TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HASIL BUDIDAYA IKAN TAMBAK ( STUDI KASUS PRAKTEK JUAL BELI IKAN DENGAN PENUNDAHAN PENENTUAN HARGA DI DESA WARUK KEC. KARANGBINANGUN KAB. LAMONGAN)
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat Guna memperoleh gelar strata 1 Dalam ilmu syari’ah
Oleh :
MOH NUR ABIDIN NIM : 62311022
FAKULTAS SAYRI’AH INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO SEMARANG 2012
ii
iii
MOTTO
Artinya : dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui. (S. Al-Baqarah : 188)
iv
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain kecuali, informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 14 Juni 2012 Deklarator
MOH NUR ABIDIN NIM : 62311022
v
ABSTRAK Desa Waruk terdapat jual beli hasil budidaya ikan tambak dan praktek jual beli ikan dengan penundahan penentuan harga di desa Waruk kecamatan karangbinangun kabupaten lamongon, yang terjadi antara penjual dan pembeli, mula-mula pembeli mau menjual ikannya, setelah itu penjual mau membeli ikannya semua, tapi dengan harga masih di rahasiakan dulu karena penjual ingin menjual ikannya ke pasar lamongan, di pasar setiap hari harga bisa naik dan bisa turun karena di pasar lamongan dalam penentuan harga tidak menentu sehingga penjual tidak berani mematok harga yang pasti dan tidak bisa menentukan secara langsung. Setelah dari pasar penjual mau memberi tahu harga ikan yang dibawahnya dan membayar secara kes/kontan. Dalam jual beli ikan hasil budidaya ikan tambak merupakan salah satu kebutuhan masyarakat desa Waruk, untuk itu para penjual dan pembeli harus tahu apa yang diperjual belikan dan saling merelakan sesuai dengan ketentuan yang di benarkan syara’ dan di sepakati, dan harus memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lainnya yang ada kaitannya dengan jual beli, dan jika syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’. Akan tetapi dalam tradisi di desa waruk itu boleh-boleh saja karena dalam pandangan hukum islam itu termasuk bukan ketentuan yang di pakai oleh masyarakat desa Waruk, sehingga kyai di desa Waruk memiliki pendapat masingmasing dan kyai tersebut memiliki dasar-dasar yang bias membatalkan jual beli yang ada di Lamongan, akan tetapi para kyai sadar bahwa penjual dan pembeli itu saling membutuhkan antara satu sama lain. Jual beli yang ada di desa Waruk itu sah manakala jual beli yang dilakukan itu tidak ada yang dirugikan dan di sakiti, dan manakalah tidak sah jual beli yang tidak memenuhi syarat-syarat dan rukun jual beli.
vi
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancer. Shalawat serta Salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Maka dengan terselesaikannya skripsi ini penulis telah melakukan usaha secara maksimal, sehingga usaha ini tidak akan berarti tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bantuan moral maupun bantuan spiritual. Oleh karena itu penulis merasa sangat berhutang budi atas bantuan, bimbingan saran serta kebaikan yang tidak ternilai harganya. Untuk itu selayaknya penulis mengucapkan terima kasih yang paling dalam kepada : 1. Prof. Dr. H. Muhibbin, M. Ag, selaku rector IAIN Walisongo Semarang. 2. Drs. H. Imam Yahya, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang. 3. Drs. Moh Solek, M. A, selaku pembimbing yang senantiasa memberikan saran dan koreksi kepada penulis. 4. Bapak dan Ibu dosen yang telah mendidik penulis selam belajar di IAIN Walisongo Semarang. 5. Ayah dan Ibu serta saudara-saudaraku yang telah membimbing serta memberikan restu dan do’a kepada penulis. 6. Semua teman-temenku yang telah banyak membantuku penulis baik bantuan materiil maupun moral. Semoga kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri, dan semoga apa yang tertulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya para pembaca. Amin Ya Rabbal ‘Alamin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Semarang,………………….. Penulis
Moh Nur Abidin vii
PERSEMBAHAN Dalam perjuangan mencari ridha Allah SWT yang tiada batas, dan Rahmat-Nya untuk semua kehidupan, menerangi alam semesta, menggerakkan semua yang ada dibawah kekuasaan-Nya, serta dengan penuh tetesan air mata perjuangan kupersembahkan karya tulis “Skripsi” ini untuk orang-orang yang selalu hadir dalam ruangan dalam waktu kehidupan, khususnya kupersembahkan pada : 1.
Ibu (almarhum) dan Ayah tercinta yang telah menuntun dan mengenalkanku pada sebuah kehidupan dengan cinta dan kasih saying yang tak terhingga, do’a dan ridhomu adalah nafas dalam perjalanan kehidupanku.
2.
Untuk mbakku, adik-adikku dan saudaraku yang ada di rumah desa waruk (Uswatin, Mohammad Hariyadi, Mohammad Khosi’in, Widia Astutik, Aslikhatin Ni’mah, Ulin Zianantus Sakinah, Mohammad dan Khulukul Adhim dst.) tersayang yang selalu memberikan motivasi dan dukungan selama penulisan skripsi ini.
3.
Buat temen-temen seperjuangan, seangkatan 2006 MUB/MUA (Fuji Rizkiyono, Desma Khaisu Wiranata, Moh Anik, Moh Chairul Anwar, Robiah, Nazil, Eni Musfauziyah, Istiqomah, Miftahul Jannah, Nur Hidayah, Hendra Purnawan, Yusmanto dan Khoiruddin dst) dan masih banyak lagi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, bersama mereka penulis jalani hidup dalam suka maupun duka.
4.
Untuk pamanku yang selalu memberikan dorongan dan semangat dalam pembuatan skripsi ini, sehingga dapat selesai dengan lancer dan baik.
viii
DAFTAR ISI JUDUL .......................................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................
ii
PENGESAHAN ..........................................................................................
iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................
iv
HALAMAN DEKLARASI ........................................................................
v
HALAMAN ABSTRAKSI .........................................................................
vi
KATA PENGANTAR ................................................................................
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................
viii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
ix
DAFTAR TEBEL ......................................................................................
xi
BAB I
BAB II
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................
1
B. Perumusan Masalah ..........................................................
5
C. Tujuan Penelitian ..............................................................
5
D. Telaah Pustaka ..................................................................
6
E. Metode Penelitian .............................................................
8
F. Sistematika Penulisan .......................................................
13
: TINJAUAN UMUM JUAL BELI MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian Jual Beli ..........................................................
14
B. Dasar-dasar Hukum Jual Beli ............................................
16
C. Syarat dan Rukun Jual Beli ...............................................
18
BAB III : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HASIL BUDIDAYA IKAN TAMBAK DI DESA WARUK KEC. KARANGBINANGUN KAB. LAMONGAN A. Monografi
dan
Demografi
desa
Waruk
Kec.
Karangbinangun Kab. Lamongan ......................................
39
B. Praktek Jual Beli Hasil Budidaya Ikan Tambak Di Desa Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan .................. ix
52
C. Istimbat Hukum Yang Di Pakai Ulama Terhadap Realita Jual Beli hasil Budidaya Ikan Tambak Di Desa Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan ..............................
53
BAB IV : ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HASIL
BUDIDAYA
PENUNDAHAN WARUK
IKAN
PENENTUAN
KEC.
TAMBAK HARGA
DENGAN DI
KARANGBINANGUN
DESA KAB.
LAMONGAN A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Jual Beli Hasil Budidaya Ikan Tambak .....................................................
55
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Istimbat Jual Beli Ikan Hasil Budidaya
Ikan Tambak Dengan
Penundaan
Penentuan Harga ...............................................................
71
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................
83
B. Saran-saran .......................................................................
84
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
x
DAFTAR TABEL Tabel I
: Penduduk Desa Waruk Menurut Kelompok Umur Tahun 2012 ......................................................................................
41
Tabel II
: Data Mata Pencaharian Penduduk Desa Waruk .....................
42
Tabel III
: Penduduk Menurut Agama Di Desa Waruk ...........................
44
Tabel III
: Penduduk Menurut Agama Di Desa Waruk ...........................
44
Tabel V
: Data Pendidikan Penduduk Desa Waruk Tahun 2012 ............
45
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri, namun demikian hidupnya harus bermasyarakat. Dalam hal ini Allah SWT telah menjadikan manusia masing-masing berhajat kepada yang lain, agar mereka tolong menolong, tukar menukar keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing, baik dengan jual beli, sewa menyewa, bercocok tanam, dalam urusan diri sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Keterangan di atas menjadi indikator bahwa manusia untuk memenuhi kebutuhannya memerlukan orang lain. Salah satu kebutuhan yang memerlukan interaksi dengan orang lain adalah akad jual beli. Peristiwa ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang menimbulkan akibat hukum yaitu akibat sesuatu tindakan hukum.1 Dalam hukum Islam, secara etimologi jual beli adalah menukarkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, sedangkan menurut syara’ ialah menukarkan harta dengan harta. 2 Syekh Muhammad ibn Qasyim al-Gazzi menerangkan:
واﻟﺒﯿﻊ ﻟﻐﺔ ﻣﻘﺎﺑﻠﺔ ﺷﯿﺊ ﺑﺸﺊ ﻓﺪﺧﻞ ﻣﺎ ﻟﯿﺲ ﺑﻤﺎل ﻛﺨﻤﺮ واﻣّﺎﺷﺮﻋﺎﻓﺎﺣﺴﻦ ﻣﺎﻗﯿﻞ ﻓﻰ ﺗﻌﺮﯾﻔﮫ اﻧّﮫ ﺗﻤﻠﯿﻚ ﻋﯿﻦ ﻣﺎﻟﯿﺔ ﺑﻤﻌﺎوﺿﺔ ﺑﺎذن ﺷﺮﻋﻰ اوﺗﻤﻠﯿﻚ ﻣﻨﻔﻌﺔ ﻣﺒﺎﺣﺔ
1
Surojo Wignyodipuro, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Gunung Agung, 1983, Cet ke-3,
hlm. 38. 2
Syekh Zainuddin bin Abd al-Aziz al-Malibari, Fath al- Mu’in Bi Sarkh Qurrah al‘Uyun, Semarang: Karya Toha Putra, tth, hlm. 66.
1
2
٣
ﻋﻠﻰ اﻟﺘﺄﺑﯿﺪ ﺑﺜﻤﻦ ﻣﺎﻟﻰ
Artinya: Jual beli itu menurut bahasanya ialah suatu bentuk akad penyerahan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Karena itu akad ini memasukkan juga segala sesuatu yang tidak berupa uang, seperti tuak. Sedangkan menurut syara’, maka pengertian jual beli yang paling benar ialah memiliki sesuatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara’, atau sekedar memiliki manfaatnya saja yang diperbolehkan syara’untuk selamanya, dan yang demikian itu harus dengan melalui pembayaran yang berupa uang. Dalam kitabnya, Sayyid Sabiq merumuskan, jual beli menurut pengertian lughawinya adalah saling menukar (pertukaran), sedang menurut pengertian syari’at, jual beli ialah pertukaran harta atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.4 Jual beli dibenarkan oleh al-Qur’an, as-Sunnah dan ijma umat. Landasan Qur’aninya, firman Allah: (٢٧٥ :) اﻟﺒﻘﺮة...وَأَﺣَﻞﱠ اﻟﻠّﮫُ اﻟْﺒَﯿْﻊَ وَﺣَﺮﱠمَ اﻟﺮِّ ﺑَﺎ... Artinya: Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (alBaqarah: 275)5
Landasan sunnahnya sabda Rasulullah SAW.
ﻋﻦ رﻓﺎﻋﺔ اﺑﻦ راﻓﻊ ان اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠّﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠّﻢ ﺳﺌﻞ اى اﻟﻜﺴﺐ ﻋﻤﻞ اﻟﺮﺟﻞ ﺑﯿﺪه وﻛﻞ ﺑﯿﻊ ﻣﺒﺮور )رواه اﻟﺒﺰار وﺻﺤﺤﺔ:اﻃﯿﺐ؟ ﻗﺎل ٦ (اﻟﺤﺎﻛﻢ Artinya: Dari Rifa’ah bin Rafi’ r.a. (katanya): Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. pernah ditanya, manakah usaha yang paling baik? beliau menjawab : ialah amal usaha seseorang 3
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Kairo: Juz III, Maktabah Dâr al-Turas, tth, hlm. 147. Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Kairo: Juz III, Maktabah Dâr al-Turas, tth, hlm. 147. 5 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI: Surabaya, 1980, hlm. 69. 6 Sayyid al-Imam Muhammad Ibn Ismail al-Kahlani Al-San’ani, Subul al-Salam, Kairo: Juz III, Dâr Ikhya’ al-Turas al-Islami, 1960, hlm. 4 4
3
dengan tangannya sendiri dan semua jual beli yang bersih. (HR. al-Bazzar, dan dinilai Shahih oleh al-Hakim). Landasan ijmanya, para ulama sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.7 Jual beli itu dihalalkan, dibenarkan agama, asal memenuhi syaratsyarat yang diperlukan. Demikian hukum ini disepakati para ahli ijma (ulama’ Mujtahidin) tak ada khilaf padanya. Memang dengan tegas-tegas al-Qur’an menerangkan bahwa menjual itu halal, sedang riba diharamkan. 8 Sejalan dengan itu dalam jual beli ada persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya menyangkut barang yang dijadikan objek jual beli yaitu barang yang diakadkan harus ada ditangan si penjual, artinya barang itu ada di tempat, diketahui dan dapat dilihat pembeli pada waktu akad itu terjadi. Hal ini sebagaimana dinyatakan Sayyid Sabiq: (٤) ( ﻣﻠﻜﯿﮫ اﻟﻌﺎﻗﺪ ﻟﮫ٣) ( اﻹﻧﺘﻔﺎع ﺑﮫ٢) ( ﻃﮭﺎرة اﻟﻌﯿﻦ١) :واﻣّﺎاﻟﻤﻌﻘﻮد ﻋﻠﯿﮫ ﻓﯿﺸﺘﺮط ﻓﯿﮫ ﺳﺘﺔ ﺷﺮوط ٩ ( ﻛﻮن اﻟﻤﺒﯿﻊ ﻣﻘﺒﻮﺿﺎ٦) ( اﻟﻌﻠﻢ ﺑﮫ٥) اﻟﻘﺪرة ﻋﻠﻰ ﺗﺴﻠﯿﻤﺔ Artinya: Adapun tentang syarat barang yang diakadkan ada enam yaitu (1) bersihnya barang. (2) dapat dimanfaatkan. (3) milik orang yang melakukan akad. (4) mampu menyerahkannya. (5) mengetahui. (6) barang yang diakadkan ada di tangan. Dalam kaitan ini Ibnu Rusyd menjelaskan, barang-barang yang diperjual belikan itu ada dua macam: pertama, barang yang benar-benar sudah 7
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2001, hlm. 75. T.M Hasbi ash-Shiddiqi, Hukum-hukum Fiqh Islam, Tinjauan Antar Mazhab, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001, Cet ke-2, hlm. 328. 9 Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 150. 8
4
jadi barang sehingga diketahui sifat dan wujudnya. Kedua, barang yang belum jadi barang atau belum dibuat sehingga belum bisa diketahui sifat dan wujudnya. Menurut Imam Malik dibolehkan jual beli barang yang belum jadi barang atau belum dibuat, namun harus bisa diketahui lebih dahulu sifat wujudnya oleh pembeli. Menurut Abu Hanifah dibolehkan jual beli barang yang belum jadi barang atau belum dibuat, dan belum bisa diketahui lebih dahulu sifat wujudnya oleh pembeli. 10 Pandangan kedua ulama tersebut (Imam Malik dan Abu Hanifah) berbeda dengan pandangan Imam al-Syafi'i yang tidak membolehkan jual beli barang yang tidak tidak dapat dilihat dan tidak ada di tempat akad itu terjadi.11 Sehubungan dengan itu, menariknya tema ini adalah karena di desa Waruk Kecamatan Karangbinangun banyak terjadi jual beli ikan dengan penundahan penentuan harga yang belu m di buat. Dengan perkataan lain, di desa Waruk Kecamatan Karangbinangun sudah menjadi tradisi, dalam penjualan hasil budidaya ikan tambak penjual pada waktu itu hendak menjual hasil budidaya ikan tambak tersebut kepada agen (pembeli), namun pembeli bersedia memberi perkeranjang untuk mendapat barang yang di inginkan dan tidak mau memberitahu harganya perkeranjang kepada penjual. Sebelum di tiba di pasar lamongan dia menjual semua hasil budidaya ikan tambak tersebut kepada pembeli lain. Dan ketika itulah pembeli/agen tersebut baru mau mengasih tahu berapa harga ikan yang di jual kepadanya.
10 Ibnu Rusyd, Bidâyah al Mujtahid Wa Nihâyah al Muqtasid, Juz II, Beirut: Dâr Al-Jiil, 1409 H/1989, hlm. 116 – 117. 11 Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’î, Al-Umm, Juz. 3, Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiah, tth, hlm. 40.
5
Peristiwa ini meskipun sangat mengecewakan pembeli sebagai (agen/juragan ikan), namun tampaknya tidak ada beban rasa bersalah pada diri penjual, bahkan ada sebagian persepsi ulama di desa tersebut yang membolehkan perbuatan penjual tersebut. Berdasarkan keterangan itulah yang melatar belakangi penulis memilih tema ini dengan judul: TINJAUAN HUYKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HASIL BUDIDAYA IKAN TAMBAK (Studi Kasus Praktek Jual Beli Ikan Dengan Penundahan Penentuan Harga di Desa Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana Praktek Jual Beli Hasil Budidaya Ikan Tambak Di Desa Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan ? 2. Bagaimana Pandangan Hukum Islam terhadap Praktek Jual Beli Hasil Budidaya Ikan Tambak di Desa Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan dengan Penundahan Penentuan Harga ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu: 1. Untuk Mengetahui Praktek Jual Beli Hasil Budidaya Ikan Tambak di Desa Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan.
6
2. Untuk Mengetahui Pandangan Hukum Islam terhadap Praktek Jual Beli Hasil Budidaya Ikan Tambak di Desa Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan dengan Penundahan Penentuan Harga.
D. Telaah Pustaka Ada beberapa penelitian yang membahas persoalan jual beli namun belum menyentuh persoalan jual beli barang seni ukir. Penelitian yang dimaksud di antaranya sebagai berikut: Skripsi yang berjudul: Tinjauan Hukum Islam terhadap Asas Kebebasan Berkontrak dalam Jual Beli (Studi Analisis Terhadap Pasal 1493 KUH Perdata) yang disusun Sulistiyono. Menurut penyusun skripsi ini bahwa asas kebebasan berkontrak dalam jual beli adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) jual beli yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undangundang, kesusilaan dan ketertiban umum. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1493 KUH Perdata: Kedua belah pihak diperbolehkan dengan persetujuan-persetujuan istimewa memperluas atau mengurangi kewajiban yang ditetapkan oleh undang-undang ini; bahkan mereka diperbolehkan mengadakan persetujuan bahwa si penjual tidak akan diwajibkan menanggung sesuatu apapun. Dalam hukum Islam, para ulama menyatakan, jual beli dengan syarat berakibat batalnya jual beli itu. Di antara fuqaha yang berpendapat demikian ialah Imam Syafi’i dan Abu Hanifah. Dengan demikian perjanjian jual beli
7
yang dibuat di luar ketentuan hukum Islam atau bertentangan dengan ketentuan hukum Islam, maka jual belinya menjadi batal. Jadi bila misalnya penjual meminta dikurangi kewajibannya seperti lepas tangan terhadap cacat barang atau kerusakan barang maka perjanjian jual beli dengan syarat seperti itu menjadi batal meskipun pembeli sepakat.
