Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Jihan Rabi’al
Skripsi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan, 2009 Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Judul
Peneliti Program Tahun akademik
: Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavior Therapy) Relaksasi dan Distraksi Pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan : Jihan Rabi’al : S1 Keperawatan : 2008/2009
ABSTRAK
Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pada penderita kanker, nyeri merupakan masalah utama yang paling sering dijumpai. Nyeri dapat dibedakan menjadi dua, yakni nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang datang secara tiba-tiba. Jika tidak ditanggulangi secara benar, nyeri akut bisa berubah menjadi nyeri kronis. Karena itu, perawat sebaiknya mewaspadai gejala dari nyeri akut tersebut sebelum berubah menjadi nyeri kronis yang cenderung lebih sulit disembuhkan. Nyeri akut sendiri datangnya tiba-tiba atau singkat, dapat hilang dengan sendiri, dapat diprediksi, dan merupakan reaksi fisiologi akan sesuatu yang berbahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi dan distraksi pada pasien kanker nyeri kronis di RSUP H Adam Malik Medan. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen, pre test, post test desain pada kedua kelompok intervensi yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi perilaku kognitif terhadap penurunan nyeri pada pasien kanker dengan nyeri kronis. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dengan nyeri kronis yang menjalani pengobatan di ruang Rindu B2 RSUP H Adam Malik Medan sebanyak 16 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner skala pengukuran intensitas nyeri menggunakan verbal numerical rating scale. Pasien diukur nyerinya sebelum dan sesudah terapi relaksasi dan distraksi diberikan. Hasil pengukuran nyeri tersebut diolah dengan menggunakan uji paired t-test dan independen t-test. Hasil uji independen t-test pada penelitian ini dengan membandingkan intensitas nyeri antara kelompok responden yang mendapatkan terapi relaksasi dengan yang mendapatkan terapi distraksi menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna/ signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p>0,05 yaitu 0.868. Dari hasil ini dapat dibuat analisa bahwa tidak ada perbedaan antara terapi relaksasi dengan distraksi dalam menurunkan intensitas nyeri dan kedua terapi sama-sama efektif dalam menurunkan intensitas nyeri.
Kata kunci
: Terapi Perilaku Kognitif, Terapi Relaksasi, Terapi Distraksi
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
UCAPAN TERIMAKASIH
Assalamualaikum wr wb Alhamdulilahirabbil’alamin, segala puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah menyertai penulis untuk menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavior Therapy) Relaksasi dan Distraksi Pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di RSUP Haji Adam Malik Medan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 2. Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing yang penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Fatwa Imelda S.Kep. Ns selaku dosen penasehat akademik saya, Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku penguji II, dan kepada Bapak Dudut Tanjung S.Kp, MKep selaku dosen penguji III yang dengan teliti memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan staf nonakademik yang membantu memfasilitasi secara administratif. 5. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan izin penelitian. 6. Para responden yang telah bersedia berpartisipasi dan meluangkan waktu untuk pengisian kuesioner.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
7. Rekan-rekan mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, khususnya stambuk 20005 yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 8. Teristimewa kepada papa (Mahmud M Nur), dan mamaku (Sri Indah), terimakasih buat doa dan dukungan yang sangat berarti bagi saya. Kepada suamiku tercinta (Mukhtar), kakakku (kak Iid, kak Hanum), bang Umar, adikku tersayang (Abi, dan Ali), terimakasih buat cinta, doa, dorongan yang telah diberikan. Juga kepada teman-temanku: Ida (yang membantuku dan memberi semangat), Dina, mb Yuli, Aan dll, terimakasih buat dukungan dan doanya. 9. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu peneliti baik dalam penyelesaian skripsi ini maupun dalam dalam menyelesaikan perkuliahan di PSIK FK USU Semoga ALLAH SWT melimpahkan berkatNya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Desember 2009
Penulis
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................
i
ABSTRAK ...............................................................................................
ii
UCAPAN TERIMAKASIH ....................................................................
iii
DAFTAR ISI ............................................................................................
v
DAFTAR TABEL ....................................................................................
viii
DAFTAR SKEMA ...................................................................................
ix
BAB 1PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ...........................................................................
1
2. Pertanyaan Penelitian .................................................................
4
3. Tujuan Penelitian .......................................................................
4
4. Manfaat Penelitian .....................................................................
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1 Kanker ........................................................................................
6
1.1 Defenisi .............................................................................
6
1.2 Proses Terjadinya Kanker ...................................................
6
1.3 Jenis Kanker .......................................................................
7
1.4 Penyebab dan Faktor Resiko Kanker ..................................
9
1.5 Gejala Klinis ......................................................................
12
1.6 Diagnosis ...........................................................................
12
2. Nyeri...........................................................................................
14
2.1 Defenisi Nyeri dan Teori Nyeri ..........................................
14
2.2 Klasifikasi Nyeri ................................................................
16
2.3 Fisiologi Nyeri ...................................................................
20
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri ...............
21
2.5 Pengukuran Intensitas Nyeri ...............................................
23
3. Terapi Perilaku Kognitif(CBT) ...................................................
26
3.1 Defenisi Terapi Perilaku Kognitif ........................................
26
3.2 Terapi Perilaku Kognitif dalam Manajemen Nyeri ..............
27
3.3 Indikasi Terapi Perilaku Kognitif ........................................
28
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
3.4 Mekanisme Terapi Perilaku Kognitif ...................................
28
3.5 Terapi Relaksasi dan Distraksi ...........................................
29
4. Terapi Relaksasi dalam Penanganan Nyeri .................................
29
4.1 Defenisi Terapi Relaksasi ...................................................
29
4.2 Teknik Terapi Relaksasi .....................................................
30
5. Terapi Distraksi dalam Penanganan Nyeri ..................................
32
5.1 Defenisi Terapi Distraksi ....................................................
32
5.2 Teknik Terapi Distraksi ......................................................
32
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual .................................................................
35
2. Defenisi Operasional Penelitian ..................................................
36
3. Hipotesa Penelitian ....................................................................
37
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian .......................................................................
38
2. Populasi dan Sampel ..................................................................
38
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................
39
4. Pertimbangan Etik ......................................................................
39
5. Instrumen Penelitian ..................................................................
40
6. Alat dan Bahan ...........................................................................
41
7. Teknik Pengumpulan Data .........................................................
42
8. Analisa Data ..............................................................................
43
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasi Penelitian ...........................................................................
45
2. Pembahasan ...............................................................................
52
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan ...............................................................................
57
2. Rekomendasi .............................................................................
58
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1.
Lembar persetujuan menjadi responden
2.
Kuesioner penelitian
3.
Protokol panduan terapi perilaku kognitif relaksasi dan distraksi
4.
Jadwal terapi perilaku kognitif relaksasi dan distraksi
5.
Surat izin penelitian dari Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan
6.
Tabel hasil penelitian
7.
Curiculum vitae
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis Tabel 2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RSUP H Adam Malik Medan Tabel 3 Hasil Pengukuran Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Terapi Relaksasi Tabel 4 Hasil Uji Paired t-test Untuk Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Terapi Relaksasi Tabel 5 Hasil Pengukuran Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Terapi Distraksi Tabel 6 Hasil Uji Paired t-test Untuk Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Terapi Distraksi Tabel 7 Perbedaan Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Terapi Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker Nyeri Kronis Tabel 8 Hasil Uji Independen t-test Untuk Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Terapi Relaksasi dan Distraksi
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
DAFTAR SKEMA
Skema 1 Skema Kerangka Konseptual ................................................
36
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis) (Donny,
2009).
Nurlaila
(2008)
juga
menyatakan
bahwa
kanker
adalah pertumbuhan sel tubuh yang tidak normal (tumbuh sangat cepat & tidak terkontrol), menginfiltrasi, menekan jaringan tubuh sehingga akan mempengaruhi fungsi organ tubuh. Kanker dapat menyerang siapa saja, tidak peduli status atau golongan seseorang, siapapun beresiko mengalami penyakit ini. Di dunia, penyakit kanker merupakan penyebab utama kematian setelah penyakit kardiovaskuler (Donny, 2009). Prevalensi penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun terutama di negaranegara berkembang. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada 2003 terdapat sepuluh juta kasus kanker baru per tahun dan terjadi peningkatan sekitar 20 persen tiap tahunnya. Prevalensi kanker di Indonesia juga terus meningkat dan terdapat kecenderungan peningkatan jumlah penderita usia muda (Hadi, 2007). Survei Kesehatan Rumah Sakit di Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan penyakit kanker merupakan penyebab kematian kelima di Indonesia dengan peningkatan kasus kematian akibat kanker dari 3,4 persen pada tahun 1980 menjadi 6,0 persen pada tahun 2001 (Donny, 2009). Berdasarkan perhitungan tersebut, diperkirakan Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
1
pada tahun 2020 terdapat 20 juta kasus baru per tahunnya dan 84 juta orang akan meninggal bila tidak ada upaya penanggulangan yang komprehensif (Donny, 2009). Pada penderita kanker, nyeri merupakan masalah utama yang paling sering dijumpai. Nyeri dapat dibedakan menjadi dua, yakni nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang datang secara tiba-tiba. Jika tidak ditanggulangi secara benar, nyeri akut bisa berubah menjadi nyeri kronis. Karena itu, perawat sebaiknya mewaspadai gejala dari nyeri akut tersebut sebelum berubah menjadi nyeri kronis yang cenderung lebih sulit disembuhkan. Nyeri akut sendiri datangnya tiba-tiba atau singkat, dapat hilang dengan sendiri, dapat diprediksi, dan merupakan reaksi fisiologi akan sesuatu yang berbahaya (Dinisari, 2006). Pada kondisi nyeri hebat, nyeri akan menstimulasi reaksi stres yang dapat mempengaruhi sistem jantung dan imun (Benedetti, 1990). Jika seseorang mengalami stres maka tekanan darahnya akan meningkat dan denyut jantung bekerja semakin cepat, sehingga dapat menurunkan sistem imun yang berdampak negatif bagi tubuh (Syaifuddin, 1997). Strategi penatalaksanaan nyeri harus mencakup pendekatan farmakologis dan non farmakologis. Perilaku dan teknik farmakologis dapat digunakan bersama dengan penatalaksanaan nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri. Salah satu cara terapi non farmakologis untuk mengurangi nyeri pada pasien nyeri kronis adalah dengan terapi perilaku kognitif. Dalam penggunaan terapi perilaku dan terapi kognitif selalu digunakan bersamaan, karena kedua terapi tersebut saling mendukung kebersamaannya untuk mengurangi nyeri (Keefe, 1996).
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Terapi perilaku kognitif didasarkan pada pola pemikiran dan perilaku yang dapat mempengaruhi gejala dan ketidakmampuan yang mungkin menghambat proses penyembuhan (Dharmono, 2007). Terapi perilaku kognitif mencakup teknik relaksasi, manajemen stres, distraksi dan cara lain untuk membantu pasien dalam mengatasi nyeri yang dirasakan. Sebagai contoh ketika pasien merasakan nyeri yang menakutkan, pasien mungkin merasa bahwa nyeri itu akan semakin berat dan menyebabkan perubahan fisik dalam tubuh, seperti peningkatan tekanan darah, pelepasan hormon stres, ketegangan otot, dan merasa lebih nyeri (Keefe, 1996). Beberapa pasien tidak dapat atau tidak akan melaporkan secara verbal bahwa mereka mengalami nyeri, oleh karena itu perawat juga bertanggung jawab terhadap pengamatan perilaku non verbal yang dapat terjadi bersama dengan nyeri (Smeltzer & Bare, 2002). Tujuan dari terapi perilaku kognitif adalah untuk merubah cara berfikir tentang nyeri agar respon tubuh dan pikiran lebih baik ketika mengalami nyeri. Terapi berfokus pada perubahan pikiran tentang penyakit dan kemudian membantu menjadi suatu koping positif bagi pasien terhadap penyakitnya, terapi kognitif dan perilaku ini sangat berpengaruh terhadap penurunan nyeri (Keefe, 1996). Perawat menghabiskan lebih banyak waktu bersama pasien dibandingkan dengan tenaga perawat profesional lainnya,
maka perawat mempunyai
kesempatan untuk membantu manghilangkan nyeri dan efek yang membahayakan (Smeltzer & Bare, 2002). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba (1994) yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Pada saat ini penelitian tentang terapi perilaku kognitif untuk mengurangi nyeri pada pasien nyeri kronis belum begitu diketahui oleh masyarakat khususnya di Medan. Berdasarkan hal inilah, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang efektifitas terapi perilaku kognitif pada pasien nyeri kronis.
