ISSN 1978-869X MAJALAH / JURNAL
GENERASI KAMPUS VOLUME 4, NOMOR 1, APRIL 2011
DITERBITKAN OLEH : PEMBANTU REKTOR BIDANG KEMAHASISWAAN, UNIVERSITAS NEGERI MEDAN, TAHUN 2011
MAJALAH/JURNAL
GENERASI KAMPUS
ISSN 1978-869X
(CAMPUS GENERATION) VOLUME 4, NOMOR 1, APRIL 2011 APRIL 2011
Terbit Dua kali setahun pada bulan April dan September. Berisi ringkasan hasil penelitian, gagasan kopseptual, kajian teori, aplikasi teori yang dimuat dalam Majalah/jurnal Generasi Kampus . Pelindung
:
Rektor Unimed (Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd.)
Pengarah
:
*Pembantu Rektor 1 Unimed (Prof. Slamat Triono, M.Sc, Ph.D.). *Pembantu Rektor 2 Unimed (Drs. Chairul Azmi, M.Pd). *Pembantu Rektor IV Unimed (Prof. Dr. Berlin Sibarani, M.Pd)
Penanggung jawab :
Pembantu Rektor III Unimed (Dr. Biner ambarita, M.Pd.)
Ketua Penyunting
:
Hariadi, S.Pd., M.Kes.
Sekretaris Penyunting
:
Tappil Rambe, S.Pd, M.Si
Penyunting Pelaksana : *Dr. Biner Ambarita, M.Pd *Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd *Pardomuan N.J.M. Sinambela, M.Pd *Drs. Wanapri Pangaribuan, M.T.* Mangaratua Simanjorang, M.Pd *Lamhot Sihombing, S.Pd, M.Pd. *Miswaruddin Daulay, S.Pd. *Drs. Swardi Rajaguguk. *Drs. Indra Meipita, M.Sc. *Ir. Haikal Rahman, M.Sc. *Syamsul Gutom S.Mas, M.Kes. * PD 3 FIP (Drs. Nasrun M.S), *PD 3 FBS (Dr. Daulat Saragi, M. Hum), *PD 3 FT (Drs. Manintin Banjarnahor, M.Pd), *PD 3 FPMIPA (Drs. Asrin Lubis, M.Pd), *PD 3 FIS (Drs. Liber Siagian, M.Si) *PD 3 FIK (Prof. Dr. Agung Sunarno M.Pd), dan *PD 3 FE (Drs. Bangun Napitupulu, M.Si) Penyunting Ahli : Prof. Selamat Triono, M.Sc, PhD (Universitas Negeri Medan) Prof. Dr. Hamka (Universitas Negeri Padang) Dr. Herminarta Sofyan (Universitas Negeri Yogyakarta) Prof. Yusuf Sudo Hadi (Institut Pertanian Bogor) Eddy Nur Ilyas, S.H, M.Hum (Universitas Syah Kuala Darussalam B. Aceh) Ir. H.RB. Ainurrasyid, NIS (Universitas Brawijaya) Syarif A. Barmawi, S.H, M.Si (Universitas Pajajaran Bandung) Prof. Dr. H.R. Boenyamin (Universitas Jendral Sudirman) Kontributor : *Samrah, S.Pd. *Nurhaida, SH, M.Kn. *Surbita, SH. *Dra. Hayati Tamba. *Dra. Susiarni. *Nusawati BA. *Drs. Idrus. *Dra.Nismawarni Harahap. * Pelaksana Tata Usaha
:
Bani Ismail; Dewita Rita
Alamat Tata Usaha : Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Negeri Medan, Lantai 3. Jln. Williem Iskandar, Pasar V, Medan Estate. Kotak Pos 1589, Medan 20221. Telp : (061) 6613276, 6613365, 6618754. Fax : (061) 6613319. e-mail :
[email protected]
Penyunting
menerima
sumbangan
tulisan
yang
belum
pernalh
diterbitkan media
dalam cetak
lain.
Naskah diketik dengan spasi 1,5 pada kertas A4
dengan
jumlah
halaman 10-15. (lebih jelas
baca
petunjuk
bagi
penulis
pada
sampul
dalam
belakang).
Naskah
yang masuk di evaluasi oleh
penyunting
ahli.
Penyunting
dapat
melakukan
perubahan
pada
tulisan
yang
PETUNJUK BAGI PENULIS 1. Artikel belum pernah dimuat dalam media cetak/elektronik lain, diketik 1,5 spasi pada kertas A4 sepanjang 10 – 15 halaman, dalam betuk soft copy (MS
Work)
dan hasil ceak (print out) sebanyak satu eksemplar. Diserahkan paling lambat satu bulan sebelum bulan penerbitan. 2. Artikel merupakan hasil penelitian atau non penelitian ( gagasan konseptual, kajian teori, aplikasi teori) yang dimuat dalam Majalah/Jurnal Generasi Kampus.
3. Artikel ditulis dalam bentuk esai, disertai judul subbab (heading). Peringkat judul subbab dinyatakan dengan karakter huruf yang berbeda : 1) peringkat 1 (huruf besar semua rata dengan tepi kiri). 2) Peringkat 2 (huruf besar-kecil dan cetak tebal), 3) Peringkat 3 (huruf besar pada awal subbab, dicetak miring dan tebal) 4. Artikel hasil penelitian memuat : a. Judul b. Nama Penulis c. Abstrak, dalam bahasa Ingris/Indonesia (memuat tujuan, metode, dan hasil penelitian : 50 – 80 kata) d. Kata-kata kunci) e. Pendahuluan ( tanpa subjudul, memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, dan rangkuman kajian teoritik) f.
Metode penelitian
g. Hasil penelitian h. Pembahasan i.
Kesimpulan dan saran
j.
Daftar pustaka
5. Artikel Non Penelitian memuat :
a. Judul b. Nama Penulis c. Abstrak, dalam bahasa Ingris/Indonesia ( 50 – 80 kata) d. Kata-kata kunci) e. Pendahuluan ( tanpa subjudul, pengantar topic utama diakhiri dengan rumusan tentang hal-hal pokok yang akan dibahas). f.
Sub Judul (sesuai dengan kebutuhan)
g. Sub Judul (sesuai dengan kebutuhan) h. Sub Judul ( sesuai dengan kebutuhan) i.
Penutup ( atau kesimpulan dan saran)
j.
Daftar pustaka
6. Daftar pustaka hanya mencantumkan sumber yang dirujuk dalam uraian tulisan saja, diurutkan secara alfabetis, disajikan seperti contoh beikut : Dryden G dan Dr. Vos Jeannette. (2001). Revolusi Cara Belajar. Bandung : Kaifa. Heninic, Molenda. Russel dan Smadino (1996). Intructional Media and Technology for Learning. New Jersey :Prentice Hall Inc
ISSN 1978-869X
RESTRUKTURISASI JURUSAN DAN PROGRAM STUDI BERBASIS TAXONOMI ANDERSON UNTUK PEMBELAJARAN YANG BERKUALITAS MENCAPAI KOMPETENSI STANDAR LULUSAN Oleh: Biner Ambarita Abstrak Tingginya tuntutan terhadap kualitas dan relevansi lulusan Pendidikan Tinggi, menuntut perumusan kompetensi lulusan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Khusus dalam kompetensi ranah kognitif berpedoman pada Taxonomi Anderson. Taxonomi Anderson menegaskan bahwa ranah kognisi harus mencapai tingkat kreativitas dan daya cipta sesuai dengan tuntutan Standar Kompetensi Lulusan secara nasional. Analisis struktur organisasi Jurusan dan program studi berdasarkan Taxonomi Anderson merumuskan adanya restrukturisasi dalam mana Jurusan harus memiliki unit-unit penjaminan mutu Konowledge, afektif , psikomotorik, dan hubungan eksternal. Kata kunci: Kompetensi lulusan, Taxonomi anderson 110 dari 177 negara di dunia (Nandika,
PENDAHULUAN Pendidikan
mengembangkan
2008). Peringkat tersebut menurun dari
sumber daya manusia sehingga memiliki
tahun sebelumnya. Pada tahun 1997 HDI
kompetensi-kompetensi dan kemampuan
Indonesia berada pada peringkat 99 dan
hidup dan berdaya saing secara nasional
menjadi peringkat 102 pada tahun 2002.
maupun internasional. Harapan tersebut
Semakin menurunnya peringkat
harus diwujudkan oleh segenap rakyat
HDI
Indonesia
masalah
dan
pemerintah
dengan
menggambarkan pendidikan
banyaknya
yang
dihadapi,
berbagai kemampuan yang ada. Namun
khususnya
Pemerintah dianggap masih memliki
relevansi. Dengung peningkatan kualitas
kemampuan politik (political will) yang
dan relevansi pendidikan terjadi di
belum
Negara Indonesia, hingga perumusan
memadai
pendidikan
di
untuk
memajukan
Indonesia.
Indonesia
masalah
kualitas
dan
kebijakan
strategis
pembangunan
mengalami penurunan peringkat yang
pendidikan
yang
berkelanjutan
ditinjau
dari
Human
pembangunan pendidikan salah satunya
Development
Indeks
(HDI)
jika
adalah peningkatan kualitas dan relevansi
merupakan
acuan
disbanding dengan berbagai Negara.
pendidikan.
Berdasarkan laporan United Nations
kebijakan
Development Programme (UNDP) pada
mencanangkan pendidikan 3 M yaitu
Human
mutu, murah dan merata (Nandika,
Development
Report
2005
ternyata Indonesia menduduki peringkat
2008).
Mengimplementasikan tersebut,
Namun
hingga
Pemerintah
saat
ini 1
Biner Ambarita adalah dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed
permasalahan
mutu
dan
relevansi
pendidikan
tinggi
bertujuan
pendidikan masih menjadi tugas yang
mempersiapkan
belum selesai dikerjakan, dan harus
menjadi
dilakukan percepatan penyelesaiannya.
berakhlak mulia, memiliki pengetahuan,
Penyelesaian
masalah
kualitas
peserta
untuk
anggota
didik
untuk
masyarakat
yang
keterampilan, kemandirian, dan sikap
dan relevansi pendidikan ditinjau secara
untuk
mikro,
kualitas
serta menerapkan ilmu, teknologi, dan
pembelajaran. Kualitas pembelajaran di
seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
satuan pendidikan dan program studi
Kompetensi
ataupun jurusan pada Pendidikan Tinggi
kompetensi
masih jauh dari harapan. Permasalahan
psikomotorik.
menyangkut
menemukan,
tersebut kognisi,
Boyatzis
kualitas pembelajaran dapat dimulai dari
mengembangkan,
menyangkut afeksi,
(2008)
dan
mengatakan
perencanaan pembelajaran, implementasi
bahwa kompetensi yang harus dimiliki
rencana pembelajaran, evaluasi, sarana
lulusan adalah (1) kompetensi kognisi,
dan prasarana, manajemen, lingkungan,
seperti sistem berpikir dan pengenalan
dan lain-lain.
pola, (2) kompetensi kercerdasan emosi,
Khususnya
dalam perencanaan
seperti penguasaan diri dan pengendalian
terjadi
diri, (3) kompetensi kecerdasan sosial,
pengkajian yang tidak detail sehingga
seperti penguasaan kondisi sosial dan
menjadi perencanaan yang tidak dapat
hubungan sosial yang terlihat dari empati
diimplementasikan.
dan tim kerja. Williams (2008) melihat
pembelajaran
masih
sering
Agar
pengkajian
tersebut baik dan berkualitas serta dapat
bahwa
diimplementasikan, haruslah dilakukan
emosional,
oleh sejumlah orang yang khusus, multi
kompetensi adaptif terhadap lingkungan
disiplin ilmu, dan memiliki komitment
adalah tuntutan abat ke-21. Kompetensi
tinggi.
kognisi
PEMBAHASAN Kompetensi Lulusan Program Studi Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 26 ayat 4 mengatakan bahwa standar kompetensi lulusan pada jenjang
kompetensi kecerdasan
haruslah
kecerdasan sosial,
meliputi
dan
tingkatan
tertinggi dari Taxonomi Bloom yaitu tingkat
evaluasi
(Bloom,
1956).
Taxonomi Bloom dalam ranah kognisi menyangkut memahami, menganalisis,
kemampuan
mengingat,
mengaplikasikan, mengsintesis,
dan
mengevaluasi. 2
Biner Ambarita adalah dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed
Dalam ranah kognisi, seharusnya
menganalisis
dibedakan
dengan
terjadi pergeseran perumusan indikator
kemampuan mensintesa, sedangkan pada
berdasarkan Taxonomi Bloom menjadi
Taxonomi Anderson sintesa menjadi satu
Taxonomi Anderson. Taxonomi Bloom
kesatuan
menempatkan tingkat
tertinggi pada
Anderson dapat memenuhi kompetensi
evaluasi, namun Taxonomi Anderson
lulusan dibidang kognisi sebagai mana
menempatkan kreativitas
tingkat
atau
Taxonomi
daya
Bloom,
dalam
analisis.
Taxonomi
tertinggi
pada
tuntutan Peraturan Pemerintah Indonesia
cipta.
Pada
No. 19 tahun 2005, tentang Standar
kemampuan
Nasional
Pendidikan.
Tabel 1. Tingkatan kognisi defenisi dan Kata indikator (Bloom, 1956) Level of Cognition Knowledge Comprehension Apllication Analysis Synthesis Evaluation
Defenition
Behavioral Verbs
Recognizes and remembers names, ideas, terms Explain, summarizes, make simple interpretations Applies rules or procedures to novel situations Identifies component parts, reasons deductively or inductively Puts disparate elements together to create a new idea or product Uses criteria to judge qualities of products or performances
Name, lebel, describe, define, select Explain, predict, sort, distinguish between Compute, solve, demonstrate Discriminate, infer, diagram, resolve Devise, generate, construct, compose Contrast, discriminate, interpret, judge.
Taxonomi Anderson menyangkut Remembering, understanding, apllying, analyzing,
evaluating,
dan
Untuk
rincian
ditampilkan
pada
taxonomi tabel
tersebut 2
berikut
creating.
. Table 2. Defenisi dan kata kerja operasional Taxonomi Anderson (Anderson, 2001) Definition Verbs Remembering: can the student recall or Define, duplicate, list, memorize, recall, remember the information? repeat, reproduce, state Understanding: can the student explain ideas Classify, describe, discuss, explain, identify, or concepts? locate, recognize, report, select, translate, paraphrase Applying: can the student use the Choose, demonstrate, dramatize, employ, 3 Biner Ambarita adalah dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed
Definition information in a new way?
Verbs illustrate, interpret, operate, schedule, sketch, solve, use, write Analysing: can the student distinguish Appraise, compare, contrast, criticize, between the different parts? differentiate, discriminate, distinguish, examine, experiment, question, test Evaluating: can the student justify a stand or Appraise, argue, defend, judge, select, decision? support, value, evaluate Creating: can the student create new product Assemble, construct, create, design, develop, or point of view? formulate, write Tingkat tertinggi dari Taxonomi Anderson
adalah
kreativitas,
yaitu
pembelajaran
maupun
pembelajaran.
Metode
materi
pembelajaran
menciptakan produk baru, hal baru
dibutuhkan untuk menyikapi kekangan
ataupun ide baru. Indikator kreativitas
kondisi
tersebut adalah meramu, mengkonstruksi,
pembelajaran yang berkualitas. Materi
mencipta, mendisain, mengembangkan,
pembelajaran
merumuskan, dan menulis. Kompetensi
profeional yang harus dimiliki dan harus
lulusan harus mampu menulis yang
mencapai
dalam hal ini secara umum mampu
kreativitas.
untuk
mencapai
merupakan tingkat
tujuan
kompetensi
tertinggi
yaitu
lebih
Fadjar (2004) mengatakan bahwa
spesifik, kompetensi menulis tidak hanya
: “ kreativitas atau berpikir kreatif
pada
sebagai
menulis
skripsi.
Akan
tetapi
penulisan skripsi, akan tetapi
kemampuan
untuk
melihat
haruslah penulisan makalah pada setiap
bermacam-macam
mata
penyelesaian terhadap suatu masalah,
kuliah
bahkan
setiap
topik
yang merupakan bentuk pemikiran yang
pembelajaran.
sampai saat ini masih kurang mendapat
Membangun Kreativitas Membangun kreativitas subjek didik
hanya
pendidik
yang
dapat
dilakukan
memiliki
oleh
kreativitas
tinggi. Sejalan dengan hal itu, maka ujung tombak pembangunan kreativitas mahasiswa berada pada dosen. Dosen terlebih dahulu harus mengembangkan kreativitasnya,
kemungkinan
baik
dalam
metode
perhatian dalam pendidikan. Di sekolah terutama dilatih kepada siswa adalah penerimaan pengetahuan, ingatan, dan penalaran (berpikir logis). Kreativitas yang
memungkinkan
meningkatkan
kualitas
manusia terhadapnya.
Dalam era globalisasi ini kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan Negara tergantung
pada
sumbangan
kreatif, 4
Biner Ambarita adalah dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed
berupa
ide-ide
baru,
penemuan-
Menurut Robert Fromen yang
penemuan baru, dan teknologi baru,
dikutip Timpe (1987) bahwa hukum-
pemikiran dan perilaku kreatif, perlu
hukum penalaran kreativitas adalah: (1)
dipupuk sejak dini”.
mengumpulkan
Banyak pendapat dan penelitian
induktif,
fakta,
(3)
(2)
penalaran
penalaran
deduktif.
yang dialkukan untuk mengembangkan
Pernyataan Robert Fromen tersebut di
kreativitas. Hasil penelitian Gordon yang
atas, jika dikaji adalah hanya prasyarat
dilaporkan kembali oleh Timpe (1987)
berpikir kreatif. Johanssons Frans (2004)
mengatakan
hasil
mengemukakan inovasi titik temu dalam
pekerjaan kolaborasi otak kiri dan otak
menghasilkan produk dan ide kreativitas.
kanan. Lebih lanjut dikatakannya bahwa
Inovasi titik temu tersebut mempunyai
otak kanan melakukan gagasan-gagasan
karakteristik
sebagai
kreatif yang dikirimkan ke otak kiri, dan
mengejutkan
dan
otak kiri melakukan evaluasi terhadap
meloncat
gagasan tersebut dan dikirimkan kembali
membuka bidang yang barus sama sekali,
ke otak kanan untuk dilaksanakan. Timpe
(4) menyediakan ruang bagi orang, tim,
(1987) juga mengutip hasil penelitian
atau
Alyce M. Green yang menyimpulkan
pengikut, yang berarti penciptaannya bias
bahwa gagasan kreatif muncul beberapa
menjadi pemimpin, (6) member sumber
saat
inovasi
kreativitas
sebelum
setengah
sadar)
tidur dan
adalah
(dalam
kondisi
beberapa
saat
kea
rah
perusahaan,
terarah
selajutnya,
(7)
berikut:
(1)
memesona,
(2)
yang
(3)
(5)
menghasilkan
untuk dapat
baru,
tahun-tahun mempengaruhi
sebelum terjaga (bangun tidur pada pagi
dunia dengan cara yang belum pernah
hari).
sebelumnya. Anderson menegaskan kate Dari kedua penelitian tersebut
kerja
opreasional Assemble,
untuk
kreativitas
construct,
dapat dikaji bahwa dosen dan mahasiswa
seperti
akan
design, develop, formulate, write.
memunculkan
gagasan
create,
Pada tabel 3 berikut diperlihatkan
kreativitasnya sesaat sebelum tidur dan sesaat sebelum bangun. Kalau demikian
Kategori
adanya pemunculan kreativitas, dosen
Anderson, yang menyangkut: kategori,
harus mengkaji metode lain dalam
contoh kalimat pemulaan kreativitas,
pemunculan kreativitas tersebut, apakah
aktivitas dan produk potensial yang
ada hukum atau dalil
menggambarkan nilai-nilai kreativitas.
yang berlaku
secara umum ataupun khusus.
Tugas
Kreativitas
dosen
dari
selanjutnya
Taxonomi
adalah 5
Biner Ambarita adalah dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed
merumuskan
sejumlah
indicator-
atau proses haruslah dapat menggiring
indikator yang sesuai dengan tabel 3
perilaku pembelajar dan pengajar sendiri
untuk
ke arah dan pencapaian indikator yang
dirinya
sendiri
dan
untuk
mahasiswa pada setiap pertemuan dalam
telah dirumuskan.
proses pembelajaran.. Rumusan aktivitas Tabel 3. Kategori Kreativitas, Kalimat Pemulaan, dan Aktivitas Potensial Category
Sample sentence starters
CREATE Generating Coming up with alternatives or hypotheses based on criteria Synonyms : Hypothesizing Planning Devising a procedure for accomplishing some task. producing Synonyms : Designing Producing Inventing a product. Synonyms : Constructing
Can you design a...to...? Can you see a possible solution to...? If you had access to all resources, how would you deal with...? Why don't you devise your own way to...? What would happen if ...? How many ways can you...? Can you create new and unusual uses for...? Can you develop a proposal which would...?
Potential activities and products Invent a machine to do a specific task. Design a building to house your study. Create a new product. Give it a name and plan a marketing campaign. Write about your feelings in relation to... Write a TV show play, puppet show, role play, song or pantomime about.. Design a record, book or magazine cover for... Sell an idea Devise a way to...
Restrukturisasi Program Studi dan
mendalam hal keorganisasian jurusan
Jurusan
dan program studi.
Program
studi
di Universitas
Robbins (2007) mendefenisikan
negeri Medan, memiliki hanya satu orang
struktur organisasi sebagai pengaturan
personalia yaitu Ketua Program studi,
formalisasi tugas dalam sebuah orginsasi.
dalam
Ketika dilakukan restrukturisasi dalam
mana
bertanggungjawab
program kepada
studi jurusan.
sebuah
organisasi,
sesungguhnya
Fungsi program studi adalah pelaksana
melaksanakan
teknis pembelajaran dan fungsi jurusan
pengembangan
sebaiknya pusat pengembangan program
organisasi
studi secara internal maupun secara
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa ada
eksternal.
masih
enam elemen kunci dalam perencanaan
lebih
struktur oragnisasi, yaitu: (1) spesialisasi
diperlukan
Namun
demikian
pengkajian
yang
dapat
sepesifikasi tugas-tugas lebih
dan sehingga
berkembang.
tugas, (2) pengelompokan departemen, 6 Biner Ambarita adalah dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed
(3)
rantai
kendali,
komando, (5)
(4)
rentangan
sentralisasi
dan
desentralisasi, (6) formalisasi. Robbins
harapan-harapan, kompetensi
kompetensi-
lulusan,
visi
dan
misi
masing-masing jurusan.
(2007) juga mengatakan bahwa untuk
Sejalan
dengan
Peraturan
dapat membentuk struktur oraganisasi
Pemerintah Republik Indonesia No. 19
maka
langkah
tahun 2005, tentang Standar Nasional
berikut: (1) Uraikan pekerjaan yang lebih
Pendidikan, pasal 26 ayat 4, maka
spesifik dan departemen, (2) Uraikan
kompetensi lulusan pendidikan tinggi
tugas dari pekerjaan untuk individu
harus memiliki komponen: sikap dan
dalam departemen dan oragnisasi, (3)
berakhlak mulia, memiliki pengetahuan
Buat
dan
sebaiknya
koordinasi
mengikuti
tugas-tugas
yang
keterampilan,
kemandirian,
berbeda dalam organisasi, (4) lakukan
mengembangkan dan menerapkan ilmu,
kluster untuk unit-unit kecil, (5) tetapkan
teknologi, dan seni yang bermanfaat bagi
hubungan
kemanusiaan.
kerja
setiap
individu,
Kompetensi-kompetensi
kelompok, dan departemen, (6) tetapkan
tersebut diuraikan menjadi indikator-
garis komando dan koordinasi secara
indikator yang sangat rinci dan target
formal sebagai otoritas, (7) alokasikan
capaian indikator harus ditetapkan secara
dan bagikan sumber daya yang ada
hati-hati dan berbasis evaluasi diri.
kesetiap komponen struktur.
Dengan
demikian,
departemen
Lussier (1997) menegaskan ada
sikap dan akhlak mengurusi kompetensi
sepuluh elemen kunci dalam penetapan
sikap dan akhlak mulia serta sosial;
strukur organisasi, yaitu: (1) kesatuan
Departemen
komando dan arah, (2) rantai komando,
mengurusi
(3)
kognitif, Departemen keterampilan dan
rentangan
manajemen
(garis
pengetahuan kompetensi
kognisi
standar
isi
horizontal dan vertical), (4) pembagian
psikomotorik
tenaga kerja (spesialisasi), (5) koordinasi,
praktikum dan psikomotorik; departemen
(6) penyeimbangan penghargaan dan
penelitian dan pengabdian masyarakat
otoritas, (7) delegasi, (8) flexibelitas, (9)
mengurusi penelitian dan pengabdian
pembuatan departemen (sub komponen
masyarakat; departemen kerja sama,
organisasi), (10) integritas.
mengurusi
mengeurusi
kerja
sama
kompetensi
eksternal.
Dari kedua pendapat tersebut di
Departemen-departemen ini menjadi unit
atas, maka untuk restrukturisasi jurusan
penjaminan mutu dan relevansi lulusan di
dan program studi harus berangkat dari
jurusan dan program studi. 7
Biner Ambarita adalah dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed
Sejalan dengan hal itu, maka
studi, dapat didisain seperti gambar
struktur organisasi jurusan dan program
model-model berikut. UNIT PENJAMINAN MUTU: departemendepartemen: Knowledge, afektif, psikomotorik, Hubungan eksternal
JURUSAN: Ketua dan Sekretaris PRODI: Ketua dan Sekretaris DOSEN: kelompok disiplin ilmu
LABORATORIUM: Kepala Lab. Laboran
Gambar 1. Model 1. Struktur Organisasi Jurusan dan Program Studi Model 1 ini memperlihatkan Unit
Penjaminan Mutu. Kaprodi dan Unit
Penjaminan Mutu memiliki kekuatan
Penjaminan
untuk memberi perintah kepada Ketua
kepada dekan. Ketua Jurusan dan Unit
Jurusan, Kaprodi, dosen, dan Laboran
Penjaminan
dalam hal mutu dan relevansi. Ketua
bertanggungjawab satu dengan lainnya.
Jurusan
bertanggung
jawab
Mutu
bertanggungjawab Mutu
saling
kepada
Model 2 memperlihatkan bahwa
Dekan, dan Kaprodi bertanggung jawab
Unit penjaminan mutu menyatu dalam
kepada Ketua Jurusan, serta dosen dan
Jurusan, dalam mana unit penjaminan
laboran
kepada
mutu bertanggungjawab kepada ketua
Kaprodi. Kaprodi, dosen, dan laboran
jurusan. Hal ini diperlihatkan pada
bertanggungjawab
gambar 2 model 2.
bertanggungjawab juga
kepada
Unit
JURUSAN: Ketua dan Sekretaris, UNIT PENJAMINAN MUTU: departemen-departemen: Knowledge, afektif, psikomotorik, Hubungan eksternal PRODI: Ketua dan Sekretaris DOSEN: kelompok disiplin ilmu
LABORATORIUM: Kepala Lab. Laboran
Gambar 2. Model 2 Struktur Organisasi Jurusan dan Prodi 8 Biner Ambarita adalah dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed
JURUSAN: Ketua dan Sekretaris, PRODI: Ketua
DOSEN: kelompok disiplin ilmu
LABORATORIUM: Kepala Lab. Laboran
Gambar 3. Struktur Organisasi Jurusan dan Prodi aebelum direstrukturisasi Dilihat dari kedua model, maka model yang lebih baik adalah model 2, dalam mana harapan penjaminan mutu dapat digapai tanpa terjadi dualism kepemimpinan. PENUTUP Restrukturisasi Jurusan dan prodi sangat perlu dilaksanakan, hanya saja perlu pengkajian yang lebih mendalam melalui
analisis
penelitian-penelitian.
pakar
maupun
Restruturisasi
Jurusan dan program studi dalam kajian dalam makalah ini, adalah sebuah ide sederhana yang perlu ditindaklanjuti dalam bentuk penelitian lanjutan. Tujuan restrukturisasi Jurusan dan Program studi adalah untuk menjamin ketercapaian kompetensi lulusan yang bermutu dan relevan sehingga sesuai dengan harapan bangsa dan Negara. DAFTAR PUSTAKA Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (Eds.). 2001. A taxonomy for learning, teaching and assessing:
A revision of Bloom's Taxonomy of educational objectives: Complete edition, New York : Longman. Bloom, B. S. (Ed). 1956. Taxonomy of Edocational Objectives: The Classification of Educational Goals. Handbook 1. Cognitive Domain. New York: Longmans Green. Boyatzis Richard E. 2008. Competencies in the 21 st century. Journal of Management Development. Vol. 27 Number 1. Fadjar A. Malik. 2004. Kumpulan Pidato Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Buku IV, Januari 2004 – Oktober 2004. Jakarta: Depdiknas Johanssons Frans. 2004. Inovasi Titik Temu. Rahasia Sukses Menemukan Ide Bisnis Cemerlang dan Menguntungkan. Jakarta : Serambi Lussier Robert N. 1997. Management, Concepts, Applications, Skill Development. Massachusetts: South-Western College Publishing. Nandika Dodi. 2008. Political Will Pendidikan Menuju Indonesia 2020. Teropong Pendidikan Kita. Ontologi Artikel 2007-2008. Jakarta: Depdiknas. 9
Biner Ambarita adalah dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed
Nandika Dodi. 2008. Pendidikan 3 M. Opini Pendidikan 2008. Jakarta: Depdiknas. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan. Robbins Stephen P., Mary Coulter. 2007. Management. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Timpe A. Dale. 1987. Seri Manajemen Sumber Daya Manusia-
Kreativitas. Jakarta: Alex Media Computindo. Williams Helen W. 2008. Characteristics that Distinguish Outstanding Urban Principles. Emotional Intelligence, social intelligency, and environmental Adaptation. Journal of Management Development. Vol. 27 Number 1.
10 Biner Ambarita adalah dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed
APLIKASI GRUP DIHEDRAL D5 DALAM DETEKSI ERROR Oleh: Pardomuan N. J. M. Sinambela Abstrak Mendektesi error dalam suatu permasalahan string alfabet dan digit dapat dilakukan dengan menerapkan aplikasi grup dihedral. Salah satu metode yang digunakan adalah dengan menggunakan grup dihedral D5. Metode ini dapat mendeteksi sekitar 90% dari semua tipe error. D5 merupakan grup dihedral yang dapat digunakan dalam mendeteksi error yang dapat digunakan untuk mendeteksi error pada string alfabet dan digit yang terdiri atas beberapa karakter. Setiap anggota D5 yang berupa transformasi dipasangkan dengan tepat satu karakter. Kata kunci: Grup Dihedral simetri segilima beraturan. Grup D5
PENDAHULUAN Ada berbagai cara menambahkan
adalah himpunan semua transformasi
cek digit pada suatu nomor identifikasi
yang mengakibatkan segilima beraturan
untuk dapat mendeteksi error nomor
invarian
identifikasi tersebut. Satu diantaranya
sendiri), beserta operasi .
Number
(ISBN)
yang
dengan
dirinya
Himpunan D5 terdiri atas 10
adalah metode International Standard Book
(berimpit
transformasi yang meliputi 5 rotasi dan 5
menggunakan modulo 11. Tetapi dalam
refleksi.
penggunaan
diperlukan
adalah rotasi berlawanan arah jarum jam
karakter abjad X untuk menggantikan
terhadap titik pusat segilima. Kelima
bilangan 10. Pada akhir tahun 1960-an,
rotasi itu adalah R0, R72, R144, R216, dan
ditemukan cara mendeteksi kesalahan
R288.
digit suatu nomor identifikasi tanpa
dipergunakan adalah refleksi terhadap
menambahkan
baru.
garis I, II, III, IV, dan V yang masing-
Metode ini menggunakan grup D5 dan
masing dinotasikan sebagai MI, MII, MIII,
permutasi σ = (0)(14)(23)(58697).
MIV, dan MV. Letak garis-garis tersebut
metode
suatu
ini
karakter
PEMBAHASAN Grup Dihedral Berorder 10 (D5)
pada
Rotasi
yang
Sedangkan
segilima
dipergunakan
refleksi
beraturan
yang
ABCDE
digambarkan sebagai berikut.
Grup dihedral berorder 10 yang dinotasikan dengan D5, disebut juga grup
11 Pardomuan N.J.M. Sinambela adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
garis I
B C
garis II
A
garis III D
E garis IV garis V
Berikut ilustrasi anggota-anggota D5 B
B R0
0 = R0 = rotasi 0 C
A
C
B
A A
R72
1 = R72 = rotasi 72 C
A
B
B
E
E R144
2 = R144 = rotasi 144 C
A
A
B
D D
R216
3 = R216 = rotasi 216 C
A
E
C
12 Pardomuan N.J.M. Sinambela adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
B
C R288
4 = R288 = rotasi 288 C
A
D
B
B A
MI
5 = MI = refleksi terhadap garis I C
A
E
B
B E
MII
6 = MII = refleksi terhadap garis II C
A
D
B
A D
MIII
7 = MIII = refleksi terhadap garis III C
A
C
B
E C
MIV
8 = MIV = refleksi terhadap garis IV C
A
B
B
D B
MV
9 = MV = refleksi terhadap garis V C
A
A
C
Pola dari D5 dapat dijumpai pada bintang laut. Gambar-gambar berikut juga menggunakan pola D5.
13 Pardomuan N.J.M. Sinambela adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
Operasi didefinisikan sebagai
transformasi A diikuti oleh transformasi B. Operasi ini tidak komutatif.
operasi “diikuti oleh”. A B adalah Contoh 1. R72 R144 = R216
12=3
atau
B
A
D
R72 C
R144
A
2. R144 MIII = MV
B
E
E
C
27=9
atau B
E
B
R144 C
MIII
A
3. MIII R144 = MI
A
D
A
C
72=5
atau
D
B
A
MIII C
R144 C
A
E
E
B
Berikut Tabel Cayley untuk D5 dengan operasi 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 1 2 3 4 0 9 5 6 7 8
2 2 3 4 0 1 8 9 5 6 7
3 3 4 0 1 2 7 8 9 5 6
4 4 0 1 2 3 6 7 8 9 5
5 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4
6 6 7 8 9 5 4 0 1 2 3
7 7 8 9 5 6 3 4 0 1 2
8 8 9 5 6 7 2 3 4 0 1
9 9 5 6 7 8 1 2 3 4 0
14 Pardomuan N.J.M. Sinambela adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
Penyajian permutasi σ dalam
Tabel Cayley dapat dipergunakan untuk menunjukkan bahwa D5 dengan
operasi
memenuhi
sifat
notasi siklis adalah sebagai berikut
tertutup,
Permutasi σ = (0)(14)(23)(58697)
memiliki unsur identitas yaitu R0 (0), dan setiap anggota D5 mempunyai invers Kesepuluh
Metode penambahan cek digit
transformasi anggota D5 dapat dipandang
pada nomor identifikasi yang dibahas
sebagai fungsi dari segilima beraturan ke
dalam tulisan ini menggunakan D5 dan
bidang segilima beraturan itu sendiri, dan
permutasi σ.
yang
juga
anggota
D5 .
Cek Digit
operasi merupakan komposisi fungsi. Karena
komposisi
fungsi
Untuk menentukan cek digit dari
bersifat
suatu nomor identifikasi, setiap digit
asosiatif, berarti operasi juga bersifat
pada nomor identifikasi diberi bobot
asosiatif. Dan karena telah ditunjukkan
pangkat σ yang terus meningkat, dimulai
bahwa operasi tidak komutatif, maka
dari
D5 dengan operasi adalah grup non-
bilangan yang diperoleh dioperasikan
Abelian.
mengunakan operasi , invers dari hasil
paling
kanan.
Bilangan-
akhir setelah pengoperasian menjadi cek
Permutasi σ Permutasi suatu himpunan A adalah fungsi bijektif dari himpunan A ke himpunan A sendiri. Permutasi dapat disajikan dalam notasi baris atau notasi siklis (bentuk sikel). Permutasi yang digunakan dalam tulisan ini adalah permutasi σ dari himpunan
digit
A = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,
9}. Setiap anggota himpunan A mewakili tepat satu anggota himpunan D5. Penyajian permutasi σ dalam notasi baris adalah sebagai berikut
Permutasi σ =
digit dari nomor identifikasi tersebut. Berikut contoh penentuan cek digit untuk nomor identifikasi 793. 1. Setiap digit pada nomor identifikasi diberi bobot pangkat σ yang terus meningkat, dimulai dari digit paling kanan. σ3 = 2 σ29 = σ(σ9) = σ7 = 5 σ37 = σ(σ(σ7)) = σ(σ5) = σ8 = 6 2. Bilangan-bilangan
yang
diperoleh
dioperasikan menggunakan operasi 652=3 3. Bilangan hasil operasi diinverskan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
3-1 = 2
15 Pardomuan N.J.M. Sinambela adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
Jika terjadi transposition error
Invers dari hasil akhir setelah pengoperasian ini menjadi cek digit
atau kesalahan berupa pertukaran tempat
dari nomor identifikasi. Dengan
digit nomor identifikasi juga akan cepat
demikian nomor identifikasi yang
terdeteksi, karena untuk 2 digit a dan b
dilengkapi dengan cek digit adalah
yang berbeda,
7932.
(grup D5 adalah grup non-Abelian),
PENUTUP
berarti σi+1a σib ≠ σi+1b σia. Dengan
Berdasarkan cara menentukan cek digit suatu nomor identifikasi yang telah diuraikan, maka suatu nomor identifikasi bebas error lengkap dengan cek digitnya yang berbentuk anan-1 … a1a0 mempunyai sifat σnan σn-1an-1 … σa1 a0 = 0
…()
Jika terjadi single digit error atau kesalahan penulisan meskipun hanya satu angka dari nomor identifikasi, maka hasil operasi tidak akan sama dengan 0. Hal ini disebabkan setiap faktor dari ruas kanan persamaan () mempunyai peran yang unik (khusus) dalam menentukan
σa b ≠ σb a
demikian jika terjadi pertukaran tempat 2 digit yang berdekatan dalam suatu nomor identifikasi, maka hasil operasi tidak akan sama dengan 0. DAFTAR PUSTAKA Durbin, J.R. (1992). Modern Algebra An Introduction Thrid Edition. New York. John Wiley & Sons, Inc. Gallian, Joseph A. (1990). Contemporary Abstract Algebra 2nd Edition. Toronto: D.C. Heath and Company. Raisinghania,M.D & Aggarwal, R.S (1980). Modern Algebra. New Delhi. S. Chand & Company Ltd.
hasil operasi.
16 Pardomuan N.J.M. Sinambela adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
KENDALI KUALITAS PENDIDIKAN PADA PROGRAM STUDI DENGAN METODE KENDALI KOKOH (ROBUST CONTROL) Oleh: Drs. Wanapri Pangaribuan, MT Abstrak Kendali internal sesuai dengan karakteristik kendali kokoh (robust control), yang menekankan dan memiliki kekuatan pada perencanaan, pemodelan, standar operasional prosedur, dan pemaksaan terhadap subjek didik untuk selalu berada dalam tracking kendali. Komponen kendali, ketua dan sekretaris jurusan atau prodi, dosen, tenaga administrator, dan laboran harus merumuskan standar kerja dan indikator-indikator capaian serta instrument pengukurannya. Kendali kokoh berbasis evaluasi diri secara internal, dan kokoh pada rencana dan prosedur. Kata kunci : Kendali kokoh, Kualitas PENDAHULUAN Tiga
pilar
pembangunan
kebutuhan
kerja,
serta
kompetitif
lulusan
keunggulan
ketika
bersaing
pendidikan nasional yang juga menjadi
dengan lulusan-lulusan lainnya, adalah
pilar
hal yang harus dipenuhi program studi.
pembangunan
pendidikan
di
program studi adalah pemerataan dan
Untuk memenuhi kualitas dan
perluasan akses pendidikan, peningkatan
relevansi yang diharapkan, program studi
kualitas dan relevansi pendidikan, dan
pertama
peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan
standar program, kegiatan, proses, sarana
pencitraan publik.
Pilar peningkatan
dan prasarana, indikator ketercapaian,
kualitas dan relevansi pendidikan di
operasional prosedur. Perumusan standar
program
pilar
ini merupakan patokan yang harus
pendukung segala program, kegiatan,
dicapai dan merupakan tujuan dan arah
proses belajar dan pembelajaran, serta
perjalanan program studi.
studi
merupakan
menghasilkan
berdaya
saing
tinggi
lulusan dan
harus
merumuskan
Dalam perjalanannya, program
pengadaan sarana dan prasarana untuk tujuan
sekali
yang
studi melaksanakan segala program dan
untuk
kegiatan serta aktivitasnya diarahkan dan
keberlangsungan (susteinibility) program
dikendalikan
studi tersebut.
terhadap program, kegiatan dan aktivitas
Kualitas dan relevansi adalah menggambarkan kompetensi
kemampuan pengetahuan,
dan sikap,
keterampilan kerja yang relevan dengan
oleh
standar.
Kendali
program studi harus mempertimbangkan deviasi
minimal
yang
diizinkan
dibandingkan dengan standar, serta juga mempertimbangkan
interval
waktu 17
Wanapri Pangaribuan adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
dan
isi, standar proses, standar pendidik dan
actuator yang mengeksekusi minimalisasi
tenaga kependidikan, standar sarana dan
diviasi (error).
prasarana, standar pengelolaan, standar
kendali,
model
pengendalian,
Sejumlah standar dapat dikaji
pembiayaan,
dan
standar
penilaian.
Nasional
Standar Nasional pendidikan tersebut
Pendidikan, diantaranya Standar Malcon,
sering sekali menimbulkan permasalahan
Standar Baldrige, Standar Ernest, dan
di tingkat satuan pendidikan ketika
juga berbagai standar yang dirumuskan
diimplementasikan.
oleh
tersebut
untuk
melengkapi
berbagai
Standar
Perguruan
Tinggi.
Permasalahan
timbul
karena
keharusan
Pertanyaan yang muncul adalah apakah
penerapan oleh tingkat satuan pendidikan
standar-standar tersebut sudah meliputi
akan
indikator
pendidikan
kualitas
dan
relevansi
?;
tetapi
pada
sisi
lain
tidak
satuan mampu
bagaimana tindakan kendali yang harus
merealisasikannya,
dan
dilakukan
untuk
memenuhi
standar
kurang mampu juga membantu satuan
tersebut;
apakah
tindakan
kendali
pendidikan dalam perealisasian tersebut. Manajemen
tersebut efektif mengendalikan proses
pemerintah
pengelolan
yang efisien?. Jawaban atas pertanyaan
pendidikan
tersebutlah yang merupakan kajian yang
pemerintah secara makro harus dikaji
dilakukan dalam makalah ini.
kembali. Standarisasi pendidikan yang
PEMBAHASAN Standar Nasional Pendidikan Standar Nasional Pendidikan
mengacu pada delapan standar nasional
yang
dirumuskan
dalam
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, menyangkut delapan standar, yaitu Standar kompetensi lulusan, standar Standar Kompetensi Lulusan Standar Isi Standar Proses Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
pendidikan,
yang
umumnya
dilaksanakan
tidak
dapat
direalisasikan oleh stuan pendidikan. Seharusnya, kedelapan standar nasional pendidikan
tidak
serta
merta
diaplikasikan sekali gus, akan tetapi tahap demi tahap.
Kualitas, Relevansi , dan Daya saing Pendidikan
Standar sarana dan prasarana Standar Pengelolaan Standar pembiayaan Standar penilaian
Gambar 1. Delapan Standar Nasional Pendidikan Mempengaruhi Kualitas, Relevansi, dan Daya Saing Pendidikan 18 Wanapri Pangaribuan adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
Standar
utama
harus
pasal 26 ayat 4 mengatakan bahwa
dirumuskan adalah standar kompetensi
standar kompetensi lulusan pada jenjang
lulusan dan standar isi, karena kedua
pendidikan
standar ini terkait langsung dengan
mempersiapkan
kualitas,
menjadi
relevansi
dan
yang
daya
saing
tinggi
bertujuan
peserta
anggota
untuk
didik
untuk
masyarakat
yang
pendidikan. Agar lulusan berdaya saing,
berakhlak mulia, memiliki pengetahuan,
maka dirumuskanlah isi pembelajaran
keterampilan, kemandirian, dan sikap
yang dalam hal ini adalah kurikulum,
untuk
kompetensi yang bagai mana yang harus
serta menerapkan ilmu, teknologi, dan
dimiliki
seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
oleh
lulusan.
Khususnya
menemukan,
mengembangkan,
program studi di Pendidikan Tinggi harus
Rincian
betul-betul serta cermat menentukan
diserahkan kepada dan menjadi otoritas
standar
perguruan
tinggi.
Kendali
perguruan
tinggi
oleh
pemerintah
Badan
Akreditasi
isi
dan
kompetensi
serta
indikator-indikatornya. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005,
standar
dilaksanakan
tersebut
oleh
di
atas
terhadap
Nasional Perguruan Tinggi (BANPT).
tentang Standar Nasional Pendidikan,
Pengetahuan dan keterampilan
Menemukan dan Mengembangkan Ilmu dan teknologi dan
Sikap dan Ahlak Mulia
Menerapkan IPTEKS yang bermanfaat bagi manusia
Kompetensi Lulusan Pendidikan Tinggi Gambar 2. Parameter Kompetensi Lulusan Pendidikan Tinggi
Lulusan disebut
Pendidikan
memiliki
kompetensi
Tinggi jika
menerapkan IPTEKS yang dipelajari,
ditemukan, kepada
dan
kebaikan
masyarakat.
dikembangkannya dan
Dengan
kesejahteraan demikian 19
Wanapri Pangaribuan adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
kompetensi lulusan Pendidikan Tinggi
dimiliki
haruslah
berkompetisi
menyangkut
Kompetensi
oleh
lulusan dan
relevan
dapat dengan
Profesi, kompetensi Strategi, kompetensi
kemajuan
Sosial, dan Kompetensi kepribadian.
teknologi serta seni ?”. Kompetensi
Kompetensi strategi yang dimaksudkan
tersebut bersifat
adalah
merupakan pendekatan. Boyatzis (2008)
kemampuan
menemukan,
mempelajari,
mengembangkan
dan
ilmu
untuk
dan
prediktif, dan masih
mengatakan bahwa kompetensi yang
menerapkan IPTEKS dengan berbagai
harus
metode dan kiat yang tepat, efektif, dan
kompetensi
efisien.
berpikir Hal menyangkut standar isi yaitu
pengetahuan
dimiliki
lulusan
kognisi,
dan
adalah
seperti
pengenalan
(1)
sistem
pola,
(2)
kompetensi kercerdasan emosi, seperti
sebaiknya
penguasaan diri dan pengendalian diri,
disusun dengan cermat dengan mengacu
(3) kompetensi kecerdasan sosial, seperti
pada prinsip keterbaruan (up to date),
penguasaan kondisi sosial dan hubungan
serta standar isi tersebut seharusnya
sosial yang terlihat dari empati dan tim
dirumuskan secara nasional yang disebut
kerja. Williams (2008) melihat bahwa
kurikulum nasional (kurnas). Kurikulum
kompetensi
nasional berlaku secara nasional meliputi
kecerdasan
pengetahuan
adaptif
kurikulum program studi,
dalam
utama
program
yang
studi
mendasar
tersebut.
kecerdasan sosial,
terhadap
dan
emosional, kompetensi
lingkungan
adalah
Hal
tuntutan abat ke-21. Kompetensi kognisi
menyangkut kurikulum yang dirumuskan
haruslah meliputi tingkatan tertinggi dari
oleh perguruan tinggi yang sering disebut
Taxonomi Bloom yaitu tingkat evaluasi
kurikulum
muatan
(Bloom, 1956). Taxonomi Bloom dalam
berorientasi
pada
lokal,
disusun
kesanggupan
dan
kebutuhan lokal atau daerah. Perpaduan dan
lokal
harus
mengingat, memahami, mengaplikasikan,
kurikulum nasional dapat
ranah kognisi menyangkut kemampuan
menjawab
menganalisis,
mengsintesis,
dan
mengevaluasi.
pertanyaan “kompetensi apa yang harus Tabel 1. Tingkatan kognisi defenisi dan Kata indikator (Bloom, 1956) Level of Defenition Behavioral Verbs Cognition Knowledge Recognizes and remembers names, Name, lebel, describe, ideas, terms define, select Comprehension Explain, summarizes, make simple Explain, predict, sort, 20 Wanapri Pangaribuan adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
Level of Cognition Apllication Analysis Synthesis Evaluation
Defenition
Behavioral Verbs
interpretations Applies rules or procedures to novel situations Identifies component parts, reasons deductively or inductively Puts disparate elements together to create a new idea or product Uses criteria to judge qualities of products or performances
distinguish between Compute, solve, demonstrate Discriminate, infer, diagram, resolve Devise, generate, construct, compose Contrast, discriminate, interpret, judge.
Hal yang penting yang harus hatihati dalam merumuskan manual instruksi adalah kelima tingkatan psikomotorik terlatihkan
dalam
eksperimen
indikator-indikator standar harus tegas dan jelas dirumuskan, dan indikatorindikator tersebutlah yang menjadi target Indikator-indikator
psikomotorik setiap praktikum ataupun kerja praktek membutuhkan kajian yang mendalam sesuai dengan karakteristik eksperimen
yang
industri. Perencanaan Standar Capaian Belajar
atau
praktikum tersebut. Dengan demikian
capaian.
pelatihan psikomotorik, praktek lapangan
dipraktimumkan.
Peningkatan psikomotorik dapat juga
Standar capaian belajar hanya dapat diperoleh jika terlebih dahulu direncanakan
dengan
baik
serta
dilaksanakan proses pencapaian dengan cermat.
Dokumen
perencanaan
pembelajaran haruslah memuat berbagai komponen
atau
bagian-bagian
yang
distandarkan. O’Shea (2005) mengatakan ada
lima
langkah
perencanaan
pembelajaran yang sukses dalam topic yang ditentukan yaitu:
dilakukan
dengan
memperbanyak
Langkah I
: Identifikasi standar yang akan dituju (merumuskan tujuan pembelajaran).
Langkah II
: Menganalisis dan menyeleksi standard dan rencana kerja.
Langkah III
: Merumuskan indikator-indikator capaian setiap standar dalam ketiga ranah Kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Langkah IV
: Pilih dan tentukan urutan pembelajaran dan metode serta seluruh kelengkapan yang dibutuhkan. Tentukan rencana proses pencapaian indikator-indikator dengan cermat.
Langkah V : Laksanakan evaluasi terhadap performansi dan produk pembelajaran. 21 Wanapri Pangaribuan adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
Dari hasil evaluasi akan diperoleh gambaran performansi dan kompetensi
Kendali Internal Kendali Kokoh
dengan
Metode
merupakan
Struktur organisasi program studi
pertimbangan untuk langkah selanjutnya
atau jurusan memberi informasi yang
untuk
atau
dapat dimanfaatkan sebagai komponen
remedial.
kendali. Jurusan dan program studi
Berbagai umpan balik dari hasil belajar
seharusnya memiliki Ketua, sekretaris,
dapat member informasi untuk perbaikan
dosen, pegawai, laboran, dan mahasiswa.
berbagai hal dalam pembelajaran, seperti
Secara struktur, dosen bertanggungjawab
persiapan, proses, peralatan dan media
kepada ketua jurusan dan atau sekretaris
pembelajaran,
jurusan atau program studi sebagai
pembelajar,
yang
meneruskan
mengadakan
topik
baru
pembelajaran
bahkan
instrument
pimpinan. Dengan demikian, ketua dan
evaluasi.
sekretaris jurusan atau program studi sebagai pengendali internal jurusan. Standar +
Controller
Actuator
Plant
output
– ε
Evaluation
Keterangan: Controller = Ketua dan sekretaris; Actuator = dosen, laboran, dan administrator; plant = mahasiswa; ε = error (selisih standar dengan fakta. Gambar 3. Sistem kendali internal Jurusan atau prodi Deskripsi tugas komponen kendali: Controller: Ketua dan sekretaris jurusan atau prodi
bertugas
sebagai
pengendali,
menilai kinerja dosen, administrator, laboran. Memodelkan actuator sehingga dapat melakukan kendali pada actuator.
membangun dan menjaga budaya ilmiah,
Actuator: Dosen sebagai actuator bertugas
budaya sukses, membangun komitment,
sebagai
memotivasi, membangun iklim kondusif,
pembelajaran, pelaksana pembelajaran,
membangun kerja sama internal dengan
evaluator proses dan hasil belajar, serta
eksternal,
motivator belajar subjek didik, fasilitator
mengadministrasikan
perumus
perencanaan
dokumen-dokumen standar, merumuskan
pembelajaran.
standar kerjanya sendiri, merumuskan
merumuskan
Standar Operasional Prosedur (SOP),
pembelajaran yang selanjutnya diurai
Seorang
dosen
harus
standar-standar
22 Wanapri Pangaribuan adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
menjadi indikator-indikator proses dan
Error:
capaian pembelajaran. Marshall (2009)
Error adalah selisih kompetensi standar
mengatakan
dengan kompetensi capaian.
bahwa
dosen
harus
membangun standar kerja dan dokumen
Pemodelan actuator dan plant
evaluasi diri menyangkut: perencanaan
jika
dan persiapan pembelajaran, manajemen
banyaknya pengaruh eksternal jurusan
kelas, perumusan proses pembelajaran,
ataupun program studi harus diatasi.
monitoring,
Pangaribuan
penilaian
dan
proses
sangat
dinamis
(2010)
akibat
dari
memberi
solusi
lanjutan, komunikasi dengan orang tua
pemodelan yang sangat dinamis dengan
dan masyarakat, pemerhati pendidikan
menerapkan
dan lembaga professional lainnya. Dosen
pengendaliannya
harus menuruti dan berjalan sesuai
control.
dengan rencana yang dirumuskannya
pengendalian
dengan kesadaran diri dan komitmen
stimulus-respon (input-output), sehingga
sendiri. Hal ini dapat terlaksana ketika
controller menjadi kotak hitam (black
budaya ilmiah, etos kerja tinggi telah
Box). Pengaruh eksternal secara otomatis
terbangun dalam diri dosen. Memodelkan
menyatu
plant sehingga dapat melakukan aksi
kendali mengikuti respon tersebut dan
pada plant.
mengarahkannya secara halus pada target
Plant:
dan standar.
