e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
PENGARUH BELANJA MODAL TERHADAP PERTUMBUHAN KINERJA KEUANGAN DAERAH DENGAN PENDAPATAN ASLI DAERAH SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Kasus di Kabupaten Buleleng)
1
Ni Luh Putu Lindri Puspitasari Made Pradana Adiputra 2Ni Luh Gede Erni Sulindawati
1
Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
Email:{
[email protected],
[email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Kinerja Keuangan Daerah Dengan Pendapatan Asli Daerah Sebagai Variabel Intervening. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil langsusng dari laporan realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Buleleng yaitu pendapatan asli daerahdan belanja modal periode tahun 2009-2013. Analisis data menggunakan bantuan uji regresi sederhana yaitu SPSS (Statistical Program For Social Science) versi 19.0 untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk menguji pengaruh variabel intervening digunakan metode analisis jalur (path analysis) yang merupakan perluasan regresi linier. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa belanja modal secara signifikan mempengaruhi Pertumbuhan kinerja keuangan. Sedangkan hasil analisis jalur menunjukkan bahwa belanja modal dapat berpengaruh langsung ke kinerja (PDRB) dan dapat juga berpengaruh tidak langsung yaitu dari belanja modal ke Pendapatan Asli Daerah (sebagai variabel intervening) lalu ke kinerja (PDRB). Kata kunci: Belanja modal, kinerja keuangan, pendapatan asli daerah (PAD), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Abstract The study aimed at analyzing the effect of capital expenditure on the growth of the local financial performances with the locally generated revenue as an intervening variable. The study also utilized a secondary data obtained directly from the realization of local income and expenditure during 2009-2013. The data were analyzed by using simple regression supported by SPSS (Statistical Program For Social Science) version 19.0 in order to find out the effect of the independent variable on the dependent variable. To test the effect of intervening variable the path analysis was used which is the extension of linier regression. The results of the study indicated thet the capital expenditure was found significantly affected the financial performace. While the result of path analysis indicated that the capital expenditure could affect directly on the financial performances and could also indirectly affect from capital expenditure to local generated revenue (as an intervening variable) then to the financial performances.
Key-word : capital expenditure, financial performance, local generated revenue, local budgeting
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
PENDAHULUAN Landasan utama dalam pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya memberikan peluang yang lebih besar kepada daerah untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah, baik yang menyangkut sumber daya manusia, dana maupun sumber daya lain yang merupakan kekayaan daerah. Menurut Undang-undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 dengan otonomi daerah, pemerintah daerah diharapkan semakin mandiri, mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat, baik dalam hal pembiayaan pembangunan maupun dalam hal pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang baik akan berpengaruh terhadap kemajuan suatu daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif atau memenuhi prinsip value for money serta partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan keadilan akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Upaya pemerintah daerah dalam menggali kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari kinerja keuangan daerah yang diukur menggunakan analisis rasio keuangan pemerintah daerah. Pertumbuhan kinerja keuangan adalah kemampuan suatu perusahaan dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari satu periode ke periode berikutnya. Untuk mengetahui terjadinya peningkatan dapat dilakukan analisis keuangan terlebih dahulu, setelah mengetahui hasilnya maka dapat diketahui juga kinerja perusahaan tersebut apakah baik atau buruk. Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh pribadi maupun organisasi. Apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan, maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik. Apabila pencapaian melebihi dari apa yang direncanakan dapat dikatakan kinerjanya sangat bagus. Apabila pencapaian tidak sesuai dengan apa yang direncanakan atau kurang dari apa yang direncanakan, maka kinerjanya jelek. Dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan ada beberapa ukuran kinerja, yaitu derajat desentralisasi,
