e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1(Vol. 7 No. 1 Tahun 2017)
PERSEPSI MAHASISWA JURUSAN AKUNTANSI MENGENAI IDEALISME, RELATIVISME DAN TINGKAT PENGETAHUAN PADA PERILAKU TIDAK ETIS AKUNTAN (Studi pada Mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Pendidikan Ganesha) 1
Ni Kadek Sumiyantini,1Ni Kadek Sinarwati, 2Anantawikrama TunggaAtmadja Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan menguji secara empiris pengaruhidealisme, relativisme, dan tingkat pengetahuanterhadap perilaku tidak etis akuntan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari kuesioner dan diukur menggunakan skala likert.Populasi penelitian seluruhmahasiswa jurusan akuntansi program S1 Universitas Pendidikan Ganeshatahun akademik 2015/2016 sebanyak1.193orang.Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan kriteria sampelmahasiswa akuntansi Universitas Pendidikan Ganeshasemester 5 dan 7sebanyak 519 orang. Penentuan jumlahminimal sampel menggunakan rumus Slovin diperoleh jumlah sampel sebanyak 84 orang. Teknik analisis data menggunakananalisis regresi linier berganda dengan berbantuanSPSS 17.0 for Windows.Hasil penelitian menunjukan bahwasecara parsialidealisme dan tingkat pengetahuanberpengaruh signifikannegatif terhadap perilaku tidak etis akuntan, sedangkan relativismeberpengaruh signifikan positif terhadap perilaku tidak etis akuntan. Kata Kunci: idealisme, relativisme, tingkat pengetahuan, perilaku tidak etis akuntan. Abstract This study aimed at empirically examining the influence of idealism, relativism, and the level of knowledge on accountants’ unethical behavior. This research was a quantitative research using primary data obtained from questionnaires and measured through Likert scale. The population of all S1 Accounting Program Department students Universitas Pendidikan Ganesha in the academic year 2015/2016 was 1,193 people. The sampling technique used was purposive sampling with the sampling criteria of accounting program departement students of Universitas Pendidikan Ganesha which were in the semesters 5 and 7 and which were as many as 519 people. The determination of a minimum number of samples was calculatedthrough the Slovin formula, which obtained a total sample of 84 people. The data were analyzed through multiple linear regression analysis of SPSS 17.0 for Windows.The results showed that partially, idealism and knowledge level significantly negatively affectedthe accountants’ unethical behaviors, whereas relativism positively significantlyaffectedthe accountants’ unethical behaviors. Keywords: idealism, relativism, level of knowledge, accountants’ unethical behaviors.
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1(Vol. 7 No. 1 Tahun 2017)
PENDAHULUAN Perkembangan zaman menuntut manusia untuk lebih cerdas dan kreatif dalam segala bidang. Semakin meningkatnya kecerdasan manusia tidak hanya menimbulkan dampak yang positif, tetapi juga menimbulkan dampak yang negatif. Perilaku etis penting untuk diterapkan dalam segala bidang profesi untuk menjaga ketertiban. Namun pada kenyataannya, masih banyak terjadi pelanggaran etika yang dapat menyebabkan skandal pada profesi tersebut. Semakin meningkatnya skandal yang terjadi di dalam suatu bidang profesi, maka akan timbul suatu krisis yang disebut krisis etis profesional. Dalam profesi di bidang akuntansi terdapat banyak etika dan aturan yang harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang ada dalam profesi tersebut. Bertens (2013) menyimpulkan bahwa etika adalah nilai atau norma yang dijadikan pegangan oleh individu atau masyarakat untuk mengatur tingkah lakunya. Etika profesi khusus berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan, dimana dalam penelitian ini adalah akuntan. Akuntan diklasifikasikan menjadi akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Tujuan profesi akuntan adalah untuk memenuhi tanggung jawab dengan standar profesionalisme tertinggi dan mencapai tingkat kinerja tertinggi dengan orientasi kepada kepentingan publik. Terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa dan kepercayaan (Sukrisno, 2009:159). Jika hal tersebut tidak dipenuhi maka dapat menimbulkan krisis kepercayaan. Perilaku tidak etis pada bidang profesi terutama pada profesi akuntansi sudah menjadi isu terhangat di kalangan masyarakat luas, kasus - kasus yang berkenaan dengan skandal keuangan yang selama ini terjadi pada perusahaan-perusahaan swasta maupun lembaga pemerintahan tidak bisa lepas dari campur tangan para profesi akuntan. Hal tersebut menjadikan profesionalisme dan perilaku etis akuntan dipertanyakan oleh masyarakat.