Mahasiswa
sebagai
plant
harus
fuzzy
logic,
serta
dengan
fuzzy
pemodelan
dan
juga
Dalam
seperti itu, berdasarkan
dengan respon
Dalam
plant,
pengendalian
dan
metode
mengembangkan dirinya dengan kerja
kendali kokoh, actuator memaksa plant
keras dan pantang menyerah untuk
untuk tetap berjalan sesuai dengan track,
mencapai
walaupun banyak factor eksternal yang
standar-standar
kompetensi
yang harus dicapai.
mempengaruhinya.
Evaluation:
kokoh berada dalam perencanaan standar
Instrumen-instrumen
penilaian
harus
pembelajaran,
Kekuatan
spesifikasi
kendali indikator
sudah sirumuskan dan distandarisasi.
capaian, standar operasional prosedur,
Output :
pemodelan plant atau sistem. Metode
Output adalah kompetensi-kompetensi
kendali kokoh (robust control) sesuai
capaian.
dengan karakteristik kendali internal. PENUTUP Berdasarkan disimpulkan
Wanapri Pangaribuan adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
bahwa
kajian
dapat
kendali
internal 23
sesuai kokoh
dengan
karakteristik
kendali
control),
yang
(robust
menekankan dan memiliki kekuatan pada perencanaan,
pemodelan,
standar
operasional prosedur, dan pemaksaan terhadap subjek didik untuk selalu berada dalam tracking kendali.
DAFTAR PUSTAKA Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (Eds.). 2001. A taxonomy for learning, teaching and assessing: A revision of Bloom's Taxonomy of educational objectives: Complete edition, New York : Longman. Bloom, B. S. (Ed). 1956. Taxonomy of Edocational Objectives: The Classification of Educational Goals. Handbook 1. Cognitive Domain. New York: Longmans Green. Boyatzis Richard E. 2008. Competencies in the 21 st century. Journal of Management Development. Vol. 27 Number 1. Marshall Kim. 2009. Rethinking Teacher Supervision and Evaluation. How to work smart, built
collaboration, and close the achievement gap. San Francisco: John Wiley & Sons, inc. Nobar P.M., G. McGrath, S, S, tan. Computer Aided Experimentation in Engineering. Int. J.Engng Ed. Vol 8 No. 3. Pp. 192-204, 1992. Printed in Great Britain. Nolker dan dan E. Schoenfeldt. 1983. Pendidikan Kejuruan: Pembelajaran, Kurikulum, dan Perencanaan. Jakarta: Gramedia O’Shea Mark R. 2005. From Standards to Success, a guide for school leaders. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD) Pangaribuan Wanapri. Sistem Pengendalian Pembangunan Pendidikan Berbasis Logika Kabur (Fuzzy Logic). Jurnal Generasi Kampus, Volume 3, Nomor 1, April 2010. Universitas Negeri Medan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan Williams Helen W. 2008. Characteristics that Distinguish Outstanding Urban Principles. Emotional Intelligence, social intelligency, and environmental Adaptation. Journal of Management Development. Vol. 27 Number 1.
24 Wanapri Pangaribuan adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
PENGEMBANGAN BUDAYA ORGANISASI MENUJU SEKOLAH EFEKTIF Oleh: Paningkat Siburian Abstrak Budaya organisasi meliputi norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga memengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan organisasi. Prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah adalah : (1) berfokus pada visi, misi, dan tujuan sekolah; (2) penciptaan komunikasi formal dan informal; (3) inovatif dan bersedia mengambil resiko; (4) memiliki strategi yang jelas; (5) berorientasi kinerja; (6) sistem evaluasi yang jelas; (7) memiliki komitmen yang kuat; (8) keputusan berdasarkan konsensus; (9) sistem imbalan yang jelas; dan (10) evaluasi diri Selanjutnya, asas-asas pengembangan budaya dan iklim sekolah adalah kerja sama tim, kemampuan, keinginan, kegembiraan, hormat, jujur, disiplin,empati, pengetahuan dan kesopanan.Pengembangan budaya organisasi sekolah bertujuan untuk menciptakan kebiasaan-kebiasaan yang positif dalam sikap dan perilaku warga sekolah dan pihak pelanggan lainnya dalam rangka meningkatkan keefektifan sekolah. Sekolah yang memiliki budaya organisasi yang baik menjadikan guru memiliki komitmen organisasi, motivasi kerja, dan kinerja yang tinggi; dan peserta didik memiliki komitmen organisasi, motivasi belajar, dan kerajinan belajar yang tinggi. Adanya komitmen organisasi, motivasi kerja, dan kinerja yang tinggi dari guru yang disertai dengan komitmen organisasi, motivasi belajar, dan kerajinan belajar yang tinggi dari peserta didik akan menyebabkan peningkatan prestasi belajar. Jadi, pengembangan budaya organisasi adalah faktor penting yang dapat meningkatkan keefektifan sekolah, sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai. Kata kunci : Budaya organisasi, keefektifan sekolah unggul. Sehubungan dengan ide
PENDAHULUAN Sejalan dengan persaingan global
persekolahan modern, dapat diketahui
dalam dunia pendidikan dan dunia kerja,
bahwa dalam kehidupan modern muncul
terjadi akselerasi tuntutan masyarakat
berbagai
terhadap
Untuk
mengancam kehidupan manusia yang
muncul
terdiri dari virus akal budi, krisis
mutu
pendidikan.
memenuhi
tuntutan
berbagai
ide persekolahan modern
dengan
nama
sekolah
terpadu,
tersebut
sekolah
percontohan,
sekolah
nasional,
sekolah
internasional,
sekolah
spiritual, paradoks
fenomena
tantangan
yang
globalisasi,
kehidupan
bisa
dan
(Belferik
berstandar
Manullang, 2006: 9 – 18). Virus akal
berstandar
budi merupakan suatu kekuatan yang
efektif
atau
mengganggu pola pikir, sehingga sadar 25
Paningkat Siburian adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
atau tidak sadar cenderung menghasilkan
kemampuan
tindakan merusak tatanan hidup manusia.
Manullang, 2009 : 1).
berkomunikasi
(Martua
Selain itu juga terjadi krisis spiritual para
Sehubungan dengan itu dijelaskan
pekerja dan pemimpin organisasi yang
bahwa budaya organisasi yang disebut
mengutamakan
sebagai
dengan
kepentingan
mengorbankan
pribadi
kepentingan
lembaga.
budaya
faktor
yang
membentuk
Fenomena lain yang menjadi
sekolah
paling
penting
peserta
didik
tampil,
paradoks kehidupan, yang mana semakin
memiliki
banyak gedung-gedung yang tinggi ,
akademik
semakin sedikit orang yang memiliki
Kependidikan 2, 2007 : 2).
kesabaran yang tinggi, dan semakin orang yang
berpengetahuan,
berperilaku kecakapan
dan
personal
dan
(Direktorat
Tenaga
Oleh karena itu, dalam rangka rangka meningkatkan mutu, relevansi, dan
daya
saing
lulusan
kearifan.
pendidikan
perlu
dilakukan
tersebut
menjadi
kooperatif,
semakin sedikit orang yang memiliki Gejala
dalam
manusia yang penuh optimis, berani
realita dalam kehidupan modern adalah
banyak
merupakan
lembaga kajian
menggambarkan bahwa lulusan lembaga
tentang pengembangan budaya organisasi
pendidikan belum memiliki karakter
menuju sekolah unggul.
yang dibutuhkan organisasi di mana mereka membangun kemitraan.
PEMBAHASAN
Secara rinci dikemukakan bahwa
Budaya Organisasi Sekolah (Budaya Sekolah)
meskipun telah dilakukan berbagai upaya
Secara etimologis dapat diketahui
dalam
dunia
menghasilkan
pendidikan lulusan
menguasai
ilmu
teknologi,
namun
yang
guna mampu
pengetahuan muncul
dan organisasi
(organum) berasal dari bahasa Latin,
dan
yang mana colere berarti membajak
keluhan
tanah, dan organum berarti alat, bagian,
pelanggan tersier, yaitu pihak pengguna lulusan yang mengemukakan bahwa lulusan lembaga pendidikan
bahwa budaya (colere)
anggota badan. Budaya adalah keseluruhan nilai-
kurang
nilai, norma, filsafat, peraturan, pola
memiliki soft skills, antara lain : kurang
perilaku, benda hasil karya dalam bentuk
tangguh, kurang jujur, cepat bosan, tidak
artefak atau produk, dan asumsi dasar
bisa
yang dibentuk serta diberlakukan oleh
bekerja
sama,
dan
minim
sekelompok manusia. 26 Paningkat Siburian adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
Budaya organisasi didefinisikan
Budaya
organisasi
merupakan
sebagai ”... the body of solution to
pengendali sosial dan pengatur jalannya
external and internal problems that has
organisasi atas dasar nilai dan keyakinan
worked consistently for a group and that
yang dianut bersama, sehingga menjadi
is therefore taught to new members as
norma
the correct way to perceive, think about
Chatab, 2007 : 10 – 11). Secara rinci
and feel in relation to those problem …”
budaya organisasi didefinisikan sebagai
(R.G.Owen , 1991 : 135). Berdasarkan
norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan,
definisi di atas dapat diketahui bahwa
filsafat,
budaya organisasi dinyatakan sebagai
dikembangkan dalam waktu yang lama
bentuk solusi masalah eksternal dan
oleh pendiri, pemimpin, dan anggota
internal yang dilakukan secara konsisten
organisasi
bagi suatu kelompok dan oleh karena itu
diajarkan kepada anggota baru serta
diajarkan kepada anggota-anggota baru
diterapkan dalam aktivitas organisasi
sebagai
dalam
sehingga memengaruhi pola pikir, sikap,
dan
dan perilaku anggota organisasi dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
memproduksi produk, melayani para
Budaya organisasi mengacu ke sistem
konsumen,
makna bersama yang dianut
organisasi (Wirawan, 2007 : 10).
cara
yang
merasakan,
benar
memikirkan
anggota-anggota
yang
oleh
membedakan
kerja
kelompok
kebiasaan
(Nevizond
organisasi,
yang
yang disosialisasikan
dan
mencapai
dan
tujuan
Berkaitan dengan uraian di atas
organisasi itu dari organisasi-organisasi
dapat
lain (Stephen P.Robbins, and Timothy
organisasi meliputi artefak dan produk,
A.Judge, 2009 : 585). Sistem makna
asumsi dasar, serta nilai dan norma yang
bersama
dijadikan sebagai pedoman berperilaku
dimaksudkan
adalah
seperangkat karakteristik utama yang
dikemukakan
bahwa
budaya
dan pemecahan masalah yang dihadapi.
dihargai oleh organisasi itu. Budaya
Dalam lingkup tatanan dan pola
organisasi adalah suatu wujud anggapan
yang menjadi karakteristik
sekolah,
yang dimiliki, diterima secara implisit
budaya
organisasi
memiliki
oleh
dimensi
yang
kelompok
dan
menentukan
sekolah
menjadi
ciri
budaya
bagaimana kelompok tersebut merasa,
sekolah, yaitu: (1) tingkat tanggung
berpikir,
jawab, dan kebebasan personil sekolah
dan
bereaksi
terhadap
lingkungannya yang beraneka ragam
maupun
(E.H.Schein, 1996 : 236).
berinisyatif; (2) tingkat sejauh mana
komite
sekolah
dalam
27 Paningkat Siburian adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
personil
sekolah
dianjurkan
dalam
dilaksanakan personil sekolah, sehingga
bertindak progresif, inovatif, dan berani
mencerminkan
mengambil resiko; (3) tingkat sejauh
personil sekolah , baik secara individual,
mana sekolah menciptakan dengan jelas
kelompok, dan organisasi.
visi, misi, tujuan, sasaran sekolah, dan upaya
mewujudkannya;
(4)
untuk
bekerja
dengan
cara
yang
terkoordinasi; (5) tingkat sejauh mana kepala sekolah memberi informasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap personil sekolah; (6) jumlah pengaturan dan
pengawasan
digunakan
untuk
langsung
yang
mengawasi
dan
mengendalikan perilaku personil sekolah; (7) tingkat sejauh mana personil sekolah mengidentifikasi
dirinya
secara
keseluruhan dengan sekolah ketimbang kelompok kerja tertentu atau bidang keahlian profesional; (8) tingkat sejauh mana
alokasi
imbalan
diberikan
berdasarkan prestasi; (9) tingkat sejauh mana personil sekolah didorong untuk mengemukakan kritik secara terbuka; dan (10) tingkat sejauh mana komunikasi antar personil sekolah dibatasi oleh hierarkhi formal (Stephen P.Robbins dalam Direktorat Tenaga Kependidikan 3, 2007 : 7 – 8). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui
bahwa
budaya
organisasi
sekolah meliputi nilai-nilai, kepercayaan, norma, dan aturan yang diterima serta
dan
perilaku
Sekolah Efektif
tingkat
sejauh mana unit-unit sekolah didorong
sikap
Sekolah adalah suatu organisasi sosial
yang
memberikan
layanan
pendidikan kepada masyarakat guna dapat mewujudkan manusia seutuhnya. Efektivitas
sekolah menujuk kepada
derajat
pencapaian
tujuan
yang
Sehubungan
sekolah terhadap
seyogyanya dengan
itu,
dicapai. dijelaskan
bahwa keefektifan organisasi
adalah
derajat di mana organisasi mencapai tujuannya (Amitai Etzioni, 1964 : 187). Efektivitas
organisasi
menunjukkan
ketercapaian sasaran/tujuan organisasi yang
telah
beradaptasi
ditetapkan, dengan
kemampuan
lingkungan,
dan
kemampuan bertahan untuk tetap hidup. Ada dua model pendekatan yang dapat
digunakan
untuk
untuk
menentukan sekolah yang unggul atau sekolah efektif, yaitu : (1) model pendekatan
tujuan;
dan
(2)
model
pendekatan proses. Model pendekatan tujuan
memandang
bahwa
sekolah efektif, jika dapat
sebuah mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mana tingkat
pencapaian
dengan
prestasi
tersebut lulusan
ditandai sekolah.
Selanjutnya, model pendekatan proses 28
Paningkat Siburian adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
memandang sebuah sekolah efektif, jika
memberikan tanggung jawab kepada
memiliki konsistensi internal, efisiensi
warganya; (4) mendorong adanya tim
penggunaan sumber daya yang baik, dan
kerja
mekanisme kerja yang baik.
mendorong warganya untuk berpikir
Sehubungan
sama
sistem;
yang
(6)
kompak
mendorong
;
(5)
kemandirian
dengan
itu,
sekolah
efektif
setiap warganya; (7) menanggapi dengan
menetapkan
cepat tuntutan pelanggan; (8) mengajak
keberhasilan pada input, proses, output,
warganya siap menghadapi perubahan;
dan outcome yang ditandai dengan
(9)
berkualitasnya
sekolahnya berfokus pada pelanggan;
dikemukakan adalah
bahwa
sekolah
yang
komponen-komponen
mengajak
warganya
sistem tersebut (Aan Komariah dan Cepi
(10)
Triatna, 2008 : 28). Hasil penelitian
komitmen
yang
Koster mengidentifikasi variabel sekolah
keunggulan
kualitas;
efektif
adalah
subvariabel karakteristik peserta
subvariabel
warganya
memiliki
tinggi
terhadap
(11)
mengajak
input
dengan
warganya untuk melakukan perbaikan
karakteristik
sekolah,
secara terus-menerus; (12) melibatkan
karakteristik
semua warganya dalam penyelenggaraan
(1)
guru,
didik;
mengajak
menjadikan
dan
(2)
proses
kepuasan
guru,
dengan
sekolah. Ciri-ciri sekolah efektif meliputi
iklim
(1) tujuan sekolah dinyatakan secara jelas
sekolah, dan partisipasi orang tua; dan
dan
(3) outcome dengan subvariabel hasil
kepemimpinan yang kuat oleh kepala
belajar, dan konsep diri peserta didik
sekolah; (3) ekspektasi guru dan staf
(Koster dalam Aan Komariah dan Cepi
tinggi; (4) ada kerja sama kemitraan
Triatna, 2008
antara
: 50-51). Selanjutnya,
spesifik;
(2)
sekolah,
pelaksanaan
orang
tua,
dan
dapat dijelaskan bahwa asas terpenting
masyarakat; (5) adanya iklim yang positif
yang
dan kondusif bagi peserta didik untuk
menjadi
pendidikan
landasan
menuju
pengelolaan
sekolah
efektif
belajar; (6) kemajuan peserta didik sering
adalah pernyataan bahwa semua anak
dimonitor;
dapat
keberhasilan
belajar.
Sekolah
yang
dapat
(7)
menekankan
peserta
didik
kepada dalam
membuat semua anak dapat belajar
mencapai keterampilan aktivitas yang
memiliki perilaku (1) memberdayakan
esensial; dan (8) komitmen yang tinggi
sumber
dari sumber daya manusia sekolah
mungkin;
daya (2)
manusia
seoptimal
memfasilitasi
warga
sekolah untuk belajar terus-menerus; (3)
terhadap
program
pendidikan
(Aan
Komariah dan Cepi Triatna, 2008 : 3729
Paningkat Siburian adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
39). Sekolah efektif menunjuk kepada
sekolah; dan (13) aturan yang baik dan
lima karakteristik, yakni: (1) harapan
kuat
yang tinggi dari keefektifan pengajaran;
Direktorat Tenaga Kependidikan 1, 2007
(2) kepemimpinan instruksional yang
: 98). Selanjutnya, dijelaskan bahwa
kuat oleh kepala sekolah; (3) iklim yang
indikator kepemimpinan sekolah yang
teratur, tenang, dan berorientasi kerja
efektif
sekolah;
pendekatan partisipatif dan demokratis;
(4)
melaksanakan
kegiatan
(
Purkey
dan
meliputi;
Smith
(1)
dalam
penerapan
administrasi keuangan dan akademik,
(2)
dan (5) pemantauan ats kemajuan belajar
berkomunikasi dengan warga sekolah;
peserta
didik
menyiapkan
waktu
untuk
(Direktorat
Tenaga
(3) menekankan kepada guru dan staf
2007
96-97).
untuk memenuhi norma pembelajaran;
Karakteristik organisasi sekolah efektif
(4) memantau kemajuan belajar siswa via
tersebut didasarkan pada pendekatan
guru; (5) aktif melakukan pertemuan
internal , yang mana ukuran keefektifan
dengan warga sekolah tentang topik
berfokus pada proses pengelolaan semua
aktual; (6) dana dialokasikan sesuai
program sekolah secara efektif dan
prioritas yang ditentukan; (7) melakukan
efisien.
itu,
kunjungan kelas; (8) peka terhadap
karakteristik
kebutuhan guru, staf, peserta didik, dan
organisasi sekolah efektif menurut hasil
warga sekolah; (9) menunjukkan sikap
penelitian Purkey dan Smith didasarkan
dan perilaku sebagai model teladan; (10)
pada 13 ( tiga belas) indikator organisasi
mengarahkan inovasi organisasi; (11)
efektif, yakni: (1) fokus manajemen
akuntabel, transparan, dan profesional di
didasarkan pada kapabilitas sekolah; (2)
bidang
kepemimpinan yang kuat; (3) stbilitas
kelompok kerja aktif; (13) memiliki
staf;
Kependidikan
1,
Sehubunga
dikemukakan
(4)
dengan
bahwa
konsensus
pengembangan
dan
:
keuangan;
(12)
membangun
tujuan;
(5)
komitmen terhadap penjaminan mutu
pembinaan
staf
sekolah;
(14)
memberikan
ruang
sekolah; (6) dukungan orangtua; (7) hasil
pemberdayaan
akademik
(8)
Tenaga Kependidikan 1, 2007 : 102).
penggunaan waktu yang efektif; (9) ada
Dari indikator kepemimpinan di atas
dukungan kuat dari pemerintah daerah;
dapat diketahui bahwa kepemimpinan
(10) hubungan kolegial danperencanaan;
yang efektif membuat sekolah efektif,
(11) komitmen organisasi; (12) tujuan
dan sebaliknya kepemimpinan yang tidak
yang
berkualitas;
sekolah
(Direktorat
yang jelas dan harapan yang tinggi di 30 Paningkat Siburian adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
efektif
membuat
sekolah
gagal
mewujudkan visi, misi, dan tujuannya. Secara rinci dijelaskan bahwa kriteria sekolah efektif adalah : (1) mempunyai standar kerja yang tinggi dan jelas bagi peserta didik; (2) mendorong aktivitas,
pemahaman multi
secara tepat pembelajaran berdasarkan standar potensi yang dimiliki peserta (3)
menerapkan
pembelajaran
yang
metode
berakar
pada
penelitian pendidikan; (4) mendorong peserta didik bertanggung jawab dalam belajar dan berbuat; (5) memiliki harapan yang tinggi kepada semua staf; (6) mempunyai
instrumen
evaluasi
dan
penilaian prestasi belajar; (7) membuat keputusan
yang
akuntabilitas; sekolah
(8)
untuk
pembelajaran;
demokratis
(9)
dan
mengorganisakan
mendukung
kegiatan
menciptakan
rasa
aman, sifat saling menghargai, dan mengakomodasi efektif;
(10)
lingkungan melibatkan
secara keluarga
membantu peserta didik untuk mencapai sukses; dan (11) bekerja sama dengan masyarakat dan pihak terkait lainnya (Danim, 2006 : 62). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa sekolah efektif adalah sekolah yang melakukan perencanaan, pengorganisasian,
pendidikan
pengarahan,
dan
semua untuk
sumber
daya
menjamin
semua
peserta didik belajar, sehingga tercapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Hubungan Budaya Organisasi dengan Keefektifan Sekolah
budaya,
kesetaraan gender, dan mengembangkan
didik;
pengendalian
Keefektifan sekolah menunjuk kepada kesesuaian hasil yang dicapai dengan
tujuan
Sehubungan
yang
dengan
ditetapkan.
itu,
dijelaskan
bahwa efektivitas adalah melakukan segala
sesuatu
yang
menyelesaikan sehingga
benar
atau
kegiatan-kegiatan
sasaran
organisasi
dapat
tercapai (Stephen P.Robbins and Mary Coulter, 2007 : 39). Efektivitas sekolah menunjuk kepada
tingkat kesesuaian
antara hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan berupa sasaran atau tujuan
yang
Keefektifan jumlah
telah
sekolah
dan
digariskan.
terkait
kualitas
dengan
lulusan
yang
diharapkan dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Sekolah yang efektif dapat menghasilkan lulusan yang memiliki hard skills dan soft skills yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pengguna. Untuk menjadikan sekolah
efektif,
pengembangan sekolah
yang
perlu budaya
mendukung
dilakukan organisasi terhadap
pencapaian tujuan sekolah. 31
Paningkat Siburian adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
Budaya
organisasi
sekolah
baik
terhadap
perkembangan
meliputi nilai-nilai, kepercayaan, norma,
pengetahuan
dan
dan
meningkatkan
kepuasan
aturan
yang
diterima
serta
teknologi; kerja;
ilmu (8) (9)
dilaksanakan personil sekolah, sehingga
membuat pergaulan lebih akrab; (10)
mencerminkan
meningkatkan
sikap
dan
perilaku
disiplin;
(11)
personil sekolah , baik secara individual,
meminimalisasi pengawasan fungsional;
kelompok,
(12) memunculkan keinginan berbuat
budaya
dan
organisasi.
organisasi
Adapun
sekolah
yang
secara
proaktif;
(13)
meningkatkan
diharapkan tumbuh pada sekolah efektif
kegiatan belajar dan prestasi; dan (14)
adalah budaya yang mampu memberikan
menjadikan
karakteristik
perlakuan
memberikan yang terbaik bagi sekolah,
sekolah terhadap peserta didik agar dapat
keluarga , orang lain, dan diri sendiri
mencintai pelajaran , sehingga mereka
(Direktorat
memiliki motivasi belajar yang tinggi
2007 :12-13). Pengembangan budaya
secara
organisasi sekolah
utama
pada
terus-menerus.
mengembangkan
Untuk
budaya organisasi
keinginan
untuk
selalu
Tenaga Kependidikan 3, dapat dilakukan
melalui tim khusus dengan melibatkan
sekolah yang kuat, perlu dibina rasa
semua
saling percaya, rasa memiliki sekolah,
ditetapkan menjadi kebijakan sekolah
dan rasa kebersamaan yang menciptakan
sebagai strategi dalam meningkatkan
perasaan sebagai satu keluarga yang
keefektifan
memiliki tujuan yang sama.
pengembangan
Pengembangan budaya organisasi sekolah
memiliki
sekolah,
sekolah.
kemudian
.
Kebijakan
budaya
tersebut
disosialisasikan kepada warga sekolah ,
sebagai
orang tua, dan pihak terkait lainnya
berikut: (1) menjamin kualitas kerja yang
untuk dipahami, disetujui, dan diikuti
lebih baik; (2) membuka seluruh jaringan
sebagai aturan
komunikasi, baik secara vertikal maupun
diimplementasikan dan dievaluasi untuk
secara horizontal; (3) membuat sekolah
mengetahui kesesuaiannya dengan tujuan
lebih
yang
terbuka
menciptakan
manfaat
warga
dan
trasparan;
kebersamaan
diharapkan,
kemudian
rasa
membicarakannya dengan pihak terkait
memiliki yang tinggi; (5) meningkatkan
guna mendapat masukan dalam rangka
solidaritas dan rasa kekeluargaan; (6) jika
perbaikan
menemukan
pengembangan
kesalahan
dan
(4)
sekolah. Selanjutnya,
akan
segera
diperbaiki; (7) dapat beradaptasi dengan
sebagai
tindak
budaya
lanjut
organisasi
menuju sekolah efektif. 32
Paningkat Siburian adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
Prinsip-prinsip
yang
menjadi
PENUTUP
acuan dalam pengembangan budaya dan
Pengembangan budaya organisasi
iklim sekolah adalah sebagai berikut: (1)
sekolah bertujuan
berfokus pada visi, misi, dan tujuan
kebiasaan-kebiasaan yang positif dalam
sekolah;
komunikasi
sikap dan perilaku warga sekolah dan
formal dan informal; (3) inovatif dan
pihak pelanggan lainnya dalam rangka
bersedia mengambil resiko; (4) memiliki
meningkatkan
strategi yang jelas; (5) berorientasi
Sekolah
kinerja; (6) sistem evaluasi yang jelas;
organisasi yang baik menjadikan guru
(7) memiliki komitmen yang kuat; (8)
memiliki komitmen organisasi, motivasi
keputusan berdasarkan konsensus; (9)
kerja, dan kinerja yang tinggi; dan
sistem imbalan yang jelas; dan (10)
peserta
evaluasi
Tenaga
organisasi,
16-18).
kerajinan belajar yang tinggi. Adanya
pengembangan
komitmen organisasi, motivasi kerja, dan
budaya dan iklim sekolah adalah kerja
kinerja yang tinggi dari guru yang
sama
(2)
penciptaan
diri
(Direktorat
Kependidikan Selanjutnya,
3,
2007
asas-asas
tim,
:
untuk menciptakan
keefektifan
yang
sekolah.
memiliki
didik
memiliki
motivasi
budaya
komitmen
belajar,
dan
kemampuan,
keinginan,
disertai dengan komitmen organisasi,
kegembiraan,
hormat,
jujur,
motivasi belajar, dan kerajinan belajar
disiplin,empati,
pengetahuan
dan
yang tinggi dari peserta didik akan
kesopanan
(Direktorat
Tenaga
Kependidikan 3, 2007 : 18-21).
belajar.
Pengembangan budaya organisasi sekolah
sebagai
suatu
kebijakan
melibatkan semua warga sekolah guna menumbuhkan rasa memiliki yang tinggi, pengambilan
keputusannya
berdampak
pada
peningkatan
keefektifan sekolah yang ditandai dengan kesesuaian
mutu lulusan dengan mutu
yang diharapkan.
peningkatan
Dengan
demikian,
prestasi dapat
disimpulkan bahwa budaya organisasi yang baik merupakan faktor penting yang dapat meningkatkan keefektifan sekolah. DAFTAR PUSTAKA
melalui
kesepakatan yang bersifat demokratis, dan
menyebabkan
Aan
Komariah dan Cepi Triatna. 2008.Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta : Bumi Aksara Danim, S. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah : Dari Unit Borikrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta : Bumi Aksara. Direktorat Tenaga Kependidikan 1. 2007. Perubahan dan Pengembangan Sekolah Menengah sebagai 33
Paningkat Siburian adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
Organisasi Belajar yang Efektif. Jakarta :Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Tenaga Kependidikan 2. 2007. Budaya Mutu Sekolah Dasar. Jakarta :Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Tenaga Kependidikan 3. 2007. Pengembangan Budaya dan Iklim Pembelajaran di Sekolah. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. Etzioni, Amitai. 1964. Modern Organizational. New Jersey : Prentice Hall, Inc. Manullang, Belferik. 2006. Kepemimpinan Pedagogis (Membangun Karakter Sumber Daya Manusia). Medan : Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Manullang, Martua. 2009. Implementasi Soft Skills dalam Pembelajaran. Medan : Politeknik MBP Medan. Nevizond Chatab. 2007. Profil Budaya Organisasi. Bandung : Alfabeta. Owen, Robert G. 1991. Organizational Behavior in Education. Boston : Allyn and Bacon. Robbins, Stephen P and Mary Coulter. 2007. Management. New Jersey : Pearson Education, Inc. Robbins, Stephen P and Timothy A.Judge. 2009. Organizational Behavior. New Jersey : Pearson Education, Inc. Schein, Edgar H. 1996. Organizational Culture and Leadership. San Fransisco : Jossey Bass Publisher. Wirawan. 2007. Budaya dan Iklim Organisasi. Teori Aplikasi dan Penelitian.Jakarta : Salemba Empat.
34 Paningkat Siburian adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
PENGARUH PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING TIPE TANDUR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK DINAMIKA GERAK LURUS DI KELAS X SMA NEGERI 17 MEDAN Oleh: Betty M. Turnip Abstract The low student learning outcomes for teaching in the school system is still centered on teachers, theoretical, lecture, so that poses a one-sided learning. This study aims to determine the type of teaching quantum impact on the results of graft student learning in subject matter dynamics in the class X straight SMA Negeri 17 Medan TP2006/2007. The population in this study are all students of class X SMA Negeri 17 Medan TP2006/2007, which consists of 9 classes with 360 students total. The sampling technique with random cluster sampling, a total of two classes of quantum learning X6 given teaching graft type (experimental class) and class X2 dieri learning without teaching quantum graft type (control class) instrument was used in the test subject matter dynamics straight as much as 20 about valid and reliable option with 5 answers. Results of data analysis found that the average pretest value learning students who are given teaching quantum of 27.50 and the posttest average value 72.50 while the average value of the pretest students who were given conventional learning at 23.25 and the average value posttest of 60.25. data in the two groups of normal distribution and variance classes both groups of homogeneous samples. Hypothesis testing is based on t test, t = 5.093 obtained prices while prices on dk table = n2 = n1 + - 2 = 40 + 40 - 2 = 78 and standard pricing obtained t table = 1.986 thus obtained t calculation = 5.093> = 1.986 which t table Ha declared acceptable and reject H0, which means there is significant influence of quantum learning teaching graft type on student learning outcomes on the dynamics of the subject matter straight in the class X SMA Negeri 17 Medan TP2006/2007 Key words:, teaching quantum, type of graft, learning outcomes,dynamics matter straight mengevaluasi nilai pelajaran fisika dari
PENDAHULUAN Rendahnya hasil belajar siswa
nilai US (ujian sekolah) SMA Negeri 17
karena sistem pembelajaran di sekolah
Medan
masih berpusat pada guru, teoritis,
kepala sekolah tersebut yaitu bapak
ceramah sehingga proses pembelajaran
Drs.Karbin Tarigan, M.pd diketahui nilai
cenderung sepihak , seperti pendapat dari
rata-rata fisika 6,36 sedangkan nilai rata-
Gunawan (2004 : 86). Guru mengajar
rata matematika, biologi, kimia, bahasa
menggunakan media papan tulis (visual)
inggris 8,21. dilihat dari komunikasi
mengerjakan
(visual)
yang satu arah, dalam hal ini sangatlah
mengerjakan tugas tertulis (visual). Hal
diperlukan model pembelajaran yang
ini dapat kita lihat dari hasil evaluasi
lebih tepat dan salah satunya dengan
setia
menggunakan
akhir
mencatat
semesternya
dengan
T.P.2005/2006
dan
pembelajaran
menurut
quantum 35
Betty M. Turnip adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
teaching.
Karena
teaching
yang diterapkan dikelas X semester
mempunyai banyak bagian maka menjadi
1(satu) SMA Istiqlal Deli Tua T.A
batasannya, cukup menggunakan tipe
2005/2006 Dengan Materi Pokok Tata
tandur. Belajar dari segala defenisinya
Surya.
adalah full-contact ( kegiatan yang saling
belajar siswa menggunakan pembelajaran
memberi
umpan
kuantum
Besarnya
peningkatan
hasil
balik).
Tindakan
quantum teaching diperoleh sebesar 15
,menuntun,
akan
%, hal ini dapat dilihat dari rata-rata
memudahkan menuju kesadaran dan ilmu
postes siswa kelas eksperimen sebesar 69
pengetahuan yang lebih luas. Belajar
dan kelas kelas kontrol sebesar 60 atau
melibatkan semua aspek kepribadian
selisih
semua manusia ,pikiran,perasaan dan
kurangnya
bahasa tubuh, disamping pengetahuan
quantum teaching. Berdasarkan uraian
sikap dan keyakinan serta mengajar
diatas maka penulis terdorong untuk
adalah hak yang harus diraih dan
melakukan
diberikan oleh siswa. Quantum teaching
”Pengaruh
Pembelajaran
adalah
Teaching
Tipe
memimpin
pembelajaran
strategi
sebesar
9
ini
disebabkan
penguasaan
rancangan
penelitian
dengan
judul
Quantum
Tandur
Untuk
menciptakan lingkungan yang efektif ,
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada
merancang kurikulum, menyampaikan isi
Materi Pokok Dinamika Gerak Lurus di
dan
Kelas X SMA Negeri 17 T.P.2006/2007”
memudahkan
menjadi
belajar
sehingga
menyenangkan.
Tandur
merupakan
singkatan
Tumbuhkan
,
dari
Identifikasi Masalah Proses belajar mengajar berpusat
kata ,
pada guru dan teoritis, kurang tepatnya
Demonstrasikan , Ulangi dan Rayakan.
metode pembelajaran yang digunakan
Model pembelajaran ini memastikan
oleh guru, kurangnya motivasi siswa
siswa mengalami pembelajaran, berlatih
dalam mengikuti pelajaran dikelas dan
menjadikan isi pelajaran nyata bagi
rendahnya hasil belajar siswa.
siswa.
Bobbi
Alami
,
Namai
(2000:88) menyatakan
Batasan masalah
bahwa : ”apapun mata pelajaran, tingkat kelas atau pendengar , kerangka ini menjamin siswa menjadi tertarik dan berminat pada setiap pelajaran” . Metode pembelajaran quantum teaching ini juga pernah dilakukan Sugiarto (2006:30)
Mengorkestrasi
Suasana
Yang
Terpendam , Mengorkestrasi Landasan Yang
Kukuh,
Mengorkestrasi
perancangan pengajaran yang dinamis (tandur), Mengorkestrasi Prestasi Prima, Mengorkestrasi Fasilitas Yang Luwes, 36
Betty M. Turnip adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
Mengorkestrasi untuk
keterampilan
belajar,
belajar
Anggapan Dasar
Mengorkestrasi
Pembelajaran quantum teaching
Mengorkestrasi
tipe tundur dilakukan nilai hasil belajar
Kesuksesan Melalui Praktik,pada pokok
siswa di kelas X SMA Negeri 17 Medan
bahasan dinamika gerak lurus.
T.P.2006/2007 bervariasi.
Rumusan masalah
METODE PENELITIAN.
Keterampilan
Hidup,
Bagaimana hasil belajar siswa pada materi pokok dinamika gerak lurus
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian
dilakukan
sebelum
dan
sesudah
pembelajaran
dengan
menggunakan
pembelajaran
(dilaksanakan) di SMA Negeri 17 Medan
quantum teaching tipe tandur di kelas X
dan waktu penelitiannya T.P.2006/2007
SMA Negeri 17 Medan T.P.2006/2007?
semester satu di kelas X.
Adakah pengaruh yang signifikan akibat
Populasi dan Sampel
pembelajaran quantum teaching type tandur terhadap hasil belajar siswa di kelas
X
SMA
Negeri
17
Medan
T.P.2006/2007? untuk mengetahui hasil belajar siswa pada materi pokok dinamika gerak lurus sebelum dan sesudah pembelajaran menggunakan
pembelajaran
quantum teaching tipe tandur di kelas X SMA Negeri 17 Medan T.P.2006/2007? Mengetahui
pengaruh
pembelajaran
quantum teaching type tandur terhadap hasil belajar siswa di kelas X SMA
X SMA Negeri 17 Medan sebanyak 9
Manfaat penelitian informasi
orang
siswa
seluruhnya
sehingga
populasi
berjumlah
360
orang.sedangkan sampel terdiri dari 80 orang dari kelas X6 dan X2. Pada sampel X6 yang diberi pembelajaran quantum teaching tipe tandur (kelas eksperimen) dan X2 sebagai kelas kontrol ,teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara cluster random sampling. Variabel Penelitian
Negeri 17 Medan T.P.2006/2007? Sebagai
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas kelas,dimana setiap kelas terdiri dari 40
Tujuan
dengan
Yang menjadi populasi dalam
Variabel dalam penelitian ini bagi
guru
adalah ada dua jenis yaitu variabel bebas
fisika dan salah satu alternatif model
dan variabel terikat.Sebagai varibel bebas
pembelajaran yang dapat dipilih dalam
adalah pembelajaran kuantum teaching
pembelajaran
tipe tandur, sebagai variabel terikatnya 37
Betty M. Turnip adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
adalah hasil belajar pada Materi Pokok
Desain Penelitian
Dinamika Gerak Lurus.
Adapun
desain
penelitian
ini
adalah sebagai berikut : Tabel 1.Desain penelitian(two group-pretes-postes design) SAMPEL KELAS EKSPERIMEN KELAS KONTROL Keterangan :
PRETES T.1 T.1
PERLAKUAN X O
POSTES T.2 T.2
X
= Pembelajaran quantum teaching tipe tandur
O
= Pembelajaran tanpa quantum teaching tipe tandur
T.1
=
T.2
= Postes
Pretes Valaditas yang digunakan adalah
Instrument Penelitian pada
valaditas isi (content validity) yang
penelitian ini adalah tes obyektif yang
berdasarkan kurikulum , buku pegangan
berjumlah 20 (dua puluh) soal dan
guru dan siswa dan dituangkan dalam
dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu:
bentuk table spesifikasi.yng dapat diuji
pretes(tes awal) dan postes (tes akhir).
menggunakan rumus yang dikemukakan
Alat
pengumpulan data
oleh Arikanto (1999:72) yaitu :
Validitas Isi
NXY(X)(Y)
rxy
{NX 2 (X)2}{NY 2 (Y)2}
Keterangan :
Y
= skor total
rxy = koefisien korelasi antara variable
N
= jumlah subjek
X dan variable Y , dua variable yang X
Reliabilitas Tes
dikorelasikan
Untuk menguji reliabilitas dapat
= skor nomor item
menggunakan rumus varian yaitu :
SD
N Xi 2 ( Xi) 2 N ( N 1)
Keterangan :
X
= skor nomor item
S
N
= jumlah subjek
= varians
X2 = jumlah kuadrat X 38 Betty M. Turnip adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
Tingkat Kesukaran (TK) dan Daya Pembeda (DP) Rumus untuk menghitung taraf kesukaran yaitu : P
B JS
soal sukar, soal dengan P 0,30 sampai
dengan : P = indeks kesukaran
0,70 adalah soal sedang, soal dengan P
B = banyaknya siswa yang
0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah.
menjawab soal dengan betul JS = jumlah seluruh siswa
Soal yang dianggap baik, yaitu soal yang
peserta tes Menurut
sedang Arikunto,
ketentuan
adalah
mempunyai
soal
indeks
–
soal
yang
kesukaran
0,30
yang sering diikuti, indeks kesukaran
sampai 0,70. Sedangkan untuk mencari
sering diklasifikasikan sebagai berikut
tarif daya pembeda digunakan rumus
soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah
sebagai berikut :
D
BA BB PA PB JA JB
Keterangan :
diskriminasi 0,4 sampai 0,7. Klasifikasi
BA = banyaknya kelompok atas yang
daya pembeda :
menjawab item dengan benar
D : 0,00 – 0,20 = jelek
BB = banyaknya kelompok bawah yang
D : 0.21 – 0,40 = cukup
menjawab item dengan benar
D : 0,41 – 0,70 = baik
JB = jumlah peserta kelompok bawah
D : 0,71 – 1,00 = sangat baik
JA = jumlah peserta kelompok atas
Jenis dan Desain Penelitian
D = indeks daya pembeda
Penelitian
ini
dikategorikan
PA = proporsi peserta kelompok atas
dalam
yang menjawab benar
desain penelitian ini adalah desain yang
PB = proporsi peserta kelompok bawah
menggunakan pre tes dan pos tes.
yang menjawab benar
Diagram dari desain tersebut adalah :
penelitian
eksperimen.
Jenis
Butir-butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang mempunyai indeks Tabel 2.Rancangan Penelitian Kelas Eksperiment Kontrol
Pre Test P1 P1
Perlakuan X1 X2
Post Test P2 P2
39 Betty M. Turnip adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
Keterangan : P1 = Pre Tes
X1 =
= jumlah skor
N
= jumlah sample
- Menghitung standar deviasi
Pembelajaran kooperatif tipe TPS P2 = Pos Tes
∑ Xi
Dapat menggunakan rumus
X2 =
berikut :
Pembelajaran dengan pendekatan konvensional
SD
Prosedur Penelitian. Untuk melaksanakan penelitian
N Xi 2 ( Xi) 2 N ( N 1)
- Menguji Normalitas Data
ini ditempuh langka-langkah sebagai
Untuk menguji kenormalan data
berikut : Tahap Persiapan : menyusun
digunakan uji liliefors dengan langkah –
jadwal penelitian, membuat RP dan LKS,
langkah sebagai berikut :
menyiapkan tes, Tahap Pelaksanaan :
- mencari bilangan baku dengan rumus :
menentukan kelompok eksperiment dan kelompok
pembanding
memberikan
pre
tes
(kontrol) kepada
,
kedua
Xi X S
Zi
- untuk setiap bilangan baku dengan
kelompok untuk mengetahui kondisi
menggunakan daftar distribusi normal
awal sampel , mengajarkan materi ,
baku, kemudian dihitung peluang F(Zi)
memberikan
= P(Z≤Zi)
pos tes kepada
kedua
kelompok, Tahap Pengolahan Data :
- menghitung proporsi
langkah-langkah yang dilakukan peneliti
Z1,Z2,……………,Zn yang lebih kecil
yaitu mentabulasi data , menghitung nilai
atau sama dengan Z4.
rata-rata dan standart deviasi , uji
S ( Zi )
normalitas , uji homogenitas , dan uji hipotesis.
- Menghitung selisih F(Z4)-S(Z4)
Teknik Analisa Data
kemudian menetapkan harga
- Menghitung jumlah skor untuk tiap kelompok skor dapat menggunakan rumus yaitu :
X
mutlaknya. - Mengambil harga mutlak yang paling
Untuk menghitung rata – rata
X
banyaknyaZ iyang Zn N
tersebut, harga terbesar ini disebut Lo atau Lhitung. Membandingkan Lo
i
N
Keterangan : X
besar diantara harga mutlak selisih
dengan harga Ltable (α = 0,05). = rata – rata skor
- Menguji Homogenitas 40
Betty M. Turnip adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
Uji
homogenitas
bertujuan
untuk
F
melihat kedua kelompok yang diuji memiliki kemampuan dasar yang sama
S12 S 22
- Menguji Hipotesis
apakah data mempunyai kesamaan
Untuk menguji hipotesis digunakan
variansnya
rumus uji t yaitu :
dan
menggunakan
kesamaan uji statistic F dengan rumus: dimana :
S12
eksperimen,
t
= varians dari kelompok S2
2
r N 2 1 r2
= varians dari
kelompok kontrol Dengan rxy
N XY ( X )( Y )
{N X 2 ( X ) 2 }{N Y 2 ( Y ) 2}
sebagai instrument penelitian, sebanyak
dimana : r = koefisien antara variable X dan
20 butir soal yang seluruhnya dinyatakan
variable Y, dua variable yang
valid. Dengan demikian sebanyak 20
dikorelasikan.
butir
soal
dipakai
sebagai
alat
N = jumlah sampel kelas eksperiment
pengumpulan data hasil belajar fisika
X = nilai rata – rata kerja kelompok
siswa pada materi pokok dinamika gerak
Y = nilai pos tes
lurus dan mempunyai realiabilitas yang tinggi. Data tes awal kedua kelompok
Hasil dan Pembahasan
dapat dilihat pada tabel di bawah.
Setelah dilakukan uji coba tes hasil
belajar
yang
akan
digunakan
Tabel 3. Data Pretes Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol KELAS EKSPERIMEN Nilai pretes 15 20 25 30 35 40 50
F 4 7 9 10 7 2
Rata rata
KELAS KONTROL Nilai pretes
27,50
10 15 20 25 30 35 40
1 JUMLAH
40
JUMLAH
F
Rata-rata 1 6 14 10 23,25 5 2 2 40 41
Betty M. Turnip adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
Berdasarkan tabel diatas dapat
eksperimen diberi pembelajaran quantum
dilihat bahwa rata-rata tes awal siswa
teaching tipe tandur sedangkan kelompok
kelas eksperimen sebesar 27,50 dengan
kontrol
nilai tertinggi 50 dan terendah 15,
quantum
sedangkan untuk kelas kontrol diperoleh
selanjutnya dilakukan tes akhir (postes)
kelas rata-rata sebesar 23,25 dengan nilai
pada akhir pertemuan , data tes akhir dari
tertinggi 40 dan terendah 10. Setelah
kedua kelompo dapat di lihat pada tabel
pembelajaran diberikan kepada kedua
dibawah ini.
kelompok
siswa
dimana
diberi
pembelajaran
teaching
tipe
tanpa tandur,
kelompok
TABEL 4. Perbandingan kelas kontrol dan kelas eksperimen KELAS EKSPERIMEN Nilai pretes F Rata-rata 50 2 55 2 60 2 65 7 70 5 72,50 75 7 80 85 8 90 6 1 JUMLAH
40
Berdasarkan
tabel
diatas
KELAS KONTROL Nilai pretes F Rata-rata 35 1 40 2 45 50 2 55 6 60 60,25 65 4 70 8 75 80 4 7 5 1 JUMLAH 40 digunakan dalam penelitian homogen apa
diperoleh rata-rata nilai postes siswa
tidak,
untuk kelas eksperimen sebesar 72,50
digunakan
dengan nilai terendah 50 dan tertinggi 90,
mewakili seluruh populasi yang ada.
sedangkan rata-rata pestes siswa kelas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan
kontrol sebesar 60,25 dengan nilai
uji F. Sedangkan pengujian normalitas
terendah 35 dan tertinggi 80. sebelum
dilakukan dengan uji liliefors untuk kelas
pengujian
homogenitas
dan
ekserimen diperoleh harga L0 = 0,1364.
normalitas
data
memenuhi
pada taraf signifikasi 0,05 dan n=40
beberapa persyaratan, dimana pengujian
diperoleh harga Ltabel = 0,1401 . dengan
homogenitas
demikian diperoleh L0 < Ltabel
mengetahui
harus
itu apakah
data
dilakukan
untuk
sampel
yang
artinya
aakah
dalam
sampel
penelitian
yang dapat
yang 42
Betty M. Turnip adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
artinya data dari dua kelompok dapat
tandur guru dapat memotivasi siswa
mewakili seluruh populasi yang ada.
untuk meningkatkan pengetahuan siswa.
