Potensi Parasitoid Telur sebagai Pengendali Hama Penggerek Batang dan Penggerek Tongkol Jagung Surtikanti1
Ringkasan Trichogramma evanescens merupakan agensia hayati untuk pengendalian hama utama jagung yaitu penggerek batang (Ostrinia furnacalis) dan penggerek tongkol (Helicoverpa armigera). Perbanyakan T. evanescens dilakukan dengan menggunakan inang pengganti yaitu Corcyra cephalonica. Untuk mendapatkan hasil perbanyakan yang maksimal (90%) digunakan perbandingan 1 : 6 (satu ekor T. evanescens betina dan enam butir telur C. cephalonica). Kemampuan satu ekor T. evanescens betina untuk memarasit telur O. furnacalis sebanyak 100 butir dan C. cephalonica sebanyak 100 butir adalah 35% dan 43%. Hasil survey didapatkan bahwa telur penggerek batang jagung O. furnacalis di lapang sudah terparasit T. evanescens, parasitasi dapat mencapai 81% pada varietas Bisma di Takalar. Di laboratorium didapatkan pula bahwa T. evanescens dapat memarasit telur H. armigera sebanyak 92,3%. T. evanescens mempunyai harapan untuk dikembangkan sebagai agensia hayati dalam pengendalian hama utama jagung yaitu O. furnacalis dan H. armigera.
H
ama penggerek batang dan penggerek tongkol pada jagung merupakan salah satu masalah penting dalam usaha produksi jagung di Indonesia. Usaha untuk melindunginya, mengembangkan serta meningkatkan efektivitas musuh alami terhadap hama tersebut perlu dilakukan. Penelitian biologi atau siklus hidup musuh alami yang berupa parasitoid telur (Trichogramma spp.) diharapkan dapat menghasilkan informasi yang dapat digunakan sebagai salah satu komponen penting dalam mendukung program nasional Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Perbanyakan masal trichogramma di laboratorium, telah diaplikasikan guna membantu pengendalian hama penggerek tebu, seperti yang telah dilakukan oleh pabrik gula (PG) Takalar di Gowa. Musuh alami sebagai agensia pengendali alami merupakan salah satu komponen penting PHT, dan mempunyai peluang yang cukup baik untuk mengendalikan hama penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) dan hama penggerek tongkol (Helicoverpa armigera).
1
Peneliti Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros
192
Iptek Tanaman Pangan No. 2 - 2006
Biologi Penggerek Batang dan Tongkol Jagung Penggerek batang jagung Telur diletakkan secara berkelompok di bagian permukaan bawah daun, bentuknya menyerupai sisik ikan dengan ukuran kelompok telur yang berbeda-beda yaitu antara 5-90 butir atau bahkan lebih dari 100 butir. Kalshoven (1981), mengemukakan bahwa jumlah telur setiap kelompok beragam dari 2-200 butir, dan jumlah telur yang diletakkan seekor ngengat adalah 300-500 butir. Telur biasanya diletakkan pada malam hari hingga dini hari. Granados (2000), mengemukakan bahwa telur penggerek batang akan menetas 3-5 hari setelah diletakkan. Telur yang baru diletakkan berwarna bening, kemudian berubah menjadi putih kekuningan setelah hari ke dua, dan pada hari ke tiga ketika akan menetas berubah menjadi hitam. Warna hitam tersebut adalah kepala dari calon larva. Ukuran telur adalah 0,9 mm (Valdez dan Adalla 1983) (Tabel 1). Telur yang baru menetas menjadi larva instar satu (L1) berwarna putih bening dengan kepala berwarna hitam. Menurut Granados (2000), larva pengggerek batang instar satu (L1) dan instar dua (L2) memakan jaringan
Tabel 1. Ukuran telur, larva, pupa dan ngengat Ostrinia furnacalis. Jantan
Betina
