49
KAJIAN HUKUM CYBERNOTARY DI INDONESIA
Shinta Andriyani1 Fakultas Hukum Universitas Mataram Abstrak Cybernotary adalah notaris yang di dalam pekerjaannya menggunakan jaringan komputer / internet. Cybernotary merupakan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi komputer, teknologi komunikasi dan informasi yang sangat pesat pada saat ini. Cybernotary adalah hasil dari proses penghimpunan pengetahuan dan metode teknologi informasi yang semakin berkembang, sehingga keadaan tersebut telah mempengaruhi kehidupan dalam masyarakat di segala bidang. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi ini menuntut notaris dapat bekerja secara optimal dengan memberikan layanan melalui teknologi elektronik secara profesional mengikuti perkembangan zaman. Banyak kemudahan dan manfaat yang diperoleh dengan menggunakan teknologi elektronik ini, namun perkembangan teknologi yang terlampau cepat dan tidak diimbagi dengan sumber daya manusia yang memadai menjadikan pelaku transaksi elektronik harus tergantung pada pihak ketiga. Tulisan ini bermaksud menjelaskan hambatan yang akan dihadapai menyongsong era pelaksanaan cybernotary di Indonesia terkait dengan aturan hukum jabatan seorang notaris dan kewenangan serta kedudukan hukum dari para pihak. Kata kunci : Notaris yang di dalam pekerjaannya menggunakan jaringan komputer / internet. Abstract Cyber-notary is a notary using computer or internet linkage in his service. Cybernotary is a logic consequence of the extent and rapid development of technology, computer and communication as well as information nowadays. Cyber-notary is a result of the extent of knowledge and technology which influences all level of social life. The extent of technology in computer and information demand notaries to optimally run their profession by providing service electronically. A lot of beneficial can be achieve by using electronic technology, but such rapid extent of which is not balanced with the sufficient and professional human resource so that , in many cases, electronic transactions should rely on third parties. This paper aims at explaining The bottleneck of the application of cyber-notary in Indonesia, and its concerning with general regulation of notaries function, authority as well as legal standing of the parties. Keyword: cyber-notary
1
Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Mataram
50
I. PENDAHULUAN Sejak zaman dahulu orang menggunakan tulisan untuk menyampaikan sesuatu, selain itu tulisan juga berfungsi sebagai alat pembuktian. Seiring perkembangan waktu pesan berupa surat atau dokumen tidak hanya dituangkan melalui media kertas yang selama ini kita kenal. Perkembangan yang pesat menjadikan suatu pesan bisa dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan / atau media elektronik lainnya. Media elektronik telah dikenal dan diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUIT). Transaksi elektronik telah pula dikenal di dunia notariat yakni Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) dalam Keputusan Menteri Kehakimanan dan Hak Asasi Manusia 4 Oktober 2000 Nomor M01.HT01.01 Tahun 2000. SABH terkait dengan permohonan untuk memperoleh Keputusan pengesahan badan hukum perseroan terbatas pada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia secara elektronik. Dalam penjelasan UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan / atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi tersebut. Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisa, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia dan substansi
51
informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage dan communication. Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional, kenyatan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media dan komunikasi. Kegiatan melalui media sistem elektronik yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata,. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Berdasarkan uraian di atas maka masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah “bagaimanakah tinjauan yuridis pembuatan akta secara virtual dengan menggunakan media jaringan elektronik yang sekarang ini sedang berkembang pesat”.
II. PEMBAHASAN A. Notaris dan Akta Autentik a. Notaris Pada umumnya masyarakat telah mengetahui tugas dan wewenang Notaris. Notaris di angkat dan diberhentikan oleh pemerintah c.q.Menteri Kehakiman selaku Pembantu Presiden2. Notaris adalah sebuah profesi yang dapat dilacak balik ke Abad ke III, pada masa Roma Kuno, dimana mereka dikenal sebagai scribae,tabellius atau notarius. Pada masa itu, mereka adalah golongan orang yang mencatat pidato. Istilah notaris diambil dari nama pengabdinya, notarius, yang kemudian menjadi istilah / titel bagi golongan orang penulis cepat atau stenografer.3 Notaris dalam menjalankan jabatannya harus mengindahkan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meskipun dalam melaksanakan jabatannya diatur dalam
2
3
Pasal 17 Undang – Undang Dasar 1945.
