e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 2 No: 1 Tahun 2014)
PENGARUH BUDAYA ETIS ORGANISASI, IDEALISME, DAN RELATIVISME TERHADAP SENSITIVITAS ETIKA AUDITOR (Studi pada Aparatur Inspektorat Pemerintah Kabupaten Buleleng) 1
Gusti Ayu Sutiarsih, 1Nyoman Trisna Herawati, 2Ni Kadek Sinarwati Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
email: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya etis organisasi dan orientasi etika (idealisme dan relativisme) baik secara parsial maupun simultan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas budaya etis organisasi, idealisme, dan relativisme, serta variabel terikat sensitivitas etika. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aparatur Inspektorat Pemerintah Kabupaten Buleleng yang berjumlah 21 orang dan sekaligus digunakan sebagai sampel. Metode pengumpulan data dilakukan dengan survei kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda dengan bantuan program SPSS versi 19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) budaya etis organisasi berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor, (2) idealisme berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor, (3) relativisme berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor, (4) budaya etis organisasi, idealisme, dan relativisme secara simultan berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor. Kata kunci:
Budaya Etis Organsasi, Sensitivitas Etika.
Idealisme,
Orientasi
Etika,
Relativisme,
Abstract This study was aimed at finding out the effect of organization’s ethic culture and ethic orientation (idealism and relativism) both partially and simultaneously on auditor ethic sensitivity. The variables in this study consisted of independent variables (organization’s ethic culture, idealism, and relativism) and a dependent variable (ethic sensitivity). The population consisted of all of the Buleleng regency government inspectorate apparatus ( with total number of 21) and were at the same time used as the sample. The method of data collection was survey questionnaire. The technique of data analysis was multiregression analysis with the aid of SPSS version 19 software. The results showed that (1) organization’s ethic culture had a significant effect on auditor ethic sensitivity, (2) idealism had a significant effect on auditor ethic sensitivity, (3) relativism had a significant effect on auditor ethic sensitivity, (4) organization’s ethic culture, idealism, and relativism simultaneously had a significant effect on auditor ethic sensitivity. Keywords: Organization’s Ethic Culture, Idealism, Ethic Orientation, Relativism, Ethic Sensitivity
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 2 No: 1 Tahun 2014) PENDAHULUAN Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia tidak terlepas dari adanya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dengan dikeluarkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk mampu memberikan informasi keuangan terhadap publik, DPRD, dan pihak-pihak yang menjadi stakeholder pemerintah daerah (Mardiasmo, 2002: 26). Segala upayaupaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam melaksanakan kegiatan pemerintah daerah harus dilaporkan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan akuntabilitas, manajemen, dan transparansi dalam bentuk laporan keuangan. Hal ini merupakan salah satu perwujudan dari akuntabilitas publik untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance). Fenomena laporan keuangan pemerintah yang belum menyajikan datadata yang sesuai dengan peraturan banyak ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK selaku auditor eksternal pemerintah masih banyak menemukan penyimpangan dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng selama tahun 2007 sampai 2011 hanya mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas LKPD yang telah disusun. Bahkan pada tahun 2010, BPK memberikan opini disclaimer terhadap LKPD Kabupaten Buleleng (Badan Pengawas Keuangan, 2013). Salah satu kasus korupsi yang pernah terjadi di Buleleng adalah kasus yang menjerat mantan Bupati Kabupaten Buleleng periode 2007-2012 dalam kasus upah pungut Pajak Bumi dan Bangunan Kehutanan Perkebunan dan Pertambangan (PBB-KPP) tahun 2012. Kasus korupsi yang banyak dijumpai saat ini jika dilihat dari sudut pandang etika tentu saja merupakan suatu pelanggaran etika yang mana menunjukan adanya
kemerosotan nilai etika di sektor publik. Lemahnya pengawasan yang dilakukan dari berbagai pihak yang berwenang dapat menjadi salah satu faktor yang memicu adanya kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh aparatur pemerintah daerah. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dikalangan aparat pemerintah daerah, salah satunya disebabkan oleh kurang efektifnya pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh badan yang ada dalam tubuh pemerintah daerah itu sendiri (Victor, 1994:28 dalam Fabanyo, 2011:15). Menurut Mardiasmo (2006:14), agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan dalam pemberian wewenang dan keleluasaan pelaksanaan otonomi daerah maka harus diikuti dengan pengawasan dan pengendalian yang kuat serta pemeriksaan yang efektif. Lembaga Pengawasan Internal yang ada di daerah dikenal dengan nama Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sebelumnya Inspektorat bernama Badan Pengawasan Daerah (Bawasda), semenjak tahun 2007 Bawasda berganti nama menjadi Inspektorat melalui PP No 14 Tahun 2007 tentang organisasi perangkat pemerintahan daerah, pada akhirnya beberapa satuan kerja mengalami perubahan (Fahrezi, 2011). Pada pemerintah daerah, inspektorat sebagai entitas yang mempunyai wewenang dalam melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan maupun pengawasan kinerja diharapakan dapat menjadi ujung tombak dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas publik. Dalam pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2007 disebutkan bahwa tugas inspektorat provinsi dan kabupaten/kota adalah melaksanakan fungsi perencanaan program pengawasan, perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan, serta pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan. Peran inspektorat menjadi sangat penting karena kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi yang menempatkan kabupaten dan kota sebagai pelaksana terdepan dan sensitivitas merupakan tahap awal dalam proses pengambilan keputusan etika (Aziza dan Salim, 2008:2).
