ISSN: 2301-4717 Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 103
Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Keuangan Perusahaan di Bursa Efek Indonesia Hilmi
125
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Muhammad Arfan dan Pasrah
135
Pengaruh Karakteristik Sasaran Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah pada Kabupaten Aceh Singkil Muhammad Saleh dan Heriadi
Analisis Kinerja Keuangan PDAM Tirta Mon Pase Aceh Utara Naz’aina
145
151
Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Studi pada Emiten Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010 Rahmawaty dan Imaniar
165
Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan terhadap Kualitas Laba Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2009 Rulfah M. Daud dan Dara Muliyani
177
PFaktor Keberhasilan Kritis, Enterprise Resource Planning System, Management Control System Formal dan Kinerja Tubagus Ismail
JURUSAN AKUNTANSI Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
Jurnal Akuntansi dan Keuangan ISSN: 2301-4717 VOLUME 2, NOMOR 2, AGUSTUS 2012 HALAMAN 103 – 190
Terbit 2 kali dalam setahun pada setiap bulan Februari dan Agustus, berisi tulisan yang diangkat dari hasil-hasil penelitian maupun pemikiran bidang akuntansi dan atau keuangan yang relevan bagi pengembangan profesi dan praktek akuntansi di Indonesia EDITORS M. Haykal (Chief of Editor) Hilmi (Managing Editor) Muammar Khaddafi, Amru Usman Hendra Raza, Mursyidah Rita Mutia, Naz’aina Iswadi, Yurina
REVIEWERS Ade Fatma Lubis Universitas Sumatera Utara
Adi Zakaria Affif Universitas Indonesia
Erlina Universitas Sumatera Utara
Fachruzzaman Universitas Bengkulu
Julli Mursyida Universitas Malikussaleh
Islahuddin Universitas Syiah Kuala
Kamil Md. Idris School of Accountancy UUM-Malaysia
Murhaban Universitas Malikussaleh
Rini Indriani Universitas Bengkulu
Syukri Abdullah Universitas Syiah Kuala
TB. Ismail Universitas Tirtayasa
Wahyuddin Universitas Malikussaleh
Zaafri Husodo Universitas Indonesia EDITORIAL SECRETARY Rayyan Firdaus Harry Hassan Masyarafah Kusnandar Zainuddin EDITORIAL OFFICE Gedung Jurusan Akuntansi FE-Unimal Kampus Bukit Indah, Lhokseumawe Telp/Fax. 0645-40210/0645-40211 Email:
[email protected] JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN diterbitkan sejak Februari 2011 Oleh Jurusan Akuntansi FE-Unimal Redaksi menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah diketik rapi sesuai kebijakan editorial (lihat dihalaman belakang jurnal) di atas kertas HVS A4 spasi ganda dengan jumlah 30 – 40 halaman. Naskah yang masuk akan dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format.
Daftar Isi Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Keuangan Perusahaan di Bursa Efek Indonesia H i l m i
103-123
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Muhammad Arfan dan Pasrah
125-134
Pengaruh Karakteristik Sasaran Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah pada Kabupaten Aceh Singkil Muhammad Saleh dan Heriadi
135-144
Analisis Kinerja Keuangan PDAM Tirta Mon Pase Aceh Utara Naz’aina
145-150
Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Studi pada Emiten Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010 Rahmawaty dan Imaniar
151-163
Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan terhadap Kualitas Laba Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di BEI Tahun 2007-2009 Rulfah M. Daud dan Dara Muliyani
165-176
Faktor Keberhasilan Kritis, Enterprise Resource Planning System, Management Control System Formal dan Kinerja Tubagus Ismail
177-190
Jurnal2,Akuntansi Volume Nomor 2, Agustus dan2012 Keuangan ISSN: 2301-4717
Jurnal Akuntansi dan2,Keuangan 103 Volume 2, Nomor Agustus 2012
p 103-123
HUBUNGAN CORPORATE GOVERNANCE DAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DI BURSA EFEK INDONESIA hilmi Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
The research was conducted at the company listed in the Indonesia Stock Exchange in 2004 until 2008. The research sample was taken based on purposive sampling, with criteria (1) On the top 10 companies listed as corporate governance which is issued by IICG period 2004 to 2008. (2) Issuing the financial statements of the accounting period 2004 to 2008. Based on the results of data processing result that H01: there is a positive relationship between the implementation of Corporate Governance (CG) of the company’s financial performance based on Tobin’s q or ROE shows that the Corporate Governance (CG) positive effect on financial performance based on Tobin’s q which can be seen from the value of the regression coefficient of 0.146. As for the test based on ROE also obtain a positive regression coefficient is equal to 2.558. Based on these results the hypothesis Are There is a positive relationship between the implementation of Corporate Governance (CG) of the company’s financial performance based on Tobin’s q or ROE acceptable. For the second hypothesis H02 is the application of Corporate Governance (CG) has either partially and simultaneously the quality of a company’s financial performance based on Tobin’s q or ROE can be explained as follows. For the implementation of Corporate Governance (CG) effect is partially based on Tobin’s q hypothesis should be rejected it can be seen from the p-value of 0.957 t greater than the value of α = 0.05. As for the implementation of Corporate Governance (CG) has partially rejected by ROE seen also this can be seen from the p-value of 0.118 t greater than the value of α = 0.05. Simultaneous application of Corporate Governance (CG) significantly affect the company’s financial performance based on Tobin’s q this can be seen from the p-value of 0.016 F greater than the value of α = 0.05. As for the implementation of Corporate Governance (CG) has simultaneously by ROE shows that Corporate Governance (CG) did not significantly affect the financial performance of companies based on ROE, it can be seen from the p-value of 0.105 F greater than the value of α = 0 , 05. Keywords: corporate governance, company assets, growth opportunity, company sized
Latar Belakang Penerapan corporate governance dapat meningkatkan posisi perusahaan di mata pasar sehingga dapat meningkatkan nilai pemegang sahamnya, Corporate governance memberikan gambaran mengenai moralitas orang-orang yang bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan. Sedangkan di lain pihak orang-orang tersebut dapat memilih apakah dalam kondisi tertentu akan melaksanakan praktik corporate governance atau tidak. (Sutawinangun, 2004) Lemahnya Corporate Governance sering
disebut sebagai salah satu penyebab krisis keuangan di negara-negara di Asia (Johnson dkk., 2000 dan Mitton,2002). Johnson dkk.(2000) dalam penelitiannya, telah menunjukkan bahwa variable Corporate Governance yang diterapkan dalam suatu negara lebih mampu menjelaskan luasnya depresiasi mata uang dan menurunnya kinerja pasar modal di negaranegara berkembang dibandingkan variabelvariabel makro ekonomika, pada periode krisis. Ciri utama dari lemahnya Corporate Governance adalah adanya tindakan mementingkan diri sendiri di pihak para manajer perusahaan. Jika
104 h i l m i
para manajer perusahaan melakukan tindakantindakan yang mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan kepentingan investor, maka akan menyebabkan jatuhnya harapan para investor tentang pengembalian (return) atas investasi yang telah mereka tanamkan. Dengan demikian, secara agregat, hal tersebut akan mengakibatkan aliran masuk modal (capital inflows) ke suatu negara mengalami penurunan sedangkan aliran keluar (capital outflows) dari suatu negara mengalami kenaikan. Akibat selanjutnya adalah menurunnya harga-harga saham di negara tersebut, sehingga pasar modalnya menjadi tidak berkembang dan menurunnya nilai pertukaran mata uang Negara tersebut. Pada saat ini, pembahasan tentang proteksi investor merupakan hal yang sangat krusial. La Porta dkk. (2000) telah membuktikan bahwa di beberapa negara, ekspropriasi yang dilakukan oleh para manajer dan para pemegang saham pengendali (controlling shareholders) terhadap para pemegang saham minoritas dan para kreditor sangat besar. Pada saat para investor mendanai perusahaan, mereka menghadapi risiko dan kadang-kadang besar kemungkinannya bahwa return atas investasi yang mereka tanamkan tidak pernah material, karena para manajer dan pemegang saham pengendali melakukan ekspropriasi terhadap mereka. Corporate Governance merupakan serangkaian mekanisme yang dapat melindungi pihak-pihak minoritas (outside investors/minority shareholders) dari ekspropriasi yang dilakukan oleh para manajer dan pemegang saham pengendali (insider) dengan penekanan pada mekanisme legal (Shleiver dan Vishny,1997). Pendekatan legal dari Corporate Governance memiliki arti bahwa mekanisme kunci dari Corporate Governance adalah proteksi investor eksternal (outside investors), baik pemegang saham maupun kreditor, melalui sistem legal, yang dapat diartikan dengan hukum dan pelaksanaannya. Meskipun reputasi dan gagasangagasan yang dimiliki oleh para manajer dapat membantu dalam meraih dana, variasi dalam hukum dan pelaksanaannya merupakan hal utama dalam memahami mengapa perusahaanperusahaan dalam beberapa negara lebih mudah
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
mendapatkan dana dibanding perusahaanperusahaan yang lainnya. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penerapan Corporate Governance bervariasi antar satu negara dengan negara yang lain. Penelitian-penelitian tersebut pada dasarnya menunjukkan adanya perbedaan sistem hukum yang melindungi investor antar negara (lihat, misal, La Porta dkk., 2000). Perbedaan dalam sistem hukum tersebut selanjutnya akan berpengaruh pada struktur kepemilikan, perkembangan pasar modal, dan perekonomian suatu negara (lihat, misal, review artikel, La Porta dkk., 2000). Adanya konsekuensi ekonomis dari variasi penerapan Corporate Governance di tingkat negara menimbulkan berbagai pertanyaan baru di kalangan para pakar di bidang ekonomi. Besar kemungkinan bahwa tidak semua perusahaan dalam Negara yang sama menawarkan proteksi dengan tingkat yang sama kepada para investornya. Jika Corporate Governance merupakan faktor yang signifikan pada kondisi krisis, maka Corporate Governance tidak hanya mampu menjelaskan perbedaan kinerja antar negara selama periode krisis, akan tetapi juga perbedaan kinerja antar perusahaan dalam suatu negara tertentu. Penelitian tentang variasi penerapan Corporate Governance di tingkat perusahaan masih sangat sedikit dilakukan. Penelitian dampak penerapan Corporate Governance pada kinerja sangat menarik untuk dilakukan pada periode krisis. Coporate governance menjadi sesuatu yang lebih penting dalam kondisi krisis keuangan karena dua alasan (Mitton, 2002). Pertama, ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas menjadi lebih parah pada periode krisis. Johnson (2000) berpendapat bahwa krisis dapat mendorong para manajer untuk lebih melakukan ekspropriasi pada saat return atas investasi yang diharapkan semakin menurun. Alasan kedua, krisis dapat mendorong para investor untuk lebih memperhatikan pentingnya keberadaan Corporate Governance . Rajan dan Zingales (1998) seperti dikutip oleh Mitton (2002) menyatakan bahwa para investor mengabaikan kelemahan dari perusahaan-perusahaan di Asia Timur (East Asian) pada saat negara-negara
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 105
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
tersebut pada kondisi perekonomian yang baik, akan tetapi secara cepat menarik investasi mereka pada saat krisis dimulai, karena para investor percaya bahwa negara tersebut tidak memiliki proteksi institusional yang memadai terhadap investasi yang mereka tanamkan. Dengan adanya dua lasan tersebut, perusahaan dengan Corporate Governance yang kurang baik dapat kehilangan nilai relatif lebih besar pada saat kondisi krisis. Beberapa penelitian tentang Corporate Governance di tingkat perusahaan sebagian besar dilakukan di Amerika dan di perusahaanperusahaan yang tergabung dalam OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) (lihat, misal, survei yang dilakukan oleh Shleifer dan Vishny, 1997). Penelitian yang dilakukan di negara yang sedang berkembang masih sangat sedikit dilakukan. Black (2001) berargumen bahwa pengaruh praktik Corporate Governance terhadap nilai perusahaan akan lebih kuat di negara berkembang dibandingkan di negara maju. Hal tersebut dikarenakan oleh lebih bervariasinya praktik Corporate Governance di Negara berkembang dibandingkan negara maju. Durnev dan Kim (2002) memberikan bukti bahwa praktik Corporate Governance lebih bervariasi di negara yang memiliki lingkungan hukum yang lebih lemah. Menurut Berghe dan Ridder (1999), menghubungkan kinerja perusahaan dengan Good Governance tidak mudah dilakukan. Beberapa penelitian menunjukkan tidak ada hubungan Corporate Governance dengan kinerja perusahaan, misalnya penelitian Daily dkk. (1998) dan Deloitte dan Touche (1996) sebagaimana yang dikutip oleh Kakabadse dkk, (2001). Demikian juga dengan Young (2003) yang menganalisis beberapa penelitian yang menghubungkan Corporate Governance dengan kinerja perusahaan. Di lain pihak, berdasarkan beberapa hasil penelitian, Berghe dan Ridder menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai poor performance disebabkan oleh poor governance. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Gompers dkk. (2003) yang menemukan hubungan positif antara indeks Corporate Governance dengan kinerja perusahaan jangka panjang.
Menurut Kakabadse dkk, (2001) perbedaan hasil penelitian tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) perspektif teoritis yang diterapkan, 2) metodologi penelitian, 3) pengukuran kinerja, dan 4) perbedaan pandangan atas keterlibatan dewan dalam pengambilan keputusan. Walaupun penelitian-penelitian tentang hubungan Corporate Governance dengan kinerja perusahaan menunjukkan hasil yang berbeda, namun semuanya menyatakan bahwa Corporate Governance mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap kinerja perusahaan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: Tujuan pertama mengetahui apakah terdapat Hubungan Corporate Governance (CG) terhadap Kinerja Keuangan perusahaan. Sedangkan tujuan kedua mengetahui apakah Corporate Governance (CG) berpengaruh baik secara parsial dan simultan terhadap kinerja keuangan perusahaan. tinjauan pustaka Pengertian Corporate Governance dan Perspektif Keagenan Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah karyawan, serta pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Tujuan Corporate Governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (Stakeholders). Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami Corporate Governance. Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara principal dan agen (dikembangkan oleh Coase, 1937; Jensen and Meckling, 1976; dan Fama and Jensen, 1983). Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahaan antara kepemilikan (di pihak principal/investor) dan pengendalian (di pihak agent/manajer). Investor memiliki harapan bahwa manajer akan menghasilkan returns dari uang yang mereka investasikan. Oleh karena itu, kontrak yang baik antara investor dan manajer adalah kontrak yang mampu menjelaskan spesifikasispesifikasi apa sajakah yang harus dilakukan
106 h i l m i
manajer dalam mengelola dana para investor, dan spesifikasi tentang pembagian return antara manajer dengan investor. Secara ideal, investor dan manajer sebaiknya menandatangani kontrak yang lengkap/komplit, yang menspesifikasikan secara tepat apa saja yang akan dilakukan oleh manajer di segala kemungkinan yang terjadi, dan bagaimana laba perusahaan akan dialokasikan. Namun demikian, sebagian besar faktorfaktor kontinjensi sulit untuk dilihat/diramal sebelumnya, sehingga kontrak yang lengkap sulit untuk diwujudkan. Dengan demikian, investor diharuskan untuk memberikan hak pengendalian residual (residual control right) kepada manajer, yaitu hak untuk membuat keputusan dalam kondisi-kondisi tertentu yang sebelumnya belum terlihat dikontrak. Hak pengendalian residual yang dimiliki oleh manajer memungkinkan untuk diselewengkan dan akan menimbulkan masalah keagenan yang dapat diartikan dengan sulitnya investor memperoleh keyakinan bahwa dana yang mereka tanamkan tidak dikelola dengan semestinya oleh manajer. Manajer memiliki hak untuk mengelola perusahaan dan dengan demikian, manajer memiliki hak diskresioner dalam mengelola dana investor. Kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya adalah bahwa manajer dapat melakukan ekspropriasi dana investor. Ekspropriasi yang dilakukan oleh manajer dapat dilakukan dengan berbagai cara/bentuk, mulai dari penggelapan dana investor, menjual produk perusahaan kepada perusahaan yang dimiliki oleh manajer dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar, hingga menjual aset perusahaan lainnya ke perusahaan yang dimiliki oleh manajer. Bahkan, yang paling parah, ekspropriasi yang dilakukan oleh manajer bisa berupa mempertahankan jabatan/ posisi pekerjaannya meskipun mereka sudah tidak berkompeten atau berkualitas lagi dalam menjalankan usahanya (Shleifer dan Vishny, 1989). Jensen dan Ruback (1983) berargumen bahwa manajer yang tidak berkualitas yang bertahan untuk bisa digantikan merupakan perujudan dari masalah keagenan yang paling mahal. Teori keagenan berusaha untuk menjawab
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
masalah keagenanan yang terjadi jika pihakpihak yang saling bekerja sama memiliki tujuan dan pembagian kerja yang berbeda. Secara khusus teori keagenan membahas tentang adanya hubungan keagenan, dimana suatu pihak tertentu (principal) mendelegasikan pekerjaan kepada pihak lain (agent), yang melakukan pekerjaan. Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan (Eisenhardt, 1989). 1. Masalah keagenan yang timbul pada saat (a) keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan dan (b) merupakan suatu hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen. Permasalahannya adalah bahwa prinsipal tidak dapat memverifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat. 2. Masalah pembagian risiko yang timbul pada saat prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko. Dengan demikian, prinsipal dan agen mungkin memiliki preferensi tindakan yang berbeda yang dikarenakan adanya perbedaan preferensi terhadap risiko. Oleh karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989). Asumsiasumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan diri sendiri (selfinterest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas, dan adanya asimetri informasi antara principal dan agen. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan. Konflik kepentingan yang dikarenakan oleh
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 107
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
kemungkinan bahwa agen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal memicu terjadinya biaya keagenan. Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan ada tiga jenis biaya keagenan. Prinsipal dapat membatasi divergensi dari kepentingannya dengan menetapkan insentif yang layak dan dengan mengeluarkan biaya monitoring (monitoring cost) yang dirancang untuk membatasi aktivitas-aktivitas yang menyimpang yang dilakukan oleh agen. Dalam beberapa situasi tertentu, agen memungkinkan untuk membelanjakan sumber daya perusahaan (biaya bonding/bonding cost) untuk menjamin bahwa agen tidak akan bertindak yang dapat merugikan prinsipal atau untuk meyakinkan bahwa prinsipal akan memberikan kompensasi jika dia benar-benar melakukan tindakan tersebut. Namun demikian, masih bisa terjadi divergensi antara keputusan-keputusan agen dengan keputusan-keputusan yang dapat memaksimalkan kesejahteraan agen. Nilai uang yang ekuivalen dengan pengurangan kesejahteraan yang dialami oleh prinsipal juga merupakan biaya yang timbul dari hubungan keagenan. Biaya sejenis ini disebut kerugian residual (residual loss). Jensen dan Meckling (1976) juga menunjukkan adanya tiga unsur tambahan yang dapat membatasi perilaku menyimpang yang dilakukan oleh agen. Unsur-unsur tersebut adalah bekerjanya pasar tenaga manajerial, bekerjanya pasar modal dan unsure bekerjanya pasar bagi keinginan menguasai dan memiliki/mendominasi kepemilikan perusahaan (market for corporate control). Agen bisa tidak bermasa depan bila kinerjanya buruk sehingga diberhentikan oleh pemegang saham. Pasar tenaga kerja manajerial akan menghapus kesempatan pengelola yang tidak mempunyai kinerja baik dan berperilaku menyimpang dari keinginan pemegang saham perusahaan yang dikelolanya. Bekerjanya pasar modal secara efisien bisa menjadi cermin kinerja manajer dari harga saham perusahaannya. Bekerjanya market for corporate control bisa menghambat tindakan menguntungkandiri pengelola sendiri dalam hal menghentikan pengelola dari jabatannya jika perusahaan yang dikelolanya mempunyai kinerja rendah
yang memungkinkanpemegang saham baru menggantinya dengan pengelola lain setelah perusahaan diambil alih. Berkaitan dengan masalah keagenan, Corporate Governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate Governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak mengutungkan berkaitan dengan dana/ kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengkontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997). Corporate Governance merupakan suatu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan direksinya (dewan direksi dan komisasris, untuk negaranegara yang menganut sistem hukum two-tier, termasuk Indonesia), para pemegang sahamnya dan stakeholders lainnya (OECD, 1999). Corporate Governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaransasaran (objectives) dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut dan sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja. Good Corporate Governance harus memberikan insentif yang tepat untuk dewan direksi dan menejemen dalam rangka mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan dari sisi kepentingan perusahaan dan para pemegang saham dan juga harus dapat memfasilitasi monitoring yang efektif, sehingga mendorong perusahaan untuk menggunakan sumberdaya secara efisien (OECD, 1999). Kinerja Perusahaan Untuk mengukur kinerja perusahaan yang penting dilakukan, baik oleh pihak manajemen, pemengang saham, maupun pemerintah, karena hal ini menyangkut distribusi kesejahteraan
108 h i l m i
diantara mereka. Perusahaan yang selalu menilai dan mengevaluasi kinerja perusahaan meraka dapat mengetahui letak kekurangannya yang harus segera mereka perbaiki agar perusahaan dapat mewujudkan tujuannya dengan baik. Begitu juga dengan para investor ataupun investor saham itu sendiri, mereka perlu perlu melakukan penilaian kinerja agar mereka mengatahui secara jelas nagaimana prospek saham tersebut di kemudian hari. Masyarakat, khususnya para investor mengharapkan agar perusahaan tempat mereka menanamkan modalnya dapat meningkatkan kinerjanya. Hal ini wajar mengingat mereka telah bersedia menanamkan modalnya dengan membeli saham tersebut karena janji-janji emitem dalam prospectus yang diyakini baik. Kinerja perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam variabel dan indikator pengukuran. Pada aspek keuangan, sumber utama variabel atau indikator yang dijadikan dasar penilaian kinerja perusahaan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan laporan berisi catatan sistematis tentang posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode tertentu. Berdasarkan laporan ini dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang sering dijadikan dasar penilaian kinerja perusahaan. Menurut surat keputusan menteri keuangan republik Indonesia No. 198/KMK/016/1998 tentang penilaian tingkat kesehatan badan usaha milik Negara, terdapat 8 (delapan) indicator keungan yang digunakan, yaitu: 1. Imbalan kepada pemegang saham/Return on equity (ROE), yaitu perbandingan laba setelah pajak dengan akuitas perusahaan. Rasio ini digunakan untuk melihat kemampuan dari modal sendiri perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi pemegang sahamnya. 2. Imbalan investasi/Return on Invesment (ROI), yaitu laba setelah pajak dibandingkan terhadap total asset perusahaan. Rasio ini bertujuan untuk melihat kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan laba perusahan. 3. Rasio kas (cash rasio), yaitu perbandingan antar kas dan efek terhadap hutang lancarnya, rasio ini digunakan untuk melihat kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
harus segera dipenuhi dengan kas tersedia dalam perusahaan dan efek yang dapat segera diuangkan. 4. Rasio lancar (Current ratio), yaitu perbandingan antar aktiva lancar dengan hutang lancarnya. Yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. 5. Collection period (CP), periods yang diperlukan perusahaan untuk mengumpulkan piutangnya. 6. Perputaran persediaan (PP), yaitu perbandingan antara total persediaan dengan total pendapataan usaha, rasio ini bertujuaan untuk melihat kemampuan dana yang tertanam dalam persediaaan berputar dalam suatu periode tertentu. 7. perputarn total aset/total asset turnover (TATO), yaitu perbandingan antara total pendapatan dengan jumlah aktiva. Rasio ini digunakan untuk melihat kemampuan dana yang tertanam dalm keseluruhan aktiva berputar dalam suatu periode tertentu. 8. Rasio Total modal sendiri terhadap total aset (TMS thd TA), yaitu perbandingan antar total ekuitas dengan total asset yang dimiliki perusahan. Beberapa penelitian terdahulu juga telah membuktikan bahwa rasio keuangan telah lama digunakan sebagai alat untuk menguji laporan keuangan pada berbagai peristiwa dan untuk memprediksi kebangkrutan (Altman, 1968; olson, 1980, Thomson, 1991) dalam Erika (2004). Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan. Johnson dkk. (2000) memberikan bukti bahwa rendahnya kualitas corporate governance dalam suatu negara berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan pada masa krisis di Asia. Johnson dkk. mendefinisikan Corporate Governance sebagai efektivitas mekanisme yang bertujuan meminimisasi konflik keagenan, dengan penekanan khusus pada mekanisme legal yang mencegah dilakukannya ekspropriasi atas pemegang saham minoritas. Penjelasan
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 109
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
teoritis yang mendasari penelitian Johnson dkk. adalah bahwa jika ekspropriasi yang dilakukan oleh para manajer meningkat pada saat tingkat kembalian investasi yang diharapkan oleh investor jatuh, maka shock yang diakibatkan dari menurunya tingkat kepercayaan investor akan mendorong terjadinya penurunan capital inflow dan meningkatnya capital outflows dari suatu negara. Akibat selanjutnya adalah menurunnya harga saham dan nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan. Penelitian Johnson dkk. dilakukan dengan menggunakan sampel penelitian sebanyak 25 negara yang sedang berkembang pasar modalnya (emerging market), termasuk Indonesia diantaranya, dan menggunakan alat analisis regresi. Variabel Corporate Governance diukur dengan menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh La Porta dkk. (1998), yang terdiri dari judicial efficiency, corruption, rule of law, enforceable minority shareholder rights, antidirector rights, creditors rights, dan accounting standars. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabelvariabel Corporate Governance lebih bisa menjelaskan variasi dari perubahan nilai tukar mata uang dan kinerja pasar modal, dibandingkan dengan variabel-variabel ekonomimakro. Dengan menggunakan sampel sebanyak 49 negara, La Porta (1997) menunjukkan bahwa negara-negara yang melakukan proteksi terhadap para pemegang saham, yang diukur dengan caracter of legal rules and the quality of law enforcement, memiliki pasar modal yang lebih berkembang, lebih besar listed securities per capita, dan rate of IPO activity yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara yang kurang baik melakukan proteksi terhadap para pemegang saham. Penemuan mereka menunjukkan hasil yang sejalan, baik untuk equity maupun debt market. Negara negara yang lebih baik dalam melakukan proteksi pada para kreditor memiliki credit market yang lebih besar. Melalui pengaruhnya terhadap perkembangan pasar modal, proteksi investor dapat mempengaruhi perekonomian riil. Menurut Beck dkk. (2000), perkembangan dalam bidang keuangan dari suatu negara dapat mempercepat pertumbuhan dengan
tiga cara. Pertama, meningkatkan tabungan (savings). Kedua, menanamkan tabungan tersebut ke dalam investasi riil, sehingga bisa mempercepat akumulasi kapital. Ketiga, dengan luasnya pengendalian keputusan-keputusan investasi yang dimiliki oleh pihak-pihak institusi keuangan, maka perkembangan dalam bidang keuangan tersebut akan mendorong aliran modal ke arah penggunaan yang lebih produktif, sehingga bisa meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya. Ketiga hal tersebut akan mempunyai dampak besar terhadap pertumbuhan perekonomian dalam suatu negara. Beberapa penelitian telah membuktikan adanya hubungan perkembangan di bidang keuangan dengan pertumbuhan ekonomi. King dan Levine (1993) seperti dikutip La Porta dkk. (2000) menunjukkan bahwa negara yang memiliki pasar modal yang besar memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat di masa datang. Penelitian yang dilakukan oleh DemirgucKunt dan Maksimovic (1998); Levine dan Zervos (1998); Rajan dan Zingales (1998); dan Carlin dan Mayer (1999) menunjukkan hasil yang konsisten, dengan membuktikan adanya dampak pengembangan di bidang keuangan terhadap pertumbuhan suatu negara (lihat La Porta dkk., 2000). Sejalan dengan penelitian-penelitian di atas, seperti yang dilansir dalam Black dkk. (2003), Modigliani dan Perotti (2000) menemukan bahwa besarnya premium dari high-voting shares (menunjukkan lemahnya perlindungan pada investor minoritas) dan tingkat korupsi mengakibatkan tidak berkembangnya pasar saham. Levine (1998, 1999) menemukan bahwa kualitas pengungkapan akuntansi mempengaruhi ukuran pasar saham. Sebagian besar penelitian tentang variasi Corporate Governance di tingkat perusahaan dilakukan di Amerika dan negara-negara anggota OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) (lihat, misal, survei yang dilakukan oleh Shleifer dan Vishny, 1997). Penelitian yang dilakukan di negara yang sedang berkembang masih sangat sedikit dilakukan. Black (2001) berargumen bahwa pengaruh praktik Corporate Governance terhadap nilai perusahaan akan lebih kuat di negara
110 h i l m i
berkembang dibandingkan di negara maju. Hal tersebut dikarenakan oleh lebih bervariasinya praktik Corporate Governance di negara berkembang dibandingkan negara maju. Durnev dan Kim (2002) memberikan bukti bahwa praktik Corporate Governance lebih bervariasi di negara yang memiliki lingkungan hukum yang lebih lemah. Black dkk. (2003) memberikan bukti bahwa Corporate Governance merupakan faktor penting dalam menjelaskan nilai perusahaanperusahaan publik di Korea. Klapper dan Love (2002) menemukan adanya hubungan positif antara Corporate Governance dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan return on assets (ROA) dan Tobin’s Q. Penemuan penting lainnya dari penelitian mereka adalah bahwa penerapan Corporate Governance di tingkat perusahaan lebih memiliki arti dalam negara berkembang dibandingkan dalam negara maju. Hal tersebut menujukkan bahwa perusahaan yang menerapkan Corporate Governance yang baik akan memperoleh manfaat yang lebih besar di negara-negara yang lingkungan hukumnya buruk. Mitton (2000) menujukkan bahwa variabelvariabel yang berkaitan dengan Corporate Governance mempunyai dampak yang kuat terhadap kinerja perusahaan selam periode krisis di Asia Timur (tahun 1997 sampai dengan tahun 1998). Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan sampel sebanyak 398 perusahaan yang berada di Indonesia, Korea, Malaysia, Pilipina, dan Tailand. Perusahaan dengan kualitas pengungkapan yang lebih baik, kepemilikan pihak eksternal yang lebih terkonsentrasi, dan perusahaan yang lebih terfokus (dibandingkan dengan yang terdiversifikasi) memiliki kinerja pasar yang lebih baik. Beberapa penelitian lain lebih menitik beratkan pada salah satu komponen dari Corporate Governance. Shivdasani (1993) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji apakah perbedaan dalam struktur dewan direksi (dewan direksi dan komisaris untuk Indonesia) dan kepemilikan ekuitas memiliki kontribusi terhadap kemungkinan perusahaan untuk diakuisisi (hostile take over). Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
dewan direksi dan struktur kepemilikan merupakan determinan yang signifikan terhadap kemungkinan suatu perusahaan menjadi sasaran target akuisisi. Bukti penelitian menunjukkan bahwa komisaris independen dari perusahaan target lebih terbatas untuk secara aktif memonitor perilaku manajemen dibandingkan yang terjadi di perusahaan non target. Dengan melakukan metaanalisis, Dalton dkk.(1999) menemukan adanya hubungan sistematik antara ukuran dewan direksi dan kinerja perusahaan. Penelitian yang pernah diteliti di Indonesia tentang Corporate governance dan Kinerja perusahaan, Darmawati, Dkk (2002) Hasil penelitian menunjukkan bahwa, untuk model regresi dengan return on equity sebagai variabel dependennya, hanya variabel corporate governance yang secara statistik signifikan mempengaruhi return on equity. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian didukung, yaitu bahwa corporate governance mempengaruhi kinerja operasi perusahaan. Sedangkan Hasil analisis model regresi dengan Tobin’s q sebagai variabel dependennya menunjukkan bahwa baik variabel corporate governance secara statistik tidak mempengaruhi kinerja pasar perusahaan. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa corporate governance mempengaruhi kinerja pasar perusahaan secara statistik tidak didukung. Hal ini mungkin dikarenakan respon pasar terhadap implementasi corporate governance tidak bias secara langsung (imediate) akan tetapi membutuhkan waktu. Variabel Independen Corporate Governance
Variabel Dependen Kinerja (ROE)
Komposisi aktiva Kesempatan tumbuh Ukuran perusahaan Gambar 1. Hubungan Antar Variabel-Variabel Penelitian
METODE penelitian Data dan model Dalam penelitian ini adalah yang menjadi populasi perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2004 sampai dengan tahun
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
2008. Sampel penelitian diambil atas dasar purposive sampling, dengan kriteria (1) Termasuk dalam 10 besar perusahaan corporate governance yang dikeluarkan oleh IICG periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. (2) Menerbitkan laporan keuangan periode akuntansi tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. Dikarenakan hanya 10 besar perusahaan corporate governance yang dikeluarkan oleh IICG periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 saja yang diambil menjadi sampel maka jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 perusahaan.
PS
Penelitian ini menggunakan data sebagai berikut: (1) Laporan keuangan (annual report) tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 untuk setiap perusahaan yang termasuk dalam 10 besar perusahaan corporate governance yang dikeluarkan oleh IICG (2) Corporate Governance didapat dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan Corporate Governance Perception Index (CGPI) (3). Komposisi aktiva dengan menggunakan rasio antara aktiva tetap terhadap total penjualan yang diperoleh dari laporan keuangan (4). Kesempatan pertumbuhan diukur dengan menggunakan ratarata pertumbuhan penjualan selama tiga tahun terakhir (5). Data tentang penjualan dari laporan keuangan yang telah di log natural. Variabel Kinerja Perusahaan Variabel-variabel dependen penelitian ini adalah kinerja keuangan perusahaan. Dalam penelitian ini kinerja keuangan perusahaan diukur dengan menggunakan Tobin’s q sebagai ukuran penilaian pasar (Klapper dan Love, 2002; Black dkk. 2003) dan return on equity (ROE) sebagai ukuran kinerja operasional perusahaan (Klapper dan Love, 2002). Tobin’s q dihitung dengan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Chung dan Pruitt, 1994, yaitu: Tobin’s q = (MVE + PS + DEBT)/TA Dimana MVE : Harga penutupan saham di akhir tahun buku x banyaknya saham biasa yang beredar.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 111
: Nilai likuidasi dari saham preferen yang beredar. DEBT : (utang lancar-aktiva lancar) + nilai buku sediaan + utang jangka panjang. TA : Nilai buku total aktiva.
