PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 2 2009
Pengaruh Padi Transgenik yang Mengandung Gen Cry 1A(b) terhadap Populasi Serangga Nontarget di Lapangan Uji Terbatas Puspita Deswina, N. Usyati, dan Inez H. Slamet-Loedin Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl. Raya Bogor, Km 46, Cibinong, Bogor, Jawa Barat
ABSTRACT. Effect of Transgenic Rice Cry 1A(b) Gene to Nontarget Insects Population in a Limited Field Test. Transgenic rice cv. Rojolele (Line 6.11 ±), containing genes cry (IA (b)) of the bacterium Bacillus thuringiensis was advanced to the seventh generations, and tested at a limited field test in Indramayu, West Java, compared to Cisadane, Ciherang, and IR64. A non-transformed of Rojolele cultivar was used as an isogenik line control and was planted as border rows. This study was carried out to meet biosafety requirements of the biological environment, and followed all regulations stipulated in the Guidelines of Biosafety Genetic Engineering Products of Plants Series. Observation was made on the non-target insects and natural enemies in the field. Results indicated that non-target insects, including whiteback plant hopper (WPP) (Sogatella furcifera), brown hopper (Nilaparvata lugens) and Cnaphalocrosis medinalis, were found in the field, with different levels of population. Whiteback plant hopper population increased but not significantly differs among varieties. Brown plant hopper infestation occured since 4 weeks after transplanting, its population did not differ significantly among varieties. The lowest population of natural enemies was found on transgenic rice, but was not significantly difference with that on other varieties. The transgenic rice varieties did not affect the population of natural enemies, thus, the transgenic rice may be considered as having no negative impact on the biodiversity of the nontarget insects. Keywords: Rice transgenic, non-target insect, natural enemies ABSTRAK. Pada padi transgenik cv Rojolele (galur 6.11 (±)), yang mengandung gen cry IA(b) dari bakteri Bacillus thuringiensis telah diperoleh generasi ketujuh (T6). Pada generasi ini dilakukan pengujian lapangan terbatas di Indramayu, Jawa Barat. Sebagai pembanding digunakan varietas Cisadane, Ciherang, dan IR64. Padi Rojolele nontransformasi dijadikan sebagai kontrol isogenik dan border, bersamaan dengan tanaman lain di sekitarnya. Pengujian dilakukan guna memenuhi persyaratan keamanan hayati terhadap lingkungan, dengan memperhatikan segala peraturan yang telah ditetapkan dalam Pedoman Pengkajian Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik Seri Tanaman. Metode pengamatan dilakukan terhadap serangga nontarget dan musuh alami yang ada di lapangan. Berdasarkan hasil pengujian di lapangan terbatas, terbukti bahwa serangga nontarget seperti wereng punggung putih (W PP) (Sogatella furcifera Hovarth), wereng coklat (Nilaparvata lugens), dan hama putih palsu (Cnaphalocrocis medinalis G) ada di lapangan dengan tingkat serangan berbeda sesuai dengan populasi. Serangan wereng punggung putih meningkat namun tidak berbeda nyata antargalur dan varietas. Wereng coklat mulai menyerang sejak 4 MST dengan populasi tidak berbeda nyata dengan populasi pada galur dan varietas lainnya. Populasi musuh alami paling rendah ditemukan pada galur padi transgenik 6.11 (±), tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan galur/varietas lainnya. Berdasarkan data pengamatan tersebut diduga galur-galur padi transgenik tidak memberikan pengaruh terhadap keberadaan musuh alami. Dengan demikian galur padi transgenik yang ditanam di wilayah Indramayu tidak berdampak buruk terhadap populasi serangga lainnya.