Implikasinya maka bagi
produsen dan konsumen dapat menarik kembali perjanjian atau membatalkan perjanjian jual beli, manakala menyimpang dari ketentuan hukum Islam, apalagi jika hukum Islam melarangnya. Skripsi yang berjudul "Studi Analisis Pendapat Sayyid Sabiq Tentang Jual Beli Jizaf'' yang dikaji oleh Tati Nurjanah, lebih memfokuslan pada pendapat Sayyid Sabiq tentang jual beli jizaf yaitu jual beli yang serampangan, tidak memakai timbangan atau ukuran (taksiran atau dikira-kira saja).12 Skripsi yang berjudul "Persepsi Ulama terhadap Jual Beli Kodok di Purwodadi Kabupaten Grobogan" yang dikaji oleh Slamet Sholikhin, lebih memfokuskan pada pendapat ulama terhadap jual beli kodok yaitu menjualbelikan kodok hukumnya haram, karena memakannya haram, tapi ada kalanya Islam membolehkan terhadap sesuatu yang diharamkan, karena mengambil manfaatnya.13 Skripsi yang berjudul "Studi Analisis Pendapat Imam Syafi'i tentang Hukum Jual Beli Anjing dalam Kitab Al-Umm" yang dikaji oleh Fauzul
12 Tati Nurjanah, Studi Analisis Pendapat Sayyid Sabiq Tentang Jual Beli Jizaf, (Tidak dipublikasikan. Skripsi IAIN Walisongo, 2002) 13 Slamet Sholikhin, Persepsi Ulama Terhadap Jual Beli Kodok Di Purwodadi Kabupaten Grobogan, (Tidak dipublikasikan. Skripsi IAIN Walisongo, 2003)
8
Muna, lebih memfokuskan pada pendapat Imam Syafi'i tentang hukum jual beli anjing dan memelihara anjing adalah tidak boleh, namun Imam Syafi'i mengecualikan pada orang yang menggunakan anjing itu untuk menjaga ternak dan untuk berburu, dan apabila telah selesai kegunaan anjing itu untuk menjaga dan berburu maka tidak diperbolehkan memelihara anjing.14 Skripsi yang berjudul "Studi Analisis Pendapat Imam Nawawi tentang Syarat Manfaat Benda yang Diperjualbelikan" yang ditulis oleh Sawidi, dalam skripsi ini dijelaskan bahwa Imam Nawawi mengharuskan adanya manfaat dalam benda yang diperjualbelikan, tetapi benda yang bermanfaat itu juga harus suci, halal di makan, tidak menjijikkan, tidak sedikit jumlahnya dan manfaatnya tidak di larang oleh syara.15 Sejauh penelusuran penulis belum ada yang membahas jual beli hasil budidaya ikan tambak dalam konteksnya dengan persepsi ulama di Desa Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan mengenai jual beli hasil budidaya ikan tambak dan praktek jual beli ikan dengan penundahan penentuan harga yang di buat dan diketahui sifat wujudnya. E. Metode Penelitian Metode penelitan bermakna seperangkat pengetahuan tentang langkahlangkah sistematis dan logis dalam mencari data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya
14 Fauzul Muna, Studi Analisis Pendapat Imam Syafi'i Tentang Hukum Jual Beli Anjing Dalam Kitab Al-Umm, (Tidak dipublikasikan. Skripsi IAIN Walisongo, 2003) 15 Sawidi, Studi Analisis Pendapat Imam Nawawi Tentang Syarat Manfaat Benda Yang Diperjualbelikan, (Tidak dipublikasikan. Skripsi IAIN Walisongo, 2003)
9
dicarikan cara pemecahannya. Metode penelitian dalam skripsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:16 Dalam usaha penulis memperoleh data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan seputar permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif artinya data-data yang disajikan dalam bentuk kata, bukan dalam bentuk angka-angka. 2. Sumber Data a. Data Primer Yaitu data yang langsung yang segera diperoleh dari sumber data oleh penyelidik untuk tujuan yang khusus itu.17 Sebagai data primer penelitian ini field research. Dalam penelitian ini data dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Jadi, semua keterangan untuk pertama kalinya dicatat oleh peneliti. Pada permulaan penelitian belum ada data.18 Dalam penelitian ini data primer yang dimaksud yaitu wawancara dengan penjual ikan, beberapa ulama dan tokoh masyarakat Desa Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan mengenai jual beli hasil jual beli ikan tambak b. Data Sekunder
16
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991, hlm. 24. 17 Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian-Penelitian Ilmiah, Dasar Metoda Teknik, Edisi 7, Bandung: Tarsito, 1989, hlm. 134-163. 18 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 37.
10
Yaitu data yang telah lebih dahulu dikumpulkan oleh orang diluar diri penyelidik sendiri, walaupun yang dikumpulkan itu sesungguhnya adalah data yang asli. 19 Dengan demikian data sekunder yang relevan dengan judul di atas, di antaranya: Kitab Bidayah alMujtahid wa Nihayah al-Muqtasid, Kifayah al-Akhya,; Tafsir Ayat Ahkam, Mazahib al-Arba'ah, I'anah al-Talibin, Subul al-Salam, Nail al-Autar; Sahih Bukhari dan Muslim, al-Umm, al-Muwatta' dan lainlain. 3. Metode Pengumpulan Data a. Interview (wawancara) Wawancara ini menggunakan snowball sampling yaitu teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, kemudian dua orang ini disuruh memilih temantemannya untuk dijadikan sampel. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak. 20 Wawancara atau interview adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan ini dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara (interview) dan yang memberikan jawaban atas pernyataan itu.21 Adapun pihak-pihak yang dimaksud adalah :
19
Ibid., hlm. 37 Sugiono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: Alfabetha, 2003, hlm. 78. 21 Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000, hlm. 135 20
11
1) Penjual hasil budidaya ikan tambak di Desa Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan 2) Beberapa ulama dan tokoh masyarakat Desa Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan b. Observasi Observasi adalah metode penelitian dengan pengamatan yang dicatat dengan sistematik phenomena-phenomena yang diselidiki. 22 Dalam melakukan observasi peneliti menggunakan observasi non partisipan, dalam hal ini observer (peneliti) tidak masuk dalam obyek penelitian, bahkan tinggal di luar, di sini peneliti tidak perlu tinggal bersama-sama dengan orang-orang yang diobservasi (observees). Yang menjadi titik tolak observasi adalah jual beli hasil budidaya ikan tambak di Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun dan pembeli dari Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun Kab. Lamongan. Sedangkan sebagai alat observasi adalah catatan berkala. Dalam pencatatan berkala ini peneliti tidak mencatat macam-macam kejadian khusus melainkan hanya jangka waktu tertentu saja, menulis kesan-kesan umum saja, selanjutnya peneliti berhenti dan pada jangka waktu tertentu mengadakan penelitiannya kembali. c. Dokumentasi Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
22
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, jilid 1, Yogyakarta: Andi, 2002, hlm. 136
12
prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.23 Dalam hal ini penulis menggunakan dokumentasi yang langsung diambil dari obyek pengamatan (Desa Waruk Kec. Karangbinangun) berupa arsip desa. 4. Analisis Data Analisis data menggunakan analisis deskriptif yang menurut Lexy J. Moleong bahwa data ini dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan, data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi, catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya. 24
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab dan dalam satu kesatuan yang saling mendukung dan melengkapi. Bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
23
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998, hlm. 237 24 Lexy J Moleong, op.cit, hlm. 6.
13
Bab kedua, berisi tinjauan umum jual beli menurut hukum Islam yang meliputi pengertian jual beli, dasar hukum jual beli, syarat dan rukun jual beli, macam-macam jual beli. Bab ketiga berisi tinjauan hukum islam terhadap jual beli budidaya ikan tambak di desa waruk kecamatan karangbinangun kabupaten lamongan meliputi geografi desa waruk, praktek jual beli hasil budidaya ikan tambak di desa waruk dan pendapat tokoh masyarakat terhadap praktek jual beli ikan. Bab keempat berisi analisis terhadap praktek jual beli hasil budidaya ikan tambak dan jual beli ikan dengan penundahan penentuan harga di desa waruk kec. karangbinangun kab. lamongan yang meliputi tinjauan hukum islam terhadap jual beli ikan hasil budidaya ikan tambak, analisis terhadap jual beli ikan hasil budidaya ikan tambak, analisis terhadap jual beli dengan penundahan penentuan harga. Bab kelima berisi tentang penutup yang meliputi kesimpulan, saransaran, dan penutup.
BAB II TINJAUAN UMUM JUAL BELI MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Jual Beli
Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-ba’i yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal alba’i dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asy-syira (beli). Dengan demikian, kata al-ba’i berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli.25 Menurut bahasa, jual beli berarti "menukarkan sesuatu dengan sesuatu". 26 . Secara terminologi, para fuqaha mendefinisikan yang berbeda-beda antara lain, sebagai berikut: Menurut Syekh Zainuddin Ibn Abd Aziz al-Malîbary, jual beli adalah
ﻭﺷﺮﻋﺎ ﻣﻘﺎﺑﻠﺔ ﻣﺎﻝ ﲟﺎﻝ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ ﳐﺼﻮﺹ
٢٧
Artinya: menurut syara jual beli ialah menukarkan harta dengan harta dengan cara tertentu Menurut Syekh Muhammad ibn Qâsim al-Ghazzi, 28
ﻭﺍﻣﺎ ﺷﺮﻋﺎ ﻓﺄﺣﺴﻦ ﻣﺎ ﻗﻴﻞ ﰱ ﺗﻌﺮﻳﻔﺔ ﺍﻧﻪ ﲤﻠﻴﻚ ﻣﺎﻟﻴﺔ ﲟﻌﺎﻭﺿﺔ ﺑﺎﺫﻧﺸﺮﻋﻲ ﺃﻭﲤﻠﻴﻚ ﻣﻨﻔﻌﺔ ﻣﺒﺎﺣﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﺄﺑﻴﺪ ﺑﺜﻤﻦ ﻣﺎﱄ 25
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, hlm. 111. Abd Arrahmân al-Jazirî, Kitab al-Fiqh ‘alâ al-Mazâhib al-Arba’ah, Beirut: Dâr al-Fikr, 1972, Juz III, hlm. 123 27 Syekh Zainuddin Ibn Abd Aziz al-Malîbary, Fath al-Mu’în, Beirut: Dâr al-Kutub alIlmiah, tth, hlm. 66 28 Syekh Muhammad ibn Qâsim al-Ghazzi, Fath al-Qarîb al-Mujîb, Dâr al-Ihya al-Kitab, al-Arabiah, Indonesia, tth, hlm. 30 26
14
15
Artinya: menurut syara, pengertian jual beli yang paling tepat ialah memiliki sesuatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara, sekedar memiliki manfaatnya saja yang diperbolehkan syara untuk selamanya yang demikian itu harus dengan melalui pembayaran yang berupa uang. Menurut Sayyid Sabiq
ﺍﻟﺒﻴﻊ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﻟﻐﺔ ﻣﻄﻠﻖ ﺍﳌﺒﺎﺩﻟﺔ ﻭﻟﻔﻆ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﻭﺍﻟﺸﺮﺃ ﻳﻄﻠﻖ ﻛﻞ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﺎﻳﻄﻠﻖ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻻﺧﺮ ﻓﻬﻤﺎ ﻣﻦ ﺍﻻﻟﻔﺎﻅ ﺍﳌﺸﺘﺮﻛﺔ ﺑﲔ ﺍﳌﻌﺎﱐ ﺍﳌﻀﺎﺩﺓ ٢٩
Artinya: Jual beli menurut pengertian lughawinya adalah saling menukar (pertukaran), dan kata al-ba’i (jual) dan asy Syiraa (beli) dipergunakan biasanya dalam pengertian yang sama. Dua kata ini masing-masing mempunyai makna dua yang satu sama lain bertolak belakang. Menurut pengertian syara, Sayyid Sabiq merumuskan yaitu pertukaran harta atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.30 Sementara menurut Ibrahim Muhammad al-Jamal, jual beli ialah tukar menukar harta secara suka sama suka atau memindahkan milik dengan mendapat pertukaran menurut cara yang diizinkan agama. 31 Sedangkan Imam Taqi al-Din mendefinisikan jual beli adalah saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab dan kabul, dengan cara yang sesuai dengan syara. 32 Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa pengertian jual beli ialah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai 29
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, tth, Juz III, hlm. 147. Ibid 31 Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqh al-Mar’ah al-Muslimah, Terj. Anshori Umar Sitanggal, “Fiqih Wanita”, Semarang: CV Asy-Syifa, 1986, hlm. 490. 32 Imam Taqi al-Din Abu Bakr ibn Muhammad Al-Hussaini, Kifâyah Al Akhyâr, Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiah, tth, Juz, I, hlm. 239. 30
16
nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima bendabenda dan pihak lain sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara' dan disepakati. Jual beli dalam perspektif hukum Islam harus sesuai dengan ketetapan hukum ialah memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lainnya yang ada kaitannya dengan jual beli, maka bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara'. Yang dimaksud dengan benda dapat mencakup pada pengertian barang dan uang, sedangkan sifat benda tersebut harus dapat dinilai, yakni benda-benda yang berharga dan dapat dibenarkan penggunaannya menurut syara', benda itu adakalanya bergerak (bisa dipindahkan) dan adakalanya tetap (tidak dapat dipindahkan), ada benda yang dapat dibagi-bagi, adakalanya tidak dapat dibagi-bagi, harta yang ada perumpamaannya (mitsli) dan tak ada yang menyerupainya (qimi) dan yang lain-lainnya, penggunaan harta tersebut dibolehkan sepanjang tidak dilarang syara'.33
B. Dasar Hukum Jual Beli
Jual-beli disyariatkan berdasarkan Al-Qur'an, sunnah, dan ijma', yakni: 1. Al-Qur'an a. Al-Qur'an, surat Al-Baqarah ayat 275
(٢٧٥ :ﺎ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﺍﻟﺮﹺّﺑﻡﺮﺣ ﻭﻊﻴ ﺍﻟﹾﺒﻞﱠ ﺍﻟﻠﹼﻪﺃﹶﺣﻭ
33
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 69.
17
Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah : 275).34 b. Al-Qur'an, surat Al-Baqarah ayat 282
(٢٨٢ : )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓﻢﺘﻌﺎﻳﺒﺍﹾ ﺇﹺﺫﹶﺍ ﺗﻭﻬﹺﺪﺃﹶﺷﻭ Artinya: Dan persaksikanlah apabila kamu berjual-beli. (QS. AlBaqarah: 282).35 c. Al-Qur'an, surat An-Nisa'ayat 29
(٢٩ : )ﺍﻟﻨﺴﺎﺀﻨﻜﹸﻢﺍﺽﹴ ﻣﺮﻦ ﺗﺓﹰ ﻋﺎﺭﺠﻜﹸﻮﻥﹶ ﺗﺇﹺﻻﱠ ﺃﹶﻥ ﺗ Artinya: Kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan suka sama suka. (QS. An-Nisa': 29).36 2. Al-Sunnah, di antaranya: a. Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh HR. Bajjar
ﺍﻟﹾﻜﺴﺐﻞﹶ ﺃﻯﺌ ﺳﻠﱠﻢﺳ ﻭﻪﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻋ ﺻﺒﹺﻰﺍﻓﻊﹴ ﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﻨﻦ ﺭﺔ ﺑ ﺭﹺﻓﹶﺎﻋﻦﻋ ( ﺭﹴ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺰﺍﺭﻭﺮﺒﻊﹴ ﻣﻴﻛﹸﻞﱡ ﺑ ﻭﻩﺪﻞﹺ ﺑﹺﻴﺟﻞﹸ ﺍﻟﺮﻤ؟ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻋﺐﺃﻃﻴ ٣٧
Artinya: Rifa'ah bin Rafi', sesungguhnya Nabi SAW. ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik. Nabi SAW menjawab: seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual-beli yang mabrur. (HR. Bajjar). Maksud mabrur dalam hadis di atas adalah jual-beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain, b. Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah
34
Yayasan Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: DEPAG RI, 1978, hlm. 69. 35 Ibid., hlm. 70. 36 Ibid., hlm. 122. 37 Muhammad bin Ismail al-Kahlani as-San'ani, Subul as-Salam, Kairo: Syirkah Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi, 1950, hlm. 4.
18
ﻊﻴﺎ ﺍﻟﹾﺒﻤ ﺇﹺﻧﻠﱠﻢﺳ ﻭﻪﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻋ ﺻﻪﻨﻪ ﻋﺎﺟﺍﺑﻦ ﻣﺎﻥ ﻭﺒ ﺣﻦ ﺍﺑﺝﺮﺃﹶﺧﻭ (ﺍﺽﹴ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻰ ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪﺮ ﺗﻦﻋ ٣٨
Artinya: Dan dikeluarkan dari Ibnu Hibban dan Ibnu Majah bahwa Nabi SAW, sesungguhnya jual-beli harus dipastikan harus saling meridai." (HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah). 3. Ijma' Ulama telah sepakat bahwa jual-beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. 39
C. Syarat dan Rukun Jual Beli Dalam melaksanakan suatu perikatan, terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Untuk memperjelas syarat dan rukun jual beli maka lebih dahulu dikemukakan pengertian syarat dan rukun baik dari segi etimologi maupun terminologi. Secara etimologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rukun adalah "yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan,"40 sedangkan syarat adalah "ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan."41 Menurut Satria Effendi M. Zein, bahwa
38
Ibid., Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 147. 40 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2004, hlm. 966. 41 Ibid., hlm. 1114. 39
19
menurut bahasa, syarat adalah sesuatu yang menghendaki adanya sesuatu yang lain atau sebagai tanda,42 melazimkan sesuatu.43 Secara terminologi, yang dimaksud dengan syarat adalah segala sesuatu yang tergantung adanya hukum dengan adanya sesuatu tersebut, dan tidak adanya sesuatu itu mengakibatkan tidak ada pula hukum, namun dengan adanya sesuatu itu tidak mesti pula adanya hukum.44 Hal ini sebagaimana dikemukakan Abd al-Wahhab Khalaf, syarat adalah sesuatu yang keberadaan suatu hukum tergantung pada keberadaan sesuatu itu, dan dari ketiadaan sesuatu itu diperoleh ketetapan ketiadaan hukum tersebut. Yang dimaksudkan adalah keberadaan secara syara’, yang menimbulkan efeknya. 45 Hal senada dikemukakan Muhammad Abu Zahrah, asy-syarth (syarat) adalah sesuatu yang menjadi tempat bergantung wujudnya hukum. Tidak adanya syarat berarti pasti tidak adanya hukum, tetapi wujudnya syarath tidak pasti wujudnya hukum.46 Sedangkan rukun, dalam terminologi fikih, adalah sesuatu yang dianggap menentukan suatu disiplin tertentu, di mana ia merupakan bagian integral dari disiplin itu sendiri. Atau dengan kata lain rukun adalah penyempurna sesuatu, di mana ia merupakan bagian dari sesuatu itu.47 Sebagai contoh, rukuk dan sujud adalah rukun shalat. la merupakan bagian dari shalat itu sendiri. Jika tidak ada rukuk dan sujud dalam shalat, maka shalat itu batal, tidak sah. Salah satu syarat shalat adalah wudhu. Wudhu 42
Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, Jakarta: Prenada Media, 2005, hlm. 64 Kamal Muchtar, Ushul Fiqh, Jilid 1, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1995, hlm. 34 44 Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, 43
hlm. 50 45
Abd al-Wahhab Khalaf, ‘Ilm Usul al-Fiqh, Kuwait: Dâr al-Qalam, 1978, hlm. 118. Muhammad Abu Zahrah, Usul al-Fiqh, Cairo: Dâr al-Fikr al-‘Arabi, 1958, hlm. 59. 47 Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta: Pilar Media, 2006, hlm. 25. 46
20
merupakan bagian di luar shalat, tetapi dengan tidak adanya wudhu, shalat menjadi tidak sah. Rukun jual beli ada tiga, yaitu aqid (penjual dan pembeli), ma'qud alaih (obyek akad), shigat (lafaz ijab kabul). 1. aqid (penjual dan pembeli) yang dalam hal ini dua atau beberapa orang melakukan akad, adapun syarat-syarat bagi orang yang melakukan akad ialah: a. Baligh berakal agar tidak mudah ditipu orang maka batal akad anak kecil, orang gila dan orang bodoh, sebab mereka tidak pandai mengendalikan harta, oleh karena itu anak kecil, orang gila, dan orang bodoh tidak boleh menjual harta sekalipun miliknya, Allah berfirman:
(٥ :) ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ...ﺍﻟﹶﻜﹸﻢﻮﺎﺀ ﺃﹶﻣﻔﹶﻬﻮﺍﹾ ﺍﻟﺴﺗﺆﻻﹶ ﺗﻭ Artinya:
Dan janganlah kamu berikan hartamu kepada orangorang yang bodoh (al-Nisa: 5).
Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa harta tidak boleh diserahkan kepada orang bodoh, 'illat larangan tersebut ialah karena orang bodoh tidak cakap dalam mengendalikan harta, orang gila dan anak kecil juga tidak cakap dalam mengelola harta, maka orang gila dan anak kecil juga tidak sah melakukan ijab dan kabul.48 b. Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam bendabenda tertentu, seperti seseorang dilarang menjual hambanya yang beragama Islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan Allah melarang 48
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001, hlm. 75
21
orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang kafir untuk merendahkan mukmin,49 firman-Nya;
:) ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ...ﺒﹺﻴﻼﹰ ﺳﻨﹺﲔﻣﺆﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﻤ ﻋﺮﹺﻳﻦﻠﹾﻜﹶﺎﻓ ﻟﻞﹶ ﺍﻟﻠﹼﻪﻌﺠﻟﹶﻦ ﻳﻭ... (١٤١ Artinya: Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan bagi orang kafir untuk menghina orang mukmin" (al-Nisa: 141). 2. Ma'qud alaih (obyek akad). Syarat-syarat benda yang menjadi obyek akad ialah: a. Suci atau mungkin untuk disucikan, maka tidak sah penjualan bendabenda najis seperti anjing, babi dan yang lainnya, Rasulullah SAW. bersabda:
ﺣﺪﺛﻨﺎﻗﺘﺒﺔ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺍﻟﻠﻴﺚ ﻋﻦ ﻳﺰﻳﺪ ﺑﻦ ﺍﰉ ﺣﺒﻴﺐ ﻫﻦ ﻋﻄﺎﺀ ﺑﻦ ﺍﰉ ﻡ ﻳﻘﻮﻝ ﺍﻥ ﺍﷲ ﺣﺮﻡ ﺑﻴﻊ.ﻪ ﲰﻊ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺹ ﺍﻧ:ﺭﺑﺎﺡ ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮ ﺍﳋﻤﺮﻭﺍﳌﻴﺘﺔ ﻭﺍﳋﱰﻳﺮﻭﺍﻻﺻﻨﺎﻡ ﻓﻘﻴﻞ ﻳﺎﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺍﺭﺍﻳﺖ ﺷﺤﻮﻡ ﺍﳌﻴﺘﺔ ﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻘﺎﻝ ﻫﻮ ﺎ ﺍﳉﻠﻮﺩﻭﻳﺴﺘﺼﺒﺢ ﻓﺎﻧﻪ ﻳﻄﻠﻰ ﺑﻪ ﺍﻟﺴﻘﻦ ﻭﻳﺪﻫﺐ ﻡ ﻋﻨﺪ ﺫﻟﻚ ﻗﺎﺗﻞ ﺍﷲ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﺍﻥ ﺍﷲ ﳌﺎ.ﺣﺮﻡ ﰒﹼ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺹ ﺣﺮﻡ ﺳﺤﻮﻣﻬﺎﲨﻠﻮﻩ ﰒﹼ ﺑﺎﻋﻮﺍ
٥٠
Artinya: Dari Yaziz bin Abi Habib dari Ata bin Abi Rubah dari Jabir bin Abdillah ra, sesungguhnya dia pernah mendengar Nabi SAW bersabda: sesungguhnya Allah mengharamkan menjual khamr, bangkai, babi dan patung berhala. Ditanyakan: ya Rasulullah, bagaimana pendapat anda tentang 49
Ibid, hlm. 76. Al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn al-Mugirah ibn Bardizbah alBukhari, Sahih al-Bukhari, juz 2, Beirut Libanon: Dar al-Fikr, 1410 H/1990 M, hlm. 29. 50
22
lemak bangkai karena ia dipergunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit-kulit dan dijadikan penerangan oleh manusia? Beliau menjawab: ia adalah haram. Kemudian Rasulullah SAW bersabda saat itu: mudah-mudahan Allah memusuhi orang-orang Yahudi. Sesungguhnya ketika Allah mengharamkan lemak bangkai, mereka malahan mencairkannya lalu mereka jual kemudian mereka makan harganya (HR.Bukhari). Menurut riwayat lain dari Nabi dinyatakan "kecuali anjing untuk berburu" boleh diperjualbelikan. Menurut Syafi'iyah bahwa sebab keharaman arak, bangkai, anjing, dan babi karena najis, berhala bukan karena najis tapi karena tidak ada manfaatnya, menurut Syara', batu berhala bila dipecah-pecah menjadi batu biasa boleh dijual, sebab dapat digunakan untuk membangun gedung atau yang lainnya. Abu Hurairah, Thawus dan Mujahid berpendapat bahwa kucing haram diperdagangkan alasannya
Hadits
shahih
yang
melarangnya,
jumhur
ulama
membolehkannya selama kucing tersebut bermanfaat, larangan dalam Hadits shahih dianggap sebagai tanzih (makruh tanzih).51 b. Memberi manfaat menurut Syara', maka dilarang jual beli benda-benda yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut Syara', seperti menjual babi, cecak dan yang lainnya. c. Jangan dikaitkan atau digantungkan kepada hal-hal lain, seperti; jika ayahku pergi kujual motor ini kepadamu. d. Tidak dibatasi waktunya, seperti perkataan saya jual motor ini kepada Tuan selama satu tahun, maka penjualan tersebut tidak sah, sebab jual
51
Hendi Suhendi, op. cit, 72.
23
beli adalah salah satu sebab pemilikan secara penuh yang tidak dibatasi apa pun kecuali ketentuan syara'. e. Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat, tidak sah menjual binatang yang sudah lari dan tidak dapat ditangkap lagi, barang-barang yang sudah hilang atau barang yang sulit diperoleh kembali karena samar, seperti seekor ikan jatuh ke kolam, maka tidak diketahui dengan pasti sebab dalam kolam tersebut terdapat ikan-ikan yang sama. f. Milik sendiri, tidaklah sah menjual barang orang lain dengan tidak seizin pemiliknya atau barang-barang yang baru akan menjadi miliknya.52 g. Diketahui (dilihat), barang yang diperjualbelikan harus dapat diketahui banyaknya, beratnya, takarannya, atau ukuran-ukuran yang lainnya, maka tidaklah sah jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu pihak. Ditinjau dari segi benda yang dijadikan obyek jual beli dapat dikemukakan pendapat Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk: ketiga bentuk jual beli sebagai berikut: 1) jual beli benda yang kelihatan 2) jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji dan 3) jual beli benda yang tidak ada.53 Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan
52 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Membahas Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 72-73 53 Imam Taqiyuddin Abubakar ibn Muhammad Al-Hussaini, Kifayat Al Akhyar Fii Halli Ghayatil Ikhtishar, Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiah, tth, hlm. 329.
24
pembeli, hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak, seperti membeli beras di pasar dan boleh dilakukan. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah untuk jual beli yang tidak tunai (kontan), salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian sesuatu yang penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad. Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama Islam, karena barangnya tidak tentu atau masih gelap, sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak. 3. Shigat (lafaz ijab kabul) Ijab dan kabul terdiri dari qaulun (perkataan) dan fi'lun (perbuatan). Qaulun dapat dilakukan dengan lafal sharih (kata-kata yang jelas) dan lafal kinayah (kata kiasan/sindiran). Lafal sharih ialah sighat jual beli yang tidak mengandung makna selain dari jual beli. Misalnya:
ﺑﻌﺘﻚ ھﺬه اﻟﺴﻠﻌﺔ ﺑﻜﺬا
(saya menjual
25
kepadamu ini barang dengan harga sekian), dan kemudian dijawab
( اﺳﺘﺮﯾﺘﮭﺎ ﻣﻨﻚ ﺑﻜﺬاsaya membelinya dari kamu dengan harga sekian).54 Lafal kinayah ialah lafal yang di samping menunjukkan makna jual beli juga dapat menunjukkan kepada arti selain jual beli. Misalnya perkataan si penjual اﻟﺜﻮب
اﻋﻄﯿﺘﻚ ھﺬا اﻟﺜﻮب ﺑﺬاﻟﻚ
baju ini dengan baju itu) atau
(saya memberi kamu
( اﻋﻄﯿﺘﻚ ﺗﻠﻚ اﻟﺪﺑّﺔ ﺑﺘﻠﻚsaya memberi kamu
binatang itu dengan itu). Lafal ( )اﻋﻄﯿﺘﻚtersebut dapat mengandung makna "jual beli" dan makna "pinjam meminjam." Apabila lafal tersebut dimaksudkan jual beli, niat tersebut sah. Apabila lafal kinayah tersebut disertai penyebutan harga, maka lafal kinayah tersebut menjadi lafal sharih. Misalnya:
( وھﺒﺘﻚ ھﺬه اﻟﺪار ﺑﻤﺎﺋﺔ دﯾﻨﺎرsaya beri kamu rumah ini
dengan uang pengganti seratus dinar). Lafal
اﻟﮭﺒﮫdi atas apabila tidak disertai
penyebutan harga, maka menunjukkan makna hibah, tetapi jika disertai penyebutan harga seperti di atas maka menunjukkan makna jual beli. Demikian juga setiap lafal yang mempunyai makna tamlik apabila disertai penyebutan harga, maka lafal tersebut menjafi lafal yang sharih.55 Adapun shighat berupa fi'lun (perbuatan) adalah berwujud serah terima yaitu menerima dan menyerahkan dengan tanpa disertai sesuatu perkataan pun. Misalnya: seseorang membeli sesuatu barang yang harganya sudah dia ketahui, kemudian ia (pembeli) menerimanya dari 54
Abd al-Rahman al-Jaziri, op. cit, hlm. 325 Ibid, hlm. 326
55
26
penjual dan dia (pembeli) menyerahkan harganya kepada penjual, maka dia (pembeli) sudah dinyatakan memiliki barang tersebut karena dia (pembeli) telah menerimanya. Sama juga barang itu sedikit (barang kecil) seperti roti, telur dan yang sejenis menurut adat dibelinya dengan sendirisendiri, maupun berupa barang yang banyak (besar) seperti baju yang berharga.56 Shighat berupa fi'lun (perbuatan) merupakan cara lain untuk membentuk 'akad dan paling sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, sorang pembeli menyerahkan sejumlah uang; kemudian penjual menyerahkan barang kepada pembeli. Cara ini disebut jual beli dengan saling menyerahkan harga dan barang atau disebut juga mu'athah. Demikian pula ketika seseorang naik bus menuju ke suatu tempat; tanpa kata-kata atau ucapan (sighat) penumpang tersebut langsung menyerahkan uang seharga karcis sesuai dengan jarak yang ditempuh. Sewa menyewa ini disebut juga dengan mu'athah. Selanjutnya, dalam dunia modern sekarang ini, 'akad jual beli dapat terjadi secara otomatis dengan menggunakan mesin. Dengan memasukkan uang ke mesin, maka akan keluar barang sesuai dengan jumlah uang yang dimasukkan. Demikian juga, pembelian barang dengan menggunakan credit card (kartu kredit), transaksi dengan pihak bank melalui mesin otomatis, dan sebagainya. Perlu dicatat bahwa yang terpenting dalam cara
56
Ibid, hlm. 319
27
mu'athah ini, untuk menumbuhkan akad maka jangan sampai terjadi pengecohan atau penipuan. Segala sesuatu harus diketahui secara jelas; atau transparan. Suatu 'akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya. Dalam 'akad jual beli, misalnya, 'akad dipandang telah berakhir apabila barang telah berpindah milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik sipenjual. Sedangkan 'akad dalam pegadaian dan kafalah (pertanggungan) dianggap telah berakhir apabila utang telah dibayar.57 Rukun yang pokok dalam akad (perjanjian) jual-beli itu adalah ijab-kabul yaitu ucapan penyerahan hak milik di satu pihak dan ucapan penerimaan di pihak lain. Adanya ijab-kabul dalam transaksi ini merupakan
indikasi adanya
saling ridha dari pihak-pihak
yang
mengadakan transaksi. Transaksi berlangsung secara hukum bila padanya telah terdapat saling ridha yang menjadi kriteria utama dan sahnya suatu transaksi. Namun suka saling ridha itu merupakan perasaan yang berada pada bagian dalam dari manusia, yang tidak mungkin diketahui orang lain. Oleh karenanya diperlukan suatu indikasi yang jelas yang menunjukkan adanya perasaan dalam tentang saling ridha itu. Para ulama terdahulu menetapkan ijab-kabul itu sebagai suatu indikasi.58
57
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Yogyakarta: UII Press, 2000, hlm. 65. 58 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana, 2003, hlm. 195
28
ﻻﻳﻔﺘﺮﻗﻦ ﺍﺛﻨﺎﻥ ﺍﻻ:ﻋﻦ ﺍﰊ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﻌﻢ ﻗﺎﻝ ٥٩
ﻋﻦ ﺗﺮﺍﺽ
Artinya: “Dari Abi Hurairah ra. dari Nabi SAW. bersabda: janganlah dua orang yang jual beli berpisah, sebelum saling meridhai" (Riwayat Abu Daud danTirmidzi). Ijab-kabul adalah salah satu bentuk indikasi yang meyakinkan tentang adanya rasa suka sama suka. Bila pada waktu ini dapat menemukan cara lain yang dapat ditempatkan sebagai indikasi seperti saling mengangguk atau saling menanda tangani suatu dokumen, maka yang demikian telah memenuhi unsur suatu transaksi. Umpamanya transaksi jual-beli di supermarket, pembeli telah menyerahkan uang dan penjual melalui petugasnya di counter telah memberikan slip tanda terima, sahlah jual-beli itu.60 Dalam literatur fiqih muamalah terdapat pengertian ijab dan kabul dengan berbagai rumusan yang bervariasi namun intinya sama. Misalnya dalam buku fiqih muamalah susunan Hendi Suhendi dijelaskan bahwa ijab adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad, sedangkan kabul ialah perkataan yang keluar dari pihak berakad pula, yang diucapkan setelah adanya ijab.61 Menurut madzhab Hanafi, ijab ialah sesuatu yang keluar pertama kali dari salah satu dari dua orang yang mengadakan akad.
59 Al-Imam Abu Daud Sulaiman ibn al-Asy’as al-Azdi as-Sijistani, Sunan Abi Daud, Kairo: Tijarriyah Kubra, 1354 H/1935 M, hlm. 324. 60 Ibid 61 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 47.
29
Baik dari si penjual, seperti ucapan: “saya menjual kepadamu barang ini” maupun dari si pembeli, seperti ucapan: “saya membeli barang ini dengan harga seribu”, kemudian si penjual menjawab: “barang itu aku jual kepadamu”. Sedangkan “kaul” ialah sesuatu yang keluar kedua (sesudah ijab).62 Dalam buku Etika Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, terdapat penjelasan, dalam akad jual beli, ijab adalah ucapan yang diucapkan oleh penjual, sedangkan kabul adalah ucapan setuju dan rela yang berasal dari pembeli.63 Rachmat Syafe’i dengan mengutip ulama Hanafiyah dalam redaksi yang berbeda dengan di atas mengatakan: ijab adalah penetapan perbuatan tertentu yang menunjukkan keridaan yang diucapkan oleh orang pertama, baik yang menyerahkan maupun yang menerima, sedangkan kabul adalah orang yang berkata setelah orang yang mengucapkan ijab, yang menunjukkan keridaan atas ucapan orang pertama.64 Dari rumusan-rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa ijab adalah suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah suatu pernyataan menerima dari pihak kedua atas penawaran yang dilakukan oleh pihak pertama. Dalam hubungannya dengan ijab kabul, bahwa syarat-syarat sah ijab kabul ialah:
62
Abd al-Rahman al-Jaziri,, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, Beirut: Dar alKutub al-Ilmiah, tth, hlm. 320. 63 Muhammad Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta: BPFE, 2004, hlm. 155. 64 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2004, hlm. 45.
30
1. Jangan ada yang memisahkan, janganlah pembeli diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya. 2. Jangan diselangi dengan kata-kata lain antara ijab dan kabul. 3. Beragama Islam, Syarat beragama Islam khusus untuk pembeli saja dalam bendabenda tertentu, seperti seseorang dilarang menjual hambanya yang beragama Islam kepada pembeli yang tidak beragama Islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan Allah melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang kafir untuk merendahkan mukmin. Menurut fuqaha Hanafiyah terdapat empat macam syarat yang harus jual beli.65 Fuqaha Malikiyah merumuskan tiga macam syarat jual beli: berkaitan dengan 'aqid, berkaitan dengan sighat dan syarat yang berkaitan dengan obyek jual beli. Syarat yang berkaitan dengan 'aqid: (a) mumayyiz, (b) cakap hukum, (c) berakal sehat, (d) pemilik barang. Syarat yang berkaitan dengan shigat: (a) dilaksanakan dalam satu majlis, (b) antara ijab dan kabul tidak terputus. Syarat yang berkaitan dengan obyeknya: (a) tidak dilarang oleh syara', (b) suci, (c) bermanfaat, (d) diketahui oleh 'aqid, (e) dapat diserahterimakan.66 Menurut mazhab Syafi'iyah, syarat yang berkaitan dengan 'aqid: (a) al-rusyd, yakni baligh, berakal dan cakap hukum, (b) tidak dipaksa, (c) Islam, 65
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, Juz, IV, Beirut: Dar al-Fkr, 1989,
hlm. 149 66
Ibid, hlm. 387 – 388.
31
dalam hal jual beli Mushaf dan kitab Hadis, (d) tidak kafir harbi dalam hal jual beli peralatan perang. Fuqaha Syafi'iyah merumuskan dua kelompok persyaratan: yang berkaitan dengan ijab-kabul dan yang berkaitan dengan obyek jual beli. Syarat yang berkaitan dengan ijab-kabul atau shigat akad: 1.
Berupa percakapan dua pihak (khithobah)
2.
Pihak pertama menyatakan barang dan harganya
3.
Kabul dinyatakan oleh pihak kedua (mukhathab)
4.
Antara ijab dan kabul tidak terputus dengan percakapan lain,
5.
Kalimat kabul tidak berubah dengan kabul yang baru
6.
Terdapat kesesuaian antara ijab dan kabul
7.
Shighat akad tidak digantungkan dengan sesuatu yang lain
8.
Tidak dibatasi dalam periode waktu tertentu
Syarat yang berkaitan dengan obyek jual-beli: 1.
Harus suci
2.
Dapat diserah-terimakan
3.
Dapat dimanfaatkan secara syara'
4.
Hak milik sendiri atau milik orang lain dengan kuasa atasnya
5.
