e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 No 1 Tahun 2017)
KONSEP ”PANG PADA PAYU” DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI BADAN USAHA MILIK DESA (STUDI KASUS DI BUM DESA BANJARASEM MANDARA, DESA BANJARASEM, KECAMATAN SERIRIT, KABUPATEN BULELENG) Ni Putu Wira Ayu Pradnyani1, Anantawikrama Tungga Atmadja1, Arie Wahyuni2 Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {
[email protected], Anantawikrama Tungga
[email protected],
[email protected]} @undiksha.ac.id Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsep “pang pada payu” dalam penyelesaian kredit Macet di Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Banjarasem Mandara, Desa Banjarasem, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng. Penelitian ini mengunakan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa jawaban narasumber wawancara, observasi serta dokumentasi. Informan yang digunakan adalah Perbekel, Badan Pengawas dan Ketua BUM Desa, serta salah seorang nasabah BUM Desa Banjarasem Mandara untuk memperoleh informasi terkait dengan topik penelitian. Metode analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif dengan analisis interaktif melalui tahapan sebagai berikut (1) Reduksi data; (2) Penyajian data; (3) Penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan Penerapan nilai ”Pang Pada Payu” dalam menyelesaikan kredit macet di Badan Usaha Miik Desa (BUM Desa) ”Banjarasem Mandara” diterapkan dengan mengedepan musyarawarah kekeluargaan atau pendekatan langsung kepada masyarakat dan dikaitkan dengan dalam masyarakat Hindu juga dikenal konsep tat twam asi, yang mengandung makna dan hakekat ekonomi Hindu yang ada dalam kearifan lokal di Bali, seperti Menyame Braye (saling menolong atau membantu, misalnya dalam permodalan) merupakan bentuk kebersamaan dalam masyarakat Desa Banjarasem. Dan penerapan konsep de memirat dana (tidak mengemplang utang atau mengemplang kewajiban atas pinjaman) merupakan sifat kesetian memenuhi kewajibannya, ”Pang Pade Payu” (saling menguntungkan dan saling memberdayakan). Kata kunci : BUM Desa, Kredit macet, Konsep ”Pang Pada Payu”
Abstract The study was conducted ot find out the implementation of the concept of “pang pada payu”, at the same so in getting solution of bad credits at the villageowned enterprises, Banjarasem Mandara, Banjarasem village, Seririt sub-district, Buleleng. The study utilized a qualitative descriptive design. The data were obtained from a primary source involving the responses of interviewees, observation, as well as documentation. Informants involved in the study consisted of the headman, Controller, and the head of village-owned enterprise, as well as a customer of Banjarasem Mandara to get appropriate information in relation to the topic of the study. The data were analyzed by using qualitative approach with interactive technique following the stages such as: (1) data reduction; (2) data presentation; (3) concluding.
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 No 1 Tahun 2017)
The results of the study indicated that the implementation of the concept ”Pang Pada Payu” at the same so in getting the solution of bad credits at ”Banjarasem Mandara” villageowned enterprise by promoting familial deliberation or direct approach to the people which was associated with the concept in Hindu called tat twam asi, having a meaning and Hindu economic essence found in the local wisdom of Bali like companionship ( mutual helps, for instance in terms of capitalization) is a form of togetherness among the people of Banjarasem village. The implementation of the concept or value of undergoing against debt obligations is a characteristic of faithfulness in meeting the obligations, a concept of”Pang Pade Payu” (mutual benefits and mutual empowerment). Kata kunci : village-owned enterprises, bad credits, concept of “Pang Pada Payu”