ketergantungan keuangan, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio keserasian, dan pertumbuhan (Sularso dan Restianto,2011). Otonomi daerah serta desentralisasi tidak bisa terlepas dari pelaksanaan pembangunan daerah. Pembangunan daerah merupakan wujud upaya peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam menjalankan pemerintahannya. Pembangunan daerah tidak mungkin diwujudkan tanpa adanya pembangunan fisik berupa sarana dan prasarana. Pembangunan fisik tersebut dapat dilaksanakan jika perencanaannya dimasukkan dalam APBD pada pos belanja, khususnya belanja modal. Belanja modal pada umumnya dialokasikan untuk perolehan asset tetap yang dapat digunakan sebagai sarana pembangunan daerah. Alokasi belanja modal dibentuk melalui proses penyusunan anggaran. Tentunya dalam pengalokasian belanja modal sebagai pendukung proses pembangunan, peran proses penganggaran sangatlah signifikan. Penggunaan pendekatan penganggaran berbasis kinerja tentunya akan semakin berpengaruh dalam penetapan tujuan dan outcome hingga akhirnya dijelaskan kedalam angka-angka pada pos belanja modal APBD. Dengan berkembang pesatnya pembangunan diharapkan terjadi peningkatan kemandirian daerah dalam membiayai kegiatannya terutama dalam hal keuangan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis pertama pada penelitian ini, yaitu : Apakah Belanja Modal memiliki pengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Kinerja Keuangan. Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Dengan ditambahnya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh pemerintah daerah, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan merangsang meningkatnya pendapatan penduduk di daerah yang bersangkutan, seiring dengan meningkatnya pendapatan asli daerah. Semakin besar dana Pendapatan Asli Daerah berarti semakin
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
besar belanja daerah yang dilakukan pemerintah daerah untuk pembangunan di daerahnya masing-masing. Kebutuhan masyarakat yang meningkat mendorong pemerintah daerah untuk mengupayakan peningkatan penerimaan daerah dengan memberi perhatian kepada perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumbersumber PAD adalah hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil laba usaha daerah, dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah. Komponen PAD tersebut secara penuh dapat digunakan oleh daerah sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah, disamping itu memperlihatkan adanya upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah. Konsekuensi dari otonomi daerah yang berkenaan dengan pelimpahan wewenang dari pusat kepada daerah maka Pemerintah Daerah dituntut untuk menyajikan informasi keuangan yang sesuai dengan karakteristik kualitatif laporan keuangan agar bermanfaat untuk pengambilan keputusan yaitu andal, relevan, dapat dibandingkan dan dapat dipahami. Indikator dari keberhasilan Pemerintah Daerah untuk menyusun Laporan Keuangan yang baik adalah opini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Opini merupakan pernyataan atau pendapat profesional yang merupakan kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Pada kenyataannya banyak daerah yang belum mampu untuk menyusun laporan keuangan yang sesuai dengan pedoman dan aturan yang disusun oleh Pemerintah Pusat. Banyak kendala yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam menyusun laporan keuangan antara lain keterbatasan sumber daya manusia baik kualitas maupun kuantitas, sistem akuntansi yang belum didasarkan pada Peraturan Daerah tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah dan kebijakan akuntansi yang belum dilandasi oleh Peraturan Kepala Daerah untuk dapat melaksanakan pengelolaan keuangan
daerah dan juga terbatasnya pemahaman aparat terhadap laporan keuangan. Pemerintah Daerah mampu untuk mengidentifikasi perkembangan kinerjanya dari tahun ke tahun. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisa rasio keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya (Halim, 2004). Penggunaan analisis rasio keuangan secara luas telah digunakan oleh private sector, sedangkan pada lembaga publik penggunaannya masih terbatas. Padahal dari hasil analisis dapat diketahui tingkat kinerja Pemerintah Daerah dan diharapkan dapat dijadikan suatu acuan untuk meningkatkan kinerjanya dari tahun ke tahun. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis kedua penelitian ini, yaitu Apakah Belanja Modal memiliki pengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Kinerja Keuangan dengan PAD sebagai variabel intervening. METODE Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data dari dokumen laporan realisasi APBD yang diperoleh dari Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng. Dari laporan realisasi APBD tahun 2004 - 2013 dapat diperoleh data mengenai jumlah anggaran Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Variabel independen dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Kinerja Keuangan Daerah, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah belanja modal, dan variabel intervening/penyela dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah. Analisis data dalam penelitian ini berupa uji statistik, uji asumsi klasik, dan uji hipotesis yang dianalisis menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Program For Social Science) versi 19.0. Uji statistik deskriptif bertujuan untuk melihat distribusi data dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Uji asumsi klasik terdiri dari uji multikolinieritas, uji heterokedastisitas, uji autokorelasi, dan uji normalitas. Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel independen dengan cara
