TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PELAKSANAAN PEMBAYARAN NISHAB ZAKAT TANAMAN PADI DI DESA KEDUNGWUNGU KECAMATAN TEGOWANU KABUPATEN GROBOGAN
SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Dalam Ilmu Syari’ah
s
Oleh: SANIATIN NIM: 062311013
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
ii
iii
MOTTO
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Q.S Surat at-Taubah Ayat 103)
iv
PERSEMBAHAN Dengan segala kebahagiaan dan kerendahan hati, penulis persembahkan karya skripsi ini untuk: Bapak dan ibu penulis (Bapak Sutikno dan Ibu Munyaroh) yang selalu melimpahkan kasih dan sayangnya kepada penulis, yang selalu datang dikala penulis butuhkan, yang selalu melindungi disaat penulis ketakutan, yang selalu menjadi obat dikala penulis sakit, yang selalu memberi kedamaian, ketenangan, ketentraman dan solusi bagi setiap masalah, selalu menjadi inspirasi kepada penulis untuk menjadi lebih baik. Kasih sayang tak terhingga sepanjang masa yang penulis dapatkan, tak kan terbalaskan dan tidak meminta balasan, yang selalu mendoakan penulis, meski kali sering, penulis berbuat menjengkelkan dan mengecewakan. Selalu tersenyum dan memberi yang terbaik untuk putra - putrinya. Bapak, ibu, terima kasih, maafkan putrimu ini yang belum bisa menjadi seperti harapan bapak ibu.. Mbah Putri (Mbah Sugimah dan Mbah Kasiyem) yang selalu mendoakan penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran, selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis untuk tidak mudah berputus asa, yang selalu tidak membedakan cucu – cucunya, selalu mendidik putra – putrinya dengan telaten, cinta kasih dan penuh kesabaran. Ta’dzim penulis untuk simbah. Adik – adikku; Abu Ja’far Ar-rozi, Hayatudin Ahmad, Rifa’atul Mahmudah dan Nasrullah Khomsin yang selalu menghibur dan menjadi hiburan tak tergantikan bagi penulis. Selalu menyadarkan penulis akan sebuah cita – cita dan pencapaian, terima kasih ya… Suami tercinta; Mas Pujiyanto yang selalu setia mendampingi penulis. Semua teman dan sahabat yang selama ini membantu belajar dan berproses dalam mengarungi kehidupan di IAIN, kos dan lain sebagainya, termasuk dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih banyak.
v
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran – pikiran orang lain kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan
Semarang, 14 Juli 2011 Deklarator
Saniatin Nim: 062311013
vi
ABSTRAK Nishab zakat tanaman padi tidak diterangkan dalam kitab suci al-Qur’an. Meski demikian, Imam Syafi’i dan beberapa ulama sepakat meng-qiyas-kan padi dengan gandum, karena mempunyai kegunaan yang sama; sebagai makanan pokok (mengenyangkan) suatu masyarakat. Dengan demikian, padi yang telah memenuhi nishab (5 sha’), wajib dizakati seperti gandum; 10 % untuk lahan tadah hujan dan 5 % untuk lahan irigasi. Ada sebuah tempat di Grobogan, tepatnya di Desa Kedungwungu Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. Masyarakatnya 100 % beragama Islam, sangat menghormati kiai (ulama’) dan mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani padi. Hasil panen padi masyarakat, rata – rata telah memenuhi nishab. Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian berkenaan dengan pelaksanaan pembayaran zakat tanaman padi, apakah (telah) sesuai dengan hukum syara’ atau tidak (belum). Tujuannya untuk mengetahui tentang tinjauan hukum Islam mengenai pelaksanaan pembayaran nishab zakat tanaman padi di Desa Kedungwungu Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. Metodologi yang digunakan (1) Adalah metode lapangan (field research). (2) Teknik pengumpulan data dengan observasi dan wawancara langsung ke masyarakat petani yang mampu mewakili seluruh komponen dalam masyarakat petani Kedungwungu. (3) Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Petani Kedungwungu mengetahui, menunaikan zakat tanaman padi yang telah mencapai nishab hukumnya wajib. Meski demikian, banyak diantara mereka enggan menunaikan zakat dan atau menunaikan zakat ala kadarnya. Faktor/alasan yang melatarbelakangi dan menguatkan mereka adalah: (1) Padi yang dihasilkan digunakan untuk membayar utang atau kebutuhan lain yang sebelumnya telah mereka rancang. (2) meski mencapai nishab, padi hasil panen masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup. (3) Bahkan beberapa petani (7,27 %) sedari awal sudah tidak ada keinginan untuk menunaikan zakat, karena merasa padi yang ditanam mutlak untuk dimiliki sendiri, karena selama ini, merekalah yang banting tulang menanam, merawat dan memanen. Hasil penelitian menunjukkan Pertama, 100 % petani mengetahui bahwa menunaikan zakat tanaman padi yang telah mencapai nishab, hukumnya wajib. Kedua, Dari angka 100 % di atas,dalam pelaksanaan zakat tanaman padi di desa kedungwungu. Dalam kenyataannya hanya 23, 63 % yang menunaikan zakat tanaman padi secara penuh (sesuai kadar nishab). Lainnya tidak sesuai kadar, dengan rincian 69,1 % menunaikan zakat sesuai dengan kondisi mereka saat itu dan 7, 27 % menyatakan enggan membayar zakat. Ketiga, Banyak faktor yang mempengaruhi seorang petani menunaikan zakat. Tidak hanya ansich tentang pengetahuan mereka pada nishab zakat tanaman padi, melainkan juga beberapa masalah yang berkelindan dengan kehidupan mereka. Dalam kenyataannya, banyak petani yang menunaikan zakat tanaman padi tidak sesuai dengsn nishab.
Kata kunci: nishab zakat, tanaman padi
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr,wb. Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, penulis panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya. Solawat diiringi salam selalu tercurahkan kepada pahlawan revolusioner Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa pencerahan dalam kehidupan seluruh ummat manusia. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S-1) dalam ilmu Muamalah di Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang. Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dari semua pihak dengan berbagai bentuk kontribusi yang diberikan, baik secara moril ataupun materiil. Dengan kerendahan dan ketulusan hati. penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhibbin M.Ag, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Dr. Imam Yahya, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang. 3. Moh. Arifin, S.Ag. M.Hum. selaku Ketua Jurusan Muamalah, dan Afif Noor, S.Ag. M.Hum. selaku Sekretaris Jurusan terima kasih atas kebijakan yang dikeluarkan, khususnya yang berkaitan dengan kelancaran penulisan skripsi ini. 4. Ibu Dra. Hj. Siti Mujibatun, M.Ag selaku Pembimbing I dan Bapak Afif Noor, S.Ag, M.Hum, selaku Pembimbing II yang telah banyak membantu, dengan meluangkan waktu dan tenaganya yang sangat berharga sematamata demi mengarahkan dan membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini. viii
5. Bapak dan Ibu Dosen pengajar di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang yang membekali berbagai ilmu pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak/Ibu Kepala dan staf karyawan Perpustakaan IAIN Walisongo Semarang yang telah memberi izin dan layanan kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini. 7. Bapak Kepala Desa Kedungwungu Ahmadi beserta para perangkat desa yang telah membantu penulis dengan wawancara, data dan fakta yang selama ini terjadi di desa Kedungwungu, hingga terselesainya skripsi ini. 8. Para tokoh agama, tokoh masyarakat, para ketua kelompok tani dan warga desa Kedungwungu yang tidak bisa penulis sebut satu persatu, terima kasih banyak atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini.
Wassalamu’alaikum wr,wb.
Semarang, 14 Juli 2011
Saniatin
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………..….
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN……………….. ..
ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………….. ..
iii
HALAMAN MOTTO……………………………………………….
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………
v
HALAMAN DEKLARASI…………………………………………
vi
HALAMAN ABSTRAK………………………………………….
vii
HALAMAN KATA PENGANTAR………………………………..
viii
HALAMAN DAFTAR ISI………………………………………….
xi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………………………………….
1
B. Rumusan Masalah……………………………………………..
10
C. Tujuan dan manfaat penulisan skripsi…………………………
10
D. Telaah Pustaka………………………………………………...
11
E. Metode Penulisan Skripsi……………………………………...
13
F. Sistematika Penulisan…………………………………………..
16
BAB II: ZAKAT DAN NISHAB ZAKAT A. Pengertian Zakat .……..…………………………………...........
19
1. Pengertian Zakat………………………………………….....
19
2. Landasan Yuridis Perintah Pembayaran Zakat………… …..
21
3. Rukun dan Syarat Wajib Zakat ………………..…………...
26
4. Macam – Macam Zakat ……………..……………………...
27
B. Nishab Zakat ...……………………………………………...…..
28
1. Arti Nishab………………………………………………………..
28
2. Jenis – Jenis Zakat dan Nishab – nya ………………………..
28
3. Nishab Zakat Tanaman Padi ……………………………..….. 32
x
BAB III: PELAKSANAAN ZAKAT DI DESA KEDUNGWUNGU
A. Profil Desa Kedungwungu Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan – Jawa Tengah…………………………………
35
1. Letak dan Kondisi Geografis Desa Kedungwungu…..
35
2. Kondisi Demografis…………………………………..
39
B. Pelaksanaan Zakat Tanaman Padi di Desa Kedungwungu..
44
C. Pelaksanaan Pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi Di Desa Kedungwungu ……………………………………………..
46
BAB IV: ANALISIS PELAKSANAAN PEMBAYARAN NISHAB ZAKAT TANAMAN PADI DI DESA KEDUNGWUNGU KECAMATAN TEGOWANU KABUPATEN GROBOGAN. A. Analisis Pelaksanaan Pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi Di Desa Kedungwungu ……………………..………………………..
50
B. Analisis Tinjauan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi di Desa Kedungwungu Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. …..…………………………………..
53
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………………………..
55
B. Saran……………………………………………………………
56
C. Penutup…………………………………………………………
57
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN – LAMPIRAN
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Semua orang, mengharapkan kehidupan dunia dan akhirat yang bahagia. Di dunia, mereka mendambakan hidup yang layak dan berkecukupan. Kebutuhan primer seperti pangan, pakaian dan tempat tinggal dapat terpenuhi. Namun, dalam kenyataannya, karena berbagai hal, banyak dari kita belum mampu merealisasikan hal di atas. Hal ini bisa terjadi karena lapangan pekerjaan yang tersedia, lebih sedikit dari pada stok tenaga kerja aktif, kurangnya skill (ketrampilan) dan bisa juga system yang kurang mendukung masyarakat kebanyakan. Kebahagiaan akhirat jauh lebih mahal dan sulit. Kegagalan mendapatkannya membuat kita sengsara selamanya. Ia tidak bisa diraih dengan harta dan tahta. Ia hanya bisa diraih dengan menggapai ridha Allah SWT;1 dengan bertakwa kepada-Nya. Dalam Islam, ada solusi untuk mendapatkan kemenangan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Salah satu solusi tersebut adalah zakat. Karenanya, kesadaran berzakat hendaklah ditanamkan kepada setiap pribadi muslim, sehingga pada suatu saat, ketika seorang muslim hidup berkecukupan dan telah mencapai nishab, jiwanya tergerak dan terpanggil untuk menunaikan ibadah zakat.2 Zakat dipercaya mampu menjadi instumen untuk meraih
1
. Abdul Rosyad Shiddiq, Syaikh Hasan Ayyub; Fiqh Ibadah, terj, Fiqh Ibadah, Sebuah Pengantar, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2004, hal. Vii. 2 . M. Ali Hasan, Zakat dan Infak; Salah Satu Solusi Mengatasi Problem Sosial di Indonesia, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke-2, 2006, hal. 3 – 4.