Stadia Ukuran (mm) Telur Diameter Larva Instar 1 Instar 2 Instar 3 Instar 4 Instar 5 Pupa Panjang Lebar Ngengat Panjang badan Lebar badan Bukaan sayap Panjang sayap depan Panjang sayap belakang
Rata-rata (mm)
-
Ukuran (mm)
Rata-rata (mm)
0,9
-
1-3 3,5-5 7-12 13-20 16-24
1,4 4,3 9,1 17,2 21,5
-
-
11-16 2-4
13,8 2,9
13-17 2,5-4
15,4 3,3
11,5-15 2-4 22-29,5 10-13,5 7-11
13,5 2,9 26,7 11,9 8,7
12-15,5 3-4 27,5-35,5 12-15,5 8-13
13,6 3,3 31,3 14,1 10,7
- = telur dan larva belum dapat dibedakan antara jantan dan betina Sumber: Nurnina dan Baco (1991). Surtikanti: Pengendalian Hama Penggerek Jagung
193
daun jagung muda dan bunga jantan yang belum mekar, instar 3 (L3) dan instar 4 (L4) akan menggerek batang melalui buku batang jagung. Keberadaan larva penggerek batang dicirikan dengan adanya kotoran atau bekas gerekan yang tersisa pada bagian tanaman tersebut. Rata-rata panjang larva instar akhir adalah 21,5 mm dari hasil penelitian Nurnina dan Baco (1991), di laboratorium dengan suhu 26,6-31,6 0 C dan Rh 71,9-84,5%. Pupa penggerek batang berada di dalam batang jagung, lamanya stadia pupa bervariasi antara 7-9 hari (Tabel 2). Ukuran pupa betina lebih besar daripada pupa jantan (Tabel 1). Pupa jantan dapat dibedakan dengan pupa betina yaitu pada ruas terakhir abdomen pupa betina terdapat celah yang berasal dari satu titik, sedangkan pada pupa jantan terdapat celah yang bentuknya agak bulat. Ngengat biasanya muncul dan aktif pada malam hari dan segera berkopulasi setelah keluar dari pupa. Lama hidup ngengat antara 2-7 hari (Tabel 2). Ngengat betina dapat dibedakan dari ukurannya, ngengat betina lebih besar dari ngengat jantan. Pada Tabel 3 memperlihatkan jumlah larva O. furnacalis pada perkembangan tanaman Jagung Manis. Kerusakan akibat serangan O. furnacalis dapat menyebabkan batang tanaman patah karena gerekan, sehingga nutrisi tidak dapat dialokasikan keseluruh tanaman dan kerusakan daun dapat mengurangi proses asimilasi, mengakibatkan produksi jagung menurun. Pada Tabel 4 dapat dilihat tingkat serangan O. furnacalis pada jagung QPM Putih.
Tabel 2. Daur hidup Ostrinia furnacalis. Stadia
Telur Larva Instar 1 Instar 2 Instar 3 Instar 4 Instar 5 Pupa Ngengat
Lama hidup (hari)
Rata-rata lama hidup (hari)
3-4
3,6
3-5 3-5 3-5 3-4 3-7 7-9 2-7
3,3 3,7 3,8 3,4 4,7 8,5 3,5
Sumber: Nurnina dan Baco (1991).
194
Iptek Tanaman Pangan No. 2 - 2006
Tabel 3. Banyaknya larva Ostrinia furnacalis pada tanaman jagung manis.
Perkembangan tanaman Daun muda Daun tua Bunga jantan Rambut Matang susu Matang panen
Umur tanaman (hari) I-1 33 41 46 50 57 64
16 24 78 34 0 0
Jumlah larva/tanaman
Pupa
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
3 3 26 12 1 0
1 2 16 12 4 0
0,6 0,8 3,6 8,7 4,5 0,8
0,0 0,2 1,0 3,0 1,6 1,6
0,0 0,2 0,8 0,9 1,8 1,8
0,0 0,0 0,1 0,2 0,5 1,4
Sumber: Nafus dan Shreiner (1987) I= instar
Tabel 4. Tingkat serangan O. furnacalis pada jagung QPM Putih di Bontobili dan Jeneponto. Tingkat serangan O. furnacalis (%) Genotipe Bontobili
Jeneponto
S99TLWQ-B S99TLWQ-AB S00TLWQ-B S00TLWQ-AB ACROSS8762 POZARICA8762 OBATAMPA=ACROSS8363 POZARICA8563 ACROSS8763 S98TLWQ(F/D) TLWDQPMH.Oil C15 Pop 62C6QPMTLWF Pop 63C2QPMTLWD Pulut Bantaeng Maros Sintetik-2 Bayu
6,9 16,7 8,1 7,8 6,0 1,0 5,8 9,5 7,8 10,1 9,6 8,5 14,2 9,3 7,5 9,7
6,4 6,5 7,4 10,0 12,7 7,5 16,5 9,9 10,4 12,0 15,7 9,7 19,1 21,9 10,1 12,7
KK (%) BNT 5%
41,6 4,5
31,9 5,5
Sumber: Surtikanti et al.(2003).