Peneliti menyesuaikan rumus tersebut dengan kondisi transaksi keuangan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dengan demikian, rumus yang digunakan untuk mengukur Tobin’s q menggunakan rumus sebagai berikut (Klapper dan Love, 2002; Black dkk. 2003): Tobin’s q = (MVE + DEBT)/TA ROE dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ROE = Laba bersih /Total Equity Variabel Corporate Governance (CG) Variabel independen penelitian ini adalah Corporate Governance. Variabel ini diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh IICG. Berdasarkan hasil survei, maka diperoleh Corporate Governance Perception Index (CGPI). CGPI merupakan gabungan dari tujuh komponen, ketujuh komponen tersebut adalah: 1) Komitmen terhadap Corporate Governance, 2) Hak pemegang saham, 3) Tata kelola dewan komisaris, 4) Komite-komite fungsional (yang membantu tata kelola dewan komisaris), 5) Direksi, 6) Transparansi, dan 7) Hubungan dengan stakeholders. Variabel kontrol Variabel Corporate Governance memiliki kemungkinan untuk secara endogen ditentukan oleh berbagai faktor. Dengan mengakui sifat endogenitas dari variabel Corporate Governance, kita hanya dapat menginterpretasikan hasil penelitian sebagai suatu hubungan yang parsial. Di bawah ini merupakan berbagai variabel yang secara teori menentukan penerapan Corporate
112 h i l m i
Governance di perusahaan. a. Komposisi aktiva perusahaan. Perusahaan yang memiliki aktiva tak berujud dan aktiva lancar yang besar cenderung untuk menerapkan corporate governance yang lebih ketat. Hal ini dikarenakan aktiva lancar dan aktiva tak berujud lebih mudah diselewengkan dibandingkan dengan aktiva tetap berwujud. Hal ini dikarenakan bahwa aktiva berujud mudah dimonitor dan sulit untuk dicuri. Dengan demikian, korelasi antara proporsi aktiva tetap dengan Corporate Governance akan negatif (Klapper dan Love, 2002; Himmelberg dkk., 1999; Himmelberg, Hubbard dan Love 2001). Hubungan ini sangat penting untuk diperhatikan pada saat kita mengestimasi hubungan antara Corporate Governance dengan kinerja, karena besarnya proporsi aktiva tidak berujud dan aktiva tetap bisa menyebabkan tingginya nilai Tobin’s Q (nilai pasar aktiva tidak berwujud biasanya lebih tinggi dari nilai bukunya). Sejalan dengan hal tersebut, kinerja operasional juga akan lebih tinggi karena penyebut yang digunakan untuk menghitung kinerja operasional (misalnya, total aktiva) tidak sepenuhnya memasukkan aktiva tak berujud. Penelitian ini memasukkan komposisi aktiva sebagai variabel kontrol untuk memastikan bahwa hubungan Corporate Governance dengan kinerja tidak disebabkan oleh heterogenitas komposisi aktiva. Komposisi aktiva diukur dengan menggunakan rasio antara aktiva tetap terhadap total penjualan (Klapper dan Love, 2002). b. Kesempatan pertumbuhan (growth opportunity). Perusahaan yang memiliki kesempatan tumbuh yang tinggi pada umumnya membutuhkan dana eksternal untuk melakukan ekspansi, sehingga mendorong perusahaan untuk melakukan perbaikan dalam penerapan Corporate Governance dalam rangka untuk menurunkan biaya modal (La Porta dkk., 1999; Klapper dan Love, 2002; Himmelberg dkk., 1999; Himmelberg, Hubbard dan Love 2001). Jika nilai Tobin’s Q lebih tinggi untuk perusahaan yang memiliki kesempatan tumbuh tinggi, hal ini bisa disebabkan adanya endogenitas pada
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
variabel corporate governance dalam asosiasi antara Corporate Governance dengan kinerja. Dengan demikian, penelitian ini memasukkan variabel kesempatan pertumbuhan sebagai variabel kontrol. Kesempatan pertumbuhan diukur dengan menggunakan rata-rata pertumbuhan penjualan selama tiga tahun terakhir (Klapper dan Love. 2002). c. Ukuran perusahaan. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap corporate governance masih belum jelas arahnya. Perusahaan besar dapat memiliki masalah keagenan yang lebih besar (karena lebih sulit untuk dimonitor) sehingga membutuhkan Corporate Governance yang lebih baik. Di sisi lain, perusahaan kecil bisa memiliki kesempatan bertumbuh yang tinggi, sehingga membutuhkan dana eksternal, dan seperti argumen di atas, membutuhkan mekanisme Corporate Governance yang lebih baik. Dengan demikian, penelitian ini memasukkan variabel ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan log natural dari penjualan (Klapper dan Love, 2002). Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linier perganda (multiple regression method) dengan persamaan sebagai berikut:
Y = α + β 1 + β 2 + β 3 + β 4 +e Keterangan: Y = Kinerja Keuangan Return on Equity (ROE) β 1 = Corporate Governance (CG) β 2 = Komposisi aktiva β 3 = Kesempatan Tumbuh β 4 = Ukuran Perusahaan α = Koefisien intersepsi/konstanta β = Koefisien regresi e = Error term HASIL penelitian Berdasarkan variabel penelitian, maka data lapangan yang dibutuhkan untuk melakukan analisis yaitu data mengenai kinerja keuangan yang diukur dengan Tobin’s q dan ROE sebagai
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 113
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
variabel dependen, Corporate Governance sebagai variabel independen, serta variabel komposisi aktiva perusahaan, kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) dan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol.
Berdasarkan uji normalitas untuk persamaan kinerja keuangan perusahaan berdasarkan tobin’s q dan ROE, histogram dan normal probability plot di atas dapat dilihat bahwa histrogram distribusi data dengan bentuk lonceng (bell shaped) dan garis normal probability plot yang menggambarkan data sesungguhnya mengikuti garis diagonalnya dengan demikian maka data yang diolah mengikuti atau mendekati distribusi normal.
Uji Normalitas Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan Tobin’s q dan ROE Uji normalitas dapat dilihat berdasarkan grafik histogram dan grafik normal probability plot. Gambar histogram menunjukkan suatu pola yang menggambarkan pola distribusi yang tidak menceng ke kiri maupun ke kanan. Sedangkan dari hasil grafik normal probability plot menunjukkan penyebaran data yang berada disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Jika distribusi data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. (Gozali, 2001). Dengan melihat gambar histogram dan grafik normal plot pada lampiran 3, maka terlihat bahwa titik-titik menyebar disekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Grafik tersebut menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas. Uji normalitas untuk setiap persamaan dijelaskan sebagai berikut :
Uji Multikolinearitas Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan Tobin’s q dan ROE Uji ini dilakukan untuk memastikan tidak terdapat gangguan multikolinearitas antar variabel independen. Untuk mengetahui apakah dalam sebuah model terdapat gejala multikolinearitas, maka penelitian ini akan melihat tolerance value atau variance inflation factor (VIF) yang akan dilihat dengan menggunakan SPSS dimana batas tolerance value adalah 0,1 dan variance inflation factor adalah 0,1. Jadi kriteria tidak adanya gangguan multikolinearitas akan terpenuhi ketika tolerance value > 0,1 atau VIF < 10. Penjelasan tentang multikolinearitas untuk setiap persamaan dapat dilihat sebagai berikut :
N o rm a l P -P P lo t o f R e g re s s io n S ta n d a rd iz e d R e s id u a l D e p e n d e n t V a ria b le : Y T o b in `q
H is to g ra m D e p e n d e n t V a ria b le : Y T o b in `q
1 .0 6
4
Expected Cum Prob
Frequency
0 .8
2
0 .6
0 .4
0 .2 M e a n = 8 .1 2 E -1 6 � S td . D e v . = 0 .9 4 1 � N =36
0
-2
-1
0
1
2
0 .0
R e g re s s io n S ta n d a rd iz e d R e s id u a l
0 .0
0 .2
0 .4
0 .6
0 .8
1 .0
O b s e rv e d C u m P ro b
Gambar 2. Uji Normalitas Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan Tobin’s q H is to g r a m
N o r m a l P - P P lo t o f R e g r e s s io n S t a n d a r d iz e d R e s id u a l
D e p e n d e n t V a r ia b le : Y R O E
D e p e n d e n t V a r ia b le : Y R O E
12
1 .0 10
0 .8
Expected Cum Prob
Frequency
8
6
4
2
0
0 .6
0 .4
0 .2 M e a n = 6 .2 8 E -1 5 � S td . D e v . = 0 .9 5 3 � N =45 -3
-2
-1
0
1
R e g r e s s io n S ta n d a r d iz e d R e s id u a l
2
3
0 .0
0 .0
0 .2
0 .4
0 .6
O b s e rv e d C u m P ro b
Gambar 3. Uji Normalitas Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan ROE
0 .8
1 .0
114 h i l m i
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Tabel 1 Uji Perusahaan Berdasarkan Tobin’s q Coefficients a
Model 1
Unstandardized Coefficients B8,591 Std.17,244 Error
(Constant) X1_1 X2_1 X3_1 X4_1
,146 -,233 1,192 -3,612
Standardized Coefficients Beta
2,664 ,185 ,358 4,403
t ,498 ,055 -1,254 3,333 -,820
,009 -,189 ,512 -,124
Sig.,622 ,957 ,219 ,002 ,418
Collinearity Statistics Tolerance VIF ,884 ,977 ,936 ,959
1,131 1,024 1,068 1,043
a. a. Dependen Variabel YT Dependent Variable: YT
Tabel 2 Uji Multikolinearitas Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan ROE Coefficients a
Model 1
Unstandardized Coefficients B Std. Error 19,255 9,867
(Constant) X1_1 X2_1 X3_1 X4_1
2,558 ,115 ,455 1,554
Standardized Coefficients Beta
1,600 ,108 ,193 2,431
t 1,952
,244 ,155 ,355 ,095
Collinearity Statistics Tolerance VIF
Sig.,058 ,118 ,291 ,023 ,526
1,598 1,071 2,362 ,639
,890 ,984 ,921 ,947
1,123 1,016 1,086 1,056
a.a.Dependen Variabel YR Dependent Variable: YR Sumber : Data Primer 2009 (diolah) Tabel 3 Uji Durbin Watson Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan Tobin’s q Model Summary
b
Change Statistics Model 1
R ,562a
R Square ,316
Adjusted R Square ,227
Std. Error of the Estimate 1,14521
R Square Change ,316
F Change 3,575
df1
4
df2 31
Sig. F Change ,016
DurbinWatson1,644
Sig. F Change ,105
DurbinWatson2,314
a.
b. Predictors: (Constant), X4_1, X2_1, X3_1, X1_1 Dependent Variable: YT
Tabel 4 Uji Durbin Watson Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan ROE Model Summary
b
Change Statistics Model 1
R ,413a
R Square ,171
Adjusted R Square ,088
a.
b. Predictors: (Constant), X4_1, X3_1, X2_1, X1_1 Dependent Variable: YR
Sumber : Data Primer 2009 (diolah)
Std. Error of the Estimate ,74927
R Square Change ,171
F Change 2,056
df1
4
df2 40
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 115
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
Berdasarkan untuk persamaan kinerja keuangan perusahaan berdasarkan tobin’s q dan ROE pada Tabel 1 dan 2 di atas dapat dijelaskan bahwa tidak terjadi mulkolinearitas. Nilai VIF yang lebih kecil dari 10 dan angka tolerance juga menunjukkan di atas 0,1 dengan demikian pedoman suatu model regresi yang bebas multikol telah terpenuhi.
Berdasarkan Tabel 3 dan 4 dapat disimpulkan bahwa untuk persamaan kinerja keuangan perusahaan berdasarkan tobin’s q memperoleh nilai DW sebesar 1,644 yang dapat diartikan bahwa tidak terjadi autokorelasi karena nilai tersebut diantara 1,5 sampai 2,5. Sedangkan untuk kinerja keuangan perusahaan berdasarkan ROE memperoleh nilai DW sebesar 2,314 yang dapat diartikan bahwa tidak terjadi autokorelasi karena nilai tersebut diantara 1,5 sampai 2.
Uji Autokorelasi Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan Tobin’s q dan ROE Dalam kesempatan ini hanya akan pengujian dilakukan dengan menggunakan uji DW. Jika tepat sama dengan 2, maka tidak terjadi autokorelasi sempurna. Sebagai rule of tumb (aturan ringkas) jika d nilainya antara 1,5 sampai 2,5 maka data tidak mengalami autokorelasi. Tetapi, jika d = 0 sampai 1,5 disebut memiliki autokorelasi positif, dan; jika d > 2,5 sampai 4 disebut memiliki autokorelasi negatif (Gujarati, 1995). Dari lampiran 3 uji autokorelasi untuk setiap persamaan kinerja keuangan perusahaan berdasarkan tobin’s q dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.
Uji Heteroskedatisitas Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan Tobin’s q dan ROE Dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID) dengan dasar analisis : È Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. È Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau Homoskedastisitas. Seperti scatterplot dibawah.
S c a t t e r p lo t D e p e n d e n t V a r ia b le : K in e r ja K e u a n g a n T o b in ' q 2
Regression Standardized Predicted Value
1
0
-1
-2
-3
-4 -2
-1
0
1
R e g r e s s io n S t u d e n t iz e d R e s id u a l
Gambar 4. Diagram Scatterplot Variabel Dependent ; Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan Tobin’s q S c a t t e r p lo t D e p e n d e n t V a r ia b le : K in e r ja K e u a n g a n R O E 2
Regression Standardized Predicted Value
1
0
-1
-2
-3 -3
-2
-1
0
1
2
3
R e g r e s s io n S t u d e n t iz e d R e s id u a l
Gambar 5. Diagram Scatterplot Variabel Dependent ; Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan ROE Sumber : Data Primer 2009 (diolah)
116 h i l m i
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Berdasarkan grafik Scatterplot untuk persamaan kinerja di atas antara SRESID dan ZPRED tidak terdapat pola tertentu dalam penyebaran titik-titik, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi persamaan kinerja keuangan berdasarkan Tobin’q dan ROE, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi kedua persamaan.
Dari persamaan di atas dapat diketahui hasil penelitian sebagai berikut : Koefisien korelasi (R) sebesar 0,562 yang menunjukkan bahwa derajat hubungan (korelasi) antara variabel bebas dengan variabel terikat sebesar 56,2%, artinya variabel bebas mempunyai hubungan kuat dengan faktor kinerja keuangan perusahaan yang diukur berdasarkan Tobin’s q, hal ini dikarenakan persentase yang diperoleh melebihi 50%. Koefisien Determinasi (R2) sebesar 0,316. Artinya sebesar 31,6% perubahan-perubahan dalam variabel terikat (Kinerja Keuangan) dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan dalam variabel Corporate Governance sebagai variabel independen, serta variabel komposisi aktiva perusahaan, kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) dan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Sedangkan selebihnya yaitu sebesar 68,4% dijelaskan oleh faktor-faktor variabel lain diluar persamaan ini. Konstanta sebesar 8,591. Artinya jika Corporate Governance sebagai variabel independen serta variabel komposisi aktiva perusahaan, dan kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) sebagai variabel kontrol dianggap konstan, maka besarnya kinerja keuangan perusahaan adalah 8,591, atau dengan
Uji Regresi Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan Tobin’s q Untuk pengukuran kinerja berdasarkan Tobin’s q, terlihat bahwa hanya variabel kesempatan pertumbuhan yang mempunyai hubungan dan pengaruh terhadap kinerja perusahaan sedangkan variabel lainnya tidak mempunyai hubungan dan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Dari perhitungan statistik dengan menggunakan bantuan program SPSS seperti terlihat pada tabel di atas, maka diperoleh persamaan regresi linier sebagai berikut : YTobin’s q = 8,591 + 0,146β1 – 0,233β2 + 0,1192β3 – 3,612β4 + e
Tabel 5 Korelasi Antara Variabel Dependen Dan Variabel Independen Variabel
Corporate Governance
Tobin’s q P-value
Komposisi Aktiva Perusahaan
-0,136 0,215
-0,172 0,158
Kesempatan Pertumbuhan 0,513 0,001
Ukuran Perusahaan -0,156 0,182
Sumber : Data Diolah (2009) Tabel 6 Hasil pengujian Kinerja Keuangan Perusahaan Diukur Dengan Tobin’s q Variabel Constant Corporate Governance Komposisi Aktiva Perusahaan Kesempatan Pertumbuhan Ukuran Perusahaan F test P-value R R square
Sumber : Data Diolah (2009)
Koefisien Beta 8,591 0,146 -0,233 1,192 -3,612 = = = =
3,575 0,016 0,562 0,316
T test 0,498 0,055 -1,254 3,333 -0,820
P-value 0,622 0,957 0,219 0,002 0,418
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 117
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
kata lain bahwa kinerja keuangan perusahaan dianggap rendah jika Corporate Governance sebagai variabel independen serta variabel komposisi aktiva perusahaan, dan kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) sebagai variabel kontrol dianggap konstan atau tetap. Koefisien regresi Corporate Governance sebagai variabel bebas (independen) memperoleh nilai sebesar sebesar 0,146. Artinya bahwa variabel Corporate Governance mempunyai pengaruh yang positif atau dengan kata lain setiap terjadi 1 perubahan dalam variabel Corporate Governance secara relatif akan menaikkan variabel kinerja keuangan perusahaan sebesar 0,146, dengan demikian semakin tinggi Corporate Governance maka akan membuat kinerja keuangan perusahaan semakin tinggi. Koefisien regresi komposisi aktiva perusahaan sebagai variabel kontrol memperoleh nilai sebesar sebesar -0,233. Artinya bahwa variabel komposisi aktiva perusahaan mempunyai pengaruh yang negatif atau dengan kata lain setiap terjadi 1 perubahan dalam variabel komposisi aktiva perusahaan secara relatif akan menurunkan variabel kinerja keuangan perusahaan sebesar 0,233, dengan demikian semakin tinggi komposisi aktiva perusahaan maka akan membuat kinerja keuangan perusahaan semakin rendah. Koefisien regresi kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) sebagai variabel kontrol memperoleh nilai sebesar sebesar 1,192. Artinya bahwa variabel kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) mempunyai pengaruh yang positif atau dengan kata lain setiap terjadi 1 perubahan dalam variabel kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) secara relatif akan menaikan variabel kinerja keuangan perusahaan sebesar 1,192, dengan demikian semakin tinggi komposisi aktiva perusahaan maka akan membuat kinerja keuangan perusahaan semakin tinggi pula. Koefisien regresi ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol memperoleh nilai sebesar sebesar -3,612. Artinya bahwa variabel ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang negatif atau dengan kata lain setiap terjadi 1 perubahan dalam variabel komposisi aktiva perusahaan secara relatif akan menurunkan variabel kinerja keuangan perusahaan sebesar -3,612, dengan
demikian semakin tinggi ukuran perusahaan maka akan membuat kinerja keuangan perusahaan semakin rendah. Hasil pengujian secara simultan Corporate Governance sebagai variabel independen, serta variabel komposisi aktiva perusahaan, kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) dan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol terhadap kinerja keuangan yang diukur berdasarkan Tobin’s q memperoleh signifikansi sebesar 0,016a pada tingkat signifikansi α = 5%, yang berarti probabilitas jauh di bawah 0,05. Dengan demikian hasil perhitungan ini dapat diambil keputusan bahwa variabel Corporate Governance sebagai variabel independen, serta variabel komposisi aktiva perusahaan, kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) dan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kinerja keuangan perusahaan. Untuk menguji pengaruh variabel bebas (independent) terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur berdasarkan Tobin’s q yaitu Corporate Governance secara parsial dapat diketahui dengan melihat tingkat signifikansi pada tingkat signifikansi sebesar α = 5%. Hasil penelitian terhadap variabel Corporate Governance menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,957 atau probabilitas jauh di atas 0,05. Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara parsial variabel Corporate Governance tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan diukur berdasarkan Tobin’s q. Untuk pengaruh variabel komposisi aktiva perusahaan sebagai variabel control terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur berdasarkan Tobin’s q secara parsial dapat diketahui dengan melihat tingkat signifikansi pada tingkat signifikansi sebesar α = 5%. Hasil penelitian terhadap variabel komposisi aktiva perusahaan menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,219 atau probabilitas jauh di atas 0,05. Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara parsial variabel komposisi aktiva perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan diukur berdasarkan Tobin’s q.
118 h i l m i
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Uji Regresi Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan ROE Hasil pengujian pada tabel 4.3 dan diperkuat tabel 4.4 menunjukkan bahwa untuk kinerja perusahaan yang di ukur berdasarkan ROE hanya variabel kesempatan pertumbuhan yang mempunyai hubungan dan pengaruh dengan kinerja perusahaan sedangkan variabel lainnya tidak mempunyai hubungan dan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value variabel kesempatan pertumbuhan sebesar 0,037 pada tabel 4.3 dan tabel 4.4 sebesar 0,023 yang berada di bawah 0,05.
Untuk pengaruh variabel kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) sebagai variabel control terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur berdasarkan Tobin’s q secara parsial dapat diketahui dengan melihat tingkat signifikansi pada tingkat signifikansi sebesar α = 5%. Hasil penelitian terhadap variabel kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,002 atau probabilitas jauh di bawah 0,05. Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara parsial variabel kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan diukur berdasarkan Tobin’s q. Sedangkan untuk variabel ukuran perusahaan sebagai variabel control terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur berdasarkan Tobin’s q secara parsial dapat diketahui dengan melihat tingkat signifikansi pada tingkat signifikansi sebesar α = 5%. Hasil penelitian terhadap variabel ukuran perusahaan menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,418 atau probabilitas jauh di bawah 0,05. Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara parsial variabel ukuran perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan diukur berdasarkan Tobin’s q.
Dari perhitungan statistik dengan menggunakan bantuan program SPSS seperti terlihat pada tabel di atas, maka diperoleh persamaan regresi linier sebagai berikut : YROE= 19,255 + 2,558β1 + 0,115β2 + 0,455β3 + 1,554β4 + e
Dari persamaan di atas dapat diketahui hasil penelitian sebagai berikut : Koefisien korelasi (R) sebesar 0,413 yang menunjukkan bahwa derajat hubungan (korelasi) antara variabel bebas dengan variabel terikat
Tabel 7 Korelasi Antara Variabel Dependen Dan Variabel Independen Variabel
Corporate Governance
Tobin’s q P-value
Komposisi Aktiva Perusahaan
0,166 0,138
0,140 0,179
Kesempatan Pertumbuhan 0,270 0,037
Ukuran Perusahaan 0,132 0,193
Sumber : Data Diolah (2009) Tabel 8 Hasil pengujian Kinerja Keuangan Perusahaan Diukur Dengan ROE Variabel Constant Corporate Governance Komposisi Aktiva Perusahaan Kesempatan Pertumbuhan Ukuran Perusahaan F test P-value R R square Sumber : Data Diolah (2009)
Koefisien Beta 19,255 2,558 -0,115 0,455 1,554 = = = =
2,056 0,105 0,413 0,171
T test 1,952 1,598 1,071 2,362 0,639
P-value 0,058 0,118 0,291 0,023 0,526
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 119
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
sebesar 41,3%, artinya variabel bebas mempunyai hubungan lemah dengan faktor kinerja keuangan perusahaan yang diukur berdasarkan ROE, hal ini dikarenakan persentase yang diperoleh kurang dari 50%. Koefisien Determinasi (R2) sebesar 0,171. Artinya sebesar 17,1% perubahan-perubahan dalam variabel terikat (Kinerja Keuangan) dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan dalam variabel Corporate Governance sebagai variabel independen, serta variabel komposisi aktiva perusahaan, kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) dan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Sedangkan selebihnya yaitu sebesar 83,9% dijelaskan oleh faktor-faktor variabel lain diluar persamaan ini. Konstanta sebesar 19,255. Artinya jika Corporate Governance sebagai variabel independen serta variabel komposisi aktiva perusahaan, dan kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) sebagai variabel kontrol dianggap konstan, maka besarnya kinerja keuangan perusahaan adalah 19,255, atau dengan kata lain bahwa kinerja keuangan perusahaan dianggap rendah jika Corporate Governance sebagai variabel independen serta variabel komposisi aktiva perusahaan, dan kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) sebagai variabel kontrol dianggap konstan atau tetap. Koefisien regresi Corporate Governance sebagai variabel bebas (independen) memperoleh nilai sebesar sebesar 2,558. Artinya bahwa variabel Corporate Governance mempunyai pengaruh yang positif atau dengan kata lain setiap terjadi 1 perubahan dalam variabel Corporate Governance secara relatif akan menaikkan variabel kinerja keuangan perusahaan sebesar 2,558, dengan demikian semakin tinggi Corporate Governance maka akan membuat kinerja keuangan perusahaan semakin tinggi. Koefisien regresi komposisi aktiva perusahaan sebagai variabel kontrol memperoleh nilai sebesar sebesar 0,115. Artinya bahwa variabel komposisi aktiva perusahaan mempunyai pengaruh yang positif atau dengan kata lain setiap terjadi 1 perubahan dalam variabel komposisi aktiva perusahaan secara relatif akan menaikkan variabel kinerja keuangan perusahaan sebesar
0,115, dengan demikian semakin tinggi komposisi aktiva perusahaan maka akan membuat kinerja keuangan perusahaan semakin tinggi pula. Koefisien regresi kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) sebagai variabel kontrol memperoleh nilai sebesar sebesar 0,455. Artinya bahwa variabel kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) mempunyai pengaruh yang positif atau dengan kata lain setiap terjadi 1 perubahan dalam variabel kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) secara relatif akan menaikan variabel kinerja keuangan perusahaan sebesar 0,455, dengan demikian semakin tinggi komposisi aktiva perusahaan maka akan membuat kinerja keuangan perusahaan semakin tinggi pula. Koefisien regresi ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol memperoleh nilai sebesar sebesar 1,554. Artinya bahwa variabel ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang positif atau dengan kata lain setiap terjadi 1 perubahan dalam variabel komposisi aktiva perusahaan secara relatif akan menurunkan variabel kinerja keuangan perusahaan sebesar 1,554, dengan demikian semakin tinggi ukuran perusahaan maka akan membuat kinerja keuangan perusahaan semakin tinggi pula. Hasil pengujian secara simultan Corporate Governance sebagai variabel independen, serta variabel komposisi aktiva perusahaan, kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) dan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol terhadap kinerja keuangan yang diukur berdasarkan ROE memperoleh signifikansi sebesar 0,105a pada tingkat signifikansi α = 5%, yang berarti probabilitas jauh di atas 0,05. Dengan demikian hasil perhitungan ini dapat diambil keputusan bahwa variabel Corporate Governance sebagai variabel independen, serta variabel komposisi aktiva perusahaan, kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) dan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol secara simultan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kinerja keuangan perusahaan. Untuk menguji pengaruh variabel bebas (independent) terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur berdasarkan ROE yaitu Corporate Governance secara parsial dapat diketahui dengan melihat tingkat signifikansi
120 h i l m i
pada tingkat signifikansi sebesar α = 5%. Hasil penelitian terhadap variabel Corporate Governance menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,118 atau probabilitas jauh di atas 0,05. Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara parsial variabel Corporate Governance tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan diukur berdasarkan ROE. Untuk pengaruh variabel komposisi aktiva perusahaan sebagai variabel control terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur berdasarkan ROE secara parsial dapat diketahui dengan melihat tingkat signifikansi pada tingkat signifikansi sebesar α = 5%. Hasil penelitian terhadap variabel komposisi aktiva perusahaan menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,291 atau probabilitas jauh di atas 0,05. Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara parsial variabel komposisi aktiva perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan diukur berdasarkan ROE. Untuk pengaruh variabel kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) sebagai variabel control terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur berdasarkan ROE secara parsial dapat diketahui dengan melihat tingkat signifikansi pada tingkat signifikansi sebesar α = 5%. Hasil penelitian terhadap variabel kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,023 atau probabilitas jauh di bawah 0,05. Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara parsial variabel kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan diukur berdasarkan ROE. Sedangkan untuk variabel ukuran perusahaan sebagai variabel control terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur berdasarkan ROE secara parsial dapat diketahui dengan melihat tingkat signifikansi pada tingkat signifikansi sebesar α = 5%. Hasil penelitian terhadap variabel ukuran perusahaan menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,526 atau probabilitas jauh di bawah 0,05. Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara parsial variabel
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
ukuran perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan diukur berdasarkan ROE. PEMBAHASAN Hasil pengujian tentang H01: Terdapat hubungan positif antara penerapan Corporate Governance (CG) terhadap kinerja keuangan perusahaan berdasarkan Tobin’s q atau ROE menunjukkan bahwa Corporate Governance (CG) berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan berdasarkan Tobin’s q yang dapat dilihat dari nilai koefisien regresi sebesar 0,146. Hal ini berarti jika terjadi kenaikan laba perusahaan sebesar 1% dapat menyebabkan kinerja keuangan perusahaan naik sebesar 14,6%. Sedangkan untuk pengujian berdasarkan ROE juga memperoleh nilai koefisien regresi positif yaitu sebesar 2,558. Hal ini berarti jika terjadi kenaikan laba perusahaan sebesar 1% dapat menyebabkan kinerja keuangan perusahaan naik sebesar 255,8%. Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis yang diajukan Apakah Terdapat hubungan positif antara penerapan Corporate Governance (CG) terhadap kinerja keuangan perusahaan berdasarkan Tobin’s q atau ROE dapat diterima. Penelitian ini konsisten dengan Klapper dan Love (2002) menemukan adanya hubungan positif antara Corporate Governance dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan return on assets (ROA) dan Tobin’s Q. Hal tersebut menujukkan bahwa perusahaan yang menerapkan Corporate Governance yang baik akan memperoleh manfaat yang lebih besar di negara-negara yang lingkungan hukumnya buruk. Penelitian ini juga konsisten dengan Johnson dkk. (2000) yang memberikan bukti bahwa rendahnya kualitas corporate governance dalam suatu negara berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan pada masa krisis di Asia. Penjelasan teoritis yang mendasari penelitian Johnson dkk. adalah bahwa jika ekspropriasi yang dilakukan oleh para manajer meningkat pada saat tingkat kembalian investasi yang diharapkan oleh investor jatuh, maka shock yang diakibatkan dari
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
menurunya tingkat kepercayaan investor akan mendorong terjadinya penurunan capital inflow dan meningkatnya capital outflows dari suatu negara. Untuk hipotesis kedua HO2 yaitu penerapan Corporate Governance (CG) berpengaruh baik secara parsial dan simultan terhadap kualitas kinerja keuangan perusahaan berdasarkan Tobin’s q atau ROE dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk penerapan Corporate Governance (CG) berpengaruh secara parsial berdasarkan Tobin’s q terlihat bahwa Corporate Governance (CG) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan berdasarkan Tobin’s q hal ini dapat dilihat dari nilai p-value t sebesar 0,957 yang lebih besar daripada nilai α=0,05. Sedangkan untuk penerapan Corporate Governance (CG) berpengaruh secara parsial berdasarkan ROE terlihat bahwa Corporate Governance (CG) juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan berdasarkan ROE hal ini dapat dilihat dari nilai p-value t sebesar 0,118 yang lebih besar daripada nilai α=0,05. Secara simultan penerapan Corporate Governance (CG) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan berdasarkan Tobin’s q hal ini dapat dilihat dari nilai p-value F sebesar 0,016 yang lebih besar daripada nilai α=0,05. Sedangkan untuk penerapan Corporate Governance (CG) berpengaruh secara simultan berdasarkan ROE terlihat bahwa Corporate Governance (CG) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan berdasarkan ROE hal ini dapat dilihat dari nilai pvalue F sebesar 0,105 yang lebih besar daripada nilai α=0,05.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 121
KESIMPULAN Berdasarkan Unit analisis dalam penelitian ini adalah perusahaan yang termasuk dalam sepuluh besar corporate governance perception index tahun 2004 - 2008. Perusahaan yang dijadikan unit analisis dalam penelitian ini berbeda-beda setiap tahunnya peringkat dalam dalam corporate governance perception index tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 sehingga diperoleh seluruh sampel berjumlah 50 perusahaan. Berdasarkan hipotesispertama H01 adalah Terdapat hubungan positif antara penerapan Corporate Governance (GC) terhadap kinerja keuangan perusahaan berdasarkan Tobin’s q atau ROE menunjukkan bahwa Corporate Governance (GC) berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan berdasarkan Tobin’s. Sedangkan untuk pengujian berdasarkan ROE juga memperoleh nilai koefisien regresi positif . Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis yang diajukan terdapat hubungan positif antara penerapan Corporate Governance (GC) terhadap kinerja keuangan perusahaan berdasarkan Tobin’s q atau ROE dapat diterima. Sedangkan berdsarakan Hipotesis kedua HO2 adalah penerapan Corporate Governance (CG) berpengaruh baik secara parsial dan simultan terhadap kualitas kinerja keuangan perusahaan berdasarkan Tobin’s q atau ROE dapat dapat ditarik kesimpulan bahwa, secara parsial Corporate Governance (CG) tidak berpengaruh secara signifikan berdasarkan pengukuran Tobin’s q atau dengan ROE, hal ini ditunjukkan dengan nilai p-value t Corporate Governance (CG) berdasarkan Tobin’s q dan ROE lebih besar dari nilai α = 0,05.
