PERKEMBANGANJamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus) TANAMAN KARET TRIWULAN IV 2014 di WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA Oleh : Endang Hidayanti, SP
GAMBARAN UMUM Tanamankaret(Haveabrasiliensis) perkebunan
yang
merupakan
salah
satu
komoditas
memberikanperananpentingbagiperekonomiannasional,
yaitusebagaisumberdevisa,
sumberbahanbakuindustri,
sumberpendapatandankesejahteraanmasyarakatsertasebagaipengembanganp usat-pusatpertumbuhanperekonomian
di
daerahdansekaligusberperandalampelestarianfungsilingkunganhidup.Oleh sebab itu upaya peningkatan produktifitas usahatani karet terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidayanya (Adi, 2014). Luas areal tanaman karet di wilayah kerja Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya dapat dilihat pada tabel 1 berikut :
(Sumber Data Bidang Proteksi BBPPTP SURABAYA)
Tabel 1 menunjukkan bahwa total luas areal perkebunan karet di wilayahkerja BBPPTP Surabaya Triwulan IV yaitu sebesar 42.675,18 Ha,yang didominasi oleh propinsi Bantendengan luas areal terbesar yaitu19.368,67 Ha, yang
diikutioleh
Jawa
Baratdenganluassebesar
14.669,00
Ha,
Jawa
Tengahdengan luas areal sebesar 8.542,51 Ha dan Bali dengan luas areal terkecil sebesar 95 Ha. Kerusakan dan kematian tanaman merupakan masalah penting pada perkebunan karet yang disebabkan oleh adanya serangan penyakit tanaman. Salah satu penyebab penyakit yang sering dijumpai pada tanaman karet terutama pada pertanaman karet muda yang berumur 2-4 tahun adalah Jamur Akar Putih (JAP) yang disebabkan oleh Rigidoporuslignosus(Hafish, 2014). Gejala serangan R. lignosus adalah (Widanengsih, 2013) : 1. Tingkat permulaan Daun-daun (tidak
menjadi
mengkilat)
dan
kusam agak
menggulung ke atas. Tandatanda khas ini bisa tampak jelas bilapengamatan
kita
membelakangi sinar matahari, Gambar 1. Gejala Serangan R. lignosus Sumber : indonesiabertanam.com
akar-akar lateral dan sebagian akar tunggang serta leher akar masih terserang ringan. Pada perlukaan akar baru terdapat benang-benang jamur (rhizomorfa) berwarna putih kekuning-kuningan, benang-benang jamur akar putih mudah dibedakan dengan jamur akar merah. 2.
Tingkat kritis
Daun-daun layu dan mulai menguning, benang-benang jamur telah mulai menembus kulit akar yang mengakibatkan pembusukan-pembusukan setempat pada kulit akar, kadang-kadang pohon masih bisa ditolong dengan usahausaha pemberantasan atau pengobatan yang intensif. 3.
Tingkat lanjut
Daun-daun mengering dan tetap menggantung pada pohon. Demikian pula ranting-ranting dan cabang-cabang mulai mengering. Daun-daun kemudian berguguran dan tanaman pada akhirnya mati.Pohon karet yang terserang
perakarannya sudah busuk dan mati. Pohon yang demikian harus dibongkar untuk mencegah penularan lebih lanjut. TINGKAT SERANGAN PENYAKIT Rigidoporus lignosus
Gambar 2. Peta Tingkat Serangan R. lignosus Triwulan IV 2014 di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya (Sumber Data : Bidang Proteksi BBPPTP SURABAYA)
Gambar
2,
dapat
lignosusuntukTriwulan
IV
dilihat 2014
bahwa di
tingkat
serangan
wilayahkerja
penyakit
BBPPTP
R.
Surabaya
tergolongrendah yang terletak di propinsiJawaBaratdan Banten. Perbandingan luas serangan R. lignosus triwulan III dan triwulan IV dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2. Perbandingan Luas Serangan R. lignosus Triwulan III dan Triwulan IV 2014 (Sumber Data : Bidang Proteksi BBPPTP SURABAYA)
Tabel 2 menunjukkan bahwa secara global luas serangan R. lignosuspada tanaman karet di wilayahkerja BBPPTP Surabaya mengalami penurunan yaitu dariLS 1.418,77 Ha pada Triwulan III menjadi557Ha pada Triwulan IV Tahun 2014 dengan persentase penurunan sebesar 60,74 %. Perbandingan luas serangan R. lignosusdengan luas pengendalian untuk Triwulan IV 2014 dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 1. Perbandingan Luas Serangan dan Luas Pengendalian P. nicotianae (Sumber Data : Bidang Proteksi BBPPTP SURABAYA)
Perbandingan LS dan LP pada grafik 1. menunjukkan bahwa luas serangan penyakitR. lignosustetap tinggi meskipun telah dilakukan upaya pengendalian, tingginya luas serangan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor sepertikebersihan lahan,tunggul atau sisa tebangan pohon, perdu, semak yang tertinggal dalam tanah dan ikut sertanya organisme renik yang melapukkan tunggul juga
merupakan substrat R. lignosus. Penularan penyakit terjadi
karena adanya kontak antara akar sakit dan sehat atau adanya miselium yang tumbuh di sekitar perakaran tanaman sehat. Lama penularan penyakit pada tanah berpasir dapat bervariasi antara 1-2 tahun (Hafish, 2014). Tingginya luas serangan disebabkan juga oleh kurang intensifnya upaya pengendalian yang dilakukan oleh petani maupun pemerintah. Untuk itu perlu diupayakan pengendalian yang lebih intensif lagi agar mampu menekan serangan hama tersebut pada kurun waktu berikutnya. .
