i KAJIAN YURIDIS TENTANG HAK RUANG BAWAH TANAH MENURUT HUKUM NASIONAL INDONESIA
JURNAL ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan untukmencapaiderajat S-1 pada Program Studi Ilmu Hukum
Oleh: PURNAMI APRIANA DIA 012361
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2016
ii
HALAMAN PENGESAHAN KAJIAN YURIDIS TENTANG HAK RUANG BAWAH TANAH MENURUT HUKUM NASIONAL INDONESIA JURNAL ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan untukmencapaiderajat S-1 pada Program Studi Ilmu Hukum
Oleh: PURNAMI APRIANA DIA 012361
Menyetujui,
Pembimbing Pertama
Arif Rahman, SH.M.Hum NIP : 1961081619888031004
i
Kajian Yuridis Tentang Hak Ruang Bawah TanahMenurut Hukum Nasional Indonesia PurnamiApriana (NIM : D1A012361) FakultasHukumUniversitasMataram
ABSTRAK Dengan mewujudkan amanat pasal 33 ayat 3 UUPA dibentuklah undang-undang tentang Penataan Ruang, diatur melalui Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang. Atas dasar itu penelitian ini mengambil permasalahan pengaturan pengelolaan pemanfaatan ruang dan pengawasan bawah tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan dan Pengawasan pemanfaatan ruang bawah tanah, dan manfaatnya adalah ditemukannya dasar hukum tentang ruang bawah tanah dan adanya dasar-dasar hukum ruang bawah tanah untuk kebutuhan pembangunan nasional. Pemanfaatan ruang bawah tanah masih menggunakan dasar hukum parsial, masing-masing daerah membuat aturan tersendiri tentang Pemenfaatan, Pengelolaan dan pengusahaan Ruang Bawah Tanah tapi tidak ada payung hukum yang menaunginya, demikian juga untuk pengawasannya. Secara normatif pengawasan dilakukan melalui perizinan dan penertiban belum dilakukan, atas dasar itu penelitian ini berkesimpulan pengaturan ruang bawah tanah baru dikenal melalui Undang-Undang nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang, tetapi belum ada pengaturan lebih lanjut. Kata kunci Ruang, Ruang Bawah Tanah, Pengaturannya
JURIDICAL STUDY ROOM ON RIGHT UNDER NATIONAL LAW BASEMENT INDONESIA ABSTRACT
By the mandate of article 33, paragraf 3 of the agrarian fundamental laws 24 of 1992 on spatial planning that have been changed by law 26 of 2007. On that basis, this research takes regulatory issue management and monitoring space utilization of underground space utilization and benefits is the discovery the legal basis of the basement and the fundamental basis of the law of the besement to the needs of national development. Utilization of tha basement still using partial legal basis, each region makes its own rules on the use and management of entrepreneurs basement but there is no legal protection shelter, as well as for supervision normatively, monitoring is done through licensing and enforcement has not been done. One the basis of this study concluded space arragement is know through the law 26 of 2007 on the arrangement of space but no futher regulation. Keywords : Room, basement, arragement
i
I. PENDAHULUAN
Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi maupun sebagai sumber daya, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI 1945) yang menegaskan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat”. Untuk mewujudkan amanat tersebut dibentuklah undangundang no 24 tahun 1992 dan kemudian dirubah menjadi undang-undang 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, yang pelaksanaan wewenangnya dilakukan oleh
Pemerintah
pusat dan daerah dengan tetap menghormati hak yang dimiliki oleh setiap orang.
Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan secara sistematik melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta sanksi. Sesuai dengan kebijakan otonomi daerah, kewenangan pembangunan dan pengelolaan perkotaan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dalam hal kewenangan perencanaan, pembangunan dan pengelolaan perkotaan, terutama yang menjadi urusan wajib Pemerintah Daerah. Untuk mewujudkan penataan ruang yang membantu penyelenggaraan otonomi daerah sebaik-baiknya, perlu disusun strategi pendayagunaan penataan ruang yang senada dengan semangat otonomi daerah, dengan demikian proses pelaksanaan pembangunan (pembangunan wilayah). Upaya pengawasan
ii
dan pengendalian pemanfaatan ruang sebenarnya telah dilakukan oleh Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU)
yaitu
melalui upaya perbaikan dan
penertiban maupun pencegahan terhadap pengaduan atau pelaporan dari masyarakat terkait pelanggaran pemanfaatan ruang. Tata ruang wilayah kota merupakan salah satu persoalan krusial perkotaan dewasa ini. Secara fisik, perkembangan kota selalu diikuti oleh bertambah luasnya kawasan terbangun. Pertambahan penduduk dan aktifitas ekonomi di satu sisi, dan keterbatasan lahan kota di sisi lain, menyebabkan efisiensi pemanfaatan ruang menjadi tuntutan yang tidak dapat dihindari. Upaya perencanaan pelaksanaan tata ruang yang bijaksana adalah kunci dalam pelaksanaan tata ruang agar tidak merusak lingkungan hidup, dalam konteks penguasaan Negara atas dasar sumber daya alam, melekat di dalam kewajiban negara untuk melindungi, melestarikan dan memulihkan lingkungan hidup secara utuh. Artinya, aktivitas pembangunan yang dihasilkan dari perencanaan tata ruang pada umumnya bernuansa pemanfaatan sumber daya alam tanpa merusak lingkungan.1
Melihat kondisi dewasa ini dimana persoalan tanah semakin kompleks, maka sebaiknya bukan hanya redefinisi dan perluasan penafsiran yang dilakukan terhadap UUPA, tetapi perlu dilakukan pengejawantahan UUPA ke dalam bentuk peraturan yang lebih spesifik terhadap penggunaan, peruntukan, dan pemanfaatan bumi, baik permukaan bumi maupun dalam tubuh bumi (ruang bawah tanah).
Rumusan masalah dalam penelitian ini terdiri dari Bagaimanakah pengaturan pengelolaan pemanfaatan ruang bawah tanah menurut perundang-undangan di Indonesia, dan bagaimanakah pengawasan pemanfaatan ruang bawah tanah menurut perundangundangan Indonesia 1
www.hukumonlinecom, di akses Hari Jum’at tgl 12 September 2015 jam 11.30.
iii
Penelitian yang digunakan penelitian hukum normatif yaitu disebut juga sebagai hukum doktrin yang mana pada penelitian hukum normatif selalu mengkonsepkan hukum sebagai ketentuan yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan atau hukum di konsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas. 2
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan pengelolaan dan pengawasan pemanfataan ruang bawah tanah menurut perundang-undangan Indonesia. Manfaat dari penelitian ini adalah menjadi salah satu persyaratan dalam menempuh strata satu(S1) fakultas hukum Universitas Mataram. Dilihat secara praktis, diharapkan dapat ditemukannya teori tentang ruang bawah tanah dalam hukum tanah nasional dan adanya dasar-dasar hukum ruang bawah tanah untuk kebutuhan pembangunan nasional.
2
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet 1, P.T. Raja Grafindo, jakarta, 2004, hlm. 118
iv
II. PEMBAHASAN PENGATURAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN RUANG BAWAH TANAH MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Berdasarkansejarahnya pengaturan, konsepruangbawahtanah (underground space) mulaiberkembang di negara-negaramajukhususnyaEropapadaabad ke-20.Ide iniawalnyadigunakansebagaisolusidalampengelolaaninfrastruktursepertijalurtranspor tasi. Tujuannyauntukmemberikankeleluasaanaksesbagipendudukkotadalammelakukanper jalanandarisatutempatketempatlainnyatanpatergangguatauterhambatdenganaktivitasl ainnya. Sehinggadiharapkaninfrastrukturdanjaringantransportasidapatberfungsisecaraoptimal .Keuntunganutamadarikonsepiniyaitumenghilangkanketerbatasanfisiksuatunegaradal amhalketersediaanruang horizontal ataulahanpermukaan.3 Negeri Belanda salah satu negara yang mengawali pemakaian ruang di bawah tanah, dilihatdariluaswilayahnya, dapatdikategorikansebagainegaradenganketersediaanlahanpermukaan
yang
terbatas.
SebagianbesarwilayahBelandaberadapadaketinggian di bawahpermukaanlaut.Keadaanini menimbulkan keraguan untuk menerapkaninovasiunderground space, karena adanya keraguan
yangberesiko
tinggi
untukmembangundanmenggalilebihdalamlagi.NamunnegaraBelandajustrumenjawabkerag uantersebut.KeberhasilannegaraBelandatersebutdapatdilihatdenganberdirinyastasiunWilhe lminaplein di kota Amsterdam. UpayanegeriBelandamasih belumcukupkarena masih dilanjutkan pembangunannya dengan memperluas ruangvertikal.