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
melihat nilai Variance Inflation Factors (VIF) dan nilai tolerance. Variabel yang bebas dari problem multiko mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 dan dan nilai tolerance mendekati < 0,10 (Ghozali, 2001:92). Uji Heterokedastisitas digunakan untuk menguji ada kesamaan atau ketidaksamaan varians dari model regresi dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Pedoman suatu model regresi bebas dari heterokedastisitas adalah tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y (Ghozali, 2001:107). Uji Autokorelasi menggunakan uji Durbin Watson (DW test). Pedoman terjadi autokorelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Bila hasil uji DW di bawah -2 berarti terjadi autokorelasi positif, hasil DW yang menunjukkan berkisar -2 dan 2 maka tidak terjadi autokorelasi dan jika hasil uji t +2 maka terjadi autokorelasi negatif. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan metode One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan kriteria, yaitu: jika nilai signifikansi atau probabilitas < 0,05 maka distribusi data tidak memenuhi asumsi normal. Sedangkan, jika nilai signifikansi atau probabilitas > 0,05 maka distribusi data memenuhi asumsi normal. Uji hipotesis 1 dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier, uji koefisien determinasi, dan uji pengaruh parsial (uji t). Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh belanja modal terhadap pertumbuhan kinerja keuangan daerah. Hasil analisis dinyatakan dalam bentuk regresi linier sederhana, yaitu: Y = α + β1 X1 + ε……….. (1) Dimana Y= pertumbuhan kinerja keuangan, α = konstanta, β1 = koefisien regresi X1, X1 = belanja modal, dan ε = error Uji Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Nilai R2 terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu), jika R 2 semakin mendekati 1, maka semakin besar variasi dalam dependen variabel yang dapat
dijelaskan oleh variasi dalam independen variabel, ini berarti semakin tepat garis regresi tersebut untuk mewakili hasil observasi yang sebenarnya. Uji statistik t digunakan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Jika thitung ≥ ttabel dan tingkat signifikansi (α) ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, variabel bebas yang diuji mempengaruhi variabel terikat secara signifikan. Jika sebaliknya, thitung < ttabel dan tingkat signifikansi (α) > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak. Artinya, variabel bebas yang diuji tidak mempengaruhi variabel terikat. Untuk menguji hipotesis 2 pengaruh variabel intervening digunakan metode analisis jalur (path analysis). Analisis jalur merupakan perluasan dari analisis regresi linear. Jalur path analysis ini untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independen terhadap dependen secara simultan. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang berisi informasi mengenai data realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Buleleng tahun 2004-2013 yaitu mengenai data realisasi Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, dan Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB). Pengujian statistik deskriptif menunjukan hasil bahwa variabel belanja modal memiliki nilai mean Rp 85.214.000.000 sedangkan nilai tertinggi adalah Rp 186.000.000.000 dan yang terendah adalah Rp 33.500.000.000. Kemudian untuk pendapatan asli daerah ternyata nilai rata-rata (mean) sebesar Rp 71.435.000.000 sedangkan nilai maximum Rp 160.000.000.000 dan yang terendah Rp 19.300.000.000. Kemudian pertumbuhan kinerja keuangan nilai rata-rata (mean) sebesar Rp 3.266.573,282 , sedangkan nilai maximum sebesar Rp 4.506.000 dan yang terendah Rp 1.800.819. Hasil uji normalitas menggunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov data dinyatakan bahwa variabel belanja modal, pendapatan asli daerah dan pertumbuhan kinerja keuangan berdistribusi normal
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
karena tingkat signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 yaitu 0,836 untuk variabel belanja modal, 0,948 untuk variabel pendapatan asli daerah dan 0,986 untuk variabel pertumbuhan kinerja keuangan. Hasil uji multikolinieritas dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat gejala multikolineritas atau korelasi antara variabel independen karena nilai tolerance lebih dari 0,10 yaitu 0.435 untuk variabel Belanja Modal (X1), 0.435 untuk variabel Pendapatan asli Daerah (X2). Hasil uji heterokedastisitas menunjukkan tidak terjadi heterokedastisitas karena, tidak terdapat pola yang jelas dan titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y sehingga model regresi layak digunakan berdasarkan masukan variabel X terhadap variabel Y.