Surtikanti: Pengendalian Hama Penggerek Jagung
195
Rata-rata tingkat serangan O. furnacalis di Jeneponto lebih tinggi daripada di Bontobili. Tingkat serangan tertinggi di Bontobili terjadi pada genotipe S99TLWQ-AB (16,7%) Tingkat serangan pada genotipe Pop63C2QPMTLWD juga lebih tinggi dibandingkan dengan semua varietas pembanding. Di Jeneponto semua genotipe terserang O. furnacalis, tetapi genotipe S99TLWQB dan S99TLWQ-AB terserang lebih ringan. Faktor penyebab terjadinya variasi serangan hama di lokasi tertentu dan antarlokasi kemungkinan oleh terdapatnya ketahanan genetik tanaman, pengaruh lingkungan, dan interaksi genetik dengan lingkungan (Falconer dan MacKay 1996).
Penggerek Tongkol Jagung Telur diletakkan ngengat betina secara tunggal pada seluruh bagian tanaman, daun dan batang. Paling banyak diletakkan pada waktu tanaman sudah keluar rambut (silk). Kurang lebih 1500 telur dapat diletakkan oleh ngengat betina selama 14 hari dengan puncak peletakkan telur selama 7 hari. Stadia larva 23 minggu. Pupa diletakkan di tanah, stadia pupa 16-20 hari, sehingga siklus hidupnya dapat mencapai 5-7 minggu (Walsh et al. 2005). H. armigera termasuk ordo Lepidoptera, famili Noctuidae, dikenal sebagai penggerek tongkol jagung, walaupun menyerang juga daun. Tanaman jagung pada masa vegetatif, umumnya telur ditemukan pada permukaan daun, sedangkan pada tanaman masa generatif telurnya diletakkan pada rambut/ jambul tongkol. Untuk melakukan pengamatan sebaiknya dilakukan setelah masa vegetatif dan setelah rambut tongkol keluar (Tabel 5). Pada tanaman umur 56 hari, tanaman jagung rata-rata sudah mempunyai rambut tongkol. Pada masa ini biasanya ngengat H. armigera meletakkan telurnya (Kalshoven 1981, Walsh et al. 2005). Telur-telur yang sudah menetas
Tabel 5. Perkembangan tanaman jagung manis dan banyaknya larva H. Armigera.
Perkembangan tanaman Daun muda Daun tua Bunga jantan Rambut Matang susu
Umur tanaman (hari)
Telur
Jumlah larva/tanaman
14 28 42 56 70
0 0 1,9 0
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
0 0 0,2 0
0 0 0 0,8
0 0 0,2 1,0
0 0 0,2 0,9
0 0 0 0
Sumber: Surtikanti (2006) I = instar
196
Iptek Tanaman Pangan No. 2 - 2006
akan masuk ke dalam kelobot dan menggerek biji-biji jagung didalamnya, sehingga dapat menurunkan kualitas jagung.
Parasitoid Telur Trichogramma sp. Trichogramma sp. termasuk famili Trichogrammatidae, ordo Hymenoptera. (Kalshoven 1981). Diketahui tidak kurang dari 100 spesies parasitoid termasuk famili Tricogrammatidae. Umumnya berupa serangga dengan ukuran tubuh sangat kecil (0,4-0,69 mm) dan hidup sebagai parasitoid telur khususnya serangga dari ordo Lepidoptera (Nishida dan Torii 1970). Ukuran tubuh imago betina lebih besar daripada imago jantan. Imago jantan lebih dahulu keluar daripada imago betina dan segera berkopulasi dalam beberapa detik. Telur diletakkan kira-kira 24-28 jam setelah imago muncul. Daur hidup Trichogramma antara 7-9 hari (Peterson, 1930). Rauf dan Hidayat (1999), mengemukakan bahwa larva Trichogramma sp.terdiri dari 3 instar, kemudian larva berkembang menjadi pupa, setelah 7-8 hari pupa akan menjadi imago dan keluar dari telur inang dengan membuat lubang pada kulit telur.