1
2
keberhasilan dunia dan kebahagiaan di akhirat.3 Karena zakat memiliki hikmah yang dapat dikategorikan dalam dua dimensi; dimensi vertikal dan dimensi horizontal.4 Satu sisi, zakat menjadi perwujudan ibadah seseorang kepada Allah SWT, sisi lain, juga sebagai bentuk perwujudan dari rasa kepedulian sosial. Bisa dikata, seseorang yang menunaikan ibadah zakat, dapat mempererat hubungannya kepada Allah (hablun min Allah) dan hubungan dengan sesama manusia (hamblun min annas). Dengan demikian, inti zakat adalah pengabdian kepada Allah SWT dan juga pengabdian sosial.5 Sebenarnya, zakat, dengan berbagai nama dan variannya, telah berkembang jauh sebelum Islam ada. Terutama, di kalangan suku yang beragama.6 Dalam Syari‟atnya Nabi Musa misalnya, meski belum lengkap dan hanya dikenakan pada kekayaan yang berupa hewan ternak, zakat sudah dikenal dan diwajibkan. Hewan peliharaan seperti unta, kambing dan sapi wajib dizakati sebesar 10 % dari nishab yang telah ditentukan,7 Bangsa Arab Pra Islam (Jahiliyah) menamakan zakat dengan system shadaqah khusus.8 Sebagaimana yang termaktub dalam al-Quran, Surat AlAn‟am ayat 136:
3
. Abdul Rosyad Shiddiq, Opcit., . Asnaini, Zakat Produktif; dalam Perspektif Hukum Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008, hal. 1. 5 . Ibid. 6 . Ahmad Azhar Basyir, Hukum Zakat, Yogyakarta, Majlis Pustaka PP Muhammadiyah, Cet. Ke-1, 1997, hal. 2 7 . Ibid. 8 . Ibid, hal. 3 4
3
“Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami." Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka9. Amat buruklah ketetapan mereka itu.”10
Shadaqah yang melatarbelakangi kemusyrikan di kalangan Bangsa Arab Jahiliyah tersebut, setelah Islam datang, diubah menjadi shadaqah yang kemudian berubah lagi menjadi zakat. Seperti yang kita ketahui, zakat kemudian diangkat derajatnya oleh Allah SWT menjadi salah satu dari Rukun Islam. Zakat adalah Rukun Islam yang bercorak kemasyarakatan. Yang tujuan akhirnya adalah keadilan dan atau kesejahteraan Sosial. Dalam al-Qur‟an, banyak ayat yang menyebutkan perihal zakat dengan ungkapan yang beranekaragam, yang tak jarang, disertai juga dengan ancaman bagi kita yang mengabaikan kewajiban membayar zakat. Penggalan Surat al-Baqarah Ayat
9
. Menurut yang diriwayatkan bahwa hasil tanaman dan binatang ternak yang mereka peruntukkan bagi Allah, mereka pergunakan untuk memberi makanan orang-orang fakir, orangorang miskin, dan berbagai amal sosial, dan yang diperuntukkan bagi berhala-berhala diberikan kepada penjaga berhala itu. Apa yang disediakan untuk berhala-berhala tidak dapat diberikan kepada fakir miskin, dan amal sosial sedang sebagian yang disediakan untuk Allah (fakir miskin dan amal sosial) dapat diberikan kepada berhala-berhala itu. Kebiasaan yang seperti ini amat dikutuk Allah. 10 . Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta, Departemen Agama RI, 2002. hal.147
4
110 misalnya, menyertakan kewajiban zakat sesudah kewajiban mendirikan Shalat: “Dan dirikanlah Shalat serta tunaikanlah Zakat…11 Surat al-Mu‟minun Ayat 1 – 4 mengajarkan:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orangorang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat,”12
Surat Maryam Ayat 31 menceritakan tentang jawaban Nabi Isa kepada orang – orang Yahudi:
“Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup”13
Demikian juga, Surat Maryam Ayat 55 yang memuji Nabi Ismail, Surat al-Anbiya‟ Ayat 73 menceritakan perihal anak keturunan Nabi Ishaq dan Nabi Ya‟qub AS, Surat al-Hajj Ayat 41 yang memperingatkan pengusiran orang kafir terhadap mukmin dari kampung halaman mereka, padahal jika
11
. Ibid., hal. 18 . Ibid., hal. 343 13 . Ibid., hal. 308 12
5
mereka diberi kekuasaan, akan menegakkan shalat, menunaikan zakat dan lain sebagainya. Surat al-Maidah Ayat 12 dan masih banyak ayat – ayat lain yang menerangkan tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan zakat. Dengan demikian, bisa diambil kesimpulan, bahwa dalam Islam, zakat sangat penting dan mempunyai strata kelas yang cukup tinggi. Ia masuk dalam Rukun Islam yang selalu disebutkan sejajar dengan shalat. Bahkan, dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa mukmin yang mengingkari menunaikan zakat, “dicap” kafir dan yang menentangnya halal darahnya (dibunuh) hingga dia menunaikan kewajiban zakat.14 Salah satu dari lima pondasi yang sangat menentukan kokoh dan tegaknya Agama Islam, zakat belum dilaksanakan dengan baik dan benar, sebagaimana Rukun Islam yang lain, terutama di Negara kita tercinta ini. Padahal, dalam zakat terkandung banyak nilai sosial yang luar biasa, selain juga mampu mensucikan harta kita, zakat mampu membawa kita untuk saling menolong, gotong royong dan menjalin persaudaraan dengan sesama. Zakat mampu menjadi instrumen paling efektif untuk menyatukan umat manusia dalam naungan kecintaan dan kedamaian hidupnya di dunia untuk menggapai kabaikan di akhirat.15 Setiap muslim mempunyai kaitan, ikatan dan hubungan serta kekerabatan dengan saudara–saudaranya. Semua itu menuntut adanya kejujuran, keikhlasan dan pengorbanan. Dengan menunaikan zakat, kita baik langsung maupun tidak, telah membangun tatanan sosial yang baik, 14
. Fiqh al-Sunnah Li al-Syaikh Sayyid Sabiq, Jilid I, hal. 281 . Hikmat Kurnia, Panduan Pintar Zakat; Harta Berkah, Pahala Bertambah, Jakarta, QultumMedia, 2008, hal.viii 15
6
memberikan hak – hak saudara kita yang selama ini tertahan, menegakkan Agama Islam dan menolong saudara kita yang lemah dan membutuhkan. Secara garis besar, zakat dibagi atas dua macam; zakat mal atau zakat harta dan zakat fitrah atau zakat diri. Zakat harta ditunaikan setelah harta yang dimiliki memenuhi syarat yang ditentukan (nishab). Sedang zakat fitrah ditunaikan saat bulan ramadhan, terutama saat akhir bulan. Nishab bisa dikata sebagai sebuah standar yang ditetapkan dan dipakai oleh Islam (hukum syara’) untuk menentukan batas minimal dari sebuah harta yang wajib dizakati. Jika harta tersebut kurang dari nishab yang ditentukan, maka tidak diwajibkan untuk dizakati.16 Dalam Islam, Nishab suatu harta bermacam – macam, satu harta dengan harta lain, kali sering berbeda jumlah dan aturan nishab-nya. Selain telah sampai nishab, Islam juga menentukan macam – macam harta yang wajib dizakati. Zakat Harta – harta tersebut dimasukkan dalam katagori zakat mal. Salah satu jenis zakat mal tersebut adalah zakat tumbuh – tumbuhan. Zakat tumbuh – tumbuhan dibagi menjadi dua; buah – buahan dan biji – bijian (bahan makanan). Dalam hal ini, semua bahan makanan pokok, menginduk (di-qiyas17-kan dengan) gandum. Karena gandum adalah salah satu
16
. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, Semarang, Pustaka Rizki Putra, Cet. Ke-2, Edisi Ke-3, 2010, hal. 33. 17 . Qiyas adalah menganalogikan suatu ketentuan hukum dari suatu kasus yang belum ada ketentuan hukumnya kepada suatu hukum yang ditegaskan dalam nash karena ada persamaan „illat. Lebih jelas lihat Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual; dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, Yogyakarta, kerja sama Pustaka Pelajar dan LSM DAMAR Semarang, 2004, hal. 265. Lihat juga Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, I’lam al-Muwaqqi’in, Juz 1, Beirut, Dar al-Fikr, Hal. 86. Lihat juga Abdul al-Wahab Khallaf, I’lm Ushul al-Fiqh, Jakarta, Maktabah Dar al-Da‟wah al-Islamiyah Syabab al-Azhar, 1990, hal. 52.
7
bahan makanan pokok Bangsa Arab; bangsa di mana Islam lahir dan tumbuh berkembang hingga ke seluruh pelosok dunia. Masyarakat Indonesia tidak menjadikan gandum sebagai bahan makan pokok, karena gandum jarang ditanam di negeri “zamrud khatulistiwa” ini. Negara dengan berpenduduk muslim terbesar di dunia ini lebih memilih padi (beras), jagung, ketela dan sagu sebagai makanan pokok, karena tanaman – tanaman di atas, mudah ditanam di Indonesia dan telah menjadi bahan makanan pokok sejak dahulu kala. Karenannya, zakat tanaman jagung, padi, sagu dan ketela (terutama tanaman padi) disamakan dengan gandum; jika penanamannya memakai sistim pengairan atau irigasi, dimana petani dikenakan biaya tambahan penggunaan air, zakatnya 5 %. Sedang yang tidak diairi (tadah hujan); tidak dikenai biaya penggunaan air, zakatnya sebesar 10%. Sementara untuk nishab, tanaman jagung, padi, sagu dan ketela dizakati jika lebih dari lima (5) sha’.18
18
. Satuan Sha’ Nabawi adalah timbangan resmi yang dipakai Nabi saw. Menurut Imam Syafi‟i dan Ulama Hijaz, satu sha’ sama dengan 4 mud (= 51/3 liter) atau hafanah besar (=2,75 liter atau 2.176 gram). Dengan keyakinan bahwa satu mud = 1 1/3 liter (Iraqi), satu hafanah adalah satu tadah dengan dua tangan. Menurut Abu Hanifah dan Ulama Irak, = 8 liter dengan anggapan bahwa satu mud = 2 liter, berarti setara dengan 3.800 gram. Sumber lain mengatakan bahwa 1 sha’ = 2.751 gram. Sedang menurut Imam Nawawi = 658 Dirham, untuk 1 liter = 128 dan 4 ½ dirham. Menurut Husein Sahata, pasar menganggap bahwa 60 Sha’ =50 Kailah Mesir = 4 Aradib = 1.440 liter = 653 kg. lebih jelas lihat Arif Mufraini, Akuntanasi dan Menajemen Zakat; Mengkomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan, Jakarta, Prenada Media Agroup, 2006, Hal. 81. Hal ini sedikit berbeda dari yang dinyatakan oleh Asnaini dalam bukunya: Zakat Produktif; dalam Perspektif Hukum Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar bekerja sama dengan STAIN Bengkulu, 2008, hal. 38 – 41. Di situ, Asnaini menampilkan tabel yang bersumber Dari Departemen Agama RI Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan, Pengelolaan Zakat, Jakarta, 1999, yang menyatakan bahwa nishab tanaman padi adalah 1.350 Kg saat masih berbentuk gabah, dan 750 Kg ketika sudah menjadi beras. Namun, Kompilasi Hukum Ekonomi Syari‟ah (KHES) menyatakan bahwa nishab zakat tanaman padi adalah 1.481 kg gabah atau 815 kg beras. Lebih jelas lihat: Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES), Jakarta, PPHIMM, Edisi Revisi; XXII, 2009, hal 209.
8
Dan diantara tanaman makanan pokok yang ada, tanaman padi lebih diminati oleh masyarakat Indonesia ketimbang lainnya. Untuk itulah, sebagai makanan pokok, maka jagung, ketela, sagu dan (terutama) padi wajib dizakati. Namun, yang menjadi kendala adalah bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bukanlah sebuah Negara Islam. Karenannya, dalam undang – undang yang berlaku, zakat bukanlah suatu kewajiban. Meski demikian, jika petani yang menanam bahan makanan pokok tersebut adalah seorang muslim, maka dia wajib menunaikan zakat tanaman makanan pokok (tanaman yang mengenyangkan), sesuai yang ditentukan oleh hukum syara’ tentunya. Dengan alasan apapun, di mana pun dia tinggal, zakat tanaman makanan pokok yang telah mencapai nishab adalah wajib. Hal ini harus dimengerti dan disadari oleh setiap muslim. Pertanyaannya adalah, selama ini, apakah setiap muslim (khususnya petani) tahu dan melaksanakan kewajiban zakat tersebut? Jikalau mereka menunaikan zakat tanaman padi, apakah volume atau jumlah zakat yang mereka tunaikan sesuai dengan ketentuan? Berdasarkan hal di atas itulah, penulis tertarik dan bermaksud untuk meneliti penunaian sebuah Sub Zakat Mal / Harta pada sebuah komunitas (desa) yang 100 % warganya beragama Islam. Selama ini, apakah penunaian zakat yang dilakukan oleh komunitas tersebut telah sesuai dengan nishab dan aturan – aturan lain yang telah ditetapkan oleh Syara’ atau belum. Untuk menspesifikasikan permasalahan dan tempat penelitian, penulis mengambil
9
sub zakat tentang penunaian zakat tanaman padi di Desa Kedungwungu Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah. Alasan penulis adalah; Pertama, Mayoritas Masyarakat Desa Kedungwungu adalah petani. Kedua, Hampir semua hasil panen yang mereka dapatkan, telah mencapai nishab. Ketiga, Semua Masyarakat Kedungwungu (100 %) beragama Islam. Dan yang Keempat, Masyarakat Kedungwungu hingga saat ini masih memposisikan para alim ulama‟ (kiai) ditempat yang tinggi. Bicara mereka didengarkan, fatwanya dilaksanakan dan saat masalah mendera, para kiai menjadi tempat curhat sekaligus solusi. Hal ini menjadi kajian yang menarik dan menjadi khasanah kearifan lokal tersendiri Hal ini penting dan sangat perlu untuk diteliti, karena bagi seorang muslim, menunaikan ibadah zakat adalah wajib, ukuran nishab zakat tanaman padi sangat jelas, berdosa jika apabila tidak ditunaikan. Sisi lain, meski mereka menunaikan zakat tanaman padi, namun besarnya zakat yang tunaikan tidak sesuai dengan hukum syara’ maka secara hukum Islam, mereka tetap berdosa dan dapat dikategorikan melanggar perintah agama yang mereka anut (Islam). Berdasarkan itulah yang melatar belakangi penulis melakukan penelitian dengan: “Tinjauan Hukum Islam tentang Pelaksanaan Pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi di Desa Kedungwungu Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan”.
10
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah tersebut di atas, penulis membuat rumusan masalah adalah: 1. Bagaimana tinjauan Hukum Islam tentang pelaksanaan pembayaran kadar Nishab Zakat Tanaman Padi di Desa Kedungwungu Kecamatan Tegowanu di Desa kedungwungu?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan inti, adalah: a.
Untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam tentang pelaksanaan pembayaran
kadar
Nishab
Zakat
Tanaman
Padi
di
Desa
Kedungwungu. 2. Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian ini adalah: a.
