PROSIDING
Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat UNILA - 21 September 2011
KAJIAN BEBERAPA KARAKTERISTIK BIOLOGI PENGGEREK BATANG TEBU BERKILAT CHILO AURICILIUS DAN PARASITOIDNYA (TRICHOGRAMMA CHILONIS) Hamim Sudarsono Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung Email:
[email protected] ABSTRAK Penggerek batang tebu Chilo aurichilius Dudgeon dari famili Pyralidae (Lepidoptera) menyebabkan kerugian cukup penting pada perkebunan tebu. Alternatif terbaik untuk pengendalian penggerek batang ini dalam skala luas adalah dengan menggunakan varietas tebu resisten dan menggunakan musuh alami sebagai agensia hayati. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk: (1) membandingkan bobot larva, bobot kotoran dan panjang gerekan penggerek batang tebu berkilat C. auricilius yang hidup pada varietas tebu RGM 90-599, RGM 00612, GM 21 dan GP 11; dan (2) menyelidiki kualitas indikator fitness dan kemampuan parasitasi dari beberapa generasi Trichogramma chilonis hasil pembiakan laboratorium. Hasil percobaan menunjukkan bahwa varietas GP 11 relatif lebih tahan terhadap serangan hama C. auricilius dibandingkan dengan varietas RGM 90-599 dan RGM 00-612. Data pada percobaan pengaruh generasi terhadap indikator kinerja biologis parasitoid T. chilonis memperlihatkan adanya tendensi penurunan kualitas pada koloni yang berasal dari generasi yang lebih lama dibiakkan di laboratorium. Kemampuan T. chilonis pada generasi F 9 dalam memarasit telur C. auricilius secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan generasi-generasi yang lebih awal. Walaupun indikator-indikator lain tidak secara tegas menunjukkan pola penurunannya, data percobaan memperlihatkan bahwa T. chilonis yang diperoleh dari alam (F 0) selalu mempunyai indikator yang lebih baik sebagai parasitoid. Kata Kuci: Chilo aurichilius, Trichogramma chilonis, varietas tebu, parasitoid, pembiakan massal.
PENDAHULUAN Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pertanian telah mencanangkan target produksi gula nasional pada 2011 mencapai 3,8 juta ton. Target ini merupakan tantangan berat mengingat proyek revitalisasi industri gula nasional yang dimulai sejak tahun 2009 hingga kini belum berjalan dengan baik. Jika target produksi gula nasional ini benar-benar akan diwujudkan agar program Swasembada Gula Nasional 2014 tercapai maka berbagai faktor yang menurunkan produktivitas perkebunan tebu di Indonesia harus diminimalisir. Salah satu faktor penting yang berpotensi mengganggu produktivitas perkebunan tebu di Indonesia adalah serangan hama tanaman. Di antara jenis-jenis hama yang dominan, penggerek batang tebu berkilat (Chilo aurichilius) dari famili Pyralidae (ordo Lepidoptera), memerlukan perhatian khusus karena serangannya yang merugikan. Penggerek tebu ini dilaporkan menyebabkan kerugian cukup penting pada perkebunan tebu di Provinsi Lampung. Serangan penggerek batang tebu pada perkebunan tebu PT GMP, Lampung Tengah, dilaporkan mencapai 6,43%, sementara pada varietas rentan kerusakan dapat mencapai 19 % (Sunaryo, 2003). Karena perilaku biologi penggerek batang lebih banyak berada di dalam jaringan tanaman tebu, hama
ISBN 978–979‐8510‐22‐9
I ‐ 33
Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat UNILA - 21 September 2011
PROSIDING
