, 2006 Luas Panen Produksi Produktivitas No Tahun (ha) (ton) (ton/ha) 2001 6.457,00 32.213,97 4,99 2002 4.849,55 24.904,50 5,14 2003 5.437,75 27.324,78 5,03 2004 6.618,98 33.094,90 5,00 Jumlah 5.840,82 29.384,54 5,03 Sumber : BPS Kabupaten Takalar, 2004, 2005
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
19
Berdasarkan Tabel 2 tersebut, bahwa rataan luas panen tanaman jagung mencapai 5.840,82 ha/tahun dengan rataan produksi mencapai 29.384,54 ton/tahun. Berarti produktivitas jagung yang dicapai adalah 5,03 ton/ha. Rataan produktivitas yang telah dicapai ini masih di bawah potensi yang ada ayaitu mencapai 7 ton/ha ( ..). PEMBAHASAN 1. Karakteristik Petani Umur merupakan salah satu faktor penentu bagi petani dalam mengelola usahatani. Kemampuan fisik dan cara berpikir petani dipengaruhi oleh umur. Petani yang telah lanjut usia kemampuan fisiknya cenderung menurun dan sering kesulitan dalam menerima perubahan maupun inovasi, karena selalu berpijak pada pengalamnya. Hal tersebut sependapat dengan hasil penelitian Sunanto dkk. (2002) bahwa petani yang berusia tua dan pendidikan lebih rendah lebih sulit menerima perubahan inovasi teknologi produksi. Pada Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa kisaran umur kepala keluarga petani sampel berada pada umur 20 – 60 tahun dengan rataan 37,25 tahun. Sedangkan kisaran umur istri petani sampel berada pada umur 16 – 56 tahun dengan rataan 33,4 tahun. Hal tersebut menggambarkan bahwa petani jagung yang berada di daerah Kabupaten Takalar memiliki katergori usia produktif. Tabel 3. Karakteristik Petani Sampel di Kabupaten Takalar, 2006. N o
Kisaran
Keterangan
Rataan
1Umur Petani (tahun)
28 – 70
46,32
2Pendidikan (tahun)
0 - 12
6,50
a. Laki-Laki (jiwa)
1–5
2,56
b. Perempuan (jiwa)
1-4
1,88
3Anggota Keluarga
Sumber : Analisis data primer, (2006). Lampiran 1.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
20
Pendidikan merupakan salah satu cara pengembangan sumberdaya manusia yang berkualitas. Melalui pendidikan dapat dibentuk tenaga manusia yang terampil, berpengatahuan luas dan memiliki sikap mental serta kepribadian yang tegar. Tingkat pendidikan umumnya mempengaruhi pola pikir petani, di mana petani yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan berpikir lebih maju dari pada petani yang lebih rendah pendidikannya. Petani jagung di Kabupaten Takalar sebagian besar berpendidikan SD dan tidak tamat sekolah. Hal ini jelas mempengaruhi dalam transfer teknologi produksi jagung. Tanggungan keluarga tani adalah orang yang berada dalam manajemen keluarga tani selain kepala keluarga. Banyaknya tanggungan keluarga tani bergantung pada jumlah anggota keluarga. Semakin banyak tanggungan keluarga, maka semakin tinggi biaya yang harus dialokasikan untuk kebutuhan konsumsi, sehingga mempengaruhi dana yang harus dialokasikan dalam kegiatan usahatani. Tetapi di lain pihak, jumlah anggota keluarga yang banyak dapat memberikan manfaat tersendiri bagi keluarga tani, antara lain:
memberikan masukan dalam menghadapi suatu
permasalahan dan pengambilan keputusan dalam kegiatan usahatani. Apabila anggota keluarga tersebut berusia produktif (15 - 59 tahun), maka dapat memberikan manfaat dalam sumbangannya sebagai tenaga kerja dalam kegiatan usahatani jagung. Rataan jumlah anggota keluarga tani adalah 5 orang. Kisaran anggota keluarga laki-laki 1 – 5 jiwa/KK dengan rataan 2,56 jiwa/KK. Sedangkan anggota keluarga perempuan berkisar antara 1 – 4 jiwa/KK dengan rataan 1,88 jiwa/KK. Jumlah anggota keluarga yang produktif dalam kegiatan usahatani adalah 3 orang, yaitu kepala keluarga, istri dan anak laki-laki atau perempuan. 2. Analisis Harga Pembangunan pertanian terbagi menjadi dua kelompok yang mempunyai tujuan yang berbeda. Kelompok pertama adalah petani yang mempunyai tujuan untuk memaksimumkan tambahan pendapatan bersih keluarganya, dan perusahaan yang
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
21
mempunyai tujuan untuk memaksimumkan tambahan labanya atau perolehan keuntungan dari modal yang diinvestasikan. Kelompok kedua adalah masyarakat secara keseluruhan yang mempunyai tujuan memaksimumkan kontribusi pada pendapatan nasional yaitu nilai semua produk akhir dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara selama periode tertentu. Analisis untuk kelompok pertama adalah analisis finansial (financial analysis), sedangkan untuk kelompok dua adalah analisis ekonomi (economic analysis). Analisis Finansial (Financial Analysis) Dalam analisis finansial, harga yang digunakan baik unt5uk input mapun output adalah harga finansial yaitu harga pasar yang berlaku (harga privat/harga di tingkat petani). Harga input yang digunakan untuk analisis usahatani adalah harga yang berlaku di tingkat petani Kabupaten Takalar. Adapun untuk menganalisis finansial ini tercantum pada Tabel 4. Tabel 4. Penentuan harga pokok penjualan jagung berdasarkan biaya usahatani jagung di Kabupaten Takalar, 2006. Volume Harga Satuan Biaya No Uraian (unit) (Rp/unit) (Rp) 1 Biaya Sarana Produksi a. Benih 23,08 26.500 611.620 b. Pupuk Urea 195,92 1.050 205.716 c. Pupuk SP36 16,45 1.700 27.965 d. Pupuk KCl 21,71 1.900 41.249 e. Pupuk ZA 52,76 1.050 55.398 f. Pupuk Pelengkap Cair 7.500 0 g. Pupuk Kandang 9,26 600 5.556 h. Pestisida 0,42 38.000 15.960 i. Herbisida 1.03 35.000 36.050 2
Tenaga Kerja a. Borongan (alah tanah) b. Tenaga Harian
3
Penyusutan Alsintan Jumlah Sumber : Analisis data primer, 2006.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
1 62,16
750.000 15.000
750.000 932.400
1 paket
120.000
120.000 2.801.914
22
Berdasarkan Tabel 4 tersebut bahwa jumlah biaya usahatani jagung mencapai Rp. 2.801.914/ha. Sedangkan produksi jagung yang dihasilkan mencapai 5.545,26 kg/ha. Dengan demikaian harga impas biji jagung di wilayah Kabupaten Takalar mencapai Rp. 505.28./kg. Pada saat ini harga biji jagung di tingkat petani mencapai Rp. 1.000/kg – Rp. 1.100/kg. Berarti harga jagung yang berlaku di tingkat petani masih layak dan menguntungkan bagi petani. Hanya harga jagung tidak boleh melampau dibawah 700/kg. Hal ini karena apabila diperhitungkan nilai bunga yang harus dibebankan/dibayarkan oleh petani. Harga Biji Jagung Pada Berbagai Level Pedagang Pemasaran komoditas jagung merupakan suatu interaksi terlaksananya transaksi jual beli jagung yang dilakukan oleh petani sebagai produsen. Saluran pemasaran jagung yang ada di wilayah Kabupaten Takalar adalah produksi jagung yang dihasilkan oleh petani kemudian dijual ke pedagang pengumpul desa atau kelompok tani yang berada pada wilayah tersebut. Pedagang pengumpul desa atau kelompok tani inilah kemudian menjual jagung ke pedagang besar yang berada di wilayah jalan poros Makassar-Takalar ataupun langsung ke KIMA (kawasan Industri Makassar). Pelaku pemasaran berperan menyampaikan suatu produk ke konsumen. Bila banyak pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran jagung, dapat mengakibatkan harga jagung di tingkat petani terpengaruh lebih rendah. Kebanyakan pelaku pemasaran telah memiliki kemampuan dan fasilitas antara lain; jenis usaha, kemampuan permodalan, pemilikan fasilitas dan daya tampung produksi. Hal tersebut akan diuraikan pada masing-masing lembaga pemasaran yang berada/beroperasi di wilayah kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar. 2.3. Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan Jenis
usaha
yang
dilakukan
oleh
pedagang
pengumpul
bersifat
perorangan/private. Beroperasinya usaha bersifat temporer bergantung pada musim panen jagung. Apabila pada waktu-waktu tertentu atau belum musim panen jagung, maka para pedagang pengumpul ini melakukan aktivitas pertanian atau sebagai pedagang
komoditas
selain
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
jagung.
Pedagang
23
pengumpul
sudah
cukup
berpengalaman dalam usaha jual beli jagung. Pengalaman yang dimiliki mencapai 25 tahun, sehingga pedagang mampu memprediksi kondisi perdagangan jagung di masa mendatang. Beroperasinya usaha jual beli jagung dilakukan oleh pedagang perlu didukung permodalan. Modal pedagang pengumpul yang dimiliki berkisar antara Rp.20.000.000 - 30.000.000 per pedagang. Pedagang memanfaatkan modal tersebut seefesien mungkin.
Metode yang dilakukan pedagang adalah membelanjakan
sebagian modal yang ada, setelah produksi jagung terkumpul cukup banyak pedagang memberikan perlakuan dengan penjemuran ulang untuk mencapai kadar air ideal (810%). Setelah tercapai kadar air tersebut kemudian dilakukan pengemasan. Fasilitas yang dimiliki oleh pedagang dalam menjalankan usahanya dilengkapi dengan gudang (tempat penyimpanan), kendaraan dan lantai jemur. Kapasitas gudang yang dimiliki oleh pedagang pengumpul mencapai 100-500 ton sekali penyimpanan. Sedangkan transportasi kendaraan untuk mengangkut produksi jagung ada 1 unit.
Guna
meningkatkan kualitas jagung (menurunkan kadar air) diperlukan lantai jemur. Lantai jemur yang dimiliki seluas 600 m2
(20 m x 30 m). Dalam beroperasinya
kegiatan ini pedagang pengumpul didukung 5 tenaga kerja. Jagung yang diperdagangkan ada tiga jenis yaitu jagung biji, jagung dalam bentuk jagung giling dan benih jagung. Volume penjualan jagung biji 10 ton pada musim hujan dan 1.000 ton pada musim kemarau. Sedangkan volume penjualan beras jagung pada musim hujan mencapai 94 ton dan pada musim kemarau 94 ton. Demikian juga volume penjualan dalam bentuk benih jagung sebesar 1 ton pada musim hujan dan 4 ton pada musim kemarau. Harga komoditas jagung pada musim hujan maupun musim kemarau tidak terlalu berfluktuasi. Jenis produk jagung yang dijual adalah jagung biji, jagung giling dan benih jagung mempunyai margin yang relatif besar. Margin pemasaran yang paling menguntungkan adalah penjualan jagung dalam bentuk benih jagung. Namun permintaannya sangat terbatas. Sedangkan margin pemasaran yang paling kecil adalah penjualan jagung biji.