Beardasarkan data yang telah diperoleh
Dengan menerapkan TANDUR
dapat dipastikan bahwa Ha diterima
maka siswa akan lebih tertarik terhadap
sehingga diperoleh kesimpulan bahwa
mata
ada
membangkitkan
pengaruh
yang
signifikan
pelajaran
yang
diajarkan,
kembali
pengalaman
tipe
siswa dan mampu mengasah otak siswa,
tandur terhadap hasil belajar fisika siswa
siswa tertarik karena simbol, gambar dan
pada materi pokok dinamika gerak lurus
informasi yang diberikan oleh guru
di kelas X semester 1 SMA Negeri 17
sehingga menjadikan siswa aktif belajar,
Medan Tahun Pembelajaran 2006/2007.
membuat
pemelajaran
quantum
teaching
hasil
penelitian
sebelum diberikan pembelajaran kepada kedua kelompok sampel diperoleh tes awal siswa kelas eksperimen 27,50 dan kelas kontrol 23,25. setelah diberikan pembelajaran yang berbedadimana kelas eksperimen diberi pembelajaran quantum teaching tipe tandur dan kelas kontrol pembelajaran tanpa quantum teaching tipe tandur diperoleh rata-rata tes akhir untuk kelas eksperimen sebesar 72,50 dan kelas kontrol sebesar 60,25. adanya perlakuan
tersebut
dikarenakan
pembelajaran quantum teaching tipe tandur
yang
bersemangat
dalam
belajar karena ada perayaan dalam proses
PEMBAHASAN Berdasarkan
siswa
memberikan
kebebasan
kepada siswa untuk berekspresi sehingga pemahaman yang didapat khususnya tentang materi pelajaran fisika akan lebih terdalam dan terkesan, karena pada pembelajaran quantum teaching tipe
pembelajaran. Besar peningkatan hasi belajar siswa belum sepenuhnya optimal hal ini dikarenakan masih ada terdapat kendala-kendala di lapangan pada saat proses belajar mengajar yaitu dalam pembelajaran,
peneliti
mengekspresikan
sebagian
rancangan
pembelajaran
kurang kerangka quantum
teaching tipe tandur terutama dalam tumbuhkan dan namai, sedangkan dari segi siswa kurang serius dalam belajar hal ini dpat dilihat dari sebagian siswa yang
masi
menyontek
dalam
mengerjakan tes. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk menarik perhatian siswa dengan pengalaman guru yang dituangkan
dalam
simbol,
gambar,
sehingga proses belajar mengajar akan lebih efektif dan menyenangkan. Namun demikian
dari
hasil
lapangan
dari
uji
penelitian normalitas
di data 43
Betty M. Turnip adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
diperoleh nilai kelas ekspermen 72,50
kebebasan
dan kelas kontrol 60,25
berinteraksi dengan siswa lain dalam
penelitian
Bambang
sebelumnya
didapat
dari
sedangkan Sugiyarto nilai
uji
normalitas data yang diperoleh siswa kelas eksperimen 69,00 dengan selisih 09,00 sehingga hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan akibat pembelajaran quantum teaching tipe tandur terhadap hasil belajar fisika siswa dibandingkan dengan pembelajaran tanpa quantum teaching tipe tandur pada materi pokok dinamika garak lurus di kelas X SMA Negeri 17 Medan T.P.2006/2007 sebesar 20,33% KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan peningkatan hasil belajar siswa menggunakan pembelajaran quantum teaching tipe tandur diperoleh persentase peningkatan sebesar 20,23 %. Saran Bagi peneliti yang ingin meneliti topik atau masalah yang sama tentang pembelajaran
quantum
teaching
disarankan agar;(1)menguasai kerangka rancangan
pembelajaran
quantum
teaching tipe tandur;lebih menguasai hal tumbuhkan pokok
dan namai pada materi yang
lain;(2)memberikan
kepada
siswa
dalam
proses belajar mengajar. DAFTAR PUSTAKA Arikunto,S.,(1998). Prosedur Penelitian. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta Bobbi, D., (2002) .Quantum Teaching. Terjemahan Oleh Nilandari Ary, Bandung. Depdikbud, (1991) Kamus Besar Indonesia. Edisi ke- 2 . Balai Pustaka. Jakarta Depdiknas. (1991). Kurikulum 2004 SMA. Depdiknas. Jakarta FMIPA. (2007).Buku Pedoman Penulian Skripsi dan Proposal Kependidikan. FMIPA.UMIMED Foster, B.,(2000). Terpadu Fisika Jilid 1A. Penerbit Erlangga. Jakarta Gulo,W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Penerbit PT Grasindo. Jakarta Gunawan,. (2004).Born To Be A Genius. Penerbit PT .Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Nazir, M. (1998).Metode Penelitian. Ghalia Indonesia.Jakarta Ruwanto,B.(2002). Asas-asas Fisika 1A Kurikulum Berbasis Kompetensi. Yudhistira. Bogor Sudjana. (1998). Metode Statistik Edisi V. Bandung. Tarsito Pengaruh Sugiarto, B.,(2006). Pembelajaran Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Tata Surya Di Kelas X Semester 1 Sma Istiqlal Deli Tua Tahun Ajaran 2005/2006. Skripsi. FMIPA UNIMED.MEDAN UZER, U (1992). Menjadi Guru Profesional. PT. Remaja Ros Dakarya. Bandung
44 Betty M. Turnip adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH (PROBLEM BASED INSTRUCTION) YANG MELIBATKAN KECERDASAN INTRAPERSONAL DAN INTERPERSONAL DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH (Penelitian Tindakan pada Matakuliah Sejarah Indonesia I (satu) untuk Mahasiswa Pendidikan Sejarah FIS Unimed) Oleh : Tappil Rambe Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Menghasilkan perangkat model pembelajaran, 2) Mendeskripsikan kadar akrivitas mahasiswa dan dosen dalam pembelajaran berdasarkan masalah, 3) Mendeskripsikan persentase penguasaan mahasiswa terhadap materi ajar dalam perkuliahan, 4) Mendeskripsikan tingkat kemampuan dosen mengelola pembelajaran berdasarkan masalah, 5) Mendeskripsikan respons mahasiswa terhadap proses pembelajaran, 6) Mendeskripsikan persentase ketuntasan belajar mahasiswa yang diajar dengan menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah yang melibatkan kecerdasan intrapersonal dan interpersonal, 7) Membandingkan hasil belajar mahasiswa yang pembelajarannya menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah yang melibatkan kecerdasan intrapersonal dan interpersonal dengan hasil belajar mahasiswa yang pembelajarannya secara konvensional. Berdasarkan hasil uji coba diperoleh bahwa semua butir tes memenuhi karakteristik butir tes yang baik yaitu valid dan reliabel. populasi dalam penelitian ini adalah jurusan pendidikan sejarah. Subjek penelitian adalah seluruh mahasiswa yang mengikuti matakuliah Sejarah Indonesia 1 pada tahun akademik 2010-2011. Metode yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas. Hasil analisis tingkat kemampuan dosen mengelola pembelajaran pada siklus 1, sampai dengan siklus 3 meningkat dengan rata-rata nilai kategori kemampuan masing-masing adalah 2,81; 3,06; 3,50. menunjukkan kemampuan dosen mengelola pembelajaran dari mulai siklus 1 sampai siklus 3 meningkat. Penerapan model Problem Based Instruction yang melibatkan kecerdasan intrapersonal dan interpersonal dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa dari siklus 1 sampai siklus 3 Kata kunci : Problem Based Instruction, kecerdasan intrapersonal dan interpersonal kenyataan. Masalah itulah yang harus
PENDAHULUAN Dampak
Ilmu
diantisipasi dan diselesaikan secara arif
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di
dan kreatif. Kita akan sukses, jika
dalam era globalisasi dapat dipandang
mampu secara kreatif mengubah masalah
sebagai masalah adaptasi, dengan asumsi
menjadi
bahwa
setiap
setiap
pengembangan
individu
memiliki
peluang. Dengan demikian, individu
diharapkan
kelebihan dan kelemahan serta dalam
beradaptasi
kehidupan,
dihadapkan
perubahan yang terjadi serta mampu
dengan masalah, karena masalah adalah
bekerja sama secara kolaboratif dalam
kesenjangan
memecahkan masalah kehidupan.
kita antara
selalu
harapan
dengan
dengan
mampu
keadaan
dan
45 Tappil Rambe adalah dosen jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Medan
Perubahan yang terjadi sebagai
secara optimal, karena sampai saat ini
dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan
terdapat
teknologi
menimbulkan
diterapkannya paradigma pembelajaran
pergeseran nilai dan melahirkan makna
yang bernuansa transmisi, pemecahan
ganda
Pergeseran
masalah secara linier, tuntutan pola
pandangan dualistik menuju pandangan
perilaku yang seragam, dan pembelajaran
yang pluralistik, dari filosofi pluralistik
yang
menuju konsep yang holistik. Pergeseran
persaingan.
filosofi yang terjadi tergantung pada hasil
pendekatan pembelajaran yang sama
budaya baru yang tercipta. Sementara
(berdasarkan
jarak tidak menjadi kendala utama
sebelumnya) pada sistem pembelajaran
mengalirnya
Dalam
sejarah yang telah mengalami perubahan
keadaan demikian ini, sangat terasa
(pola pembelajaran yang sesuai dengan
pentingnya
Daya
kurikulum berbasis komptensi (KBK)
memiliki
dan kurikulum bermuatan sof skill, maka
cenderung
dari
Manusia
kebenaran.
arus
informasi.
peranan (SDM)
kemampuan
Sumber yang
komparatif dan adaptif,
kecenderungan
bernuansa Jika
berkolaborasi. Sumber daya manusia
diharapkan
yang terdidik ini, akan dapat lebih mudah
tercapai.
mereka
kemampuan
yang
mempunyai
dosen
dimungkinkan pembelajaran
sehingga
kompetitif
dan
menerapkan
pengalaman
inovatif dan kompetitif, dan mampu
menyerap informasi baru lebih efektif,
masih
mengajar
tujuan-tujuan atau dari
kompetensi
yang
mahasiswa
tidak
Menanggapi rendahnya kualitas pendidikan kita saat ini dan merespons
dalam
tuntutan masa depan, Rektor (pimpinan)
beradaptasi untuk menghadapi perubahan
Unimed mengeluarkan kebijakan penting
zaman yang semakin cepat.
pada asfek kurikulum antara lain adalah
handal
Pada abad pengetahuan atau abad
jati diri mahasiswa berupa motivasi,
informasi saat ini, mahasiswa dituntut
traits, konsep diri, kerja keras, kejujuran,
memiliki
kerjasama,
masalah
kemampuan baru
mahasiswa
memecahkan
secara inovatif. diharapkan
Para
mampu
integritas,
pengetahuan,
keterampilan, dan kemandirian yang dikembangkan
melalui
pembelajaran.
kolaboratif,
Kebijakan nasional di tingkat perdosenan
berperilaku unik dan mampu berpikir
tinggi (khususnya yang menghasilkan
divergen (Arend et al., 2001; Reigeluth,
dosen) tertuang dalam KPPT-JP IV
1999). Kompetensi tersebut sulit tercapai
(HELTS)
bekerjasama
secara
2003-2010.
Ide
utama 46
Tappil Rambe adalah dosen jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Medan
kebijakan itu antara lain: contributes to
interpersonal, kecerdasan intrapersonal,
the nation's competitiveness, producing
dan kecerdasan naturalistik. Selanjutnya
qualified teachers, access and adapt
Gardner juga mengemukakan bahwa
global knowledge to local use, to
kecerdasan interpribadi dan intrapribadi
produce graduates with immense self
belum dipahami sepenuhnya, sulit untuk
learning capacity, shifting from teaching
dipelajari, tetapi amat penting (Gardner,
centered
1993;
to
learning
centered
Wahl,
1998;
Martin,
2000).
(Brojonegoro, Satryo Soemantri, 2003).
Dryden dan Vos (2001) meyakini bahwa
Kedua kebijakan ini masih sebatas
penemuan yang dilakukan oleh Gardner
konsep, sehingga diperlukan usaha-usaha
sangat
kearah
pendidikan masa depan.
perbaikan
pendidikan
kualitas
dosen,
lulusan
dalam
perencanaan
dosen
Pembelajaran konvensional hanya
baru
berorientasi pada hasil belajar yang dapat
pembelajaran sejarah di kelas. Dosen dan
diamati dan diukur hal ini hampir
mahasiswa memerlukan pedoman berupa
sepadan dengan pandangan Behavioristik
model
yaitu mahasiswa bersifat pasif dan dosen
menerapkan
paradigma
pembelajaran.
mengembangkan yang
membantu
penting
inovatif
Untuk
model pembelajaran dan
relevan
dengan
cenderung
memberikan/memindahkan
informasi
yang
sebanyak-banyaknya
pembelajaran sejarah serta sesuai dengan
kepada mahasiswa maka konsep, prinsip
kondisi daerah dan budaya mahasiswa
dan aturan-aturan dalam sejarah saling
kita, dapat ditemukan melalui penelitian.
terisolasi dan tidak bermakna. Akibatnya
Juga
mahasiswa
melalui
bandingan
model
tidak
dapat
menerapkan
tidak
memahami
pembelajaran yang telah teruji di tingkat
konsep
internasional.
bagaimana terbentuknya konsep tersebut
Kecerdasan
interpribadi
dan
dan
karena selanjutnya
sukar
intrapribadi adalah dua dari delapan
mengadaptasikan
kecerdasan
terhadap keadaannya.
Gardner.
yang
dikemukakan
oleh
(1999,
2001)
ada
delapan
Gardner
mengemukakan
bahwa
untuk
pengetahuannya
Salah satu model pembelajaran dengan
paham
konstruktivis
yang
kecerdasan yang meliputi: kecerdasan
penekanannya memampukan mahasiswa
musik,
badan,
memecahkan masalah dan dimungkinkan
kecerdasan logika-sejarah, kecerdasan
mengangkat masalah serta berorientasi
linguistik, kecerdasan ruang, kecerdasan
pada
kecerdasan
gerak
pemahaman
adalah
Model 47
Tappil Rambe adalah dosen jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Medan
Pembelajaran
Berdasarkan
(Problem-Based
Masalah
Instruction).
Arends
“Pembelajaran berdasarkan masalah berusaha untuk memandirikan mahasiswa. Tuntutan dosen yang berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mahasiswa untuk bertanya dan mencari solusi sendiri masalah nyata, dan mahasiswa menyelesaikan tugas-tugas dengan kebebasan berpikir dan dengan dorongan inkuiri terbuka”. Dari kutipan ini, penerapan model dianggap
berdasarkan dapat
pemahaman
masalah
menanamkan
pengertian
berpikir,
pemecahan
masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa
(1997: 160) menyatakan bahwa,
pembelajaran
kemampuan
serta
melalui
pelibatan
mereka
dalam
pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri. Pada proses pembelajaran, dosen terjebak pada kegiatan pembelajaran yang
lebih
menekankan
pada
kemampuan intelektual dan mengabaikan pembelajaran nilai. Hal ini tidak boleh terjadi,
karena
tanggung
jawab
perdosenan tinggi untuk memajukan nilai-nilai
afektif
sejajar
dengan
membimbing mahasiswa agar mampu
tanggung jawab terhadap peningkatan
memahami konsep, prinsip ilmu sejarah.
ranah kognitif dan psikomotor (Ansyar,
Penulis melihat bahwa pembelajaran
2001). Proses pembelajaran sejarah di
berdasarkan masalah dapat dijadikan
kelas
salah satu alternatif pembelajaran untuk
menekankan pemberian informasi yang
membimbing
sebanyak-banyaknya
mahasiswa
dalam
pada
umumnya
“hanya”
pada
mahasiswa
memahami konsep dan prinsip. Dalam
tanpa mempertimbangkan kebermaknaan
pembelajaran
pengetahuan
mahasiswa
berdasarkan mampu
kemampuan
masalah
mengembangkan
berpikir,
memecahkan
Dengan
dibenak
mahasiswa.
penekanan
pada
tanpa
makna,
informasi
pemberian standar
masalah sehingga mahasiswa itu dengan
kompetensi mata pelajaran sejarah tidak
sendirinya dapat menemukan bagaimana
akan dapat tercapai. Untuk mencapai
konsep itu terbentuk. Ini sesuai dengan
standar kompetensi tersebut, seharusnya
pendapat Ibrahim dan Nur (2000:7)
pembelajaran
menyatakan pembelajaran berdasarkan
perkembangan seluruh potensi peserta
masalah
didik (Dryden dan Vos, 2001).
utamanya
(Problem-Based
Instruction)
dikembangkan
untuk
membantu mahasiswa mengembangkan
sejarah
mendorong
Potensi yang dimaksud adalah kedelapan
kecerdasan
seperti
yang 48
Tappil Rambe adalah dosen jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Medan
dikemukakan
Gardner.
Kedelapan
pembelajaran
di
perdosenan
tinggi,
kecerdasan itu seringkali disebut sebagai
kompetensi yang terkait dengan IQ
kecerdasan
majemuk.
Pelibatan
dirancang dengan baik oleh dosen, tetapi
kecerdasan
majemuk
proses
kompetensi yang terkait dengan EQ tidak
proses
secara
pembelajaran pembelajaran
pada
merupakan yang
disarankan
oleh
sengaja
dirancang
pembelajaran.
dalam
Ketercapaiannya
David Lazear (dalam Al-Rawahi, 1996).
“digantungkan”
Hal ini diperlukan bila para mahasiswa
pengiring yang secara otomatis terbentuk
diinginkan mampu menggunakan seluruh
seiring
kecerdasan yang mereka miliki. Dengan
pelajaran (Tim Broad-Based Education,
demikian diharapkan pembelajaran yang
2000 b).
sebagai
dengan
dampak
terkuasainya
materi
Kondisi belajar terbaik dapat
dilaksanakan dosen akan menjadi lebih bermakna dan dapat memberi mahasiswa
tercapai,
berbagai cara untuk mendemonstrasikan
mengorkestrasikan
bagaimana
mengerti
menyiapkan suasana yang kondusif dan
sejarah (Lappan, Glenda, Fey, Fizgerald,
“mencuri” perhatian mahasiswa, serta
Friel,
membuat
mereka
dan
dapat
Phillips
2002b).
Pada
bila
dosen
dapat
lingkungan,
aktivitas
yang
penelitian ini yang dilibatkan pada proses
Kebanyakan
pembelajaran
adalah
“tradisional” tidak memperhatikan hal-
dan
hal tersebut. Dengan perkataan lain,
interpribadi, karena dengan kecerdasan
dosen perlu menciptakan kondisi belajar
intrapribadi
yang
sejarah
kekecerdasan
intrapribadi mahasiswa
mendemonstrasikan
dapat bagaimana
proses
menarik.
pembelajaran
menyenangkan.
“Pintu”
untuk
belajar harus terbuka sebelum proses
sejarah
pembelajaran terjadi. “Pintu” itu bersifat
Indonesia I dan dengan kecerdasan
emosional (Dryden dan Vos, 2001).
interpribadi mahasiswa dapat menerima
Karena pintu itu bersifat emosional,
perbedaan pendapat yang terjadi selama
maka kecerdasan emosional peserta didik
proses
harus
pengertian
mereka
terhadap
pembelajaran
berlangsung.
benar-benar
dilibatkan
(Dalam tulisan ini kata peserta didik dan
proses
mahasiswa keduanya digunakan dalam
melibatkan kecerdasan interpribadi dan
arti sama).
intrapribadi,
Kenyataan menunjukkan
bahwa
di dalam
lapangan proses
pembelajaran.
kecerdasan
yang
Jadi
dalam
tercakup
emosional,
pada
dengan dalam proses
pembelajaran, berarti dosen berusaha 49
Tappil Rambe adalah dosen jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Medan
untuk
membuka
pintu
agar
proses
keefekktivan
pembelajaran yang berlangsung dapat
masalah
menyenangkan mahasiswa.
yang
Jika perguruan tinggi ingin benar-
model
pembelajaran
(problem-based
instruction)
melibatkan
interpersonal
kecerdasan
dan
intrapersonal
benar mewujudkan tujuan pendidikan,
mahasiswa dalam pembelajaran sejarah
yaitu menyiapkan peserta didik untuk
Indonesia I.
menghadapi masa depan mereka dan menghadapi dunia kerja, maka pelibatan kecerdasan interpribadi dan intrapribadi
METODE PENELITIAN Setting Penelitian
dalam proses pembelajaran tidak dapat
Penelitian ini dilaksanakan pada
ditangguhkan lagi. Alasan peneliti adalah
jurusan Pendidikan Sejarah FIS Unimed.
semakin banyak pencari tenaga kerja
Sedangkan
yang mensyaratkan kedua kecerdasan
seluruh
tersebut dimiliki oleh calon pegawainya.
matakuliah Sejarah Indoensia I pada
Hal ini dapat dilihat dari syarat yang
tahun akademik 2010-2011.
harus dipenuhi pencari kerja, antara lain:
Faktor yang Diselidiki
having good interpersonal; able to work under pressure; have a wide social contact;
good
leadership;
team
motivator; have good integrity and commitment;
highly motivated,
high
integrity, and plenty initiative; self motivate and can work together within teamwork; good communication skills; serta berdedikasi tinggi, loyal, dan jujur (Kompas, Minggu 19 Januari 2003 dan Sabtu 6 Juli 2003; Jawa Pos, Sabtu 18 Januari 2003). Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pencari tenaga kerja tersebut terkait dengan kecerdasan intrapribadi dan interpribadi. Berdasarkan uraian di atas, maka fokus penelitian ini adalah mengukur
subjek
penelitian
mahasiswa
yang
adalah
mengikuti
Untuk memberikan pemecahan yang
tepat
terhadap
permasalahan
penelitian yang dikemukakan, maka ada beberapa faktor yang akan diselidiki, yaitu: a. Faktor Mahasiswa: yaitu dengan melihat
apakah
tindakan
yang
diberikan oleh peneliti (dosen) dapat meningkatkan kemampuan strategi kognitif mahasiswa dalam memahami materi dan memecahkan masalah melalui
aktivitas
problem
based
instruction pada matakuliah Sejarah Indonesia I. b. Faktor Peneliti (Dosen): yaitu dengan melihat menyiapkan
bagaimana materi
dosen perkuliahan 50
Tappil Rambe adalah dosen jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Medan
mencerminkan
(planning), (b) pelaksanaan tindakan
yang
ingin
(action), (c) observasi dan evaluasi
diterapkan atau belum. Selian itu,
(observation & evaluation), dan (d)
juga
refleksi (reflection).
apakah
sudah
tindakan-tindakan diamati
apakah
proses
perkuliahan sudah berjalan sesuai
Prosedur pelaksanaan penelitian secara terperinci adalah sebagai berikut:
dengan rencana atau belum. c. Faktor Sumber Belajar: yaitu apakah
Siklus pertama (Perkuliahan III
sumber belajar yang dipergunakan
sampai VI)
oleh
a) Perencanaan: Adapun kegiatan yang
dosen
dapat
tindakan-tindakan
menunjang yang
akan
dilakukan pada tahap ini
diterapkan atau apakah sudah sesuai dengan tujuan penelitian atau tidak.
tindakan
ini
dilaksanakan selama 3 (tiga) siklus, yaitu siklus I, II, dan III. Sebelum penerapan tindakan pada siklus pertama, terlebih dahulu diadakan tes diagnostik dan observasi
awal
tentang
kemampuan
strategi kognitif mahasiswa (perkuliahan I-II). Model dan format tindakan yang akan diberikan pada siklus I disesuaikan dengan hasil observasi awal mahasiswa, sedangkan tindakan yang diterapkan pada
siklus
II
adalah
ditentukan
berdasarkan hasil refleksi pada siklus I. Demikian juga tindakan untuk siklus III ditentukan berdasarkan hasil refleksi
kelas,
maka
startegi
problem
dan dilatihkan kepada mahasiswa. Mengidenitifkasi
strategi
dalam
problem based instruction yang cocok untuk masing-masing topik dalam matakuliah Sejarah Indonesia I. Membuat skenario perkuliahan yang menggunakan metode dan aktivitas problem
based
perkuliahan
instruction
matakuliah
dalam Sejarah
Indonesia I Membuat
lembar
mengamati
observasi
proses
untuk
pembelajaran
selama penerapan tindakan. Menyusun
tes
diagnostik
untuk
mendiagnostik kemampuan problem based instruction yang telah dimiliki
pada silkus II. Hakekat
Mengidentifikasi
based instruction yang akan diajarkan
Sesuai dengan Rencana Tindakan Penelitian
adalah:
penelitian prosedur
tindakan pelaksanaan
penelitian untuk masing-masing siklus
oleh mahasiswa. Menyusun kemampuan
tes
untuk mahasiswa
mengukur dalam
melalui tahap-tahap (a) perencanaan 51 Tappil Rambe adalah dosen jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Medan
memahami materi matakuliah Sejarah
Indonesia I yang sudah diajarkan
Indonesia I.
dengan menggunakan instrumen yang
Menyusun rubrik penilaian penelitian
Menjaring
yang dilakukan secara kelompok Menyusun
telah disusun. tanggapan
mahasiswa
untuk
tentang pelaksanaan tindakan dengan
mahasiswa
menggunakan kuesioner yang telah
terhadap pelaksanaan tindakan dan
disiapkan. Evaluasi dan penjaringan
pelaksanaan perkuliahan secara umum.
tanggapan
kuesioner
memperoleh
tanggapan
Kegiatan yang dilaksanakan pada ini
adalah
pada
akhir
siklus.
b) Pelaksanaan Tindakan: tahap
dilakukan
d) R e f l e k s i Refleksi dilakukan berdasarkan
melaksanakan skenario
hasil analisis data, baik data hasil
perkuliahan yang telah disusun. Sekali
observasi maupun data hasil evaluasi
lagi,
harus
belajar. Refleksi ini dilakukan dengan
ingin
tujuan untuk menilai apakah problem
based
based
perkuliahan
sesuai
skenario
menonjolkan
dengan perkuliahan
tindakan
diterapkan,
yaitu
yang
problem
instruction dalam perkuliahan
instruction dalam perkuliahan Sejarah
sudah berjalan secara optimal dan apakah
Indonesia I.
betul
c) Observasi dan Evaluasi: Kegiatan
meningkatkan
yang dilakukan pada tahap ini adalah:
kemandirian
Melaksanakan
observasi
terhadap
tindakan
tersebut
kualitas
dapat
belajar
mahasiswa
perkuliahan
matakuliah
dan dalam
Sejarah
pelaksanaan tindakan secara khusus
Indonesia I. Selain itu, refleksi juga
dan proses perkuliahan secara umum
mempelajari kelemahan-kelemahan dan
dan
kendala
kesungguhan
pelaksanaan
yang
dihadapi
serta
problem based instruction dengan
kemungkinan pengembangannya pada
menggunakan lembar observasi yang
siklus berikutnya. Hasil refleksi dan
telah
analisis data pada tahap ini selanjutnya
disiapkan.
Observasi
dilaksanakan
selama
perkuliahan
dan
proses penelitian
evaluasi
untuk
mengukur kemampauan mahasiswa dalam
untuk
merencanakan
tindakan pada siklus berikutnya. Siklus II (Perkuliahan VIII-XI) dan
berlangsung. Melaksanakan
dipergunakan
memahami
materi
Sejarah
Siklus III (Perkuliahan XII-XV) Siklus perkuliahan
II
dimulai
pada
VIII
karena
pada 52
Tappil Rambe adalah dosen jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Medan
perkuliahan mengadakan
VII
dialokasikan
ujian
mid
untuk
semester,
sedangkan ujian akhir semester dapat
hasil
garis
besar
kegiatan-
kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap dalam siklus II dan III adalah sama dengan kegiatan-kegiatan pada siklus I. Perubahan yang mendasar adalah pada jenis
tindakan
Sebagaimana
yang sudah
diberikan. dikemukakan
sebelumnya, bahwa rencana tindakan pada siklus II disusun berdasarkan hasil refleksi dan analisis data pada siklus I. Demikian juga rencana tindakan pada siklus III disusun berdasarkan hasil refleksi dan analisis data pada siklus II. Data dan Cara Pengambilan Data Sumber data: Sumber data adalah personil penelitian yang terdiri dari peneliti (dosen) dan mahasiswa. Jenis data:
Jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan data kualitatif
Cara pengambilan data: Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes diagnostik
untuk
menyelidiki
kemampuan problem based instruction mahasiswa,
tes
kemampaun
memahami materi Sejarah Indonesia I dan hasil pelaksanaan pada akhir setiap siklus, sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil tes diagnostik,
dan
pengisian
kuesioner tanggapan oleh mahasiswa. Analisis Data
dilakukan pada perkuliahan ke XVI. Secara
observasi
Sesuai dengan jenis data yang akan dikumpulkan, maka analisis data penelitian dilakukan dalam dua macam yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitaif. diberlakukan
Analisis pada
data
kualitatif hasil
tes
diagnostik, data hasil observasi, dan data pengisian mahasiswa.
keusioner
tanggapan
Sedangkan
analisis
kuantitatif diberlakukan pada data hasil tes kemampuan awal dan data hasil tes kemampuan pemahaman materi Sejarah Indonesia I dan produk pembelajaran untuk masing-masing siklus. INDIKATOR KINERJA Untuk
menilai
adanya
peningkatan kualitas belajar mahasiswa dipergunakan
indikator
peningkatan
pemahaman mahasiswa terhadap materi Sejarah Indonesia I yang diajarkan, sedangkan
peningkatan
kemandirian
mahasiswa diukur dari kualitas tugas yang
dikerjakan.
Kualitas
proses
pelaksanaan perkuliahan secara umum juga dapat dilihat dari hasil tanggapan umum mahasiswa dan hasil pengamatan langsung selama perkulihan berlangsung tentang minat, motivasi, dan keaktifan mahasiswa. Dengan demikian indikator keberhasilan penelitian ini adalah: 53
Tappil Rambe adalah dosen jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Medan
a. Tersedia model pembelajaran Sejarah
43,55
dengan
nilai
65,98
dengan
Indonesia I yang dapat meningkatkan
presentase ketuntasan belajar adalah
kualitas
75%. Hal ini berarti telah mencapai
belajar
mahasiswa
dan
kemampuan
dalam
memecahkan
ketuntasan belajar klasikal yaitu 65%.
berbagai masalah. b. Tersedianya
Dengan
instrumen
penilaian
model
demikian
pembelajaran
kemampuan mahasiswa memecahkan
masalah
masalah.
kecerdasan
(PBI)
penerapan berdasarkan
yang
melibatkan
intrapersonal
dan
c. Tersedia modul pembelajaran Sejarah
interpersonal mampu meningkatkan hasil
Indonesia I yang disusun berdasarkan
belajar mahasiswa pada mata kuliah
hasil kajian mendalam tentang PBI
Sejarah Indonesia 1. Penerapan model
yang dilakukan.
pembelajaran berdasarkan masalah yang
HASIL PENELITIAN
melibatkan kecerdasan intrapersonal dan
Berdasarkan
hasil
penelitian,
interpersonal memampukan mahasiswa
sebelum diberi tindakan nilai rata-rata
menemukan
pre tes adalah 5,73% dengan persentase
perkuliahan yang diberikan sehingga
ketuntasan belajar klasikal 0%. Setelah
membuat mahasiswa belajar mandiri dan
diberi tindakan 1 menggunakan model
terarah sehingga hasil belajar mahasiswa
pembelajaran berdasarkan masalah (PBI)
meningkat.
yang
dari
materi
kecerdasan
Jika dibandingkan kelas yang
intrapersonal dan interpersonal, skor rata-
dikenai perlakuan model pembelajaran
rata menjadi 40,66 dengan nilai 61,61
berdasarkan
dengan presentase ketuntasan belajar
melibatkan kecerdasan intrapersonal dan
klasikal
Kemudian
interpersonal dengan kelas yang dikenai
setelah pemberian tindakan II, dengan
perlakuan model konvensional maka
menggunakan model pembelajaran yang
model
sama diperoleh skor rata-rata post tes
memperoleh rata-rata skor sebesar 33,09
adalah 41,39 dengan nilai 62,71 dengan
dengan nilai 50,10. Ketuntasan belajar
presentase ketuntasan belajar adalah
secara klasikal pada kelas kontrol yang
61,36%.
dikenai perlakuan model konvensional
perlakuan
melibatkan
makna
adalah
54,55%.
Selanjutnya tindakan
setelah III,
diberi dengan
masalah
konvensional
(PBI)
hanya
hanya sebesar 41,46% maka
yang
mampu
dapat
menggunakan model pembelajaran yang
disimpulkan bahwa kelas yang dikenai
sama diperoleh skor rata-rata post tes
perlakuan penerapan model pembelajaran 54
Tappil Rambe adalah dosen jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Medan
berdasarkan
masalah
(PBI)
yang
dan
interpersonal
melibatkan kecerdasan intrapersonal dan
dibandingkan
interpersonal lebih baik dari pada kelas
konvensional.
yang
dikenai
perlakuan
model
dengan
baik model
Saran 1. Kepada
konvensional.
lebih
dosen
jurusan
sejarah
hendaknya
selalu
SIMPULAN DAN SARAN
khususnya,
Simpulan
berupaya meningkatkan hasil belajar
1. Penerapan
model
pembelajaran
mahasiswa dan mempertimbangkan
berdasarkan masalah (PBI) yang
model
melibatkan kecerdasan intrapersonal
masalah
dan
mampu
kecerdasan
belajar
interpersonal sebagai alternatif model
interpersonal
meningkatkan
hasil
pembelajaran (PBI)
yang
pembelajaran
Indonesia 1. Yang dilakukan dalam 3
dalam pembelajaran.
yang
dan
dilaksanakan
2. Kepada mahasiswa, diharapkan untuk
2. Model
pembelajaran
masalah
(PBI)
kecerdasan interpersonal
berdasarkan
yang
melibatkan
intrapersonal efektif
dan dalam
pembelajaran mata kuliah Sejarah 1. Hal
melibatkan
intrapersonal
mahasiswa pada mata kuliah Sejarah siklus.
berdasarkan
ini
ditunjukkan
dengan
mau lebih aktif selama pembelajaran dan
berlatih
menyelesaikan
permasalahan-permasalahan
yang
kompleks agar hasil belajar lebih meningkat. 3. Kepada
peneliti
yang
berminat
kemampuan dosen dalam mengelola
melakukan penelitian dengan objek
pembelajaran berada pada kategori
yang sama dengan penelitian ini,
baik, aktivitas siswa tertumpu pada
disarankan untuk mengembangkan
bagaimana
menyelesaikan
penelitian ini dengan memvariasikan
permasalahan yang diberikan, respon
dengan metode, teknik, strategi, gaya
mahasiswa
pembelajaran yang lain dan berupaya
terhadap pembelajaran
positip, dan presentase ketuntasan
merangsang
belajar secara klasikal terpenuhi.
mahasiswa
3. Hasil belajar mahasiswa yang dikenai perlakuan
model
pembelajaran
berdasarkan masalah (PBI) yang
memberikan pertanyaan
dan untuk
memotivasi lebih
berani
tanggapan
dan
terkait
dengan
mata
kuliah yang diberikan.
melibatkan kecerdasan intrapersonal 55 Tappil Rambe adalah dosen jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Medan
DAFTAR PUSTAKA Aiken, Lewis. (1997). Psychological Testing and Assessment. Ed.9, USA, Allyn and Bacon Arikunto, (1999). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), Bandung, Bumi Aksara Arends, Richard I. (1997). Classroom Instruction and Management. New York, Mc Graw-Hill Companies, Inc. ---------------------- (2001). Instruction to Teach. Fifth Edition. New York: McGraw Hill Companies Arends, R. I., Wenitzky, N.E., & Tannenboum, M. D. (2001). Exploring Teaching: An Introduction to Education. New York, McGraw-Hill Companies, Inc. ---------------------------(2003) Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional Borich, Gary D. (1990). Observation for Effective Teaching. Englewood Cliffs, Merrill Publishers. Eggen, Paul D & Kauchak (1988). Strategies for Teacher Teaching Content and Thinking Skills. New Jersey, Prentice Hall. Ferguson, George A. (1989). Statistical Analisys in Psychology and Education. Sixth Edition, Singapore, Mc Graw-Hill International Book Co. Gardner, H. (1983). Frames of MindThe Theory of Multiple Intelligences. New York, Basic Books. Grinnell, Jr, Richard M. (1988). Social Work Research and Evaluation, Third Edition. Illionis, F.E Peacock Publishers, Inc.
56 Tappil Rambe adalah dosen jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Medan
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI POKOK BESARAN DAN PENGUKURAN DI MTs SWASTA PAB I HELVETIA MEDAN Oleh : Alkhafi Ma’as Siregar dan Winsyahputra Ritonga Abstrak Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dengan alat penyajian lembar observasi aktivitas siswa dan penyajian soal tes dalam bentuk pilihan berganda yang uji persyaratan instrumen tes hasil belajarnya telah terpenuhi. Pada penelitian ini dilakukan dua siklus, keduanya menggunakan pendekatan kontekstual, namun metode yang digunakan bervariasi. Adapun pada siklus I digunakan kombinasi metode mengajar (demontrasi, eksperimen, diskusi, tanya jawab, ceramah, dan pemberian tugas), sedangkan pada siklus II menggunakan metode eksperimen, tanya jawab, dan pemberian tugas. Terlebih dahulu diadakan tes awal. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh tentang materi pokok besaran dan pengukuran pada tes awal sebesar 31. Pada siklus I tingkat pencapaian hasil belajar siswa meningkat menjadi 51,8. Pada siklus II, hasil belajar siswa menjadi 82,2. hasil menunjukkan peningkatan yang terjadi signifikan dan seluruh siswa telah mencapai ketuntasan Kata kunci: Penelitian tindakan kelas, Pendekatan kontekstual kemampuan IPA anak SMP di Indonesia
PENDAHULUAN Upaya mencerdaskan kehidupan
berada pada urutan 32 dari 38 negara di
bangsa dan mengembangkan kualitas
dunia ( Nurhadi, 2004: 6 ). Hasil belajar
manusia
siswa yang rendah tersebut disebabkan
seutuhnya
pendidikan
yang
adalah
menjadi
misi
tanggung
oleh
beberapa
faktor,
diantaranya:
jawab setiap guru. Pendidikan IPA
kurangnya
khususnya fisika merupakan salah satu
penguasaan materi pelajaran, kesalahan
pendidikan di sekolah yang menentukan
konsepsi siswa pada materi pokok,
keberhasilan
perbedaan
mutu
pendidikan.
pemahaman
intelegensi
kurangnya
siswa
dan
masing-masing
Kenyataannya, masih banyak siswa yang
siswa,
takut dan sulit untuk mempelajari fisika,
terhadap pelajaran fisika, dan pendekatan
sehingga siswa memproleh hasil belajar
pembelajaran
fisika yang rendah.
Diantara
yang
faktor-faktor
motivasi kurang tersebut
siswa tepat. yang
Berdasarkan data TIMSS ( Third
menyebabkan rendahnya hasil belajar
)
fisika siswa yang paling dominan adalah
hasil
pendekatan pembelajaran yang kurang
Matemathics lembaga pendidikan
and yang di
Science
Study
mengukur dunia,
melaporkan
tepat,
kurang
tepatnya
pendekatan
pembelajaran yang digunakan berdampak 57 Alkhafi Ma’as Siregar dan Winsyahputra Ritonga adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
pada
kurangnya
pemahaman
siswa,
yang
abstrak”
penguasaan materi dalam jangka panjang
(http://id.ppi.Jepang.org/article php id-
sehingga hasil belajar siswa rendah.
45/, 2005 ). Oleh karena itu agar kegiatan
Pendekatan Pembelajaran selama
belajar mengajar berhasil, guru sebagai
ini berorentasi pada target penguasaan
pengajar harus mampu merancang teknik
materi terbukti berhasil dalam kompetisi
pengajaran
mengingat jangka pendek, tetapi gagal
menggunakan pendekatan pembelajaran
dalam membekali anak memecahkan
yang sesuai dan metode yang bervariasi
persoalan
sehingga dapat membangkitkan minat,
dalam
kehidupan
jangka
panjang sehingga life skill pada bidang
yang
sesuai
dengan
motivasi, dan ketertarikan belajar fisika.
fisika tidak tercapai. Selain itu sulitnya
Salah
satu
pendekatan
yang
keterampilan proses sains, penguasaan
melibatkan siswa lebih aktif dan dapat
konsep dan semangat berkreatifitas tanpa
membangkikkan minat, motivasi belajar
mengikutsertakan siswa agar bekerja
fisika adalah pembelajaran pendekatan
lebih aktif dan kreatif.
kontekstual atau Contextual Teaching
Selama ini fisika terasa sangat
and Learning (CTL). Pendekatan ini
sulit dan memusingkan siswa, karena
menjadikan siswa terlibat aktif dalam
cara
kegiatan
pengajaranya yang kurang
yang
bermakna,
yang
menyenangkan, dan kurang tepatnya
diharapkan dapat membuat siswa untuk
metode pembelajaran. Terlalu banyak
dapat mengkonstruksikan pengetahuan
teori dan menghapal rumus membuat
dibenak
siswa semakin pusing. Andaikan fisika
menghubungkan
diajarkan
diperoleh dengan konteks situasi dunia
dengan
eksperimen
dan
pemahaman maka fisika akan terasa
sendiri
dan
dapat
pengetahuan
yang
nyata. Pembelajaran
mudah bagi siswa. Menurut
mereka
Basar
(2004)
“jika
kontekstual
berdasarkan hasil penelitian
Dewey
sekolah
(dalam Toharuddin, 2005) bahwa siswa
menengah tentang pelajaran apa yang
akan belajar dengan baik jika apa yang
dianggap paling sulit umumnya sebagian
dipelajari terkait dengan apa yang telah
besar menjawab fisika, penyebabnya
diketahui dan kegiatan yang terjadi di
adalah proses pembelajaran fisika kurang
sekelilingnya.
memberikan perhatian dalam kehidupan
menekankan pada daya pikir yang tinggi,
sehari-hari dan selalu membahas hal
transfer
ditanyakan
kepada
siswa
Pembelajaran ilmu
ini
pengetahuan, 58
Alkhafi Ma’as Siregar dan Winsyahputra Ritonga adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
mengumpulkan data, menganalisis data,
siswa
dan
masalah-masalah
keterampilan dari konteks yang terbatas,
tertentu baik secara individu maupun
sedikit demi sedikit, dan dari proses
kelompok.
mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal
memecahkan
Berdasarkan
batasan
masalah,
memperoleh
untuk
pengetahuan dan
memecahkan
masalah
maka rumusan masalah dalam penelitian
kehidupannya
ini
masyarakat (Nurhadi, 2003 : 13).
adalah
1)
pembelajaran
Apakah
penerapan
sebagai
dalam anggota
Menurut Sanjaya (2005: 109)
pendekatan kontekstual
dapat meningkatkan hasil belajar fisika
CTL
siswa pada materi pokok besaran dan
pembelajaran yang menekankan kepada
pengukuran;
penerapan
proses keterlibatan siswa secara penuh
pendekatan kontekstual
untuk dapat menemukan materi yang
2)
pembelajaran
Apakah
adalah
suatu
dapat meningkatkan aktivitas siswa pada
dipelajari
materi pokok besaran dan pengukuran.
dengan situasi kehidupan nyata sehingga
Sedangkan Tujuan Penelitian antara lain
mendorong
1) Untuk mengetahui peningkatan hasil
menerapkannya
belajar
mereka.
siswa
pembelajaran pada
melalui
penerapan
pendekatan
kontekstual
materi
pokok
pengukuran;
2)
peningkatan
aktivitas
melalui pendekatan
besaran
Untuk
penerapan
dan
mengetahui
dalam
defenisi adalah
pembelajaran
dan
di suatu
dapat
kehidupan atas,
CTL
pendekatan
pengajaran
yang
pembelajaran
dengan situasi dunia nyata siswa dan
dapat
mendorong siswa membuat hubungan
pada
antara pengetahuan yang dimilikinya
materi pokok besaran dan pengukuran. kontekstual
dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
(Contextual Teaching Learning) adalah belajar
untuk
mengaitkan antara materi yang diajarkan
meningkatkan aktivitas siswa
konsep
siswa
Dari hakikatnya
menghubungkannya
siswa
belajar
kontekstual
Pembelajaran
dan
pendekatan
dimana
guru
Penerapan
pendekatan
CTL
bertujuan untuk meningkatkan prestasi
menghadirkan dunia nyata ke dalam
belajar
kelas dan mendorong siswa membuat
pemahaman makna materi pelajaran yang
hubungan
dipelajari dikaitkan dengan dunia nyata
antara
pengetahuan
yang
siswa
melalui
peningkatan
dimilikinya dengan penerapannya dalam
siswa
kehidupan mereka sehari-hari, sementara
Untuk mencapai tujuan tersebut sejumlah
dalam
kehidupan
sehari-hari.
59 Alkhafi Ma’as Siregar dan Winsyahputra Ritonga adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
hasil yang diharapkan dari penerapan
bentuk
pendekatan CTL adalah :
mulai dari tes tertulis, hasil pekerjaan
rumah, proyek, kuis, karya tulis
Wawasan tersebut dapat diperoleh
siswa, laporan, jurnal portofolio,
melalui pelatihan pemagangan, studi
observasi, praktek dan tanya jawab di
banding, dan pemenuhan bacaan CTL
kelas.
yang
berwawasan
Suasana
sesuai dengan kehidupan nyata siswa,
bermakna bagi siswa.
tidak hanya di ruang kelas tetapi juga
Strategi, metode dan teknik belajar
dapat dilakukan di alam terbuka,
dan mengajar dapat mengaktifkan
rumah,
semangat siswa dan menggunakan
tinggal siswa.
masyarakat
Sebuah
dan
pebelajaran
tempat di
kelas
Media pendidikan bernuansa CTL,
dikatakan menggunakan pendekatan CTL
seperti misalnya situasi alamiah,
apabila
benda nyata, alat peraga, film nyata
komponen di bawah ini, yaitu:
dan
1) Konstruktivisme
VCD
perlu
di
rancang
Fasilitas pendukung CTL seperti peralatan
dan
perlengkapan,
laboratorium alamiah dan buatan dalam tempat-tempat praktek. Dalam
proses
kegiatan
belajar
mengajar, guru mampu memotivasi siswa agar belajar,
berprilaku semangat keseriusan
perhatian,
keaktifan dan keingintahuan.
yang
oleh konteks perlu disusun agar lebih
bermakna.
sekolah
bernuansa CTL lebih baik dipilih
sedemikian rupa agar belajar lebih
iklim
Materi pembelajaran yang dijiwai
realita dan lebih nyata.
bermacam-macam,
CTL.
Guru
yang lengkap.
yang
Penilaian/
evaluasi
sebaiknya menyangkut banyak segi pandang, baik dari segi kognitif, efektif,
psikomotorik
dan
menerapkan
Konstruktivisme landasan
tujuh
merupakan
berfikir
Pembelajaran
(Filosofi).
kontekstual
yaitu
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Dalam
proses
pembelajaran
siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses KBM, berdasarkan pengalaman nyata. Siswa
autentik,
telah
menjadi pusat kegiatan bukan
guru. 2) Menemukan (Inquiry)
dalam 60
Alkhafi Ma’as Siregar dan Winsyahputra Ritonga adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
Inkuiri adalah inti dari kegiatan pembelajaran
CTL,
mengenai
satu-satunya
model,
model
dapat
dirancang dengan melibatkan siswa atau
yang
dapat didatangkan dari luar, model
diperoleh siswa bukan hasil mengingat
biasanya berupa benda, cara kerja atau
praktek-praktek, tetapi hasil menemukan
yang lain yang bisa ditiru oleh siswa.
sendiri.
6) Refleksi (Reflection)
pengetahuan
dan
keterampilan
3) Bertanya (Questioning)
Refleksi
adalah
cara
berfikir
Dalam proses pembelajaran CTL,
tentang apa yang baru dipelajari agar
guru tidak menyampaikan informasi
siswa dapat secara apa yang baru
begitu saja, akan tetapi memancing agar
dipelajari agar siswa dapat secara bebas
siswa dapat menemukan sendiri melalui
menafsirkan
pertanyaan-pertanyaan
sehingga ia dapat menyimpulkan tentang
guru
dapat
pengalamannya sendiri,
membimbing dan mengarahkan siswa
pengalaman belajarnya.
untuk menemukan setiap materi yang
7) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)
dipelajarinya. 4) Masyarakat belajar (Learning Community) Leo
Semenovich
Vygotsky,
Penilaian yang sebenarnya adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran belajar
menyatakan
siswa. Penilaian autentik diupayakan
bahwa pengetahuan dan pemahaman
karena CTL menuntut pengukuran hasil
anak banyak ditopang oleh komunikasi
belajar dengan cara yang tepat dan
dengan orang lain melalui kerja sama
variatif merupakan kombinasi dari cara
orang lain untuk memudahkan suatu
penilaian (tes tertulis, PR, kuis, karya
permasalahan.
tulis, laporan, jurnal, fortopolio, praktek
seorang
psikolog
Rusia
Pembentukan masyarakat belajar ini, siswa dibagi dalam kelompokkelompok yang heterogen 5-6 orang berkelompok. 5) Pemodelan (modeling) Dalam pembelajaran CTL, dapat menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, pada CTL guru bukan
dan tanya jawab di kelas). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di MTs Swasta PAB I Helvetia Medan. Populasi adalah Seluruh siswa kelas VII semester 1 MTs Swasta PAB 1 Helvetia pada Tahun Ajaran 2007/2008. Sedangkan sampel penelitian diambil satu kelas 61
Alkhafi Ma’as Siregar dan Winsyahputra Ritonga adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
secara Cluster Random Sampling dari 3
dilakukan dengan tanya jawab kepada
kelas siswa kelas VII MTs Swasta PAB 1
siswa pada awal pembelajaran.
Helvetia pada Tahun Ajaran 2007/ 2008
Pelaksanaan
yang berjumlah 52 orang. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk PTK ( Action Research ). Prosedur Penelitian adalah tahap-tahap kegiatan yang dilakukan dalam proses penelitian sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Ciri khas PTK adlah
Tahapan ini adalah pelaksanaan pembelajaran yang sudah direncanakan dalam tahap perencanaan. Dalam tahapan ini, peneliti melaksanakan pembelajaran di kelas dengan pendekatan kontekstual. Pengamatan
dilakukan siklus dalam proses penelitian. Secara sederhana, proses/tahapan pada satu siklus penelitian tindakan kelas adalah sbb:
Pengamatan pada penelitian ini dilakukan
adalah
tahap
persiapan dalam melakukan penelitian.
bertujuan untuk melihat seluruh aktivitas
dirancang pada saat perencanaan. Refleksi
Dalam penelitian ini, kegiatan awal yang peneliti
adalah
mengidentifikasi masalah hasil belajar fisika yang rendah, melalui data angket observasi
kegiatan
belajar
mengajar, dan wawancara dengan guru fisika di MTs Swasta PAB I Medan, yang kemudian peneliti menyusun suatu skenario/ Identifikasi
Observasi
Instrumen untuk melihat aktifitas siswa
Perencanaan
siswa,
observer.
siswa dalam pelaksanaan pembelajaran.
Perencanaan
dilakukan
oleh
rancangan kesulitan
pembelajaran. siswa
juga
Dalam tahapan ini dilakukan evaluasi
pelaksanaan
pembelajaran.
Evaluasi berupa tes untuk melihat hasil belajar siswa dan analisis terhadap hasil observasi untuk melihat aktivitas siswa. Setelah di evaluasi, kemudian dianalisis hasil
pembelajaran
untuk
perbaikan
dalam pembelajaran berikutnya. Secara umum, penelitian tindakan kelas memiliki alur sebagai berikut:
62 Alkhafi Ma’as Siregar dan Winsyahputra Ritonga adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
Refleksi dan analisis evaluasi dan dapat juga Identifikasi masalah hasil belajar fisika dipergunakan jurnal yang dibuat oleh guru dan rendah, melalui angket siswa, wawancara merencanakan apa yang akan dilakukan pada dengan guru dan observasi tahap selanjutnya Perencanaan skenario Evaluasi hasil pembelajaran 1 dengan SIKLUS I pembelajaran cara: pengamatan prilaku/ respon siswa, pemberian tes hasil belajar, dan observasi kegiatan siswa Pelaksanaan skenario pembelajaran untuk menemukan kesulitan pada materi pokok besaran dan Pengukuran Refleksi dan analisis hasil evaluasi tahap II
Identifikasi masalah baru, yang baru muncul
SIKLUS II Evaluasi dengan melakukan tes hasil belajar
Perencanaan penyusunan skenario pembelajaran berdasarkan identifikasi II untuk meningkatkan hasil belajar
Pelaksanaan skenario yang direvisi berdasarkan data yang diperoleh dalam implementasi I
SIKLUS n Gambar. 3.1. Desain siklus penelitian tindakan kelas ( Kemmis dan Mc Taggart ) Dalam penelitian ini instrumen
meihat hasil belajar, penelitian ini juga
yang digunakan peneliti ada 2 yaitu
bertujuan untuk melihat aktivitas siswa
pertama test hasil belajar siswa yakni
dalam
sebanyak 25 item dengan 4 option,
penelitian
sebelum digunakan lebih dahulu diuji
diperoleh data hasil belajar siswa sebagai
validitas
berikut:
soal
test.
Validitas
yang
digunakan adalah validitas isi ( content validity ) yang berdasarkan kurikulum, buku pegangan guru dan siswa. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan dalami 2
pembelajaran. yang
telah
Berdasarkan dilakukan,
Tabel 1. Rata-rata hasil belajar siswa No Jenis Nilai Rata-Rata Nilai 1 Hasil Tes Awal 31 (pre tes) 2 Hasil Post Tes 58 Siklus I 3 Hasil Post Tes 82,8 Siklus II
siklus pembelajaran. Selain itu untuk 63 Alkhafi Ma’as Siregar dan Winsyahputra Ritonga adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
Sesuai dengan rencana penelitian,
melakukan penilaian terhadap aktivitas
penelitian ini juga bertujuan untuk
siswa
meningkatkan aktivitas belajar siswa.
observasi
Hasil
berikut:
penelitian
diperoleh
dengan
dalam
kelas.
penelitian
Tabel 2. Peningkatan aktivitas Siswa Pada Setiap Pertemuan Jumlah No Aspek yang dialami P. I P. II P. III 1 Menyajikan pertanyaan 11 30 30 2 Memberi kritik pada guru dan teman 8 10 28 3 Memberikan tanggapan 30 34 50 Memberikan jawaban yang tepat 4 dari suatu masalah 5 20 39 5 Berani dan bebas mengeluarkan ide 30 36 39 6 Mengerjakan sendiri tugas – tugas 15 40 48 7 Bekerja dengan menggunakan alat 14 20 47 Mendengarkan dan memperhatikan 8 penjelasan guru 35 40 49 Ket: P : Pertemuan
Adapun adalah
hasil sebagai
P. I 21.2 15.4 57.7
% P. II 57.7 19.2 65.4
P.III 57.7 53.9 96.2
9.6 57.7 28.9 26.9
38.5 69.2 76.9 38.5
75.00 75.00 92.3 90.4
67.3
76.9
94.2
60 50
J U M L A H
40 30
S I S W A
Pertemuan 1
Pertemuan 2
20
Pertemuan 3
10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
AKTIVITAS SISWA
Gambar 1. Grafik Peningkatan Aktivitas Siswa Pada Setiap Pertemuan Pembahasan Hasil Penelitian Dari hasil penelitian diperoleh
dengan
menerapkan
pendekatan
pembelajaran
kontekstual.
Setelah
bahwa hasil tes awal siswa sebesar 31
pembelajaran, maka dilakukan pos-tes
atau berada di bawah 65. ini artinya
untuk mengetahui hasil belajar siswa
kemampuan awal siswa terhadap mata
setelah diberi pembelajaran, diperoleh
pelajaran fisika masih rendah.
nilai rata rata pos-tes masih di bawah 65
Setelah dilakukan tes awal, maka selanjutnya
dilakukan
yaitu rata-rata sebesar 58,5.
pembelajaran 64
Alkhafi Ma’as Siregar dan Winsyahputra Ritonga adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
Untuk diinginkan,
mencapai
hasil
kembali
yang
melaksanakan
memiliki persentase sebesar 57,7%, 57,7 %, dan 67,3 %.
perbaikan pembelajaran (siklus II) yang masih
menerapkan
Pada pertemuan ke 2, aktivitas
pendekatan
siswa masih tergolong bervariasi, yaitu
pembelajaran kontekstual dan dilakukan
memberi kritik pada guru dan siswa,
beberapa
memberikan jawaban yang tepat dari
penyempurnaan.
