JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 8 No. 2, Oktober 2008 : 86 - 94
KAJIAN PENGUKURAN KINERJA DAN PENETAPAN HARGA TRANSFER Oleh: Bambang Pamungkas dan Iriyadi Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesatuan Bogor
ABSTRAK Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui metode harga transfer yang digunakan dan membandingkan dengan penggunaan metode harga transfer lainnya. Di dalam melakukan transfer barang antar divisi dalam suatu perusahaan, maka harga yang di tetapkan harus menguntungkan antar divisi satu dengan divisi yang lain. Hal ini sesuai dengan tujuan penetapan harga transfer yaitu untuk mengukur laba divisinya yang melakukan transfer produk pada divisi lainnya dimana laba ini merupakan tolak ukur penilaian prestasi. Penetapan harga transfer dihitung dengan biaya dan harga transfer berdasarkan harga pasar. PT mempunyai empat divisi yaitu Bagian Komponen dan Perakitan , Bagian Dempul, Bagian Interior, dan Bagian Finishing. PT X dalam memproduksi perakitan body mobil menghasilkan beberapa jenis body mobil dari berbagai type asal. Harga transfer dapat memberikan motivasi pada pusat–pusat pertanggungjawaban, dan sekaligus memberikan motivasi dalam pengembangan Sumber Daya Manusia di masing-masing divisi. Dengan penetapan harga transfer berdasarkan metode biaya maka laba yang diperoleh masing-masing divisi semakin besar, yakni Rp 294.541.494 (bagian komponen dan divisi perakitan), laba bagian dempul sebesar Rp 421.036.017, laba bagian interior sebesar Rp 527.828.825, dan laba bagian finishing sebesar Rp 3.096.781.575.
PENDAHULUAN Pengertian harga transfer adalah harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran divisi untuk mencatat pendapatan divisi penjualan (selling division) dan biaya divisi pembelian (buying division). Harga transfer mengukur nilai produk (yakni barang atau jasa) yang diserahkan oleh pusat laba kepada pusat pertanggungjawaban lainnya dalam perusahaan. Harga transfer ditetapkan untuk produk-produk antara. Produk-produk antara ( intermediate product ) adalah barang-barang dan jasa-jasa yang dipasok oleh divisi penjualan kepada divisi pembelian. Masalah penentuan harga transfer dijumpai dalam perusahaan yang organisasinya disusun menurut pusat-pusat laba dan antar pusat laba yang di bentuk tersebut terjadi
transfer barang dan jasa. Latar belakang timbulnya harga transfer mempunyai peran ganda, di satu sisi harga transfer mempertegas diversifikasi yang dilakukan oleh manajemen puncak. Harga transfer menetapkan dengan tegas hak masing-masing manajer divisi untuk mendapatkan laba. Dalam penentuan harga transfer, masing-masing divisi yang terlibat merundingkan berbagai unsur yang membentuk harga transfer, karena setiap unsur yang membentuk harga transfer akan berdampak terhadap laba yang dipakai sebagai pengukur kinerja mereka. Disisi lain, harga transfer berperan sebagai salah satu alat untuk menciptakan mekanisme integrasi. Dalam penentuan sumber pengadaan barang misalnya, manajemen puncak dapat menempuh kebijakan jika menguntungkan perusahaan secara keseluruhan, manajer divisi diwajibkan untuk memilih sumber pengadaan dari divisi