Kasus manipulasi pembukuan yang sangat terkenal adalah kebangkrutan Enron Corp., yang merupakan salah satu perusahaan distribusi energi terbesar di AS. Hal tersebut merupakan kejatuhan perusahaan terbesar dalam sejarah Amerika. Keruntuhan tersebut dimulai pada Oktober 2001, ketika pejabat Enron melaporkan kerugian kuartalan yang mengejutkan sebesar $618 juta yang diduga akibat persekutuan tersembunyi pihak terkait dengan orang dalam perusahaan. November 2001, pejabat perusahaan mengakui kerugian tahun 1997 sebesar $600 juta, yang memerlukan penyajian kembali laporan keuangan yang telah diaudit selama empat tahun. Akhir 2001, Enron dinyatakan bangkrut. CEO KAP Arthur Anderson mengakui bahwa penilaian professional mereka ternyata salah (Arens et al., 2006:87). Kasus serupa juga terjadi di Indonesia. Diantaranya, Kimia Farma diduga kuat melakukan manipulasi laporan keuangan dengan melakukan mark up laba bersih dalam laporan keuangan tahun 2001. Dalam laporan tersebut, Kimia Farma menyebut berhasil meraup laba sebesar Rp 132 milyar. Setelah dilakukan audit ulang pada 3 Oktober 2002, laporan keuangan Kimia Farma disajikan kembali (restated) karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 milyar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar (24,7%) dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan terjadi karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan, sedangkan kesalahan penyajian yang berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM), diduga terlibat dalam aksi penggelembungan tersebut (Syahrul, 2002). Pada tahun 2001, hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP) atas kertas kerja yang dibuat oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), menyatakan bahwa auditor
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1(Vol. 7 No. 1 Tahun 2017) melanggar Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam melakukan pengujian dan kelengkapan bukti yang mendukung audit serta pemahaman auditor mengenai peraturan perbankan yang kurang baik. Dari 10 KAP yang melakukan audit terhadap 37 bank bermasalah ternyata hanya 1 KAP yang tidak melanggar SPAP (Andita, 2014). Profesi akuntan tidak dapat terpisahkan dari kegiatan bisnis. Skandal akuntansi yang terjadi di luar dan dalam negeri telah mencemari citra baik profesi akuntan. Hal tersebut secara tidak langsung memengaruhi opini mahasiswa akuntansi terhadap profesi di bidang akuntansi, yang nantinya akan dijadikan pertimbangan oleh mahasiswa dalam memilih karir di masa depan. Dimana responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa jurusan akuntansi Universitas Pendidikan Ganesha. Terdapat, berbagai macam faktor yang mendasari individu melakukan tindakan yang tidak etis. Arens et al. (2006:9) menyatakan bahwa terdapat dua alasan mengapa orang berperilaku tidak etis, yaitu standar etika seseorang berbeda dengan masyarakat umum dan seseorang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri. Jika seseorang beranggapan bahwa perilaku tersebut adalah etis dan dapat diterima padahal tidak bagi orang lain maka akan muncul konflik atas nilai etis yang tidak mungkin terselesaikan. Kedua hal tersebut merupakan penyebab seseorang berperilaku tidak etis saat menghadapi dilema etika. Dilema etika merupakan situasi dimana seseorang harus membuat sebuah keputusan tentang tindakan atau perilaku yang tepat. Forsyth (1992) menegaskan bahwa faktor penentu dari perilaku etis adalah filosofi moral pribadi mereka masing-masing yang membuktikan bahwa orientasi etika dikendalikan oleh dua karakteristik, yaitu idealisme dan relativisme. Idealisme adalah suatu sikap yang menganggap bahwa tindakan yang tepat atau benar akan menimbulkan konsekuensi sesuai hasil yang diinginkan. Individu yang memiliki sifat idealis akan berpegang teguh pada aturan moral yang bersifat universal dan akan mengambil tindakan tegas terhadap suatu situasi yang dapat merugikan orang lain. Relativisme moral adalah pandangan