dL 0,6972 dan dU 1,6993. uji DurbinWatson menghasilkan nilai 2,253. Nilai ini lebih besar daripada nilai dU = 1,6993 dan lebih kecil dari nilai 4 – 1,6993 (4-dU) = 2,3007. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model regresi pengaruh belanja modal terhadap kinerja keuangan dengan pendapatan asli daerah sebagai variabel intervening. Hasil regresi atas belanja modal (X1), terhadap pertumbuhan kinerja keuangan melalui tabel 1 berikut ini:
Gambar 1 Grafik Hasil Uji Heterokedastisitas Sumber: Data Sekunder Diolah, 2014
Hasil uji autokorelasi menunjukkan Nilai dL dan dU dalam penelitian ini yakni Tabel 1 Hasil Regresi Sederhana
Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 2.658E9 2.387E10 .807 .250 .752
Model 1 (Constant) Belanja Modal a. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah Sumber: Data Sekunder Diolah, 2014
t .111 3.222
Sig. .914 .012
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
Berdasarkan dengan data yang ada pada tabel 1 yakni hasil olahan data regresi maka persamaan regresi dapat dijabarkan sebagai berikut : Y= 2,658E9+0,807X + ε …….(1) Konstanta menunjukkan besarnya nilai Y apabila tidak ada pengaruh dari X. Artinya apabila pengaruh belanja modal dengan nol (tidak memberikan pengaruh), maka tingkat pertumbuhan kinerja keuangan akan naik sebesar 2,658E9. Koefisien regresi variabel Belanja Modal = 0,807 Artinya jika X berubah satu satuan, maka Y akan berubah sebesar 0,807. Tanda positif pada nilai koefisien regresi melambangkan hubungan yang searah antara X1 dan Y, artinya apabila belanja modal semakin meningkat, maka tingkat pertumbuhan kinerja keuangan akan mengalami peningkatan. Hasil uji t nilai signifikansi variabel belanja modal lebih kecil daripada nilai signifikan yang ditetapkan (0,012<0,05) sehingga H1 diterima dengan tingkat signifikansi 0,05. Dari tabel yang sama diperoleh nilai thitung yang diperoleh adalah sebesar 3,222, karena nilai t hitung lebih besar dari ttabel (3,222>2,262) maka H1 diterima artinya Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Kinerja Keuangan. Dari hasil Uji Koefesien Determinasi bahwa Nilai R Square yang diperoleh sebesar 0.565, hal ini menunjukkan bahwa perubahan pertumbuhan kinerja keuangan mampu dijelaskan secara bersama-sama oleh perubahan belanja modal sebesar 56,5% sedangkan sisanya 43,56%, dijelaskan oleh faktor lain di luar penelitian ini. Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa belanja modal dapat berpengaruh langsung ke Kinerja (PDRB) dan dapat juga berpengaruh tidak langsung yaitu dari belanja modal ke PAD (sebagai variabel intervening) lalu ke kinerja (PDRB). Besarnya pengaruh langsung adalah 0,807 sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung yaitu (0,807) x (7,538E-6) = 6,08E-06, atau total pengaruh belanja modal ke PDRB = 5,775E-6 + ((0,807) x (7,538E-6)) = 0,0000119.
Pengaruh mediasi yang ditunjukkan oleh perkalian koefisien (p2xp3) sebesar 6,08E-06 signifikan atau tidak, diuji dengan Sobel Test sebagaiberikut: Hitung standar error dari koefisien (1) indirect effect (Sp2p3)
=1,8845E-6 Berdasarkan hasil Sp2p3 ini kemudian dapat dihitung nilai t statistik pengaruh mediasi dengan rumus sebagai berikut :
Oleh karena nilai thitung =3,23 lebih besar dari ttabel dengan tingkat signifikan 0,05 yaitu sebesar 2,262, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien mediasi 6,08E-06 signifikan yang berarti ada pengaruh mediasi. Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Kinerja Keuangan Hasil pengujian hipotesis pertama dengan menggunakan analisis regresi sederhana menghasilkan persamaan regresi Y= 2,658E9+0,807X +ε. Untuk hasil pengujian hipotesis nilai thitung lebih besar dari ttabel (3,222>2,262) maka H0 ada di daerah penolakan, berarti H1 diterima artinya belanja modal berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kinerja keuangan. Selain itu dilihat dari nilai signifikansi pada uji t variabel belanja modal lebih kecil daripada nilai signifikan yang ditetapkan (0,012<0,05) sehingga H1 diterima dengan tingkat signifikansi 0,05. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Priyo (2006) dan Fajar Nugroho (2012) yang menyatakan bahwa belanja modal berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah. Variabel belanja modal berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan kinerja keuangan ini berarti Belanja modal yang besar merupakan cerminan dari banyaknya infrastruktur dan sarana yang
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