Jurnal Ilmiah Ranggagading, Vol. 8 No. 2, Oktober 2008
lain dalam perusahaan, tidak dari pemasok luar. Dengan kebijakan ini, manajer divisi dipaksa untuk merundingkan harga transfer yang adil bagi semua divisi yang terlibat. Sehingga dua atau lebih divisi yang terpisah perlu melakukan hubungan dalam mencapai tujuan perusahaan bersama, harga transfer mendekatkan dua atau lebih divisi yang semua melakukan bisnis secara independen. Dalam pengertian yang paling mendasar, seluruh alokasi biaya merupakan salah satu bentuk penentuan harga transfer dan alasan utama sistem penentuan harga transfer adalah atau untuk mengkomunikasikan data yang membantu memecahkan persoalan penukaran biaya, hasil, kecocokan tujuan , usaha manajerial, dan otonomi, sistem penentuan harga transfer dinilai sebagaimana halnya apakah tujuan-tujuan manajemen puncak tercapai seefisien dan seefektif mungkin atau tidak. Didalam melakukan Transfer barang dan jasa antar divisi dalam suatu perusahaan, maka harga yang ditetapkan harus menguntungkan kedua divisi, karena sebagian pendapatan dari satu divisi akan menjadi biaya pada divisi lain. Hal ini sesuai dengan tujuan penetapan harga transfer, yaitu untuk mengukur laba divisi yang melakukan transfer produk pada divisi lainnya, dimana laba ini merupakan tolak ukur penilaian prestasi. Dengan ditetapkannya harga transfer ini diharapkan dapat memicu manajemen masing-masing divisi untuk mencapai sasaran laba divisinya dengan cara yang menunjang keberhasilan perusahaan secara keseluruhan tanpa menghilangkan sifat otonomi divisi tersebut pada keseluruhan laba perusahaan dari kontribusi tersebut dapat tercermin prestasi yang diperoleh suatu divisi, sehingga terjadi suatu penyimpangan yang dilakukan suatu divisi mengakibatkan terjadinya kerugian pada divisi tersebut. Penetapan harga transfer yang optimal adalah penting mengingat besarnya harga transfer merupakan pendapatan bagi pusat laba penjual dan sebaliknya merupakan biaya bagi pusat laba pembeli. Kesalahan dalam menetapkan harga transfer akan mengakibatkan kesalahan pengukuran kinerja
yang berakhir pada keputusan.
kesalahan pengambilan
PT X adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri karoseri (pembuatan badan kendaraan) baik untuk jenis kendaraan niaga maupun kendaraan non niaga. Perusahaann ini terdiri dari 4 divisi, di antaranya :1. Bagian Komponen dan Perakitan, 2. Bagian Dempul, 3. Bagian Interior dan 4. Bagian Finishing. Perusahaan didalam memproduksi barang berdasarkan pada pesanan dimana perusahaan tersebut telah memiliki beberapa pelanggan tetap. Proses produksi pada PT X secara umum adalah merupakan proses pengolahan bahan baku menjadi barang setengah jadi menjadi barang jadi yang siap untuk dikirim ke pelanggan dan untuk dipasarkan. Penelitian ini dilakukan sebagai satu kasus untuk mengetahui harga transfer antar divisi pada sebuah perusahaan karoseri.
A. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah untuk : 1.
Mengetahui bagaimana kemungkinan penetapan harga transfer yang diterapkan antara bagian pada PT X.
2.
Mengetahui bagaimana pengukuran kinerja terhadap pada PT X.
3.
Mengetahui sejauh mana harga transfer dapat menetapkan penilaian kinerja pada PT X.