1.2 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana intensitas nyeri sebelum terapi relaksasi pada pasien kanker nyeri kronis? 2. Bagaimana intensitas nyeri sebelum terapi distraksi pada pasien kanker nyeri kronis? 3. Bagaimana intensitas nyeri sesudah terapi relaksasi pada pasien kanker nyeri kronis? 4. Bagaimana intensitas nyeri sesudah terapi distraksi pada pasien kanker nyeri kronis? 5. Bagaimana perbedaan intensitas nyeri pada pasien kanker nyeri kronis dengan terapi relaksasi dan distraksi sebelum dan sesudah terapi relaksasi dan distraksi?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengidentifikasi intensitas nyeri sebelum terapi relaksasi pada pasien kanker nyeri kronis. Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
2. Untuk mengidentifikasi intensitas nyeri sebelum terapi distraksi pada pasien kanker nyeri kronis. 3. Untuk mengidentifikasi intensitas nyeri sesudah terapi relaksasi pada pasien kanker nyeri kronis. 4. Untuk mengidentifikasi intensitas nyeri sesudah terapi distraksi pada pasien kanker nyeri kronis. 5. Untuk mengidentifikasi perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi dan distraksi pada pasien kanker nyeri kronis.
1.4 Manfaat Penelitian Bagi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian dapat dijadikan bahan masukan (sumber infomasi) serta dasar pengetahuan bagi para mahasiswa-mahasiswa keperawatan dan dapat dijadikan sebagai suatu materi latihan dalam menangani pasien nyeri kronis. Bagi Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti nyata akan efek CBT terhadap nyeri sehingga dapat dijadikan sebagai suatu intervensi keperawatan untuk menurunkan nyeri pada pasien-pasien nyeri kronis. Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian dapat menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya dan untuk menambah referensi tentang terapi perilaku kognitif juga bisa untuk dapat dilanjutkan pada peneletian-penelitian selain nyeri nyeri kronis seperti, nyeri kanker.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kanker 1.1 Defenisi Kanker adalah sel yang telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel tubuh abnormal, tidak terkontrol dan tidak berbentuk, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak teratur (Nurcahyo, 2009). Kanker merupakan suatu neoplasma ganas yang berasal dari sel. Sedangkan Neoplasma adalah massa abnormal dari sel-sel yang mengalami proliferasi (Harnawatiaj, 2008). Dalam perkembangannya, sel-sel kanker membentuk suatu massa dari jaringan ganas yang menyusup ke jaringan di dekatnya dan bisa menyebar (metastasis) ke seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian. Kanker dapat menimpa semua orang, pada setiap bagian tubuh dan pada semua golongan umur, namun lebih sering menimpa orang yang berusia di atas 40 tahun. Umumnya sebelum kanker meluas atau merusak jaringan di sekitarnya, penderita tidak merasakan adanya keluhan ataupun gejala.
1.2 Proses Terjadinya Kanker Dalimartha (2004) mengatakan bahwa salah satu faktor terbentuknya kanker adalah karena adanya sel epitel yang terus berkembang (berproliferasi). Saat berproliferasi, genetik sel bisa berubah akibat adanya pengaruh agen karsinogen yang menyebabkan hilangnya penekanan (supresi) terhadap proses proliferasi sel. Pembentukan sel menjadi ganas juga melibatkan gen-gen yang
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
mengatur pembentukan sel, akibatnya sel berkembang tidak terkendali. Perkembangan ini memiliki tahapan sebagai berikut: 1.2.1 Tahap Insisi Pada tahap insisi terjadi perubahan genetik yang menetap akibat rangsangan bahan atau agen inisiator yang menimbulkan proses inisiasi, perubahan terjadi adalah irreversibel.
1.2.2 Tahap Promosi Dalam tahap promosi perubahan ke arah prakanker terjadi akibat bahanbahan promoter. Perubahan yang terjadi mempengaruhi promoter yang berulangulang dalam jangka waktu yang lama. Tahap ini reversibel, artinya resiko timbulnya kanker akan hilang bila promoter dihilangkan.
1.2.3 Tahap Progresif Pada tahap progresif terjadinya pertumbuhan kanker sudah meluas (invasive) dan beranak sebar ke tempat yang jauh (metastase).
1.3 Jenis Kanker Jenis-jenis kanker yang telah dikenal saat ini yaitu: 1.3.1 Karsinoma Karsinoma adalah jenis kanker yang berasal dari sel yang melapisi permukaan tubuh atau permukaan saluran tubuh, misalnya jaringan seperti kulit, testis, ovarium, kelenjar mucus, sel melanin, payudara, leher rahim, kolon, rectum, lambung, pankreas dan esofagus. Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
1.3.2 Limfoma Limfoma adalah jenis kanker yang berasal dari jaringan yang membentuk darah, misalnya jaringan limfe, lacteal, limfa, berbagai kelenjar limfe, timus, dan sumsum tulang. Limfoma spesifik antara lain adalah penyakit Hodgkin (kanker kelenjar limfe dan limfa).
1.3.3 Leukemia Leukemia adalah jenis kanker yang tidak membentuk massa tumor, tetapi memenuhi pembuluh darah dan mengganggu fungsi sel darah normal.
1.3.4 Sarkoma Sarkoma adalah jenis kanker dimana jaringan penunjang yang berada di permukaan tubuh seperti jaringan ikat, termasuk sel-sel yang ditemukan di otot dan di tulang.
1.3.5 Glioma Glioma adalah kanker susunan saraf, misalnya sel-sel glia (jaringan penunjang) di susunan saraf pusat.
1.3.6 Karsinoma in situ Karsinoma in situ adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sel epitel abnormal yang masih terbatas di daerah tertentu sehingga masih dianggap lesi prainvasif (kelainan/luka yang belum menyebar).
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
1.4 Penyebab dan Faktor Resiko Kanker Faktor resiko adalah hal yang membuat seseorang memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan suatu penyakit. Beberapa faktor resiko ada yang bisa diubah dan tidak. Faktor resiko umum kanker meliputi usia, jenis kelamin, riwayat kanker dalam keluarga, pola hidup, dan lingkungan (Potter, 2005). Seseorang yang mempunyai faktor resiko, tidak berarti orang tersebut pasti akan menderita kanker, hanya saja terdapat peningkatan kemungkinan terkena kanker. Penyebab kanker biasanya tidak dapat diketahui secara pasti karena penyebab kanker dapat merupakan gabungan dari sekumpulan faktor, genetik dan lingkungan. Namun ada beberapa faktor yang diduga meningkatkan resiko terjadinya kanker, sebagai berikut:
1.4.1 Faktor Keturunan Faktor genetik menyebabkan beberapa keluarga memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kanker tertentu bila dibandingkan dengan keluarga lainnya (Potter, 2005). Jenis kanker yang cenderung diturunkan dalam keluarga adalah kanker payudara, kanker indung telur, kanker kulit dan kanker usus besar.
1.4.2 Faktor Lingkungan Lingkungan yang buruk merupakan faktor eksternal yang dapat meningkatkan resiko terkena kanker. Sinar ultraviolet dari matahari, radiasi ionisasi (yang merupakan karsinogenik) yang digunakan dalam sinar rontgen dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom yang bisa menjangkau jarak yang sangat jauh (Priharjo, 1993). Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
1.4.3 Faktor Makanan yang Mengandung Bahan Kimia Makanan juga dapat menjadi faktor resiko penting lain penyebab kanker, terutama kanker pada saluran pencernaan. Minuman yang mengandung alkohol menyebabkan berisiko lebih tinggi terhadap kanker kerongkongan (Priharjo, 1993). Logam berat seperti merkuri yang sering terdapat pada makanan laut yang tercemar mempengaruhi kinerja hati menjadi lebih berat dan meningkatkan resiko terkena kanker hati.
1.4.4 Virus Virus juga dapat menyebabkan kanker. Virus yang dicurigai menyebabkan kanker antara lain: Virus Papilloma, berbentuk kutil alat kelamin (genitalis) dan merupakan salah satu penyebab kanker leher rahim pada wanita (Potter, 2005). Virus penyebab kanker lainnya adalah virus situmegalo menyebabkan sarkoma kaposi (kanker sistem pembuluh darah yang ditandai oleh lesi kulit berwarna merah), serta Virus hepatitis B dapat menyebabkan kanker hati.
1.4.5 Infeksi Infeksi yang dibiarkan tanpa penanganan medis akan menambah resiko terkena kanker. Organisme penyebab kanker antara lain, Parasit Schistosoma (bilharzia) yang dapat menyebabkan kanker kandung kemih, ditandai dengan terjadinya iritasi menahun pada kandung kemih. Organisme penyebab kanker lainnya adalah Clonorchis yang menyebabkan kanker pankreas dan saluran empedu. Helicobachter Pylori, merupakan penyebab kanker lambung, dan diduga
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
bakteri ini menyebabkan cedera dan peradangan lambung kronis sehingga terjadi peningkatan kecepatan siklus sel.
1.4.6 Faktor Perilaku Perilaku yang buruk menyangkut pola hidup yang tidak teratur meningkatkan resiko terkena kanker. Perilaku yang dimaksud adalah merokok dan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak dan daging yang diawetkan juga meminum minuman beralkohol. Perilaku seksual yaitu melakukan hubungan intim di usia dini dan sering berganti-ganti pasangan.
1.4.7 Gangguan Keseimbangan Hormonal Hormon estrogen dan hormon progesteron merupakan hormon yang mengatur perkembangan sel. Kelebihan atau kekurangan salah satu dari sel ini memicu timbulnya kanker.
Ada kecenderungan bahwa kelebihan hormon
estrogen dan kekurangan progesteron dapat menyebabkan meningkatnya resiko kanker payudara, kanker leher rahim, dan kanker prostat dan buah zakar pada pria.
1.4.8 Faktor Kejiwaan dan Emosional Faktor kejiwaan dan emosi yang tidak stabil akan memicu stres pada sel untuk bekerja lebih hiperaktif. Kinerja sel yang hiperaktif ini dapat menimbulkan resiko yang tinggi terkena kanker. Semakin tinggi kinerja sel, maka semakin banyak sel-sel yang mati. Hal ini dikarenakan siklus yang berubah dalam regenerasi sel.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
1.4.9 Radikal Bebas Radikal bebas merupakan faktor eksternal yang mampu menyebabkan kanker bagi individu yang terkena paparannya. Radikal bebas ini berupa gugusan atom atau molekul yang mempunyai elektron bebas yang tidak berpasangan dilingkaran luarnya. Radikal bebas terbentuk sebagai produk sampingan dari proses metabolisme. Radikal bebas masuk ke dalam tubuh dalam bentuk racunracun kimiawi dari makanan, minuman, udara yang terpolusi dan sinar ultraviolet matahari yang berlebihan menyebabkan resiko yang tinggi terkena kanker.
1.5 Gejala Klinis Penderita kanker sering terlambat mengetahui tanda-tanda atau gejala tumbuhnya penyakit kanker. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan atau tidak merasakan sakit sama sekali. Terlebih lagi bila tumor atau kanker tumbuh di bagian tubuh yang tersembunyi, misalnya di otak, di paru-paru, di hati, ginjal, usus dan sebagainya (Muttaqin, 2008).
1.6 Diagnosis Kebanyakan kanker dikenali karena tanda atau gejala tampak atau melalui screening. Beberapa kanker ditemukan secara tidak sengaja pada saat evaluasi medis dari masalah yang tak berhubungan. Tes penyaringan kanker dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kanker. Tes ini dapat mengurangi jumlah kematian akibat kanker, karena jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, biasanya dapat diobati sebelum menyebar lebih jauh. Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Mendiagnosis adanya kanker dan menentukan jenisnya merupakan hal yang sangat penting. Hal ini hampir selalu memerlukan pengambilan contoh jaringan kanker untuk diperiksa di bawah mikroskop. Sejumlah tes khusus seperti pemeriksaan fisik yang komplit dan menanyakan sejarah medis pasien pribadi dan keluarga. Sebagai tambahan pada pemeriksaan tanda-tanda kesehatan secara umum (temperatur, nadi, tekanan darah, dan seterusnya), pasien penderita kanker biasanya melewati tes-tes darah, urin, dan feces. Jika terdapat indikasi adanya kanker maka terhadap jaringan kanker mungkin diperlukan untuk menggambarkan lebih jauh mengenai kanker yang ditemukan. Bila jenis kanker diketahui, akan membantu dokter dalam menentukan pemeriksaan yang akan dilakukan, karena setiap kanker cenderung untuk mengikuti suatu pola pertumbuhan dan penyebaran tertentu. Pada 7 % penderita, pemeriksaan dilakukan untuk menemukan metastase (penyebaran) sebelum kanker asalnya diobservasi. Kadang kanker asalnya tidak dapat ditemukan. Dokter biasanya dapat menentukan jenis tumor utamanya dengan melakukan biopsi dari kanker yang bermetastase dan memeriksanya dibawah mikroskop. Namun identifikasi kanker tidak selalu mudah dan pasti (Tamsuri, 2007). Jika ditemukan kanker, pemeriksaan penentuan stadium (staging) kanker membantu dokter dalam merencanakan pengobatan yang tepat dan menentukan prognosisnya. Serangkaian pemeriksaan digunakan untuk menentukan lokasi tumor, ukurannya, pertumbuhannya ke jaringan di sekitar, dan penyebarannya ke bagian tubuh yang lain. Staging bisa dilakukan dengan menggunakan Scan
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
(misalnya scan hati atau tulang), Pewarnaan, CT (computed tomography) atau MRI (magnetic resonance imaging), Mediastinoskopi.
