e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3, No.1 Tahun 2015)
Analisis Penerapan Sistem Pengendalian Internal Terhadap Pemberian Kredit Di Lembaga Perkreditan Desa (Studi Empiris Lembaga Perkreditan Desa Poh Bergong) I Gede Oka Wiradana[1], Ni Luh Gd Erni Sulindawati[1], Anantawikrama Tungga Admadja[2] Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]} @undiksha.ac.id. Abstrak LPD Desa Pakraman Poh Bergong selama ini banyak mengalami permasalahan kredit macet. Secara teoritik kredit macet dapat disebabkan oleh tidak diterapkannya sistem pengendalian internal yang memadai oleh sebuah entitas bisnis.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penerapan sistem pengendalian internal dalam pemberian kredit di LPD Desa Poh Bergong. Jenis data penelitian ini adalah kualitatif. Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode wawancara,observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data teknik analisis interaktif (interactive model of analysis) berdsasarkan kajian pustaka yang telah disusun sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan sistem pengendalian internal yang dilakuakan dalam penilaian kelayakan pemberian kredit pada LPD Poh Bergong masih belum maksimal, begitu juga dalam pengelolaan dalam aktivitas keseharian di LPD ini. Unsur dari sistem pengendalian internal itu sendiri meliputi lingkungan pengendalian, penaksiran resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan. Penilaian kelayakan penerima kredit secara umum terlihat di penaksiran resiko, dimana dalam penaksiran resiko itu sendiri ada penilaian yang dilakukan untuk kelayakannya. Penilaian tersebut menggunakan analisis 5C yaitu character, chapcity, capital, collateral, dan conditions. Penilaian sebagian besar hanya dinilai melalui collateral yang dinilai yaitu jaminannya saja tanpa melakukan penyelidikan tentang jaminan itu sendiri dan character hanya di lihat dari riwayat peminjam saja. Kata Kunci : Sistem Pengendaian Internal, Kredit Macet
Abstract LPD Desa Pakraman Poh Bergong has been facing nonperforming loan problem. Theoretically, nonperforming loan can be caused by the fact that the business entity does not apply an adequate internal control system. This study was aimed at finding out an application of internal control system in LPD Desa Poh Bergong. The type of data in this study was qualitative data type. The methods of data collection were interview, observation, and documentation. The data analysis technique was interactive model of analysis based on a previous library research. The results showed that the internal control system used in the feasibility of lending in LPD Poh Bergong is not maximal, so is the management of daily activities in this LPD. The components of the internal control system consist of control environment, risk estimation, control activity, information and communication, and monitoring. The feasibility study of the creditors in general is seen in the risk estimation, in which there is an appraisal made for feasibility. This appraisal uses 5C analysis, that is, character, capacity, capital, collateral, and conditions. The assessment is largely limited to
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3, No.1 Tahun 2015) collateral, that is, only the collateral without an investigation of the collateral itself and character is only seen from the creditor’s history. Keywords: internal control system, nonperforming loan
PENDAHULUAN Negara yang berhasil dapat dilihat dari segi pembangunan terutama di bidang perekonomiannya. Perekonomian akan menjadi dasar untuk mewujudkan keberhasilan pembangunan di bidang lainnya. Indonesia adalah negara yang berkembang, sehingga sangat diperlukan sebuah strategi dapat menjadi dasar dalam pengembangan sektor pembangunannya. Keberhasilan dari pembangunan di bidang perekonomian akan tercapai apabila masyarakat mampu optimal mengembangkan usaha-usaha yang dijalankannya. Industri, Perternakan, Pertanian, Perikanan dan semua hal yang menyangkut usaha masyarakat adalah dasar untuk mengembangkan pembangunan di Negeri ini. Namun pada kenyataannya keterbatasan modal menjadi hambatan khususnya bagi usaha menengah ke bawah. Bank menjadi sumber modal yang sangat sentral bagi para pengusaha di negeri ini, tetapi tidak semudah itu untuk mendapatkan bantuan kredit dari Bank. Maka dari itu selain dengan adanya lembaga seperti koperasi di daerah sebagai lembaga perkreditan untuk masyarakat kelas menengah kebawah ada pula lembaga perkreditan yang bernama Lembaga Perkreditan Rakyat (LDP). Lembaga Perkreditan Rakyat adalah sebuah terobosan dari pemerintah daerah untuk menjadi sumber modal di daerah khususnya untuk masyarakat di desa. Pengelolaan keuangan di LPD akan sangat dibutuhkan agar operasional dari LPD ini dapat terus berjalan dengan terus mengatasi permasalahan-permasalahan yang akan timbul. Dalam pemberian pinjaman modal atau kredit kepada masyarakat, LPD setidaknya memiliki kriteria-kriteria yang pasti terhadap calon penerima kredit itu sendiri. Hal ini dikarenakan pemberian modal tersebut harus memiliki timbal balik yang nantinya akan dapat membantu keberlangsungan hidup dari LPD itu