PENDAHULUAN Desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, mandiri dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk melindungi dan memberdayakan Desa agar menjadi kuat, mandiri dan demokratis sehingga dapat melaksanakan pemerintahan dan pembangunan munuju masyarakat adil, makmur dan sejahtera diberlakukanlah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sehingga diharapkan mampu menjawab tantangan dan masa depan Desa dalam mensejahterakan masyarakat Desa. Pengaturan mengenai
Desa bertujuan untuk mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan aset Desa guna kesejahteraan masyarakat, mempercepat perwujudan kesejahteraan umum, memajukan perkonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur mengenai asas pengaturan, kedudukan dan jenis desa, penataan desa, kewenagan desa, penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Peraturan Desa, keuangan dan asset Desa, Badan Usaha Milik Desa, kerjasama Desa, lembaga kemsayarakatan Desa dan lembaga Adat, serta pembinaan dan pengawasan. Untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi, kelembagaan ekonomi dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatlkan kesejahteraan masyarakat Desa, Pemerintahan Desa dapat membentuk Badan Usaha Milik Desa ( BUM Desa ) yang merupakan suatu badan usaha bercirikan Desa yang dalam pelaksanaan kegiatannya disamping untuk membantu penyelenggaraan pemerintahan Desa, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa. Program pemberdayaan ekonomi dan peningkatan jaminan sosial masyarakat desa sudah sejak lama dijalankan oleh Pemerintah melalui berbagai program. Namun upaya itu belum membuahkan hasil yang memuaskan sebagaimana diinginkan bersama. Belajar dari kurang efektifnya
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 No 1 Tahun 2017)
pelaksanaan program yang sudah ada, satu pendekatan baru yang diharapkan mampu menstimulus dan menggerakkan roda perekonomian di pedesaan adalah melalui penyatuan pengelolaan kelembagaan ekonomi yang ada. Asset ekonomi yang ada di desa harus dikelola sepenuhnya oleh masyarakat desa. Bentuk kelembagaan sebagaimana disebutkan di atas dinamakan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Badan usaha ini sesungguhnya telah diamanatkan di dalam UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Desa. Pasal 87 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa. BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Disebutkan pula bahwa tujuan pendirian BUM Desa antara lain dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADesa). Saragi (2004) dalam bukunya menyebutkan ada 5 tujuan pembentukan BUM Desa yaitu (a) Peningkatan kemampuan keuangan desa, (b) Pengembangan usaha masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan, (c) Mendorong tumbuhnya usaha masyarakat (d) Penyedia jaminan sosial (e) Penyedia pelayanan bagi masyarakat desa. Dengan demikian, bentuk BUM Desa dapat beragam di setiap desa di Indonesia. Ragam bentuk ini sesuai dengan karakteristik lokal, potensi, dan sumber daya yang dimiliki masing-masing desa. Pengaturan lebih lanjut tentang BUM Desa diatur melalui Peraturan Daerah dan Peraturan Desa. Sebagaimana dinyatakan di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Oleh karena itu, setiap Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Namun perlu disadari bahwa BUM Desa didirikan atas prakarsa masyarakat didasarkan pada potensi yang dapat dikembangkan dengan menggunakan sumber daya lokal dan
terdapat permintaan pasar. Sedangkan tugas dan peran Pemerintah adalah melakukan sosialisasi dan penyadaran kepada masyarakat desa melalui pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten tentang arti penting BUM Desa bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui Pemerintah Desa masyarakat dimotivasi, disadarkan dan dipersiapkan untuk membangun kehidupannya sendiri. Pemerintah memfasilitasi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan dan pemenuhan lainnya yang dapat memperlancar pendirian BUM Desa. Selanjutnya, mekanisme operasionalisasi diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat desa. BUM Desa dibentuk untuk memperkuat pendapatan desa, peningkatan kesempatan