Metode
mengajar yang digunakan adalah dengan
suatu
eksperimen, tanya jawab, dan pemberian
menggunakan alat, masing-masing 19,2
tugas melalui latihan soal. Setelah selesai
%,
dilakukan pembelajaran maka dilakukan
dikategorikan kurang, sementara yang
pos-tes untuk mengetahui hasil belajar
masih
siswa setelah diberikan pembelajaran
memberikan tanggapan dan berani dan
pada siklus II, diperoleh persentase
bebas mengeluarkan ide, masing- masing
semua item soal di atas 65, yaitu
persentasenya 65,4 %, 65,4%, dan 69,2
persentase
ini
%. Sedangkan yang termasuk kategori baik yaitu mengerjakan tugas sendiri dan
rata-rata
82,8.
Hal
menunjukkan
dengan
penerapan
pembelajaran
pendekatan
kontekstual
masalah, 38,5
%,
bekerja 38,5%
yang
dikategorikan
mendengarkan
dan
dengan
cukup
masih yaitu,
memperhatikan
dapat meningkatkan hasil belajar siswa
penjelasan
dan juga sekaligus menandakan bahwa
masing-masing sama yaitu sebesar 76,9
tidak perlu lagi dilaksanakan perbaikan
%.
guru,
dengan
persentase
pembelajaran karena kemampuan rata-
Aktivitas siswa pada pertemuan
rata belajar siswa untuk tiap soal sudah
ketiga menunjukkan hasil yang lebih
mencapai diatas nilai standart ketuntasan.
baik,
namun
aspek
tentang
siswa
Hasil observasi tentang aktivitas
memberikan kritik pada guru dan teman
siswa dari tabel 2 di atas dapat dilihat
serta menyajikan pertanyaan tergolong
bahwa aktivitas siswa dari semua aspek
cukup, yang masing-masing mempunyai
pada pertemuan 1 yang dialami masih
persentase 19,2 % dan 57,7 %.
tergolong kurang atau berada < 49 %,
Perkembangan aktivitas belajar
kecuali memberikan tanggapan, berani
siswa dapat dilihat dari grafik di atas.
dan
Secara
bebas
mendengarkan penjelasan
mengeluarkan
ide,
dan
umum
terjadi
peningkatan
dan
memperhatikan
aktivitas siswa dari pertemuan I hingga
guru,
masing-masing
pertemuan
III.
aktivitas,
yang
Diantara
kedelapan
paling
menonjol 65
Alkhafi Ma’as Siregar dan Winsyahputra Ritonga adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
peningkatannya terdapat tiga aktivitas
kehidupan
siswa,
pendekatan
ditunjukkan
pada
aktivitas
sehari-hari, yang
dalam
artian
digunakan
dapat
diantaranya, urutan pertama nilai yang
membawa siswa kedunia nyata yaitu
tertinggi ditunjukkan pada aktivitas ke -
dengan
empat yaitu memberikan jawaban yang
sehingga
tepat dari suatu masalah, yang berada
menggunakan alat, dengan demikian
pada urutan ke – dua peningkatan
pembelajaran
tertinggi ditunjukkan pada aktivitas ke-
berdasarkan pengalaman nyata, siswa
enam, yaitu mengerjakan sendiri tugas-
menjadi pusat kegiatan, serta penggunaan
tugas, sedangkan yang berada pada
metode yang bervariasi dalam kegiatan
urutan
tertinggi
belajar mengajar, sehingga hasil belajar
ditunjukkan pada aktivitas ke-tujuh, yaitu
siswa juga dapat meningkat. Dengan
bekerja
demikian
ke-tiga
peningkatan
dengan
menggunakan
alat.
adanya siswa
penggunaan aktif
dan
yang
penerapan
media bekerja
dilakukan
pembelajaran
Aktivitas yang menunjukkan jumlah
pendekatan kontekstual yang digunakan
aktivitas yang banyak diikuti siswa pada
pada pembelajaran dapat meningkatkan
aktivitas
aktivitas dan hasil belajar fisika MTs
ke-
tiga,
yaitu
memberi
tanggapan. Namun aktivitas yang kurang diikuti siswa ditunjukkan pada aktivitas ke- dua, yaitu memberi kritik pada guru dan teman. Dari tiga aktivitas yang paling besar peningkatannya dilakukan siswa, hal tersebut mengindikasikan bahwa keaktifan siswa, minat, motivasi, dan ketertarikan untuk belajar fisika semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan pendekatan
pembelajaran
yang
digunakan lebih menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh, untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dengan menghubungkan dengan situasi dunia nyata siswa sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
Swasta PAB I Helvetia. KESIMPULAN DAN SARAN Setelah
dilakukan pengamatan
dan analisis data diperoleh beberapa kesimpulan antara lain: 1. Terdapat
peningkatan
yang
signifikan hasil belajar siswa pada materi
pokok
besaran
dan
pengukuran setelah diterapkannya pembelajaran
pendekatan
kontekstual. Hal ini terlihat dari ratarata persentase siklus I untuk pos-tes I sebesar 58, 5 % dan meningkat menjadi 82,8 % pada siklus II (postes II) atau sudah mencapai rata-rata di atas 65 % tiap soal. Total peningkatan hasil belajar siswa dari 66
Alkhafi Ma’as Siregar dan Winsyahputra Ritonga adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
pre-tes hingga pos-tes sebesar 51,8
DAFTAR PUSTAKA
%.
Aqib, Z., (2006), Penelitian Tindakan Kelas, Yrama Widya, Bandung. Arikunto, S., (1997), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta. Basar, K., (2004), Mengkaji Kembali Pengajaran Fisika di Sekolah Menegah (SMP dan SMA): http://id.ppi.Jepang.org/article php id-45/2005. Dimiati dan Mudjono, (2002), Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta. Jatmiko, B., (2003), Penelitian Tindakan Kelas, Depdiknas, Jakarta. Nurhadi, (2004), Kurikulum 2004,: PT. Gramedia Widia Sarana, Jakarta. Nurhadi, dan Senduk, A. G,. (2003), Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching an Learning (CTL) dan penerapannya dalam KBK, Universitas Negeri Malang, Malang. Rustana, C. E., (2002), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah,: Departemen Pendidikan Nasiona, Jakarta. Sanjaya, W., (2005), Pembelajaran dan Implementasi kurikulum berbasis Kompetensi, Kencana Penada Media Group, Jakarta. Toharudin, UUS., (2005), Kompetensi Guru Dalam Strategi Ajar: http://www.Pikiran Rakyat.com/cetak/2005/1005/24]/ 0803.html.
2. Aktivitas
belajar
proses
pembelajaran
kontekstual
siswa
dari
selama
pendekatan siklus
I
dikategorikan cukup menjadi baik pada
siklus
II
yaitu
adanya
peningkatan keaktivan siswa, minat, motivasi, dan ketertarikan untuk belajar fisika semakin meningkat dan kondisi suasana kelas menjadi lebih baik. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka
penulis
memberikan
beberapa
saran sebagai berikut: 1. Bagi guru khususnya guru fisika sebaiknya menggunakan PTK dalam pembelajaran
melalui
pendekatan
kontekstual dengan metode yang bervariasi dalam upaya meningkatkan hasil belajar para siswa. 2. Bagi peneliti lanjut diharapkan untuk lebih memperhatikan jumlah siswa, media serta kelengkapan alat-alat praktikum dalam pelajaran fisika karena
hal
tersebut
dapat
mempengaruhi kondisi belajar siswa dan hasil belajar siswa.
67 Alkhafi Ma’as Siregar dan Winsyahputra Ritonga adalah dosen jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DENGAN SETTING KOOPERATIF Oleh: Humuntal Banjarnahor Abstrak Pembelajaran yang selama ini mendominasi kelas-kelas matematika di Indonesia umumnya berbasis pada behaviorisme dengan penekanan pada transfer pengetahuan dan latihan. Guru mendominasi kelas dan berfungsi sebagai sumber belajar utama. Guru menyajikan pengetahuan matematika kepada siswa, siswa memperhatikan penjelasan dan contoh yang diberikan oleh guru, kemudian siswa menyelesaikan soal-soal sejenis yang diberikan guru. Penggunaan kelompok belajar heterogen dalam pembelajaran merupakan salah satu pembelajaran yang mendukung terjadinya aktivitas aktif siswa yang dapat merangsang kemampuan berpikir dan kemampuan memecahkan masalah yang merupakan tujuan dari pembelajaran matematika. Salah satu pembelajaran yang menggunakan kelompok belajar heterogen dan memperhatikan interaksi sosial sesama siswa adalah pembelajaran kooperatif. Berdasarkan pemikiran tersebut, dapat dibentuk suatu pembelajaran kooperatif sebagai setting untuk PMR(Pembelajaran Matematika Realistik). PMR dengan setting kooperatif yang dimaksud adalah pembelajaran menggunakan sintaks (langkah-langkah) pembelajaran kooperatif yang memasukkan prinsip dan karakteristik PMR. Kata kunci: Pembelajaran Matematika Realistik, Pembelajaran kooperatif menekankan pada penerapan matematika
PENDAHULUAN
dan keterampilan matematika.
LATAR BELAKANG Peranan
pembelajaran
matematika di sekolah cukup besar dalam memberikan berbagai kemampuan kepada siswa untuk keperluan penataan kemampuan berpikir dan kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan Soedjadi
matematika. (2000:
45),
Menurut pendidikan
matematika seharusnya memperhatikan dua tujuan, yaitu (1) tujuan yang bersifat formal, menekankan pada penataan nalar serta pembentukan kepribadian, dan (2) tujuan
yang
bersifat
material,
Kurikulum di Indonesia secara jelas menguraikan tujuan pembelajaran matematika, yaitu: 1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui
kegiatan
penyelidikan,
eksplorasi, eksperimen, menunjukkan persamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. 2. Mengembangkan
aktivitas
kreatif
yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan
dengan
mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba68
Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
coba.
belajar yang berpusat pada guru sudah
3. Mengembangkan
kemampuan
memecahkan masalah. 4. Mengembangkan menyampaikan
saatnya diganti menjadi berpusat pada siswa. Soedjadi (2000:201) mengatakan
kemampuan
proses
mengajar
belajar
atau
matematika perlu lebih menekankan pada
mengko-munikasikan gagasan antara
keterlibatan secara optimal para peserta
lain
didik secara sadar.
melalui
informasi
bahwa
pembicaraan
lisan,
catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
Peran
aktif
membangun
Kenyataan saat ini menunjukkan
siswa
dalam
pengetahuannya
sebagaimana
yang dikehendaki
oleh
bahwa pencapaian tujuan pembelajaran
kurikulum
matematika seperti diuraikan di atas
konstruktivisme.
masih belum memenuhi harapan. Hal ini
(2000:156) pada dasarnya penerapan
diindikasikan dengan rendahnya mutu
konstruktivisme dalam belajar adalah
hasil belajar siswa. Baik hasil ujian akhir
bahwa siswa haruslah secara individual
nasional
menemukan
maupun hasil-hasil penelitian
bersesuaian
dan
Menurut
dengan Soedjadi
mentransformasikan
menunjukkan bahwa penguasaan siswa
informasi yang kompleks, memeriksa
terhadap bahan ajar matematika masih
informasi yang baru dan aturan yang ada
relatif rendah. Kenyataan ini mungkin
serta merevisinya bila perlu. Konstruktivisme
disebabkan sifat abstrak yang terdapat
menempatkan
pada matematika. Mungkin pula karena
siswa pada peranan utama dalam proses
selama ini siswa hanya cenderung diajar
belajar (student centered). Peranan guru
untuk menghafal konsep atau prinsip
lebih bersifat fasilitator dan
matematika, tanpa disertai pemahaman
kewajiban
yang baik.
kualitas pembelajaran. Oleh karena itu
Kondisi hasil belajar siswa yang
dalam upaya peningkatan
guru dituntut untuk selalu berinovasi
memprihatinkan tersebut harus terus
dalam
diupayakan untuk diperbaiki. Upaya
pembelajaran.
tersebut dapat dilakukan di antaranya
misalnya
melalui perbaikan kegiatan mengajar
pendekatan pembelajaran.
belajar.
Kegiatan
mengajar
memiliki
melaksanakan Inovasi
dalam
guru hal
proses tersebut pemilihan
Di Indonesia mulai diperkenalkan
belajar
merupakan faktor penting yang perlu
suatu
pendekatan
baru
dalam
mendapat perhatian. Kegiatan mengajar
pembelajaran matematika yang disebut 69
Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
Realistic Mathematics Education (RME),
Kutipan
tersebut
menjelaskan
yang dalam bahasa Indonesia berarti
bahwa pembelajaran dengan pendekatan
Pendidikan
konstruktivis
Secara
Matematikan
operasional
Realistik.
biasa
umumnya
banyak
disebut
menggunakan pembelajaran kooperatif,
Pembelajaran Matematika Realistik
yang didasarkan pada teori bahwa siswa
(PMR). PMR adalah suatu pembelajaran
lebih mudah menemukan dan memahami
yang
suatu
didasarkan
pada
prinsip
konsep
jika
mereka
saling
konstruktivis dan merupakan pendekatan
mendiskusikan masah tersebut dengan
pembelajaran
pada
temanya. Hal ini sejalan dengan pendapat
aktivitas siswa dalam mengkonstruksi
Piaget dan Vigotsky (dalam Slavin,
pengetahuan. Pendekatan ini menuntut
1997: 270) yang menekankan adanya
keaktifan siswa dalam proses belajar.
hakikat sosial dalam belajar. Keduanya
Dengan PMR, siswa mempelajari ide-ide
menyarankan
dan konsep-konsep matematika melalui
kelompok
permasalahan kontekstual yang berkaitan
berkemampuan berbeda. Pendapat serupa
dengan lingkungan siswa tersebut. Hal
juga
ini sejalan dengan Kurikulum 2004
(dalam Terwel, 1990) “I believe in the
(Depdiknas, 2003: 12) yang menekankan
social learning process, and on the
penggunaan masalah yang sesuai dengan
strength of this belief I advocate the
situasi
yang
berfokus
problem)
(contextual
memulai
kegiatan
dalam
pembelajaran
untuk
beajar
dikemukakan
Pendapat-pendapat merekomendasikan
siswa
kelompok
untuk
menguasai
konsep-konsep matematika. Menurut Slavin (1997: 273), Constructivist approaches to teaching typically make extensive use of cooperative learning, on the theory that students will more easily discover and comprehend difficult concepts if they can talk with each other about the problems.
oleh
anggotanya Freudenthal
heterogeneous learning group.”
matematika. Selanjutnya, secara bertahap dibimbing
yang
menggunakan
belajar
di
atas
penggunaan heterogen
dalam
pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang menggunakan kelompok belajar heterogen dan memperhatikan interaksi sosial sesama siswa adalah pembelajaran kooperatif.
Berdasarkan
pemikiran
tersebut, penulis memilih pembelajaran kooperatif sebagai setting untuk PMR. PMR dengan setting kooperatif yang penulis maksud adalah pembelajaran menggunakan
sintaks
pembelajaran 70
Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
kooperatif yang memasukkan prinsip dan
menurut urutan logis. Belajar matematika
karakteristik PMR.
tidak ada artinya kalau hanya dihafalkan
Berdasarkan diharapkan
uraian
PMR
kooperatif
dapat
di
dengan menjadi
atas, setting
saja. Belajar matematika baru bermakna bila dimengerti.
alternatif
Pembelajaran secara bermakna (meaningful learning) terjadi bila pelajar
pembelajaran yang baik.
mencoba
fenomena
baru ke dalam struktur pengetahuan
PEMBAHASAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA Pendidik
menghubungkan
sebagai
Ini
terjadi
melalui
belajar
konsep, dan perubahan konsep yang telah
satu
ada, yang mengakibatkan pertumbuhan
pelaku utama dalam pengajaran harus
dan perubahan struktur konsep yang
memahami teori-teori belajar, metode-
dimiliki
metode
Suparno, 2001: 54). Dengan belajar
mengajar
salah
mereka.
dan
lain-lain.
si
pelajar
(Ausubel
dalam
Penerapan teori belajar merupakan suatu
bermakna,
tuntutan yang harus dilaksanakan dan
memahami
disesuaikan dengan topik-topik tertentu
dilaksanaan. Siswa menyadari tentang
untuk dipraktekkan di lapangan. Dalam
mengapa, bagaimana dan untuk apa ia
buku
melakukan
Belajar
Petunjuk
Pelaksanaan
Mengajar
Proses
setiap
sesuatu
siswa
dapat
kegiatan
yang
dalam
kegiatan
1994
belajar. Dengan begitu akan timbul
mengajar
suasana pembelajaran yang harmonis,
belajar tidak hanya berlandaskan pada
penuh gairah, riang gembira, komunikasi
teori pembelajaran perilaku, tetapi juga
guru dengan siswa dan antar sesama
menekankan
siswa dapat berjalan lancar.
disebutkan
Kurikulum
diharapkan
bahwa
proses
pada
pembentukan
keterampilan mendapatkan pengetahuan sendiri. Dengan menerapkan metode pembelajaran tertentu siswa dituntut untuk
menemukan
sendiri
jawaban
terhadap permasalahan yang diberikan
adalah
suatu
jalan,
cara
atau
kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru
atau dihadapi. Menurut
PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK Pendekatan dalam pembelajaran
Sukahar
(1992:
3),
belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur yang diatur
atau siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran
dilihat
dari
sudut
bagaimana proses pembelajaran atau materi pembelajaran itu, umum atau 71
Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
khusus,
dikelola
(Ruseffendi
dalam
matematika yang perlu diorganisir dalam konteks yang lebih luas.
Fauzi, 2002:13).
Pada
Soedjadi (2000:102-103) membedakan (material
materi
pengalam-an yang dimilikinya, siswa
approach) yaitu proses menjelaskan
dapat
topik
memecahkan
matematika
menggunakan
tertentu
materi
matematisasi
horisontal, dengan pengetahuan atau
pendekatan menjadi dua, yaitu: 1. pendekatan
proses
matematika
mengorganisasikan masalah
kehidupan
dan
nyata
dalam
sehari-hari.
Proses
lain, misalnya menjelaskan topik
matematisasi horisontal bergerak dari
“kongruensi
dunia nyata ke dunia simbol. Proses ini
dua
segitiga”
menggunakan “transformasi”; dan
meliputi proses informal yang dilakukan
2. pendekatan pembelajaran (teaching
siswa dalam menyelesaikan suatu soal.
approach) yaitu proses penyampaian
Contohnya adalah proses yang dilalui
atau penyajian topik matematika
siswa untuk membuat model, membuat
tertentu agar mempermudah siswa
skema
memahaminya.
hubungan.
mengajarkan diagonal
Misalnya tentang
suatu
banyaknya
segi-n
beraturan
dengan menggunakan “penemuan”. Trefers
(1991:32),
mengelompokkan pembelajaran
dalam
dan
menemukan
Proses
hubungan-
matematisasi
vertikal,
merupakan
proses
pengorganisasian
kembali
dengan
menggunakan
matematika.
Proses
pendekatan
meliputi
pendidikan
hubungan
proses
ini
antara
menyatakan
dengan
suatu
lain suatu
formula,
matematika ke dalam empat macam
membuat berbagai model, merumuskan
pendekatan,
konsep/prinsip
yaitu:
meknistik,
strukturalistik, empiristik, dan realistik. Pengelompokan
dan
melakukan
generalisasi (Yuwono, 2001: 4).
ini didasarkan pada
Perbedaan keempat pendekatan
komponen proses matematisasinya, yakni
pembelajaran
matematisasi horisontal dan matematisasi
matematika ini menekankan pada sejauh
vertikal. Matematisasi adalah kegiatan
mana pendekatan tersebut memuat atau
pengorganisasian yang dapat berupa
menggunakan
realitas-realitas yang perlu diorganisir
matematisasi tersebut. Tabel 1 di bawah
secara
ini menunjukkan perbedaan tersebut
matematis
dan
juga
ide-ide
(tanda
“+”
dalam
kedua
berarti
pendidikan
komponen
lebih
banyak 72
Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
menekankan pada jenis matematisasi itu
tidak
memperhatikan
dan tanda “–“ berati kurang/sedikit atau
matematisasi tersebut).
pada
jenis
Tabel 1. Pendekatan Pembelajaran dalam Matematika Komponen matematisasi Jenis pendekatan No pembelajaran Horisontal Vertikal 1.
Mekanistik
–
–
2.
Empiristik
+
–
3.
Strukturalistik
–
+
4.
Realistik
+
+
Sumber: (de Lange, 1987: 101) Dari pendapat-pendapat di atas,
yang telah disebutkan, yaitu mekanistik,
pendekatan yang dimaksud pendekatan
empiristik, strukturalistik, dan realistik.
pembelajaran
yang
Pendekatan ini mengacu pada pendapat
merupakan suatu cara/prosedur dalam
Freudenthal (dalam Gravemeijer, 1994)
penyampaian
yang mengatakan bahwa matematika
matematika
matematika bahan untuk
pembelajaran, pendekatan
mencapai
tujuan
harus
siswa
mudah
matematika
agar
memahaminya.
pelajaran
Dalam yang
hal
dipilih
merupakan
dan
aktivitas
manusia. Ini berarti matematika harus
adalah
dekat dengan anak dan relevan dengan situasi anak sehari-hari. Anak harus
Pembelajaran
diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan kembali ide atau konsep
Matematika Realistik Pendekatan
dengan realita
ini,
pendekatan realistik. Pendekatan
dikaitkan
pembelajaran
matematika realistik (PMR) merupakan suatu pendekatan pendidikan matematika yang telah dikembangkan di Nederlands sejak tahun 1970 dengan nama asli Realistic Mathematics Education (RME). Kata “realistic” diambil dari klasifikasi yang dikemukakan oleh Treffers (1987), yang membedakan empat pendekatan dalam pendidikan matematika seperti
matematika. Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan matematika
bahwa realistik
pembelajaran bertolak
dari
masalah-masalah yang sesuai dengan pengalaman siswa. Dalam hal ini, siswa aktif, guru berperan sebagai fasilitator, siswa
bebas
mengemukakan
mengkomunikasikan
ide-idenya
dan satu
sama lain. Guru hanya membantu siswa secara terbatas untuk membandingkan 73
Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
ide-ide itu dan membimbing mereka
Setelah
mengambil kesimpulan tentang ide mana
konsep-konsep
yang benar, efisien, dan mudah dipahami
menggunakannya untuk menyelesaikan
mereka.
dengan
masalah kontekstual selanjutnya sebagai
matematika sebagai kegiatan manusia,
aplikasi untuk memperkuat konsep. de
siswa harus diberi kesempatan seluas-
Lange (1987: 72), mengatakan bahwa
luasnya untuk menemukan kembali ide
proses
atau konsep matematika secara mandiri
matematisasi
sebagai akibat dari pengalaman siswa
mathematizing), yang dapat digambarkan
dalam
seperti pada Gambar 1 berikut ini.
Dalam
kaitannya
berinteraksi
dengan
realitas.
menemukan
dan
terbentuk
matematika,
tersebut
merupakan
konseptual
siswa
proses
(conseptual
Dunia nyata
Matematisasi dalam aplikasi
Matematisasi dan refleksi
Anstraksi dan formalisasi
Gambar 1. Matematisasi Konseptual Agar bagi
siswa,
seyogyanya
pembelajaran maka
bermakna
pembelajaran
dimulai
dari
masalah
melakukan
refleksi,
interpretasi
dan
abstraksi. Rekonstruksi itu dimungkinkan terjadi dengan probabilitas yang lebih
kontekstual. Selanjutnya, siswa diberi
besar
kesempatan
kelompok kecil maupun diskusi kelas
menyelesaikan
seluas-seluasnya masalah
itu
untuk dengan
atau
melalui berbagai
diskusi,
baik
bentuk interaksi
dalam dan
caranya sendiri-sendiri. Artinya siswa
negosiasi. Secara perlahan siswa dilatih
diberi kesempatan melakuakan refleksi,
untuk
interpretasi dan mencari strategi yang
reinvention.
Mula-mula
sesuai.
berlangsung
secara
Keaktifan
siswa
dalam
melakukan
rekonstruksi
atau
matematisasi
horisontal
dan
haruslah
dengan bimbingan guru secara terbatas
dipahami sebagai keaktifan melakukan
siswa melakuakan matematisasi vertikal.
matematisasi, baik horizontal maupun
Matematisasi horisontal meliputi antara
vertikal, yang memuat kegiatan refleksi,
lain proses informal yang dilakukan
interpretasi dan abstraksi. Rekonstruksi
siswa dalam menyelesaikan masalah
pembelajaran
matematika
terjadi bila siswa dalam aktivitasnya 74 Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
kontekstual , membuat model, membuat skema, dan menemukan jawaban. Menurut Seodjadi (2001b:3) pada matematisasi horisontal memungkinkan siswa dapat melakukan kegiatan yang mengarah pembentukan “konsep antara” (misalnya konsep antara ke-1). Setelah konsep antara ke-1 diperoleh, mungkin diperlukan konsep antara ke-2 yang dibangun sejalan dengan konsep antara ke-1. Pencapaian konsep antara ke-1 dan sebagainya
memungkinkan
dilakukan
dengan berbagai cara berbeda oleh siswa melalui kegiatan informal membangun konsep utama yang menjadi tujuan utama pembelajaran. Jika siswa sudah sampai ke konsep utama, aktivitas pembelajaran dilanjutkan dengan matematisasi vertikal melalui
kegiatan formal
matematika
meliputi antara lain proses menyatakan suatu hubungan dengan suatu formula (rumus),
membuat
berbagai
model,
merumuskan konsep baru dan melakukan generalisasi (de Lange, 1987). Artinya matematisasi konseptual de Lange ini tidak diterapkan pada setiap proses belajar mengajar.
Jika siswa sudah
sampai ke konsep utama dilanjutkan dengan kegiatan formal matematika, tidak
kembali
matematika.
ke
proses
informal
Prinsip Pembelajaran Realistik
Matematika
Menurut Gravemeijer (1994:90), ada tiga prinsip kunci dalam mendesain pembelajaran matematika realistik, yaitu: a. Guided reinvention dan progressive mathematizing
Prinsip pertama adalah penemuan kembali
secara
terbimbing
dan
matematisasi secara progresif. Melalui topik-topik yang disajikan, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama membangun dan menemukan kembali tentang ide-ide dan konsep-konsep
secara
matematika.
Maksud dari mengalami proses yang sama dalam hal ini adalah masingmasing siswa diberi kesempatan yang sama merasakan situai dan jenis masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi. Dilanjutkan dengan matematisasi
prosedur
pemecahan
masalah yang sama, serta perancangan rute belajar sedemikian rupa, sehingga siswa menemukan sendiri konsep-konsep atau hasil (Fauzan, 2000: 4). Prinsip ini sejalan dengan paham konstruktivis yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat diajarkan atau ditransfer oleh guru, tetapi hanya dapat dikonstruksi oleh siswa itu sendiri. b. Didactical phenomenology
Prinsip kedua adalah fenomena yang bersifat mendidik. Dalam hal ini 75 Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
fenomena
pembelajaran
menekankan
c. Self developed models
Prinsip
pentingnya masalah kontekstual untuk
yang
ketiga
adalah
memperkenalkan topik-topik matematika
pengembangan model sendiri. Prinsip ini
kepada siswa. Topik-topik ini dipilih
berfungsi menjembatani jurang antara
dengan
(1)
aspek
pengetahuan
informal
dengan
yang
harus
matematika
formal.
Siswa
pertimbangan:
kecocokan
aplikasi
diantisipasi dalam pengajaran; dan (2)
mengembangkan model sendiri sewaktu
kecocokan dampak dalam proses re-
memecahkan
invention, artinya prosedur, aturan dan
Sebagai konsekuensi dari kebebasan
model matematika yang harus dipelajari
yang diberikan kepada siswa untuk
oleh siswa tidaklah disediakan dan
memecahkan masalah, sangat mungkin
diajarkan oleh guru, tetapi siswa harus
muncul berbagai model hasil pemikiran
berusaha menemukannya dari masalah
siswa, yang mungkin masih mirip atau
kontekstual tersebut.
jelas terkait dengan masalah kontekstual.
Jika kita lihat secara histories, matematika
berkembang
dari
penyelesaian masalah praktis, karenanya beralasan
jika
diharapkan
Melalui
soal-soal
proses
kontekstual.
generalisasi
dan
formalisasi, model tersebut diarahkan untuk menuju model matematika formal. Pada
dapat
awalnya
siswa
akan
ditemukan masalah yang memunculkan
membangun model dari situasi nyata
proses tersebut dalam penerapan pada
(soal
saat sekarang ini. Selanjutnya, kita dapat
interaksi
membayangkan
menyusun
bahwa
matematika
kontekstual), dan
diskusi
model
formal berasal dari generalisasi dan
menyelesaikaan
formalisasi
mendapatkan
prosedur
penyelesaian
setelah
terjadi
kelas,
siswa
matematika
untuk
soal
hingga
pengetahuan
formal
masalah untuk situasi khusus dan konsep
matematika.
Soedjadi
dari berbagai situasi. Oleh karena itu,
mengatakan
bahwa
tujuan dari investigasi fenomenologi
dikembangkan siswa tersebut diharapkan
adalah
masalah
akan berubah dan mengarah kepada
sehingga pendekatan situasi khusus dapat
bentuk yang lebih baik, akan efisien
digeneralisasi, dan menemukan situasi
menuju ke arah pengetahuan matematika
yang
formal,
menemukan
dapat
situasi
menimbulkan
prosedur
sehingga
(2001d: model
diharapkan
pembelajaran
seperti
4) yang
terjadi
penyelesaian yang dapat dijadikan dasar
urutan
“situasi
untuk matematisasi vertikal.
nyata” “model dari situasi itu” 76
Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
“model ke arah formal” “pengetahuan
siswa. Misalnya pada pengertian skala,
formal”.
pada awalnya siswa diberi kebebasan
Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik PMR memiliki lima karakteristik yang merupakan operasionalisasi dari prinsip PMR (Fauzi, 2002: 19;
penuh untuk mendefinisikan pengertian skala dengan kalimat mereka sendiri, kemudian dari beragam jawaban siswa dikompromikan dan dipakai salah satu pendapat yang benar. Jika tidak ada yang
Gravemeijer,1994:114-115, 145).
benar, guru hanya membimbing ke arah
Karakteristik tersebut sebagai berikut. a. Menggunakan masalah konstekstual (the use of context) Pembelajaran diawali dengan
pengertian yang benar. d. Interaktivitas ( interactivity) Mengoptimalkan proses mengajar
menggunakan masalah kontekstual, tidak
belajar melalui interaksi siswa dengan
dimulai dari sistem formal. Masalah
siswa, siswa dengan guru dan siswa
kontekstual yang diangkat sebagai topik
dengan sarana prasarana merupakan hal
awal pembelajaran harus merupakan
yang
masalah sederhana yang dikenali oleh
matematika
siswa.
dioptimalkan sampai konstruksi yang
b. Menggunakan model (use of models, bridging by vertical instruments) Istilah “model” berkaitan dengan model yang dikembangkan sendiri oleh siswa dari situasi yang sebenarnya. Model
tersebut
diharapkan
menjadi
jembatan antara level pemahaman yang satu ke level pemahaman yang lain. c. Menggunakan kontribusi siswa (students contribution) Kontribusi yang besar pada proses mengajar belajar datang dari
penting
dalam
realistik.
pembelajaran Interaksi
terus
diinginkan diperoleh, sehingga interaksi tersebut bermanfaat. e. Terkait dengan topik lainnya (intertwining ) Struktur dan konsep matematika saling
berkaitan.
Oleh
karena
itu,
keterkaitan dan keterintegrasian antar topik (unit pelajaran) harus dieksplorasi untuk
mendukung
terjadinya
proses
mengajar belajar yang lebih bermakna. PEMBELAJARAN KOOPERATIF Pembelajaran
siswa, artinya semua pikiran (konstruksi
merupakan
dan
diperhatikan.
Johnson, 2004). Talmud, seorang filosof,
Kontribusi dapat berupa aneka jawab,
berpendapat bahwa untuk dapat belajar
aneka cara, atau aneka pendapat dari
seseorang harus memiliki teman. Pada
produksi)
siswa
ide
lama
kooperatif (Johnson
dan
77 Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
awal
abad
pertama,
Quintillion
cooperative learning, also known as
berargumen bahwa siswa mendapatkan
collaborative learning, is a body of
manfaat dari saling mengajar satu sama
concepts and techniques for helping to
lain. Seorang filosof Romawi, Seneca,
maximize the benefits of cooperation
mengatakan bahwa when you teach, you
among
learn twice. Dari sinilih ide pembelajaran
kooperatif, yang juga dikenal sebagai
kooperatif dikembangkan (Ibrahim, dkk,
pembelajaran kolaboratif, adalah sebuah
2000: 12). Menurut Arends (2001: 316)
konsep dan teknik untuk membantu
ide
kooperatif
memaksimalkan manfaat dari kerjasama
dapat ditelusuri kembali dari zaman
antar siswa). Menurut Kauchak dan
Yunani
demikian,
Eggen (Ratumanan, 2002: 107), belajar
perkembangannya pada masa kini dapat
kooperatif merupakan suatu kumpulan
dilacak dari karya para ahli psikologi
strategi mengajar (belajar-pen) yang
pendidikan dan teori belajar pada awal
digunakan siswa untuk membantu satu
abad
dengan yang lain dalam mempelajari
tentang
pembelajaran
kuno.
ke-20.
Namun
Para ahli
tersebut
di
antaranya adalah John Dewey (1916) dan
(pembelajaran
students
sesuatu. Cooper, dkk (2002) menyatakan
Herbert Thelan (1954, 1969). John Dewey dan Herbert Thelan
cooperative learning is a structured,
(dalam Arends, 1997, 114; 2000: 316)
systematic instructional strategy in which
berpendapat bahwa pendidikan dalam
small groups of students work together
masyarakat yang demokratis seyogyanya
toward a common goal (pembelajaran
mengajarkan proses demokrasi secara
kooperatif
langsung. Kelas seharusnya dipandang
pembelajaran
sebagai cermin masyarakat yang lebih
terstruktur dimana siswa bekerja dalam
besar. Tingkah laku kooperatif dipandang
kelompok kecil untuk mencapai tujuan
oleh Dewey dan Thelan sebagai dasar
bersama).
demokrasi,
yang
Hal
sebuah
strategi
sistematik
serupa
dan
diungkapkan
sekolah
dipandang
Thompson dan Smith (Ratumanan, 2002:
laboratorium
untuk
107-108), bahwa dalam pembelajaran
laku
kooperatif siswa bekerjasama dalam
dan
sebagai
adalah
mengembangkan
tingkah
demokrasi. Sekarang,
pembelajaran
kelompok-kelompok
kecil
mempelajari
akademik
materi
untuk dan
kooperatif terus dikembangkan. Jacobs
keterampilan antar pribadi. Anggota-
dan
anggota kelompok bertanggung jawab
Hannah
(2004)
mendefinisikan
78 Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
atas ketuntasan tugas-tugas kelompok
kooperatif
dan untuk mempelajari materi itu sendiri.
menukar ide mengenai masalah yang
Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif Menurut Johnson dan Johnson (2001), terdapat lima unsur penting
adalah
dalam
hal
tukar
sedang dipelajari bersama. c. Tanggung jawab individual (induvidual accountability/personal responsibility)
dalam belajar kooperatif, yaitu seperti
Tanggung jawab individual dalam
berikut ini.
belajar kelompok dapat berupa tanggung
a. Saling ketergantungan secara positif (positiv interdependence) Dalam belajar kooperatif siswa
jawab siswa dalam hal: (1) membantu
merasa bahwa mereka sedang bekerja
(2) siswa tidak dapat hanya sekedar
sama untuk mencapai satu tujuan dan
“membonceng” pada hasil kerja teman
terikat satu sama lain. Seorang siswa
sekelompoknya.
tidak akan sukses kecuali semua anggota
d. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (interpesonal and small group skill)
kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya kelompok.
kooperatif
Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa dituntut untuk
b. Interaksi antar siswa yang semakin meningkat (face to face promotive Interaction) Belajar
siswa yang membutuhkan bantuan dan
akan
belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa
lain
Bagaimana
dalam siswa
kelompoknya.
bersikap
sebagai
meningkatkan interaksi antara siswa. Hal
anggota kelompok dan menyampaikan
ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan
ide dalam kelompok akan menuntut
membantu siswa lain untuk sukses
keterampilan khusus.
sebagai
e. Proses kelompok (group procesing)
anggota
memberikan berlangsung
kelompok.
bantuan secara
Saling
ini
akan
alamiah
karena
kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi
suksesnya
kelompok.
Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan
bantuan
akan
mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam belajar
Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok
mendiskusikan
bagaimana
mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik. 79
Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
Lima unsur dasar di atas harus
bawah memperoleh bantuan dari teman
dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif
sebaya yang memiliki orientasi dan
untuk mencapai hasil maksimal. Oleh
bahasa yang sama. Siswa kelompok atas
karena itu dalam pelaksanaannya kelima
akan
unsur itu harus dapat dilaksanakan
akademiknya,
dengan baik. Selain itu, kelima unsur di
pelayanan sebagai tutor membutuhkan
atas
pemikiran
sekaligus
pembelajaran
menjadi
pembeda
kooperatif
dengan
pembelajaran kelompok tradisional / konvensional. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Arends (1997: 111) menyatakan bahwa the cooperative learning model was developed to achieve at least three important instructional goals: academic achievement, acceptance of diversity, and social skill development, yang maksudnya
adalah
bahwa
meningkat
kemampuan
karena
yang
memberikan
mendalam
tentang
hubungan ide-ide yang terdapat pada materi tertentu. Penerimaan individu
terhadap
Pembelajaran
perbedaan kooperatif
menyajikan peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi, untuk bekerja dan saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama Pengembangan keterampilan sosial Pembelajaran
model
kooperatif
pembelajaran kooperatif dikembangkan
mengajarkan kepada siswa keterampilan
untuk mencapai setidaknya tiga tujuan
kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan
pembelajaran penting, yaitu hasil belajar
ini sangat penting untuk dimiliki di
akademik,
dalam masyarakat.
penerimaan
terhadap
Keterampilan-keterampilan
perbedaan individu, dan pengembangan
khusus dalam pembelajaran kooperatif,
keterampilan sosial.
disebut
Hasil belajar akademik Pembelajaran
keterampilan
kooperatif
dan
berfungsi untuk melancarkan hubungan kooperatif
memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok atas maupun kelompok bawah yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah. Jadi, siswa kelompok
kerja dan tugas. Lundgren (1994: 22-26) merinci
keterampilan-keterampilan
kooperatif tersebut sebagai berikut. 1. Keterampilan kooperatif tingkat awal meliputi: menggunakan kesepakatan, menghargai kontribusi, mengambil giliran dan berbagi tugas, berada 80
Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
dalam kelompok, berada dalam tugas,
dilatihkan
mendorong
pembelajaran, tetapi dapat dipilih sedikit
partisipasi,
guru
dalam
kegiatan
menyelesaikan tugas pada waktunya,
demi
dan
dengan kepentingan hingga mencapai
mengundang
berbicara,
orang
menyebut
untuk
nama
dan
memandang pembicara, mengatasi gangguan,
menolong
memberikan
tanpa
jawaban,
dan
harapan
menengah
kooperatif
meliputi:
penghargaan
menunjukkan
dan
mengungkapkan
tingkat simpati,
dan
seluruh
sesuai
keterampilan
kooperatif. Langkah-langkah Kooperatif
menghormati perbedaan individu. 2. Keterampilan
sedikit yang dianggap
Pembelajaran
Terdapat 6 fase atau langkah utama
pembelajaran
pembelajaran
diawali
menyampaikan
kooperatif, dengan
tujuan
guru
pembelajaran
ketidaksetujuan
disertai dengan memotivasi siswa untuk
dengan cara yang dapat diterima,
belajar dengan sungguh-sungguh. Fase
mendengarkan
ini
dengan
bertanya,
membuat
mengatur
dan
memeriksa
ketepatan,
tanggung
aktif, ringkasan,
mengorganisir,
jawab,
menerima
diikuti
dengan
penyampaian
informasi dengan lisan atau dalam bentuk bacaan.
Selanjutnya
dikelompokkan
siswa
ke dalam kelompok-
menggunakan
kelompok belajarnya. Tahap ini diikuti
kesabaran, dan tenang/mengurangi
bimbingan guru pada saat siswa bekerja
ketegangan.
bersama
3. Keterampilan mahir
kooperatif
meliputi:
tingkat
mengelaborasi,
memeriksa
dengan
menyatakan
suatu
secara
untuk
menyelesaikan
berkelompok.
pembelajaran
Tahap
kooperatif
tugas terakhir
meliputi
cermat,
presentasi hasil akhir kerja kelompok,
justifikasi,
atau evaluasi tentang materi yang telah
posisi,
dipelajari dan memberikan penghargaan
menetapkan tujuan, berkompromi,
terhadap usaha-usaha kelompok maupun
dan mampu menghadapi masalah
individu.
menganjurkan
suatu
khusus. Semua keterampilan kooperatif tersebut, tidak langsung keseluruhan
Keenam langkah pembelajaran kooperatif
oleh Arends (2001: 332)
disajikan dalam bentuk tabel berikut ini.
81 Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
Tabel. 2. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Fase Kegiatan Guru Fase-1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase-2 Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa baik dengan peragaan atau teks.
Fase-3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan efisien.
Fase-4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Fase-5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasekan hasil kerjanya.
Fase-6 Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. Sumber: Arends (2001: 332)
Pembelajaran Matematika Realistik dengan Setting Kooperatif Pembelajaran realistik
(PMR)
pembelajaran
yang
matematika adalah
suatu
didasarkan
pada
prinsip konstruktivis. Menurut Slavin (1997: 273), Constructivist approaches to teaching typically make extensive use of cooperative learning, on the theory that students will more easily discover and comprehend difficult concepts if they can talk with each other about the
problems. (Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis umumnya banyak menggunakan pembelajaran kooperatif, yang didasarkan pada teori bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami suatu konsep jika mereka saling mendiskusikan masah tersebut dengan temanya). Hal ini sejalan dengan pendapat Piaget dan Vigotsky (dalam Slavin, 1997: 270) yang menekankan adanya hakikat sosial dalam belajar. Keduanya menyarankan
untuk
menggunakan 82
Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
kelompok
belajar
yang
anggotanya
tersebut,
dapat
dibentuk
suatu
berkemampuan berbeda. Pendapat serupa
pembelajaran kooperatif sebagai setting
juga
untuk
dikemukakan
oleh
Freudenthal
PMR.
PMR
dengan
setting
dimaksud
adalah
menggunakan
sintaks
(dalam Terwel, 1990) “I believe in the
kooperatif
social learning process, and on the
pembelajaran
strength of this belief I advocate the
(langkah-langkah)
heterogeneous learning group.”
kooperatif yang memasukkan prinsip dan
Pendapat-pendapat merekomendasikan kelompok
belajar
di
atas
pembelajaran
karakteristik PMR.
penggunaan
Memperhatikan langkah-langkah
dalam
pembelajaran kooperatif serta prinsip dan
pembelajaran. Salah satu pembelajaran
karakteristik PMR yang telah diuraikan
yang menggunakan kelompok belajar
sebelumnya,
heterogen dan memperhatikan interaksi
dengan
sosial sesama siswa adalah pembelajaran
sebagai berikut.
kooperatif.
heterogen
yang
Berdasarkan
langkah-langkah
setting
kooperatif
PMR
dirancang
pemikiran
Tabel 3. Langkah-langkah PMR dengan setting kooperatif Prinsip dan Karakteristik Fase-fase pembelajaran PMR yang relevan 1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa 2. Menyajikan informasi 3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar 4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar a. Meminta siswa memahami masalah kontekstual yang diberikan b. Meminta siswa menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan 5. Evaluasi a. Meminta siswa membandingkan dan mendiskusikan jawaban (presentasi hasil kerja kelompok) b. Mengarahkan siswa untuk mengambil kesimpulan tentang konsep atau prinsip yang dipelajari c. Memberikan tes individual (kuis) 6. Memberikan penghargaan
P2, K1, K4, K5 P1, P2, P3, K1, K2, K4, K5
P2, P3, K2, K3, K4 P1, P2, K3, K4 -
Keterangan:
P1: Guided reinvention dan progressive
Hurup P menyimbolkan prinsip dan
mathematizing
huruf K menyimbolkan karakteristik.
P2: Didactical phenomenology 83
Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
P3: Self developed models
a. siswa bekerja dalam kelompok secara
K1: Menggunakan masalah konstekstual
kooperatif untuk menuntaskan materi
K2: Menggunakan model
belajarnya;
K3: Menggunakan kontribusi siswa
b. kelompok dibentuk dari siswa dengan
K4: Interaktivitas
kemampuan tinggi, sedang, rendah;
K5: Terkait dengan topik lainnya
c. jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan
PENUTUP PMR
menekankan
bagaimana
siswa menemukan kembali (reinvention) konsep-konsep atau prosedur-prosedur dalam
matematika melalui masalah-
masalah
kontekstual.
Pembelajaran
matematika dengan pendekatan realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta didik
untuk
pembelajaran
memperlancar matematika
proses sehingga
mencapai tujuan pendidikan matematika yang lebih baik daripada masa yang telah lalu. Lebih lanjut Soedjadi menjelaskan yang dimaksud dengan realitas yaitu halhal yang nyata atau konkret yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan,
sedangkan
yang
dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik
lingkungan
sekolah,
keluarga
maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan ini disebut lingkungan sehari-hari. Beberapa
karakteristik
pembelajaran kooperatif, antara lain:
dari
jenis kelamin berbeda. d. penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. DAFTAR PUSTAKA Arends, R. I. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: Mc Graw Hill Companies, Inc. -----------, 2001. Learning to Teach. New York: Mc Graw Hill Companies, Inc. Cooper, J. L., P. Robinson, dan M. McKinney. 2002. Cooperative Learning in the Classroom. http://www.csudh.edu/SOE/cl_netw ork/WhatisCL.html. de Lange, J. 1987. Mathematics Insight and Meaning. Ultrecht: OW&OC. Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004. Standar Kompetensi Matematika SMP dan MTs. Jakarta: Depdiknas. Fauzan, A., 2001. Pengembangan Dan Implementasi Prototipe I & II Perangkat Pembelajaran Geometri Untuk Siswa Kelas 4 SD Menggunakan Pendekatan RME. Makalah disampaikan pada seminar Nasional di 84
Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
FMIPA UNESA tanggal 24 Pebruari 2001. Fauzi, K.M.S. 2002. Pembelajaran Matematika Realistik pada Pokok Bahasan Pembagian di SD. Tesis magister Pendidikan. Universitas Negeri Surabaya. Gravemeijer, K. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht : Freudenthal Institute. Ibrahim, Muslimin.2000. Pembelajaran Kooperatif. Pusat Sains dan Matematika Sekolah. Unesa: Surabaya. Johnson, R. dan D. Jhonson. 2001. An Overview of Cooperative Learning. http:/www.cooplearn.org/pages/ove rviewpaper.html. Lundgren, L.. 1994. Cooperative Learning In The Science Classroom. New New York: Glencou/Mc Graw-Hill. Ratumanan, T. G. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: University Press. ----------, 1997. Cooperative Learning: Theory & Practice. Second Edition. Massachusetts: Allyn & Bacon.
----------, 2000. Educational Psychology Theory Into Practice. Edisi 6. Boston: Allyn & Bacon. Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, (konstatasi keadaan masa kinimenuju harapan masa depan). Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Depdiknas.
-----------, 2001a. Memantapkan Matematika Sekolah sebagai Wahana Pendidikan dan Pembudayaan penalaran, Media Pendidikan Matematika. Surabaya; IKIP Surabaya. -----------, 2001b. Pemanfaatan Realitas dan Lingkungan Dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disampaikan pada seminar Nasional di FMIPA UNESA tanggal 24 Pebruari 2001. Sukahar. 1992. Diagnosis Kemampuan Menguasai Konsep dan Melakukan Operasi Hitung Mahasiswa FPMIPA IKIP Surabaya Angkatan 1991/1992. Surabaya: FPMIPA IKIP Surabaya. Terwel, J. 1990. Real Maths in Cooperative Groups in Secondary Education. Dalam Cooperative Learning in Mathematics. Neil Davidson (Ed). New York: Addison-Wisley Publishing Company. Treffers. A. 1991. “Didactical Background of a Mathematics Programs for Primary Education” dalam L. Streefland (Editor): Realistic Mathematics Education in Utrecht: Primary School. Freudenthal Institute – Utrecht University Yuwono, I.. 2000. Model Pembelajaran Matematika Secara Membumi. Proposal Disertasi Program S3 Pendidikan Matematika Pasca Sarjana. Unesa. UNESA Surabaya. 85
Humuntal Banjarnahor adalah dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
IMPLIKASI PARADIGMA BARU PENDIDIKAN TERHADAP MODEL PERENCANAAN PENDIDIKAN DALAM RANGKA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KABUPATEN/KOTA Oleh : Lamhot Basani Sihombing Abstrak Era reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam pendidikan, salah satunya adalah terjadinya perubahan arah paradigma pendidikan, termasuk dalam hal sistem perencanaan pendidikan di daerah. Dengan terjadinya perubahan paradigma baru pendidikan, maka sistem perencanaan pendidikan dalam iklim pemerintahan yang sentralistik, sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perencanaan pendidikan pada era otonomi daerah, sehingga diperlukan paradigma baru perencanaan pendidikan. Paradigma baru perencanaan pendidikan akan berimplikasi pada proses perencanaan pendidikan Kabupaten/Kota. Dalam era otonomi daerah, sistem perencanaan pendidikan Kabupaten/Kota adalah bagian integral dari sistem perencanaan pembangunan daerah Kabupaten/Kota, yaitu mendasarkan pada perencanaan partisipatif, di mana perencanaan dibuat dengan memperhatikan dinamika, prakarsa dan kebutuhan masyarakat setempat. Oleh karenanya, dalam penyusunan perencanaan pembangunan, termasuk dalam perencanaan pendidikan di daerah Kabupaten/Kota, diperlukan koordinasi antar instansi Pemerintah dan partisipasi seluruh pelaku pembangunan, melalui suatu forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat kelurahan, tingkat kecamatan, dan tingkat Kota, serta forum Satuan Kerja Perangkat Daerah. Dalam melakukan perencanaan pendidikan Kabupaten/Kota, pertama-tama perlu dilakukan analisis lingkungan strategis, untuk mengetahui lingkungan eksternal yang berpengaruh terhadap perencanaan pendidikan kabupaten/kota. Selain itu, berbagai perubahan lingkungan strategis harus diakomodasi dan diinternalisasikan ke dalam perencanaan pendidikan kabupaten/kota agar perencanaan tersebut benar-benar menyatu dengan perubahan lingkungan strategis tersebut. Kata kunci: otonomi, desentralisasi, paradigma baru pendidikan, perencanaan partisipatif, kebijakan pendidikan, model pembangunan sistem pendidikan yang terintegrasi
Secara resmi, perubahan manajemen ini
PENDAHULUAN Era reformasi telah membawa
telah diwujudkan dalam bentuk Undang-
perubahan-perubahan mendasar dalam
Undang Republik Indonesia No. 22
berbagai kehidupan termasuk kehidupan
Tahun 1999, yang kemudian direvisi dan
pendidikan.
perubahan
disempurnakan menjadi Undang-Undang
mendasar adalah manajemen Negara,
No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
yaitu dari manajemen berbasis pusat
Daerah.
menjadi manajemen berbasis daerah.
telah
Salah
satu
Pedoman dibuat
pelaksanaannyapun melalui
Peraturan 86
Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun
2000
tentang
Agar dampak positif dapat benar-
Kewenangan
benar terwujud, kemampuan perencanaan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi
pendidikan yang baik di daerah sangatlah
sebagai Daerah Otonom. Konsekuensi
diperlukan.