Berupa materi dan sifat-sifatnya dapat dinyatakan secara jelas.67
Fuqaha Hambali merumuskan dua kategori persyaratan: yang berkaitan dengan 'aqid (para pihak) dan yang berkaitan dengan shighat, dan yang berkaitan dengan obyek jual-beli. Syarat yang berkaitan dengan para pihak:
67
Ibid., hlm. 389 – 393.
32
1. Al-Rusyd (baligh dan berakal sehat) kecuali dalam jual-beli barang-barang yang ringan 2. Ada kerelaan Syarat yang berkaitan dengan shighat 1. Berlangsung dalam satu majlis 2. Antara ijab dan kabul tidak terputus 3. Akadnya tidak dibatasi dengan periode waktu tertentu Syarat yang berkaitan dengan obyek 1. Berupa mal (harta) 2. Harta tersebut milik para pihak 3. Dapat diserahterimakan 4. Dinyatakan secara jelas oleh para pihak 5. Harga dinyatakan secara jelas 6. Tidak ada halangan syara.68 Seluruh fuqaha sepakat bahwasanya jual beli bangkai, khamer dan babi adalah batal atau tidak sah. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Sabda Rasullullah SAW.
ﺎﺡﹴﺑﻦﹺ ﺃﹶﺑﹺﻲ ﺭﻄﹶﺎﺀِ ﺑ ﻋﻦﺒﹺﻴﺐﹴ ﻋﻦﹺ ﺃﹶﺑﹺﻲ ﺣ ﺑﺰﹺﻳﺪ ﻳﻦﺚﹸ ﻋﺎ ﺍﻟﻠﱠﻴﺛﹶﻨﺪﺔﹸ ﺣﺒﻴﺎ ﻗﹸﺘﺛﹶﻨﺪﺣ ﻪ ﻠﹶﻴ ﻋﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺻﻮﻝﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳ ﺭﻊﻤ ﺳﻪ ﺃﹶﻧﻪﻨ ﻋﻲ ﺍﻟﻠﱠﻪﺿ ﺭﺍﻟﻠﱠﻪﺪﺒﻦﹺ ﻋﺎﺑﹺﺮﹺ ﺑ ﺟﻦﻋ ﺔﺘﻴﺍﻟﹾﻤﺮﹺ ﻭﻤ ﺍﻟﹾﺨﻊﻴ ﺑﻡﺮ ﺣﻮﻟﹶﻪﺳﺭ ﻭﺢﹺ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺍﻟﹾﻔﹶﺘﺎﻡﻜﱠﺔﹶ ﻋ ﺑﹺﻤﻮﻫﻘﹸﻮﻝﹸ ﻭ ﻳﻠﱠﻢﺳﻭ ﺎﻄﹾﻠﹶﻰ ﺑﹺﻬﺎ ﻳﻬ ﻓﹶﺈﹺﻧﺔﺘﻴ ﺍﻟﹾﻤﻮﻡﺤ ﺷﺖﺃﹶﻳ ﺃﹶﺭﻮﻝﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳﺎ ﺭﻴﻞﹶ ﻳﺎﻡﹺ ﻓﹶﻘﻨﺍﻟﹾﺄﹶﺻﺰﹺﻳﺮﹺ ﻭﻨﺍﻟﹾﺨﻭ 68
Ibid., hlm. 393 – 397.
33
)ﺭﻭﺍﻩﺍﻡﺮ ﺣﻮ ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ ﻟﹶﺎ ﻫﺎﺱﺎ ﺍﻟﻨ ﺑﹺﻬﺒﹺﺢﺼﺘﺴﻳ ﻭﻠﹸﻮﺩﺎ ﺍﻟﹾﺠ ﺑﹺﻬﻦﻫﺪﻳ ﻭﻔﹸﻦﺍﻟﺴ (ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ٦٩
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami dari Qutaibah dari al-Laits dari Yazid bin Abi Habib dari 'Atha' bin Abi Rabah dari Jabir bin 'Abdullah ra telah mendengar Rasulullah Saw. Bersabda: tahun pembukaan di Makkah: sesungguhnya Allah mengharamkan jualbeli khamer (minuman keras), bangkai, babi dan berhala" Kemudian seseorang bertanya: "Bagaimana tentang lemak bangkai, karena banyak yang menggunakannya sebagai pelapis perahu dan, meminyaki kulit dan untuk bahan bakar lampu?" Rasulullah SAW. menjawab: "Tidak boleh, semua itu adalah haram". (H.R. alBukhari) Mengenai benda-benda najis selain yang dinyatakan di dalam hadis di atas fuqaha berselisih pandangan. Menurut Mazhab Hanafiyah dan Dhahiriyah, benda najis yang bermanfaat selain yang dinyatakan dalam hadis di atas, boleh diperjualbelikan sepanjang tidak untuk dimakan sah diperjualbelikan, seperti kotoran ternak. Kaidah umum yang populer dalam mazhab ini adalah:
ﺍﻥ ﻛﻞ ﻣﺎﻓﻴﺔ ﻣﻨﻔﻌﺔ ﲢﻞ ﺷﺮﻋﺎ ﻓﺈﻥ ﺑﻴﻌﻪ ﳚﻮﺯ
٧٠
Artinya: Segala sesuatu yang mengandung manfaat yang dihalalkan oleh syara' boleh dijual-belikan. Dalam Kitab al-Fiqh ‘alâ al-Mazâhib al-Arba’ah, mazhab Hanafi menegaskan:
ﳚﻮﺯ ﺑﻴﻊ ﺍﻟﺪﻫﻦ ﺍﳌﺘﻨﺠﺲ ﻭﺍﻻﻧﺘﻔﺎﻉ ﺑﻪ ﰱ ﻏﲑ ﺍﻷﻛﻞ ﻛﻤﺎ:ﺍﳊﻨﻔﻴﺔ – ﻗﺎﻟﻮﺍ ﺎ ﻭﺑﻴﻊ ﺍﻟﺰﺑﻞ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﳒﺲ ﳚﻮﺯ ﺑﻴﻊ ﺍﻟﻌﺬﺭﺓ ﺍﳌﺨﻠﻮﻃﺔ ﺑﺎﻟﺘﺮﺍﺏ ﻭﺍﻻﻧﺘﻔﺎﻉ 69 Al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn al-Mugirah ibn Bardizbah alBukhari, Sahih al-Bukhari, Juz 3, Beirut Libanon: Dar al-Fikr, 1410 H/1990 M, hlm. 35. 70 Muhammad bin Ismail al-Kahlani as-San'ani, Subul as-Salam, Jilid III, Cairo: Syirkah Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi, 1950, hlm. 17.
34
ﺍﻟﻌﲔ ﻭﺇﳕﺎ ﺍﻟﺬﻱ ﳝﻨﻌﻮﻧﻪ ﺑﻴﻊ ﺍﳌﻴﺘﺔ ﻭﺟﻠﺪﻫﺎ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺪﺑﻎ ﻭﺑﻴﻊ ﺍﳋﱰﻳﺮ ﻭﺑﻴﻊ ٧١ ﺍﳋﻤﺮ Artinya: Mereka berkata: Boleh menjualbelikan minyak yang terkena najis dan memanfaatkannya selain untuk makan. Sebagaimana boleh memperjualbelikan kotoran yang tercampur dengan debu dan memanfaatkannya dan kotoran binatang atau pupuk meskipun dia najis barangnya. Bahwasanya yang mereka larang adalah memperjual belikan bangkai, kulit bangkai sebelum disamak, babi dan arak.
D. Macam-Macam Jual Beli 1. Jual Beli Benda yang Kelihatan
Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi hukumnya, jual beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum dan batal menurut hukum, dari segi obyek jual beli, dan dari segi pelaku jual beli. Ditinjau dari segi benda yang dijadikan obyek jual beli dapat dikemukakan pendapat Imam Taqiyuddin72 bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk: 1) jual beli benda yang kelihatan 2) jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji dan 3) jual beli benda yang tidak ada. Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan pembeli, hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak, seperti membeli beras di pasar dan boleh dilakukan.
71 Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah, Juz 2, Beirut: Dar al-Fikr, 1972, hlm. 137. 72 Imam Taqiyuddin Abubakar ibn Muhammad Al-Hussaini, Kifayat Al Akhyar Fii Halli Ghayatil Ikhtishar, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, tth, hlm. 329.
35
Jual beli itu dihalalkan, dibenarkan agama, asal memenuhi syaratsyarat yang diperlukan. Demikian hukum ini disepakati para ahli ijma (ulama’ Mujtahidin) tak ada khilaf padanya. Memang dengan tegas-tegas al-Qur’an
menerangkan
bahwa
menjual
itu
halal,
sedang
riba
diharamkan.73 Sejalan dengan itu dalam jual beli ada persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya menyangkut barang yang dijadikan objek jual beli yaitu barang yang diakadkan harus ada di tangan si penjual, artinya barang itu ada di tempat, diketahui dan dapat dilihat pembeli pada waktu akad itu terjadi. Hal ini sebagaimana dinyatakan Sayyid Sabiq:
(٢) ( ﻃﻬﺎﺭﺓ ﺍﻟﻌﲔ١) :ﺎﺍﳌﻌﻘﻮﺩ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻴﺸﺘﺮﻁ ﻓﻴﻪ ﺳﺘﺔ ﺷﺮﻭﻁﻭﺍﻣ ( ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺑﻪ٥) ( ﺍﻟﻘﺪﺭﺓ ﻋﻠﻰ ﺗﺴﻠﻴﻤﺔ٤) ( ﻣﻠﻜﻴﻪ ﺍﻟﻌﺎﻗﺪ ﻟﻪ٣) ﺍﻹﻧﺘﻔﺎﻉ ﺑﻪ ٧٤
( ﻛﻮﻥ ﺍﳌﺒﻴﻊ ﻣﻘﺒﻮﺿﺎ٦)
Artinya: Adapun tentang syarat barang yang diakadkan ada enam yaitu (1) bersihnya barang. (2) dapat dimanfaatkan. (3) milik orang yang melakukan akad. (4) mampu menyerahkannya. (5) mengetahui. (6) barang yang diakadkan ada di tangan. 2. Jual Beli yang Disebutkan Sifat-Sifatnya dalam Janji Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah untuk jual beli yang tidak tunai (kontan), salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian sesuatu yang penyerahan barang-barangnya
73
T.M Hasbi ash-Shiddiqi, Hukum-hukum Fiqh Islam, Tinjauan Antar Mazhab, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001, Cet ke-2, hlm. 328. 74 Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 150
36
ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad. Dasar hukum jual beli salam dapat dilihat dalam hadis sebagai berikut:
ﻦﺠﹺﻴﺢﹴ ﻋﻦﹺ ﺃﹶﺑﹺﻲ ﻧﻦﹺ ﺍﺑﺎﻥﹸ ﻋﻔﹾﻴﺎ ﺳﺛﹶﻨﺪ ﺣﻲﻠﻔﹶﻴ ﺍﻟﻨﺪﻤﺤ ﻣﻦ ﺑ ﺍﻟﻠﱠﻪﺪﺒﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪﺣ ﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﹶـﺎﻝﹶﺎﺱﹴ ﺭﺒﻦﹺ ﻋﻦﹺ ﺍﺑﺎﻝﹺ ﻋﻬﻨ ﺃﹶﺑﹺﻲ ﺍﻟﹾﻤﻦﲑﹴ ﻋﻦﹺ ﻛﹶﺜ ﺑ ﺍﻟﻠﱠﻪﺪﺒﻋ ﻞﹴﻲ ﻛﹶﻴ ﻓﻒﻠﺴ ﻓﹶﻠﹾﻴﺊﻴ ﺷﻲ ﻓﻠﹶﻒ ﺃﹶﺳﻦ ﻣﻠﱠﻢﺳ ﻭﻪﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻋ ﺻﻮﻝﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳﺭ (ﻠﹸﻮﻡﹴ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﺔﻌﻞﹴ ﻣﻠﹸﻮﻡﹴ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺃﹶﺟﻌ ﻣﻥﺯﻭﻠﹸﻮﻡﹴ ﻭﻌﻣ
٧٥
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami dari Abdullah bin Muhammad al-Nufaily dari Sufyan dari Ibnu Abi Najih dari Abdullah bin Kasir dari Abi al-Minhal dari Ibnu Abbas ra. Telah berkata Rasulullah Saw: jika kamu melakukan jual beli salam, maka lakukanlah dalam ukuran tertentu, timbangan tertentu, dan waktu tertentu. (HR Ibn Majah). Dalam salam berlaku semua syarat jual beli dan syarat-syarat tambahannya ialah: 1. Ketika melakukan akad salam disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin dijangkau oleh pembeli, baik berupa barang yang dapat ditakar, ditimbang maupun diukur. 2. Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bisa mempertinggi dan memperendah harga barang itu, umpamanya benda tersebut berupa kapas, sebutkanlah jenis kapas saclarides nomor satu, nomor 75
Al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid ibnu Majah al-Qazwini, hadis No. 2065 dalam CD program Mausu'ah Hadis al-Syarif, 1991-1997, VCR II, Global Islamic Software Company).
37
dua dan seterusnya, kalau kain, maka sebutkanlah jenis kainnya, pada intinya sebutkanlah semua identitasnya yang dikenal oleh orang-orang yang ahli di bidang ini, yang menyangkut kualitas barang tersebut. 3. Barang yang akan diserahkan hendaknya barang-barang yang biasa didapatkan di pasar. 4. Harga hendaknya dipegang di tempat akad berlangsung. 76 3. Jual Beli Benda yang Tidak ada Menurut Abu Bakr al-Jazairi, seorang muslim tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada padanya atau sesuatu yang belum dimilikinya, karena hal tersebut menyakiti pembeli yang tidak mendapatkan barang yang dimilikinya.77 Dalam kaitan ini Ibnu Rusyd menjelaskan, barang-barang yang diperjual belikan itu ada dua macam: pertama, barang yang benar-benar ada dan dapat dilihat, ini tidak ada perbedaan pendapat. Kedua, barang yang tidak hadir (gaib) atau tidak dapat dilihat dan tidak ada di tempat akad itu terjadi, maka untuk hal ini terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Menurut Imam Malik dibolehkan jual beli barang yang tidak hadir (gaib) atau tidak dapat dilihat dan tidak ada di tempat akad itu terjadi, demikian pula pendapat Abu Hanifah. Namun demikian dalam pandangan Malik bahwa barang itu harus disebutkan sifatnya, sedangkan dalam pandangan Abu Hanifah tidak menyebutkan sifatnya pun boleh. 78
76
Hendi Suhendi, op.cit., hlm. 76. Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaj al-Muslim: Kitab Aqa'id wa Adab wa Ahlaq wa Ibadah wa Mua'amalah, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, 2004, hlm. 297. 78 Ibnu Rusyd, Bidâyah al Mujtahid Wa Nihâyah al Muqtasid, Juz II, Beirut: Dâr Al-Jiil, 77
38
Pandangan kedua ulama tersebut (Imam Malik dan Abu Hanifah) berbeda dengan pandangan Imam al-Syafi'i yang tidak membolehkan jual beli barang yang tidak hadir (gaib) atau tidak dapat dilihat dan tidak ada di tempat akad itu terjadi. Menurut Sayyid Sabiq, boleh menjualbelikan barang yang pada waktu dilakukannya akad tidak ada di tempat, dengan syarat kriteria barang tersebut terperinci dengan jelas. Jika ternyata sesuai dengan informasi, jual beli menjadi sah, dan jika ternyata berbeda, pihak yang tidak menyaksikan (salah satu pihak yang melakukan akad) boleh memilih: menerima atau tidak. Tak ada bedanya dalam hal ini, baik pembeli maupun penjual. 79
1409 H/1989, hlm. 116 – 117. 79 Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 155.
BAB III TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HASIL BUDIDAYA IKAN TAMBAK DI DESA WARUK KEC. KARANGBINANGUN KAB. LAMONGAN
A. Monografi dan Demografi Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun Kabupaten Lamongan 1.
Monografi Desa Waruk Desa Waruk adalah termasuk salah satu di antara desa-desa yang berada di wilayah kecamatan Karangbinangun yang letaknya kurang lebih 5 kilo meter dari Ibukota Kabupaten Lamongan. Adapun batas-batas desa Waruk yaitu: a. Sebelah utara dibatasi dengan ladang/sawah/tambak b. Sebelah selatan dibatasi Dusun Pudi Wetan c. Sebelah barat dibatasi Dusun Wedeng d. Sebelah timur dibatasi Dusun Wates Luas tanah desa Waruk ialah 274 ha. Kondisi tanahnya cukup subur untuk bercocok tanam, beternak. Desa Waruk terletak di sebelah utara kota Lamongan, termasuk daerah dataran rendah, yang apabila musim hujan tiba, semua wilayah sawah dan tambak menjadi tergenang air hingga mencapai 2 meter, namun apabila musim kemarau dating, perlahan-lahan air tersebut menyusut hingga habis, kemudian para petani dapat bercocok tanam.
39
40
Pada musim kemarau masyarakat desa Waruk mengunakan saluran air (sungai) untuk mengairi sawahnya yang terdapat tanam padi dengan cara mendeselnya (menggunakan alat tehnik mesin pompa air) dan dipakai untuk menyirami tanaman yang sedang kekeringan. Untuk kebutuhannya sehari-hari, pada mulanya masyarakat kesulitan air di musim kemarau, namun sekarang karena sudah ada sumur artetis, sehingga kebutuhan masyarakat terdapat air bersih sudah tercukupi. Dalam Dokumen Rencana Pembangunan Desa dijelaskan bahwa masalah tenaga kerja merupakan persoalan yang paling sering dibicarakan dalam setiap rembuk desa dan masih dicarikan jalan keluarnya oleh aparat desa. Tinggihnya pertumbuhan penduduk desa Waruk dan terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia menyebabkan semakin banyaknya pengangguran di Desa Waruk. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dikemukakan data tentang mata pencarian penduduk Desa Waruk dimulai dari usia 10 tahun ke atas. Namun sebelumnya, akan didahului dengan data penduduk berdasarkan kelompok umur sebagai berikut :
41
TABEL I PENDUDUK DESA WARUK MENURUT KELOMPOK UMUR TAHUN 201280
No
Kelompok Umur
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1
0 –4 th
39
30
69
2
5-9 th
40
34
74
3
10-14 th
45
37
82
4
15-19 th
36
30
66
5
20-24
56
43
99
6
25-29 th
28
25
53
7
30-39
72
67
139
8
40-49 th
50
60
110
9
50-50
38
46
84
10
60 +
46
50
96
450
422
872
Berdasarkan pada tabel di atas dapat di simpulkan bahwa penduduk desa Waruk dapat kelompokkan menjadi 4 (empat) golongan: 1. Golongan anak berumur 0-14 tahun berjumlah 225 jiwa 2. Golongan anak muda berumur 15-19 tahun berjumlah 66 jiwa 3. Golongan setengah tua berumur 20-39 tahun berjumlah 291 jiwa 4. Golongan tua berumur 40-60 tahun berjumlah 290 jiwa Sedangkan penduduk desa Waruk apabila ditinjau dari segi mata pencaharian adalah terdiri dari berbagai macam pekerjaan, sebagaimana terinci dalam tabel di bawah ini:
80
Data Dari buku Monografi desa Waruk Bulan Maret 2012
42
TABEL II DATA MATA PENCAHARIAN PENDUDUK DESA WARUK 81
No
Mata Pencaharian
Jumlah
1
Wiraswasta
65
2
Tani/tambak
300
3
Buruh tani/buruh tambak
250
4
Pertambangan/galian
5
Industri kecil/rumah tangga
57
6
Bangunan dan kontruksi
8
7
Perdagangan
34
8
Angkutan dan jasa
15
9
Pegawai negeri
3
10
TNI/POLRI
-
11
Pensiunan/purnawirawan
-
12
Pengusaha
2
13
Lain-lain
-
132
Tabel tersebut di atas memperlihatkan komposisi mata pencaharian penduduk desa Waruk pada tahun 2012, lapangan pekerjaan jual beli hasil budidaya ikan tambak sudah dominan jika dibandingkan dengan tenaga lapangan pekerjaan lainnya. 2. Kondisi Sosial Masyarakat yang Berkaitan dengan Ekonomi, Budaya dan Keagamaan a. Ditinjau dari Aspek Ekonomi Pada era 1970’an, masyarakat Desa Waruk tergolong masyarakat yang miskin atau dapat disebut sebagai desa miskin. 81
Data Dari buku Monografi desa Waruk Maret 2012
43
Masyarakat hanya bias bertani dengan bercocok tanam satu kali selama satu tahun pada musim kemarau, yang biasanya mulai bercocok tanam sekitar bulan Juli-Oktober saja. Mengingat daerah tersebut termasuk daerah dataran rendah, yang apabila dating musim hujan semua lahan pertanian menjadi tergenang air hingga mencapai ketinggian 2 meter dan baru asat/meyurut/terkikis habis pada waktu musim panas. Masyarakat Desa Waruk mayoritas pencariannya sebagai tani tambak air tawar atau budidaya ikan tawar. Ikan yang dibudidayakan terdiri dari ikan bandeng, udang windu, udang panama, ikan lele, gurami, ikan kakap, ikan mas/tombro, ikan bader, nila dan mujaher. Penduduk desa Waruk berdasarkan hasil registrasi penduduk tahun 2012 berjumlah 5.772 penduduk, mayoritas masyarakat beragama islam, dan memiliki beraneka ragam pekerjaan namun sebagian besar di bidang tani tambak hasil budidaya ikan tambak. b. Ditinjau dari Aspek Agama Dalam bidang agama masyarakat Desa Waruk adalah mayoritas beragama Islam. Hal itu dapat dilihat pada catatan buku monografi desa Waruk yang merupakan data jumlah penduduk pemeluk agama, yaitu sebagai berikut:
44
TABEL IV PENDUDUK MENURUT AGAMA DI DESA WARUK 82
No
Agama
Jumlah
1
Islam
872
2
Katholik
-
3
Kristen Protestan
-
4
Budha
-
5
Hindu
-
Selanjutnya untuk menampung kegiatan bagi para penganut agama dan kepercayaan di desa Waruk tersedia 6 sarana tempat peribadatan. Rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut: TABEL V BANYAKNYA TEMPAT IBADAH DI DESA WARUK 201283
No
Nama Tempat Ibadah
Jumlah
1
Masjid
1
2
Mushalla
4
3
Gereja
-
4
Wihara
-
5
Pura
Jumlah
Tempat
peribadatan
5
tersebut
setiap
tahun
mengalami
perubahan, yaitu semakin banyak anak-anak ke mesjid dan mushalla.