berusaha, mengurangi pengangguran sekaligus sebagai motor penggerak perekonomian desa. Pembentukan BUM Desa ditujukan untuk mewadahi kegiatan perekonomian di pedesaan yang didasarkan pada potensi desa tersebut. Melalui kelembagaan ekonomi ini pada akhirnya dimaksudkan dapat mengurangi angka kemiskinan yang merupakan program pemerintah. Badan Usaha Milik Desa salah satunya telah didirikan di Desa Banjarasem, yang merupakan Desa di wilayah Kecamatan Seririt. Desa Banjarasem terdiri dari 4 Banjar Dinas yaitu Banjar Dinas Dajan Rurung, Banjar Dinas Delod Rurung, Banjar Dinas Kalanganyar dan Banjar Dinas Yehanakan. Semangat untuk maju dalam perekonomian sangat kuat dengan adanya kebijakan dari pemerintah melalui pendirian BUM Desa, ini diharapkan mampu meningkatkan tingkat perekonomian Desa Banjarasem. BUM Desa di Desa Banjarasem berdiri sejak tanggal 28 Nopember 2012 dengan nama BUM Desa Banjarasem Mandara dan baru memulai berkembang sehingga masing banyak hal yang perlu ditingkatkan. Walaupun demikian BUM Desa Banjarasem Mandara sudah mampu menunjukkan perkembangan yang terus membaik. Sumber dana pada BUM Desa
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 No 1 Tahun 2017)
ini pada awalnya bersumber dari Program Gerakan Membangun Desa Terpadu (Gerbangsadu) Provinsi Bali sebesar Rp 1.020.000.000.-. Badan Usaha Milik Desa memiliki program yang berbeda-beda seperti BUM Desa Banjarasem Mandara program yang di unggulkan yaitu program simpan pinjam, penyewaan traktor dan yang terbaru dikembangkan adalah program Unit Pengelolaan Air Bersih (UPAB). Program simpan pinjam merupakan program yang cukup membantu perekonomian di desa Banjarasem, dikarenakan program ini difokuskan pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang ada di Desa Banjarasem. Permasalahan yang ada di BUM Desa seperti adanya kredit macet dari masyarakat desa selalu dilakukan dengan musyawarah mufakat oleh Perbekel, BPD, dan tokoh masyarakat sehingga permasalahan bisa diatasi dengan cara kekeluargaan, dengan pendekatan langsung kepada masyarakat peminjam kredit. Kredit macet disebabkan berbagai hal seperti usahanya kurang berhasil, atau memang ada beberapa warga masyarakat yang kurang. Dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendiriran, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa dijelaskan pada Bab III pasal 7 tentang bentuk organisasi BUM Desa, Organisasi Pengelola BUM Desa, modal BUM Desa, klasifikasi jenis usaha BUM Desa, alokasi hasil usaha BUM Desa, kepailitan BUM Desa, Kerjasama BUM Desa antar Desa dan pertanggung jawaban pelaksanaan BUM Desa. Kemudian pada BAB V dijelaskan mengenai Pembinaan dan Pengawasan. Kejelasan pengawasan diperlukan untuk mengantisipasi potensi penyelewengan/penyalahgunaan (moral hazard) oleh pelaksana BUM Desa. Kejelasan ini akan mewujudkan pengelolaan BUM Desa yang demokratis dan sesuai dengan prinsip kegotongroyongan, maka sepatutnya BUM Desa memperhatikan dan menerapkan standar manajemen yang profesional dan
bertanggung jawab seperti menjungjung tinggi prinsip transparansi, akuntabilitas, kemandirian dan pertanggungjawaban. Sejalan dengan dilaksanakannya Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2004 tentang Desa, yang ditetapkan sebagai organisasi Pemerintahan Desa berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri adalah Desa. Yang memegang peranan yang sangat penting dalam menata dan membina kehidupan masyarakat Desa maupun dalam proses pembangunan. Sebagai organisasi Pemerintah Desa, Desa dapat mengendalikan roda pemerintahan didalam wilayah yang terpencil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang tetap hidup dan berkembang sampai saat ini sebagai perwujudan dari bangsa, budaya yang perlu diayomi dan dilestarikan. Kehadiran suatu Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUM Desa di pedesaan dipandang sangat tepat guna menjangkau masyarakat kecil atau masyarakat miskin di perdesaan, sehingga peranan dan prospek BUM Desa yang berkaitan dengan fungsinya mempunyai harapan yang cerah dimasa