122 h i l m i
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
REFERENSI Beck, T.; R. Levine; dan N. Loayza. 2000. Finance and the sources of growth. Journal of Financial Economics 58. hal: 261-300. Black, Bernard S. 2001. The Corporate Governance behavior and market value of Russian Firms. Emerging Markets Review, Vol. 2, hal. 89-108. Black, Bernard S.; H. Jang; dan W. Kim. 2003. Does Corporate Governance affect firm value? Evidence from Korea. http://papers. ssrn.com Brow, D. Lawrence; Caylor, L. Marcus. 2004. Corporate Governance and Firm Performance. http://papers.ssrn.com Dalton, D.R.; J.L. Johnson; dan A.E. Ellstrand. 1999. Number of directors and financial performance: A Meta-Analysis. Academy of Management Journal, Vol. 42. No. 6, hal. 674-686. Darmawati, Deni; Khomsiyah; Rika Gelar Rahayu. 2002. Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan. www.Google.com Davies, A. 1999. “A strategic Aprroach to Corporate Governance ”. Gower Publishing Limited. England. Durnev, A. dan E.H. Kim. 2002. To steal or not to steal: Firm attributes, legal environment, and valuation. http://papers.ssrn.com Eisenhardt, Kathleen M. 1989. Agency Theory: An Assesment and Review. Academy of Management Review. Vol. 14. No. 1, pp. 5774. Erika, nita Ariani. 2004. Hubungan Earning managenent dan kinerja keuangan setelah Right Issue pada perusahaan yang go publik di bursa efek jakarta. Thesis pada universitas syiah kuala.
korporasi indonesia. Penerbit YPPMI & sinergy Communication. 2002. Gozali, Imam, 2001, Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS, Edisi 1, Semarang. Gugles, Klaus; Mueller, C. Dennis; Yurtoglu Burcin, B. 2003. Corporate Governance and the Return on Invesment. http://papers.ssrn. com. Gujarati, Damodar N., 1995, Basic Econometrics. Third Edition, Mc Graw Hill, International Editions. (Hetero) Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling. 1976. Theory of The Firm: ManagerialBehavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3. hal. 305360. ___________ dan R. Ruback. 1983. The market for corporate control: The scientific evidence. Journal of Financial Economic 11, hal. hal. 5-50. Johnson, Simon; P. Boone; A. Breach; dan E. Friedman. 2000. Corporate Governance in Asian financial crisis. Journal of Financial Economics, 58, hal. 141-186. King, R. dan R. Levine. 1993. Financial and growth: Schumpeter might be right. Quarterly Joournal of economics 108, hal. 717-738. Klapper, Leora F. and I. Love. 2002. Corporate Governance , investor protection, and performance in emerging markets. World Bank Working Paper. http://papers.ssrn.com KNKCG. 2001. Pedoman Good Corporate Governance ref. 4.0. Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Fama, Eugene F. 1980. Agency Problems and the Theory of the Firm. Journal of Political Economy. 88, No.2 (April), hal. 288-307.
La Porta, Rafael; F. Lopez-de-Silanes; A. Shleifer; dan R. Vishny. 1997. Legal determinant of external finance. Journal of Finance 52, hal.: 1131-1150.
__________ and M.C. Jensen. 1983. Separation of Ownership and Control. Journal of Law and economics. Vol. XXVI, June, hal. 301326.
La Porta, Rafael; F. Lopez-de-Silanes; A. Shleifer; dan R. Vishny. 1999. Corporate ownership around the world. Journal of Finance 54, hal.: 471-517.
Good Corporate Governance “ konsep dan implementasi perusahaan publik dan
La Porta, Rafael; F. Lopez-de-Silanes; A. Shleifer; dan R. Vishny. 2000. Investor protection and
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
Corporate Governance . Journal of Financial Economics, 58, hal. 3-27. Mitton, T. 2002. A cross-firm analysis of the impact of Corporate Governance on the East Asian financial crisis. Journal of Financial Economics, hal. OECD. 1999. OECD Principles of Corporate Governance . Shivdasani, A. 1993. Board composition, ownership structure, and hostile takeovers. Journal of Accounting and Economics 16, hal.: 167-198.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 123
Shleifer, A. dan R.W. Vishny. 1997. A survey of Corporate Governance . Journal of Finance 52, hal. 737-783. Sutawinangun, Nazmudin TB, M. 2004. Corporate Governance Pada 2004: Merintis Kembali Harapan: Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) www.fcgi.or.id .2004. Sertifikasi Praktik Corporate Governance pada Perusahaan di Indonesia homepage: Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) www.fcgi.or.id
124 h i l m i
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Jurnal2,Akuntansi Volume Nomor 2, Agustus dan2012 Keuangan ISSN: 2301-4717
Jurnal Akuntansi dan2,Keuangan 125 Volume 2, Nomor Agustus 2012
p 125-134
BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI PERUSAHAAN Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Muhammad Arfan1 dan Pasrah2 Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala 2 Pegawai pada PDAM Tirta Daroy Banda Aceh
1
The aim of this study is to examine and analyze some factors that affect the firm value on manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange (BEI) for period 2006-2008. Those factors are managerial ownership, institutional ownership, firm profitability, and financial leverage. The type of this study is verificative research or hypothesis testing research by using census method. The source of data is secondary data by using unbalanced panel data and there are 127 observations. The analysis method used to test the hypothesis is multiple linear regression analysis.The results show that (1) managerial ownership, institutional ownership, firm profitability, and financial leverage simultaneously influence firm value (2) Partially, managerial ownership, institutional ownership, firm profitability, and financial leverage has positive influence on firm value. Keyword: firm value, managerial ownership, institutional ownership, firm profitability, financial leverage
LATAR BELAKANG Perusahaan adalah badan usaha berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum yang memproduksi atau menjalankan perdagangan barang atau jasa dengan tujuan mendapatkan keuntungan dalam jangka waktu tertentu dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku (Jelata, 2009). Tujuan perusahaan adalah memaksimumkan kekayaan/ nilai perusahaan bagi para pemegang saham atau pemilik (Margaretha, 2005:1). Untuk meningkatkan nilai perusahaan, perusahaan dalam perkembangannya selalu berusaha untuk mempertahankan keunggulan bisnisnya. Semakin tinggi nilai perusahaan semakin besar kemakmuran yang akan diterima oleh pemilik perusahaan ataupun para investor. Nilai sebuah perusahaan atau firm value sangat ditentukan oleh keberhasilan atau kegagalan manajemen perusahaan dalam mengelola aset untuk mengahasilkan laba. Ketika laba meningkat, nilai perusahaan akan naik dan kenaikan tersebut segera diikuti oleh naiknya harga saham. Peningkatan nilai perusahaan akan menimbulkan keyakinan investor bahwa investasi pada perusahaan itu menguntungkan (Tambunan,
2007:11). Nilai sebuah perusahaan yang sudah go public tercermin dalam harga pasar saham perusahaan (Margaretha, 2005:1). Nilai pasar yang lebih kecil dari nilai intrinsiknya (nilai seharusnya dari suatu saham) menunjukkan bahwa saham tersebut dijual dengan harga yang murah (undervalued), karena investor membayar saham tersebut lebih kecil dari yang seharusnya dibayar. Sebaliknya nilai pasar yang lebih besar dari nilai intrinsiknya menunjukkan bahwa saham tersebut dijual dengan harga yang mahal (overvalued) (Jogiyanto, 2000:80). Penelitian Mulyamah (2000) menyimpulkan bahwa apabila harga saham meningkat maka nilai perusahaan juga akan meningkat dan apabila harga saham menurun maka nilai perusahaan juga akan menurun. Dalam agency theory (Jensen dan Meckling, 1976) dijelaskan bahwa pemilik disebut sebagai principal yang memberikan wewenang kepada agent yang merupakan pihak manajemen. Adanya pemisahan fungsi kepemilikan dan fungsi pengendalian dalam hubungan keagenan sering menimbulkan masalah-masalah keagenan (agency problems). Masalah-masalah keagenan tersebut timbul karena adanya konflik atau
126 Muhammad arfan dan pasrah
perbedaan kepentingan antara principal (pemilik perusahaan atau yang memberi mandat) dan agent (manajer perusahaan atau yang menerima mandat). Pengaruh konflik ini bisa berdampak pada turunnya nilai perusahaan akibat turunnya harga saham. Kerugian ini merupakan agency cost bagi perusahaan. Ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost, diantaranya dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen sehingga manajer dapat merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil. Kepemilikan ini akan menyejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Hasil penelitian Soliha dan Taswan (2002) serta Kamal (2010) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Alternatif lain yang dapat mengurangi agency cost adalah adanya investor institusional sebagai monitoring agent. Semakin tinggi investor institusional sebagai monitoring agent, maka akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen dan nilai perusahaan (Moh’d et al,1998 dalam Haruman, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Kamal (2010) serta Sujoko dan Soebiantoro (2007) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Haruman (2007) yang menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Faktor lain yang diduga dapat menjelaskan variasi nilai perusahaan adalah profitabilitas perusahaan. Profitabilitas perusahaan adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono, 2001:122). Fakhruddin (2008:4) menyebutkan bahwa ciri dasar industri pasar modal adalah keterbukaan informasi secara penuh (full disclosure) kepada
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
publik. Bagi perusahaan yang sudah go pubic, pasar modal merupakan sarana untuk peningkatan perusahaan melalui serangkaian aktivitas penciptaan nilai (value) yang ditopang oleh keterbukaan informasi secara penuh. Transparansi akan berdampak pada efisiensi usaha, yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan laba. Peningkatan laba merupakan salah satu faktor penting bagi terciptanya keunggulan daya saing perusahaan secara berkelanjutan dan pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan harga saham. Peningkatan harga saham merupakan wujud apresiasi investor terhadap kinerja perusahaan serta keyakinan mereka akan peningkatan kinerja ke depan. Hasil penelitian Sujoko dan Soebiantoro (2007) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Soliha dan Taswan (2002) menunjukkan bahwa profitabilitas perusahaan yang meningkat juga memberikan nilai perusahaan yang meningkat. Financial leverage juga diduga berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Block dan Hirt (2000:122) menyatakan financial leverage mencerminkan seberapa besar jumlah utang yang digunakan dalam struktur modal perusahaan. Sawir (2004:4) menyatakan bahwa perusahaan yang menggunakan utang dalam struktur modalnya akan mempunyai nilai pasar yang lebih tinggi karena memperoleh penghematan pajak. Jadi penggunaan utang dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Brigham dan Houston (2001:34) menyatakan bahwa semakin tinggi proporsi utang maka semakin tinggi harga saham, namun pada titik tertentu peningkatan utang akan menurunkan nilai perusahaan karena manfaat yang diperoleh dari penggunaan utang lebih kecil dari pada biaya yang ditimbulkannya. Hasil penelitian Sujoko dan Soebiantoro (2007) menunjukkan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Margaretha dan Priyatomo (2005) menunjukkan bahwa tingkat utang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian Soliha dan Taswan (2002) menunjukkan bahwa kebijakan utang berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di muka, masalah penelitian ini
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 127
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, profitabilitas perusahaan, dan financial leverage, baik secara simultan maupun secara parsial berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba. Jadi investor institusional mampu berperan dalam membatasi praktik manajemen laba sehingga akhirnya berdampak pada peningkatan nilai perusahaan. Slovin dan Suskha (1993) dalam Murwaningsari (2007) menyatakan bahwa nilai perusahaan akan meningkat jika pihak institusi mampu menjadi alat monitoring yang efektif. Tetapi kepemilikan institusi tidak selalu akan meningkatkan nilai perusahaan. Kepemilikan institusi menurunkan nilai perusahaan saat kepentingan institusi tidak sejalan dengan kepentingan manajemen.
KERANGKA PEMIKIRAN Hubungan Kepemilikan Manajerial dengan Nilai Perusahaan. Kepemilikan manajerial adalah para pemegang saham yang juga berarti dalam hal ini sebagai pemilik dalam perusahaan dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan pada suatu perusahaan yang bersangkutan (Downes dan Goodman, 1999:124). Hasil penelitian Nurlela (2008) menunjukkan bahwa kepemilikan manajemen berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan manajemen dalam sebuah perusahaan akan menimbulkan dugaan yang menarik bahwa nilai perusahaan meningkat sebagai akibat kepemilikan manajemen yang meningkat. Jensen dan Meckling (1976) menganalisis bagaimana nilai perusahaan dipengaruhi oleh distribusi kepemilikan antara pihak manajer yang menikmati manfaat dan pihak luar yang tidak menikmati manfaat. Selanjutnya Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa peningkatan kepemilikan manajemen akan mengurangi agency problem melalui pengurangan insentif untuk mengkonsumsi manfaat/keuntungan dan mengambil alih kekayaan pemegang saham. Pengurangan ini sangat potensial dalam alokasi sumber daya yang pada gilirannya untuk peningkatan nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Kamal (2010) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hubungan Kepemilikan Institusional dengan Nilai Perusahaan Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi
Hubungan Profitabilitas Perusahaan dengan Nilai Perusahaan Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba melalui semua kemampuan dan sumber daya yang ada (Ardiyos, 2003). Semakin tinggi keuntungan yang di peroleh perusahaan maka nilai perusahaan juga meningkat. Hasil penelitian Soliha dan Taswan (2002) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hubungan Financial Leverage dengan Nilai Perusahaan Financial leverage mencerminkan seberapa besar jumlah utang yang digunakan dalam struktur modal perusahaan (Block dan Hirt, 2000:122). Brigham dan Houston (2001:34) menjelaskan bahwa utang adalah instrumen yang sangat sensitif terhadap perubahan nilai perusahaan. Semakin tinggi proporsi utang maka semakin tinggi harga saham. Peningkatan utang diartikan oleh pihak luar tentang kemampuan pihak perusahaan untuk membayar kewajiban di masa yang akan datang atau adanya risiko bisnis yang rendah, hal tersebut akan direspon secara positif oleh pasar.
128 Muhammad arfan dan pasrah
Hasil penelitian Sujoko dan Soebiantoro (2007) menunjukkan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Margaretha dan Priyatomo (2005) menunjukkan bahwa tingkat utang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian Soliha dan Taswan (2002) menunjukkan bahwa kebijakan utang berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan sebelumnya, hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Kepemilikan manajerial, kepemilikan Institusional, profitabilitas perusahaan, dan financial leverage, baik secara simultan maupun secara parsial berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. METODE PENELITIAN Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan tahun pengamatan 2006-2008. Adapun pemilihan perusahaan manufaktur yang menjadi populasi sasaran penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 1. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Data sekunder digunakan sebagai sumber data dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah pooled data / panel data (pooling of time series and cross-sectional observation). Panel data merupakan gabungan dari time series dan cross-sectional (Gujarati, 2003:636). Ada dua jenis panel data (Gujarati, 2003:640) yaitu balanced panel data dan unbalanced panel data. Dalam balanced panel data setiap unit cross-sectional memiliki jumlah
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
observasi yang sama untuk setiap waktu/periode, sedangkan dalam unbalanced panel data setiap unit cross-sectional memiliki jumlah observasi yang belum tentu sama untuk setiap waktu/ periode. Dalam penelitian ini, panel data yang digunakan adalah unbalanced panel data. Operasionalisasi Variabel Variabel Dependen (Y) Variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan, yaitu nilai dari laba yang diperoleh dan yang diharapkan pada masa yang akan datang, yang dihitung pada masa sekarang dengan memperhitungkan tingkat risiko dan tingkat bunga yang tepat (Sitio, Tamba, dan Kristiaji, 2001:74). Nilai Perusahaan diukur dengan menggunakan rasio price book value. Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham dan Houston, 2004). Formulanya adalah sebagai berikut: PBV =
Harga Pasar per Lembar Saham Nilai Buku per Lembar Saham
Variabel Independen (X) Kepemilikan Manajerial (X1) Kepemilikan manajerial adalah jumlah saham yang dimiliki atau dikendalikan oleh pihak manajerial perusahaan (Domash, 2009:363). Kepemilikan manajerial biasanya dinyatakan sebagai persentase saham perusahaan yang beredar yang dimiliki oleh orang dalam perusahaan (manajer, komisaris, dan direksi) (Domash, 2009:218). Kepemilikan Institusional (X2) Kepemilikan institusional merupakan tingkat kepemilikan saham institusional dalam
Tabel 1 Penentuan populasi Sasaran
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
2006 149
Jumlah Perusahaan 2007 125
2008 133
Perusahaan yang mempunyai saldo ekuitas negatif atau mengalami kerugian
(41)
(27)
(35)
Perusahaan yang tidak memiliki data kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional Total Populasi
(60) 48
(58) 38
(57) 41
Kriteria Populasi
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 129
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
perusahaan (Jensen dan meckling, 1976). Kepemilikan institusional diukur dari jumlah persentase saham yang dimiliki oleh pemegang saham/investor institusional.
kepemilikan saham manajerial terendah sebesar 0,00001% dimiliki oleh PT. Apac Citra Centertex Tbk. Nilai tertinggi diperoleh sebesar 0,7 berarti bahwa kepemilikan saham manajerial tertinggi sebesar 70% yang dimiliki oleh PT. Sat Nusapersada Tbk. Nilai rata-rata kepemilikan manajerial sebesar 0,0498. Hal ini berarti bahwa rata-rata kepemilikan manajerial pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 20062008 adalah sebesar 4,98%. Variabel kepemilikan institusional merupakan variabel yang menggambarkan persentase saham yang dimiliki oleh institusi, diperoleh nilai terendah sebesar 0,1307 berarti bahwa kepemilikan saham institusi terendah sebesar 13,07% dimiliki oleh PT. Metrodata Elektronik Tbk. Nilai tertinggi diperoleh sebesar 0,9935 berarti bahwa kepemilikan saham institusi tertinggi sebesar 99,35% yang dimiliki oleh PT. Citra Tubindo Tbk. Nilai rata-rata kepemilikan institusi sebesar 0,6924. Hal ini berarti bahwa rata-rata kepemilikan institusi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 20062008 adalah sebesar 69,24%. Variabel profitabilitas perusahaan merupakan variabel yang menggambarkan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya, diperoleh nilai terendah sebesar 0,000007 berarti bahwa profitabilitas perusahaan terendah sebesar 0,0007% dimiliki oleh PT. Dynaplast Tbk. Nilai tertinggi diperoleh sebesar 0,2922 berarti bahwa profitabilitas perusahaan tertinggi sebesar 29,22% yang dimiliki oleh PT. Tigaraksa Satria Tbk. Nilai rata-rata profitabilitas perusahaan sebesar 0,0893. Hal ini berarti bahwa rata-rata profitabilitas perusahaan yang dimiliki perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2006-2008 adalah sebesar 8,93%. Variabel financial leverage merupakan variabel yang menggambarkan perbandingan
Profitabilitas Perusahaan Profitabilitas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba (Ardiyos, 2003). Profitabilitas perusahaan diukur dengan return on Equity (ROE) yaitu:
ROE =
Laba Bersih Total Ekuitas
Financial Leverage Financial leverage (solvabilitas keuangan) yaitu perbandingan utang dengan ekuitas dalam struktur permodalan suatu perusahaan (Ardiyos, 2003). Financial leverage diukur dengan debt to equity ratio (DER), yaitu:
DER =
Total Utang Total Ekuitas
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat nilai rata-rata, tertinggi, dan terendah dari variabel yang diteliti pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 20062008 dengan jumlah populasi 127 pengamatan. Nilai perusahaan mempunyai nilai terendah sebesar 0,14, nilai tertinggi sebesar 11,89, dan nilai rata-rata diperoleh sebesar 1,4849. Hal ini berarti bahwa rata-rata nilai pasar saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2006-2008 lebih besar dari nilai buku. Variabel kepemilikan manajerial merupakan variabel yang menggambarkan persentase saham yang dimiliki oleh manajemen, diperoleh nilai terendah sebesar 0,0000001 berarti bahwa
Tabel 2 Deskripsi Data Penelitian Nilai Perusahaan Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Institusional Profitabilitas Perusahaan Financial Leverage
Minimum 0,14 0,0000001 0,1307 0,000007 0,01
Maximum 11,89 0,7 0,9935 0,2922 18,33
Mean 1,4849 0,0498 0,6924 0,0893 1,5889
Std. Deviation 1,64925 0.09221 0,17747 0,07903 2,16913
N 127 127 127 127 127
130 Muhammad arfan dan pasrah
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Tabel 3 Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen Coefficientsa Unstandardized Coefficients B Std. Error 0,794 0,740 1,666 1,834 0,414 0,952 2,918 1,934 0,038 0,070
Model 1
(Constant) Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Institusional Profitabilitas Perusahaan Financial Leverage
Standardized Coefficients Beta 0,093 0,045 0,140 0,050
Tabel 4 Nilai Koefisien Determinasi Model Summaryb Model 1
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
0,155a
0,024
-0,008
1,6561226
a. Predictors : (Constant), Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Profitabilitas Perusahaan, Financial Leverage b. Dependent Variabel : Nilai Perusahaan
utang dengan ekuitas dalam struktur permodalan suatu perusahaan, diperoleh nilai terendah sebesar 0,01 berarti bahwa financial leverage terendah sebesar 1% yang dimiliki oleh PT. Inti Kapuas Arowana Tbk. Nilai tertinggi diperoleh sebesar 18,33 berarti bahwa financial leverage perusahaan tertinggi sebesar 18,33% yang dimiliki oleh PT. Indo Mobil Sukses Internasional Tbk. Nilai ratarata financial leverage sebesar 1,5889. Hal ini berarti bahwa rata-rata financial leverage yang dimiliki perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2006-2008 adalah sebesar 158,89%. Hasil Pengujian Hipotesis Berhubung penelitian ini menggunakan metode sensus, tidak dilakukan pengujian signifikansi terhadap nilai koefisien regresi yang diperoleh, karena nilai koefisien regresi yang diperoleh adalah nilai koefisien regresi yang sesungguhnya dari populasi. Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Package for Social Sciences) 15.0 for Windows Evolution Version, pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 3 diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: Y = 0,794 + 1,666X1 + 0,414X2 + 2,918X3 + 0,038X4 + ε
Hasil Pengujian Secara Simultan Pengujian secara simultan dilakukan untuk menguji ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan ketentuan bahwa variabel independen berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen bila Ha diterima. Ketentuan selanjutnya adalah bahwa Ha diterima jika paling sedikit ada satu βi≠0 (i=1,2,3,4) yang berarti bahwa terdapat salah satu nilai β dari keempat variabel independen yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, profitabilitas perusahaan, dan financial leverage yang nilainya tidak sama dengan nol. Sebaliknya variabel independen tidak berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen bila H0 diterima. H0 diterima jika βi (i=1,2,3,4)=0, maksudnya H0 diterima jika semua nilai β dari keempat variabel independen yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, profitabilitas perusahaan, dan financial leverage adalah sama dengan nol. Nilai β dari keempat variabel independen yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, profitabilitas perusahaan, dan financial leverage dapat dilihat pada Tabel 3. Dalam Tabel 3 didapatkan hasil bahwa βi ≠0, dimana β1=1,666, β2=0,414, β3=2,918, β4=0,038, sehingga Ha diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, profitabilitas perusahaan, dan financial leverage secara
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 131
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
simultan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Untuk melihat seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variasi variabel dependen dapat dilihat dari nilai R square dalam Tabel 4.
akan semakin tinggi pula nilai perusahaan (Jensen dan Meckling,1976).
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai R Square diperoleh sebesar 0,024 atau sebesar 2,4%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa 2,4% variasi nilai perusahaan dapat dijelaskan oleh keempat variabel independen dalam penelitian ini yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, profitabilitas perusahaan, dan financial leverage, sedangkan 97,6% sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Pengujian Secara Parsial Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Nilai perusahaan Untuk menguji pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan dilakukan pengujian secara parsial dengan ketentuan bahwa variabel kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap variabel nilai perusahaan bila Ha diterima. Ha diterima bila β1≠0. Sebaliknya kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap variabel nilai perusahaan bila H0 diterima. H0 diterima bila β1=0. Berdasarkan Tabel 3 diperoleh nilai koefisien regresi pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan (β1)≠0 yaitu sebesar 1,666. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, dengan arah pengaruhnya adalah positif. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Soliha dan Taswan (2002) yang menguji pengaruh kebijakan utang terhadap nilai perusahaan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, menunjukkan bahwa insider ownership berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini juga konsisten dengan hasil penelitian Kamal (2010) yang menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan manajerial dipandang dapat menyejajarkan manajemen dan pemegang saham, sehingga semakin tinggi kepemilikan manajerial
Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Nilai perusahaan Untuk menguji pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan dilakukan pengujian secara parsial dengan ketentuan bahwa variabel kepemilikan institusional berpengaruh terhadap variabel nilai perusahaan bila Ha diterima. Ha diterima bila β2≠0. Sebaliknya kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap variabel nilai perusahaan bila H0 diterima. H0 diterima bila β2=0. Berdasarkan Tabel 3 diperoleh nilai koefisien regresi pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan (β2)≠0 yaitu sebesar 0,414. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, dengan arah pengaruhnya adalah positif. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Kamal (2010) yang menguji pengaruh corporate governance terhadap nilai perusahaan yang menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba. Jadi investor institusional mampu berperan dalam membatasi praktik manajemen laba sehingga akhirnya berdampak pada peningkatan nilai perusahaan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Haruman (2007) yang menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Pengaruh Profitabilitas Perusahaan terhadap Nilai perusahaan Untuk menguji pengaruh profitabilitas
132 Muhammad arfan dan pasrah
perusahaan terhadap nilai perusahaan dilakukan pengujian secara parsial dengan ketentuan bahwa variabel profitabilitas perusahaan berpengaruh terhadap variabel nilai perusahaan bila Ha diterima. Ha diterima bila β3≠0. Sebaliknya profitabilitas perusahaan tidak berpengaruh terhadap variabel nilai perusahaan bila H0 diterima. H0 diterima bila β3=0. Berdasarkan Tabel 3 diperoleh nilai koefisien regresi pengaruh profitabilitas perusahaan terhadap nilai perusahaan (β3)≠0 yaitu sebesar 2,918. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, dengan arah pengaruhnya adalah positif. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Soliha dan Taswan (2002) yang menunjukkan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Semakin tinggi keuntungan yang diperoleh perusahaan, maka nilai perusahaan juga meningkat. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Margaretha dan Priyatomo (2005) yang menunjukkan bahwa profitabilitas perusahaan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Pengaruh Financial Leverage terhadap Nilai perusahaan Untuk menguji pengaruh financial leverage terhadap nilai perusahaan dilakukan pengujian secara parsial dengan ketentuan bahwa variabel financial leverage berpengaruh terhadap variabel nilai perusahaan bila Ha diterima. Ha diterima bila β4≠0. Sebaliknya financial leverage tidak berpengaruh terhadap variabel nilai perusahaan bila H0 diterima. H0 diterima bila β4=0. Berdasarkan Tabel 3 diperoleh nilai koefisien regresi pengaruh financial leverage terhadap nilai perusahaan (β4)≠0 yaitu sebesar 0,038. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa financial leverage berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, dengan arah pengaruhnya adalah positif. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Soliha dan Taswan (2002) yang menguji pengaruh kebijakan utang terhadap nilai perusahaan serta beberapa faktor yang
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
mempengaruhinya, menunjukkan bahwa kebijakan utang berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian Sujoko dan Soebiantoro (2007) menunjukkan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Margaretha dan Priyatomo (2005) menunjukkan bahwa tingkat utang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sawir (2004:4) menyatakan bahwa perusahaan yang menggunakan utang akan mempunyai nilai pasar yang lebih tinggi karena memperoleh penghematan pajak. Jensen (1986) menyatakan bahwa adanya utang dapat digunakan untuk mengendalikan pengendalian arus kas bebas secara berlebihan oleh manajemen, dengan demikian dapat menghindari investasi yang sia-sia, sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan. Peningkatan nilai tersebut dikaitkan dengan harga saham dan penurunan utang akan menurunkan harga saham (Masulis, 1988 dalam Soliha dan Taswan, 2002). Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: 1. Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, profitabilitas perusahaan, dan financial Leverage secara simultan berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 4. Profitabilitas perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 5. Financial leverage berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
Keterbatasan Peneliti menyadari sepenuhnya, bahwa masih banyak keterbatasan dalam penelitian ini antara lain: 1. Penelitian ini hanya meneliti perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasi untuk perusahaan-perusahaan lainnya yang terdaftar di BEI 2. Pemilihan variabel yang diduga berpengaruh terhadap nilai perusahaan hanya terdiri dari empat aspek saja (kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, profitabilitas perusahaan, dan financial Leverage). Hal ini memungkinkan terabaikannya faktor-faktor lain yang mungkin mempunyai pengaruh lebih besar terhadap nilai perusahaan, sebagaimana ditunjukkan oleh nilai epsilon yang terlalu besar yaitu 97,6%. Saran Untuk
menambah
referensi
penelitian
REFERENSI Ardiyos. 2003. Kamus Besar Akuntansi. Jakarta: Citra Harta Prima. Block, Stanley B. dan Geoffrey A. Hirt. 2000. Foundations of Financial Management. International Edition. 9th Edition, Singapore: Irwin McGraw-Hill. Brigham, Eugene F & Joel F Houston. 2001. Manajemen Keuangan. Buku II. Edisi Kedelapan. Alih Bahasa: Herman Wibowo. Jakarata: Erlangga.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 133
selanjutnya, ada beberapa saran yang dapat dikemukakan, antara lain: 1. Berhubung penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur saja, untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas subjek penelitian, tidak hanya pada perusahaan manufaktur karena memungkinkan ditemukannya hasil dan kesimpulan yang berbeda jika dilakukan pada subjek yang berbeda. 2. Diharapkan pada penelitian selanjutnya untuk mengembangkan lagi faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan, berhubung variabel yang diangkat dalam penelitian ini hanya mampu menjelaskan 2,4% variasi nilai perusahaan sedangkan sisanya (97,6%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. 3. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi untuk pengambilan keputusan dalam melihat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan.
Downes, J. & J.E. Goodman. 1999. “Dictionary of Finance and Investment Term”. Barrons Educational Series. Fakhruddin, Hendi M. 2008. Go Public: Strategi Pendanaan dan Peningkatan Nilai Perusahaan. Jakarta: Elex Media Komputindo. Gujarati, N Damodar. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. United States: Pearson Addison Wesley.
__________ 2004. Fundamentals of Financial Management. 10th Edition. International Student Edition. Ohio: Thomson SouthWestern.
Haruman, Tendi. 2007. Pengaruh Keputusan Keuangan dan Kepemilikan Institusional terhadap Nilai Perusahaan. The 1st PPM National Conference on Management Research ”Management in Era Globalisasi”. Sekolah Tinggi Manajemen PPM.
Domash, Harry. 2009. Fire your Stock Analyst: Analyzing Stocks on Your Own. Second Edition. New Jersey: Ft. Press.
Jelata, Rakyat . 2009. Definisi Perusahaan. http://johan17.blogspot.com/2009/11/ definisi-perusahaan.html
134 Muhammad arfan dan pasrah
Jensen, Michael C. 1986. “Agency Cost and Free Cash Flow, Corporate Finance, and Takeovers”. American Economic Review. Vol. 76. No.2: 323-329. Jensen, Michael & William Meckling. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, October, Vol. 3, No.4: 305-360. Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Jumingan. 2008. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Bumi Aksara. Kamal, Azmi. 2010. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia). Skripsi. Universitas Syiah Kuala. Margaretha, Farah. 2005. Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan: Investasi dan Sumber Dana Jangka Panjang. Jakarta: Grasindo. __________ & Fajar Priyatomo. 2005. Pengaruh Tingkat Utang dan Profitabilitas Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan di Sektor Jasa. Jurnal Manajemen dan Pemasaran Jasa. Vol.1 No.2. Mulyamah, N Wignyadisastra. 2000. Gambaran Sekilas Tentang Hubungan Nilai, Kinerja Perusahaan dan Nilai Tambah Ekonomis (EVA). JEB’s. Murwaningsari, Etty. 2007. Pengaruh Corporate
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Governance terhadap Nilai Perusahaan dengan Manajemen Laba sebagai Variabel Intervening (studi pada perusahaan manufaktur di BEJ). The 1st Accounting Conference, Faculty of Economics Universitas Indonesia, Depok. Nurlela, Rika. 2008. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen Dan Tipe Industri Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia). Skripsi. Universitas Syiah Kuala. Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi. Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Sawir, Agnes. 2004. Kebijakan Pendanaan dan Kestrukturisasi. Jakarta: Gramedia. Sitio, Arifin, Halomoan Tamba & Wisnu Chandra Kristiaji. 2001. Koperasi: Teori dan Praktik. Jakarta: Erlangga. Sujoko & Ugy Soebiantoro. 2007. Pengaruh Kepemilikan Saham, Faktor Intern dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol.9 No.1. Soliha, Euis & Taswan. 2002. Pengaruh Kebijakan Utang Terhadap Nilai Perusahaan Serta Beberapa Faktor Yang Mempengaruhinya. Jurnal Bisnis Dan Ekonomi. Vol.9 No.2. Tambunan, Andy Porman. 2007. Menilai Harga Wajar Saham. Jakarta: Alex Media Komputindo.