82
Data Dari buku Monografi desa Waruk Maret 2012 Data Dari buku Monografi desa Waruk Maret 2012
83
45
c. Ditinjau dari Aspek Pendidikan Penduduk Desa Waruk ditinjau dari segi pendidikannya terdiri dari beberapa tingkat, sebagaimana dalam tabel berikut ini: TABEL VI DATA PENDIDIKAN PENDUDUK DESAWARUK TAHUN 201284
No
Jenis Pendidikan
Jumlah
1
Tidak sekolah
97
2
Belum tamat SD
75
3
Tamat SD
200
4
Tamat SLTP
-
5
Tamat SLTA
126
6
Sarjana
5
Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Desa Waruk, apabila ditinjau dari pendidikannya, maka terlihat bahwa jumlah yang tamat SD lebih besar yaitu 200 dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dan dapat digunakan sebagai acuan lebih meningkatkan taraf pendidikan masyarakat Desa Waruk. d. Ditinjau dari aspek Sosial Budaya Desa Waruk termasuk desa di daerah pelosok dan mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah jual beli hasil budidaya ikan tambak, wiraswasta, petani dan tukang, memiliki jarak tempuh yang
84
Data Dari buku Monografi desa Waruk Maret 2012
46
relatif jauh dari pusat pemerintahan. Namun kondisi desa ini ditunjang dengan sarana dan prasarana kegiatan masyarakat pedesaan pada umumnya, dan memiliki kehidupan sosial budaya yang sangat kental. Hal ini yang membedakan antara kondisi sosial masyarakat desa dengan masyarakat kota pada umumnya, yang terkenal dengan individualistik dan
hedonis
yang merupakan corak terhadap
masyarakat kota.85 Di Desa Waruk, nilai-nilai budaya, tata dan pembinaan hubungan antar masyarakat yang terjalin di lingkungan masyarakatnya masih merupakan warisan nilai budaya, tata dan pembinaan hubungan nenek moyang yang luhur. Di samping itu masih kuatnya tepo selero (tenggang rasa) dengan sesama manusia terlebih tetangga di sekitarnya serta lebih mengutamakan asas persaudaraan di atas kepentingan pribadi yang menjadi bukti nyata keberlangsungan nilai-nilai sosial asli masyarakat jawa.86 Keberhasilan dalam melestarikan dan penerapan nilai-nilai sosial budaya tersebut karena adanya usaha-usaha masyarakat untuk tetap menjaga persatuan dan persaudaraan melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang secara langsung maupun tidak langsung mengharuskan
masyarakat
yang
terlibat
untuk
terus
saling
berhubungan dan berinteraksi dalam bentuk persaudaraan. Kegiatan-
85 Hasil Wawancara dengan Bapak Hartono, selaku tokoh masyarakat Desa Waruk, wawancara dilakukan tgl. 25 Maret 2012. 86 Hasil Wawancara dengan Bapak Sumiyono, selaku tokoh masyarakat Desa Waruk, wawancara dilakukan tgl. 26 Maret 2012.
47
kegiatan kemasyarakatan itu dapat dibedakan secara kelompok umur dan tujuannya antara lain adalah sebagai berikut: a. Perkumpulan secara arisan kelompok bapak-bapak yang diadakan setiap RT. Dalam perkumpulan ini sangat sering dibahas tentang segala yang bersangkutan dengan kehidupan dan kebutuhan masyarakat ditingkat RT untuk kemudian dicari solusi secara bersama-sama. b. Perkumpulan Ibu-ibu PKK secara rutin, kelompok ibu-ibu yang terdiri
dari arisan RT dan perkumpulan arisan dasawisma.
Perkumpulan dan arisan ibu-ibu dilaksanakan ditingkat RT, memiliki fungsi dan manfaat seperti pada perkumpulan arisan bapak-bapak. Perkumpulan arisan dasawisma dan ibu-ibu PKK diadakan di tingkat RW. Perkumpulan PKK memiliki fungsi untuk meningkatkan kemampuan dan peran serta yang positif bagi ibuibu dalam keluarga. Sedangkan arisan dasawisma merupakan arisan kelompok yang lebih cenderung berorientasi pada nilai ekonomi, meskipun di dalamnya juga terdapat nilai-nilai sosial budaya juga. c. Perkumpulan remaja yang ada disetiap RT/RW dan kelurahan. Perkumpulan remaja atau lebih dikenal dengan nama lain Karang Taruna merupakan pertemuan yang dibentuk dan diadakan bagi kalangan remaja dengan tujuan antara lain :
48
(1). Untuk menjaga persatuan dan memupuk rasa persatuan antar remaja. (2). Sebagai sarana pelatihan remaja untuk mengeluarkan pendapat serta terbiasa untuk memecahkan masalah dengan jalan musyawarah. (3). Sarana pelatihan berorganisasi dan hidup bermasyarakat bagi remaja. (4). Sebagai sarana transformasi segala informasi dari pemerintah kelurahan yang perlu diketahui oleh para remaja di Desa Waruk kecamatan Karangbinangun Kabupaten Lamongan. (5). Sebagai sarana untuk mengembangkan minat dan bakat para remaja yang nantinya akan bermanfaat bagi remaja pada usia selanjutnya sebagai penerus keberlangsungan kehidupan bermasyarakat di Desa Waruk.87 Sedangkan kegiatan-kegiatan ritual yang masih membudaya di tengah-tengah masyarakat adalah: 1) Upacara perkawinan. Sebelum diadakan upacara perkawinan biasanya terlebih dahulu diadakan upacara peminangan (tukar cincin menurut adat jawa), yang sebelumnya didahului dengan permintaan dari utusan calon mempelai laki-laki atau orang tuanya sendiri terhadap calon mempelai perempuan. Kemudian akan dilanjutkan ke jenjang peresmian perkawinan yang diisi dengan 87
Hasil Wawancara dengan Bapak Abdu Somad M Hum, selaku Kepala Desa Waruk, wawancara dilakukan tgl. 26 Maret 2012 di Balai Desa Waruk.
49
kegiatan yang Islami seperti Tahlilan dan Yasinan yang bertujuan untuk keselamatan kedua mempelai, dengan dihadiri oleh seluruh sanak keluarga, tetangga maupun para sesepuh setempat. 2) Upacara anak dalam kandungan. Dalam upacara mi meliputi beberapa tahap, di antaranya adalah: acara Anak Dalam Kandungan a). Ngepati, yaitu suatu upacara yang di adakan pada waktu anak dalam kandungan berumur kurang lebih 4 bulan, karena dalam masa 4 bulan ini, menurut kepercayaan umat Islam malaikat mulai meniupkan roh kepada sang janin. b) Mitoni atau Tingkepan, yaitu upacara yang di adakan pada waktu anak dalam kandungan berumur kurang lebih 7 (tujuh) bulan dan upacara ini dilaksanakan pada waktu malam hari, yang dihadiri oleh sanak keluarga, tetangga, para sesepuh serta para tokoh agama guna membaca surat Taubat 3) Upacara Kelahiran Anak (Babaran atau Brokohan) Upacara ini dilaksanakan ketika sang anak berusia 7 hari dari hari kelahirannya , yaitu berupa selamatan yang biasa disebut dengan istilah "Brokohan". Upacara ini diisi dengan pembacaan kitab Al Barjanzi. Kemudian jika anak itu laki-laki maka
harus
menyembelih dua ekor kambing sedangkan untuk anak perempuan hanya satu ekor kambing. 4) Upacara Tudem/anak mulai jalan. Selama anak mulai lahir dan belum bisa berjalan, setiap hari kelahirannya (selapanan,
50
tigalapan, limalapan. tujuhlapan dan sembilanlapan) biasanya diadakan selamatan berupa nasi gungan dan lauk-pauk sekedamya untuk dibagikan kepada tetangga terdekat. Sedangkan ketika sang anak berusia 7 bulan akan diadakan selamatan lebih besar lagi. 5) Upacara Khitanan/Tetakan. Upacara ini diadakan terutama bagi anak laki-laki. Upacara mi biasanya diadakan secara sederhana atau besar-besaran, tergantung pada kemampuan ekonomi keluarga. Namun kalau hanya mempunyai anak tunggal/ontanganting, kepercayaan dari orang jawa adalah anak tersebut harus di "Ruwat" dengan menanggap wayang kulit yang isi ceritanya menceritakan Batara Kala dengan memberi sesaji berupa tumpengan atau panggang daging agar tidak dimakan rembulan. 6) Selamatan menurut Penanggalan (Kalender Jawa). Di antara kalender-kalender umat Islam yang biasanya dilakukan selamatan antara lain: 1 Syura, 10 Syura untuk menghormati Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 Maulud (Robi'ul Awal) untuk merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, tanggal 27 Rajab untuk memperingati Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW, tanggal 29 Ruwah (dugderan), 17 Ramadhan (memperingati Nuzul Qur'an), 21, 23, 27 dan 29 maleman, 1 Syawal (hari raya Idul Fitri), 7 Syawal (katupatan) biasanya diramaikan dengan membuat ketupat dan digunakan untuk selamatan di mushala terdekat dan dibulan Apit bagi masyarakat
51
mengadakan upacara sedekah bumi dan kepala desa menanggap gong/wayang
sebagai
syarat
untuk
mengingatkan
warga
masyarakat desa untuk masak-masak. Setelah magrib menyiapkan sebagian untuk selametan di mushala terdekat dan begitu juga dibulan 10 Besar (Hari Raya Idul Qurban), masyarakat yang dianggap mampu dianjurkan untuk berkorban.88 Keterangan dari ibu Nur Azizah: Menurut saya, jual beli ikan hasil budidaya ikan tambak masyarakat Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun memang bagus tapi yaitu kadang mengecewakan saya, janji yang sudah disepakati, namun kenyataan barang baru jadi setelah melewati beberapa hari kemudian. Nah inikan bikin kita ega enak dengan pemwesan barang langganan saya. Ya saya harap cobalah tepati janji.89
B. Praktek Jual Beli Ikan Hasil Budidaya Ikan Tambak di Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun terkenal dengan jual beli ikan dan dikenal tidak hanya di dalam Desa Waruk tetapi sudah sampai ke luar Jawa Timur. Di dalam negeri untuk pulau Jawa, banyak orang yang tahu bahwa jual beli ikan di Desa Waruk itu sangat memuaskan bagi orang yang membelinya. Karena itu tidak aneh kalau misalnya di luar Jawa Timur seperti
88 Hasil Wawancara dengan Bapak Hartono, Selaku pembeli atau pelanggan hasil budidaya ikan tambak, wawancara dilakukan tgl. 26 Januari 2012. 89 Hasil Wawancara dengan Ibu Nur Azizah Selaku pembeli atau pelangan hasil budidaya ikan tambak, wawancara dilakukan tgl. 26 Maret 2012.
52
Indramanyu, Subang, Sumedang, Bandung, Sukabumi, Bogor dan sebagainya sengaja datang ke Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun sekedar untuk membeli ikan yang sangat berkualitas dan membedakan dari ikan lainnya. Demikian pula di manca negara, jual beli ikan sering dipamerkan dalam pameran terbesar bersama para pedagang yang terkenal dari berbagai Negara. Sehingga tidak heran jika jual beli ikan di Desa Waruk
Kecamatan
Karangbinangun ini diekspor ke luar negeri. Sebabnya terkenal dalam jual beli ikan yang sangat memuaskan pelanggan karena kualitas, harganya mudah terjangkau, dan jual belinya mampu bersaing dengan jual beli ikan yang lainnya. Dari segi kualitasnya, barang tersebut tidak diragukan lagi karena mempunyai kualitas dalam jangka waktu yang sangat lama dengan kondisi yang sangat bagus dan selalu terjamin mutunya. Jika dibandingkan dengan penjual hasil budidaya ikan tambak di daerah lain maka
sangat jauh. Demikian pula masyarakat
selalu
menyesuaikan dengan kebutuhan yang di inginkan oleh konsumen. Para penjual ikan hasil budidaya ikan tambak di Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun Kabupaten Lamongan senantiasa memantau bersaing dan menduduki peringkat utama dalam sistem jual beli. Di dalam proses jual beli terdapat suatu fenomena yang unik yaitu manakala seseorang hendak membeli ikan hasil budidaya ikan tambak di Desa Waruk itu tidak bisa langsung seketika itu dalam waktu yang sangat singkat untuk mendapatkan yang sesuai dengan pesanannya melainkan
53
konsumen atau pembeli harus lebih dahulu memesannya. Sebelum ikan itu diterima oleh penjual, maka pembeli harus lebih dahulu memberikan perjanjian bahwa pembelian harus dilakukan dengan sejelas-jelasnya dan dengan jumlah harga yang di sepakati. Barang tersebut pada dasarnya sudah ada dan diketahui sifat wujudnya, namun pembeli sudah percaya dengan penjual untuk menjual ikannya di pasar Lamongan. Keunikannya pada saat waktu yang sudah ditentukan tiba dan pembeli hendak mengambil barang tersebut ternyata barang yang sudah dimiliki sudah di jual kepada pembeli lain. Pembeli tersebut anehnya tidak merasa kecewa dan jera bahkan pembeli bersedia bersabar untuk memberikan ikan hasil budidaya ikan tambak. Tradisi ini sudah berlangsung demikian lama dan hampir semua pembeli tahu terhadap tradisi yang demikian.
C. Istimbat Hukum yang Dipakai Ulama terhadap Realita Jual Beli Ikan Hasil
Budidaya
Ikan
Tambak
di
Desa
Waruk
Kecamatan
Karangbinangun Tanggapan ulama yaitu menurut K.H. Abdullah bahwa jual beli seperti itu mengandung tipu muslihat karena membohongi dan mungkin membuat kecewa pembeli. 90 Ulama dari Desa Waruk yaitu K. Kasman menganggap persoalan jual beli semacam itu sebagai jual beli yang haram mutlak. Artinya apapun alasannya penjual tetap berdosa karena itu menurut kyai tersebut, tidak mampu memenuhi janjinya, maka sebaiknya jangan janji
90
Wawancara dengan K.H. Abdullah (ulama NU), tanggal 25 Maret 2012
54
karena janji itu adalah hutang yang jika tidak dibayar di dunia maka di akhirat akan ditagih.91 Kedua kelompok ulama ini pada prinsipnya menggunakan istinbath hukum yang sama yaitu hadis riwayat Muslim dari Yahya bin Yahya ath-Tamimiy.
ـﻮﻝﹶﺳﺎ ﺭ ﻳﻗﹶﺎﻝﹶ ﻗﹸﻠﹾﺖﺮﻤﻦﹺ ﻋﻦﹺ ﺍﺑﻊﹴ ﻋﺎﻓ ﻧﻦ ﻋﻲﻴﻤﻤﻰ ﺍﻟﺘﻴﺤ ﻳﻦﻰ ﺑﻴﺤﺎ ﻳﺛﹶﻨﺪﺣ ﺲﺎ ﻟﹶـﻴ ﻣﺒﹺﻊ ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ ﻟﹶﺎ ﺗﻪﺎ ﺃﹶﺑﹺﻴﻌﻱ ﻣﺪﻨ ﻋﺲ ﻟﹶﻴﻊﻴﺄﹶﻟﹸﻨﹺﻲ ﺍﻟﹾﺒﺴﻞﹸ ﻳﺟﻴﻨﹺﻲ ﺍﻟﺮﺄﹾﺗ ﻳﺍﻟﻠﱠﻪ ٩٢
Artinya:
( )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢﻙﺪﻨﻋ
Telah mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Yahya athTamimiy dari Nafi' dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah Saw telah bersabda: datang seorang laki-laki yang menanyakan tentang jual beli yang tidak ada padanya pada waktu menjual, kemudian Rasulullah menjawab: janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu. (HR. Muslim).
Adapun ulama NU yaitu Mohammad Makrus menggunakan istimbat hukum yaitu hadis yang berbunyi:
ـﻦ ﻋـﻊﻴﺎ ﺍﻟﹾﺒﻤ ﺇﹺﻧﺳﻠﱠﻢ ﻭﻪﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻋ ﺻﻪﻨﻪ ﻋﺎﺟﺍﺑﻦ ﻣﺎﻥ ﻭﺒ ﺣﻦ ﺍﺑﺝﺮﺃﹶﺧﻭ ٩٣
Artinya:
91
(ﺍﺽﹴ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻰ ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪﺮﺗ
Dan dikeluarkan dari Ibnu Hibban dan Ibnu Majah bahwa Nabi SAW, sesungguhnya jual-beli harus dipastikan harus saling meridai." (HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah).