Tetapi permintaannya sangat besar.
Demikian juga dengan beras jagung, margin penjualannya lebih besar dari jagung biji, namun volume penjualannya juga terbatas. Permasalahan yang dihadapi dalam
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
24
pemasaran jagung oleh pedagang pengumpul antara lain : permintaan lebih banyak dari produksi, kapasitas penjemuran terbatas, dan permodalan yang terbatas. Pedagang dalam mengatasi masalah tersebut dengan cara: membeli jagung dari daerah lain, penjemuran jagung secara bergilir, dan mencari sumber permodalan baru, berusaha menagih utang yang masih tertinggal dan memberikan sanksi kepada pembeli yang membandel dalam pembayaran(Tabel 5) Tabel 5. No I.
Harga jual dan beli pedagang pengumpul kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar, 2005. Harga (Rp/Kg) Biaya Margin Uraian Pemasaran Pembeli Beli Jual (Rp/Kg) (Rp/Kg)
Musim Hujan a. Jagung biji
1.000
1.100
30
1.000
1.250
20
c. Benih Jagung
1.000
4.000
100
Musim Hujan a. Jagung biji
1.060
1.125
30
1.060
1.250
20
1.060
4.000
100
b. Beras Jagung
II.
b. Beras Jagung c. Benih Jagung
70 Pedagang besar di Kab Takalar 230 Peternak lokal dan luar kabupaten 2.900 Petani lokal 95 Pedagang besar di Kab Takalar 230 Peternak lokal dan luar kabupaten 2.900 Petani lokal
Keterangan : jagung yang dijadikan benih merupakan biji jagung yang dibeli dari petani dan dilakukan sortasi kemudian dijadikan benih jagung. Sumber : Analisis Data Primer, 2005. 2.4. Pedagang Besar Komoditas Jagung Pedagang besar yang berada di wilayah Kecamatan Galesong Utara dan Pattallassang mempunyai jenis Usaha Dagang (UD). Pengalaman berusaha dagang sudah dijalani sejak tahun 1997 (selama 8 tahun). Kegiatan yang dijalankan antara lain perdagangan hasil bumi dan pengelolaan hasil pertanian. Pedagang besar dalam menjalankan usahanya membutuhkan modal usaha sekitar Rp. 275.000.000,-. Modal
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
25
kerja ini terdiri atas modal sendiri Rp.175.000.000,- dan modal pinjaman Bank sebesar Rp.100.000.000,- dengan jangka waktu 1 tahun dan tingkat bunganya 1,5%/bulan. Kerjasama pemasaran antara kelompok tani dengan pedagang pengumpul di desa, pedagang kecamatan, dan pedagang besar pernah dilakukan. Akibatnya kelompok tani harus melakukan negosiasi dengan calon pembeli bila kelompok mau melakukan penjualan. Tabel 6.
No I.
II.
Volume dan harga jual beli jagung pada tingkat pedagang Besar di Kecamatan Galesong Utara dan Pattallassang Kabupaten Takalar, 2004/2005. Harga (Rp/kg) Margin Uraian Volume (ton) Biaya (Rp/Kg) Beli (Rp/kg) Jual
Musim Hujan a. Jagung biji b. Beras Jagung
3.330 25
1.050 1.150
1.200 1.400
40 70
110 180
Musim Kemarau a. Jagung biji b. Beras Jagung
9.000 25
1.050 1.150
1.200 1.400
40 70
110 180
Sumber : Analisis data primer pedagang besar komoditas jagung, 2005. Fasilitas yang dimiliki oleh pedagang besar di Bonto Lebang untuk menunjang kegiatan perdagangan jagung adalah : mesin pengering, alat transportasi, truk dan penggilingan jagung. Mesin pengering berkapasitas 2,5 – 3 ton selama 16 – 20 jam. Bila alat pengering ini di persewakan, biayanya Rp.100.000/hari. Untuk beroperasi membutuhkan minyak tanah 70 liter dan solar 10 liter. Dengan demikian dapat dikonversi biaya pengering sebesar Rp. 10/kg. Alat transportasi yang dimiliki 2 unit kendaraan roda 6 (truk), untuk menunjang jalannya usaha. Alat penggilingan beras jagung digunakan untuk melayani para peternak. Volume jual beli jagung yang dilakukan oleh pedagang besar mencapai 3.355 ton pada musim hujan dan 9.025 ton padsa musim kemarau.
Jual beli jagung cenderung lebih banyak pada musim
kemarau, sebab pada musim ini petani memanfaatkan sawah dengan komoditas jagung saja. Sedangkan pada musim hujan penanaman jagung dilakukan pada lahan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
26
kering. Harga pembelian jagung di tingkat pedagang besar mencapai Rp. 1.050/kg dan di jual dengan harga Rp.1.200/kg ke KIMA atau di antar pulaukan (Tabel 6). Masalah yang dihadapi dalam perdagangan jagung antara lain : kualitas produk, permodalan dan kerjasama. Apabila kualitas produk tidak memenuhi persyaratan yang ada di KIMA maka produk akan diolah menjadi beras jagung untuk memenuhi kebutuhan peternak.
Permasalahan permodalan yang dihadapi pedagang adalah
terbatasnya jumlah modal yang dimiliki pedagang.
Pedagang melakukan skala
prioritas pembayaran dan melakukan pinjaman ke BRI.
Pedagang juga
meningkatkan kerja sama dengan petani maupun dengan pedagang antar pulau, eksportir dan peternak, agar usaha perdagangan jagung tetap eksis. 2. Analisis Nilai Tukar Petani (Pertanian dan Non Pertanian) Nilai Tukar Petani (NTP) berbasis jgung merupakan nisbah antara harga yang diterima petani (HT)terhadap harga yang dibayarkan oleh petani (HB) atau NTP = HT/HB. Model ini dapat diaplikasikan untuk berbagai komoditas
pertanian
(Muchjidin Rachmat, 2000). Ada dua ciri khas usahatani yang dilakukan petani di Kabupaten Takalar yaitu: 1) petani berusahatani pokok tanaman pangan (padi, jagung, dan palawija lainnya, serta sayuran) dan non pertanian misalnya; pembuatan batu merah (batu bata), dagang sayuran/jagung manis, tukang cukur, dan tukang batu, dapat dilihat pada Tabel 7. 2) petani yang hanya berusahatani tanaman pangan (padi, jagung, dan palawija lainnya, serta sayuran) saja. Ciri khas tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. interpretasi dan analisis data dibagi menjadi 3 kelompok utama (lampiran 2). Kelompok Satu (NTP 1 – 2) Hasil analisis menunjukkan bahwa produktivitas kerja petani cukup menggembirakan. Kisaran Nilai Tukar Petani (NTP) yang diperoleh petani mencapai 1,06 – 1,77. jumlah petani yang memperoleh NTP tersebut sebanyak 19 petani atau 38 %. Hal ini berarti bahwa apabila petani menginvestasikan dalam kegiatan usahatani dan non pertanian, maka petani akan memperoleh manfaat sebesar 106 % 177 %. Hasil ini menggambarkan bahwa kebutuhan primer sadang/papan/pangan dan kebutuhan sekunder lainnya dapat dicukupi dan masih bisa menabung sebesar 6 – 77
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
27
% dari total pengeluaran. Bentuk tabungan ini dalam jangka panjang dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga petani secara berjangka dan bersifat insidentil. Penerimaan petani pada kisaran Rp. 3.390.000 – Rp. 28.515.000 dan pengeluaran usahatani dan konsumsi berada pada kisaran Rp. 2.673.500 – Rp. 17.607.500. Tingkat kesejahteraan petani masih tergolong rendah, karena sebagian penerimaan digunakan untuk kebutuhan konsumsi dan biaya usahatani (investasi usahatani). untuk meningkatkankan kesejahteraan petani, maka perlu diintroduksikan teknologi usahatani pertanian yang integrasi sehingga pengelolaan usahatani pertanian dapat dimaksimalkan. Kelompok Satu (NTP 1 – 2) Hasil analisis menunjukkan bahwa produktivitas kerja petani cukup menggembirakan. Kisaran Nilai Tukar Petani (NTP) yang diperoleh petani mencapai 2,03 – 2,93. Jumlah petani yang memperoleh NTP tersebut sebanyak 22 petani atau 44 %. Hal ini berarti bahwa apabila petani menginvestasikan dalam kegiatan usahatani dan non pertanian, maka petani akan memperoleh manfaat sebesar 203 % 293 %. Hasil ini menggambarkan bahwa kebutuhan primer sadang/papan/pangan dan kebutuhan sekunder lainnya sangat dapat dicukupi dan masih bisa menabung sebesar 103 – 193 % dari total pengeluaran. Bentuk tabungan ini dalam jangka panjang dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga petani secara berjangka dan bersifat insidentil. Penerimaan petani pada kisaran Rp. 5.277.500 – Rp. 38.850.000 dan pengeluaran usahatani dan konsumsi berada pada kisaran Rp. 2.434.000
– Rp.