GHS.Lumbun Tobing, 1982, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hal. 6
52
peraturan khusus (Peraturan Jabatan Notaris), pengangkatan dan pemberhentiannya dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Kehakiman, di ambil sumpah dan lain sebagainya, notaris dalam menjalankan jabatannya tidak mendapat gaji dan / atau uang pensiun dari pemerintah, namun mendapat honorarium dari para klien sebagai imbalan jasa-jasanya, sesuai dengan peraturan-peraturan yang bersangkutan. Notaris yang diangkat oleh Menteri Kehakiman itu mempunyai tugas dan wewenang membuat akta autentik. Akta autentik adalah akta yang mempunyai kepastian isi, kepastian tanggal dan kepastian mengenai orang yang membuat perjanjian. Kepastian isi akta notaris berarti memang demikian yang dikehendaki oleh para pihak, dan juga isi akta itu telah disaring oleh Notaris, sehingga tidak melanggar hukum, sebab Notaris sesuai dengan sumpahnya akan menepati dengan seteliti – telitinya mengenai semua atau segala peraturan bagi Jabatan Notaris yang sedang berlaku atau kepastian orang bahwa itu memang orangnya, bukan orang lain dan ditandatangani oleh orang lain. Sebab setiap orang yang membuat akta harus terlebih dahulu dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan oleh dua orang saksi yang dikenal oleh Notaris. Menurut Undang –Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, pada Pasal 1 angka 1 disebutkan : “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Istilah pejabat umum (Belanda : Openbaar ambtenaar) di sini bukan berarti bahwa Notaris itu merupakan pegawai negeri yang dimaksud dalam Undang – Undang Tentang Pokok – Pokok Kepegawaian4 melainkan pejabat yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUH Perdata. Dalam Pasal 15 ayat (1), (2) dan (3), Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), disebutkan bahwa Notaris mempunyai kewenangan sebagai berikut : 1. Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan / atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
4
UU No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
semuanya itu sepanjang
53
pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang (Pasal 15 ayat(1)); 2. Notaris berwenang : a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b) Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c) Membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d) Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya; e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan atau; g) Membuat akta risalah lelang, (Pasal 15 ayat (2)); 3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, (Pasal 15 ayat (3)). Menurut Lubbers, bahwa notaris tidak hanya mencatat saja, ke dalam bentuk akta, tetapi juga mencatat dan menjaga, artinya mencatat saja tidak cukup, harus dipikirkan juga bahwa akta itu harus berguna di kemudian hari jika terjadi keadaan yang khas5. Diantara tata cara pembuatan akta, seorang notaris juga harus menjamin kebenaran terkait dengan : •
Para penghadap yang datang menghadap / hadir di hadapan notaris;
•
Para penghadap dan para saksi dikenal notaris sehingga dengan demikian dijamin identitas para penghadap baik untuk diri sendiri maupun dalam kedudukan serta para saksinya;
•
Kepastian tanggal, waktu dan tempat dilaksanakan pembuatan aktanya;
•
Dibacakannya akta oleh notaris kepada (para) penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh
5
Tan Thong Kie, 2007, Studi Notariat Beberapa Pelajaran dan Serba-Serbi Praktek Notaris,Cet 1,Jakarta :PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, hal. 452
54
(para) penghadap, para saksi dan notaris (Pasal 16 ayat (1) huruf 1 jo Pasal 44 UUJN, dengan kekecualian diberikan mengenai pembacaan akta menurut Pasal 16 ayat (7) UUJN). Mencantumkan data sebagaimana tersebut di atas yang tidak sesuai dengan kebenaran yang diuraikan pada bagian kepala / awal akta dan akhir akta mengakibatkan notaris dianggap telah memberikan keterangan palsu. Hal tersebut mengakibatkan akta notaris kehilangan otentitasnya. b. Akta Autentik Mengenai akta autentik diatur dalam Pasal 165 HIR yang bersamaan bunyinya dengan Pasal 285 RRbg, yaitu : “Akta autentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dari para ahli warisnya dari mereka yang mendapat hak dari padanya tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanya diberitahukan itu berhubungan langsung dengan perihal pada akta itu. Menurut ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata, suatu akta agar memperoleh kekuatan hukum yang mengikat, maka akta tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Akta itu harus dibuat atau di hadapan seorang pejabat umum Pejabat umum pembuat akta adalah pejabat yang di beri wewenang berdasarkan undang-undang dalam batas wewenang yang telah ditetapkan secara tegas, seperti Notaris, Panitera, Juru sita, Hakim, Pegawai Catatan Sipil, Kepala Daerah, dan lain-lain. Suatu akta adalah autentik, bukan karena penetapan undang-undang, akan tetapi karena di buat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum. Akta autentik merupakan akta yang kekuatan pembuktiannya sempurna, karena akta itu dibuat oleh pejabat yang berwenang. Ada tiga kekuatan pembuktian akta autentik, yaitu kekuatan lahir, kekuatan formal, kekuatan pembuktian materiil6. (i) Kekuatan pembuktian lahir Akta itu sendiri mempunyai kemampuan untuk membuktikan dirinya sebagai akta autentik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1875 KUHPerdata. 6
Salim H.S, 2006, Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (MOU), Sinar Grafika, Jakarta,hal. 39
55
Kemampuan ini tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat di bawah tangan. Karena akta yang di buat di bawah tangan baru berlaku sah apabila semua pihak yang menandatanganinya mengakui kebenaran dari tanda tangan itu atau apabila dengan cara yang sah menurut hukum dapat dianggap sebagai telah diakui oleh yang bersangkutan. Apabila suatu akta kelihatan sebagai akta autentik, artinya dari kata-katanya yang berasal dari seorang pejabat umum (notaris), maka akta itu terhadap setiap orang dianggap sebagai akta autentik. (ii) Kekuatan pembuktian formal Dalam arti formal, akta itu membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yakni yang di lihat, yang didengar, dan juga yang dilakukan oleh notaris sebagai pejabat umum di dalam menjalankan jabatannya. Dalam arti formal terjamin : a. Kebenaran tanggal akta itu; b. Kebenaran yang terdapat dalam akta itu; c. Kebenaran identitas dari orang-orang yang hadir; dan d. Kebenaran tempat di mana akta di buat. (iii) Kekuatan pembuktian materiil Isi . dari akta dianggap sebagai yang benar terhadap setiap orang. Kekuatan pembuktian inilah yang dimaksud dalam pasal 1870, Pasal 1871, dan pasal 1875 KUH Perdata. Isi keterangan yang termuat dalam akta itu berlaku sebagai yang benar di antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka. Akta itu apabila dipergunakan di muka pengadilan adalah sudah cukup bagi hakim tanpa harus meminta alat bukti lainnya lagi. Akta autentik dapat dibedakan atas : 1. Akta yang dibuat pejabat (akta relaas) 2. Akta yang dibuat di hadapan pejabat oleh para pihak yang memerlukannnya (akta partij) Perbedaan antara kedua akta tersebut adalah :
56
(a) Akta relaas (akta berita acara) di buat oleh pejabat, sedang akta para pihak di buat oleh para pihak di hadapan pejabat, atau para pihak meminta bantuan pejabat itu untuk membuat akta yang mereka inginkan. (b) Dalam akta para pihak, para pejabat pembuat akta sama sekali tidak pernah memulai inisiatif sedang pada akta relaas pejabat pembuat akta itu kadang-kadang yang memulai inisiatif untuk membuat akta itu. (c) Akta para pihak harus ditandatangani oleh para pihak dengan ancaman kehilangan sifat autentiknya, sedang akta relaas tanda tangan demikian tidak merupakan keharusan. (d) Akta para pihak berisikan keterangan yang dikehendaki oleh para pihak yang membuat atau menyuruh membuat akta itu, sedang akta relaas berisikan keterangan tertulis dari pejabat yang membuat akta itu sendiri. (e) Kebenaran dan isi akta relaas tidak dapat diganggu gugat, kecuali dengan menuduh bahwa akta itu adalah palsu, sedang kebenaran isi akta para pihak dapat digugat tanpa menuduh kepalsuan akta itu. b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang Mengenai bentuk dari akta autentik itu sebenarnya tidak ditentukan secara tegas dalam undang-undang, tetapi yang ditentukan secara tegas adalah isi dari akta autentik itu. Akta-akta autentik yang dibuat oleh para pejabat pembuat akta menurut hukum publik, seperti vonis pengadilan, berita acara pemeriksaaan polisi dan lain-lain, memang mempunyai bentuk yang beragam, isi atau apa-apa yang harus dimuat dalam akta itu telah ditentukan dalam peraturan perundangan berdasarkan mana maka seluruh akta sejenis mempunyai bentuk (form) yang serupa. Demikian pula mengenai akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris sebagai pejabat pembuat akta di bidang hukum perdata berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris, bentuknya tidak secara tegas dalam undang-undang, tetapi isi dan cara-cara penulisan akta itu ditentukan dengan tegas dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, dengan ancaman kehilangan sifat autentik dari akta itu atau ancaman hukuman denda terhadap notaris yang membuat akta tersebut.