Dengan
logis dari Undang-Undang dan Peraturan
perencanaan
pendidikan
Pemerintah
diharapkan
dapat
tersebut
adalah
bahwa
kemampuan yang
baik
mengurangi
harus
kemungkinan timbulnya permasalahan
disesuaikan dengan jiwa dan semangat
yang serius. Fiske (1996) menyatakan
otonomi.
bahwa berdasarkan pengalaman berbagai
manajemen
pendidikan
Penyesuaian dengan jiwa dan semangat
otonomi
antara
sedang
berkembang
yang
lain
menerapkan
terwujud dalam bentuk perubahan arah
pendidikan,
otonomi
berpotensi
paradigma pendidikan, dari paradigma
memunculkan
masalah:
perbenturan
lama ke paradigma baru, yang tentu juga
kepentingan antara Pemerintah Pusat dan
berdampak pada paradigma perencanaan
Daerah, menurunnya mutu pendidikan,
pendidikannya. Secara ideal, paradigma
inefisiensi
dalam
baru
mestinya
pendidikan,
ketimpangan
mewarnai kebijakan pendidikan baik
pemerataan
kebijakan
bersifat
gerak dan ruang partisipasi masyarakat
substantif maupun implementatif. Seperti
dalam pendidikan, serta berkurangnya
yang dinyatakan oleh Azyumardi Azra
tuntutan akuntabilitas pendidikan oleh
(2002: xii) bahwa dengan era otonomi
pemerintah
daerah :
akuntabilitas
”lembaga-lembaga pendidikan, seperti sekolah, madrasah, pesantren, universitas (perguruan tinggi), dan lainnya – yang terintegrasi dalam pendidikan nasionalharuslah melakukan reorientasi, rekonstruksi kritis, restrukturisasi, dan reposisi, serta berusaha untuk menerapkan paradigma baru pendidikan nasional”. Selain itu, implementasi kebijakan tersebut diharapkan berdampak positif terhadap kemajuan pendidikan di daerah dan di tingkat satuan pendidikan”
masyarakat.
pendidikan
itu,
negara
tersebut
pendidikan
yang
otonomi
di
bidang
pengelolaan
pendidikan,
serta
dalam terbatasnya
meningkatnya
pendidikan
oleh
Selain itu, dengan perencanaan yang baik, konon, merupakan separoh dari kesuksesan dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang telah diotonomikan di daerah. Sayangnya, kata Abdul
Madjid
”Pendidikan (Kedaulatan rendahnya
dalam Tanpa
Rakyat, mutu
tulisannya Planning”
2006), pendidikan
bahwa kita 87
Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
disebabkan oleh belum komprehensifnya
ke pemberdayaan institusi masyarakat,
pendekatan perencanaan yang digunakan.
baik keluarga, LSM, pesantren, maupun
Perencanaan pendidikan, katanya, hanya
dunia usaha (Fasli Jalal, 2001: 5). Agak
dijadikan faktor pelengkap atau dokumen
berbeda
dengan
”tanpa makna” sehingga sering terjadi
tersebut,
dalam
buku
tujuan yang ditetapkan tidak tercapai
(2002:10)
tentang
Materi
secara optimal. Dapat juga terjadi, seperti
Terpadu
untuk
dinyatakan
Kabupaten/Kota,
H.
(2003:89),
Noeng
bahwa
implementasi
Muhadjir ”pembuatan
kebijakan
berupa
paradigma
Depdiknas Pelatihan
Kepala selain
dari
hal
Dinas perubahan
“sentralistik
ke
desentralistik” dan orientasi pendekatan atas
ke
bawah”
(top down
perencanaan, mungkin saja dilakukan
“dari
oleh para eksekutif tanpa penelitian lebih
approach) ke pendekatan “dari bawah ke
Kemungkinan
resikonya
atas” (bottom up approach) sebagaimana
beragam, misalnya membuat kesalahan
yang sudah disebut dalam buku Fasli
yang sama dengan eksekutif terdahulu,
Jalal, juga disebutkan tiga paradigma
tidak realistis, tidak menjawab masalah
baru pendidikan lainnya, yaitu dari
yang dihadapi masyarakat, sampai ke
“birokrasi
dugaan manipulatif-koruptif ”.
“debirokratisasi”,
dahulu.
Era
otonomi
mengakibatkan arah
daerah
terjadinya
paradigma
telah
pergeseran
pendidikan,
dari
Tertutup”
berlebihan” dari
(Closed
ke
“Manajemen
Management)
“Manajemen
Terbuka”
Management),
dan
ke
(Open
pengembangan
paradigma lama ke paradigma baru,
pendidikan,
meliputi berbagai aspek mendasar yang
“terbesar
saling
dari
pemerintah” berubah ke “sebagian besar
sentralistik menjadi desentralistik, (2)
menjadi tanggung jawab orang tua siswa
dari
dan masyarakat (stakeholders).
berkaitan, kebijakan
yaitu
(1)
yang top down
ke
kebijakan yang bottom up, (3) dari
termasuk menjadi
Dengan
biayanya,
tanggung
terjadinya
jawab
perubahan
orientasi pengembangan parsial menjadi
paradigma baru pendidikan, maka sistem
orientasi pengembangan holistik, (4) dari
perencanaan pendidikan dalam iklim
peran pemerintah sangat dominan ke
pemerintahan yang sentralistik, sudah
meningkatnya
tidak sesuai lagi dengan kebutuhan
peranserta
masyarakat
secara kualitatif dan kuantitatif, serta (5)
perencanaan
dari lemahnya peran institusi non sekolah
otonomi daerah, sehingga diperlukan
pendidikan
pada
era
88 Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
paradigma baru perencanaan pendidikan.
lingkup tugas dan kewenangan masing-
Menurut Mulyani A. Nurhadi (2001:2),
masing.
sistem
Selain itu, pada era otonomi
daerah
daerah diharapkan akan lebih tumbuh
setidak-tidaknya akan menyentuh lima
kreativitas dan prakarsa, serta mendorong
perubahan
paradigma
perencanaan aspek,
pendidikan
produk
di
sifat,
yaitu
kewenangan
dalam
pendekatan,
peran serta masyarakat sesuai dengan
keputusan,
potensi dan kemampuan masing-masing
pengambilan
serta
pola
perencanaan
daerah.
Ini
berarti
membangun
anggaran.
bahwa
pendidikan
di
dalam daerah
perencanaan
Kabupaten/Kota perlu dilandasi dengan
perencanaan
perencanaan pendidikan tingkat daerah
pendidikan pada tingkat daerah sebagai
yang baik dan distinktif, tidak hanya
kegiatan awal dari proses pengelolaan
bertumpu kepada perencanaan nasional
pendidikan termasuk kegiatan yang wajib
yang
dilaksanakan oleh daerah. Sementara itu,
mempertimbangkan
Pemerintah
kemampuan, dan budaya daerah masing-
Dari
segi
sifat
maka
pendidikan,
Pusat
merumuskan perencanaan
berkewajiban
kebijakan nasional,
tentang
yang
dalam
makro,
tetapi
juga
dapat
keunikan,
masing sehingga mampu menumbuhkan prakarsa
dan
kreativitas
pelaksanaannya telah dituangkan dalam
Perencanaan
bentuk Undang-Undang RI No.25 tahun
daerah bukan lagi merupakan bagian
2000 tentang Program Pembangunan
atau fotokopi dari perencanaan program
Nasional.
Departemen,
tingkat nasional maupun propinsi, tetapi
Propenas ini dijabarkan lebih lanjut ke
merupakan perencanaan pendidikan yang
dalam
Strategis
unik dan mandiri sehingga beragam,
(Renstra) yang memuat strategi umum
walaupun disusun atas dasar rambu-
untuk
rambu kebijakan perencanaan nasional.
Pada tingkat
dokumen
Rencana
mencapai
tujuan
program
Dari
pembangunan di bidang masing-masing dan
dituangkan
Menteri.
dalam
Berdasarkan
Keputusan
Renstra
itu,
program
daerah.
segi
pendidikan
di
pendekatan
perencanaan pendidikan, era otonomi telah
merubah
paradigma
dalam
Pemerintah Pusat menyusun Program
pendekatan perencanaan pendidikan di
pembangunan tahunan yang disingkat
daerah dari pendekatan diskrit sektoral
Propeta
menjadi
Keputusan
yang
dituangkan
Menteri,
sesuai
dalam dengan
integrated
dengan
sektor
lainnya di daerah. Sebelum otonomi, 89
Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
sistem alokasi anggaran pendidikan di
bertentangan dengan kebijakan nasional
daerah diperoleh dari APBN pusat secara
yang antara lain dalam bentuk Standar
sektoral pada sektor pendidikan, Pemuda
Pelayanan
dan Olahraga, serta Kepercayaan Kepada
ditetapkan.
Minimal
Sementara
Tuhan Yang Maha Esa, namun setelah
(SPM)
dari
yang
segi
produk
pada
era
otonomi diperoleh dari APBD yang
perencanaan
pendidikan,
berasal dari berbagai sumber sebagai
desentralisasi
produk
perencanaan
bagian dari dana Daerah untuk seluruh
pendidikan
diharapkan
merupakan
sektor yang menjadi tanggung jawab
bagian tak terpisahkan dari perencanaan
daerah. Sumber-sumber itu meliputi dana
pembangunan
bagi hasil, dana alokasi umum, dana
sektoral.
dekonsentrasi,
perencanaan pendidikan yang dihasilkan
dana
perbantuan,
Daerah
Oleh
secara
karena
mencakup
lintas
itu,
seluruh
produk
komponen
pendapatan asli daerah, dan bantuan
harus
masyarakat. Dengan demikian, telah
perencanaan pendidikan yang meliputi:
terjadi perubahan sumber anggaran yang
kebijakan,
rencana
strategis,
skala
semula
bersifat
tunggal-hierarkhi-
prioritas, program, sasaran dan kegiatan,
sektoral
sekarang
menjadi
jamak-
serta alokasi anggarannya dalam konteks
tetapi
dalam
fungsional-regional, persaingan antar sektor. Dari pengambilan
perencanaan
pembangunan
Daerah
secara terpadu. Semua komponen itu
segi
kewenangan
keputusan,
sistem
perlu
dikembangkan
sesuai
dengan
secara
spesifik
kemampuan
dan
perencanaan pendidikan yang sentralistik
kharakteristik
telah
Daerah
bertentangan dengan kebijakan umum,
dalam pengambilan keputusan di bidang
prioritas nasional, dan program-program
pendidikan baik pada tataran kebijakan,
strategis
skala prioritas, jenis program, jenis
Pemerintah Pusat.
menutup
kewenangan
kegiatan, bahkan dalam hal rincian alokasi anggaran. Namun, dalam era otonomi
Daerah
dapat
dan
harus
Daerah,
yang
Dampak
sejauh
ditetapkan dari
tidak
oleh
pergeseran
paradigma dari keempat aspek tersebut di atas
juga
membawa
dampak
pada
menetapkan kebijakan, program, skala
perubahan
prioritas, jenis kegiatan sampai dengan
anggarannya. Pola perencanaan anggaran
alokasi
anggarannya
sesuai
dengan
kemampuan Daerah, sepanjang tidak
pola
menggunakan sehingga
pola
perencanaan
pendekatan dalam
integratif,
merencanakan 90
Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
anggaran selain mengacu pada sifat
pada perencanaan partisipatif, di mana
prosedural juga menggunakan prinsip
perencanaan
efisiensi dengan berorientasi outcomes
memperhatikan dinamika, prakarsa dan
karena tingkat keberhasilan pendidikan
kebutuhan masyarakat setempat. Oleh
dikontraskan dengan tingkat keberhasilan
karenanya,
sektor lain. Pola manajemen anggaran
perencanaan
yang tepat adalah manajemen strategik
diperlukan
anggaran yang lebih berorientasi kepada
Pemerintah
pencapaian
pelaku
pembangunan,
forum
Musyawarah
program
dan
upaya
pengembangan.
Hubungan antar perencanaan pembangunan di daerah dengan dokumen perencanaan lainnya
penyusunan
pembangunan koordinasi dan
kelurahan,
tersebut
antar
instansi
partisipasi
seluruh
melalui
Perencanaan
(Musrenbang)
tingkat
suatu tingkat
kecamatan,
dan
tingkat Kota, serta forum Satuan Kerja Perangkat Daerah. Setiap perencanaan
perencanaan
pembangunan daerah selanjutnya harus
tentu
saja
ditetapkan dalam Rencana Pembangunan
berimplikasi pada proses perencanaan
Jangka Panjang (RPJP) untuk periode 20
pendidikan Kabupaten/Kota. Dalam era
tahun, Rencana Pembangunan Jangka
otonomi daerah, Sistem Perencanaan
Menengah (RPJM) untuk periode 5 tahun
Pendidikan
dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
pendidikan
adalah
di
atas,
Kabupaten/Kota
bagian
Perencanaan
baru
dengan
dalam
Pembangunan
PEMBAHASAN
Paradigma
dibuat
integral
(SPPK)
dari
Pembangunan
sistem
(RKPD), untuk periode satu tahun.
Daerah
Saling
kait
antar
hierarkhi
Kabupaten/Kota. Berdasarkan amanah
perencanaan
UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem
dengan dokumen perencanaan lainnya
Perencanaan
sampai
Pembangunan
Nasional,
terjadi perubahan paradigma perencanaan
pembangunan
tersusunnya
RAPBD
daerah, adalah
sebagai berikut.
pembangunan daerah, yaitu mendasarkan
91 Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
Gambar 1. Hubungan Antara Perencanaan Pembangunan di Daerah dengan Dokumen Perencanaan lainnya. Dari bagan di atas Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
merupakan
kelurahan dan kecamatan, dan forum SKPD.
dokumen
Dengan demikian, SPPK sebagai
perencanaan daerah yang digunakan
bagian
sebagai dasar untuk penyusunan Rencana
pembangunan daerah dan sebagai satu
Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
kesatuan
Kemudian
pendidikan
Rencana
Pembangunan
integral tata
dari cara
perencanaan perencanaan
Kabupaten/Kota
mesti
Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
menghasilkan
digunakan
untuk
perencanaan pendidikan kabupaten/kota
menyusun Rencana Strategis Satuan
dalam jangka panjang, jangka menengah,
Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD),
dan tahunan yang dilaksanakan oleh
serta Rencana Kerja Pemerintah Daerah
unsur
(RKPD) dengan tetap memperhatikan
kabupaten/kota dan masyarakat (diwakili
RKP dan RKPD Provinsi. RKPD itu
oleh Dewan Pendidikan).
sebagai
pedoman
sendiri merupakan dokumen perencanaan
dokumen-dokumen
penyelenggara
pendidikan
RPPK (Rancangan Perencanaan
teknis operasional untuk kurun waktu
Pendidikan
satu
Panjang adalah dokumen perencanaan
tahun,
RPJMD
merupakan
Kab/Kota.
penjabaran
RKPD
Kabupaten/Kota)
Jangka
disusun
pendidikan kabupaten/kota untuk periode
berdasarkan tugas pokok dan fungsi
20 (dua puluh) tahun; RPPK Jangka
SKPD serta aspirasi masyarakat melalui
Menengah (Rencana Strategis) adalah
penjaringan
dokumen
aspirasi,
Musrenbang
perencanaan
pendidikan
kabupaten/kota untuk periode 5 (lima) 92 Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
tahun. Sedangkan RPPK Tahunan adalah dokumen
perencanaan
pendidikan
Dalam
upaya
perumusan
dokumen-dokumen
perencanaan
kabupaten/kota untuk periode 1 (satu)
pendidikan tersebut, Slamet P.H. (2005),
tahun.
mengemukakan sebuah model proses
Model Perencanaan Kabupaten/Kota
Pendidikan
perencanaan
pendidikan
Kabupaten/
Kota sebagai berikut.
Gambar 2. Proses Perencanaan Pendidikan Kabupaten/Kota Model
proses
perencanaan
Kepres,
Perda,
dsb),
tingkat
pendidikan di atas sekaligus memberi
kemiskinan, lapangan kerja, harapan
gambaran
masyarakat
mengenai
tahap-tahap
terhadap
pendidikan,
perencanaan pendidikan kabupaten/kota.
pengalaman-pengalaman
Secara singkat, penjelasannya adalah
yang baik, tuntutan otonomi, tuntutan
sebagai berikut.
globalisasi, dan perkembangan ilmu
a. Melakukan strategis.
analisis Lingkungan
lingkungan strategis
pengetahuan
praktek
dan
teknologi.
Perubahan lingkungan strategis harus
adalah lingkungan eksternal yang
diinternalisasikan
berpengaruh terhadap perencanaan
perencanaan
pendidikan kabupaten/kota, misalnya:
kabupaten/kota
Propeda,
tersebut benar-benar menyatu dengan
Renstrada,
Repetada,
peraturan perundangan (UU, PP,
ke
dalam pendidikan
agar
perencanaan
perubahan lingkungan strategis. 93
Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
b. Melakukan analisis situasi untuk
relevansi
mengetahui status situasi pendidikan
kapasitas
saat ini (dalam kenyataan) yang
pada tingkat kabupaten dan sekolah.
meliputi
profil
pendidikan
dan
pengembangan
manajemen
e. Berdasarkan
hasil
pendidikan butir
(4)
kabupaten/kota (pemerataan, mutu,
disusunlah rencana kegiatan tahunan
efisiensi, dan relevansi), pemetaan
untuk
sekolah/
strategis) dan rencana kegiatan rinci
guru/
siswa,
kapasitas
manajemen dan sumber daya pada
selama 5 tahun (rencana
tahunan (rencana operasional/renop).
tingkat kabupaten/kota dan sekolah,
f. Melaksanakan
rencana
dan best practices pendidikan saat
pengembangan
pendidikan
ini.
kabupaten/kota melalui upaya-upaya
c. Memformulasikan pendidikan yang
nyata
yang
dapat
meningkatkan
diharapkan di masa mendatang yang
pemerataan
dituangkan dalam bentuk rumusan
efisiensi, relevansi dan kapasitas
visi, misi, dan tujuan pendidikan,
manajemen pendidikan pada tingkat
yang
kabupaten/kota dan sekolah.
mencakup
pemerataan
setidaknya
kesempatan,
mutu,
g. Melakukan
kesempatan,
pemantauan
mutu,
terhadap
efisiensi, relevansi, dan peningkatan
pelaksanaan rencana dan melakukan
kapasitas pendidikan kabupaten/kota.
evaluasi
d. Mencari kesenjangan antara butir (2)
terhadap
pendidikan.
Hasil
hasil
rencana
evaluasi
akan
dan butir (3) sebagai bahan masukan
memberitahu apakah hasil pendidikan
bagi penyusunan rencana pendidikan
sesuai dengan yang direncanakan.
keseluruhan yang akan datang (5
Dengan
tahun) dan rencana jangka pendek (1
utamanya,
tahun). Kesenjangan/tantangan yang
perencanaan pendidikan di atas bisa
dimaksud
digambarkan dalam bentuk sebagai
kesempatan,
mencakup
pemerataan
mutu,
efisiensi,
memperhatikan model
substansi tahap-tahap
berikut.
94 Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
Gambar 3. Perencanaan Pendidikan Kabupaten/Kota disebut
telah dipikirkan secara matang dan hati-
secara implisit di atas, bahwa pada
hati oleh pengambil keputusan puncak
hakekatnya sebuah perencanaan dibuat
dan
dalam
”situasi
berulang dan rutin yang terprogram atau
pendidikan saat ini” (dalam kenyataan)
terkait dengan aturan-aturan keputusan
menuju ke ”situasi pendidikan yang
(Nurkolis, 2004).
Sebagaimana
rangka
sudah
mengubah
bukan
kegiatan-kegiatan
Sementara,
diharapkan” di masa mendatang. Untuk
menurut
yang
Slamet
itu, ada tiga kata kunci yang harus
P.H.(2005), kebijakan pendidikan adalah
dipahami, yaitu kebijakan, perencanaan
apa yang dikatakan (diputuskan) dan
dan program pendidikan.
dilakukan oleh pemerintah dalam bidang
Kebijakan Pendidikan Kebijakan dibuat mengacu pada paradigma baru pendidikan. Kebijakan adalah suatu ucapan atau tulisan yang memberikan petunjuk umum tentang penetapan ruang lingkup yang memberi batas dan arah umum kepada para manajer untuk bergerak. Kebijakan juga berarti suatu keputusan yang luas untuk menjadi patokan dasar bagi pelaksanaan manajemen. Keputusan yang dimaksud
pendidikan. Dengan demikian, kebijakan pendidikan berisi keputusan dan tindakan yang
mengalokasikan
Menurutnya,
kebijakan
nilai-nilai. pendidikan
meliputi lima tipe, yaitu kebijakan regulatori,
kebijakan
distributif,
kebijakan
redistributif,
kebijakan
kapitalisasi
dan
kebijakan
etik.
Sedangkan Noeng Muhadjir (2003: 90), membedakan antara kebijakan substantif dan kebijakan implementatif. Kebijakan implementatif
Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
adalah
penjabaran 95
sekaligus operasionalisasi dari kebijakan substantif.
g. Kebijakan yang dibuat harus mudah dipahami,
Sementara itu, Sugiyono (2003) mengemukakan tiga pengertian kebijakan
diimplementasikan,
dimonitor dan dievaluasi; h. Kebijakan
yang
dibuat
harus
(policy) yaitu (1) sebagai pernyataan
berdasarkan informasi yang benar
lesan atau tertulis pimpinan tentang
dan up to date;
organisasi yang dipimpinnya, (2) sebagai
i. Sebelum
kebijakan
dijadikan
ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan
keputusan formal, maka bila mungkin
pedoman, pegangan atau petunjuk bagi
diujicobakan terlebih dulu.
tercapai
Herman, J. dalam Hough, J. R.
dalam
(ed) (1984) menjelaskan bahwa “Policy
mencapai tujuan organisasi, dan (3)
is sometimes used in a narrow sense to
sebagai peta jalan untuk bertindak dalam
refer to formal statements of action to be
mencapai tujuan organisasi. Menurutnya,
followed, while others use the word
kebijakan yang baik harus memenuhi
‘policy’ as a synonym for words such as
syarat sebagai berikut.
‘plan’ or ‘programme’. Many writers too
setiap
kegiatan,
kelancaran
dan
a. Kebijakan diarahkan
sehingga keterpaduan
yang untuk
dibuat
harus
meningkatkan
yang
distinguish clearly
between
‘policy-making’ and ‘decision-making’”. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan
kesejahteraan rakyat; b. Kebijakan
do not
dibuat
harus
tersebut disamaartikan dengan konsep
berpedoman pada kebijakan yang
lain, yaitu :
lebih
a. Goals : desired ends to be achieved. b. Plans or proposals : specified means for achieving goals. c. Programmes : authorized means, strategies and details of procedure for achieving goals. d. Decision : specific actions taken to set goals, develop plans, implement and evaluate programmes e. Effects : measurable impact of programmes f. Laws or regulations : formal or legal expressions providing authorization to policies. Policy, then is focused on purposive or goal oriented action or actively rather than random or chance behaviour. It refers to courses or patterns of action, rather than
tinggi
dan
memperhatikan
kebijakan yang sederajat yang lain; c. Kebijakan
yang
dibuat
harus
berorientasi ke masa depan; d. Kebijakan yang dibuat harus adil; e. Kebijakan yang dibuat harus berlaku untuk waktu tertentu; f. Kebijakan
yang
dibuat
harus
merupakan perbaikan atas kebijakan yang telah ada;
96 Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
separate discrete decision; usually policy development and application involves a number or related decisions, rather than a single decision. Policies may vary greatly in orientation, purpose and whether they are explicitly stated. Policies may be either positive or negative in the sense that they can have as their basis decisions to take particular action in response to a problem, as well as developing simply from failure to act, or from decisions to delay action. Policies include substantive policy as well as procedural or administrative policy.
pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam rangka membuat perencanaan pendidikan tersebut, perencana melakukan proses identifikasi,
mengumpulkan,
menganalisis
data-data
internal
dan dan
eksternal (esensial dan kritis) untuk memperoleh informasi terkini dan yang bermanfaat
bagi
penyiapan
dan
pelaksanaan rencana jangka panjang dan pendek
dalam
rangka
untuk
merealisasikan atau mencapai tujuan pendidikan kabupaten/kota.
Dengan
demikian,
dapat
dikatakan bahwa kebijakan pendidikan adalah upaya perbaikan dalam tataran konsep
pendidikan,
perundang-
undangan, peraturan dan pelaksanaan pendidikan serta menghilangkan praktikpraktik pendidikan di masa lalu yang tidak sesuai atau kurang baik sehingga segala
aspek
pendidikan
di
masa
mendatang menjadi lebih baik. Kebijakan pendidikan
diperlukan
agar
tujuan
pendidikan nasional dapat dicapai secara efektif dan efisien.
pendidikan
yang
para pelaku pendidikan dalam rangka menuju perubahan atau tujuan yang lebih baik
(peningkatan,
pada telah
pengembangan)
dengan resiko yang kecil dan untuk mengurangi ketidakpastian masa depan. Tanpa perencanaan pendidikan yang baik akan menyebabkan ketidakjelasan tujuan yang akan dicapai, resiko besar dan ketidakpastian dalam menyelenggarakan semua kegiatan pendidikan. Dengan perencanaan
pendidikan
yang baik di daerah, oleh karenanya,
Perencanaan pendidikan dibuat mengacu
untuk memberi arah dan bimbingan pada
kemampuan
Perencanaan Pendidikan
dengan
Perencanaan pendidikan penting
kebijakan ditetapkan.
diharapkan
akan
dapat
mengurangi
kemungkinan timbulnya permasalahan yang
serius
sebagai
dampak
dari
Perencanaan pendidikan adalah proses
diberlakukannya otonomi pendidikan itu
penyusunan
di tingkat daerah kabupaten/ kota.
gambaran
kegiatan
pendidikan di masa depan dalam rangka untuk
mencapai
perubahan/tujuan
Sebagai dasar dalam membuat perencanaan
di
bidang
pendidikan, 97
Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
umumnya orang menggunakan teknik analisis
SWOT,
dimaksudkan
untuk
mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, kesempatan atau peluang dan tantangan atau
ancaman
yang
dihadapi
oleh
organisasi. Dengan teknik itu, diharapkan posisi organisasi dalam berbagai aspek bisa dipahami secara lebih obyektif, lalu bisa ditetapkan prioritas strategi dan program-programnya, serta peta urutan pelaksanaannya.
kegiatan-kegiatan dalam
rangka
yang
akan
mencapai
tujuan-tujuan pendidikan, sesuai dengan strategi dan kebijakan pendidikan yang telah ditetapkan. Persoalan-Persoalan Pendidikan Nasional
UUD 1945, pada dasarnya pelayanan pendidikan yang bermutu merupakan hak bagi seluruh warga negara Indonesia. Meskipun
demikian
kenyataan
menunjukkan bahwa saat ini belum semua warga negara dapat memperoleh haknya atas pendidikan. Oleh karena itu pemerintah
sebagai wajib
penyelenggara
berupaya
untuk
memenuhinya.
Pada intinya, program pendidikan dilakukan
Sebagaimana diamanatkan dalam
negara
Program Pendidikan adalah
Pemerataan Kesempatan Memperoleh Pendidikan
Dalam Mandikdasmen, konsep,
kebijakan
Ditjen
disebutkan
mengenai
indikator
keberhasilan,
dan
sumber daya pendukung untuk kebijakan pemerataan
dan
perluasan
akses
pendidikan sebagai berikut. Mendesak
Tabel 1. Kebijakan dan pemerataan Pendidikan
98 Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
langsung
Coleman), tetapi lebih dari itu, murid
diarahkan pada analisis kebijakan dalam
tersebut harus memperoleh perlakuan
pemerataan pendidikan ialah studi yang
yang sama sejak masuk, belajar, lulus,
dilakukan oleh James Coleman (Ace
sampai dengan memperoleh manfaat dari
Suryadi dan H. A. R Tilaar, 1994: 29)
pendidikan yang mereka ikuti dalam
yang berjudul Equality of Educational
kehidupan di masyarakat.
Coleman
Pertama,
Studi
yang
Opportunity.
secara
membedakan
yaitu
pemerataan
secara konsepsional antara pemerataan
kesempatan memasuki sekolah (equality
kesempatan pendidikan secara pasif,
of access). Konsep ini berkaitan erat
dengan pemerataan pendidikan secara
dengan tingkat partisipasi pendidikan
aktif. Pemerataan pendidikan secara pasif
sebagai indikator kemampuan sistem
lebih
pendidikan
menekankan
memperoleh
pada
kesamaan
kesempatan
mendaftar
di
sekolah,
untuk sedangkan
dalam
memberikan
kesempatan seluas-luasnya bagi anak usia
sekolah
untuk
memperoleh
pemerataan aktif ialah kesempatan yang
pendidikan. Pemerataan pendidikan ini
sama yang diberikan oleh sekolah kepada
dapat dikaji berdasarkan dua konsep
murid-murid terdaftar agar memperoleh
yang
hasil belajar setinggi-tingginya.
kesempatan (equality of access) dan
Komponen-komponen
konsep
pemerataan pendidikan ini secara lebih
berlainan,
yaitu
pemerataan
keadilan (equity) di dalam memperoleh pendidikan dan pelatihan.
jelas diungkapkan oleh Schiefelbein dan
Kedua, pemerataan kesempatan
Farrel (1982). Dalam studinya di Chili,
untuk bertahan di sekolah (equality of
mereka menggunakan landasan konsep
survival). Konsep ini menitikberatkan
pemerataan pendidikan yang relatif lebih
pada kesempatan setiap individu untuk
komprehensif
memperoleh
daripada
konsepsi
keberhasilan
dalam
pemerataan pendidikan yang selama ini
pendidikan dan pelatihan. Jenis analisis
digunakan. Berdasarkan konsep mereka,
ini mencurahkan perhatian pada tingkat
pemerataan pendidikan atau equality of
efisiensi
educational opportunity tidak hanya
dilihat dari beberapa indikator yang
terbatas pada, apakah murid memiliki
dihasilkan dari metode Kohort. Metode
kesempatan yang sama untuk masuk
ini mempelajari efisiensi pendidikan
sekolah
berdasarkan murid-murid yang berhasil
pendidikan
(pemerataan secara
pasif
kesempatan
internal
sistem
pendidikan
menurut 99
Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
dibandingkan dengan murid-murid yang
penghasilan lulusan (individu), jumlah
mengulang kelas dan yang putus sekolah.
dan
komposisi
lulusan
disesuaikan
Ketiga, pemerataan kesempatan
dengan kebutuhan akan tenaga kerja
untuk memperoleh keberhasilan dalam
(masyarakat), dan yang lebih jauh lagi
belajar (equality of output). Dilihat dari
pertumbuhan
sudut pandang perseorangan equality of
Teknik-teknik analisis yang digunakan
output ini menggambarkan kemampuan
biasanya meliputi analisis rate of return
sistem pendidikan dalam memberikan
to
kemampuan dan ketrampilan yang tinggi
dengan
kepada
produksi
lulusan
tanpa
membedakan
ekonomi
education,
sosial ekonomi, dan sebagainya. Konsep
attainment
output
sebagainya.
diukur
pendidikan
kerja,
pendidikan
menggunakan
biasanya
hubungan
kesempatan
variabel suku bangsa, daerah, status pendidikan
(masyarakat).
pendekaan
analytical
fungsi dengan ”status
model”,
dan
dengan prestasi belajar akademis. Di
Kebijakan terhadap pemerataan
pandang dari sudut sistemnya itu sendiri,
kesempatan meliputi aspek persamaan
konsep ini menggambarkan seberapa
kesempatan, akses dan keadilan atau
jauh sistem pendidikan itu efisien dalam
kewajaran. Contoh-contoh pemerataan
memanfaatkan
yang
kesempatan, misalnya, beasiswa untuk
mengisi
siswa miskin, pelatihan guru PLB,
yang
pembenahan SMP terbuka, perencanaan
melakukan
bagi daerah-daerah terpencil atau gender,
kontrol terhadap kemungkinan kelebihan
peningkatan APK dan APM, peningkatan
tenaga kerja dalam hubungannya dengan
angka melanjutkan, pengurangan angka
jumlah yang dibutuhkan oleh lapangan
putus sekolah, dan lain-lain.
terbatas,
sumber
efektif
kekurangan dibutuhkan,
dalam
tenaga dan
daya kerja
mampu
kerja.
Kualitas pendidikan Keempat,
yaitu
pemerataan
Realitas
menunjukkan
bahwa
kesempatan dalam menikmati manfaat
kualitas pendidikan di Indonesia relatif
pendidikan dalam kehidupan masyarakat
rendah
yang
bangsa
Indonesia
(equality
ot
outcome).
Konsep
ini
menggambarkan keberhasilan pendidikan secara eksternal (exsternal efficiency) dari
suatu
pelatihan
sistem
pendidikan
dihubungkan
dan
dengan
menyebabkan bersaing
sulitnya dengan
bangsa-bangsa lain. Kualitas pendidikan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh dua
faktor yang mendukung, yaitu
internal dan eksternal (Dodi Nandika, 100
Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
2007:16). Faktor internal meliputi jajaran
pembelajaran
dunia pendidikan, seperti Depdiknas,
pembelajaran kontektual, pembelajaran
Dinas Pendidikan daerah dan sekolah
kooperatif dan sebagainya).
yang berada di garis depan, dan faktor eksternal
yaitu
masyarakat
dengan
melakukan,
Efisiensi pendidikan
pada
Efisiensi menunjuk pada hasil
umumnya. Dua faktor ini haruslah saling
yang maksimal dengan biaya yang wajar.
menunjang dalam upaya peningkatan
Efisiensi dapat diklasifikasikan menjadi
kualitas tersebut. Salah satu implikasi
dua, yaitu efisiensi internal dan efisiensi
langsungnya
perlunya
eksternal. Efisiensi internal merujuk
program-program yang terkait seperti
kepada hubungan antara output sekolah
penyediaan dan rehabilitasi sarana dan
(pencapaian prestasi belajar) dan input
prasarana belajar, guru yang berkualitas,
(sumber daya) yang digunakan untuk
buku pelajaran bermutu yang terjangkau
memproses/menghasilkan
masyarakat, alat bantu belajar untuk
sekolah. Efisiensi eksternal merujuk
meningkatkan kreativitas, dan sarana
kepada hubungan antara biaya yang
penunjang belajar lainnya.
digunakan untuk menghasilkan tamatan
ialah
pada
output
Kualitas pendidikan mencakup
dan keuntungan kumulatif (individual,
aspek input, proses dan output, dengan
sosial, ekonomi dan non-ekonomik) yang
catatan bahwa output sangat ditentukan oleh
proses,
dan
proses
sangat
dipengaruhi oleh tingkat kesiapan input. Contoh perencanaan kualitas misalnya, pengembangan
tenaga
pendidik/kependidikan
(guru,
kepala
sekolah, konselor, pengawas, staf dinas pendidikan,
pengembangan
dewan
pendidikan, dan komite sekolah, rasio (siswa/guru,
siswa/kelas,
siswa/ruang
kelas, siswa/ sekolah), pengembangan bahan ajar, pengembangan tes standar di tingkat kabupaten/kota, biaya pendidikan per
siswa,
pengembangan
model
pembelajaran
(pembelajaran
tuntas,
didapat
setelah
kurun
waktu
yang
panjang di luar sekolah. Contoh-contoh perencanaan
peningkatan
efisiensi,
misalnya, peningkatan angka kelulusan, rasio keluaran/masukan, angka kenaikan kelas,
penurunan
angka
mengulang,
angka putus sekolah, dan peningkatan angka kehadiran dan lain-lain. Relevansi pendidikan. Relevansi
menunjuk
kepada
pendidikan
dengan
kesesuaian
hasil
kebutuhan
(needs),
baik
kebutuhan
peserta didik, kebutuhan keluarga, dan kebutuhan pembangunan yang meliputi berbagai sektor dan sub-sektor. Contoh101
Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
contoh perencanaan relevansi misalnya,
legislasi),
program
kejuruan/
sumber daya manusia, pengembangan
kewirausahaan/usaha kecil bagi siswa-
organisasi (tugas dan fungsi serta struktur
siswa yang tidak melanjutkan, kurikulum
organisasinya),
muatan lokal, pendidikan kecakapan
keputusan dalam organisasi, prosedur
hidup dan peningkatan jumlah siswa
dan mekanisme kerja, hubungan dan
yang terserap di dunia kerja.
jaringan antar organisasi, pengembangan
ketrampilan
Yang dimaksud dengan kapasitas kemampuan
pengembangan
proses
pengambilan
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah,
Pengembangan Kapasitas adalah
pendidikan,
individu
dan
pengembangan
kepemimpinan
pendidikan dan lain-lain. Kesiapan kapasitas sumber daya
organisasi atau unit organisasi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara
mencakup
efektif,
berkelanjutan
(manajer/pemimpin, staf dan pelaksana)
(UNDP,1997). Suksesnya desentralisasi
dan sumber daya selebihnya (uang,
pendidikan
peralatan, perlengkapan, bahan, dsb).
efisien,
tingkat
dan
sangat
kesiapan
kelembagaan,
ditentukan kapasitas
sumber
oleh makro,
daya
dan
sumber
Sedangkan, kemitraan
daya
pengembangan dilandasi
oleh
manusia
kapasitas kesadaran
kapasitas
bahwa pengembangan ikhtiar pendidikan
tingkat makro meliputi : (1) arahan-
harus dilakukan secara terpadu antara
arahan, (2) bimbingan, (3) pengaturan,
lingkungan
keluarga,
pengawasan dan kontrol. Pengembangan
masyarakat
karena
kapasitas
memiliki pengaruh terhadap pendidikan
kemitraan.
Pengembangan
kelembagaan
mencakup
kemampuan dalam merumuskan visi,
pada
pendidikan,
semua
aspek
(kurikulum,
ketenagaan,
sarana
prasarana,
dan
informasi
manajemen
dan
masing-masing
anak. Khusus
misi, tujuan, kebijakan, dan strategi, perencanaan
sekolah
mengenai
kebijakan
manajemen
peningkatan mutu, relevansi dan daya
pendidikan
saing,
keuangan, dsb),
sistem
pendidikan,
dalam
Mandikdasmen, konsep,
kebijakan disebutkan
indikator
Ditjen mengenai
keberhasilan,
dan
pendukung sebagai berikut.
pengembangan pengaturan (regulasi dan
102 Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
Dalam manajemen dikemukakan
arah
pengembangan
Dikdasmen mengenai
juga kebijakan
pencitraan publik, yang konsep, indikator keberhasilan,
pendukung
programnya
sebagai
dan berikut.
penguatan tatakelola, akuntabilitas dan
perubahan mendasar dalam pendidikan,
PENUTUP Dari
uraian
di
atas
dapat
disimpulkan/ dirangkum hal-hal sebagai berikut: 1) Era reformasi telah membawa
salah
satunya
adalah
terjadinya
perubahan arah paradigma pendidikan, termasuk dalam hal sistem perencanaan pendidikan
Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
di
daerah;
2)
Dengan 103
terjadinya perubahan paradigma baru
untuk mengetahui lingkungan eksternal
pendidikan, maka sistem perencanaan
yang berpengaruh terhadap perencanaan
pendidikan dalam iklim pemerintahan
pendidikan kabupaten/kota. Selain itu,
yang sentralistik, sudah tidak sesuai lagi
berbagai perubahan lingkungan strategis
dengan
harus diakomodasi dan diinternalisasikan
kebutuhan
perencanaan
pendidikan pada era otonomi daerah,
ke
sehingga diperlukan paradigma baru
kabupaten/kota
perencanaan pendidikan; 3) Paradigma
tersebut benar-benar menyatu dengan
baru
akan
perubahan lingkungan strategis tersebut.
berimplikasi pada proses perencanaan
Kemudian, perlu analisis situasi untuk
pendidikan Kabupaten/Kota. Dalam era
mengetahui ”situasi pendidikan saat ini”
otonomi daerah, sistem perencanaan
dan ”situasi pendidikan yang diharapkan
pendidikan
adalah
atau ditargetkan” menyangkut berbagai
bagian integral dari sistem perencanaan
kebijakan pendidikan yang ditetapkan,
pembangunan daerah Kabupaten/Kota,
sehingga kesenjangan dapat diketahui
yaitu mendasarkan pada perencanaan
dan
partisipatif, di mana perencanaan dibuat
implementatif, program serta rencana
dengan
memperhatikan
kegiatan
prakarsa
dan
perencanaan
pendidikan
Kabupaten/Kota
setempat;
4)
dinamika,
kebutuhan
masyarakat
Dalam
penyusunan
dalam
perencanaan agar
kebijakan dapat
pendidikan perencanaan
substantif dipikirkan
dan secara
integrated. Depdiknas dan para stakeholders pendidikan
lainnya,
dalam perencanaan pendidikan di daerah
pemikiran
inovatif-kreatif
Kabupaten/Kota, diperlukan koordinasi
model pembangunan sistem pendidikan
antar instansi Pemerintah dan partisipasi
yang terintegrasi, yang dapat meramu
seluruh pelaku pembangunan, melalui
sekaligus
suatu forum Musyawarah Perencanaan
peningkatan dan pencapaian berbagai
Pembangunan
kebijakan pendidikan (pemerataan dan
perencanaan
kelurahan,
pembangunan,
termasuk
(Musrenbang)
tingkat
tingkat
kecamatan,
dan
perlu
membuat mengenai
mengakomodasi
upaya
perluasan akses pendidikan, peningkatan
tingkat Kota, serta forum Satuan Kerja
kualitas
Perangkat Daerah; 5) Dalam melakukan
pendidikan,
perencanaan
ditargetkan) secara bersama-sama, bukan
pendidikan
pendidikan, dan
lain-lain
relevansi yang
perlu
secara parsial dan berurutan, termasuk
dilakukan analisis lingkungan strategis,
aspek sustainability (keberlanjutan) nya.
Kabupaten/Kota,
pertama-tama
104 Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
Sekedar
sebagai
contoh,
hasil
peningkatan dan pencapaian pemerataan dan perluasan akses pendidikan, perlu dibarengi dengan peningkatan kualitas pendidikan (dengan model peningkatan kualitas yang massive, misalnya), tapi juga
perlu
relevansi
memperhatikan (dengan,
aspek
misalnya,
mencocokkan kurikulum dengan empirik yang ada, dengan mengupdate silabus setiap tahun sekali, meski tanpa merubah kurikulum
formalnya).
Aspek
keberlanjutannya perlu juga dipikirkan, jangan
sampai
berjalannya
sebuah
kebijakan hanya tergantung pada ada tidaknya subsidi dari pusat, sementara ketika subsidi ditiadakan atau dicabut, misalnya, lalu tidak berjalan. DAFTAR PUSTAKA Ace Suryadi dan H.A.R.Tilaar. Analisis Suatu Kebijakan Pendidikan. Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Alhumani,A. (11 September 2000).Pembangunan Pendidikan Dalam Konteks Desentralisasi. Kompas, p.4. Azyumardi Azra. 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Desentralisasi Depdiknas. (2001). Jakarta: Komisi Pendidikan. Nasional Pendidikan. Depdiknas. 2002. Memiliki Wawasan Tentang Model-Model Perencanaan Tingkat
Kabupaten/Kota. (Materi Pelatihan Terpadu Untuk Kepala Dinas Kabupaten/Kota). Depdiknas. 2002. Menyerasikan Perencanaan Pendidikan Tingkat Mikro dan Makro. Depdiknas. 2002. Mengembangkan Kebijakan Pendidikan Tingkat Kabupaten/Kota. Dodi Nandika. 2007. Pendidikan di tengah gelombang perubahan. Jakarta: LP3ES Fasli Jalal. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Fiske, E.B. (1998). Desentralisasi Pengajaran, politik dan consensus. Jakarta: Penerbit P.T Gramedia Widia Sarana Indonesia. H.A.R. Tilaar. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mulyani A. Nurhadi. 2001. Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Pengelolaan Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Dalam Rangka Pelaksanaan UU RI No.22 dan 25 tahun 1999. Yogyakarta: Seminar Nasional. Noeng Muhadjir. 2003. Metodologi Penelitian Kebijakan dan Evaluation Research. Integrasi Penelitian, Kebijakan dan Perencanaan. Yogyakarta: Penerbit Rake Sarasin. Noeng Muhadjir. 2000. Kebijakan dan Perencanaan Sosial. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Telaah Cross Discipline. Yogyakarta: Penerbit Rake Sarasin. Noeng Muhadjir. 2003. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial. Teori
105 Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif. Yogyakarta: Penerbit Rake Sarasin. Slamet P.H. 2005. Kapita Selekta Desentralisasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Depdiknas.
UU RI No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU RI No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan nasional (Lembaran Negara RI tahun 2004 No.104, Tambahan Lembaran Negara RI tahun 2004 No.4421.
106 Lamhot Basani Sihombing adalah dosen jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU MELALUI SUPERVISI KLINIS KEPALA SEKOLAH Oleh : Sukarman Purba Abstrak Supervisi pada hakikatnya dilakukan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor kepada guru agar dapat menghasilkan pembelajaran yang lebih baik. Mengingat beratnya tugas seorang guru dan menjadikan guru sebagai seorang yang profesional dalam bidangnya, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan profesionalisme dalam bidang pekerjaannya. Untuk itu, sudah menjadi suatu keharusan bahwa kepala sekolah haruslah melakukan supervisi klinis kepada guru. Supervisi klinis ialah suatu proses pembimbingan dalam pendidikan yang bertujuan membantu pengembangan profesional guru khususnya dalam penampilan mengajar. Dalam melakukan supervisi klinis, kepala sekolah terlebih dahulu mengetahui konsep supervisi klinis dan menerapkan dengan sebaik-baiknya. Terdapat sejumlah langkah supervisi klinis untuk meningkatkan profesionalisme guru dan terdapat sejumlah indikator profesionalisme mengajar guru. Keberhasilan supervisiklinis ditandai dengan terpenuhinya indikator-indikator tersebut. Kata kunci : Profesionalisme guru dan supervisi klinis
terhadap kemajuan dalam pembangunan
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu
pendidikan, dalam rangka meningkatkan
faktor yang sangat fundamental dalam
sumber daya manusia yang diyakini
mengangkat harkat dan martabat suatu
sebagai faktor penunjang akselerator
bangsa
kualitas
kemajuan daerah. Untuk itu, diperlukan
kehidupan sehingga merupakan faktor
peningkatan kemampuan profesionalisme
penentu bagi perkembangan sosial dan
guru
ekonomi ke arah yang lebih baik.
pembelajaran yang dapat membawa anak
Mengingat
peran
didik menjadi lulusan yang berkualitas
pendidikan bagi kehidupan masayarakat,
tinggi dan memiliki jiwa seorang sumber
maka pemerintah dewasa ini sangat
daya manusia yang kompeten.
dan
meningkatkan
begitu
pentingnya
dalam
mengembangkan
memperhatikan segala aspek pendidikan
Peran guru sebagai ujung tombak
yang ada untuk dikembangkan, dengan
dalam pembelajaran haruslah menjadi
harapan agar pendidikan di Indonesia
seorang
bangkit dari keterpurukan dan menjadi
bidangnya,
yang terdepan dalam pembangunan. Saat
diperlukan upaya untuk meningkatkan
ini pemerintah pusat maupun daerah
profesionalisme
tengah
berkonsentrasi
secara
penuh
yang dan
profesional untuk guru
dalam
mencapainya tersebut.
Peningkatan profesionalisme guru harus 107 Sukarman Purba adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
dilakukan untuk menjawab tantangan
tersebut, maka perlu didukung oleh
dunia pendidikan yang semakin komplek,
sejumlah komponen sekolah. Satu di
serta untuk lebih mengarahkan sekolah
antara
ke arah pencapaian tujuan pendidikan
peranan penting adalah kepala sekolah.
nasional
Dalam konteks pembelajaran, kepala
secara
meningkatkan
efisien.
Dalam
profesionalisme
guru,
komponen
sekolah
yang
memiliki
memegang
peranan
sebagai
kepala
sekolah
maka peran Kepala sekolah sangat
supervisor,
diperlukan dalam memberikan supervisi
harus memiliki kompetensi supervisi.
terhadap
atau
Peranan supervisor dilakukan dengan
keluhan-keluhan yang dihadapi guru
mensupervisi pekerjaan yang dilakukan
dalam pembelajaran di Sekolah. Satu di
oleh guru.
kesulitan-kesuulitan
antara
bentuk
pengawasan
yang
sehingga
Supervisi
pada
hakikatnya
dilakukan kepala sekolah terhadap guru,
dilakukan oleh kepala sekolah yang
disebut supervisi klinis. Kata klinis
berperan sebagai supervisor, tetapi dalam
tersirat
sistem organisasi pendidikan modern
makna
cara-cara
pelayanan
seorang dokter kepada pasiennya yang
diperlukan
sedang menderita sakit. Seorang dokter
independent,
mengadakan pemeriksaan berdasarkan
objektivitas
dalam
keluhan-keluhan pasiennya yang sedang
pelaksanaan
tugasnya.
menderita
tersebut
supervisi dilakukan oleh kepala sekolah,
memeriksa penyakit pasien berdasarkan
maka ia harus mampu melaksanakan
keluhan-keluhan
berbagai
sakit.
Dokter tadi,
kemudian
supervisor
khusus
demi
yang
terciptanya
pembinaan Namun,
pengawasan
dan jika
untuk
diberikan resep obat yang tepat untuk
meningkatkan kinerja guru. Pengawasan
penyembuhannya.
konsultasi
merupakan sarana kontrol agar kegiatan
antara pasien dengan dokternya harus
pendidikan di sekolah terarah pada tujuan
dalam suasana keterbukaan dan kejujuran
yang telah ditetapkan. Pengawasan juga
si pasien agar dokter dapat memberikan
merupakan tindakan preventif untuk
obat yang tepat.
mencegah
agar
Seperti diketahui, bahwa kegiatan
melakukan
penyimpangan
utama pendidikan di sekolah adalah
berhati-hati
pembelajaran,
pekerjaannya. Neagley & Evans (1999)
Proses
yang
mencapai
hasil
mungkin.