depan. Pernyataan itu didasarkan pada fungsi BUM Desa yaitu menunjang pertumbuhan ekonomi pedesaan dengan menciptakan pemerataan dan kesempatan usaha bagi warga desa dan tenaga kerja di pedesaan. Dengan demikian fungsi dan tugas BUM Desa seperti itu mengandung makna yang sangat penting, mendasar dan strategis. Oleh karena itu dibutuhkan pengembangan BUM Desa sebagai modal pembangunan desa. Seiring dengan fungsi dan tujuan dari BUM Desa yang menitik beratkan usahanya di usaha simpan-pinjam, pengelolaan sarana prasana pertanian, dan air bersih. Untuk dapat menjangkau dan memberikan pelayanan yang maksimal bagi masyarakat desa, tentu BUM Desanya harus sehat dan mempunyai kinerja yang baik. Dan sejalan dengan visi dan misi BUM Desa tersebut, kenyataan dilapangan masyarakat Desa dalam mencari pinjaman untuk modal usahanya belum sepenuhnya memanfaatkan BUM Desa dan terlebih
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 No 1 Tahun 2017)
lagi diera globalisasi saat ini yang diikuti dengan kemajuan informasi, teknologi dan ilmu pengetahuan dan diikuti dengan tumbuhnya lembaga-lembaga keuangan seperti BPR dan Koperasi, sehingga menimbulkan persaingan diantara lembaga keuangan tersebut, hal ini merupakan tantangan yang sangat berat bagi pengelola BUM Desa, maka harus selalu berpikir bagaimana BUM Desa dapat berjalan dengan sehat dan dapat berkembang serta mampu bersaing. Sehubungan dengan itu maka dukungan dan partisipasi dari masyarakat sangatlah diperlukan agar BUM Desa itu dapat melaksanakan fungsinya dalam mencapai tujuannya. Mengingat BUM Desa adalah milik Desa Dinas maka dalam pengelolaannya selalu berkaitan dengan Desa Dinas dalam hal ini masyarakat Desa diwakili oleh Perbekel atau Kepala Desa. Perbekel merupakan mandataris dari masyarakat desa maka segala sesuatunya harus berdasarkan musyawarah Desa baik dalam pembentukan Pengurus BUM Desa termasuk ketentuan -ketentuan yang harus dilakukan oleh Pengelola BUM Desa, sehingga kegiatannya selalu mendapatkan pengawasan/ monitoring oleh Badan Pengawas Internal yang diketuai ( dipimpin ) oleh Perbekel. Manakala muncul masalah diantara dua pihak yaitu BUM Desa dengan nasabah dari warga masyarakat, cara penyelesaian yang memenangkan kedua belah pihak kerap kali dipilih. Pihakpihak yang terlibat dalam penyelesaian kredit macet itu biasa menyebutnya dengan istilah mentereng yang diimpor dari Barat: win-win solution. Manusia Bali sejatinya juga mengenal kearifan penyelesaian masalah model serupa, yang disebut dengan prinsip pang pada payu. Prinsip yang akrab didunia ekonomi, khususnya perdagangan itu, juga seringkali digunakan sebagai cara penyelesaian masalah dalam kredit macet dari nasabah di BUM Desa Banjarasem Mandara. ”Pang pada payu” merupakan ungkapan dalam bahasa Bali madya (bahasa Bali ragam madya atau tengah)
yang terjemahan bebasnya adalah ”agar sama-sama bisa” atau ”agar sama-sama jadi”. Yang dimaksud ”bisa” atau “jadi” tiada lain mencapai tujuan masing-masing pihak. Walaupun tujuan yang dicapai itu tidak sepenuhnya sesuai target. Dalam konteks budaya Bali, payu dalam ungkapan pang pada payu bermakna sukses atau menang. Itu sebabnya, pang pada payu juga bermakna sebagai prinsip sama-sama menang, sama-sama diuntungkan (menurut Made Wiradnyana, Dosen Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar. Prinsip “Pang Pada Payu”adalah bentuk prinsip yang dianut oleh masyarakat Hindu di Bali yaitu dengan cara penerapan prinsip saling memberi dan menerima (resiprositas) sepanjang telah menjadi satu kesatuan untuk kemajuan bersama. Ini adalah salah satu cara menyelesaikan sengketa kredit macet dengan menghormati dan memperkuat kearifan dari hukum adat yang bersifat lokal untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan indonesia. Prinsip ”pang pada payu” tidak hanya berlaku di dunia perdagangan atau ekonomi. Prinsip serupa kerap digunakan dalam penyelesaian sengketa atau masalah kehidupan dalam bidang yang lain. Dengan prinsip pang pada payu, penyelesaian sengketa atau masalah dilandasi konsep