B. Kerangka Pemikiran Di dalam perusahaan dengan banyak divisi yang mana antara bagian satu dengan bagian yang lain saling berhubungan. Masalah-masalah yang harus diterapkan oleh manajemen semakin komplek, karena keputusan tidak menyangkut kepentingan suatu bagian, tetapi juga divisi lainnya serta keputusan perusahaan secara keseluruhan. Dalam hal ini pengendalian manajemen yang bertujuan untuk kepentingan pusat laba sangat erat kaitannya dengan harga transfer karena pengendalian manajemen merupakan 87
PAMUNGKAS dan IRIYADI, Kajian Pengukuran Kinerja dan Penetapan Harga Transfer
pengumpulan dan penggunaan informasi untuk membantu dan mengkoordinasi suatu proses pembuatan perencanaan dan keputusan pengendalian dari suatu organisasi secara keseluruhan untuk membimbing prilaku dari para manajer dan pegawai, tujuan dari pengendalian manajemen adalah untuk menyempurnakan keputusan bersama. Agar efektif, penilaian kinerja hendaknya diarahkan dengan strategi dan tujuan dari suatu organisasi. Hal utama dari sistem pengendalian manajemen yang dikaitkan dengan struktur dari organisasi tersebut dan keputusan yang membentuk tanggung jawab dari para manajer secara perorangan. Harga transfer hendaknya ditetapkan seadil mungkin, guna mencapai keputusan masing-masing divisi yang terlibat di dalamnya, maupun keputusan perusahaan secara keseluruhan. Selain untuk menghindari penilaian prestasi yang menyesatkan sebagai akibat ditetapkannya harga transfer oleh manajer divisi. Tujuan dari sebuah perusahaan adalah untuk mencapai laba. Di dalam perusahaan terdapat divisi, setiap divisi berusaha untuk mencapai laba yang diharapkan oleh perusahaan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tercapainya hal tersebut adalah dengan penentuan harga transfer. Harga transfer haruslah ditetapkan dengan pertimbangan yang benar. Dengan metodemetode transfer yang ada, metode harga transfer ada 2 jenis yaitu : metode harga transfer berdasarkan biaya dan metode harga transfer berdasarkan harga pasar. Dalam penentuan berdasarkan metode biaya harga jual barang yang ditransfer antara divisi didasarkan pada biaya penuh produk yang ditransfer, biaya penuh yang dipakai sebagai dasar penentuan ada dua macam yaitu biaya penuh sesungguhnya dan biaya penuh strandar. Biaya penuh yang dipakai sebagai dasar penentuan harga transfer dapat dihitung dengan salah satu dari 3 pendekatan berikut ini : full costing, variabel costing, atau activitybased costing. Sedangkan penentuan harga transfer berdasarkan harga pasar pada umumnya 88
merupakan dasar yang adil terutama dipandang dari sudut pengukuran kinerja. Harga pasar tersebut merupakan biaya kesempatan baik bagi divisi penjual maupun divisi pembeli, bagi divisi penjual harga pasar merupakan penghasilan yang akan dikorbankan didalam transfer produk kepada divisi pembeli yang seharusnya dikeluarkan jika produk tersebut dibeli dari produk luar. Dengan penentuan metode tersebut maka dapat diketahui metode apa yang diambil oleh perusahaan dalam hal ini divisi penjualan dan divisi pembelian di dalam perusahaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Penetapan Harga Transfer atas Dasar Biaya ditambah Laba.
Secara garis besar tugas dari masingmasing divisi dapat dijelaskan di bawah ini : 1.1 Bagian Komponen dan Perakitan. Sebelum memasuki pada tahap komponen dan perakitan, manajer produksi melakukan meeting terlebih dulu dengan supervisor, pemborong dan marketing untuk membahas model, kelengkapan bahan yang dipakai, ukuran konstruksi dan lamanya waktu yang harus diselesaikan. Bagian komponen membuat komponen sesuai gambar baik ukuran design dan presisi NUT pada lambung bemper dan body. Setelah selesai komponen berkonsultasi dengan bagian perakitan untuk menerapkannya. Setelah konstruksi bagian komponen selesai maka selanjutnya masuk ke bagian perakitan. Dalam perakitan harus melakukan atau membuat sesuai dengan gambar atau instruksi dari manajer produksi yaitu mengenai model atau design spek, membuat konstruksi sesuai hasil rapat, menggunakan bahan sesuai kesepakatan, lama pekerjaan sesuai schedule dalam meeting.
Jurnal Ilmiah Ranggagading, Vol. 8 No. 2, Oktober 2008
Setelah konstruksi dan perakitan selesai masuk ke dalam pemeriksaan body kendaraan yang meliputi : a.
Simetris body,
b.
Ukuran body,
c. Model yang kesepakatan,
Setelah dempul selesai masuk kebagian pengecatan atau painting. Sebelum pengecatan berlangsung maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan : a.
diharapkan
sesuai
b. Tutup mesin harus terbungkus rapi agar tidak tercat. c. Alat-alat cat dan cat yang digunakan harus benar.
d.