Untuk
bertujuan
belajar
untuk
semaksimal
mencapai
tujuan
lebih
para
dalam
menegaskan
guru dan
tidak lebih
melaksanakan bahwa
supervisi
merupakan pelayanan kepada pendidik 108
Sukarman Purba adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
agar dapat menghasilkan pembelajaran
delapan,
yang lebih baik lagi. Lebih lanjut
penguatan, (2) Supervisi ilmiah, (3)
dikatakannya
Supervisi
bahwa
peran
kepala
yaitu:
(1)
birokratik,
Inspeksi dan (4)
Supervisi
sekolah sebagai supervisor mempunyai
kooperatif,
tugas,
pengembangan kurikulum, (6) Supervisi
yaitu
kegiatan
(1)
mengorganisasi-kan
Supervisi
sebagai
mengajar,
(2)
klinis, (7) Supervisi sebagai manajemen,
pendukung,
(3)
dan (8) Manajemen instruksional. Pada
menyiapkan fasilitas belajar mengajar,
tulisan ini peranan supervisi dibatasi
(4) menyiapkan materi ajar, (5) melatih
hanya
para
memberikan
supervisi klinis adalah teknik supervisi
mengkoordinasikan
yang paling diperlukan oleh kepala
menyiapkan
belajar
(5)
staf
pendidikan,
konsultasi,
(6)
(7)
layanan kepada siswa, (8) mengadakan hubungan kepada masyarakat, dan (9) melakukan penilaian pengajaran. Menurut
sekolah dan pengawas sekolah. Menurut
Depdiknas
(1990)
pengertian supervisi klinis ialah satu dari Menteri
sejumlah bentuk bantuan profesional
Republik
yang diberikan secara sistematis kepada
Pendidikan Nasional Indonesia Nomor
guru berdasarkan kebutuhan guru yang
13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala
bersangkutan dengan tujuan membina
Sekolah
satu
keterampilan mengajarnya. Dalam kata
kompetensi yang harus dimiliki kepala
klinis tersirat cara-cara pelayanan medis
sekolah adalah kompetensi supervisi
seorang dokter kepada pasiennya. Di
dengan subkompetensi sebagai berikut:
level sekolah, pelayanan profesional
(1) Merencanakan program supervisi
kepala sekolah diberikan kepada guru.
pendidikan
Peraturan
pada supervise klinis, karena
Nasional
disebutkan
salah
akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru, (2) Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan
PEMBAHASAN Profesionalisme Guru
menggunakan pendekatan dan teknik
Yamin (2007) menyatakan istilah
supervisi yang tepat, (3) Menindaklanjuti
profesional pada umumnya adalah orang
hasil supervisi akademik terhadap guru
yang mendapat upah atau gaji dari apa
dalam
yang dikerjakan, baik dikerjakan secara
rangka
peningkatan
profesionalisme guru. Menurut Wiles dan Bondi (2003) bahwa evolusi peranan supervisi ada
sempurna Sanjaya
maupun (2008)
tidak. bahwa
Menurut pekerjaan
profesional ditunjang oleh suatu ilmu
tertentu secara mendalam yang hanya 109 Sukarman Purba adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
mungkin
diperoleh
dari
lembaga
pendidikan
lembaga-
yang
sesuai
dan
menjadi
sumber
penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian,
sehingga kinerjanya didasarkan kepada
kemahiran
keilmuan yang dimilikinya dan dapat
memenuhi standar mutu atau norma
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
tertentu serta memerlukan pendidikan
Dengan demikian, seorang guru perlu
profesi.
memiliki
khusus,
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
kemampuan yang tidak mungkin dimiliki
2005 Tentang Guru dan Dosen, bahwa
oleh orang yang bukan guru, seperti yang
seorang guru haruslah memiliki empat
dikemukakan Cooper (1990), yaitu: “a
kompetensi, yaitu : (1) Kompetensi
teacher is person sharged with the
pedagogik,
responbility of helping orthers to learn
penguasaan materi pembelajaran secara
and to behave in new different ways” .
luas dan mendalam yang meliputi: (a)
kemampuan
Dengan
demikian,
atau
kecakapan
Berdasarkan
Undang-undang
yaitu
konsep,
struktur,
yang
kemampuan
dan
metoda
profesionalisme guru adalah kemampuan
keilmuan/teknologi/seni
guru untuk melakukan tugas pokoknya
menaungi/koheren dengan materi ajar;
sebagai pendidik dan pengajar meliputi
(b) materi ajar yang ada dalam kurikulum
kemampuan merencanakan, melakukan,
sekolah; (c) hubungan konsep antar mata
dan
pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-
melaksanakan
evaluasi
yang
pembelajaran. Pada prinsipnya setiap
konsep
guru harus disupervisi secara periodik
sehari-hari; dan (e) kompetisi secara
dalam
Jika
profesional dalam konteks global dengan
jumlah guru cukup banyak, maka kepala
tetap melestarikan nilai dan budaya
sekolah dapat meminta bantuan wakilnya
nasional. (2) Kompetensi kepribadian,
atau
yaitu
melaksanakan
guru
senior
tugasnya.
untuk
melakukan
keilmuan
dalam
merupakan
kehidupan
kemampuan
supervisi. Keberhasilan kepala sekolah
kepribadian yang: (a) mantap; (b) stabil;
sebagai supervisor antara lain dapat
(c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e)
ditunjukkan oleh meningkatnya kinerja
berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g)
guru yang ditandai dengan kesadaran dan
menjadi teladan bagi peserta didik dan
keterampilan melaksanakan tugas secara
masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja
bertanggung jawab.
sendiri; dan (i) mengembangkan diri
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
secara berkelanjutan. (3) Kompetensi profesional,
yaitu
merupakan 110
Sukarman Purba adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
materi
pendidik, siswa dapat memperoleh menu
pembelajaran secara luas dan mendalam
sajian bahan ajar yang diolah dalam
yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan
kurikulum
metoda
yang
kurikulum muatan lokal. Guru memiliki
menaungi/koheren dengan materi ajar;
tugas sebagai fasilitator agar siswa dapat
(b) materi ajar yang ada dalam kurikulum
belajar dan atau mengembangkan potensi
sekolah; (c) hubungan konsep antar mata
dasar dan kemampuannya secara optimal.
pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-
Menurut Suryasubroto (2002) tugas guru
konsep
dalam
kemampuan
penguasaan
keilmuan/teknologi/seni
keilmuan
dalam
kehidupan
nasional
proses
ataupun
dalam
pembelajaran
dapat
sehari-hari; dan (e) kompetisi secara
dikelompokkan ke dalam tiga kegiatan,
profesional dalam konteks global dengan
yaitu (a) menyusun program pengajaran
tetap melestarikan nilai dan budaya
seperti program tahunan pelaksanaan
nasional. (4) Kompetensi sosial, yaitu
kurikulum,
merupakan kemampuan pendidik sebagai
semester/caturwulan,
bagian dari masyarakat untuk : (a)
pengajaran,
(b)
berkomunikasi lisan dan tulisan; (b)
melaksanakan
pengajaran
menggunakan teknologi komunikasi dan
menyampaikan
informasi secara fungsional; (c) bergaul
metode mengajar, menggunakan media /
secara efektif dengan peserta didik,
sumber,
mengelola
sesama pendidik, tenaga kependidikan,
interaksi
belajar
orangtua/wali peserta didik; dan (d)
melaksanakan
bergaul secara santun dengan masyarakat
menganalisis
sekitar.
melaporkan hasil evaluasi belajar, dan
program program
satuan
menyajikan/
materi,
seperti
menggunakan kelas/mengelola
mengajar, evaluasi
hasil
evaluasi
(c)
belajar: belajar,
Menurut Suparlan (2006) bahwa
melaksanakan program perbaikan dan
guru selalu disebut sebagai salah satu
pengayaan. Dengan demikian, dalam
komponen utama pendidikan yang amat
pandangan umum pendidik tidak hanya
penting. Sedangkan, guru, siswa, dan
dikenal sebagai guru, pengajar, pelatih,
kurikulum merupakan tiga komponen
dan pembimbing tetapi juga sebagai
utama dalam sistem pendidikan nasional.
“social agent hired by society to help
Ketiga
facilitate member of society who attend
komponen
pendidikan
itu
merupakan condition sine quanon´ atau
schools” (Cooper, 1986).
syarat mutlak dalam proses pendidikan di
Tuntutan terhadap kualitas guru
sekolah. Melalui mediator guru atau
yang profesional mendapat perioritas dari 111
Sukarman Purba adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
pemerintah saat ini. Menurut Isjoni
about their practice; to better able to use
(2006)
bahwa guru profesional bukan
their knowledge ang skills to better serve
lagi merupakan sosok yang berfungsi
parents and schools; and to make the
sebagai
school
robot,
tetapi
merupakan
a
more
effective
learning
dinamisator yang mengantar potensi-
community”. (Supervisi merupakan suatu
potensi peserta didik ke arah kerativitas.
proses yang dirancang secara khusus
Tugas seorang guru profesional meliputi
untuk
tiga bidang utama, yaitu: (1) dalam
supervisor dalam
bidang
sehari-hari
profesi,
(2)
dalam
bidang
membantu di
para
guru
mempelajari
sekolah;
agar
kemanusiaan, dan (3) dalam bidang
menggunakan
pengetahuan
kemasyarakatan.
kemampuannnya
untuk
Menurut Wardani, Irawan dan
dan tugas dapat dan
memberikan
layanan yang lebih baik pada orang tua
Suparman (1996) bahwa ada delapan
siswa
dan
sekolah,
serta
berupaya
ketrampilanyang harus dikuasai oleh
menjadikan sekolah sebagai masyarakat
seorang guru yang profesional yang
belajar yang lebih efektif).
mengetahui
Menurut Chung dan Megginson
profesionalisme guru dalam mengajar
(2004) bahwa supervisi klinis (clinical
antara
supervision)
dapat
digunakan
untuk
lain adalah
sebagai
berikut:
adalah
pendekatan
(1)Keterampilan
Bertanya
Dasar,
membimbing guru dengan penekanan
(2)Keterampilan
Bertanya
Lanjut,
pada tatap muka dengan supervisor dan
Penguatan,
terpusat pada perilaku guru di kelas.
Menjelaskan,
Sedangkan, Acheson dan Gall (dalam
(5)Keterampilan Menggunakan Variasi,
Sukirman, 2006) menyatakan bahwa
(6)Keterampilan
Mengajar,
supervisi klinis ialah proses membina
(7)Keterampilan Membuat Garis-garis
guru untuk memperkecil ketidaksesuaian
Besar Program Pembelajaran (GBPP),
(kesenjangan)
dan (8) Keterampilan Membuat Satuan
mengajar yang nyata dengan tingkah laku
Acara Pembelajaran (SAP)
mengajar yang seharusnya. Berdasarkan
(3)Keterampilan
Memberi
(4)Keterampilan
Menurut Sergiovani dan Starrat pengertian
tingkah
laku
uraian di atas, maka dapat disimpulkan
Supervisi Klinis
(1993)
antara
supervisi
adalah
“Supervision is a process designed to help teacher and supervision leam more
supervisi
klinis
ialah
suatu
proses
pembimbingan dalam pendidikan yang bertujuan profesional
membantu guru
pengembangan
khususnya
dalam 112
Sukarman Purba adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
penampilan
mengajar
berdasarkan
observasi dan analisis data secara teliti dan
objektif
sebagai
sehingga supervisi klinis menjadi kurang efektif. Guru
pegangan
sebagai
pasien
dengan
untukperubahan perilaku mengajar guru.
penuh kesadaran haruslah mendatangi
Supervisi klinis dilakukan secara tatap
kepala sekolah sebagai dokter. Guru
muka antara supervisor dengan guru
mengungkapkan
layaknya
atau
bagaikan
dokter
dengan
masalah-masalahnya
penyakit-penyakitnya
untuk
dipecahkan atau disembuhkan kepada
pasiennya. Di sekolah, guru menyampaikan atau
permintaan-
tersebut harus ada keterbukaan guru
tentang
persiapan,
kepada kepala sekolah. Namun, dalam
keluhan-keluhannya permintaannya pelaksanaan,
kepala sekolah. Dalam berkonsultasi
dan
penilaian
proses
praktiknya,
justru
yang
terjadi
pembelajarannya kepada kepala sekolah
sebaliknya. Guru pada saat ini cenderung
secara terbuka dan jujur. Kepala sekolah
tertutup terhadap masalah yang dihadapi
supervisor
mengadakan
dan enggan berkonsultasi dengan kepala
observasi berdasarkan keluhan-keluhan
sekolahnya. Penyebabnya adalah guru
atau permintaan-permintaan guru tadi,
biasanya
kemudian membimbing guru sedemikian
mengungkapkan
rupa sehingga memungkinkan guru itu
karena kuatir dikira “bodoh” atau takut
menemukan sendiri cara-cara mengatasi
dikira
keluhan-keluhannya atau bersama-sama
masalahnya sendiri. Guru juga kuatir jika
guru berusaha menemukan cara-cara
sudah dianggap tidak mampu mengatasi
perbaikan bersama berdasarkan data
masalahnya sendiri akan mempengaruhi
yang dikumpulkan selama observasi. Hal
nilai
inilah yang menjadi esensi supervisi
Penilaian Pelaksanaan Pegawai Negeri
klinis.
yang
Sipil (DP3) yang diberikan oleh kepala
menjadi masalah di sekolah adalah
sekolahnya sebagai atasan langsung guru
adanya
bersangkutan.
sebagai
Dalam
kenyataannya,
kecenderungan
meminta
mengadukan
masalahnya
kepada
guru
enggan
merasa
tidak
butir
malu
untuk
masalah-masalahnya mampu
prakarsa
mengatasi
dalam
Daftar
masalah-
Depdikbud (1996) menjelaskan
sekolah
adapun tujuan supervisi klinis diberikan
karena takut dikira tidak mampu dan
kepada guru adalah untuk menolong para
tidak mandiri mengatasi masalahnya
guru
kepala
untuk
mengerti
inovasi
dan
mengubah perilaku mereka sehingga 113 Sukarman Purba adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
cocok dengan inovasi pembelajaran.
pendidikan
Supervisi
Membantu guru dalam mengembangkan
klinis
juga
bertujuan
promosi
jabatan,
(7)
memperbaiki perilaku guru-guru agar
sikap
mampu
suasana
pengembangan diri secara terus menerus
Kreatif,
dalam karir dan profesi secara mandiri
menciptakan
Pembelajaran
yang
Aktif,
Efektif, Menyenangkan, dan Bermakna (PAKEMB). Aktif,
yang
positif
terhadap
(Depdikbud, 1996).
berarti siswanya
Sedangkan,
fungsi
Supervisi
yang lebih banyak melakukan kegiatan-
klinis yang diperankan oleh kepala
kegiatan
sementara
sekolah adalah untuk: (1) menolong guru
fasilitator
dalam
pembelajaran
gurunya hanyalah
sebagai
mendiagnosa
belaka. Kreatif, artinya pembelajaran
mengajar
mampu menggali hal-hal baru yang dapat
profesionalisme
menginspirasi
menolong
siswa. Efektif,
berarti
guru,
(2)
keterampilan meningkatkan
mengajar
guru
guru,
menetapkan
(3) target
tujuan pembelajaran tercapai dengan
pembelajaran, (4) menolong guru cara
hasil yang memuaskan segala pihak.
mencapai
Menyenangkan, berarti suasana belajar
memotivasi guru dalam mengajar yang
membuat siswa dan guru merasa betah
baik atau memberikan penguatan, (6)
dan mengasyikkan. Bermakna, berarti
memfasilitasi guru dalam melengkapi
proses
sarana
dan
bermanfaat
hasil bagi
pembelajaran
kehidupan
target
pembelajaran,
prasarana
mengajar
(5)
yang
dan
dibutuhkan guru, (7) mengobservasi guru
penghidupan siswa baik untuk masa kini
mengajar di kelas, (8) memberikan
maupun masa depan.
masukan-masukan perbaikan mengajar
Tujuan khusus supervisi klinis
kepada guru, (9) mengkaji
adalah sebagai berikut: (1) Menyediakan
pembelajaran
yang
umpan
menyediakan
dan
balik
yang
objektif
dan
strategi
tepat,
(10)
menyimpan
profesional bagi guru, (2) Mendiagnosa
data/laporan kemajuan guru (Depdikbud,
masalah-masalah
1996).
pembelajaran,
Memecahkan
(3)
masalah-masalah
Berdasarkan
fungsi
supervisi
pembelajaran, (4) Membantu guru dalam
klinis ini dapat dikembangkan atau
mengembangkan keterampilan mengajar,
ditingkatkan
(5) Membantu guru dalam menggunakan
subkompetensi supervisi klinis untuk
strategi pembelajaran, (6) Sebagai dasar
melaksanakan fungsi tersebut. Untuk
menilai
menolong
guru
dalam
kemajuan
dan
subkompetensi-
guru
dalam
mendiagnosa 114
Sukarman Purba adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
keterampilan mengajar guru diperlukan subkompetensi keterampilan
mampu mengajar
Kepala sekolah sebagai pemberi
mendiagnosis
supervisi klinis kepada guru dituntut
guru.
untuk
Untuk
mengetahui
dan
menerapkan
meningkatkan profesionalisme mengajar
prinsip-prinsip supervisi klinis ketika
guru diperlukan subkompetensi metode
melaksanakan supervisi klinis terhadap
mengajar guru. Untuk menolong guru
guru di sekolahnya. Menurut Acheson &
menetapkan
Gall
target
pembelajaran
(1980)
bahwa
prinsip-prinsip
diperlukan subkompotensi pemecahan
supervisi klinis yang diterapkan oleh
masalah. Untuk menolong guru dalam
setiap kepala sekolah sebagai supervisor
mencapai target pembelajaran, maka
yang kompeten adalah: (1) interaktif
diperlukan subkompetensi kemampuan
bukan
mengajar. Untuk memotivasi guru dalam
mengutamakan
mengajar yang baik atau memberikan
supervisor dengan guru. Tidak ada atasan
penguatan
sbukompetensi
dan bawahan, yang ada kemitraan.
memotivasi guru. Untuk memfasilitasi
Supervisor bersama-sama dengan guru
guru dalam melengkapi sarana prasarana
untuk
mengajar
yang
guru
profesionalisme guru, (2) demokratik
diperlukan
manajemen
dan
bukan otoritatif, berarti sikap supervisor
diperlukan
dibutuhkan sarana
direktif,
artinya kesetaraan
membantu
antara
peningkatan
prasarana. Untuk mengobservasi guru
yang
mengajar
diperlukan
menganggap diri sendiri yang paling
memberikan
benar, sikap bebas berpendapat tetapi
masukan-masukan perbaikan mengajar
bertanggung jawab, sikap yang mau
kepada guru diperlukan subkompetensi
menghargai
pendaoat
orang
cara mengajar yang profesional. Untuk
mengahargai
pendapat,
mengangggap
mengkaji strategi pembelajaran yang
perbedaan sebagai berkah, sikap untuk
tepat
bermusyawarah
di
pengetahuan.
kelas Untuk
diperlukan
pengetahuan
strategi
subkompetensi pembelajaran.
tidak
lebih
memaksakan
dan
kehendak,
mufakat
lain,
dalam
setiap diskusi dan mengambil keputusan.
Untuk menyediakan dan menyimpan
Diskusi
data/ laporan kemajuan guru diperlukan
berdasarkan rambu-rambu profesional
subkompetensi pengarsipan dan teknik
dan peraturan perundang-undangan yang
penyusunan laporan.
berlaku bukan atas opini atau ambisi
Supervisi Klinis Kepala Sekolah dalam meningkatkan Profesionalisme Guru
dan
pengambilan keputusan
pribadi. dan (3) terpusat pada guru bukan pada supervisor, artinya mengutamakan 115
Sukarman Purba adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
prakarsa
dan
tanggung
jawab
Pidarta
(1999)
mengatakaan
peningkatan keterampilan mengajar lebih
supervisi
terpusat pada guru.
tersendiri yang membedakan dengan
Menurut
Depdikbud
klinis
memiliki
ciri-ciri
(1996)
model-model supervisi yang lain, yaitu:
secara rinci prinsip-prinsip supervisi
(1) adanya kesepakatan antara supervisor
klinis
dengan guru yang akan disupervisi
adalah:
(1)
mengutamakan
prakarsa dan tanggung jawab guru, (2)
tentang
hubungan supervisor dan guru kolegial
diperbaiki, (2) yang disupervisi atau
(sederajat) dan interaktif, (3) demokratik
diperbaiki adalah aspek-aspek perilaku
yaitu
bebas
guru dalam proses belajar mengajar yang
yang
spesifik, (3) memperbaiki aspek perilaku
bertanggung jawab tetapi kedua pihak
diawali dengan pembuatan hipotesis
mengkaji pendapat pihak lain untuk
bersama
mencapai
sasaran
perilaku atau cara mengajar yang baik,
supervisi terpusat pada kebutuhan dan
(4) hipotesis di atas diuji dengan data
aspirasi
kawasan
hasil pengamatan supervisor tentang
penampilan aktual guru di kelas, (5)
aspek perilaku guru yang akan diperbaiki
umpan balik diberikan dengan segera dan
ketika sedang mengajar, (5) ada unsur
sesuai dengan kontrak, (6) supervisi
pemberian penguatan terhadap perilaku
bersifat
tujuan
guru terutama yang sudah berhasil
peningkatan kemampuan mengajar dan
diperbaiki, (6) ada prinsip kerja sama
sikap profesional, dan (7) pusat perhatian
antara supervisor dengan guru yang
hanya
saling
kedua
belah
mengemukakan
pihak
pendapat
kesepakatan, guru serta
bantuan
pada
(4)
dalam
dengan
beberapa
keterampilan
mengajar tertentu. klinis
perilaku
tentang
bentuk
mempercayai
dan
yang
akan
perbaikan
sama-sama
bertanggung jawab, dan (7) supervisi
Dengan demikian, prinsip-prinsip supervisi
aspek
haruslah
dilakukan secara kontinu, artinya aspek-
menjiwai
aspek perilaku itu satu persatu diperbaiki
seluruh langkah-langkah supervisi klinis.
sampai guru itu bisa bekerja dengan baik.
Sebelum melaksanakan supervisi klinis,
Untuk melakukan supervisi klinis
kepala sekolah sebagai supervisor harus
diperlukan
memahami
dan
prosedur yang harus dilakukan agar
menerapkan prinsip-prinsip tersebut agar
supervisi klinis dapat terlaksana dengan
hasil supervisi klinisterlaksana dengan
baik. Menurut Neagley dan Evans (1999)
baik sesuai dengan yang diharapkan.
bahwa langkah-langkah atau prosedur
prinsip-prinsip
langkah-langkah
atau
116 Sukarman Purba adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
supervisi klinis adalah sebagai berikut:
Merencanakan pertemuan boleh juga
(1) Menciptakan hubungan baik antara
dengan
supervisor dengan guru bersangkutan
mengetahui,
agar makna supervisi ini menjadi jelas
pertemuan,
bagi
dan
menanggapi cara mengajarnya sebelum
(2)
dibahas bersama, (8) Membuat rencana
Merencanakan aspek perilaku yang akan
baru bila aspek perilaku itu belum dapat
diperbaiki serta pada subpokok bahasan
diperbaiki dan mengulangi langkah awal
apa, (3) Merencanakan strategi observasi,
sampai akhir.
guru
sehingga
partisipasinya
kerjasama
meningkat,
pihak
ketiga
yang
(7) guru
ingin
Melaksanakan diberi
kesempatan
(4) Mengobservasi guru mengajar, boleh
Secara skematis langkah-langkah
memakai alat bantu, (5) Menganalisis
supervisi klinis di atas menurut Neagley
proses belajar mengajar oleh supervisor
dan
dan
berikut.
guru
secara
terpisah,
(6)
Evans (1999) adalah sebagai
Langkah 1
Langkah 2 & 8
Langkah 7
Langkah 3
Langkah 6
Langkah 4
Langkah 5
Gambar 1. Langkah-langkah dan siklus supervisi klinis Pendapat lain tentang langkah-
perencanaan secara mendetail termasuk
langkah supervisi klinis sebagaimana
membuat
dinyatakan oleh Sukirman (2006), yaitu:
pengamatan
(1)
(2)
menganalisis hasil pengamatan serta
pelaksanaan observasi, (3) analisis hasil
memberikan umpan balik kepada guru
observasi, (4) pembicaraan hasil analisis
yang
observasi
sesudah
supervisor maupun guru baru, kelima
pembicaraan. Bila diperhatikan pendapat
fokus ini belum cukup memberi bekal
tersebut di atas, maka supervisi klinis
kepada mereka. Menurut Pidarta (1999)
berfokus pada lima hal, yakni melakukan
bahwa
pembicaraan
dan
(5)
pra-observasi,
analisis
hipotesis, secara
bersangkutan.
melaksanakan cermat,
Tetapi
langkah-langkah
dan
untuk
dalam 117
Sukarman Purba adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
pelaksanaan
supervisi
klinis
adalah
memperbaiki
aspek
tadi,
dan
atau
sebagai berikut: (1) Pertemuan Awal atau
meneruskan untuk memperbaiki aspek-
Perencanaan, meliputi: (a) menciptakan
aspek yang lain.
hubungan
yang
menjelaskan
baik
makna
dengan
Depdikbud
cara
supervisi
klinis
(1996)
menytakan
alternatif lain dalam langkah-langkah
sehingga partisipasi guru meningkat, (b)
supervisi klinis adalah sebagai berikut:
menemukan aspek-aspek perilaku apa
1.
Prasurvey:
(a)
mengadakan
dalam proses belajar mengajar yang perlu
perjanjian dengan guru, (b) memberi
diperbaiki, (c) membuat prioritas aspek-
bantuan
aspek perilaku yang akan diperbaiki, dan
mendisain GBPP dan RPP, dan
(d) membentuk hipotesis sebagai cara
memfasilitasi
atau bentuk perbaikan pada subtopik
pembelajaran.
bahan pelajaran tertentu; (2) Persipan
2.
kepada
guru
sarana
menciptakan
mengajar yang baru hipotesis; dan (b)
terbuka
antara
bagi supervisor tentang cara dan alat
sebagai
supervisor
observasi seperti tape-recorder, video-
sebelum
daftar
recorder,
anecdotal
dan
cek,
catatan
sebagainya;
(3)
prasarana
Tahap I. Pertemuan Awal: (a)
meliputi: (a) bagi guru tentang cara
tape
dalam
suasana
kepala
(b)
dan
sekolah
dengan
maksud
dibicarakan;
intim
guru
sebenarnya membicarakan
rencana pelajaran yang telah dibuat
Pelaksanaan meliputi: (a) guru mengajar
yang
dengan tekanan khusus pada aspek
kegiatan
perilaku
(b)
evaluasinya;
(4)
komponen-komponen keterampilan
yang
diperbaiki,
dan
supervisor
mengobservasi;
Menganalisis
hasil
mengajar
secara
mencakup
tujuan,
bahan,
pembelajaran, dan (c)
mengajar
alat
mengidentifikasi
serta
indikator-
terpisah, yaitu pertemuan akhir, bisa juga
indikatornya yang akan dicapai guru;
dengan orang-orang lain yang ingin tahu,
(d) memilih atau mengembangkan
meliputi:
instrumen
(a)
guru
memberi
tanggapan/penjelasan/pengakuan,
observasi
yang
akan
(b)
dipakai merekam data penampilan
supervisor memberi tanggapan/ulasan,
guru sesuai dengan kesepakatan
(c) menyimpulkan bersama hasil yang
keterampilan
telah dicapai: hipotesa diterima, ditolak,
indikator-indikatornya;
atau
membicarakan bersama instrumen
direvisi,
dan
(d)
menentukan
rencana berikutnya, yaitu mengulangi
mengajar dan
dan (e)
tersebut sebagai kesepakatan. 118
Sukarman Purba adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
3.
4.
Tahap
II.
Observasi:
Dengan
perasaan guru terhadap proses dan
menggunakan instrumen observasi
hasil
yang
menyimpulkan hasil pencapaian dan
telah
disepakati
pada
belajar
tersebut;
(i)
pertemuan awal tadi.
membandingkannya dengan kontrak
Tahap III. Pertemuan Akhir: (a)
di atas; dan (j) menentukan bersama-
memberi penguatan dan menanyakan
sama
perasaan guru secara umum dalam
datang.
suasana santai agar guru merasa
pembelajaran
Berdasarkan
yang
kedua
akan macam
tidak diadili; (b) mereviu tujuan
langkah-langkah supervisi klinis di atas,
pembelajaran; (c) mereviu target
maka
keterampilan,
supervisi
(d)
menanyakan
perbedaan klinis
jumlah
langkah
tersebut
hanyalah
perasaan guru terhadap jalannya
perbedaan dalam penekanan saja, bukan
pelajaran berdasarkan tujuan dan
dalam
target yang tealh direviu, pertanyaan
dapat dipakai kepala sekolah dalam
dimulai
meningkatkan
dengan
hal-hal
yang
perbedaan
prinsip.
kompetensi
dianggap baik oleh guru kemudian
klinisnya.
hal-hal
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan
yang
dianggap
kurang
berhasil oleh guru; (e) menunjukkan hasil observasi yang telah dianalisis dan
diinterpretasi
oleh
sekolah/madrasah
kepala sebelum
pertemuan akhir dimulai, kemudian memberikan waktu kepada guru untuk
menganalisis
data
menginterpretasikannya,
dan dan
akhirnya hasil observasi tersebut didiskusikan
bersama-sama;
(f)
menanyakan kembali perasaan guru setelah mendiskusikan hasil analisis dan interpretasi data hasil observasi; (g)
meminta
guru
menganalisis
proses dan hasil belajar yang telah dicapai siswanya; (h) menanyakan
Keduanya
Supervisi
klinis
supervisi
merupakan
bantuan yang diberikan oleh kepala sekolah sebagai supervisor kepada guru supaya guru dapat melaksanakan tugas pengajarannya secara profesional dengan menggunakan langkah-langkah tertentu. Supervisi klinis sangat tepat untuk membantu guru dalam meningkatkan profesionalisme mengajarnya. Dengan demikian,
tujuan
diberikan
supervisi
kepada
meningkatkan
guru
profesionalisme
klinis untuk guru
terutama dalam proses pembelajaran sehingga
tujuan
pembelajaran
dapat
tercapai secara optimal. Supervisi klinis 119
Sukarman Purba adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
dinyatakan
berhasil
jika
indikator
profesionalisme mengajar guru telah tercapai.
Untuk
meningkatkan
profesionalisme guru supervisi klinis kepala
sekolah
diperlukan
pelatihan
supervisi klinis. Rekomendasi Untuk profesionalisme
meningkatkan guru
dalam
proses
pembelajaran, maka diperlukan Supervisi Klinis.
Untuk
dapat
memberikan
supervisi kepada guru, maka kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi di bidang supervisi. Supervisi hendaknya diberikan kepala sekolah secara intensif kepada guru dalam bentuk bimbingan dengan
cara
menerapkan
langkah-
langkah supervisi klinis yang tepat sehingga para guru dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan secara profesional. Guru haruslah selalu terus
berusaha
meningkatkan
profesionalismenya dengan cara bekerja sama dengan kepala sekolah sehingga dapat
mengurangi
kesulitan-kesulitan
guru dalam menjalankan tugasnya. DAFTAR PUSTAKA Acheson, K.A. & M.D. Gall, 1980. Techniques in the Clinical Supervision of Teachers, Preservice and Inservice Application. New York: Longman, Inc. Chung, K. H., dan L. C. Megginson, 2004. Organizati-onal Behavior
Developing Managerial Skills. New York: Harper & Row, Publishers. Cooper, J. M. 1990. Classroom Teaching Skills. Lexington. D. C: Heath and Company. Depdikbud. 1996. Supervisi Klinis.Bahan Akta Mengajar V. Jakarta: Depdikbud. Isjoni, 2006. Gurukah yang Dipermasalahkan: Menakar Posisi Guru di Tengah Dunia Pendidikan Kita. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Neagly, R. L. & Evans, N. D. 1999. Handbook for Effective Supervision of Instruction. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Pidarta, Made. 1990. Perencanaan Pendidikan Partisipatori Dengan Pendekatan Sistem. Jakarta: Rineka Cipa. _________. 1999. Pemikiran tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standard Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group. Sergiovanni, T. J., & R. J. Starratt. 1993. Supervision: Human Perspectives. New York: McGraw-Hill. Sukirman, Hartati. 2006. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Suparlan, 2006. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat Publishing Suryosubroto, B. 2004. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
120 Sukarman Purba adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Wardani., Prasetya Irawan., dan Atwi Suparman. 1996. Panduan Praktik Mengajar. Jakarta: Depdikbud.
Wiles, J. & J. Bondi, 2003. Supervision A Guide to Practice. Second Edition. London: Charles E. Merrill Publishing Company A Bell & Howell Company. Yamin, Martinis. 2007. Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta : Gaung Persada Press.
121 Sukarman Purba adalah dosen jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
PERTUMBUHAN GERAK DAN KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ANAK Oleh: Indra Kasih Abstrak Sebagai mahluk hidup manusia terus mengalami perubahan sepanjang hidupnya. Mulai berada dalam kandungan, lahir, kemudian menjadi dewasa dan terus terjadi perubahan dalam aspek-aspek fisik, gerak, pikiran, emosi dan sosial. Pola perubahan mula-mula bersifat meningkat, kemudian menurun. Peningkatan terjadi akibat proses pertumbuhan, perkembangan dan kematangan; penurunan terjadi dalam proses penuaan. Studi tentang perkembangan gerak mencakup diskripsi dan penjelasan mengenai prilaku perak manusia sepanjang hidup dengan pertumbuhan perkembangan psikososial, kognitif, afektif dan psikomotorik. Perkembangan hidup manusia secara umum terjadi dalam 5 fase perkembangan, yaitu fase-fase sebelum lahir, bayi, anak-anak, adolesensi, dan dewasa. Setiap fase perkembangan terjadi pada batasan usia tertentu. Pembatasan setiap fase didasarkan pada kecendrungan karakteristik perkembangan yang terjadi pada kurun waktu tertentu dalam usianya. Kata kunci: perkembangan, psikososial, kognitif, afektif, psikomotorik perubahan.Bayi
PENDAHULUAN Prinsip Perubahan Sepanjang Hidup Manusia adalah mahluk hidup yang selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Bermula dari proses perubahan yang terjadi dalam bentuk menyatu sperma sang ayah dengan sel telur
ibu,
organisme
terbentuklah yang
menjadi janin.
serangkaian
kemudian
tumbuh
Selama kurang dari
Sembilan bulan 10 hari, janin tumbuh dan berkembang melengkapi diri dengan organ-organ dan bagian-bagian sampai menjadi wujud bentuk manusia kecil yang akan lahir kedunia fana dengan sebutan
bayi.
Setelah
lahir,
semua
bagian, organ dan fungsi yang ada pada diri
individu
terus
mengalami
Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
yang
lahir
dengan
ukuran-ukuran tubuh yang panjang lebih dari 50 cm dan beratnya kurang dari 3 kg,
akan
bertambah
panjang
dan
bertambah berat sedikit demi sedikit sampai mencapai ukuran panjang atau tinggi orang dewasa yaitu lebih kurang 175 cm untuk laki-laki dan lebih kurang 160 untuk perempuan; dan berat lebih kurang 65 kg untuk laki-laki dan lebih kurang 50 kg untuk perempuan. Pengkajian
secara
mendalam
aspek demi aspek yang tampak dalam perkembangan individu terus dilakukan. Perkembangan gerak merupakan salah satu aspek pengkajian perkembangan individu
yang
dewasa
ini
menjadi
semakin berkembangan. Perkembangan psikiologis sudah lebih awal dikaji secara 122
mendalam dibanding pengkajian tentang
yang normal adalah 9 bulan 10 hari. Dua
gerak. Perkembangan psikologis dikaji
minggu pertama sejak terjadi pembuahan
dalam
disebut
disebut fase awal (germinal). Antara 2
manusia
sampai 8 minggu berada di dalam
selalu berkaitan dengan aspek-aspek
kandungan disebut embrio; dan antara 8
yang lain. Gerakan dipengaruhi oleh fisik
minggu sampai sahat kelahiran disebut
dan
janin.
bidang
“Psikologis
studi
yang
Gerak”.Gerakan
proses
psikologis
yang
ada
(fetus)Fase
bayi
adalah
fase
didalamnya. Misalnya orang yang ukuran
perkembangan mulai dilahirkan sampai
fisiknya pendek-kecil cenderung lebih
berumur 1 atau 2 tahun. Mulai saat lahir
lincah dibandingkan orang yang tinggi
sampai umur 4 minggu merupakan fase
dan gemuk. Juga misalnya orang yang
kelahiran
giji makanannya terpenuhi cenderung
adalah fase perkembangan mulai umur 1
lebih besar kapasitas geraknya dibanding
atau 2 tahun sampai 10 atau 12 tahun.
dengan
Fase anak-anak di klasifikasikan menjadi
orang yang
gizi makannya
anak-anak
2 fase ; a) Fase anak kecil (early
kurang.
childhood), b) Fase anak besar ( later
Periodisasi Perkembangan Sepanjang hidup manusia, mulai masih
(neonatal).Fase
dalam
kemudian sebutan
kandungan
sampai
dilahirkan,
tua
memperoleh
berganti-ganti.
Pergantian
sebutan berdasarkan pada usianya dan merupakan
fase-fase
dalam
perkembangan yang dilewati. Secara garis besar ada 5 paseperkembangan dalam hidup manusia, yaitu:
dan 2 sampai 6 tahun. Fase anak besar adalah antara 6 sampai 10 atau 12 tahun. Fase adolesensi antara perempuan dan laki-laki dimulai dan diakhiri pada umur yang berbeda. Pada perempuan mulai pada umur 10 tahun dan berakhir pada umur 18 tahun. Sedangkan pada berakhir 20 tahun. Berarti perempuan
2. Fase bayi (infant)
mencapai fase adolesensi 2 tahun lebih
3. Fase anak-anak (childhood)
awal dibandingkan laki-laki, dan berakhir
4. Fase adolesensi (adolescence)
2 tahun lebih awal.
5. Fase dewasa (adulthood) Fase sebelum lahir adalah fase selama masih
Fase anak kecil adalah antara 1
laki-laki mulai umur 12 tahun dan
1. Fase sebelum lahir (prenatal)
perkembangan
childhood).
berada
didalam kandungan. Lama kandungan
Fase dewasa terbagi menjadi 3 fase, yaitu: a. Fase dewasa muda (young adulthood) 123
Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
b. Fase
dewasa
madya
(
middle
adulhood)
perkembangan
tersebut
dibuat
berdasarkan identifikasi kecendruangan
c. Fase dewasa tua (older adulhood)
karakteristik perkembangan pada masa-
Fase dewasa muda adalah antara
masa usia tertentu. Usia tertentu itu yang
18 tahun (perempuan) atau 20 tahun(laki-
menjadi
laki) sampai 40 tahun. Fase dewasa
perkembangan.Untuk lebih menjelaskan
madya adalah antara 40 sampai 60 tahun.
mengenai
Fase dewasa tua adalah mulai umur 60
perkembangan dapat digambarkan dalam
dan
tabel berikut.
seterusnya.Pembagian
fase-fase
dasar
setiap
batas
setiap
fase fase
Tabel 1. Periodisasi Perkembangan Berdasarkan Umur No Fase Perkembangan Umur 1 Sebelum lahir Selama 9 bulan 10 hari Saat pembuahan sampai 2 minggu - Awal 2 sampai 8 minggu - Embrio 8 mingu sampai lahir - Janin 2 Bayi Sejak lahir sampai 1 tau 2 tahun Sejak lahir sampai 4 minggu - Neonatal 1 atau 2 sampai 10 atau 12 tahun 3 Anak-anak 1 atau 2 sampai 6 tahun - Anak kecil 6 sampai 10 atau 12 tahun - Anak besar 4 Adolesensi 10 sampai 18 tahun - Perempuan 12 sampai 20 tahun - Laki-laki 5 Dewasa 18 atau 20 tahun sampai 40 tahun - Muda 40 sampai 60 tahun - Madya 60 tahun lebih - Tua anak dapat meningkatkan ZPD untuk
Karakteristik Perkembangan Anak Pendapat Piaget dan Vigotsky ini
menjadi daerah kemampuan aktualnya.
saling
Selain itu perlunya menunggu kesiapan
melengkapi. Rancangan kegiatan perlu
anak dari Piaget dan pemberian bantuan
dibagi dimana ada saat anak diberi
dari orang dewasa untuk meningkatkan
kesempatan
kemampuan
perlu
diakomodasi
untuk
menemukan
dan
anak
jangan
dipandang
membangun pemahamannya (discovery
sebagai sesuatu yang kontradiktif, tetapi
learning),
dipahami
tetapi
guru
tetap
harus
berperan memperluas dan meningkatkan efektifitas belajarnya dengan bantuan arahan yang tepat (scaffolding) sehingga
menetapkan
sebagai kriteria
batasan
dalam
Developmentally
Appropriate Practice. Pendidik perlu meneliti sejauh mana kompetensi dasar 124
Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
usia
tertentu,
sekaligus
mencoba
menggangap
bahwa
peraturan
yang
meningkatkan kemampuannya dengan
diberlakukan dan berasal dari bukan
tetap memperhatikan kondisi psikologi
dirinya merupakan sesuatu yang patut
anak dan tanpa mematikan anak untuk
dipatuhi, dihormati, diikuti dan ditaati
mencintai belajar.
oleh pemain. Pada tahap otonom, anak-
Piget dalam bukunya The moral
anak
beranggapan
bahwa
perauran-
judgement of the Child (1923) Piaget
peraturan merupakan hasil kesepakatan
menyatakan bahwa kesadaran moral anak
bersama antara parapemain.
mengalami perkembangan dari satu tahap yang lebih tinggi.
Pertanyaan yang
Anak-anak pada usia paling muda hingga
umur
2
tahun
melakukan
melatar belakangi pengamatan Piaget
aktivitas bermain dengan apa adanya,
adalah
manusia
tanpa aturan dan tanpa ada hal yang patut
menjadi semakin hormat pada peraturan.
untuk mereka patuhi. Mereka adalah
Ia mendekati pertanyaan itu dari dua
motor activity tanpa dipimpin oleh
sudut.
pikiran. Pada tahap ini mereka belum
bagaimana
pikiran
Pertama
peraturan
(sejauh
dianggap
sebagai
kesadaran mana
akan
peraturan
pembatasan)
dan
kedua, pelaksanaan dari peraturan itu. Piaget
mengamati
anak-anak
bermain kelereng, suatu permainan yang
menyadari
adanya
peraturan
yang
koersif, atau bersifat memaksa dan harus di taati. Dalam pelaksanaannya peraturan kegiatan
anak-anak
pada
umur
itu merupakan motor activiy.
anak-anak
Anak-anak pada umur antara 2
diseluruh dunia dan permainan itu jarang
sampai 6 tahun mereka telah mulai
diajarkan secara formal oleh orang
memperhatikan dan bahkan meniru cara
dewasa. Dengan demikian permainan itu
bermain anak-anak yang lebih besar dari
mempunyai peraturan yang jarang atau
mereka. Pada tahap ini anak-anak telah
malah tidak sama sekali ada campur
mulai menyadari adanya peraturan dan
tangan orang dewasa.
ketaatan yang telah dibuat dari luar
lazim
dilakukan
oleh
Dan melalui orientasi
dirinya dan harus ditaati dan tidak boleh
perkembangan itupun berkembang dari
diganggu gugat. Pada tahap ini anak-
sikap
bahwasannya
anak cenderung bersikap egosentris,
peraturan itu berasal dari diri orang lain)
mereka akan memandang “sangat salah”
menjadi otonom dari dalam diri sendiri.
apabila aturan yang telah ada di ubah dan
Pada
dilanggar.
perkembangan
umur
heteronom
tahap
maka (
heteronom
anak-anak
Dan ia meniru apa yang 125
Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
dilihatnya
semata-mata
demi
untuk
motorik (fisik) dan mental (kognitif),
dirinya sendiri, tidak tahu bahwa bermain
sehingga
adalah aktivitas yang dilakukan dengan
mendorong dan memberikan tempat
anak-anak lainnya. Sehingga meskipun
untuk mengembangkan motorik dan
bermain dilakukan secara bersama sama
mentalnya. Pada saat ini anak sangat
namun
terpengaruh oleh orang-orang penting
sebenarnya
mereka
bermain
yang
diperlukan
justru
secara individu, sendiri-sendiri dengan
disekitarnya(Orangtua-Gurudi
melakukan pola dan cara yang mereka
sekolah).
yakini sendiri.
3. Inisiatif>
ERICK
perkembangan perkembangan dipengaruhi
ERICKSON
Psycho-sosial jiwa
oleh
atau
manusia
masyarakat
yang dibagi
menjadi 8 tahap: 1. Trust >< Mistrust (usia 0-1 tahun) Tahap
pertama
pengembangan diri.Fokus
adalah rasa
terletak
tahap percaya
pada
(usia4-
5tahun) Dalam tahap ini anak akan
Perkembangan Psycho-Sosial Menurut
Bersalah
Panca
Indera,sehinggamerekasangatmemerl ukansentuhandanpelukan.
banyak bertanya dalam segala hal, sehingga berkesan cerewet. Pada usia ini
juga
mereka
mengalami
pengembangan inisiatif/ide, sampai pada hal-hal yang berbau fantasi. 4. Industri/Rajin>
usia
ini
sudah
mengerjakan tugas-tugas sekolah termotivasi untuk belajar. Namun masih memiliki kecenderungan untuk kurang
hati-hati
dan
menuntut
perhatian.Sesuai dengan batasan usia sekolah pada umumnya, maka empat
2. Otonomi/Mandiri><Malu/Raguragu(usia2-3tahun) Tahap ini bisa
tahap berikutnya (Usia diatas 11
dikatakan
sebagai
tahun) tidak dibahas dalam kolom ini.
pemberontakan
anak
masa atau
masa
'nakal'-nya. sebagai contoh langsung yang terlihat adalah mereka akan sering berlari-lari dalam sekolah. Namun kenakalannya itu tidak bisa dicegah begitu saja, karena ini adalah tahap
dimana
mengembangkan
anak
sedang
kemampuan
Perkembangan Kognitif Kognitif
adalah
proses
yang
terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada waktu manusia sedang berpikir (Gagne dalam Jamaris, 2006).Piaget
membagi
tahapan
perkembangan kognitif ke dalam empat periode, yaitu: 126
Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
1. 0-2 tahun disebut sebagai periode kepandaian sensori-motorik (sesorimotorik)Periode ini terbagi atas 6 tahapan, antara lain: Tahap 1. (lahir-1 bulan) penggunaan refleks-refleks
gerakan
kepala
dan
bibir
untuk
menemukan putting susu. Ciri ini disebut dengan permulaan akomodasi (membuat perubahan dalam struktur kita). Ciri lain adalah bayi tidak memiliki konsepsi
Anak
membangun
(mengkonstruk) skema-skema
(skema
adalah struktur tindakan bayi) lewat aktivitas anak sendiri. Skema pertama dipengaruhi oleh refleks bawaan. Adapun contoh refleks bawaan yang sangat jelas pada bayi yaitu refleks untuk menghisap, bayi otomatis akan menghisap kapan pun
objek apapun di luar dirinya. Misalnya, jika
seseorang/objek
meninggalkan
wilayah pandangnya, maka bayi tidak berusaha mencari, bayi akan mengamati yang lain yang ada dalam wilayah pandangnya. Bagi bayi, yang diluar pandangnya berarti di luar pikirannya.
bibir mereka disentuh. Anisiasi, bayi
Tahap 2. (1-4 bulan) reaksi-reaksi sirkuler primer
mencari puting susu ibu sendiri ketika
Ciri tahap ini sama dengan tahap
baru lahir. Meskipun demikian gerak
pertama
refleks
konsepsi objek apapun diluar dirinya.
tertentu
tersebut
memiliki
sehingga
perlu
kepasifan distimulasi.
Namun
yaitu pada
bayi
tidak
tahap
ini
memiliki pula
bayi
Namun sekali skema terbentuk maka kita
menghadapi suatu pengalaman baru dan
juga
berusaha
memiliki
kebutuhan
untuk
untuk
mengulanginya.
membuatnya aktif. Contoh bayi akan
Misalnya, tangan bayi yang secara tidak
terus menerus melakukan gerakan refleks
sengaja menyentuh mulutnya, ketika
menghisap walaupun tidak ada yang
tangan itu jatuh, bayi berusaha untuk
memicu gerak refleks tersebut. Tidak
menangkap
tangannya
hanya gerak refleks menghisap putting
melakukan
kegiatan
susu, tetapi
sebelumnya. Walaupun kadang anak
juga menghisap bantal,
agar
dapat
yang
sama
pakaian, selimut, jari tangan, dsb. Bayi
merasa
mengasimilasi
(memasukkan
sesuatu)
wajah, tangan berputar agar menyentuh
semua
objek
menjadi
skema
mulut, bayi mengejar tangannya namun
Bayi
belajar
untuk
tidak dapat karena seluruh tubuhnya
gerakan-gerakan
bergerak termasuk kaki dan tangan
tubuh agar proses perawatan menjadi
kearah yang sama. Bayi pada tahap ini
lebih
belajar untuk mengorganisasikan dua
jenis
menghisap.
mengorganisasikan lembut,
cepat,
dan
efisien.
kesulitan,
tangan
memukul
Contohnya, bayi belajar menyesuaikan 127 Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
gerakan tubuh yang sebelumnya terpisah.
yang lebih baik tentang permanensi hal-
Misalnya
mengkoordinasikan
hal eksternal. Misalnya, jika benda
pengamatan dan gerakan tangan, anak
dijatuhkan kebawah, bayi berusaha untuk
perempuan
berulang-ulang
melihat ketempat dimana benda tersebut
meletakkan tangan pada wajah dan
jatuh. Walaupun bayi pada tahap ini
menatapnya.
berusaha
dapat menemukan objek-objek yang
gerakan-gerakan
tersembunyi sebagian namun ia tidak
bayi yang
Bayi
mengkoordinasikan
yang terpisah hanya setelah mengalami
bisa
banyak
disembunyikan seluruhnya oleh orang
kegagalan.
melibatkan
Tahapan
koordinasi
ini
bagian-bagian
tubuh bayi sendiri.
menemukan
objek
yang
lain. Tahap 4. (10-12 bulan) koordinasi skema-skema sekunder
Tahap 3. (4-10 bulan) reaksi-reaksi sirkuler sekunder Tahap ini terjadi ketika bayi
mengkordinasikan dua skema terpisah
menemukan dan menghasilkan kembali
demi mendapatkan hasil. Pencapaian
peristiwa
dirinya.
baru ini terlihat ketika bayi berhadapan
untuk
dengan rintangan-rintangan. Misalnya,
menggapai mainan gantung yang ada
bayi yang ingin memeluk mainan, namun
diatasnya. Bayi akan berusaha untuk
ada penghalang diantara mainan tersebut
menggerakkan mainan tersebut sampai
sehingga tidak dapat dipeluk. Bayi akan
bergoyang secara berulang-ulang. Jika
berusaha untuk mendapatkan mainan
telah berhasil maka bayi akan terus
dengan berbagai cara. Pada akhirnya bayi
mengulanginya kegiatan tersebut dan
dapat memeluk mainan ketika bayi
sering tertawa kecil jika mainan tersebut
mengibaskan
bergoyang. Pada masa ini bayi tengah
mengibaskan
menikmati kekuatannya sendiri yaitu
skema, memeluk mainan adalah bentuk
kemampuan
suatu
skema kedua. Tahapan ini juga ditandai
berulang-ulang,
dengan pengertian sejati permanensi
membuat pemandangan yang menarik
objek. Pada tahapan ini bayi dapat
bertahan selamanya. Anak menunjukkan
menemukan
satu tindakan tunggal untuk mencapai
tersembunyi seluruhnya, namun belum
sebuah
ditandai
bisa mengikuti pengacakan (pergerakan
dengan ketertarikan anak akan dunia
dari satu tempat persembunyian ke
eksternal. Bayi mencapai pengertian
tempat persembunyian lain).
Contoh,
peristiwa
menarik bayi
yang
untuk
di
berusaha
membuat
terjadi
hasil.
luar
Tahapan
ini
Pada tahap ini anak belajar untuk
rintangan rintangan
tersebut. adalah
objek-objek
satu
yang
128 Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
Tahap 5. (12-18 bulan) reaksi-reaksi sirkuler tersier Pada
tahap
ini
anak
bereksperimen dengan tindakan-tindakan yang berbeda-beda untuk mengamati hasil yang berbeda-beda. Contohnya, seorang anak tertarik dengan meja baru yang dibeli ayahnya. Anak tersebut memukul meja dengan telapak tangannya beberapa kali, kadang keras, kadang lembut. Ini terus dilakukan karena anak mendengarkan perbedaan bunyi yang dihasilkan oleh tindakannya itu. Anakanak sesungguhnya belajar dari diri mereka sendiri, tanpa perlu diajari orang
mencoba memecahkan masalah dengan coba-coba (trial and error) maka pada tahap ini anak dapat memikirkan sejenak cara
karena
masalah.
bola pada kotak mainan. Pada awalnya anak mencoba untuk membuka dengan berbagai cara, karena tidak berhasil, maka
anak
diam
sejenak
untuk
mengamati kotak tersebut. Anak melihat ada sedikit celah pada kotak, kemudian tangannya masuk melalui celah tersebut dan ia memperoleh bola yang diinginkan. 2.
2-7 tahun disebut sebagai periode pikiran operasional (praoperasional konkret) Ciri periode ini yaitu:
keingintahuan
instrinsik tentang dunia. Anak menjadi
menyelesaikan
Contoh, anak yang ingin mengeluarkan
dewasa. Anak mengembangkan skema semata-mata
untuk
Pikiran anak berkembang cepat ke
ilmuwan kecil, membuat variasi tindakan
sebuah tatanan baru, yaitu simbol-
dan mengamati hasil-hasilnya. Semua
simbol.
penemuan itu terjadi lewat tindakantindakan
fisik.
menunjukkan
Tahap
anak
ini
bisa
sistematis dan tidak logis.
pula
mengikuti
Pikiran anak pada dasarnya tidak
Anak-anak
mulai
menggunakan
serangkaian pemindahan, namun selama
simbol-simbol ketika menggunakan
mereka
melakukannya.
sebuah objek atau tindakan untuk
Misalnya, anak dapat menemukan bola
merepresentasikan sesuatu yang tidak
yang disembunyikan di tempat A dan B
hadir.
selama anak melihat proses pemindahan
bersifat motorik, bukan linguistik.
melihat
kita
tersebut. Tahap 6. (18 bulan-2 tahun) permulaan berpikir Pada tahap ini anak mulai memikirkan situasi secara lebih internal, sebelum bertindak.Jika pada tahap 5 anak
Bahasa
Simbol-simbol mulai
pertama
berkembang
pada
tahapan ini.
Penalaran
anak
transduktif
(berpindah dari hal-hal khusus ke hal khusus
lainnya)
ketidakmampuan
terlihat anak
dari untuk 129
Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
mengkategorikan
secara
Misalnya, aku belum minum susu,
tidak
berarti ini belum siang, dan belum
perspektifnya sendiri dari perspektif
waktunya untuk tidur siang.
orang lain.
Anak-anak
gagal
mengkonversi. memusatkan Misalnya,
untuk
anak pada
anak
satu
belum
kemenangan.
dimensi.
diminta
Anak
mampu
membedakan
memahami Anak
arti
menganggap
kalau aku menang, kamu menang
untuk
juga.
Anak beranggapan bahwa benda
berisi air pada dua tabung yang
tidak hidup, adalah benda hidup juga
berbeda namun memiliki jumlah
(keberjiwaan
volume yang sama.
animistic). Misalnya, ketika anak
Anak sebenarnya telah memahami
ditanya “apakah matahari hidup?”
adanya
anak akan menjawab ya karena ia
dua
dimensi
perceptual
dunia
=
world
(regulasi intuitif), namun belum bisa
memberikan
memikirkan
karena memberikan cahaya, dan tidak
keberadaan keduanya
cahaya.
secara serempak sehingga baginya
hidup
perubahan
memberikan cahaya”.
pada
membatalkan
hanya
memilih gelas yang paling banyak
dari satu titik pandang saja. Anak
umum.
satu
perubahan
dimensi pada
ketika
Dia
tidak
hidup mampu
Anak beranggapan bahwa mimpi itu
dimensi lainnya.
nyata dan dapat dilihat oleh orang
Anak belum mampu mengklasifikasi.
lain. Mimpi itu dianggap sebagai
Misalnya ada 10 kancing dari kayu. 8
sesuatu yang berasal dari luar (dari
kancing berwarna coklat dan 2
malam atau langit, lewat jendela dari
kancing berwarna putih. Ketika anak
cahaya-cahaya di luar).
ditanya “lebih banyak mana, kancing
Anak
memiliki
kepatuhan
yang
berwarna coklat atau seluruh kancing
membuta pada aturan-aturan yang
kayu yang ada?” Anak menjawab
dipaksakan
kancing coklat, tanpa menyadari
(heteronomy moral).
orang
dewasa
bahwa kancing coklat dan kancing putih adalah bagian dalam kancing kayu.
