5
TINJAUAN PUSTAKA Penggerek Batang Padi di Indonesia Penggerek batang padi merusak tanaman padi pada semua tahap pertumbuhan mulai dari masa persemaian, fase vegetatif, dan fase generatif. Larva dari penggerek batang padi merupakan penyebab utama kerusakan tanaman padi (Pathak & Khan 1994). Berdasarkan morfologi, ada enam jenis larva penggerek batang padi di Indonesia yaitu penggerek batang padi kuning (S. incertulas), penggerek batang putih (S. innotata), penggerek batang padi bergaris (Chilo suppressalis), penggerek batang padi kepala hitam (C. polychrysus), C. auricilius, dan penggerek batang padi merah muda (Sesamia inferens) (Hattori & Siwi 1996). Kelompok penggerek batang Scirpophaga dan Chilo termasuk kedalam Famili Crambidae, sedangkan kelompok penggerek batang Sesamia termasuk kedalam Famili Noctuidae (Pathak & Khan 1994). Serangga S. incertulas dominan sebagai penggerek batang padi dibandingkan dengan spesies penggerek batang padi lain. Serangga S. incertulas yang menyerang tanaman padi sebesar 95% dari luas arael tanaman padi yaitu 300 000 ha di beberapa daerah di pulau Jawa (Kurniati & Hendarsih 2007). Menurut Sudjianto (2010), tingkat serangan S. incertulas termasuk dibawah ambang ekomoni apabila 1 anakan padi mengalami kerusakan per 10 rumpun padi atau 1 kelompok telur per 1 m2. Biologi S. incertulas (Walker) Distribusi geografis S. incertulas adalah Afghanistan, Nepal, India, Sri Lanka, Bangladesh, Myanmar, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Filipina, Hongkong, Taiwan, China, Jepang (Khan et al. 1991), dan Australia (Pathak & Khan 1994). Di Indonesia, S. incertulas diketahui menyebar di Lampung (Sumatera Selatan), Jawa, Bali, dan Kalimantan (Hattori & Siwi 1986). Penggerek batang padi kuning, S. incertulas, termasuk ke dalam Kelas Insecta, Ordo Lepidoptera, Superfamili Pyraloidea, Famili Crambidae, Subfamili
6
Schoenobiinae, dan Genus Scirphopaga (Kristensen et al. 2007). Dalam klasifikasi Pyraloidea, Crambidae ditempatkan sebagai subfamili dari Pyralidae yaitu Crambinae. Namun, berdasarkan penelitian Solis (2007) yang menyatakan bahwa Pyraloidea dibagi menjadi dua famili yaitu Crambidae dan Pyralidae. Pembagian dua famili tersebut berdasarkan morfolologi anggota Crambidae yang memiliki dua membran tympani yang terbuka dengan lubang anteromedial lebar dan menyatu yang disebut praecinctorium. Sedangkan, pada anggota Pyralidae memiliki membran tympani yang tertutup dan tidak terdapat praecintorium. S. incertulas jantan dan betina dapat dibedakan secara morfologi dari ukuran sayap (Gambar 1). Berdasarkan morfologi sayap S. incertulas, ukuran sayap betina lebih besar daripada ukuran sayap jantan. Ukuran sayap betina 24-36 mm, sedangkan ukuran sayap jantan 20-33 mm. Palpus labium berwarna kuning. Segmen terakhir pada abdomen berwarna putih. Sayap bagian depan betina berwarna pucat kekuning-kuningan sampai gelap kekuning-kuningan dengan titik berwarna hitam di bagian discal. Frenulum berambut tebal. Sayap belakang jantan memiliki fuscous dibagian samping dan dorsal dengan warna coklat dan terdapat titik-titik gelap di bagian tengah sayap (Khan et al. 1991).
Gambar 1 Penggerek batang padi kuning S. incertulas: a) betina, b) jantan (Khan et al. 1991).