Menurut pasal 1 angka 11 UndangUndang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan undang-undang Nomor 7 tahun 1992 Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pemberian kredit tidak mungkin dilakukan secara sembarangan, karena sangat besar terjadinya kredit macet. Sistem pengendalian internal dan 5C adalah beberapa dari banyak cara yang bisa dilakukan oleh pengelola untuk menentukan kelayakan pemberian kredit dan pencegahan terjadinya kredit macet. Menurut Riyanto (2011) Untuk menilai resio kredit, credit manager harus mempertimbangkan berbagai faktor yang menentukan besar kecilnya kredit tersebut. Pada umumnya bank atau perusahaan dalam mengadakan penilaian risiko kredit adalah dengan memperhatikan lima “C”. Lima “C” tersebut adalah Character, Capacity, Capital, Collateral dan Conditions. Banyak kasus yang terjadi di berbagai LPD yang ada di masing-masing desa, tetapi pada peneitian ini akan dijelaskan salah satunya dari LPD yang terletak di desa Poh Bergong. LPD ini bisa dikatakan baru, karena belum beroprasi selama LPD yang sudah beromset besar seperti LPD pengelatan, LPD banyuning dll. Sebagai desa yang berkembang tentunya masyarakatnya sangat membutuhkan modal untuk melancarkan usahanya.Menurut Kepala LPD Poh Bergong “…ada banyak warga penerima bantuan kredit dari LPD Poh Bergong yang pembayarannya masih bermasalah, ada yang telat, ada yang tidak bisa bayar, tapi dengan pendekatan yang kita lakukan, kita datangi ke rumahnya kita berikan penjelasan untuk bayar kreditnya, akhirnya jumlah warga yang kreditnya bermasalah bisa berkurang, dari yang dulunya puluhan,
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3, No.1 Tahun 2015) sekarang sekitar 8 orang saja ”. Salah satu kasus yang sekarang dialami LPD menurut keterangan dari Kelian Desa Poh Bergong yaitu seorang yang bekerja sebagai pencari rongsokan ingin meminjam uang di LPD dengan menjadikan rumah yang dia tempati sebagai jaminannya, namun ketika dimintai sertifikatnya si calon peminjam mengatakan karna ini anah warisan jadi semuanya belum selesai terurus dan masih dala proses, lalu pihak LPD mengambil jalan tengah dengan membuat surat perjanjian untuk jaminannya dan memberikan bantuan kreditnya. Setelah berjalan beberapa bulan, ternyata terjadilah tunggakan pembayaran yang tidak bisa dibayarkan. Anehnya si peminjam malah meminta perpanjangan pinjaman dengan menambah jumlah kredit dan disetujui oleh pihak LPD, Setelah beberapa bulan , kembalilah si peminjam tidak dapat membayarkan kewajibannya. Pihak LPD menuntut jaminan yang telah di jaminkan peminjam. Ternyata di pihak lain si peminjam juga telah meinjam uang dari orang lain yang juga tidak bisa dibayarkan olehnya. Kedua pihak pemberi pinjaman jelas tidak mau dirugikan sehingga terjadi sengketa perebutan dari rumah dari si peminjam yang belum ada sertifikatnya. Pihak LPD dan Pihak yang lainnya akhirnya berencana menjual tanah tersebut setelah sertifikat itu selesai dan membagi hasil penjualnnya, tetapi hal itu tidak bisa dilakukan karena sebenarnya tanah warisan itu sudah laku terjual jauh sebelumnya dan sudah disertifikat oleh pemiliknya, sedangkan si peminjam adalah orang yang menjadi penjaga rumah oleh si pemilik. Boynton dkk (2003) mengatakan bahwa Pengendalian intern adalah suatu proses yang dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan berikut ini yaitu: (1) Keandalan pelaporan keuangan,(2) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku,(3) Efektivitas dan efisiensi operasi. Jadi Sistem pengen dalian internal sangat berperan dalam kejadian ini, jika dengan sistem pengendalian internal yang memadai kejadian-kejadian seperti itu akan sangat kecil kemungkinannya terjadi, dimana
dalam memberikan kredit akan ada penilaian-penilaian yang memadai untuk mengurangi kemungkinan terjadinya resiko di masa yang akan datang. Dalam penelitian ini difokuskan mengenai analisa Sistem Pengendalian Internal terhadap pemberian kredit kepada calon pengguna kredit di LPD Desa Poh Bergong. METODE Penelitian ini dilaksanakan di LPD Poh Bergong. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bukti empiris yang teruji mengenai penerapan sistem pengendalian internal dalam pemberian kredit di LPD Poh Bergong. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya persepsi, perilaku, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk katakata dan bahasa dalam suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode yang alamiah. Abdul Aziz (dalam Bungin, 2005). Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer berupa hasil wawancara dan dokumen-dokumen penting yang dibutuhkan dengan metode observasi, dokumentasi dan wawancara dengan pimpinan LPD Poh Bergong serta badan pengawas LPD Poh Bergong dengan menggunakan pertanyaan seputar sistem pengendalian internal yang diterapkan di LPD Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, dokumentasi dan observasi. Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengontruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan dan sebagainya yang dilakukan dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan kepada orang lain yang diwawancarai (interviewee). Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung.