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sarana penulis untuk dapat mengetahui tinjauan Hukum Islam tentang pelaksanaan pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi yang ada di Desa Kedungwungu Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan.
b.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi “cermin” bagi pihak yang ingin mengetahui tinjauan Hukum Islam tentang pelaksanaan pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi yang ada di Desa Kedungwungu yang selama ini dilaksanakan, sehingga ke depan,
11
mampu melaksanakan penunaian zakat tanaman padi yang sesuai dengan hukum syara’
D. Telaah Pustaka Penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan pembayaran Nishab Zakat memang bukan untuk yang kali pertama. Sebelumnya pun, juga pernah ada penelitian yang berkaitan dengan hal tersebut. Akan tetapi untuk menghindari terjadinya duplikasi, maka dalam penelitian ini ditekankan pada 2 kajian inti yang menjadi pokok permasalahan, yaitu: Pertama tentang Nishab Zakat dan yang Kedua tentang pelaksanaan pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi menurut hukum Islam. Hasil penelusuran penulis di Perpustakaan Fakultas Syari‟ah, Perpustakaan Digital IAIN Walisongo maupun tempat lain, penulis menemukan banyak skripsi dan buku yang membahas persoalan nishab zakat. Baik yang membahas secara umum (zakat itu sendiri), maupun secara spesifik (ada bahasan tertentu) Namun, penulis belum (tidak) menemukan satupun skripsi yang membahas tentang tinjauan Hukum Islam tentang pelaksanaan pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi di suatu tempat atau daerah. Adapun skripsi dan buku yang berkaitan dengan hal tersebut adalah: 1. Skripsi “Penundaan Penarikan Zakat Binatang Ternak; Analisai Pendapat Umar bin Khatab tentang Penundaan Penarikan Zakat Binatang Ternak Kambing yang Telah Mencapai Nishab”. Skripsi yang disusun oleh Ahmad Munif ini mengulas pendapat khalifah ke-2 Umar
12
bin Khattab ra tentang penundaan zakat hewan meski telah mencapai nishab, akan tetapi yang menjadi acuan bagi penulis adalah penjelasan mengenai ketentuan nishab harta mal. Menurut ketentuan hukum, apabila harta telah mencapai nishab dan haul, maka wajib untuk ditunaikan zakatnya. 2. Skripsi Sururi (2199031). Mahasiswa yang lulus tahun 2004 ini mengulas pendapat Dr. Yusuf Qardhawi tentang nishab zakat mal dengan judul: Rekontruksi Nishab Zakat Mal; Refleksi atas Pemikiran Dr. Yusuf Qardhawi yang mewajibkan setiap muslim tetap menunaikan kewajiban zakat sesuai nishab, meski boleh disesuaikan dengan situasi dan kondisi di mana dia berada. Keputusan tersebut harus tetap mengacu pada nilai-nilai yang terkandung di dalam nash yang menjadi maqashid al-syari’ah. Demi terciptanya keadilan di masyarakat. 3. Buku “Pedoman Zakat” karangan M Hasbi ash-Shiddieqy. Buku ini menjelaskan berbagai permasalah zakat yang komplek termasuk nishab zakat, tidak hanya tanaman, namun juga zakat lainnya, sumber – sumber hukum zakat yang detail dijelaskan dalam buku ini, termasuk system perhitungan dan golongan – golongan yang berhak mendapatkan zakat secara gamblang diurai oleh ulama‟ kelahiran Aceh ini. 4. Buku “Paduan Pintar Zakat” karangan Hikmat Kurnia dan A Hidayat ini mengulas berbagai nishab zakat mal, salah satunya tentang jenis dan nishab tanaman pangan (padi dkk), disertai dengan penjelasan – penjelasan detail nishab dan kadar tanaman, buku ini seakan langsung
13
menterjemahkan zakat dalam sosok contoh riil dan tabel yang membuat teknis penunaian zakat menjadi sangat mudah. Contoh yang dibuat pun sangat rasional dan detail. Buku ini sangat cocok untuk dijadikan panduan oleh muslim yang ingin mempraktekkan penunaian zakat secara serius dan benar. Dari beberapa referensi di atas memang hampir sama dengan pembahasan penulis, yakni mengambil pokok bahasan yang sama tentang nishab zakat. Akan tetapi, pembahasan yang diteliti penulis saat ini adalah ditekankan pada tinjauan Hukum Islam tentang pelaksanaan pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi.
E. Metode penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field Research), yaitu: suatu penelitian yang dilakukan dilingkungan masyarakat tertentu, baik di lembaga-lembaga organisasi masyarakat (social), maupun lembaga pemerintah.19 Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian dengan berkunjung langung ke Desa Kedungwungu sebagai tempat yang dijadikan penelitian. 2. Sumber Data Sebagaimana disebutkan di atas, Karena penelitian ini merupakan penelitian langsung ke lapangan, maka data-data yang dipergunakan lebih 19
Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Cet. Ke-II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 1998, hal. 22
14
merupakan data investigasi yang berbentuk wawancara atau interview. Ada dua macam data yang dipergunakan, yakni data primer dan data sekunder. a. Data primer. Yakni data yang langsung diperoleh atau berasal dari sumber asli atau pertama (primary resources).20 Terkait dengan tema penelitian ini. Data yang dimaksud adalah fakta lapangan tentang tinjauan Hukum Islam, kaitannya dengan pelaksanaan pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi yang ada di Desa Kedungwungu yang selama ini telah ditunaikan oleh masyarakat. b. Data Sekunder Yaitu:
merupakan
sumber
data
yang
tidak
langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya: lewat orang lain atau lewat dokumen.21 Dalam penelitian ini yang menjadi data sekunder antara lain : data monografi desa yang didapat dari Kelurahan Kedungwungu. 3. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, pengumpulan data akan menggunakan teknik sebagai berikut:
20
. M Burhan Bungin, "Metodologi Penelitian Kuantitatif; Komunikasi, Eknomi dan Publik serta Ilmu – Ilmu Sosial lainnya” Jakarta, Kencana, 2004, hal. 122. 21 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Alfabeta, Bandung: 2008, hal.137
15
a. Pengamatan (Observasi) Yaitu: dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena – fenomena yang diselidiki.22 Dalam kaitannya ini penulis mengadakan pengamatan ke lokasi secara langsung, untuk mengetahui bagaimana tinjauan Hukum Islam tentang pelaksanaan pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi yang ada di Desa Kedungwungu. b. Wawancara (Interview). Adalah usaha mengumpulkan informasi dengan menggunakan sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara lisan pula. 23 Alat pengumpul data ini penulis gunakan untuk memperoleh keterangan langsung dari masyarakat,24 baik yang menunaikan zakat25 maupun yang tidak, dengan alasan masing – masing. Juga, untuk mengetahui penilaian masyarakat mengenai dampak positif maupun efek negatif, jangka pendek maupun panjang berbagai macam hal yang berkaitan dengan tinjauan Hukum Islam tentang pelaksanaan pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi yang ada di Desa Kedungwungu. Pendapat dan respon para tokoh agama sangat kami butuhkan untuk meraba, apakah Pelaksanaan Pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi di Desa Kedungwungu selama ini telah sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Syara’ atau tidak (belum). Kemudian, bisakah diusulkan apakah pelaksanaan pembayaran 22
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta: 2007, hal. 70. 23 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995, hal. 100. 24 Masyarakat yang penulis maksud adalah Masyarakat Desa Kedungwungu yang memenuhi syarat untuk menjadi sumber data. 25 . Baik yang sesuai nishab atau pun tidak.
16
Nishab Zakat Tanaman Padi yang ada di Desa Kedungwungu, bisa ditunaikan sesuai dengan Hukum Islam atau tidak. Minimal untuk bisa dicoba untuk dijalankan dalam masyarakat. 4. Metode Analisis Data Setelah data terkumpul langkah selanjutnya adalah menganalisis data dan mengambil kesimpulan dari data yang telah terkumpul. Dalam melakukan analisis data ini, penulis akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah: penelitian yang bertujuan
untuk
membuat deskripsi atau gambaran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki lalu dianalisis.26 Dalam penelitian
ini
penulis
akan
menggambarkan
bagaimana
analisis
pelaksanaan pembayaran nishab zakat tanaman padi di desa kedungwungu jika ditinjau menurut hukum Islam.
F. Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun dan terbagi dalam lima bab. Tujuannya agar skripsi ini mampu memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh tentang tinjauan Hukum Islam pada pelaksanaan pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi yang ada di Desa Kedungwungu. Kelima bab tersebut adalah:
26
Saifudin Azwar, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta: 1998, hal. 128
17
BAB I
Pendahuluan, yang terdiri dari: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
Merupakan Bab yang menjelaskan tentang zakat dan nishab zakat, pengertian zakat, macam zakat, rukun dan syarat wajib zakat, landasan yuridis, perintah pembayaran zakat dan nishab zakat.
BAB III
Berisi tentang pelaksanaan zakat tanaman padi dan pelaksanaan
pembayaran
nishab
zakat
tanaman
padi
di
desa
kedungwungu BAB 1V
Berisi tentang Analisis Tinjauan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi di Desa Kedungwungu, Mengulas tentang Pelaksanaan Pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi Di Desa Kedungwungu
BABV
Adalah penutup yang berisi tentang kesimpulan, saran – saran dan penutup.
BAB II ZAKAT DAN NISHAB ZAKAT
A. Pengertian Zakat. 1. Pengertian Zakat. Zakat, dilihat dari segi bahasa mempunyai banyak arti, ada yang mengartikan zakat sebagai nama‟ (kesuburan), thaharah (kesucian), barakah
(keberkatan),
tazkiyah
tathhier
(mensucikan)
dan
lain
sebagainya.1 Namun secara garis besar, ditinjau dari segi bahasa zakat merupakan bentuk kata dasar (masdar) dari Zakâ yang berarti berkah, tumbuh, bersih atau membersihkan dan baik.2 Beberapa arti di atas memang sesuai dengan arti zakat yang sesungguhnya. Zakat dikatakan berkah, karena zakat akan membuat keberkahan pada harta seseorang yang telah berzakat. 3 Zakat juga dikatakan suci karena dapat mensucikan pemilik harta dari sifat tamak, syirik, kikir dan bakhil yang semua arti itu bermuara pada pembersihan jiwa dan harta orang yang berzakat.4 Menurut istilah pun, menurut beberapa ulama‟, zakat mempunyai banyak pengertian. Al-Syirbini misalnya mengartikan zakat sebagai nama
1
. TM Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, Jakarta, Bulan Bintang, 1953, hal. 24 . Ali Nuruddin, Zakat Sebagai Instrument dalam Kebijakan Fiskal, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2006, hal. 6. 3 . Asnaini, Zakat Produkatif; dalam Perspektif Hukum Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar bekerja sama dengan STAIN Bengkulu, 2008, hal. 23. 4 . Amir Syarifuddin, Garis – Garis Besar Fiqh, Jakarta, Prenada Media, 2003, hal. 37 2
18
19
bagi kadar tertentu bagi harta benda tertentu yang wajib didayagunakan kepada golongan – golongan masyarakat tertentu.5 Ibnu Arabi mengatakan: “Zakat diartikan sebagai sedekah wajib dan sedekah sunnat atau nafkah, hak dan maaf.”6 Ibrahim
„Usman
asy-Sya‟lan
mengartikan
zakat
adalah
memberikan hak milik harta kepada orang yang fakir yang muslim, bukan keturunan Hasyim dan bukan budak yang telah dimerdekakan oleh keturunan Hasyim, dengan syarat terlepasnya manfaat harta yang telah diberikan itu dari pihak semula, dari semua aspek karena Allah.7 Adapun Sayyid Sabiq, mendefinisikan zakat adalah suatu sebutan dari suatu hak Allah yang dikeluarkan seseorang untuk fakir miskin. Dinamakan zakat, karena dengan mengelurkan zakat, terkandung harapan untuk memperoleh berkah, pembersihan jiwa dari sifat kikir bagi orang kaya atau menghilangkan rasa iri orang – orang miskin dan memupuknya dengan berbagai kebajikan.8 Al-Mawardi dalam kitab al-Hawi mengatakan bahwa zakat adalah nama bagi pengambilan tertentu dari harta yang tertentu menurut sifat – sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan yang tertentu. 9 Imam Abu Bakar bin Muhammad al-Husainiy mengartikan zakat adalah suatu nama yang khusus untuk menentukan kadar harta benda yang akan
5
. Asnaini, Op.Cit, hal. 26 . M Abdul Ghoffar, Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, terj, Fiqih Wanita; Edisi Lengkap, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, Cet Ke-23, 2006, hal. 263 7 . Ibid,. 8 . Ibid, hal. 27 9 . TM Hasbi Ash-Shiddieqy, hal. 26. 6
20
diserahkan kepada ashnaf (golongan) tertentu, dengan syarat – syarat (yang tertentu pula).10 Sementara itu beberapa madzab mempunyai definisi yang berbeda tentang zakat. Madzab Hanafi mendefinisikan zakat dengan menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus, yang ditentukan oleh syariat karena Allah.11 Menurut Madzab Syafi‟i, zakat adalah sebuah ungkapan keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus. Sedangkan menurut Madzab Hanbali, zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula, yaitu kelompok yang diisyaratkan dalam al-Qur‟an.12 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syara‟.13 Namun pada umumnya, penulis sepakat dengan pendapat Prof Dr Amir Syarifuddin yang mengartikan zakat sebagai pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang tertentu menurut syarat – syarat yang ditentukan.14
10
. Mahyuddin, Masailul Fiqhiyyah; Berbagai Kasus yang dihadapi Hukum Islam masa kini, Jakarta, Radar Jaya Offset, Cet. Ke-7, 2008, hal. 169-170 11 . Ali Nuruddin, Zakat Sebagai Instrument dalam Kebijakan Fiskal, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2006, hal 6 12 . Ibid, hal. 7 13 . Pusat Bahasa Departemen Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, Edisi Ke-3, Cet. Ke-2, 2002, hal.1279 14 . Amir Syarifuddin, hal 37
21
Dalam al-Qur‟an, kata zakat disebut secara ma‟rifah sebanyak 30 kali. Delapan kali diantaranya terdapat Surat Makiyah dan 22 lainnya terdapat dalam Surat Madaniyyah.15
2. Landasan Yuridis Perintah Pembayaran Zakat Allah SWT memerintahkan kepada seluruh Umat Islam yang memenuhi syarat (kaya, memenuhi nishab dan lain sebagainya) untuk menunaikan zakat. Hal ini wajar, karena Hukum penunaian zakat adalah wajib. Zakat adalah salah satu dari Rukun Islam. Meski demikian, Islam hanya mewajibkan zakat pada harta – harta dalam situasi tertentu saja. Dasar dari perintah penunaian zakat adalah: a. Al-Qur’an Dasar hukum tentang perintah menunaikan zakat, salah satunya adalah firman Allah SWT dalam Surat Baqarah Ayat 110 misalnya, menyertakan kewajiban zakat sesudah kewajiban mendirikan Shalat: “Dan dirikanlah Shalat serta tunaikanlah Zakat…16
Dalam surat yang sama, Allah menegaskan kembali tentang perintah berzakat, tepatnya pada ayat ke – 267:
15
. TM Hasbi Ash-Shiddieqy, hal. 25 . Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Jakarta, Departemen Agama RI, 2002, hal. 343 16
22
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.17
Ayat di atas menerangkan bahwa apa pun usaha yang dijalankan, selama usaha tersebut halal dan telah mencapai nishab (batas minimal) dan haul (satu tahun), dengan menggunakan metode Qiyas,18 maka wajib untuk menunaikan zakat.
b. Hadits. Selain, al-Qur‟an, dasar perintah penunaian zakat adalah Hadits. Salah satunya dari sahabat Ibnu Abbas ra yang menerangkan betapa zakat itu wajib, hingga seorang penguasa (saat itu) diwajibkan untuk
memungut
zakat
dari
orang
–
orang
yang
wajib
mengeluarkannya:
ٍِسّلَمَ تُؤْخَدُ مِنْ اَغّْنَُِا ِئهِمْ فَ ُتسَّدُ ف َ عّلَُْهِ َو َ ُصّلًَ اهلل َ ٍَِعَنِ ابْنُ عَّبَاسِ اَّنَ الّنَّب ) (متفق عّلُه والّلفظ لّلّبخازي.ْفُ َقسَا ِئهِم 17
. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Jakarta, Departemen Agama RI, 2002, hal. 46. 18 . Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual; dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, hal 265.