bahwa tidak ada standar etis yang secara absolut benar. Dalam penalaran moral individu, ia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku di masyarakat, sehingga mereka akan mempertimbangkan situasi dan kondisi individu dibandingkan prinsip etika yang telah dilanggar. Dunia pendidikan dalam bidang akuntansi juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis seorang akuntan (Sudibyo, 2010) oleh sebab itu perlu diketahui pemahaman calon akuntan (mahasiswa) terhadap masalah-masalah etika dalam hal ini berupa etika bisnis dan etika profesi akuntan yang mungkin telah atau akan mereka hadapi nantinya. Terdapatnya mata kuliah yang berisi ajaran moral dan etika sangat relevan untuk disampaikan kepada mahasiswa dan keberadaan pendidikan etika ini juga memiliki peranan penting dalam perkembangan profesi di bidang akuntansi di Indonesia. Idealisme merupakan suatu sikap yang menganggap bahwa tindakan yang tepat atau benar akan menimbulkan konsekuensi atau hasil yang diinginkan (Falah, 2006). Seorang individu yang idealis akan menghindari berbagai tindakan yang dapat menyakiti maupun merugikan orang di sekitarnya dan mereka tidak akan melakukan tindakan yang mengarah pada tindakan yang berkonsekuensi negatif. Atau dapat dikatakan dalam setiap tindakan yang dilakukan harus berpihak pada nilai-nilai moral yang berlaku dan tidak sedikitpun keluar dari nilai-nilai tersebut (mutlak).Menurut Smith (2009), dalam merespon tindakan dimana perilaku tidak etis terjadi, seseorang yang bersikap etis seharusnya memberikan jawaban ketidaksetujuan. Orang dengan idealisme yang tinggi cenderung tidak setuju atau menolak tindakan yang didalamnya terdapat perilaku tidak etis. Oleh karena itu, semakin tinggi idealisme maka kemungkinan untuk melakukan perilaku tidak etis semakin rendah. Dalam situasi mengenai perilaku tidak etis yang melibatkan akuntan, seseorang yang memiliki idealisme tinggi akan cenderung memberikan tanggapan ketidaksetujuan atas perilaku tidak etis yang terjadi dan mengambil tindakan tegas terhadap suatu
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1(Vol. 7 No. 1 Tahun 2017) kejadian tidak etis yang melibatkan akuntan. Hubungan idealisme dengan perilaku tidak etis akuntan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Dhamayanti (2016), yang menunjukkan bahwa idealisme berpengaruh negatif dan signifikan pada perilaku tidak etis akuntan. Jika idealisme semakin tinggi, makaperilaku tidak etis akuntan semakin rendah. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis pertama: H1: Idealisme berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perilaku tidak etis akuntan. Relativisme adalah suatu sikap penolakan terhadap nilai-nilai yang absolute dalam mengarahkan perilaku etis (Falah, 2006). Menurut Smith (2009) dalam merespon perilaku tidak etis yang terjadi, seseorang dengan relativisme yang tinggi akan cenderung melihat kondisi yang mengelilinginya. Apabila hal tersebut merupakan hal yang sudah biasa terjadi, maka seseorang dengan relativisme yang tinggi akan menganggap bahwa hal tersebut etis dilakukan. Hal ini berarti bahwa, seseorang dengan relativisme yang tinggi cenderung setuju atau mentolerir pada perilaku tidak etis yang terjadi. Semakin tingggi relativisme maka kemungkinan untuk melakukan perilaku tidak etis semakin tinggi. Hubungan relativisme dengan perilaku tidak etis akuntan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Dhamayanti (2016), yang menunjukkan bahwa relativisme berpengaruh positif dan signifikan pada perilaku tidak etis akuntan. Jika relativisme semakin tinggi, makaperilaku tidak etis akuntanjuga semakin tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis kedua: H2: Relativisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku tidak etis akuntan. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Menurut Notoatmodjo