enggerek batang padi merupakan salah satu hama utama yang menyebabkan kerusakan tanaman padi di Indonesia dan beberapa negara di Asia. Hama ini menyerang pada semua fase pertumbuhan padi, mulai dari tanaman di persemaian sampai matang. Kehilangan hasil akibat serangan hama ini berkisar antara 60-90% (Pathak and Khan 1994). Serangan penggerek batang padi di Indonesia dapat dijumpai pada semua ekosistem dengan spesies dan tingkat serangan yang beragam, bergantung pada ekosistemnya. Ledakan penggerek batang terjadi pada tahun 1990 dengan luas serangan mencapai 135.000 ha dengan tingkat serangan berkisar antara 5-100%. Pada saat tidak ada ledakan (1985-1989), luas serangan mencapai 70.000-75.000 ha dengan tingkat serangan 10-15% (BPS 1985; 1986; 1987; 1988; 1989; 1990). Penurunan produksi padi akibat penggerek batang padi berkisar antara 5-10% bahkan dapat mencapai 60-95% (Wunn 1996). Perakitan tanaman tahan penggerek melalui penyilangan belum dapat dilakukan karena sumber gen ketahanan terhadap penggerek belum diperoleh dari plasma nutfah padi atau kerabatnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendapatkan tanaman padi tahan penggerek batang adalah melalui transformasi genetik. Sampai saat ini belum ada gen ketahanan terhadap penggerek batang yang telah dipetakan dalam genom tanaman (Bennett et al. 1997 dalam Breitler et al., 2000). Melalui teknik pemindahan gen asing dari sumber gen yang bukan sekerabat dengan tanaman target dapat dilakukan. Gen CryIA dari B. thuringiensis adalah penyandi kristal protein Bt yang bersifat racun bagi hama golongan Lepidoptera sehingga dapat digunakan sebagai pengendali hama penggerek batang. Kristal Bt di alam umumnya bersifat protoksin, karena adanya aktivitas proteolisis dalam sistem pencernaan serangga, sehingga Bt-protoksin menjadi toksin (Wunn 1996). Di antara enam spesies hama penggerek batang padi di Indonesia, penggerek batang padi putih (Scirpophaga innotata Wlk.) dan penggerek batang padi kuning (S. incertulas Wlk.) merupakan spesies yang dominan, gen cry 1Ab yang diekspresikan pada padi sangat efektif mengendalikan serangan larva penggerek batang
P
Kata kunci: Transgenik, serangga nontarget, musuh alami
95
DESWITA ET AL.: PADI TRANSGENIK DAN POPULASI SERANGGA NONTARGET
kuning (Alam et al. 1998; Nayak et al. 1997). Pemakaian insektisida untuk pengendalian hama ini tidak berhasil, karena larva masuk ke dalam batang padi segera setelah telur menetas dan terus berkembang melalui beberapa tahapan menjadi pupa. Penggunaan varietas unggul produksi tinggi, tahan hama penyakit, dan ramah lingkungan adalah solusi yang harus ditempuh. Perakitan tanaman transgenik melalui teknologi DNA adalah hal yang paling memungkinkan untuk menanganinya. Kelompok penelitian padi Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI telah berhasil merakit tanaman transgenik cv Rojolele (kelompok javanica) yang mengandung gen cryIA(b) (gen Bt) (Slamet-Loedin et al. 1998). Gen cry IA(b) pada tanaman transgenik yang diperoleh terbukti stabil hingga turunan ke-6 dan teruji tahan terhadap serangan penggerek batang padi kuning berdasarkan pengujian feeding assay dan in planta di rumah kaca (Satoto 2003) dan lapangan terbatas di Jawa Barat pada tahun 2003. Studi efikasi diperlukan untuk mengevaluasi keamanan hayati tanaman transgenik termasuk padi, yang didasarkan pada evaluasi data berupa informasi genotipe, deskripsi organisme donor, deskripsi modifikasi genetik, dan karakterisasi modifikasi genetik. Informasi tentang keamanan hayati tanaman transgenik dari TTKH (Tim Teknik Keamanan Hayati) meliputi kajian ilmiah, antara lain informasi genetik dan keamanan hayati, seperti dampak terhadap organisme bukan sasaran/nontarget, perpindahan gen, weediness, dan invasiveness (KLH dan Deptan 2005). Terkait dengan persyaratan pengkajian keamanan hayati tanaman produk rekayasa genetik maka Puslit Bioteknologi telah melakukan uji lapangan terbatas pada tiga lokasi di Jawa Barat, yaitu Karawang, Pusaka Negara, dan Indramayu. Pada penelitian ini pengamatan difokuskan pada serangga nontarget dan musuh alami pada pertanaman di Indramayu MT 2006. Pengamatan terhadap keberadaan serangga nontarget mengikuti kondisi ekosistem setempat. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh keberadaan tanaman padi transgenik terhadap populasi serangga nontarget dan musuh alami yang ada di lokasi pertanaman di Indramayu, Jawa Barat.