23
“Dari Ibnu Abbas ra, sesungguhnya Nabi saw bersabda: “Diambil (zakat) dari orang – orang kaya mereka, lalu diberikan kepada orang fakir diantara mereka” (HR. Bukhari).19
Al-Hafidz mengatakan, bahwa dengan hadits di atas, para pemegang otoritas (penguasa) berhak mengelola, menerima dan membagi zakat. Hal ini bisa dilakukan sendiri, maupun orang lain yang dipercaya (badan amil). b. Ijma’ dan Qiyas. Ijma‟ dari segi bahasa berarti cita – cita, rencana dan kesepakatan.20
Secara
istilah,
Ijma‟
diartikan
sebagai
suatu
kesepakatan para ulama‟ atau orang – orang yang susah payah dalam menggali hukum – hukum agama (mujtahid) diantara umat Muhammad saw, sesudah beliau meninggal dalam suatu masa yang tidak ditentukan atau suatu urusan (masalah) diantara masalah – masalah yang diragukan (yang belum ada ketetapannya dalam alQur‟an dan Hadits).21 Para Ulama‟ sepakat, bahwa perintah penunaian / pelaksanaan zakat, wajib adanya, meski, mereka berbeda pendapat tentang ketentuan–ketentuan lain.
19
. Hasbi, Pedoman Zakat, hal. 51. Yang diambil dari kitab Subulul al-Salam Juz Awwal, hal. 120 karangan Imam Muhammad ibn Ismail. 20 . Nazar bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta, PT RajaGrafindo Jaya, 1996, Edisi Ke-1, Cet. Ke-3, hal. 50 21 . Ibid., hal. 51
24
Sedang Qiyas secara bahasa berarti perbandingan.22 Menurut istilah, qiyas adalah mengeluarkan (mengambil) suatu hukum yang serupa dari hukum yang telah disebutkan (belum mempunyai ketetapan) kepada hukum yang telah ada/telah ditetapkan oleh alQur‟an dan Hadits.23 Contoh semisal meng-qiyas-kan wajib zakat padi kepada gandum. Alasannya karena gandum dan padi adalah sama – sama makanan pokok manusia (sama – sama mempunyai efek mengenyangkan). Bisa dikata; Qiyas adalah membandingkan sesuatu kepada yang lain dengan persamaan illat. Seperti contoh di atas; gandum adalah maqis alaih, dapat dimaqis (dinamakan pula furu‟) Hal di atas sangat penting, karena tidak bisa dipungkiri, bahwa kenyataan di Bumi Arab tidak ada padi sebagaimana di Indonesia. Hal ini kemudian yang menjadi perdebatan, apakah padi wajib untuk dizakati atau tidak. Karenanya dalam beberapa hal, para ulama‟ mempunyai kesepakatan bersama tentang buah dan biji–bijian yang wajib zakatnya. Ibnu Abi Laila, Sufyan ats Tsaury dan Ibnul Mubarak sebagai mana yang di kutip oleh Hasbi ash-Shiddieqy sepakat menyatakan: “Tiada wajib zakat pada tumbuh – tumbuhan selain dari empat macam tumbuh–tumbuhan, yaitu; hanthah (gandum), sya‟ir (padi belanda), tamar (korma) dan zabib (anggur kering).24
22
. Ibid, hal. 45 . Ibid. 24 . Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, hal. 124 – 125.
23
25
Ibnul Mundzir dan Ibnu „Abdil Barr sebagaimana di kutip oleh Hasbi ash-Shiddieqy berkata: “Telah berijma‟ para Mujtahidin atas wajib zakat pada: hanthah (gandum), sya‟ir (padi belanda), tamar (korma) dan zabib (anggur kering).25
Al-Manar sebagai mana di kutip Hasbi ash-Shiddieqy berkata: “Yang selain dari empat ini, adalah tempat ber-ikhtiyath dalam mengambil zakatnya dan dalam tidak mengambal zakatnya. Dan yang kuat, tiada diambil zakat pada yang selain dari empat ini.26
Ibnu Hazam sebagai mana yang di kutip oleh Hasbi ashShiddieqy juga berpendapat: “Tiada wajib zakat pada tumbuh – tumbuhan dan biji – bijian yang selain korma, gandum dan syair.”27
Begitu juga dengan ath-Thabrany, al-Hakim, al-Daraquthny dan menurut perkataan al-Baihaqy, Qiyas ini kuat karena berasal dari Hadits Nabi saw yang segala perawinya bisa dipercaya; dari Abu Musa al-Asy‟ary, bahwa Nabi Saw pernah bersabda:
ال تَأْخُدًا فِى الّصَدَقَ ِة َ ،م قَالَ َل ُهمَا.ّي ص َ ِّن الّنَب َ َّي َو َمعَاذٍ أ ِ ِش َعس ْ أل َ َعَنْ اَبِى مُ ْىسَى ا (زواه.ِ وَال َّت َمس،ِ وَالّزَبِيْب،ِ وَالْخِ ّْنطَة،ِّشعِ ْيس َ اَل:ِألزْ َبعَة َ ْال مِنْ هرِهِ اْالَصّْنَافِ ا َ ِا )الطبسانّي والحاكم “Dari Abi Musa al-Asy‟ari dan Mu‟adz ra, sesungguhnya Nabi saw bersabda pada mereka berdua: Janganlah kamu memungut zakat 25
. Hasbi, Ibid., Hal. 124. Lihat Abi Muhammad Abdullah ibn Muhammad ibn Qudaimah, Al-Mughni „Ala Muhtashar Khalqi juz tsani, Beirut, Daarul Kutub al-„Alamiyah, 621 H, hal. 548. 26 . Hasbi, Ibid. 27 . Ibid.
26
(hasil pertanian) itu kecuali dari empat jenis, yaitu gandum, jelai, anggur dan kurma.”28
3. Rukun dan Syarat Wajib Zakat Yang dimaksud dengan rukun zakat adalah unsur – unsur yang terdapat dalam zakat, yaitu; orang yang berzakat, harta yang dizakatkan dan orang yang menerima zakat.29 Masing – masing harta yang wajib dizakati, mempunyai spesifikasi yang berbeda dalam syarat dan rukunnya. Emas misalnya, zakatnya berbeda dengan binatang ternak. Juga, zakat hasil pertanian beda jauh dengan harta perniagaan. Bahkan, dalam satu golongan binatang ternak (semisal kambing), jumlah/kuantitas ternak juga membedakan kewajiban zakat. Meski demikian, Jumhur Ulama‟ sepakat, secara general, bahwa syarat wajib zakat seorang muslim adalah: 1. Merdeka 2. Sampai umur / baligh 3. Berakal 4. Nishab.30 5. Haul, kecuali pada Muasyirat (biji – bijian dan buah – buahan).31
28
. A. Hasan, Terj. Bulughul – Maram, Ibn Hajar al-Asqalani, Bandung, CV Diponegoro, Jilid I, Cet. Ke-14, 1988, hal. 308. 29 . Amir Syafruddin, Garis – Garis Besar Fiqh, hal. 40 30 . Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, Semarang, Pustaka Rizki Putra, Cet. Ke-2, Edisi Ke-3, 2010, hal. 17. 31 . M Iqbal A Gazali, et al, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, terj, Syarat Syarat Wajib Zakat, islamhouse.com, 2010, hal. 3
27
4. Rukun dan Syarat Wajib Perintah Pembayaran Zakat Zakat, secara garis besar terbagi atas dua macam yaitu; 32 Pertama, Zakat Mal (zakat harta), meliputi: a. Zakat binatang ternak b. Zakat profesi c. Emas dan barang berharga lainnya d. Makanan yang mengenyangkan dan sejenisnya e. Buah – buahan f. Harta perniagaan.33 g. Harta rikaz dan barang tambang.34
Kedua, yakni zakat nafs atau zakat fitrah; yakni mengeluarkan 2,5 kg (3,1 liter) dari makanan pokok (yang senilai) yang bersangkutan (setiap orang besar, kecil, tua muda, tuan atau hamba) diberikan kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq), ditunaikan pada bulan ramadhan hingga sebelum pelaksanaan Shalat Idul Fitri. Namun karena tujuan zakat ini adalah untuk membersihkan muslim yang berpuasa, penulis menilai lebih afdhol jika ditunaikan sesudah puasa, yakni saat malam 1 Syawal.
32
. Hasbi, Op.cit, hal. 30 . Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual; dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, Yogyakarta, kerja sama Pustaka Pelajar dan LSM DAMAR Semarang, 2004, hal. 264 34 . Selain enam (6) hal yang diungkapkan oleh Ahmad Rofiq dalam Fiqh Kontekstual, menurut Amir Syarifuddin, ada satu lagi barang yang wajib dizakati, namun tidak disebut guru besar IAIN Walisongo Semarang tersebut, yakni harta rikaz dan barang tambang. Harta rikaz adalah harta yang ditemukan dari dalam perut bumi dan merupakan peninggalan dari ummat sebelumnya yang tidak diketahui secara pasti. Lebih jelas lihat, Amir Syarifuddin, Garis – Garis Besar Fiqh, Jakarta, Prenada Media, 2003, hal.46 33
28
B. Nishab Zakat 1. Arti Nishab Secara bahasa, ada yang mengartikan bahwa nishab berarti keluarga.35 Namun secara istilah, nishab berarti batas minimal harta yang telah terbebani kewajiban zakat.36 Nishab bisa dikata sebagai sebuah standar yang ditetapkan dan dipakai oleh Islam (hukum syara‟) untuk menentukan batas minimal dari sebuah harta yang wajib dizakati. Jika harta tersebut kurang dari nishab yang ditentukan, maka tidak diwajibkan untuk dizakati.37 Dalam Islam, Nishab suatu harta bermacam – macam, satu harta dengan harta lain, kali sering berbeda jumlah dan aturan nishab-nya.
2. Jenis – Jenis Zakat dan Nishab – nya. Zakat, secara garis besar terbagi atas dua macam yaitu: 1. Zakat fitrah atau zakat nafs. Bisa dikata, zakat fitrah atau zakat nafs tidak mempunyai nishab. Karena zakat ini diwajibkan atas semua umat Islam tak terkecuali; besar, kecil, tua muda, kaya atau miskin, tuan atau hamba. Siapapun dia, wajib menunaikan zakat fitrah atau zakat nafs. Zakat Fitrah, adalah mengeluarkan 2,5 kg (3,1 liter) dari makanan pokok (yang senilai) yang bersangkutan (setiap orang) diberikan kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq), ditunaikan pada 35
. Hamid Laonso elt, Hukum Islam Alternative; Solusi Terhadap Masalah Fiqh Komteporer, Jakarta, Restu Ilahi, 2002, hal. 115 36 . Ahmad Azhar Basyir, Hukum Zakat, Yogyakarta, Majelis Pustaka, 1997, hal. 27 37 . Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, Semarang, Pustaka Rizki Putra, Cet. Ke-2, Edisi Ke-3, 2010, hal. 33.