57
c. Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu di buat harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu. Untuk mengetahui pejabat yang berwenang membuat akta autentik atau yang di hadapannya dapat dibuat akta autentik, dapat dilihat pada Pasal 1 UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris, yang berbunyi : “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini” Selain hal tersebut di atas, notaris di dalam menjalankan jabatannya berkewajiban bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak terkait. Kewajiban notaris lainnya di antaranya : •
Memberikan pelayanan serta merahasiakan segala sesuatu mengenai akta beserta segala keterangan yang diperoleh berkenaan dengan pembuatan akta sesuai dengan sumpah / janji jabatan;
•
Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris;
•
Mengeluakan Grosse akta, Salinan akta atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta akta;
•
Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 ((satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta;
•
Membuat buku daftar akta (epertorium), buku akta di bawah tangan yang disahkan
(legalisasi),
buku
surat
di
bawah
tangan
yang
dibukukan
(waarmerking), daftar klapper: •
Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak membayar atau tidak diterimanya surat berharga;
•
Mengirim secara tertulis salinan yang telah disahkan notaris dari daftar akta dan daftar lain yang dibuat notaris paling lama 15 (lima belas) hari pada bulan berikutnya kepada Majelis Pengawas Daerah;
•
Membuat daftar akta berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta wasiat setiap bulan atau daftar nihil dan mengirimkannya ke Daftar Pusat
58
Wasiat Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; Larangan bagi notaris terdapat dalam ketentuan Pasal 17 UUJN yang mana pelanggaran terhadap tata cara pembuatan akta dan perilaku notaris akan membawa akibat tidak saja terhadap kekuatan pembuktian dari aktanya (Pasal 84 UUJN) tetapi akan membawa sanksi pula terhadap notarisnya (Pasal 85 UUJN). B. Tanda Tangan dan Alat Pembuktian a. Tanda Tangan De Joncheere berpendapat, bahwa tanda tangan tidak dapat berdiri sendiri. Pendapatnya ini didasarkan pada kata Belanda ondertekenen. Terjemahan kata itu secara mendetail adalah “ membuat tanda di bawah” (onder). Jadi “ membuat tanda “ itu harus” di bawah” sesuatu dan sesuatu itu adalah tulisan (terjemahan unsur “di bawah” ini tidak terdapat dalam bahasa Indonesia). Secara
tindakan penandatanganan dan ia berpendapat bahwa
penandatanganan adalah suatu fakta hukum (rechtfeit), yaitu : “ Suatu pernyataan kemauan pembuat tanda tangan (penandatangan), bahwa ia dengan membubuhkan tanda tangannya di bawah suatu tulisan menghendaki agar tulisan itu dalam hukum dianggap sebagai tulisannya sendiri7 Secara umum fungsi tanda tangan adalah merupakan pernyataan kehendak bahwa orang yang menandatangani sebuah surat terikat terhadap pernyataan yang telah di tanda tangani tersebut. Tanda tangan adalah syarat satu-satunya yang diharuskan oleh undang-undang yang menjadikan suatu tulisan adalah akta (Pasal 1874 sampai dengan Pasal 1878 KUHPerdata) Pada kegiatan transaksi elektronik dan teleshopping para pihak yang bertransaksi tidak saling bertemu sehingga tidak ada pihak yang hadir ataupun tanda tangan dari persetujuannya terhadap suatu transaksi yang sudah disepakati melalui media elektronik. Selanjutnyat A.M.Ramli berpendapat yang dimaksud dengan “digital signature” adalah sebuah item data yang berhubungan dengan sebuah pengkodean pesan digital yang dimaksudkan untuk memberikan kepastian tentang keaslian data dan memastikan bahwa data
7
Tan Thong Kie, Studi Notariat Beberapa Pelajaran dan Serba-Serbi Praktek Notaris,Op. Cit hal. 473.