BAHAN DAN METODE Lokasi percobaan lapangan terbatas adalah di Kabupaten Indramayu yang merupakan daerah endemik penggerek batang padi putih pada MK 2006. Galur padi transgenik yang digunakan adalah Rojolele yang mengandung gen cryIA(b) galur 6.11 (±) dan galur 11.21.39. Galur ini dipilih karena dari hasil penelitian
96
sebelumnya menunjukkan tingkat ketahanan cukup tinggi terhadap penggerek batang padi kuning dibandingkan dengan tanaman kontrol. Demikian juga terhadap serangan hama penggerek batang padi putih, hasil penelitian pada tahun 2006 memperlihatkan bahwa tingkat serangan pada galur padi transgenik 6.11 (±) paling rendah dan tidak berbeda nyata dengan galur padi transgenik 11.21.39 (LIPI 2007). Pada percobaan ini ditanam galur isogenik, varietas Ciherang, Cisadane, dan IR64 di sekeliling pertanaman ditanam Rojolele kontrol dengan lebar pertanaman 3 m. Pengamatan gejala serangan dilakukan setiap dua minggu, mulai dua minggu setelah tanam (MST) sampai 10 hari sebelum panen. Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok dengan lima ulangan masing-masing pada petak berukuran 8 m x 5 m. Galur dan varietas ditanam pada 21 hari setelah sebar dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm, tiga bibit/rumpun. Budi daya dan pemeliharaan tanaman dilakukan sesuai anjuran. Pemupukan dilakukan pada waktu tanam dengan 40 kg N dan 40 kg P2O5/ha, pemupukan kedua dan ketiga dengan 40 kg N/ ha masing-masing pada saat tanaman berumur 25 dan 50 hari setelah tanam (HST). Pengamatan terhadap serangga bukan sasaran atau nontarget dilakukan dengan cara menghitung langsung (direct counting). Jumlah tanaman sampel yang diamati untuk setiap petak adalah 32 rumpun, serangga yang diperoleh dalam 32 rumpun tersebut dihitung secara langsung (direct counting). Data dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan perbedaan antarperlakuan dievaluasi dengan uji selang berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%. Selain serangga nontarget juga diamati populasi musuh alami yang terdapat di lokasi pertanaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil percobaan sebelumnya di lapangan terbatas di daerah Karawang pada tahun 2005, diketahui bahwa rata-rata tingkat serangan penggerek batang padi kuning pada pertanaman padi transgenik nyata lebih rendah dibandingkan dengan tingkat serangan pada varietas kontrol (Rojolele dan IR42). Tingkat serangan penggerek batang padi kuning pada pertanaman padi transgenik 4,78% sementara itu pada varietas Rojolele dan IR42 berturut-turut adalah 16,02% dan 42,23% (LIPI 2006). Pengamatan pada penelitian ini difokuskan lapangan uji terbatas di K abupaten Indramayu, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan adanya serangan hama bukan sasaran dan musuh alaminya pada pertanaman padi transgenik.