ini sulit dikendalikan secara kimiawi. Alternatif terbaik untuk pengendalian penggerek batang tebu dalam skala luas adalah dengan menggunakan varietas tebu resisten dan menggunakan musuh alami sebagai agensia hayati. Salah satu tahapan penting dari proses seleksi varietas tebu yang akan dikembangkan menjadi varietas tahan adalah penelitian tentang bagaimana karakter biologi dari hama penggerek batang tebu yang diberi makanan dengan varietas-varietas tertentu. Dari pengujian awal ini diharapkan dapat diketahui apakah ada jenis-jenis tebu yang mempunyai efek kurang baik terhadap beberapa aspek biologi dari hama target. Indikator awal yang dapat digunakan untuk melihat efek dari tanaman tebu terhadap hama penggerek batang antara lain adalah bobot larva, bobot kotoran, dan panjang lorong gerekan yang dihasilkan. Indikator-indikator ini relatif mudah untuk diamati dan diukur tetapi sekaligus cukup representatif untuk mengetahui apakah hama target menyukai tanaman inangnya. Dalam pelaksanaan pengendalian penggerek batang tebu, PT GMP telah mengembangkan unit khusus yang memroduksi Trichrogramma chilonis (Hymenoptera: Trichogrammatidae) secara massal untuk dimanfaatkan dalam program pengendalian hayati penggerek batang. Parasitoid ini paling banyak digunakan dalam pengendalian hayati (Waage & Ming, 1984), khususnya dengan metode pelepasan inundatif (Corrigan & Lange, 1994). Serangga Hymenoptera ini dilaporkan mampu memarasit 51,3% populasi telur penggerek batang tebu berkilat yang disurvei. Parasitoid T. chilonis telah dibiakkan secara massal dalam jangka panjang di Laboratorium PT GMP dengan menggunakan Corcyra cephalonica (Lepidoptera: Pyralidae) sebagai inang pengganti. Pembiakan secara massal berjangka panjang, selain memberikan keuntungan efisiensi biaya diduga juga mempunyai kelemahan. Pengembangbiakan T. chilonis secara in vitro selama bertahun-tahun dikhawatirkan memperlemah daya parasitasi T. chilonis terhadap penggerek batang tebu. Oleh karena itu, kemampuan parasitasi T. chilonis dari beberapa generasi hasil pembiakan di laboratorium perlu dievaluasi untuk memastikan seberapa efektif sebenarnya kinerja T. chilonis yang dilepas secara massal. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian yang terdiri atas dua percobaan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk: (1) membandingkan bobot larva, bobot kotoran dan panjang gerekan penggerek batang tebu berkilat C. auricilius yang hidup pada varietas tebu RGM 90-599, RGM 00612, GM 21 (peka) dan GP 11 (tahan); dan (2) menyelidiki daya parasitasi dari beberapa generasi T. chilonis hasil pembiakan laboratorium. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol Research and Development PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Gunung Batin, Lampung Tengah, pada bulan Februari hingga bulan April 2009. Metode Pelaksanaan Percobaan 1. Empat varietas tebu yang diuji dalam percobaan ini adalah varietas RGM 90-599, RGM 00-612, GM 21, dan GP 11 berumur tujuh bulan. Dari batang tebu ini dipilih ruas ke-3 dan 4 untuk digunakan sebagai pakan dari larva penggerek batang berkilat (C. auricilius) instar ke-3 (berumur sepuluh hari). Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan (varietas tebu) dan masing-masing perlakuan diulang lima kali. Larva C. auricilius yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari media aseptik, yaitu sogolan tebu berumur tiga sampai empat bulan yang dipotong-potong 8-10 cm dan disusun sedemikian rupa dalam tabung erlenmayer 1000 ml. Kemudian pada bagian dasar tabung ini dimasukkan bagasse sebanyak 40 gram lalu diisi air sebanyak 100 ml (Gambar 1). Selanjutnya tabung
I ‐ 34
ISBN 978–979‐8510‐22‐9
PROSIDING
Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat UNILA - 21 September 2011
erlenmayer disumbat dengan kapas, ditutup dengan plastik dan diikat dengan benang, lalu disterilisasi dengan menggunakan autoclave selama 1,5 jam pada suhu 1210C dan tekanan 1 atm. Setelah disterilisasi, tabung erlenmayer berisi sogolan tebu dimasukkan ke dalam ruang steril yang disinari dengan lampu ultra violet dan disimpan selama 2-3 hari sebelum diinvestasikan dengan telur C. auricilius yang telah dipersiapkan oleh Laboratorium Biocontrol Research and Development PT Gunung Madu Plantations.