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 2 No: 1 Tahun 2014) Auditor internal sering menghadapi situasi yang dilematis dalam menjalankan tugasnya. Konflik audit muncul ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang bertentangan dengan independensi dan integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin terjadi atau tekanan di sisi lainnya (Windsor dan Askhanasy, 1995 dalam Budi, 2004). Hal ini menyebabkan auditor dihadapakan pada pilihan keputusan yang terkait dengan halhal keputusan etis ataupun tidak etis. Etika seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah lingkungan kerja. Hunt dan Vitell (1986) menyebutkan kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan sensitif akan adanya masalah-masalah etika dalam profesinya dipengaruhi oleh lingkungan budaya atau masyarakat dimana profesi itu berada, lingkungan profesi, lingkungan organisasi dan pengalaman pribadi (Nurfarida, 2011:6). Falah (2006:5) menyebutkan bahwa faktor lingkungan yang dapat memengaruhi sensitivitas aparatur inspektorat adalah budaya etis organisasi yang berkaitan erat dengan persepsi tehadap nilai-nilai moral. Pada sektor publik tantangan yang dihadapi aparatur negara cukup memprihatinkan terutama karena masih ada pemimpin dan aparatur negara yang mengabaikan nilainilai moral dan budaya kerja (Tamin, 2004). Selain faktor lingkungan terdapat pula faktor personal yang memengaruhi sensitivitas etika individu dalam melaksanakan tugasnya. Orientasi etika dikendalikan oleh dua karakteristik yaitu idealisme dan relativisme. ldealisme mengacu pada suatu hal yang dipercaya oleh individu dengan konsekuensi yang dimiliki dan diinginkannya tidak melanggar nilai-nilai moral. Sedangkan relativisme adalah suatu sikap penolakan terhadap nilai-nilai moral yang absolut dalam mengarahkan perilaku etis (Falah, 2006:18). Terdapat beberapa permasalahan yang perlu dikaji dalam penelitian ini, diantaranya pertama, apakah budaya etis organisasi berpengaruh terhadap sensitivitas etika auditor. Kedua, apakah idealisme dari orientasi etika berpengaruh terhadap sensitivitas etika auditor. Ketiga,
apakah relativisme dari orientasi etika berpengaruh terhadap sensitivitas etika auditor. Keempat, apakah budaya etis organisasi dan idealisme serta relativisme dari orientasi etika secara simultan berpengaruh terhadap sensitivitas etika auditor. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk membuktikan secara empiris pengaruh budaya etis organisasi dan idealisme serta relativisme dari orientasi etika secara parsial maupun secara simultan terhadap sensitivitas etika aparatur Inspektorat Pemerintah Kabupaten Buleleng. Budaya etis organisasi adalah pandangan luas tentang persepsi karyawan pada tindakan etis pimpinan yang menaruh perhatian pentingnya etika di perusahaan dan akan memberikan penghargaan ataupun sangsi atas tindakan yang tidak bermoral. Teori Hunt dan Vitell menyebutkan kemampuan seorang profesional untuk mengerti dan sensitif akan adanya masalah-masalah etika dalam profesinya dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor lingkungan budaya atau masyarakat dimana profesi itu berada (Nurfarida, 2011:24). Penelitian Nurfarida (2011) menemukan bahwa budaya etis organisasi memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap sensitivitas etika. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis pertama dalam penelitian ini, yaitu: H1
: Budaya etis organisasi berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor.