29
bulan ramadhan hingga sebelum pelaksanaan Shalat Idul Fitri. Namun karena tujuan zakat ini adalah untuk membersihkan muslim yang berpuasa, penulis menilai lebih afdhol jika ditunaikan sesudah puasa, yakni saat malam 1 Syawal. 2. Zakat Mal atau zakat harta. Masing – masing harta mempunyai nishab yang berbeda. Namun, pada jenis yang sama (semisal emas dengan perak, sapi dengan kerbau dan lain sebagainya), kebanyakan mempunyai nishab yang sama pula. Zakat mal meliputi: a. Zakat binatang ternak 1. Unta. Dizakati ketika jumlahnya minimal lima (5) ekor. Itu pun zakatnya berupa kambing. Lebih jelas, di bawah ini adalah tabel tentang jumlah unta dan zakatnya:38 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 38
Jumlah Ekor Unta 5 ekor Unta 10 ekor Unta 15 ekor Unta 20 ekor Unta 25 ekor Unta 36 ekor Unta 46 ekor Unta 61 ekor Unta 76 ekor Unta 120 ekor Unta 130 ekor Unta 140 ekor Unta 150 ekor Unta
Jumlah Zakat 1 ekor Kambing 2 ekor Kambing 3 ekor Kambing 4 ekor Kambing 1 ekor Unta binti Makhadh.39 1 ekor Unta binti Labun.40 1 ekor Unta Huqqah.41 1 ekor Unta Jidz‟ah.42 2 ekor Unta binti Labun 3 ekor Unta binti Labun 1 ekor Huqqah dan 2 ekor binti labun.43 2 ekor Huqqah dan 1 ekor binti labun 3 ekor Unta Huqqah
. Ibid., hal. 121 . Adalah unta betina yang berumur 1 tahun masuk tahun kedua, jika tidak ada, boleh diganti dengan unta ibn labun yang jantan. 40 . Adalah unta betina yang berumur 2 tahun masuk tahun ketiga. 41 . Adalah unta yang berumur 3 tahun masuk tahun keempat. 42 . Adalah unta betina yang berumur 4 tahun masuk tahun kelima. 43 . Hal ini berdasarkan ketentuan bahwa tiap 50 ekor unta, zakatnya adalah 1 ekor huqqah dan tiap 40 ekor, zakatnya adalah 1 ekor binti labun. 39
30
14
160 ekor Unta
4 ekor Unta binti labun
2. Sapi dan kerbau. Sapi dan kerbau zakatnya disamakan. Tiap 50 sapi/kerbau, zakatnya adalah 1 ekor sapi/lembu. Jika 100 ekor sapi/kerbau, zakatnya 2 ekor sapi. Demikian seterusnya.44 3. Kambing. Zakat kambing 40 – 120 ekor adalah 1 ekor kambing, 120 – 200 ekor, zakatnya 2 ekor kambing, 200 – 300 ekor, zakatnya adalah 3 ekor kambing, kemudian, tiap 100 ekor, zakatnya 1 ekor kambing.45 b. Zakat profesi. Zakat pada bidang profesi adalah 2,5 %. Sedang nishab-nya di-qiyas-kan dengan emas (85 gram) dan atau 200 dirham perak.46 c. Emas dan barang berharga lainnya. Wajibnya zakat emas dan perak berdasarkan atas penggalan surat at-Taubah ayat 34:
... “… Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (atTaubah/9:34)47 Emas, perak dan benda – benda berharga lainnya wajib dizakati ketika sudah berharga sekitar 200 dirham (biasanya 85 44
. Hasbi, hal. 123. . Ibid., hal. 124 46 . M Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat; Mengkomunikasikan Kesadaran dan Membanganun Jaringan, Jakarta, Kencana, 2006, hal. 75. 47 . Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, hal.247 45
31
gram) dan sudah 1 tahun, zakatnya adalah 2,5 %.48 Sebagian ulama‟ berpendapat bahwa yang dimaksud kewajiban di atas adalah untuk emas, perak dan barang berharga yang dikembangkan / dibuat usaha; artinya menguntungkan si empunya, bukan dalam bentuk perhiasan.49 d. Makanan yang mengenyangkan dan sejenisnya. Seperti gandum, jagung, padi dan ketela, jika penanamannya memakai sistim pengairan atau irigasi, dimana petani dikenakan biaya tambahan penggunaan air, zakatnya 5 %. Sedang yang tidak diairi (tadah hujan); tidak dikenai biaya penggunaan air, zakatnya sebesar 10%. Sementara untuk nishab, tanaman padi dizakati jika lebih dari lima (5) sha‟. e. Buah – buahan. Nishab pada zakat buah – buahan disamakan dengan zakat tanaman yang mengenyangkan (padi dan lain sebagainya), yakni sebesar 5 sha‟50 f. Harta perniagaan. Setelah genap satu tahun, harta perniagaan dihitung dan ditunaikan zakatnya, yakni sebesar 2,5 %.51 Sedangkan nishab-nya, fuqaha sepakat disamakan dengan nishab
48
. Hasbi, Op. cit, hal. 68 . Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, Jakarta, Bulan Bintang, 1987, Hal. 160 50 . M Ali Hasan, Zakat dan Infak; Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial di Indonesia, Jakarta, Kencana, ed. 1 cet ke-2, 2006, Hal. 55 51 . M Abdul Ghoffar, Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, terj, Fiqih Wanita; Edisi Lengkap, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, Cet Ke-23, 2006, hal. 278 49
32
zakat asset keuangan, yaitu setara dengan 85 gram emas atau 200 dirham perak.52 g. Harta rikaz dan barang tambang. Harta rikaz tidak dijelaskan dengan rinci tentang nishab dan haul-nya. Namun untuk harta rikaz, zakatnya sebesar 1/5 atau 20 %.53 Sedang nishab barang tambang disamakan dengan nishab perak dan emas, zakatnya sebesar 2,5 %, kecuali jika barang tambang tersebut sangat besar dan tidak memerlukan biaya operasional, maka, zakatnya adalah 20 %.54
3. Nishab Zakat Tanaman Padi Tanaman padi yang tumbuh subur di Negara kita, tidak dapat hidup atau dikembangkan di Jazirah Arab. Meski demikian, sebagai salah satu makanan pokok (tanaman pangan), posisi tanaman padi sama persis dengan tanaman gandum di Arab yaitu sama–sama berkedudukan sebagai tanaman pangan. Dengan demikian, seperti yang penulis uraikan di atas, tanaman padi wajib dizakati. Zakatnya, baik rukun dan syaratnya sesuai atau sama persis dengan zakat tanaman gandum. Kewajiban zakat atas tanaman pangan atau hasil pertanian secara umum dan tersurat terdapat dalam Firman Allah SWT dalam surat alBaqarah ayat 267 yang telah dikutip sebelumnya. Lebih khusus lagi terdapat dalam surat al-An‟am ayat 141: 52
. M Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat; hal. 60 . Amir Syarifuddin, Garis- Garsi Besar Fiqh, Jakarta, Prenada Media, 2003, hal. 46. 54 . M Arif Mufraini, op.cit, hal. 110 – 111. 53
33
… … “Makanlah dari buahnya (yang macam – macam) itu bila dia berbuah dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)”.55
Di sini diterangkan, walau pun secara umum kewajiban zakat atas harta adalah satu haul, namun untuk hasil pertanian, kewajiban mengeluarkan zakat adalah waktu panen. Dengan demikian, tidak perlu menunggu sampai satu haul.56 Kemudian untuk memperjelas menegaskan kembali tentang kewajiban menunaikan zakat pada tanaman padi, Penulis meng-illat-kan dengan Hadits Rasul saw dari Abu Musa yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Hakim:
َ الَ تَأْخُدًا فًِ الّصَدَقَةِ اِال،م قَالَ َل ُهمَا.ش َعسٌِِ َو َمعَاذٍ أَّنَ الّنَّبٍَِ ص ْ أل َ َعَنْ اَبًِ مُ ْىسًَ ا ٍ ( زواه الطّبسان.ِ وَال َت َمس،ِ وَالّزَبُِْب،ِ وَالْخِ ّْنطَة،ِّشعِ ُْس َ اَل:ِألزْ َبعَة َ ْمِنْ هرِهِ اْالَصّْنَافِ ا )والحاكم “Janganlah kamu memungut zakat (hasil pertanian) itu kecuali dari empat jenis, yaitu gandum, jelai, anggur dan kurma.”57
Padi penulis illat-kan dengan tanaman gandum, dengan demikian, tanaman padi wajib untuk dizakati. Kemudian tentang besar kecilnya jumlah zakat yang harus ditunaikan, Nabi SAW menjelaskan dalam sebuah Haditsnya yang diriwayatkan al-Bukhari dari Abdillah ra: 55
. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Jakarta, Departemen Agama RI, 2002, hal. 46. 56 . Amir Syarifuddin, Garis- Garsi Besar Fiqh, Jakarta, Prenada Media, 2003, hal. 44 57 . Ibid.,
34
َّسمَاءُ وَا ْلعُ ُىّْنُ اَوْ كَاّن َ فِ ُْمَا سَقَتِ ال:َسّلَمَ قَال َ عّلَُْهِ َو َ ُصّلًَ اهلل َ ٍِِعَنْ عَّبْدِ اهللِ عَنِ الّنَّب ) (زواه الّبخازي.ِّشس ْ ّصفُ ا ْل ُع ْ ِّشسُ َومَا سُقٍَِ بِالّنَضْحِ ن ْ ّشسَِاً ا ْل ُع َع َ “Pada hasil pertanian yang diairi dengan hujan atau mata air, kewajiban zakatnya adalah sepersepuluh, sedang yang diairi dengan kincir kewajiban zakatnya adalah seper dua puluh.” (HR Bukhari).58
Penulis meyakini, jika yang dimaksud dengan diairi dengan kincir adalah pada masa itu, adalah sama dengan sawah irigasi pada zaman sekarang, yang mana petani dikenakan biaya tambahan penggunaan air, karenanya, zakatnya hanya 5 %. Sedang yang dimaksud dengan “yang diairi dengan hujan atau mata air” adalah lahan atau sawah tadah hujan; yang tidak dikenai biaya penggunaan air, karenanya, zakatnya sebesar 10%. Sementara untuk nishab, tanaman padi dizakati jika lebih dari lima (5) sha‟
58
. Zainudnin Hamidy Dkk, Terj Sahih Bukhari jilid I, Jakarta, PT Bumirestu, Cet. Ke-13, 1992, hal. 134
BAB III PELAKSANAAN ZAKAT DI DESA KEDUNGWUNGU
A. Profil Desa Kedungwungu Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan – Jawa Tengah 1. Letak dan Kondisi Geografis Desa Kedungwungu Desa
Kedungwungu
terletak
di
wilayah
administratif
Kecamatan Tegowanu, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Desa ini menempati lahan seluas 414 Ha, yang terdiri atas tanah desa atau banda desa seluas 27,430 Ha, tanah yang telah bersertifikat 179 Ha yang terbagi atas 811 buah sertifikat, dan tanah yang belum bersertifikat seluas 207,57 Ha yang terbagi dalam 1.207 petak. Lahan 414 Ha yang ada, 299 Ha digunakan untuk lahan pertanian atau sawah, yang dibagi atas 200 Ha irigasi setengah teknis, 40 Ha irigasi sederhana dan 57 Ha tadah hujan.1 Kemudian 115 Ha dimanfaatkan sebagai jalan, tempat tinggal, makam, pekarangan dan lain sebagainya.2 Sebagaimana kebanyakan desa lain di Kabupaten Grobogan, Desa Kedungwungu beribukota di Dusun Krajan.3 Desa Kedungwungu 1
. Disarikan dari Buku Monografi Desa/Kelurahan Desa Kedunguwungu, Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan, Nomor Kode: 3315182013, Purwodadi, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sispil, 2009, hal. 9. Juga, hasil wawancara dengan Kepala Desa Kedungwungu Bapak Ahmadi pada 12 April 2011. 2 . Ibid., hal. 1 3 . Hampir bisa dipastikan, nama dusun pusat pemerintahan (balai desa) desa di Kabupaten Grobogan berada di Dusun Krajan. Krajan adalah Bahasa Jawa yang berarti kerajaan atau tempat di mana pemerintahan dikendalikan. Lebih jelas lihat: Bappeda dan Badan Pusat Statistik (BPS),
35
36
mempunyai enam dusun; yakni Dusun Tergoso, Dusun Krajan, Dusun Sambeng, Dusun Lobang Lor, Dusun Lobang Tengah dan Dusun Depok. Enam dusun di atas, terbagi atas lima (5) Rukun Warga (RW) dan dua puluh (20) Rukun Tetangga (RT). Karena berpenduduk relatif jarang, Dusun Lobang Tengah dan Dusun Lobang Lor berada dalam satu rukun warga (satu RW). Meski Desa Kedungwungu terdiri atas enam dusun, namun desa ini hanya mempunyai dua kepala dusun (kadus); yakni Kadus Budi Diarno yang membawahi Dusun Tergoso, Dusun Krajan dan Dusun Sambeng. Kemudian Kadus Sri Nuryati yang menjadi Kadus di Dusun Lobang Lor, Dusun Lobang Tengah dan Dusun Depok. Hal ini terjadi karena jumlah penduduk yang relatif sedikit di tiap dusun, ditambah dengan luas tanah bengkok atau banda desa (kekayaan desa) yang terbatas, sehingga belum (tidak) memungkinkan, tiap dusun mempunyai kadus sendiri.4 Di bagian timur, Desa Kedungwungu berbatasan dengan Desa Jatipecaron (Kecamatan Gubug), sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pranten dan Desa Gubug (kedua desa masuk dalam wilayah administratif Kecamatan Gubug), sebelah barat berbatasan dengan Desa Kejawan dan Desa Karang Pasar (kedua desa masuk dalam wilayah administratif Kecamatan Tegowanu) dan sebelah utara
Kabupaten Grobogan Dalam Angka 2004, Purwodadi: Bappeda Kabupaten Groboan dengan BPS Kabupaten Grobogan, 2005. hal. 7 – 14. 4 . Wawancara dengan Kepala Desa Kedungwungu Bapak Ahmadi pada 12 April 2011.