kedamaian METODE Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif. Jenis penelitian kualitatif ini adalah studi kasus pada lembaga perekonomian Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif karena bertujuan untuk mendeskripsikan Konsep ”Pang Pada Payu” Dalam Penyelesaian Kredit Macet Di Badan Usaha Milik Desa (Studi Kasus di BUM Desa Banjarasem Mandara, Desa Banjarasem, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng). Lokasi penelitian merupakan tempat dimana penelitian akan dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan pada BUM Desa Banjarasem Mandara, di Desa Banjarasem, yang merupakan salah satu desa di Kecamatan Seririt, Kabupaten
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 No 1 Tahun 2017)
Buleleng. Dalam penelitian ini diperlukan dua jenis data primer dan data sekunder. Informan dalam penelitian ini ditunjuk secara purposive. Informan yang ditunjuk kriterianya, yaitu sejauh mana mereka memahami masalah yang dikaji sebagaimana yang dirumuskan dalam pertanyaan peneliti, serta mewakili kelompok BUM Desa yang turut berperan dalam pengelolaan kelembagaan ini. Penulis melakukan wawancara terhadap informan untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Dalam proses wawancara ini, penulis mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dalam permasalahan yang diangkat. Informan yang telah ditunjuk akan diwawancarai dengan menggunakan teknik wawancara mendalam. Agar wawancara mendalam bisa berlangsung secara terarah, perlu disusun pedoman wawancara yang memuat pokok-pokok pikiran yang terkait dengan masalah yang diteliti. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap pihak-pihak terkait. Observasi penelitian adalah pengamatan sistematis dan terencana yang diniati untuk memperoleh data yang dikontrol validitas dan reliabilitasnya. Teknik pengumpulan data lainnya adalah studi dokumen. Dokumen yang dikaji antara lain adalah dokumen yang terkait dengan pengelolaan BUM DESA Desa Banjarasem, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng. Proses wawancara kepada informan terkdang keluar dari konteks pedoman wawancara yang telah disusun, sehingga perlu dilakukan reduksi data. Penyajian data dilakukan terhadap data yang diperoleh melalui proses wawancara, observasi, dan studi dokumen. Data yang diperoleh dari proses wawancara dan observasi disajikan melalui penyusunan teks naratif dalam kesatuan bentuk, keteraturan, pola-pola, penjelasan, pemaknaan, konfigurasi dan alur sebab akibat. Data yang diperoleh dari studi dokumen disajikan dalam bentuk tabeltabel. Untuk menganalisis data pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknikdeskriptif kualitatif dengan
penekanan pada penelitian sumber, mengungkapkan fakta (menguraikan data dengan mendeskripsikan data yang diperoleh dari penelitia, baik data primer maupun data sekunder) dengan menggunakan bahsa yang mudah dipahami, kemudian data yang diperoleh diurakan serta dikembangkan berdasarkan teori yang ada. Keabsahan data adalah untuk melihat derajat kebenaran atau kepercayaan terhadap hasil penelitian dengan mempergunakan standarisasi tertentu. Menurut Patton dan Moleong (2005, 178) mengatakan bahwa dalam rangka menjaga keabsahan data digunakan empat kriteria : Kepercayaan (credibility), Keteralihan (transferability) Kebergantungan (dependbility), Kepastian (confirmability) HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan Tingkat Kredit Macet di Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Banjarasem Mandara dari awal berdirinya BUM Desa Banjarasem Mandara tingkat kredit macet masih di kisaran 1% dari total nasabah 915, dan sekarang yang terkategori yang sudah macet yaitu 5 orang dan yang masih diragukan berkisar 25 orang. Dari 5 orang yang dikatakan kredit macet di BUM Desa Banjarasem Mandara yang terdiri dari 3 orang di Banjar Dinas Dajan Rurung, dan 2 orang di Banjar Dinas Delod Rurung. Kemudian yang masih diragukan 25 orang tersebut berasal dari empat banjar dinas yaitu Banjar Dinas Dajan Rurung, Banjar Dinas Delod Rurung, Banjar Dinas Yehanakan, dan Banjar Dinas Kalanganyar. Faktor-faktor penyebab kredit macet merupakan hal-hal yang sering menyebabkan suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada pihak BUM Desa seperti yang sudah diperjanjikan. Kredit macet yang terjadi di BUM Desa Banjarasem Mandara di sebabkan oleh beberapa hal seperti usaha dari nasabah yang mengalami kebangkrutan dengan banyaknya persaingan ataupun dari nasabah yang usahanya di bidang peternakan ada