13.994.000. Tingkat kesejahteraan petani masih tergolong sedang, karena prosentasi kebutuhan konsumsi berkurang. Sebagian penerimaan sudah banyak dialokasikan pada tabungan. Kesejahteraan ini masih mampu ditingkatkan dengan intensifikasi usaha pertanian secara integrasi. Kelompok Satu (NTP 1 – 2) Hasil analisis menunjukkan bahwa produktivitas kerja petani cukup menggembirakan. Kisaran Nilai Tukar Petani (NTP) yang diperoleh petani mencapai
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
28
3,13 – 9,19. Jumlah petani yang memperoleh NTP tersebut sebanyak 9 petani atau 18 %. Prosentasi jumlah petani yang mempunyai tingkat kesejahteraan ini masih sedikit. hal ini bisa diperoleh, karena petani mempunyai usaha di bidang pertanian yang mempunyai skala cukup selain itu juga mempunyai bidang usaha di luar kegiatan pertanian yang cukup mapan. Hasil ini menggambarkan bahwa kebutuhan primer sadang/papan/pangan dan kebutuhan sekunder lainnya lebih dapat dicukupi dan masih bisa menabung berkisar 213 – 819 % dari total pengeluaran. Bentuk tabungan ini dalam jangka panjang dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga petani secara berjangka dan bersifat insidentil. Pendapatan petani pada kisaran Rp. 10.890.000 – Rp. 48.550.000 dan pengeluaran usahatani dan konsumsi berada pada kisaran Rp. 2.984.750 – Rp. 14.637.000. Tingkat kesejahteraan petani masih tergolong tinggi. Ini memberikan harapan bahwa sistem pengelolaan usaha pertanian yang dimilikinya dapat dicontoh oleh petani lainnya baik di wilayah pengkajian maupun di luar pengkajian. 3. Analisis Nilai Tukar Petani Usaha Pertanian Tanaman Pangan dan Non Pertanian Investasi yang harus dikeluarkan dalam usaha pertanian tanaman pangan cukup besar baik itu luasan yang layak dikelola maupun biaya yang harus dikeluarkan. dengan kata lain bahwa bekerja untuk usaha pertanian tanaman pangan petani harus mempunyai modal yang cukup besar pula. jadi untuk memperoleh tambahan produksi yang lebih tinggi, maka petani harus mengeluarkankan tambahan biaya produksi yang lebih tinggi (Tabel 7). Penerimaan petani tanaman pangan sebesar Rp. 14.547.050/tahun dengan pengeluaran non pertanian (konsumsi papan, sandang, kebutuhan lainnya sebesar Rp. 3.855.780/tahun dapat 3,77lebih besar dari NTP rata-rata sebesar 2,57. Tingginya NTP ini dari NTP rata-rata, karena penerimaan pendapatan usaha pertanian tanaman pangan cukup tinggi.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
29
penerimaan petani (pertanian dan non pertanian) harus mengeluarkan biaya modal dan konsumsi sebesar Rp. 7.478.750/tahun untuk memperoleh penerimaan sebesar Rp 17.919.150/tahun/KK. Tabel 7. Rekapitulasi analisis NTP pertanian tanaman pangan dan non pertanian di Kabupaten Takalar, 206. No Uraian Rataan 1 Total Penerimaan dari usaha pertanian (Rp) 14.547.050 2 Total penerimaan dari usaha non pertanian (Rp) 3.372.100 3 Total pengeluaran petani untuk usahatani (Rp) 3.622.970 4 Total pengeluaran untuk sandang/pangan/papan (Rp) 3.855.780 5 Yt = Ypt + Ynpt 17.919.150 6 Et = Ept + Enpt 7.478.750 7 NTP 2,57 Sumber : Analisis data primer, (2006). 4. Analisis Nilai Tukar Petani Usaha Pertanian Tanaman Pangan (Tidak Termasuk Non Pertanian) Pada analisis ini tidak memasukkan penerimaan dan pengeluaran non pertanian atau tidak menganalisis penerimaan usaha non pertanian. Petani yang masuk kategori ini hanya sebanyak 13 petani sampel (Tabel 8). Dalam analisis ini bahwa penerimaan yang diterima petani dari usaha non pertanian tidak diperhitungkan (Ynpt = 0). Hasil analisis mengalami perubahan yaitu dari rataan NTP 2,57 menjadi 2,35 yaitu perubahan sebesar 0,22. Bila petani tidak berusaha di bidang non pertanian penerimaan akan mengalami penurunan. untuk mengantisipasi itu, maka dianjurkan agar petani melakukan usaha di luar kegiatan pertanian untuk menambah penerimaan rumah tangga tani.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
30
Tabel 8. Rekapitulasi analisis NTP pertanian tanaman pangan dan non pertanian di Kabupaten Takalar, 206. No Uraian Rataan 1 Total Penerimaan dari usaha pertanian (Rp) 14.547.050 2 Total penerimaan dari usaha non pertanian (Rp) 3 Total pengeluaran petani untuk usahatani (Rp) 3.622.970 4 Total pengeluaran untuk sandang/pangan/papan (Rp) 3.855.780 5 Yt = Ypt + Ynpt 14.547.050 6 Et = Ept + Enpt 7.478.750 7 NTP 2,16 Sumber : Analisis data primer, (2006). 3. ANALISIS
ESTIMASI
PARAMETER
PERMINTAAN
DAN
PENAWARAN BIJI KAKAO DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS PERKEBUNAN DI SULAWESI SELATAN 1. Kondisi Kabupaten Kajian Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan Tanaman kakao pada tahun 2005 adalah seperti tabel 9. Tabel 9. Kondisi Tanaman Kakao di Sulawesi Selatan & Sulawesi Barat No Kabupaten TBM TM (Ha) TRI Jumlah Produk (Ha) (Ha) (ton) 1 Bone 7.800 21.808 537 30.145 15.877 2 Soppeng 8.909 12.962 6.768 3 Pinrang 408 16.023 5.474 21.905 25.13 Total 8.208 46.740 6.011 65.012 41.688 Sulbar 1 Polmas 5.365 22.859 1.110 29.334 27.064 2 Majene 4.032 3.549 390 7.970 4.394 3 Mamuju 9.961 33.172 1.103 5.749,20 42.191 19.357 59.580 2.603 75.880,20 73.649 Total 34.517 113.336,70 23.021,50 176.535 173.604,40 Sulsel Sumber : 1. Laporan statistik Perkebunan Propinsi Sul-Sel, 2005 2. Laporan statistik Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pinrang, Soppeng , dan Bone, 2005.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
31
Berdasarkan Tabel 9, maka dapat dijelaskan apabila dibandingkan luas areal tanaman kakao Sulsel dengan daerah sampel Kabupaten kajian diperolah 37% dan potensi produksi adalah 24% dari hasil produksi Sulsel. Sedangkan areal Sulawesi selatan sudah berkurang sejak berkembangnya propinsi baru yaitu Sulawesi Barat. 2.Hasil estimasi parameter penawaran dan permintaan biji kakao dalam mendukung subsistem pemasaran agribisnis perkebunan di Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut : a. Persamaan Regresi Penawaran (Supply) Qs = 0 + 1X1 + 2X2 x 3X3 + 4X4 + Qs = - 0,533 + 0,586X1 + 0,0566 X3 + 0,0757 X4 + i R2 (Adjusted R Square) .0,68 (68 %). Dengan demikian satu persatu variabel yang telah diestimasi dapat dijelaskan sebagai berikut : X1 = luas lahan tanaman kakao dan X3 = umur tanaman kakao significant pada level : 0,05. Hal ini menunjukkan arti bahwa setiap kenaikan 1 % areal luas tanaman kakao akan meningkatkan produktivitas produksi (supply) sebesar 5,9 % dan X3 : umur tanaman pada umur kisaran 8 tahun – 15 tahun adalah umur produktif tanaman kakao sehingga kontribusinya cukup berarti pada setiap kenaikan 1 % umumnya akan meningkat produktifitas produksi kakao sebesar 0,057 %, sedangkan X2 dengan X3 terdapat hubungan multicoloniarity, sehingga tidak tampil dalam hasil regresi yang diestimasi. Umur tanaman dengan pengalaman petani adalah hampir sama sejak petani melakukan budidaya kakao dan hanya 10 % responden memenuhi warisan tanam kakao dari orang tuanya. X4 : harga penjualan biji kakao tingkat petani produsen tidak berpengaruh nyata pada jumlah produksi (supply). Hal ini disebabkan harga ditentukan oleh kondisi permintaan penawaran, sehingga pedagang perantara selaku perpanjangan tangan eksportir sebagai penentu harga (prices taker). R2 (Adjusted R Square) sebesar 68 % hal ini cukup berarti pada model yang dibangun pada persamaan supply tersebut karena lebih 50 % dianggap cukup
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
32
goodness offit (sesuai) dengan estimasi dan kondisi variabel independent terhadap dependent variabel (supply). Variable independent X1 ; X2 ; X3 ; dan X4 Secara bersama-sama memiliki hubungan keeratan 68 % terhadap Qs (supply) dan sebaliknya sebesar 32 % dijelaskan oleh variabel diluar model regresi tersebut ( ) atau disturbance term. b. Persamaan Regresi Permintaan (Demand) Qd
= 0 + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 +
Qd
= 6,52 – 0,000683 X1 – 0,345 X2 + 0,0957 X3 + 0,137 X4 +
R2 (Adjusted R Square) : 0,563 (56 %) Selanjutnya secara berturut-turut variabel yang menjelaskan hasil estimasinya sebagai berikut : X1 = jarak produsen biji kakao dengan pusat pasar di Makassar tidak terdapat hubungan yang nyata, hal ini disebabkan dipihak pembeli (buyers) di kawasan industri makassar (KIMA) pusat pasar eksportir dan industri pengolahan, permintaannya lebih kuat sehingga faktor jarak pembelian tidak mempengaruhi jumlah biji kakao yang dibeli karena buyers sebagai penentu harga (prices taker), walaupun jarak yang paling jauh di Mamuju utara dan Luwu utara sekalipun setiap diadakan pembelian untuk memenuhi kontrak dengan importir sudah dilakukan di negara tujuan. X2 : harga pedagang besar (eksportir) berpengaruh nyata terhadap volume permintaan biji kakao hal ini ditunjukkan oleh setiap kenaikan 1 % harga pembelian maka akan meningkatkan 0,35 pada volume permintaan biji kakao di Sulawesi Selatan.
Pengaruh ini sejalan dengan merosotnya nilai tukar rupiah
terhadap US$, karena pihak pedagang besar di Sulawesi Selatan akan menguntungkan secara nominal apabila kurs US$ ditukarkan dengan nilai mata uang rupiah. Harga Foreign on Board (FOB) yaitu X2 sebagai harga yang diterima oleh importir sampai diatas kapal pelabuhan pengiriman ke negara tujuan Soekarno Hatta Makassar dari jumlah harga pembelian pedagang eksportir ditambahkan dengan biaya-biaya seperti packing, peti kemas, transportasi ke gudang ke pelabuhan dan bea
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
33
cukai (ke keluar) dan lain-lain yang ada hubungannya dengan administrasi kepabeanan. Hal ini tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap demand oleh karena harga ini sudah dieliminir oleh harga domestik (pedagang besar) dalam negeri di Sulawesi Selatan. X4 jumlah lama hari penjemuran biji kakao, hal ini menunjukkan berpengaruh nyata kepada volume permintaan oleh eksportir di Sulawesi Selatan. Dalam hal ini lama hari penjemuran biji kakao identik dengan kualitas (kadar air) biji kakao semakin lama di jemur maka semakin baik kualitas yang dijual oleh petani ke pedagang perantara (besar).
Rata-rata lamanya 3 – 4 hari di jemur akan
menghasilkan kadar air 14 %, hal ini tidak membedakan perlakuan fermentasi atau tidak karena buyers importir tidak membedakannya, karena biji kakao di pusat pasar seperti USA dijadikan komoditi campuran. Berdasarkan hasil observasi wawancara dengan responden bahwa 90 orang petani produsen 71 % tidak melakukan fermentasi dan selebihnya hanya 20 % yang melakukan fermentasi sesuai dengan permintaan khusus (pesanan) pasar di luar tujuan ke USA. R2 (Adjusted R Square) sebesar 0,563 (56 %) atau lebih separuh variabel dapat menerangkan hubungan yang kuat terhadap Qd (demand) dan selebihnya 44 % diluar model yang ditentukan (disturbance term). 3. Saluran Tataniaga Untuk menunjang informasi sub sistem pemasaran agribisnis komoditas kakao di Sulawesi Selatan maka informasi kelembagaan pelaku distribusi produk biji kakao adalah sangat penting, karena tanpa keterlibatan lembaga pemasaran tersebut maka pemasaran di Sulawesi Selatan akan stagnasi. Adapun saluran tataniaga yang dimaksud adalah terlihat pada gambar 3.