Anak
berpikir
egosentrisme,
3.
7-11 tahun disebut sebagai periode operasi-operasi berpikir konkret (operasional konkret) Ciri periode ini, yaitu:
menganggap segala sesuatu berasal 130 Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
Anak
sudah
pengkonversian mengkonversi
zat
sosial sekaligus pemikiran ilmiah.
memahami cair.
menggunakan
Anak mampu berpikir sistematis
Anak
berdasarkan
tiga
(mengacu pada objek-objek yang bisa
kompensatif, dan inversi. Misalnya,
diindera dan aktivitas riil).
anak
mampu
menjawab
Dalam
sosial
anak
memahami bukan hanya apa yang
banyak. Anak menjawab “kita tidak
mereka
menambahkan
kebutuhan pendengarnya.
atau
mengurangi 4.
ini tetap sama” ini disebut sebagai argument identitas. Jika jawaban anak “gelas ini memang lebih tinggi dan yang lain lebih lebar, meskipun begitu jumlah cairannya tetap sama” ini
disebut
kompensatif.
sebagai Anak
argument menyadari
perbedaan perspektif masing-masing orang. Anak sudah mampu bekerja sama.
Anak
berusaha
mengikuti
peraturan-peraturan permainan dan berusaha
menang
mengikuti
peraturan tersebut. Berangsur-angsur anak meninggalkan label hidup pada objek-objek yang bergerak, dan melabelkannya pada tumbuhan dan hewan. Anak menyadari kalau mimpi bukan hanya tidak nyata, namun juga tidak terlihat dari luar, berasal dari dalam.
interaksi
dengan benar cairan yang lebih
apapun, jadi mestinya jumlah cairan
mentalnya
argument yaitu argument identitas, ketika
tindakan
Anak mampu memahami dua aspek suatu persoalan secara serempak membentuk landasan bagi pemikiran
katakana
tetapi
juga
11 tahun sampai dewasa disebut sebagai periode operasi berpikir formal (operasional formal) Pada tahapan ini remaja mulai
menata pikiran hanya di dalam pikiran mereka
sendiri.
Kemampuan
untuk
menalar terkait dengan kemungkinankemungkinan hipotesis. Bekerja dengan sistematis
untuk
mencoba
semua
kemungkinan. Beberapa orang ada yang mencoba beragam kombinasi/percobaan namun
kemudian
menulis
mencoba
dahulu
untuk
kemungkinan-
kemunginan yang ada sebelum bertindak lebih jauh. Esensi dari penalaran ini adalah
pemikiran
hipotesis-hipotesis.
sistematis Pikiran
tentang mencapai
derajat kesetimbangan tertinggi. Mulai memikirkan masalah-masalah yang lebih jauh
jangkauannya.
Kekuatan
baru
kognitif bisa mengarah pada idealisme, memegang prinsip-prinsip dan ideal-ideal yang abstrak. Egosentrisme pada tahap ini muncul kembali ketika melekatkan kekuatan
tak
terbatas
pada
pikiran 131
Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
mereka sendiri. Mimpi tentang masa
sehingga tidak akan pernah hadir jika
depan tanpa mengetesnya pada pikiran
dibutuhkan
yang realistis. Namun kemudian belajar
adalah rasa tidak percaya. Bayi yang bisa
batasan-batasan
bagi
menyeimbangkan rasa percaya dan tidak
pikiran-pikiran mereka sendiri. Mereka
percaya ini dengan berhasil maka akan
belajar bahwa konstruksi teoritis dan
muncul harapan. Harapan sebagai sebuah
mimpi (visi utopian = tujuan tertentu
ekspektasi yang sekalipun terdapat rasa
yang sulit untuk diwujudkan) akan
frustasi, marah atau kecewa, hal-hal yang
bernilai jika terkait dengan bagaimana
baik tetap akan terjadi dimasa depan.
keduanya beroperasi dalam realitas.
Harapan
dan
resistensi
Afektif menurut kamus besar indoensia
akan
yang
berkembang
memampukan
anak
bergerak maju ke dunia luar, menyambut
Perkembangan Afektif
bahasa
maka
adalah
berkenaan
tantangan baru. 2. Tahap anal (1-3 tahun)
cinta;
Pada tahap ini anak memperoleh
mempengaruhi keadaan perasaan dan
kontrol atas otot-otot perutnya sehingga
emosi; mempunyai gaya atau makna
dapat
yang menunjukkan perasaan (tentang tata
dorongan untuk buang hajat sesuai
bahasa atau makna).
kehendak mereka. Bentuk dasar tahapan
dengan
rasa
takut
atau
Pada tahap ini zona utamanya adalah mulut dan aktivitas inderawi. Tahapan ini secara umum disebut sebagai kepercayaan
ketidakpercayaan
versus
mendasar.
Bayi
berusaha untuk menemukan sejumlah konsistensi,
prediksi
dan
realibilitas
dalam tindakan pengasuhan. Jika orang tua cukup konsisten dan dapat diandalkan maka
bayi
mulai
atau
menghilangkan
ini adalah menahan atau melepaskan.
1. Tahap oral (0-1 tahun)
tahap
menahan
mengembangkan
kepercayaan mendasar kepada orang tua. Sebaliknya, jika orang tua tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dipercaya
Tahapan umum pada tahapan ini adalah otonomu versus rasa malu dan ragu-ragu. Anak
berusaha
memilih,
melatih
melatih
kemampuan
kehendak
mereka
(otonomi). Penekanan yang kuat terhadap kata
“tidak”, anak
menolak
semua
kontrol eksternal atas dirinya. Bagi orang tua anak tidak boleh mengatakan tidak, karena mereka hidup dalam masyarakat dan harus menghargai keinginan orang lain. Otonomi muncul dari dalam sebagai sebuah
pendewasaan
biologis
yang
mengembangkan kemampuan anak untuk melakukan segala hal dengan caranya 132
Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
sendiri. Sedangkan rasa malu dan ragu-
sama dengan intrusi, berarti pergerakan
ragu
kedepan. Lewat inisiatif anak membuat
muncul
dari
kesadaran
akan
ekspektasi dan tekanan sosial, kesadaran
rencana,
bahwa dirinya tidak begitu berkuasa
mempunyai
sehingga orang tua dapat mengontrol dan
mencapainya,
bertindak lebih baik dari dia. Bagi anak
membentuk
yang mampu menyeimbangkan rasio
dalam
otonomi dan rasa malu dan ragu-ragu
bahwa ambisi tersebut melanggar aturan
maka akan muncul kehendak yang
sosial
kokoh. Kehendak sebagai
sehingga
kebulatan
menetapkan
tujuan,
dan
semangat yang ambisi
perjalannya yang
ada
rasa
untuk
pada
akhirnya
tertentu.
Namun
anak
mendapati
dalam
bersalah
masyarakat itu
muncul
tekad yang tidak bisa dipatahkan untuk
pengendalian diri yang baru dimana anak
melatih pilihan bebas dan pengendalian
berusaha
diri. Kemampuan pengendalian diri yang
menghubungkan ambisi dengan tujuan
percaya bahwa pernting bagi anak untuk
sosial.
belajar
mengontrol
impuls
mereka
berinisiatif demikian bukan kekuatan eksternal.
Pada
tahap
cara
Pada tahap ini anak belajar untuk menguasai kemampuan kognitif dan sosial yang penting. Tahap umum dalam tahapan
3. Tahap falik (3-6 tahun)
mencari
4. Tahap latensi (6-11 tahun)
sendiri dan menentukan apa yang tidak pantas dilakukan. Jadi anak yang harus
untuk
ini
adalah
industry
versus
inferioritas. Anak melupakan harapan ini
anak
dan keingian masa lalu, yang seringkali
memfokuskan ketertarikannya pada alat
merupakan
kelaminnya dan menjadi sangat ingin
keluarganya,
dan
tahu organ kelaminnya. Anak juga sudah
mempelajari
kemampuan
mulai membayangkan dirinya dalam
masyarakat (industri). Anak belajar untuk
peran orang dewasa, bahkan berani
bekerja sama dan bermain bersama
bersaing dengan salah satu orang tuanya
teman
untuk memperoleh kasih sayang. Bentuk
kemudian
utama tahap ini adalah intrusi yaitu
berlebih-lebihan karena ketidak tepatan
keberanian,
dan inferioritas. Inferior yang terlalu
keingintahuan
dan
harapan
sebayanya. dibatasi
dan
keinginan
sangat
ingin budaya
Keinginan dengan
ini
perasaan
persaingan dalam diri anak. Tahapan
mendalam
umum dalam tahap ini yaitu inisiatif
menyebabkan anak tidak memperoleh
versus rasa bersalah. Inisiatif yang berarti
talentanya. Misalnya, olok-olok dan rasa
akan
berakar
dan
133 Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
sakit hati pada masa sekolah akan
fisik yang berkaitan dengan proses
membentuk anak untuk tidak berhasil
mental
memperoleh dirinya dengan penuh.
Indonesia).Adapun
5. Tahap genital (11 tahun – dewasa) Pada
tahap
ini
remaja
membangun pemahaman baru mengenai
(kamus
besar
bahasa tahapan
perkembangan motorik adalah sebagai berikut; 1. Tahap gerakan refleks (0- 1 tahun)
dirinya, perasaan tentang dirinya dan apa
Bentuk gerakan pada tahapan ini
tempatnya di tatanan sosial yang lebih
tidak direncanakan, merupakan dasar dari
besar. Tahap utama dalam pentahapan ini
perkembangan motorik. Melalui gerak
adalah
refleks
identitas versus kebingungan
bayi
memperoleh
informasi
peran. Remaja mencari identitas dirinya,
tentang lingkungannya, seperti reaksi
merasa bahwa implus-implus tidak dapat
terhadap
menyatu
Gerakan
dengan
dirinya,
dan
sentuhan, ini
cahaya,
suara.
berkaitan
dengan
pertumbuhan fisik yang sangat cepat
meningkatnya pengalaman anak untuk
telah menciptakan rasa kebingungan
mengenal
identitas. Untuk alasan inilah maka
pertama mengenal kehidupan setelah
banyak
menghabiskan
kelahiran. Oleh karena itu kegiatan
banyak waktunya didepan kaca dan
bermain sangat penting untuk menolong
memperhatikan penampilannya. Upaya
anak belajar teng dirinya dan dunia luar.
ini
Tahapan gerak refleks terbagi atas dua
remaja
dilakukan
yang
untuk
menghilangkan
ketakutannya tidak terlihat baik atau
dunia
pada
bulan-bulan
bentuk yaitu;
tidak memenuhi harapan orang lain. Pencarian
diri
membawa
remaja
tersebut
kemudian
pada
komitmen
permanen sehingga keberhasilan pada tahap ini membentuk kesetiaan yaitu sebuah
kemampuan
untuk
mempertahankan loyalitas yang sudah dinanti sejak dulu. Perkembangan Psikomotor Psikomotor secara harfiah berarti
1.
Refleks sederhana (0-4 bulan)Gerak ini
dikelompokkan
kumpulan
sebagai
informasi,
mencari
makanan, dan respon melindungi. Mengumpulkan membutuhkan
informasi rangsangan
untuk
berkembang. Kemampuan mencari makanan dan respon melindungi merupakan dimiliki
bentuk
manusia.
alami
yang
contoh
geak
sesuatu yang berkenaan dengan gerak 134 Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
2.
refleks sederhana seperti, bertumbuh
tahap gerakan dasar. Beberapa gerakan
dan menghisap.
keseimbangan seperti mengontrol kepala,
Refleks
tubuh
(4
bulan
–
1
leher,
dan
otot
badan.
tahun)Refleks ini berkaitan dengan
manipulative
saraf motorik untuk keseimbangan,
menggenggam, dan melepaskan; dan
gerakan berpindah (lokomotor) dan
gerakan lokomotor seperti, merayap,
manipulative
merangkak, dan berjalan. Gerakan ini
(menjalankan) yang
seperti
Gerakan menggapai,
kemudian akan terkontrol. Refleks
terbagi atas dua tahapan, yaitu;
langkah dasar dan merangkak terkait
1.
dengan
gerakan
dasar
Tahap
refleks
tertahan
(lahir-1
tahun)Tahap ini dimulai dari lahir.
untuk motorik
Peningkatan
gerakan
pada tahap refleks terdiri pula dalam
dipengaruhi
oleh
dua
cortex. Pada tahap ini gerakan
berjalan.Perkembangan tingkatan
yang
saling
ini
perkembangan
bertindihan, yaitu tingkat encoding
sederhana
(mengumpulkan)
dan
digantikan dengan gerakan sukarela,
decoding (memproses) informasi.
namun berbeda dan terpadu karena
Pembagian ini pada dasarnya sama
saraf motorik bayi masih dalam taraf
dengan gerak refleks sederhana dan
gerakan permulaan. Jika bayi ingin
refleks tubuh.
menggapai
benda,
melakukan
gerakan
informasi
2. Tahap gerakan permulaan (lahir-2 tahun)
Dimulai dari lahir sampai usia 2 tahun.
anak, meskipun secara biologis, dan lingkungan sangat berperan. Gerakan ini ada sebagai kemampuan untuk bertahan hidup dan merupakan gerakan yang mempersiapkan anak untuk memasuki
akan
menyeluruh
tangan
dengan
penglihatan
terhadap
objek,
sukarela,
namun
terkontrol.
kematangan dan berkembang berurutan. kemampuan ini didapat dari anak ke
mereka
bergeraknya meskipun
membutuhkan
Urutan ini terbentuk alami. Rata-rata
tubuh
dan ketika menggenggam. Proses
bentuk gerak sukarela yang pertama. permulaan
gerakan
yang dilakukan tangan, lengan, bahu,
Gerak permulaan ini merupakan
Gerakan
dan
bayi
2.
Tahap prekontrol (1 – 2 tahun)Usia 1 tahun,
anak
mulai
lebih
baik
mengontrol gerakannya. Proses ini menggabungkan antara sensori dan sistem motorik dan memadukan persepsi kedalam
dan
informasi
kegiatan
yang
motorik lebih 135
Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
bermakna. Pada tahap ini, anak
kegagalan bagian gerakan secara
belajar
menyokong
berurutan, kelihatan membatasi atau
equilibriumnya, untuk memanipulasi
berlebihan menggunakan anggota
objek, dan untuk melakukan gerakan
tubuh, tidak mampu mengikuti ritmk
lokomotor melalui lingkungan untuk
dan
mengontrol perkembangannya.
keseimbangan,
untuk
dapat
manipulative
3. Tahap gerakan dasar (2-7 tahun) Gerakan ini muncul ketika anak aktif bereksplorasi dan bereksperimen
2.
ketiga
maupun
gerakan
secara
anak
pengamatan tingkah laku anak. Beberapa kegiatan lokomotor seperti melempar dan menangkap, dan kegiatan keseimbangan seperti berjalan lurus dan keseimbangan berdiri dengan satu kaki merupakan gerakan
yang
dapat
dikembangkan
semasa kanak-kanak. Tahap ini terbagi atas 3 tingkat, yaitu; 1.
(4-5
masih atau
kelihatan berlebihan,
meskipun koordinasi lebih baik. Intelegensi dan fungsi fisik anak semakin meningkat melalui proses
berbagai rangsangan. Gerakan dasar ini dasar
umum
membatasi
motorik dan kompetensi gerakan dari sebagai
elementary
temporal lebih meningkat, namun
belajar bagaimana merespon kontrol
digunakan
Tingkat
lebih baik pula. Gerak spasial dan
dan
mengembangkan gerakan dasar ini untuk
juga
pada
permulaan koordinasi ritmik yang
penggabungan
tersebut.
benar-benar
dan
kontrol yang lebih baik dan gerakan
bagaimana menunjukkan berbagai gerak manipulative,
lokomotor,
tahun)Tingkatan ini menunjukkan
Tahap ini merupakan tahap menemukan lokomotor
Gerakan
tingkat permulaan.
dengan potensi gerak yang dimilikinya.
keseimbangan,
koordinasi.
kematangan. 3.
Tingkat mature (6-7 tahun)Tingkatan ini dicirikan oleh efisiensi secara mekanik, koordinasi dan penampilan yang
terkontrol.
Keahlian
manipulative semakin berkembang dalam mengkoordinasi secara visual dan motorik, seperti menangkap, menendang, bermain voli, dsb).
(2-3
4. Tahap gerakan keahlian (7-14 tahun)
tahun)Tingkatan ini menunjukkan
Tahapan ini merupakan tahap
orientasi tujuan pertama anak pada
gerakan yang semakin bervariasi dan
kemampuan permulaan. Gerakan ini
kompleks, seperti gerakan sehari-hari,
dicirikan
rekreaasi dan olahraga baru. Periode ini
Tingkat
permulaan
dengan
kesalahan
dan
136 Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
merupakan
tahap
dimana
keahlian
3.
Tahap lifelong utilisasi (14 tahun
keseimbangan dasar, gerak lokomotor
sampai
dan
merupakan
manipulative
meningkat,
dewasa)Tahapan puncak
ini proses
berkombinasi, dan terelaborasi dalam
perkembangan motorik dan dicirikan
berbagai situasi. Misalnya gerakan dasar
dengan
melompat dan meloncat, dikombinasikan
dilakukan
kedalam kegiatan menari atau lompat-
kompetensi,
jongkok-berjalan dalam mngikuti jejak.
mempengaruhi, selain faktor uang
Tahapan ini terbagi atas 3 tahap, yaitu;
dan waktu, peralatan dan fasilitas,
1.
Tahap transisi (7-10 tahun)Tahap ini
fisik dan mental, bakat, kesempatan,
indivdu mulai mengkombinasi dan
kondisi fisik dan motivasi pribadi.
gerakan
yang
sehari-hari. dan
sering Minat, pilihan
mengunakan kemampuan dasarnya dalam kegiatan olahraga. Misalnya, berjalan lompat
mengikuti tali,
Keahlian
garis
bermain
pada
bola,
tahap
ini
lurus, dll. lebih
kompleks dan spesifik. 2.
Tahap aplikasi (11-13 tahun)Pada tahap ini anak memiliki keterbatasn dalam kemampuan kognitif, afektif dan
pengalaman,
dikombinasikan
dengan keaktifan anak secara alami mempengaruhi semua aktivitasnya. Peningkatan
kognitif
dan
pengalaman anak dipengaruhi oleh kemampuan individu untuk belajar dan peran anak dalam berbagai jenis aktifitas, indivudu dan lingkungan. Keahlian kompleks dibentuk dan digunakan
dalam
pertandingan,
kegiatan memimpin dan memilih olahraga.
Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
DAFTAR PUSTAKA Carbin, Charles B.1980, A Textbook of Motor Development, lowa: Wm. C.Brown Company Publishers. Cratty, Briyant J.1988, Perceptual and motor Development in Childern, New Jersey: Prentice-Hal. Deutsch, J.Anthony dan Deutsch, Psykological Diana.1973, Psykologi, lllinois: The Donsey Press. Espenschale, S. Anna dan Eckent, M. Motor Melen. 1980, Development, Totonto: Charles E. Merril Publishing Company. Haywood, Katleen M, Life Span Motor Lllinois: Depelopment.1986, Human Kinetices Publishers Inc. http://martacgristianti.wordpress.com/20 09/05/karakteristik koknitif,afektif dan psikomotorik http://pembelajaranguru.wordpress.com/ 2008/05/25/teori-perkembangananak-%e2%80%93ericksondan-gardner/ Munn, Noman L.1974,The Growth of Boston: human Behavior. Houghton Mifflin Company. 137
Papalia, Dlane E. dan Olds, Sally Wendkos. 1975, A Child,s Worid: Infancy Througk Adollescence, New York: Mc. Graw Hill Book Company. Piaget. 1973, moral judgement of the Child.
Sage, George H. 1977, Introduction to Motor Behavior: A Nueropsycological Approach, Massachusets : Addison Wesley Publishing Company.
138 Indra Kasih adalah dosen FIK Universitas Negeri Medan
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA (Studi Kasus di SMA Negeri Parongpong Kabupaten Bandung Barat) Oleh : E. Elvis Napitupulu dan Abil Mansyur Abstrak Studi ini berupaya menggali dan mengungkap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMA. Subyek penelitian adalah siswa kelas X yang diambil dari sebuah SMA negeri di Kabupaten Bandung Barat. Hasil studi memperlihatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih sangat lemah dan jauh untuk dapat dikatakan tuntas meski tingkat kesukaran instrumen berada pada kategori sedang. Secara umum, kemampuan subyek studi ini dalam pemecahan masalah matematis masih di bawah 50%. Melihat hasil ini dan himbauan Depdiknas melalui KTSP seyogianya dan sudah saatnya guru juga menerapkan pembelajaran berbasis masalah, di samping model pembelajaran konvensional, untuk memberikan kesempatan dan pengalaman bagi siswa melihat dan mengalami pemecahan masalah matematis di kelas. Kata kunci: kemampuan pemecahan masalah selesaian akhir masalah tersebut.Dalam
PENDAHULUAN Pemecahan masalah merupakan
menyelesaikan masalah itu pulalah siswa
salah satu bentuk belajar terpenting
berkesempatan
membangun
dalam pembelajaran matematika. Melalui
pengetahuan
barunya.
pemecahan masalah, siswa berusaha
pemecahan masalah melibatkan seluruh
memahami
situasi
daya
memanggildan
membuat
dengan
pengetahuan
dimilikinya
dan
memanggil pengalaman yang
masalah, pengaitan
seperti
bernalar,
representasi,
dan
berkomunikasi. Kompleksnya tugas yang
mencoba
terkandung dalam penyelesaian masalah
memanfaatkan
inilah tampaknya yang menjadi penyebab
juga
menyelesaikan
pernah
koneksi,
Jelaslah
yang
relevan
dan
matematislain
sendiri
dilakukannya
masalah guna
utama kesulitan siswa menghadapinya. Pentingnya
kemampuan
menyelesaikan masalah yang tengah
memecahkan
dihadapinya.
dikemukakan Kurikulum Tingkat Satuan
menyelesaikan
Dalam masalah
proses itu,
siswa
Pendidikan
masalah dengan
matematis
himbauan
matematika
agar
memilih dan menerapkan satu atau
pembelajaran
beberapa strategi (huristik) termasuk
mungkin dilakukan melalui pemecahan
membuat beragam representasi obyek
masalah
matematis sambil menarik simpulan-
2006).SebelumnyaSchoenfeld (1980: 15)
simpulan yang akan mengantarnya ke
menegaskan proses pemecahan masalah
kontekstual
sedapat
(Depdiknas,
139 E. Elvis Napitupulu dan Abil Mansyur adalah dosen Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
adalah salah satu aspek terpenting dari
tentang kemampuan pemecahan masalah
matematika
siswa ini, telah dilakukan sebuah studi
yang
harus
mendapat lebih
pada siswa kelas X di sebuah sekolah
tajamNational Council of Science and
menengah atas negeri di Kabupaten
perhatian
dari
guru.
Dengan
(NCSM,
Mathematics
1997
dalam
Bandung
Barat.Pelaksanaan
studi
Wilson, et al., 1997) mengatakan pada
dilakukan di akhir semester genap setelah
dasarnya
belajar
siswa menerima seluruh bahan ajar di
matematika ialah belajar memecahkan
kelas X, namun sebelum menjalani
masalah.
ulangan akhir semester.
tujuan
utama
Meski disadari pentingnya dan merupakan
tujuan
utama
matematika, namun beberapa penelitian mengungkap
siswa
SMP
Indonesia
sangat lemah dalam menyelesaikan soalsoal tidak rutin yang berkaitan dengan pemberian
alasan
(justification)
atau
pembenaran pembuktian
dan
pemecahan masalah yang memerlukan penalaran
(Hamzah,
2003;
Suryadi,
2005; TIMSS, 2003; Zulkardi, 2001). Persoalan serupa dilaporkan juga terjadi di tingkat sekolah dasar (Armanto, 2002; Darhim, 2004; Fauzan, 2002; TIMSS. 2003). Di jenjang sekolah menengah atas, kemampuan memecahkan masalah hanya berada pada tingkat cukup dan kurang terutama pada kelompok siswa berkemampuan awal matematis sedang dan kurang yang berasal dari sekolah berperingkat
menengah
KERANGKA KERJA TEORETIS
belajar
dan
bawah
(Abdul Ghani, 2007; Wardani 2009). Untuk mengetahui lebih luas dan menganalisis lebih dalam dan rinci
Pemecahan masalah matematis tidak
diragukan
lagi
merupakan
jantungnya kegiatan bermatematika dan pembelajaran
matematika.
Hal
ini
tampak baik pada model pembelajaran yang berpusat pada guru maupun yang berpusat
pada
siswa.
Dalam
pembelajaran matematika yang berpusat pada guru misalnya, seluruh kegiatan mulai dari pengenalan fakta, penanaman konsep, penguasaan prosedur algoritmis, dan
pemahaman
atas
prinsip
dan
penerapannya, ditujukan dan bermuara pada upaya pemecahan masalah baik dalam matematika sendiri maupun dalam disiplin lain yang terkait. Refleksi yang dilakukan guru bersama-sama dengan siswa atas proses pemecahan masalah yang baru saja dijalani, pada gilirannya akan memperkuat pemahaman matematis siswa
dan memperlancar daya alih
pengetahuan siswa tersebut pada situasi baru dan mungkin lebih rumit. 140
E. Elvis Napitupulu dan Abil Mansyur adalah dosen Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
Sementara
itu,
dalam
menegaskan
studi
pembelajaran yang berpijak pada paham
menunjukkan
konstruktivisme kegiatan bermatematika
mendapat
dimulai dan dipicu oleh adanya masalah
secara
bahwa
konsisten
siswa
yang
pembelajaran
berbasis
pemecahan
masalah
memiliki
yang dihadapi dan harus diselesaikan
pemahaman
dan
siswa baik secara perorangan maupun
pemecahan masalah lebih tinggi dan
berkelompok. Dalam menjalani proses
relatif sama dalam hal keterampilan
pemecahan
numerik dengan mereka yang belajar
masalah
dituntut
tersebut,
siswa
keterampilannya
mengorganisasikan
pengetahuan
pengalaman
dimilikinya
yang
keterampilan
dengan cara biasa.
dan
Campione, Brown, dan Connell
untuk
(dalam Herman, 2006) memberikan tiga
mengurai, menganalisis, mensintesis, dan
tahap
mengevaluasi
proses
kemajuan kegiatan pemecahan masalah.
terampil
Pertama, pemahaman terhadap masalah,
memecahkan masalah, tujuan lain yang
yaitu apakah informasi penting dan
ingin dicapai dalam proses tersebut
gagasan
adalah kemampuan siswa membangun
diketahui.
sendiri
masalah
pemecahannya.
dan
Selain
penilaian
untuk
dalam
mengukur
masalah
Kedua
itu
telah
representasi,
yaitu
pengetahuannya
dan
apakah mereka telah dapat membuat
kemandirian
belajar.
representasi eksternal terhadap masalah
meningkatkan
Pengetahuan baru yang didapat dari
yang
proses pemecahan masalah itu pada
menanganinya.
gilirannya diharapkan dapat digunakan
yaitu apakah strategi yang dipilih telah
kembali
tepat dan dijalankan dengan benar pula.
untuk
memecahan
masalah
berikutnya.
memudahkan Ketiga
mereka penyelesaian,
Dalam proses ini akan terpantau ada
Dalam
pembelajaran
berbasis
tidaknya
diskusi
dan/atau
refleksi
pemecahan masalah, target utama adalah
terhadap pendekatan yang digunakan
pengetahuan
untuk menyelesaikan masalah.
konseptual.
Sambil
memecahkan masalah diharapkan siswa
Teknik lain untuk menilai kinerja
juga belajar algoritma dan menguasai
pemecahan masalah adalah penskoran
keterampilan dasar manakala mereka
dari tes tertulis. Dalam hal ini siswa
terlibat dalam eksplorasi masalah penting
diberikan masalah untuk diselesaikan
dan
secara tertulis dan yang jadi fokus
berharga
mengutip
(Cai,
beberapa
2003).
Dengan
penelitian,
Cai
penilaian adalah proses penyelesaian 141
E. Elvis Napitupulu dan Abil Mansyur adalah dosen Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
yang dibuat anak, bukan hanyapada hasil
melihat kesahihan isi dan konstruk.
akhir.Gronlund (2006: 51) mengatakan
Pengolahan
tujuan alat penilaian ini
bantuan
ialah untuk
mengarahkan pengamatan langsung pada unsur-unsur siswadan
terpenting memberikan
dari
kinerja
tempat
buat
merekam penskoran.
data
dilakukan
perangkat
lunak
dengan
Micro-soft
Office Excel 2007 dan SPSS versi 17. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil a. Uji statistik menunjukkan kesahihan
METODE
isi dan konstruk tes adalah baik atau
1.
Disain dan subyek. Studi ini adalah
para penimbang telah menimbang
penelitian
keduanya secara sama atau seragam.
2.
deskriprif-kualitatif
dengan mengambil kelas X/B di
Dari
sebuah
kesahihan
sekolah
menengah
atas
perhitungan isi
SPSS
untuk
didapat
nilai
negeri di Kabupaten Bandung Barat
keberartian asimtotik sebesar 0,368
sebagai subyek.
(lebih
Instrumen. Data pada studi ini
kesahihan konstruk, dari perhitungan
dikumpulkan melalui ujian tulis
didapat
pemecahan
matematis.
asimtotiknya sebesar 0,607 (juga
Bahan uji diambil dari materi yang
lebih besar dari 0,05).Oleh sebab itu
tertuang
bahasan
disimpulkan para penimbang telah
Aljabar, Trigonometri, dan Geometri
melakukan pertimbangan konstruk
kelas X sebanyak 6 butir soal.Karena
materi secara sama atau seragam.
masalah
dalam
pokok
tempat terbatas, laporan ini hanya
b.
besar
dari nilai
0,05).
Untuk
keberartian
Dari perhitungan korelasi produk
menganalisis kinerja siswa terhadap
momen dari Pearson, disimpulkan
4 dari 6 butir soal tersebut.Penskoran
ke-enam butir soal yang dicobakan
didasarkan pada langkah holistik
sahih dengan tingkat keberartian
dalam pemecahan masalah yang
5%.Berdasarkan perhitungan Excel
diadopsi dari Arizona Mathematics
didapat
Rubric olehArizona Department of
sebesar 0,73. Jika dirujuk ke kriteria
Education.
(Ruseffendi,
2005
Sebelum diujikan, terlebih dulu
kehandalan
tes,
dimintai pertimbangan dari tiga orang
kehandalan
instrumen
penimbang ahli atas instrumen yang telah
kategori tinggi.
nilai
Cronbach
Alpha
:160)untuk disimpulkan masuk
disusun. Pertimbangan difokuskan untuk 142 E. Elvis Napitupulu dan Abil Mansyur adalah dosen Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
c.
Dari 6 soal, tiga butir memiliki daya
memiliki tingkat kesukaran kategori
pembeda sangat baik, dua butir
sedang.
berdaya pembeda cukup baik, dan
d.
Kinerja siswa atas empat butir dari
satu butir dengan daya pembeda
enam soal pemecahan masalah yang
buruk.
diujikan tersaji pada Tabel 1.
Terakhir,
semua
soal
Tabel 1 Distribusi Persentase Perolehan Skor untuk Tiap Butir Soal Nomor Frekuensi Perolehan Skor Skor Soal 0 %tase 1 %tase 2 %tase 3 %tase 4 %tase Rataan 1 1 6,3 9,3 24 75 3,47 3,1 2 6,3 2 3 2 1 0 2,28 3,1 1 3,1 18 56,3 12 37,5 0 3 19 59,4 4 12,5 1 3,1 0 25 1,19 0 8 4 8 6 18,8 8 25 9,3 1,72 25 7 21,9 3 Catatan: Skor maksimum tiap butir soal adalah 4 Dari Tabel 1 tampak kinerja
Persamaan
Kuadrat,
dan
dari
terbaik siswa terjadi pada soal nomor 1.
Perbandingan
Sebanyak 84,3 % siswa memperoleh skor
analisis kinerja siswa atas 4 butir soal
3 atau 4. Sebaliknya, kinerja terburuk
dimaksud. Penomoran ulang butir soal
siswa ada pada soal nomor 3. Ada 75 %
dilakukan sebagai berikut. Soal nomor 2,
dari
hanya
3, 4, dan 5 pada naskah ujian berturut-
memperoleh skor 0 atau 1 atau 2. Untuk
turut menjadi soal nomor 1, 2, 3, dan 4
soal
pada tulisan ini.
seluruh nomor
siswa 2,
yang
mayoritas
siswa
memperoleh skor 2 atau 3. Terakhir, untuk soal nomor 4, ada 68,8% hanya
Trigonometri.
satu
Berikut
Soal 1. Perajin di Cibaduyut dapat membuat 3 pasang sepatu dari √
m2. bahan kulit sebanyak Berapa pasang yang dapat mereka buat dari bahan sebanyak 5 m2.
mendapat skor 0 atau 1 atau 2. Skor rataan yang diperoleh siswa pada tiap butir soal mempertegas fakta bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa
Soal
masih sangat lemah dan jauh untuk dapat
kesebandingan dan menarik simpulan
dikatakan tuntas.
atas hasil perhitungan ke dalam konteks
lebih
menuntut
penalaran
masalah. Bagi siswa kelas X soal ini
PEMBAHASAN Sebagaimana
ini
telah
dijelaskan,
analisis kinerja siswa atas butir soal pemecahan masalah matematis dilakukan terhadap empat dari enam butir soal yang diujikan. Satu dari Bentuk Akar, dua dari
mestinya
rutin
dan
mudah
menyelesaikannya lantaran telah sering menyelesaikan soal kesebandingan sejak di sekolah menengah pertama dan bentuk akar pada soal termasuk sederhana. 143
E. Elvis Napitupulu dan Abil Mansyur adalah dosen Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
Namun
demikian,
seluruh
siswa
untuk konteks pasangan sepatu. Dari
melakukan perhitungan secara informal,
kinerja
tidak
langsung
disimpulkan
mereka
belum
rumusan formal kesebandingan seperti
merumuskan
format
kesebandingan
√
secara
ada
=
yang membuat
misalnya. Selain itu, seluruh
siswa tak melakukan lakukan refleksi atas hasil perhitungan
untuk
kebermaknaannya
dalam
masalah.
berhenti
Mereka
melihat konteks setelah
melakukan perhitungan dan memperoleh hasil
√
. Tidak seorang pun siswa yang
melanjutkan kerjanya dengan memaknai berapa sebenarnya nilai bilangan ilangan
siswa
terhadap
formal
dan
soal
ini dapat
belum
dapat
mengaitkan atau memeriksa kembali hasil perhitungan ke dalam konteks masalah atau dengan engan kata lain tidak menjalankan (refleksi)dari masalah
Polya.
langkah
ke ke-empat
tahapan
pemecahan
Contoh
cara
siswa
menyelesaikan soal nomor 1 disajikan pada Gambar 1 .
√
Gambar 1 Contoh hasil kerja siswa untuk soal nomor 1 Soal 2.. Upah pekerja pada suatu proyek bangunan dihitung berdasarkan rumusan fungsi U( ) = 2 - 30 + 6000, dengan adalah banyak pekerja. a. Berapakah upah minimum proyek tersebut.
b. Upah minimum tercapai bila proyek dikerjakan oleh berapa orang? Seluruh siswa merespon soal ini dengan langsung menghitung menyulihkannya
ke
=−
= 15 dan
fungsi
dan
memperoleh angka 5775. Namun hampir 144
E. Elvis Napitupulu dan Abil Mansyur adalah dosen Jurusan Matematika
semua mereka melakukan ini secara
jelas tertulis
mekanistik tanpa makna. Hanya 7 dari
pekerja. Kinerja siswa atas soal ini
mereka yangg memaknai 5775 sebagai
memperlihatkan kurangnya pemahaman
upah minimum tetapi gagal memaknai
mereka
= 15 sebagai banyaknya pekerja yang
pengetahuannya
membuat
upah
prosedural, dan sekaligus tak melakukan
minimum.
Malah
pertanyaan
(b)
menghitung
tersebut untuk
menjadi menjawab
semua
mereka
= 385 meski pada soal
menyatakan bbanyak
terhadap
refleksi
atas
masalah.
masalah,
hanya proses
Gambar
sebatas
menyelesaikan 2memperlihatkan
contoh cara siswaa menyelesaikan soal ini.
Gambar 2 Contoh hasil kerja siswa untuk soal nomor 2 Soal 3.. Tabel berikut menunjukkan hubungan antara luas (L) dan lebar (w) persegi panjang yang kelilingnya 40 cm.
Buat persamaan yang menyatakan hubungan antara L dengan w.
Luas (L) Lebar (w) 75 5 96 8 soal Untuk menjawab soal ini, siswa mesti
memusatkan
perhatian
100 96 75 (keliling
10 12 15 persegi
panjang)
diharapkan dapat membuat persamaan
pada
yang diminta (pemodelan matematika).
pengaitan antara rumusan luas dengan
Dari 32 siswa, hanya 9 orang yang
keliling suatu persegi panjang dan
membuat pengaitan rumusan luas dan
dengan informasi yang diberikan dalam
keliling
persegi
panjang
E. Elvis Napitupulu dan Abil Mansyur adalah dosen Jurusan Matematika
untuk 145
kemudian merumuskan persamaan yang
pengaitan konsep yang dimilikinya dan
diminta. Enam diantaranya mengutak-
pengalamannya bekerja atas konsep
atik angka yang terdapat pada tabel
tersebut ke dalam konteks masalah baru.
untuk menghitung panjang tanpa pernah
Ini
tiba pada apa yang diminta di soal.
kemampuan
Selebihnya tidak merespon. Dari kinerja
pengetahuansiswa.
siswa atas soal ini disimpulkan sebagian
memperlihatkan
besar siswa tidak dapat melakukan
menyelesaikan soal nomor 3.
menunjukkan
rendahnya
bernalar
dan
transfer
Gambar contoh
cara
3 siswa
Gambar 3 Contoh hasil kerja siswa untuk soal nomor 3 Soal 4. Kabayan mendaki jalan sejauh ½ km dengan kemiringan 6 terhadapgaris
0
horisontal,
arah
vertikal
Sebanyak
17
maupun orang
merepresentasikan
horisontal.
(53%)
dapat
masalah
dan
kemudian mendaki lagi sejauh ¾
membuat
km dengan kemiringan 150 juga
untuk menghitung jarak tempuh arah
terhadap garis horisontal. Coba
vertikal dan arah horisontal. Namun,
bantu
menghitung
hanya dua saja diantaranya yang tuntas
jarak horisontal dan vertikal
menghitung total jarak yang ditempuh
yang telah dilaluinya.
itu. Dalam hal ini diduga lemahnya
Kabayan
Soal ini dapat dijawab lebih mudah bila menggunakan representasi masalah dengan menggunakan dua buah segitiga siku-siku. Kemudian siswa mesti paham bahwa yang diinginkan adalah jarak total yang ditempuh baik
perbandingan
trigonometri
kemampuan bernalar yang membuat siswa tidak utuh memahami masalah dan mengakibatkan mereka tidak tuntas menyelesaikannya. Contoh cara siswa menyelesaikan soal ini tersaji pada Gambar 4. 146
E. Elvis Napitupulu dan Abil Mansyur adalah dosen Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
Gambar 4 Contoh hasil kerja siswa untuk soal nomor 4 Dari kinerja siswa atas soal ini disimpulkan
dari
menyelesaikan soal-soal rutin yang ada
kesulitan
di dalam buku teks baik di kelas
menerjemahkan soal cerita ke dalam
maupun untuk tugas rumah. Terkait
sebuah representasi matematis yang
dengan penjelasan guru ini, NCTM
akan
mudah
(2000: 21) telah menekankan bahwa
memahami masalah. Kesulitan siswa
pengalaman belajar yang diberikan
dalam
gurulah yang banyak berperan dalam
seluruh
untuk
hampir
siswa
separuh
pembelajaran, guru hanya melatih siswa
masih
membuatnya
lebih
mengembangkan masalah
representasi
yang
diberikan
menentukan
keluasan
dan
kualitas
termasuk
untuk
diperkirakan karena pengetahuan yang
belajar
dimiliki siswa tentang perbandingan
keterampilan
triogonometri hanya sebatas prosedural,
memecahkan
belum relasional. Selain itu, meski
materi Pangkat dan Bentuk Akar,
dapat membuat representasi masalah,
Persamaan Kuadrat, dan Trigonometri.
tampak banyak juga diantara mereka
memerlukan banyak langkah. Mengomentari kinerja siswanya, guru
reguler
di
kelas
tersebut
mengatakan siswa memang hampir tidak pernah diberikan pengalaman menyelesaikan soal-soal sejenis. Dalam
anak
bernalar
dan
masalahmenyangkut
SIMPULAN
yang mendapat kesulitan menghadapi masalah yang dalam penyelesaiannya
siswa,
Uraian di atas mempertegas bahwa kinerja siswa dalam pemecahan masalah matematis masih sangat lemah dan jauh untuk dapat dikatakan tuntas. Capaian siswa secara umum masih di bawah 50% meski tingkat kesulitan soal yang diberikan berkategori sedang. Hasil
ini
dan
penjelasan
E. Elvis Napitupulu dan Abil Mansyur adalah dosen Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
guru 147
matematika di kelas tersebut juga makin menguatkan akan pentingnya siswa diberi kesempatan dan pengalaman melihat
dan
turut
terlibat
dalam
pemecahan masalah matematis di kelas. Oleh sebab itu guru seyogiayanya mulai menerapkan pembelajaran masalah
di
berbagai berbasis samping
model pemecahan
pembelajaran
konvensional. DAFTAR PUSTAKA Abdul Gani, R. (2007). Pengaruh Pembelajaran Metoda Inkuiri Model Alberta terhadap Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Cai, J. (2003). What Research Tell Us about Teaching Mathematics through Problem Solving. In Lester, F. (Ed.) Research and Issues in Teaching Mathematics through Problem Solving. Reston, Va. National Council of Teachers of Mathematics. Depdiknas, 2006. Permen Diknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta. Meningkatkan Hamzah, (2003). Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertma Negeri di Bandung
Melalui Pendekatan Pengajuan Masalah. Disertasi pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan. MoE Singapore, 2007.Secondary Mathematics Syllabuses. Singapore. NCTM, 2010. Agenda for Action: Problem Solving. Tersedia
[email protected]. Reys, R. E., Lindquist, M. M., Lambdin, D. V., Smith, N. L., & Suydam, M. N. (2001). Helping children learn mathematics (6thed.). New York: John Wiley & Sons, Inc. Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi pada FPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan. Wardiani, S. (2009).Pembelajaran Inkuiri Model Silver untuk Mengembangkan Kreativitas dan kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan. Wilson, J.W., et al. (1997). Mathematical Problem Solving [Online]. Tersedia:http://jwilson.coe.uga. edu [10 Desember 2007].
148 E. Elvis Napitupulu dan Abil Mansyur adalah dosen Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
PENCAPAIAN STANDAR MUTU PENDIDIKAN TINGGI DENGAN MODEL MANAJEMEN HOLISTIK Oleh: Binahar Siagian Abstrak Standar mutu Pendidikan Tinggi mengacu pada Standar Nasional pendidikan. Pencapaian standar tersebut sangat ditentukan model manajemen pengelolaan Pendidikan Tinggi. Model Holistik Management adalah kolaborasi sejumlah model manajemen sesuai dengan karakteristik sub sistem di organisasi Pendidikan Tinggi, adalah model manajemen yang tepat diterapkan untuk percepatan standar mutu Pendidikan Tinggi. Kata kunci : Standar mutu pendidikan tinggi Ketiga pilar kebijakan tersebut
PENDAHULUAN Pendidikan tinggi merupakan salah
satu
barometer
kemajuan
merupakan
acuan
pembangunan
pendidikan
pembangunan, khususnya pembangunan
pendidikan
pendidikan,
perluasan
yang
pembangunan
juga
merupakan
peradaban
bangsa
tinggi.
perencanaan termasuk
Pemerataan
akses
dan
menekankan
memperbesar kesempatan belajar di perguruan
tinggi
pendidikan harus selalu bertumpu pada
Berbagai
strategi
konsep pertumbuhan, pengembangan,
dilaksanakan untuk memenuhi tuntutan
pembaharuan,
pilar pertama, diantaranya adalah (1)
(Fadjar,
2004).
dan
Pembangunan
kelangsungannya
bagi
memungkinkan
sehingga penyelenggaraan pendidikan
memperbanyak
harus dikelola secara profesional.
mahasiswa/mahasiswi
Pembangunan
pendidikan
sebagai
subjek
masyarakat.
jumlah yang
didik
diterima
belajar
di
disokong oleh tiga pilar kebijakan
perguruan tinggi; (2) sistem penerimaan
strategis
mahasiswa
pembangunan
pendidikan,
baru
yang
berorientasi
yaitu: (1) Pemerataan dan perluasan
pemerataan kesempatan belajar dari
akses
berbagai
pendidikan;
(2)
Peningkatan
daerah
serta
berwawasan
mutu, relevansi, dan daya saing lulusan
gender, seperti PMDK, dan sistem
pendidikan; (3) Peningkatan tata kelola,
kuota; (3) pengembangan perguruan
akuntabilitas, dan pencitraan publik
tinggi multi kampus; (4) pemberian
pengelolaan pendidikan.
berbagai jenis beasiswa.
149 Binahar Siagian adalah dosen Jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
Peningkatan dan
daya
mutu,
saing
relevansi,
lulusan
adalah
dipergunakan karena
di
perguruan
organisasi
tinggi,
perguruan
tinggi
merupakan jaminan bagi lulusan dan
adalah unik (Srikanthan, 2001). Lebih
stakeholder
atas
kepastian
lanjut
kebermanfaatan
ilmu
pengetahuan,
teknologi, dan seni yang dipelajari dalam
kehidupan.
dikatakannya
bahwa
model
manajemen Holistik adalah yang paling tepat dipergunakan.
Kebermanfaatan
Menurut Peraturan Pemerintah
tersebut dimaknai bahwa dengan ilmu
RI
pengetahuan, teknologi dan seni yang
Pendidikan Tinggi, tujuan Pendidikan
dimiliki oleh lulusan akan menjamin
Tinggi adalah: (a) Menyiapkan peserta
mereka dapat menciptakan lowongan
didik menjadi anggota masyarakat yang
kerja dan atau bekerja pada perusahaan
memiliki kemampuan akademik dan
atau lembaga yang membutuhkannya.
atau
Perguruan tinggi harus selalu berorientasi pengelolaannya
mutu
dalam
sehingga
dihasilkan
No.
60
Tahun
profesional
1999
yang
tentang
dapat
menerapkan, mengembangkan dan atau memperkaya
khasanah
ilmu
pengetahuan, teknologi dan kesenian;
lulusan yang memiliki standar mutu
(b)
yang ditetapkan.Standar mutu harus
menyebarluaskan
memungkinkan
ditingkatkan
teknologi, dan atau kesenian serta
sehingga daya saing lulusan dapat
mengupayakan penggunaannya untuk
dipertahankan
meningkatkan
untuk bahkan
diharapkan
unggul.
Mengembangkan
taraf
masyarakat
Salah satu strategi yang pernah
ilmu
dan
dan
pengetahuan,
kehidupan memperkaya
kebudayaan nasional (Ricjardus, 2006).
diuji coba diterapkan untuk mencapai
Dalam upaya tercapainya tujuan
standar mutu pendidikan tinggi adalah
tersebut, Perguruan Tinggi menciptakan
Total Quality Management (TQM).
dan mengimplementasikan tiga Dharma
TQM
keseluruhan
Perguruan Tinggi, yaitu: Pengajaran,
pembangunan pendidikan tinggi, mulai
Penelitian, dan Pengabdian. Pengajaran
dari
merupakan
menggarap perencanaan,
pengorganisasian,
knowledge
transfer,
pengarahan, dan pengendalian dalam
technology transfer, skill transfer, dan
hal input, proses, dan output. Namun
Arts
Srikanthan mengatakan bahwa Total
pengembangan
Quality
teknologi, dan seni yang bermanfaat
Managemen
kurang
tepat
transfer.
Penelitian ilmu
adalah
pengetahuan,
150 Binahar Siagian adalah dosen Jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
bagi
manusia.
Pengabdian
adalah
adalah
mengembangkan
dan
pengetahuan,
menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan seni yang dipelajari,
tekn ologi serta budaya-budaya kepada
dikembangkan di Perguruan Tinggi bagi
masyarakat.
implementasi
ilmu
masyarakat. Ketiga dharma tersebut
Dimensi pendidikan dimaknai
masih dianggap relevan dengan tuntutan
bahwa proses pendidikan merupakan
masyarakat terhadap Perguruan Tinggi.
proses memanusiakan manusia yang
Ciptakan
ilmu
pengetahuan,
dewasa,
bertanggungjawab,
mandiri,
teknologi, dan seni yang bermanfaat
berilmu tinggi, serta berahlak mulia.
bagi manusia melalui penelitian, ajarkan
Perguruan
kepada banyak orang dilembaga formal,
melaksanakan pengajaran, akan tetapi
dan aplikasikan dan gunakan kepada
benar-benar melaksanakan pendidikan.
Tinggi
tidak
hanya
Dimensi sosial dimaknai bahwa
masyarakat seluas-luasnya untuk tujuan kesejahteraan manusia.
perguruan tinggi yang sering disebut
PEMBAHASAN
kampus atau perkampungan masyarakat
STANDAR MUTU PERGURUAN TINGGI Perguruan tinggi memiliki 5
ilmiah, terjadi proses social yang indah
(lima) dimensi, yaitu: (1) dimensi etis; (2) dimensi keilmuan; (3) dimensi pendidikan; (4) dimensi social; (5) dimensi korporasi (Richardus, 2006) Dimensi etis dimaknai bahwa Perguruan Tinggi sebagai pusat kreativitas dan pusat penyebaran ilmu pengetahuan bukan untuk kreativitas sendiri atau untuk ilmu itu sendiri akan tetapi demi kesejahteraan manusia. Dengan demikian ilmu pengetahuan, teknologi dan seni tidak boleh menghancurkan hidup dan kehidupan manusia akan tetapi justru untuk mensejahterakan manusia. Dimensi
keilmuan
dimaknai
dan harmonis di kampus maupun diluar kampus. Hasil pengembangan ilmu pengetahuan peningkatan
bermanfaat ekonomi
untuk
masyarakat,
kesehatan masyarakat. Dimensi
korporasi
dimaknai
sebagai bahwa Perguruan Tinggi adalah sebuah
organisasi
penawaran
jasa.
Perguruan Tinggi memiliki pelanggan dan
mengalami
persaingan
antara
berbagai perguruan tinggi, sehingga perencanaan strategis korporasi menjadi salah satu acuan dalam memenangkan persaingan.
sebagai dunia perguruan tinggi adalah
Standar mutu perguruan tinggi
dunia ilmu pengetahuan. Sejalan dengan
dilihat dari dimensi tersebut adalah
hal itu, tujuan utama perguruan tinggi
harus
mengarah
kepada
kepuasan 151
Binahar Siagian adalah dosen Jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
pelanggan (stake holder). Kepuasan
g. kebijakan pengelolaan
pelanggan akan menjami nkeberlanjutan
3. Transparansi
sebuah Perguruan Tinggi. Meskipun
keuangan
keterbukaan informasi
demikian standar mutu harus dilihat dari
a. laporan keuangan
sisi internal dan eksternal. Sisi internal
b. transparansi keuangan
adalah
c. perincian beban mahasiswa
bagaimana
manajemen
perguruan tinggi tersebut dapat menjadi
d. audit keuangan
korporasi yang baik (good Corporate
e. independensi auditor
Governace).
f. pengumuman laporan keuangan
Sisi
eksternal
adalah
bagaimana stake holder memberikan
g. sistem penilaian kinerja
penilaian terhadap perguruan tinggi
h. kemudahan akses informasi
tersebut. Sisi internal dan eksternal
i. kerahasiaan informasi
sesungguhnya saling terkait dan tidak
j. pencatatan penting
dapat dipisahkan.
k. keterbukaan rapat
Prinsip corporate
dan
aplikasi
good
governance di Perguruan
dan
l. sistem imbal jasa m. peraturan kepegawaian
Tinggi yamng perlu distandarisasi dan
4. Struktur dan proses pimpinan dan
pengaturan sistem operasional prosedur
manajemen
(SOP):
a. Organisasi dan hubungan lini dan
1. Struktur dan pengaruh kepemilikan:
staf
a. transparansi kepemilikan
b. unsur dan komposisi pimpinan
b. batas wewenang pemiliki dan pendiri
c. tugas dan tanggung jawab masing-
c. tugas dan wewenang penyelenggara d. keterpisahan
penyelenggara
pemilik e. profesionalisme pengelola 2. Hubungan keuangan
dan
masing unsur pimpinan d. hierarki pimpinan e. wewenang penunjukan pimpinan f. wewenang, tugas,
dan tanggung
jawab badan lain
a. tanggung jawab keuangan
g. jangka waktu kepemimpinan
b. otorisasi keuangan.
h. uraian tugas
c. sumber keuangan
i. persyaratan kerja dan rekrutmen
d. pembuatan anggaran
j. jabatan rangkap
e. laporan tahunan
k. etika profesi.
f. laporan keuangan 152 Binahar Siagian adalah dosen Jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
governance
pengetahuan tinggi, berahlak mulia, dan
tersebut di atas adalah bagian pilar
memiliki softskill yang baik. Disamping
ketiga dari tiga pilar perencanaan
itu, tentunya lulusan diharapkan mampu
strategis
mengembangkan, mengunggulkan, dan
Good
corporate
pembangunan
pendidikan
Pemerintah
Republik
Indonesia.
mempertahankan
keberlangsungan
Indonesia telah menetapkan 8 Standar
(sustainibility) organisasi stake holder.