59
tidak termodifikasi. Digital signatur sebenarnya bukan suatu tanda tangan seperti yang dikenal selama ini. Ia didasarkan dari isi pesan itu sendiri8. b. Alat Pembuktian Hukum pembuktian di Indonesia hingga saat ini masih mendasarkan pada KUHPerdata, HIR, Rbg yang mengakui di depan sidang pengadilan perdata terkait alat-alat
bukti yang diatur dalam Pasal 1866 KUHPerata atau Pasal 164 HIR, yang mana alat bukti itu terdiri dari : •
Bukti tulisan
•
Saksi-saksi
•
Persangkaan-persangkaan
•
Pengakuan
•
Sumpah Bukti tulisan merupakan salah satu alat bukti yang dapat berupa tulisan autentik dan
tulisan di bawah tangan (Pasal 1866 jo Pasal 1867 KUHPerdata). Pada pembuatan akta notaris dokumen yang selama ini lazim di gunakan adalah dengan menggunakan media kertas. Apabila timbul permasalahan maka dokumen-dokumen kertas itulah yang diajukan sebagai alat bukti. Tetunya hal ini akan berbeda jika menggunakan media elektronik. Dokumendokumen yang dipakai bukanlah paper document, melainkan digital document. Seperti yang dipaparkan oleh Toh See Kiat, bahwa sampai bukti tersebut di “printed out” di dalam hard copy, bukti dari suatu computer mudah sekali menghilang, mudah diubah tanpa dapat dilacak kembali, tidak berwujud, dan sulit dibaca9 Pasal 5 ayat (1) UUIT menyatakan bahwa “Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik dan / atau hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah”. Pengecualian terhadap Pasal 5 ayat (1) terebut adalah untuk : a. Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
8
A.M Ramli, 2003, Kekuatan Akta Elektronik Sebagai Alat Bukti Pada Transaksi ECommerce Dalam Sistem Hukum Indonesia,Media Notariat, April – Juni Tahun XVIII, hal. 18 9 Toh See Kiat, Law of Telematic Data Interchange.Singapore.Butterworths Asia,1992,hlm 224 dalam Makalah E-Commerce Tinjauan Dari Perspektif Hukum ;Prof.Dr.Sutan Remy Sjahdeini,S.H, hal.224
60
b. Surat beserta dokumen
yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam
bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta. c. Transaksi Elektronik Komunikasi teknologi dan informasi telah berkembang sedemikian rupa, sehingga tidak dapat diragukan lagi bahwa keadaan tersebut telah mempengaruhi kehidupan di dalam masyarakat di segala bidang. Menurut J.E.Prins konsekuensi komunikasi melalui media elektronik ditengarai oleh : •
Dematerialisasi; •
Ekonomi bergantung pada informasi, pengetahuan dan jasa melalui jaringan digital; pertautan fisik melalui kertas atau material yang fisiknya dapat dipegang menjadi berkurang;
•
Internasionalisasi atau deteritorialisasi;
•
Tidak berlaku lagi batas Negara;
•
Turbulensi teknik;
•
Teknik berkembang dengan kecepatan relatif tinggi sedangkan pembuat undang-undang terseok-seok mengikutinya10. Menurut Herlien Budiono, selain konsekuensi tersebut di atas, kemajuan teknologi informasi mengakibatkan hilangnya pertautan fisik yang saling melihat dalam hubungan antar orang, tidak dapat dikontrolnya serta mudah dimanipulasinya data, tidak mudahnya pengecekan identitas pengirim berita yang sebenarnya. Komunikasi yang sudah dikenal dan terpercaya melalui kertas dan kontak fisik secara langsung antara orang-orang, tanda tangan asli, surat di bawah tangan dan akta notaris akan berubah di dunia virtual baik mengenai kepastian (hukum) maupun keamanannya, khususnya sebagai alat bukti karena memerlukan ekuivalensi tertentu11.
Menurut Edmon Makarim bahwa dalam konteks transaksi bisnis yang menggunakan e-commerce, berdasarkan komponennya terdapat beberapa macam kontrak, yaitu :
10
J.E.Prins, Privaatrecht: Virtuele Verkenningen, Themanummer E-Commerce, WPNR 6443 dalam makalah Herlien Budiono. 2012. Eksistensi Notaris dalam Aktivitas Cybernotary,2012:Bandung, hal. 364 11 Herlien Budiono. 2012. Eksistensi Notaris dalam Aktivitas Cybernotary. Makalah di sajikan pada seminar nasional pada Fakultas Hukum Universitas Padjajaran bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi pada tanggal 17 Maret 2012. hal. 7
61
1. Kontrak yang berkenaan dengan perangkat keras (hardware contract), baik dengan jual beli (purchasing) maupun sewa menyewa (leasing), yang juga mencakup pemasangan (installation) dan perawatannya (maintenance); 2. Kontrak yang berkenaan dengan perangkat lunak (software contract), baik untuk software yang dibuat secara khusus berdasarkan pesanan si pengguna jasa (bespoke / customized software) maupun yang telah dibuat umum oleh para vendor dalam bentuk paket-paket aplikasi maupun tools yang telah beredar umum (off the self software); 3. Kontrak yang berkenaan dengan jasa-jasa teknologi (service contract), mencakup (i) perjanjian pendidikan dan pelatihan (training / education services contract) dan (ii) perjanjian perawatan dan pemeliharaan (maintenance) yang esensinya adalah pengguna dan atau sumber daya manusia baik yang menggunakan pihak dalam (internal) maupun pihak luar (out-sourcing). Dalam hal ini umumnya pihak luar tersebut adalah konsultan yang mencakup sektor jasa tersebut, yakni mereka sebagai konsultan perancang sistem, juga sebagai kontraktor sistem dan juga sebagai pengawas serta penerima sistem, oleh karena itu sebagai suatu hasil kontruksi umumnya hanya pihak pemberi jasa sajalah yang tahu material hasil kontruksi tersebut, pengguna jasa malahan tidak akan mengetahui apa yang di dalam kontruksi tersebut karena si pengguna hanya terbatas menggunakan namun tidak memilikinya sehingga souce code kebanyakan tidak diberikan melainkan hanya objek code dan dokumen pengguna sistem saja (user’s guide)12. Kemajuan teknologi harus berbanding searah dengan jaminan bahwa dokumen elektronik yang dikirim melalui media elektronik memang dikirim oleh pengirim tertentu yang ditujukan kepada penerima yang di maksudkan. Menurut A.M.Ramli “ Akta-akta elektronik dimanapun memiliki kelemahan dari segi pembuktian, karena akta yang bersifat virtual itu sangat rentan untuk diubah, dipalsukan atau justru dibuat oleh orang yang sesungguhnya bukan para pihak tetapi seolah-olah bersikap seperti halnya para pihak yang benar13 “ . Sistem pengamanan terhadap transaksi
elektronik, harus dapat memberikan
perlindungan terhadap para pihak yang bertransaksi dan perlindungan tersebut harus dapat memberikan jaminan yang sama dengan apabila bertransaksi menggunakan media yang selama ini kita gunakan seperti kertas.
