SERANGAN PENGGEREK BATANG TEBU Chilo sacchariphagus DI SENTRA TEBU JAWA TIMUR Oleh: Erna Zahro’in,SP dan Effendi Wibowo,SP
Pencanangan program swasembada gula yang harus tercapai tahun 2014 sebesar 5,7 ton, membutuhkan kerja nyata bagi pemerintah Indonesia untuk mewujudkannya. Upaya peningkatan produktifitas tebu masih terkendala serangan hama salah satunya C. sacchariphagus atau yang dikenal dengan penggerek batang tebu. PENGGEREK BATANG TEBU C. sacchariphagus Target pencapaian swasembada gula tahun 2014 sebesar 5,7 juta ton tentunya membutuhkan kerja nyata bagi pemerintah Indonesia untuk mewujudkannya, terutama peningkatan
produktivitas
tebu
melalui
intensifikasi
dan
ekstensifikasi
lahan.
Permasalahan yang selalu muncul adalah serangan hama penyakit salah satunya serangan C. sacchariphagus atau yang dikenal penggerek batang tebu. Hama penggerek batang tebu ini umumnya menggerek batang sehingga menimbulkan kerusakan pada ruas dan buku. Hama ini menyebar pada pertanaman tebu di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Serangannya sangat merugikan, karena setiap 1% kerusakan ruas akibat serangan hama ini dapat menurunkan 0,5% bobot tebu (Achadian, 2011 dalam Maryani, 2013), dan serangan pada tanaman berumur 2 bulan dapat menurunkan hasil gula hingga 97% (Mardiyani, 2012 dalam Maryani, 2013). GEJALA SERANGAN C. sacchariphagus Tanaman tebu yang terserang penggerek batang ditandai adanya bercak putih yang cenderung lebar dan memanjang (tidak beraturan) pada daun bekas gerekan dan biasanya bercak ini tidak menembus kulit luar daun. Setelah menggerek daun, larva masuk ke batang tebu melalui pelepah yang ditandai adanya lubang gerek dipermukaan batang dan jika dibelah terlihat lorong gerek yang memanjang. Jika gerekan kena pada titik tumbuh, daun muda akan kering dan mati (Dianputri, 2013). Dalam satu ruas tebu biasanya terdapat satu atau lebih larva (Pakpahan, 2013). Serangan hama ini pada tanaman tebu yang telah beruas menyebabkan kerusakan ruas, pertumbuhan terhambat, batang mudah patah, dan dapat juga menyebabkan kematian batang bila titik tumbuh batang terserang. Pada tebu yang telah beruas, sebagian kerugian dapat berupa kerugian total dari batang-batang mati atau
busuk yang tidak dapat digiling (Gambar 1) dan sebagian lagi berupa penurunan bobot tebu dan rendemen akibat kerusakan pada ruas-ruas batang.
Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang tebu (Zahro’in,2014)
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan ruas sebesar 1% mampu menurunkan 0,74%
hasil kristal gula (Mathes, dkk., 1954
dalam Dianputri, 2013).
Sedangkan Wirioatmodjo, (1973 dalam Dianputri, 2013) menduga bahwa pada 20% ruas yang terserang hama penggerek batang dapat menurunkan hasil gula paling sedikit 10%. Di Jawa Timur tanaman tebu dibudidayakan di beberapa kabupaten yaitu Malang, Kediri dengan luas areal antara 25.000 – 50.000 Ha. Kabupaten Lumajang, Mojokerto, Jombang dan Magetan dengan luas areal antara 10.000 – 25.000 Ha, Kabupaten Sidoarjo, Ngawi, Tulungagung, Bondowoso dan Jember dengan luas areal antara 5.00010.000 Ha dan luas areal kurang dari 5.000 Ha terdapat di Kabupaten Banyuwangi, Probolinggo, Pasuruan, Gresik, Ponorogo, Madiun, Nganjuk, Bojonegoro, Lamongan, Tuban dan Sampang dan kabupaten yang lain tidak dilaporkan ada luas areal perkebunan tebu (Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, 2014).
Gambar 2. Peta Luas Areal Tebu di Jawa Timur (Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya,2014)
TINGKAT SERANGAN C. sacchariphagus Pada beberapa sentra perkebunan tebu serangan hama C. sacchariphagus menunjukkan tingkat serangan tinggi yang ditandai adanya zona merah yaitu di Kabupaten Probolinggo. Sedangkan untuk kabupaten yang lain pada kategori sedang, rendah dan aman. Pada dasarnya serangan hama dipengaruhi oleh ketersediaan tebu yang memasuki masa vegetatif. Jika dilihat secara ekonomi, hama C. sacchariphagus merupakan hama penting pada tanaman tebu. Hal ini disebabkan larva hama penggerek menyerang bagian batang tanaman tebu yang merupakan bagian bernilai ekonomis tinggi, sehingga serangan hama ini cukup merugikan,
Gambar 3. Peta Tingkat serangan C. sacchariphagus di Jawa Timur (Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, 2014) Berdasar tingkat serangan C. sacchariphagus di Jawa Timur, hal yang perlu diwaspadai adalah penyebaran serangan hama ini terutama pada daerah dengan serangan tinggi (zona merah) sebagai sumber infeksi. Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Probolinggo perlu waspada terhadap serangan C. sacchariphagus. Jika dibandingkan dengan serangan pada Triwulan (TW) I tahun 2013, pada 2014 ini terdapat peningkatan serangan baik luas serangan maupun tingkat serangan sebesar 54,05%, seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Fluktuasi Serangan Hama C. sacchariphagus pada TW I 2013 dan TW I 2014 No
1
Nama OPT
C. sacchariphagus
Luas Serangan Triwulan I- Triwulan 2013 I-2014 865.12 1758.34
Tingkat Serangan Triwulan ITriwulan I- Fluktuasi Ket 2013 2014 0.66 1.02 54.05 Naik
(Sumber: Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya,2014)
Begitupun jika dibandingkan dengan Triwulan IV tahun 2013, juga terjadi peningkatan luas serangan serta tingkat serangan hama ini, seperti pada tabel 2. Luas serangan pada TW IV 2013 tercatat 1.418,52 Ha mengalami penurunan menjadi 1.758,34 Ha pada TW I 2014. Tingkat serangan hama ini pada TW I 2014 juga mengalami peningkatan dari 0.80 menjadi 1.02 atau mengalami peningkatan sebesar 28.04%.