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 No 1 Tahun 2017)
wabah penyakit sehingga hanya bisa membayar bunganya saja. Kegagalan usaha debitur merupakan hal yang sangat berpengaruh pada kredit macet yang terjadi ini dikarenakan banyak pinjaman debitur yang digunakan untuk modal kerja namun karena manajemen salah atau karena kondisi tertentu maka usaha yang dilakukan debitur tersebut menjadi bangkrut sehingga pinjaman tersebut tidak dapat tertagih lagi. Selanjutnya faktor yang satu ini juga tidak dapat dihindarkan karena tidak ada yang tahu kapan akan terjadi yaitu faktor musibah karena cukup sulit untuk diprediksi ini dikarenakan debitur tidak akan mampu mengetahui kejadian-kejadian yang akan terjadi terkait dengan adanya musibah tersebut. Penerapan nilai ”Pang Pada Payu” Dalam Menyelesaikan Kredit Macet Di Badan Usaha Milik Desa Banjarasem. Prinsip “Pang Pada Payu”adalah bentuk prinsip yang dianut oleh masyarakat Hindu di Bali yaitu dengan cara penerapan prinsip saling memberi dan menerima (Resiprositas) sepanjang telah menjadi satu kesatuan untuk kemajuan bersama. Ini adalah salah satu cara menyelesaikan sengketa kredit macet dengan menghormati dan memperkuat kearifan dari hukum adat yang bersifat lokal untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan indonesia. Penerapan konsep Penerapan nilai ”Pang Pada Payu” Dalam Menyelesaikan Kredit Macet Di Badan Usaha Milik Desa Banjarasem jika dikaitkan dengan dalam masyarakat Hindu juga dikenal konsep Tat Twam Asi, yang artinya "Dia adalah kamu, saya adalah kamu, dan semua makhluk adalah sama, sehingga bila kita menolong orang lain berarti juga menolong diri kita sendiri". Dari konsep tersebut mengandung makna dan hakekat ekonomi Hindu yang ada dalam kearifan lokal di Bali, seperti Menyame Braye (saling menolong atau membantu, misalnya dalam permodalan), De memirat Dana (tidak mengemplang utang atau mengemplang kewajiban atas pinjaman), Pang Pade Payu (saling menguntungkan dan saling memberdayakan).
Dalam perkembangan BUM Desa Banjarasem yang terus berkembang prinsip “Pang Pada Payu “ cukup mampu membuat masyarakat nyaman dalam mencari pinjaman di BUM Desa Banjarasem Mandara. Agar tidak semakin berkembang kredit macet yang terjadi yang akan menghambat perkembangan BUM Desa maka pencegahan kredit macet. Secara praktek juga mencakup aspek ekonomi. Dalam berkerja pun kita mempunyai motif, namun dalam ajaran Hindu motif bekerja hanya untuk kekayaan, kedudukan, dan nama baik, akan tetapi untuk membantu pertumbuhan spiritual seseorang. Jika motif bekerja tersebut kurang diperhatikan dan dipahami dengan baik, maka pada saat seseorang gagal dalam kerja, tidak sedikit orang yang menderita sakit. Dengan demikian kita harus paham, bahwa bekerja dengan tulus dengan penuh kesadaran adalah untuk tujuan kebahagian diri sendiri, keluarga, orang lain dan bangsa serta umat manusia. Nilai ”Pang Pada Payu” dalam menyelesaikan kredit macet di Badan Usaha Milik Desa Banjarasem diterapkan dengan mengedepan musyarawarah kekeluargaan atau pendekatan langsung kepada masyarakat dan dikaitkan dengan dalam masyarakat Hindu juga dikenal konsep Tat Twam Asi, yang mengandung makna dan hakekat ekonomi Hindu yang ada dalam kearifan lokal di Bali, seperti Menyame Braye (saling menolong atau membantu, misalnya dalam permodalan) merupakan bentuk kebersamaan dalam masyarakat Desa Banjarasem. Penerapan konsep de memirat dana (tidak mengemplang utang atau mengemplang kewajiban atas pinjaman) merupakan sifat kesetiaan memenuhi kewajibannya, ”Pang Pade Payu” (saling menguntungkan dan saling memberdayakan). Jadi perihal ini juga dikenal dengan win win solution yang menjadikan kita lebih bijak dan lebih adil. Tidak ada lagi pihak yang kalah maupun pihak yang menang, semua akan adil dan merata walapun dalam keadaan sebenarnya memiliki kerugian yaitu mengurangi kadar kemenangan kita untuk