Gambar 1. Media aseptik yang berisi larva C. auricilius (Foto: Madda Fiqan). Untuk setiap varietas yang diuji, seekor larva C. auricilius diletakkan ke dalam potongan ruas tebu dan selanjutnya dimasukkan ke dalam gelas plastik yang telah diberi bagasse. Pada bagian dasar gelas diberi kertas saring yang berfungsi untuk menampung kotoran larva. Bagian atas gelas plastik ditutup dengan kain kasa. Empat hari setelah infestasi larva, dilakukan pengamatan dan pengukuran terhadap indikator percobaan, yaitu bobot larva, kotoran larva dan panjang gerekan larva. Penentuan bobot larva dilakukan dengan cara mengukur selisih dari bobot akhir larva dikurangi dengan bobot awalnya (satuan mg/larva) dengan menggunakan timbangan digital. Bobot kotoran larva uji diukur dengan mengumpulkan seluruh kotoran larva dengan menggunakan kuas, sedangkan pengukuran panjang gerekan menggunakan benang dan dilakukan dengan cara menempelkan benang dari ujung awal liang gerekan hingga ujung akhir liang gerekan larva. Rerata hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan perbandingan nilai tengah (Uji Duncan) pada taraf nyata 5%. Analisis data dilakukan dengan software SAS versi 6.03 (SAS Institute, 1988). Metode Pelaksanaan Percobaan 2. Percobaan kedua disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan (generasi T. chilonis generasi F0, F1, F3, F6, dan F9). Masingmasing perlakuan diulang lima kali. Koloni T. chilonis F0 diperoleh dari penetasan telur C. auricilius yang terparasit oleh T. chilonis dari lapang, sedangkan T.chilonis generasi F1, F3, F6, dan F9 diperoleh dari keturunan T. chilonis yang dikembangbiakkan di laboratorium dengan inang pengganti C. cephalonica. Untuk melekatkan telur C. auricilius pada daun tebu digunakan pias berukuran 1 X 3 cm (Gambar 2).
ISBN 978–979‐8510‐22‐9
I ‐ 35
Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat UNILA - 21 September 2011
PROSIDING
Gambar 2. Pias untuk melekatkan kelompok telur C. auricilius pada daun tebu (Foto: Yhapto Aris Tiyo). Untuk percobaan ini, telur C. auricilius diperoleh dari pembiakan ngengat penggerek batang tebu berkilat di laboratorium. Ngengat hasil pembiakan tersebut dipilih jantan dan betinanya. Sebanyak 30 ngengat jantan dan 30 ngengat betina dimasukkan ke dalam wadah pemeliharaan yang diberi daun tebu segar sebagai media kopulasi dan meletakkan telur. Pada hari berikutnya daun tebu dikeluarkan dari wadah untuk mengambil telur-telur penggerek batang yang menempel pada daun tebu. Setelah daun tebu diambil, ngengat-ngengat tersebut dibiarkan berada dalam toples dan diisi daun tebu kembali untuk meletakkan telur hari kedua dan ketiga. Setelah tiga hari ngengat tersebut tidak lagi menghasilkan telur dan mati. Kelompok telur C. auricilius yang berisi 80 butir yang telah direkatkan pada pias dimasukkan ke dalam tabung reaksi (ukuran 10 cm x 1,5 cm) yang telah diolesi larutan madu 10 %. Serangga T. chilonis yang baru menetas dibiarkan selama lima jam untuk berkopulasi. Selanjutnya T. chilonis betina dipilih secara acak dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi telur C. auricilius sebagai inang dan tabung ditutup dengan kapas. Tabung-tabung reaksi tersebut diletakkan dalam ruang dengan suhu 28 C. Lima hari setelah perlakuan, telur inang dikuas untuk mengambil larva C. auricilius yang menetas. Penguasan atau pembersihan ini dilakukan hingga hari ke enam. Variabel yang diamati dalam percobaan ini adalah: persentase parasitasi, jumlah parasitoid yang keluar dari telur inang, parasitoid yang mati dalam inang, persentase kemunculan parasitoid, dan lama hidup parasitoid. Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan No. 1 Varietas tebu Saccharum officinarum memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertambahan bobot larva C. auricilius. Larva C. auricilius yang diberi pakan tebu varietas GP 11 (tahan) memiliki selisih bobot 43.04 dan 31.84 mg. Pertambahan bobot larva ini lebih rendah dibandingkan dengan yang terdapat pada varietas RGM 90-599, RGM 00-612 dan GM 21. Secara umum hasil ini memperlihatkan bahwa varietas GP 11 relatif lebih tahan terhadap serangan hama C. auricilius. Varietas GM 21 menghasilkan perbedaan selisih bobot yang signifikan, yaitu 65.27 dan 46.37 mg. Hasil ini menunjukkan bahwa varietas GM 21 relatif rentan terhadap