Pemasangan Door Lock,
e.
Perapian pada karet balon,
f.
Kerapian dalam mengelas pada body,
d.
Ruang oven harus bersih.
e.
Sebelum pengecatan dikonfirmasikan terlebih warna yang akan dicat permintaan konsumen manajer produksi.
Pemeriksaan pada konstruksi apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan. Setelah pemeriksaan body kendaraan selesai, maka masuk pada tatas karat dan tatas las yang meliputi : a.
Karat harus bersih dan habis pada Plat.
b.
Penggunaan oli atau tinner harus bersih dan kering.
c.
Penggunaan harus benar.
d.
Tingkat kering epoksi harus keras, dan tidak mudah terkelupas atau lepas dari Plat.
epoksi
campurannya
Sebelum masuk pada bagian diperiksa ulang terlebih dahulu tingkat kekuatan epoksi. Setelah proses dinyatakan bagus maka masuk ke dempul.
Stir, ban, pedal, handel rem, roda.
dempul kualitas epoksi bagian
1.2. Bagian Dempul. Pada bagian dempul ini terdiri dari Dempul Epoxy I, Dempul Epoxy-Primer, Painting. Pendempulan harus rapi, komposisi harus tepat, sela pada body atau pintu harus dirapikan sebelum masuk cat, pemakaian amplas harus benar. Setelah proses pendempulan selesai, maka sebaiknya harus diperiksa kembali mengenai kerapian body, lambung kiri-kanan, Nut Lambung, karet balon untuk mengukur presisi pintu, kap atas harus benar, kebersihan mesin.
harus dahulu dengan dengan
Setelah selesai semua proses pengecatan dilakukan pemeriksaan ulang mengenai kerapian, gloss, tingkat pengeringan cat dan lain-lain. Setelah semuanya selesai maka masuk paa divisi Interior.
1.3. Bagian Interior. Pada Bagian mempersiapkan :
Interior
harus
a.
Equidment yang akan dipasang.
b.
Jalur kabel yang akan digunakan.
c.
Model Interior .
d.
Kelengkapan tambahan, dan lain-lain.
Setelah semuanya dipersiapkan maka selanjutnya masuk pada interiornya yaitu mengenai apakah interior sesuai dengan yang di inginkan, apakah sudah rapi dan bersih, penggunaan lem yang efisien dan bersih, pembuatan Jok (rangka harus rapi, tidak ada bekas lasan, jahitan harus rapi). Selanjutnya masuk pada bagian finishing.
1.4. Bagian Finishing. Bagian finishing ini merupakan bagian akhir setelah melalui bagian komponen dan perakitan, bagian dempul, bagian interior. Pada bagian finishing segalanya harus kelihatan rapi 89
PAMUNGKAS dan IRIYADI, Kajian Pengukuran Kinerja dan Penetapan Harga Transfer
mulai dari kabel harus terbugnkus dengan rapi, sebelum dipasang lampu terlebih dahulu dihidupkan, pemasangan onderdil yang lain harus rapi. Setelah finishing lampu selesai masuk pada finishing kaca dimana pemasangan kaca harus benar, dudukan kaca harus rapi, presisi penerapan kaca harus benar. Setelah semuanya selesai maka diperiksa secara keseluruhan. Bagian komponen dan perakitan, bagian dempul, bagian interior, dan bagian finishing adalah merupakan pusat-pusat pertanggungjawaban, oleh karena itu perusahaan memerlukan suatu sistem penetapan harga transfer yang memadai untuk produk yang akan ditransfer dari