dibangun. Semakin banyak pembangunan yang dilakukan akan meningkatkan pertumbuhan kinerja keuangan daerah, sesuai dengan logika, semakin banyak sumber yang menghasilkan, maka hasilnya pun akan semakin banyak. Belanja modal pada umumnya dialokasikan untuk perolehan asset tetap yang dapat digunakan sebagai sarana pembangunan daerah. Dengan berkembang pesatnya pembangunan diharapkan terjadi peningkatan kemandirian daerah dalam membiayai kegiatannya terutama dalam hal keuangan. Penerapan otonomi daerah atau desentralisasi fiskal oleh pemerintah pusat memiliki tujuan untuk kemandirian dalam pengeloaan rumah tangganya. Pemerintah daerah harus dapat menjalankan rumah tangganya secara mandiri dan dalam upaya kemandirian ini, pemerintah dituntut untuk meningkatkan pelayanan publiknya. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas diberbagai sektor, produktivitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan perkapita. Belanja Modal tidak hanya ditujukan untuk pengembangan infrastruktur industri, tetapi juga ditujukan untuk berbagai infrastruktur jasa yang langsung terkait dengan pemberian layanan kepada publik. Upaya peningkatan PAD melalui retribusi ataupun pajak harus diimbangi dengan kesungguhan pemda untuk meningkatkan kualitas layanan publik (Adi, 2007). Pembangunan dalam sektor pelayanan publik akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dalam bekerja karena ditunjang oleh fasilitas yang memadai dan dengan tersedianya fasilitas para investor juga akan tertarik untuk menanam modal didaerah itu. Dengan bertambahnya produktivitas masyarakat dan investor yang berada didaerah akan berdampak pada peningkatan pendapatan ekonomi didaerah yang berarti meningkatkan pendapatan per kapita.
Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Kinerja Keuangan dengan PAD sebagai Variabel Intervening Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa belanja modal dapat berpengaruh langsung ke Kinerja (PDRB) dan dapat juga berpengaruh tidak langsung yaitu dari belanja modal ke PAD (sebagai variabel intervening) lalu ke kinerja (PDRB). Besarnya pengaruh langsung adalah 0,807 sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung yaitu (0,807) x (7,538E-6) = 6,08E-06, atau total pengaruh belanja modal ke PDRB = 5,775E-6 + ((0,807) x (7,538E-6)) = 0,0000119. Selain itu dapat dilihat dari nilai thitung =3,23 lebih besar dari ttabel dengan tingkat signifikan 0,05 yaitu sebesar 2,262, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien mediasi 6,08E-06 signifikan yang berarti ada pengaruh mediasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Halim, Abdul (2004) yang menyatakan bahwa semakin besar Pendapatan Asli Daerah maka belanja daerah juga semakin besar, jika Pendapatan Asli Daerah rendah maka belanja daerah juga akan rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fajar Nugroho (2012) yang berjudul Pengaruh Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Kinerja Keuangan Daerah Dengan Pendapatan Asli Daerah Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus Di Propinsi Jawa Tengah). Hasil penelitian Nugroho (2012) menyatakan bahwa Belanja modal secara signifikan berpengaruh secara langsung terhadap kinerja keuangan, dan Belanja modal secara signifikan berpengaruh positif secara tidak langsung terhadap kinerja keuangan melalui Pendapatan Asli Daerah. Variabel Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Dengan ditambahnya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh pemerintah daerah, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan merangsang meningkatnya pendapatan penduduk di daerah yang bersangkutan, seiring dengan meningkatnya pendapatan
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
asli daerah. Semakin besar dana Pendapatan Asli Daerah berarti semakin besar belanja daerah yang dilakukan pemerintah daerah untuk pembangunan di daerahnya masing-masing. Pertumbuhan kinerja keuangan adalah kemampuan suatu perusahaan dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari satu periode ke periode berikutnya. Untuk mengetahui terjadinya peningkatan apa tidak dapat dilakukan analisis keuangan terlebih dahulu, setelah mengetahui hasilnya maka dapat diketahui juga kinerja perusahaan tersebut apakah baik atau buruk. Pertumbuhan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah juga bisa dijadikan sebagai tolak ukur dari peningkatan capaian suatu hasil kerja dibidang keuangan daerah yang meliputi anggaran dan realisasi PAD dan Belanja Modal dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan dari satu periode anggaran. Bentuk dari pengukuran kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa perhitungan APBD. Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004). Peningkatan pelayanan sektor publik secara berkelanjutan akan meningkatkan sarana dan prasarana publik, investasi pemerintah juga meliputi perbaikan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sarana penunjang lainnya. Syaratan fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup semua pengeluaran yang sifatnya menaikan produktivitas (Rahayu, 2009). Dengan ditambahnya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh pemerintah daerah, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah (Adi & Harianto, 2007). Perubahan alokasi belanja ditujukan untuk pembangunan berbagai fasilitas