Orientasi etika dioperasionalkan sebagai kemampuan individu untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan nilai etika dalam suatu kejadian (Forsyth, 1992 dalam Abdurrahman dan Yuliana, 2011:137). Orientasi etika terdiri dari idealisme dan relativisme. Idealisme yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu hal yang dipercaya individu tentang konsekuensi yang dimiliki dan diinginkan tidak melanggar nilai-nilai etika. Sedangkan, relativisme yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap penolakan terhadap nilai-nilai etika dalam mengarahkan perilaku etis. Menurut Shaub
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 2 No: 1 Tahun 2014) et al. (1993) dalam Falah (2006:22) bahwa seseorang idealisme akan cenderung peka pada kerugian yang menimpa orang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Falah (2006) memperoleh hasil bahwa relativisme dari orientasi etika berpengaruh negatif terhadap sensitivitas etika. Penelitian Kurniawan dan Januarti (2013) menunjukan hasil bahwa idealisme dan relativisme berpengaruh negatif signifikan terhadap sensitivitas etika. Penelitian Nurfarida (2011) dan Aziza dan Salim (2008) memperoleh hasil bahwa orientasi etika berpengaruh signifikan terhadap sensitivitas etika. Dari hasil penelitian tersebut maka hipotesis selanjutnya yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu: H2 : H3 :
Idealisme dari orientasi etika berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor. Relativisme dari orientasi etika berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor.
Sensitivitas etika yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk menyadari adanya nilai-nilai etika dalam suatu keputusan. Dalam penelitian ini akan dilihat pengaruh secara simultan antara budaya etis organisasi dan idealisme dari orientasi etika serta relativisme dari orientasi etika terhadap sensitivitas etika. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut. H4 :
Budaya etis organisasi dan idealisme serta relativisme dari orientasi etika berpengaruh signifikan dan simultan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis untuk pengembangan riset selanjutnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi sensitivitas etika auditor Inspektorat Pemerintah Kabupaten Buleleng. Serta secara praktis, diharapkan agar auditor internal lebih memahami mengenai masalah etika dalam profesinya yang dapat dijadikan acuan dalam pengawasan pengelolaan keuangan daerah sehingga mereka dapat lebih sensitif ketika berada
pada masalah dilema etika dalam pengambilan keputusan etis dan tercipta pemerintahan yang lebih baik. METODE Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aparatur Inspektorat Pemerintah Kabupaten Buleleng yang terdiri dari inspektur, sekretaris, inspektur pembantu, dan kelompok jabatan fungsional dengan jumlah 21 auditor internal. Pengambilan sampel terhadap responden dilakukan dengan teknik sampling jenuh. Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sujarweni dan Endrayanto, 2012:16). Sehingga jumlah sampel sama dengan jumlah populasi yaitu 21 responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersumber dari kuesioner yang telah terstruktur dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dari auditor di Inspektorat Pemerintah Kabupaten Buleleng. Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari empat bagian yang berhubungan dengan budaya etis organisasi sebanyak 5 pernyataan, idealisme dan relativisme masing-masing sebanyak 10 pernyataan, serta sensitivitas etika sebanyak 4 pernyataan. Skala pengukuran instrumen yang digunakan adalah skala Likert. Skala Likert adalah skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tertentu atas suatu objek atau fenomena tertentu (Siregar, 2011: 138). Bentuk jawaban skala Likert terdiri dari (1) Sangat Tidak Setuju, (2) Tidak Setuju, (3) Ragu-Ragu, (4) Setuju, dan (5) Sangat Setuju. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen/terikat dalam penelitian ini adalah sensitivitas etika auditor (Y). Sedangkan, variabel independen/bebas dalam penelitian ini adalah budaya etis organisasi (X1), dan orientasi etika yang terdiri dari idealisme (X2) dan relativisme (X3). Analisis data pada penelitian ini berupa uji kualitas data, uji asumsi klasik, dan uji hipotesis dengan menggunakan
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 2 No: 1 Tahun 2014) bantuan program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) Versi 19. Uji kualitas data atas data primer ini adalah menggunakan uji reliabilitas dan uji validitas. Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Menurut Priyatno (2012:117), teknik uji validitas dengan Korelasi Pearson dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor item dengan skor total item. Skor total adalah penjumlahan dari keseluruhan item. Kemudian pengujian signifikansi dilakukan dengan kriteria rtabel pada tingkat signifikansi 0,05. Jika nilai rhitung ≥ rtabel (α; n-2) maka instrumen atau item-item pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total atau dapat dinyatakan valid. Sedangkan, untuk mengukur reliabilitas digunakan statistik Croanbach Alpha (α). Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Croanbach Alpha > 0,60. Uji asumsi klasik terdiri dari uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas. Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk mendeteksi gejala korelasi antara variabel independen yang satu dengan variabel independen yang lain dengan cara melihat VIF (Variance Inflation Factors) dan nilai tolerance. Variabel yang menyebabkan multikolinieritas dapat dilihat dari nilai tolerance yang lebih kecil dari 0,1 atau VIF yang lebih besar dari nilai 10 (Priyatno, 2012:93). Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas ditandai dengan adanya pola tertentu pada grafik scatterplot. Menurut Priyatno (2010:93), pengambilan keputusan untuk melihat ada tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas, yaitu jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka dikatakan terjadi heteroskedastisitas. Sedangkan, jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah model yang terbebas dari adanya masalah multikolinieritas dan heteroskedastisitas.