bagian komponen dan perakitan ke bagian dempul, ke bagian interior, dan ke bagian finisnhing yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat laporan pertanggungjawaban dan menilai kinerja pada keempat bagian tersebut. Pada saat ini PT X berusaha untuk memproduksi dengan kapasitas penuh. Dimana untuk memproduksi perakitan body mobil seluruhnya ditransfer ke bagian dempul, setelah bagian dempul selesai maka di transfer ke bagian interior, dari bagian interior ini selanjutnya di transfer ke bagian finishing. Setelah bagian finishing selesai maka mobil telah sesuai dengan permintaan. Berdasarkan ilustrasi penulis, apabila PT X menerapkan harga transfer berdasarkan metode biaya maka dari masing-masing bagian ini mentransfer produksi berdasarkan biaya. Dalam hal ini bagian komponen dan perakitan merupakan pusat biaya karena tidak memiliki pengendalian atas perolehan pendapatan, oleh karena itu bagian komponen dan perakitan
tidak akan memperoleh laba dari setiap transfer yang dilakukan oleh bagian komponen dan perakitan ke bagian dempul. Tetapi bagian dempul, bagian interior, dan bagian finishing memperoleh laba atas transfer yang dilakukan. Adapun kemungkinan yang terjadi alasan PT X menggunakan harga transfer berdasarkan biaya adalah : 1. Karena perusahaan dalam pengambilan keputusannya menganut sistem sentralisasi, sehingga keperluan tanggung jawab pengendalian biaya di jadikan dasar untuk penilaian prestasi setiap manajer. Dengan keadaan demikian maka penetapan harga transfer berdasarkan biaya cukup memadai. 2. Jumlah biaya yang di transfer oleh divisi komponen dan perakitan dapat dengan mudah dipergunakan untuk mengukur efisiensi produksi dengan cara membandingkan biaya nyata dengan biaya yang dianggarkan. Semua biaya yang terdapat pada bagian komponen dan perakitan pada produksi perakitan body mobil merupakan dasar bagi perusahaan untuk mengetahui berapa harga produksi yang dialokasikan ke bagian dempul, bagian interior, dan bagian finishing. Besarnya harga transfer produk dari masing-masing bagian dan Laporan Laba Rugi masing-masing bagian dengan menggunakan metode biaya penuh sesungguhnya ditambah laba dengan komposisi masing-masing untuk bagian komponen dan perakitan sebesar 40 % , untuk bagian dempul sebesar 25 % , untuk bagian interior dan bagian finishing masingmasing sebesar 79.34 % . Berdasarkan data yang sudah ada maka perusahaan akan menguraikan perhitungan harga transfer sebagai berikut :
Harga Transfer Bagian Komponen dan Perakitan Ke Bagian Dempul. Biaya Produksi : Bahan Baku Rp 373.016.238 Tenaga Kerja Langsung Rp 159.250.000 Overhead Pabrik Rp 178.587.500 Total Biaya Produksi Biaya Administrasi Harga Transfer Laba yang diperhitungkan = 40% x Rp 736.353.738 =
90
Rp 710.853.738 Rp 25.500.000 Rp 736.353.738 Rp 294.541.495
Jurnal Ilmiah Ranggagading, Vol. 8 No. 2, Oktober 2008 Total Harga Transfer Rp 1.030.895.233 Volume yang di transfer 350 unit Harga transfer per unit Rp 1.030.895.233 350 Unit