Jurnal2,Akuntansi Volume Nomor 2, Agustus dan2012 Keuangan ISSN: 2301-4717
Jurnal Akuntansi dan2,Keuangan 135 Volume 2, Nomor Agustus 2012
p 135-144
PENGARUH KARAKTERISTIK SASARAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH PADA KABUPATEN ACEH SINGKIL Muhammad Saleh1 dan Heriadi2 Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala 2 Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
1
This study aims to obtain empirical evidence the effect of budgetary goal characteristics toward apparatus performance of local government of Aceh Singkil. budgetary goal characteristics which consist of budgetary participation, budget goal clarity, budgetary feedback, budgetary evaluation, and budget goal difficulty are budgetary goal characteristics that are expected to affect the performance of an organization. The population of this study is the Head of Work Unit (SKPD) in the local government of Aceh Singkil that spread over 30 SKPDs. This study used census method, while to test the hypothesis of the study the writer used Multiple Regression Analysis using Statistical Product and Service Solution (SPSS) version 17.0 for Windows. The study received that the budgetary goal characteristics (budgetary participation, budget goal clarity, budgetary feedback, budgetary evaluation, and budget goal difficulty) have positive effect on the apparatus performance of regional government in Aceh Singkil not only partially but also simultaneously. Keywords : budgetary participation, budget goal clarity, budgetary feedback, budgetary evaluation, budget goal difficulty, the apparatus performance
Latar Belakang Kinerja merupakan prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja seseorang. Penilaian kinerja adalah penilaian secara periodik efektifitas organisasi, bagian organisasi dan pegawainya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan melakukan penilaian kinerja terhadap individu aparat, idealnya akan dapat diketahui tingkat kontribusi seorang pegawai terhadap unit kerja atau tingkat kontribusi unit kerja terhadap organisasi secara keseluruhan. Dalam penilaian ini, titik berat lebih ditekankan kepada hasil atau capaian yang diperoleh dibandingkan dengan perilaku kerja. Menurut Bastian (2006:274), kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisai. Daftar apa yang ingin dicapai tertuang dalam perumusan penskemaan strategis (strategic planning) suatu organisasi. Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan suatu proses politik. Dalam hal ini, anggaran merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana
publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik (Mardiasmo, 2002:61). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa anggaran publik menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas. Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas dari akuntabilitas pemerintahan/ organisasi (sektor) publik, penerapan penyusunan anggaran dengan pendekatan kinerja / anggaran kinerja (performance based budget) menjadi satu pilihan yang dianggap paling baik saat ini. Dengan menggunakan pendekatan kinerja maka setiap nilai anggaran (input) harus dihubungkan dengan hasil yang akan diperoleh baik berupa keluaran (output) maupun hasil (outcomes). Penyusunan anggaran pemerintah harus mempunyai kejelasan tujuan atau sasaran anggaran. Menurut Kenis (1979) ada beberapa karakteristik sasaran anggaran yaitu (1) partisipasi anggaran (budgetary participation), (2) kejelasan sasaran anggaran (budget goal clarity), (3) umpan balik anggaran (budgetary feedback), (4) evaluasi sasaran anggaran (budgetary evaltion) dan (5) kesulitan sasaran anggaran (budget goal
136 Muhammad Saleh dan Heriadi
difficutty). Menurut Bangun (2009) partisipasi adalah suatu proses pengambilan keputusan bersama oleh dua pihak atau lebih yang mempunyai dampak masa depan bagi pembuat dan penerima keputusan dan mengarah pada seberapa besar tingkat keterlibatan aparat pemerintah daerah dalam menyusun anggaran daerah serta pelaksanaannya untuk mencapai terget anggaran tersebut. Kejelasan sasaran anggaran adalah sejauh mana sasaran anggaran dapat ditetapkan secara jelas dan spesifik agar sasaran anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggung jawab atas pencapaian sasaran tersebut (Kenis, 1979). Untuk tingkat daerah, kejelasan sasaran anggaran akan mempermudah aparat pemerintah daerah dalam meningkatkan kinerja karena apa yang ingin dicapai sudah terencana dengan baik. Umpan balik anggaran mengenai tingkat di mana tujuan anggaran telah tercapai merupakan variabel motivasional yang penting. Umpan balik pada umumnya memberikan informasi kepada para pelaksana anggaran tentang kekurangan yang dapat mendatangkan perasaan tidak senang, bahkan dapat membuat masalah semakin buruk. Evaluasi anggaran merupakan alat pengendalian terhadap kinerja anggaran. Evaluasi anggaran pada dasarnya membandingkan antara anggaran dengan pelaksanaan sehingga ditentukan penyimpangan yang terjadi. Kenis (1979) mengemukakan bahwa kesulitan sasaran anggaran mempunyai rentang sasaran dari sangat longgar dan mudah dicapai sampai sangat ketat dan tidak dapat dicapai. Selanjutnya, Muslimah (1998) menyatakan bahwa sasaran anggaran yang lebih ketat menimbulkan motivasi yang lebih tinggi, namun jika melewati batas limitnya, maka pengetatan sasaran Setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia setiap tahun menyusun anggaran dan untuk mencapai anggaran yang baik maka ada beberapa karakteristik sasaran anggaran yang perlu diperhatikan agar kinerja yang ditargetkan bisa tercapai. Wilayah Kabupaten Aceh Singkil merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Propinsi Aceh. Seperti kabupaten lain, Kabupaten Aceh Singkil dijalankan dengan menggunakan
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia dan setiap tahun menyusun anggaran sebagai pedoman dalam melakukan berbagai kegiatan. Penyusunan anggaran pada Kabupaten Aceh Singkil juga sama seperti kabupaten lain yaitu dimulai dari penyusunan rancangan KUA dan PPAS, kemudian disusun RKA-SKPD, selanjutnya diserahkan kepada DPKKD lalu RAPBD diajukan ke DPRD untuk disahkan menjadi APBD. Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan bukti empiris apakah karakteristik sasaran anggaran yang terdiri dari (partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik, evaluasi anggaran, dan kesulitan sasaran anggaran) secara simultan berpengaruh terhadap kinerja aparat pemerintah daerah pada Kabupaten Aceh Singkil. 2. Untuk mendapatkan bukti empiris apakah karakteristik sasaran anggaran yang terdiri dari (partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik, evaluasi anggaran, dan kesulitan sasaran anggaran) secara parsial berpengaruh terhadap kinerja aparat pemerintah daerah pada Kabupaten Aceh Singkil. Tinjauan Pustaka Kinerja Aparat Pemerintah Daerah Kinerja aparat pemerintah daerah merupakan prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja seorang aparat pemerintah daerah. Penilaian kinerja adalah penilaian secara periodik efektifitas organisasi, bagian organisasi dan pegawainya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada dasarnya organisasi dijalankan oleh manusia, oleh karena itu maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka jalani dalam organisasi. Dengan melakukan penilaian kinerja terhadap individu aparat, idealnya akan dapat diketahui tingkat kontribusi seorang pegawai terhadap unit kerja atau tingkat kontribusi unit kerja terhadap organisasi secara keseluruhan.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 137
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
Dalam penilaian ini, titik berat lebih ditekankan kepada hasil atau capaian yang diperoleh dibandingkan dengan perilaku kerja. Penilaian ini juga dapat dilakukan untuk mengetahui efektif tidaknya fungsi-fungsi pokok manajemen sumber daya manusia dalam sebuah instansi. Lebih lanjut Mardiasmo (2002:121), menjelaskan pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama, pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam pemberian pelayanan publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
pengambilan keputusan bersama oleh dua pihak atau lebih yang mempunyai dampak masa depan bagi pembuat dan penerima keputusan dan mengarah pada seberapa besar tingkat keterlibatan aparat pemerintah daerah dalam menyusun anggaran daerah serta pelaksanaannya untuk mencapai terget anggaran tersebut.
Anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Anggaran mengungkapkan apa yang akan dilakukan dimasa mendatang (Bastian, 2006:163). Menurut Mardiasmo (2002:61) anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Pastisipasi Anggaran Partisipasi dalam penyusunan anggaran membuat para pelaksana anggaran lebih memahami berbagai masalah yang mungkin timbul pada saat pelaksanaan anggaran, sehingga partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat menigkatkan kinerja (Ramandei, 2010). Menurut Bangun (2009) partisipasi adalah suatu proses
Kejelasan Sasaran Anggaran Menurut Kenis (1979) kejelasan sasaran anggaran adalah sejauhmana sasaran anggaran dapat ditetapkan secara jelas dan spesifik agar sasaran anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggung jawab atas pencapaian sasaran tersebut. Untuk tingkat daerah, kejelasan sasaran anggaran akan mempermudah aparat pemerintah daerah dalam meningkatkan kinerja karena apa yang ingin dicapai sudah terencana dengan baik. Anggaran pendapatan dan belanja daerah sebagai rencana kerja pemerintah daerah merupakan desain teknis pelaksana strategi untuk mencapai tujuan daerah (Bangun, 2009). Dengan adanya desain teknis pelaksana strategi tersebut, manajerial SKPD akan bisa lebih baik dalam mengambil kebijakan karena target kinerja yang hendak dicapai sudah ada direncanakan sejak awal. Selain itu, SKPD juga harus memiliki informasi yang cukup untuk memprediksi masa depan secara tepat. Umpan Balik Anggaran Pada umumnya umpan balik memberikan informasi dari bawahan kepada atasan atau dalam hal ini kepada para pelaksana anggaran tentang kekurangan yang dapat mendatangkan perasaan tidak senang karena bisa saja umpan balik yang diberikan dalam bentuk kritikan. Menurut Arifin dalam Ramandei (2010) untuk tujuan peningkatan prestasi, umpan balik tentang keberhasilan aparat adalah sangat penting meskipun dalam beberapa hal rasa tanggungjawab yang tinggi dapat berdampak negatif apabila kegagalan diungkapkan. Evaluasi Anggaran Salah satu alat pengendalian terhadap kinerja anggaran adalah dengan mengevaluasi anggaran. Evaluasi anggaran pada dasarnya membandingkan
138 Muhammad Saleh dan Heriadi
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
antara anggaran dengan pelaksanaan sehingga ditentukan penyimpangan yang terjadi. Evaluasi kinerja yang lebih diprioritaskan pada evaluasi anggaran cenderung mempengaruhi perilaku, sikap, dan kinerja para manajer (Ramadei, 2010). Tindak lanjut dari evaluasi anggaran melalui pendekatan menghukum, bisa menyebabkan motivasi yang lebih rendah dan negatif. Akan tetapi, pendekatan mendukung, akan menyebabkan sikap dan perilaku positif (Kenis, 1979).
diisi, peneliti kemudian melakukan analisis terhadap hasil isian kuesioner.
Kesulitan Sasaran Anggaran Kenis (1979) mengemukakan bahwa kesulitan sasaran anggaran mempunyai rentang sasaran dari sangat longgar dan mudah dicapai sampai sangat ketat dan tidak dapat dicapai. Muslimah (1998) menyatakan bahwa sasaran anggaran yang lebih ketat menimbulkan motivasi yang lebih tinggi, namun jika melewati batas limitnya, maka pengetatan sasaran anggaran justru akan mengurangi motivasi.
Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diambil langsung dari sumbernya atau data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari objeknya, yaitu dari kepala SKPD pada Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Singkil. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengedarkan kuesioner, yaitu alat yang pada umumnya digunakan untuk mengumpulkan data primer yang berisi sekumpulan pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk diisi dan diserahkan kembali.
Hipotesis Berdasarkan teori, maka hipotesis penelitian ini adalah apakah “ Partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran dan kesulitan sasaran anggaran baik secara parsial maupun secara simultan berpengaruh terhadap kinerja aparat pemerintah daerah. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengujian hipotesis. Unit analisis dalam penelitian ini adalah aparat pemerintah daerah yang menjabat sebagai kepala SKPD di Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Singkil. Horizon waktu dalam penelitian ini adalah cross sectional, yang merupakan studi yang dilakukan dengan data yang hanya sekali dikumpulkan, mungkin selama periode harian, mingguan atau bulanan, dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian (Sekaran, 2006:177). Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disampaikan secara langsung oleh peneliti kepada para responden. Setelah kuesioner selesai
Populasi Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Singkil yang tersebar di 30 SKPD (www.acehsingkilkab.go.id). Penelitian ini menggunakan metode sensus, maka penelitian ini adalah penelitian sensus.
Operasionalisasi Variabel Semua variabel diukur dengan menggunakan skala Likert lima poin yaitu : (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) netral, (4) setuju, (5) sangat setuju. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Kinerja Aparat Pemerintah Daerah (Y) Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja aparat pemerintah daerah. Kinerja dapat diartikan sebagai aktivitas terukur dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari ukuran keberhasilan pekerjaan. Indikator untuk mengukur kinerja aparat pemerintah daerah pada penelitian ini adalah tepat waktu, kesesuaian keuangan dan mampu mengkoordinir. 2. Partisipasi Anggaran (X1) Partisipasi anggaran adalah merujuk pada tingkat di mana para kepala SKPD melibatkan bawahan di dalam pembuatan anggaran dan mempengaruhi sasaran anggaran dari pusat
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 139
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
pertanggungjawaban. Indikator partisipasi anggaran dalam penelitian ini adalah melibatkan bawahan dalam penyusunan anggaran dan kontribusi bawahan dalam penyusunan anggaran. 3. Kejelasan Sasaran Anggaran (X2) Kejelasan sasaran anggaran adalah sejauhmana sasaran anggaran dapat ditetapkan secara jelas dan spesifik agar sasaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggungjawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut. Kejelasan sasaran anggaran menyangkut dengan target dan sasaran anggaran. Indikator kejelasan sasaran anggaran dalam penelitian ini adalah jelasnya sasaran anggaran, spesifikasi anggaran, tujuan anggaran, dan prioritas anggaran. 4. Umpan Balik Anggaran (X3) Umpan balik anggaran mengenai tingkat di mana tujuan anggaran telah tercapai yang merupakan variabel motivasional yang penting. Umpan balik pada umumnya memberikan informasi kepada para pelaksana anggaran tentang kekurangan yang dapat mendatangkan perasaan tidak senang, bahkan dapat membuat masalah semakin buruk. Indikator umpan balik anggaran dalam penelitian ini adalah informasi yang diperoleh, kepuasan bawahan dalam menyusun anggaran, pemberian kesempatan pada bawahan. 5. Evaluasi Anggaran (X4) Evaluasi anggaran merupakan alat pengendalian terhadap kinerja anggaran. Evaluasi anggaran pada dasarnya membandingkan antara anggaran dengan pelaksanaan sehingga ditentukan penyimpangan yang terjadi. Indikator evaluasi anggaran dalam penelitian ini adalah pengawasan dan evaluasi program. 6. Kesulitan Sasaran Anggaran (X5) Sasaran anggaran yang lebih ketat menimbulkan motivasi yang lebih tinggi, namun jika melewati batas limitnya, maka pengetatan sasaran anggaran justru akan mengurangi motivasi. Selain itu, sasaran anggaran yang lebih sulit akan mengakibatkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan sasaran anggaran yang lebih mudah.
Metode Analisis Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan metode regresi linier berganda (Multiple Linier Regression) yang diolah dengan program komputer Statistic Package for Social Science (SPSS). Adapun persamaan regresi yang digunakan adalah sebagai berikut: Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + ε Dimana: Y = Kinerja Aparat Pemerintah Daerah α = Konstanta βn = Koefisien regresi X1 = Partisipasi Anggaran X2 = Kejelasan Sasaran Anggaran X3 = Umpan Balik X4 = Evaluasi Anggaran X5 = Kesulitan Sasaran Anggaran ε = Varibel error Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan uji Pearson product – Moment Coefficien of Correlation dengan bantuan software komputer melalui program Statistic Package for Social Science (SPSS). Jika nilai korelasi lebih besar dari 0.50 maka butir pernyataan valid. Sebaliknya jika nilai korelasi lebih kecil dari 0.50 pernyataan tidak valid. Untuk masing-masing constructs yang diuji, pengujian reliabilitas menggunakan koefesien cronbach alpha. Penghitungan cronbach alpha dilakukan dengan menghitung rata-rata interkorelasi di antara butir-butir pertanyaan dalam kuesioner. Pengujian reliabilitas ini dianggap reliabel atau dapat diandalkan berdasarkan kriteria cronbach alpha di atas 0.50 (Jogiyanto, 2008:142). Semakin dekat koefesien keandalan dengan 1.0 maka semakin baik. Hasil Penelitian Deskripsi dan Analisis Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disampaikan secara langsung oleh peneliti kepada para responden, yaitu kepala SKPD pada
140 Muhammad Saleh dan Heriadi
KabupatenAceh Singkil yang berjumlah 30 SKPD. Setelah kuesioner selesai diisi oleh responden, peneliti mengambil kembali untuk selanjutnya ditabulasikan dan diolah dengan menggunakan software computer melalui program Statistic Package for Social Science (SPSS). Penyebaran, pengisian dan pengembalian kuesioner dilakukan dalam waktu 3 minggu. Dari jumlah kuesioner yang dibagikan kepada responden sebanyak 30 kuesioner dinyatakan kembali dan dapat diolah. Uji Validitas dan Reliabilitas Pengujian validitas data dalam penelitian ini dilakukan secara statistik, yaitu dengan menggunakan uji Pearson Product-Poment Coefficient of Corelation dengan bantuan software computer melaui program Statistic Package for Social Science (SPSS) 17.00. Berdasarkan hasil pengolahan data seluruh pernyataan dinyatakan valid karena memiliki nilai signifikansi di atas 5%. Sedangkan pengujian reliabilitas hasil pengolahan data memperlihatkan nilai cronbach alpha untuk masing-masing variabel yakni sebesar 0,725 untuk variabel kinerja aparatur, sebesar 0,712 untuk variabel partisipasi anggaran, sebesar 0,824 untuk variabel kejelasan sasaran anggaran, sebesar 0,680 untuk variabel umpan balik anggaran, sebesar 0,607 untuk variabel evaluasi anggaran, dan sebesar 0,621 untuk variabel kesulitan sasaran anggaran. Dari hasil uji reliabilitas untuk variabel dependen dan variabel independen tersebut menunjukkan hasil yang reliabel. Nilai cronbach alpha yang dihasilkan > 0,50, sehingga seluruh variabel yang digunakan dinyatakan reliabel.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Analisis Pengaruh Karakteristik Sasaran Anggaran terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah pada Kabupaten Aceh Singkil Untuk menguji pengaruh karakteristik sasaran anggaran (yaitu partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran, dan kesulitan sasaran anggaran) terhadap kinerja aparat pemerintah daerah pada Kabupaten Aceh Singkil baik secara parsial maupun simultan digunakan metode analisis regresi linear berganda. Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Package for Social Sciences) 17.0 for Windows Evolution Version, pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Dari hasil perhitungan statistik seperti yang terlihat pada Tabel 2 maka diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: Y = 0,932 + 0,403X1 + 0,001X2 + 0,0893 + 0,215X4 + 0,092X5 + e Dari persamaan regresi tersebut diketahui bahwa konstanta (α) sebesar 0,932. Artinya jika partisipasi anggaran (X1), kejelasan sasaran anggaran (X2), umpan balik anggaran (X3), evaluasi anggaran (X4), dan kesulitan sasaran anggaran (X5) dianggap konstan, maka besarnya kinerja aparat pemerintah daerah adalah 0,932. Koefisien regresi partisipasi anggaran sebesar 0,403, artinya setiap perubahan 1% partisipasi anggaran secara relatif akan meningkatkan
Tabel 2 Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen Coefficientsa Nama variabel Konstanta Partisipasi Anggaran (X1) Kejelasan Sasaran Anggaran (X2) Umpan Balik Anggaran (X3) Evaluasi Anggaran (X4) Kesulitan Sasaran Anggaran (X5) Sumber : Data primer, diolah (2011)
B
stándar Error
0,932 0,403 0,001 0,089 0,215 0,092
0,658 0,180 0,166 0,117 0,151 0,167
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 141
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
kinerja aparat pemerintah daerah sebesar 0,403 dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Koefisien regresi kejelasan sasaran anggaran sebesar 0,001, artinya setiap perubahan 1% kejelasan sasaran anggaran secara relatif akan meningkatkan kinerja aparat pemerintah sebesar 0,001 dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Koefisien regresi umpan balik anggaran sebesar 0,089 artinya setiap perubahan 1% kompetensi secara relatif akan meningkatkan kinerja aparat pemerintah daerah sebesar 0,089 dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Koefisien regresi evaluasi anggaran sebesar 0,215 artinya setiap perubahan 1% evaluasi anggaran secara relatif akan meningkatkan kinerja aparat pemerintah daerah sebesar 0,215 dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Koefisien regresi kesulitan sasaran anggaran sebesar 0,092 artinya setiap perubahan 1% kesulitan sasaran anggaran secara relatif akan meningkatkan kinerja aparat pemerintah daerah sebesar 0,092 dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan.
mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang ditentukan berdasarkan rancangan pengujian hipotesis yang telah dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan rancangan pengujian hipotesis, Ha1 diterima jika paling sedikit ada satu βi ≠ 0 (i = 1, 2, 3, 4, 5) yang berarti bahwa terdapat salah satu nilai β dari kelima variabel independen yaitu partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran, dan kesulitan sasaran anggaran yang nilainya tidak sama dengan nol. Sebaliknya H01 diterima jika semua βi = 0 (i = 1, 2, 3, 4, 5), maksudnya yaitu H01 diterima jika nilai β dari kelima variabel independen yaitu partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran, dan kesulitan sasaran adalah sama dengan nol. Nilai β dari kelima variabel independen yaitu partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran, dan kesulitan sasaran anggaran dapat dilihat pada Tabel 2. Dalam Tabel 2 didapatkan hasil bahwa semua βi ≠ 0, dimana β1 = 0,403, β2 = 0,001, β3 = 0,089, β4 = 0,215, dan β5 = 0,092 sehingga Ha1 diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran, dan kesulitan sasaran anggaran secara simultan berpengaruh terhadap kinerja aparat pemerintah daerah pada Kabupaten Aceh Singkil. Koefisien determinasi pada intinya adalah untuk mengukur besar persentase variasi variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel bebas. Nilai koefisien determinasi dapat dilihat dari nilai R square. Tabel 3 menunjukan nilai dari R square dalam penelitian ini. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai R square diperoleh sebesar 0,517 atau sebesar 51,7%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa 51,7% variasi kinerja aparat pemerintah daerah pada Kabupaten Aceh Singkil dapat dijelaskan oleh kelima variabel
Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linear berganda (multiple regression analysis). Metode regresi linear berganda menghubungkan satu variabel dependen dengan beberapa variabel independen dalam suatu model penelitian. Berhubung penelitian ini menggunakan metode sensus, maka tidak dilakukan uji signifikansi terhadap nilai koefisien regresi yang diperoleh baik secara simultan maupun secara parsial, karena nilai koefisien regresi yang diperoleh adalah nilai koefisien regresi yang sesungguhnya dari populasi. Adapun untuk menguji hipotesis yang telah diajukan maka dilakukan pengujian secara simultan dan secara parsial. Pengujian Secara Simultan Pengujian secara simultan dilakukan untuk
Tabel 3 Nilai Koefesien Determinasi Model Summaryb
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 0,719 0,517 0,417 0,327 a. Predictors : (Constant), partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran, kesulitan sasaran anggaran b. Dependent Variabel : Kinerja Aparatur a
142 Muhammad Saleh dan Heriadi
independen dalam penelitian ini yaitu partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran, dan kesulitan sasaran, sedangkan 48,3% sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disebutkan dalam model penelitian ini. Pengujian Secara Parsial Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Kinerja Aparatur Berdasarkan rancangan pengujian hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya, H02 diterima jika β1 = 0, yang berarti bahwa nilai β1 yaitu partisipasi anggaran sama dengan nol, sebaliknya Ha2 diterima jika β1 ≠ 0, yang berarti nilai β1 yaitu partisipasi anggaran tidak sama dengan nol. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa partisipasi anggaran mempunyai nilai β1 = 0,403 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha2 diterima.. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, secara parsial variabel partisipasi anggaran mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja aparat pemerintah daerah pada Kabupaten Aceh Singkil. Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Kinerja Aparatur Berdasarkan rancangan pengujian hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya, H03 diterima jika β2 = 0, yang berarti bahwa nilai β2 yaitu kejelasan sasaran anggaran sama dengan nol, sebaliknya Ha3 diterima jika β2 ≠ 0, yang berarti nilai β2 yaitu kejelasan sasaran anggaran tidak sama dengan nol. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kejelasan sasaran anggaran mempunyai nilai β2 = 0,001, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha3 diterima.. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, secara parsial variabel kejelasan sasaran anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja aparat pemerintah daerah pada Kabupaten Aceh Singkil. Pengaruh Umpan Balik Anggaran terhadap Kinerja Aparatur Berdasarkan rancangan pengujian hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya, H04 diterima
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
jika β3 = 0, yang berarti bahwa nilai β3 yaitu umpan balik anggaran sama dengan nol, sebaliknya Ha4 diterima jika β3 ≠ 0, yang berarti nilai β3 yaitu umpan balik anggaran tidak sama dengan nol. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa umpan balik anggaran mempunyai nilai β3 = 0,089 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha4 diterima.. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, secara parsial variabel umpan balik anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja aparat pemerintah daerah pada Kabupaten Aceh Singkil. Pengaruh Evaluasi Anggaran Terhadap Kinerja Aparatur Berdasarkan rancangan pengujian hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya, H05 diterima jika β4 = 0, yang berarti bahwa nilai β4 yaitu evaluasi anggaran sama dengan nol, sebaliknya Ha5 diterima jika β4 ≠ 0, yang berarti nilai β4 yaitu evaluasi anggaran tidak sama dengan nol. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa evaluasi anggaran mempunyai nilai β4 = 0,215 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha5 diterima.. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, secara parsial variabel evaluasi anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja aparat pemerintah daerah pada Kabupaten Aceh Singkil. Kesulitan Sasaran Anggaran terhadap Kinerja Aparatur Berdasarkan rancangan pengujian hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya, H06 diterima jika β5 = 0, yang berarti bahwa nilai β5 yaitu kesulitan sasaran anggaran sama dengan nol, sebaliknya Ha6 diterima jika β5 ≠ 0, yang berarti nilai β5 yaitu kesulitan sasaran anggaran tidak sama dengan nol. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kesulitan sasaran anggaran mempunyai nilai β5 = 0,092 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha6 diterima.. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, secara parsial variabel kesulitan sasaran anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja aparat pemerintah daerah pada Kabupaten Aceh Singkil.
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: 1. Partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran, dan kesulitan sasaran anggaran secara simultan berpengaruh terhadap kinerja aparat pemerintah daerah pada Kabupaten Aceh Singkil. 2. Partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran, dan kesulitan sasaran anggaran secara parsial berpengaruh positif terhadap kinerja aparat pemerintah daerah pada Kabupaten Aceh Singkil. Keterbatasan Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan yang membatasi kesempurnaannya. Oleh karena itu, keterbatasan ini perlu diperhatikan dalam penelitian selanjutnya. Adapun keterbatasan tersebut adalah: 1. Penelitian ini hanya meneliti pada Kabupaten Aceh singkil, sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasikan untuk semua kabupaten/ kota di wilayah lainnya. 2. Responden penelitian ini adalah kepala SKPD, tidak melibatkan kepala bagian,
Referensi Adrianto, Yogi. 2008. Analisis Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Manajerial dengan Kepuasan Kerja, Job Relevant Information dan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada Rumah Sakit Swasta di Wilayah Kota Semarang). Tesis. Semarang: Program Studi Magister Sains Akuntansi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 143
kepala bidang/kepala seksi. 3. Pengukuran seluruh variabel dilakukan secara subyektif atau berdasarkan persepsi responden, yang akan menimbulkan masalah bila persepsi responden berbeda dengan keadaan sebenarnya. Saran Untuk menambah referensi penelitian selanjutnya, ada beberapa saran yang dikemukakan, antara lain : 1. Dengan menggunakan variabel yang sama, penelitian selanjutnya dapat menambahkan jumlah responden bukan hanya kepala SKPD, tetapi juga melibatkan kepala bagian, kepala bidang/kepala seksi yang bertanggungjawab terhadap proses penganggaran di organisasi pemerintah daerah. 2. Dengan menggunakan variabel yang sama, penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada pemerintah daerah di wilayah lainnya baik tingkat kabupaten/kota atau provinsi. Hal ini dimaksudkan agar kesimpulan yang dihasilkan dari peneliti sekarang memiliki cakupan yang lebih luas dan tidak hanya pada satu daerah saja. 3. Penelitian selanjutnya dapat juga dilakukan dengan menambah beberapa variabel lain yang dapat mempengaruhi kinerja aparat pemerintah daerah.
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga. Bangun, Andarias. 2009. Pengaruh Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran dan Struktur Desentralisasi terhadap Kinerja Manajerial SKPD dengan Pengawasan Internal sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Kasus pada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang). Tesis. Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Bulan, Rida Fani. 2011. Pengaruh Partisipasi dan Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap
144 Muhammad Saleh dan Heriadi
Job Relevant Information serta Implikasinya pada Senjangan Anggaran (Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bireuen). Tesis Tidak Dipublikasikan. Banda Aceh: Program Magister Sains Akuntansi, Program Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala. Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat. ----------------. 2002. Seri Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah : Akuntansi dan Pengendalian Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Hehanusa, Maria. 2010. Pengaruh Partisipasi Penganggaran terhadap Kinerja Aparat: Integrasi Variabel Intervening dan Variabel Moderasi pada Pemerintah Kota Ambon dan Pemerintah Kota Semarang. Jurnal MAKSI. Vol. 10 No. 2 Agustus: 150-169. Indriantoro, N & Bambang Supomo. 1999. Metode Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi & Manajemen. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Karyanti, Tutik Dwi. 2010. Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Desentralisasi, dan Sistem Pengukuran terhadap Kinerja Organisasi Sektor Publik. Jurnal MAKSI. Vol. 10 No. 2 Agutus: 170-185. Kenis, I. 1979. Effects on Budgetary Goal Characteristic on Managerial Attitudes and Performance. The Accounting Review. LIV (4) 707-721. Kuncoro, Mudrajad. 2009. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi: Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis?. Edisi 3. Jakarta: Erlangga. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yoyakarta: Andi. Muslimah, Susilawati. 1998. Dampak Gaya Kepemimpinan, Ketidakpastian Lingkungan, dan Informasi Job Relevant terhadap
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Perceived Usefullness Sistem Penganggaran. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol I. 219238. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Univeritas Syiah Kuala. 2010. Buku Panduan Penulisan Skripsi Program Studi Akuntansi. Banda Aceh: Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala. Ramandei, Pilipus. 2010. Karakteristik Sasaran Anggaran, Sistem Pengendalian Intern dan Kinerja Manajerial Aparat Pemerintah Daerah. Jurnal MAKSI. Vol. 10 No. 1 Januari: 55-73. Republik Indonesia. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Republik Indonesia. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Republik Indonesia. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For Business: Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Buku 1 Edisi 4. Salemba Empat: Jakarta. Suhartono dan Solichin. 2006. Pengaruh Kejelasan Anggaran terhadap Senjangan Anggaran Instansi Pemerintah Daerah dengan Komitmen Organisasi sebagai Pemoderasi. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang. Widodo, Djoko. 2007. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Malang: Bayu Media. www.acehsingkilkab.go.id. Diakses pada tanggal 2 Juli 2011.