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak (Priyato, 2008:28). Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan metode One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan kriteria, yaitu jila nilai signifikansi atau probabilitas < 0,05 maka distribusi data tidak memenuhi asumsi normal. Sedangkan jika, nilai signifikansi atau probabilitas > 0,05 maka distribusi data memenuhi asumsi normal. Uji hipotesis menggunakan analisis regresi linier berganda, uji koefisien determinasi, uji pengaruh parsial (uji t), dan uji pengaruh simultan (uji F). Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen budaya etis organisasi, idealisme, dan relativisme terhadap tingkat sensitivitas etika. Hasil analisis dinyatakan dalam bentuk persamaan regresi linier berganda, yaitu: Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + ε (1) Dimana Y = sensitivitas etika, α = konstanta, β = koefisien regresi, X1 = budaya etis organisasi, X2 = idealisme, X3 = relativisme, ε = error. Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat (Ghozali, 2011:99). Nilai R2 terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu), jika R2 semakin mendekati 1, maka semakin besar variasi dalam dependen variabel yang dapat dijelaskan oleh variasi dalam independen variabel, ini berarti semakin tepat garis regresi tersebut untuk mewakili hasil observasi yang sebenarnya. Menurut Santoso (2001) bahwa untuk regresi dengan lebih dari dua variabel bebas digunakan Adjusted R2 sebagai koefisien determinasi. Besarnya Koefisien Determinasi (KD) dihitung dengan cara, yaitu, KD = R2 x 100%. Uji statistik t digunakan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (Ghozali, 2011:100). Jika thitung ≥ ttabel dan tingkat signifikansi (α) ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, secara parsial variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan, jika thitung < ttabel dan tingkat signifikansi (α) > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak.
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 2 No: 1 Tahun 2014) Artinya, variabel bebas yang diuji tidak mempengaruhi variabel terikat. Pengujian hipotesis untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas dengan variabel terikat dalam penelitian ini menggunakan Uji F (Uji Simultan). Jika Fhitung ≥ Ftabel dan tingkat signifikansi (α) ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, variabel-variabel bebas yang diuji memengaruhi variabel terikat secara simultan. Jika Fhitung < Ftabel dan tingkat signifikansi (α) > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya, variabelvariabel bebas yang diuji tidak mempengaruhi variabel terikat secara simultan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah seluruh aparatur Inspektorat Pemerintah Kabupaten Buleleng yang berjumlah 21 orang. Jumlah kuesioner yang disebar sebanyak 21 eksemplar yaitu sesuai dengan jumlah sampel. Jumlah tersebut adalah keseluruhan populasi penelitian yang sekaligus digunakan sebagai sampel. Dari 21 kuesioner yang disebar, semua terisi secara lengkap dan layak digunakan dalam tabulasi data. Jadi, tingkat pengembalian kuesioner pada penelitian ini adalah sebesar 100%. Adapun karakteristik responden yang diteliti adalah berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan, serta jabatan. Berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa respoden perempuan berjumlah 14 orang atau 66,7% lebih banyak dari pada responden laki-laki yang berjumlah 7 orang atau 33,3% . Berdasarkan umur diketahui bahwa responden yang berusia 20-29 tahun berjumlah 2 orang atau 9,5%, responden yang berusia 30-39 tahun berjumlah 8 orang atau 38,1%, responden yang berusia 40-49 tahun berjumlah 10 orang atau 47,6%, dan responden yang berusia 50 tahun atau lebih berjumlah 1 orang atau 4,8%. Berdasarkan tingkat pendidikan diketahui bahwa responden yang mempunyai pendidikan terakhir pada tingkat S1 adalah sebanyak 18 orang atau sebesar 85,7%. Responden yang