=
Rp 2.945.415 per unit
Harga Transfer Bagian Dempul Ke Bagian Interior. Bahan produksi dari bagian komponen dan perakitan Rp 1.030.895.233 Biaya Produksi : Bahan Baku Rp 322.251.983 Tenaga Kerja Langsung Rp 106.750.000 Overhead Pabrik Rp 196.446.000 Total Biaya Produksi Biaya Administrasi Harga Transfer Laba yang diperhitungkan = 25% x Rp 1.684.143.216 = Total Harga Transfer Rp 2.105.179.020 Volume yang di transfer 350 unit Harga transfer per unit Rp 2.105.179.020 350 Unit
Rp 625.447.983 Rp 27.800.000 Rp 1.684.143.216 Rp 421.035.804
=
Harga Transfer Bagian Interior Ke Bagian Finishing. Bahan produski dari bagian dempul Biaya Produksi : Bahan Baku Rp 257.673.605 Tenaga Kerja Langsung Rp 46.462.500 Overhead Pabrik Rp 201.357.000 Total Biaya Produksi Biaya Administrasi Harga Transfer Laba yang diperhitungkan = 20% x Rp 2.639.144.125 = Total Harga Transfer Rp 3.166.972.950 Volume yang di transfer 350 Unit Harga transfer per unit Rp 3.166.972.950 = 350 Unit
Rp 6.014.797 per/ unit
Rp 2.105.179.020
Rp 505.493.105 Rp 28.472.000 Rp 2.639.144.125 Rp 527.828.825
Rp 9.048.494 per unit
Harga Transfer Bagian Finishing Bahan produski dari bagian dempul Biaya Produksi : Bahan Baku Rp 442.266.475 Tenaga Kerja Langsung Rp 63.875.000 Overhead Pabrik Rp 201.150.000 Total Biaya Produksi Biaya Administrasi Harga Transfer Laba yang diperhitungkan = 79.34 % x Rp 3.903.218.425 = Total Harga Transfer Rp 7.000.031.923 Volume yang di transfer 350 Unit Harga transfer per unit Rp 7.000.031.923 = 350 Unit
Rp 3.166.972.950
Rp 707.291.475 Rp 28.954.000 Rp 3.903.218.425 Rp 3.096.813.498
Rp 20.000.000 per unit
91
PAMUNGKAS dan IRIYADI, Kajian Pengukuran Kinerja dan Penetapan Harga Transfer
Berdasarkan informasi tersebut diatas, bahwa dalam mentransfer perakitan body mobil dari bagian komponen dan perakitan ke bagian dempul, bagian komponen dan prakitan tidak memperoleh laba dan dalam mentransfer berdasarkan harga produksi yaitu Rp 2.945.415 / unit. Tetapi sebaliknya bagi bagian dempul dan interior dalam mentransfer barang produksi memperoleh laba. Terlihat jelas bawah dari data tersebut diatas adanya pembebanan harga tansfer dari bagian kompoen dan perakitan dan tidak mengandung unsur laba didalamnya. Bagian komponen dan perakitan memperoleh laba dari transfer bagain dempul sebesar Rp 294.541.495, bagian dempul memperoleh laba dari transfer bagian interior sebesar Rp 421.035.804, bagian interior memperoleh laba dari transfer bagian finishing sebesar Rp 527.828.825, sedangkan bagian finishing memperoleh laba sebesar Rp 3.096.813.498 Berdasarkan informasi di atas terlihat bahwa penetapan harga transfer adalah berdasarkan metode biaya ditambah laba untuk masing-masing bagian, dalam hal ini PT X memperlakukan bagian Komponen dan Perakitan sebagai pusat laba, maka tentu saja bagian Komponen dan Perakitan akan memberikan kontribusi laba terhadap perusahaan secara keseluruhan.