Jurnal2,Akuntansi Volume Nomor 2, Agustus dan2012 Keuangan ISSN: 2301-4717
Jurnal Akuntansi dan2,Keuangan 145 Volume 2, Nomor Agustus 2012
p 145-150
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PDAM TIRTA MON PASE ACEH UTARA NAz’aina Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
The purpose of this paper is to analyze the financial performance of PDAM Tirta Mon Pase North Aceh. The data used are the financial statements PDAM Tirta Mon Pase during 2008-2010. The analytical method used is to use the approach of financial ratios, such as: Current Assets to Current Debt, Long-Term Debt to Equity, Total Assets to Total Debt, Assets of the Water Sales, Operating Income before depreciation costs of the installments of principal and interest due, operating costs to operating revenue, Receivables Billing period, Return on Assets, Return on Sales and Billing Effectiveness. The results of financial analysis of financial ratios are analyzed by the approach of Financial Performance Assessment Guidelines for Regional Water Company issued by the Minister of Home Affairs No. 47 of 1999. Research results indicate that the financial performance of PDAM Tirta 2008 Mon Pase North Aceh reflects the company’s financial performance in fairly good condition. While the 2009 and 2010 financial performance of PDAM Tirta Mon Pase North Aceh reflects the company’s financial performance in unfavorable condition. Keywords: financial performance, assessment guidelines, PDAM
Latar Belakang Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa daerah berwenang untuk mengelola sumber regional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Sebagai bentuk penyerahan sebagian urusan pemerintah di bidang pekerjaan umum kepada daerah, maka pelayanan air minum diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dalam menangani perusahaan pemerintah hendaknya jangan melewatkan prinsip-prinsip manajemen untuk melihat kinerja perusahaan. Salah satu kinerja yang perlu dipertimbangkan adalah laporan kinerja keuangan. Laporan kinerja keuangan atau disebut juga laporan pendapatan dan biaya, laporan surplus-rugi, laporan operasi, laporan surplus-defisit, atau laporan profit dan loss adalah laporan keuangan yang menyajikan pendapatan dan biaya selama satu tahun periode (Bastian, 2006:248). Laporan kinerja keuangan secara umum berisikan komponen neraca, laba rugi, arus kas, perubahan modal dan catatn atas laporan keuangan (SAK, 2009: Paragraf 7). Berdasarkan
ke lima komponen di atas maka dapat dilakukan analisis kinerja keuangan sebuah perusahaan dengan menggunakan rasio . Harahap (2006:301) mengatakan jenis rasio keuangan antara lain rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio profitabilitas/ rentabilitas, rasio leverage, rasio aktivitas dan rasio pasar, rasio pertumbuhan dan rasio produktivitas. Dengan mengetahui rasio keuangan manajer/ atau pihak yang berkepentingan dapat mengetahui keadaan kesehatan keuangan suatu perusahaan. Berdasarkan SK Menteri dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999 tanggal 31 Mei 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Keuangan Perusahaan Daerah. Penggolongan tingkat kesehatan BUMD meliputi aspek keuangan, operasional dan administrasi diatur oleh pemerintah yang dituangkan dalam penggolongan tingkat kesehatannya, yaitu sebagai berikut; baik sekali, bila memperoleh nilai kinerja di atas 75, baik, bila memperoleh nilai kinerja diatas 60 sampai dengan 75, cukup, bila memperoleh nilai kinerja diatas 45 sampai dengan 60, kurang, bila memperoleh nilai kinerja diatas 30 sampai dengan 45, tidak baik, bila memperoleh nilai kinerja diatas 30 sampai dengan 45, dan tidak baik, bila memperoleh nilai kinerja
146 NAz’aina
kurang dari atau sama dengan 30. Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Mon Pase Kabupaten Aceh Utara merupakan perusahaan daerah (BUMD) yang bertugas dalam pengelolaan air bersih di wilayah Kabupaten Aceh Utara yang mulai beroperasi Tanggal 1 Januari 1983. Sampai saat ini PDAM Tirta Mon Pase telah beroperasi selama lebih kurang 30 tahun, namun keuntungan yang diperoleh belum maksimal. Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis kinerja keuangan pada Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Mon Pase Kabupaten Aceh Utara. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Laporan Kinerja Keuangan Salah satu fungsi akuntansi adalah menyajikan laporan-laporan periodik untuk manajemen, investor, kreditur, dan pihak-pihak lain diluar perusahaan. Laporan keuangan utama yang dihasilkan dari proses akuntansi adalah neraca, laporan rugi-laba, dan juga laporan aliran kas. Neraca dibuat dengan maksud untuk menggambarkan posisi keuangan suatu organisasi pada suatu saat tertentu. Laporan laba rugi seringkali mendapat perhatian lebih dibandingkan dengan neraca, karena laba merupakan indikator utama keberhasilan perusahaan. Laporaan laba rugi adalah wadah dimaana laba rugi perusahaaan dilaporkan (Pribadi, 2011: 30). Disamping ketiga laporan yang pokok tersebut, juga dihasilkan laporan pendukung seperti laporan laba ditahan, laporan perubahan modal sendiri, dan diskusidiskusi oleh pihak manajemen (Hanafi dan Halim, 2009 : 49). Laporan kinerja keuangan atau disebut juga laporan pendapatan dan biaya, laporan surplusrugi, laporan operasi, laporan surplus-defisit, atau laporan profit dan loss adalah laporan keuangan yang menyajikan pendapatan dan biaya selama satu tahun periode (Bastian, 2006:248). Bastian juga mengemukan bahwa laporan kinerja keuangan minimal harus mencakup pos-pos sebagai berikut ini: pendapatan dari aktivitas operasi, surplus atau defisit dari aktivitas operasi, biaya keuangan (biaya pinjaman), surplus atau
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
defisit neto saham dari asosiasi dan joint venture yang menggunakan metode ekuitas, surplus atau defisit dari aktivitas biasa, pos-pos luar biasa, saham partisipasi minoritas dari surplus atau defisit neto dan surplus atau defisit neto untuk suatu periode. Kinerja Keuangan dengan Rasio Keuangan Salah satu tahapan dalam proses akuntansi yang penting untuk keperluan pengambilan keputusan manajemen adalah tahap interprestasi laporan akuntansi, yang didalamnya mencakup rasio keuangan. Rasio keuangan yang merupakan bentuk informasi akuntansi yang penting bagi perusahaan selama suatu periode tertentu. Berdasarkan rasio tersebut, maka kita dapat mengungkapkan posisi kondisi keuangan, maupun kinerja ekonomis di masa depan. Analisis rasio keuangan merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu. Suatu rasio mengungkapkan hubungan matematik antara satu jumlah dengan jumlah lainnya atau perbandingan antara satu pos dengan pos lainnya, Suatu rasio bermanfaat, bila rasioo tersebut memperlihatkan suatu hubungan yang mempunyai makna (Prastowo dan Juliaty, 2002 : 76). Analisis rasio dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar perbandingan dalam menemukan kondisi dan trend yang sulit untuk didetekssi dengan mempelajari masing-masing komponen yang membentuk rasio (Subramanyam dan Wild, 2010 : 42). Harahap (2006:301) mengatakan jenis rasio keuangan antara lain rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio profitabilitas, rasio aktivitas dan rasio pasar, rasio pertumbuhan dan rasio produktivitas. Pertama. Rasio likuiditas, rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Kedua. Rasio solvabilitas, rasio menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajiban apabila perusahaan dilikuidasi. Ketiga. Rasio rentabilitas/
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 147
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
profitabilitas, menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui seluruh kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal jumlah karyawan dan sebagainya. Keempat. Rasio leverage, rasio menggambarkan hubungan antara hutang perusahaan terhadap modal maupun asset. Kelima. Rasio Aktivitas, rasio menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian atau kegiatan lainnya. Keenam. Rasio Pertumbuhan, rasio menggambarkan persentasi kenaikan penjualan tahun ini dibanding dengan tahun lalu. Semakin tinggi berarti semakin baik. Ketujuh. Penilaian Pasar, rasio merupakan rasio yang khusus dipergunakan di pasar modal yang menggambarkan situasi perusahaan di pasar modal. Terakhir. Rasio Produktivitas, adalah rasio yang menunjukkan tingkat produktivitas dari unit atau kegiatan yang dinilai. Selanjutnya Harahap (2006:298) ada beberapa keunggulan dari analisa rasio yaitu: Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan, Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit, Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain, Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi (Z-score), Menstandarisir size perusahaan, Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time series dan lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang. Sedangkan keterbatasan rasio adalah:kesulitan dalam memilih rasio yang tepat untuk pemakainyaa, keterbatasaan tehnik yaitu mengandung taksiran dan judgment yang dapat dinilai bias dan subjektif, nilai perolehan cost bukan harga pasar, klasifikasi dalam laporan keuangan akan berdampak pada angka rasio, metode pencataatan yang berbeda oleh perusahaan yang berbeda, sulit jika data tidak ada dan tidak sinkron, dan sulit dilakukan perbandingan jika penerapan tehnik dan standar yang berbeda. Aplikasi analisa rasio keuangan dalam
praktik bisnis serta pengkajian-pengkajian dan studi yang telah dilakukan mengantarkan kepada pemikiran untuk menjadikan rasio keuangan sebagai indikator yang paling penting dalam praktek bisnis dan ekonomi. Bermanfatnya rasio sangat tergantung pada keahlian penerapan dan interpretassinya dan interpretasi ini dapat dilakukan dalam perbandingan dengan rasio tahun sebelumnya, standar yang ditentukan sebelumnya dan rasio pesaing (Subramanyam dan Wild, 2010:43). Tingkat Kesehatan Perusahaan Tingkat kesehatan perusahaan diperlukan untuk melihat apakah suatu keuangan dalam suatu perusahaan itu dalam keadaan sehat atau tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan antara dua elemen yang ada atau disebut dengan rasio. Dengan rasio itu kita dapat mengetahui tingkat rentabilitas, likuiditas dan solvabilitas suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu. Penggolongan tingkat kesehatan PDAM sudah diatur oleh pemerintah yang dituangkan dalam SK Menteri dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999 tanggal 31 Mei 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Keuangan Perusahaan Daerah Air Minum Dalam Surat Keputusan tersebut penggolongan tingkat kesehatannya, yaitu sebagai berikut: Baik Sekali, bila memperoleh nilai kinerja diatas 75 Baik, bila memperoleh nilai kinerja diatas 60 sampai dengan 75, Cukup, bila memperoleh nilai kinerja diatas 45 sampai dengan 60, Kurang, bila memperoleh nilai kinerja diatas 30 sampai dengan 45, Tidak Baik, bila memperoleh nilai kinerja diatas 30 sampai dengan 45 dan Tidak Baik, bila memperoleh nilai kinerja kurang dari atau sama dengan 30. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahun 2008-2010 pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Mon Pase Kabupaten Aceh Utara. Setelah mendapatkan data laporan keuangan peneliti mengkelompokkan berdasarkan jenis aset dan kewajiban dengan menyesuaikan pada analisis
148 NAz’aina
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
rasio yang digunakan. Model Analisis Data Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan pendekatan deskriptif dengan menganalisis data laporan keuangan ke dalam rasio rasio keuangan kemudian dibandingkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum. Adapun rasio-rasio keuangan tersebut adalah: 1. Rasio Aktiva Lancar terhadap Utang Lancar Rasio ini merupakan tolok ukur untuk menilai ketersediaan aset-aset likuid untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dalam rangka membiayai kegiatan operasi maupun pembiayaan hutang dan bunga yang jatuh tempo. Rumus : Aktiva Lancar Utang Lancar
2. Rasio Utang Jangka Panjang terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) Rasio ini dimaksudkan untuk menilai keseimbangan diantara dua sumber pendanaan yang digunakan untuk membiayai asset perusahaan, yaitu modal dan hutang. Rumus : Utang Jangka Panjang
Ekuitas
3. Rasio Total Aktiva terhadap Total Utang (Solvabilitas) Rasio ini merupakan tolok ukur untuk menilai tingkat kecukupan dari seluruh aset yang tersedia dibandingkan dengan seluruh hutang perusahaan, yang sekaligus mencerminkan jumlah aktiva neto (net worth) yang tersedia. Rumus: Total Aktiva Total Utang
4. Rasio Aktiva Produktif terhadap Penjualan Air Rasio ini digunakan untuk mengukur produktifitas/ pendayagunaan dari aset-aset yang tertanam, dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menghasilkan pendapatan dalam rangka pengembalian investasi bagi pemegang saham dan pembayaran bunga kepada kreditor. Rendahnya rasio ini akan memberikan dampak yang signifikan pada
berbagai indikator keuangan lainnya. Rumus: Aktiva Produktif
Penjualan Air
5. Rasio Laba Operasi sebelum biaya Penyusutan terhadap Angsuran Pokok dan Bunga Jatuh Tempo.Rasio ini digunakan untuk mengukur potensi dari laba yang dihasilkan dapat memenuhi kewajiban pembayaran angsuran pokok dan bunga yang jatuh tempo. Rumus:
Laba Operasional sebelum Biaya Penyusutan (Angsuran Pokok + Bunga) jatuh tempo
6. Rasio Biaya Operasi Terhadap Pendapatan Operasi Rasio ini merupakan tolok ukur untuk menilai efisiensi/kehematan dalam penggunaan sumber dana dan daya untuk menjalankan kegiatan operasional perusahaan. Rumus: Biaya Operasi
Pendapatan Operasi
7. Jangka Waktu Penagihan Piutang Merupakan tolok ukur untuk menilai efektivitas dari upaya manajemen dalam pengendalian piutang yaitu menilai lamanya waktu rata-rata piutang tertagih menjadi kas. Semakin sedikit waktu yang dibutuhkan dalam penagihan piutang menjadi kas akan semakin dinamis cash flow perusahaan. Rumus: Piutang Usaha
Jumlah Penjualan per hari
8. Rasio Laba terhadap Aktiva Produktif Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari jumlah aset produktifitas yang dikelola. Rumus : Laba Sebelum Pajak
Aktiva Produktif
9. Rasio Laba terhadap Penjualan Rasio ini digunakan untuk mengukur laba yang dapat dihasilkan dari jumlah penjualan dalam tahun berjalan. Rumus: Laba Sebelum Pajak
Penjualan
10. Ekuitas Penagihan Merupakan tolok ukur untuk menilai efektivitas dari upaya manajemen dalam pengendalian piutang yaitu menilai berapa persen piutang tertagih menjadi kas. Keberhasilan dalam pengendalian piutang
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 149
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
ini akan mendukung ketersediaan likuiditas perusahaan untuk membiayai kegiatan operasional dan kewajiban-kewajiban yang jatuh tempo. Rumus: Rekening Tertagih
Aceh Utara tahun 2009 adalah sebesar 27. Dan pada tahun 2008 didapatkan nilai kinerja adalah 28 jadi lebih besar.
Klasifikasi Nilai Kinerja Keuangan Perusahaan PDAM Tirta Mon Pase Aceh Utara Dalam menentukan klasifikasi nilai kinerja keuangan dilakukan dengan membagi total nilai yang diperoleh dibagi nilai maksimum dikali bobot, dan hasilnya baru dapat diklasifikasi kinerja PDAM Tirta Mon Pasee tersebut. Berikut nilai kinerja dari perhitungan tingkat kinerja keuangan perusahaan PDAM Tirta Mon Pase.
Penjualan Air
PEMBAHASAN Kinerja keuangan adalah prestasi yang dicapai oleh perusahaan dengan menganlisis rasio untuk melihat adanya peningkatan atau penurunan setiap tahun. Untuk menghitung kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan, maka penulis mengunakan rumus dari Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum.
Berdasarkan Tabel 1 di atas diketahui bahwa Tahun 2008 kinerja keuangan PDAM Tirta Mon Pase Aceh Utara mencerminkan kondisi kinerja keuangan perusahaan dalam keadaan cukup baik. Hal tersebut disebabkan perusahaan PDAM Tirta Mon Pase Aceh Utara masih mengalami kendala dalam mengelola harta perusahaan untuk memperoleh keuntungan. Dari laporan laba rugi dapat dilihat bahwa biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pendapatan . Sedangkan pada tahun 2009 kinerja keuangan PDAM Tirta Mon Pase Aceh Utara mencerminkan kondisi kinerja keuangan perusahaan dalam keadaan kurang baik. Pada tahun ini, kondisi perusahaan mengalami kemunduran dari tahun 2008, hal ini disebabkan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan belum berkualitas atau manajemen yang belum maksimal mengelola perusahaan yang pada akhirnya perusahaan mengalami kerungian. Oleh karena itu, untuk periode selanjutnya perusahaan harus meningkatkan
Analisis Rasio Keuangan 2008-2010 Berdasarkan Tabel 1 sampai 3, jumlah nilai kinerja keuangan PDAM Tirta Mon Pase Aceh Utara tahun 2010 dari keseluruhan rasio yang terdiri dari rasio aktiva lancar terhadap hutang lancar, rasio hutang jangka panjang terhadap ekuitas, rasio total aktiva terhadap total hutang, rasio aktiva produktif terhadap penjualan air, rasio laba operasi sebelum biaya penyusutan terhadap angsuran pokok dan bunga jatuh tempo, rasio biaya operasi terhadap pendapatan operasi, rasio jangka waktu penagihan piutang, rasio laba terhadap aktiva produktif, rasio laba terhadap penjualan dan rasio efektifitas penagihan periode 2010 adalah sebesar 25. Sedangkan bahwa jumlah nilai kinerja keuangan PDAM Tirta Mon Pase
Tabel 1 Nilai Kinerja Keuangan PDAM Tirta Mon Pase Aceh Utara 2008-2010 Tahun
Uraian
2010
Kinerja Keuangan
Tingkat Kinerja Keuangan Jumlah nilai yang diperoleh Maksimum Nilai
2009
Kinerja Keuangan
Jumlah nilai yang diperoleh Maksimum Nilai
2008
Kinerja Keuangan
Jumlah nilai yang diperoleh Maksimum Nilai
Keterangan: > 75 = Baik sekali > 30 – 45 = Kurang Sumber: Data Diolah (2012)
> 60 – 75 = Baik < = 30 = Tidak Baik
Nilai
x Bobot x Bobot x Bobot
> 45 – 60
= Cukup
25 60 27 60 28 60
x 100 x 100 x 100
Kinerja 41.67
Kurang
45
Kurang
46.67
Cukup
150 NAz’aina
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
sumber daya guna mencapai tujuan perusahaan sesuai dengan yang diharapkan. Namun tahun 2010 kinerja keuangan mencerminkan kondisi perusahaan dalam keadaan kurang baik. Kondisi keuangan tahun ini sama dengan pada tahun 2009 yang tidak mengalami perkembangan. Hal tersebut disebabkan belum maksimal dalam mengelola harta perusahaan dalam mencapai laba dan biaya-biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pendapatan. Oleh karena itu, untuk periode selanjutnya diharapkan kepada manajemen perusahaan dapat memperhatikan faktor tersebut guna mencapai tujuan perusahaan sesuai dengan yang diharapkan. KESIMPULAN Analisis kinerja keuangan Tingkat kinerja keuangan PDAM Tirta Mon Pase Aceh Utara di tahun 2010 adalah kurang baik, karena nilai kinerjanya adalah sebesar 41.67 dan hasil ini berdasarkan SK Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penilaian Kinerja
REFERENSI Bastian,Indra (2006). Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Erlangga. Hanafi, M. Dan Abdul Halim, (2009). Analisis Laporan Keuangan, Edisi Kelima. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Harahap, Sofyan Syafri (2006). Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Edisi Kesatu, Cetakan ke lima, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Ikatan Akuntansi Indonesia (2009). Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat. Prastowo, Dwi dan Rifka Juliaty (2002). Analisis
Perusahaan Daerah Air Minum. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2009 dimana tingkat kinerja PDAM Tirta Mon Pase Aceh Utara juga adalah kurang baik. Sedangkan pada tahun 2008 sebelumnya kondisi masih baik kerena nilai kinerja adalah sebesar 46,67. Berdasarkan hasil tersebut Untuk Perusahaan PDAM Tirta Mon Pase Aceh Utara dapat meningkatkan efisiensi usahanya, dengan cara mengurangi pengeluaranpengeluaran yang berpengaruh terhadap perusahaan, misalnya dengan cara memperbaiki sarana dan fasilitas, atau memperbaiki peralatanperalatan yang sudah rusak, sehingga dapat menekan biaya tanpa perlu membeli yang baru lagi. Selain itu perusahaan juga mulai mempertimbangkan untuk meninjau kembali biaya langsung usaha dan biaya Administrasi dan umum. Analisis penilaian kinerja perusahaan diharapakn dilakukan tidak hanya berdasar data historis, tetapi dilakukan dengan analisa yang lebih mendalam mengenai aspek manajemen dan aspek-aspek yang lain dari segi kualitasnya.
Laporan Keuangan Konsep dan Aplikasi. Cetakan kedua (Edisi Revisi). Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN Pribadi, Toto (2011). Analisis Laporan Keuangan Teori dan Aplikasi. Cetakan Kedua. Jakarta: Penerbit PPM Republik Indonesia, Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah SK Menteri dalam Negeri Nomor : 47 tahun 1999. Tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum. Subramanyam,K.R dan John J.Wild, (2010). Analisis Laporan Keuangan Financial Statement Analysis, Buku 1, Edisi kesepuh. Jakarta: Salemba Empat
Jurnal2,Akuntansi Volume Nomor 2, Agustus dan2012 Keuangan ISSN: 2301-4717
Jurnal Akuntansi dan2,Keuangan 151 Volume 2, Nomor Agustus 2012
p 151-163
PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN Studi pada Emiten Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010 RAHMAWATY1 DAN IMANIAR2 1 Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Alumni Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
2
The objective of this research is to examine the influence of physical capital, human capital, and structural capital, both simultaneously and partially, to financial performance on listed companies from the manufacturing sector at the Indonesia Stock Exchange (BEI) for the year 2008-2010. The research type used in this research is verificative research or hypothesis testing research. By using census method, there are 69 firm observations fulfilling the population criteia. The data type used is secondary data that gotten from the capital market reference center at the Indonesia Stock Excange. The multiple regression analysis model is used to test the hypothesis. The results of this research show that (1) physical capital, human capital, and structural capital simultaneously have influence toward financial performance (2) physical capital partially have influence toward financial performance (3) human capital partially have influence toward financial performance, and (4) structural capital partially have influence toward financial performance. Keywords: financial performance, physical capital, human capital, structural capital.
Latar Belakang Dewasa ini perekonomian dunia semakin pesat ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi informasi, persaingan yang ketat dan pertumbuhan inovasi yang luar biasa. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan perlu mengubah strategi bisnisnya dari bisnis yang berdasarkan tenaga kerja (labor-based business) menjadi bisnis yang berdasarkan pengetahuan (knowledge-based business), dan ilmu pengetahuan menjadi karakteristik perusahaan. Seiring dengan perubahan ini, perusahaan perlu memperhatikan modal yang tidak berwujud (pengetahuan) untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dimasa depan. Kinerja keuangan merupakan prestasi perusahaan yang ditunjukkan dalam laporan keuangannya (Subkhan dan Citraningrum, 2010). Penilaian terhadap kinerja keuangan suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan untuk mengetahui kondisi perusahaan secara periodik, melalui rasio keuangan seperti Return On Asset (ROA). Return on Asset menunjukkan kemampuan perusahaan
menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan (Sartono, 2001:123) Kinerja keuangan perusahaan yang merupakan fokus utama dari pelaporan keuangan mulai dirasa kurang memadai dalam melaporkan kinerja keuangan. Ada beberapa informasi lain yang belum disampaikan kepada pengguna laporan keuangan mengenai adanya nilai lebih yang dimiliki perusahaan. Nilai lebih tersebut berupa adanya inovasi, penemuan, pengetahuan dan perkembangan karyawan serta hubungan yang baik dengan para konsumen, yang sering diistilahkan sebagai modal pengetahuan (knowledge capital) atau modal intelektual (intellectual capital). Sawarjuwono dan Kadir (2003) menyatakan bahwa intellectual capital adalah jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (physical capital, human capital, dan structural capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing. Contoh physical capital adalah bangunan, tanah, peralatan dan teknologi yang dengan mudah dibeli dan dijual di pasar. Human capital mencakup
152 RAhmawaty dan imaniar
pengetahuan, keahlian, kompetensi dan motivasi yang dimiliki karyawan, sedangkan structural capital mencakup budaya perusahaan, komputer software, dan teknologi informasi. Abidin (2000) dalam Sawarjuwono dan Kadir (2003) menyatakan bahwa di Indonesia intellectual capital masih belum dikenal secara luas. Perusahaan-perusahaan cenderung menggunakan conventional based dalam membangun bisnisnya, sehingga produk yang dihasilkan masih miskin kandungan teknologi. Perusahaan-perusahaan tersebut juga belum memberikan perhatian lebih terhadap physical capital, human capital, dan structural capital, padahal agar dapat bersaing dalam era knowledge based business, ketiga komponen intellectual capital tersebut diperlukan untuk menciptakan value added bagi perusahaan. Pengukuran mengenai intellectual capital sampai saat ini masih terus berkembang. Pulic (2000) dalam Rubhyanti (2008) menyarankan sebuah pengukuran tidak langsung terhadap intellectual capital yaitu dengan mengukur efisiensi dari nilai tambah yang dihasilkan oleh kemampuan intelektual perusahaan (Value Added Intellectual Coefficient - VAIC). Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah physical capital, human capital dan structural capital, baik secara bersama-sama maupun secara parsial berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh physical capital, human capital dan structural capital, baik secara bersama-sama maupun secara parsial terhadap kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010. Kegunaan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaannya, khususnya melalui pengelolaan modal intelektualnya agar dapat terus bersaing di pasar global.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
2. Sebagai referensi informasi dan memperkaya konsep atau teori yang mendorong perkembangan ilmu pengetahuan tentang intellectual capital, khususnya yang terkait dengan pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan. Tinjauan Teoritis Pengertian Kinerja Keuangan Kinerja keuangan perusahaan adalah prestasi perusahaan yang ditunjukkan dalam laporan keuangannya (Subkhan dan Citraningrum, 2010). Penilaian terhadap kinerja suatu perusahaan dapat dilakukan dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangannya. Kinerja keuangan menurut Daud dan Amri (2008) juga digunakan untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan dana yang diinvestasikan sehingga memberikan laba yang maksimal bagi perusahaan, pengelola, dan investor serta untuk mengetahui perkembangan perusahaan dan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisinya dalam masa kritis dan persaingan yang semakin ketat. Sistem Pengukuran Kinerja Keuangan Pengukuran kinerja menurut Ikhsan (2005) dalam Subkhan dan Citraningrum (2010) dibagi menjadi dua yaitu: 1. Pengukuran Kinerja Konvensional Dalam manajemen konvensional, pencapaian visi misi organisasi sebagai institusi pencipta kekayaan diukur hanya dengan menggunakan ukuran keuangan yang bertolak pada hasil akhir yang tampak dari laporan keuangan terutama dari neraca dan laporan laba rugi yang merupakan rekaman data keuangan historis dan hasil realisasi anggaran yang merupakan refleksi dari proses operasional manajemen perusahaan. 2. Pengukuran Kinerja Kontemporer Dalam perkembangannya terdapat dua konsep pengukuran kinerja dalam pengukuran kinerja kontemporer yaitu: a. Economic Value Added (EVA) adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dalam kegiatan atau
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
strateginya selama periode tertentu. b. Balance Score Card (BSC) adalah suatu alat untuk mengukur kinerja eksekutif dimasa depan yang mencakup aspek keuangan dan nonkeuangan. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, pengukuran kinerja yang digunakan adalah pengukuran kinerja konvensional melalui rasio keuangan. Rasio yang dipilih sebagai proksi kinerja keuangan perusahaan adalah Return On Asset (ROA). ROA merupakan rasio yang menunjukkan hasil akhir dari suatu kebijakan dan keputusan-keputusan operasional perusahaan (Riyanto, 2001:33). ROA memperlihatkan kemampuan perusahaan dalam melakukan efisiensi pengguna dan total aset untuk operasional perusahaan. ROA memberikan gambaran kepada investor tentang bagaimana perusahaan mengkonversikan uang yang telah diinvestasikan dalam laba bersih (Prametasari, 2010). Jadi, ROA adalah indikator dari profitabilitas perusahaan dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan laba bersih. ROA dihitung dengan membagi laba bersih (net income) dengan rata-rata total asset perusahaan. Semakin tinggi nilai ROA, maka perusahaan tersebut semakin efisien dalam menggunakan asetnya. Hal ini berarti bahwa perusahaan tersebut dapat menghasilkan uang (earnings) yang lebih banyak dengan investasi yang sedikit. Brigham (2006:104) merumuskan persamaan ROA sebagai berikut: RAO = Laba Bersih/Total Aktiva Stakeholder Theory Teori stakeholder menyatakan bahwa manajemen sebuah organisasi diharapkan melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh para stakeholder mereka dan kemudian melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut kepada para stakeholder. Kelompok stakeholder ini yang menjadi bahan pertimbangan utama bagi manajemen perusahaan dalam mengungkapkan atau tidak mengungkapkan suatu informasi dalam laporan keuangannya. Kelompok-kelompok stakeholder tersebut meliputi pemasok, pemegang saham, kreditor, pelanggan, pemerintah dan
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 153
masyarakat. Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajemen perusahaan dalam meningkatkan penciptaan nilai sebagai dampak dari aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan dan meminimalkan kerugian yang mungkin muncul bagi stakeholder mereka. Sebenarnya teori ini menjelaskan hubungan antara manajemen perusahaan dengan para stakeholdernya. Deegan (2004) dalam Ulum (2009) menyatakan para stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi dan manajemen harus mengelola organisasi untuk keuntungan seluruh stakeholder. Salah satu upaya penciptaan nilai bagi perusahaan, manajemen perusahaan harus dapat mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan, baik aset fisik (physical capital), karyawan (human capital) maupun structural capital. Manajemen yang dapat mengelola seluruh sumber daya perusahaan dan memanfaatkan dengan baik sumber daya tersebut maka akan menciptakan value added bagi perusahaan sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Pengertian Intellectual Capital Intellectual capital telah mendapat perhatian besar oleh berbagai kalangan terutama para akuntan dan akademisi. Fenomena ini menuntut mereka untuk mencari informasi yang lebih rinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan intellectual capital. Mulai dari cara pengidentifikasian, pengukuran sampai dengan pengungkapan intellectual capital dalam laporan keuangan perusahaan. Subkhan dan Citraningrum (2010) menyatakan bahwa intellectual capital adalah ilmu pengetahuan atau daya pikir yang dimiliki oleh karyawan pada suatu perusahaan yang tidak berwujud sehigga memberi nilai tambah pada perusahaan. Sangkala (2006) menyatakan bahwa intellectual capital adalah sumber daya organisasi yang berbasis pengetahuan dan menjadi dasar kompetensi organisasi untuk dapat hidup dan berkembang. Margaretha dan Rakhman (2006) menyatakan intellectual capital terdiri dari tiga komponen yaitu:
154 RAhmawaty dan imaniar
1. Physical capital Capital Employed Efficiency atau physical capital adalah suatu indikator value added yang tercipta dari modal yang tersedia yang digunakan untuk operasional perusahaan. 2. Human capital Human Capital menunjukkan pada nilai pengetahuan karyawan dalam menciptakan kekayaan bagi perusahaan. Human Capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Human Capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya 3. Structural capital Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya operasional perusahaan, budaya perusahaan dan strategi bisnis perusahaan. Pengukuran Intellectual Capital Intellectual capital diukur berdasarkan Value Added (VA) yang diciptakan oleh physical capital (VACA), human capital (VAHU) dan structural capital (STVA). Kombinasi dari ketiga Value Added tersebut disimbolkan dengan namadi VAIC™ yang dikembangkan oleh Pulic (1998; 1999). Perhitungan VAIC™ itu sendiri dapat dilakukan dengan beberapa tahap perhitungan, yaitu : 1. Menghitung value added (VA) VA adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation) karena VA memperlihatkan nilai yang diperoleh perusahaan dalam sebuah periode (Pulic, 1999). VA = OUT - IN
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Dimana: VA = (Value Added) nilai tambah. OUT = Total penjualan dan pendapatan lain. IN = Beban dan biaya-biaya (kecuali beban karyawan) 2. Menghitung Value Added Capital Employed (VACA) Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit dari modal fisik yang bekerja terhadap value added organisasi (Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008). Rasio VA terhadap Capital Employed dihitung dengan formula sebagai berikut: VACA=VA/CE Dimana: CE = (Capital Employed) Dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih).
Pulic (1998) mengasumsikan apabila sebuah unit CE bisa menghasilkan return yang lebih besar pada sebuah perusahaan dari perusahaan lainnya, maka perusahaan pertama lebih baik pemanfaatan CEnya. Oleh karena itu, pemanfaatan lebih CE merupakan bagian dari Intellectual Capital sebuah perusahaan. VACA dapat menjadi sebuah indikator kemampuan intelektual perusahaan dalam memanfaatkan modal fisiknya dengan lebih baik.
3. Menghitung Value Added Human Capital (VAHU) VAHU menunjukkan kontribusi yang dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam Human Capital (HC) terhadap VA organisasi (Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008). Hubungan antara VA dan HC memperlihatkan kemampuan HC membuat nilai pada sebuah perusahaan. Oleh karena itu hubungan antara VA dan HC mengindikasikan kemampuan HC untuk membuat nilai dalam sebuah perusahaan. Ketika VAHU dibandingkan lebih dari sebuah kelompok perusahaan, VAHU menjadi indikator kualitas sumber daya manusia perusahaan (Kuryanto dan Syafruddin, 2008). Rasio dari VA terhadap
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
HC dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut: VAHU = VA/HC Dimana: HC = (Human Capital) Beban karyawan. 4. Menghitung Structural Capital Value Added (STVA) STVA mengukur jumlah Structural Capital (SC) yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam menciptakan nilai bagi perusahaan (Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008). Dalam model Pulic, SC merupakan selisih antara VA dan HC, ini disebabkan karena HC memberikan manfaat yang lebih besar dari pada SC dalam penentuan nilai. Rasio dari SC terhadap VA dihitung dengan formula sebagai berikut: STVA = SC/VA Dimana: SC = (Structural Capital) VA-HC 5. Menghitung Value Added Intellectual Capital (VAIC™) VAIC™ mengindikasikan kemampuan intelektual organisasi. VAIC™ dapat juga dianggap sebagai BPI (Business Performance Indicator). Adapun indikator VAIC™ diperoleh dengan formula sebagai berkut: VAIC™ = VAHU + STVA + VACA Pengaruh Physical Capital terhadap Kinerja Keuangan Margaretha dan Rakhman (2006) menyatakan bahwa Physical capital merupakan suatu modal yang dimiliki perusahaan dan digunakan untuk menciptakan nilai bagi perusahaan. Modal yang dimiliki tersebut digunakan secara efisien oleh perusahaan untuk kebutuhan operasionalnya dan tujuan yang ingin dicapai. Hal ini didukung oleh penelitian pulic (1998) dalam Subkhan (2010) yang menyatakan bahwa apabila sebuah
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 155
unit physical capital bisa menghasilkan return yang lebih besar pada sebuah perusahaan dari perusahaan lainnya, maka perusahan pertama lebih baik pemanfaatan physical capital-nya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jika physical capital dimanfaatkan dengan baik maka kinerja keuangan akan lebih baik juga. Pengaruh Human Capital terhadap Kinerja Keuangan Banyak pihak meyakini bahwa aset paling berharga dalam perusahaan adalah sumber daya manusia khususnya intellectual capital-nya, karena sesungguhnya aktiva berwujud yang dimiliki perusahaan itulah yang sebenarnya yang dikendalikan oleh manusia. Tanpa manusia maka sumber daya perusahaan itu tidak akan bisa menghasilkan laba atau menambah nilainya sendiri. Manusialah yang mengelola suatu perusahaan dan manusialah yang menciptakan nilai itu atau dengan kata lain, manusia khususnya kemampuannya, kebijakannya, atau daya intelektualnya memiliki arti penting dan memiliki peran yang sangat besar dalam mengelola suatu perusahaan. Hal ini didukung oleh penelitian Subkhan dan Citraningrum (2010) yang menyatakan bahwa human capital sangat berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan yaitu dari pengetahuan karyawannya dalam menciptakan kekayaan bagi perusahaan. Pengaruh Structural Capital terhadap Kinerja Keuangan Rubhyanti (2008) menyatakan bahwa semakin baik kualitas faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi makin baik kinerja organisasi tersebut. Karyawan yang sudah memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individual. Ini berarti dengan kinerja individual yang meningkat karena sistem dan prosedur yang baik dalam organisasi, maka akan menimbulkan kinerja organisasi yang baik juga.
156 RAhmawaty dan imaniar
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Tabel 1 Penelitian Terdahulu No
Peneliti
1
Margaretha dan Rakhman (2006)
2
Rubhyanti (2008)
3.
Daud dan Amri (2008)
4.
Ongkorahardjo dan Kadir (2008)
5.
Subkhan dan Citraningrum (2010)
Judul Penelitian Analisis Pengaruh Intellectual Capial terhadap Market Value dan Financial Performance Perusahaan dengan Metode Value Added Intellectual Coefficient Hubungan Antara Modal Intelektual dengan Nilai Pasar dan Kinerja Keuangan Pengaruh Intellectual Capital dan Corporate Social Responsibility terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur di BEI)
Analisis Pengaruh Human Capital terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Public Di Indonesia) Pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan di BEI
Hasil Penelitian Besarnya Intellectual capital yang dimiliki perusahaan mempengaruhi perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ pada tahun 1999-2003 Terdapat hubungan yang signifikan antara modal intelektual dengan kinerja keuangan IC & CSRD, secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja perusahaan manufaktur di BEI IC berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan manufaktur di BEI CSRD berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan manufaktur di BEI Human capital memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja KAP Intellectual Capital (VAIC™) berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan di BEI.