Wawancara dengan K. Kasman tanggal 26 Maret 2012 Al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi,, hadis No. 1087 dalam CD program Mausu'ah Hadis al-Syarif, 1991-1997, VCR II, Global Islamic Software Company). Hlm. 120 93 Wawancara dengan Mohammad Makrus pada tanggal 26 Maret 2012 92
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HASIL BUDIDAYA IKAN TAMBAK DENGAN PENUNDAHAN PENENTUAN HARGA DI DESA WARUK KEC. KARANGBINANGUN KAB. LAMONGAN
A. Analisis Hukum Islam terhadap Praktek Jual Beli Hasil Budidaya Ikan Tambak Di desa Waruk Kecamatan Karangbinangun Kabupaten Lamongan mayoritas bekerja di sektor pertanian, baik sebagai petani tanaman padi maupun sebagai petani tambak ikan air tawar di lahan yang sama, dengan kata lain lahan tersebut difungsikan untuk dua jenis usaha, yaitu tambak dan pertanian padi. Dan ada juga sebagian masyarakat yang bekerja disektor home industri, pedagang dan pegawai, namun jumlahnya tidak banyak. Perfungsian lahan menjadi dua wilayah atau lahan pertanian Desa Waruk terletak di dataran rendah, sehingga apabila musim hujan tiba semua lahan tergenang air, menjadi rawa-rawa, namun apabila musim panas tiba air surut dan habis, sehingga masyarakat mulai bercocok tanam padi, musim bercocok tanam padi biasanya terjadi pada bulan Juli sampai dengan bulan Nopember setiap tahunnya, kemudian apabila masuk musim penghujan pada bulan Desember hingga Juni setiap tahunnya, masyarakat mulai mengubah lahan pertanian menjadi lahan tambak, dengan cara memperbaiki tanggul kemudian setelah tanggul selesai diperbaiki, masyarakat mulai menebar benih/benur ikan, yang terdiri dari ikan bandeng, ikan nila, ikan emas, ikan 55
56
bader, udang windu, udang panami, dan lain-lainnya menurut selera dan keinginan masyarakat masing-masing. Sistem pergantian pengunaan lahan pertanian dari lahan untuk bercocok tanam ke lahan perikanan/tambak mulai dirintis pada tahun 1970 an, dimanan sebelum tambak air tawar ditemukan, masyarakat di Desa Waruk hanya bisa panen padi satu kali dalam satu tahun, itupun baru dinikmati apabila tidak gagal panen, namun setelah ditemukan tambak air tawar, masyarakat Desa Waruk dapat panen 3 kali dalam satu tahun, satu kali panen padi dan dua kali panen ikan, bahkan bisa lebih tiga kali panen. Pertumbuhan ikan di area tambak selang-seling, dengan arti lain tambak setelah ditanami padi ditebar benih ikan, pertumbuhan ikannya sangat maksimal, karena bekas tanaman padi seperti jerami itu menjadi makanan ikan, sehingga masyarakat tidak membutuhkan tambahan makanan ikan, makanan tambahan tersebut baru diberikan ketika usia ikan rata-rata sudah 1 tahun atau 2 bulan, tergantung jenis ikan yang dikelolahnya. Dalam kurun waktu 2 bulan, petani tambak di Desa Waruk sudah dapat mirik/(panen ikan) untuk jenis udang windu dan udang panami, namun untuk jenis ikan bandeng danikan-ikan yang lain baru dapat dipenen ketika usia ikan mencapai 3-4 bulan. Musim panen adalah musim yang sangat dinanti-nantikan oleh petani tambak. Musim panen bersifat fleksibel artinya dapat dipanen kapan saja, pada masa ikan kecil dengan dijual ikan hidup-hidup, atau ikan sedang, dan atau ikan bear. Dengan demikian musim panen dapat dilakukan kapan saja
57
tergantung keinginan petani tambak. Haisil panen ikan dijual oleh petani tambak kepada para tengkulak atau bakul dengan tahapan-tahapan sebagai berikut : pertama, setelah ikan tertangkap, kemudian diorganisir sesuai dengan jenis ikannya dan besar kecilnya pun dikelompok-kelompokan, kedua ikan dimasukan ke dalam keranjang setelah itu ikan ditimbang, ketiga ikan dibawah ke pasar oleh pembeli tanpa terlebih dahulu ada kesepakatan harga antara pemilik ikan dengan tengkulak, keempat setelak ikan terjual dipasar kemudian pedagang baru memberikan atau menentukan harga yang diberikan atau menentukan harga yang diberikan kepada pemilik ikan. Kondisi yang demikian sudah menjadi tradisi beberapa tahun belakangan ini. 94 Para pemilik ikan tidak sependapat dengan sistem jual beli yang harganya menunggu setelah ikan tersebut laku dijual oleh tengkulak, mereka masih ragu-ragu dan belum ada kepastian harga ikan yang dijual belikan. Hanya saja mereka tidak kuasa untuk menolak sistem tersebut, walaupun sebenarnya mereka tidak setuju, ketidak beranian itu muncul karena merekaterikat dengan modal yang diberikan pembeli kepada petani tambak, seperti pemberian benur, pemberian pupuk, pemberian pakan dan lain sebagainya. Kondisi yang demikian itu membuat para petani mengikuti apa saja yang dikehendaki oleh pembeli. Peristiwa ini meskipun sangat mengecewakan pembeli, namun tampaknya tidak ada beban rasa bersalah pada diri penjual, karena dengan
94
Wawancara dengan Muslimin pada tanggal 26 Maret 2012
58
sistem jual beli yang demikian itu pembeli ikan tidak akanpernah menderita kerugian, dan selalu untung, karena harga yang diberikan kepada pemilik ikan adalah harga jual dipasar setelah dikurangi biaya akomodasi atau biaya transportasi, biaya angkut barang dan ditambah laba/keuntungan untuk pembeli. Berdasarkan hasil wawancara bahwa beberapa ulama dan kyai di Desa Waruk, yang pada asasnya mereka mengatakan tidak sependapat dengan sistem jual beli yang ada. Diantara ulama dimaksud adalah menurut K. Hasan Qomari bahwa jual beli seperti itu mengandung tipu muslihat karena membohongi dan mungkin membuat kecewa pembeli.95 Pendapat ini juga diperkuat oleh Mohammad Makrus, bahkan beliau menyamakan jual beli yang demikian itu sama dengan jual beli terhadap barang yang diketahui sifat dan wujudnya sehingga diharamkan. Keharoman itu terwujud karena pembeli merasa dibohongi dan di sakiti dan sakit hati, akan tetapi jika pembeli menerima kenyataan itu dan memakluminya karena memang itu sudah menjadi tradisi penjualan hasil budidaya ikan tambak di Desa Waruk maka jual beli itu boleh saja.96 Sedangkan Bapak K. Kasman menganggap persoalan jual beli semacam itu sebagai jual beli yang haram mutlak. Artinya apapun alasannya penjual tetap berdosa karena itu menurut kyai tersebut kalau memang perjanjian jual beli tidak mampu memenuhi janjinya, maka sebaiknya jangan janji karena janji itu adalah hutang yang jika tidak dibayar di dunia
95
Wawancara dengan Bapak K. Hasan Qomari pada tanggal 25 Maret 2012, jam 16:30 Wawancara dengan Bapak Mohammad Makrus pada tanggal 25 Maret 2012, jam 19:15
96
59
maka di akhirat akan ditagih. 97 Sistem jual beli yang tidak ditentukan berapa harga suatu barang termasuk jual beli yang tidak sah dan dilarang, karena hal itu tidak memenuhi syarat dan rukun jual beli sebagaimana telah disepakati oleh para ulam. Untuk itu perlu di perhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Jual Beli yang Dilarang dan Tidak Sah a.
Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi, berhala, bangkai dan khamar, Rasulullah SAW. bersabda:
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻗﺘﺒﺔ ﺣﺪﺛﻨﺎ اﻟﻠﯿﺚ ﻋﻦ ﯾﺰﯾﺪ اﺑﻰ ﺣﺒﯿﺐ ﻋﻦ ﻋﻄﺄ اﺑﻰ رﺑﺎح م ﻗﺎل انّ اﷲ ورﺳﻮﻟﮫ ﺣﺮم.ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮرﺿﻲ اﷲ رﺳﻮل اﷲ ص ٩٨ ﺑﯿﻊ اﻟﺨﻤﺮواﻟﻤﯿﺘﺔ واﻟﺨﻨﺰﯾﺮواﻻﺻﻨﺎم Artinya: Dari Jabir RA, Rasulullah SAW. bersabda; sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi dan berhala" (Riwayat Bukhari dan Muslim). b.
Jual beli sesuatu yang tidak ada. Para ulama fiqh sepakat menyatakan jual beli seperti ini tidak sah/batil. Misalnya, memperjual belikan buah-buahan yang putiknya pun belum muncul di pohonnya sekalipun di perut ibunya telah ada.99
c.
Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya, jual beli seperti ini dilarang, karena barangnya belum ada dan tidak tampak.
d. 97
Jual beli dengan muhaqalah, haqalah mempunyai arti tanah, sawah
Wawancara dengan K.Kasman Ulama, pada tanggal 24 Maret 2012, jam 16:00 Al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Sahih Muslim, Mesir: Tijariah Kubra, tth, hlm. 354. 99 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, hlm. 122. 98
60
dan kebun, maksud muhaqalah di sini ialah menjual tanam-tanaman yang masih di ladang atau di sawah, hal ini dilarang agama, sebab ada persangkaan riba di dalamnya. e.
Jual beli dengan mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang masih kecil-kecil dan yang lainnya. Hal ini dilarang karena barang tersebut masih samar, dalam artian mungkin saja buah tersebut jatuh tertiup angin kencang atau yang lainnya, sebelum diambil oleh si pembelinya.
f.
Jual beli dengan mulamasah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh, misalkan seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
g.
Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, seperti seseorang berkata; "lemparkanlah kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku", setelah terjadi lempar-melempar, maka terjadilah jual beli, hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab dan kabul.
h.
Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi basah, sedangkan ukurannya dengan dikilo, maka akan merugikan
61
pemilik padi kering. Hal ini dilarang oleh Rasulullah SAW. i.
Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan, menurut Syafi'i penjualan seperti ini mengandung dua arti, yang pertama seperti seseorang berkata, "kujual buku ini seharga $ 10,dengan tunai atau $ 15,- dengan cara hutang". Arti kedua ialah seperti seseorang berkata, "aku jual buku ini padamu dengan syarat kamu harus menjual tasmu padaku".
j.
Jual beli dengan syarat (iwadh majhul), jual beli seperti ini, hampir sama dengan jual beli dengan menentukan dua harga, hanya saja di sini dianggap sebagai syarat, seperti seseorang berkata, "aku jual rumahku yang jelek ini kepadamu dengan syarat kamu mau menjual mobilmu padaku", lebih jelasnya jual beli ini sama dengan jual beli dengan dua harga arti yang kedua menurut al-Syafi'i.
k.
Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga kemungkinan adanya penipuan, seperti penjualan ikan yang masih di kolam atau menjual kacang tanah yang atasnya kelihatan bagus tapi di bawahnya jelek. Penjualan seperti ini dilarang.
2. Jual beli Barang yang Dilarang, Tetapi Sah Ada beberapa macam jual beli yang dilarang oleh agama tetapi sah hukumnya, namun orang yang melakukannya mendapat dosa. Jual beli tersebut antara lain: a. Menemui orang-orang desa sebelum mereka masuk ke pasar, untuk membeli benda-bendanya dengan harga yang semurah-murahnya,
62
sebelum mereka tahu harga pasaran, kemudian ia jual dengan harga yang setinggi-tingginya. Perbuatan ini sering terjadi di pasar-pasar yang berlokasi di daerah perbatasan antara kota dan kampung. Akan tetapi apabila orang kampung sudah mengetahui harga pasaran, jual beli seperti ini tidak apa-apa. b. Menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain, seperti seseorang berkata, "tolaklah harga tawarannya itu, nanti aku yang membeli dengan harga yang lebih mahal". Hal ini dilarang karena akan menyakitkan orang lain. c. Jual beli dengan Najasyi, ialah seseorang menambah atau melebihi. harga temannya, dengan maksud memancing-mancing orang, agar orang itu mau membeli barang kawannya, hal ini dilarang agama. d. Menjual di atas penjualan orang lain, umpamanya seseorang berkata: "Kembalikan saja barang itu kepada penjualnya, nanti barangku saja kau beli dengan harga yang lebih murah dari itu.100 Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi hukumnya, jual beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum dan batal menurut hukum; dari segi obyek jual beli; dan dari segi pelaku jual beli. Merugikan dan menghancurkan
harta
benda seseorang tidak
diperbolehkan, seperti yang dijelaskan oleh Muhammad Syarbini Khatib bahwa penjualan bawang merah dan wortel serta yang lainnya yang berada di dalam tanah adalah batal, sebab hal tersebut adalah perbuatan gharar.101 100
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 82. Ibid., hlm. 76-77
101
63
Ditinjau dari segi pelaku akad (subyek) jual beli terbagi tiga bagian, dengan lisan, dengan perantara dan dengan perbuatan. Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang, bagi orang bisu diganti dengan isyarat, isyarat merupakan pembawaan alami dalam menampakkan kehendak, yang dipandang dalam akad adalah maksud atau kehendak dan pengertian, bukan pembicaraan dan pernyataan.102 Apabila memperhatikan landasan dari jual beli, maka jual beli dibenarkan oleh al-Qur’an, as-Sunnah dan ijma umat. Landasan Qur’aninya, firman Allah:
(٢٧٥ :) اﻟﺒﻘﺮة...وَأَﺣَﻞﱠ اﻟﻠّﮫُ اﻟْﺒَﯿْﻊَ وَﺣَﺮﱠمَ اﻟﺮِّﺑَﺎ... Artinya: Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (alBaqarah: 275)103 Landasan sunnahnya sabda Rasulullah SAW.
ﻋﻦ رﻓﺎﻋﺔ اﺑﻦ راﻓﻊ ان اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠّﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠّﻢ ﺳﺌﻞ اى اﻟﻜﺴﺐ ﻋﻤﻞ اﻟﺮﺟﻞ ﺑﯿﺪه وﻛﻞ ﺑﯿﻊ ﻣﺒﺮور )رواه اﻟﺒﺰار وﺻﺤﺤﺔ:اﻃﯿﺐ؟ ﻗﺎل ١٠٤ (اﻟﺤﺎﻛﻢ Artinya: Dari Rifa’ah bin Rafi’ r.a. (katanya): Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. pernah ditanyai, manakah usaha yang paling baik? beliau menjawab : ialah amal usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua jual beli yang bersih. (HR. al-Bazzar, dan dinilai Shahih oleh al-Hakim). Landasan ijmanya, para ulama sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan 102
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, tth, Juz III, hlm. 127 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI: Surabaya, 1980, hlm. 69. 104 Sayyid al-Imam Muhammad Ibn Ismail al-Kahlani Al-San’ani, Subul al-Salam, Kairo: Juz III, Dâr Ikhya’ al-Turas al-Islami, 1960, hlm. 4 103
64
dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.105 Jual beli itu dihalalkan, dibenarkan agama, asal memenuhi syaratsyarat yang diperlukan. Demikian hukum ini disepakati para ahli ijma (ulama’ Mujtahidin) tak ada khilaf padanya. Memang dengan tegas-tegas al-Qur’an menerangkan bahwa menjual itu halal; sedang riba diharamkan. 106 Sejalan dengan itu dalam jual beli ada persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya menyangkut barang yang dijadikan objek jual beli yaitu barang yang diakadkan harus ada ditangan si penjual, artinya barang itu ada di tempat, diketahui dan dapat dilihat pembeli pada waktu akad itu terjadi. Hal ini sebagaimana dinyatakan Sayyid Sabiq bahwa syarat barang yang diakadkan ada enam yaitu (1) bersihnya barang. (2) dapat dimanfaatkan. (3) milik orang yang melakukan akad. (4) mampu menyerahkannya. (5) mengetahui. (6) barang yang diakadkan ada di tangan.107 Dalam kaitan ini, Ibnu Rusyd menjelaskan, barang-barang yang diperjualbelikan itu ada dua macam: pertama, barang yang benar-benar sudah jadi barang sehingga diketahui sifat dan wujudnya. Kedua, barang yang belum jadi barang atau belum dibuat sehingga belum bisa diketahui sifat dan wujudnya. Menurut Imam Malik dibolehkan jual beli barang yang belum jadi barang atau belum dibuat, namun harus bisa diketahui lebih dahulu sifat
105
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2001, hlm. 75. T.M Hasbi ash-Shiddiqi, Hukum-hukum Fiqh Islam, Tinjauan Antar Mazhab, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001, Cet ke-2, hlm. 328. 107 Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 150. 106
65
wujudnya oleh pembeli. Menurut Abu Hanifah dibolehkan jual beli barang yang belum jadi barang atau belum dibuat, dan belum bisa diketahui lebih dahulu sifat wujudnya oleh pembeli. 108 Pandangan kedua ulama tersebut (Imam Malik dan Abu Hanifah) berbeda dengan pandangan Imam al-Syafi'i yang tidak membolehkan jual beli barang yang tidak tidak dapat dilihat dan tidak ada di tempat akad itu terjadi.109 Dari pendapat para imam maka tampaknya lebih tepat pendapat atau tanggapan ulama yaitu menurut K.H. Abdullah bahwa jual beli seperti itu mengandung tipu muslihat karena membohongi dan mungkin membuat kecewa pembeli. 110 Alasan dikatakan lebih tepat karena pendapat ini sesuai dengan pandangan Imam al-Syafi'i. Menurut Abu Bakr al-Jazairi, seorang muslim tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada padanya atau sesuatu yang belum dimilikinya, karena hal tersebut menyakiti pembeli yang tidak mendapatkan barang yang dimilikinya.111 Dalam kaitan ini Ibnu Rusyd menjelaskan, barang-barang yang diperjual belikan itu ada dua macam: pertama, barang yang benar-benar ada dan dapat dilihat, ini tidak ada perbedaan pendapat. Kedua, barang yang tidak hadir (gaib) atau tidak dapat dilihat dan tidak ada di tempat akad itu terjadi, 108 Ibnu Rusyd, Bidâyah al Mujtahid Wa Nihâyah al Muqtasid, Juz II, Beirut: Dâr Al-Jiil, 1409 H/1989, hlm. 116 – 117. 109 Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’î, Al-Umm, Juz. 3, Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiah, tth, hlm. 40. 110 Wawancara dengan K.H. Abdullah (ulama NU), tanggal 5 Januari 2009 111 Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaj al-Muslim: Kitab Aqa'id wa Adab wa Ahlaq wa Ibadah wa Mua'amalah, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, 2004, hlm. 297.
66
maka untuk hal ini terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Menurut Imam Malik dibolehkan jual beli barang yang tidak hadir (gaib) atau tidak dapat dilihat dan tidak ada di tempat akad itu terjadi, demikian pula pendapat Abu Hanifah. Namun demikian dalam pandangan Malik bahwa barang itu harus disebutkan sifatnya, sedangkan dalam pandangan Abu Hanifah tidak menyebutkan sifatnya pun boleh. 112 Kemudian si pembeli dibolehkan melakukan khiyar (pilihan) sesudah meihatnya. Jika suka, ia boleh meneruskan pembeliannya. Dan jika tidak suka, ia boleh menolaknya. Begitu pula pendapatnya terhadap barang yang dijual berdasarkan sifat-sifat tertentu dengan syarat dilakukan khiyar ru'yah (pilihan sesudah melihat) meskipun barang tersebut ternyata sesuai dengan sifat-sifat yang disebutkan itu. Menurut Malik, jika barang tersebut ternyata sesuai dengan sifatsifatnya, maka jual beli itu terjadi. Sedang Syafi'i berpendapat bahwa jual beli pada dua keadaan tersebut sama sekali tidak dibolehkan. Diriwayatkan dalam mazhab Maliki bahwa menjual barang yang gaib tanpa menyebutkan sifatsifatnya dengan syarat dilakukan khiyar ru'yah, itu dibolehkan. Pendapat ini tertuang dalam kitab al-Mudawanah. Tetapi pendapat ini ditentang oleh Abdul Wahhab. Abdul Wahhab mengatakan, "Pendapat itu berlawanan dengan dasar-dasar aturan kami." Silang pendapat ini berangkat dari pertanyaan, apakah minimnya pengetahuan 112
terhadap
kondisi
barang
dagangan
yang
disebabkan
Ibnu Rusyd, Bidâyah al Mujtahid Wa Nihâyah al Muqtasid, Juz II, Beirut: Dâr Al-Jiil, 1409 H/1989, hlm. 116 – 117.