Dengan membandingkan Penetapan Harga Transfer berdasarkan Harga Pasar diperoleh gambaran bahwa bagian Komponen dan Perakitan mengalami kenaikan laba dari Rp 294.541.494 menjadi Rp 736.353.738. Tetapi sebaliknya bagi bagian Dempul mengalami penurunan laba dari Rp 421.036.017 menjadi Rp 46.752.017, akan tetapi bagi bagian interior dan bagian finishing tidak mengalami kenaikan laba, sebaliknya laba yang diperoleh bagi kedua bagian tersebut justru minus dari laba Rp 527.828.825 menjadi (- Rp 358.965.105) dan bagian finishing dari laba Rp 3.096.781.575 menjadi ( - Rp 200.095.475 ). Berdasarkan data diatas, bahwa perusahaan dalam menetapkan harga transfer dengan menggunakan metode biaya penuh maka posisi laba terbesar ada di bagian finisihing sebesar Rp 3.096.781.575 dan laba terkecil di bagian kompoenen dan perakitan sebesar Rp 294.541.494, sedangkan dengan menggunakan metode harga pasar laba terbesar ada di bagian komponen dan perakitan sebesar Rp 736.353.738 dan laba terkecil ada di bagian dempul sebesar Rp 46.752.017. Di bawah ini akan ditampilkan laba perusahaan dari keempat divisi dengan menggunakan metode biaya penuh :
Tabel 1. Laporan Laba Rugi Perusahaan secara Keseluruhan dari keempat bagian dengan menggunakan metode biaya penuh. Penjualan 350 unit X Rp 20.000.000 = Bagian Bagian Komponen Dempul B. Bahan Baku 373.016.238 322.251.983 B. TKL 159.250.000 106.750.000 B. FOH 178.587.500 196.446.000 B. Administrasi 25.500.000 27.800.000 Laba Perusahaan secara Keseluruhan
2.2. Pengukuran Kinerja PT X. Dalam organisasi yang terdesentralisasi sangat bergantung pada pengukuran laba untuk mengevaluasi kinerja unit-unit desentralisasi serta para manajernya. Pengukuran kinerja yang di lakukan oleh PT X adalah semata-mata untuk mengukur kinerja para pegawai dengan 92
Rp 7.000.000.000 Bagian Interior 257.673.605 46.462.500 201.357.000 28.472.000
Bagian Finishing 442.266.475 63.875.000 190.000.000 28.954.000
( Rp 1.400.208.301 ) ( Rp 376.337.500 ) ( Rp 766.390.500 ) ( Rp 110.726.000 ) Rp 4.346.337.699
cara-cara yang bisa memotivasi mereka untuk bekerja demi kepentingan pengusaha dan membandingkan kinerja tersebut dengan standar atau rencana anggaran. Dalam PT Nugraha Estetika setelah seorang manajer ditetapkan bagian atau aktivitas yang menjadi daerah wewenangnya
Jurnal Ilmiah Ranggagading, Vol. 8 No. 2, Oktober 2008
dan ditetapkan pula kriteria kinerja dalam menjalankan bagian atau melaksanakan aktivitasnya, selanjutnya dalam penilaian kinerja melakukan pengukuran hasil sesungguhnya bagian atau aktivitas yang menjadi daerah wewenang manajer tersebut. Meskipun ukuran kinerja tampak objektif dan merupakan kegiatan yang rutin seringkali memicu timbulya perilaku yang tidak semestinya. Seringkali manajer yang diukur kinerjanya melakukan manipulasi informasi yang dijadikan umpan balik kinerjanya untuk melindungi kepentingan diri manajer tersebut. Mereka melakukan hal itu dengan cara mempengaruhi sifat dan saat pesan yang disampaikan sebagai umpan balik untuk mendapatkan respon yang menguntungkan bagi dirinya dari manajer atasannya. Tidak semua kinerja dapat diukur secara kuantitatif. Keunggulan produk di pasar, pemanfaatan sumber daya manusia, kekompakan tim, kepatuhan perusahaan terhadap semua peraturan kemasyarakatan merupakan ukuran kinerja yang bersifat jangka panjang dan sulit untuk diukur secara kuantitatif. Hal ini berbeda dengan ukuran kemampuan unit organisasi dalam menghasilkan laba yang dengan mudah diukur secara kuantitatif. Biasanya kinerja yang dengan mudah diukur secara kuantitatif, akan memperoleh perhatian yang lebih besar dari manajemen puncak. Sebagai contoh, jika manajemen puncak memberikan perhatian lebih terhadap kemampuan menghasilkan laba jangka pendek divisi, maka sebagai konsekuensinyan adalah para manajer akan memusatkan perhatian terhadap pencapaian laba jangka pendek tanpa menghiraukan kinerja yang lain, sehingga secara serius berpengaruh terhadap kemampuan menghasilkan laba jangka panjang. Dalam evaluasi kinerja, hasil pengukuran kinerja secara periodik kemudian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Informasi penyimpangan kinerja sesungguhnya dari sasaran yang telah ditetapkan diumpanbalikkan dalam lapoan kinerja manajer yang bertanggung jawab untuk menunjukkan efisiensi dan efektivitas kinerjanya. 2.3. Penetapan Penilaian Kinerja yang diterapkan PT X.