Dalam kebijakan Pengaturan perundang-undangan IndonesiaUU No. 24 Tahun 1992 Undang-Undang
Penataan
Ruang,bahwapenataanruangmerupakansalahsatu-
aspekdansekaligussebagaiinstrumenpentingdalampengelolaan
SDA
danlingkunganhidup.Olehkarenaitu,diperlukanpenataanruanguntukmengaturpemanfaatann
3
Sumber::http://fbe-studiocollaboration.unsw.wikispaces.net. wilhemlmibapleinSebelum dan Setelah Renovasi
Desaian
stasiun
v
yaberdasarkanbesarankegiatan,
jeniskegiatan,
fungsilokasi,
kualitasruang,
danestetikalingkungan.Kepemilikan hak atas tanah merupakan sebuah Hak asasi manusia yang dilindungi oleh hukum nasional yang sudah di jelaskan dalam pasal 28 H ayat (4) Undang– undang Dasar tahun 1945 berbunyi: “setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang – wenang oleh siapa pun”. Dalam hal ini berarti hak atas bangunan di dalam tanah ( Ruang bawah tanah) diberikan wewenang untuk dipergunakan oleh masyarakat. Sehingga dari itu pemerintah setiap daerah membuat Recana Tata Ruang Wilayah untuk menunjang setiap proses pembangunan dan harus mempertimbangkan akan status hak atas tanah, serta izin medirikan bangunan (IMB) sesuai dengan peruntukan lokasi yang di tetapkan serta bangunan harus memenuhi persyaratan teknis, yang didalamnya ada persyaratan tata bangunan, dan persyaratan keandalan bangunan. Di mana setiap mendirikan bangunan di atas, atau di bawah tanah tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan. Bangunan yang didirikan tidak boleh melebihi ketentuan maksimal kepadatan atau ketinggian yang di tetapkan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Adapula Rencana tata bangun dan Lingkungan yang dimana merupakan pengaturan persyaratan tata bangunan sebagai tindak lanjut dari Rencana tata ruang wilayah kabupaten / kota, dalam pengendalian pemanfaatan ruang suatu kawasan untuk mewujudkan kesatuan karakter serta kualitas bangunan dan lingkungan yang berkelajutan. Bahkan rencana tata ruang wilayah ini , di buat khusus untuk peruntukan wilayah untuk bangunan umum, sehingga muncul berbagai peraturan – peraturan salah satunya peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta nomor 167 tahun 2012 tentang Ruang Bawah Tanah.
vi
Pengertian “ruang” menurut Undang – undang Nomor 26 tahun 2007 lebih luas dari pengertian ruang menurut Undang – undang Nomor 24 tahun 1992 yaitu di samping ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara,termasuk ruang di dalam bumi. Munculnya konsep “ruang di dalam bumi” akan membawa pada penambahan hak-hak atas tanah yang telah diatur dalam Undang –Undang No. 5 tahun 1960. Tanah yang diberikan kepada dan dipunyai oleh orang – orang dengan hak – hak yang disediakan oleh Undang – undang Pokok Agraria, yaitu untuk digunakan atau dimanfaatkan, diberikan dan dimilikinya tanah dengan hak – hak tersebut tidak akan bermakna, jika penggunaannya terbatas hanya pada tanah sebagai permukaan bumi saja. Sehingga wacana perlunya Hak Guna Ruang Bawah Tanah (HGRBT) mendapat legitimasi kuat dari lahirnya Undang – undang No. 26 tahun 2007 ini. Dan bahkan tindak pidananya bagi masyarakat yang melanggar , dalam hal ini salah menggunakan akan fungsi bangunan sebenarnya yang berada di ruang bawah tanah itu tidak ada. Dari sini tujuan Negara untuk dalam mensejahterakan masyarakat terlebih di bidang agraria tidak tercapai.
Kewenangan
mengelola
suatu
bangunan
merupakan
suatu
hak
menguasai/pengelolaan bagi semua orang yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing – masing dan tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Begitu juga halnya dengan mengelola bangunan yang berada diruang bawah tanah merupakan kewenangan mengusai ruang dalam tubuh bumi boleh dilakukan setiap orang , swasta, dan pemerintah. Dalam peraturan Menteri Agraria ini diatur bahwa yang semula hanya menyebut kata “penguasaan” dibubuhi kata hak dan menjadi “hak penguasaan. Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan
vii
tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga. Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada: Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah, Badan usaha milik Negara, Badan usaha milik Daerah, PT Persero, Badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah, atau badan lain yang diberi pelimpahan kewenangan pelaksanaan sebagian hak menguasai dari Negara atas tanah Negara dengan pemberian Hak Pengelolaan. Adapun Jangka waktu berlakunya Hak Pengelolaan tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Hak Pengelolan tidak bisa diterbitkan atas tanah yang sudah dilekati hak lain. Bagian tanah Hak Pengelolaan tersebut dapat diberikan kepada pihak lain dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Pemberiannya dilakukan oleh Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang berwenang, atas usul pemegang Hak Pengelolaan yang bersangkutan. Sedangkan subjek dari Hak Pengelolaan adalah badan-badan hukum, disebutkan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 yaitu : 1. bank-bank yang didirikan oleh Negara 2. perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian 3. badan-badan keagamaan 4.
badan-badan
sosial.Tujuanpengelolaankawasantertentu/strategisiniyaituterseleng-
garanyapenataanruangkawasan
yang
strategisdandiprioritaskan
kabupaten/kota).Polapengelolaannya,
antara
(nasional,
provinsi,
lain:
1.