Tabel 2. Fluktuasi serangan C. sacchariphagus pada TW IV 2013 dan TW I 2014. No
1
Nama OPT
Luas Serangan Triwulan Triwulan IV-2013 I-2014
C. sacchariphagus
1418.52
1758.34
Tingkat Serangan Triwulan IVTriwulan I2013 2014 0.80
Fluktuasi
Ket
28.04
Naik
1.02
(Sumber: Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya,2014)
TEKNIK PENGENDALIAN Salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi fluktuasi
serangan
adalah
luas
pengendalian serta teknik pengendalian yang diterapkan. Pada TW I ini, tercatat luas serangan adalah 1758.34 Ha sedangakan luas pengendalian yang dilakukan sebesar 360,29 Ha. Jadi hanya sekitar 20,49% kebun terserang yang dilakukan pengendalian (Tabel 3). Tentunya hal ini sangat mempengaruhi keberadaan hama di lapang.
Tabel 3. Perbandingan Luas Serangan dan Luas Pengendalian C. sacchariphagus No 1
Nama OPT C. sacchariphagus
Perbandingan Luas Serangan Luas Pengendalian 1758.34 360.29
Persentase LP : LS Rasio Pengendalian 20.49%
(Sumber: Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya,2014)
Konsep pengendalian hama terpadu selalu dijadikan rekomendasi dalam pengendalian suatu OPT dilapang. Dalam hal ini yang penting adalah melakukan pengamatan perkembangan populasi hama. Menurut Ditlinbun (2013), pengendalian serangan hama penggerek batang tebu dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: 1. Cara Rogesan, yaitu dengan cara memotong semua pucuk tanaman yang ada tandatanda serangan. Pemotongan diusahakan kena ulatnya, tetapi tidak sampai merusak titik tumbuh. Rogesan diulangi setiap 2 minggu dan dapat diakhiri jika tanaman sudah cukup tinggi (umur 5 sampai 6 bulan). 2. Cara Suntikan dengan Furadan 3G. Cara suntikan ini dilakukan untuk mengganti cara Rogesan, terutama jika tanaman tebu telah membentuk ruas (pada umur 3,5 bulan ke atas). Yang disuntik hanya tanaman tebu yang terserang. Tempat penyuntikan kirakira 22 cm di bawah sendi daun teratas. Cara suntikan ini diulangi setiap 10-12 hari dan dapat diakhiri jika tanaman sudah cukup tinggi (umur 5-6 bulan). 3. Pemberian Furadan 3G pada tanah. Ini dilakukan pada waktu tanaman umur 3 bulan dan diulangi pada waktu umur 5 bulan. Banyaknya Furadan 3G 35-40 kg/Ha sekali tabur.
4. Cara biologis dengan Trichogramma japonicum. Pelepasan Trichogramma japonicum 2-4 pias/Ha/minggu mulai tanaman umur 2 bulan – 4 bulan. Jumlah pias = 20-40 pias/Ha. 5. Petugas pengamat sebagai ujung tombak pengendalian OPT perkebunan dilapang perlu rutin melakukan kegiatan pemantauan populasi OPT, sehingga jika populasi tinggi dapat segera tanggap dalam mengambil keputusan pengendalian. DAFTAR PUSTAKA Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya. 2014. Data Serangan OPT Perkebunan. Jombang. Dianputri. 2013. Hama Penggerek Pucuk Tebu. http://dianisnanta.blogspot.com/ diakses tanggal 13 Desember 2013 Ditlinbun, 2013. Pengendalian Hama Pada Tebu. http://pengendalianhamapada.blogspot.com/2013/05/pengendalian-hama-padatanaman-tebu.html. Diakses tanggal 23 Agustus 2013. Maryani, Y. 2013. “Trap and Kill” Teknologi Pengendalian Hama Penggerek Batang Tebu Dengan Aplikasi Perangkap Fero. http://ditjenbun.pertanian.go.id/perlindungan/berita-337-%E2%80%9Ctrap-andkill%E2%80%9D-teknologi-pengendalian-hama-penggerek-batang-tebu-denganaplikasi-perangkap-fero.html. Diakses Tanggal 13 Nopember 2013. Pakpahan,O. 2013. Hama Hama Perkebunan Tebu. http://kangom.blogspot.com/2013/03/hama-hama-perkebunan-tebu.html. Diakses Tanggal 13 Nopember 2013.