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3, No.1 Tahun 2015) Dokumentasi adalah metode dengan mengumpulkan data berupa dokumendokumen atau foto yang diperlukan. Teknik analisis data penelitian ini menggunakan analisis teknik analisis interaktif (interactive model of analysis). HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Potensi dan Keadaan Alam desa Poh Bergong Secara geografis Desa Poh Bergong berada pada ketinggian 100 Meter dari permukaan laut dengan luas : 226,850 Ha. Desa Poh Bergong berada pada suhu : 32 oC, dengan batas-batas Sebelah utara Desa Jinengdalem, sebelah timur Desa Suwug, sebelah Selatan Desa Alasangker, sebelah Barat Desa Jinengdalem dan Desa Alasangker. Luas wilayah Desa Poh Bergong adalah 226,850 Ha. Dilihat dari jarak tempuhnya Desa Poh Bergong berada cukup jauh dari pusat pemerintahan kabupaten maupun provinsi. Ke Ibu Kota Kecamatan 12 Km, ke Ibu Kota Kabupaten 12 Km, ke Ibu Kota Provinsi 100 Km Aktivitas LPD Poh Bergong Perda Tingkat I Bali Nomor 8 Tahun 2002, LPD merupakan badan usaha keuangan milik desa Pakraman yang melaksanakan kegiatan usaha dilingkungan desa untuk Krama desa, LPD sebagai lembaga keuangan memiliki lapangan usaha sebagai berikut : (1) menerima/menghimpun dana dari Krama desa dalam bentuk tabungan dan deposito. (2) memberikan pinjaman hanya kepada Krama desa, (3) menerima pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan maksimal sebesar 100% dari jumlah modal, termasuk cadangan dan laba ditahan, kecuali batasan lain dalam jumlah pinjaman atau dukungan/bantuan modal, (4) Menyimpan kelebihan liquiditasnya pada BPD Bali dengan imbalan bunga bersaing dan pelayanan yang memadai. Selain keempat aktivitas tersebut, LPD Poh Bergong juga bekerjasama dengan Astra Motor Sangsit yaitu dalam pelayanan Pembelian sepeda motor Honda cash/kredit.
Kondisi Fisik dan Lingkungan Sosial LPD Poh Bergong LPD Poh Bergong beralamat di Dusun Poh, Desa Poh Bergong, Lokasi LPD Poh Bergong terletak di Dusun Poh Desa Poh Bergong. Bangunan perkantoran LPD Poh Bergong berlantai satu dengan luas bangunan ± 12 x 8 meter. Di sebelah Utara kantor merupakan pemukiman penduduk, di sebelah Selatan adalah Bale Banjar Desa Poh Bergong, sebelah Barat merupakan Pemukiman penduduk dan sebelah Timur juga merupakan pemukiman warga. Ruang Kerja pada LPD Poh Bergongdibagi kedalam 3 ruangan yang terpisah yaitu, ruangan pertama, berada di bagian depan kantor yaitu ruang tunggu untuk para nasabah yang ingin melakukan transaksi, baik itu menabung atau membayar kredit. Ruangan kedua, berada di sebelah timur ruang tunggu nasabah merupakan ruangan untuk Kasir/Teller yang akan melayani transaksi nasabah. Ruang ini sekaligus menjadi tepat bendahara dan tata usaha LPD. Ruangan ketiga, berada tepat di belakang ruang Kasir/Teller adalah ruangan untuk Pimpinan Cabang. Aktivitas kerja LPD Poh Bergong dilakukan selama enam hari dalam seminggu, yaitu dari hari SeninSabtu. Kegiatan perbankan dimulai dari pukul 08.00 Wita dan berakhir pukul 15.00 Wita. Pada pukul 12.00 wita hingga pukul 01.00 wita adalah waktu istirahat siang. Pada hari libur nasional, aktivitas LPD Poh Bergong juga ikut libur. PEMBAHASAN Prosedur Pemberian Kredit di LPD Poh Bergong Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah peneliti lakukan, sebagian besar bagian-bagian yang meliputi sistem pengendalian internal pada LPD Poh Bergong belum diterapkan dengan baik. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan Kepala LPD Desa Poh Bergong dan Kelian Desa Poh Bergong mulai dari beberapa proses yang dilalui sampai kredit itu dicairkan. Pada saat diwawancarai di waktu yang berbeda Kepala LPD menjelaskan proses pemberian kredit, beliau mengatakan :
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3, No.1 Tahun 2015) “...Pemohon datang ke LPD Desa poh bergong dengan surat permohonan kredit dengan sesuatu yang ia jaminkan, entah itu motor, tanah, rumah atau yang lain, lalu kami akan menilai jaminan tersebut berapa dia akan dapat, kalau aturan kami itu 1/3 sampai ½ dari harga jaminan nanti dia dapatnya, setelah itu baru kami ajukan laporannya ke Kelian Desa untuk ditandatangani, setelah itu baru uangnya cair.” Hal serupa juga dikatakan oleh Kelian Desa yang terlukis pada kutipan wawancara di bawah ini: “…Pemohon datang ke LPD dengan jaminan yang bakal dia pakai jaminan, lalu atas sepengetahuan kepala desa laporan itu saya tandatangani untuk uangnya dicairkan.” Dari kutipan wawancara di atas, dapat dilihat bahwa sangat sederhana prosedur pemberian kredit yang ada di LPD Poh Bergong ini. Pemohon langsung datang ke LPD dengan mengisi surat permohonan kredit, lalu hanya dinilai harga jaminan untuk menentukan jumlah kredit yang diberikan..Seharusnya harus ada penilaian yang benar-benar menjamin si peminjam uang dapat membayar angsuran. seperti yang ada pada 5C. yang dijelaskan oleh (Kasmir, 2004) bahwa 5C tersebut meliputi (1) Charakter, (2) Capacity, (3) Capital, (4) Collateral, (5) Condision of Economy. Hal serupa tentang 5C juga diungkapkan oleh Riyanto (2011) Untuk menilai resio kredit, credit manager harus mempertimbangkan berbagai faktor yang menentukan besar kecilnya kredit tersebut. Pada umumnya bank atau perusahaan dalam mengadakan penilaian risiko kredit adalah dengan memperhatikan lima “C”. Lima “C” tersebut adalah Character, Capacity, Capital, Collateral dan Conditions. Dalam memberikan kredit, LPD melakukan penilaian bukan hanya pada jaminannya saja, tetapi juga pada kemampuan orang untuk membayar, track record orang tersebut dan sebagainya, jika dikaitkan dengan penjelasan kasmir tadi pengelola hanya memperhatikan 2 aspek dengan mengenal caracter yang dapat dilihat dari blacklist LPD terhadap tack record si peminjam dan collateral yang