Petani Kakao
Pedagang Pengumpul Lokal
Pedagan g Besar
Gambar 3. Saluran Tataniaga Biji Kakao di SULSEL
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
34
Pedagang Eksportir & Industri
Pada gambar 3 dapat dijelaskan bahwa, petani kakao adalah sebagai produsen langsung biji kakao di sentra produksi menjual biji kakao kepada pedagang lokal di wilayah kecamatan, selanjutnya pedagang lokal di tingkat kecamatan menjualnya pada pedagang besar kabupaten sebagai jaringan distribusi mitra eksportir yang ada di KIMA. Kondisi pasar permintaan biji kakao di sentra produksi Sulawesi Selatan dapat dikatakan berjalan lancar bahwa pedagang besar adalah sebagai perpanjangan tangan eksportir / industri di KIMA merupakan prices taker (penentu harga). Harga sangat tergantung pada fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap US$, apabila rupiah melemah maka harga di tingkat petani akan naik dan pedagang besar di Makassar termotivasi untuk membeli jumlah besar untuk mendapatkan nilai tukar rupiah secara nominal cukup tinggi walaupun harga berdasarkan FOB tidak berpengaruh nyata. Pelabuhan peti kemas Soekarno Hatta di Makassar memiliki keunggulan komparatif dan merupakan pusat buyers di Kawasan Timur Indonesia (KTI), selain produk lokal di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan Papua juga mengirim produk biji kakaonya lewat pintu keluar pelabuhan peti kemas Soekarno Hatta sehingga multiplier effect terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sulawesi Selatan dapat berdampak
positif.
Disamping keberadaan kapal yang mengirim ke negara tujuan maka apabila kapal sedang sandar di dermaga pelabuhan maka pengaruh harga cukup tinggi pembelian pada petani, hal ini disebabkan pemenuhan volume kontrak pembelian dengan importir negara tujuan dapat terpenuhi dan sebaliknya apabila kapal 1 minggu meninggalkan pelabuhan maka harga biji kakao akan turun kembali.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
35
4. Perkembangan Harga Biji Kakao di Sulawesi Selatan Periode Januari – Juni 2006 Tabel 10. Fluktuasi Harga Biji Kakao pada Semester I Th 2006 di Sulsel Bulan
Januari Pebruari
Maret
April
Mei
Juni
1. Harga FOB
15500
16500
16200
15400
15300
15250
2. Harga Pedagang Eksp
14500
15500
15200
14400
14300
14250
3. Harga Tk. Petani
10500
9500
9250
10400
10000
9400
Harga
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sulsel, 2006 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
Series1 Series2 Series3
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Gambar. 4. Grafik perkembangan harga biji kakao di Sulawesi Selatan, 2006. Kondisi fluktuasi harga perdagangan biji kakao seperti harga FOB, harga dalam negeri dan harga ditingkat petani sendiri dapat ditunjukkan pada pembeli eksportir ( Tabel 10 ) dan secara grafis dapat dijelaskan pada series, 1,2 dan 3. harga FOB dan harga pembeli – pedagang eksportir / industri dapat dikatakan stabil dan tertinggi pada bulan Juni 2006 sebesar Rp. 16.500,- / kg dan terendah pada bulan Rp. 15.250,- / kg pada bulan juni 2006.
Harga pembelian pedagang eksportir juga
tertinggi yaitu Rp. 15.500.-/kg dan terendah Rp. 14.250,-/kg pada bulan yang sama. Hal ini juga sangat dipengaruhi terjadinya fluktuasi nilai tukar rupiah Vs US $ tidak seberapa. Selanjutnya harga pada tingkat petani rata – rata berkisar Rp. 9.400 – Rp. 10.500 selama satu semester ( 6 bulan ), pada tahun 2006 sehimgga dapat
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
36
disimpulkan kondisi harga biji kakaodi Sulawesi Selatan adalah setabil tidak mengalami penurunan / kenaikan yang berarti. 3. ANALISIS EFISIENSI USAHATANI DAN PEMASARAN SAYURAN DALAM MENDUKUNG AGRBISNIS HORTIKULTURA DI SULAWESI SELATAN KEADAAN UMUM DAERAH 5. Geografis Wilayah Kabupaten Enrekang Kabupaten Enrekang merupakan salah satu wilayah yang berada di Propinsi Sulawesi Selatan. Ibu kota Kabupaten Enrekang berada di Enrekang yang terletak pada 3o14’36” - 3o50’0” Lintang Selatan dan 119 o40’53” – 119o6’33” Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Enrkang tercatat 1.786,01 km2 terdiri dari 9 kecamatan dan 111 wilayah desa/kelurahan. Wilayah Kabupaten Enrekang secara administrasi berbatasan dengan; a) sebelah timur dengan Kabupaten Luwu, b) sebelah utara dengan Kabupaten Tana Toraja, c) sebelah barat dengan Kabupaten Pinrang, dan d) sebelah selatan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang. Pembangunan pertanian di wilayah Kabupaten Enrekang didukung dengan ketersediaan sumberdaya air. Sumberdaya air tersebut diperoleh dari aliran sungai yang melewatinya yaitu sungai Saddang. Sungai. Sumber air tanah yang berasal dari gunung juga tersedia sepanjang tahun sehingga usahatani sayuran dapat dilakukan. 6. Iklim Wilayah Kabupaten Enrekang termasuk iklim pantai barat. Di mana musim hujan mulai sekitar bulan Nopember – sampai Bulan Mei. Rataan curah hujan di wilayah ini mencapai 2.610 mm/tahun, dengan rataan jumlah hari hujan 104/tahun (BPS Kabupaten Enrekang, 2005). Ketersediaan air yang cukup baik dari curah hujan, aliran sungai, dan air tanah. Maka kondisi ini dapat mendukung pembangunan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
37
pertanian yang lebih progresif. Komoditas utama yang berada di wilayah Kabupaten Enrekang adalah; sayuran, perkebunan, dan peternakan. 7. Kependudukan Pembangunan pertanian di suatu wilkayah diperoleh dukungan sumberdaya manusia (SDM), jumlah penduduk di Kabupaten Enrekang mencapai 242.973 jiwa (Tabel 11) Tabel 11. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan umur di Kabupaten Enrekang, 2004. Kelompok Laki Perempuan Jumlah Prosentase No Umur (tahun) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (%) 1 0 – 14 33.807 31.292 65.099 35,59 2 15 – 59 51.437 51.085 102.522 56,05 3 > 60 7.365 7.912 15.277 8,36 Total 92.609 90.289 182.898 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Enrekang, 2005. Sebaran penduduk yang berada di wilayah Kabupaten Enrekang adalah berada pada kelompok usia produktif (15 – 59 tahun) berjumlah 102.522 jiwa atau 56,05 %, dan diikuti kelompok usia 0 – 14 tahun mencapai 65.099 jiwa atau 35,59 %, dan urutan ketiga pada kelompok usia lanjut (> 60 tahun) berjumlah 15.277 jiwa atau 8,36 % (BPS Kabupaten Enrekang, 2005). 8. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Sayuran Komoditas sayuran merupakan komoditas unggulan di wilayah Kabupaten Enrekang. Pengembangan komoditas sayuran di wilayah Kabupaten Enrekang pada agroekologi lahan kering. Luas panen, produksi, dan produktivitas sayuranb pada tahun 2004 tercantum pada Tabel 12.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
38
Tabel 12. Luas panen, produksi, dan produktivitas sayuran tahun 2004 di Kabupaten Enrekang, 2005 Komoditas Luas Panen Produksi Produktivitas No Sayuran (ha) (ton) (ton/ha) 1 Kentang 208 2.699,24 12,98 2 Kol/Kubis 1.127 40.894,32 36,29 3 Pet Say/Sawi 178 2.408,52 13,53 4 Tomat 1.103 6.662,12 6,04 5 Bawang Merah 1.231 13.432,67 10,91 6 Bawang Daun 747 10.230,91 13,70 7 Lombok 759 4.561,59 6,01 8 Kacang Merah 765 1534,59 2,01 9 Terong 75 304,50 4,06 Jumlah 6.193 76.728,46 12,39 Sumber : BPS Kabupaten Enrekang, 2005 PEMBAHASAN 1. Identitas Petani Petani sebagai manajer dalam aktivitas usahataninya mempunyai peranan yang sangat penting. Peranan petani dalam menentukan jenis usaha yang akan dilakukan seperti alokasi sumber daya yang digunakan dalam kegiatan usahataninya. Dalam hal pengambilan keputusan, petani dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, pemilikan ternak, dan lain-lain. Beberapa pengaruh pengambilan keputusan petani ini disebut identitas
petani
disajikan pada Tabel 13. 2. Eksistensi Usahatani Sayuran dan Ternak Kambing Usahatani sayuran lazim dilakukan pada dataran tinggi. Dengan demikian komoditas sayuran yang diusahakan mempunyai kesesuaian agroklimat dataran tinggi. Petani sayuran yang berada di wilayah dataran tinggi Kabupaten Enrekang juga memelihara ternak kambing. Pemeliharaan ternak kambing tersebut dimaksudkan untuk menyediaakan pupuk organik, di lain pihak juga untu memanfaatkan sisa hasil komoditas sayuran untuk pakan ternak.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
39
Tabel 13. Identitas petani sayuran di Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang, 2006 Kisaran Uraian Umur petani (th) 23 – 59 Pendidikan Petani (th) 0 – 12 Juml. anggota keluarga (jiwa) a. Laki-laki dewasa 1–6 1–3 b. Perempuan dewasa 0–2 c. Anak laki-laki 0–3 d. Anak perempuan Jarak dari rumah (meter) ke a. Kebun b. Kandang c. Pasar Pemilikan ternak (ekor) 1–2 a. Jantan dewasa 1–4 b. Betina dewasa 0–2 c. Anak jantan 0–3 d. Anak betina Keterangan : Hasil pengolahan data primer (2006)
Rataan 50,15 6
Keragaman (%) 24,51 15,63
4,9 1,8 0,9 1,4
12,41 9,83 11,92 12,59
493 541 7.000 0,75 1,75 0,40 0,75
8,41 13,29 9,37 15,81