Meningkatkanfungsikawasanlindungdanfungsikawasanbudidaya beradadalamkawasantersebut;
2.
yang Mengaturpemanfaatanru-
anggunameningkatkankesejahteraandanpertahanandankeamanannegara;
dan
3.
Menciptakannilaitambahdanpengaruhpositifsecaraekonomidaripengembangankawasanstra tegis, baikbagipembangunannasionalmaupundaerah (Pasal 56 PP No. 47 Tahun 1997).
Ada dua hal yang menyangkut kewenangan mengelola bangunan yang berada diruang bawah tanah menurut peraturan gubernur DKI Jakarta no 167 tahun 2012 tentang
viii
ruang bawah tanah 1. Kewenangan mengelola bangunan di ruang bawah tanah dangkal. Kewenangan pengelolaan bangunan ini di mana selalu mengikuti akan proses bangunan yang berada diatas tanah sehingga kegiatan pembangunan diruang bawah tanah di lakaukan masih melekat dengan bangunan yang di atas tanah. Keberadaan proses pembangunan ini hanya dari permukaan tanah sampai dengan kedalaman 10 m (sepuluh meter). Di sini merupakan kewenangan bagi rumahrumah pribadi (person) untuk memperbesar ruangan rumahnya. 2. Kewenangan akan mengelola bangunan yang berada di ruang bawah tanah dalam ini yang mempunyai batas dari permukaan tanah sampai kedalama 40 m ( empat puluh meter) dan sampai kemampuan teknologi, hanya di lakukakan oleh pemerintah demi menjamin akan kesejahtraan masyarakat dengan melihat akan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat di setiap daerah. Ijin penggunan ruang dibawah tanah harus memenuhi persyaratan perijinan yang di dasarkan pada:4 1. UU 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, 2. Peraturan Pemerintah 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, 3. Peraturan Pemerintah 27 tahun 1999 tentang amdal, dan 4. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perijinan yang harus dikeluarkan oleh instansi yang berkaitan langsung dengan pemanfataan ruang yang bersangkutan, misalnya untuk pemanfaatan ruang bawah tanah yang berkaitan dengan transportasi harus mendapatkan ijin dari dapartemen perhubungan demikian seterusnya. Perijinan ini merupakan perizinan teknis. PENGAWASAN PEMANFAATAN RUANG BAWAH TANAH Dalam hal ini berbicara mengenai pengawasan pemanfaatan bangunan yang baik terlebih khusus, yang kontruksi bangunannya yang unik yang di letakan dalam ruang bawah tanah.Kewenangan pengelolaan bangunan ini di mana selalu mengikuti akan proses bangunan yang berada diatas tanah sehingga kegiatan pembangunan diruang bawah tanah
4
www.hukumonline.com tanggal 28desember2015 pukul 17.55
ix
di lakaukan masih melekat dengan bangunan yang di atas tanah. Keberadaan proses pembangunan ini hanya dari permukaan tanah sampai dengan kedalaman 10 m (sepuluh meter). Yang dimana pengawasan pemanfaatan ini sebagai manajemen dan kegiatan pengendalian yang terkait dengan mekanisme perizinan terhadap pengawasan, penertiban, dan pengendalian. SebagaimanaditegaskandalampenjelasanPasal17 UU No. 24 tahun 1992 tentangPenataanRuang, “pengendalianpemanfaatanruangdiselenggarakanmelaluikegiatanpengawasandanpenertiba n”khususnya
perizinan,
dalam
hal
ini
adalah
ijin
mendirikan
bangunan
pedomanpelaksanaanpengendalianpemanfaatanruang
di
daerahbertujuanuntuk mencapaikonsistensipemanfaatanruangdenganrencanatataruang yang ditetapkan.Dimana izin ini bertujuan untuk yaitu:a. Mengatur pemanfaatan ruang bawah tanah;b. Mengatur fungsi bangunan yang dapat di bangunan;c. Mengatur ketinggian maksimum yang di izinkan ;d. Mengatur jumlah lantai/lapisan bangunan di bawah tanah yang di izinkan;e. Mengendalikan lingkungan, geoligi/ kondisi bawah tanah dan air tanah.Penertiban terhadap pemanfaatan ruang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui aparat yang diberi wewenang dalam hal penertiban pelanggaran pemamnfaatan ruang termasuk aparat kelurahan. Bentuk pengenaan sanksi ini dapat berupa sanksi administrasi, sanksi pidana, maupun sanksi perdata yang diatur dalam perundangundangan yang berlaku. Dalam pemantauan evaluasi pemanfaatanruang (dalam hal pelanggaran persil) kemungkinan yang melakukan pelanggaranadalah pemilik persil (masyarakat) atau lembaga pemberi ijin (dalam ahli ini diwakilioleh pejabat yang bertanggung jawab) sanksi tersebut pemecatan, denda danmutasi serta pencabutanijin,