dapat dilihat dari jaminan untuk peminjaman kredit belum bisa dikatakan baik. Seperti yang dikatakan oleh Ketua LPD Poh Bergong “…Pada kesepakatan desa, orang yang memiliki masalah kredit dengan LPD akan di Black List, dimana nanti kalau udah kena blacklist dia tidak akan bisa meminjam uang selama 3 tahun dan kalaupun udah 3 tahun dia Cuma bisa minjam uang Rp.300.000 sampai Rp.500.000 saja walaupun jaminannya besar, kita tidak bisa juga terlalu tegas karena kebutuhan masyarakat desa bukan Cuma buat usaha kadang juga buat upacara” Jawaban yang senada namun dengan masukan serta kritikan juga dikatakan oleh Kelian Desa yakni sebagai berikut : “…Harus ada prinsip kehati-hatian didalam memberikan kredit karena ini menyangkut masalah uang apapun alasannya kita harus bisa kelola dengan baik, selama ini memang sudah diterapkan black list yang berjangka waktu 3 tahun, namun jaminan juga harus diperhatiin kan? Selama ini sangat jarang saya lihat pengelola langsung terjun untuk menelusuri jaminan yang djaminkan pencari kredit, ya namanya dia cari uang kan bilang yang baik-baik aja, seharusnya pengelola juga melihat jaminan itu milik siapa? Apa sudah ada menjadi jaminan di tempat lain atau tidak? Jangan asal nilai lalu uangnya cair gitu aja supaya tidak terjadi kasus seperti yang sebelumnya” Apa yang dijelaskan Kelian Desa sangat sesuai dengan apa yang dijelaskan Kasmir (2004) yaitu Unsur lain yang perlu mendapatkan perhatian dalam analisis kredit adalah collateral (agunan). Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahan dan kesempurnaannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin. Namun jika dilihat dari penjelasan keduanya belum ada penjelasan yang menyatakan kesanggupan dari nasabah untuk membayar kreditnya hingga lunas. Bahkan apa yang dikatakan oleh kepala LPD dimana keperluan
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3, No.1 Tahun 2015) masyarakat bukan hanya untuk usaha tetapi untuk keperluan keagamaan jelas sudah menjadi suatu tanda dimana kredit tersebut akan macet karena uang tersebut akan habis tidak seperti jika uang tersebut digunakan sebagai modal usaha. Jika hal ini terus terjadi sudah tentu LPD akan selalu mengalami kredit macet.
Filosofi dan Manajemen
Gaya
Operasi
Menurut IAI (2001) Filosofi merupakan seperangkat keyakinan dasar yang menjadi parameter bagi perusahaan dan karyawannya. Sedangkan gaya operasi mencerminkan ide manajer tentang bagaimana operasi suatu entitas harus dilaksanakan. Melalui Perda Propinsi Dati I Bali No. 2 Tahun 1988 Tentang Lembaga Perkreditan Desa, dikembangkanlah usaha ekonomi yang bergerak di bidang simpan pinjam yang disebut Lembaga Perkreditan Desa (LPD). LPD dimaksudkan untuk melestarikan dan meningkatkan kemandirian Desa Adat serta mensejahterakan Krama Desa dengan segala aspeknya sehingga dipandang perlu mengadakan usaha-usaha memperkuat kedudukan keuangan desa sebagai sarana penunjangnya. Dari pernyataan itu berarti keberadaan LPD sangatlah berkaitan dengan Desa Adat, LPD ditujukan untuk memandirikan Desa Adat, hal ini lah yang menjadikan LPD harus memberikan timbal balik ke Desa adat itu sendiri, hal ini sudah terlaksana seperti apa yang dijelaskan oleh Kepala LPD Poh Bergong pada kutipan jawaban sebagai berikut : “…Tentu sudah ada dana yang kami berikan ke desa, hal itu sudah ada aturannya, bahkan 20% dari pendapatan LPD itu rutin dan wajib kami berikan kepada Desa yang nantinya akan digunakan sebagai dana untuk piodalan, pembangunan pura atau kegiatankegiatan adat lainnya, 5% keuntungan akan di gunakan sebagai dana sosial di masyarakat, misalnya ada masyarakat yang meninggal itu dapat Rp.100.000, 5% kita berikan kepada Provinsi melalui LPLPD dan 10%-nya lagi untuk pengelola 60% itu senagai penambahan