(2010) pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Semakin banyak informasi yang mereka ketahui maka akan membantu mereka untuk bisa memberikan persepsi maupun tanggapan terhadap perilaku tidak etis yang melibatkan profesi akuntan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tingggi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang maka seseorang tersebut cenderung akan menilai perilaku tidak etis akuntan secara lebih tegas. Hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku tidak etis akuntan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Dhamayanti (2016), yang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan berpengaruh negatif dan signifikan pada perilaku tidak etis akuntan. Jika tingkat pengetahuan semakin tinggi, makaperilaku tidak etis akuntansemakin rendah. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis ketiga: H3: Tingkat pengetahuan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perilaku tidak etis akuntan. METODE Penelitian dilaksanakan diUniversitas Pendidikan Ganesha.Rancangan penelitian menggunakan penelitian kuantitatif. Variabel bebas penelitian adalah idealisme, relativisme, dan tingkat pengetahuan. Sedangkan, variabel terikat penelitian adalahperilaku tidak etis akuntan. Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa jurusan akuntansi program S1 Universitas Pendidikan Ganeshasebanyak 1.193 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2001).Pertimbangan sampel yang digunakan mahasiswa akuntansi Universitas Pendidikan Ganesha yang semester 5 dan 7sebanyak 519 orang. Penentuan jumlahminimal sampel menggunakan rumus Slovin (dalam Sugiyono, 2013)diperoleh jumlah sampel sebanyak 84 orang. Teknik pengumpulan data penelitian adalah teknik kuesioner.Skala yang digunakan dalam penyusunan kuesioner
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1(Vol. 7 No. 1 Tahun 2017) penelitian ini adalah skala likert. Skala likert yaitu skala yang digunakan untuk mengukur, sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2013). Pada kuesioner idealisme, relativisme, dan tingkat pengetahuansetiap pernyataan disediakan 4 (empat) alternatif jawaban, yaitusangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S), sangat setuju (SS). Pada kuesionerperilaku tidak etis akuntansetiap pernyataan disediakan 4 (empat) alternatif jawaban, yaitusangat tidak etis (STE), tidak etis (TE), etis (E), sangat etis (SE). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) uji kualitas data yang terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas, (2) uji
hipotesis menggunakan uji regresi linier berganda dengan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pada Tabel 1 hasil uji normalitas data menggunakan statistik KolmogiorovSmirnov menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,280. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05. Berdasarkan kriteria uji normalitas, data berdistribusi normal jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data berdistribusi normal.
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) (Sumber: data diolah 2016) Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data idealisme, relativisme, tingkat pengetahuan,dan perilaku tidak etis akuntan berdistribusi normal. Pada Tabel 2 hasil pengujian multikolinieritas mengunakan Variance Inflation Factor (VIF) menunjukkan nilai VIF dari masing-masing
Unstandardized Residual 84 0,000000 2,37598689 0,108 0,108 -0,059 0,991 0,280
variabel bebas lebih kecil dari 10 dannilai tolerancelebih besar dari 0,1. Berdasarkan nilai VIF dan tolerance, korelasi di antara variabel bebas dapat dikatakan mempunyai korelasi yang lemah. Dengan demikian tidak terjadi multikolinearitas pada model regresi linier.
Tabel 2. Hasil Uji Multikolineritas Model Idealisme Relativisme Tingkat pengetahuan (Sumber: data diolah 2016)
CollinearityStatistics Tolerance VIF 0,955 1,047 0,917 1,090 0,935 1,070
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas menggunakan uji Glejser menunjukkan bahwa nilai
Keterangan Non Multikolineritas Non Multikolineritas Non Multikolineritas
signifikansi antara variabel bebas dengan absolut residual lebih besar dari 0,05, yang ditunjukkan pada Tabel 3. Dengan demikian, tidak terjadi heteroskedastisitas.
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1(Vol. 7 No. 1 Tahun 2017)
Tabel 3. Hasil Uji Heterokedastisitas Unstandardized Coefficients B Std. Error 1 (Constant) 4,397 2,263 X1 -0,038 0,038 X2 -0,043 0,043 X3 0,000 0,045 a. Dependent Variable: ABS (Sumber: data diolah 2016) Model
Pada penelitian ini diajukan 3 (tiga) hipotesis. Pengujian hipotesis digunakan analisis regresi linier ganda. Hasil regresi berganda antara idealisme, relativisme, dan
Standardized Coefficients Beta -0,113 -0,116 -0,002
t
Sig.