2. Nyeri 2.1 Defenisi Nyeri dan teori nyeri Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Keefe, 1996). Batasan atau defenisi nyeri yang diusulkan oleh International Association for the Study of Pain sebagai berikut: nyeri adalah suatu pengalaman perasaan dan emosi yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan sebenarnya ataupun yang potensial dari jaringan (Priharjo, 1993). Dalam konteks keperawatan defenisi nyeri yaitu "apapun yang dikatakan orang yang mempunyai pengalaman nyeri, keberadaannya ada kapan saja saat Ia mengatakan nyeri" (Mander, 2003). Rasa nyeri selalu subyektif sifatnya. Setiap insan mempelajari penerapan dari kata tersebut melalui pengalaman sebelumnya dalam kehidupan. Tidak dapat dipungkiri bahwa nyeri adalah perasaan tubuh atau bagian dari tubuh manusia (Shone, 1995). Nyeri merupakan alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan (Brunner & Suddarth, 2001). Teori nyeri yang diterima saat ini salah satunya adalah teori Gate Control. Menurut teori ini, sensasi nyeri dihantar sepanjang saraf sensoris menuju ke otak
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
dan hanya sejumlah sensasi atau pesan tertentu dapat dihantar melalui jalur saraf ini pada saat bersamaan (Mander, 2003). Teori Gate Control menyatakan bahwa sinaps pada akar dorsal yang dikenal sebagai substansia gelatinosa berperan sebagai gerbang yang dapat meningkatkan atau menurunkan rangsang nyeri dari saraf perifer ke otak. Gerbang ini terbuka atau tertutup tergantung input dari serabut saraf besar dan kecil. Peningkatan aktivitas serabut saraf kecil akan membuka gerbang dan menyebabkan sensasi nyeri sampai ke otak. Sedangkan peningkatan aktifitas serabut saraf besar akan menutup pintu gerbang sehingga sensasi nyeri tidak sampai ke otak (Guyton, l990). Serabut serat A-Beta berdiameter terbesar dan berespon secara maksimal pada sentuhan ringan dan atau rangsang pergerakan (Isselbacher et all, 1999), merupakan serat saraf spinalis bermielin dengan ambang tinggi dan berkecepatan antara 30-90 meter perdetik dalam menghantarkan impuls sedangkan serabut serat A-Delta merupakan serat saraf bermielin dan berdiameter kecil yang menghantarkan impuls pada kecepatan rendah yaitu antara 6-30 meter perdetik sedangkan serabut saraf C yang tidak bermielin memiliki kecepatan konduksi 0,520 meter perdetik (Guyton, 1990). Serabut saraf A-Delta dan C berespons secara maksimal terhadap nyeri. Pada mekanisme teori ini, serabut saraf A-Beta yang menyampaikan sensasi sentuhan akan melewati mekanisme gerbang. Ketika diaktifkan, serabut saraf ini akan berlomba dengan serabut saraf A-Delta maka gerbang akan tertutup bagi impuls nyeri pada serabut saraf A-Delta sehingga memblok impuls nyeri. Bila gerbang tertutup impuls nyeri terhambat, bila gerbang
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
terbuka sebagian, beberapa impuls nyeri dapat masuk. Bila gerbang terbuka maka nyeri akan dirasakan (Kozier, 1987).
2.2.Klasifikasi Nyeri 2.2.1 Berdasarkan Sumber Nyeri Sumber nyeri bisa berasal dari mana saja yaitu kulit, ligamen, otot dll. Berdasarkan sumbernya, nyeri dapat dibedakan atas: a. Cutaneus/ superfisial Cutaneus/ superfisial adalah nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). Contoh: terkena ujung pisau atau gunting. b. Deep somatic/ nyeri dalam Deep somatic/ nyeri dalam adalah nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh darah, tendon dan saraf. Nyeri menyebar & lebih lama daripada cutaneus. Contoh: sprain sendi. c. Visceral (pada organ dalam) Visceral (pada organ dalam) adalah stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, dan regangan jaringan (Tamsuri, 2007).
2.2.2 Berdasarkan Penyebab Nyeri Nyeri yang dialami oleh pasien dapat disebabkan hal-hal tertentu, oleh karena itu berdasarkan penyebabnya, nyeri dapat dibedakan atas 2 kategori, yakni:
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
a. Fisik Penyebab nyeri secara fisik adalah merupakan nyeri yang berasal dari bagian tubuh seseorang dan ini terjadi karena stimulus fisik serta nyeri ini dapat dilihat secara langsung dari morfologi tubuh yang berubah (Contoh: fraktur femur) b.Psycogenic Nyeri psycogenic terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (Contoh: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya). Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut (Tamsuri, 2007).
2.2.3 Berdasarkan Lama/Durasi Nyeri Lama/durasi nyeri yang dialami oleh pasien sangat beraneka ragam, hal ini tentu sangat mengganggu aktivitas dari penderita nyeri tersebut. Untuk itulah maka perlu diambil tindakan secepat mungkin untuk mengurangi dan menghilangkan nyeri. Sedangkan berdasarkan lamanya nyeri tersebut dapat dibedakan atas: a. Nyeri akut Nyeri akut adalah suatu keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan atau kurang (Carpenito, 1998). Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan . Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cidera atau penyakit yang akan datang. Nyeri ini terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
medis, setelah keadaan pulih pada area yang rusak.
Apabila nyeri akut ini
muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat agresif untuk segera menghilangkan nyeri. Nyeri akut secara serius mengancam proses penyembuhan pasien, untuk itu harus menjadi prioritas perawatan (Purwandari, 2008). - Batasan Karakteristik : Subjektif: Komunikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang nyeri dideskripsikan, perubahan tonus otot, perubahan tekanan darah, perubahan nadi, perubahan respirasi, diaforesis, perilaku distraksi, perilaku berlebihan, muka topeng, fokus menyempit, melaporkan adanya nyeri, adanya bukti nyeri, posisi menghindari nyeri, perilaku melindungi, dilatasi pupil, fokus pada diri sendiri, gangguan tidur (Purwandari, 2008). Objektif: Perilaku sangat berhati-hati, memusatkan diri, fokus perhatian rendah (perubahan persepsi waktu, menarik diri dari hubungan sosial, gangguan proses fikir), perilaku distraksi (mengerang, menangis, dll), raut wajah kesakitan (wajah kuyu, meringis), perubahan tonus otot, respon autonom seperti diaforesis, perubahan tekanan darah dan nadi, dilatasi pupil, penurunan atau peningkatan frekuensi pernafasan (Purwandari, 2008). b. Nyeri Kronis Nyeri kronis adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol. Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai kematian. Sifat nyeri kronis yang tidak dapat diprediksi membuat pasien menjadi frustasi dan seringkali mengarah pada depresi psikologis. Individu yang mengalami nyeri Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
kronis akan timbul perasaan yang tidak aman, karena ia tidak pernah tahu apa yang akan dirasakannya dari hari ke hari (Purwandari, 2008). - Batasan Karakteristik : Karakteristik nyeri kronis terbagi dalam dua golongn, yakni mayor (harus terdapat) dicirikan dengan individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6 bulan dan minor (mungkin terdapat) dicirikan dengan ketidaknyamanan, marah, frustasi, depresi karena situasi, raut wajah kesakitan, anoreksia, penurunan berat badan, insomnia, gerakan yang sangat berhati-hati, spasme otot, kemerahan, bengkak, panas, perubahan warna pada area terganggu, abnormalitas refleks. Berikut ini adalah tabel perbedaan nyeri akut dengan nyeri kronis: Tabel 1. Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis Nyeri akut
Nyeri kronis
Lamanya dalam hitungan menit
Lamanyna
Ditandai
menyatakan mengerang
hitungan
peningkatan BP, nadi, dan bulan,
respirasi Respon
sampai
> 6 bln pasien:Fokus nyeri
pada
menangis
nyeri, Fungsi fisiologi bersifat normal dan Tidak ada keluhan nyeri Tidak ada aktifitas fisik sebagai
Tingkah laku menggosok bagian yang respon terhadap nyeri nyeri
(Purwandari, 2008. Tabel Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis).
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
2.2.4 Berdasarkan Lokasi/Letak Berdasarkan lokasi/ letak terjadinya, nyeri dapat dikategorikan atas: a. Radiating pain merupakan nyeri yang diakibatkan oleh efek radio aktif pada bagian tubuh yang terkena paparannya. b.Cardiac pain yakni nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya. c. Referred pain yakni nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yang diperkirakan berasal dari jaringan penyebab d.Intractabel pain yakni nyeri yang sangat susah dihilangkan (contoh: nyeri kanker maligna) e. Phantom pain yakni sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang (contoh: bagian tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla spinalis (Priharjo, 1993).
2.3 Fisiologi Nyeri Menurut Torrance & Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel saraf aferen atau neuron sensori, serabut konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel saraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan implus nyeri dihantarkan ke sumsum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini disebut nosiseptor dan sangat khusus dan memulai implus yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Stimulus pada jaringan akan merangsang nosireseptor yang merupakan zat-zat yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
P, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensasi ujung saraf dan menyampaikan implus ke otak (Torrance & Serginson, 1997). Serabut saraf perifer yang membawa sensasi ke otak dibedakan atas tiga bentuk, serabut saraf A-alfa dan A-beta yaitu serabut saraf besar yang bermielin. Serabut saraf A-delta adalah serabut saraf halus, bermielin. Serabut saraf C, tidak dibungkus oleh mielin. Serabut ini halus dan hantarannya lambat yang membawa senasasi neyri tumpul (Torrance & Serginson, 1997). Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal, terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis yang ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan transmisi informasi yang menyakitkan (Priharjo, 1993).
2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri 2.4.1 Usia Usia merupakan faktor yang menentukan respon seseorang terhadap respon rasa nyeri. Seorang anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
2.4.2 Jenis kelamin Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri.
2.4.3 Kultur Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon ternadap nyeri. Suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri (Gill, 1990).
2.4.4 Makna nyeri Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan bagaimana mengatasinya. Hal ini juga berhubungkan dengan nyeri yang meningkat (Gill, 1990).
2.4.5 Ansietas Cemas meningkatkan persepsi seseorang terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas. Hal ini merupakan hubungan timbal balik yang dapat dialami penderita nyeri. Bayangan akan rasa nyeri yang hebat tentu saja membuat cemas (Gill, 1990).
2.4.6 Pengalaman masa lalu Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri (Gill, 1990).
2.4.7 Pola koping Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri (Gill, 1990).
2.4.8 Support keluarga dan sosial Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, dan perlindungan. Dengan cara pemberian pemahaman tentang apa yang akan dialami dan kesembuhan yang akan diperoleh setelah menjalani terapi dapat lebih efektif dalam proses mengatasi nyeri yang dialami oleh pasien (Gill, 1990).
2.5 Pengukuran Intensitas Nyeri Menurut Perry & Potter (1993), nyeri tidak dapat diukur secara objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah. Namun tipe nyeri yang muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya. Kadang-kadang perawat hanya bisa mengkaji nyeri dengan berpatokan pada ucapan dan perilaku pasien. Pasien diminta untuk menggambarkan nyeri yang dialaminya tersebut sebagai nyeri ringan, sedang atau berat. Bagaimanapun makna dari istilah tersebut berbeda antara pasien dan perawat. Tipe nyeri tersebut juga berbeda pada setiap waktu, oleh karena itu perlu dilakukan waktu pengukuran yang berbeda. Misalnya Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
pengukuran nyeri pada saat belum dilakukan terapi dan setelah pemberian terapi kepada pasien (Potter & Perry, 1993). Gambaran skala nyeri merupakan makna yang dapat diukur. Gambaran skala nyeri tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi juga dalam mengevaluasi perubahan kondisi anda (Potter & Perry, 1993). Ada 3 cara mengkaji intensitas nyeri yang biasanya digunakan, antara lain: 2.5.1 Visual Analog Scale (VAS) Digunakan garis 10 cm batas antara daerah yang tidak sakit ke sebelah kiri dan daerah batas yang paling sakit (Mc Kinney et al, 2000).
Tidak sakit (No pain)
Sakit yang tak dapat dibayangkan (Worst pain imaginable)
2.5.2 Verbal Numerical Rating Scale (VNRS) Sama dengan VAS hanya diberi skor 0-10 daerah yang paling sakit dan kemudian diberi skala (Mc Kinney et al, 2000).
0 1 No pain
2 3 4 5 6 7 Mild pain Moderate pain
8 9 10 Worst possible
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
2.5.3 Kategori sakit Pada pengukuran nyeri dengan kategori sakit, nyeri terbagi atas tidak sakit, ringan, moderat, sangat sakit, sakit sekali (very severe) dan sakit yang tak dapat dibayangkan.
No worst pain
Mild possible
Moderate pain Severe pain
Very pain
Worst pain imaginable
Intensitas nyeri mengacu pada kehebatan sensasi nyeri itu sendiri (Stewart, 1996). Untuk menentukan derajat nyeri, perawat dapat menanyakan anda tentang nyeri yang dirasakan dengan menggunakan skala numerik 0-10 atau skala yang serupa lainnya yang membantu menerangkan bagaimana intensitas nyerinya (Shone, 1995). Nyeri yang ditanyakan pada skala tersebut adalah sebelum dan sesudah dilakukan intervensi untuk mengevaluasi keefektifannya (Mc Kinney et al, 2000). Dari beberapa macam pengukuran nyeri yang dipaparkan diatas maka peneliti bermaksud menggunakan Verbal Numerical Rating Scale (VNRS) dalam penelitian ini. Pemilihan metode ini dikarenakan kelebihan verbal numerical rating scale ialah bentuk tes yang menghendaki jawaban yang berupa uraian bahasa. Jawaban atau respon yang dimaksud dapat diproyeksikan berupa bahasa yang diucapkan (oral = lisan), dan dapat pula dinyatakan dengan bahasa tulisan (Ramali, 2000).
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
3. Terapi Perilaku kognitif(CBT/ Cognitif Behavior Theraphy) 3.1. Defenisi Terapi Perilaku kognitif Terapi perilaku kognitif merupakan psikoterapi yang didasarkan pada pengamatan, asumsi, kepercayaan dan perilaku, dengan tujuan mempengaruhi emosi negatif sebagai contoh penafsiran yang tidak akurat terhadap peristiwa nyeri (Priharjo, 1993). Terapi kognitif perilaku secara umum juga meliputi teknik relaksasi dan pengalihan perhatian. Telah terbukti terapi kognitif perilaku telah diterima secara luas, karena efektif terhadap psikoterapi pada yang mengalami gangguan dan masalah psikologis (Carpenito, 1998). Kognitif adalah proses pemikiran kita yang meliputi ide, keadaan mental, kepercayaan, dan sikap, terapi kognitif didasarkan pada prinsip yang berfikir secara pasti untuk mengidentifikasi adanya bahaya dan situasi yang tidak dapat dipertahankan (Tamsuri, 2007). Sebagai contoh : kecemasan, depresi, fobia, dan lain-lain, tapi terdapat masalah lain yaitu masalah fisik, terapi ini membantu seseorang untuk mengerti pola pemikiran, khususnya untuk mengidentifikasi beberapa bahaya yang akan muncul dan tidak dapat tertahankan, dan ide atau pemikiran yang salah untuk mengubah cara berfikir dengan menghindari ide-ide itu juga menolong pola berfikir seseorang untuk lebih realistis (Priharjo, 1993). Terapi perilaku bertujuan untuk merubah perilaku yang dapat membahayakan bagi penderita nyeri kronis dan nyeri yang tidak dapat ditoleransi. Ada beberapa teknik yang digunakan sebagai contoh untuk menghindari situasi yang dapat menimbulkan cemas. Pada beberapa perilaku orang dengan keadaan fobia dapat menjadi ekstrim dan mempengaruhi hari-hari di kehidupannya. pada keadaan ini jenis terapi perilaku disebut terapi pembukaan yang mungkin dapat digunakan. Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Terapi ini mengajarkan seseorang bagaimana mengontrol cemas dan memiliki koping ketika seseorang berhadapan dengan situasi yang berbahaya. Sebagai contoh, dengan menggunakan tarik nafas dalam dan beberapa teknik lainnya (Priharjo, 1993).
3.2. Terapi Kognitif dan Perilaku dalam Manajemen Nyeri Menurut (Keefe, 1996) terapi perilaku kognitif mengajarkan teknik relaksasi, manajemen stres, dan beberapa cara untuk membantu koping seseorang terhadap nyeri. Terapi perilaku kognitif didasarkan pada pola pemikiran dan perilaku yang dapat mempengaruhi gejala dan ketidakmampuan, dan mungkin menghambat proses penyembuhan. Sebagai contoh, ketika pasien penderita nyeri kronis mulai akrab merasakan nyeri atau takut, pasien mungkin mempunyai indra untuk mengetahui bagaimana perasaan itu akan berkembang (Priharjo, 1993). Terapi perilaku kognitif seseorang dapat latihan berfikir yang lebih spesifik guna meningkatkan kemampuan koping dan kontrol perasaan. Terapi dapat mendorong seseorang untuk merubah cara dan respon terhadap gejala yang timbul (Keefe, F.J, 1996). Terapi perilaku kognitif lebih efektif kerjanya bila dilakukan bersamaan dengan adanya konsultan untuk mencapai tujuannya. Terapi perilaku kognitif dapat membantu pada penyakit kronis dengan merubah cara berfikir terhadap nyeri (Keefe, F.J, 1996).
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
3.3. Indikasi Terapi Perilaku Kognitif Terapi perilaku kognitif merupakan terapi secara praktek yang berfokus pada masalah khusus dan bertujuan untuk mengatasi pola perilaku menyimpang dari pasien penderita nyeri, yang ditandai dengan serangan panik, gangguan panik, depresi, gangguan makan, gangguan obsesive kompulsif, gangguan dismorphia, gangguan stress setelah trauma, kemarahan, masalah dalam tidur, syndrom lemah kronis, nyeri kronis, fobia. Terapi perilaku kognitif kadang digunakan secara sendiri dan kadang digunakan dengan tambahan obat tergantung dari tipe dan beratnya kondisi pasien penderita nyeri (Keefe, F.J, 1996).
3.4. Mekanisme Terapi Perilaku Kognitif Terapi perilaku kognitif memiliki mekanisme yang bertujuan untuk membantu pasien penderita nyeri agar dapat mengendalikan masalah nyeri yang dialaminya. Hal ini membuat pasien lebih mudah untuk bisa keluar dari masalah nyeri yang sedang dialami yang dapat mempengaruhi pasien penderita nyeri (Priharjo, 1993). Bagian-bagian tersebut antara lain, situasi masalah, kejadian atau situasi yang sulit dapat diikuti oleh pikiran, emosi, perasaan, tindakan dan tingkah laku. Masing-masing bagian itu dapat mempengaruhi satu sama lain. Bagaimana cara pasien mengendalikan nyeri yang dialami dapat mempengaruhi, bagaimana juga pasien merasakannya secara fisik dan secara emosional hal tersebut juga dapat merubah hal yang akan anda lakukan mengenai nyeri tersebut (Tamsuri, 2007). Siklus keadaan ini akan membuat seseorang merasa takut, situasi itu dapat dimulai dengan perasaan tidak senang terhadap sesuatu pada dirinya sendiri. ini Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
terjadi ketika kita tertekan, kita mungkin lebih menyimpulkan sesuatu dengan ekstrem. Terapi perilaku kognitif dapat membantu seseorang untuk berhenti dari siklus keadaan seperti diatas yaitu berhubungan dengan pemikiran, perasaan dan perilaku (Keefe, F.J, 1996).
3.5 Terapi Relaksasi dan Distraksi Terapi relaksasi dan distraksi adalah merupakan bagian dari terapi perilaku kognitif hal ini dikarenakan kedua metode ini sama-sama merupakan jenis terapi yang mengendalikan nyeri dengan melakukan aktifitas-aktifitas tertentu dan membuat pasien penderita nyeri dapat mengendalikan rasa nyeri yang dialaminya. Hal ini tentu sangat berguna dalam proses penyembuhan dan penghilangan terhadap rasa cemas, takut, dan perilaku menyimpang yang dapat merugikan pasien itu sendiri (Stewart, 1996).
4. Terapi Relaksasi dalam Penanganan Nyeri 4.1 Defenisi Terapi Relaksasi Relaksasi adalah teknik untuk mengurangi ketegangan otot skeletal dan menurunkan kecemasan (Ramali, 2000). Terapi relaksasi ini merupakan metode yang efektif terutama pada pasien yang mengalami nyeri kronis (McCaffery, 1989). Efek positif relaksasi pada anda yang menderita nyeri kronis adalah, memperbaiki kualitas tidur, memperbaiki kemampuan pemecahan masalah, menurunkan fatigue, meningkatkan kepercayaan diri dan self control dalam
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
koping terhadap nyeri, meningkatkan efektifitas terhadap tindakan lain untuk mengurangi nyeri, memperbaiki kemampuan dalam toleransi (Priharjo, 1993). Ada tiga hal utama yang diperlukan dalam relaksasi, yaitu : posisi yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi pasien diatur senyaman mungkin dengan semua bagian tubuh disokong (misal; bantal menyokong leher), persendian fleksi, dan otot-otot tidak tertarik (misal; tangan dan kaki tidak disilangkan). Dalam menenangkan pikiran pasien dianjurkan pelan-pelan memandang sekeliling ruangan, misalnya melintasi atap turun ke dinding, sepanjang jendela, dll. Membuat kondisi lebih nyaman, pasien dianjurkan sedikit tersenyum atau membiarkan geraham bawah kendor (Winddyasih, 2008).
4.2 Teknik Terapi Relaksasi Teknik
terapi relaksasi
merupakan cara
yang
digunakan untuk
menurunkan kecemasan pasien yang mengalami nyeri. Dapat dilihat sebagai berikut: 4.2.1 Teknik/cara pertama : Stewart (1996) menjelaskan teknik relaksasi sebagai berikut : a. Diharapkan Pasien menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara b.Kemudian perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh menjadi kendor dan merasakan dan merasakan betapa nyaman hal tersebut c. Selanjutnya pasien bernapas beberapa kali dengan irama normal
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
d.Pasien menarik napas dalam lagi dan menghembuskan pelan-pelan dan membiarkan hanya kaki dan telapak kaki yang kendor. Perawat minta pasien untuk mengkonsentrasikan pikiran pasien pada kakinya yang terasa ringan dan hangat e. Setelah
itu
pasien
mengulang
langkah
ke-4
dan
mengkonsentrasikan pikiran pada lengan perut, punggung dan kelompok otot-otot yang lain.
4.2.2 Teknik/cara kedua : Latihan Relaksasi Progresif : a. Kontraksikan masing-masing otot dalam 10 kali hitungan kemudian lemaskan b.Lakukan latihan diruangan yang tenang dengan posisi duduk atau sambil berbaring yang nyaman c. Lakukan latihan dengan imajinasi yang santai, bila dikehendaki d.Bawalah
seseorang
yang
berlaku
sebagai
“pelatih”
yang
memberikan perintah untuk mengkontraksikan otot, menghitiung sampai 10 kali dan memerintahkan untuk melemaskan otot e. Contoh latihan yang membantu bagi pasien: − Mengangkat bahu, menurunkannya dan melemaskannya − Mengepalkan kedua tangan, mengepalkannya dengan kuat erat selama 5 detik, dan melemaskannya dengan sempurna.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
5. Terapi Distraksi dalam Penanganan Nyeri 5.1 Defenisi Teknik Distraksi Teknik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain (Tamsuri, 2007). Priharjo (1993) mengatakan, teknik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. Jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh pasien). Stimulus yang menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh pasien menjadi berkurang. Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi otak akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri (Tamsuri, 2007).
5.2 Teknik Terapi Distraksi Ada berbagai cara atau metode yang digunakan untuk mengalihkan perhatian pasien terhadap rasa nyeri yang dialaminya, jenis teknik distraksi itu antara lain :
5.2.1 Distraksi Imajinasi Imajinasi terbimbing adalah sebuah teknik distraksi yang bertujuan untuk mengurangi stress dan meningkatkan perasaan tenang dan damai serta merupakan obat penenang untuk situasi yang sulit dalam kehidupan. Imajinasi terbimbing Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
atau imajinasi mental merupakan suatu teknik untuk mengkaji kekuatan pikiran saat sadar maupun tidak sadar untuk menciptakan bayangan gambar yang membawa ketenangan dan keheningan (National Safety Council,2004). Imajinasi terbimbing merupakan salah satu jenis dari teknik distraksi sehingga manfaat dari teknik ini pada umumnya sama dengan manfaat dari teknik distraksi yang lain. Para ahli dalam bidang teknik imajinasi terbimbing berpendapat bahwa imajinasi merupakan penyembuh yang efektif. Teknik ini dapat mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan dan membantu tubuh mengurangi berbagai macam penyakit seperti depresi, alergi dan asma (Holistic-online,2006). Berdasarkan pada penggunaannya terdapat beberapa macam teknik imajinasi terbimbing (holistic-online.2006) : 1. Guided Walking Imagery Teknik ini ditemukan oleh psikoleuner. Pada teknik ini pasien dianjurkan untuk
mengimajinasikan
pemandangan
standar
seperti
padang
rumput,
pegunungan, pantai dll. kemudian imajinasi pasien dikaji untuk mengetahui sumber konflik. 2. Autogenic Abeaction Dalam teknik ini pasien diminta untuk memilih sebuah perilaku negatif yang ada dalam pikirannya kemudian pasien mengungkapkan secara verbal tanpa batasan. Bila berhasil akan tampak perubahan dalam hal emosional dan raut muka pasien
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
3. Covert sensitization Teknik ini berdasar pada paradigma reinforcement yang menyimpulkan bahwa proses imajinasi dapat dimodifikasi berdasarkan pada prinsip yang sama dalam modifikasi perilaku. 4. Covert Behaviour Rehearsal Teknik ini mengajak seseorang untuk mengimajinasikan perilaku koping yang dia inginkan. Teknik ini lebih banyak digunakan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan distraksi dengan teknik imajinasi terbimbing yaitu Guided Walking Imagery. Teknik yang dilakukan yaitu mengajarkan pasien teknik lima jari. •
Pertama-tama pasien dianjurkan untuk fokus dan mengkonsentrasikan pikirannya kepada masa-masa yang menyenangkan dalam hidupnya, seperti masa kanak-kanak atau remaja yang menyenangkan.
•
Selanjutnya pasien diajak membayangkan ketika pasien memperoleh prestasi yang
memuaskan. Contohnya, saat
pasien
mendapatkan juara atau
memperoleh penghargaan atas prestasi yang dicapainya. •
Kemudian pasien diajak membayangkan ketika pasien berada di suatu tempat yang indah dan sejuk seperti sedang berada di pegunungan atau di tepi pantai, dan lain-lainnya.
•
Selanjutnya pasien diajak membayangkan saat-saat bahagia dan harmonis ketika pasien berada di tengah-tengah keluarga atau bersama orang-orang yang disayangi.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Pada dasarnya penelitian ini adalah untuk membandingkan tingkat efektivitas dari dua jenis terapi, yakni terapi perilaku kognitif relaksasi dan terapi perilaku kognitif distraksi. Untuk mengetahui efektivitas tersebut maka dibutuhkan suatu penelitian yang diawali dengan pemeriksaan kondisi awal atau sebelum dilakukannya terapi dan kondisi akhir atau sesudah dilakukan terapi. Modifikasi perilaku kognitif didasarkan pada asumsi bahwa perilaku manusia secara resiprok dipengaruhi oleh pemikiran, perasaan, proses fisiologis, serta konsekuensinya pada perilaku. Jadi bila ingin mengubah perilaku yang maladaptif dari manusia, maka tidak hanya sekedar mengubah perilakunya saja, namun juga menyangkut aspek kognitifnya. Terapi perilaku kognitif memiliki berbagai prosedur pelatihan, termasuk di dalamnya antara lain terapi relaksasi dan distraksi. Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak pasien terutama pasien dengan nyeri kronis. Nyeri merupakan suatu keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan rasa tidak nyaman secara verbal atau non verbal. Melalui penelitian ini akan dilihat bagaimana dampak yang dirasakan sebelum dan setelah pasien mendapatkan terapi perilaku kognitif relaksasi dan
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
terapi perilaku kognitif distraksi pada pasien nyeri kronis yang dilakukan oleh peneliti. Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti merumuskan kerangka konseptual sebagai berikut:
Skema Kerangka Konseptual
Terapi perilaku kognitif: Relaksasi
Pre Test Nyeri Kronis
Terapi perilaku kognitif: Distraksi
Post Test
Gambar 1. Skema Kerangka Konseptual
3.2 Defenisi Operasional Penelitian Terapi perilaku kognitif relaksasi adalah teknik latihan pernapasan dengan menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernapasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot, sehingga menghentikan siklus nyeri dilakukan saat pasien mengalami nyeri dengan cara menginstruksikan gerakan-gerakan khusus seperti latihan pernafasan, mengkontraksikan otot-otot, dan membuat posisi yang nyaman sehingga klien merasa nyeri berkurang. Terapi ini dilakukan selama 3 minggu dan didalam satu minggu dilakukan 3 kali terapi dengan durasi terapi lebih kurang 40 menit.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Terapi perilaku kognitif distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Teknik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. Metode terapi distraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mendengarkan musik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengalihkan perhatian pasien seperti mendengar musik klasik. Terapi ini dilakukan selama 3 minggu dan didalam satu minggu dilakukan 3 kali terapi dengan durasi terapi lebih kurang 30 menit sampai 1 jam (Arikunto, 1998). Dalam penelitian ini teknik distraksi yang digunakan adalah terapi imajinasi terbimbing.
3.3 Hipotesa Penelitian Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka dapat ditentukan hipotesis dari penelitian ini, yakni: 1. Terdapat perbedaan intensitas nyeri sebelum terapi relaksasi pada pasien nyeri kronis. 2. Terdapat perbedaan intensitas nyeri sebelum terapi distraksi pada pasien nyeri kronis. 3. Terdapat perbedaan intensitas nyeri sesudah terapi relaksasi pada pasien nyeri kronis. 4. Terdapat perbedaan intensitas nyeri sesudah terapi distraksi pada pasien nyeri kronis. 5. Terdapat perbedaan intensitas nyeri pada pasien nyeri kronis sebelum dan sesudah terapi relaksasi dan distraksi.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen, pre test, post test desain pada kedua kelompok intervensi yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi perilaku kognitif terhadap penurunan nyeri pada pasien kanker dengan nyeri kronis.
4.2 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pasien–pasien nyeri kronis yang menjalani masa pengobatan dan dirawat di ruang Rindu B2 RSUP H. Adam Malik Medan. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dengan nyeri kronis yang menjalani pengobatan. Besar sampel ditentukan dengan power analysis, dengan derajat ketetapan (α = level of significant) sebesar 0,05 dan effect size sebesar 0,60 power 0,80 sehingga didapatkan besar sampel 16 orang (Polit & Hungler, 1999) dari total tersebut maka dikategorikan menjadi dua yakni sampel yang mendapatkan terapi perilaku kognitif relaksasi berjumlah 8 dan sampel yang mendapatkan terapi perilaku kognitif distraksi berjumlah 8. Berdasarkan metode penentuan sampel tersebut maka dapat ditentukan sampel berdasarkan metode purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel sesuai dengan yang dikehendaki peneliti sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2003), yaitu sampel yang diambil adalah sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun kriteria Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
inklusi yang ditentukan dalam penelitian yaitu panik, depresi, gangguan makan, gangguan obsesive kompulsif, gangguan dismorphia, gangguan stress setelah trauma, kemarahan, masalah dalam tidur, syndrom lemah kronis, nyeri kronis, fobia.
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tepatnya di ruang Rawat Inap B2 RSUP H. Adam Malik Medan. Alasan peneliti memilih rumah sakit ini karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan dan diperkirakan jumlah populasi yang cukup banyak sehingga memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2009 dan membutuhkan waktu selama 3 hari.
4.4 Pertimbangan Etik Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari program studi ilmu keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Menurut Nursalam (2003), ada beberapa pertimbangan etik yang harus diperhatikan pada penelitian ini, yaitu: 1. Self Determination Responden diberi kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian secara sukarela.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
2. Ananomity Selama kegiatan penelitian, nama dari responden tidak digunakan. Sebagai gantinya peneliti menggunakan nama inisial responden. 3. Informed Consent Seluruh responden bersedia menandatangani lembar persetujuan setelah peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, dan harapan peneliti terhadap responden, setelah responden memahami semua penjelasan peneliti. 4. Confidentiality Peneliti menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. 5. Protection From Discomfort Responden bebas dari rasa sakit, baik secara fisik dan tekanan psikologis diluar dari nyeri kronis yang tengah dialami. Apabila nyeri pasien kanker nyeri kronis bertambah hebat, maka terapi segera dihentikan dan melapor kepada petugas jaga atau orang yang lebih berkompeten menanganinya.
4.5 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data demografi dan kuisioner skala pengukuran nyeri. Data demografi terdiri dari umur, jenis kelamin, suku dan agama. pada kuesioner skala pengukuran intensitas nyeri menggunakan verbal numerical rating scale. Terdiri dari skor 0 – 10 daerah yang paling sedikit dan kemudian diberi skala. Mulai dari skor ( 0 – 1) tidak ada nyeri, (2 – 3) menyatakan nyeri minimal, (4 – 6) menyatakan nyeri sedang, (7 – 10) menyatakan nyeri berat. Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
4.6 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam mendukung penelitian ini adalah leaflet yang berisi penjelasan-penjelasan tentang terapi distraksi dan relaksasi yang akan dilakukan. Peneliti memilih imajinasi terbimbing sebagai alat dalam pemberian
terapi
menganjurkan
dan
distraksi.
Sementara
memperagakan
untuk
terapi
gerakan-gerakan
relaksasi,
peneliti
tertentu.
Dengan
menggunakan MP4 (Multimedia Player 4) yakni sejenis alat elektronik yang bisa mengeluarkan suara musik untuk pemberian instruksi terapi. Untuk memperoleh data yang dapat diukur maka peneliti telah menyediakan angket atau kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya. Pemberian terapi perilaku kognitif relaksasi dibagi dalam 2 tahap yaitu pada tahap pertama dimulai dengan pembukaan, memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan terapi relaksasi,
mengeksplorasi perasaan pasien,
memberikan terapi relaksasi tentang pengetahuan nyeri menurut literatur dan pemberian leaflet serta melakukan kontrak waktu untuk pelaksanaan terapi distraksi dan relaksasi selanjutnya, hal ini dilakukan selama 10 menit. Kemudian tahap kedua pemberian terapi relaksasi diakhiri dengan diskusi dan evaluasi selama 30 menit. Pelaksanaan terapi relaksasi ini dilakukan oleh peneliti sendiri dan dilakukan secara individu atau tiap pasien. Pemberian terapi perilaku kognitif distraksi dibagi dalam 2 tahap yaitu pada tahap pertama dimulai dengan pembukaan, memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan terapi distraksi,
mengeksplorasi perasaan pasien,
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
memberikan terapi distraksi tentang pengetahuan nyeri menurut literatur dan pemberian leaflet serta melakukan kontrak waktu untuk pelaksanaan terapi distraksi selanjutnya, hal ini dilakukan selama 10 menit. Kemudian tahap kedua pemberian terapi distraksi diakhiri dengan diskusi dan evaluasi selama 30 menit. Pelaksanaan terapi distraksi ini dilakukan oleh peneliti sendiri dan dilakukan secara individu atau tiap pasien.
4.7 Teknik pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan cara : (1)
Mengajukan permohonan izin kepada institusi pendidikan (Program Studi Ilmu keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara).
(2)
Mengirimkan permohonan izin yang diperoleh ke RSUP H. Adam Malik Medan.
(3)
Setelah mendapat izin dari rumah sakit, peneliti melakukan pengumpulan data penelitian.
(4)
Menjelaskan kepada calon responden dan keluarga calon responden tentang tujuan dan manfaat penelitian.
(5)
Keluarga responden yang bersedia, diminta untuk menandatangani lembar persetujuan.
(6)
Sebelum intervensi responden diminta untuk menunjukkan nyeri yang dirasakan pada skala nyeri.
(7)
Peneliti memberikan terapi perilaku kognitif relaksasi yaitu berupa penyuluhan kepada responden, kemudian mengajarkan terapi relaksasi selama 40 menit.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
(8)
Peneliti memberikan terapi perilaku kognitif distraksi yaitu berupa penyuluhan kepada responden, kemudian mengajarkan terapi distraksi selama 40 menit.
(9)
Setelah terapi selesai, peneliti meminta kembali kepada responden untuk menunjuk nyeri yang dirasakan pada skala nyeri.
(10) Data yang didapatkan merupakan hasil terapi yang dilakukan terhadap 1 orang responden sebanyak 3 kali yakni sebelum terapi, pada saat terapi dan setelah terapi.
4.8 Analisa data Setelah data terkumpul, maka
analisa data terapi relaksasi dilakukan
melalui beberapa tahapan yaitu : (1) Persiapan yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas data responden penerima terapi relaksasi dan memastikan semua data telah terisi. (2) Tabulasi yaitu mengklarifikasi data dengan mentabulasikan data yang telah dikumpulkan. (3) Penerapan yaitu pengolahan data dengan menggunakan perhitungan statistik deskriptif (nilai rata – rata, standar deviasi, frekuensi dan persentase) dan uji inferensial (paired sample t-test) dan independen sample t-test. Uji Paired sampel t-test digunakan untuk membandingkan intensitas nyeri pre dan post relaksasi, sedangkan independen sample t-test digunakan untuk membandingkan intensitas nyeri post relaksasi, jika dari kedua uji tersebut diperoleh nilai P < 0,05 maka keputusannya adalah Ha diterima.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Analisa data terapi distraksi dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu : (1) Persiapan yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas data responden penerima terapi distraksi dan memastikan semua data telah terisi. (2) Tabulasi yaitu mengklarifikasi data dengan mentabulasikan data yang telah dikumpulkan. (3) Penerapan yaitu pengolahan data dengan menggunakan perhitungan statistik deskriptif (nilai rata – rata, standar deviasi, frekuensi dan persentase) dan uji inferensial (paired sample t-test) dan independen sample t-test. Uji Paired sampel t-test digunakan untuk membandingkan intensitas nyeri pre dan post distraksi, sedangkan independen sample t-test digunakan untuk membandingkan intensitas nyeri post distraksi, jika dari kedua uji tersebut diperoleh nilai P < 0,05 maka keputusannya adalah Ha diterima.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian efektivitas terapi perilaku kognitif (Cognitive Behavior Therapy) relaksasi dan distraksi pada pasien kanker dengan nyeri kronis di RSUP H Adam Malik Medan. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari tanggal 30 Juli sampai dengan 3 Agustus 2009 di RSUP H Adam Malik Medan dengan jumlah responden sebanyak 16 orang. Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik demografi responden, intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi dan distraksi serta perbedaan intensitas nyeri antara terapi relaksasi dan distraksi. 5.1.1 Karakteristik Data Demografi Responden
Jumlah responden dalam penelitian ini
lebih dari dua perlima adalah
berusia 35-44 tahun (43.8%, n=7) dan mayoritas responden adalah perempuan (81.2%, n=13). Lebih dari tiga perlima dari jumlah responden menganut agama Kristen (67.3%, n=9) sedangkan sisanya adalah agama Islam yaitu (43.8%, n=7). Berdasarkan tingkat pendidikan sebanyak kurang dari dua perlima responden adalah SMU (37.5%, n=6), dan hampir setengah responden adalah ibu rumah tangga (43.8%, n=7). Jenis kanker yang paling banyak diderita oleh responden adalah kanker payudara (43.8%, n=7). Karakteristik demografi responden dapat dilihat pada tabel 2.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Karakteristik responden di RSUP H Adam Malik Medan (N=16) No Karakteristik Frekuensi Persentase (%) 1 Usia 21-34 tahun 3 18.8 7 43.8 35-44 tahun 45-60 tahun 6 37.5 2. Jenis Kelamin Laki-laki 3 18.8 Perempuan 13 81.2 3. Agama Islam 7 43.8 Kristen Protestan 7 43.8 Kristen Katolik 2 12.5 Hindu Budha 4. Pendidikan Terakhir Tidak Sekolah SD 1 6.2 SMP 5 31.2 SMU 6 37.5 Diploma/Perguruan 4 25.0 Tinggi 5. Suku Batak 10 62.5 Jawa 2 12.5 Mandailing 3 18.8 Minang 1 6.2 6.
Jenis kanker Payudara Serviks Tiroid Lain-lain
7 3 2 4
43.8 18.8 12.6 25.0
5.1.2 Intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi pada pasien kanker nyeri kronis Sebelum terapi relaksasi dilakukan, responden diminta untuk menunjukkan skala nyeri yang dirasakan. Berdasarkan pengukuran nyeri yang dilakukan sebelum terapi, lebih dari sepertiga responden menunjukkan nyeri pada rentang 8-10 (berat) (37.5%, M=6.38, SD=2.13). Sedangkan sesudah terapi, nyeri yang dirasakan oleh responden Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
berkurang skalanya sehingga nyeri pada rentang 8-10 (berat) adalah 0% (M=3.75, SD=1.58). Hasil pengukuran intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi lebih lengkap dapat dilihat pada table 3. Tabel 3. Hasil Pengukuran Intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi Sebelum terapi
Sesudah terapi
Intensitas
Frekuensi
Persentase
Intensitas
Frekuensi
Persentase
nyeri
(n)
(%)
nyeri
(n)
(%)
Ringan (2-4)
2
25
Ringan (2-4)
5
62.5
Sedang (5-7)
3
37.5
Sedang (5-7)
3
37.5
Berat (8-10)
3
37.5
Berat (8-10)
0
0
(M=6.38, SD=2.13)
(M=3.75, SD=1.58)
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa intensitas nyeri yang dirasakan pasien menurun sesudah terapi relaksasi diberikan. Penurunan nyeri ini diperoleh dari pengukuran nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi dengan menggunakan uji paired t-test. Hasil rata – rata uji paired t-test ini adalah 2.625 dan Standard deviasinya 0.916. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai p<0.05 (0.000) yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan/bermakna. Maka dari hasil uji paired t-test tersebut diketahui bahwa terapi relaksasi efektif terhadap penurunan intensitas nyeri. Hasil uji paired t-test untuk intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji Paired t-test untuk Intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi
Variabel
Mean df
Standard deviasi
t
P value
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Intensitas nyeri
2.625
0.916
8.104
0.000
5.1.3 Intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi distraksi pada pasien kanker nyeri kronis Sebelum terapi distraksi diberikan, dilakukan pengukuran nyeri yang dirasakan responden. Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa lebih dari sepertiga responden menunjukkan nyeri pada rentang 8-10 (berat) (37.5%, M=6.38, SD=2.13) dan hanya seperdelapan responden menunjukkan nyeri pada rentang 2-4 (ringan) (12.5%, M=6.38, SD=2.13). Sedangkan sesudah dilakukan terapi diperoleh bahwa jumlah responden yang menunjukkan skala nyeri pada rentang 8-10 (berat) menjadi tidak ada (0%, M=3.75, SD=1.58), dan jumlah responden pada rentang nyeri 2-4 (ringan) bertambah hingga lebih dari tiga perlima (62.5%, M=3.75, SD=1.58). Hasil Pengukuran Intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi distraksi lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Hasil Pengukuran Intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi distraksi Sebelum terapi
Sesudah terapi
Intensitas
Frekuensi
Persentase
Intensitas
Frekuensi
Persentase
nyeri
(n)
(%)
nyeri
(n)
(%)
Ringan (2-4)
1
12.5
Ringan (2-4)
5
62.5
Sedang (5-7)
4
50
Sedang (5-7)
3
37.5
Berat (8-10)
3
37.5
Berat (8-10)
0
0
(M=6.38, SD=2.13)
(M=3.75, SD=1.58)
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa intensitas nyeri yang dirasakan pasien menurun sesudah terapi distraksi diberikan. Penurunan nyeri ini
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
diperoleh dari pengukuran nyeri sebelum dan sesudah terapi distraksi dengan menggunakan uji paired t-test. Hasil rata – rata uji paired t-test ini adalah 2.375 dan Standard deviasinya 0.518. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai p<0.05 (0.000) yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan/bermakna. Maka dari hasil uji paired t-test tersebut diketahui bahwa terapi relaksasi efektif terhadap penurunan intensitas nyeri. Hasil uji paired t-test untuk Intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi distraksi dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Hasil Uji Paired t-test untuk Intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi distraksi
Variabel
Intensitas nyeri
5.1.4
Mean df
Standard deviasi
t
2.375
0.518
12.979
P value
0.000
Perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi dan distraksi pada pasien kanker nyeri kronis
a. Perbedaan nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi Sebelum terapi relaksasi diberikan, terlebih dahulu dilakukan pengukuran intensitas nyeri yang dirasakan responden. Berdasarkan pengukuran nyeri yang dilakukan diperoleh bahwa sebanyak seperempat responden menunjukkan nyeri pada rentang 2-4 (ringan) (25%), tiga perdelapan responden menunjukkan nyeri pada rentang 5-7 (sedang) (37.5%), dan sisanya menunjukkan nyeri pada rentang 8-10 (berat) (37.5%). Sesudah terapi relaksasi diberikan, pengukuran intensitas nyeri dilakukan kembali. Dari hasil pengukuran nyeri tersebut diperoleh bahwa tiga perlima responden menunjukkan intensitas nyeri pada rentang 2-4 (ringan) (62.5%). Jumlah responden ini bertambah jika dibandingkan dengan pengukuran yang dilakukan sebelum terapi diberikan. Jumlah Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
responden yang menunjukkan intensitas nyeri pada rentang 5-7 (sedang) adalah 37.5% dan responden yang menunjukkan intensitas nyeri pada rentang 8-10 (berat) menjadi tidak ada (0%). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah responden yang menunjukkan nyeri pada rentang 8-10 (berat) berkurang, untuk lebih jelasnya lagi dapat dilihat pada tabel3. b. Perbedaan nyeri sebelum dan sesudah terapi distraksi Sebelum terapi distraksi diberikan, terlebih dahulu juga dilakukan pengukuran intensitas nyeri yang dirasakan responden. Berdasarkan pengukuran nyeri yang dilakukan diperoleh bahwa sebanyak 12.5% responden menunjukkan nyeri pada rentang 2-4 (ringan), setengah responden menunjukkan nyeri pada rentang 5-7 (sedang) (50%), dan sisanya menunjukkan nyeri pada rentang 8-10 (berat) (37.5%). Sesudah terapi distraksi diberikan, pengukuran intensitas nyeri juga dilakukan kembali. Dari hasil pengukuran nyeri tersebut diperoleh bahwa tiga perlima responden menunjukkan intensitas nyeri pada rentang 2-4 (ringan) (62.5%). Hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa responden yang menunjukkan intensitas nyeri pada rentang 2-4 (ringan) bertambah. Jumlah responden yang menunjukkan intensitas nyeri pada rentang 5-7 (sedang) adalah 37.5%, dan pada rentang 8-10 (berat) menjadi 0%, untuk lebih jelasnya lagi dapat dilihat pada tabel5. c. Perbedaan nyeri antara terapi relaksasi dan distraksi Dari hasil pengukuran nyeri yang dirasakan responden sebelum dan sesudah dilakukan terapi relaksasi dan distraksi diperoleh bahwa jumlah responden pada rentang nyeri 2-4 (ringan) bertambah hingga 62.5% baik pada terapi relaksasi maupun distraksi. Sedangakan responden yang mengalami nyeri berat sebelum diberikan terapi relaksasi dan distraksi adalah sebanyak 37.5%, dan sesudah diberikan terapi menjadi 0%. Hasil analisa data ini menunjukkan bahwa terapi relaksasi dan distraksi sama-sama efektif
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
tetapi tidak ditemukan perbedaan pada tingkat keefektifan kedua terapi tersebutl, untuk lebih jelasnya lagi dapat dilihat pada tabel7. Tabel 7. Perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi dan distraksi pada pasien kanker nyeri kronis Sebelum terapi Intensitas nyeri
Sesudah terapi
relaksasi
Distraksi (n
(n (%))
(%))
Ringan (2-4)
2 (25)
1 (12.5)
Sedang (5-7)
3 (37.5)
Berat (8-10)
3 (37.5)
Intensitas nyeri
Relaksasi
Distraksi
(n (%))
(n (%))
Ringan (2-4)
5 (62.5)
5 (62.5)
4 (50)
Sedang (5-7)
3 (37.5)
3 (37.5)
3 (37.5)
Berat (8-10)
0
0
(M=6.25, SD=1.58)
(M=3.88, SD=1.35)
Untuk melihat perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi dan distraksi pada pasien kanker nyeri kronis digunakan uji independen test. Tabel 7 hanya memaparkan intensitas nyeri sebelum dan sesudah terpai ralaksasi dan distraksi. Pada tabel 8 terlihat hasil uji independen t-tes dengan nilai rata-rata terapi relaksasi sebelum 6.38 dengan SD=2.134 dan sesudah 3.75 dengan 1.581. Sedangkan pada terapi distraksi 6.25 dengan SD=1.581 dan sesudah 3.88 dengan SD=1.356.
Tabel 8. Hasil Uji Independen t-test untuk Intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi dan distraksi Variabel
Intensitas nyeri: -sebelum -sesudah
Relaksasi
Distraksi
Mean df
Standard deviasi
Mean
Standard deviasi
6.38 3.75
2.134 1.581
6.25 3.88
1.581 1.356
T
P value
0.133 0.170
0.896 0.868
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Dari hasil uji independen t-tes pada tabel 8diperoleh nilai p sebelum terapi relaksasi dan distraksi 0.896 (p>0,05) dan sesudah 0.868 (p<0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara terapi relaksasi dengan terapi distraksi dalam menurunkan intensitas nyeri.
5.2 Pembahasan 5.2.1 Karakteristik Demografi Responden Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menjawab pertanyaan mengenai efektivitas terapi kognitif (Cognitif Behavior Therapy Relaksasi and Distraksi) pada pasien kanker di RSUP Haji Adam Malik Medan. Karakteristik demografi responden menunjukkan hampir tiga perempat adalah perempuan (81.2%) namun menurut Gill (1990) tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam merespon nyeri. Usia responden dalam penelitian ini lebih dari setengah berada pada rentang usia 35-44 tahun (43.8%) yang adalah kelompok usia dewasa yang mana berdasarkan pendapat Gill (1990) orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Responden menganut agama Islam dan Kristen Protestan sebanyak masing-masing 43.8%. Agama mempengaruhi respon individu terhadap nyeri yang dirasakannya. Individu dapat merespon nyeri dengan kegiatan spiritual seperti berdoa, beribadah, dan kegiatan spiritual lainnya. Kurang dari dua perlima responden tingkat pendidikan terakhirnya adalah SMU. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi individu dalam merespon nyeri. Hal ini terkait dengan tingkat pengetahuan dan pengalamannya dalam menangani nyeri yang dirasakannya (Gill, 1990). Kerusakan fungsi yang lebih dominan adalah Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
dikarenakan kanker dan jenis kanker yang lebih dominan adalah kanker payudara (43.8%). Lima perdelapan responden adalah suku batak (62.5%). Suku batak merupakan suku yang apresiatif dalam mengungkapkan nyeri yang dirasakannya. Hal ini didukung oleh Gill (1990) yang menyatakan bahwa orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri. Suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri. 5.2.2 Intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi pada pasien kanker nyeri kronis Berdasarkan pengukuran nyeri yang dilakukan sebelum terapi, lebih dari sepertiga responden menunjukkan nyeri pada rentang 8-10 (berat) (37.5%, M=6.38, SD=2.13). Sedangkan sesudah terapi, nyeri
yang dirasakan oleh
responden berkurang skalanya sehingga nyeri pada rentang 8-10 (berat) adalah 0% (M=3.75, SD=1.58). Terapi relaksasi bertujuan untuk membantu pasien menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan. Karena terapi relaksasi adalah teknik untuk mengurangi ketegangan otot skeletal dan menurunkan kecemasan (Ramali, 2000). Sesuai dengan pendapat Gill (1990) kecemasan dapat meningkatkan persepsi seseorang terhadap nyeri yang dirasakan. Hal ini merupakan hubungan timbal balik yang dapat dialami penderita nyeri. Bayangan akan rasa nyeri yang hebat tentu saja membuat cemas. Terapi relaksasi ini merupakan metode yang efektif terutama pada pasien yang mengalami nyeri kronis (McCaffery, 1989).
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
5.2.3 Intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi distraksi pada pasien kanker nyeri kronis Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa lebih dari sepertiga responden menunjukkan nyeri pada rentang 8-10 (berat) (37.5%, M=6.38, SD=2.13) dan hanya seperdelapan responden menunjukkan nyeri pada rentang 2-4 (ringan) (12.5%, M=6.38, SD=2.13). Sedangkan sesudah dilakukan terapi diperoleh bahwa jumlah responden yang menunjukkan skala nyeri pada rentang 8-10 (berat) menjadi tidak ada (0%, M=3.75, SD=1.58), dan jumlah responden pada rentang nyeri 2-4 (ringan) bertambah hingga lebih dari tiga perlima (62.5%, M=3.75, SD=1.58). Hasil ini menunjukkan bahwa intensitas nyeri menurun setelah terapi distraksi diberikan. Tamsuri (2007) mengatakan bahwa teknik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Teknik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. Jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh pasien) (Priharjo, 1993). 5.2.4 Perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi dan distraksi pada pasien kanker nyeri kronis Dari hasil penelitian pada terapi relaksasi yang dianalisa dengan uji paired ttest, secara signifikan terdapat penurunan intensitas nyeri pada responden tersebut dengan nilai p<0,05 yaitu 0,000. Hasil ini juga didukung oleh pendapat McCaffery (1989) bahwa terapi relaksasi ini merupakan metode yang efektif dalam menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan pasien terutama pada pasien yang mengalami nyeri kronis. Terapi relaksasi mengurangi ketegangan otot Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
skeletal dan menurunkan kecemasan
sehingga pasien lebih relaks dan fokus
terhadap nyeri yang dirasakannya berkurang (Ramali, 2000). Efek positif terapi relaksasi pada pasien yang menderita nyeri kronis adalah memperbaiki kualitas tidur, memperbaiki kemampuan pemecahan masalah, menurunkan fatigue, meningkatkan kepercayaan diri dan self control dalam koping terhadap nyeri, meningkatkan efektifitas terhadap tindakan lain untuk mengurangi nyeri, memperbaiki kemampuan dalam toleransi (Priharjo, 1993). Berdasarkan hasil uji paired t-tes pada responden yang mendapatkan terapi distraksi, secara signifikan terdapat penurunan intensitas nyeri dengan nilai p<0,05 yaitu 0,000. Hasil ini didukung oleh pendapat Priharjo (1993) bahwa teknik distraksi dapat mengatasi nyeri melalui aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. Stimulus yang menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh pasien menjadi berkurang. Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi otak akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri (Tamsuri, 2007). Hasil uji independen t-test dengan membandingkan intensitas nyeri antara kelompok
responden
yang
mendapatkan
terapi relaksasi
dengan
yang
mendapatkan terapi distraksi menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna/ signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p>0,05 yaitu 0.868. Dari hasil ini dapat dibuat analisa bahwa tidak ada perbedaan antara terapi relaksasi dengan distraksi dalam menurunkan intensitas nyeri dan kedua terapi sama-sama efektif Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
dalam menurunkan intensitas nyeri. Terapi relaksasi dan distraksi adalah merupakan bagian dari terapi perilaku kognitif hal ini dikarenakan kedua metode ini sama-sama merupakan jenis terapi yang mengendalikan nyeri dengan melakukan aktifitas-aktifitas tertentu dan membuat pasien penderita nyeri dapat mengendalikan rasa nyeri yang dialaminya (Stewart, 1996).
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavior Therapy) Relaksasi dan Distraksi Pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di RSUP H. Adam Malik. 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil uji paired t-test, terdapat perbedaan yang bermakna pada kelompok responden sebelum dan sesudah mandapatkan terapi relaksasi dengan nilai p<0.05 yaitu 0.000. Sedangkan pada kelompok responden yang mendapatkan terapi distraksi diperoleh nilai p<0.05 yaitu 0.000 yang artinya ada terdapat perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah terapi. Hasil uji independen t-test sebelum dan sesudah terapi relaksasi dan distraksi menunjukkan nilai p>0.05 yaitu 0.896 dan 0868. yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara terapi relaksasi dengan distraksi dalam menurunkan intensitas nyeri. Dari hasil kedua uji di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa terapi relaksasi dan distraksi sama- sama efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien kanker dan tidak ada perbedaan keefektifan antara kedua terapi tersebut.
2. Rekomendasi 2.1 Bagi Pendidikan Keperawatan Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang baru dalam penekanan materi terutama sebagai terapi modalitas dunia pendidikan keperawatan 2.2 Bagi Praktek Keperawatan Hasil penelitian ini menunjukkan efektivitas terapi perilaku kognitif (Cognitive Behavior Therapy) relaksasi dan distraksi pada pasien kanker dengan nyeri kronis maka diharapkan perawat dapat menjadi motivator dan fasilitator bagi pasien kanker dengan nyeri kronis demi membantu menurunkan nyeri yang dirasakan pasien tersebut. 2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya Dalam quasi eksperimen pre-post test desain yang digunakan pada penelitian ini mempunyai kelemahan yaitu lama pelaksanaan terapi hanya 3 kali dalam 1 minggu. Maka untuk penelitian selanjutnya diharapkan lama pemberian terapi dapat dilakukan selama 3 minggu dan didalam satu minggu dilakukan 3 kali terapi. Hasil penelitian juga ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya dengan topik dan ruang lingkup yang sama dengan penelitian ini.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 1998. Prosedur suatu pendekatan praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta Benedetti, 1996. Review of Medical Physiology, 6th Ed., Lange Medical Publ. Beta, L.C. & Sowden, A.L. 2002. Keperawatan Pediatric : Ahli Bahasa, Yan Tambayong ; editor edisi Bahasa Indonesia, Sari Kurnia Ningsih, Manica este, Jakarta : EGC. Carpenito, L.J. (1995) Diagnosa keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis (ed. Indonesia). Ed. 6 Jakarta: EGC. Dalimartha, S. 2004. The Alkaloids, Chemistry and Physiology - Pharmacology, Academic Press, London Donny, Arif. 2009. Kapita selekta kedokteran Jilid 1 Edisi ke tiga. Jakarta: Media Aesculapius. Dharmono, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI. Engram, B. 1998. Rencana Asuhan keperawatan Medikal bedah : Ahli Bahasa, Suharyati Samba; editor edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester, Jakarta : EGC. Gill F.S, 1990. Buku Saku Kesehatan Kerja, EGC. Guyton, 1990. Textbook of Medical Physiology, Saunders, Igaku Shoin Hadi, E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC Harnawatiaj, 2008. Kinerja Perawat Ditinjau dari Lingkungan Kerja dan Karakteristik Individu. Jurnal MPK Volume 06/Nomor 01/2008. Isselbachter et all, 1999. Review of Medical Physiology, 6th Ed., Lange Medical Publ. Keefe, F.J. (1996) Cognitive Behavioral Therapy For Managung The Clinical Psychologist, 49 (3), 4-5. Kolcaba, 1994. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Kozier, B. Et. All. 1991. (5th edition). Fundamental of Nursing Concepts Processan Practise. Canada : Eddison – Wasley. , 1987. Techniques and Clinical Nursing, a Nursing Process Approach, California, Addison Weshley Mander, Rosemary. 2003. Nyeri Persalinan. Jakarta: EGC. Mc. Kinney et al. 2000. Contextual Cognitive-Behavioral Therapy For Chronic Pain. Muttaqin, 2008. Pocket Guide to Basic Skill and Procedurs. St Louis, The CV Mosby Company Nurcahyo, L. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC. Nurlaila, 2008. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC Potter, P.A. & Perry. A.G. 2005. Fundamental of nursing : concepts, process and practice. St. Lois Missiouri : Mosby Company. Priharjo, R 1993. Perawatan Nyeri, Pemenuhan Aktivitas Istirahat. Jakarta Purwandari, A. 2008. Konsep Kebidanan: Sejarah & Profesionalisme, Jakarta. EGC. Ramali. A. (2000). Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta : Djambatan. Shone, N. (1995). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan. Sjam Suhidjat, R. 1998. Ilmu Bedah. (edisi Revisi). Jakarta : EGC. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2001, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth. (8th edition) : editor, Suzanne. C. Smeltzer, Brenda G. Bare ; Ahli Bahasa, Agung Waluyo, dkk, editor bahasa Indonesia, Monica Ester, Ellen Pangabean. Jakarta : EGC. Stewart, D.M. 1996. Seri Pedoman Manajemen; Keterampilan Manajemen, PT. Alex Media Komputindo, Jakarta. Suddarth & Brunner, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta :EGC Syaifuddin. (1997). Anatomi fisiologi untuk siswa perawat.edisi-2. Jakarta : EGC. Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Torrance and Eva Serginson, 1997. Surgical Nursing. Author. Torrance, Colin;. Publisher. London Bailliere Tindal. Wong, D.L. Waley, L.F. 1999. Nursing Care of Infant and Children. St. Louis Missouri : Mosby Company.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavior Therapy) Relaksasi Dan Distraksi Pada Pasien Kanker Dengan Nyeri Kronis Oleh : Jihan Rabi’al Saya adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir Program SI Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh terapi perilaku kognitif terhadap penurunan nyeri pada pasien kanker dengan nyeri kronis di ruang Rindu B2 RSUP. H. Adam Malik Medan. Partisipasi saudara dalam penelitian ini sangat diperlukan untuk meningkatkan pelayanan keperawatan yang diberikan. Saya mengharapkan tanggapan / jawaban yang saudara berikan sesuai dengan pendapat saudara sendiri tanpa dipengaruhi orang lain. Saya menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas saudara. Informasi yang saudara berikan murni digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud lain. Partisipasi dalam penelitian ini bersifat bebas sukarela. Saudara berhak untuk ikut atau tidak ikut dalam penelitian ini tanpa berpengaruh kepada pelayanan yang akan diberikan nantinya. Jika saudara bersedia menjadi peserta penelitian ini, silahkan saudara menandatangani kolom dibawah ini : Tanda tangan Tanggal : No. Respondnen :
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Lampiran 2 KUESIONER PENELITIAN
Petunjuk Pengisian Bapak/Ibu diharapkan : 1. Menjawab tiap pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda contreng
(√ ) pada tempat yang disediakan.