I ‐ 36
ISBN 978–979‐8510‐22‐9
Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat UNILA - 21 September 2011
PROSIDING
serangan hama C. auricilius. Varietas RGM 90-599 dan RGM 00-612 bisa dinyatakan rentan terhadap hama C. auricilius namun pengaruhnya tidak sesignifikan varietas GM 21 (Tabel 1). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena varietas GM 21 yang memiliki batang yang lebih lunak dan kandungan gula yang tinggi sehingga larva uji mendapatkan pasokan makanan yang dibutuhkan untuk mempermudah perkembangbiakannya. Tabel 1. Rerata selisih bobot (mg) larva C. auricilius pada perlakuan beberapa varietas tebu Saccharum officinarum 4 hsa. Bobot kotoran larva (mg) Ruas‐3 Ruas‐4
Panjang gerekan larva (cm) Ruas‐3 Ruas‐4
Selisih bobot larva (mg) Ruas‐3 Ruas‐4
RGM 90‐599
86.16 b
66.30 b
86.16 b
66.30 b
4.13 b
3.70 b
RGM 00‐612
88.68 b
72.65 b
88.68 b
72.65 b
4.10 b
3.79 b
GM 21
104.55 a
82.23 a
104.55 a
82.23 a
4.82 a
4.12 a
GP 11
71.39 c
53.67 c
71.39 c
53.67 c
F hitung Nilai P
38.54** 0,0001
28.95** 0,0001
34.83** 0,0001
17.95** 0,0001
3.64 c 16.27** 0,0001
2.98 c 37.20** 0,0001
Varietas
Keterangan:
Rerata yang berada dalam satu kolom yang diikuti oleh tanda huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata.
Percobaan No. 2. Data dari percobaan kedua memperlihatkan bahwa bobot kotoran yang lebih rendah tercatat pada batang varietas tebu GP 11. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Laboratorium Biocontrol Research and Development PT GMP yang menunjukkan bahwa tebu varietas GP 11 memiliki batang yang lebih keras daripada varietas GM 21, RGM 90-599 dan RGM 00-612. Hasil ini selanjutnya diperkuat dengan hasil pengamatan panjang lorong gerekan pada tebu GP 11 yang secara statistik lebih pendek daripada gerekan pada batang tebu varietas GM 21, RGM 90-599 dan RGM 00-612. Gerekan larva uji terpanjang diperoleh pada varietas GM 21, yaitu 4.82 dan 4.12 cm. Hasil ini menunjukkan bahwa ketahanan tebu varietas GM 21 relatif rentan terhadap serangan larva penggerek batang C. auricilius dibandingakan dengan varietas RGM 90-599 dan RGM 00-612 (Tabel 2). Data pada percobaan pengaruh generasi terhadap indikator kinerja biologis parasitoid T. chilonis memperlihatkan adanya tendensi penurunan kualitas pada koloni yang berasal dari generasi yang lebih lama dibiakkan di laboratorium. Kemampuan T. chilonis pada generasi F 9 dalam memarasit telur C. auricilius secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan generasigenerasi yang lebih awal. Walaupun indikator-indikator lain tidak secara tegas menunjukkan pola penurunannya, data percobaan memperlihatkan bahwa T. chilonis yang diperoleh dari alam (F 0) selalu mempunyai indikator yang lebih baik sebagai parasitoid. Kondisi ini secara umum telah disinyalir terjadi pada serangga parasitoid yang dipelihara secara terus menerus di dalam laboratorium. Salah satu sebab yang mengurangi kualitas kebugaran (fitness) dari parasitoid Trichogramma yang dibiakkan secara terus-menerus di laboratorium adalah adanya superparasitisme (Yadav et al., 2001). Dilaporkan juga bahwa lebih dari satu individu Trichogramma dapat hidup di dalam satu telur inang Lepidoptera (Klomp & Teerink, 1978).
ISBN 978–979‐8510‐22‐9
I ‐ 37
Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat UNILA - 21 September 2011
PROSIDING
Lebih jauh superparasitisme diduga berpengaruh terhadap perkembangan parasitoid selanjutnya (Ahmad et al., 2002) yang juga menyebabkan bertambah panjangnya masa kemunculan beberapa jenis Trichogramma dari inangnya (Parra et al., 1988). Tabel 2.
Perbedaan beberapa indikator fitness dan kemampuan parasitasi dari parasitoid T. chilonis yang berasal dari hasil biakan laboratorium generasi F0, F1, F3, F6, dan F9.