7
Siklus Hidup S. incertulas Perkembangan S. incertulas sangat tergantung dari kondisi lingkungan terutama suhu udara (Stevenson et al. 2005). Penggerek batang padi kuning, S. incertulas, memiliki fase perkembangan lengkap mulai telur, larva, pupa, sampai dengan dewasa (Gambar 2). Ngengat S. incertulas betina meletakkan kelompok telur yang ditutupi rambut-rambut halus di ujung daun padi. Jumlah telur yang diletakkan berkisar 50-200 telur tiap tempat dari total 150-600 telur yang dikeluarkan. Waktu inkubasi telur 5-9 hari dengan suhu optimum yaitu 24-29 oC (Taylor 1996). Telur akan menetas pada siang hari dengan suhu optimum yaitu 24-29 oC dan kelembaban kurang dari 70%. Arah penetasan telur bersifat geotropik negatif, larva akan bergerak keluar dengan merayap naik ke bagian ujung tanaman padi. Lama perkembangan larva S. incertulas 17-46 hari. Larva S. incertulas terdiri atas 4-7 instar sebelum berkembang sempurna (Pathak & Khan 1994). Jumlah instar tergantung dari kondisi suhu. Pada kondisi suhu rendah jumlah instar larva akan lebih banyak dibandingkan dengan kondisi suhu tinggi. Larva S. incertulas akan melalui lima tahapan instar pada suhu 23-29 oC, sedangkan empat tahapan instar akan dilalui larva S. incertulas apabila suhu udara berkisar antara 29-30 oC (Pathak & Khan 1994, Stevenson et al. 2005). Perkembangan fase pupa S. incertulas terjadi di dalam pangkal batang padi. Perkembangan fase pupa tejadi selama 9-12 hari dengan suhu optimum 15-16 oC. Setelah fase pupa, S. incertulas dewasa akan berkembang selama 2-5 hari (Pathak & Khan 1994). Penggerek batang padi kuning, S. incertulas, merupakan serangga endemik yang setiap waktu dapat melakukan invasi. Ciri-ciri S. incertulas melakukan invasi berupa perilaku terbang yang bertujuan untuk melakukan perilaku kawin. Perilaku kawin tersebut terjadi pada sore hari hingga malam hari, setelah 35 hari masa hujan.
Serangga S. incertulas melakukan perilaku terbang selama dua
minggu, yang berorientasi di daerah-daerah persemaian tanaman padi (Khan et al. 1991) .
8
Gambar 2
Perkembangan S. incertulas dari telur sampai dewasa (Pathak & Khan 1994; Taylor 1996).
Genom mitokondria Mitokondria merupakan organel di dalam sel eukariot yang berfungsi sebagai tempat proses metabolisme aerob. Isolasi DNA mitokondria (mtDNA) serangga mudah dilakukan karena gen-gen pada mitokondria bersifat konservatif (Hoy 2003). Analisis genom mitokondria lengkap pada penggerek batang jagung asal Cina, O. furnacalis, menunjukkan ukuran sebesar 14 536 pasang basa (pb). Genom mitokondria O. furnacalis terdiri atas 13 pengkode protein (ORFs atau Open Reading Frames), 21 tRNA, gen large ribosomal RNA (rrnL atau 16S), dan gen small ribosomal RNA (rrnS atau 12S) (Gambar 3) (Coates et al. 2005).
Gambar 3
Genom DNA mitokondria lengkap O. furnacalis (Lepidoptera: Crambidae) (Coates 2004).
9
Genom mitokondria banyak digunakan sebagai penanda dalam analisis variasi genetik (Simon et al. 2006; Hoshizaki et al. 2008b; Pieterse et al. 2010). Pada mtDNA tidak terjadi rekombinasi gen karena pola pewarisan diturunkan secara maternal (Ridley 1996). Gen-gen pada mtDNA yang dapat digunakan sebagai penanda dalam analisis variasi genetik adalah gen cytochrome c oxidase 1 dan 2 (COI dan COII) (Simon et al. 2006). Gen COI dan COII merupakan gen penyandi protein. Pada mtDNA, daerah COI dan COII memiliki variasi genetik yang sedikit konservatif, serta tidak ada delesi dan insersi. Selain itu, gen COI dapat digunakan sebagai penanda molekular untuk DNA barcode (Hebert et al. 2003). Analisis variasi genetik menggunakan gen COI dan gen COII pada serangga penggerek batang kelompok Crambidae telah banyak dilakukan. Data variasi genetik pada gen COI dan gen COII C. suppressalis diketahui berturutturut ada 27 dan 24 haplotipe di dataran tinggi dan rendah Cina. Berdasarkan data haplotipe C. suppressalis di Cina tersebut terbagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok bagian tengah, kelompok bagian utara dan timur laut, dan kelompok bagian barat daya (Meng et al. 2008). Penelitian Hoshizaki et al. (2008) berhasil menentukan 29 haplotipe berdasarkan gabungan data sekuen gen COII O. funacalis (penggerek batang jagung) di Jepang, Cina, dan Filipina. Data variasi haplotipe tersebut menunjukkan ada dua garis asal-usul O. furnacalis di Jepang yaitu garis asal usul A yang berasal dari Jepang dan Cina, serta garis asal-usul B yang terdiri atas Jepang dan Filipina. Data variasi genetik pada mtDNA dapat digunakan untuk mempelajari hubungan kekerabatan interspesies. Lange et al. (2004) melakukan penelitian menggunakan gen COII penggerek batang tebu (S. excerptalis) asal India dan Papua Nugini. Analisis hubungan kekerabatan dilakukan antar data gen COII S. excerptalis penelitian Lange et al. (2004) dan data gen COII spesies penggerek lain yang diperoleh dari GenBank. Berdasarkan penanda gen COII tersebut menunjukkan bahwa S. excerptalis termasuk ke dalam kluster Crambidae, serta terpisah dengan spesies penggerek lain yang termasuk ke dalam kluster Pyralidae.