Physical capital
Human capital
Kinerja keuangan
Structural capital Gambar 1: Skema Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka skema kerangka pemikiran terlihat pada Gambar 1. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah: Physical capital, human capital dan structural capital, baik secara bersama-sama maupun secara parsial berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010. METODE PENELTIAN Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010, melalui pengujian hipotesis (hypothesis testing). Metode penelitian yang digunakan adalah sensus. Sensus berarti
meneliti seluruh elemen populasi (Indriantoro dan Supomo, 2002:115). Kriteria-kriteria populasi sasaran sebagai berikut: a. Perusahaan manufaktur yang listing di BEI selama tahun 2008-2010. b. Perusahaan mempublikasi laporan tahunan secara berkelanjutan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. c. Perusahaan berada dalam kondisi laba selama tiga tahun berturut-turut dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Hal ini untuk mengetahui nilai ROA (Return on Assets) perusahaan harus berada dalam kondisi laba. d. Perusahaan yang datanya lengkap dan sesuai dengan data yang diperluka dalam penelitian. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data sekunder dan metode pengumpulan data dengan cara dokumentasi. Data diperoleh dari website/situs
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
resmi perusahaan dan Bursa Efek Indonesia (www.idx.go.id). Melalui kedua situs tersebut diperoleh data kuantitatif berupa data laporan keuangan (annual report) yang telah diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan yang telah listed di Bursa Efek Indonesia serta Indonesia Capital Market Directory tahun 2008-2010.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 157
VAHU=VA/HC Ketika VAHU dibandingkan lebih dari sebuah kelompok perusahaan, VAHU menjadi sebuah indikator kualitas sumber daya manusia perusahaan. VAHU juga sebagai kemampuan perusahaan menghasilkan VA setiap rupiah dikeluarkan pada HC.
Operasionalisasi Variabel 1. Variabel Dependen (Y) Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan. Kinerja keuangan menggambarkan prestasi dan kondisi perusahaan yang disajikan dalam laporan keuangan secara periodik. Kinerja keuangan dapat diukur dengan persamaan sebagai berikut (Brigham 2006:104):
3. Structural Capital STVA menunjukkan kontribusi modal struktural (SC) dalam pembentukan nilai. Dalam model Pulic, SC merupakan VA dikurangi HC. Kontribusi HC pada pembentukan nilai lebih besar kontribusi SC dengan persamaan sebagai berikut (Pulic dalam Subkhan dan Citraningrum, 2010):
Return On Asset (ROA) = Laba Bersih Total Aktiva
STVA=SC/VA
2. Variabel Independen (X) Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel independen, yaitu: 1. Physical Capital VACA adalah indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Jika 1 unit dari CE menghasilkan return yang lebih besar daripada perusahaan yang lain, maka perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan CE-nya. Dengan demikian, pemanfaatan CE yang lebih baik merupakan bagian dari IC perusahaan dengan persamaan sebagai berikut (Pulic dalam Subkan dan Citraningrum, 2010):
Metode Analisis Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model statistik regresi berganda, dengan persamaan sebagai berikut: Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ε Dimana: Y = Kinerja Keuangan α = Konstanta β1 – β3 = Koefisien Regresi X1 = Physical Capital X2 = Human Capital X3 = Structural Capital ε = Error Term
VACA=VA/CA 2. Human Capital VAHU adalah seberapa besar VA dibentuk oleh pengeluaran rupiah pekerja. Hubungan antara VA dan HC mengindikasikan kemampuan HC membuat nilai pada sebuah perusahaan. Jadi, hubungan antara VA dan HC mengindikasikan kemampuan HC membentuk nilai dalam sebuah perusahaan. Persamaan human capital sebagai berikut (Pulic dalam Subkhan dan Citraningrum, 2010):
Rancangan Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan melakukan uji statistik. Pengujian statistik ini dilakukan untuk menentukan menerima atau menolak hipotesis yang diajukan. Sebelum pengujian hipotesis, terlebih dulu disusun rancangan pengujian hipotesis. Rancangan pengujian hipotesis untuk menguji pengaruh Physical Capital (X1), Human Capital (X2), dan Structural Capital (X3) terhadap kinerja keuangan (Y) ini dilakukan dua cara, yaitu uji secara bersama-sama dan uji secara parsial.
158 RAhmawaty dan imaniar
Penelitian ini tidak melakukan uji signifikasi, baik uji-t untuk pengaruh parsial maupun uji-F untuk pengaruh secara simultan atau bersamasama karena penelitian ini menggunakan metode sensus. Kesimpulan diambil langsung dari nilai koefisien regresi masing-masing variabel independen (secara parsial) serta koefisien determinasi (secara simultan). Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah sebagai berikut: a. Secara Simultan Jika βi (i=1,2,3) = 0: hipotesis ditolak Jika paling sedikit ada satu βi (i=1,2,3) ≠ 0: hipotesis diterima Hipotesis secara simultan diterima artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen, sedangkan hipotesis secara simultan ditolak berarti variabel independen secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. b. Secara parsial Pengujian secara parsial digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen (X) secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen (Y). β1=0; Physical capital tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. B1>0; Physical capital berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. B2 =0 ; Human capital tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. β2>0 ; Human capital berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Β3=0 ; Structural capital tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Β3>0 ; Structural capital berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
HASIL PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh physical capital, human capital, dan structural capital terhadap kinerja keuangan. Kinerja keuangan diukur dengan menggunakan ROA yaitu laba bersih dibagi dengan total aktiva perusahaan. Physical capital diperoleh dari nilai value added (selisih antara outputs dan inputs) perusahaan dibagi dengan dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih). Human capital diperoleh dari nilai value added dibagi dengan beban karyawan (gaji, kesejahteraan kayawan dan bonus). Structural capital diperoleh dari nilai structural capital dibagi dengan nilai value added. Analisis dilakukan sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah balanced panel data, yaitu penelitian yang datanya dikumpulkan pada beberapa periode pengamatan dan yang mempunyai data lengkap saja yang terpilih sebagai perusahaan sasaran, serta perusahaan tersebut terdaftar secara berkesinambungan dari tahun 2008-2010 di Bursa Efek Indonesia (BEI). Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010. Berdasarkan keseluruhan populasi yang ada, diperoleh 23 perusahaan observasi yang terpilih berdasarkan kriteria populasi sasaran yang telah ditentukan sebelumnya untuk periode 3 tahun sehingga jumlah perusahaan yang diobservasi menjadi 69 perusahaan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode regresi linear berganda (multiple regression analysis) dan pengujian hipotesis sesuai dengan rancangan pengujian hipotesis yang telah dibuat, data diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package For Social Science) versi 18.0. Deskripsi Data Penelitian Kinerja keuangan menggambarkan prestasi atau kondisi keuangan perusahaan yang ditunjukkan pada laporan keuangan (Subkhan dan Citraningrum, 2010). Kinerja keuangan pada penelitian ini diukur dengan menggunakan
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 159
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
ROA. Statistik deskriptif memberikan gambaran mengenai karakteristik variabel penelitian yang diamati. Statistik deskriptif variabel yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat nilai terendah, tertinggi, dan rata-rata dari variabel yang diteliti pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010 dengan jumlah populasi sasaran 69 perusahaan. Variabel dependen yaitu kinerja keuangan yang diukur dengan menggunakan rasio ROA diperoleh nilai terendah sebesar 0,0028 artinya adalah bahwa jumlah total pemakaian asset perusahaan hanya sebesar 0,28% dari jumlah total asset perusahaan, dimiliki oleh PT. Alumindo Light Metal Industry Tbk. Nilai tertinggi sebesar 4,7586 artinya adalah bahwa kinerja keuangan perusahaan lebih besar 475,86% dari jumlah asset perusahaan, yang dimiliki oleh PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Nilai rata-rata diperoleh sebesar 0,188574 artinya rata-rata pengunaan asset yang dimiliki oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010 adalah sebesar 18,85%.
140,94% yang dimiliki oleh PT. Indospring Tbk. Nilai rata-rata penggunaan physical capital sebesar 0,375813 berarti bahwa rata-rata physical capital yang dimiliki oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010 adalah sebesar 37,58%. Variabel human capital merupakan variabel yang menggambarkan nilai pengetahuan karyawan pada menciptakan nilai bagi perusahaan, diperoleh nilai terendah sebesar 0,4672 berarti bahwa human capital terendah sebesar 46,72% yang dimiliki oleh PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. Nilai tertinggi diperoleh sebesar 14,6891 berarti bahwa human capital tertinggi sebesar 1468,91% yang dimiliki oleh PT. Delta Djakarta Tbk. Nilai rata-rata human capital sebesar 3,096754 berarti bahwa rata-rata human capital pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010 adalah sebesar 309,67%. Variabel structural capital merupakan variabel yang menggambarkan kemampuan perusahaan pada memenuhi proses rutinitas perusahaan, diperoleh nilai terendah sebesar 0,0139 berarti bahwa structural capital terendah sebesar 1,39% yang dimiliki oleh PT. Kabelindo Murni Tbk. Nilai tertinggi diperoleh sebesar 1,1406 berarti bahwa structural capital perusahaan tertinggi sebesar 114,06% yang dimiliki oleh PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. Nilai rata-rata structural capital sebesar 0,5803 berarti bahwa rata-rata kemampuan perusahaan pada memenuhi proses rutinitasnya pada perusahaan manufaktur yang
Variabel physical capital merupakan variabel yang menggambarkan jumlah asset tangible yang digunakan untuk operasional perusahaan, diperoleh nilai terendah sebesar 0,396 berarti bahwa penggunaan physical capital sebesar 3,96% dimiliki oleh PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. Nilai tertinggi diperoleh sebesar 1,4094 berarti bahwa physical capital tertinggi sebesar
Tabel 2 Descriptive Statistics N ROA2008 ROA2009 ROA2010 Valid N (listwise)
Minimum 23 23 23 23
Maximum
,0028 ,0048 ,0077
,3920 ,3427 4,7586
Mean ,101230 ,128435 ,336057
Std. Deviation ,0947621 ,0906289 ,9693544
Tabel 3 Descriptive Statistics N VACA2008 VACA2009 VACA2010 Valid N (listwise)
Minimum 23 23 23 23
,0697 ,0396 ,0870
Maximum 1,4094 1,2172 1,2047
Mean ,404222 ,361943 ,361274
Std. Deviation ,2831126 ,2708973 ,2476837
160 RAhmawaty dan imaniar
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Tabel 4 Descriptive Statistics N VAHU2008 VAHU2009 VAHU2010 Valid N (listwise)
Minimum 23 23 23 23
Maximum
1,1045 ,4672 1,2175
Mean
4,8118 11,7418 14,6891
Std. Deviation
2,721643 3,101478 3,467143
1,1132543 2,3608153 2,8617002
Tabel 5 Descriptive Statistics N STVA2008 STVA2009 STVA2010 Valid N (listwise)
Minimum 23 23 23 23
Maximum
,0946 ,0139 ,1787
Mean
,7922 1,1406 ,9319
Std. Deviation
,566596 ,584700 ,589609
,1862704 ,2718394 ,2064629
Tabel 6 Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen Coefficientsa Unstandardized Coefficients
Model
B 1
(Constant) Physical Capital Human Capital Structural Capital
Standardized Coefficients
Std. Error -,053 -,325 ,035 ,468
Beta
,193 ,380 ,057 ,450
T -,204 ,189 ,315
-,273 -,855 ,615 1,038
Sig. ,788 ,403 ,546 ,312
Tabel 7 Nilai Koefesien Determinasi Model Summaryb Model
R
R Square
1
Adjusted R Square
,413a ,171 ,040 a. Predictors: (Constant), Physical Capital, Structural Capital, Human Capital b. Dependent Variable: Kinerja Keuangan
Std. Error of the Estimate ,3340508
terdaftar di BEI tahun 2008-2010 adalah sebesar 58,03%.
persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
Hasil Pengujian Regresi Linear Berganda Pengaruh physical capital, human capital, dan structural capital terhadap kinerja keuangan baik secara parsial maupun simultan di uiji dengan menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi 18.0, pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan hasil perhitungan statistik seperti yang terlihat pada Tabel 6 maka diperoleh
Y = -0,053 – 0,325X1 + 0,035X2 + 0,468X3 + ε Koefisien Determinasi Koefisien determinasi pada intinya adalah untuk mengukur besar presentase variasi variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel bebas. Nilai koefisien determinasi dapat dilihat dari nilai R square. Tabel 7 menunjukan nilai dari R square pada penelitian ini. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai R Square diperoleh sebesar 0,171 atau sebesar 17,1%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa 17,1% variasi kinerja keuangan dapat dijelaskan
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 161
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
oleh ketiga variabel independen dalam penelitian ini yaitu physical capital, human capital , dan structural capital, sedangkan 82,9% (1-R2) sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disebutkan dalam model penelitian ini. Hubungan antar variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada nilai R, yaitu sebesar 0,413 atau 41,3%.
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Artinah (2011) yang melakukan penelitian dengan populasi seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 20062008 sebanyak 30 perusahaan. Physical capital berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan artinya semakin tinggi physical capital maka semakin rendah kinerja keuangan. Hal ini karena, jika physical capital yang terlalu banyak dalam perusahaan maka dapat mengurangi penciptaan nilai bagi perusahaaan tersebut, karena physical capital ini sendiri tidak dapat menghasilkan laba atau nilainya sendiri. Physical capital harus dikelola oleh manusia agar dapat menciptakan nilai.
Pembahasan Berdasarkan uji simultan diperoleh nilai βi=0 (β1= -0,325, β2= 0,035, dan β3= 0,468) yang berarti bahwa nilai β dari ketiga variabel independen yaitu physical capital, human capital, dan structural capital nilainya tidak sama dengan nol. Berdasarkan nilai β dapat dilihat bahwa βi≠0 maka dapat disimpulkan bahwa untuk physical capital, human capital, dan structural capital berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kinerja keuangan. Dalam hal analisis koefisien determinasi diperoleh nilai R Square sebesar 0,171 atau sebesar 17,1%, sehingga dapat dikatakan bahwa 17,1% variasi kinerja keuangan dijelaskan oleh ketiga variabel independen dalam penelitian ini yaitu physical capital, human capital, dan structural capital, sedangkan 82,9% sisanya dijelaskan oleh variabel lain. Berdasarkan hasil ini, maka hendaknya perusahaan khususnya manajemen dapat memperhatikan bahwa physical capital, human capital, dan structural capital dapat digunakan sebagai prediksi untuk menentukan kinerja keuangan. Analisis Pengaruh Physical Capital Terhadap Kinerja Keuangan Berdasarkan Tabel 6 nilai koefesien regresi pengaruh physical capital terhadap kinerja keuangan sebesar -0,325. Dalam rancangan pengujian hipotesis, syarat untuk menyatakan bahwa physical capital (X1) berpengaruh terhadap kinerja keuangan (Y) apabila β1≠0. Mengacu pada syarat tersebut, hasil penelitian ini menerima hipotesis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa physical capital berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian ini mendukung hasil
Analisis Pengaruh Human Capital Terhadap Kinerja Keuangan Berdasarkan Tabel 6 nilai koefesien regresi pengaruh human capital terhadap kinerja keuangan sebesar 0,035. Dalam rancangan pengujian hipótesis, syarat untuk menyatakan bahwa human capital (X2) berpengaruh terhadap kinerja keuangan (Y) apabila β2≠0. Mengacu pada syarat tersebut, hasil penelitian ini menerima hipotesis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa human capital berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Subkhan dan Citraningrum (2010) penelitian pada perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2005-2007. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa human capital mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan telah memanfaatkan nilai pengetahuan yang dimiliki karyawan untuk menghasilkan kekayaan bagi perusahaan. Keahlian dan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan tersebut dapat menciptakan solusi terbaik sehingga nilai perusahaan bertambah melalui peningkatan kinerja keuangannya. Analisis Pengaruh Structural Capital Terhadap Kinerja Keuangan Berdasarkan Tabel 6 nilai koefesien regresi pengaruh structural capital terhadap kinerja
162 RAhmawaty dan imaniar
keuangan sebesar 0,468. Dalam rancangan pengujian hipótesis, syarat untuk menyatakan bahwa structural capital (X3) berpengaruh terhadap kinerja keuangan (Y) apabila β3≠0. Mengacu pada syarat tersebut, hasil penelitian ini menerima hipotesis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa structural capital berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Margaretha (2006) yang menyimpukan bahwa STVA berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Pengaruh STVA pada penelitian ini mempunyai nilai paling besar yaitu 46,8% dibandingkan nilai variabel lain, ini berarti bahwa proses rutinitas dan stuktur yang baik dalam mendukung usaha karyawan lebih besar pengaruhnya terhadap kinerja keuangan, karena dengan sistem, prosedur yang baik dan teknologi operasional yang memadai maka akan mencapai kinerja keuangan yang baik pula. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: 1. Physical capital, human capital, dan structural capital secara simultan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010. 2. Physical capital secara parsial berpengaruh secara negatif terhadap kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010. 3. Human capital secara parsial berpengaruh secara positif terhadap kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010. 4. Structural capital secara parsial berpengaruh secara positif terhadap kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Keterbatasan Peneliti menyadari sepenuhnya, bahwa masih banyak keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Penelitian ini hanya meneliti perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasi untuk perusahaan-perusahaan lain yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010. 2. Pemilihan faktor yang diduga dapat mempengaruhi kinerja keuangan hanya dilihat dari tiga aspek saja (physical capital, human capital, dan structural capital). Hal ini memungkinkan terabaikannya faktor-faktor lain yang mungkin mempunyai pengaruh lebih besar terhadap kinerja keuangan. Saran Untuk menelaah referensi penelitian selanjutnya, ada beberapa saran yang dapat dikemukakan, antara lain: 1. Berhubung penelitian ini hanya dilakukan pada perusahaan manufaktur saja, untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas subjek penelitian, tidak hanya pada perusahaan manufaktur, namun juga pada perusahaan-perusahaan lainnya karena memungkinkan ditemukannya hasil yang berbeda jika dilakukan pada subjek yang berbeda. 2. Diharapkan pada penelitian selanjutnya untuk mengembangkan lagi faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan, berhubung variabel dalam penelitian ini hanya mampu menjelaskan 17,1% variasi kinerja keuangan, sedangkan sisanya (82,9%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. 3. Bagi perusahaan, hasil penelitian dapat menambah referensi untuk pengambilan keputusan dalam melihat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan.
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
Referensi Brigham, Eugene F & Joel F. Houston. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuagan. Buku 1. Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat. Chen, Ming-Chin, Shu Ju Cheng, Yuhchang Hwang. 2005. An Empirical Investigation of The Relationship Between Intellectual Capital and Firm’s Market Value and Financial Performanc. Journal of Intellectual Capital. Vol. 6, No. 2, April:159-176. Daud. M, Rulfah dan Abrar Amri. 2008. Pengaruh Intellectual Capital dan Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Perusahaan. Jurnal Telaah & Riset Akuntansi. Vol. 1, No. 2. Juli:213-231. Indrianto, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodelogi Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE. Kuryanto, Benny dan Muchamad Syafruddin. 2008. Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Perusahaan. SNA XI. Pontianak. Margaretha, Farah dan Arief Rakhman. 2006. Analisis Pengaruh Intellectual Capital terhadap Market Value dan Financial Performance Perusahaan dengan Metode Value Added Intellectual Coefficient. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 8, No. 2, Agustus:199-217. Ongkorahardja, Martina Dwi Puji Astri, Antnius Susanto dan Dyna Rachmawati. 2008. Analisis Pengaruh Human Capital Terhadap Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol.10, No.1, Mei:11-21. Pramelasari, Yosi Metta. 2010. Pengaruh intellectual capital terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan. Skripsi tidak dipublikasikan. Semarang. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 163
Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar Pembelajaran Perusahaan. Yogyakarta: BPFE. Rubhyanti, Rini. 2008. Hubungan Antara Modal Intelektual dengan Nilai Pasar dan Kinerja Keuangan. KOMPAK. Vol.1 No.1, Januari:5561. Sartoso, Agus. 2001. Manajemen Keuangan Teori & Aplikasi. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE. Sangkala. 2006. Intellectual Capital Management. Jakarta : Yapensi. Sawarjuwono, Tjiptohadi dan Agustine Prihatin Kadir. 2003. “Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran dan Pelaporan (Sebuah Library Research)”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol 5, No. 1, Mei:31-51. Subkhan dan Dyah Pitaloka Citraningrum. 2010. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankkan di BEI Periode 2005-2007. Jurnal Dinamika Akuntansi. Vol.2, No.1, Maret:48-59. Team Pustaka Phoenix. 2007. KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA. EdisiBaru. Jakarta: Pustaka Phoenix. Ulum, Ihyaul, Imam Ghozali & Anis Chariri. 2008. Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan: Suatu Analisis dengan Pendekatan Partial Least Squares . Proceeding SNA XI. Pontianak. Ulum, Ihyaul. 2008. Intellectual Capital Performance Sektor Perbankan di Indonesia. Paper disajikan pada SNA 11, Pontianak. ___________. 2009. Intellectual Capital: Konsep dan Kajian Empiris. Yogyakarta: Graha Ilmu.
164 RAhmawaty dan imaniar
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Jurnal2,Akuntansi Volume Nomor 2, Agustus dan2012 Keuangan ISSN: 2301-4717
Jurnal Akuntansi dan2,Keuangan 165 Volume 2, Nomor Agustus 2012
p 165-176
PENGARUH KOMPOSISI DEWAN KOMISARIS DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP KUALITAS LABA Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2009 Rulfah M.Daud dan Dara Muliyani Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas
The objective of this research is to examine the influence of board of directors composition, institutional ownership, managerial ownership, and family ownership on listed companies from manufacturing sector at The Indonesian Stock Exchange (BEI) for the year 2007-2009. The research type used in this research is verificative research or hypothesis testing research. By using census method and unbalanced panel data, there are 65 firm observations fulfilling the population criteria. The data type used is secondary data gotten from financial report in every companies listed. The multiple regression analysis model is used to test the hypothesis. The results of this research show that (1) compositions of board directors, institutional ownership, managerial ownership, and family ownership simultaneously have influence toward earning quality (2) composition of board directors has positive influence toward earning quality (3) institutional ownership has positive influence toward earning quality (4) managerial ownership has positive influence toward earning quality, and (5) family ownership has negative influence toward earning quality. Keywords: earning quality, composition of board directors, institutional ownership, managerial ownership, family ownership. LATAR BELAKANG Laporan keuangan merupakan data penting yang menyajikan informasi keuangan perusahaan. Publik atau pengguna laporan keuangan dapat mengetahui baik atau buruknya kinerja perusahaan melalui pelaporan laba yang diumumkan oleh perusahaan pada bursa efek. Informasi laba yang tercantum dalam laporan keuangan dapat digunakan untuk menilai kinerja manajemen perusahaan, menaksir risiko dalam investasi atau kredit serta juga dapat membantu mengestimasi kemampuan laba yang representatif (FASB, 1985). Informasi laba yang diumumkan oleh perusahaan memiliki dampak terhadap reaksi pasar. Mulyani et al (2007) menyebutkan jika suatu pengumuman mengandung informasi, maka dimaksudkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi tersebut ditunjukkan dengan perubahan harga sekuritas yang bersangkutan. Jika suatu pengumuman mengandung informasi, maka akan
tercermin dengan adanya abnormal return yang diterima oleh investor. Kandungan informasi yang tercermin dalam pelaporan laba yang diumumkan oleh perusahaan akan mempengaruhi reaksi pasar. Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba tercermin dari tingginya earning response coefficient (ERC). Tinggi atau rendahnya earning response coefficient (ERC) sangat tergantung pada informasi (good/ bad news) yang terkandung dalam laba. Laba dikatakan berkualitas apabila reaksi pasar terhadap informasi laba yang dilaporkan tinggi, atau dengan kata lain kualitas laba tinggi apabila earning response coefficient (ERC) tinggi. Sebaliknya, lemahnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari rendahnya ERC, menunjukkan laba yang dilaporkan kurang atau tidak berkualitas (Boediono, 2005). Beberapa faktor yang turut serta mempengaruhi kualitas laba adalah komposisi dewan komisaris dan struktur kepemilikan. Komposisi Dewan komisaris dapat mempengaruhi kualitas laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Salah satu
166 Rulfah M.Daud dan Dara Muliyani
informasi yang menjadi kebutuhan utama dewan komisaris adalah laporan keuangan. Tugas utama dewan komisaris adalah mengawasi proses penyusunan laporan, terutama laporan keuangan serta memantau proses pemeriksaan/audit terhadap laporan keuangan agar dapat diyakini bahwa informasi keuangan tersebut reliable dan tidak bias. Struktur kepemilikan diyakini mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan, yaitu memaksimalisasi nilai perusahaan. Hal tersebut disebabkan karena adanya kontrol yang mereka miliki. Struktur kepemilikan yang menjadi landasan dalam penelitian ini adalah kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan kepemilikan keluarga. Ketiga struktur kepemilikan tersebut memiliki dampak masing-masing terhadap kualitas laba. Masalah dalam penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut: (1) Apakah komposisi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan keluarga secara bersama-sama berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, (2) Apakah komposisi dewan komisaris berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, (3) Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, (4) Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, (5) Apakah kepemilikan keluarga berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Pengaruh komposisi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan keluarga secara bersama-sama terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, (2) Pengaruh komposisi dewan komisaris terhadap kualitas laba pada perusahaan
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, (3) Pengaruh kepemilikan institusional terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, (4) Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, (5) Pengaruh kepemilikan keluarga terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Manfaat penelitian ini bagi: 1. Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan tambahan pengetahuan terhadap pengembangan literatur kualitas laba pada penelitian selanjutnya. 2. Praktisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan maupun sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi para investor dan para pelaku pasar modal agar dapat berinvestasi pada perusahaan yang tepat. Tinjauan Teoritis Kualitas laba dapat diindikasikan sebagai kemampuan informasi laba memberikan respon kepada pasar. Dengan kata lain, laba yang dilaporkan memiliki kekuatan respon (power of response). Dari informasi yang dipublikasikan, akan dapat diketahui bagaimana reaksi pasar terhadap suatu informasi tersebut. Pasar yang mengetahui dan meyakini bahwa laba yang dilaporkan oleh perusahaan memiliki kandungan informasi, maka akan tercermin pada harga saham perusahaan tersebut. Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari tingginya earning response coefficient (ERC), menunjukkan laba yang dilaporkan berkualitas (Boediono, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Cho dan Jung (1991) menyatakan bahwa ERC mengukur seberapa besar return saham dalam merespon angka laba yang dilaporkan oleh perusahaan yang mengeluarkan sekuritas tersebut. Dengan kata lain ERC adalah reaksi atas laba yang diumumkan (published) oleh perusahaan.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 167
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
Reaksi ini mencerminkan kualitas dari laba yang dilaporkan perusahaan. Dan tinggi rendahnya ERC sangat ditentukan kekuatan responsif yang tercermin dari informasi yang terkandung dalam laba. ERC merupakan salah satu ukuran atau proksi yang digunakan untuk mengukur kualitas laba (Balsam et al, 2003). Komposisi dewan komisaris diyakini dapat meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan oleh perusahaan, hal ini disebabkan karena adanya wewenang atau kekuasaan untuk menjalankan pemeriksaan terhadap aktivitas perusahaan. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan komisaris dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas. Struktur kepemilikan diyakini juga memiliki pengaruh terhadap kualitas laba. Wahyudi dan Pawestri (2006) mendefinisikan struktur kepemilikan sebagai jenis institusi atau perusahaan yang memegang saham terbesar suatu perusahaan. Struktur kepemilikan memiliki motivasi yang berbeda dalam memonitor perusahaan serta manajemen dan dewan direksinya. Struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi jalannya perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan serta dapat mempengaruhi kualitas informasi pelaporan laba. Agency problem dapat dikurangi dengan adanya struktur kepemilikan. Berdasarkan proporsi saham yang dimiliki, struktur kepemilikan dikelompokkan menjadi: 1. Kepemilikan institusional (Institutional Ownership): jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh jumlah modal saham perusahaan yang dikelola. 2. Kepemilikan manajerial (Managerial Ownership): jumlah saham yang dimiliki pihak manajemen dari seluruh jumlah modal saham perusahaan yang dikelola. 3. Kepemilikan keluarga (Family Ownership): semua individu dan perusahaan yang kepemilikannya tercatat (kepemilikan di atas 5 % wajib dicatat), yang bukan perusahaan publik, negara, dan institusi keuangan (Arifin, 2003).
Kepemilikan institusional dapat mengurangi terjadinya agency problems antara owners dan manajemen perusahaan. Hal ini disebabkan karena investor institusional lebih efektif memonitoring aktivitas perusahaan dibandingkan dengan individual investor. Investor institusional biasanya memiliki kepemilikan saham dalam jumlah besar, oleh karena itu investor institusional sangat berhati-hati dalam memantau setiap aktivitas perusahaan dan tidak mudah terpengaruh oleh tindakan oportunistik manajer. Kepemilikan institusional dapat meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan oleh perusahaan karena kepemilikan institusional dapat mengurangi kecenderungan manajemen perusahaan melakukan kecurangan dalam laporan keuangan. Demikian pula halnya dengan kepemilikan manajerial, Hasil penelitian Warfield et al (1995) menyebutkan bahwa kualitas laba meningkat ketika kepemilikan manajerial tinggi. Dengan adanya kepemilikan manajerial, maka manajemen akan secara aktif ikut serta dalam setiap aktivitas pengambilan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan. Semakin besar kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajemen maka akan semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan dan meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan oleh perusahaan. Selain itu, dengan adanya kepemilikan manajerial maka tindakan oportunistik manajer akan berkurang karena manajer perusahaan akan mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan perusahaan. Kepemilikan keluarga merupakan faktor yang juga dapat menentukan kualitas laba yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Hashim dan Devi (2008) menguji pengaruh kepemilikan keluarga terhadap kualitas laba dan dari hasil penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa kepemilikan keluarga memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap kualitas laba. Hasil penelitian tersebut menyajikan bukti bahwa kepemilikan keluarga dapat mengurangi agency cost disebabkan karena adanya aktivitas monitoring secara efektif terhadap aktivitas perusahaan.
168 Rulfah M.Daud dan Dara Muliyani
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Komposisi Dewan Komisaris Kepemilikan Institusional Kepemilikan Manajerial
Kualitas Laba
Kepemilikan Keluarga Gambar 1 Skema Kerangka Pemikiran
Kerangka konseptual hubungan antar variabel dapat dilihat pada gambar 1. Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis penelitian dapat dikemukakan sebagai berikut: H1: komposisi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan keluarga berpengaruh secara bersama-sama terhadap kualitas laba. H2: komposisi dewan komisaris berpengaruh terhadap kualitas laba. H3: kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kualitas laba. H4: kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kualitas laba. H5: kepemilikan keluarga berpengaruh terhadap kualitas laba. METODE PENELITIAN Data dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan penelitian verifikatif dengan metode sensus. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang mempunyai data lengkap untuk semua variabel yang diteliti. Penelitian ini menggunakan unbalanced panel data. Jumlah populasi sasaran yang diperoleh adalah 65 perusahaan selama tiga tahun pengamatan. Daftar perusahaan yang dianalisis dapat dilihat pada Tabel 1. Definisi dan Operasional Variabel Operasionalisasi variabel penelitian terdiri dari variabel independen: (1) komposisi dewan
komisaris (X1), jumlah anggota dewan yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh jumlah anggota dewan komisaris perusahaan; (2) kepemilikan institusional (X2), jumlah saham yang dimiliki oleh institusi dari seluruh jumlah modal saham perusahaan yang dikelola; (3) kepemilikan manajerial (X3), jumlah saham yang dimiliki oleh pihak manajemen dari seluruh jumlah modal saham perusahaan yang dikelola; (4) kepemilikan keluarga (X4), jumlah saham yang dimiliki oleh keluarga dari seluruh jumlah modal saham perusahaan yang dikelola. Variabel dependen adalah kualitas laba (Y), diukur dengan menggunakan rumus ERC yaitu CARi(t1,t2) = 0 + 1 UEi.t + e. Pada Tabel 4 dijelaskan secara rinci variabel, definisi, indikator dan skala yang digunakan dalam penelitian ini. Metode Analisis Data Model dalam penelitian ini adalah analisis linear berganda yang bertujuan untuk menguji dan menganalisis, baik secara simultan maupun parsial pengaruh dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial serta kepemilikan keluarga terhadap kualitas laba (earning quality) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang diolah menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social Science). Adapun formula yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut:
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 169
Tabel 1 Daftar Perusahaan Yang Menjadi Populasi Sasaran Tahun 2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
NAMA PERUSAHAAN PT Asiaplast Industries Tbk PT Argo Pantes Tbk PT Indo Kordsa Tbk PT Berlina Tbk PT Ekadharma International Tbk PT Titan Kimia Nusantara Tbk PT Goodyear Indonesia Tbk PT Inti Keramik Alamasri Industry Tbk PT Intan Wijaya Internasional Tbk PT Indorama Synthetics Tbk PT Jaya Pari Steel Tbk PT Kabelindo Murni Tbk PT Lionmesh Prima Tbk PT Hanson International Tbk PT Nipress Tbk PT Pan Brother Tex Tbk PT Prima Alloy Steel Tbk PT Pyridam Farma Tbk PT Sunson Textile Manufacture Tbk PT Siantar Top Tbk PT Ultra Jaya Milk Tbk
Sumber: Data Diolah (2011)
Tabel 2 Daftar Perusahaan Yang Menjadi Populasi Sasaran Tahun 2008
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
KODE APLI ARGO BRAM BRNA EKAD FPNI GDYR IKAI INCI INDR JPRS KBLM LMSH MYRX NIPS PBRX PRAS PYFA SSTM STTP ULTJ
KODE APLI ARGO BRAM BRNA DOID ETWA GDYR INCI JPRS KBLM KICI LMSH MYRX NIPS PBRX PRAS PYFA SMSM SSTM STTP ULTJ
Sumber: Data Diolah (2011)
NAMA PERUSAHAAN PT Asiaplast Industries Tbk PT Argo Pantes Tbk PT Indo Kordsa Tbk PT Berlina Tbk PT Delta Dunia Makmur Tbk PT Eterindo Wahanatama Tbk PT Goodyear Indonesia Tbk PT Intan Wijaya Internasional Tbk PT Jaya Pari Steel Tbk PT Kabelindo Murni Tbk PT Kedaung Indah Can Tbk PT Lionmesh Prima Tbk PT Hanson International Tbk PT Nipress Tbk PT Pan Brother Tex Tbk PT Prima Alloy Steel Tbk PT Pyridam Farma Tbk PT Selamat Sempurna Tbk PT Sunson Textile Manufacture Tbk PT Siantar Top Tbk PT Ultra Jaya Milk Tbk
170 Rulfah M.Daud dan Dara Muliyani
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Tabel 3 Daftar Perusahaan Yang Menjadi Populasi Sasaran Tahun 2009 No
KODE
NAMA PERUSAHAAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
APLI ARGO BRAM BRNA DPNS ETWA INCI JPRS KBLM KBRI KICI LMSH MYRX NIPS PBRX POLY PRAS PTSN PYFA SSTM SULI ULTJ UNTX
PT Asiaplast Industries Tbk PT Argo Pantes Tbk PT Indo Kordsa Tbk PT Berlina Tbk PT Asia Pacific Fibers Tbk PT Eterindo Wahanatama Tbk PT Intan Wijaya Internasional Tbk PT Jaya Pari Steel Tbk PT Kabelindo Murni Tbk PT Kertas Basuki Rahmat Tbk PT Kedaung Indah Can Tbk PT Lionmesh Prima Tbk PT Hanson International Tbk PT Nipress Tbk PT Pan Brother Tex Tbk PT Duta Pertiwi Nusantara Tbk PT Prima Alloy Steel Tbk PT Sat Nusapersada Tbk PT Pyridam Farma Tbk PT Sunson Textile Manufacture Tbk PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk PT Ultra Jaya Milk Tbk PT Unitex Tbk
Sumber: Data Diolah (2011) Tabel 4 Definisi dan Operasional Variabel Nama Variabel Variabel Dependen: Kualitas Laba Variabel Independen: 1.Komposisi Dewan Komisaris
Definisi
Indikator
Skala
Kemampuan informasi laba memberikan respon kepada pasar. Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan sedara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan (Harahap, 2009: 436).