Parasitasi (%)
Kemunculan parasitoid (%)
Jumlah parasitoid yang keluar dari inang (ekor)
F 0
71 a
97.5 a
56 a
Jumlah parasitoid mati dalam inang (ekor) 2.4 ab
F 1
60.25 ab
96.1 ab
48.6 ab
1.2 b
3.3 b
F 3
58.5 ab
94.6 abc
47.8 ab
2.4 ab
2.76 c
F 6
46.75 bc
89.9 c
39.2 bc
4.4 a
2.98 bc
F 9
39.5 c
92.1 bc
32.2 c
2.8 ab
2.74c
Generasi
4.56**
F hitung
3.66*
3.60 *
tn
2.32
Lama Hidup parasitoid (hari) 4 a
10.55**
Keterangan: Rerata yang berada dalam satu kolom yang diikuti oleh tanda huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata. KESIMPULAN Berdasarkan hasil-hasil percobaan ini, dapat disimpulkan bahwa: (1) Secara umum varietas GP 11 relatif lebih tahan terhadap serangan hama C. auricilius. Varietas RGM 90-599 dan RGM 00-612 dapat dinyatakan rentan terhadap hama C. auricilius namun pengaruhnya tidak sesignifikan varietas GM 21. (2) Terdapat tendensi penurunan kualitas pada koloni yang berasal dari generasi yang lebih lama dibiakkan di laboratorium. Kemampuan T chilonis pada generasi F 9 dalam memarasit telur C. auricilius secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan generasi-generasi yang lebih awal. Walaupun indikator-indikator lain tidak secara tegas menunjukkan pola penurunannya, data percobaan memperlihatkan bahwa T. chilonis yang diperoleh dari alam (F 0) selalu mempunyai indikator yang lebih baik sebagai parasitoid. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada PT Gunung Madu Plantation yang telah memberikan bantuan dan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian ini. Secara khusus penulis sangat terbantu oleh kerjasama yang sangat baik dari Ir. Sunaryo dan Saefudin, S.P. dari Divisi Riset dan Pengembangan PT GMP. Penulis juga berterima kasih kepada Sdr. A. Madda Fiqan dan Sdr. Yhapto Aris Tiyo selaku mahasiswa semester akhir Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Unila yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini di lapangan maupun di laboratorium.
I ‐ 38
ISBN 978–979‐8510‐22‐9
PROSIDING
Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat UNILA - 21 September 2011
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, M., M.J. Ahmad, R.K. Mishra, & S.K. Sheel 2002. Superparasitism by Trichogramma poliae in the eggs of Clostera cupreata (Lepidoptera: Notodontidae) and its effect on offspring. J. Tropical Forest Science, 14:61–70. Corrigan, J.E. & J.E. Laing. 1994. Effects of the rearing host species and the host species attacked on performance by Trichogramma minutum Riley (Hymenoptera: richogrammatidae) Biological Control, 23:755–760. Doyon, J. & G. Boivin. 2005, The effect of development time on the fitness of female Trichogramma evanescens. J Insect Sci. 2005; 5: 4. Published online 2005 March 16. Klomp, H. & B.J. Teerink. 1978. The elimination of supernumerary larvae of the gregarious egg-parasitoid Trichogramma embryophagum (Hymenoptera: Trichogrammatidae) in eggs of the host Ephestia kuehniella (Lepidoptera: Pyralidae). Entomophaga, 23:153–159. Parra, J.R.P., R.A. Zucchi, & N.S. Silveira. 1988. Perspectives of biological control using Trichogramma and/or Trichogrammatoidea in the state of Sào Paulo (Brazil). In: Trichogramma and other egg parasites, 43. 527–540. INRA. SAS Institute Inc. 1988. SAS/STAT User’s Guide. Release 6.03 Edition. Cary, NC. 1028 pp. Sunaryo. 2003. Mempelajari Serangan Hama Penggerek Batang di Lapang pada Berbagai Varietas Tebu di Gunung Madu. Lampung Tengah. 4 hlm. Waage, J.K. & N.G.S. Ming. 1984. The reproductive strategy of a parasitic wasp I. Optimal progeny and sex allocation in Trichogramma evanescens. J. of Animal Ecology, 53:401– 415. Yadav, R.C., S.P. Singh, S.K. Jalali, & N.S.Rao. 2001. Effect of host egg density on parasitism and adult emergence in Trichogramma chilonis Ishii (Hymenoptera: Trichogrammatidae) in two systems. J. of Biological Control, 15:11–14.
ISBN 978–979‐8510‐22‐9
I ‐ 39