37
berbatasan dengan Desa Pepe, Desa Curug (Kecamatan Tegowanu) dan Desa Tambakan (Kecamatan Gubug).5 Hampir serupa dengan desa – desa lain di Kecamatan Tegowanu, kondisi alam Desa Kedungwungu berada dalam dataran rendah; Hanya terletak pada ketinggian kurang dari 50 M di atas permukaan air laut.6 Curah hujan yang mencapai hingga 1.000 mm/tahun dan suhu udara 22 – 32c, Desa Kedungwungu sangat cocok untuk daerah pertanian.7 Hasil pertanian yang menjadi andalan desa ini adalah beras. Lahan untuk menanam padi seluas 291 Ha (93,32 % dari lahan pertanian) yang kadang diselingi dengan ditanami palawija. Selebihnya, yakni sekitar 8 Ha (2,67 %) ditanami sayur – sayuran dan buah – buahan.8 Tiap panen, rata – rata, padi yang dihasilkan tiap Ha, sawah irigasi setengah teknis mencapai 7 ton, irigasi setengah teknis 6 – 7 ton dan sawah tadah hujan 5 – 6 ton.9 Keseluruhan lahan yang ditanami sayur – sayuran menghasilkan 7 ton dan buah – buahan “hanya” 5 ton.10 Wajar, jika desa ini, beserta desa lain di Tegowanu dan Kabupaten Grobogan pada umumnya, merupakan pemasok utama kebutuhan beras Kota Semarang, selain Kabupaten Demak dan 5
. Buku Monografi Desa/Kelurahan Desa Kedunguwungu, op.cit . Bappeda dan Badan Pusat Statistik (BPS), op.cit 7 . Op.cit 8 . Ibid., hal. 5 9 . Data dari panen pertama tahun 2009 yang diperkuat oleh Bapak Suwardi; Ketua Kelompok Tani Sidounggul; warga Dusun Krajan pada 19 Desember 2010. Pernyataan bapak 4 putra ini diperkuat oleh ketua Kelompok Tani Siduomulyo I Bapak Muh Karno. 10 . Wawancara dengan Ketua Kelompok Tani Sidomulyo I; Bapak Moh Karno; warga Dusun Depok pada 19 Desember 2010 6
38
Kendal.11 Dengan struktur yang demikian, Desa Kedungwungu merupakan desa yang tiang penyangga perekonomiannya berada pada sektor pertanian. Untuk ternak, masyarakat desa membudiyakan secara tradisional. Hewan yang diternakkan terdiri atas sapi, kuda12 dan kambing. Jumlah total hewan ternak sekitar 2.176 ekor.13 Kecamatan Tegowanu sendiri adalah salah satu kecamatan paling barat pada daerah administratif Kabupaten Grobogan. Tepatnya di sebelah barat laut Kabupaten Grobogan dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Demak, karenanya, sebagaimana desa – desa di wilayah Kecamatan Tegowanu, Desa Kedungwungu relatif dekat dengan Kota Semarang. Desa ini “hanya” berjarak 34 KM dari Ibukota Provinsi Jawa Tengah tersebut. Lebih jauh satu KM dari ibukota Kabupaten Grobogan; Kota Purwodadi yang mencapai 33 KM. Sedangkan dengan Ibu Kota Negara; Jakarta, desa ini berjarak 625 KM.14 Kecamatan Tegowanu hampir tidak memiliki pusat kota. Meski kantor kecamatan terletak di Jalan Provinsi, namun relatif sepi dan berpenduduk jarang. Meski demikian, warga Desa Kedungwungu dapat menikmati kota kecil di kecamatan tetangga yang terletak di sebelah tenggara desa, yakni Kecamatan Gubug. Kota Gubug relatif
11
. Diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Tegowanu, Grobogan pada Sabtu, 30 April 2011, Pukul 14.25 WIB. 12 . Untuk usaha Andong 13 . Tidak termasuk ternak ayam kampung. Lebh jelas lihat: Buku Monografi Desa/Kelurahan Desa Kedunguwungu, loc.cit, hal. 11 14 . Ibid, hal. 1
39
ramai dan hanya berjarak 3 KM; 2 KM lebih dekat dari kantor kecamatan tegowanu yang mencapai 5 KM. Di Kota Gubuglah, mayoritas warga desa menjalankan aktivitas ekonominya. Tidak jarang, warga menjual hasil pertanian di Kota Gubug. Bahkan, berbelanja kebutuhan sehari – hari, lebih sering dilakukan di Gubug, dibanding daerah lainnya.
2. Kondisi Demografis Data sensus penduduk 2009 menyebutkan, Jumlah kepala keluarga (KK) warga Desa Kedungwungu sebanyak 872 KK. Sedang penduduk yang mendiami desa paling timur Kecamatan Tegowanu ini berjumlah 3.235 orang, terdiri atas 1.604 perempuan dan 1.631 laki – laki. Dengan demikian, jumlah penduduk laki – laki lebih banyak dibanding dengan kaum hawa, dengan pengelompokan umur sebagai berikut: NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
KELOMPOK UMUR L P JUMLAH 0–4 282 272 554 5–9 257 260 517 10 – 14 135 146 281 15 – 19 154 154 308 20 – 24 159 160 319 25 – 29 144 139 283 30 – 39 136 136 272 40 – 49 141 131 272 50 – 59 125 119 244 60 – 98 87 185 Jumlah Total 1.631 1.604 3.235 Sumber: Kantor Kepala Desa Kedungwungu Kecamatan Tegowanu
40
Pada tahun 2010, terjadi dua puluh satu (21) kelahiran, lima (5) kematian, sebelas (11) warga baru datang dan empat (4) penduduk desa pergi.15 Jumlah penduduk Desa Kedungwungu dengan demikian, meningkat 0,71% dari tahun 2010 lalu dan menjadi 3.258 jiwa, dengan perincian 1.615 perempuan dan 1.643 laki – laki. Jumlah penduduk laki – laki masih lebih banyak dibanding dengan perempuan.16 Kemudian dalam hal pendidikan, dari 3.258 warga, terhitung 1.947 jiwa pernah mengenyam pendidikan umum, kebanyakan SD/sederajat. Pemerintah desa tidak mempunyai data riil tentang jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan di SMU/sederajat dan perguruan tinggi. Begitu juga data tentang anak yang mengenyam pendidikan non formal (pondok pesantren), pemerintah desa juga kesulitan menginventarisir. Hal ini terjadi karena tidak adanya komunikasi dan koordinasi antara masyarakat dan pihak eksekutif. Masyarakat juga menganggap data base bukanlah hal yang penting. Kurangnya Sumber Daya Manusia, menyebabkan pembangunan dan perubahan berjalan evolutif (sangat pelan). Pemerintah desa hanya mempunyai data tentang kelompok pendidikan dari TK/PAUD hingga SMP/sederajat saja, itu pun terjadi akhir – akhir ini. Masing – masing untuk TK/PAUD sebanyak 279 siswa, SD/sederajat 335 siswa dan SMP/sederajat sebanyak 487 siswa.
15
. Datang dan perginya penduduk dikarenakan pernikahan dengan daerah lain. . Data di dapat langsung dari Pemerintah Desa pada 5 April 2011 saat penulis silaturahmi ke Balai Desa Kedungwungu. 16
41
Penduduk Desa Kedungwungu bersifat homogen, karena semua penduduk desa berasal dari Suku Jawa. Mayoritas bahkan masih mempunyai hubungan famili atau masih sanak keluarga. Dalam kehidupan
beragama
pun,
Masyarakat
Kedungwungu
bersifat
homogen, yakni 100 % penduduknya beragama Islam. Terdapat dua (2) masjid dan tujuh belas (17) surau (mushola) untuk tempat beribadah dan kegiatan keagamaan lainnya masyarakat. Selain itu terdapat juga satu pondok pesantren salafiyyah dan satu madrasah dinniyah. Kegiatan keagamaan, masih kental nuansa tradisionalisnya yang dalam hal ini didominasi oleh aliran ahlul al-sunnah wa aljamaah al-Syafi’iyyah yakni Nahdlatul Ulama (NU). Ada beberapa muslim yang menganut ideologi modern yang diwakili oleh organisasi Muhammadiyah, namun kuantitasnya sangat kecil dan minoritas. Lembaga sosial keagamaan lain seperti LDII, MTA dan lain sebagainya belum menjamah desa ini. Terdapat aliran Thariqah Qodiriyah al-Naqsabandiyah yang memperkuat status NU di masyarakat, Selain itu, ada pula jama’ah tahlilan, jama’ah manaqib, jama’ah diba’an (barzanji, maulid Nabi saw), jama’ah yasinan dan lain sebagainya yang merupakan bentuk riil kehidupan keberagamaan masyarakat Desa Kedungwungu.17
17
. Wawancara dengan Bapak Sukardi; tokoh agama dari Dusun Tergoso pada 17 April
2011.
42
Tercatat, ada enam (6) majlis ta’lim yang tersebar di tengah masyarakat, dua (2) majlis masjid dan dua (2) majlis remaja masjid. Artinya, tiap dusun ada satu majlis ta’lim.18 Dalam pelaksanaan aktivitas keagamaan, Masyarakat Desa Kedungwungu cenderung memperhatikan kebiasan – kebiasaan yang berlaku (adat - istiadat). Hal ini karena pengaruh ajaran NU yang berkelindan dengan kepercayaan lokal (kejawen). Kehidupan sosial politik masyarakat, dipercayakan pada partai – partai yang melambangkan kaum santri, priyayi dan abangan.19 Tiga besar perolehan suara pada Pemilu Legislatif 2009 menunjukkan gejala tersebut. Kaum santri masih dominan dengan PKB-nya diurutan pertama yang mencapai 250 suara. Disusul posisi kedua oleh Golkar dengan 204 suara dan posisi ketiga direbut PDI Perjuangan dengan 176 suara.20 Uraian di atas menunjukkan, pertanian berperan sangat besar bagi kehidupan Masyarakat Kedungwungu. Di desa ini belum ada satu pun home industry, tidak kurang dari 528 penduduk yang menyatakan
18
. Wawancara dengan Sekretaris Desa; Bapak Joko Suhardi pada 15 April 2011. . Sebagaimana yang dikemukakan oleh Pujiyanto; Mahasiswa IAIN Walisongo Angkatan 2001 Fakultas Syari’ah Jurusan Siyasah Jinayah dalam skripsinya Diversifikasi Pilihan Politik Kiai dalam Pilkada Langsung di Kabupaten Grobogan Tahun 2006, 2008, hlm. 98, (skripsi tidak diterbitkan). Dalam skripsi yang mengulas kemenangan aliansi “kaum santri dan priyayi” Bambang – Icek, atas kaum “abangan dan santri” yang diprentasikan lewat sosok Agus – Bowo tersebut, G-penk, begitu mantan Presiden Ikatan Mahasiswa Purwodadi Grobogan (IMPG) ini disebut, membagi pandangan politik masyarakat grobogan menjadi tiga bagian; priyayi diwakili oleh Golkar, PKB merepresentasikan mayoritas kaum santri, dan kaum abangan berada dalam naungan si banteng bermoncong putih PDI Perjuangan. Lebih jelas lihat: Pujiyanto, dalam skripsi Diversifikasi Pilihan Politik Kiai dalam Pilkada Langsung di Kabupaten Grobogan Tahun 2006, Perpustakaan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2008 (skripsi tidak diterbitkan). 20 . Buku Monografi Desa/Kelurahan Desa Kedunguwungu, loc.cit, hal. 3 19
43
diri sebagai petani. Disusul kemudian karyawan atau buruh sebanyak 79 orang, bidang pertukangan tradisional digeluti oleh 78 warga,21 wiraswasta 31 orang, PNS 22 orang, TNI/POLRI 16 warga, jasa 12 orang, pensiunan 5 orang dan sisanya kerja serabutan dan pengangguran.22 Laiknya daerah lain di ”Bumi Bersemi” Grobogan, lapangan pekerjaan di Desa Kedungwungu sangat sedikit, tidak menentu dan tidak (belum) bisa menampung jumlah tenaga kerja aktif. Masyarakat yang sebagian besar petani, banyak yang memanfaatkan waktu luang (saat menunggu panen dll) dengan merantau ke kota untuk menambah penghasilan. Sebagian besar menjadi buruh kasar (bangunan), tukang becak, penjual "makanan malam" (nasi goreng, bakmi dll). Sebagian lagi menggantungkan masa depannya dengan menjadi TKI atau TKW. Para pemuda yang tidak tertampung (tidak mendapatkan pekerjaan), memilih untuk merantau ke kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang dan kota lainnya. Jalan yang rusak menjadi alasan lain kenapa banyak Penduduk”tidak betah” di rumah.23
21
. Diantara 79 tukang tersebut, 27 diantaranya nyambi bertani kecil – kecilan. Hal ini dibuktikan dengan keikutsertaan mereka dalam organisasi kelompok tani desa. Jadi meraka bisa disebut petani juga, meski demikian, mereka lebih suka disebut sebagai tukang dari pada petani. Hasil wawancara dengan Kepala Desa Kedungwungu Bapak Ahmadi. Dengan demikian, jika dijumlah dan dilihat dari data kelompok tani, maka jumlah petani di Desa Kedungwung tidak berjumlah 528, namun berjumlah 556 orang anggota. 22 Ibid, hal. 11. 23 . Disarikan dari hasil Wawancara dengan beberapa warga; Ibu Siti Masri’ah warga Dusun Lobang Tengah, Bapak Maswan (Kaur Pembangunan Desa), Bapak Son Haji; warga Dusun Depok dan lain sebagainya.
44
B. Pelaksanaan Zakat Tanaman Padi di Desa Kedungwungu Mayoritas
penduduk
Desa
Kedungwungu
menggantungkan
hidupnya pada sektor pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani di satu sisi, dan kehidupan sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang homogen, primordial dan evolutif di sisi lain, membentuk model hubungan sosial yang khas pedesaan tradisionalis yang bercorak Islamis – Jawa Abangan. Hukum adat masih sangat berlaku, paradigma yang dipakai lebih cenderung subyektif persepsional.24 Meski hukum positif telah berlaku dengan baik, namun hukum adat masih menjadi pertimbangan mayoritas masyarakat yang hendak melanggar norma – norma, baik hukum, sosial atau adat. Disamping itu, banyaknya penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan membuat corak kehidupan yang khas di kalangan tertentu. Kurangnya SDM, pemahaman agama yang “kurang” menambah kompleksitas yang lain.25 Desa Kedungwungu, sebagai sebuah komunitas yang 100% warganya beragama Islam, sedikit banyak, masyarakatnya melakukan amalan bercorak ubudiyah. Salah satunya adalah zakat; terutama zakat pertanian yang menjadi sektor terpenting dan utama dalam masyarakat. Dalam Islam, menunaikan zakat pertanian yang telah mencapai nishab (batasan tertentu), terutama tanaman padi yang menjadi andalan warga
24
. Disarikan dari wawancara dengan KH Iskandar; warga Dusun Lobang Tengah; salah satu tokoh agama di desa Kedungwungu pada 29 Desember 2010. 25 . Seakan mengamini KH Iskandar, salah satu tokoh masyarakat dari Dusun Krajan, Mbah Suprapto mengungkapkan panjang lebar tentang kharakter Desa Kedungwungu.