CARi(t1,t2) = 0 + 1 UEi.t + e.
Rasio
Jumlah Outside directors Jumlah dewan komisaris
Rasio
2.Kepemilikan Institusional
Merupakan proporsi saham yang dimiliki oleh institusi atau lembaga.
3.Kepemilikan Manajerial
Proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan.
Kepemilikan Keluarga
Semua individu dan perusahaan yang kepemilikannya tercatat (kepemilikan di atas 5% wajib dicatat), yang bukan perusahaan publik, negara, dan institusi keuangan (Arifin, 2003).
Sumber: Data Diolah (2011)
Jumlah saham institusi Jumlah saham yang beredar Jumlah saham manajemen Jumlah saham yang beredar
Jumlah saham keluarga Jumlah saham yang beredar
Rasio
Rasio
Rasio
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + Dimana: Y = kualitas laba α = konstanta X1 = komposisi dewan komisaris X2 = kepemilikan institusional X3 = kepemilikan manajerial X4 = kepemilikan keluarga β1- β4 = koefisien regresi e = error term/kesalahan baku Rancangan Pengujian Hipotesis Sebelum pengujian hipotesis, terlebih dahulu disusun rancangan pengujian hipotesis. Untuk menguji pengaruh komposisi dewan komisaris (X1), kepemilikan institusional (X2), kepemilikan manajerial (X3), dan kepemilikan keluarga (X4) terhadap kualitas laba (Y) dalam penelitian ini dilakukan dengan cara meregresikan semua variabel dalam penelitian, baik variabel dependen maupun variabel independen. Penelitian ini menggunakan metode sensus, dengan demikian tidak dilakukan uji signifikansi. Kesimpulan diambil langsung dari nilai koefesien regresi masing-masing variabel. Untuk menguji hipotesis pertama (H1) apakah secara simultan variabel independen (X1, X2, X3, X4) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y), digunakan uji simultan dengan langkah sebagai berikut: 1. Menentukan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha) H01 : β1=β2=β3=β4=0; komposisi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan keluarga secara simultan tidak berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Ha1 : paling sedikit ada satu βi≠0, i=1,2,3,4; komposisi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan keluarga secara simultan berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 2. Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 171
Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah sebagai berikut: Jika βi (i=1,2,3,4) = 0: H0 diterima (Ha ditolak). Jika paling sedikit ada satu βi (i=1,2,3,4) ≠ 0: H0 ditolak (Ha diterima). H0 diterima artinya variabel independen secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen, sedangkan H0 ditolak (Ha diterima) artinya bahwa variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen. Selanjutnya untuk mengetahui apakah variabel independen (X) secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen (Y) digunakan uji parsial dengan langkah-langkah sebagai berikut: H02:β1=0; komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Ha2:β1≠0; komposisi dewan komisaris berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. H03:β2=0; kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Ha3:β2≠0; kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. H04:β3=0; kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Ha4:β3≠0; kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. H05:β4=0; kepemilikan keluarga tidak berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Ha5:β4=0; kepemilikan keluarga berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah sebagai berikut: Jika βi (i=1,2,3,4) = 0: H0 diterima
172 Rulfah M.Daud dan Dara Muliyani
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Jika βi (i=1,2,3,4) ≠ 0: H0 ditolak H0 diterima artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen, sedangkan H0 ditolak artinya variabel independen secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen. HASIL PENELITIAN Deskripsi Data Penelitian Statistik deskriptif memberikan gambaran mengenai karakteristik variabel penelitian yang diamati. Statistik deskriptif variabel yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat nilai terendah, tertinggi, dan rata-rata dari variabel yang diteliti pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 20072009 dengan jumlah populasi 65 perusahaan. Variabel dependen yaitu kualitas laba yang diukur dengan menggunakan ERC diperoleh nilai terendah sebesar 0,005190 yang berarti bahwa informasi laba yang disampaikan oleh perusahaan hanya mempengaruhi reaksi pasar sebesar 0,52% yang dimiliki oleh PT Berlina Tbk pada tahun 2009. Nilai tertinggi sebesar 2,670536 artinya adalah pasar bereaksi terhadap informasi laba yang disampaikan oleh perusahaan sebesar 267,0536% yang juga dimiliki oleh PT Berlina Tbk pada tahun 2007. Nilai rata-rata diperoleh sebesar 0,53912077 artinya bahwa rata-rata kualitas laba yang dimiliki oleh perusahaan manufaktur adalah sebesar 53,912%. Variabel komposisi dewan komisaris diperoleh berdasarkan jumlah outside directors dibagi dengan seluruh anggota dewan komisaris. Komposisi dewan komisaris terendah dengan nilai sebesar 0,3330 yang berarti bahwa
Kualitas Laba Komposisi Dewan Komisaris Kepemilikan Institusional Kepemilikan Manajerial
N 65 65 65 65
Kepemilikan Keluarga Valid N (listwise)
65 65
komposisi dewan komisaris sebesar 33,3% dimiliki oleh beberapa perusahaan yaitu PT Asia Pacific Fibers Tbk, PT Nipress Tbk, PT Pyridam Farma Tbk, dan PT Selamat Sempurna Tbk. Untuk komposisi dewan komisaris tertinggi sebesar 1,000 yang berarti bahwa komposisi dewan komisaris sebesar 100% dimiliki oleh hampir sebagian besar perusahaan manufaktur yang menjadi objek penelitian. Nilai rata-rata komposisi dewan komisaris 0,775178 berarti bahwa jumlah outside directors pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 20072009 adalah sebesar 77,52% . Variabel kepemilikan institusional merupakan variabel yang menggambarkan jumlah saham yang dimiliki oleh institusi, diperoleh nilai terendah sebesar 0,0009 berarti bahwa kepemilikan saham institusi terendah sebesar 0,09% yang dimiliki oleh PT Hanson International Tbk pada tahun 2008. Nilai tertinggi diperoleh sebesar 1,0894 berarti bahwa kepemilikan saham institusi tertinggi sebesar 108,94% yang juga dimiliki oleh PT. Hanson International Tbk pada tahun 2009. Nilai rata-rata kepemilikan institusi sebesar 0,559198 berarti bahwa rata-rata saham yang dimiliki oleh institusi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 20072009 adalah sebesar 55,92%. Variabel kepemilikan manajerial merupakan variabel yang menggambarkan jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen perusahaan, diperoleh nilai terendah sebesar 0,0001 berarti bahwa kepemilikan saham manajerial terendah sebesar 0.01% dimiliki oleh PT Unitex Tbk. Nilai tertinggi diperoleh sebesar 0,7000 berarti bahwa kepemilikan saham manajerial tertinggi sebesar 70% yang dimiliki oleh PT Sat Nusapersada Tbk. Nilai rata-rata kepemilikan manajerial sebesar 0,106995 berarti bahwa rata-rata saham yang dimiliki oleh manajerial pada perusahaan
Tabel 2 Descriptive Statistics Minimum Maximum ,005190 2,670536 ,3330 1,0000 ,0009 1,0894 ,0001 ,7000 ,0500
Sumber: Data Diolah menggunakan SPSS versi 17.00 (2011)
,7480
Mean ,53912077 ,775178 ,559198 ,106995
Std. Deviation ,461310799 ,2183803 ,1875912 ,1038802
,166322
,1426085
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 173
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 20072009 adalah sebesar 10,69%. Variabel kepemilikan keluarga merupakan variabel yang menggambarkan jumlah saham yang dimiliki oleh keluarga, diperoleh nilai terendah sebesar 0,0500 berarti bahwa kepemilikan saham keluarga terendah sebesar 5% dimiliki oleh PT Kedaung Indah Can Tbk dan PT Nipress Tbk. Nilai tertinggi diperoleh sebesar 0,7480 berarti bahwa kepemilikan saham keluarga tertinggi sebesar 74,8% yang dimiliki oleh PT Eterindo Wahanatama Tbk. Nilai rata-rata kepemilikan keluarga sebesar 0,166322 berarti bahwa ratarata saham yang dimiliki oleh keluarga pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2007-2009 adalah sebesar 16,63%.
kepemilikan institusional (X2), kepemilikan manajerial (X3) dan kepemilikan keluarga (X4) dianggap konstan, maka besarnya kualitas laba perusahaan adalah sebesar 22,1%.
Hasil Pengujian Regresi Linear Berganda Untuk menguji pengaruh komposisi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan kepemilikan keluarga terhadap kualitas laba baik secara simultan maupun parsial digunakan metode analisis regresi linear berganda. Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Package for Social Sciences) 17.0, pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3 Dari hasil perhitungan statistik seperti yang terlihat pada Tabel 3 maka diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: Y = 0,221 + 0,069X1 + 0,172X2 + 1,658X3 0,056 + ε Dari persamaan regresi tersebut dapat diketahui bahwa konstanta (α) sebesar 0,221. Artinya jika komposisi dewan komisaris (X1),
Pengujian Hipotesis Penelitian ini merupakan penelitian dengan pengujian hipotesis yang menggunakan metode analisis regresi linear berganda (multiple regression analysis). Metode regresi linear berganda menghubungkan satu variabel dependen dengan beberapa variabel independen dalam suatu model penelitian. Berhubung penelitian ini menggunakan metode sensus, maka tidak dilakukan uji signifikansi terhadap nilai koefisien regresi yang diperoleh baik secara simultan maupun secara parsial, karena nilai koefisien regresi yang diperoleh adalah nilai koefisien regresi yang sesungguhnya dari populasi. Adapun untuk menguji hipotesis yang telah diajukan maka dilakukan pengujian sebagai berikut: Pengujian Secara Simultan Pengujian secara simultan dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang ditentukan berdasarkan rancangan pengujian hipotesis yang telah dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan rancangan pengujian hipotesis, Ha1 diterima jika paling sedikit ada satu βi≠0 (i=1,2,3,4) yang berarti bahwa terdapat salah satu nilai β dari keempat variabel independen yaitu komposisi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan keluarga yang nilainya tidak sama dengan nol. Sebaliknya H01 diterima jika semua βi=0 (i=1,2,3,4), maksudnya yaitu H01 diterima jika nilai β dari keempat variabel independen yaitu komposisi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan
Tabel 3 Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen Coefficientsa Model 1
(Constant) Komposisi Dewan Komisaris Kepemilikan Institusional Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Keluarga
Unstandardized Coefficients B Std. Error ,221 ,312 ,069 ,257 ,172 ,324 1,658 ,632 -,056 ,455
Sumber: Data diolah menggunakan SPSS 17.00 (2011)
Standardized Coefficients Beta ,033 ,070 ,373 -,017
174 Rulfah M.Daud dan Dara Muliyani
manajerial, dan kepemilikan keluarga nilainya adalah sama dengan nol. Nilai β dari keempat variabel independen yaitu komposisi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan keluarga dilihat pada Tabel 3. Dalam Tabel 3 didapatkan hasil bahwa semua βi≠0, dimana β1=0,069, β2=0,172, β3=1,658, dan β4=-0,056, sehingga Ha1 diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komposisi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan keluarga secara simultan berpengaruh terhadap kualitas laba. Pengujian Secara Parsial Uji parsial dapat disimpulkan dengan melihat pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen yang terlihat dalam Tabel 3. Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris terhadap Kualitas Laba Berdasarkan rancangan pengujian hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya, H02 diterima jika β1=0, yang berarti bahwa nilai β komposisi dewan komisaris sama dengan nol, sebaliknya Ha2 diterima jika β1≠0, yang berarti nilai β komposisi dewan komisaris tidak sama dengan nol. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa komposisi dewan komisaris mempunyai nilai β1=0,069, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha2 diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komposisi dewan komisaris mempunyai pengaruh terhadap kualitas laba. Koefesien regresi komposisi dewan komisaris sebesar 0,069, artinya setiap kenaikan 100% komposisi dewan komisaris akan meningkatkan kualitas laba sebesar 6,9%, dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Hal ini berarti bahwa komposisi dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kualitas Laba Berdasarkan rancangan pengujian hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya, H03 diterima jika β2=0, yang berarti bahwa nilai β kepemilikan
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
institusional sama dengan nol, sebaliknya Ha3 diterima jika β2≠0, yang berarti nilai β kepemilikan institusional tidak sama dengan nol. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kepemilikan institusional mempunyai nilai β2=0,172, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha3 diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kualitas laba. Koefesien regresi kepemilikan institusional sebesar 0,172, artinya setiap kenaikan 100% kepemilikan institusional akan meningkatkan kualitas laba sebesar 17,2% dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Hal ini berarti bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kualitas Laba Berdasarkan rancangan pengujian hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya, H04 diterima jika β3=0, yang berarti bahwa nilai β kepemilikan manajerial sama dengan nol, sebaliknya Ha4 diterima jika β3≠0, yang berarti nilai kepemilikan manajerial tidak sama dengan nol. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kepemilikan manajerial mempunyai nilai β3=1,658, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha4 diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kualitas laba. Koefesien regresi kepemilikan manajerial sebesar 1,658, artinya setiap kenaikan 100% kepemilikan manajerial akan meningkatkan kualitas laba sebesar 165,8% dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Hal ini berarti kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Pengaruh Kepemilikan Keluarga terhadap Kualitas Laba Berdasarkan rancangan pengujian hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya, H05 diterima jika β4=0, yang berarti bahwa nilai β kepemilikan keluarga sama dengan nol, sebaliknya Ha5 diterima jika β4≠0, yang berarti nilai β kepemilikan keluarga tidak sama dengan nol. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kepemilikan keluarga mempunyai nilai β4=-0,056, sehingga
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 175
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
dapat disimpulkan bahwa Ha4 diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepemilikan keluarga berpengaruh terhadap kualitas laba. Koefesien regresi kepemilikan keluarga sebesar -0,056, artinya setiap kenaikan 100% kepemilikan keluarga akan menurunkan kualitas laba sebesar 5,6% dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Hal ini berarti bahwa kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap kualitas laba.
lainnya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Penelitian ini menggunakan rentang waktu yang pendek yaitu hanya tiga tahun selama periode 2007-2009. 3. Jumlah variabel independen yang digunakan untuk mencari pengaruhnya terhadap kualitas laba hanya menggunakan empat variabel, yaitu komposisi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan keluarga. Berdasarkan hasil regresi diketahui koefisien determinasi (R2) = 0,120, artinya hanya sebesar 12% perubahan kualitas laba dapat dijelaskan oleh empat variabel tersebut, sedangkan selebihnya sebesar 88% dijelaskan oleh faktor-faktor variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: 1. Komposisi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan kepemilikan keluarga secara simultan berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Komposisi dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 4. Kepemilikan manajerial berpengaruh berpengaruh positif terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 5. Kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Keterbatasan Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Penelitian ini hanya meneliti perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasi untuk perusahaan-perusahaan
Saran Untuk menelaah referensi penelitian selanjutnya, ada beberapa saran yang dapat dikemukakan, antara lain: 1. Berhubung penelitian ini hanya dilakukan pada perusahaan manufaktur saja, untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas subjek penelitian, tidak hanya pada perusahaan manufaktur, namun juga pada perusahaan-perusahaan lain yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia karena memungkinkan ditemukannya hasil yang berbeda jika dilakukan pada subjek yang berbeda. 2. Penelitian selanjutnya supaya menggunakan rentang waktu lebih dari tiga tahun. 3. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan variasi variabel-variabel lain yang mungkin berpengaruh terhadap kualitas laba untuk melihat pengaruhnya, karena dari nilai statistik yang diperoleh terlihat bahwa variabel-variabel independen yang digunakan memberikan pengaruh sebesar 12% terhadap variabel dependen yaitu kualitas laba, namun 88% lagi dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
176 Rulfah M.Daud dan Dara Muliyani
Referensi Arifin Z. (2003). Masalah Agensi dan Mekanisme Kontrol pada Perusahaan dengan Struktur Kepemilikan Terkonsentrasi yang Dikontrol Keluarga: Bukti dari Perusahaan Publik di Indonesia. Disertasi Pascasarjana FEUI. ________ dan N. Rachmawati. 2006. “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Efektivitas Mekanisme Pengurang Masalah Agensi”. Jurnal Siasat Bisnis. Vol. 11 No. 3: 237-247. Balsam, S., Krishnan, J., and Yang, J. S. 2003. “Auditor Industry Specialization and EarningsQuality”. Auditing: A Journal of Practice & Theory, Vol. 22, No. 2: 71-97. Boediono, Gideon S.B. 2005. “Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba dan Dampaknya Pada Kualitas Laba”. Jurnal Akuntansi. Vol. 9 No. 3: 232-247. Cho, L.Y. and K. Jung. 1991. “Earning Response Coefficients: A Synthesis of Theory and Empirical Evidence”. Journal of Accounting Literature, Vol. 10: 305-333. FASB. 1985. Account Standards, Original Pronouncement. As Of Juni. New York: McGraw Hill.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Harahap, M. Yahya. 2009. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika. Hashim, H.A. and S.Devi. 2008. “Corporate Governance, Ownership Structure and Earnings Quality: Malaysian Evidence”. Research in Accounting in Emerging Economies. Vol. 8 (97): 97-123. Mulyani, S., N.F. Asyik, dan Andayani. 2007. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Earnings Response Coefficient Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”. JAAI Vol.11 No. 1: 35–45. Wahyudi, U. dan H.P. Pawestri. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan: Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX Padang: 1-25. Warfield, T., J.J. Wild, and K. Wild. 1995. “Managerial Ownership, Accounting Choices, and Informativeness of Earnings”. Journal of Accounting and Economics. Vol. 20 No. 1: 61‐91. www.idx.co.id
Jurnal Akuntansi dan2,Keuangan 177 Volume 2, Nomor Agustus 2012
Jurnal2,Akuntansi Volume Nomor 2, Agustus dan2012 Keuangan ISSN: 2301-4717
p 177-190
Faktor Keberhasilan Kritis, Enterprise Resource Planning System, Management Control System Formal dan Kinerja Tubagus Ismail Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
This study investigated the relationship of the critical success factors that top management support and user training and education for enterprise resource planning systems (ERPs) as well as the impact of ERP systems on the performance with the use of MCS. The focus of MCS used in this study is the formal MCS. This study uses structural equation modeling as a tool of analysis and PLS Smart software used to process data. Overall, the findings of this study are: top management support and user training and education that acts as a variable antacedent have a positive and significant impact on the ERP system; formal MCS as intervening variables mediate the positive and significant between the ERP system’s financial performance and non performance finance; there is a significant and positive relationship between financial performance with financial performance. Limitations of this study is focused on the formal sector of the MCS, critical success factors are also only focused on top management support and user training and education. Keywords: faktor keberhasilan kritis, enterprise resource planning system, MCS formal, kinerja Latar Belakang Dalam sepuluh tahun terakhir, sistem perencanaan sumber daya perusahaan atau enterprise resource planning system (ERPS) telah berkembang di perusahaan-perusahaan menengah dan besar di seluruh dunia (Kallunki et al, 2010). Awalnya sebelum ERPS berkembang, setiap departemen dalam suatu organisasi memiliki sistem informasi operasi sendiri yang terpisah dari sistem informasi departemen lainnnya (Rom dan Rohde, 2007). Namun seiring perkembangan waktu ERPS dapat mengintegrasikan serangkaian modul dalam fungsi bisnis yang berbeda seperti keuangan dan akuntansi, manajemen sumber daya manusia, bahan baku, IT, penjualan dan pemasaran, manufaktur, dan logistik (Shanks et al, 2003;. Dery et al, 2005.) Perkembangan dan kesuksesan implementasi ERPS didukung oleh Critical Success Factors (CFS) dari ERPS. CSF didefinisikan sebagai acuan untuk kodisi apapun atau elemen yang dianggap perlu dalam rangka keberhasilan implementasi ERPS (Finney dan Corbett, 2007). Beberapa peneliti mengemukakan bahwa Top management support merupakan faktor utama
dalam keberhasilan ERPS (AlMashari et al, 2003.; Umble et al, 2003;. Zhang et al, 2005). Top management support memiliki peranan yang sangat penting, karena implementasi ERPS biasanya berskala besar dan membutuhkan sumber daya yang luas (Ngai et al, 2003). Top management support seharusnya tidak berhenti pada tahap fasilitasi ERPS saja namun dalam keseluruhan proses implementasi ERPS (AlMashari et al, 2003). Dua hal utama dalam top management support yaitu menyediakan sumber daya yang diperlukan dan memberikan kepemimpinan (Zhang et al, 2002). Faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi ERPS adalah user training and education (AlMashari et al, 2003; umble et al 2003). Karena ERPS merupakan suatu sistem yang komplek maka pelatihan dan pendidikan bagi para pengunanya harus dilakukan agar pengguna dapat menggunakan ERPS secara efektif dan efisien (Correa dan Cruz, 2005; Zhang et al, 2005;. Bradley, 2008). User training and education akan meningkatkan tingkat pengetahuan dan kemahiran pengguna sehingga meningkatkan kinerja individu dan pada akhirnya meningkatkan kinerja perusahaan
178 TUBAGUS ISMAIL
(Dezdar,2011). Sejak muculnya ERPS, semua informasi perusahaan terlihat lebih jelas dan informasi keuangan dapat diakses tidak hanya oleh akuntan, hal ini menimbulkan tantangan bagi pelaporan manajerial dan pengendalian. ERPS mengubah peran akuntansi manajemen dengan menyediakan manajemen akses yang mudah dan cepat sehingga lebih relevan dan real time untuk data operasional yang diperlukan dalam pengambilan keputusan dan pengendalian manajemen (Kallunki et al 2010). Hal ini selaras dengan tujuan utama dari MCS yaitu memastikan sejauh mungkin tingkat keselarasan tujuan (goal congruence) yang tinggi (Govindarajan, 2002). Management Control System atau MCS dapat didefinisikan sebagai alat yang dirancang untuk membantu manajer dalam pengambilan keputusan yang terdiri dari MCS formal dan MCS informal (Chenhall, 2003). MCS formal terdiri dari kewajiban kontraktual dan mekanisme organisasi formal yang dibagi menjadi mekanisme pengendalian hasil dan pengendalian pada sisi lain yaitu informal atau sosial yang berhubungan dengan budaya (Ouchi, 1979). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ERPS menghasilkan perubahan dalam peningkatan sentralisasi dari sistem koordinasi dan homogenisasi praktek pengendalian (Granlund dan Malmi, 2002). Chapman dan Kihn (2009) menyatakan bahwa MCS formal dan anggaran memediasi pengaruh ERPS terhadap kinerja. Granlund (2007) menunjukkan bahwa teknologi informasi (TI) memiliki banyak pengaruh penting dalam praktek pengendalian manajemen. Implementasi ERPS yang digunakan dengan pengendalian yang efisien, akan membantu perusahaan mencapai tujuannya yang mengarah pada peningkatan kinerja. Kinerja keuangan mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan keuntungan atau profitabilitas yang dinilai dengan ukuran keuangan seperti rasio laba atas investasi (ROI). Kinerja non-keuangan mengacu pada efektivitas dan efisiensi organisasi yang dinilai oleh ukuran-ukuran non-keuangan seperti manufacturing lead time, varians efisiensi tenaga kerja dan jumlah keluhan pelanggan (Kallunki et al,2010).
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
ERPS memiliki banyak manfaat dalam kinerja non-keuangan seperti peningkatan produktivitas dan kualitas, keandalan produk, layanan pelanggan, dan pengetahuan manajemen (Hunton et al, 2003.). ERPS diharapkan dapat menghasilkan suatu sistem informasi yang dirancang lebih baik, yang pada gilirannya meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sehingga mencapai hasil yang diinginkan perusahaan (Nicolaou, 2004b). Namun beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penerapan ERPS tidak berpengaruh terhadap peningkatan kinerja organisasi (Hunton et al, 2003;. Nicolaou, 2004a; Nicolaou dan Bhattacharya, 2006). Poston dan Grabski (2001) menyatakan bahwa organisasi yang menerapkan ERPS kinerjanya menjadi lebih buruk dibandingkan dengan perusahaan yang belum menerapkan ERPS. Perbedaan hasil penelitian ini terjadi mungkin karena dibutuhkannya waktu bagi perusahaan untuk beradaptasi dengan ERPS antara penerapan awal ERPS dan pengaruh yang diinginkan terhadap kinerja. Untuk menggambarkannya, Nicolaou (2004a) menyatakan diperlukan setidaknya dua tahun sebelum perusahaan yang mengadopsi ERPS mulai mencapai kinerja keuangan yang positif. Masih kurangnya penelitian yang meneliti peran MCS dalam mencapai kinerja yang diinginkan perusahaan (Chapman, 2005; Chapman dan Kihn, 2009; Dechow dan Mouritsen, 2005; Rom dan Rohde, 2007) dan masih ada perbedaan hasil penelitian pengaruh ERPS terhadap kinerja merupakan motif dari penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh dari adopsi ERPS terhadap MCS khususnya secara formal serta kinerja keuangan dan non keuangan perusahaan dengan memperhitungkan variabel antacedentnya. Penggunaan variabel antecedent ini dengan alasan bahwa sistem ERP yang memiliki pengaruh yang diinginkan terhadap kinerja merupakan sistem ERP yang berhasil dalam implementasinya. Oleh karena itulah penelitian ini memperhitungkan faktor keberhasilan kritis yang dapat mempengaruhi keberhasilan sistem berupa CSF yaitu top management support dan user training and education.