mempunyai pendidikan terakhir pada tingkat S2 adalah sebanyak 3 orang atau sebesar 12,3%, dan tidak ada responden yang mempunyai pendidikan terakhir pada tingkat Diploma dan S3. Berdasarkan jabatan diketahui bahwa responden yang menjabat sebagai inspektur adalah sebanyak 1 orang atau sebesar 4,8%. Responden yang menjabat sebagai sekretaris adalah sebanyak 1 orang atau sebesar 4,8%. Responden yang menjabat sebagai inspektur pembantu adalah sebanyak 4 orang atau sebesar 19,0%. Responden yang menjabat sebagai auditor adalah sebanyak 9 orang atau sebesar 42,8%. Responden yang menjabat sebagai Pejabat Pengawas Urusan Pemerintah Daerah (P2UPD) adalah sebanyak 6 orang atau sebesar 28,6%. Pengujian statistik deskriptif menunjukan hasil bahwa variabel budaya etis organisasi (X1) mempunyai nilai minimum sebesar 13,00, nilai maksimum sebesar 23,00, mean sebesar 17,33, dan standar deviasi sebesar 3,103. Ini berarti bahwa terjadi perbedaan nilai budaya etis organisasi yang diteliti terhadap nilai ratarata sebesar 3,103. Variabel idealisme (X2) mempunyai nilai minimum sebesar 23,00, nilai maksimum sebesar 47,00, mean sebesar 34,28, dan standar deviasi sebesar 6,396. Ini berarti bahwa terjadi perbedaan nilai idealisme yang diteliti terhadap nilai ratarata sebesar 6,396. Variabel relativisme (X3) mempunyai nilai minimum sebesar 26,00, nilai maksimum sebesar 50,00, mean sebesar 36,00, dan standar deviasi sebesar 5,991. Ini berarti bahwa terjadi perbedaan nilai relativisme yang diteliti terhadap nilai ratarata sebesar 5,991. Variabel sensitivitas etika (Y) mempunyai nilai minimum sebesar 12,00, nilai maksimum sebesar 19,00, mean sebesar 14,85, dan standar deviasi sebesar 2,174. Ini berarti bahwa terjadi perbedaan nilai sensitivitas etika yang diteliti terhadap nilai rata-rata sebesar 2,174. Pengujian kualitas data pada penelitian ini menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. Hasil uji validitas menunjukan bahwa nilai rhitung semua item pertanyaan dari masing-masing variabel yaitu variabel
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 2 No: 1 Tahun 2014) budaya etis organisasi (dari 0,584-0,776), idealisme (dari 0,579-0,706), relativisme (dari 0,561-0,844), dan sensitivitas etika (dari 0,565-0,784) memenuhi kriteria valid karena nilai rhitung setiap item pertanyaan lebih besar dari nilai rtabel. Nilai rtabel dalam penelitian ini didapat dengan ketentuan yaitu rtabel (α; n-2) atau (0,05; 21-2) atau (0,05; 19) sehingga didapat nilai rtabel = 0,433 dengan taraf signifikansi 5%. Hasil pengujian kualitas data untuk uji reliabilitas menunjukan nilai Cronbach’s Alpha untuk variabel budaya etis organisasi (0,636), variabel idealisme (0,838), variabel relativisme (0,876), variabel sensitivitas etika (0,755). Semua variabel mempunyai nilai Cronbach’s Alpha > 0,60 maka pernyataan dalam kuesioner untuk semua variabel adalah reliabel. Pengujian asumsi klasik, hasil dari uji multikolinieritas menunjukan bahwa nilai tolerance budaya etis organisasi 0,339 > 0,10 dan nilai VIF 2,950 < 10. Nilai tolerance idealisme 0,240 > 0,10 dan nilai VIF 4,162 < 10. Nilai tolerance relativisme 0,249 > 0,10 dan nilai VIF 4,018 < 10. Nilai tolerance masing-masing variabel lebih besar dari 0,10. Demikian juga dengan nilai VIF masing-masing variabel yang lebih kecil dari 10. Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi bebas dari masalah multikolinearitas dan dapat digunakan dalam penelitian.
Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada gambar scatterplot Gambar 1.
Gambar 1. Hasil uji heteroskedastisitas Sumber: Data primer diolah, 2014 Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa tidak ada pola yang jelas, titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas sehingga model regresi pada regresi linier berganda yang digunakan bebas heteroskedastisitas. Hasil uji normalitas dengan menggunakan metode KolmogorovSmirnov menunjukan bahwa koefisien Asymp. Sig. (2-tailed) atau nilai signifikansi sebesar 0,906. Nilai signifikansi 0,906 > 0,05. Hal ini berarti bahwa distribusi data telah memenuhi asumsi normal. Hasil uji hipotesis menggunakan analisis regresi linier berganda menunjukan hasil pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Hasil analisis regresi linier berganda Model
Unstandardized Coefficients B Std. Error 2.097 .735 .379 .065 .089 .037 .087 .039
(Constant) Budaya Etis Organisasi Idealisme Relativisme Adjusted R2 F hitung Sig. F Sumber: Data primer diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut. Y = α + β 1 X 1 + β 2 X 2 + β3 X 3 + ε Y = 2,097 + 0,379 X1 + 0,089 X2 + 0,087 X3 + ε
Standardized Coefficients Beta .541 .263 .239
t
Sig.