modal LPD, itu semua sudah diatur di awig-awig Desa Adat Jawaban yang serupa juga diberikan oleh Kelian Desa Adat Poh Bergong yang mengatakan bahwa : “…Kalau masalah itu LPD jelas sudah memberikan 20% keuntungannya untuk Desa, sisanya ada yang diberikan ke kegiatan sosial misalnya ada warga yang meninggal itu dapat santunan Rp.100.000 totalnya 5% dari pendapatan LPD, 5% di berikan ke LPLPD dan 10% ke pengelola, sisanya 60% digunakan sebagai penambahan modal” Pernyataan keduanya sudah sesuai dengan apa yang menjadi tujuan LPD seperti yang tercantum pada Pasal 22 Perda no.8 tahun 2002 yaitu Keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) ditetapkan sistem pembagian sebagai berikut : 60 % untuk Cadangan modal yang dalam hal ini dipergunakan untuk meningkatkan dan pemupukan modal LPD; 20 % untuk dana pembangunan desa yang dalam hal ini diserahkan kepada desa dipergunakan untuk membiayai pembangunan desa dan pembangunan lain yang dianggap perlu oleh desa; 10 % untuk jasa produksi yang dalam hal ini diberikan kepada pengurus, pegawai, pengawas dan pihak lain brdasarkan keputusan desa; 5 % Dana pembinaan dalam hal ini disetor kepada BPD Bali untuk mengadakan pembinaan baik oleh BPD, PLPDK dan perlindungan LPD; pengawasan dan perlindungan; dan 5 % untuk dana sosial yang dalam hal ini dipergunakan untuk sumbangan kegiatan sosial, adat dan budaya sumbangan kepala desa. Secara organisatoris Pengurus Lembaga Perkreditan Desa (LPD) terdiri dari Pengawas, Kepala, Sekretaris (tata usaha), Bendahara (bagian Keuangan) dan Petugas lapangan. Kelompok yang menjadi nasabah adalah masyarakat desa setempat. Semakin banyak warga masyarakat semakin banyak nasabah Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Keseluruhan Sumber daya manusia Lembaga Perkreditan desa (LPD) di Bali adalah warga masyarakat yang beragama Hindu. Falsafah Tri Hita Karana melahirkan nilai-nilai yang meliputi Prinsip
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3, No.1 Tahun 2015) Parahyangan, pawongan dan palemahan melahirkan nilai-nilai yang terdiri dari : Ketakwaan, Kejujuran, Kreativitas, Kerja keras tanpa mengenal putus asa, Menghargai waktu, Kerjasama yang Harmonis, Satya Wacana, Efisiensi Yang Etis, Penuh prakarsa serta semangat Membangun, Memelihara, Mengamankan. Nilai-nilai Tri Hita Karana diadopsi masyarakat Bali dalam membentuk Awigawig desa Pekraman di Bali. Awig-awig ini menjadi dasar pijakan untuk mengatur hak dan kewajiban warga termasuk hak dan kewajibannya sebagai debitur LPD. Awigawig ini mengatur operasional LPD dengan sangat ketat sehingga pelanggaran terhadap Awig-awig ini berakibat fatal bagi warga desa Pekraman.(Gunawan : 2011). Dengan demikian menurut peneliti apa yang dilakukan oleh LPD selama ini sudah sesuai dengan filosofinya yaitu Konsep Tri Hita Karana, dimana dalam operasionalnya selama ini LPD Poh Bergong sudah berdasarkan dengan awig-awig desa. Awigawig desa sendiri diadopsi dari konsep Tri Hita Karana. Penaksiran Resiko Menurut Committee of Sponsoring Organizations of the Tradeway atau COSO (Baidaie, 2005) penaksiran resiko (risk assestment), adalah proses mengidentifikasi dan menilai resiko-resiko yang dihadapi dalam mencapai tujuan. Setelah teridentifikasi, manajemen harus menentukan bagaimana mengelola/mengendalikannya. Hal yang sama juga diungkapkan oleh IAI (2001) penaksiran resiko merupakan identifikasi dan analisa terhadap resiko yang relevan untuk mencapai tujuanya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana resiko harus dikelola. Sebagai seorang pemimpin penuh dengan tanggung jawab atas perusahaan yang di kelola dimana dalam hal ini adalah Kepala LPD Poh Bergong yang bertanggung jawab atas segala resiko yang terjadi di masa depan karena keputusan atau kebijakan yang diambilnya. Dalam wawancara yang dilakukan di Kantor LPD Poh Bergong beliau mengtakan : “…Sudah ada aturan yang nantinya harus dipatuhi oleh penerima bantuan
kredit, jika dia tidak membayar kewajibannya akan ada beberapa surat peringatan dari LPD, selin itu juga dengan pendekatan secara kekeluargaan yang saya sendiri lakukan ke rumahnya, saya berikan dia masukan agar mau membayarkan kewajibannya, kalau sudah berbagai upaya yang saya lakukan juga masih belum bisa, jalan terakhir ya dengan cara pang paling ampuh, penjajagan dengan pelelangan oleh krama desa.” Dengan jawaban yeng diberikan oleh Beliau, peneliti juga menanyakan tentang kasus Bapa Dasi yang merupakan pelaku utama kredit macet yang menjaminkan apa yang bukan miliknya : “…Kalau kasus itu nanti kita akan lelang apa saja yang menjadi miliknya, seperti sepeda motor yang dia punya buat cari kerja itu, itu sudah dijaminkan juga untuk bantuan kredit dari LPD, sampai saat ini kami masih kasihan karena ya namanya aja di desa kan kekeluargaan harus diutamakan, tpi kalau juga masih bandel ya terpaksa nanti kita serahkan ke kerama desa untuk pelelangan. Sama seperti kasus di Simpang (dusun bergong) yang namanya Bapa Darmit, itu dia menantang “kalau mau lelang silakan saja kalau berani” seperti itu yang dia katakan ke orang-orang, ya saya serahkan saja langsung ke krama desa, dan sampai habis isi rumahnya di lelang” Jawaban yang berbeda disampaikan oleh Kelian Desa Poh Bergong yang mengatakan bahwa : “…Seharusnya jangan main langsung beri kredit saja, selama ini pengelola yang memberikan jaminan itu diperiksa dulu, siapa yang punya tanah, berapa luas tanah atau sepeda motornya, bukan main langsung nilai harga jminannya saja, siapa tau nanti ditempat lain dia sudah jaminkan itu barangnya kan kita yang rugi, sama halnya kaya kasusnya Bapa Dasi itu, tanah dan rumah yang dia punya ternyata bukan punya dia, dia hanya sebagai penyakap, ya jelas yang punya tidak mau tanahnya di lelang, kalau sudah begitu ya kita jelas rugi lah.” Dari apa yang dijelaskan oleh kedunya terlihat jelas apa yang dilakukan pengelola dalam hal mengantisipasi kredit