67
ketidakpekaan indera itu masuk dalam kategori "ketidaktahuan yang berpengaruh terhadap kelangsungan proses jual beli, karena dianggap penipuan atau itu tidak berpengaruh? Atau hal itu termasuk penipuan yang dapat dimaafkan?" Syafi'i menganggapnya sebagai penipuan besar. Sedang Malik menganggapnya sebagai penipuan kecil. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat, jika si pembeli mempunyai 'khiyar ru'yah, berarti tidak ada penipuan meski ru'yah itu sendiri tidak terjadi. Menurut Malik, ketidaktahuan yang terkait dengan keadaan sifat barang berpengaruh pada terjadinya jual beli. Malik berpendapat bahwa sifatsifat tersebut berfungsi sebagai ganti penyaksian (penglihatan dengan mata) karena kegaiban (ketiadaan) barang yang dijual, atau karena adanya kesulitan dalam membeberkannya dan kekhawatiran akan terjadinya kerusakan jika pembeberan diulang-ulang. Karena itu, Malik membolehkan penjualan yang didasarkan atas keterangan sifat-sifatnya. Selanjutnya, ia tidak membolehkan penjualan pedang dalam sarungnya atau kain yang berlipat hingga dilihat isi sarungnya atau dibeber lipatannya. Menurut Sayyid Sabiq, boleh menjualbelikan barang yang pada waktu dilakukannya akad tidak ada di tempat, dengan syarat kriteria barang tersebut terperinci dengan jelas. Jika ternyata sesuai dengan informasi, jual beli menjadi sah, dan jika ternyata berbeda, pihak yang tidak menyaksikan (salah satu pihak yang melakukan akad) boleh memilih: menerima atau tidak. Tak ada bedanya dalam hal ini, baik pembeli maupun penjual. 113
113
Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 155.
68
Pandangan kedua ulama tersebut berbeda dengan pandangan Imam alSyafi'i yang tidak membolehkan jual beli barang yang tidak hadir (gaib) atau tidak dapat dilihat dan tidak ada di tempat akad itu terjadi. Pendapat Imam al-Syafi'i tersebut dapat dilihat dalam kitabnya alUmm:
ﻗ ﺎل اﻟﺸ ﺎﻓﻌﻲ رﺣﻤ ﮫ اﷲ وإذا ﺑ ﺎع اﻟﺮﺟ ﻞ ﻣ ﻦ اﻟﺮﺟ ﻞ ﻋﺒ ﺪا ﻟ ﮫ ﻏﺎﺋﺒ ﺎ ﺑﺬھﺐ دﯾﻨﺎ ﻟﮫ ﻋﻠﻰ آﺧﺮ أو ﻏﺎﺋﺒﺔ ﻋﻨﮫ ﺑﺒﻠﺪ ﻓﺎﻟﺒﯿﻊ ﺑﺎﻃﻞ ﻗ ﺎل وﻛ ﺬﻟﻚ ﻟ ﻮ ﺑﺎﻋﮫ ﻋﺒﺪا ودﻓﻌﮫ إﻟﯿﮫ إﻻ أن ﯾﺪﻓﻌﮫ إﻟﯿ ﮫ وﯾﺮﺿ ﻰ اﻵﺧ ﺮ ﺑﺤﻮاﻟ ﺔ ﻋﻠ ﻰ رﺟﻞ ﻓﺈﻣﺎ أن ﯾﺒﯿﻌﮫ إﯾﺎه وﯾﻘﻮل ﺧﺬ ذھﺒﻲ اﻟﻐﺎﺋﺒﺔ ﻋﻠﻰ أﻧﮫ إن ﻟﻢ ﯾﺠ ﺪھﺎ ﻓﺎﻟﻤﺸﺘﺮي ﺿﺎﻣﻦ ﻟﮭﺎ ﻓﺎﻟﺒﯿﻊ ﺑﺎﻃﻞ ﻷن ھﺬا أﺟﻞ ﻏﯿﺮ ﻣﻌﻠﻮم وﺑﯿﻊ ﺑﻐﯿﺮ ﻣﺪة وﻣﺤﻮﻻ ﻓﻲ ذﻣﺔ أﺧﺮى ﻗﺎل اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ وﻣﻦ أﺗﻰ ﺣﺎﺋﻜﺎ ﻓﺎﺷﺘﺮى ﻣﻨﮫ ﺛﻮﺑﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﺴﺠﮫ ﻗﺪ ﺑﻘﻲ ﻣﻨﮫ ﺑﻌﻀﮫ ﻓﻼ ﺧﯿﺮ ﻓﯿﮫ ﻧﻘﺪه أو ﻟﻢ ﯾﻨﻘ ﺪه ﻷﻧ ﮫ ﻻ ﯾﺪري ﻛﯿﻒ ﯾﺨﺮج ﺑﺎﻗﻲ اﻟﺜ ﻮب وھ ﺬا ﻻ ﺑﯿ ﻊ ﻋ ﯿﻦ ﯾﺮاھ ﺎ وﻻ ﺻ ﻔﺔ ١١٤ ﻣﻀﻤﻮﻧﺔ Artinya: "Apabila seseorang menjual kepada seseorang hambanya yang jauh, dengan emas sebagai hutang baginya atas orang lain. Atau budak wanita yang jauh dari padanya di suatu negeri. Maka penjualan itu batal. Seperti demikian juga, kalau dijualnya seorang budak dan diserahkannya budak itu kepada si pembeli. Kecuali bahwa diserahkannya budak itu kepadanya dan yang penghabisan ini setuju dengan dipindahkan (di-hawalah-kan) kepada orang lain. Adapun bahwa dijualnya budak itu kepada orang tersebut dan orang itu mengatakan : "Ambillah emas saya yang jauh itu, dengan syarat kalau tidak diperolehnya emas itu, maka si pembeli menjamin baginya. Maka penjualan itu batal. Karena ini adalah tangguhan yang tidak diketahui dan penjualan dengan tidak berwaktu. Dan yang dipindahkan itu dalam tanggungan yang lain. Siapa yang datang sebagai tukang jahit, lalu ia membeli dari orang itu kain pada tenunannya, yang masih tinggal sebahagiannya. Maka tiada kebajikan padanya, ia tunaikan atau tidak ia tunaikan harganya. 114
Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’î, Al-Umm, Juz. 3, Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiah, tth, hlm. 40.
69
Karena ia tidak tahu, bagaimana ia mengeluarkan sisa kain, dan ini bukan penjualan benda yang dilihatnya dari tiada sifat yang terjamin".
Dengan memperhatikan pendapat-pendapat tersebut, maka penulis berpendapat bahwa jual beli barang yang tidak ada di tempat bisa dilarang bisa juga dibolehkan. Dilarang manakala informasi yang diberikan pada waktu akad berbeda dengan kenyataan setelah suatu barang itu ditunjukkan sehingga pembeli menjadi kecewa. Jika misalnya dalam praktek terjadi kondisi yang selalu mengecewakan pembeli maka menurut penulis sebaiknya jual beli ini dilarang. Jul beli yang hanya mengecewakan pembeli maka jual beli ini menunjukkan tidak adanya unsur saling meridloi, hal ini jelas bahwa Islam sangat melarang jual beli yang hanya terpaksa, karena dalam Islam bahwa jual beli itu harus aling meridlai. Hal in i sebagaimana Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah
ْوَأَﺧْﺮَجَ اﺑْﻦُ ﺣِﺒَﺎن وَاﺑﻦ ﻣَﺎﺟَﮫ ﻋَﻨْﮫُ ﺻَﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﮫ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ إِﻧﱠﻤَﺎ اﻟْﺒَﯿْﻊُ ﻋَﻦ ١١٥ (ﺗَﺮَاضٍ )رواه اﻟﺒﯿﮭﻘﻰ واﺑﻦ ﻣﺎﺟﮫ Artinya: Dan dikeluarkan dari Ibnu Hibban dan Ibnu Majah bahwa Nabi SAW, sesungguhnya jual-beli harus dipastikan harus saling meridai." (HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah). Akan tetapi manakala dalam praktek sehari-hari misalnya antara informasi pada waktu akad sesuai dengan realita pada waktu dikemudian hari barang itu diserahkan maka jual beli yang demikian sebaiknya dibolehkan. Meskipun mungkin saja penyerahan barang itu sedikit terlambat, namun jika
115
Muhammad bin Ismail al-Kahlani as-San'ani, Subul as-Salam, Kairo: Syirkah Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi, 1950, hlm. 4
70
memang
ada
unsur
ketidak
sengajaan
maka
pembeli
pun
dapat
memakluminya.
ﻻﯾﻔﺘﺮﻗﻦ:ﻋﻦ اﺑﻲ ھﺮﯾﺮة رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﮫ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻌﻢ ﻗﺎل ١١٦ اﺛﻨﺎن اﻻ ﻋﻦ ﺗﺮاض Artinya: “Dari Abi Hurairah ra. dari Nabi SAW. bersabda: janganlah dua orang yang jual beli berpisah, sebelum saling meridhai" (Riwayat Abu Daud danTirmidzi). Apabila dihubungkan dengan praktek jual beli saat ini, penulis melihat bahwa banyak jual barang yang tidak ada di tempat misalnya penjual hanya menampilkan barang yang sejenis tetapi yang diinginkan pembeli belum bisa dilihat tetapi kemudian pembeli menyerahkan sejumlah uang secara tunai. Di kemudian hari setelah barang pesanan pembeli itu ditunjukkan pada pembeli maka pembeli akan menerima bila sesuai dengan pesanan. Jika tidak sesuai dengan pesanan pembeli maka pembeli boleh mengklaim dan membatalkan jual beli itu. Dalam prakteknya sistem jual beli seperti ini tampaknya sering disepakati pembeli meskipun di antaranya ada juga pembeli yang kecewa tetapi kasus kecewanya pembeli terbilang sangat sedikit karena itu tadi yaitu pembeli bisa mengklaim, dan apabila penjual melakukan kecurangan maka untuk di era modern ini penjual yang demikian tidak akan bertahan lama dan harus siap gulung tikar. Meskipun demikian bahwa dalam prakteknya, jual beli seni ukir di Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun dapat dikatakan suatu realita yang
116
Ibid., hlm. 324.
71
masih bisa diterima oleh para pembeli, karena pembeli menyadari bahwa barang seni ukir hasil karya Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun mempunyai kualitas yang baik dengan mode atau model yang selalu mengikuti perkembangan pasar serta selera konsumen. Karena itu jarang sekali konsumen yang melakukan klaim atas penundaan jadinya barang seni ukir tersebut. Dengan kata lain, konsumen merasa puas dengan hasilnya meskipun ada pula beberapa kelemahan, khususnya sering terjadinya keterlambatan pesanan barang yang dijanjikan, namun pembeli dapat memaklumi karena masih dalam batas yang bisa dimengerti dan ditolerir semua pihak.
B. Analisis Hukum Islam terhadap Istinbath Hukum Jual Beli Hasil Budidaya Ikan Tambak Dengan Penundahan Pennetuan Harga Untuk mengetahui hokum jual beli hasil budidaya ikan tambak dengan penundahan penentuan harga di Desa Waruk perlu kiranya dikemukakan hasil penelitian lapangan yang telah dilakukan. Bahwa menurut Kyai/ulama yaitu K.Hasan Qomari bahwa jual beli dengan penundahan penentuan harga adalah tidak diperkenankan seperti yang terjadi selam ini di Desa Waruk, karena hal itu mengandung tipu muslihat, karena membohongi dan mungkin membuat kecewa pembeli. 117
Pendapat tersebut juga di dukung oleh K Kasman dia mengatakan
117
Wawancara dengan K.Hasan Qomari (ulama NU), tanggal 26 Maret 2012
72
bahwa persoalan jual beli semacam itu dianggap sebagai jual beli yang haram mutlak. Artinya apapun alasanya penjual tetap berdosa karena itu menurut Kyai tersebut kalau memang ada perjanjian jual beli ikan antara petani tambak dengan pembeli, kemudian petaninya tidak mampu memenuhi kesepakatan perjanjian maka sebaiknya petani tidak boleh diperlakukan tidak adil dengan cara hasil pertanian tambaknya dibeli dengan tanpa menentukan harganya.118 Bapak K. Hasan Qomari dan K. Kasman dalam menentukan hukum jual beli ikan dengan penundahan penentuan harga sampai jual beli terlaksana, ada pihak ketiga. Ulama ini pada prinsipnya menggunakan istimbat pada hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Yahya bin Yahya ath-Tamimiy, sebagai berikut :
ُ ْﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ ﯾَﺤْﯿَﻰ ﺑْﻦُ ﯾَﺤْﯿَﻰ اﻟﺘﱠﻤِﯿﻤِﻲﱡ ﻋَﻦْ ﻧَ ﺎﻓِﻊٍ ﻋَ ﻦِ اﺑْ ﻦِ ﻋُﻤَﺮَﻗَ ﺎلَ ﻗُﻠ ﺖ ُﯾَﺎ رَﺳُﻮلَ اﻟﻠﱠﮫِ ﯾَﺄْﺗِﯿﻨِﻲ اﻟﺮﱠﺟُﻞُ ﯾَﺴْ ﺄَﻟُﻨِﻲ اﻟْﺒَﯿْ ﻊَ ﻟَ ﯿْﺲَ ﻋِﻨْ ﺪِي ﻣَ ﺎ أَﺑِﯿﻌُ ﮫ (ﻓَﻘَﺎلَ ﻟَﺎ ﺗَﺒِﻊْ ﻣَﺎ ﻟَﯿْﺲَ ﻋِﻨْﺪَكَ )رواه ﻣﺴﻠﻢ ١١٩
Artinya:
Telah mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Yahya athTamimiy dari Nafi' dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah Saw telah bersabda: datang seorang laki-laki yang menanyakan tentang jual beli yang tidak ada padanya pada waktu menjual, kemudian Rasulullah menjawab: janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu. (HR. Muslim).
Hadis tersebut sebenarnya secara teks menerangkan tentang jual beli barang yang tidak diketahui jenisnya, ukurannya dan bentuknya, sehingga menjadi objek jual beli mejadi kabur/tidak jelas. Penelitian tidak adanya objek 118
Wawancara dengan K. kasman (ulama NU) tanggal 26 Maret 2012 Al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi,, hadis No. 1087 dalam CD program Mausu'ah Hadis al-Syarif, 1991-1997, VCR II, Global Islamic Software Company). 119
73
jual beli yang jelas tersebut juga mengandung makna adanya ketidak jelasan dalam menentukan harga barang yang dijual belikan, sehingga menurut mereka hal itu termasuk jual beli yang dilarang. Pendapat diatas berbeda dengan kyai Mohammad Makrus, dia mengatakan bahwa hal yang terpenting dalam muamalah adalah saling ridha, saling merelakan satu dengan lainnya, antara penjual dan pembeli saling ikhlas, artinya penjual mau melepaskan barang yang akan dibeli dan pembeli siap membeli barang dan membayar barang tersebut sesuai dengan keinginan penjual. Dalam menentukan hokum jual beli yang demikian ini beliau mendasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :
وَأَﺧْﺮَجَ اﺑْﻦُ ﺣِﺒَﺎن وَاﺑ ﻦ ﻣَﺎﺟَ ﮫ ﻋَﻨْ ﮫُ ﺻَ ﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ﮫ ﻋَﻠَﯿْ ﮫِ وَﺳَ ﻠﱠﻢَ إِﻧﱠﻤَ ﺎ (اﻟْﺒَﯿْﻊُ ﻋَﻦْ ﺗَﺮَاضٍ )رواه اﻟﺒﯿﮭﻘﻰ واﺑﻦ ﻣﺎﺟﮫ ١٢٠
Artinya:
Dan dikeluarkan dari Ibnu Hibban dan Ibnu Majah bahwa Nabi SAW, sesungguhnya jual-beli harus dipastikan harus saling meridai." (HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah).
Dengan melihat dasar hukum yang digunakan ulama/kyai di Desa Waruk tersebut di atas yaitu K. Kasman, menulis setuju dengan pengambilan dalil-dalil yang dipakai tersebut. Alasannya hadis tersebut sudah jelas isinya. Sedangkan hadis yang digunakan ulama Kyai Mohammad Makrus itu sifatnya umum sehingga tidak tepat dijadikan sandaran hukum untuk menyikapi tradisi jual beli hasil budidaya ikan tambak, dimanan harganya, jual belinya ditunda hingga barang tersebut terjual kepada pihak ketiga di Desa Waruk Kec.
120
Ibid., Al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, hadis No.
1087
74
Karangbinangun Kab. Lamongan. Untuk menentukan kriteria atau kualitas hadis yang digunakan ulama/kyai tersebut di atas, maka dapat dilakukan melalui metode takhrij. Secara etimologis, takhrij berasal dari kharraja yang berarti tampak atau jelas.121 Dapat juga berarti mengeluarkan sesuatu dari sesuatu tempat. 122 Sedangkan secara terminologi, takhrij adalah menunjukkan tempat hadis pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadis tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika diperlukan.123 Dapat juga dikatakan, takhrij berarti mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-hadis yang terdapat di dalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitab-kitab musnad, baik disertai dengan pembicaraan tentang status hadis-hadis tersebut dan segi Shahih atau Dha'if, ditolak atau diterima, dan penjelasan tentang kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekedar mengembalikannya kepada kitab-kitab asal (sumbernya).124 Al-Thahhan sebagaimana dikutip Nawir Yuslem setelah menyebutkan beberapa
macam
menyimpulkannya
pengertian sebagai
takhrij
berikut:
di
takhrij
kalangan yaitu
Ulama
menunjukkan
Hadis, atau
mengemukakan letak asal Hadist pada sumber-sumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan Hadist itu secara lengkap dengan sanad-nya masing121
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, Metode Takhrij Hadits, Alih bahasa: Said Agil Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Semarang: Dina Utama, 1994, hlm. 2. 122 T.M. Hasbi al-Shiddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1990, hlm. 194. 123 Syeikh Manna' al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Terj. Mifdhol Abdurrahman, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005, hlm. 189. 124 Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2001, hlm. 393.
75
masing, kemudian, manakala .diperlukan, dijelaskan kualitas Hadist yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan menunjukkan letak hadis dalam definisi di atas, adalah menyebutkan berbagai kitab yang di dalamnya terdapat Hadis tersebut. Seperti, Hadis tersebut diriwayatkan oleh Bukhari di dalam kitab Shahih-nya, atau oleh Al-Thabrani di dalam Mu'jam-nya, atau oleh Al-Thabari di dalam Tafsir-nya, atau kitab-kitab sejenis yang memuat Hadis tersebut.125 Dalam hubungannya dengan jual beli barang yang tidak ada di tempat, ulama NU dan ulama dari pesantren (kyai pesantren) menggunakan dasar istinbat hukum yaitu: hadis riwayat Muslim dari Yahya bin Yahya athTamimiy dari Nafi'. Atas dasar ini, maka penulis mentahrij hadis di atas dengan menempuh prosedur sebagai berikut: 1. Jalur Muslim a. Tokoh ini lahir pada 204 H. Keramahannya kepada orang lain telah membuat dirinya sebagai seorang pedagang yang sukses. Ia dikenal sebagai dermawan Naisabur. Seperti pada umumnya ulama lain, ia belajar semenjak kecil, tahun 218 H. Pelajaran dimulai dari kampung halamannya di hadapan para Syeikh di sana. Hampir semua negeri pusat kajian hadis tidak luput dari persinggahannya, seperti, Irak (Bagdad), Hijaz, Mesir, Syam, dan lain-lain. Imam Muslim wafat pada 26 Rajab 261 H) di dekat Naisabur. Banyak ulama ditemui untuk periwayatan hadis, seperti Imam Ahmad ibn Hanbal, Ishaq ibn Rahawaih (guru al-
125
Ibid, hlm. 394.