2.853 5.829 2.388 2.212
.011 .000 .029 .041 .942 108.642 .000
Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa nilai konstanta (α) sebesar 2,097 menyatakan bahwa apabila variabel budaya etis organsasi (X1), idealisme (X2), dan relativisme (X3) sama
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 2 No: 1 Tahun 2014) dengan nol, maka sensitivitas etika auditor naik sebesar 2,097 satuan. Nilai koefisien β1 = 0,379 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara variabel budaya etis organsasi (X1) terhadap variabel sensitivitas etika (Y) sebesar 0,379. Hal ini berarti apabila variabel budaya etis organsasi (X1) naik sebesar 1 satuan dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan, maka variabel sensitivitas etika (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 0,379 satuan. Nilai koefisien β2 = 0,089 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara variabel idealisme (X2) terhadap variabel sensitivitas etika (Y) sebesar 0,089. Hal ini berarti apabila variabel idealisme (X2) naik sebesar 1 satuan dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan, maka variabel sensitivitas etika (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 0,089 satuan. Nilai koefisien β3 = 0,087 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara variabel relativisme (X3) terhadap variabel sensitivitas etika (Y) sebesar 0,087. Hal ini berarti apabila variabel relativisme (X3) naik sebesar 1 satuan dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan, maka variabel sensitivitas etika (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 0,087 satuan. Hasil uji koefisien determinasi menunjukan besarnya nilai R Square (R2) adalah 0,950. Karena variabel dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel bebas maka nila koefisien determinasi yang digunakan adalah Adjustet R Square yaitu sebesar 0,942 atau 94,2%. Angka 94,2% mempunyai makna besarnya pengaruh variabel independen budaya etis organisasi, idealisme dan relativisme dari orientasi etika terhadap variabel dependen sensitivitas etika secara simultan atau gabungan. Sedangkan sisanya sebesar 5,8% pengaruh yang disebabkan variabel lain di luar penelitian ini. Pengujian hipotesis pengaruh secara parsial antara variabel independen dengan variabel dependen (uji t) dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Nilai ttabel didapat dari menentukan besarnya taraf signifikansi sebesar 5% atau
0,05 dan degree of freedom (df) atau derajat kebebasan N-k atau 21-3 = 18. Dari ketentuan tersebut diperoleh nilai ttabel sebesar 1,734. Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa variabel budaya etis organisasi mempunyai nilai thitung (5,829) > ttabel (1,734) dan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, secara parsial variabel budaya etis organisasi berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor. Variabel idealisme mempunyai nilai thitung (2,388) > ttabel (1,734) dan tingkat signifikansi 0,029 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, secara parsial variabel idealisme berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor. Variabel relativisme mempunyai nilai thitung (2,212) > ttabel (1,734) dan tingkat signifikansi 0,041 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, secara parsial variabel relativisme berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor. Pengujian hipotesis pengaruh secara simultan antara variabel independen dengan variabel dependen dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel. Nilai Ftabel didapat dari ketentuan Ftabel (k-1):(N-k), diperoleh nilai Ftabel (3-1):(21-3) atau nilai Ftabel (2:18) adalah sebesar 3,555. Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa nilai Fhitung (108,642) > Ftabel (3,555) dan tingkat signifikansi adalah 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, secara simultan budaya etis organisasi, idealisme, dan relativisme berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor. Pembahasan Pengaruh Budaya Etis Organisasi (X1) Terhadap Sensitivitas Etika (Y) Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa variabel budaya etis organisasi mempunyai nilai thitung (5,829) > ttabel (1,734) dan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05. Hal tersebut berarti hipotesis pertama (H1) yang menyatakan bahwa budaya etis organisasi berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor diterima. Artinya, secara parsial variabel budaya etis organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor.