12
Edmon Makarim, 2005, Pengantar Hukum Telematika (suatu Kompilasi Kajian) Jakarta ;Rajawali Pers,hal. 252 13 A.M Ramli,2003, Kekuatan Akta Elektronik Sebagai Alat Bukti Pada Transaksi E-Commerce Dalam Sistem Hukum Indonesia. Op. Cit ,hal. 19
62
Menurut
Sutan Remy Sjahdeini terhadap komunikasi elektronik, harus dapat
memberikan perlindungan terhadap hal-hal sebagai berikut : • •
Pengubahan, penambahan atau perusakan oleh pihak yng tidak bertanggung jawab terhadap data dan informasi, baik selama dalam penyimpanan maupun selama proses tranmisi oleh pengirim kepada penerima;dan Perbuatan pihak yang tidak bertanggung jawab yang berusaha untuk dapat memperoleh informasi yang dirahasiakan, baik diperoleh langsung dari penyimpanannya maupun ketika ditranmisikan oleh pengirim kepada penerima (upaya penyadapan)14.
Berhubung dengan itu, menurut Kamlesh K Bajaj & Debjani Nag bahwa sistem pengamanan komunikasi elektronik harus mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan pengaman yang berkaitan dengan aspek-aspek : 1. Confidentiality Confidentiality menyangkut kerahasiaan dari data dan atau informasi, dan perindungan bagi informasi tersebut terhadap pihak yang tidak berwenang. Informasi seharusnya dilindungi terhadap pihak luar yang tidak berwenang, terhadap para hackers, dan terhadap intersepsi atau gangguan selama tranmisi melalui jaringan komunikasi sedang berlangsung. Caranya adalah dengan membuat informasi itu “ tidak dapat dipahami” (unintelligible) oleh pihak-pihak yang tidak berwenang atau tidak bertanggung-jawab itu. Untuk membuat informasi itu “tidak dapat dipahami”, isi dari informasi itu harus ditransformasikan sedemiian rupa sehingga informasi itu tidak dapat dipahami (tidak decipherable) oleh siapapun yang tidak mengetahui prosedur dari proses transformasi itu. Untuk E-Commerce, confidentiality sangat penting untuk melindungi, misalnya, data keuangan suatu organisasi atau perusahaan, informasi menyangkut product development, dan berbagai jenis informasi rahasia lainnya terhadap pihak-pihak yang tidak berwenang atau terhadap pihak siapa rahasia itu ingin dirahasiakan. Dalam dunia E-Commerce, informasi yang dikaitkan dengan waktu, kerahasiaan dari informasi itu sangat penting. 2. Integrity Integrity menyangkut perlindungan data terhadap usaha memodifikasi data itu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab, baik selama data itu disimpan atau selama data itu dikirimkan kepada pihak lain. Sistem pengamanan harus mampu memastikan bahwa pada waktu informasi itu diterima oleh penerima, informasi itu harus muncul sama seperti ketika informasi itu disimpan atau dikirimkan. Sistim pengamanan yang dibangun harus memungkinkan untuk mengetahui apabila terhadap isi yang asli dari informasi yang dikirimkan itu telah terjadi modifikasi, tambahan atau penghapusan. Sistim tersebut juga harus dapat mencegah “dimainkannya kembali” (re-played) informasi itu, misalnya 14
Sutan Remy Sjahdeini,2001 hal. 312
63
fresh copy dari data tersebut dikirimkan lagi dengan menggunakan otorisasi yang semula dipakai ketika pesan yang sesungguhnya itu dikirimkan. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu mekanisme yang dapat memastikan kebenaran dari isi pesan yang dikirimkan itu dan untuk dapat memastikan otentikasi atas pembuatan salinan dari pesan tersebut, yaitu otentikasi bahwa salinan itu sesuai dengan aslinya. 3. Authorization Authorization menyangkut pengawasan terhadap akses kepada informasi tertentu. Transaksi-transaksi tertentu mungkin hanya dapat diakses oleh pihakpihak tertentu saja, sedangkan transksi-transaksi yang lain tidak. Authorization dimaksudkan untuk membatasi perbuatan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang untuk dapat berbuat sesuatu di dalam lingkungan jaringan informasi itu. Pembatasan tersebut adalah bergantung pada security level dari pihak yang bersangkutan. Pembatasan itu menyangkut sampai sejauh mana pihak yang diberi kewenangan untuk melakukan akses terhadap hal itu diberi wewenang untuk dapat melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Memasukkan data / informasi; b. Membaca data / informasi; c. Memodifikasi, menambah atau menghapus data / informasi; d. Mengekspor atau mengimpor data / informasi; e. Menge-print data / informasi. Hak-hak istimewa tersebut dapat dikendalikan atau diawasi, baik dilakukan oleh petugas tertentu atau oleh suatu unit tertentu yang ditugasi khusus untuk keperluan tersebut, dengan cara menggunakan Access Control List (ACL). Access Control List adalah suatu daftar yang memuat siapa-siapa saja yang memiliki akses kepada data / informasi tertentu dan tingkat kewenangan dari masing-masing orang atau pejabat tersebut untuk mengakses data itu. 4. Authenticity Authenticity atau authentication menyangkut kemampuan seseorang, organisasi, atau komputer untuk membuktikan identitas dari pemilik yang sesungguhnya dari informasi tersebut. Semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi harus merasa aman dan pasti bahwa komunikasi yang terjadi melalui jaringan di antara pihak-pihak itu adalah benar, yaitu benar bahwa para pihak berhubungan dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan pihak-pihak yang sesungguhnya diinginkan dan benar mengenai informasi yang dipertukarkan di antara mereka. Apabila suatu pesan diterima, maka penerima harus dapat memverifikasi bahwa pesan itu benar-banar dikirimkan oleh orang atau pihak yang sesungguhnya. Sebaliknya juga, harus dapat dipastikan bahwa pesan tersebut memang telah dikirimkan kepada dan telah diterima oleh pihak yang sesungguhnya dituju. 5. Availability Informasi yang disimpan atau ditransmisikan melalui jaringan komunikasi harus dapat tersedia sewaktu-waktu apabila diperlukan. Sistem perlindungan itu harus dapat mencegah timbulnya sebab-sebab yang dapat menghalangi tersedianya informasi yang diperlukan itu. Kesalahan-kesalahan jaringan (network errors), listrik mati (power out-ages), kesalahan-kesalahan operasional (operational