Nasional Pendidikan, yaitu: standar isi,
Namun demikian, harapan pelanggan
standar
kompetensi
terhadap lulusan tergantung pada Visi
lulusan, standar tenaga kependidikan,
dan Misi perguruan Tinggi tersebut.
standar
Sebuah
proses,
standar
sarana
pendidikan, standar
dan
standar
pembiayaan,
prasarana pengelolaan, dan
standar
perguruan
mengarahkan
tinggi
visi
dalam
dapat bidang
penelitian sehingga menjadi Research
penilaian. Standar-standar ini menjadi
University
acuan kualitas organisasi pendidikan
mengarahkan dalam bidang pengajaran
termasuk pendidikan tinggi.
sehingga menjadi Teaching University
STANDAR MUTU PENDIDIKAN TINGGI Mutu pendidikan tinggi
berkelas
diperlihatkan
lulusannya.
Lulusan
berkelas
dunia,
atau
dunia,
atau
mengarahkan
dalam pembinaan kepemimpinan dan skill.
harus ditetapkan standar mutu yang
PENCAPAIAN STANDAR MUTU PENDIDIKAN TINGGI DENGAN MODEL MANAJEMEN HOLISTIK Sejumlah model manajemen
bagai mana yang diharapkan pelanggan.
diajukan oleh berbagai ahli manajemen.
Stake holder (orang tua) mempunyai
Dalam
tuntutan
sejumlah
adalah produk dari jasa yang telah dipercayakan
oleh
pelanggan
(stakeholder) pada perguruan tinggi,
terhadap
perguruan
tinggi
makalah model
Srikantan
dikaji
manajemen
yang
adalah bahwa anak mereka yang lulusan
diusulkan dipergunakan di pendidikan
dari perguruan tinggi harus memiliki
tinggi sebagai mana diuraikan berikut.
pekerjaan yang baik dari segi jaminan
Ada yang menfokuskan manajemen
kehidupan,
terhadap proses pembelajaran subjek
dan
atau
juga
dapat
menciptakan lapangan kerja sendiri. Dari sisi organisasi yang akan
didik yang oleh Harvey dan Knight disebut
manajemen
berorientasi
mempekerjakan lulusan, mengharapkan
pengalaman belajar yang disebutnya
bahwa lulusan tersebut memiliki ilmu
sebagai “Total Transformative Model”. 153
Binahar Siagian adalah dosen Jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
Howard
dan
Conrad
mengajukan
adalah
manajemen
kepemimpinan
Engagement Model yang berfokus pada
transformative,
pengelolaan sumber daya instrumen
bukanlah dianggap sebagai bawahan
untuk meningkatkan kualitas lulusan.
akan tetapi adalah sebagai rekan kerja.
Bowden dan Marton mengatakan bahwa
Dalam
kualitas
tinggi
instrument
tergantung pada kualitas pembelajaran.
kebutuhan
Tierney mengatakan bahwa pelayanan
pembelajarannya.
terhadap mahasiswa dalam arti terpusat
mengusulkan
kepada
mahasiswa
adalah
yang
produk
perguruan
dalam
mana
pengelolaan
dosen
sumber
tidak
daya
terlepas
mahasiswa
dan
Model
bahwa
pada proses Holistik
pencampuran
segala
program
berbagai model yang disebut sebagai
menentukan
kualitas
kolaborasi berbagai model, sehingga
lulusan.
secara jelas membagi model dalam
Keseluruhan
model
tersebut
ranah komponen perguruan tinggi.
adalah berkolaborasi membentuk satu
TQM dipergunakan untuk manajemen
model
model
administratif dan Total Transformative
manajemen holistic. Model holistic
Learning model dipergunakan untuk
mangatakan bahwa tidak mungkin TQM
manajemen sumber daya dosen dan
dapat dipergunakan sepenuhnya pada
mahasiswa
manajemen perguruan tinggi. Sebab
Engagement model untuk pengelolaan
dalam pengelolaan sumber daya dosen
sumber daya instrumentasi.
baru
yang
disebut
Perencanaan Strategis
Kebutuhan pelanggan Pembudayaa n kualitas
pembelajaran.
Delapan Standar Nasional Pendidikan
Tujuan Pendidikan Nasional Perencanaan standar lulusan
dalam
Perbaikan Sumber daya manusia dan instrument secara berkelanjutan on the job traing, studi lanjut, up dating and re-engineering dengan menggunakan transformative managemen
Proses Pendidikan
Lulusan Yang Bermutu
Proses administrasi berbasis pelanggan Sumber daya instrumentasi Menggunakan Engagement model
Quality Insurance
Evaluasi dan perbaikan
Gambar 2. Blok diagram Model manajemen Holistik 154 Binahar Siagian adalah dosen Jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
G. PENUTUP Manajemen
Holistik
adalah
gabungan berbagai model manajemen, yaitu sebagai sebuah model manajemen mengarahkan berorientasi proses
proses pelanggan,
pembelajaran,
administrasi sedangkan manajemen
sumber daya dosen, dan manajemen sumber daya instrumentasi merupakan model Total Transformatif Learning dan Engagement model.. DAFTAR PUSTAKA Darmono S D. 2010. President University, Where tomorrow’s leaders come together Prospectus 2010-2011. Jakarta: President University.
Malik A Fadjar. 2004. Kumpulan Pidato Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Buku IV. Jakarta: Depdiknas Richardus Eko Indrajit & Richardus Djokopranoto. 2006. Manajemen Perguruan Tinggi Modern. Yogyakarta: Penerbit Andi Srikanthan Mr G., John Dalrymple. 2001. “A Fresh Approach to a Model for Quality in Higher Education. The Sixth Conference on ISO9000 and Total Quality Management, 1719 April 2001, Ayr, Scotland, UK. Srikanthan Mr G., John Dalrymple. 2002. “Developing a Holistik Model for Quality in Higher Education” 71CIT-2002: Developing a Holistic Model for Quality in Higher Education
155 Binahar Siagian adalah dosen Jurusan Teknik Elektro FT Universitas Negeri Medan
PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU DALAM KONTEKS PENJAMINAN MUTU DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI MASA DEPAN Oleh : Danny Ivanno Ritonga, S. Pd Abstrak Telah kita ketahui dalam abad milinium ini ciri utamanya adalah terjadinya globalisasi pada setiap aspek kehidupan. Globalisasi mengandung arti terjadinya keterbukaan, kesejagatan, dimana batas-batas negara tidak lagi menjadi penting. Salah satu yang menjadi trend dan merupakan ciri globalisasi adalah adanya persamaan hak. Dalam konteks pendidikan, persamaan hak itu tentunya berarti bahwa setiap individu berhak mendapat pendidikan yang setinggi-tingginya dan sebaik-baiknya tanpa memandang bangsa, ras, latar belakang ekonomi, maupun jenis kelamin. Dengan adanya kesamaan hak ini, terjadi kehidupan yang penuh dengan persaingan karena dunia telah menjadi sangat kompetitif. Karena itu, mau tidak mau setiap orang mesti berusaha untuk menguasai ilmu dan teknologi agar dapat ikut dalam persaingan, dan jika tidak, maka kita akan ditinggalkan. Terkait dengan itu, pendidikan mesti dapat menjawab tantangan tersebut. Dengan kata lain, pendidikan harus menyediakan kesempatan bagi setiap peserta didik untuk memperoleh bekal pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai sebagai bekal mereka memasuki persaingan dunia yang kian hari semakin ketat itu. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini, adalah pertama, bagaimana pendidikan yang dapat menjawab tantangan di atas dapat dirancang?, kedua, dengan adanya persamaan hak dalam mendapatkan pendidikan yang terbaik, bagaimanakah upaya-upaya pendidikan yang dapat mengakomodasi berbagai dimensi pembaharuan, sehingga peserta didik mendapatkan kesempatan pendidikan yang berkualitas dalam era global ini? dan ketiga, bagaimanakah profesionalisme guru tersebut disiapkan? Kata kunci : Penjaminan Mutu Pendidikan, Kebijakan Pendidikan Berwawasan Masa Depan, Profesionalisme Guru Komisi
PENDAHULUAN
Internasional
bagi
Pendidikan berwawasan masa
Pendidikan Abad ke 21 yang dibentuk
depan diartikan sebagai pendidikan
oleh UNESCO melaporkan bahwa di
yang dapat menjawab tantangan masa
era global ini pendidikan dilaksanakan
depan, yaitu suatu proses yang dapat
dengan bersandar pada empat pilar
melahirkan
yang
pendidikan, yaitu learning to know,
keterampilan,
learning to do, learning to be, dan
dan nilai-nilai yang diperlukan untuk
learning to live together (Delors, 1996).
hidup
Dalam learning to know peserta didik
berbekal
individu-individu
pengetahuan, dan
globalisasi.
berkiprah
dalam
era
belajar pengetahuan yang penting sesuai 156
Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
dengan jenjang pendidikan yang diikuti.
Acuan filosofis, didasarkan pada
Dalam learning to do peserta didik
abstraksi acuan hukum dan kajian
mengembangkan keterampilan dengan
empiris tentang kondisi sekarang serta
memadukan pengetahuan yang dikuasai
idealisasi masa depan. Secara filosofis
practice),
pendidikan perlu memiliki karakteristik:
sehingga terbentuk suatu keterampilan
(a) mampu mengembangkan kreativitas,
yang
kebudayaan,
dengan
latihan
of
(law
memungkinkan
peserta
didik
dan
peradaban;
(b)
memecahkan masalah dan tantangan
mendukung
kehidupan. Dalam learning to be,
keunggulan, (c) mengembangkan nilai-
peserta didik belajar menjadi individu
nilai demokrasi, kemanusiaan, keadilan
yang utuh, memahami arti hidup dan
dan
tahu apa yang terbaik dan sebaiknya
mengembangkan secara berkelanjutan
dilakukan, agar dapat hidup dengan
kinerja kreatif dan produktif yang
baik. Dalam learning to live together,
koheren
peserta didik dapat memahami arti
Kesemua ini tidak terlepas dari cita-cita
hidup dengan orang lain, dengan jalan
pembentukan
saling menghormati, saling menghargai,
Baru, yakni apa yang disebut dengan
serta memahami tentang adanya saling
masyarakat madani.
ketergantungan
(interdependency).
diseminasi
keagamaan;
dengan
dan
dan
nilai-nilai
masyarakat
Pendidikan
kita
nilai
(d)
moral.
Indonesia
harus
pula
Dengan demikian, melalui keempat
memiliki acuan nilai kultural dalam
pilar pendidikan ini diharapkan peserta
penataan aspek legal. Tata nilai itu
didik tumbuh menjadi individu yang
sendiri
utuh, yang menyadari segala hak dan
berjenjang mulai dari jenjang nilai ideal,
kewajiban, serta menguasai ilmu dan
nilai instrumental, sampai pada nilai
teknologi untuk bekal hidupnya.
operasional. Pada tingkat ideal, acuan
Dalam Jalal dan Supriadi (2001) disebutkan
acuan
kompleks
dan
pendidikan adalah pemberdayaan untuk
dasar
kemandirian dan keunggulan. Pada
pengembangan pendidikan di Indonesia
tingkat instrumental, nilai-nilai yang
dalam era reformasi untuk menjawab
penting perlu dikembangkan melalui
tantangan global, yaitu acuan filosofis,
pendidikan adalah otonomi, kecakapan,
acuan
kesadaran
nilai
tiga
bersifat
kultural,
lingkungan strategis.
dan
acuan
berdemokrasi,
kreativitas,
daya saing, estetika, kearifan, moral, harkat, martabat dan kebanggaan. Pada 157
Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
tingkat operasional, pendidikan harus
hidup
menanamkan pentingnya kerja keras,
acuan strategis ini mengandung arti
sportifitas,
bahwa pendidikan kita harus dapat
kesiapan
bersaing,
dan
sekaligus bekerjasama dan disiplin diri. Acuan
lingkungan
strategis
mencakup lingkungan nasional dan dengan
dua
hal
yang
Secara
nasional
menjawab
tantangan reformasi dan
membawa
negeri
ini
keluar
dari
berbagai krisis.
lingkungan global. Lingkungan nasional ditandai
masyarakat.
Lingkungan
ditandai
lain
dengan
pesatnya
substansial yaitu: masih berlanjutnya
perkembangan
teknologi
informasi
krisis dimensional yang menerpa bangsa
sehingga kita tidak bisa menjadi warga
ini, dan tuntutan reformasi secara total
lokal dan nasional saja, tetapi juga
yang belum berjalan secara baik dan
warga
optimal. Lingkungan nasional meliputi
sangat
perubahan
pendidikan
demografis
termasuk
antara
global
dunia.Lingkungan
strategis
berpengaruh masa
depan
didalamnya penyebaran penduduk yang
hendaknya dirancang.
tidak merata dan keberhasilan KB,
Sebagai
pengaruh ekonomi yang tidak merata
globalisasi
sehingga penduduk yang berada di
terjadi
bawah garis kemiskinan meningkat,
bagaimana tersebut
implikasi
dan
reformasi
tersebut,
pada
paradigma
pendidikan.
Perubahan
tersebut
pengaruh sumber kekayaan alam yang
menyangkut,
pertama:
pemanfaatannya
membutuhkan
proses pendidikan yang berorientasi
pengelolaan yang baik, pengaruh nilai
pada pengajaran dimana guru lebih
sosial budaya di era global ini, dimana
menjadi pusat informasi, bergeser pada
munculnya
nilai-nilai
di
proses pendidikan yang berorientasi
masyarakat
seperti
kerja
keras,
pada pembelajaran dimana peserta didik
keunggulan,
dan
ketepatan
waktu,
pengaruh
politik
baru
yang
sejak
era
perubahan
dari
menjadi Dengan
sumber
(student
banyaknya yang
paradigma
sumber
belajar
reformasi terasa sangat labil, serta
alternatif
pengaruh ideologi dimana pendidikan
fungsi dan peran guru, maka peran guru
ideologi perlu terkait dengan yang
berubah menjadi fasilitator. Kedua,
universal. Lingkungan nasional yang
paradigma proses pendidikan tradisional
saat ini masih dalam situasi reformasi,
yang
bertujuan untuk meningkatkan taraf
klasikal dan format di dalam kelas,
berorientasi
bisa
center).
menggantikan
pada
pendekatan
158 Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
bergeser ke model pembelajaran yang
memberdayakan semua warga negara
lebih
pendidikan
Indonesia berkembang menjadi manusia
dengan sistem jarak jauh. Ketiga, mutu
yang berkualitas sehingga mampu dan
pendidikan menjadi prioritas (berarti
proaktif menjawab tantangan zaman
kualitas
internasional).
yang selalu berubah. Terkait dengan visi
populernya
tersebut telah ditetapkan serangkaian
pendidikan seumur hidup dan makin
prinsip untuk dijadikan landasan dalam
mencairnya batas antara pendidikan di
pelaksanaan reformasi pendidikan.
fleksibel,
seperti
menjadi
Keempat,
semakin
Salah
sekolah dan di luar sekolah. Kondisi pendidikan
ini
mengharuskan
menerapkan
berbagai
satu
adalah
prinsip
bahwa
diselenggarakan
tersebut
pendidikan sebagai
prinsip yang sangat mendasar seperti
pembudayaan
penerapan standar mutu sehingga kita
peserta
bisa bersaing dengan dunia global, dan
sepanjang hayat, di mana dalam proses
penggunaan
belajar
tersebut
sumber
memberikan keteladanan dan mampu
dengan
berbagai
cara
mendayagunakan
dan
proses
didik
pemberdayaan
yang
harus
ada
berlangsung
pendidik
yang
belajar. Bila kita cermati ketiga acuan di
membangun
atas merupakan dasar hukum dan
mengembangkan potensi dan kreativitas
operasional pengembangan pendidikan
peserta didik. Implikasi dari prinsip ini
masa
adalah pergeseran paradigma proses
depan.
Dalam
pembangunan
kemauan,
pendidikan ke depan ini, ketiga acuan
pendidikan,
itu
pengajaran ke paradigma pembelajaran.
merupakan
dasar
dalam
Paradigma
mengembangkan cetat biru (blueprint) pendidikan nasional.
rangka
pendidikan
ditetapkan
pengajaran
yang
pembaharuan nasional
kepada
peserta didik. Seperti telah disebutkan pada
pendahuluan
paradigma
tersebut
,
dewasa
telah
ini
bergeser
pembangunan pendidikan nasional. Visi
memberikan peran lebih banyak kepada
pendidikan tersebut adalah terwujudnya
peserta didik untuk mengembangkan
sistem pendidikan sebagai pranata sosial
keterampilan yang dibutuhkan bagi
dan
dan
pengetahuan
menuju paradigma pembelajaran yang
kuat
misi
telah
mentransfer
strategi
yang
visi,
paradigma
menitikberatkan peran pendidik dalam
Kajian Konsepsional Mengenai Penjaminan Mutu Pendidikan sistem
dari
telah berlangsung sejak lama lebih
PEMBAHASAN
Dalam
yaitu
serta
berwibawa
untuk 159
Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
proses transpormasi, mutu instrumental
Untuk
proses
dan mutu kelulusan, yang meliputi : (1)
pendidikan yang didasarkan paradigma
standar isi, (2) standar proses, (3)
baru tersebut, diperlukan acuan dasar
standar kompetensi lulusan, (4) standar
bagi setiap satuan pendidikan yang
pendidik dan tenaga kependidikan, (5)
meliputi
standar sarana dan prasarana, (6)
menyelenggarakan
serangkaian
kriteria
dan
kriteria minimal sebagai pedoman, yang
standar
saat ini dikenal dengan delapan standar
pembiayaan, dan (8) standar penilaian
mutu nasional pendidikan.
pendidikan. Konsep tersebut di atas
Tujuan standar mutu pendidikan ditetapkan adalah untuk menjamin mutu
pengelolaan,
(7)
standar
dapat diwujudkan pada diagram berikut :
Lingkungan
Gambar 1: Keterkaitan antara Aspek-Aspek Standar Mutu Dalam kaitan dengan itu, Bapak pendidikan
Indonesia,
Ki
Hajar
pendidikan peserta
hendaknya
didik
untuk
membantu
berkepribadian
Dewantara, sejak tahun 1920an telah
merdeka, sehat fisik, sehat mental,
mengumandangkan pemikiran bahwa
cerdas,
pendidikan
masyarakat yang berguna. Manusia
pada
dasarnya
adalah
serta
menjadi
anggota
itu
merdeka adalah seseorang yang mampu
suasana yang dibutuhkan dalam dunia
berkembang secara utuh dan selaras dari
pendidikan
segala
memanusiakan
manusia.
adalah
Untuk
suasana
yang
aspek
kemanusiannya
dan
berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan
mampu menghargai dan menghormati
hati,
kemanusiaan
empati,
cintakasih
dan
setiap
orang.
Metode
penghargaan terhadap masing-masing
pendidikan yang paling tepat adalah
anggotanya, tidak ada pendidikan tanpa
sistem
dasar cinta kasih. Dengan demikian
pembelajaran yang berdasarkan pada
among
yaitu
metode
160 Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
asih, asah dan asuh. Sementara itu
PP 19/2005 delapan standar tersebut di
prinsip
pendidikan
atas merupakan aspek-aspek yang harus
perlu didasarkan pada “Ing ngarso sung
memenuhi standar mutu dalam kaitan
tulodho, Ing madyo mangun karso, Tut
dengan
wuri handayani”.
lembaga.
penyelenggaraan
suatu
sistem
komponen-komponen
dengan
yang
saling
mutu
suatu
Sehubungan dengan kerangka
Mengingat bahwa pendidikan itu merupakan
penjaminan
konsep
di
atas,
pada
perkembangan
awal
pendidikan,
berkaitan, maka keseluruhan sistem
masyarakatlah yang lebih
harus sesuai dengan ketentuan yang
dalam
diharapkan atau standar. Untuk itu
tersebut.
masing-masing komponen dalam sistem
selanjutnya
harus pula sesuai dengan standar yang
penyelenggaraan
ditentukan bersama. Hal ini mesti
pemerintah
lebih
dilakukan
menentukan
standar mutu tersebut.
dalam
kaitan
terjadinya
menentukan
berperan
standar
Dalam
mutu
perkembangan
dengan
meluasnya
pendidikan
formal
berperan
dalam
penjaminan mutu pendidikan itu sendiri,
Dengan demikian, konsep penjaminan
karena; penjaminan mutu adalah proses
mutu dapat ditinjau dari dua aspek yaitu
penetapan dan pemenuhan standar
: (1) aspek deduktif ; dimana lembaga
mutu pengelolaan secara konsisten dan
pendidikan/sekolah mampu menetapkan
berkelanjutan,
dan
produsen,
sehingga
dan
pihak
konsumen, lain
yang
mewujudkan
visinya
melalui
pelaksanaan misinya, dan (2) aspek
berkepentingan memperoleh kepuasan.
induktif;
Bila
pendidikan/sekolah, mampu memenuhi
dikaitkan
dengan
pengelolaan
dimana
lembaga
pendidikan, penjaminan mutu yang
kebutuhan
dimaksud adalah proses penetapan dan
kemasyarakat, kebutuhan dunia kerja,
pemenuhan standar mutu pengelolaan
kebutuhan profesional). Konsep di atas
pendidikan
dapat
secara
konsisten
dan
berkelanjutan, sehingga stakeholders
stakeholders
divisualisasi
(kebutuhan
dalam
gambar
berikut :
memperoleh kepuasan. Untuk itu, dalam
161 Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
Gambar 2 : Konsep Penjaminan Mutu Dalam
kaitan
dengan
kompetensi
(KTSP),
dalam
proses
penjaminan mutu seperti diagram di
pembelajaran ada program percepatan
atas, kualifikasi pendidik merupakan
belajar
salah satu Standard yang harus dipenuhi
Kebijakan-kebijakan
sesuai dengan PP 19/2005. Dengan
mendapat perhatian yang serius sampai
terpenuhinya
kualifikasi
pada tataran guru sebagai ujung tombak.
diharapkan
pengelolaan
pendidik proses
pembelajaran dapat berlangsung secara
(learning
Manajemen Sekolah
accelleration). baru
ini
Pendidikan
perlu
Berbasis
menantang,
Hasil studi yang dilakukan Bank
memotivasi dan menyenangkan (I2M3).
Dunia, yang diberi judul Education in
interaktif,
inspiratif,
Implementasi Kebijakan Pendidikan Berwawasan Masa Depan Terjadinya
pergeseran
Indonesia: from Crisis to Recovery (1998)
antara
simpulan
lain
bahwa
ada
menghasilkan tiga
faktor
telah
penyebab ketidakefisienan manajemen
mengakibatkan
sekolah, yaitu: (1) pada umumnya
adanya berbagai kebijakan pendidikan
kepala sekolah, terutama sekolah negeri
yang relevan dengan itu. Beberapa
memiliki otonomi yang sangat terbatas
kebijakan yang menonjol, antara lain
dalam menajemen sekolah dan dalam
dalam bidang menajeman pendidikan
memutuskan alokasi sumber-sumber,
yaitu desentralisasi pendidikan (melalui
(2)
program
mempunyai keterampilan yang terbatas
pendidikan dikupas
di
seperti
depan,
menajemen
berbasis
yaitu
pendidikan
banyak
dalam
bidang
dalam
kurikulum
tingkat
partisipasi
sekolah),
kurikulum satuan
nasional
pendidikan
yang
berbasis
kepala
menajemen
sekolah sekolah,
masyarakat
yang (3) dalam
menajemen sekolah sangat terbatas, hal 162
Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
ini antara
lain dapat dilihat dari
ketidakmampuan kepala sekolah dalam
dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Ke depan, MPBS diharapkan
memobilisasi dukungan masyarakat. Sehubungan Manajemen
dengan
Pendidikan
itu,
Berbasis
bukan hanya berbagi dalam fungís sebagai
penyandang
pelibatan
sejak tahun 2000 merupakan respon
diharapkan juga terjadi. Di negara-
terhadap
negara maju seperti AS, MPBS telah
terhadap
konsep
otonomi.
Inti
componen
demokrasi
dari
pemberdayaan penyelenggaraan
dan
dilakukan, kerjasama sekolah
dengan orangtua dan masyarakat juga
sebagai
dilakukan dalam proses pembelajaran.
dalam
Kedatangan orangtua ke sekolah untuk
Jika
membantu guru dalam PBM, dokter
seolah-olah
yang memberi masukan dalam suatu
penting pendidikan.
sekolah
lama
masyarakat
adalah
MPBS
masyarakat
yang
sebelumnya
penyesuaian
dan
namun
Sekolah (MPBS), yang dicanangkan kebutuhan
orangtua
dana,
merupakan milik pemerintah dalam
proyek
artian bahwa semua tanggungjawab
misalnya, bukanlah pemandangan yang
penyelenggaraannya
aneh.
menjadi
beban
pemerintah, kini masyarakat menjadi itu.
Dengan
pelibatan
masyarakat, diharapkan timbul suatu kesadaran
bahwa
keberhasilan
pendidikan merupakan tanggung jawab semua
komponen
masyarakat
dan
pemerintah. Sharing ini antara lain telah diwujudkan
dalam
bentuk
Komite
Sekolah, dimana didalamnya terlibat penyelenggara sekolah, orangtua murid, maupun komponen masyarakat lainnya. Dalam perjalanannya sampai saat ini, Komite
Sekolah
sudah
mulai
menjalankan fungsinya dan diharapkan berkontribusi yang cukup significan
pelajaran
biologi
Kuríkulum Tingkat Satuan Pendidikan
komponen penting dalam tanggung jawab
dalam
Penggunaan Kuríkulum 1994 di lapangan mengalami berbagai paradoks, antara lain menyangkut universalisasi pendidikan disatu pihak, dan tuntutan akan mutu yang tinggi dipihak lain. Setelah itu, ada upaya pembaharuan kurikulum, dan salah satu upaya adalah pengembangan
kurikulum
berbasis
kompetensi. Dengan kurikulum yang berbasis
kompetensi
ini,
ukuran
terpenting keberhasilan peserta didik adalah penguasaan mereka terhadap standar
kompetensi.
Pendekatan
kurikulum berbasis kompetensi ini (saat ini terkenal dengan KTSP), dilakukan 163
Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
melalui
identifikasi
dan
penentuan
kemampuan
dasar lulusan/
Kompetensi
Lulusan
Standar
(SKL),
umum plus seperti program akselerasi belajar. Diketahui
yang
bahwa
lembaga
dijabarkan menjadi Standar Isi (SI)
pendidikan yang ada adalah pendidikan
yang memuat, Standar Kompetensi
formal, nonformal, dan informal. Pada
(SK) dan Kompetensi Dasar (KD).
jenjang
Berdasarkan SI tersebut masing-masing
pendidikan formal dibedakan antara
Satuan
menyusun
SMA dan SMK. Pada hakekatnya di
menjabarkan
jenjang SMA peserta didik diberikan
Pendidikan
kurikulumnya
dengan
sekolah
pendidikan
atas,
menjadi Materi, Pengalaman Belajar,
pengalaman
belajar
Indikator. Terdapat peluang yang sangat
penguasaan
sains,
besar
pengalaman
belajar
kurikulumnya sendiri (berorientasi pada
membekali
mereka
SI yang telah ditetapkan dalam Permen
pendidikannya ke PT. Sedangkan pada
Diknas, maupun mengembangkan dan
jenjang SMK peserta didik diarahkan
memasukkan keunggulan lokal sesuai
pada penguasaan keterampilan baik
dengan
masyarakatnya).
yang bersifat jangka pendek maupun
Untuk KTSP ini bisa dibicarakan
jangka panjang, sehingga tamatan SMK
tersendiri secara lebih mendalam.
diharapkan langsung dapat masuk ke
sekolah/guru
kebutuhan
mengembangkan
Program Anak Berbakat / Percepatan Belajar Dalam
rangka
teknologi, yang
dan dapat
melanjutkan
dunia kerja. Perkiraan
Ward
(dalam
realisasi
Semiawan, 1997) di Indonesia terdapat
pendidikan yang berwawasan masa
1,57 % anak yang berbakat tinggi
depan, perhatian harus diprioritaskan
(highly gifted), dan 10 % yang berbakat
pada pengklasifikasian peserta didik
sedang
sesuai
bakat,
kelompok anak ini berbakat akademik
maupun minat mereka. Ini sangat
(akademic talented) atau keberbakatan
penting agar pendidikan yang diikuti
intelektual. Anak-anak berbakat ini
benar-benar
Beberapa
merupakan aset nasional yang sangat
progam telah dilakukan terkait dengan
penting, karena mereka memiliki interes
kondisi peserta didik yang variatif ini,
intelektual dan perspektif masa depan
yaitu melalui sistem akreditasi, sistem
yang
sekolah unggulan, maupun program
kebanyakan,
dengan
rangka
dalam
kemampuan,
bermakna.
(moderately
jauh
lebih baik
gifted).
baik
dari
secara
Kedua
anak genetis 164
Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
maupun dalam kecepatan tindakan.
harus dilaksanakan berdasarkan model
Dengan
instruksional yang terarah, (d) program
tenaga
kelebihan dan
ini,
pikiran
diharapkan
mereka
dapat
anak berbakat harus lebih menekankan
membawa berbagai pembaharuan dalam
perkembangan kreativitas dan proses
bidang keilmuan, maupun perubahan
berpikir tingkat tinggi, (e) metode
kearah
pembelajaran bagi anak berbakat lebih
perbaikan
kehidupan
masyarakat, seperti apa yang telah
berorientasi pada pendekatan induktif.
dilakukan Edison (sang penemu listrik)
Pendidikan anak berbakat harus
yang sangat penting bagi kehidupan
diwarnai oleh penekanan pada aktivitas
manusia.
intelektual,
Sesuai dengan keberadaan kedua
kecepatan
kompleksitas
dan
sesuai
tingkat dengan
kelompok ini sebagai kelompok yang
kemampuan yang tinggi. Sehubungan
”berbeda” dengan anak normal lainnya,
dengan itu, jika anak-anak berbakat
dan sesuai pula dengan misi pendidikan
ditangani dengan program akselerasi,
untuk
maka ada dua hal penting yang harus
memberikan
kesempatan
pendidikan yang sebaik-baiknya bagi
diperhitungkan,
mereka, maka kelompok ini perlu
program akselerasi, beban belajar yang
mendapatkan pendidikan yang dapat
oleh anak-anak biasa dapat diselesaikan
mengakomodasi
mereka.
dalam tiga tahun, maka oleh anak-anak
Program untuk mereka dapat berupa
berbakat ini hanya dibutuhkan waktu
pendidikan khusus, atau pendidikan
dua tahun. Ini berarti terjadi proses
umum untuk anak berbakat (saat ini
percepatan dalam belajar, (b) percepatan
dikenal
ini
dengan
percepatan).
kelebihan
program
Berkaitan
kelas
dengan
itu,
juga
yaitu:
harus
(a)
dalam
mengandung
arti
kualitatif, yaitu bahwa aktivitas belajar
beberapa asumsi yang mendasari alasan
mereka
kenapa
intelektual tinggi. Hal ini terkait dengan
anak
berbakat
perlu
ditekankan
pada
aktivitas
mendapatkan pendidikan yang berbeda
kenyataan
dengan anak-anak lainnya, adalah : (a)
intelektual, aspek teoretis dan tingkat
anak berbakat secara kualitatif berbeda
abstraksi
dengan anak lainnya, (b) pendidikan
menunjukkan karakteristik mental yang
khusus
sangat
baik dalam melihat hubungan yang
menguntungkan, karena sesuai dengan
bermakna, tanggap mengaitkan asosiasi
kemampuan mereka, (c) suatu program
logis, mudah mengadaptasikan prinsip
bagi
mereka
bahwa,
dalam
anak-anak
perilaku berbakat
165 Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
abstrak kesituasi konkret, serta mampu
mensintesiskan informasi, konsep, dan
menggeneralisasikan.
membuat
Metode belajar yang relevan adalah metode penemuan (discovery learning) seperti yang dikembangkan Dalam discovery
learning
aspek kognitif berkembang melalui penemuan dan pengembangan hipotesis, bukan dengan cara duduk, diam, dengar, dan
catat.
Discovery
memberikan kemampuan
learning
tantangan berpikir
bagi
abstrak
yang
tinggi, dan pelibatan secara aktif dalam menemukan jawaban dan tantangan tersebut. Dengan cara ini, terjadilah penanjakan dinamis dari kehidupan mental
yang
disebut
eskalasi
(Semiawan,1997). Pembelajaran kognitif induktif dideskripsikan melalui empat istilah, yaitu: (a) inquiry, (b) problem solving, (c) discovery learning, dan (d) scientific method. Pembelajaran induktif memiliki rasional yang kuat untuk meningkatkan: (a)
penggunaan
inteligensia
secara
optimal dengan memanfaatkan fungsi kedua belahan otak secara penuh, (b) kemampuan
peserta
didik
untuk
mengarahkan diri dan tanggungjawab untuk memperoleh kemajuan dalam mencapai sasaran jangka panjang dan jangka pendek, (c) kemampuan untuk
dan
(d)
kemampuan mentransper belajar dalam situasi berbeda. Profesionalisme Guru
oleh Piaget dan Bruner, dan metode induktif.
generalisasi,
Pendidikan
merupakan
aspek
kehidupan yang pasti dipengaruhi oleh kuantitas
dan
kualitas
kehidupan
yang
merupakan
masalah
dari
lain.
aspek
Pendidikan
semua
orang,
karena melalui sentuhan pendidikan proses pemanusiaan itu terjadi. Dalam kaitan
dengan
itu,
pada
dasarnya
manusia mempunyai potensi menjadi baik, seperti halnya juga memiliki kecenderungan berbuat tidak baik, maka diperlukan upaya untuk mewujudkan harkat dan martabat kemanusiaan yang tertinggi
pada
masing
–
masing
individu. Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Manusia tidak dengan sendirinya memanusia, seperti binatang
dengan
sendirinya
membinatang. Maka dari itu manusia harus
mendapatkan
sentuhan
pendidikan, serta hidup di lingkungan masyarakat manusia, untuk dia bisa menjadi
manusia.
Pendidikan
merupakan upaya sadar yang diarahkan untuk mencapai perbaikan disegala aspek
kehidupan.
Dalam
upaya
pendidikan itulah keterlibatan orang tua (sebagai pendidik pertama, utama dan 166
Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
kodrat), orang dewasa lainnya, tokoh
butir di atas, meskipun dalam kenyataan
masyarakat serta guru, sangatlah nyata
menunjukkan perlakuan kita terhadap
terlihat.
guru masih cukup jauh dari yang pendidik
diharapkan, tetapi agaknya tidak sulit
memangku jabatan profesional, jabatan
untuk menyepakati bahwa tugasnya
tersebut adalah suatu profesi yang
adalah teramat penting. Secara makro,
sangat
berperan
dalam
pendidikan
tugas
formal.
Guru
dapat
dikatakan
Guru
sebagai
guru
berhubungan
dengan
pengembangan sumber daya manusia
menempati posisi yang sangat strategis
yang
dalam pengelolaan proses belajar pada
menentukan kelestarian dan kejayaan
pendidikan
yang
kehidupan bangsa. Dalam hubungan ini,
dan
tampaknya memang ada kecenderungan
mengajar
untuk memandang permasalahan secara
dalam rangka (untuk) mencapai tujuan
kurang jernih. Kesalahan perhitungan
yang
sudah
oleh seorang insinyur bangunan dalam
tentunya untuk kesejahteraan subyek
merancang bangunan atau kesalahan
didik. Dalam konteks itu, guru tidak
terapi yang diberikan oleh seorang
hanya membina anak untuk dapat
dokter segera disadari pentingnya oleh
menguasai ilmu pengetahuan secara
masyarakat luas berhubung dengan
kognitif saja, tapi lebih jauh dari itu
kedramatisan
adalah untuk dapat membina nilai
bertingkat
kemanusiaan pada anak. Dengan kata
meninggal. Walaupun tidak langsung
lain, disamping mencapai instructional
terlihat, agaknya juga tidak sulit untuk
effects, pencapaian nurturant effects
menyepakati, bahwa dampak negatif
sangat penting diupayakan, sehingga
kesalahan pendidikan juga tidak kalah
empat
yang
seriusnya. Kegawatan tersebut dapat
dirumuskan oleh UNESCO yaitu :
berupa terbunuhnya bakat yang secara
learning to know, learning to do,
potensial dapat memberi sumbangan
learning to be, dan learning to live
bagi pembangunan dan kelestarian serta
together, bisa diimplementasikan secara
kejayaan
bersamaan dan atau silih berganti. Maka
perusakan diri sendiri (karena kebiasaan
dari itu kita membutuhkan guru yang
hidup
formal.
merancang, mengelola
mengarahkan proses
telah
Guru-lah belajar
ditentukan,
pilar
dan
pendidikan
pada
akhirnya
dampaknya, ambruk
bangsa,
yang
akan
salah
atau
sampai dsb)
paling
bangunan pasien
dengan maupun
profesional. Dalam hubungan dengan 167 Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
perusakan
lingkungan,
yang
kesemuanya itu juga tidak terperbaiki. Bertolak dari keharusan menjaga
pembelajaran pada murid. Pengendalian di sini perlu diartikan secara khas, sejak awal tujuannya adalah pemandirian
keseimbangan antara kedaulatan murid
murid,
dan otoritas guru, serta keserasian
karena itu, harus kokoh terpatri dalam
antara
kesadaran
penumbuhan
mempertanyakan menerima
nilai
kemampuan
dan
kesediaan
lingkungan,
bukan
penjinakannya.
guru
kelebihannya
bahwa
apabila
Oleh segala
dibandingkan
maka
dengan murid adalah bersifat sementara
peranan kunci guru di dalam interaksi
dan bukan hakiki. Bila dikaji lebih jauh
pendidikan
melakukan
dari situasi yang telah dikemukakan
pengendalian yang pada dasarnya dapat
pada butir – butir di atas, jelas akan kita
ditinjau dari tiga segi. Peranan kunci itu
pertanyakan profil guru bagaimana kita
adalah:
sistematis
harapkan untuk dapat mengelola proses
pembentukan
pembelajaran dalam rangka antisipasi
kemandirian murid dengan mengatur
generasi muda kita untuk memasuki
pemberian
untuk
gerbang abad ke 21, yang penuh dengan
mengambil keputusan sesuai dengan
gejolak kemajuan itu. Bila untuk itu,
perkembangan
(b)
seandainya kita menjawab bahwa guru
pemupukan kemampuan murid dalam
kita harus profesional (yang dicirikan
pengambilan
keputusan
dengan
pada proses kemampuan pembelajaran
meningkatkan
pengetahuan
serta
diri ), tetap kita harus pertanyakan
keterampilan yang relevan, dan (c)
bagaimana ciri umum itu dan dengan
penyediaan
jalan bagaimana kita meningkatkan hal
adalah
(a)
secara
mengupayakan
kesempatan kemampuannya,
sistem
dukungan
yang
memungkinkan melaksanakan bergabai
tersebut.
alternatif bentuk kegiatan belajar yang mencerminkan
kemandirian
Bila digambarkan dalam suatu
dan
diagram bagaimana peran guru dalam
kemampuan mengambil keputusan yang
proses pembelajaran maupun dalam
semakin meningkat dengan kata lain,
kaitan
guru
sehingga
memang
segenap
mengerahkan
kemampuannya
menyediakan kondusif
harus kondisi
untuk
belajar
terjadinya
untuk yang
dengan
sistem
variabilitas
persekolahan perkembangan
sistem tersebut dapat optimal terjadi adalah sbb:
proses
168 Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
Dalam pembahasan atau analisis selanjutnya
dalam
kaitan
dengan
keterampilan
/
keahlian
dalam
bidangnya yang diperoleh lewat
globalisasi, satu asumsi yang harus
pendidikan
dipegang bahwa : untuk masa yang akan
intensif dari lembaga tertentu,
datang kita tidak bisa mengatakan apa
c) Memiliki
dan
pelatihan
tanggung
jawab
yang atas
yang pasti akan terjadi, tapi kita hanya
layanan yang diberikan demi untuk
bisa
kemaslahatan orang lain (peserta
mengatakan
kemungkinan-
kemungkinan yang akan terjadi dari menganalisa apa yang terjadi, dan kecenderungan-kecenderungan
yang
didik), d) Memiliki kemampuan dasar untuk berperilaku inovatif, kreatif dan
mungkin akan terjadi. Maka dari itu
pembelajaran
guru harus disiplin menjalankan tugas
dimilikinya tiga kemampuan dasar
profesinya, dia tidak boleh kehilangan
ini akan terjadi pengembangan diri
idealisme
secara
profesinya/keguruannya.
diri.
Dengan
berlanjut sehingga dapat
Bertolak dari itu tampaknya profil guru
beradaptasi secara berlanjut dengan
yang kita harapkan adalah :
perubahan yang terjadi. Memang, di
a) Beriman dan taqwa pada Tuhan
samping pengembangan diri dapat
Yang Maha Esa,
dilakukan secara personal dapat
b) Memiliki dasar profesional yang kuat,
baik
pula
secara
lebih
menyangkut
terencana melalui organisasi profesi.
kemampuan pedagogik, profesional,
Dalam kaitan dengan itu, salah
kepribadian ditetapkan kompetensi Untuk
yang
dilakukan
dan
sosial
sebagai guru
indikator
di ini
(yang
satu variabel yang dianggap dominan
empat
berpengaruh
Indonesia). meliputi
profesional kedisiplinan
dengan guru
“keterjadian”
tersebut,
seseorang
adalah dalam 169
Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
melakukan,
mempertahankan
meningkatkan
unjuk
dan kerja
profesionalnya.
kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan
untuk
keterampilan
Sedangkan
profesi
dapat
melayani
atau
menguasai keahlian
orang
lain
dalam dengan
diartikan sebagai suatu pekerjaan atau
memperoleh upah atau gaji dalam
jabatan
jumlah
yang
menuntut
keahlian
tertentu.
Pengakuan
guru
(expertise) dari para anggotanya. Ini
sebagai tenaga profesional dibuktikan
berarti pekerjaan atau jabatan itu harus
dengan
dikerjakan oleh orang yang sudah
Kompetensi adalah bersifat personal
terlatih/disiapkan
melakukan
dan kompleks serta merupakan suatu
Sedangkan
kesatuan utuh yang menggambarkan
pekerjaan
untuk itu.
sertifikat
kompetensi.
suatu
potensi yang mencakup pengetahuan,
pandangan yang dianut oleh seorang
keterampilan, sikap dan nilai, yang
tentang
dimiliki seseorang yang terkait dengan
profesionalisme
merupakan
pekerjaannya
melakukan
atau
dalam
pekerjaannya.
Guru
profesi
tertentu
berkenaan
dengan
merupakan suatu profesi, yang secara
bagian-bagian
hukum
secara
diaktualisasikan atau diwujudkan dalam
tidak
bisa
bentuk tindakan atau kinerja untuk
yang
tidak
telah
“expertise” dikerjakan
diakui
dan
memang oleh
orang
yang
dapat
menjalankan profesi tersebut.
disiapkan untuk itu. Dalam UU tentang
Secara lebih detail dalam UU
Guru pada Ketentuan Umum dikatakan
Guru telah dicantumkan mengenai :
bahwa
prinsip profesional guru, kualifikasi dan
:
Guru
adalah
pendidik
profesional dengan tugas utama adalah
kompetensi
mendidik,
kewajiban,
pembinaan
dan
mengarahkan, melatih, menilai dan
pengembangan
profesi
Bila
mengevaluasi peserta didik pada jalur
disimak secara lebih umum dapat
pendidikan
formal,
dikatakan bahwa ciri – ciri suatu
pendidikan
dasar
mengajar,
membimbing,
pada dan
jenjang
pendidikan
menengah. Selanjutnya pada ayat 3 pasal 1 disebutkan bahwa, profesi guru adalah pekerjaan dan atau jabatan yang memerlukan khusus,
kemampuan
yang
didapatkan
intelektual
guru,
tugas
hak guru.
dan
profesi, menyangkut tiga hal itu yaitu : 1) Didasarkan pada keilmuan tertentu (expertise) 2) Pemberian jasa didasarkan pada tanggung
jawab
(responsibility)
melalui 170
Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
demi untuk kemaslahatan orang
terkait
lain/ penerima jasa, dan
pendidikan. Dengan adanya berbagai
3) Keterikatan pada suatu kesejawatan.
upaya
dengan perbaikan
upaya
perbaikan
seperti
otonomi
Hal tersebut di atas (khususnya
pendidikan memang memberikan angin
butir 1) diterjemahkan oleh Departemen
segar bagi kebermaknaan pendidikan.
(DIKNAS) dengan acuan bahwa guru
Pengalaman beberapa tahun ini adalah
yang profesional adalah guru yang
pengalaman yang sangat berharga bagi
menguasai standar kompetensi yang
daerah otonom untuk memperbaiki
terdiri dari empat standar kompetensi
kinerjanya yang masih kelihatan secara
yaitu: standar I : Penguasaan Bidang
nyata kedodoran diberbagai aspek yang
Studi, Standar II yaitu: Pemahaman
terkait dengan inovasi penyelenggaraan
tentang Peserta Didik, Standar III yaitu:
tersebut. Kedua, faktor budaya meminta
Penguasaan Mendidik,
Pembelajaran
yang
petunjuk yang masih kental kelihatan
Standar
IV
yaitu:
bagi penyelenggara pendidikan. Malah
Kepribadian
dan
dan
Pengembangan
dibahas
tantangan
pendidikan kita untuk masa depan. Semua tantangan globalisasi dan krisis multidimensional yang berkepanjangan memang telah terjadi di negara kita. Mau tidak mau dunia pendidikan harus bahu membahu meningkatkan diri agar menjawab
tantangan
tersebut.
Dalam kaitan dengan itu, sesungguhnya pendidikan kita menghadapi kendala yang tak kurang seriusnya dibandingkan dengan tantangan tersebut. Dalam minimal
dapat
kaitan
dengan
itu,
diidentifikasi
dua
kendala pokok yaitu: pertama, kesiapan teknis
wawancara
yang mengkhawatirkan, seperti ketidak
PENUTUP
bisa
kesempatan
dengan guru menggambarkan kondisi
Keprofesional-an.
Telah
diberbagai
komponen-komponen
berdayaan guru untuk merumuskan kurikulum yang sesuai dengan tingkat satuan
pendidikannya,
bingungnya
menghadapi uji sertifikasi guru dan lain sebagainya. Hal tersebut tidak boleh terjadi, lebih-lebih dikalangan guru sebagai
ujung
tombak.
Idealisme
keguruan, kreativitas, komitmen guru harus
tumbuh
dalam
rangka
peningkatan profesinya. Guru kita harus profesional,
profesionalisme
guru
menyangkut minimal tiga hal, yaitu : (i) keahlian (expertise), (ii) komitmen dan tanggungjawab (responsibility), dan (iii) keterlibatan dalam organisasi profesi
yang 171
Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
(involvement
in
professional
organizations).
dalam rangka meningkatkan secara berkelanjutan
Keahlian menyangkut konten
keahlian
maupun
komitmen guru terhadap profesinya.
keilmuan yang harus dikuasai guru
Berdasarkan
sesuai dengan bidang yang didalami;
dirumuskan dalam suatu formula, maka
dan hal ini diperoleh melalui pendidikan
profesi guru dapat dirumuskan sebagai
formal. Komitmen dan tanggungjawab
fungsi dari keahlian (KA), komitmen
merupakan nilai profesi yang dianut
(KM), dan kinerja (KR); sehingga dapat
terkait dengan pelaksanaan tugas (tugas
diformulasi sebagai berikut: Profesi = f
pokok guru) demi kemaslahatan peserta
(KA
didik. Sedangkan keterlibatan dalam
digambarkan
suatu
terwujud sbb:
organisasi profesi
diperlukan
Menyimak berbagai uraian di
+
konsep
KM
+
di
KR),
secara
atas,
dan
bila
bila
kuadrantik
tersebut, sehingga tidak timbul kesan
atas, satu hal yang sangat penting
kaget,
direnungkan dan
perubahan-perubahan itu, sebab it’s not
diresapi oleh penyelenggara pendidikan,
a complete change, but a modification.
adalah berbagai
kearifan
dalam
perubahan
dan
bahkan
asing
terhadap
menyikapi inovasi
DAFTAR BACAAN Buchori, M., (2000). Pendidikan Jakarta: Antisipatoris. Gramedia. Delors, J. et al. (1996). Learning the Treasure Within, Education for
the 21th Century. New York : UNESCO. Depdiknas R.I (2003). UUSPN RI No. 20 Tahun 2003. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas R.I (2005) PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional 172
Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas R.I (2005) UUGD RI No. 14 Tahun 2005. Jakarta: Depdiknas. Jalal, F. & Supriadi, D., (2001). Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicipta Karya Nusa.
Semiawan, C.,(1997). Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: Grasindo. Syarief, I. & Murtadlo, D., (2002). Pendidikan Untuk Masyarakat Indonesia Baru. 70 Tahun H.A.R.Tilaar. Jakarta : Grasindo.
173 Danny Ivanno Ritonga adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan
PETUNJUK BAGI PENULIS 1. Artikel belum pernah dimuat dalam media cetak/elektronik lain, diketik 1,5 spasi pada kertas A4 sepanjang 10 – 15 halaman, dalam betuk soft copy (MS Work) dan hasil ceak (print out) sebanyak satu eksemplar. Diserahkan paling lambat satu bulan sebelum bulan penerbitan. 2. Artikel merupakan hasil penelitian atau non penelitian ( gagasan konseptual, kajian teori, aplikasi teori) yang dimuat dalam Majalah/Jurnal Generasi Kampus. 3. Artikel ditulis dalam bentuk esai, disertai judul subbab (heading). Peringkat judul subbab dinyatakan dengan karakter huruf yang berbeda : 1) peringkat 1 (huruf besar semua rata dengan tepi kiri). 2) Peringkat 2 (huruf besar-kecil dan cetak tebal), 3) Peringkat 3 (huruf besar pada awal subbab, dicetak miring dan tebal) 4. Artikel hasil penelitian memuat : a. Judul b. Nama Penulis c. Abstrak, dalam bahasa Ingris/Indonesia (memuat tujuan, metode, dan hasil penelitian : 50 – 80 kata) d. Kata-kata kunci) e. Pendahuluan ( tanpa subjudul, memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, dan rangkuman kajian teoritik) f. Metode penelitian g. Hasil penelitian h. Pembahasan i. Kesimpulan dan saran j. Daftar pustaka 5. Artikel Non Penelitian memuat : a. Judul b. Nama Penulis c. Abstrak, dalam bahasa Ingris/Indonesia ( 50 – 80 kata) d. Kata-kata kunci) e. Pendahuluan ( tanpa subjudul, pengantar topic utama diakhiri dengan rumusan tentang hal-hal pokok yang akan dibahas). f. Sub Judul (sesuai dengan kebutuhan) g. Sub Judul (sesuai dengan kebutuhan) h. Sub Judul ( sesuai dengan kebutuhan) i. Penutup ( atau kesimpulan dan saran) j. Daftar pustaka 6. Daftar pustaka hanya mencantumkan sumber yang dirujuk dalam uraian tulisan saja, diurutkan secara alfabetis, disajikan seperti contoh beikut : Dryden G dan Dr. Vos Jeannette. (2001). Revolusi Cara Belajar. Bandung : Kaifa. Heninic, Molenda. Russel dan Smadino (1996). Intructional Media and Technology for Learning. New Jersey :Prentice Hall Inc
ISSN 1978-869X