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 2 No: 1 Tahun 2014) Dengan demikian, tinggi rendahnya pengaruh budaya etis organisasi dapat mempengaruhi sensititvitas etika. Dari hasil analisis regresi linier berganda mengindikasikan bahwa budaya etis organisasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor internal pemerintah daerah atau responden. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurfarida (2011) dimana hasil penelitiannya menyatakan bahwa budaya etis organisasi memeiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor. Hasil tersebut juga mendukung teori yang Hunt dan Vitell seperti yang dinyatakan Nurfarida (2011) bahwa budaya etis organisai berpengaruh terhadap perilaku etis. Hasil penelitian Falah (2006) yang mempertegas temuan (Tamin, 2004) menyatakan bahwa pengembangan budaya etis yang tinggi, terbentuk sikap, perilaku yang etis, bermoral, profesional, disiplin, hemat, hidup sederhana, jujur, produktif, menghargai waktu, menjadi panutan dan teladan, serta mendapat kepercayaan dari masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa budaya etis organisasi yang tinggi akan cenderung membantu auditor dalam mengenal situasi etika ketika auditor menjalankan tugasnya. Pengaruh Idealisme (X2) Terhadap Sensitivitas Etika (Y) Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa variabel idealisme mempunyai nilai thitung (2,388) > ttabel (1,734) dan tingkat signifikansi 0,029 < 0,05. Hal tersebut berarti hipotesis kedua (H2) yang menyatakan bahwa idealisme berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor diterima. Artinya, secara parsial variabel idealisme berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor. Hasil ini mengindikasikan bahwa idealisme dari seorang auditor internal sangat mempengaruhi tingkat sensitivitas etikanya. Penelitian Falah (2006) tidak dapat membuktikan hipotesisnya bahwa idealisme berpengaruh positif terhadap sensitivitas etika auditor. Penelitian Falah (2006) didukung pula oleh penelitian Kurniawan
dan Januarti (2013) yang menyatakan bahwa idealisme tidak berpengaruh signifikan terhadap sensitivitas etika auditor. Namun, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Azisa dan Salim (2008) dan Nurfarida (2011) yang menyatakan bahwa idealisme berpengaruh secara signifikan terhadap sensitivitas etika. Penelitian Aziza dan Salim (2008) menunjukan bahwa ada pengaruh antara orientasi etika dengan sensitivitas etika. Auditor idealisme mampu mengakui masalah etika serta setia pada profesi dan Kantor Akuntan Publiknya. Hasil penelitian menunjukan bahwa seorang auditor dengan idealisme tinggi mempunyai tingkat sensitivitas yang tinggi pula ketika mereka berada pada situasi yang mengandung nilai etika. Auditor yang idealistis selalu berusaha untuk menghindari kesalahan kepada pengguna laporan keuangan. Dengan demikan, auditor yang mempunyai tipe tersebut lebih menerima dan percaya akan tujuan dan nilai profesi akuntan, taat (setia) pada standar profesi akuntan, memberikan opini secara moral serta berusaha untuk tetap menjadi bagian dari profesi akuntan. Idealisme dalam penelitian ini mengacu pada suatu hal yang dipercaya individu tentang konsekuensi yang dimiliki dan diinginkan tidak melanggar nilai-nilai etika. Dengan kecenderungan auditor idealisme yang demikian maka mereka akan mampu menyadari adanya nilai-nilai etika dalam suatu keputusan saat melaksanakan tugasnya. Seorang auditor internal dengan idealisme yang tinggi cenderung melakukan pekerjaanya sesuai dengan aturan etika dan moral yang berlaku universal, sehingga ketika mereka berada pada situasi dilema etika mereka akan cenderung memilih untuk patuh terhadap aturan etika. Pengaruh Relativisme (X3) Terhadap Sensitivitas Etika (Y) Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa variabel relativisme mempunyai nilai thitung (2,212) > ttabel (1,734) dan tingkat signifikansi 0,041 < 0,05. Hal tersebut berarti hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan bahwa relativisme berpengaruh signifikan terhadap tingkat
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 2 No: 1 Tahun 2014) sensitivitas etika auditor diterima. Artinya, secara parsial variabel relativisme berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor. Hasil ini mengindikasikan bahwa relativisme dari seorang auditor internal sangat mempengaruhi tingkat sensitivitas etikanya. Hasil penelitian ini menyatakan relativisme berpengaruh signifikan terhadap sensitivitas etika auditor. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Falah (2006), Nurfarida (2011), serta Kurniawan dan Januarti (2013) yang menyatakan bahwa relativisme berpengaruh negatif dan berpengaruh signifikan terhadap sensitivitas etika auditor. Penelitian Aziza dan Salim (2008) menunjukan bahwa ada pengaruh antara orientasi etika dengan sensitivitas etika. Auditor relativisme cenderung mengabaikan masalah etika. Aparatur inspektorat yang relativisme atau memiliki relativisme yang tinggi akan cenderung kurang peka terhadap situasi yang melanggar norma atau aturan serta menolak terhadap nilai-nilai etika dalam mengarahkan perilaku etis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa relativisme berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor sehingga dapat disimpulkan bahwa responden memiliki relativisme yang rendah. Seorang auditor yang memiliki relativisme rendah mempunyai tingkat sensitivitas terhadap situasi etika. Penelitian Kurniawan dan Januarti (2013) menyatakan bahwa relativisme yang rendah akan membuat sensitivitas etika yang tinggi, sebab seorang auditor yang takut akan penyelewangan akan lebih sensitif dalam pemahaman tentang etika. Relativisme rendah lebih sensitif terhadap situasi yang melanggar norma atau peraturan. Pengaruh Budaya Etis Organisasi (X1), Idealisme (X2), dan Relativisme (X3) Terhadap Sensitivitas Etika (Y) Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa nilai Fhitung sebesar 108,642 dan tingkat signifikansi adalah 0,000. Nilai Fhitung (108,642) > Ftabel (3,555) dan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05. Hal tersebut berarti hipotesis keempat (H4) yang