64
errors), kesalahan-kesalahan yang bersangkutan dengan aplikasi dari piranti lunak yang digunakan (software application), masalah-masalah yang menyangkut piranti keras (hardware problems), dan virus merupakan beberapa sebab yang dapat membuat informasi yang diperlukan itu menjadi tidak tersedia ketika dibutuhkan (unavailability of information). 6. Auditability Data tersebut harus dicatat sedemikian rupa bahwa terhadap data itu semua syarat confidentiality dan integrity yang diperlukan telah terpenuhi, yaitu bahwa pengiriman data tersebut telah dienkripsi (encrypted) oleh pengirimnya dan telah didekripsi (decrypted) oleh penerimanya sebagaimana mestinya. 7. Non-repudiability of Origin/Non-repudiation Non-Repudiation of Origion atau Non-Repudiability menyangkut perlindungan terhadap suatu pihak yang terlibat dalam suatu transaksi atau kegiatan komunikasi yang di belakang hari pihak tersebut menyanggah bahwa transaksi atau kegiatan tersebut benar telah terjadi. Sistem Non-Repudiation of Origion atau Non-Repudiability, harus dapat membuktikan kepada pihak ketiga yang independen mengenai originalitas dan mengenai pengiriman data yang dipersoalkan itu. Setelah suatu pesan dikirimkan kepada pihak lain, maka pengirim harus tidak mungkin dapat membantah bahwa dia telah mengirimkan pesan tersebut. sebaliknya juga, penerima pesan tersebut seharusnya tidak mungkin dapat membantah bahwa yang bersangkutan telah menerima pesan tersebut15. Aspek-aspek pengamanan sebagaimana di atas dapat diberikan dengan apa yang disebut cryptography sebagaimana dijelaskan di bawah ini : 1. Encryption dan Decryption Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary,cryptography diberi arti “the art of writing or solving codes”,yaitu seni untuk menulis dan memecahkan sandi. Cryptography terdiri dari 2 (dua) unsur, yaitu encryption dan decryption. Encryption adalah proses untuk membuat informasi menjadi tidak dapat dipahami (unintelligible) bagi pembaca yang tidak berwenang. Decryption adalah proses untuk membalik encryption agar informasi tersebut dapat dibaca kembali. Secara tradisional, cryptography dilakukan oleh pengirim dengan menggunakan kode rahasia (secret code) atau kunci rahasia (secret key ) untuk melakukan enkripsi (encryption) terhadap informasi tersebut. Dengan menggunakan kode rahasia atau kunci rahasia yang sama, penerima informasi tersebut melakukan dekripsi (decryption) terhadap informasi tersebut. Teknik-teknik cryptosystem bukan merupakan hal yang baru di dunia. Teknik tersebut telah digunakan sejak Julius Caesar. Sandi Caesar menggunakan cara mengubah suatu huruf dengan huruf lain. Caranya adalah dengan memindahkan suatu huruf sebagai pengganti hruf lain pada urutan tertentu yang disepakati di dalam alphabet. Misalnya, suatu huruf tertentu menggantikan huruf pada urutan
15
Kamlesh K Bajaj & Debjani Nag,2000 hal.198
65
ketiga di dalam alphabet itu. Huruf A menjadi D, C menjadi F dan T menjadi W. Dengan demikian CAT menjadi tertulis FDW. Ada 2 (dua) jenis system cryptography (Cryptographic systems atau crypto system). Kedua system itu ialah symmetric cryptosystem dan asymmetric cryptosystem. • Symmetric system, atau yang disebut juga secret key crypto-system, didasarkan pada single secret key yang digunakan oleh kedua belah pihak yang terlibat dalam suatu hubungan komunikasi. Dengan kata lain, kunci yang sama digunakan oleh kedua belah pihak, yaitu pihak pengirim menggunakan kunci itu untuk melakukan enkripsi (encryption) sedangkan pihak penerima menggunakan kunci itu untuk melakukan enkripsi (encryption) sedangkan pihak penerima menggunakan kunci itu untuk melakukan dekripsi (decryption). • Asymmetric cryptosystem, atau yang disebut pula dengan sebutan public key cryptosystem, adalah cryptosytem yang mendasarkan pada penggunaan sepasang kunci. Kedua kunci yang berpasangan itu adalah private key dan public key. 2. Symmetric Cryptosystem Sebagamana telah dikemukkan di atas, bahwa pada symmetric cryptosystem atau secret key cryptosystem kedua belah pihak menggunakan kunci atau kode yang sama. Oleh karena dalam symmetric crytosytem kunci rahasia yang sama digunakan oleh kedua belah pihak, maka adalah penting untuk memastikan bahwa tukar-menukar kunci yang digunakan harus tetap terjamin kerahasiaannya. Kebocoran kerahasiaan tersebut dapat terjadi karena ada orang yang tidak seharusnya mengetahui kunci rahasia tersebut, ternyata baik sengaja maupun tidak sengaja berhasil mengetahui kunci rahasia tersebut. 3. Asymmetric Cryptosystem Public key cryptosystem adalah suatu sistem di mana pesan yang telah dienkripsi dengan menggunakan kunci yang satu tidak mungkin didekripsi apabila tidak menggunakan kunci kedua yang menjadi pasangannya, demikian pula sebaliknya. Dengan kata lain, apabila suatu pesan dienkripsi dengan menggunakan private key dari pengirim, maka pesan tersebut hanya mungkin didekripsi dengan menggunakan public key pengirim yang diketahui oleh penerima. Sebaliknya apabila pesan tersebut dienkripsi dengan menggunakan public key dari penerima, maka pesan tersebut hanya mungkin didekripsi dengan menggunakan private key dari penerima16 . C.