Tabel 14. Penerapan teknologi produksi sayuran di Kabupaten Enrkang, 2004. Usahatani Sayuran Ternak No Uraian Kentang Kubis Wortel B. Merah Kambing 1 Benih/bibit (kg) 1.200 17 5,05 550 2 Pupuk Urea (kg) 56 150 108 80 3 Pupuk SP36 (kg) 50 75 50 50 4 Pupuk KCl (kg) 50 10 30 50 5 Pupuk ZA (kg) 30 50 50 70 6 PPC (lt) 1 1 1 7 Pupuk Kandang 111 343 200 1.000 8 (kg) 1,5 2 1 2 9 Pestisida (lt) 363 kg Pakan hijauan (kg) 10 Produksi 180 kg Musim Tanam I 6.691 10.469 5.425 Musim Tanam II 7.076 10.621 5.430 4.260 Musim Tanam III 6.582 10.348 Sumber : Analisis data primer, 2004.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
40
Penerapan teknologi produksi sayuran di wilayah kabupaten Enrekang sudah cukup maju. Hal tersebut tergambar dalam penggunaan input pada aktivitas usahatani sayuran. Input dan output dari usahatani sayuran dapat disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 14 tersebut menunjukkan bahwa petani sayuran telah menggunakan beberapa komposisi input usahatani yang memadai berdasarkan kemampuan daya beli petani. Adapun pupuk kandang yang digunakan berdasarkan pupuk yang diambil dari hasil usaha ternak kambing. Namun apabila masih ada kekurangan pupuk kandang petani melakukan pembelian ke daerah peternakan ayam yaitu di Kabupaten Sidrap. Pemeliharaan ternak kambing diberikan setiap hari mencapai 1,02 berat kering. Dengan demikian kebutuhan pakan sebesar 363 kg berat kering/tahun. 3. Usahatani Sayuran dan ternak Kambing Optimal Petani dalam mengusahakan lahannya dengan berbagai komoditas sayuran yang mempunyai kesesuaian pada lahan dataran tinggi. Sayuran yang banyak diusahakan oleh petani antara lain: kentang kubis, wortel, dan bawang merah. Setiap petani yang mengusahakan sayuran juga memelhara ternak kambing PE dengan rataan pemilikan 4 ekor/KK. Tabel 15. Pola tanam usahatani sayuran dan jumlah petani yang melakukan di Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang, 2004. Musim Tanam No
Pola Tanam
1 2 3 4 5 6
I II III IV V VI
I Kentang Kentang Kubis Kubis Wortel Kubis
II Kubis Bawang Merah Kubis Kentang Kubis Wortel
Jumlah Sumber : Analisis data primer, 2005.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
41
III Kubis Kubis Kentang Kentang Kubis Kubis
Jumlah Petani Responden 8 12 7 6 11 6
50
Lahan petani di wilayah Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang dapat dimanfaatkan sepanjang tahun (tiga kali musim tanam pertahun). Adapun pola tanam yang dilakukan petani seperti pada Tabel 15. Pola tanam wortel – kubis – kubis banyak diminati oleh petani mencapai 10 petani responden. Pola tanam yang dilakukan oleh petani tersebut kemudian dianalisis dengan program Quantitative System of Bussines (QSB) versi 3.0. Analisis tersebut dimaksudkan untuk memperoleh pola usahatani sayuran dan ternak kambing yang optimal. Hasil analisis data dalam menggunakan Software QSB Version 3.0 menunjukkan bahwa penyelesaian optimal pada kombinasi alokasi sumberdaya yang terbatas secara optimal. Maka petani diharapkan mengalokasikan sumberdaya lahan 0,75 ha ; 888 kg bibit kentang; 330 kg bibit bawang merah; 4,4 kg benih wortel; 14,11 bungkus benih kubis; 213,94 kg Urea; 150,25 kg SP36; 48,60 kg KCl; 105,70 kg ZA; 1,49 lt PPC; 1.027,14 kg pukan; 4,05 lt pestisida; dan penggunaan tenaga kerja sewa 75,15 hari orang kerja (HOK); serta memelihara ternak kambing 3 ekor/kk. Alokasi sumberdaya tersebut mampu memberikan pendapatan bersih sebesar Rp. 11.267.910/tahun dengan pola tanam kentang – bawang merah – kubis sebesar 0,60 ha dan pola tanam kubis – kentang – kentang seluas 0,07 ha serta pola tanam wortel – kubis – kubis seluas 0,08 ha . Penyelesaian
masalah primal
terdapat
nilai
opportunity cost
yang
menggambarkan besarnya perubahan nilai program optimal. Apabila aktifitas yang tidak terpilih dipaksakan untuk dilakukan, maka nilai opportunity cost positif menggambarkan besarnya pengurangan tingkat pendapatan apabila aktifitas tersebut dipaksakan untuk dilakukan.lahan mempunyai nilai slack opportunity cost sebasar Rp. 4.767.699. Hal tersebut dimaksudkan apabila petani akan memperluas lahan usahataninya dengan menambah satu hektar, maka nilai program optimalnya akan naik masing-masing sebesar nilai slacknya tersebut. Ketersediaan tenaga kerja yang tidak tercukupi dari tenaga kerja keluarga perlu dilakukan penambahan. Tenaga kerja yanag memerlukan tambahan/sewa adalah
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
42
pada kegiatan tanam dan panen. Keputusan petani untuk menyewa tenaga kerja tersebut dapat memberikan tambahan pendapatan atau menguntungkan bagi petani. Hal tersebut dapat dipertimbangkan dengan membandingkan nilai opportunity cost dengan nilai sewa
yang berlaku di daerah tersebut. Hasil analisis menunjukkan
bahwa nilai opportunity cost tenaga kerja sebesar Rp. 24.590/HOK. Nilai tersebut lebih besar dari pada nmilai sewa yang berlaku di pasaran yaitu Rp. 15.000/HOK. Hal tersebut berarti bahwa tambahan tenaga kerja dapat meningkatkan pendapatan petani. Selain itu dapat juga berarti bahwa tenaga kerja pada bulan bersangkutan merupakan sumberdaya aktif. Penggunaan tenaga kerja pada usahatani optimal disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Alokasi penggunaan tenaga kerja pada usahatani sayuran dan ternak kambing di Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang, 2004. Tenaga Kerja (HOK) Nilai Nilai No Bulan Aktifitas Dual Sewa Ters Dibutuhk Sewa Tersisa (Rp) (Rp) edia an 1 Desember 31 29,72 0 11,28 0 0 2 Januari (tanam I) 6 18,39 12,39 0 24.590 15.000 3 Januari 37 22,16 0 14,84 0 0 4 Pebruari 37 21,92 0 15,08 0 0 5 Maret 31 19,20 0 11,80 0 0 6 April (Panen I) 6 18,25 12,25 0 24.590 15.000 7 April 31 29,20 0 1,80 0 0 8 Mai (Tanam II) 6 21,92 15,92 0 24.590 15.000 9 Mei 31 32,00 0 0 0 0 10 Juni 37 28,60 0 8,40 0 0 11 Juli 31 15,26 0 16,74 0 0 12 Agustus (Panen II) 6 24,35 18,35 0 36.995 15.000 13 Agustus 31 31,00 0 0 0 0 14 Sept (Tanam III) 6 30,12 14,12 0 24.589 15.000 15 September 31 20,38 0 9,62 0 0 16 Oktober 37 21,38 0 15,62 0 0 17 Nopember 31 20,33 0 10,67 0 0 18 Nop (Panen III) 6 20,12 9,33 0 24.589 15.000 Jumlah 432 401,68 87,15 115,47 Sumber : Analisis data primer (QSB Version 3.0), 2006.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
43
Dalam analisis tersebut dinyatakan bahwa tenaga kerja untuk kegiatan penanaman dan panen dipisahkan karena pada kegiatan tersebut diperlukan waktu penyelesaian yang lebih singkat dan bersifat segera. Pada waktu tanam diupayakan dilakukan serentak, sedangkan tenaga kerja yang ada dalam keluarga terbatas. Dengan demikian penyelesaian penanaman memerlukan waktu yang singkat dan bersifat segera diperlukan saewa tenaga kerja dan berharga. Keperluan tenaga kerja waktu tanam pada setiap komoditas bervariasi. Waktu panen juga memerlukan ketepatan dan dalam waktu singkat serta bersifat segera dilaksanakan. Apabila kegiatan tersebut tertunda dalam waktu yang cukup lama akan berdampak pada kehilangana hasil yang dapat berakibat pada kerugian. Guna mengurangi kerugian ini, maka waktu panjen perlu menyewa tenaga kerja dari aluar kelaurga, agar waktu panen lebih cepat dan tidak tertunda. 4. Pemasaran Komoditas Sayuran Produksi hasil sayuran yang dihasilkan oleh petaniharus dinilai dengan uang untuk dijadikan penerimaan kelaurga tani. Penilaian hasil sayuran tersebut melalui transaksi jual beli (produksi bisa sampai ke tingkat konsumen). Transaksi tersebut dimediasi oleh pedagang. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi petani sebagai produsen dengan konsumen berjauhan. Pedagang berfungsi sebagai perantara antara petani sebagai produsen dengan konsumen. Peranan pedagang dalam menstransaksikan/memindahkan produk sayuran diperlukan alokasi biaya dan keuntungan yang harus diperoleh bagi pedagang. Level pedagang sayuran yang berasal dari wilayah Kabupaten Enrekang terdiri dari : a) pedagang pengumpul kecamatan, b) pedagang antara kota (kabupaten/kota Makassar), c) pedagang antar pulau, dan d) pedagang pengecer (khusus yang ada di kota Makassar). Untuk memperjelas
masing-masing level
pedagang tersebut, maka akan diuraikan sebagai berikut. 4.1. Pedagang Pengumpul Kecamatan Jenis
usaha
yang
dilakukan
oleh
pedagang
pengumpul
bersifat
perorangan/private. Beroperasinya usaha bersifat terus menerus, karena sayuran di
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
44
produksi sepanjang tahun di daerah ini. Pedagang pengumpul sudah cukup berpengalaman dalam usaha jual beli sayuran. Pengalaman yang dimiliki mencapai 15 tahun, sehingga pedagang mampu memprediksi kondisi perdagangan sayuran di masa mendatang. Pembelian sayuran yang dilakukan oleh pedagang adalah di pasar Sentral Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang. Hari pasar pembelian sayuran pada hari Senin sore, Selasa siang, Kamis sore, dan Jumat siang. Pada petani dan pedagang melakukan transaksi jual beli untuk menentukan volume, jenis, dan harga sayuran. Beroperasinya usaha jual beli sayuran dilakukan oleh pedagang perlu didukung permodalan. Modal pedagang pengumpul yang dimiliki berkisar antara Rp.20.000.000 - 30.000.000 per pedagang. Pedagang memanfaatkan modal tersebut seefesien mungkin.