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 No 1 Tahun 2017)
kemenangan pihak lawan. Namun hal ini tidak akan menjadi masalah, "asal" dikelola dengan baik. Prinsip “Pang Pada Payu” adalah bentuk prinsip yang dianut oleh masyarakat Hindu di Bali dan prinsip inilah yang melandasi setiap kegiatan manajemen Badan Usaha Milik Desa Banjarasem Mandara, yaitu dengan cara penerapan prinsip saling memberi dan menerima (resiprositas) sepanjang telah menjadi satu kesatuan untuk kemajuan BUM Desa Banjarasem Mandara. Ini adalah salah satu cara menyelesaikan kredit macet dengan menghormati dan memperkuat kearifan dari hukum adat yang bersifat lokal untuk memperkaya sistem penyelesaian kredit macet . Manfaat penyelesaian kredit macet dilingkungan di BUM Desa Banjarasem Mandara diselesaikan dengan prinsip ”Pang Pada Payu” sangat besar pengaruhnya terhadap penyelesaian kredit kredit macet pada BUM Desa Banjarasm Mandara. Dengan demikian, apabila prinsip ”Pang Pada Payu” dapat dijadikan peraturan BUM Desa Banjarasem Mandara yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas dalam hal ini Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai Badan Pengawas sebagai bentuk legalitas formal, dan model ini diakui sebagai model penyelesaian kredit macet yang mengedepankan pencapaian keadilan dengan pendekatan konsensus dan mendasarkan pada kepentingan para pihak secara musyawarah kekeluargaan dalam rangka menjadikan kita lebih bijak dan lebih adil, tidak ada lagi pihak yang kalah maupun pihak yang menang (winwin solution), maka upaya pengembangan usaha di BUM Desa Banjarasem Mandara dapat diwujudkan demi peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Desa Banjarasem, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat ditarik kesimpulan yang menjawab permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu Pertama tingkat kredit macet di Badan
Usaha Miik Desa ( BUM Desa ) ”Banjarasem Mandara” melalui dana Gerakan Membangun Desa Terpadu (Gerbangsadu-Mandara) sampai saat ini masih sedikit dikisaran 1 % (satu prosesn) dari total nasabah 915 orang dan dikatagorikan macet sebanyak 5 orang nasabah dan yang katagori diragukan sebanyak 25 orang nasabah. Kedua, penyebab kredit macet di Badan Usaha Miik Desa ( BUM Desa ) ”Banjarasem Mandara” cendrung pada faktor pekerjaan, banyak ada pekerjaan di sektor pembangunan yang dulunya sebagai buruh bangunan dan sekarang banyak yang menganggur sehingga pendapatan masyarakat menurun, sehingga dalam kewajibannya sebagai peminjam kredit hanya bisa membayar bunga pinjaman saja, disamping ada usaha-usaha ternak seperti ayam, babi, karena ada penyakit pada ternaknya sampai menyebabkan kematian, itu masih terkendala pada pembayaran pokok pinjaman yang kurang lancar, karena kegagalan usahanya. Ketiga, penerapan nilai ”Pang Pada Payu” dalam menyelesaikan kredit macet di Badan Usaha Miik Desa ( BUM Desa ) ”Banjarasem Mandara” diterapkan dengan mengedepan musyarawarah kekeluargaan atau pendekatan langsung kepada masyarakat dan dikaitkan dengan dalam masyarakat Hindu juga dikenal konsep tat twam asi, yang mengandung makna dan hakekat ekonomi Hindu yang ada dalam kearifan lokal di Bali, seperti menyame braye (saling menolong atau membantu, misalnya dalam permodalan) merupakan bentuk kebersamaan dalam masyarakat Desa Banjarasem. Dan penerapan konsep de memirat dana (tidak mengemplang utang atau mengemplang kewajiban atas pinjaman) merupakan sifat kesetian memenuhi kewajibannya, Pang Pade Payu (saling menguntungkan dan saling memberdayakan), yang menjadikan kita lebih bijak dan lebih adil, tidak ada lagi pihak yang kalah maupun pihak yang menang, semua akan adil dan merata demi kesejahteraan masyarakat Desa Banjarasem.