dikenakankepadaaparat pemerintahberupateguran, dikenakankepadamasyarakatberupateguran,
x
penghentian pembangunandanpembongkaran.Pemantauandilakukandengan 2 cara, yaitu: 1. Pemantauan yang dilakukan secara periodik (dilakukan oleh aparat atau instansi yang berwenang berdasarkan prosedur yang berlaku) dan pemantauan secara insitential (dilakukan oleh aparat instansi yang berwenang untuk memecahkan masalah lokal atau masalah
yang
mendapat
perhatian
masyarakat),
2.
Evaluasi,
yaitu
upayamenilaikemajuankegiatanpemanfaatanruangdalammencapaitujuanrencanatataruangd anmerupakantindaklanjutdarikegiatanpelaporandanpemantauandengantujuanuntukmenilai apakahpemanfaatanruang yang telahadasesuaidenganrencanatataruang yang berlaku.
xi
III. PENUTUP KESIMPULAN Maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah Pengaturan pengelolaan dan pemanfatan ruang di bawah tanah semula merupakan kebijakan yang menjadi bagian dari Hukum Lingkungan. Karena itu baik penataan maupun pemanfatannya harus berasaskan pembangunan berwawasan lingkungan, serasi, seimbang dan berkelanjutan.Pengaturan Pemanfaatan Ruang dan pengaturan pemanfatan ruang dibawah tanah pertama kali diatur tersendiri melalui Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang, kemudian lebih lanjut di atur melalui Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang tetapi
Undang-undang
ini
tidak
mencabut
berlakunya
Undang-undang
sebelumnya.Undang-undang 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang tidak dengan jelas menyebutkan definisi ruang bawah tanah pada pasal-pasalnya, difinisi tentang Ruang dicantumkan pada Penjelasannya. Sedangkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang sudah mencantumkan definisi ruang bawah tanah dengan jelas. Kebijakan Pemerintah menyangkut pengaturan dan pemanfaatan ruang bawah tanah masih belum memadai. Dan penegakan hukum pengawasan pemanfaatan ruang bawah tanah dilakukan mulai dari kontrol terhadap Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, sekalipun sudah ada pemakaian ruang bawah tanah tetapi belum dapat dilakukan penegakan hukum, karena aturannya belum implentatif untuk dapat dilaksanakan. Pengawasan juga dilakukan secara
xii
perdata, melalui kewajiban pembayaran distribusi dan pembatasan bidang pengelolaan untuk keperluan tertentu saja.
SARAN Saran terhadap penelitian masih harus diterbitkan berbagai peraturan pelaksanaan UU yang telah ada, khususnya yang menyangkut ruang bawah tanah, hal ini penting dilakukan untuk mendukung kebutuhan ruang pada kota yang berkembang menjadi kota megapolitan. Dan untuk dapat melakukan pengawasan perlu kelengkapan peraturan perundang-undangan yang lengkap dan aplikatif. Pemanfaatan ruang di bawah tanah dapat dilakukan melalui kontrol pemberian izin.
xiii
DAFTAR PUSTAKA Buku-buku Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet 1, P.T. Raja Grafindo, jakarta, 2004, hlm. 118
Penetapan undang-undang Indonesia, Peraturan no 24 tahun 1992 tentang penataan ruang Indonesia, peraturan no 26 tahun 2007 tentang penataan ruang IndonesiaPP No. 47 Tahun 1997 tentang rencana tata ruang wilayah nasional Indonesia pasal 28 H ayat (4) Undang– undang Dasar tahun 1945 Internet www.hukumonlinecom, di akses Hari Jum’at tgl 12 September 2015 jam 11.30. Sumber::http://fbe-studiocollaboration.unsw.wikispaces.net. Desaian stasiun wilhemlmibapleinSebelum dan Setelah Renovasi