Metode yang dilakukan pedagang adalah membelanjakan
sebagian modal yang ada, setelah produksi sayuran terkumpul cukup banyak, kemudian pedagang melakukan koloni berjumlah sekitar 3 – 5 pedagang sengan menyewa truk untuk dibawa ke tujuan. Sayuran yang diperdagangkan meliputi, antar lain; kubis, bawang daun kentang, wortel, cabe, tomat, kacang buncis dan bawang merah. Pembelian para pedagang mencapai 3-5 ton sayuran/pedagang. Kemudian secara kolektif (yang mempunyai pemasaran sayuran yang sama) pedagang bergabung menjadi satu beranggotakan berkisar 2-5 pedagang pengumpul. Dari pedagang yang berkolektif menyewa kendaraan untuk membawa dagangan sayuran ke kota tujuan. Kapasitas angkut sekitar 10 - 20 ton/truk. Tujuan pemasaran sayuran itu meliputi pasar ibu kota kabupaten se Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Selawesi Tengah. Permasalahan yang dihadapi dalam pemasaran sayuran oleh pedagang pengumpul antara lain : komoditas sayuran mudah rusak dan permodalan yang terbatas. Pedagang dalam mengatasi masalah tersebut dengan cara: membeli sayuran dalam jumlah yang cukup untuk dikirim ke suatu daerah yang tidak terlalu banyak
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
45
(sesuai kebutuhan di suatu wilayah) dan mengefisiensikan modal yang dimiliki, serta melakukan kolektif pedagang untuk penghematan daya modal. 4.2. Pedagang Pengumpul Antara Pulau pedagang yang tergolong dalam kategori tersebut tidak lain adalah pedagang pengumpul kecamatan. Pedagang yang berkoloni tersebut menyewa kendaraan untuk mencapai tujuan pasar penjualan pada masing-masing pedagang. Tujuan pasar kabupaten meliputi Kabupaten Sidrap, Soppeng, Wajo, Bone, Palopo, Luwu, ParePare, Pinrang, Polewali, Mamuju, Majene, Mamasa, Barru, Pangkep, Maros, dan Kota Madya Makassar. Jenis kendaraan yang digunakan disesuaikan dengan tujuan pasar kabupaten. Apabila tujuan pasar kabupaten dekat kendaraan yang digunakan berukuran lebih kecil dibandingkan ukuran kendaraan yang digunakan pada tujuan pasar kabupaten/kota yang lebih jauh. Kapasitas angkut kendaraan mencapai 6-15 ton/truk. Biaya angkut adalah Rp. 250/kg (tujuan Pare-Pare), dan Rp. 350/kg (tujuan Kota Madya Makassar). Sedangkan biaya angkut menanikkan sayuran ke dalam truk adalah Rp. 2.000/karung. Kapasitas bebannya adalah sekitar 100 kg/karung. Berdasarkan Perda No. 5/2000 bahwa retribusi yang ditarif adalah Rp. 15/kg (bawang mareh), Rp. 10/kg (kubis, kentang, cabe, tomat, dan lain-lain). 4.3. Pedagang Antar Pulau Jenis usaha yang dilakukan oleh pedagang antar pulau bersifat perorangan. Usaha ini berlangsung secara terus-mererus. Karena sayuran diproduksi di wilayah Kecapatan Alla sepanjang tahun. Pedagang antar pulau tersebut sudah berpengalaman dalam usaha jual beli sayuran. Pengelaman yang dimiliki mencapai 12 tahun, sehingga pedagang mampu memproduksi kondisi perdagangan sayuran yang berlangsung.Pembelian sayuran yang dilakukan oleh pedagang adalah langsung membawa kendaraannya masuk ke desa-desa produsen sayuran. Pembelian tersebut berdasarkan jumlah panen di daerah. Hal tersebut sebenarnya bertentangan dengan kesepakatan bahwa transaksi hasil bumi (sayuran)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
46
dilakukan di pasar sentral Kecamatan Alla (terminal Agro). Pedagang yang akan melakuakan pembelian sayuran dilarang masuk membawa kendaraan besar ke desadesa produsen sayuran. Transaksi sayuran dikonsentrasikan di pasar sentral Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang. Pertimbangan pedagang melakukan tersebut adalah bahwa produksi sayuran yang aakan dibawa ke antar pulau bersifat curah. Apabila dilakukan transaksi di pasar sentral, maka pedagang harus membuka kembali karung-karung sebagai pengemasnya. Dengan demikian akan menambah biaya ekstra.Kapasitas angkut kendaraan mencapai 6 – 15 ton/truk. Biaya sewa dari ParePare ke Kalimantan Timur (Balik Papan) mencapai Rp. 2.000.000/truk. Kendaraan yang digunakan selama satu bulan 4 kali pergi ke Kaltim. 4.4. Pedagang Pengecer Jenis
usaha
yang
dilakukan
oleh
pedagang
pengecer
bersifat
perorangan/private. Beroperasinya usaha bersifat terus menerus, karena pasar Terong dan pasar Panampu Makassar beroperasi setiap hari. Pedagang pengecer sudah cukup berpengalaman dalam usaha jual beli sayuran. Pengalaman yang dimiliki mencapai 16 tahun, sehingga pedagang mampu memprediksi kondisi perdagangan sayuran di masa mendatang. Pembelian sayuran yang dilakukan oleh pedagang adalah di Pasar Terong maupun Pasar Panampu Makassar dari pedagang yang berasal dari daerah sentra produksi sayuran, salah satu diantaranya adalah pedagang dari Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang. Beroperasinya jual beli sayuran dilakukan oleh pedagang hanya menggantungkan sistem kontinyasi. Pedagang pengecer mengambil sayuran yang dibutuhkan untuk dijual. Sayuran yang dijual meliputi; kentang (30 kg), wortel (20 – 30 kg), kubis (20 kg), tomat (15 kg), dan buncis (20 kg). Sayuran tersebut bisa habis terjual
Permasalahan yang dihadapi dalam pemasaran sayuran oleh pedagang
pengumpul antara lain; komoditas sayuran mudah rusak dan permodalan yang terbatas. Pedagang dalammengatasi masalah tersebut dengan cara membeli sayuran dalam jumlah yang cukup untuk dijual selama 1 – 3 hari habis terjual.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
47
4.5. Jaringan Tata Niaga Sayuran Produksi sayuran yang dihasilkan oleh petani perlu dilakukan media, agar produksi tersebut dapat mencapai konsumen. Media yang menampung tersebut adalah pedagang. Pedagang sangat mempunyai peranan yang sangat besar. Pedagang dalam menjalankan usahanya mempunyai resiko yang cukup besar pula. Karena sifat sayuran yang mudah rusak. Adapun jaringan tata niaga sayuran disajikan pada Gambar 5.
P E T A N I
PEDAGANG KECAMATAN
PEDAGANG ANTAR KABUPATEN
PEDAGANG ANTAR PULAU
PEDAGANG PENGECER
KONSUMEN
Gambar 5. Jaringan tata niaga sayuran yang diproduksi dari Kabupaten Enrekang, 2006. 4. EVALUASI MODEL PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI TERPADU (P3T) DI KABUPATEN BONE 1. Identitas Petani Jumlah petani yang dipilih sebagai respondent sebanyak 78 orang yang terdiri dari 39 orang petani anggota kelompok tani Tocinnae sebagai petani pelaksana kegiatan P3T pada tahun 2003 (koperator) dan 39 orang petani diluar kelompok tani (non koperator). Rata-rata umur petani koperator lebih tua dibanding petani non koperator namun semua responden masih dalam usia produktif. Sehingga masih berpeluang untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan keluarganya.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
48
Tingkat pendidikan petani koperator rata-rata tammat SMP sedangkan petani non koperator hanya tammat sekolah dasar (SD). Jumlah tanggungan petani koperator rata-rata sebanyak 3 orang, sedangkan petani non koperator lebih rendah dengan jumlah 2 orang per kepala keluarga (KK). Baik petani koperator maupun non koperator umumnya adalah petani namun jumlah petani koprator yang mempunyai pekerjaan sampingan sebanyak 10,26 % sedangkan petani non koperator hanya 2,57 % (table 17) Tabel. 17. Umur, Pendidikan, Tanggungan keluarga dan Pekerjaan petani responden di desa Kajaolaliddong, Kec Barebbo, Kab Bone, 2006. Uraian
Petani Responden Kooperator Non Kooperator 44,95 38,50 10,20 6,53 3 2
Umur (th) Penddikan Tanggungan keluarga (jw) Pekerjaan utama - petani - lain-lain
89,74 10,26
97,43 2,57
2. Penguasaan Lahan Luas penguasaan lahan untuk sawah irigasi pada petani koperator lebih tinggi dibanding dengan petani non koperator namun kepemilikan lahan lainnya berupa sawah tadah hujan, lading, kebun dan pekarangan petani non koperator jumlahnya lebih banyak (Tabel 18) Tabel. 18. Rata-rata Pemilikan lahan petani responden di desa Kajaolaliddong, Kec Barebbo, Kab Bone, 2006. Pemilikan Sawah irigasi (ha)
Kooperator 0,80
Sawah tadah hujan (ha) Ladang/tegal (ha) Kebun (ha) Pekarangan (ha)
0,01 0,17 0,25 0,08
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Non Kooperator 0,55 0,12 0,25 0,50 0,07
49
Pemilikan Ternak Petani koperator memiliki rata-rata 2 ekor induk , 2 pejantan dan 1 anak, dengan status pemilikan bagi hasil sedangkan petani non koperator rata-rata 1 ekor induk, 1 ekor jantan dan 2 ekor anak dengan status kepemilikan pada umumnya bagi hasil, dan sebagian kecil adalah milik. Petani koperator rata-rata memberikan dedak, jerami, rumput dan apabila sangat mendesak terutama pada saat kemarau batang pisang yang dicincang diberikan, sedangkan petani koperator rata-rata digembalakan dan apabila rumput alam tidak tersedia maka jerami kering dan batang pisang merupakan alternatip walaupun jumlah rata-rata lebih rendah dari petani koperator (Tabel 3). Pola Tanam Kabupaten Bone merupakan daerah pantai timur yang memiliki pola curah hujan mulai hujan di bulan Maret. Sehingga pada waktu itu kebanyakan petani menanam pada bulan April dan panen pada bulan ahir Juni sampai awal Juli sebagai musim tanam rendengan kemudian biasa disusul dengan palawija pada pertengahan Juli sampai September, kemudian pada bula Oktober mulai menanam dan panen pada bulan Januari Februari sebagai padi gadu, Pilihan pola tanam petani didasarkan atas posisi sawah, jenis pengairan, pola curah hujan dan kesesuaian komoditi dengan permintaan pasar. Sebanyak 48,72 % petani koperator yang melakukan pola tanam Padi – kedele – padi, 41,02 % yang menerapkan pola tanam padi-padi-bero dan selebihnya padi-jagung dan padi-bera, sedangkan pada petani non koperator menerapkan pola tanam padi-padi-bera sebanyak 76,92 %, kemudian 17,04 % padikedele-padi, sisanya padi-jagung panen muda dan tidak ada padi-bera (Table 19).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
50
Tabel. 19. Rata-rata Pemilikan ternak petani responden di desa Kajaolaliddong, Kec Barebbo, Kab Bone, 2006. Uraian Induk Dewasa Lama pemeliharaan (th) Harga/ekor Anak Lama pemeliharaan (bln) Harga/ekor
Kooperator 2 2,28 2.870.000 1 12 1.391.000
Non Kooperator 1 5,45 2.500.000 2 10 1.100.000,-
Pejantan
2
1
Pakan - Dedak - Jerami - Rumput - Batang pisang
4,2 50 81,47 50
1 10 20 20
Tabel. 20. Pola tanam (%) petani responden di desa Kajaolaliddong, Kec Barebbo, Kab Bone, 2006. Uraian Kooperator Non Kooperator Padi – padi - bero (%) 41,02 76,92 Padi – kedele - Padi 48,72 17,04 Padi - jagung 5,13 5,13 Padi – bera 5,13 Pendapatan Petani Ada 3 sumber pendapatan petani yang dominan di desa ini yang bersumber dari tanaman pangan (>30 %), ternak menduduki urutan yang berikutnya (>25 %), dan terahir dari berdagang baik petani koperator maupun petani non koperator, dari sumber lain seperti jasa 11, 52 % untuk petani non koperator sedangkan pada petani koperatoe lebih rendah (4,48 %) dan pandapatan dari kebun untuk petani non koperator (12,95 %) lebih tinggi dari petani koperator (7,21 %). Hal ini disebabkan karena petani non koperator banyak menanam komoditi yang mempunyai
nilai
ekonomi yang tinggi seperti kakao, sedangkan petani koperator kebanyakan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
51
menanam tanaman campuran seperti pisang, buah-buahan
dan kelapa dengan
demikian ada sumber pendapatan dari hortikultura. (Table 21). Tabel. 21. Pendapatan rumah tangga/th petani responden di desa Kajaolaliddong, Kec Barebbo, Kab Bone, 2006. Uraian Tanaman pangan Kebun Ternak Hortikultura Dagang Jasa Jumlah
Kooperator 5.161.450 969.200 3.455.200 340.000 2.892.000 616.000 13.433.850
% 38,19 7,21 25,62 2,50 22,00 4,48 100
Non Kooperator 2.834.300 1.080.000 2.125.000 0 1.340.000 960.000 8.339.300
% 33,98 12,95 25,48 0 16,07 11,52 100
Tinkat Penerapan Teknologi 1. Benih Jumlah benih yang digunakan masih cukup banyak, untuk petani koperator menggunakan benih 51 kg/ha sedangkan petani non koperator lebih banyak lagi 65 kg/ha. Alasan yang mereka gunakan sama yaitu hawatir tidak cukup, dan di desa ini dalam kegiatan penanaman masih gotong royong sehingga agak sulit menekan tenaga penanam untuk mengikuti kemauan petani, namun petani koperator sudah mampu meyakinkan petani untuk menanam lebih sedikit sehingga jumlah benih yang digunakan juga sedikit. Kualitas benih yang digunakan juga lebih banyak yang menggunakan benih yang tidak berlabel untuk petani koperator hanya 7,69 % petani yang menggunakan benih berlabel sedangkan pada petani non koperator tidak ada.