Eksistensi Notaris dalam Cybernotary Di dalam kehidupan ini segala sesuatu hal selalu berubah, berjalan dinamis sesuai
dengan kebutuhan dan perubahan keadaan. Demikian juga dengan peraturan-peraturan 16
Ravi Kalakota & Andrew B Whinston (eds). Reading in Electronic Commerce, Addison Wesley, 1997 dalam Makalah E-Commerce Tinjauan Dari Perspektif Hukum ;Prof.Dr.Sutan Remy Sjahdeini, hal. 121
66
perundang-undangan selalu berubah sesuai dengan zamannya, karena dianggap ketentuan atau aturannya sudah tidak sesuai sehingga
tidak bisa sejalan atau tidak mampu
mengakomodir atau memenuhi kebutuhan dari masyarakat, sehingga agar dapat berfungsi dengan baik harus selalu di lakukan penyesesuaian, dengan begitu diharapkan akan dapat menjamin kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Seperti dengan di gantinya Reglement op het Notarisambt In Indonesie (Stb 1860;3) adalah merupakan peraturan jabatan notaris terdahulu yang dianggap sudah tidak sesuai lagi, karena perubahan zaman dan diganti dengan Undang-Undang No.30 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Cybernotary memiliki arti seorang
notaris yang di dalam pekerjaannya
menggunakan jaringan komputer / internet. Beberapa Negara yang telah memanfaatkan kemajuan teknologi informasi terkait dengan pekerjaan notaris adalah Nederland, Korea dan Perancis. Beberapa pekerjaan notaris yang saat ini dimungkinkan menggunakan jaringan internet atau teknologi komputer antara lain adalah : 1. Mengirimkan secara online laporan oleh notaris atau kuasanya secara tertulis salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain yang dibuat pada bulan sebelumnya paling lama 15 (lima belas) hari pada bulan berikutnya pada Majelis Pengawas Daerah (Pasal 61 ayat (1) UUJN; 2. Mengirimkan secara online daftar akta yang berkenaan dengan wasiat atau daftar nihil kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia cq Daftar Pusat Wasiat setiap bulan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap blan berikutnya (Pasal 16 ayat (1) I UUJN; 3. Berkaitan dengan penggunaan teknologi
informasi, Pasal 77 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memberi pengaturan mengenai kemungkinan para pemegang saham melakukan rapat umum pemegang saham yang dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi
media elektronik. Rapat tersebut dilakukan dengan syarat yang
memungkinkan semua peserta rapat saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. Penyelenggaraan rapat dengan menggunakan media tersebut harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan
67
ditandatangani oleh semua peserta. Artinya yang dimaksud dengan “disetujui dan ditandatangani” adalah ditandatangani secara fisik atau secara elektronik. Apabila demikian notaris bisa membuat berita acara rapat melalui media elektronik. Namun kendala yang timbul adalah apabila para peserta rapat dan notaris tidak pada satu wilayah jabatan notaris, terkecuali UUJN mengecualikan ketentuan tersebut. Keterbatasan notaris mengenai tempat kedudukan dan wilayah kerja notaris (pasal 18 jo Pasal1 9 UUJN). Pasal 5 ayat (1) UUIT menyatakan bahwa “Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik dan / atau hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah”. Pengecualian terhadap Pasal 5 ayat (1) terebut adalah untuk : c. Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan d. Surat beserta dokumen
yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam
bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta. Artinya pembuatan akta notaril harus dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris. Untuk persiapan pembuatan akta dapat dilakukan melalui media elektronik, namun untuk sah dan mengikatnya akta bagi pihak yang membuat maka notaris masih harus melalui prosedur atau cara yang ditentukan oleh UUJN. Menggunakan media elektronik dalam pekerjaan seorang notaris memang memberikan kemudahan dan kerapian dibandingkan dengan menggunakan media kertas. Namun kemudahan tersebut pada sistem informasi elektronik dibutuhkan adanya perangkat keras dan lunak dan setiap saat perangkat tersebut mengalami kemajuan sehingga perangkat yang sebelumnya sudah tidak sesuai lagi. Karena dalam penyimpanan data membutuhan hardware dan software yang selalu mengikuti perkembangan setiap saat supaya dapat memenuhi daya tahan untuk masa penyimpanan dan mereproduksi data / dokumen elektronik tersebut. Sehingga masalah yang timbul adalah penyimpanan dokumen elektronik tidak bisa bertahan untuk jangka waktu lama tergantung pada tingkat kemajuan teknologi. Penyesuaian mengakibatkan adanya perubahan namun tidak semua hal bisa dirubah. Kemajuan bidang
informasi teknologi telah merubah salah satu fungsi notaris namun
perubahan ini tidak harus merubah karakter notaris secara mendasar. Hal yang mendasar dari pekerjaan notaris adalah adanya jaminan kebenaran dan kepastian hukum pada akta notaris, diantaranya konstatering bahwa para penghadap berada
68
pada suatu tempat, pada waktu yang sama menghadap notaris, bahwa mereka betul menyatakan demikian sebagaimana dituliskan oleh di dalam akta, dibacakan oleh notaris kepada para penghadap, para saksi dan notaris (Pasal 16 ayat (1) huruf 1 UUJN). Dengan kata lain, suatu akta notaris merupakan akta yang dibuat atau di hadapan notaris sebagai pejabat umum menjamin : •
Kehadiran (para) penghadap, kecakapan dan kewenangannya;
•
Kepastian dilaksanakan pada tempat tertentu;
•
Kepastian tanggal dan waktu tertentu;
•
Benar (para) penghadap memberikan keterangan sebagaimana tercantum dalam akta pihak, atau benar terjadi keadaan yang dilihat dan didengar sebagaimana disebutkan di dalam akta berita acara;
•
Benar dibacakan oleh notaris dan ditandatangani pada ketika itu juga oleh (para) penghadap, para saksi dan notaris (akta pihak) atau benar dibacakan oleh notaris kepda para saksi dan ditandatangani pada ketika itu juga oleh para saksi dan notaris (akta berita acara);
•