Penetapan kebijakan harga transfer juga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Kebijakan perusahaan dengan metode biaya sebenarnya mempunyai kelemahan yaitu tidak bisa sebagai alat ukur dari kemampuan masingmasing divisi dalam menghasilkan perakitan body mobil yang ditransfer dalam memasarkan barangnya. Keadaan inilah yang menyebabkan masing-masing divisi tidak bekerja secara optimal untuk mendapatkan laba. Dalam hal ini pusat pertanggungjawaban yang dipergunakan juga memegang peranan penting yang menyebabkan tidak maksimalnya kinerja masing-masing divisi. Disamping itu sumber daya manusia yang ada merupakan faktor internal yang ada pada masing-masing divisi juga tidak dapat mengembangkan ide-ide mereka karena tidak terpacu untuk mendapatkan hasil yang maksimum. Harga transfer juga dapat memberikan motivasi, maka itu diperlukan suatu pusat pertanggung jawaban yang dapat memberikan motivasi yang salah satu tujuannya untuk meningkatkan kreativitas sumber daya manusia di masing-masing divisi.
KESIMPULAN Setelah penulis melakukan penelitian pada PT X, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut : 1. Dalam pengukuran kinerja, PT X mempunyai beberapa manajer yang membawahi masing-masing bagian, dimana manajer tersebut mempunyai wewenang dan tanggung jawab di dalam melakukan aktivitas dan menjalankannya. Pengukuran kinerja ini adalah merupakan kegiatan yang rutin dalam menilai kinerjakinerja yang lain. 2. Apabila penetapan harga transfer dengan menggunakan metode biaya, maka harga perakitan body mobil yang ditransfer dari bagian komponen dan perakitan adalah Rp 2.945.415 per unit, dari bagian dempul sebesar Rp 6.014.797 per unit, dari bagian interior sebesar Rp 9.048.494 per unit. Laba bagian komponen dan perakitan sebesar Rp 294.541.494, bagian dempul sebesar Rp 421.036.017, bagian interior 93
PAMUNGKAS dan IRIYADI, Kajian Pengukuran Kinerja dan Penetapan Harga Transfer
3.
sebesar Rp 527.828.825, dan bagian finishing sebesar Rp 3.096.781.575. Apabila perusahan dalam menetapkan harga transfer dengan menggunakan metode biaya penuh laba terbesarnya ada pada bagian finishing sebesar Rp 3.096.781.575, sedangkan dengan menggunakan metode harga pasar laba terbesar ada pada bagian komponen dan perakitan sebesar Rp 736.353.728. Dan secara perusahaan laba keseluruhan dari keempat bagian tersebut dengan menggunakan metode biaya penuh sebesar Rp 4.346.337.699.
DAFTAR PUSTAKA Anthony Robert N., Vijay Govindarajan., Sistem Pengendalian Manajemen. Edisi 1.
94
Jilid 2. Jakarta : Salembab Empat, 2002. Halim Abdul., Ahmad Tjahjono., Moch Fikri Husein. Sistem Pengendalian Manajemen. Edisi Revisi. Yogyakarta : UPP YKPN, 2000. Mulyadi dan Setiawan Jhony. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Edisi 2. Jakarta : Salemba Empat, 2001. Mulyadi. Akuntansi Manajemen Konsep, Manfaat dan Rekayasa. Edisi 3. Jakarta : Salemba Empat, 2001. Matz Adolph, Milton F Usri and Lawrence H. Hainmev. Akuntansi Biaya. Edisi 2. Jakarta : Erlangga, 1997. Supriyono R. A. Sistem Pegendalian Manajemen, Edisi 1. Buku 1. Yogyakarta : 2000. Suadi Arief., Sistem Pengendalian Manajemen. Edisi 2. Yogyakarta, 1999