Alasan yang mereka
kemukakan adalah harganya mahal, butuh uang tunai, kadang tidak tersedia dan tingkat keseragaman genetis rendah. 2. Penanaman Pada umumnya mereka melakukan penanaman dengan cara tanam pindah karena kegiatan penanaman masih cara gotong royong dengan umur bibit maksimal 21 hari dengan 4 bibit untuk setiap lubang tanam, untuk petani koperator dan 24 hari dengan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
52
jumlah bibit 5 batang per rumpun untuk petani non koperator. Alasan yang mereka kemukakan sama yaitu kebiasaan tenaga penanam. 3. Pemupukan Rata-rata petani koperator menggunakan pupuk urea sebanyak 155 kg/ha. Untuk petani non koperator rata-rata 161, 7 kg/ha, walaupun ada yang menggunakan 300 kg/ha. Hal ini mungkin disebabkan karena petani koperator 17,95 % yang menggunakan Bagan Warna Daun (BWD) sebelum mereka menggunakan pupuk nitrogen juga mereka juga menggunakan pupuk ZA. Dan petani non koperator yang sebelumnya bukan petani yang kita bina namun sudah ada 5,12 % petani yang menggunakan BWD. Alasan yang dikemukakan dalam penggunaan pupuk urea ini juga sama yaitu disesuaikan dengan kemampuan finansial.
Sedangkan alasan
penggunaan BWD pada petani kperator adalah repot, alat BWD hilang, sedangkan petani koperator mengatakan tidak tahu caranya, tidak punya alatnya dan tidak pernah memndapatkan penyuluhan mengenai penggunaan alat BWD tersebut. Untuk penggunaan pupuk lainnya. petani responden mengunakan sebanyak 37 kg/ha, KCl 13 dan ZA 6 kg/ha dan 29,3 kg/ha SP-36, 9,6 kg/ha KCl dan tidak menggunakan ZA untuk petani non koperator. Alasan yang mereka kemukakan adalah harganya yang mahal. 4. Pengairan Pengairan berselang yang pernah disampaikan sebelumnya saat masih ada pendamping PTT kepada petani koperator namun setelah 3 tahun kemudian hanya 43,59 % petani koperator yang masih melaksanakannya. Alas an yang tidak melaksanakan adalah air yang ada tidak mencukupi, posisi sawahnya yang rendah dan kerjanya repot. Untuk petani non koperator tidak ada yang melaksanakan kerena mereka belum pernah mendengarkan mamfaatnya. 5. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Teknologi pengendalian hama terpadu pada tanaman padi telah lama merupakan program utama dalam penyuluhan pertanian sehingga sudah banyak petani yang telah mengikuti SLPHT. Selanjutnya mempunyai dampak pada petani non koperatoer, ada
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
53
84,62 % petani koperator dan 79,49 % petani non koperator yang melakukan PHT. Tingginya prosentase yang melakukan PHT disertai alas an bahwa mereka sudah mengenal mamfaat PHT, sedangkan yang tidak melakukan PHT mengemukakakan alas an bahwa mereka tidan mengerti dan malas melakukan. 6. Pemamfaatan Jerami Pemamfaatan
jerami
pada
setiap
musim
cukup
bervariasi
tergantung
pertimbangan petani yang memamfaatkannya. Pertanyaan ini hanya diberikan untuk petani koperator, Pada musim Hujan (MH) 42,93 %, pada musim kemarau I (MK1) 39,04 % dan 33.50 % petani yang memamfaatkan jerami. (table 7). Pemamfaatan jerami sebagai pakan ternak untuk petani koperator 87.38 % dan 79,49 % untuk petani non koperator, alasannya adalah baik untuk digunakan sebagai pakan ternak dan mulsa. Sedangkan yang tidak memamfaatkan jerami menganggap kegiatan tersebut merepotkan. Tidak semua petani yang memamfaatkan jerami memproses terlebih dahulu sebelum memamfaatkan jerami, hanya 54,38 % petani koperator yang melakukan prosessing jerami sebelum dimamfaatkan dan untuk petani non koperator 100% yang tidak memproses alas an mereka adalah disamping harga bahan memproses itu mahal juga repot mengerjakannya. 7. Kandang Kelompok Persyaratan
petani
yang
diikutkan
dalam
kegiatan
P3T
pada
awal
pelaksanaannnya harus mau mengandangkan ternaknya secara berkelompok, namun setelah pendampingan teknologi dihentikan pada tahun 2003. maka hanya 71,80 % yang masih mengandangkan ternaknya, sedangkan sisanya dibawa kerumah masingmasing, yang mengandakan ternaknya beralasan bahwa sapi yang dikandangkan baik dalam pengertian perawatannya lebih baik dan kotorannya bisa dimamfaatkan untuk pupuk kandang. Sedangkan yang tidak mengandangkan mempunyai alas an bahwa rumahnya jauh dari kandang sehingga repot kalau hendak memberi makan dan pekerjaan lainnya juga banyak. Namun demikian ada juga petani non koperator yang
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
54
mengandangkan sapinya secara berkelompok yaitu sebanyak 2,56 % terutama yang bertetangga dan satu rumpun keluarga. 8. Pemamfaatan Kotoran Sapi Salah satu tujuan pengandangan ternak adalah untuk memamfaatkan kotorannya, namun hanya 61,54 % petani yang memproses kotoran sapi sebagai pupuk organik alasannya mereka sudah tahu caranya dan mamfaatnya, sedangkan petani koperator yang tidak melakukan menganggap pekerjaan tersebut repot. Dilain pihak ada petani koperator sebanyak10,26 % yang mengerjakan proses tersebut dengan alas an yang sama dengan petani koperator. Tabel. 22. Pemamfaatan jerami sebagai pakan pada setiap musim oleh petani responden (%) di desa Kajaolaliddong, Kec Barebbo, Kab Bone, 2006. Uraian
Kooperator 42,93 39,04 33,50
MH MK I MK II Hasil Parsipatori Rural Apraisal (PRA)
Dari hasil wawancara dengan informan kunci di peroleh beberapa informasi mengenai : 1. Penerapan Teknologi Penegelolaan Tanaman Terpadu Teknologi yang masih diterapkan adalah pemberian pupuk kandang terutama yang transpotasinya mudah. Dan mengerti betul mamfaat penggunaan pupuk kandang. sedangkan teknologi lainnya sudah ditinggalkan. penggunaan pupuk kandang selalu digunakan pada palawija diperkirakan jumlahnya 500 kg/ha/musim. Dan diperkirakan memberi pengaruh yang baik terhadap hasil pertanaman padi yang diduga hasil meningkat 200 kg/musim.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
55
Tabel. 23. Rata-rata tingkat penerapan teknologi PTT dan CLS oleh petani responden di desa Kajaolaliddong, Kec Barebbo, Kab Bone, 2006. Uraian
Kooperator
Alasan
Jumlah Benih (kg)
51
Mahal, takut tdk ckp, benih sendiri, modal
Benih label - ya (%) - tidak (%)
7,69 92,31
Hemat Mahal, tidak tersedia
17,95 82,05 155 37 13 6
Hemat Repot, tdk punya Sesuai kemampuan Mahal Sesuai kemampuan
5,12 94,88 161.7 29.3 9.6 -
30,76 69,24 21 4
Dekat rumah Repot, jauh dr rumah Kebiasaan Kebiasaan
10,26 89,74 24 5
43,59 56,41 .. 84,62 15,38
Air mudah diatur Sdh tau mfaatnya Tdk ngerti, malas.
79,49 20,51
87,38 12,52
Baik repot
79,49 20,51
54,38 45,52
Baik Repot, bahan mahal
100
61,54 38,56
Tahu carany Sibuk, repot
10,26 89,74
71,80 28,20
Lebih baik Banyak kerja
2,56 97,44
BWD - ya (%) - tidak (%) Urea SP36 KCl ZA (kg) Pupuk Kandang - ya (%) - tidak (%) Umur bibit Jumlah bibit Pengairan berselang - ya (%) - tidak (%) PHT - ya (%) - tidak (%) Pemanfatan jerami - ya (%) - tidak (%) Proses jerami - ya (%) - tidak (%) Proses kotoran sapi - ya (%) - tidak (%) Kandang kleompok - ya (%) - tidak (%)
Non Kooperator 65
100
100
Alasan Mahal, takut tdk ckp, benih sendiri, modal Hasil sendiri Tidak tahu
Punya pupuk Tdk punya & jauh
Tdk tahu
Lebih enak
2. Peternakan sapi Ternak yang dikandangkan tidak seintensif waktu tenaga pendamping masih ada. Hal ini disebabkan :
- Jumlah ternak semakin bertambah -Petani yang rumahnya jauh dari kandang lebih senang memelihara didekat rumah.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
56
-Lemahnya keko mpakan dalam kelo mpok -Adanya interaksi social dalam kandang kelo mpok (anak sapi t idak diikat biasa memakan jatah sapi lain) Dampak Pelaksanaan Kegiatan Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) lSudah banyak petani non koperator mengandangkan sapinya dan kotorannya dimamfaatkan untuk dipakai sendiri dan dijual. lSudah banyak petani yang menana m hijauan untuk kebutuhan ternak. lKel.tani tocinnae merupakan sumber informas i mengenai ISPT berkat sosialisasi yang dilakukan oleh kontak tani, PPL dan instans i terkait. KESIMPULAN 1.
ANALISIS
HARGA
KOMODITAS
DAN
JAGUNG
NILAI UNTUK
TUKAR
PETANI
MENDUKUNG
BERBASIS AGRIBISNIS
TANAMAN PANGAN DI SULAWESI SELATAN a. Wilayah Kabupaten Takalar mempunyai potensi untuk pengembangan pertanian tanaman pangan (padi, jagung, dan sayuran, serta palawija laiimnya. hal ini didukung sumberdaya (irigasi dan curah hujan), sumberdaya petani, dan potensi wilayah Kabupaten Takalar sebagai penyangga kota metropolitan (potensi pangsa pasar produk pertanian). b. Harga jagung yang berlaku di tingkat petani sudah layah hal ini tercermin dari hasil analisis penentuan harga melalui penentuan harga pokok penjualan. c. tingkat kesejahteraan petani (khususnya berbasis jagung ) mencapai tingkat kesejahteraan yang cukup bail karena mencapai rataan 2,57. selain itu juga rataan tingkat pendapatan bersih rumah tangga petani mencapai Rp. 10.440.400/tahun.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
57
2.