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
TINJAUAN TEORITIS Enterprise Resource Planning System ERP adalah sistem informasi organisasi yang luas dan terintegrasi yang dapat digunakan untuk mengelola dan mengkoordinasikan seluruh sumber daya, informasi, dan fungsi bisnis yang disimpan dalam data bersama. ERP dimaksudkan untuk mengintegrasikan semua informasi perusahaan ke dalam satu database pusat (Dechow dan Mouritsen, 2005). Sistem ERP merupakan sistem yang dapat memproses transaksi serta dapat mengintegrasikan informasi antar departemen. Sistem ERP merupakan seperangkat aplikasi atau modul bisnis yang terintegrasi, yang dapat memuat fungsi bisnis, seperti akuntansi buku besar, utang, piutang, perencanaan bahan baku, manajemen pesanan, pengendalian persediaan, dan manajemen sumber daya manusia (Chapman dan Kihn 2009). Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Sistem ERP Faktor-faktor penentu keberhasilan ERPS merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh organisasi agar tercapainya keberhasilan dalam implementasi sistem ERP. Dalam kaitan dengan sistem informasi proyek, faktor-faktor penentu keberhasilan adalah apa yang harus dilakukan oleh suatu sistem untuk memenuhi apa yang telah dirancang (Winahyu,2005). Dezdar dan Sulaiman (2009) mengemukakan bahwa ada 17 kategori yang mempengaruhi keberhasilan ERPS, ke 17 kategori tersebut dapat di kelompokan menjadi tiga kategori utama, yaitu organisasi, proyek dan sistem. Dezdar (2010) menemukan faktor organisasi cukup berperan dalam menentukan kesuksesan implementasi ERPS. Duchessi, et al. (1998) menyimpulkan
bahwa komitmen dari manajemen puncak dan pelatihan yang cukup merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan yang penting dalam implementasi ERPS. Penelitian ini berfokus pada 2 faktor organisasi yang mempengaruhi ERP sebagai variabel antesedent yaitu top management support dan User training education.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 179
Komitmen dari manajemen puncak harus ditekankan pada seluruh bagian dalam suatu organisasi (Dezdar, 2011). Dukungan dari manajemen puncak sangat diperlukan dalam implementasi sistem ERP (Nah et al, 2001). Manajemen senior harus komit dengan keterlibatannya dalam implementasi dan pengalokasian sumber daya yang penting dalam implementasi (Holland et al, 1999). Hal ini menyangkut penyediaan sumber daya yang diperlukan untuk implementasi dan menyediakan waktu agar pekerjaan terlaksana dengan baik (Roberts and Barrar, 1992). Ngai et al (2008) menyatakan bahwa dukungan manajemen puncak, memainkan peran penting dalam keberhasilan implementasi sistem ERP, karena ERPS biasanya berskala besar dan membutuhkan sumber daya yang luas. Al-Mashari et al (2003) menyarankan bahwa dukungan manajemen puncak seharusnya tidak berhenti pada tahap fasilitasi, tetapi harus menyeluruh pada proses implementasi sistem ERP. Karena ERPS merupakan suatu sistem yang kompleks maka pelatihan yang memadai dan pendidikan harus disediakan untuk memungkinkan pengguna memakai sistem mereka secara efektif dan efisien(Correa dan Cruz, 2005; Zhang et al, 2005;. Bradley, 2008). Nah et al. (2003) menyatakan bahwa pelatihan yang memadai dapat meningkatkan probabilitas keberhasilan implementasi sistem ERP, sedangkan kurangnya pelatihan dapat menghambat pelaksanaan. Pelatihan dan pendidikan lebih lanjut akan meningkatkan tingkat pengetahuan dan kemahiran pengguna sehingga meningkatkan kinerja individu dan akhirnya meningkatkan kinerja organisasi (Dezdar,2011). Management Control System Formal (MCS Formal) MCS adalah suatu sistem yang digunakan oleh para manajer untuk mengarahkan para anggota organisasi agar melaksanakan kegiatan secara efisien dan efektif sesuai dengan strategi pokok yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan (Supriyono,1998:3 dalam Triyane, 2005). MCS membantu para manajer untuk
180 TUBAGUS ISMAIL
menjalankan organisasi ke arah tujuan strateginya, sehingga pengendalian manajemen memfokuskan pada pelaksanaan strategi (Kalllunki et al, 2010). MCS formal mencakup pengaturan yang jelas dan prosedur berdasarkan desain khusus yang cocok dengan struktur organisasi, tugas rutin dan kegiatan operasional (Maciarello dan Kirby, 1994). Menurut Govindarajan (2002:114) MCS formal diklasifikasikan ke dalam dua jenis: (1) sistem pengendalaian manajemen itu sendiri; dan (2) aturan-aturan yang terdiri dari pengendalian fisik, manual, pengamanan sistem dan sistem pengendalian tugas. Aturan-aturan diartikan sebagai seperangkat tulisan yang memuat semua jenis instruksi dan pengedalian, termasuk didalamnya adalah: instruksi-instruksi jabatan, pembagian kerja, standard operating procedure, panduan-panduan dan tuntunan etis (Govindarajan 2002:115). Kinerja Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Kinerja organisasi adalah kinerja yang dihasilkan secara keseluruhan (overall) sehingga didapat ukuran kinerja yang objektif. Penelitian terdahulu seperti (Gupta & Govindarajan, 1984; Venkattramen & Ramajunjam, 1986; Kaplan & Norton, 1996; Chenhall & Langfield–Smith, 1998, Otley, 1999 dalam Kallunki et al, 2010), mendefinisikan kinerja sebagai tingkat tujuan yang dicapai pada semua dimensi, yang meliputi financial and non financial performance.. Kinerja Keuangan (financial performance) adalah prestasi kerja yang telah dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu yang diukur berdasarkan kinerja nilai materi (uang) dan tertuang pada laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan (Ittner dan Larcker, 2003). Sedangkan kinerja non keuangan (non financial performance) merupakan prestasi kerja yang telah dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu yang diukur berdasarkan kinerja selain nilai materi (uang) dan harus berhubungan dengan tiga dimensi kinerja aktivitas yaitu efisiensi, kualitas, dan waktu (Ittner dan Larcker,
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
2003). ERPS diharapkan memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja non-keuangan perusahaan. Studi empiris menunjukkan bahwa beberapa keuntungan efisiensi operasional dapat dicapai ketika mengimplementasikan ERPS (Kallunki et al, 2010).Penggunaan ERPS mengakibatkan peningkatan produksi dan kualitas di bidang bisnis utama, seperti keandalan produk, layanan pelanggan, dan pengetahuan manajemen (Hunton et al, 2003). Namun penelitian lainnya menunjukan bahwa ERPS memiliki pengaruh langsung tidak hanya terhadap kinerja nonkeuangan tetapi juga pada kinerja keuangan. Velcu (2007) melaporkan bahwa implementasi ERPS memungkinan harga jual menjadi lebih akurat, dan pemeliharaan profit margin yang lebih baik sehingga berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Kerangka Penelitian dan Pengukuran Konstruk Seperti telah dijelaskan sebelumnya, penerapan sistem ERP dipengaruhi oleh faktor keberhasilan kritis. Sistem ERP yang merupakan sistem yang memfasilitasi operasional koordinasi lintas fungsional departemen. Oleh karena itu keberhasilan implementasi ERPS juga harus bermanfaat pada perencanaan strategis dan management control system (Kallunki et al 2010). Adapun model penelitian empiris dapat dilihat pada gambar 1. Dalam gambar 1 dapat dilihat bahwa terdapat variabel antecedent, independent, intervening dan dependent. Seluruh variabel diukur menggunakan indikator yang diadopsi dari penelitian terdahulu dan menggunakan likert 1-7 dengan skala ordinal. Konstruk ERP dipengaruhi oleh variabel antecedent yaitu top management support dan user training and education. Top management support diukur oleh indikator yang diadopsi dari Duchessi, et al (1998) dan Sum,et al (1997) yaitu : Kepemimpinan (TMS1), komitmen (TMS2) dan penyediaan sumber daya (TMS3). Konstruk user training and education menggunakan indikator yang diadopsi dari Martinsons dan Westwood (1999) serta Sum, et al (1997) yaitu : konsep dan logika
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 181
Gambar 1: Model Penelitian Empiris
ERP (UTE1), tenaga pengajar yang berkualitas (UTE2) dan petunjuk yang mudah dimengerti (UTE3). Dapat dijelaskan bahwa konstruk sistem ERP diharapkan memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja non keuangan dan kinerja keuangan. MCS formal mengintervening sistem ERP terhadap kinerja non keuangan dan keuangan. Dengan kata lain, MCS formal membantu sistem ERP agar dapat mencapai kinerja yang diharapkan baik dalam kinerja non keuangan maupun kinerja keuangan. Pengukuran indikator konstruk sistem ERP, MCS formal, kinerja non keuangan dan kinerja keuangan diadopsi dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Kallunki et al (2010). Indikator ERPS yaitu : Human resource management (E1), sales and marketing (E2), inventory management (E3), costumer relationship management (E4), performance evaluation (E5), e-commerce applications (E6) dan manufacturing and product management (E7). MCS formal diukur dengan indikator sebagai berikut : Inventory control (FM1), quality control of production (FM2) , systematic evaluation of managerial and senior staff personnel (FM3), supply chain manajemen (FM4), cordinating Interdepartment (FM5), dan flexible or activity level budgeting (FM6). Konstruk kinerja non keuangan diukur dengan indikator sebagai berikut : Manufacturing lead time (NK1), on-
time delivery (NK2), increase in market share (NK3), number of customer complains (NK4), customer satisfaction (NK5), materials efficiency (NK6), personnel development (NK7), employee satisfaction (NK8) dan employee health and safety (NK9). Sedangkan indikator dari kinerja keuangan yaitu : Persepsi terhadap profit (KK1), persepsi terhadap return on invesment (KK2), persepsi terhadap return on asset (KK3), persepsi terhadap sales growth rate (KK4), persepsi terhadap operating income (KK5), persepsi terhadap operating return on asset (KK6), cash flow from operation (KK7), cost of goods sold divided by sales (KK8). Pengembangan Hipotesis Menerapkan sistem ERP tidak hanya melibatkan perubahan dalam penggunaan sistem perangkat lunak namun melibatkan reposisi dari perusahaan dan transformasi dari semua praktek bisnis. Oleh karena itu manajemen atas harus secara eksplisit, dan dengan tulus menunjukkan dukungan mereka (keuangan dan non keuangan) pada implementasi sistem ERP (Somers dan Nelson, 2004). Dengan adanya dukungan dari manajemen puncak diharapkan keberhasilan implementasi ERP dalam suatu perusahaan menjadi lebih tinggi sehingga dapat mencapai tujuan stategis perusahaan. Untuk mencapai tujuan strategis tersebut, selain adanya dukungan dari top management harus disertai
182 TUBAGUS ISMAIL
dengan sumber daya manusia yang mampu mengoperasikan sistem secara tepat guna, oleh karena itu dibutuhkan user training and education. Nah et al (2003) menyatakan bahwa pelatihan yang memadai dapat meningkatkan probabilitas keberhasilan implementasi sistem ERP, sedangkan kurangnya pelatihan dapat menghambat pelaksanaan. Pelatihan yang memadai dan pendidikan juga dapat membantu organisasi untuk membangun perasaan positif terhadap sistem.Selain itu, pelatihan meningkatkan kemudahan penggunaan dan mengurangi resistensi, yang pada gilirannya meningkatkan kemungkinan kesuksesan penggunaan ERPS (Bradley, 2008). Penerapan sistem ERP dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan (kinerja non-keuangan) dan pada akhirnya meningkatkan kinerja keuangan. Kinerja keuangan mengacu pada profitabilitas perusahaan atau unit usaha, yang dapat diukur dengan ukuran keuangan seperti rasio laba atas investasi. Kinerja non-keuangan meliputi bidang-bidang seperti keandalan produk, layanan pelanggan, pengetahuan manajemen dan kinerja bidang lain yang mungkin mempengaruhi profitabilitas utama perusahaan. Dengan demikian, ukuran kinerja non-keuangan menjembatani kesenjangan yang ditinggalkan oleh akuntansi keuangan untuk melengkapi rangkaian kinerja organisasi (Ittner dan Larcker, 2003). Implementasi ERPS dapat menghasilkan sejumlah manfaat manajerial dalam MCS karena perencanaan dan pengendalian yang lebih baik (Shang dan seddon, 2002; Chapman, 2005). Rom dan Rohde, (2007) menunjukkan bahwa jika potensi ERP untuk mengembangkan MCS cukup besar, perusahaan mempertahankan MCS yang ada pada mereka. Dechow dan Mouritsen (2005) melaporkan bahwa ERPS memungkinkan peningkatan sistem pengendalian dalam aspek keuangan dan non-keuangan karena dapat membedakan antara informasi akuntansi dan logistik. Chapman dan Kihn (2009) menunjukkan bahwa sistem informasi integrasi memungkinkan sistem anggaran MCS formal dapat dikaitkan dengan keberhasilan sistem informasi. Penelitian yang dilakukan oleh Chapman
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
dan Kihn (2009) juga melaporkan hubungan langsung antara sistem integrasi informasi dan keberhasilan sistem yang dirasakan, namun tidak ada hubungan langsung antara sistem integrasi informasi dengan aspek lain yaitu kinerja nonkeuangan dan ukuran kinerja keuangan. Mereka berpendapat bahwa secara tidak langsung ERPS membantu manajemen untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Meskipun sering ada hubungan sebab akibat antara kinerja nonkeuangan dan keuangan, namun secara empiris hal tersebut sulit untuk diidentifikasi. Said et al. (2003) melaporkan bahwa organisasi yang mengadopsi ERPS dapat meningkatkan return saham jangka pendek maupun jangka panjang dan return on Asset (ROA) ketika indikator kinerja non-keuangan termasuk dalam executive remuneration contracts. Wier et al. (2007) melaporkan hasil yang sama. Singkatnya penelitian yang dibahas di atas menunjukkan bahwa ERP dan MCS terkait dengan kinerja keuangan dan kinerja non-keuangan yang menggambarkan bahwa kinerja non-keuangan pada akhirnya dapat mengakibatkan peningkatan terhadap kinerja keuangan. Berdasarkan uraianuraian diatas, maka mengarah pada terbentuklah hipotesis sebagai berikut : H1a : Top Management Support berpengaruh positif dengan kesuksesan implementasi sistem ERP H1b : Training and Education berpengaruh positif dengan kesuksesan implementasi sistem ERP H2a : Penggunaan sistem ERP berpengaruh positif terhadap kinerja non keuangan. H2b : Penggunaan sistem ERP berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. H2c : Penggunaan sistem ERP berpengaruh positif terhadap MCS formal. H3a : Penggunaan MCS formal memediasi pengaruh positif sistem ERP pada kinerja non keuangan. H3b : Pengggunaan MCS formal memediasi pengaruh positif sistem ERP pada kinerja keuangan. H4 : Kinerja non keuangan berpengaruh positif dengan kinerja keuangan setelah penggunaan sistem ERP
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 183
Metode Penelitian
disebabkan responden kesulitan mengingat informasi perusahaan untuk menjawab kuesioner. Sehingga kuesioner yang dapat diolah sebanyaj 62 kuesioner. Dengan demikian diperoreh respon rate sebesar 70.37% dan usable respon rate sebesar 57.41%
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
Sampel dalam penelitian ini adalah Sampel dalam penelitian ini adalah middle management dari perusahaan manufaktur di Provinsi Banten. Sedangkan yang menjadi responden dalam sampel penelitian ini adalah manajer keuangan, produksi, pemasaran, logistik, personalia (HRD), dan informasi dari perusahaan manufaktur tersebut. Adapun kriteria dari responden adalah manajer yang telah bekerja minimal 2 tahun dalam perusahaan tersebut. Alasan dipilihnya perusahaan manufaktur sebagai sampel adalah karena perusahaan manufaktur dianggap memiliki karakteristik yang lebih kompleks. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yang diperoleh dari kuesioner yang diantarkan langsung kepada responden. Ringkasan pengembalian kuesioner dapat dilihat pada Tabel 1. Total kuesiner yang dikirim sebanyak 108 kuesioner. Dari jumlah tersebut kuesioner yang kembali berjumlah 76 kuesioner. Kuesioner yang. tidak kembali berjumlah 32 kuesioner. Kuesioner yang tidak kembali kemungkinan disebabkan kuesioner tidak sampai di tangan responden yang dituju karena kesibukan manajer dan kuesioner yang tidak lengkap berjumlah 14 kuesioner. Kuesioner yang tidak lengkap
Hasil-Hasil Penelitian Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa responden yang mengisi kuesioner penyebarannya hampir merata pada seluruh jenis manajer. Hal ini menunjukan bahwa sistem ERP digunakan pada seluruh divisi dalam perusahaan. Penelitian ini menggunakan structural equation modeling (SEM) sebagaai alat analisis multivariate sehingga memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi untuk menghubungkan teori dan data. Penelitian ini menggunakan software Smart PLS sebagai alat untuk memecahkan permasalahan SEM. Pada hasil uji terhadap outer loading seluruh variabel, tidak terdapat konstruk yang memiliki nilai outer loading dibawah 0.5. Hal ini menunjukan bahwa setiap indikator pada seluruh konstruk dianggap realibel sehingga tidak diperlukan eliminasi dan menghasilkan output Smart PLS seperti pada gambar 2.
Tabel 1 Pengiriman dan Pengembalian Kuesioner Keterangan
Total
Total kuesioner yang dikirim Kuesioner yang tidak kembali Total Kuesioner yang kembali Kuesioner yang tidak lengkap Kuesioner yang dapat diolah Tingkat pengembalian (respon rate) (76/108 x 100%) Tingkat pengembalian yang digunakan (usable respon rate) (62/108 x 100%)
108 32 76 14 62 0.70370 0.57407
Tabel 2 Persentase jabatan responden Keterangan Manajer Informasi Manajer Keuangan Manajer Logistik Manajer Pemasaran Manajer Personalia Manajer Produksi
Jumlah
Persentase
10 13 8 9 11 11
16,13% 20,98% 12,90% 14,52% 17,74% 17,74%
184 TUBAGUS ISMAIL
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Keterangan: Top managemement support (TMS), User training and education (UTE), MCS formal (FM), Enterprise resource planning system (ERP) Kinerja non keuangan (NK), kinerja keuangan (KK). Gambar 2: Full model structural Tabel 3 Average Variance Extracted (AVE) Variabel
Average variance extracted (AVE)
Top Management Support User Training and Education ERP MCS formal Kinerja NonKeuangan Kinerja Keuangan
0.708 0.671 0.513 0.596 0.698 0.646 Tabel 4 Composite Reliability Composite Reliability
Top Management Support User Training and Education ERP MCS formal Kinerja NonKeuangan Kinerja Keuangan
0.879 0.859 0.880 0.898 0.952 0.935 Tabel 5 R-Square
Top Management Support User Training and Education ERP MCS formal Kinerja Non-Keuangan Kinerja Keuangan
R-square
0.797 0.856 0.904 0.919
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
Pengujian validitas data Pengujian validitas data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan software Smart PLS dengan Outer Model yaitu Convergent validity yang dilihat dengan nilai average variance extracted (AVE) masing-masing konstruk dimana nilainya harus lebih besar dari 0,5. Tabel 2 menjelaskan nilai dari AVE dan akar AVE dari konstruk Top Management Support, User Training and Education, ERP, MCS formal, Kinerja Keuangan dan Kinerja Non-Keuangan. Dapat dilihat bahwa setiap konstruk (variabel) tersebut memiliki nilai AVE diatas 0,5. Hal ini menunjukkan bahwa setiap konstruk tersebut memiliki nilai validitas yang baik dari setiap indikatornya atau kuesioner yang digunakan untuk mengetahui hubungan Top Management Support, User Training and Education terhadap ERP serta ERP terhadap MCS formal, dan Kinerja Keuangan dan Kinerja Non-Keuangan dapat dikatakan valid Suatu data dikatakan reliabel jika, composite reliability lebih dari 0,7. Dari tabel 3 dapat dilihat setiap konstruk atau variabel laten tersebut memiliki nilai composite reliability diatas 0,7 yang menandakan bahwa internal consistency antar variabel memiliki reliabilitas yang baik. Untuk Convergent validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score/component score yang diestimasi dengan software PLS. Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,7 dengan konstruk (variabel laten) yang diukur. Namun menurut Chin dalam Ghozali (2006 ; 24), untuk penelitian tahap awal dari pengembangan, skala pengukuran nilai loading 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup memadai. Dalam gambar 2 dapat dilihat secara keseluruhan korelasi setiap variabel yang menyatakan hubungan antara Top Management Support dan User Training and Education pada ERP, ERP terhadap MCS formal, ERP terhadap kinerja keuangan dan kinerja non-keuangan. Dimana model tidak dilakukan eliminasi hal ini disebabkan tidak terdapat korelasi konstruk yang kurang dari 0,5 sehingga setiap variabel memenuhi kriteria convergent validity.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 185
Dalam menilai struktural model PLS juga dapat dilihat berdasarkan nilai R-Square untuk setiap variable latennya. Adapun nilai R-Square pada pengolahan data dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan nilai R-square konstruk ERP sebesar 0.797, konstruk MCS formal sebesar 0.856, konstruk kinerja non-keuangan sebesar 0.904 dan konstruk kinerja keuangan sebesar 0.919. Semakin tinggi R-square, maka semakin besar variabel independen tersebut dapat menjelaskan variabel dependen sehingga semakin baik persaman struktural. Untuk variabel ERP memiliki nilai R-square sebesar 0.797 yang berarti 79,7% varians ERP dijelaskan oleh variabel MCS formal sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel antasedentnya yaitu Top Management Support dan User Training and Education serta variabel variable lain diluar variable yang diteliti dalam penelitian ini (Ghozali, 2006). Variabel MCS formal memiliki nilai R-square sebesar 0.856 yang berarti 85,6% varians ERP dijelaskan oleh variabel MCS formal sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar variable yang diteliti dalam penelitian ini (Ghozali, 2006). Sedangkan variabel kinerja nonkeuangan memiliki nilai R-square sebesar 0.904 yang berarti 90,40% varians ERP dijelaskan oleh variabel kinerja non-keuangan sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya, seperti external expertise (Nelson dan Somers, 2001) dan variabel variable lain diluar variable yang diteliti dalam penelitian ini (Ghozali, 2006). Konstruk kinerja keuangan memiliki nilai R-square sebesar 0,919 yang berarti 91,90% varians ERP dijelaskan oleh variabel kinerja keuangan sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya, seperti implementation approach, Interdepartemental cooperation and communication (Mccredie dan Updegrove, 1999 dalam Winahyu 2005), dan variabel variable lain diluar variabel yang diteliti dalam penelitian ini (Ghozali, 2006) Setelah perhitungan pengujian validitas dan reabilitas, tahap selanjutnya adalah menguji hipotesis yang diajukan, hasil uji dapat dilihat melalui inner weight output hasil dari run Smart PLS pada Tabel 6
186 TUBAGUS ISMAIL
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Tabel 6 Hasil dari inner weight
Original Sample Estimate
Mean Of Subsamples
Standard Deviation
T-Statistic
Top Management Support -> ERPS User Training and Education -> ERPS ERPS -> MCS formal ERPS -> Kinerja Non Keuangan MCS formal-> Kinerja Non-Keuangan ERPS-> Kinerja Keuangan MCS formal -> Kinerja Keuangan Kinerja Non-Keuangan -> Kinerja Keuangan
0.553 0.371 0.925 0.390 0.579 0.238 0.452 0.290
0.485 0.415 0.913 0.347 0.624 0.266 0.411 0.311
0.119 0.112 0.023 0.057 0.060 0.072 0.108 0.098
4.663 3.042 41.095 6.825 9.695 3.320 4.178 2.955
Hipotesis 1a menyatakan top management support berpengaruh positif terhadap implementasi sistem ERP. Hasil uji konstruk top management support terhadap ERPS menunjukan hubungan positif yang ditunjukan oleh original sampel estimate sebesar 0.553 dan t-statistic sebesar 4.663 yang berarti signifikan pada tingkat signifikansi 0.005 (5%) dengan demikian hipotesis 1a diterima. Hasil ini konsisten dengan penelitian Dezdar, 2011 yang menyebutkan terdapat hubungan yang positif dari top management support pada implementasi kesuksesan ERP. Studi empiris lainnya juga telah melaporkan bahwa dukungan manajemen sangat penting untuk melaksanakan proses implementasi sistem ERP (Rom dan Rohde, 2007; Rose dan Kraemmerkaard, 2006 dalam Dezdar, 2011). Penjelasan logis yang dapat dijelaskan dari hasil diatas adalah perusahaan yang top managementnya memberikan dukungan berupa kepemimpinan, komitmen serta penyediaan sumber daya, dapat mengimplementasikan sistem secara tepat guna sehingga meningkatkan keberhasilan sistem itu sendiri yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Artinya, dukungan manajemen merupakan faktor utama dalam keberhasilan sistem, karena tanpa adanya dukungan dari manajemen, sistem tidak akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Hipotesis 1b menyatakan user training and education berpengaruh positif terhadap implementasi sistem ERP. Hasil uji konstruk user training and education memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap ERPS yang ditunjukan dengan nilai original sampel estimate sebesar 0.371 dan t-statistic sebesar 3.042 yang
berarti signifikan pada tingkat signifikansi 0.005 (5%) dengan demikian hipotesis 1b diterima. Hasil ini konsisten dengan penelitian Dezdar, 2011 bahwa user training and education memiliki hubungan yang positif dengan keberhasilan implementasi sistem ERP. Penjelasan logis dari hasil pengujian terhadap hipotesis 1b adalah perusahaan yang berhasil dalam sistem ERP didukung oleh kemampuan dari elemen dalam entitas yang menggunakan sistem itu sendiri. Untuk itulah dibutuhkan training and education kepada pengguna agar dapat mengoperasikan sistem secara maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Hasil uji terhadap hipotesis 2a menunjukan konstruk ERPS memiliki hubungan positif terhadap kinerja non keuangan yang ditunjukan oleh original sampel estimate sebesar 0.390 dan signifikan pada tingkat signifikansi 0.005 yang ditunjukan oleh nilai t-statistic sebesar 6.825. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kallunki et al (2010). Studi empiris lainnya menunjukkan bahwa penggunaan sistem ERP dapat meningkatkan kinerja non keuangan melalui siklus pelaporan yang lebih cepat dan kemampuan informasi yang lebih luas (O’Leary, 2000;Wier et al, 2007). Logical connection yang dapat dijelaskan dari hasil diatas adalah sistem ERP menyebabkan penyampaian informasi antar departemen menjadi lebih mudah dan terintegrasi. Kemudahan dalam mendapatkan informasi ini membantu manajemen dalam pengambilan keputusan secara tepat waktu dalam mencapai tujuan perusahaan dan kecepatan dalam pelaporan keuangan sehingga lebih efektif dan efisien atau dengan kata lain, sistem ERP
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
membantu meningkatkan kinerja non keuangan. Hipotesis 2b menyatakan bahwa sistem ERP berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan. Berdasarka hasil uji konstruk ERP memiliki hubungan positif signifikan dengan kinerja keuangan yang ditunjukkan dengan nilai Original sample estimate sebesar 0.238 dan nilai t-statistic 3.320 yang berarti signifikan pada tingkat signifikansi 0.005. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Hipotesis 2b diterima. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kallunki, et al 2010. Penelitian empiris lainnya pun menyatakan Implementasi ERP dapat memungkinkan harga jual yang lebih akurat, yang akan menyebabkan nilai profit margin menjadi lebih baik (Velcu, 2007). Berdasarkan hasil uji hipotesis 2b, logical connection yang dapat dijelaskan adalah kemudahan dalam integrasi informasi yang didapat dari implementasi sistem ERP membantu manajemen untuk menghemat biaya operasi sehingga akan berdampak langsung pada kinerja keuangan. Hasil uji hipotesis 2c menunjukan bahwa konstruk ERP memiliki hubungan yang positif terhadap MCS formal yang ditunjukan dengan nilai original sampel estimate sebesar 0.925 dan signifikan pada tingkat signifikansi 0.005 yang ditunjukan dengan nilai t-statistic sebesar 41.095. Temuan ini konsisten dengan penelitian Kallunki et al (2010) yang menyatakan bahwa ERP memiliki korelasi positif dengan MCS formal secara langsung. Studi empiris lain pun yang menunjukkan bahwa MCS formal, dan terutama anggaran, memediasi pengaruh ERP terhadap kinerja (Chapman,Kihn 2009). Penjelasan logis dari hasil penelitian ini adalah dengan penggunaan sistem ERP yang dapat menyampaikan informasi secara lebih cepat dan akurat, membantu manajemen membuat dan mengkomunukasikan rencana strategis perusahaan kepada seluruh elemen dalam perusahaan. MCS formal berperan untuk memberikan aturan-aturan agar rencana strategis dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditargetkan. Hipotesis 3a menyatakan bahwa penggunaan MCS formal memediasi pengaruh positif sistem
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 187
ERP pada kinerja non keuangan. Dengan kata lain ERP memiliki hubungan tidak langsung terhadap kinerja non keuangan. Berdasarkan hasil pengujian hubungan langsung antara ERP dengan MCS formal diperoleh original sampel estimate sebesar 0.925 dan t-statistic sebesar 41.095 serta original sampel estimate hubungan langsung antara MCS formal dengan kinerja non keuangan sebesar 0.579 dengan t-statistic sebesar 9.695 sehingga diperoleh original sampel estimate hubungan tidak langsung sebesar 0.535 dan t-statistic sebesar 398.416 yang didapat dari hasil kali original sampel estimate serta hubungan langsung ERP terhadap MCS formal dan hubungan MCS formal terhadap kinerja non keuangan. Hasil uji ini menunjukan bahwa hubungan tidak langsung ERP terhadap kinerja non keuangan adalah positif signifikan pada tingkat signifikansi 0.005. Berdasarkan hasil pengujian Hipotesis 3b yang menyatakan bahwa penggunaan MCS formal memediasi pengaruh positif sistem ERP pada kinerja keuangan atau dengan kata lain ERP memiliki hubungan tidak langsung terhadap kinerja keuangan. Hasil uji hubungan langsung antara ERP dengan MCS formal diperoleh original sampel estimate sebesar 0.925 dan tstatistic sebesar 41.095 serta original sampel estimate hubungan langsung antara MCS formal dengan kinerja keuangan sebesar 0.452 dengan t-statistic sebesar 4.178 sehingga diperoleh original sampel estimate hubungan tidak langsung sebesar 0.418 dan t-statistic sebesar 171.695 yang berarti hubungan tidak langsung ERP terhadap kinerja non keuangan adalah positif signifikan pada tingkat signifikansi 0.005. Hasil ini didapat pengalian original sampel estimate serta t-statistic hubungan langsung ERP terhadap MCS formal dan hubungan MCS formal terhadap kinerja keuangan. Hasil pengujian terhadap hipotesis 3a dan hipotesis 3b konsisten dengan hasil penelitian Kallunki et al (2010) dan hasil penelitian Nicolaou (2004b) yang menyatakan bahwa ERP dapat menghasilkan suatu sistem informasi yang dirancang lebih baik, yang pada gilirannya meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sehingga mencapai hasil yang diinginkan
188 TUBAGUS ISMAIL
perusahaan baik kinerja finansial maupun non finansial. Secara logis dapat dijelaskan bahwa sistem ERP yang diaplikasikan bersamaan dengan penggunaan MCS formal meningkatkan kinerja perusahaan secara non keuangan maupun keuangan. Aturan-aturan yang terdapat dalam MCS formal mampu mengontrol sistem agar sistem berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan sehingga pada akhirnya meningkatkan kinerja perusahaan baik kinerja non keuangan maupun keuangan. Hipotesis 4 menyatakan bahwa terdapat hubungan positif kinerja non keuangan dengan kinerja keuangan. Hasil uji terhadap hubungan antara kinerja non keuangan dan kinerja keuangan memiliki nilai original sampel estimate sebesar 0.290 dengan nilai t-statistic sebesar 2.955 yang berarti signifikan pada tingkat signifikansi 0.005. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Kallunki et al (2010). Logical connection dari hasil pengujian terhadap hipotesis 4 adalah ketika kinerja non keuangan perusahaan meningkat, maka kinerja keuangannya pun dapat ditingkatkan. Sistem ERP mengurangi manufactur lead time, mengingkatkan ketepatan waktu dalam pengiriman barang, meningkatkan pangsa pasar perusahaan, mengurangi jumlah keluhan pelanggan, meningkatkan kepuasan pelanggan, meningkatkan efisiensi material, meningkatkan personnel development, meningkatkan kepuasan pekerja, meningkatkan keamanan dan kesehatan pekerja. Sistem ERP memungkinkan peningkatan kinerja non keuangan seperti efesiensi biaya operasi dan memudahkan arus keluar masuk barang sehingga menekan biaya operasi dan meningkatkan penjualan yang pada akhirnya berdampak pada kinerja keuangan perusahaan.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Kesimpulan Dari hasil pengujian seluruh hipotesis dapat disimpulkan bahwa seluruh hipotesis diterima. Top management support dan user training end education sebagi antecedent memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap sistem ERP. Sistem ERP memiliki pengaruh langsung yang positif dan signifikan terhadap kinerja non keuangan maupun kinerja keuangan. Management control system formal yang bertindak sebagai variabel intervening memediasi hubungan positif dan signifikan sistem ERP terhadap kinerja non keuangan dan kinerja keuangan. Selain itu, hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa kinerja non keuangan memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan. Fokus MCS dalam penelitian ini hanya pada MCS formal, namun studi empiris yang dilakukan oleh Kallunki et al (2010) penggunaan MCS terbagi menjadi MCS formal dan MCS informal. Variabel antecedent yang mempengaruhi sistem ERP hanya terfokus pada top management support dan user training end education saja, sedangkan penelitian empiris lainnya menunjukan bahwa project team competence, interdepartmental co-operation, project management, inter-departmental communication, management of expectations, project champion dan vendor support merupakan faktor yang dapat mempengaruhi sistem ERP ( Plant et al, 2007). Dengan demikian keterbatasan dari penelitian ini dapat memberi peluang bagi penelitian mendatang dengan mempertimbangkan sektor informal dalam MCS serta menguji faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi sistem ERP.
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012
REFERENSI Al-Mashari, M., Al-Mudimigh, A. and Zairi, M. 2003. “Enterprise resource planning: a taxonomy of critical factors”, European Journal of Operational Research, Vol. 146, pp. 352-64. Anthony RN, Govindarajan V. 2002.Management Control Systems. Chicago:McGraw-Hill Irwin;. Anthony, R.N., dan Govindarajan, V. 2005. Management Control Systems. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Bradley, J. 2008, “Management based critical success factors in the implementation of enterprise resource planning systems”, International Journal of Accounting Information Systems, Vol. 9 No. 3, pp. 175200. Chapman CS, Kihn L-A. 2009. Information system integration, enabling control and performance. Accounting Organization and Society. Chapman CS. 2005. Not because they are new: developing the contribution of enterprise resource planning systems to management control research. Accounting Organization and Society. Chenhall RH. 2003. Management control systems design within its organizational context: findings from contingency-based research and directions for the future. Accounting Organization and Society.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 189
Dezdar, S. and Sulaiman, A. 2009, “Successful enterprise resource planning implementation: taxonomy of critical factors”, Industrial Management & Data Systems, Vol. 109 No. 8, pp. 1037-52. Duchessi, p., Schaninger C. and Hobbs, D. 1997. “Implementing a manufacturing planning and control information system”, California Management Review, Spring, 31, 75-90. Finney, S. and Corbett, M. 2007, “ERP implementation: a compilation and analysis of critical success factors”, Business Process Management Journal, Vol. 13 No. 3, pp. 329 47. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program PLS. Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Granlund M. 2007. On the interface between management accounting and modern information technology. The 30th Annual Congress of the European Accounting Association, Lisbon. Holland, C and Light, B. 1999. A Critical Success Factors Model For ERP Implementation. IEEE Software. Hunton JE, Lippincott B, Reck JL. 2003. Enterprise resource planning systems: comparing firm performance of adopters and non-adopters. International Journal of Accounting Information Systems. Ittner CD, Larcker DF. 2003.Coming up short on nonfinancial performanceMeasurement. November Harvard Business Review
Correa, P.R. and Cruz, R. 2005. “Success of ERP systems in Chile: an empirical study”, Proceedings of the Eleventh Americas Conference on Information Systems (AMCIS2005), Omaha, NE, 11-14 August, pp. 757-68.
Kallunki Juha-Pekka, Laitinen Erkki K., Silvola Hanna. 2010.Impact of enterprise resource planning systems on management control systems and firm performance. Journal of Information Systems
Dechow N, Mouritsen J. 2005. Enterprise resource planning systems, management control and thequest for integration. Accounting Organization and Society.
Nah, F.H., Zuckweiler, K.M. and Lau, L.S. .2003. ERP Implementation: chief information officers’perceptions of critical success factors, International Journal of Human-Computer Interaction, Vol. 16 No. 1, pp. 5-22.
Dery, K.; Grant, D.; Hall, R.; and Wailes, N.. 2005. Managing enterprise resource planning systems, Strategic Change 14 (5), 239–244. Dezdar, S and Sulaiman, A .2011. The influence of organizational factors on successful ERP implementation.Management decision.Vol 49 No 6,pp.911-926.
Ngai, E.W.T., Law, C.C.H. and Wat, F.K.T. 2008. Examining the critical success factors in the adoption of enterprise resource planning, Computers in Industry, Vol. 59 No. 6, pp. 548-64. NicolaouAI, Bhattacharya S. 2006. Organizational
190 TUBAGUS ISMAIL
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
performance effects of ERP systems usage: the impact of post-implementation changes. International Journal of Accounting Information Systems.
Shanks, G.; Seddon, P.; and Willcocks, L. 2003. Second-Wave Enterprise Resource Planning Systems, Cambridge, Mass.: Cambridge University Press.
Nicolaou AI. 2004a. Firm performance effects in relation to the implementation and use of enterprise resource planning systems. Journal of Information Systems.
Somers, T.M. and Nelson, K.G. 2004. A taxonomy of players and activities across the ERP project life cycle, Information & Management, Vol. 41, pp. 257-78.
NicolaouAI. 2004b. Quality of postimplementation review for enterprise resource planning systems. International Journal of Accounting Information Systems.
Triyane, Maria Mirna. 2005. Manfaat Penerapan Sistem Pengendalian Manajemen Dalam Meningkatkan Kinerja Instalasi Rawat Inap. Skripsi Universitas Widyatama.
O’Leary DE. 2000.Enterprise Resource Planning Systems: Systems, Life Cycle, Electronic Commerce, and Risk. Cambridge UK: Cambridge University Press;.
Umble, E.J., Haft, R.R. and Umble, M.M. 2003. Enterprise resource planning: implementation procedures and critical success factors, European Journal of Operational Research, Vol. 146, pp. 241-57.
Ouchi WGA. 1979. conceptual framework for the design of organizational control mechanisms. Management Science. Poston R, Grabski S.2001.Financial impacts of enterprise resource planning Implementations. International Journal of Accounting Information Systems Roberts, H.J. and Barrar, P.R.N. 1992. MRPII implementation: key factors for success, Computer Integrated Manufacturing Systems, Vol. 5 No. 1, pp. 31-8. Rom A, Rohde C. 2007. Management accounting and integrated information systems: a literature review. International Journal of Accounting Information Systems. Said AA, HassabElnaby HR, Wier B. 2003. An empirical investigation of the performance consequences of non-financial measures. Journal of Management Accounting Research. Shang S, Seddon BP. 2002. Assessing and managing the benefits of enterprise systems: the business manager’s perspective. Information Systems Journal.
Velcu O. 2007. Exploring the effects of ERP systems on organizational performance. Industrial Management & Data Systems. Wier B, Hunton J, Hassab Elnaby HR. 2007. Enterprise resource planning systems and non-financial performance incentives: the joint impact on corporate performance. International Journal of Accounting Information Systems. Winahyu, Titis R. 2005. Analisis Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Dalam Implementasi Paket Sistem Enterprise Resource Planning (Erp) Untuk Mencapai Keunggulan Bersaing Perusahaan. e-prints.Undip www.insidewinme.blogspot.com/2008/02/ perusahaan-menggunakan-erp-system.html. diakses tanggal 9 Oktober 2011.pukul 21.20. Zhang, Z., Lee, M.K.O., Huanga, P., Zhang, L. and Huang, X. 2005. A framework of ERP systems implementation success in China: an empirical study. International Journal of Production Economics, Vol. 98, pp. 56-80.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2012