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 2 2009
Meskipun Indramayu dikenal sebagai daerah endemik penggerek batang padi putih, tetapi pada penelitian ini pengamatan lebih difokuskan pada serangga bukan sasaran (nontarget) dan musuh alami. Hama nontarget yang dapat diidentifikasi antara lain adalah wereng punggung putih (WPP), wereng coklat, dan hama putih palsu. Musuh alami yang teramati adalah laba-laba, Paederus, Cyrthorhinus, dan Coccinella. Wereng Punggung Putih (WPP) Wereng punggung putih (Sogatella furcifera) Hovarth (Hemiptera: Delphacidae) dapat dideteksi sejak 4 MST. Populasinya meningkat namun tidak ada perbedaan yang nyata antargalur dan varietas. Pada 6 MST tingkat populasi WPP menurun pada semua varietas dan galur yang diuji, tetapi antarvarietas dan galur tidak menunjukkan perbedaan nyata (Tabel 1). Wereng Coklat Serangan hama wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal)(Hemiptera: Delphacidae) dapat dilihat mulai dari 4 MST, di mana populasinya terus meningkat sampai 8 MST. Populasi wereng coklat pada galur 6.11 (±) tidak berbeda nyata dengan populasi pada Rojolele dan IR64, tetapi nyata lebih rendah dibandingkan dengan populasi pada varietas Cisadane dan galur 11.21.39 (Tabel 2). Pada 6 MST tingkat populasi pada varietas Cisadane meningkat, sedangkan populasi wereng coklat pada galur 6.11 (±) tetap rendah kecuali pada 8 MST dan tidak berbeda dengan Rojolele, IR64, dan Ciherang. Pada 8 MST, populasi wereng coklat pada galur 6.11 (±) paling rendah dan tidak berbeda dengan Ciherang dan IR64, berbeda nyata dengan populasi wereng coklat pada varietas Rojolele, Cisadane, dan galur 11.21.39.
Tabel 1. Populasi wereng punggung putih pada galur padi transgenik dan varietas padi, Indramayu, MK 2006. Populasi wereng punggung putih (ekor/32 rumpun) Galur/varietas
Galur 6.11 (±) Rojolele Ciherang Cisadane IR64 Galur 11.21.39
4 MST
6 MST
28 a 52 a 39 a 54 a 38 a 52 a
15 a 17 a 15 a 16 a 11 a 15 a
MST = minggu setelah tanam Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT. Tabel 2. Populasi wereng coklat pada galur padi transgenik dan varietas padi, Indramayu, MK 2006. Populasi wereng coklat (ekor/32 rumpun) Galur/varietas
Galur 6.11 (±) Rojolele Ciherang Cisadane IR64 Galur 11.21.39
4 MST
6 MST
8 MST
85 bc 139 ab 7c 171 a 79 c 150 a
88 c 127 bc 64 c 501 a 45 c 206 b
157 c 570 b 206 bc 1978 a 331 bc 526 b
MST = minggu setelah tanam Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
Tabel 3. Tingkat serangan hama putih palsu pada galur padi transgenik dan varietas padi, Indramayu, MK 2006. Tingkat serangan hama putih palsu (%/32 rumpun) Galur/varietas 2 MST
Hama Putih Palsu Hama putih palsu (Cnaphalocrocis medinalis G) (Lepidoptera: Pyralidae) muncul pada saat tanaman masih muda. Pengamatan telah dimulai sejak tanaman berumur 2 MST. Pada 2 MST telah ditemukan serangan pada semua varietas dan galur yang diuji, tingkat serangan paling rendah adalah pada galur 6.11 (±). Tingkat serangan pada 4 MST sangat rendah sehingga tidak dapat dibedakan reaksi dari varietas dan galur yang diuji (Tabel 3). Musuh Alami (Predator) Laba-laba Populasi laba-laba pada 2 MST rendah dan tidak ada perbedaan nyata antarvarietas dan galur yang diuji. Pada
Galur 6.11 (±) Rojolele Ciherang Cisadane IR64 Galur 11.21.39
0,10 4,71 4,82 3,97 6,94 2,31
b a a a a a
4 MST 0,01 0,21 0,01 0,08 0,06 0,01
MST = minggu setelah tanam Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
4 MST populasi laba laba meningkat dan populasi pada galur 6.11 (±) tidak berbeda nyata dengan Rojolele dan galur 11.21.39, tetapi nyata lebih rendah dibandingkan dengan varietas Ciherang dan Cisadane (Tabel 4). Pada 6 MST populasi laba-laba pada galur 6.11 (±) nyata lebih rendah dibandingkan dengan varietas/galur lainnya. 97
DESWITA ET AL.: PADI TRANSGENIK DAN POPULASI SERANGGA NONTARGET
Pengamatan populasi laba-laba tetap dilanjutkan sampai tanaman padi memasuki stadia generatif, tetapi tidak ada perbedaan di antara galur/varietas yang diuji hingga 12 MST.
dibandingkan dengan varietas lain dan tidak berbeda nyata dengan IR64 dan galur 11.21.39 (Tabel 6). Pada 12 MST populasi Cocccinella spp pada galur 6.11 (±) tidak berbeda nyata dengan populasi pada galur/varietas lain yang diuji.
Paederus Musuh alami Paederus sp sudah mulai kelihatan sejak 2 MST tetapi populasinya sangat rendah. Pada 4 MST populasi Paederus sp pada galur 6.11 (±) paling rendah, tetapi tidak berbeda dengan populasi pada Rojolele dan Ciherang (Tabel 5). Populasi Paederus sp pada Rojolele tidak berbeda dengan populasi pada Ciherang, Cisadane, IR64, dan galur 11.21.39. Pada 6 MST, populasi Paederus sp pada galur 6.11 (±) nyata paling rendah dibandingkan dengan populasi pada Rojolele dan galur 11.21.39. Pada 8 MST populasi Paederus sp pada galur 6.11 (±) tidak berbeda dengan populasi pada Rojolele dan IR64, serta nyata lebih rendah dibandingkan dengan populasi pada galur 11.21.39.
Cyrtorhinus
Populasi musuh alami Cocccinella spp pada 10 MST mulai meningkat tetapi pada galur 6.11 (±) masih rendah
Populasi Cytorhinus sp pada galur 6.11 (±) saat pengamatan 4 MST nyata paling rendah dibandingkan dengan varietas dan galur lainnya (Tabel 7), sama dengan pengamatan pada 6 MST, populasi Cytorhinus sp pada galur 6.11 (±) juga paling rendah, tetapi tidak berbeda nyata dengan populasi Cytorhinus sp pada Rojolele. Pada 8 MST, populasi Cytorhinus sp pada galur 6.11 (±) tetap paling rendah dan tidak berbeda dengan varietas Ciherang dan IR64, tetapi nyata lebih rendah dibandingkan dengan Rojolele dan galur 11.21.39. Populasi Cytorhinus paling tinggi terdapat pada varietas Cisadane dan tidak berbeda dengan populasi pada Ciherang tetapi nyata lebih tinggi dari galur 11.21.39 dan 6.11 (±), varietas Rojolele, dan IR64. Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa galur padi transgenik dan nontransgenik memiliki toleransi berbeda terhadap serangan hama nontarget.
Tabel 4. Populasi laba-laba pada galur padi transgenik dan varietas padi stadia vegetatif, Indramayu MK 2006.
Tabel 6. Populasi Coccinella spp pada galur padi transgenik dan varietas padi. Indramayu, MK 2006.
Coccinella
Populasi laba-laba (ekor/32 rumpun) Galur/Varietas 2 MST Galur 6.11 (±) Rojolele Ciherang Cisadane IR64 Galur 11.21.39
Populasi Coccinella spp (ekor/32 rumpun) Galur/varietas
1,8 4,0 2,8 5,6 4,4 3,2
4 MST
6 MST
18,8 bc 14,8 c 26,6 a 20,0 a 23,6 ab 19,0 bc
11,4 21,0 23,0 23,8 20,8 20,0
b a a a a a
Galur 6.11 (±) Rojolele Ciherang Cisadane IR64 Galur 11.21.39
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
12 MST
0,2 c 1,8 bc 2,0 bc 3,4 ab 2,6 ab 4,8 a
0,6 a 1,4 a 0,4 a 3,8 a 1,2 a 2,6 a
2,0 bc 3,8 b 1,6 c 2,8 abc 3,0 abc 4,6 a
10,2 11,6 24,6 28,0 13,8 11,0
8,0 abc 10,0 ab 4,8 c 11,2 a 3,8 c 6,0 bc
b b a a b b
MST = minggu setelah tanam Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
MST = minggu setelah tanam Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
Tabel 5. Populasi Paederus sp. pada galur padi transgenik dan varietas padi. Indramayu, MK 2006.
Tabel 7. Populasi Cyrtorhinus sp pada galur padi transgenik dan varietas padi nontransgenik. Indramayu, MK 2006.