10
11
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Koleksi sampel dilakukan pada beberapa lokasi di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur, dan Bali. Analisis DNA dan analisis data dilakukan di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan yaitu penggerek batang padi kuning S. incertulas yang dikoleksi dari beberapa lokasi pengambilan sampel. Fase perkembangan S. incertulas yang digunakan untuk analisis DNA yaitu fase dewasa. Sampel S. incertulas dikoleksi dengan menggunakan jaring serangga dan secara manual dengan menggunakan bantuan tabung reaksi. Sampel S. incertulas yang diperoleh disimpan di dalam tabung 1.5 ml yang berisi etanol absolut.
Tahapan Analisis DNA S. incertulas
Ekstraksi DNA Sebelum ekstraksi DNA, sampel S. incertulas yang disimpan di dalam etanol absolut dipindahkan ke dalam tabung 1.5 ml yang berisi 500 µl Tris HClEDTA (TE) 0.5 mM (Tris HCl 2 M; EDTA 0.2 M; air destilata) untuk menggantikan etanol absolut dari jaringan sampel. Metode ekstraksi DNA yang digunakan adalah metode Cetyl Trimetil Ammonium Bromide (CTAB) dan presipitasi alkohol (Sambrook et al. 1989) dengan modifikasi berdasarkan Raffiudin dan Crozier (2007). Sumber DNA yang diekstraksi yaitu jaringan bagian toraks S. incertulas. Bagian toraks S. incertulas dengan bagian tubuh lain (kepala, abdomen, dan tungkai) dipisahkan menggunakan scalpel steril. Kemudian, toraks dimasukkan ke dalam tabung 1.5 ml dan tabung direndam di dalam kotak berisi nitrogen cair (15 menit). Nitrogen cair berfungsi untuk membekukan jaringan, sehingga mempermudah proses penghancuran toraks.
12
Toraks di dalam tabung digerus menggunakan grinder steril. Selanjutnya, toraks di dalam tabung ditambahkan 300 µl larutan CTAB 0.2 % (b/v) (7.5 ml 1M TrisHCl pH 8; 3 ml 0.5 M NaEDTA pH 8; 6.135 g NaCl; 1.5 g CTAB; air hingga 75 ml). Proses berikutnya, supernatan ditambahkan 10 µl Proteinase K (5mg/ml). Fungsi Proteinase K yaitu untuk menghancurkan protein. Kemudian, sampel diinkubasi pada suhu 55 oC (2 jam). Setelah inkubasi, campuran disentrifugasi dengan kecepatan 13 000 rpm (10 menit). Supernatan yang berisi DNA dipindahkan ke dalam tabung 1.5 ml baru. Supernatan yang berisi DNA ditambahkan 300 µl larutan Phenol Chloroform Isoamyl alcohol (PCI) di dalam ruang asam, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 13 000 rpm (5 menit). Larutan PCI dibagian bawah tabung dibuang, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 13 000 rpm (1 menit). Supernatan yang berisi DNA dipindahkan ke dalam tabung 1.5 ml baru. Selanjutnya, supernatan tersebut ditambahkan kembali 240 µl larutan PCI, putar perlahan lalu disentrifugasi dengan kecepatan 13 000 rpm (3 menit). Larutan PCI dibagian bawah tabung dibuang dan disentrifugasi dengan kecepatan 13 000 rpm (1 menit), lalu supernatan yang berisi DNA dipindahkan ke dalam tabung 1.5 ml baru dan disentrifugasi dengan kecepatan 13 000 rpm (1 menit) untuk memastikan tidak ada lagi fenol. Tahap berikutnya, supernatan yang berisi DNA ditambahkan 240 µl larutan Chloroform Isoamyl Alcohol
(CIAA), lalu disentrifugasi dengan
kecepatan 13 000 rpm (3 menit). Kemudian, larutan CIAA di bagian bawah tabung dibuang, sentrifugasi kembali dengan kecepatan 13 000 rpm (1 menit). Supernatan yang berisi DNA di bagian atas tabung dipindahkan ke tabung 1.5 ml baru dan ditambahkan 360 µl isopropanol murni untuk proses presipitasi DNA. Proses presipitasi DNA dilakukan pada suhu -4
o
C (overnight).