menyatakan budaya etis organisasi, idealisme, dan relativisme berpengaruh signifikan dan simultan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor diterima. Artinya, secara simultan budaya etis organisasi, idealisme, dan relativisme berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor. Besarnya pengaruh simultan variabel independen budaya etis organisasi, idealisme dan relativisme dari orientasi etika terhadap variabel dependen sensitivitas etika dapat dilihat nilai Adjusted R Square (R2) pada Tabel 1 adalah 0,942 atau 94,2 %. Hal ini berarti secara bersama-sama variabel budaya etis organisasi, idealisme, dan relativisme berpengaruh signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dipaparkan sebelumnya maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut penelitian ini, yaitu: Pertama, variabel budaya etis organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor. Kedua, variabel idealisme berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor. Ketiga, variabel relativisme berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor. Keempat, secara simultan variabel budaya etis organisasi, idealisme, dan relativisme berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat sensitivitas etika auditor. Adapun saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini, yaitu sebagai berikut, yaitu bagi Inspektorat diharapkan dapat meningkatkan nilai etis yaitu budaya etis organisai dan orientasi etika sehingga dalam menjalankan tugas dapat membantu aparatur untuk lebih sensitfi terhadap masalah etika. Sedangkan, untuk penelitian selanjutnya diharapkan menambah veriabel bebas lain yang mempengaruhi sensitivitas etika, seperti pengalaman kerja dan komitmen sehingga diharapkan bisa lebih menjelaskan sensitivitas etika karena penelitian ini hanya mengasumsikan variabel budaya etis organisasi, dan orientasi etika (idealisme dan relativisme) yang dapat mempengaruhi sensitivitas etika. Selain itu, karena sampel dalam
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 2 No: 1 Tahun 2014) penelitian ini hanya berjumlah 21 responden pada satu objek penelitian maka penelitian selanjutnya disarankan dapat menambah jumlah sampel dengan cara memperluas wilayah penelitian hingga keluar daerah atau pada Inspektorat seluruh kabupaten di Bali sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan.
Kurniawan, Dani Adi dan Indira Januarti, 2013. “Pengaruh Orientasi Etika Terhadap Sensitivitas Etika Auditor Dengan Komitmen Profesional dan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Intervening: Studi pada Auditor KAP di Kota Semarang”. Jurnal Akuntansi Universitas Diponegoro, Volume 2, Nomor 2.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman dan Yuliani Nur Laila. 2011. “Determinasi Pengambilan Keputusan Etis Auditor Internal (Studi Empiris pada BUMN dan BUMD di Magelang dan Temanggunag)”. Widya Warta No. 2 Tahun XXXV/ Juli 2011.
Mardiasmo. 2002. Akuntnsi Sektor Publik. Yogyakarta : ANDI Yogyakarta.
Aziza, Nurma dan Andi Agus Salim. 2008. Pengaruh Orientasi Etika Pada Komitmen Dan Sensitivitas Etika Auditor (Studi Empiris Pada Auditor Di Bengkulu dan Sumatera Selatan), Sosiohumaniora. Vol.7, No.3. Budi, Sasongko. 2004. Internal auditor dan Dilema Etika. Tersedia pada www.theakuntan.com. Diakses tanggal 20 Oktober 2013. Fabanyo, Suryanti. 2011. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan di Inspketorat Daerah Kota Tidore Kepulauan. Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Hasanuddin, Makassar. Fahrezi, 2011. Kendala-kendala Inspekorat kabupaten Pasaman dalam Melakukan Fungsi Pengawasan Fungsional. Tugas Akhir. Program Studi Ilmu Politik Universitas Andalas, Padang. Falah, Syaikhul. 2006. Pengaruh Budaya Etis Organisasi dan orientasi Etika terhadap Sensitivitas Etika. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang. Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
-------. 2006. “Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance”. Jurnal Akuntansi Pemerintah, Volome 2 Nomor 1. Nurfarida, Lia. 2011. Pengaruh Budaya Etis Organisasi dan Orientasi Etika terhadap Komitmen Organisasi dan Sensitivitas Etika Auditor. Skripsi. Program Studi Akuntansi Universitas Syarif Hidayatulalah, Jakarta. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Priyatno, Duwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS (Statistical Product and Service Solution) untuk Analisis Data dan Uji Statistik. Yogyakarta: Mediakom. -------. 2012. Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS. Yogyakarta: Andi Offset. Santoso, Singgih. 2011. Mastering SPSS Versi 19. Jakarta: Elex Media Komputindo. Sujarweni, V. Wiratna dan Poly Endrayanto. 2012. Statistika untuk Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu. Tamin, Feisal. 2004. Transformasi Budaya Kerja Aparatur Negara. Sinar Harapan.