Kerahasiaan baik mengenai akta maupun keterangan yang diperoleh berkaitan dengan pembuatan akta. Dari uraian singkat di atas apabila notaris dituntut untuk membuat akta notaris melalui jaringan internet karena kemajuan teknologi dengan adanya perubahan di bidang informasi dan transaksi elektronik maka undang-undang jabatan notaris harus dilkukan penyesuaian di beberapa pasal sebagaimana pendapat Herlien Budiono dalam makalah seminar nasional eksistensi notaris dalam aktivitas cybernotary, yaitu : • •
•
Para penghadap harus dikenal notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh dua orang saksi pengenal yang memenuhi syarat untuk memberikan kesaksian (Pasal 40 UUJN); Keberadaan para penghadap, para saksi, penerjemah bila ada, notaris semuanya pada satu tempat dan satu saat termasuk saat pembacaan dan penandatanganannya di tempat notaris berwenang menjalankan jabatannya (Pasal 44 UUJN); Keterikatan notaries pada tempat kedudukan dan wilayah kerja notaris (Pasal 18 jo Pasal 19 UUJN);
69
•
Akta notaris adalah bentuk tulisan yang dapat dibaca sesuai dengan ketentuan Pasal 42 UUJN. Walaupun di dalam Pasal 42 UUJN tidak menyebutkan kertas sebagai media akta namun berkaitan dengan ketentuan Pasal 16 ayat (1) f mengatur mengenai kewajiban notaris untuk menjilid akta dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat 50 (lima puluh) akta. Dengan kata lain, akta menggunakan kertas sebagai media; • Pembuatan minuta akta dan penyimpanan minutanya sebagai bagian dari protokol (Pasal 16 ayat (1) b UUJN); Penjelasan pasal tersebut menyebutkan bahwa untuk menjaga keautentikan akta dengan menyimpan akta dalam bentuk aslinya, sehingga apabila ada pemalsuan atau penyalah gunaan grosse, salinan atau kutipan dapat diketahui dengan mudah dengan mencocokkannya dengan aslinya; • Buku daftar akta (repertorium), dan buku-buku yang memuat daftar pengesahan tanda tangan dan kepastian tanggal surat di bawah tangan (legalisasi), daftar pembukuan surat di bawah tangan (waarmerking), klapper, daftar akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga, dan daftar berkenaan dengan wasiat; • Pembuatan akta originali (Pasal 16 ayat (2),(3),(4),(5) UUJN).(Herlien Budiono,2012:18).
III. SIMPULAN Dari pembahasan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembuatan akta notaril harus di buat sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris meskipun kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sudah canggih namun untuk sah dan mengikatnya suatu akta notariil harus di buat sesuai dengan prosedur atau ketentuan yang sudah ditentukan di dalam UUJN. Kemajuan teknologi yang ada saat ini hanya bisa memungkinkan komputer tersebut untuk persiapan pembuatan akta saja karena ada beberapa hambatan dalam pelaksanaan cybernotary di Indonesia terkait pembuatan akta notaris melalui media elektronik, yaitu : 1. Pelanggaran terhadap tata cara pembuatan akta notaril dan kewajiban notaris berdasarkan UUJN dapat berakibat terhadap kekuatan pembuktian akta notaril menjadi akta di bawah tangan di mana kekuatan pembuktiannya tidak sempurna atau bisa juga menjadikan akta yang dibuat berakibat batal demi hukum sehingga tidak sah dan tidak mengikat.
70
2. Notaris yang membuat akta bisa dikenakan sanksi karena melanggar ketentuan UUJN. 3. Sumber daya notaris dan infrastruktur informasi public dari instansi pemerintah yang terkait dengan komunikasi digital secara online, yang belum memadai terkait dengan pembuatan akta dengan media elektronik. Karena bila sudah menggunakan jaringan secara online maka informasi publik yang terkait dengan pekerjaan notaris juga harus bisa mengikuti, seperti administrasi kependuduan; kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terkait dengan pemutakhiran data PT, Yayasan, Perkumpulan, daftar pusat wasiat; Badan Pertanahan Nasional terkait data kepemilikan tanah, hak tanggungan dan sengketa tanah, dan lain-lain. Karena data-data tersebut sangat dibutuhkan notaris untuk menunjang pekerjaannya. 4. Kemajuan
teknologi komputer ini mempunyai kendala yang mana apabila
ditemukan teknologi yang lebih tinggi di atasnya menjadikan teknologi lama tidak dapat terkoneksi, terkait dalam hal ini
bila dokumen di simpan dengan data
elektronik.
Daftar Pustaka
Abdul Kadir Muhammad, 1990, Hukum Perikatan , Citra Aditya Bakti, Bandung Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta A.M Ramli, 2003, Kekuatan Akta Elektronik Sebagai Alat Bukti Pada Transaksi ECommerce Dalam Sistem Hukum Indonesia,Media Notariat, April – Juni Tahun XVIII Budiono Kusumohamidjojo, 2001, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
71
Edmon Makarim, 2005, Pengantar Hukum Telematika (suatu Kompilasi Kajian) Jakarta ;Rajawali Pers GHS.Lumbun Tobing, 1982, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta Habib Adjie, 2009, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung Hartono Hadisoeprapto, 1984, Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta Herlien Budiono. 2012. Eksistensi Notaris dalam Aktivitas Cybernotary. Makalah di sajikan pada seminar nasional pada Fakultas Hukum Universitas Padjajaran bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi pada tanggal 17 Maret 2012. J.E.Prins, Privaatrecht: Virtuele Verkenningen, Themanummer E-Commerce, WPNR 6443 dalam makalah Herlien Budiono. 2012. Eksistensi Notaris dalam Aktivitas Cybernotary,2012:Bandung Salim H.S, 2006, Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (MoU), Sinar Grafika, Jakarta Tan Thong Kie, 2007, Studi Notariat Beberapa Pelajaran dan Serba-Serbi Praktek Notaris,Cet 1,Jakarta :PT. Ichtiar Baru Van Hoeve Toh See Kiat, Law of Telematic Data Interchange.Singapore.Butterworths Asia,1992,hlm 224 dalam Makalah E-Commerce Tinjauan Dari Perspektif Hukum ;Prof.Dr.Sutan Remy Sjahdeini,S.H Ravi Kalakota & Andrew B Whinston (eds). Reading in Electronic Commerce, Addison Wesley, 1997 dalam Makalah E-Commerce Tinjauan Dari Perspektif Hukum ;Prof.Dr.Sutan Remy Sjahdeini Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
72
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik