JAMUR AKAR PUTIH (JAP) PADA KOMODITI CENGKEH TRIWULAN II DI WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA Effendi Wibowo, SP dan Yudi Yulianto, SP
Tanaman yang diserang penyakit jamur akar putih mula-mula daunnya tampak kusam, kurang mengkilat, dan melengkung ke bawah (daun yang sehat berbentuk seperti perahu). Setelah itu daun-daun menguning dan rontok. Pada pohon
dewasa
gugur
daunnya,
yang
disertai
matinya
ranting-ranting
(Semangun, 2008). Penyakit ini di sebabkan oleh jamur akar putih (Rigidophorus lignosus). Jamur dapat
menyerang
tanaman
di pembibitan, meskipun
biasanya
menyerang tanaman yang berumur lebih dari 3 tahun (Rakhmanto dan Kartono, 1977 dalam Semangun, 2008). Sebaran komoditi cengkeh di wilayah kerja Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya merata di 8 propinsi. Propinsi Jawa Timur merupakan wilayah terluas sebaran komoditi tersebut, yakni 32,668.77 ha, diikuti Propinsi Jawa Tengah 18,463.42 ha, Propinsi Banten dengan luas 15, 314.00 ha, Propinsi Jawa Barat seluas 14,707.24 ha, Propinsi Bali 13, 172.21 ha, Propinsi Nusa Tenggara Timur 11,112.00 ha, dan Propinsi Nusa Tenggara Barat seluas 1,120.10 ha, total keseluruhan luas komoditi Cengkeh di WILKER BBPPTP Surabaya yakni 110,293.72 ha, seperti tertara pada Gambar 1. di bawah ini.
Gambar 1. Luas Areal Tanaman Cengkeh di WILKER BBPPTP
Sumber Data: Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, 2013
Gambaran umum kondisi di lapang perkembangan luas serangan JAP pada cengkeh triwulan ke-2 di WILKER BBPPTP dibandingkan dengan triwulan ke-1, terjadi peningkatan yang cukup signifikan (Gambar 2), yakni pada Propinsi Jawa Timur meningkat 43.07 ha dan di Propinsi Bali 169.51 ha. Gambar 2: Grafik Perbandingan Luas Serangan Rigidoporus lignosus di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya antara Triwulan I dengan Triwulan II Tahun 2013.
Luas Serangan (ha)
Grafik Perbandingan Luas Serangan Rigidoporus lignosus pada Cengkeh di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya antara Triwulan I dengan Triwulan II tahun 2013 1,500.00 1,000.00 500.00 0.00 Banten Jawa Jawa Barat Tengah Triwulan I
DIY
Jawa Timur
Bali
NTB
Triwulan II
Sumber Data: Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, 2013
NTT
Berbagai upaya pengendalian telah dilakukan, baik
oleh pemerintah, swasta dan
petani diantaranya dengan cara mekanis, biologis, kimia, namun penyebaran yang cepat dari jamur tersebut tidak mampu menekan luas serangan bahkan cenderung meningkat, seperti Gambar 3. Penyebaran JAP utamanya disebabkan kontak antara akar tanaman sehat dengan akar tanaman sakit dengan kayu-kayu yang mengandung JAP (Semangun, 2008). Berbeda dengan jamur akar lainnya, JAP dapat menular dengan perantara rizomorf. Kebanyakan jamur akar, rizomorf hanya menjalar pada permukaan tanah, pada jamur akar putih rizomorf dapat menjalar bebas dalam tanah, terlepas dari akar atau kayu yang menjadi sumber makanannya. Menurut Young (1954) rizomorf dapat menjalar sampai lebih kurang 180 cm, terutama sepanjang permukaan-permukaan yang keras. Hal ini menjadikan jamur akar putih sulit untuk dikendalikan, dan penyebarannya cepat. Gambar 3. Grafik Perbandingan Luas Serangan dan Luas Pengendalian Rigidoporus lignosus di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya Triwulan II Tahun 2013
Grafik Perbandingan Luas Serangan dan Luas Pengendalian Rigidoporus lignosus pada Cengkeh di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya pada Triwulan II tahun 2013 1,500.00 1,000.00 500.00 0.00 Banten Jawa Jawa Barat Tengah Luas Serangan
DIY
Jawa Timur
Bali
NTB
NTT
Luas Pengendalian
Sumber Data : Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, 2013
Hasil analisis tingkat serangan JAP pada tanaman cengkeh WILKER BBPPTP Surabaya triwulan II, seperti pada Gambar 4, lima propinsi dalam keadaan tingkat serangan aman yakni Propinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, NTT dan NTB.
Gambar 4.
Grafik Peta Tingkat Serangan Rigidoporus lignosus di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya Triwulan II Tahun 2013.
Sumber Data: Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, 2013
Wilayah yang memiliki tingkat serangan sedang hanya pada Propinsi Jawa Timur, dan Propinsi yang Bali memiliki tingkat serangan berat. Pengendalian dapat dibagi menjadi dua kelompok kegiatan yaitu : 1. Membersihkan sumber infeksi sebelum dan sesudah penanaman karet, untuk membersihkan (eradikasi) sumber infeksi ini pekebun dapat banyak memanfaatkan kegiatan jasad renik tanah, baik saprofit maupun antagonis dari R lignosus. Oleh karena itu pembersihan sumber infeksi ini dapat disebut sebagai eradikasi biologis (Fox, 1965). Menurut Semangun, 2008 delapan langkah yang dapat dilaksanakan a) penanaman baru, b) peremajaan, c) penanaman tanaman penutup, d) pemakaian bibit yang sehat, e) sistem penanaman karet, f) deteksi sumber benih, g) merawat tanaman muda yang terjangkit. 2. Mencegah meluasnya penyakit di dalam kebun (Semangun, 2008), dengan jalan a) selokan isolasi, b) pembukaan leher akar.
DAFTAR PUSTAKA Bidang Proteksi. 2013. Data Triwulan II. Bidang Proteksi Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya, Jombang. Fox, R.A (1965), The role of biological eradication in root desease control in replanting of Hevea brasiliens. Dalam K.F Baker and W.C snyder (Ed), Ecology of Soil Borne Plant Pathogens. Univ. Calif. Press, Berkeley and Los Angeles
Semangun. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Young, H.E (1950), Oidium leaf disease. Rubb. Res. Inst. Ceylon, Adv. Circ. 31, 4p.