76
Bukhari juga) dan lain-lain. Di antara mereka al-Bukhari lah yang paling berpengaruh terhadap dirinya dalam metodologi penelitian hadisnya. Demikian juga. Imam Muslim mempunyai banyak murid terkenal, seperti. Imam al-Turmudzi, Ibn Khuzaimah, Abdurrahman ibn Abi Hatim. Kitab Shahih Muslim Ada lebih dari dua puluh buku telah ditulis oleh Imam Muslim. Yang terkenal adalah Shahih Muslim itu sendiri, nama singkat dari judul aslinya. Di dalam kitabnya ini termuat 3.030 hadis (tidak termasuk di dalamnya yang ditulis berulang-ulang). Jumlah hadis seluruhnya ada lebih kurang 10.000 buah. Dengan
sebutan Shahih
Muslim,
penulisnya
bermaksud
menjamin bahwa semua hadis yang terkandung di dalamnya shahih. Menurut penelitian para ulama, persyaratan yang ditetapkan Imam Muslim bagi shahihnya suatu hadis pada dasarnya sama dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Al-Bukhari. Ibnu Shalah mengatakan bahwa persyaratan Muslim dalam kitab shahihnya adalah: 1. Hadis itu bersambung sanadnya, 2. Diriwayatkan oleh orang kepercayaan (tsiqat), dari generasi permulaan hingga akhir, 3. Terhindar dari syudzudz dan 'illat. Persyaratan ini pun dipergunakan oleh Imam al-Bukhari. Hanya, apa yang dimaksud dengan "bersambung sanadnya", ada sedikit
77
perbedaan antara kedua tokoh ini. 126 b. Yahya bin Yahya ath-Tamimiy Disebutkan oleh al-Asqalani bahwa ia hanya meriwayatkan hadis kepada A'masy, dan menerima hadis dari Ibn 'Abbas, itu pun hanya tentang kisah wafatnya Ali ibn Abi Thalib. Agaknya, bukan ini orang yang dimaksud dalam sanad. Yang tepat adalah Yahya bin Yahya athTamimiy. Tidak ada informasi dari al-Asqalani, kapan ia lahir dan kapan pula ia wafat. Beberapa shahabat disebut oleh al-Asqalani sebagai penyalur hadis kepadanya, termasuk Abu Sa'id al-Khudri. 'Ummarah ibn Ghaziyyah juga disebut sebagai salah seorang penerima hadis dari Yahya ini. Dengan demikian persambungan sanad ke atas dan ke bawah telah terjadi. Tidak banyak komentar ulama terhadap tokoh ini. Ibn Ishaq, alNasa'i dan Ibn Kharrasy memujinya kendati tidak luar biasa dengan nilai tsiqah, begitu juga Ibn Hibban. Komentar lain tidak ada. Maka, tidak ada pertentangan antara penilaian 'adil dan cacatnya. Dengan demikian, hadisnya tergolong shahih. c. Nafi' Nama lengkapnya adalah Nafi' Abu 'Abd Allah al-Madani, dan dia adalah Mawla Ibn 'Umar. Masa hidupnya. Dia meninggal dunia pada tahun 117 H. Abu Ubaid mengatakan bahwa Nafi' meninggal pada tahun 119 H, dan pendapat ini didukung oleh Ibn 'Uyaynah dan Ahmad 126
Muh Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, Yogyakarta: tiara Wacana Yogya, 2003, hlm. 171-172.
78
ibn Hanbal. Pendapat lain mengatakan, dan didukung oleh Abu 'Umar al-Thorir, .bahwa Nafi' meninggal pada tahun 120 H. Berkata Ahmad ibn Shalih al-Miishri, bahwa Nafi' adalah seorang hafiz, jelas keadaannya, dan dia lebih tua dari Ikrimah di kalangan penduduk Madinah. Menurut Al-Khalil, Nafi' adalah salah seorang imam dari Tabi'in di kota Madinah. Dari segi ilmu, telah disepakati bahwa riwayat adalah Shahih, dari tidak didapati adanya kesalahan dalam seluruh riwayatnya. Gurunya. Nafi' berguru dan menerima Hadis dari sejumlah ulama', di antaranya 'Abd Allah ibn 'Umar sebagai maualanya, Abu Hurairah, Abu Lubabah ibn Abd al-Mundzir, Abu.Sa'id al-Khudri, Aisyah dan lainnya. Pernyataan para kritikus hadis tentang diri Nafi', di antaranya: 1. Ibn Sa'd mengatakan, bahwa Nafi' adalah seorang yang tsiqat dan banyak meriwayatkan hadis. Al-Bukhari mengatakan, bahwa Ashahh al-Asaniid adalah Malik dari Nafi' Ibnu Umar. 2. Berkata Basyar ibn 'Amr dari Malik, "Apabila aku mendengar sebuah hasdis dari Nafi ibnu Umar, maka aku tidak perlu mendengarkannya lagi dari yang lainnya" 3. Al-'Ajali Madini, Ibu Kharasy, dan al-Nasa'i mengatakan bahwa Nafi' adalah seorang yang tsiqat Para kritikus Hadis menyatakan bahwa Nafi' adalah seorang yang tsiqat, bagian dari ashahh al-asanid (yaitu Malik dari Nafi' dari Ibn
79
'Umar), maka dengan demikian pernyataan Nafi' bahwa dia telah menerima riwayat Hadis dari 'Abd Allah ibn 'Umar dapat dipercaya; dan karenanya dapat kita katakan bahwa sanad antara dia dengan Ibn 'Umar adalah bersambung.127 Setelah menelaah sanad hadis, maka kriteria kesahihan sanad hadis yaitu di antara syarat qabul (diterimanya) suatu hadis adalah berhubungan erat dengan sanad hadis tersebut yaitu (1) Sanad-nya bersambung; (2) bersifat adil; (3) dhabit.128 Adapun kriteria kesahihan matan hadis dapat dijelaskan sebagai berikut: kriteria kesahihan matan hadis menurut muhadditsin tampaknya beragam. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan latar belakang, keahlian alat bantu, dan persoalan, serta masyarakat yang dihadapi oleh mereka. Salah satu versi tentang kriteria kesahihan matan hadis adalah seperti yang dikemukakan oleh Al-Khatib Al-Bagdadi (w. 463 H/1072 M) bahwa suatu matan hadis dapat dinyatakan maqbul (diterima) sebagai matan hadis yang sahih apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:129 1. Tidak bertentangan dengan akal sehat, 2. Tidak bertentangan dengan hukum Al-Qur'an yang telah muhkam (ketentuan hukum yang telah tetap), 3. Tidak bertentangan dengan hadis mutawatir,
127
Nawir Yuslem, op.cit., hlm. 429. Ibid.,, hlm. 160. 129 Bustamin dan M. Isa Salam, Metodologi Kritik Hadis, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2004, hlm. 62. 128
80
4. Tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan ulama masa lalu (ulama salaf), 5. Tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti, dan 6. Tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitas kesahihannya lebih kuat.130 Tolok ukur yang dikemukakan di atas, hendaknya tidak satupun matan hadis yang bertentangan dengannya. Sekiranya ada, maka matan hadis tersebut tidak dapat dikatakan matan hadis yang sahih. Ibn Al-Jawzi (w. 597 H/1210 M) memberikan tolok ukur kesahihan matan secara singkat, yaitu setiap hadis yang bertentangan dengan akal ataupun berlawanan dengan ketentuan pokok agama, pasti hadis tersebut tergolong hadis mawdhu', karena Nabi Muhammad Saw. tidak mungkin menetapkan sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat, demikian pula terhadap ketentuan pokok agama, seperti menyangkut aqidah dan ibadah.131 Salah Al-Din Al-Adabi mengambil jalan tengah dari dua pendapat di atas, ia mengatakan bahwa kriteria kesahihan matan ada empat: 1. Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Qur'an, 2. Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat, 3. Tidak bertentangan dengan akal sehat, indera, sejarah, dan 4. Susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian. Kalau disimpulkan, definisi kesahihan matan hadis menurut mereka, adalah sebagai berikut: pertama, sanadnya sahih (penentuan kesahihan sanad 130
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1992, hlm.
126. 131
Bustamin dan M. Isa Salam, op.cit., hlm. 63.
81
hadis didahului dengan kegiatan takhrij al-hadits dan dilanjutkan dengan kegiatan penelitian sanad hadis), kedua, tidak bertentangan dengan hadis mutawatir atau hadis ahad yang sahih, ketiga, tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Qur'an, keempat, sejalan dengan alur akal sehat, kelima, tidak bertentangan
dengan
sejarah,
dan
keenam,
susunan
pernyataannya
menunjukkan ciri-ciri kenabian. Definisi kesahihan matan hadis di atas sekaligus menjadi langkah-langkah penelitian matan hadis.132 Apabila memperhatikan kriteria kesahihan matan hadis seperti telah diterangkan di atas, maka matan hadis yang dijadikan istinbat hukum oleh ulama NU dan ulama pesantren tidak bertentangan dengan kriteria yang diajukan oleh Salah Al-Din Al-Adabi. Matan hadis juga tidak bertentangan dengan Al-Qur’an. Kriteria kesahihan matan yang dijelaskan Salah Al-Din Al-Adabi di atas adalah kriteria yang umum untuk digunakan pada sanad hadis manapun. Dalam hal ini penulis akan mencoba untuk menerapkannya untuk mengkaji kesahihan matan hadis yang digunakan oleh ulama Nu dan ulama pesantren Matan hadis yang digunakan sebagai istinbat hukum oleh ulama Nu dan ulama pesantren, tidak mengalami pertentangan jika diukur dari parameter akal (rasio) karena Nabi Saw memerintahkan sesuatu hal yang bisa diterima oleh akal pikiran manusia. Disamping itu, tidak ada nas Al-Qur’an maupun hadis yang isinya bertentangan dengan matan hadis di atas, sehingga hadis tersebut dijadikan
132
Ibid, hlm. 63 – 64.
82
pedoman oleh ulama Nu dan ulama pesantren. Dengan demikian hadis yang dijadikan istinbat hukum ulama Nu dan ulama pesantren masuk dalam kriteria hadis sahih. Dari sudut konteks jual beli saat ini maka apabila dihubungkan dengan praktek jual beli di era modern dan globalisasi ini, penulis melihat bahwa banyak jual barang yang tidak ada di tempat misalnya penjual hanya menampilkan barang yang sejenis tetapi yang diinginkan pembeli belum bisa dilihat tetapi kemudian pembeli menyerahkan sejumlah uang secara tunai. Di kemudian hari setelah barang pesanan pembeli itu ditunjukkan pada pembeli maka pembeli akan menerima bila sesuai dengan pesanan. Jika tidak sesuai dengan pesanan pembeli maka pembeli boleh mengklaim dan membatalkan jual beli itu.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dengan memperhatikan uraian bab pertama sampai bab kelima, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Praktek jual beli ikan hasil budidaya ikan tambak di Desa Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan di lakukan dengan cara para pedagang datang ke lokasi dimana masyarakat petani tambaksedang panen ikan, kemudian ikannya dibeli dengan terlebih dahulu dipilah-pilah sesuai dengan jenis ikan dan besar-kecilnya ikan, kemudian ikan ditimbang bersama-sama, setelah itu ikan di bawah oleh pembeli untuk dijual kepada pihak ketiga, setelah itu ikan terjual baru kemudian pembeli menentukan harga terhadap petani tambak. 2. Dalam pandangan hukum islam jual beli ikan di desa Waruk itu diperbolehkan karena tidak ada yang merasa dirugikan oleh penjual dan pembeli, mereka saling merelakan satu sama lain dalam jual beli tersebut tidak ada unsur-unsur syarat-syarat dan rukun jual beli. Sedangkan menurut hukum Islam yang dipakai ulama Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun Kabupaten Lamongan dalam menentukan hukum jual beli dengan penundahan penentuan harga ikan hasil budidaya ikan tambak di dasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang melarang jual beli terhadap barang yang tidak jelas dan tidak dapat digunakan oleh semua
83
84
orang, karena barang tersebut tidak kelihatan atau tidak ada kejelasannya, hadis ini didasarkan pada hadis Nabi yang menyatakan keutamaan keabsahan jual beli itu di dasarkan pada saling merelakan.
B. Saran-saran Apabila jual beli hasil budidaya ikan tambak, masyarakat Desa Waruk ingin tetap mengikuti apa yang tertera di dalam masyarakat tersebut sehingga tidak ada persaingan dengan penjual ikan yang ada di daerah lain. Hasilnya akan mengagumkan, harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan, karena jual beli ikan itu kebutuhan oleh semua masyarakat Desa Waruk. Hendaknya para penjual ikan hasil budidaya ikan tambak mentaati apa yang sudah di syari’atkan islam karena jika ingin jual beli itu berkah maka harus menjauhi unsur-unsur yang dapat merusak sahnya jual beli. Berdasarkan hal tersebut, hendaknya para masyarakat di Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun Kabupaten Lamongan bias melaksanakan dengan baik karena jual beli yang sah itu sesuai dengan syari’at islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mahdi, Abu Muhammad bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi. Metode Takhrij Hadis, Ali bahasa, Said Agil Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Semarang, Dinau Utama, 1994 Abi Abdullah, Al-Imam Muhammad ibn Idris al-SYafi’I, Al-Umm, Juz 3, Beirut, Dar al-Kutub, al-Imah tth Abu Zahra, Muhammad, Ushul Fiqh, Cairo, dar al-Fikr al-A’rabi, 1958 al-Imam, Sayyid Muhammad ibn Ismail al-Kahlani Al-San’ani, Subul al-Salam, Kairo, Juz III, Dar Ikhya’ al-Turas al-Islami, 1960 Alimin, Muhammad, Etika dan Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta, BPFE, 2004 Al-jaziri, Abd Arrahman, Kitab Al-Fiqih Ala Al-Mazahib Al-Arba’ah, Beirut: Dar al-Fikr, 1972, juz III Al-Rahman al-Jaziri, Abd, Kitab al-Fiqh a’ala al-Madzahib al-Arba’ah, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiah, tth Anshori, Abdul Ghofur, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta, Pilar Media, 2006 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek ), Jakarta: PT . Rineka cipta,1998 Basyir, Ahamad Azhar, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Yogyakarta, UII Press, 2000 Bustami dan M. Isa Salam, Metodologi Kritik Hadis, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2004 Effendi, Satria M. zein , Ushul Fiqh , jakarata : prenada media ,2005 Hadi, Sutrisno, Metodologi Research , jilid 1Yogyakarta : Andi, 2002 Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2000
Hasbi, T.M ash-shiddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang, Pustak Rizki Putra, 1990 ___________, Hukum-hukum fiqh islam, tinjauan antar mazhab, semarang: PT Pustaka rizki putra,2001,Cet ke-2 Hasil Wawancara dengan Bapak Abdul Shomad M Hum, selaku Kepala Desa Waruk, wawancara dilakukan pada tanggal 25 Maret 2012 Ismail, M. Syuhudi, Metodelogi Penelitian Hadis, Jakarta, Bulan Bintang, 1992 Ismail, Muhammad bin al-Kahlani as-San’ani, Subul as-Salam, Jilid III, Kairo, Syirkah Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi, 1950 Jabir al-Jaziri, Abu Bakar, Minhaj al-Muslim, Kitab Aqa’id wa Adab wa Ahlaq wa Ibadah wa Mua’amalah, kairo, Maktabah Dar al-Turas, 2004 Khalaf, Abd al-Wahhab, Ilm Usul al-Fiqh, Kuwait, Dar al-Qalam, 1978 Koto, Alaiddin, ILmu Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004 Manna’, Syekh al-Qathhan, Pengantar studi Ilmu Hadis, terjemahan Mifdhol Abdurrahman, Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2005 Moelong, Lexi J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2000 Mohammad, Syekh ibn qasim al-ghazzi,fath al-qorib al-mujib,Dar Al-Ihya AlKitab, Al-Arabiyah,Indonesia,tth Muchtar, Kamal, Ushul Fiqh, Jilid 1, Yogyakarta, PT Dana Bhakti Wakaf, 1995 Muhammad, al-jamal Ibrahim, Fiqh Al-Mar’ah Al-Muslimah, terj. Anshori Umar Sitanggal, ” Fiqih Wanita”,semarang:CV Asy-syifa,1986 Muna, Fauzul, Studi Analisis Pendapat Imam Syafi’i tentang hukum jual beli anjing dalam kitab al-umm,(Tidak di publikasikan . skripsi IAIN Walisongo,2003 ) Nawawi, Hadari ,metode penelitihan bidang sosial ,Yogyakarta : Gajah mada University press , 1991 Nurjannah, Tati, studi analisis pendapat sayyid sabiq tentang jual beli jizaf , (tidak dipublikasikan , skripsi IAIN Walisongo , 2002
Rusyd, Ibnu, Bidayah al Mujtahid Wa Nihaya al Muqtasid , juz II , Beirut: Dar Al-jilid , 1409 H/1989 Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Kairo, Maktabah, Dar al-Turas, tth, Juz III Syafe’I, Rachmat , Fiqih Muamalah , bandung: CV .Pustaka setia,2001 _______, Fiqih Muamalah, Bandung, Pustaka Setia, 2004 Sawidi, Studi Analisis pendapat imam nawawi tentang syarat manfaat benda yang di perjualbelikan , (tidak di publikasikan .skripsi IAIN Walisongo , 2003 Sholikhin, Slamet, persepsi ulama terhadap jual beli kodok di purwodadi kabupaten grobogan,(Tidak di publikasikan. Skripsi IAIN Walisongo, 2003) Suhendi, Fiqqh Muamalah, Membahas Ekonomi Islam, Jakarata, PT Raja Grafindo Persada, 2002 Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003 Sunggono, Bambang ,Metodologi Penelitihan Hukum ,Jakarta :PT Raja grafindo persada ,2007 Surahmad, Winarso ,pengantar penelitian-penelitian ilmiah, Dasar Metode Teknik ,Edisi 7, Bandung : Tarsio ,1989 Syarifuddin, Amir, Garis-garis besar Fiah, Jakarta, Kencana, 2003 Taqi al-Din, Imam Abu Bakr ibn Muhammad al-Hussaini, Kifayah al Akhyar, Beirut: Dar al- kutub al-ilmiah,tth,juz I Wignyodiputro, Surojo, pengantar ilmu hukum ,Jakarta:Gunung Agung ,1983,Cet ke-3 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, Surabaya, 1980 Yuslem, Nawir, Ulumul HAdis, Jakarta, Mutiara Sumber Widya, 2001 Zainuddin, Syekh bin abd al-aziz al-malibari, fath al-mu’in bi sarkh qurrah aluyun, Semarang, karya toha putra,1996 Zuhri, Muh, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, Yogyakarta, tiara wacana Yogyakarta, 2003.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Moh Nur Abidin
Tempat Tanggal Lahir : Lamongan, 07 Pebruari 1987 Alamat Asal
: Desa Waruk RT. 007 RW. 004 Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan
Pendidikan
:
SDN Negeri Waruk
Lulus tahun 1999
MTsN Negeri Denanyar Jombang
Lulus tahun 2002
MA Futuhiyyah Mrangen Demak
Lulus tahun 2006
Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang Angkatan 2006 Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Semarang,
Moh Nur Abidin