45
desa, adalah fardhu ‘ain alias wajib,26 karenanya, banyak warga yang menunaikan zakat tanaman padi. Namun, pada kenyataannya, selama ini yang terjadi adalah bahwa penunaian zakat, kali sering tidak (belum) sesuai dengan Nishab. Ini kemudian yang menjadi masalah. Banyak masyarakat dalam menunaikan zakat tanaman, disesuaikan dengan pengetahuan masing – masing individu. Hal ini yang kemudian pada 1997 lalu, pemerintah desa lewat kepala desa saat itu Ali Rahmat mencoba membentuk Badan Amil Zakat, Infak dan Shadaqah (BAZIS) tingkat desa. Namun, kurangnya SDM dan pengelolaan yang baik, BAZIS yang baru kali pertama didirikan dalam sejarah desa ini, hanya bertahan satu tahun (dua kali panen).27 Hingga kini, masyarakat yang hendak menunaikan zakat tanaman padi, sesuai dengan situasi dan keinginan hati mereka.28 Artinya kemudian, saat ini, pengetahuan dan keimanan mereka menjadi standar paling menentukan dari sedikit banyaknya penunaian tersebut. Hal ini kemudian berevolusi menjadi semacam kearifan local (local wisdom) dalam penunaian zakatnya. Masyarakat kebanyakan pun, terutama kaum wanita, mempunyai cara tersendiri untuk mendapatkan jatah zakat yang
26
. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, Semarang, Pustaka Rizki Putra, Cet. Ke-2, Edisi Ke-3, 2010, Hal. 41 27 . Wawancara dengan mantan kepala Desa Kedungwungu Bapak H Ali Rahmat pada 21 April 2011. 28 . Disarikan dari wawancara dengan Bapak Suyono warga Dusun Lobang Tengah pada 16 April 2011. Hal ini juga dikuatkan oleh beberapa warga yang penulis temui, antara lain Ibu Sugimah warga Dusun Tergoso pada 20 April 2011, Ibu Darseh; warga Dusun Depok pada 22 April 2011, Bapak Purnomo warga Dusun Lobang Lor pada 25 April 2011.
46
mereka yakini menjadi hak mereka. Hal ini kemudian menjadi sebuah tradisi tersendiri dalam masyarakat desa yang unik menarik.29
C. Pelaksanaan Pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi Di Desa Kedungwungu Berbeda dengan zakat binatang ternak yang ada batasan waktu (haul; biasanya satu tahun), zakat tanaman padi tidak memiliki haul satu tahun, karena pertumbuhan harta telah sempurna pada saat panen tiba.30 Sedang untuk nishab, tanaman padi wajib dizakati jika hasil panen telah mencapai lebih dari lima (5) sha’. Data dan fakta yang Penulis dapatkan saat melakukan penelitian di Desa Kedungwungu menunjukkan, bahwa pelaksanaan
pembayaran
nishab
zakat
tanaman
padi
di
Desa
Kedungwungu, banyak yang belum (tidak) sesuai dengan hukum Syara’. Lebih jelas, di bawah ini adalah tabel tentang Pelaksanaan Pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi Di Desa Kedungwungu yang penulis dapatkan di lapangan, saat penulis melakukan investigasi dan wawancara dengan 55 warga desa:
29
. Wawancara dengan K Hasan; salah satu tokoh agama dan petani dari Dusun Sambeng yang mempunyai lahan cukup luas, mencapai 2,55 Ha. Pada 13 April 2011. 30 . Hikmat Kurnia dkk, Panduan Pintar Zakat, Jakarta, QultumMedia, 2008, hal. 226
47
No 1
Pelaksanaan Zakat Padi Sesuai dengan nishab
Volume
Keterangan
13 penunaian zakat dilaksanakan sesuai dengan hukum syara’ berapapun hasil panen 2 Sesuai tingkat 15 Para petani memang keimanan menunaikan zakat, petani saat itu namun kuantitas zakat yang ditunaikan kali sering tidak sesuai dengan ketentuan syara’ 3 Sesuai situasi 23 Mayoritas, jika gagal hasil panen panen atau rugi, banyak diantara mereka yang tidak menunaikan zakat 4 Enggan 4 Merasa bahwa zakat menunaikan bukan kewajiban zakat mereka, namun kewajiban orang yang mampu. Jumlah Total 55 – Hasil wawancara dari berbagai sumber
Prosentase 23, 63 %
27, 27 %
41, 81 %
7, 27 %
100 %
Pada kolom No 1, menunjukkan petani yang menunaikan zakat sesuai dengan kadar dan nishab, sedang pada No 2 – 4, adalah data penunaian yang tidak sesuai dengan kadar nishab zakat tanaman padi yang telah ditentukan Syara’. Prosentase petani yang menunaikan kadar zakat sesuai hukum syara’/nishab “hanya” 23, 63 %. Sementara 27, 27 % lebih mengutamakan keadaan atau tingkat iman mereka saat itu. Mereka tetap melaksanakan penunaian zakat, namun kadarnya kurang dari aturan (nishab) yang telah ditentukan oleh syara’, kemudian yang 41, 81 % lebih mengutamakan situasi panen yang terjadi. Mereka juga tetap menunaikan zakat, namun kadarnya juga kurang dari ketentuan. Kemudian yang selanjutnya ada 7,27 % petani menyatakan diri enggan menunaikan zakat.
48
Para kiai setempat, atas kesadaran sendiri dan secara intuitif, terutama saat musim panen tiba, berkali – kali menyampaikan betapa penting dan wajibnya menunaikan ibadah zakat sesuai dengan syara’, baik untuk
diri
si
penunai,
maupun masyarakat
fakir miskin
yang
membutuhkan. Banyak tokoh agama yang telah mengupayakan dalam berbagai kesempatan, termasuk memberi contoh bil khal (dengan tindakan nyata) dalam melaksanakan salah satu rukun Islam tersebut.31 Pemerintah desa, melalui kepala desa baru yang kini dijabat Ahmadi (yang merupakan lulusan pondok pesantren) sudah punya rencana untuk kembali mendirikan BAZIS. Di sisi lain, masyarakat, terutama yang mempunyai pengetahuan agama, keimanan kuat dan mampu secara ekonomi, pada dasarnya sepakat untuk menunaikan zakat sesuai dengan Nishab, namun, terkadang, karena situasi dan kondisi di lapangan, banyak dari mereka berfikir dua kali untuk menerapkannya. Hal ini juga dipertajam dengan kelompok yang dengan berbagai alasan, enggan membayar zakat.32 Mereka membangun berbagai
31
. Wawancara dengan Bapak Solichin; salah satu guru madrasah yang dituakan di Desa Kedungwungu pada 12 April 2011, juga hasil wawancara penulis dengan kades Ahmadi pada 15 April 2011. Ahmadi menjelaskan bahwa dia masih ragu untuk mendirikan BAZIS karena dibayang – bayangi oleh kegagalan pendahulunya. Ahmadi masih menunggu perintah dari pemerintah kecamatan atau kabupaten. Atau jika pemerintah tidak memberi perintah, himbauan atau semacamnya, Ahmadi berharap mendapatkan legalitas, baik berupa surat himbauan atau perintah atau semacamnya dari instansi terkait, dalam hal ini adalah Departemen Agama (DEPAG), minimal dari DEPAG Kecamatan. Tanpa surat legalitas, Kades muda ini tidak mempunyai keberanian untuk mendirikan dan mengoperasionalkan BAZIS. Mungkin terkesan ironis, namun itulah kenyataan yang terjadi 32 . Ada beberapa warga yang tidak mau disebut namanya, dengan terang – terangan menolak membayar zakat (meski saat ditanya jika ada BAZIS yang dikelola secara professional, mereka tidak menolaknya), mereka melihat, bahwa membayar (bukan menunaikan) zakat itu
49
argumen rasional untuk membenarkan keengganan mereka dalam menunaikan zakat tanaman padi yang mereka ketahui wajib mereka tunaikan.
diwajibkan hanya untuk orang – orang yang kaya dan mandiri secara ekonomi. Namun bagi petani yang miskin seperti mereka (kebanyakan dari mereka menyebut mereka miskin dan layak tidak membayar zakat), membayar zakat tidak wajib, namun sunnah.
BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBAYARAN NISHAB ZAKAT TANAMAN PADI DI DESA KEDUNGWUNGU KECAMATAN TEGOWANU KABUPATEN GROBOGAN.
A. Analisis Pelaksanaan Pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi Di Desa Kedungwungu. Sebelum menganalisa, perlu diketahui, bahwa tanaman padi tidak disebut dalam al-Qur’an. Padi masuk dalam katagori hasil tanaman yang wajib dizakati, karena di-qiyas-kan dengan gandum; sama – sama tumbuhan yang mengenyangkan atau bahan makanan pokok. Dengan demikian, wajib zakat kedua bahan makanan pokok ini sama, yakni 10 % untuk lahan tadah hujan, dan 5 % untuk lahan irigasi. Wajib zakat (seperti juga untuk tanaman padi) adalah hak yang telah ditentukan oleh syara’.1 Zakat diberlakukan bertujuan untuk membersihkan harta yang dimiliki, selain juga untuk menguji keimanan seorang muslim atas perintah (kewajiban) yang “dibebankan” oleh Allah SWT kepadanya. Seorang muzakki, bisa memanfaatkan wajib zakat sebagai bentuk dari rasa syukur atas nikmat dan karunia yang diberikan Allah kepadanya. Selain dua hal di atas, zakat juga mampu dijadikan sebagai instrument oleh muzakki untuk menjalin hubungan sosial yang harmonis dengan sesama. Dia bisa berbagi rizki, kenikmatan dan kebahagiaan dengan para tetangga, 1
. Muhammad Abqary Abdullah Karim, Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’ly, terj, Ekonomi Zakat; Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Sya’riah, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2006, Hal. 4
50
51
terutama yang kekurangan dan butuh pertolongan. Dengan melaksanakan zakat, harta yang dimiliki pun bisa lebih aman, karena para tetangga secara tidak langsung juga akan membantu menjaganya. Pendek kata, orang suka berzakat, mempunyai kualitas berteman dan tetangga sangat baik dan terbuka lebar untuk diterima di lingkungan sosialnya. Meski demikian, tidak jarang, apa yang diingikan berbanding 1800 dengan kenyataan. Kondisi ekonomi yang pas – pasan ditambah kebutuhan hidup yang luar biasa banyaknya, membuat seseorang yang hendak menunaikan zakat, kembali berfikir berpikir ulang. Hal ini juga terjadi dalam kehidupan para petani di Desa Kedungwungu – Tegowanu Grobogan. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan, pelaksanaan pembayaran nishab zakat tanaman padi di Desa Kedungwungu yang sesuai dengan hukum syara’ ternyata hanya dilaksanakan oleh 23, 63 % dari 547 petani yang ada. Sementara 76, 37 % petani yang lain, terbagi menjadi tiga golongan yang berbeda; 27, 27 % petani lebih mengutamakan dan mengedepankan keadaan atau tingkat iman dan perasaan mereka saat itu. Jika lagi senang dan bahagia (meski tidak berhubungan dengan panen), mereka tidak segan untuk menunaikan zakat tanaman padi sesuai dengan hukum syara’, kemudian yang 41, 81 % lebih mengutamakan situasi panen yang terjadi; hasil panen yang mereka dapatkan, menguntungkan mereka ataukah merugikan. Jika panen menguntungkan, kesempatan petani untuk menunaikan zakat tanaman padi sesuai nishab kemungkinan
52
besar terpenuhi, namun bila keuntungan kecil atau merugi, mereka menunaikan zakat ala kadarnya. Dua golongan terakhir ini tetap melaksanakan pembayaran zakat tanaman padi, namun jumlah zakat yang mereka keluarkan tidak sesuai kadar nishab sebesar 10 atau 5 % seperti yang telah ditetapkan hukum syara’, meski saat diwawancarai, mereka sebenarnya hendak menunaikan zakat sesuai dengan kadar nishab, namun, keadaan yang serba kekurangm membuat mereka menunaikan zakat ala kadarnya. sedang satu golongan lainnya yang berjumlah sekitar 7,27 % dari petani, menyatakan diri enggan menunaikan zakat. Meski mereka tau bahwa menunaikan zakat tanaman padi hukumnya wajib. Faktor dan alasan yang membuat petani membayar zakat kurang dari kadar nishab dan yang enggan menunaikan zakat adalah: 1. Padi yang dihasilkan digunakan untuk membayar utang atau kebutuhan lain yang sebelumnya telah mereka rancang. 2. Bagaimana hendak dizakati, padi hasil panen masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. 3. Dari awal sudah tidak ada keinginan untuk menunaikan zakat, karena merasa padi yang ditanam mutlak untuk dimiliki sendiri, karena selama ini, merekalah yang banting tulang menanam, merawat dan memanen.