TEKNIK PENGENDALIAN Beberapa teknik pengendalian penyakit R. lignosuspada tanaman karet adalah sebagai berikut(Yandri, 2014) : a.
Kultur teknis
Menghilangkan tunggul-tunggul atau sisa-sisa tanaman berkayu secara tuntas pada saat persiapan lahan melalui peracunan tunggul, satu tahun sebelum penanaman bibit karet di lapangan lahan harus ditanami tanaman penutup tanah jenis kacang-kacangan yang tumbuh menjalar misalnya Calopogonium mucunoides. b.
Mekanis
Tanaman yang masih dapat dipertahankan setelah akar-akar lateral yang sakit (busuk) dipotong, bagian akar lain yang sudah terinfeksi tapi belum busuk dibersihkan/dikikis dari ujung potongan dan luka pada leher akar dioles dengan ter bebas asam misalnya TB 192. Sekitar pangkal batang pohon tersebut ditaburi 100 – 150 gr serbuk belerang per pohon.Setelah 1 tahun, leher akar diperiksa lagi apakah masih ada infeksi. Apabila masih ditemukan rizomorf segera dibersihkan dan ditaburi lagi dengan belerang seperti cara tersebut di atas. Kegiatan ini diulangi kembali setiap tahun sampai tidak ditemukan rizomorf
pada pohon yang dirawat. Untuk keperluan perawatan sebaiknya
pohon-pohon yang sakit diberi tanda dengan cap dan dicatat waktu perawatannya (tanggal, bulan, tahun). c.
Biologis
Pemberian belerang selain dapat membunuh langsung R. lignosus (bersifat fungistatik), belerang juga dapat memberikan suasana asam yang tidak sesuai dengan pertumbuhan JAP dan suasana asam tersebut dapat merangsang perkembangan Trichoderma koningii yang antagonis terhadap JAP.Sebelum penanaman bibit di lapangan sebaiknya setiap lubang tanam diberi serbuk belerang sebanyak 100 gr yang dapat dicampurkan dengan tanah pengisi lubang tanah, ataupun ditaburkan di tanah sekitar pangkal tanaman pada saat penanaman.Dapat juga menggunakan T. koningii sebagai agens pengendali hayati (APH), penggunaan dapat dilakukan dengan menabur langsung di
sekeliling leher akar tanaman sakit atau mencampurnya dengan tanah pengisi polybag atau sabut untuk dipembibitan. Saat aplikasi yang terbaik adalah saat awal musim hujan atau selama musim hujan. Di sekeliling leher akar yang sakit dibuat parit dangkal dan APH T. koningii ditaburkan dalam parit kemudian ditimbun kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Adi P., 2014. BUDIDAYA TANAMAN KARET. http://bozgoogle.blogspot.com/2014/03/budidaya-tanaman-karet.html. Diakses tanggal 18 Maret 2015 Bidang Proteksi. 2014. Data Triwulan IV. Bidang Proteksi Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya, Jombang. Hafish UA, 2014. Pencegahan Penyakit Jamur Akar Putih. http://tokomustikatani.wordpress.com/2014/02/13/pencegahan-penyakitjamur-akar-putih/. Diakses tanggal 20 Maret 2015 Widanengsih E., 2013. Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) pada Tanaman Karet (Havea brasiliensis). http://skpkarimun.or.id/index.php/2013-05-03-03-03-30/tulisan-ilmiah/155penyakit-jamur-akar-putih-rigidoporus-microporus-pada-tanaman-karethavea-brasiliensis. Diaksestanggal 19 Maret 2015 Yandri H, 2014. Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Karet (Bahan Ajar). http://hendrichaniago80.wordpress.com/2014/09/03/pengendalian-hamapenyakit-tanaman-karet-bahan-ajar/. Diakses tanggal 20 Maret 2015