1,943 -0,998 -1,000 -0,015
0,056 0,321 0,320 0,988
tingkat pengetahuanterhadap perilaku tidak etis akuntansecara parsial dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4.Hasil Uji t Unstandardized Coefficients B Std. Error 1 (Constant) 17,632 3,915 X1 -0,227 0,065 X2 0,271 0,075 X3 -0,238 0,078 a. Dependent Variable: Y (Sumber: data diolah 2016) Model
Berdasarkan hasil uji t pada Tabel 4 dapat diinterpretasikan sebagai berikut. 1. Variabel Idealisme(X1) memiliki koefisien negatif -0,227 dengan nilai sig.0,001. Nilai sig. untuk Idealisme(X1) lebih kecil dari nilai probabilitas α =0,05, maka dapat dinyatakan bahwa Idealisme (X1) berpengaruh signifikan pada Perilaku Tidak Etis Akuntan (Y). Sedangkan,nilai koefisien regresi yang negatif menunjukkan bahwa Idealisme (X1) padaPerilaku Tidak Etis Akuntan (Y) berpengaruh negatif. Hal ini menggambarkan bahwa peningkatan Idealisme(X1) dapat menurunkanterjadinya Perilaku Tidak Etis Akuntan (Y). Jadi, dapat disimpulkan bahwa H1diterima sehingga Idealisme berpengaruh negatif dan signifikan padaPerilaku Tidak etis Akuntan. 2. Variabel Relativisme (X2) memiliki koefisien positif 0,271 dengan nilai
Standardized Coefficients Beta -0,334 0,356 -0,296
t
Sig.
4,503 -3,484 3,637 -3,054
0,000 0,001 0,000 0,003
sig.0,000. Nilai sig. untuk Relativisme (X2) lebih kecil dari nilai probabilitas α =0,05, maka dapat dinyatakan bahwa Relativisme (X2) berpengaruh signifikan padaPerilaku Tidak Etis Akuntan (Y). Sedangkan,nilai koefisien regresi yang positif menunjukkan bahwa Relativisme (X2) padaPerilaku Tidak Etis Akuntan (Y) berpengaruh positif. Hal ini menggambarkan bahwa peningkatan Idealisme(X1) dapat meningkatkan terjadinya Perilaku Tidak Etis Akuntan (Y). Jadi,dapat disimpulkan bahwa H2diterima sehingga Relativisme berpengaruh positif dan signifikan padaPerilaku Tidak etis Akuntan. 3. Variabel Tingkat Pengetahuan (X3) memiliki koefisien negatif -0,238dengan nilai sig.0,003. Nilai sig. untuk Tingkat Pengetahuan (X3) lebih kecil dari nilai probabilitas α =0,05, maka dapat dinyatakan bahwa Tingkat Pengetahuan (X3) berpengaruh signifikan pada
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1(Vol. 7 No. 1 Tahun 2017) Perilaku Tidak Etis Akuntan (Y).Sedangkan,nilai koefisien regresi yang negatif menunjukkan bahwa Tingkat Pengetahuan (X3) pada Perilaku Tidak Etis Akuntan (Y) berpengaruh negatif. Hal ini menggambarkan bahwa peningkatan Tingkat Pengetahuan (X3) dapat menurunkanterjadinya Perilaku Tidak Etis Akuntan (Y). Jadi, dapat disimpulkan bahwa H3 diterima sehingga Tingkat Pengetahuan berpengaruh negatif dan signifikan pada Perilaku Tidak Etis Akuntan. Pembahasan Pengaruh Idealisme pada Perilaku Tidak Etis Akuntan Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan regresi punya arah koefisien negatif.Pengaruh negatif menunjukkan bahwa hubungan idealisme dan perilau tidak etis akuntan adalah berbanding terbalik. Jika idealisme seseorang tinggi, maka perilaku tidak etis semakin rendah. Terdapat pengaruh yang signifikan antara idealism