53
B. Analisis Tinjauan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi di Desa Kedungwungu Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. Pelaksanaan Pembayaran Nishab Zakat Tanaman Padi di Desa Kedungwungu Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan Ditinjau dari perspektif Hukum Islam bisa dibilang memprihatinkan. Hanya dilakukan oleh sekitar 23, 63 % dari petani yang ada. Artinya, sekitar 76, 37 % petani menyalahi aturan/ketentuan yang telah ditetapkan oleh Islam. Allah SWT mewajibkan zakat bukan untuk sekedar mensucikan diri si wajib zakat, atau sekadar meningkatkan rasa belas kasih terhadap sesama manusia, akan tetapi lebih dari itu, bahwa Allah menginginkan agar antarmuslim bisa hidup saling tolong menolong, mempunyai rasa solidaritas sosial yang tinggi dan nantinya suatu saat mampu membangun suatu bangunan kebersamaan yang kuat antarmereka. Dengan zakat, kita belajar mensucikan jiwa kita dan teman kita. Seorang muslim dianggap dosa jika dia enggan menunaikan zakat.2 Karena dengan tidak melaksanakan kewajiban zakat, dia bisa dianggap mengingkari kehidupan di dunia dan diakhirat. Karena tujuan zakat adalah menata hubungan vertikal (dengan Allah SWT) dan horizontal sekaligus. Secara vertical, dia mengakui sebagai kewajiban sekaligus wujud ketaqwaan sekaligus rasa sukur seorang hamba kepada Tuhannya atas nikmat yang dilimpahkan kepadanya. Disamping juga sebagai instrument 2
. Nor Hasanuddin, terj, Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah, Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2004,
hal. 506
54
untuk membersihkan dan mensucikan diri dan harta yang diberikan kepadanya. Dalam kontek ini, zakat bertujuan untuk menata hubungan seorang hamba dengan Tuhannya. Sedangkan secara horizontal, zakat bertujuan mewujudkan rasa keadilan sosial dan kasih sayang diantara pihak yang memberi dan diberi. Dampaknya, mampu memperkecil problem dan kesenjangan sosial serta ekonomi masyarakat (umat). Dalam konteks ini, zakat diharap mampu mewujudkan pemerataan dan keadilan sosial diantara sesama manusia. Di sini, kepekaan dan kepatuhan Warga Kedungwungu terkait dengan agama mereka perlu dipertanyakan. Hal ini bisa karena banyak hal, yang pertama, situasi ekonomi yang sangat tidak mendukung zakatisasi yang ada dalam diri petani. Satu sisi, petani hanya mengandalkan hasil tanaman yang ditanam dengan sesekali, bagi yang nyambi beternak, bisa menjual ternaknya untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Kedua, perkembangan zaman yang pesat, membuat nalar mereka sedikit banyak berubah. Hidup gotong royong, saling menghargai, kesetiakawanan, nampaknya mulai tergerus oleh globalisasi dan individualime yang kini juga melanda mereka. Salah satu dampaknya pada masyarakat Kedungwungu adalah sebagian hasil panen yang seharusnya mereka gunakan untuk membayar zakat, mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan lain. Hal ini rupanya berperan cukup signifikan.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian di atas, berdasar pada data di lapangan dan hasil analisis penulis, kiranya penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: Masyarakat Desa Kedungwungu, mengetahui bahwa menunaikan Zakat Tanaman Padi sesuai dengan kadar Nishab, hukum-nya fardhu ‘ain. Namun dalam pelaksanaan pembayaran zakat tanaman padi, hanya 23, 63 % dari masyarakat tani yang menunaikan kewajiban zakat tanaman padi sesuai dengan kadar nishab yang telah ditentukan syara’. Sedang yang lainnya tidak sesuai kadar nishab, dengan alasan sebagai berikut; Pertama, 27, 27 % petani, menunaikan zakat sesuai dengan tingkat keimanan mereka (termasuk suasan hati dan perasaan) saat panen. Kedua, 41, 81 % petani, menunaikan zakat dengan melihat hasil panen. Dan Ketiga, 7, 27 % petani enggan menunaikan zakat. Dengan demikian, meski mereka paham kewajiban zakat dan ingin menunaikan sesuai dengan nishab, namun dalam kenyataannya, tingkat keimanan masyarakat Kedungwungu memprihatinkan. Bahwa dengan predikat 100 % warga beragama Islam, mereka hanya menyisakan 23, 63 % warga yang melaksanakan pembayaran nishab zakat tanaman padi sesuai dengan kadar yang ditentukan hukum syara’
55
56
B. Saran Ada beberapa saran dari penulis yang mungkin bisa dijadikan referensi bagi kita yang berkepentingan atau minimal yang hendak intens dengan pemenuhan zakat sesuai hukum syara’, khususnya zakat tanaman, lebih khusus lagi zakat tanaman padi: Sebagai seorang muslim, kita harus meyakini dengan seyakin – yakinnya bahwa penunaian zakat tanaman, khususnya padi yang telah sampai nishab, adalah fardhu ‘ain alias wajib. Di sinilah, sebagai bagian tak terpisahkan dari makhluk sosial, kepekaan dan kepedulian sosial kita diuji oleh agama. Termasuk juga keimanan kita. Allah SWT pasti mempunyai rahasia dibalik kewajiban – kewajiban yang dibebankan kepada kita. Tugas kita adalah melaksanakan kewajiban tersebut sembari menikmati prosesnya dan mencari hikmah di balik kewajiban agama tersebut, terkhusus tentang penunaian zakat tanaman padi. Di sinilah, rahasia agama perlahan namun pasti, akan terkuak. Dan berbahagialah muslim yang mampu menikmati proses ketaqwaan ini. Selain meyakini, alangkah baiknya jika kita juga mempelajari dengan seksama tentang aturan – aturan yang mengelilingi kewajiban tersebut. Jangan sampai kita salah langkah, yang berdampak pada terhambatnya keikhlasan kita dalam melaksanakan kewajiban tersebut, terutama tentang masalah penunaian zakat. Bukankah Allah SWT memerintahkan kita untuk terus mencari dan menggali ilmu dari kita kecil hingga meninggal dunia?. Nah (sekali lagi), sebagai seorang
57
hamba sekaligus khalifah, sudah menjadi tugas kita untuk belajar dan mengamalkan ilmu kita.
C. Penutup. Tidak lupa dengan mengucap segala puja dan puji syukur kepada Sang Hyang Maha Sempurna atas segala karunia, rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya, Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tuntas. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat penulis saji dan persembahkan. Meski demikian, Penulis meyakini, skripsi ini masih jauh dari kata memadai. Karenanya, kritik yang bersifat membangun, penulis harapkan dari berbagai pihak, hingga karya ini bisa menjadi lebih baik dan berguna. Demikian, skripsi ini penulis susun dan buat, semoga apa yang penulis lakukan ini bermanfaat, tidak hanya untuk penulis secara pribadi, tetapi juga kepada para pembaca skripsi ini. Amin. Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarokaatuh
DAFTAR PUSTAKA -
Al-Jauziyah, Ibn al-Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in, Juz 1, Beirut, Dar al-Fikr
-
Ash-Shiddieqy, Hasbi, Pedoman Zakat, Semarang, Pustaka Rizki Putra, Cet. Ke-2, Edisi Ke-3, 2010.
-
Ash-Shiddieqy, TM Hasbi, Pedoman Zakat, Jakarta, Bulan Bintang, 1953
-
Asnaini, Zakat Produktif; dalam Perspektif Hukum Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008.
-
Azwar , Saifudin, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta: 1998,
-
Bakry, Nazar, Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta, PT RajaGrafindo Jaya, Edisi Ke1, Cet. Ke-3, 1996.
-
-----------------, Bappeda dan Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Grobogan Dalam Angka 2004, Purwodadi: Bappeda Kabupaten Groboan dengan BPS Kabupaten Grobogan, 2005.
-
Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Zakat, Yogyakarta, Majlis Pustaka PP Muhammadiyah, Cet. Ke-1, 1997.
-
-----------------, Buku Monografi Desa/Kelurahan Desa Kedunguwungu, Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan, Nomor Kode: 3315182013, Purwodadi, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, 2009
-
Bungin, M Burhan, "Metodologi Penelitian Kuantitatif; Komunikasi, Eknomi dan Publik serta Ilmu – Ilmu Sosial lainnya” Jakarta, Kencana, 2004.
-
Daud, Ma’mur, Terj. Sahih Muslim Jilid I, Jakarta, Widjaya, Cet-3, 1993.
-
-----------------, Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta, Departemen Agama RI, 2002, hal. 343.
-
Gazali, M Iqbal A, et al, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, terj, Syarat - Syarat Wajib Zakat, islamhouse.com, 2010.
-
Ghoffar M Abdul, Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, terj, Fiqih Wanita; Edisi Lengkap, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, Cet Ke-23, 2006.
-
Hamidy, Zainudnin Dkk, Terj Sahih Bukhari jilid I, Jakarta, PT Bumirestu, Cet. Ke-13, 1992.
-
Hasan, A, Terj. Bulughul – Maram, Ibn Hajar al-Asqalani, Bandung, CV Diponegoro, Jilid I, Cet. Ke-14, 1988.
-
Hasan, Amirx, Garis – Garis Besar Fiqh, Jakarta, Prenada Media, 2003.
-
Hasan, M. Ali, Zakat dan Infak; Salah Satu Solusi Mengatasi Problem Sosial di Indonesia, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke2, 2006.
-
Hasanuddin, Nor, terj, Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah, Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2004.
-
http://id.wikipedia.org/wiki/Tegowanu, Grobogan
-
http://library.walisongo.ac.id/digilib/gdl.php?mod=search&s=dc&dc=zakat&t ype=all
-
Karim, Muhammad Abqary Abdullah, Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’ly, terj, Ekonomi Zakat; Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Sya’riah, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2006.
-
Khallaf, Abdul al-Wahab, I’lm Ushul al-Fiqh, Jakarta, Maktabah Dar alDa’wah al-Islamiyah Syabab al-Azhar, 1990.
-
-----------------, Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES), Jakarta, PPHIMM, Edisi Revisi; XXII, 2009.
-
Kurnia, Hikmat, Panduan Pintar Zakat; Harta Berkah, Pahala Bertambah, Jakarta, QultumMedia, 2008.
-
Laonso, Hamid elt, Hukum Islam Alternative; Solusi Terhadap Masalah Fiqh Komteporer, Jakarta, Restu Ilahi, 2002.
-
Mahyuddin, Masailul Fiqhiyyah; Berbagai Kasus yang dihadapi Hukum Islam masa kini, Jakarta, Radar Jaya Offset, Cet. Ke-7, 2008.
-
Mufraini, Arif, Akuntanasi dan Menajemen Zakat; Mengkomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan, Jakarta, Prenada Media Agroup, 2006.
-
Mufraini, Arif, Akuntanasi dan Menajemen Zakat; Mengkomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan, Jakarta, Prenada Media Agroup, 2006.
-
Nasional, Pusat Bahasa Departemen, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, Edisi Ke-3, Cet. Ke-2, 2002.
-
Nasution, Lahmuddin, Fiqh 1, Jakarta, Bulan Bintang, 1987.
-
Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995.
-
Nuruddin, Ali, Zakat Sebagai Instrument dalam Kebijakan Fiskal, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2006.
-
Pujiyanto, Diversifikasi Pilihan Politik Kiai dalam Pilkada Langsung di Kabupaten Grobogan Tahun 2006, Perpustakaan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2008 (skripsi tidak diterbitkan).
-
-----------------, Pusat Bahasa Departemen Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, Edisi Ke-3, Cet. Ke-2, 2002.
-
Qudaimah, Abi Muhammad Abdullah ibn Muhammad ibn, al-Mughni ‘Ala Muhtasar Khalqi, Juz Tsani, Beirut, Darul Kutub al-‘Alamiyah, 621 H.
-
Rofiq, Ahmad, Fiqh Kontekstual; dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, Yogyakarta, kerja sama Pustaka Pelajar dan LSM DAMAR Semarang, 2004.
-
Sabiq, Fiqh al-Sunnah Li al-Syaikh Sayyid, Jilid I.
-
Shiddiq, Abdul Rosyad, Syaikh Hasan Ayyub Fiqh Ibadah, terj Fiqh Ibadah, Sebuah Pengantar, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2004.
-
Shiddiqi, Nourouzzaman, Fiqh Indonesia; Penggagas dan Gagasannya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996.
-
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Alfabeta, Bandung: 2008.
-
Suryabrata, Sumardi, Metodologi Penelitian, Cet. Ke-II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 1998.
-
Syarifuddin, Amir, Garis- Garsi Besar Fiqh, Jakarta, Prenada Media, 2003.
-
Wawancara dengan Bapak Abdul Munif.
-
Wawancara dengan Bapak Ahmadi; Kepala Desa Kedungwungu
-
Wawancara dengan Bapak Budiharyanto; ketua Kelompok Tani Sidodadi.
-
Wawancara dengan Bapak H Ali Rahmat.
-
Wawancara dengan Bapak Joko Suhardi; Sekretaris Desa.
-
Wawancara dengan Bapak Maswan (Kaur Pembangunan Desa).
-
Wawancara dengan Bapak Moh Karno; Ketua Kelompok Tani Sidomulyo I
-
Wawancara dengan Bapak Muh Suparmin; ketua Kelompok Tani Sidounggul.
-
Wawancara dengan Bapak Purnomo
-
Wawancara dengan Bapak Solichin.
-
Wawancara dengan Bapak Son Haji
-
Wawancara dengan Bapak Sukardi
-
Wawancara dengan Bapak Sukarno.
-
Wawancara dengan Bapak Supiyono; ketua Kelompok Tani Sidomulyo 2
-
Wawancara dengan Bapak Sutikno
-
Wawancara dengan Bapak Suwardi
-
Wawancara dengan Bapak Suyono
-
Wawancara dengan Ibu Darseh
-
Wawancara dengan Ibu Masri’ah
-
Wawancara dengan Ibu Munyaroh
-
Wawancara dengan Ibu Ngatri’ah.
-
Wawancara dengan Ibu Siti Masri’ah.
-
Wawancara dengan Ibu Suliyem
-
Wawancara dengan Ibu Sutiyem.
-
Wawancara dengan K Hasan.
-
Wawancara dengan KH Iskandar
-
Wawancara dengan Mbah Sudarno
DRAFT WAWANCARA UNTUK SKRIPSI “TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PELAKSANAAN PEMBAYARAN KADAR NISHAB ZAKAT TANAMAN PADI DI DESA KEDUNGWUNGU KECAMATAN TEGOWANU KABUPATEN GROBOGAN” 1. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang zakat tanaman padi? 2. Bagaimana
realisasi
pemenuhan
zakat
tanaman
padi
di
Desa
Kedungwungu ini? 3. Zakat itu diambil amil zakat atau diantar oleh petani sendiri? 4. Adakah petugas khusus amil zakat? 5. Bagaimana peran pemerintah desa selama ini terhadap realisasi pemenuhan zakat? 6. Sebenarnya bagaimana sikap masyarakat umum terhadap pemenuhan zakat, terutama pada tanaman padi? 7. Siapa yang bertanggungjawab terhadap pengambilan atau pencatatan zakat pada tanaman padi? 8. Disalurkan kemana harta zakat tersebut? 9. Pernahkah ada orang atau organisasi yang mengusulkan pengelolaan hasil dari zakat di desa ini? 10. Harapan bapak terhadap pemenuhan zakat tanaman padi ini? Adakah usulan atau masukan
Kedungwungu, 09 Maret 2011 Nara sumber
(
)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap
: Saniatin
NIM
: 062311013
Jurusan
: Muamalah
Fakultas
: Syari’ah
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir
: Grobogan, 14 Januari 1988
Agama
: Islam
Alamat
: Dusun Nglobang Tengah, Desa Kedungwungu, Rt/Rw 03/04, Kec. Tegowanu, Kab. Grobogan, Jawa Tengah
Riwayat Pendidikan : -
Sekolah Dasar Negri 03 (SDN 03) Kedungwungu, Lulus Tahun 1999.
-
Sekolah Madrasah Tsanawiyah YASUA (Mts) YASUA Pilang Wetan – Demak, Lulus Tahun 2002.
-
Madrasah Aliyah Muhamadiyah (MAM) Pekalongan, Lulus Tahun 2005.
-
IAIN Walisongo Semarang Fakultas Syariah
Semarang, 14 Juli 2011
Saniatin 062311013