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3, No.1 Tahun 2015) macet masih perlu ditingkatkan, mulai dari memeriksa apa yang menjdi jaminan, harus dipastikan kelayakan dan kepemilikannya agar tidak terjadi kasus yang sama lagi di masa depan seperti apa yang dijelaskan Badan pengawas yang dimana saat itu diwakili oleh Kelian desa Poh Bergong. Menurut peneliti hal yang harus dilakukan oleh pengelola adalah menjalin kerja sama dengan semua lembaga pemberi pinjaman baik itu banjar adat, desa adat, subak, atau lembaga-lembaga lainnya, agar tidak sampai jaminan itu menjadi jaminan dimana-mana yang nantinya akan merugikan salah satunya. Sebaiknya pemohon kredit mengajukan permintaan bantuan kredit, harus ada surat pernyataan dari lembaga-lembaga di desa yang menjamin jika sesuatu yang digunakan sebagai jaminan itu memang benar tidak menjadi jaminan untuk pinjaman di lembaga terkait. Hal ini didukung dengan penelitian dari Mardison (2012) Dalam penelitian ini data yang diambil adalah data eksternal. Pengumpulan data dengan questioner yang terdiri dari 6 variabel yang terdiri dari 5 variabel input yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral dan Condition, sedangkan variabel terikat digunakan sebagai output yaitu Keputusan. Pengumpulan data Character tidak hanya dengan questioner saja tapi dengan wawancara dan surat-menyurat atau kelengkapan berkas, seperti KTP (Kartu Tanda Penduduk), KK (Kartu Keluarga), Slip Gaji dan Surat Kepemilikan Perusahaan. Jadi berdasarkan questioner, wawancara dan kelengkapan berkas tersebutlah pihak Bank memberikan penilaian atau bobot character. Pengumpulan data Capacity tidak hanya dengan questioner saja tapi dengan cara Nasabah memberikan penjelasan pihak Bank berapa orang tanggunggannya perbulan. Kemudian pihak Bank memberikan penilaian berdasarkan tanggunggan tersebut.Pengumpulan data Capital tidak hanya dengan questioner saja tapi dengan cara Nasabah memberikan penjelasan pihak Bank berapa modal yang dimilikinya. Kemudian pihak Bank memberikan penilaian berdasarkan modal tersebut. Pengumpulan data Collateral tidak hanya dengan questioner saja tapi dengan
cara Nasabah melihatkan berkas atau surat jaminan apakah itu sertifikat rumah, tanah atau PKB mobil. Kemudian pihak Bank memberikan penilaian berdasarkan jaminan tersebut.Pengumpulan data Condition tidak hanya dengan questioner saja tapi dengan cara Nasabah memberikan penjelasan pihak Bank keadaan ekonomi perusahaan. Kemudian pihak Bank memberikan penilaian berdasarkan keadaan ekonomi tersebut tersebut. Metode pengolahan data yang dilakukan dengan uji kecukupan data, uji validasi data dan uji reliabilitas data. Walaupun dengan 5C kita bisa mengurangi resiko terjadinya kredit macet, tetapi masih ada faktor lain yang mengakibatkan LPD merugi. Kematian dari peminjam bisa jadi faktor yang mengakibatkan kerugian, maka dari itu LPD seharusnya juga mengantisipasi hal ini, hal ini sudah dilakukan oleh pengelola seperti apa yang dikatakan oleh Kepala LPD Poh Bergong yang mengatakan : “…Hal ini sudah kami pernah alami, tetapi untungnya kami ikut asuransi di Bumi Putera, jadi kekurangan yang belum dibayarkan oleh pihak peminjam yang meninggal dunia, itu dibayarkan langsung oleh pihak asuransi.” Hal senada juga diungkapkan oleh Kelian Desa Poh Bergong yang mengatakan bahwa : “…Kita ikut asuransi di Bumi Putera, dulu pernah ada yang meninggal, padahal masih punya kewajiban, tapi beruntung sudah ikut asuransi, sehingga kekurangannya dibyar oleh pihak asuransi.” Dengan demikian antisipasi terjadinya resiko terhadap hal yang tidak terduga yang bukan hanya dari penilaian kelayakan saja, tetapi terjadinya hal yang merugikan kedepannya juga harus diantisipasi. Dengan mengikuti asuransi seperti yang dikatakan oleh kedua orang yang menjadi nara sumber telah menggambarkan jika LPD Poh Bergong telah melakukan Pengendalian resiko dimasa depan walaupun belum secara sempurna. Aktivitas Pengendalian Menurut IAI (2001) Aktivitas pengendalian Merupakan kebijakan dan
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3, No.1 Tahun 2015) prosedur yang membantu memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan untuk menanggulangi risiko dalam pencapaian tujuan entitas. Hampir sama seperti yang diungkapkan oleh Sponsoring Organizations of the Tradeway atau COSO (Baidaie, 2005) aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang harus ditetapkan untuk meyakinkan manajemen bahwa semua arahan telah dilaksanakan. Aktivitas pengendalian ini diterapkan pada semua tingkat organisasi dan pengolahan data. Dengan Kata Lain aktivitas pengendalian sangat diperlukan untuk mengurangi terjadinya resiko kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dalam hal ini kolektor harusnya ditugaskan untuk menagih bayaran kredit setiap tanggal jatuh temponya agar tidak sampai ada peminjam yang tidak menjalankan kewajibannya. Namun hal ini belum terlihat di dalam tugas Kolektor di LPD Poh Bergong. Dimana hal ini tergambar dalam kutipan jawaban Kepala LPD Poh Bergong yang mengatakan bahwa : “…Sampai saat ini kalau ada yang telat bayar kami barikan surat peringatan, kalau masih bandel ya saya langsung yang mendatangi orang itu, kalau kolektor tugasnya Cuma mungut uang tabungan saja, rencanannya tahun 2015 mendatang baru nanti kolektor diberikan tugas tambahan untuk menagih pembayaran kredit kalo sudah jatuh tempo.” Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Kelian Desa Poh Bergong yang mengatakan bahwa : “…Belum ada karyawan yang punya tugas khusus untuk menagih uang pembayaran kredit ini, hanya melalui surat dan penjajagan langsung oleh kepala LPD saja seandainya kalau ada yang tidak bayar saat jatuh tempo, mungkin kedepannya akan dibentuk tugas baru untuk kolektor menagih uang pembayaran kredit itu.” Dari kutipan tersebut jelas terlihat aktivits pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi resiko kredit macet yang terjadi di LPD Poh Bergong masih kurang, seharusnya ada yang bertugas menagih pembayaran kredit saat jatuh tempo, dari
hasil observasi yang peneliti lakukan, warga yang memiliki hutang sering kali lupa melakuakan pembayaran, sehingga apa yang menjadi kewajibannya terus menjadi tertunda. Jika ada bagian dari struktur organisasi itu yang bertugas khusus untuk menagih pembayaran kredit, maka hal ini akan membantu mengurangi resiko terjadinya kredit macet. Pemantauan Menurut IAI (2001) Pemantauan merupakan proses penetapan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. Pemantauan mencakup penentuan desain dan operasi pengendalian tepat waktu dan tindakan perbaikan yang dilakukan. Proses ini dilaksanakan melalui aktivitas pemantauan terus menerus, evaluasi secara terpisah atau kombinasi diantara keduanya. Dari penjelasan IAI berarti pimpinan LPD seharusnya mengawsi apa yang dilakukan anak buahnya dalam rangka menjalankan tugasnya masing-masing, memberikan teguran dan evaluasi terhadap kesalahan yang dilakukan, namun jika dilihat dari apa yang dikatakan oleh Kepala LPD Poh Bergong, hal ini mungkin kurang diterapkan. Kepala LPD mengatakan bahwa : “…Selama ini saya sangat mempercayai rekan-rekan kerja saya, kami selalu menyelesikan secara kekeluargaan. Jika terjadi kesalahan itu menjadi tanggung jawab mereka sendiri, jadi itulah yang menjadi pedoman kami selama ini. Berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Kelian Desa Adat Poh Bergong yang kurang sependapat dengan apa yang dilakukan oleh kepala LPD Poh Begong. Beliau mengatakan bahwa : “…Selama ini Kepala LPD hanya memberikan peringatan ringan saja untuk hal ini, beliau lebih memilih kami dari badan pengawas yang melakukan peneguran dan evaluasi kinerja dari pengelola. Seharusnya dia tegas dalam hal ini, tidak usah merasa tidak enak, karena dia itu pimpinan, sangat wajar dia memberi peringatan keras dan bahkan memberikan hukuman bagi yang salah dan bonus kepada anak buahnya yang bekerja maksimal. Kalau sudah seperti
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3, No.1 Tahun 2015) itu kan anak buahnya pasti kerjanya semangat.” Apa yang diungkapkan keduanya menggambarkan jika pengawasan atau pemantauan yang dilakuakan oleh pimpina LPD Poh Bergong memang longgar, jika terlalu menggunakan asas kekeluargaan tentunya akan sangat berpengaruh pada kinerja LPD.Menurut peneliti pendapat yang diungkapkan oleh Kelian Desa Poh Bergong sangat baik, dimana karyawan yang melakukan kesalahan seharusnya memang mendapat teguran atau tindakan lainnya yang memang selayaknya diberikan oleh pimpinannya, sedangkan karyawan yang memang kinerjanya baik layak mendapat penghargaan seperti bonus atau sejenisnya agar kinerja dari karyawan itu semakin baik dan akhirnya berimbas pada kemajuan dari LPD Poh Bergong. Hal ini didukung dengan pendapat (Simamora, 1997) dalam Rayadi (2012) ada beberapa permasalahan pada sumber daya manusia yang membuat kegagalan perusahaan antara lain: buruknya kualitas karyawan, sikap dan pola pikir negatif dari para pegawai yang sudah berakar kuat dalam perusahaan, tingginya perputaran karyawan yang berbiaya besar dan beralihnya karyawan-karyawan penting ke perusahaan pesaing, serta faktor-faktor lainnya meliputi buruknya program jaminan insentif bagi karyawan. Berarti insentif merupakan bonus yang harus dijamin kepada karyawan yang bekerja secara maksimal. Pemberian teguran atau tindakan yang dilakukan sebagai evaluasi terhadap kinerja karyawan juga merupakan hal yang bisa berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Pendapat penulis juga didukung oleh pendapat yang diungkapkan Siagian (2000) dala Rayadi (2012) kebijakan disipliner diterapkan untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Dengan kata lain kebijakan disipliner adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap, dan prilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan lain serta meningkatkan prestasi kerjanya.