pada perilaku tidak etis akuntan, yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas uji-t untuk idealisme adalah 0,001 lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, maka dapat diambil suatu justifikasi bahwaterdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antaraidealismepada perilaku tidak etis akuntan. Justifikasi diambil dengan mempertimbangkan kajian teori dan empiris. Secara teoritis, idealisme merupakan suatu sikap yang menganggap bahwa tindakan yang tepat atau benar akan menimbulkan konsekuensi atau hasil yang diinginkan (Falah, 2006). Seorang individu yang idealis akan menghindari berbagai tindakan yang dapat menyakiti maupun merugikan orang di sekitarnya dan mereka tidak akan melakukan tindakan yang mengarah pada tindakan yang berkonsekuensi negatif. Marwanto (2007) menyebutkan bahwa idealisme mengacu pada luasnya seorang individu percaya bahwa keinginan dari konsekuensi dapat dihasilkan tanpa melanggar petunjuk moral yang ada. Dalam setiap tindakan yang dilakukan harus berpihak pada nilai-nilai moral yang berlaku dan tidak sedikitpun
keluar dari nilai-nilai tersebut. Jadi, seseorang yang cenderung memiliki sifat idealis akan berpegang teguh pada aturan moral yang bersifat universal. Idealisme beranggapan jika sesuatu dilakukan atau dikerjakan sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku maka hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diinginkan. Menurut Smith (2009), dalam merespon tindakan dimana perilaku tidak etis terjadi, seseorang yang bersikap etis seharusnya memberikan jawaban ketidaksetujuan. Orang dengan idealisme yang tinggi cenderung tidak setuju atau menolak tindakan yang didalamnya terdapat perilaku tidak etis. Oleh karena itu, semakin tinggi idealisme maka kemungkinan untuk melakukan perilaku tidak etis semakin rendah. Dalam situasi mengenai perilaku tidak etis yang melibatkan akuntan, seseorang yang memiliki idealisme tinggi akan cenderung memberikan tanggapan ketidaksetujuan atas perilaku tidak etis yang terjadi dan mengambil tindakan tegas terhadap suatu kejadian tidak etis yang melibatkan akuntan. Secara empiris hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhamayanti (2016), yang menyatakan bahwa idealisme berpengaruh negatif dan signifikan pada perilaku tidak etis akuntan.Hasil penelitian lain yang mendukung penelitian ini dilakukan olehMardawati (2014), yang menunjukkan idealisme dan signifikanberpengaruh negatifterhadap persepsi atas perilaku tidak etis akuntan. Pengaruh Relativisme pada Perilaku Tidak Etis Akuntan Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan regresi punya arah koefisien positif. Pengaruh positif menunjukkan bahwa hubungan relativisme dan perilau tidak etis akuntanadalah searah. Jika relativisme seseorang tinggi, maka perilaku tidak etis akan semakin tinggi. Terdapat pengaruh yang signifikan antara relativismepada perilaku tidak etis akuntan, yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas uji-t untuk relativisme adalah 0,000 lebih kecil dari 0,05.