Selanjutnya, supernatan disentrifugasi dengan kecepatan 13 000 rpm (30 menit) pada suhu 4 oC, lalu isopropanol dibuang. Endapan DNA ditambahkan 300 µl alkohol 70% (v/v) steril, sentrifugasi dengan kecepatan 13 000 rpm (10 menit). Kemudian, etanol 70% steril dibuang dan endapan DNA dikeringkan dengan cara divakum (30 menit). Endapan DNA yang diperoleh dilarutkan dalam TE 0.5 mM, lalu disimpan pada suhu -4 0C.
13
Amplifikasi DNA Amplifikasi DNA hasil ekstraksi dilakukan untuk dua individu S. incertulas dari tiap lokasi pengambilan sampel. Proses amplifikasi menggunakan mesin PCR (ESCO). Amplifikasi fragmen gen COI S. incertulas menggunakan primer forward Mt D4 dan reverse Mt D9 (Simon et al. 1994). Sedangkan amplifikasi fragmen gen COII S. incertulas menggunakan primer forward A-298 dan reverse Bt-LYS (Liu & Beckenbach 1992; Simon et al. 1994) (Tabel 1, Gambar 4). Tabel 1 Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen COI dan gen COII S. incertulas dan posisi primer berdasarkan mtDNA O. furnacalis
Primer
Mt D4 Mt D9
A-298 Bt-LYS
Gen COI TACAATTTATCGCCTAAACTTCAGCC CCCGGTAAAATTAAAATATAAACTTC (Simon et al. 1994) Gen COII ATTGGACATCAATGATATTGA GTTTAAGAGACCAGTACTTG (Liu & Beckenbach1992, Simon et al. 1994)
1442 tRNA-Tyr
Posisi primer pada mtDNA O. furnacalis (No. Akses GenBank: NC003368)
Sekuen 5’-3’
2977
1339-1365 2131-2157
3337 - 3357 3739 - 3758
3040
3721
tRNA-Leu Gen COI
tRNA-Lys Gen COII A-298
Mt D4 Mt D9
Bt-LYS
100 pb
Gambar 4
Posisi primer forward Mt D4 dan primer reverse Mt D9 untuk amplifikasi gen COI S. incertulas serta primer forward A-298 dan primer reverse Bt-LYS untuk amplifikasi gen COII S. incertulas.
14
Total volume pereaksi PCR yang digunakan adalah 20 µl. Pereaksi tersebut terdiri atas 7.4 µl air destilata steril, 0.8 µl primer forward 10 µM, 0.8 µl primer reverse 10 µM, 1 µl DNA cetakan, dan 10 µl 2x Ready Mix (Kapa Taq DNA Polymerase (1 U per 20 µl), bufer Mg2+ 1.5 mM, dan dNTP 0.4 mM). Amplifikasi DNA pada mesin PCR terdiri atas pra-denaturation pada suhu 95 oC (2 menit), denaturation pada suhu 95 oC (1.5 menit), annealing pada suhu 50 oC (1-1.5 menit), elongation pada suhu 72 oC (1 menit), dan elongation akhir pada suhu 72 oC (2 menit). Tahap denaturation, annealing, dan elongation masingmasing 30 siklus.
Elektroforesis dan visualisasi DNA Hasil amplifikasi DNA S. incertulas dimigrasikan sebanyak 1 µl pada polyacrilamide gel electrophoresis (PAGE) 6% dengan menggunakan buffer 1x TBE (Tris 0.5 M, Asam Borat 0.65 M, EDTA 0.02 M).
Visualisasi DNA
menggunakan pewarnaan perak nitrat (Byun et al. 2009).
Sekuen DNA Sekuen DNA S. incertulas dilakukan pada gen COI dan gen COII mtDNA menggunakan primer yang sama dengan primer yang digunakan pada amplifikasi DNA. Proses sekuen DNA dilakukan untuk dua individu S. incertulas dengan menggunakan jasa pelayanan sekuen. Selanjutnya, hasil sekuen DNA berupa kromatogram di-edit secara manual.
Analisis Data DNA S. incertulas Database hasil perunutan DNA gen COI dan gen COII S. incertulas disimpan pada program Genetyx Win versi 4.0. Selanjutnya, database sekuen DNA tersebut diedit secara manual dengan menggunakan program Genetyx Win dan program BioEdit Versi 7.0.9.0.