DAFTAR PUSTAKA Amanina .2011.Evaluasi Terhadap Pengendalian Intern Pada Proses Pemberian Kredit Mikro. Universitas Diponogoro: Semarang. Anggara.2011.Integritas Moral Dalam Konteks Pengambilan Keputusan Etis.Institut Teknologi Bandung. Volume 10 Number 1 2011 Arens, Alvin A, R.J. Randal ,M.S. Beasley Dan A.A. Jusuf. 2011. Jasa Audit Dan Assurance Pendekatan Terpadu Buku 1. Jakarta: Salemba Empat Ashari,Ruslan.2011. Pengaruh Keahlian, Independensi, Dan Etika Terhadap Kualitas Auditor Pada Inspektoratprovinsi Maluku Utara. Universitas Hasanudin. Asep Muslim. 2004. Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan. Bandung : Fokus Media Atmadja, Anantawikrama Tungga, D.P. Vijaya, K.A.K. Saputra. 2013. Akuntansi Manajemen Sektor Publik. Singaraja: Bungin, Burhan. 2005. Analisis Data Penelitian Kualitatif Edisi 1.Pt. Raja Grafindo Persada: Jakarta Baswir, Revrisond.1999.Akuntansi Pemerintahan Indonesia.Bpfe: Yogyakarta Dewi,
Sarita P. 2012. Pengaruh Pengendalian Internal Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Spbu Yogyakarta (Studi Kasus Pada Spbu Anak Cabang Perusahaan Rb.Group ). Jurnal Nominal, Vol I No. I .
Gunawan.2012.Peran Falsafah Tri Hita Karana Bagi Pertumbuhan Dan Kinerja Lembaga Perkreditan Desa (Lpd) Di Bali. Analisis Manajemen Volume 5, Fakultas Ekonomi Universitas Panji Sakti Singaraja.
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3, No.1 Tahun 2015) Komang, Ayu.2014.Membedah Akuntabilitas Praktik Pengelolaan Keuangan Desa Pakraman Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali (Sebuah \Studi Interpretif Pada Organisasi Publik Non Pemerintah).Universitas Pendidikan Ganesha: Singaraja Mardison.2012.Sistem Pendukung Keputusan Dalam Pencairan Kredit Nasabah Bank Dengan Menggunakan Logika Fuzzy Dan Bahasa Pemrograman Java. Jurnal Teknologi Informasi & Pendidikanvol. 5 No. 1 Maret 2012 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. 28 Agustus 2008. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127. Jakarta. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 Tentang Lembaga Perkreditan Desa. Rayadi.2012. Faktor Sumber Daya Manusia Yang Meningkatkan Kinerja Karyawan Dan Perusahaan Di Kalbar. Volume 8, Nomor 2, Juni 2012 Raydika.2013.Kedudukan Hukum Dan Kinerja Lembaga Perkreditan Desa (Lpd) Pakraman Di Bali Dalam Sistem Lembaga Keuangan Mikro Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (Studi Di Lpd Desa Pakraman Kedonganan, Kabupaten Badung).Universitas Brawijaya Rosita.2012.Peranan Analisis Laporan Keuangan, Penilaian Prinsip 5c Calon Debitur Dan Pengawasan Kredit Terhadap Efektivitas Pemberian Kredit Pada Pd Bpr Bank Pasar Kabupaten Temanggung. Volume I Nomor I / Tahun 2012.Universitas Negeri Yogyakarta
Riyanto, Bambang.2011.Dasar Pembelajaran Perusahaan. Yogyakarta
Dasar Bpfe:
Sarita.2012. Pengaruh Pengendalian Internal Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Spbu Yogyakarta (Studi Kasus Pada Spbu Anak Cabang Perusahaan Rb.Group ). Volume I Nomor I / Tahun 2012.Universitas Negeri Yogyakarta Widodo.2009.Upaya Peningkatan Kinerja Sdm Melaluikomitmen Dan Orientasi Belajar.Unissula Semarang Wirawan, Nata. 2002. Statistik 2 (Statistikinfrensia). Edisikedua. Denpasar: Kerarasemas.