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1(Vol. 7 No. 1 Tahun 2017) Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, maka dapat diambil suatu justifikasi bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara relativisme pada perilaku tidak etis akuntan. Justifikasi diambil dengan mempertimbangkan kajian teori dan empiris. Secara teoritis, relativisme adalah suatu sikap penolakan terhadap nilai-nilai yang absolute dalam mengarahkan perilaku etis (Falah, 2006).Relativisme menolak prinsip dan aturan moral secara universal dan merasakan bahwa tindakan moral tersebut tergantung pada individu dan situasi yang dilibatkan. Menurut Smith (2009) dalam merespon perilaku tidak etis yang terjadi, seseorang dengan relativisme yang tinggi akan cenderung melihat kondisi yang mengelilinginya. Apabila hal tersebut merupakan hal yang sudah biasa terjadi, maka seseorang dengan relativisme yang tinggi akan menganggap bahwa hal tersebut etis dilakukan. Hal ini berarti bahwa, seseorang dengan relativisme yang tinggi cenderung setuju atau mentolerir pada perilaku tidak etis yang terjadi. Semakin tingggi relativisme maka kemungkinan untuk melakukan perilaku tidak etis semakin tinggi. Secara empiris hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Comunale et al. (2006) dan Dhamayanti (2016), yang menyatakan bahwa relativisme berpengaruh positif dan signifikan pada perilaku tidak etis akuntan. Pengaruh Tingkat Pengetahuan pada Perilaku Tidak Etis Akuntan Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan regresi punya arah koefisien negatif. Pengaruh negatif menunjukkan bahwa hubungan tingkat pengetahuan dan perilau tidak etis akuntan adalah berbanding terbalik. Jika tingkat pengetahuan seseorang tinggi, maka perilaku tidak etis akan semakin rendah. Terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat pengetahuan pada perilaku tidak etis akuntan, yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas uji-t untuk tingkat pengetahuan adalah 0,003 lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, maka dapat diambil suatu
justifikasi bahwa terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara tingkat pengetahuan pada perilaku tidak etis akuntan. Justifikasi diambil dengan mempertimbangkan kajian teori dan empiris. Secara teoritis, pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Tingkat pengetahun dapat dikembangkan dengan pendidikan. Menurut Gorda (2004), pendidikan adalah kegiatan untuk meperbaiki dan mengembangkan sumber daya manusia dengan cara meningkatkan kemampuan pengetahuan termasuk di dalamnya peningkatan pengetahuan teori dan keterampilan dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapi perusahaan. Akuntanakan semakin mempunyai banyak pengetahuan mengenai bidang yang digelutinya, sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam. Menurut Shaub (1994), pentingnya peranan pendidikan adalah dapat meningkatkan kesadaran etika. Faktor pendidikan mempunyai pengaruh besar terhadap perilaku etis akuntan sebab pendidikan tinggi akuntansi tidak hanya mengajarkan transformasi ilmu pengetahuan, tetapi juga mendidik seseorang agar memiliki kepribadian (personality) yang utuh sebagai manusia. Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Semakin banyak informasi yang mereka ketahui maka akan membantu mereka untuk bisa memberikan persepsi maupun tanggapan terhadap perilaku tidak etis yang melibatkan profesi akuntan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tingggi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang maka seseorang tersebut cenderung akan menilai perilaku tidak etis akuntan secara lebih tegas. Jadi, rasionalnya adalah tingkat pengetahuan yang tinggi akan membuat seorang akuntan memiliki kepribadian yang baik sehingga dalam melaksanakan tugas audit selalu menekankan pada perilaku etis. Seseorang
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1(Vol. 7 No. 1 Tahun 2017) akuntan yang memiliki tingkat pengetahuantinggi akan mengerti dan pandai bagaimana proses akuntansi itu dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip etika profesi akuntan. Secara empiris hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2010) dan Dhamayanti (2016), yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan berpengaruh negatif dan signifikan pada perilaku tidak etis akuntan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. (1)Idealisme memiliki hubungan yang signifikan negatif pada perilaku tidak etis akuntan. Dimana seseorang yang memiliki idealisme tinggi akan cenderung memberikan tanggapan ketidaksetujuan atas perilaku tidak etis yang terjadi dan mengambil tindakan tegas terhadap suatu kejadian tidak etis yang melibatkan akuntan. (2) Relativisme memiliki hubungan yang signifikan positif pada perilkau tidak etis akuntan. Dimana seseorang dengan relativisme yang tinggi cenderung setuju atau mentolerir pada perilaku tidak etis yang terjadi. Sehingga semakin tingggi relativisme maka kemungkinan untuk melakukan perilaku tidak etis semakin tinggi. (3) Tingkat Pengetahuan memiliki hubungan yang signifikan negatif pada perilaku tidak etis akuntan. Dimana semakin tingggi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang maka seseorang tersebut cenderung akan menilai perilaku tidak etis akuntan secara lebih tegas. Saran Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.(1) Diharapakan untuk penelitian selanjutnya menambah variabelvariabel lain seperti: gender, lingkungan kerja, locus of control dan equity sensitivity, karena menurut hasil penelitian ini variabelvariabel independent yang ada hanya memiliki pengaruh yang sangat kecil terhadap variabel dependent.Dimanahasil penelitianini menunjukkan bahwa 26,9% variabel dependent (Perilaku Tidak Etis Akuntan) dipengaruhi oleh variabel independent (Idealisme, Relativisme, dan
Tingkat Pengetahuan). (2) Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan sampel penelitian yang lebih luas dengan menggunakan lebih dari satu Universitas seperti Universitas Udayana (UNUD), Universitas Warmadewa (UNWAR), Universitas Mahasaraswati (UNMAS), karena pada penelitian ini lingkup sampel masih sempit yaitu hanya di dalam satu Universitas saja yakni Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA). (3) Penelitian selanjutnya dapat menambah jumlah pada sampel penelitian, tidak hanya mahasiswa akuntansi namun bisa menggunakan objek lain seperti auditor. DAFTAR PUSTAKA Andita, Apriyani. 2014. Kasus-kasus dalam Etika Profesi. [Online], Tersedia di: https://www.academia.edu/8112014/K asus-Kasus_dalam_etika_profesi. [Diakses pada 21 Januari 2015]. Arens, Alvin A., Elder, Randal J. dan Beasly, Mark S. 2006. Auditing dan Jasa Assurance. Jakarta: Erlangga. Bertens, K. 2013. Kanisisus.