Populasi Paederus sp (ekor/32 rumpun) Galur/Varietas Galur 6.11 (±) Rojolele Ciherang Cisadane IR64 Galur 11.21.39
4 MST
6 MST
8 MST
2,6 8,2 6,6 11,8 12,6 12,4
4,0 14,0 10,0 13,6 8,2 13,6
8,6 9,4 2,4 13,6 7,2 14,2
b ab ab a a a
b a ab a ab a
b b c a b a
MST = minggu setelah tanam Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
98
Populasi Cyrtorhinus sp (ekor/32 rumpun) Galur/varietas Galur 6.11 (±) Rojolele Ciherang Cisadane IR64 Galur 11.21.39
4 MST
6 MST
3,6 19,8 9,0 11,2 7,6 21,4
14,2 c 33,2 bc 38,2 b 73,6 a 37,8 b 56,4 ab
b a a ab ab a
8 MST 22,4 88,4 30,0 188,2 52,6 112,2
d bc d a cd b
10 MST 25,0 33,2 52,4 73,6 25,8 26,8
b b ab a b b
MST = minggu setelah tanam Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 2 2009
Populasi wereng punggung putih pada galur transgenik dan varietas nontransgenik tidak berbeda. Sebaliknya, populasi wereng coklat dan tingkat serangan hama putih palsu lebih rendah pada galur transgenik 6.11(±) dibandingkan dengan varietas nontransgenik. Hal ini diduga karena hama putih palsu termasuk kedalam ordo Lepidoptera, dan gen cryIAb adalah gen yang menyandikan kristal protein dari bakteri Bacillus thuringiensis yang sangat spesifik bagi serangga golongan Lepidoptera (Schuler 2000). Rendahnya populasi wereng coklat pada galur transgenik 6.11 (±) belum diketahui dengan pasti apakah disebabkan oleh gen cryIAb, sehingga perlu penelitian lebih lanjut, tetapi populasinya tetap bisa ditemukan pada lokasi pertanaman padi transgenik. Dari sisi pemuliaan, tertekannya hama nontarget memberikan dampak yang positif, karena dengan hanya menanam satu varietas tahan, hama target dan hama nontarget dapat dikendalikan sekaligus. Hal ini tentu dapat menekan biaya yang dialokasikan untuk pengendalian hama. Dari sisi ekologi, keberadaan hama nontarget juga memberikan manfaat, yaitu menjaga keseimbangan alam, demikian juga halnya dengan musuh alami. Dalam percobaan ini telah dibuktikan bahwa padi transgenik tidak mempengaruhi keberadaan hama nontarget di pertanaman lapangan uji terbatas. Musuh alami yang diketemukan pada percobaan uji lapang terbatas di Indramayu berlangsung adalah laba-laba, Coccinella sp, Paederus sp dan Cyrtorhinus sp. Keempatnya predator wereng coklat. Selain predator wereng, laba-laba juga predator banyak serangga hama (generalis). Dari keempat musuh alami tersebut, populasi laba-laba cukup tinggi dan tidak banyak berbeda antarvarietas uji. Populasi Paederus sp pada galur padi transgenik 6.11 (±) paling rendah, dan pada 4 dan 8 MST populasinya tidak berbeda dengan populasi varietas Rojolele. Populasi predator Cyrtorhinus sp tinggi pada varietas Cisadane. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya populasi wereng coklat pada varietas yang bersangkutan, sementara populasi pada galur padi transgenik 6.11 (±) paling rendah. Hal ini ada kaitannya dengan rendahnya populasi wereng coklat pada galur tersebut. Cyrtorhinus sp merupakan predator dari telur wereng coklat, dan populasinya bersifat density dependent, yaitu bergantung pada kerapatan populasi mangsa. Soejitno (1988) mengemukakan bahwa fluktuasi populasi musuh alami bergantung pada populasi inang. Laba-laba adalah musuh alami yang bersifat generalis yang biasanya dominan pada stadia vegetatif, sementara Cyrtorhinus sp adalah musuh alami spesifik untuk wereng punggung putih dan wereng coklat. Dewasa maupun nimfa