modal. Pemerintah perlu memfasilitasi berbagai aktivitas peningkatan perekonomian, salah satunya dengan membuka kesempatan berinvestasi. Pembangunan infrastruktur dan pemberian berbagai fasilitas kemudahan dilakukan untuk meningkatkan daya tarik investasi. Pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas ini akan berujung pada peningkatan kemandirian daerah. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Pertama belanja modal secara signifikan mempengaruhi Pertumbuhan kinerja keuangan. Kedua hasil analisis jalur menunjukkan bahwa belanja modal dapat berpengaruh langsung ke kinerja (PDRB) dan dapat juga berpengaruh tidak langsung yaitu dari belanja modal ke Pendapatan Asli Daerah (sebagai variabel intervening) lalu ke kinerja (PDRB). Adapun saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini. Menambahkan sampel penelitian pada objek lain tidak hanya di Kabupaten Buleleng sehingga lebih mampu dilakukan generalisasi atas hasil penelitian tersebut pada daerah lain. Peneliti berikutnya sebaiknya menambah variabel agar lebih lengkap dan bervariasi dengan menambahkan variabel independen seperti kebijakan pemerintah, dan menambahkan variabel dependen seperti kemandirian dan efektivitas sehingga hasil penelitian lebih luas. Untuk pemerintah daerah Kabupaten Buleleng diharapkan agar menambah dan memperbaiki infrastruktur yang ada, sehingga ini diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah.
DAFTAR PUSTAKA Adi, Priyo Hari. 2006. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (studi kasus
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
pada kabupaten kota se Jawa-Bali). Proceeding SNA 9. Padang.
------- 2002b. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. ANDI. Yogyakarta.
Ardhani, Pungki. 2011. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Skripsi Universitas Diponegoro
Nazir, Mohamad, 2005. Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Bogor
Azhar, MHD Karya Satya. 2008. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten /Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah. Tesis. Medan Florida, Asha. 2007. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Tesis, Medan Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. BP-Universitas Diponogoro, Semarang. Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta : Salemba Empat. Harianto, David dan Priyono Hari Adi, 2007. Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, dan Pendapatan Per Kapita. Simposium Nasional Akuntansi, Makassar. Helfert, E, A. 1991. Analisis Laporan Keuangan ( terjemahan Herman Wibowo ). Edisi ketujuh. Jakarta : Penerbit Erlangga. Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Daerah & Pembangunan Daerah (Reformasi, Perencanaan, Strategi dan peluang).Jakarta : Penerbit Erlangga. Mahsun, Mohamad, 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : Penerbit BPFE. Mardiasmo. 2002a. Akuntansi Publik.Yogyakarta. ANDI.
Sektor
Nugroho, Fajar dan Abdul. Rohman. 2012. Pengaruh Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Kinerja Keuangan Daerah Dengan Pendapatan Asli Daerah Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus Di Propinsi Jawa Tengah) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. ------- Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. ------- Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. ------- Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah ------- Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Rahayu, Sri.dkk. 2009. Pengukuran Kinerja Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Daerah Kabupaten Muaro Jambi. Jurnal Cakrawala Akuntansi. Jambi Sularso, Havid., Restianto, Yanuar E. 2011. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Media Riset Ekonomi. Purwokerto. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
------- Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. ------- Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman penyusunan APBD tahun 2005. ------- Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. ------- Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Wiyono, Gendro. 2011. Merancang Penelitian Bisnis dengan Alat Analisis SPSS dan SmartPLS 2.0. Yogyakarta : STIM YKPN