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 No 1 Tahun 2017)
Saran Kredit macet jangan sampai meningkat, sehingga perkembangan BUM Desa Banjarasem Mandara dapat meningkat dan tidak terganggu dengan kredit macet dari nasabah, sebaiknya lebih selektif dalam pemberian kredit sesuai dengan tingkat usaha dan kemampuan nasabah pencari kredit. Penyebab kredit macet cendrung pada faktor pekerjaan, dan usaha ternak, sebaikannya dalam realisasi kredit lebih memperhatikan kalender musim, sehingga terhindar dari wabah penyakit pada ternak dan faktor lainnya. Penerapan nilai ”Pang Pada Payu” dalam menyelesaikan kredit macet di Badan Usaha Miik Desa ( BUM Desa ) ”Banjarasem Mandara” seperti konsep menyame braya, tat twam asi, de memirat dengan selelau mengedepankan musyawarah kekeluargaan perlu dipertahankan sehingga dapat memajukan BUM Desa Banjarasem Mandara untuk kesejahteraan masyarakat Desa Banjarasem.
Handoko, T. Hani.(2000). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: BPFE).
DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A.C. 2002. Pokoknya Kualitatif : Dasar- Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Anonim. 2013. Dengan prinsip pang pada payu, penyelesaian sengketa atau masalah dilandasi konsep kedamaian. Pang pada payu berakar pada nilai-nilai, yang diakses pada: www.balisaja.com/2013/07/pangpada-payu-prinsip-win-win solution.html, 15 Oktober 2016. Berg, B.L, .2004. Qualitative Research Methods for Sosial Science. (5ed.). Pearson : Boston Bogdan and Biklen. 1982. Qualitative Research For Education. Toroto: Alyn and Bacon. Budiarjo, Miriam,1998. Menggapai Kedaulatan Rakyat. Mizan : Jakarta.
Ikatan Akuntansi Indonesia, 2009, Standar Akuntansi Keuangan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Kamus Besar Bahasa Indonsia Kasmir, (2012), Bank dan Lembaga Keungan Lainnya, Cetakan Kesebelas, Jakarta : Raja Grafindo Persada. Kuncoro, Mudrajad dan Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: BPFE. Mandira, Robin Gita, dkk. 2014. Analisis Sistem Pengendalian Intern Pemberian Kredit Pada Badan usaha Milik Desa (Bumdes) Mandala Giri Amertha Di Desa Tajun. Jurnal S1 Ak, Vol 2, No. 1 (Hal 1-10).
Milles & Huberman. (1992) Analisis Data Kualitatif (tentang metode-metode baru). Jakarta: UI-Press. M.
Sadeli, lili, Akuntansi, Jakarta.
2002. Dasar-dasar PT. Bumi Aksara,
Moleong, Lexy. J. 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru).Rineka Cipta : Jakarta Neuman, W. L. 2000. Social Research Methods :Qualitative and th Quantitative Approaches. (4 ed) Allyn and Bacon. Boston. Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Perturan Pelaksanaan
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 7 No 1 Tahun 2017)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa; Rahardjo Adisasmita, 2011. Pengelolaan Pendapatan & Anggaran Daerah. Penerbit Graha Ilmu : Yogyakarta. Rosjidi. 2001. Akuntansi Sektor Publik Pemerintah:Kerangka, Standar, dan Metode. Surabaya: Aksara 1. Saputra, Komang Adi Kurniawan 2015. “Prinsip Pang Pada Payu Sebagai Dimensi Good Governance Dalam Sengketa Kredit Macet (Studi Fenomenologi Pada LPD Desa Kerobokan, Kabupaten BulelengBali”, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja. Sondang P. Siagian, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta. Surakhmad, Winarno. 1982. Dasar dan Teknik Research: Pengantar Metologi Ilmiah, Bandung: Tarsito. Syafri Harahap, Sofyan, 2008. Analisa Kritis atas Laporan Keuangan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Tjandra, Riawan. 2006. Hukum Keuangan Negara hal. 155. Grasindo: Jakarta. Republik Indonesia. 2014. UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Republik Indonesia. 1992. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Wasistiono, sadu 2003. Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Fokus Media; Bandung.