Etika
Yogyakarta:
Comunale, C., S. Thomas dan S. Gara. 2006.Professional Ethical Crises: A Case Study of Accounting Majors. Managerial Auditing Journal, Vol. 21, No. 6, Hal: 636-656. Damayanthi, Putu Dewi Adi. 2016. Pengaruh Idealisme, Relativisme, Pengetahuan, Gender dan Umur Pada Perilaku Tidak Etis Akuntan. EJurnal Akuntansi Universitas Udayana, Vol. 15, No. 1, Hal: 1-16. Dewi, Herwinda N. 2010. Persepsi Mahasiswa Atas Perilaku Tidak Etis Akuntan (Studi Pada Universitas Kristen Satya Wacana). Skripsi. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponogoro. Falah, Syaikhul. 2006. Pengaruh Budaya Etis Organisasi dan Orientasi Etika Terhadap Sensitivitas Etika (Studi
e-journalS1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1(Vol. 7 No. 1 Tahun 2017) Empiris Tentang Pemeriksaan Internal di Bawasda Pemda Papua). Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) X pada Tanggal 26-28 Juli 2007 di Makasar. Forsyth, D. 1992. Judging the Morality of Business Practices : the Influence of Personal Moral Philosophies. Journal of Business Ethics, Vol. 11, No. 5, Hal: 416-470. Gorda, I Gusti Ngurah. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Denpasar: Widya Kriya Gematama. Mardawati, Revita. 2014. Pengaruh Orientasi Etis, Gender, dan Pengetahuan Etika Terhadap Persepsi Mahasiswa Akuntansi Atas Perilaku Tidak Etis Akuntan (Studi pada Mahasiswa Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta). Skripsi. Program Studi Akuntansi Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Marwanto. 2007. Pengaruh Pemikiran Moral, Tingkat Idealisme, Tingkat Relativisme dan Locus of Control terhadap Sensitivitas, Pertimbangan, Motivasi dan Karakter Mahasiswa Akuntansi. Tesis. Magister Akuntansi Universitas Diponegoro. Notoatmodjo, S. 2010 Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineke Cipta. Shaub, M. K. 1994. Limits to The Effectiveness of Accounting Ethics Education. Business and Professional Ethics Journal, Vol. 13, No. 2, Hal: 129-145. Smith, B. 2009. Ethical Ideology And Cultural Orientation: Understanding The Individualized Ethical Inclinations Of Marketing Student. American Journal of Bussines Education, Vol. 2, No. 8, Hal: 27-36. Sudibyo. 2010. Etika Profesi Akuntan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2001. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. ----------. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sukrino, Agoes. 2009. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat. Syahrul, Yura. 2002. Bapepam: Kasus Kimia Farma Merupakan Tindak Pidana. [Online], Tersedia di: http://www.tempo.co/read/news/2002/ 11/04/05633339//bapepam-kasuskimia-farma-merupakan-tindakpidana. [Diakses pada 21 Januari 2015].