2. Semua pernyataan diharapkan dijawab. 3. Bila ada yang kurang mengerti dapat ditanyakan pada peneliti.
A.
Data Demografi
Kode (di isi peneliti)
:
Usia responden
:
Jenis kelamin
: ( ) Laki-laki
tahun
( ) Perempuan
Agama
: ( ) Islam ( ) Kristen Katolik
( ) Kristen Protestan ( ) Hindu
( ) Budha
Pendidikan Terakhir
: ( ) Tidak Sekolah ( ) SD
( ) SMU ( ) SMP
( ) Diploma/Perguruan Tinggi
Pekerjaan
: ( ) Pegawai Negeri ( ) Swasta
( ) Buruh ( ) Ibu Rumah Tangga
( ) Wiraswasta
Jenis kanker
B.
:
Pengukuran Nyeri Verbal Numerical Rating Scale (VNRS)
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Sama dengan VAS hanya diberi skor 0 – 10 daerah yang paling sakit dan kemudian diberi skala. 1. Intensitas nyeri yang dirasakan sebelum terapi perilaku kognitif relaksasi
0
1
Tdk ada nyeri
2
3
Nyeri minimal
4
5
6
Nyeri sedang
7
8
9
10
Nyeri berat
2. Intensitas nyeri yang dirasakan sesudah terapi perilaku kognitif relaksasi
0
1
Tdk ada nyeri
2
3
Nyeri minimal
4
5 Nyeri sedang
6
7
8
9
10
Nyeri berat
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
KUESIONER PENELITIAN
Petunjuk Pengisian Bapak/Ibu diharapkan : 1. Menjawab tiap pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda contreng
(√ ) pada tempat yang disediakan.
2. Semua pernyataan diharapkan dijawab. 3. Bila ada yang kurang mengerti dapat ditanyakan pada peneliti.
C.
Data Demografi
Kode (di isi peneliti)
:
Usia responden
:
Jenis kelamin
: ( ) Laki-laki
tahun
( ) Perempuan
Agama
: ( ) Islam ( ) Kristen Katolik
( ) Kristen Protestan ( ) Hindu
( ) Budha
Pendidikan Terakhir
: ( ) Tidak Sekolah ( ) SD
( ) SMU ( ) SMP
( ) Diploma/Perguruan Tinggi
Pekerjaan
: ( ) Pegawai Negeri ( ) Swasta
( ) Buruh ( ) Ibu Rumah Tangga
( ) Wiraswasta
Jenis Kanker
D.
:
Pengukuran Nyeri Verbal Numerical Rating Scale (VNRS)
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Sama dengan VAS hanya diberi skor 0 – 10 daerah yang paling sakit dan kemudian diberi skala. 1. Intensitas nyeri yang dirasakan sebelum terapi perilaku kognitif distraksi
0
1
Tdk ada nyeri
2
3
Nyeri minimal
4
5
6
Nyeri sedang
7
8
9
10
Nyeri berat
2. Intensitas nyeri yang dirasakan sesudah terapi perilaku kognitif distraksi
0
1
Tdk ada nyeri
2
3
Nyeri minimal
4
5 Nyeri sedang
6
7
8
9
10
Nyeri berat
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Lampiran 3 A PROTOKOL PANDUAN TERAPI PERILAKU KOGNITIF (COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY) RELAKSASI PADA PASIEN KANKER DENGAN NYERI KRONIS
Pengertian : Terapi perilaku kognitif merupakan psikoterapi yang didasarkan pada pengamatan, asumsi, kepercayaan dan perilaku, dengan tujuan mempengaruhi emosi negatif sebagai contoh penafsiran yang tidak akurat terhadap peristiwa nyeri.
Protokol Relaksasi : Memperkenalkan diri pada pasien dan keluarga pasien, menjelaskan tentang terapi yang akan diberikan kepada pasien, memberikan leaflet berupa penjelasan tentang terapi yang akan diberikan kepada pasien, meminta kesediaan pasien penderita nyeri kronis untuk mendapatkan terapi relaksasi. Teknik-teknik yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: Teknik/cara pertama : 1.Pasien menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara 2.Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh menjadi kendor dan merasakan dan merasakan betapa nyaman hal tersebut 3.Pasien bernapas beberapa kali dengan irama normal 4.Pasien menarik napas dalam lagi dan menghembuskan pelan-pelan dan membiarkan hanya kaki dan telapak kaki yang kendor. Perawat minta pasien untuk mengkonsentrasikan pikiran pasien pada kakinya yang terasa ringan dan hangat Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
5.Pasien mengulang langkah ke-4 dan mengkonsentrasikan pikiran pada lengan perut, punggung dan kelompok otot-otot yang lain 6.Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernapas secara pelan-pelan. Bila nyeri menjadi hebat, pasien dapat bernapas dangkal dan cepat. Teknik/cara kedua : 1.Kontraksikan masing-masing otot dalam 10 kali hitungan kemudian lemaskan 2.Lakukan latihan diruangan yang tenang dengan posisi duduk atau sambil berbaring yang nyaman 3.Lakukan latihan dengan musik yang santai, bila dikehendaki 4.Bawalah
seseorang
yang
berlaku
sebagai
“pelatih”
yang
memberikan perintah untuk mengkontraksikan otot, menghitiung sampai 10 kali dan memerintahkan untuk melemaskan otot 5. Contoh latihan yang membantu bagi pasien: 6. Mengangkat bahu, menurunkannya dan melemaskannya 7. Mengepalkan kedua tangan, mengepalkannya dengan kuat erat selama 5 detik, dan melemaskannya dengan sempurna. Setelah Pasien mendapatkan latihan gerakan relaksasi tersebut, peneliti mencatat data hasil terapi relaksasi.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Lampiran 3 B PROTOKOL PANDUAN TERAPI PERILAKU KOGNITIF (COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY) DISTRAKSI PADA PASIEN KANKER DENGAN NYERI KRONIS
Pengertian : Terapi perilaku kognitif merupakan psikoterapi yang didasarkan pada pengamatan, asumsi, kepercayaan dan perilaku, dengan tujuan mempengaruhi emosi negatif sebagai contoh penafsiran yang tidak akurat terhadap peristiwa nyeri.
Protokol Distraksi : Memperkenalkan diri pada pasien dan keluarga pasien, menjelaskan tentang terapi yang akan diberikan kepada pasien, memberikan leaflet berupa penjelasan tentang terapi yang akan diberikan kepada pasien, meminta kesediaan pasien penderita nyeri kronis untuk mendapatkan terapi distraksi. Teknik-teknik yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: Teknik-teknik Distraksi : 1. Memperkenalkan diri pada pasien dan keluarga pasien. 2. Menjelaskan tentang terapi yang akan diberikan kepada pasien. 3. Memberikan leaflet berupa penjelasan tentang terapi yang akan diberikan kepada pasien. 4. Meminta kesediaan pasien penderita nyeri kronis untuk mendapatkan terapi distraksi. 5. Setelah pasien bersedia, maka peneliti akan melakukan terapi imajinasi terbimbing sebagai jenis terapi yang digunakan.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
6. Setelah pasien selesai di terapi, peneliti melakukan pencatatan data hasil terapi distraksi. Tujuan
: Pemberian terapi distraksi bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan nyeri kronis pada pasien penderita nyeri kronis.
Prinsip
: Frekuensi terapi distraksi dan distraksi dilakukan sebanyak 3 kali selama 3 hari berturut-turut (1 kali sehari). Intensitas terapi distraksi dan distraksi adalah banyaknya terapi yang diberikan kepada pasien nyeri kronis. Lama (waktu) terapi lebih kurang 40 menit per terapi, untuk sesi terapi distraksi lebih kurang 40 menit, per individu/sampel.
Jadwal
: Terlampir di dalam lampiran 4
Hal-hal yang harus diperhatikan : - Terapi distraksi dihentikan jika penderita nyeri kronis mengalami nyeri yang semakin hebat dan memerlukan perlakuan khusus. - Selama melakukan terapi distraksi diharapkan pasien sedang dalam kondisi yang siap untuk mendapatkan terapi, oleh karena itu informasi dari pengurus rumah sakit di tempat penelitian amat sangat dibutuhkan. Alat
: - Lembar Kuesioner - Leaflet - MP4
Prosedur Tindakan: Persiapan Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
- Peneliti menyiapkan alat - Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan - Peneliti membagikan kuesioner terapi distraksi pada setiap awal minggu terapi sebelum mendapatkan terapi, dan pada akhir minggu setelah pemberian terapi. - Peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner. Peneliti mengatur posisi para peserta untuk melakukan terapi distraksi.
Penutup - Sebelum di mulai terapi distraksi pada setiap minggu dilakukan pengisian kuesioner sebanyak 3 kali selama 3 hari penelitian dilakukan. - Setelah selesai, peneliti menutup pelaksanaan olahraga pernapasan dengan mengucapkan salam dan terima kasih. - Kriteria hasil: -
Penderita nyeri kronis setelah mendapat terapi distraksi menjadi nyaman, segar dan bugar
-
Gejala nyeri kronis menjadi bekurang setelah mendapat terapi distraksi dalam 3 hari.
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
Lampiran 4
Jadwal Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavior Therapy) Relaksasi Pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis
Waktu Tahapan Terapi (menit)
Hari
Frekuensi (kali/3 hari)
Waktu tiap sekali terapi (menit)
Introduksi/ Pengenalan
Terapi Relaksasi
I
1
40
10
30
II
1
40
10
30
III
1
40
10
30
Jadwal Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavior Therapy) Distraksi Pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis
Hari
Frekuensi (kali/3 hari)
Waktu tiap sekali terapi (menit)
I
1
II III
Waktu Tahapan Terapi (menit) Introduksi/ Pengenalan
Terapi Distraksi
40
10
30
1
40
10
30
1
40
10
30
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.
CURRICULUM VITAE
Nama
: Jihan Rabi’al
Tempat / Tanggal Lahir
: Bireuen, 07 November 1987
Jenis Kelamin
: Perempuan
Kewarganegaraan
: Indonesia
Agama
: Islam
Alamat
: Jln.Jamin Ginting No.221Padang Bulan Medan
Pendidikan
:
SDN 5 Bireuen
: Tahun 1993-1999
SLTPN 2 Bireuen
: Tahun 1999-2002
SMUN 2 Bireuen
: Tahun 2002-2005
S1 Program Studi Ilmu Keperawatan FK USU
: Tahun 2005-2009
Jihan Rabi’al : Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2010.