Coccinella sp juga merupakan predator wereng punggung putih dan wereng coklat. Populasi Coccinella sp paling tinggi terdapat pada Cisadane dan paling rendah terdapat pada galur padi transgenik 6.11 (±) yang tidak berbeda dengan populasi pada Rojolele. Tingginya populasi Coccinella sp pada Cisadane ada hubungannya dengan populasi wereng coklat pada varietas tersebut. Berdasarkan pengamatan di lapang selama pengujian terhadap galur-galur padi transgenik diketahui bahwa padi transgenik dan nontransgenik memiliki toleransi berbeda terhadap serangan hama nontarget. Tingkat serangannya pada padi transgenik dibandingkan dengan padi nontransgenik hampir tidak terlihat, di mana hama/serangga nontarget tetap ditemukan pada padi transgenik dengan intensitas serangan yang berbeda. Dengan ditemukannya serangga nontarget pada pertanaman padi transgenik mengindikasikan tidak ada perbedaan populasi serangga nontarget pada tanaman padi transgenik dan nontransgenik. Diduga gen cryIA(b) yang disisipkan ke dalam genom tanaman padi tidak bersifat racun bagi serangga nontarget di lapangan. Pada dasarnya tanaman transgenik sama dengan tanaman tahan hama yang dirakit melalui pemuliaan konvensional yang umumnya berpengaruh terhadap sistem pertanian secara keseluruhan, sehingga dapat menurunkan penggunaan pestisida, memperbaiki kualitas tanah, air, dan udara. Secara tidak langsung, hal tersebut berpengaruh terhadap biodiversitas arthopoda pengendali hayati (Bahagiawati 2002). Demikian juga halnya dengan musuh alami yang ditemukan di lokasi pertanaman lapangan uji terbatas padi transgenik, ternyata tidak terdapat perbedaan dengan di lokasi pertanaman padi nontransgenik. Pengamatan terhadap musuh alami laba-laba telah dilakukan sampai tanaman memasuki fase generatif dan di akhir pengamatan tidak terlihat perbedaan jumlah populasi laba-laba pada semua galur/varietas yang diuji. Pengamatan terhadap Paederus sp sudah dapat dilakukan pada minggu kedua setelah tanam, tetapi jumlah populasi pada galur 6.11 (±) lebih rendah dibandingkan dengan galur dan varietas lainnya. Di akhir pengamatan (18 MST) tidak ada perbedaan populasi Paederus sp pada semua galur transgenik. Dengan demikian tanaman transgenik dianggap masih cukup disukai oleh Paederus sp. Musuh alami Coccinella sp diduga masih menyukai tanaman transgenik sebagai tempat berkembang. Berdasarkan jumlah populasi, keberadaan musuh alami ini hampir setara pada semua galur transgenik dan nontransgenik yang diuji. Meskipun berdasarkan analisis statistik berbeda, namun populasinya secara umum hampir sama.
99
DESWITA ET AL.: PADI TRANSGENIK DAN POPULASI SERANGGA NONTARGET
Musuh alami Cyrtorhinus sp diamati pada saat tanaman masih relatif muda (4 MST). Populasi tertinggi terjadi pada saat tanaman berumur 8 MST, meskipun populasi paling rendah ditemukan pada galur padi transgenik 6.11 (±), tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan galur/varietas lainnya. Berdasarkan data pengamatan tersebut diduga bahwa galur padi transgenik tidak berpengaruh terhadap keberadaan musuh alami. Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas maka dapat diperoleh gambaran bahwa tanaman transgenik yang mengandung gen Cry IA(b) tidak membahayakan bagi serangga nontarget dan musuh alami yang diamati. Hal ini dapat pula membuktikan bahwa en cry IA(b) yang menyandikan toksin Bt hanya akan bersifat racun pada serangga tertentu, dalam hal ini golongan Lepidoptera. Gen Cry IA(b) yang menyandikan delta endotoxin akan berubah sifat dari inaktif protoxin menjadi toxin pada pencernaan serangga Lepidoptera, karena adanya reseptor yang cocok untuk perubahan reaksi tersebut (Maagd et al. 2001). Keberadaan serangan serangga nontarget maupun musuh alami membuktikan bahwa tanaman transgenik yang dirakit dengan membawa satu sifat tertentu hanya akan mengekspresikan satu sifat keunggulan tertentu pula.
UCAPAN TERIMA KASIH Disampaikan ucapan terima kasih kepada Kelompok Peneliti Entomologi dan Fitopatologi, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, dibawah pimpinan Ibu Ir. Hendarsih S., MSc, APU, atas kerjasamanya selama percobaan lapangan berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA Alam, M.F., K. Datta, E. Abrigo, A. Vasquez, D. Senadhira, and S.K. Datta. 1998. Production of transgenic deepwater Indica rice plants expressing a synthetic Bacillus thuringiensis cry I A(b) gene with enhanced resistance to yellow stem borer. Plant Science 135:25-30. Bahagiawati. 2002. Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai bioinsektisida. Bull. Agrobio 5(1):21-28. BPS. 1985 1986 1987 1988 1989 1990. 2001. Luas dan intensitas serangan jasad pengganggu padi dan palawija. Biro Pusat Statistik. Jakarta. Breitler, J.C., V. Marfä, M. Royer, D. Meynard, J.M. Vassal, B. Vercambre, R. Frutos, J. Messeguer, R. Gabarra & E. Guiderdoni. 2000. Expression of a Bacillus thuringiensis cry1B synthetic gene protects Mediterranean rice against the striped stem borer. Plant Cell Rep. 19:1195-1202. Kementerian Lingkungan Hidup dan Departemen Pertanian. 2005. Pedoman pengkajian keamanan hayati produk rekayasa genetik. Seri Tanaman. Jakarta. LIPI. 2007. Laporan teknik kegiatan penelitian bioteknologi tahun anggaran 2006. Jakarta.
KESIMPULAN Tanaman padi transgenik yang mengandung gen Cry IA(b) yang diuji di lapangan tidak membahayakan bagi serangga nontarget dan musuh alami yang diamati. Gen cry IA(b) yang menyandikan toksin Bt ini hanya akan bersifat racun pada serangga tertentu, dalam hal ini golongan Lepidoptera. Padi transgenik dan nontransgenik sama-sama memiliki toleransi berbeda terhadap serangan hama nontarget. Tingkat serangan pada padi transgenik dibandingkan dengan padi nontransgenik hampir tidak berbeda, di mana hama/serangga nontarget tetap ditemukan pada padi transgenik di lapangan dengan intensitas serangan yang berbeda. Populasi musuh alami paling rendah ditemukan pada galur padi transgenik 6.11 (±), tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan galur/varietas lainnya. Diduga galur padi transgenik tidak memberikan pengaruh terhadap keberadaan musuh alami. Musuh alami bersifat density dependent yaitu fluktuasi populasinya bergantung pada populasi inang.
Maagd, R.A., A. Bravo, and N. Crickmore. 2001. How Bacillus thuringiensis has evolved specific toxins to colonize the insect world. Trends in Genetic 17(4):193-1999. Nayak, P., D. Basu, S. Das, A. Basu, D. Ghosh, N.A. Ramakhrisnan, M. Ghosh, and S.K. Sen. 1997. Transgenic elite indica rice plants expressing cry Iac d-endotoxin of Bacillus thuringiensis are resistant against yellow stem borer (Scirpophaga incertulas). Proc. Natl. Acad Sci.USA 94:211-216. Pathak, M.D. and Z.R. Khan. 1994. Insect pests of rice. IRRN. ICIPE. 1-12. Satoto. 2003. Kestabilan, pola pewarisan, dan keefektifan gen gna dan cry1Ab terhadap wereng batang coklat dan penggerek batang kuning pada padi Rojolele transgenik [disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Schuler, T.H. 2000. The impact of insect resistant GM crops on populations of natural enemies. Antenna 24:59-65. Slamet-Loedin I.H. 1998. Analisis manfaat dan risiko hasil rekayasa genetik dalam aspek perlindungan produktivitas tanaman. Rekayasa genetik, tantangan dan harapan. UNPAD Press. Bandung. Soejitno, J. 1988. The biological aspects of egg-parasitoids of rice stem borer. In: S. Sosromarsono et al. (Eds). Symposium on Biological Control of Pests in Tropical Agricultural Ecosystems; Bogor, Indonesia, June 1-3, 1988. Bogor: SEAMEO-BIOTROP. p. 141-148. Wunn. 1996. Transgenic indica rice breeding line IR-58 expressing a synthetic cry I Ab gene from Bacillus thuringiensis provides effective insect pest control. Biol/Technol 14:5-11.
100