ANALISIS
ESTIMASI
PARAMETER
PERMINTAAN
DAN
PENAWARAN BIJI KAKAO DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS PERKEBUNAN DI SULAWESI SELATAN a. Estimasi penerimaan, penawaran dan permintaan pedagangan biji kakao di Sulawesi Selatan pada priode 1 semester tahun 2006. Luas lahan dan umur tanaman kakao berpengaruh
nyata terhadap peningkatan supply biji kakao,
sedangkan pada permintaan (demand),
faktor jarak jauh – dekat terhadap
permintaan oleh pedagang tidak menjadi masalah karena demand biji kakao cukup kuat menjadi Prics taker ( penentu harga ) , di Sulwesi selatan. b. Harga pembelian pedagang besar ( eksportir ) di Sulawesi Selatan cukup memiliki peran penting dalam perdagangan kakao didalam negeri ( regional) Sulawesi dalam hal ini menunjukkan bahwa pelabuhan peti kemas Sukarno – hatta di Makassar menjadi Central masuk di KTI 3.
ANALISIS EFISIENSI USAHATANI DAN PEMASARAN SAYURAN DALAM MENDUKUNG AGRBISNIS HORTIKULTURA DI SULAWESI SELATAN
a. Wilayah Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang mempunyai potensi untuk pengembangan sayuran, dan juga pengembangan ternak kambing. Sistem pengembangan kedua komoditas tersebut bisa dilakukan secara integrasi. Sehingga kedua komoditas saling memberikan manfaat. Potensi pengembangan komoditas tersebut didukung oleh sumberdaya lahan, iklim, sumberdaya petani, dan insfrastruktur yang memadai. b. Petani Sayuran di Wilayah Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang mempunyai usia produktif. Dalam mengusahakan komoditas sayuran telah dilakukan secara intensif. Komoditas sayuran yang sudah banyak diusahakan oleh petani antara lain; kentang, kubis, wortel, dan bawang merah, serta beternak kambing PE. c. Untuk
memperoleh
usahatani
yang
optimal,
mengalokasikan sumberdaya lahan 0,75 ha; 888 kg
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
58
maka
petani
disarankan
bibit kentang, 330 kg bibit
bawang merah, 4,4 kg benih wortel, 14,11 bungkus benih kubis, 213,94 kg Urea, 150,25 kg SP36, 48,60 kg KCL, 105,70 kg ZA, 1,49 lt PPC, 1.027,14 kg pukan, 4,05 lt pestisida, dan penggunaan tenaga kerja sewa 75,15 HOK, serta memelihara ternak kambing 3 ekor/KK. Alokasi sumberdaya tersebut mampu memberikan pendapatan bersih sebesar Rp. 11.267.910/tahun dengan pola tanam kentang – bawang – kubis seluas 0,60 ha, dan pola tanam kubis – kentang – kentang seluas 0,07 ha serta pola tanam wortel – kubis – kubis seluas 0,08 ha. d. Pemasaran sayuran yang diproduksi dari Wilayah Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang ditinjau dari jaringan tata niaga yang ada sudah cukup memadai. Karena urutan jaringan tata niaga dari produsen (petani) ke konsumen melewati pedagang yang tidak terlalu panjang. Hal ini dikarenakan sifat komoditas sayuran itu sendiri yang mudah rusak, maka sayuran yang dipasarkan harus cepat sampai kepada konsumen. 4. EVALUASI MODEL PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI TERPADU (P3T) DI KABUPATEN BONE a. Pada dasarnya Integrasi sapi-ternak masih berjalan walaupun t idak sesuai yang diharapkan.
Pelaksanaan pengelo laan tanaman padi terpadu tidak terlaksana
dengan berbagai alasan teknis, sosial dan kelembagaan. b. Disarankan agar pelaksanaan program seperti ini direncanakan dengan baik sebelumnya dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekono mi petani dan ada pembinaan secara berkesinambungan dari Badan Lit bang setelah waktu pelaksanaan sudah berahir
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
59
IMPLIKASI KEBIJAKAN 1. ANALISIS HARGA DAN NILAI TUKAR PETANI BERBASIS KOMODITAS JAGUNG UNTUK MENDUKUNG AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DI SULAWESI SELATAN a. Pengembangan jagung perlu memanfaatkan waktu dalam kondisi ketersediaan air yang terbatas dan juga perlu diarahkan pada waktu posisi harga jagung sangat menguntungkan bagi petani. b. Perlu disusun pola kemitraan antara produsen (petani/Kelompok Tani) dengan padagang besar untuk menentukan perjanjian kontrak pembelian dengan kesepakatan harga yang terjamin yang difasilitasi oleh pemerintah. c. Pemerintah daerah perlu menyusun pola diversivikasi usaha maupun
hasil guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2. ANALISIS ESTIMASI PARAMETER PERMINTAAN DAN PENAWARAN BIJI KAKAO DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS PERKEBUNAN DI SULAWESI SELATAN a. Untuk
dapat
menjamin
sustanaibeliti
(keberlanjutan)
diharapkan
pemerintah
Sulawesi selatan diharapkan dapat mendorong peremajaan tanaman kakao yang rusak / tua dengan mengalokasikan dana retribusi pada penelitian /penyuluhan untuk membinbing petani dalam meningkatkan produktufitas kakao di Sulawesi Selatan. b. Diharapkan penmerintah daerah memberikan penguatan kelembagaan usahatani kakao untuk memberikan pasilitas skim kredir klhusus untuk perkakaoan oleh Bank pelaksana ( Lembaga keuangan ). 2. ANALISIS EFISIENSI USAHATANI DAN PEMASARAN SAYURAN DALAM MENDUKUNG AGRBISNIS HORTIKULTURA DI SULAWESI SELATAN a. Pemasaran sayuran yang ada di Kecamatan Alla perlu memanfaatkan terminal agro. Hal ini untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Apabila ada pelanggaran perlu pemberian sanksi yang tegas. b. Penyediaan sarana produksi perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan petani, agar petani lebih mudah mengaksesnya guna mengoptimalkan pendapatannya.
60
DAFTAR PUSTAKA Amin Syam,2004. Program Prioritas Propinsi Sulawesi Selatan,2005. Disampaikan pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (MUSRENBANGNAS) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. 2005. Renstra Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. 2005-2009. ---------------, 2002. Petunjuk penyimpanan dan Panyajian Data Kegiatan Lembaga Pelayanan Jasa Keuangan Karya Usaha Mandiri. Badan Litbang Pertanian deptan 2002. Alimusa Pasaribu dan Djamaluddin Sahari. 2004. Analisa Ekonomi Pemasaran Jagung diluar Musim Sulawesi Selatan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian dan Kehutanan Nomor 16. ISSN: 0853-8395. Makassar September 2004. Baco Djafar, Muslimin, Armiati dan Idaryani, Laporan Indikator Pembangunan Pertanian Sulawesi Selatan (Analisis Kebijakan Pembangunan Pertanian), 2003. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Badan Litbang Pertanian. Badan Litbang Pertanian, 2002. Visi Penelitian dan Pengembangan Pertanian Menuju 2020.Prosiding Arah Kebijaksanaan Program dan Strategi Operasional Litbang Pertanian. Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian. BPTP Sul-Sel. 2004. Laporan Tahunan BPTP Sulawesi Selatan. BPTP Sulsel. Manwan, I, Solo Samosir, Annie P.Paerunan, Djafar Baco, Ade Rosmana, Syamsuddin Suryana dan Djamaluddin Sahari 2005. Gusti Aidar NR. 2004. Koordinasi Penyuluhan Pertanian di Sulawesi Selatan. Makalah Disampaikan Pada Pertemuan Teknis Penyusunan Program/Programa Penyuluhan Dan Rencana Kerja Penyuluh di Makassar Soentoro, Mat Syukur, Sugiarto, Hendiarto, Herman Supriyadi, 2002. Panduan Teknis Pengembangan Kelembagaan Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu. Badan Litbang Pertanaian. Departemen Pertanian., Jakarta. Syahyuti, 2003. Bedah Konsep Kelembagaan, Strategi Pengembangan dan Penerapannya dalam Penelitian Pertanian. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Syam dan Widjono. 1994. Keterkaitan penelitian penyuluh persepsi institusi dan tata hubungan kerja dalam teknologi embung. Prosiding Perakitan Program Keterkaitan Penyuluhan Badan Litbang Pertanian. Syamsuddin Suryana, Djamaluddin Sahari, dan Mansur Azis 2005. Penelitian dan pengembangan sistem inovasi teknologi tanaman pangan Sulawesi Selatan. Kerjasama Pemprop. Badan Litbang Deptan dan Unhas. hal 155 – 195 61
Tim Asistensi Sub Sistem Program dan Pengkajian (2004). Bahan Diskusi. Penyusunan Program Penelitian dan Pengksjisn serta Informasi, Komunikasi dan Diseminasi. Lokakarya Sinkronisasi Program Penelitian dan Pengkajian dan Sosialisasi Kegiatan Tim Asistensi Hotel Green Hill Pacet 21-25 Juni 2004. PPPSEP dan BP2TP Badan Libtang Pertanian.
62
LEMBAR PENGESAHAN 1
Judul RPTP
:
2
Unit Kerja
:
3
Alamat Unit Kerja
:
4 5 6
7
Diusulkan Melalui Status Penelitian/Pengkajian (L/B) Penanggung Jawab a. Nama b. Pangkat/Golongan c. Jabatan Lokasi
: : : : : : :
8 9 10 11
Agroekosistem Jangka Waktu Tahun Anggaran Biaya
: : : :
Kajian Komunikasi dan Kinerja Kelembagaan serta Umpan Balik Transfer Teknologi Komoditas Unggulan Daerah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Makassar Lanjutan (L) Drs. Djamaluddin Sahari, MS Pembina Utama Muda/IV.c Ahli Peneliti Madya Takalar, Bone, Soppeng, Pinrang, dan Enrekang Lahan Sawah, Lahan Kering Basar 5 Tahun 2006 Rp. 86.000.000
Makassar,
2006
Koordinator Program,
Peneliti Utama/ Penanggung Jawab
Ir. Muh. Asaad, MSc NIP. 080 099 882
Drs. Djamaluddin Sahari, MS. NIP. 080 027 037 Mengetahui, Kepala BPTP Sulsel,
Dr. Ir. Sahardi, MS NIP. 080 071 809
63
LAPORAN HASIL PENELITIAN
Judul RPTP : Kajian Kerjasama Kelembagaan dan Penjaringan Umpan Balik Teknologi Menunjang Agribisnis Usahatani Komoditas Unggulan di Sulawesi Selatan
Oleh : Djamaluddin Sahari Sunanto Yusmasari Ali Musa Pasaribu Nasruddin Razak Hasanuddin Tabran Gusti Aidar NR M. Azis Bilang Armiati Muh. Taufik Mansur Azis Kamaruddin AS Nurdiah Husnah Rosmiati Baharuddin Bachtiar
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SULAWESI SELATAN 2006 64
65