Perbanyakan Telur Corcyra Cephalonica sebagai Inang Pengganti Corcyra termasuk famili Lepidoptera, ordo Pyralidae, merupakan salah satu inang pengganti yang paling umum digunakan sebagai media perbanyakan trichograma. Skema perbanyakan telur corcyra dan trichograma (Gambar 1). Bahan yang digunakan dalam perbanyakan massal corcyra adalah campuran beras jagung dan konsentrat pakan ayam dengan perbandingan 1:1, dimasukkan kedalam stoples plastik dengan ukuran tinggi 14 cm dan berdiameter 24 cm dengan ketebalan 2,5 cm. Menurut Alba (1989), ketebalan media makanan berpengaruh terhadap persentase kemunculan imago. Pada ketebalan 2,5 cm persentase kemunculan imago lebih tinggi bila dibandingkan dengan ketebalan lebih dari 2,5 cm. Hal ini karena pada media makanan yang tebal, pupa yang terletak lebih dalam dari 2,5 cm gagal untuk menjadi imago. Setelah penyiapan media dilakukan, maka telur-telur corcyra yang diperoleh dari hasil biakan sebelumnya disebarkan pada permukaan media makanan. Penebaran 100 butir per-2,5 cm2 rata-rata imago yang muncul hanya 15%, sedangkan bila padat penebaran 16 butir per-2,5 cm2 rata-rata imago yang muncul dapat mencapai 78% (Alba 1989). 45 hari setelah investasi (HSI), imago mulai muncul dan kemudian dipindahkan pada tabung silinder yang terbuat dari paralon dengan ukuran panjang 18 cm dan berdiameter 9,5 Surtikanti: Pengendalian Hama Penggerek Jagung
197
Perbanyakan imago corcyra dari telur
Imago corcyra
Telur corcyra
Sebagian untuk dilakukan penyinaran ultra violet selama 15 menit
Sebagian untuk perbanyakan ulang
Pias dimasukkan ke dalam tabung reaksi ukuran panjang 20 cm dan diameter 3 cm dan Trichogramma dengan perbandingan 1:4
Telur ditaburkan di atas pias 2.500 butir telur/pias
Setelah 4 hari akan terjadi parasitasi dan siap untuk dilepas di lapang
Gambar 1. Skema perbanyakan telur corcyra dan parasitoid trichograma Sumber: Djuwarso dan Ellyda (1999)
cm kemudian ditutup dengan kawat kasa dan kain hitam pada kedua ujungnya. Setiap tabung silinder berisi 50 ekor imago. Keesokan hari pada permukaan tutup silinder akan diperoleh telur. Telur diambil dan dibersihkan dari berbagai kotoran. Untuk selanjutnya lihat Gambar1. Agar telur corcyra tidak cepat menetas, disinari dengan lampu neon ultra violet 15 watt selama 15 menit (Djuwarso dan Naito 1994).
Perbanyakan Parasitoid Trichogramma Trichogramma merupakan salah satu parasitoid telur yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai agensia pengendali populasi penggerek batang dan penggerek tongkol. Trichogramma biasanya diperbanyak dengan menggunakan inang pengganti seperti telur corcyra (Li 1994), karena mudah dibiakkan. Trichogramma dapat dibiakkan pada inang pengganti seperti telur corcyra (Brower 1983). Perbanyakan massal parasitoid trichograma dimulai dengan perbanyakan massal inang pengganti seperti telur corcyra. Telur corcyra hasil perbanyakan direkatkan pada kertas karton manila (pias) berukuran 2 cm x 8 cm dengan menggunakan lem gum arab. Setiap pias berisi kurang lebih 2500 butir telur.
198
Iptek Tanaman Pangan No. 2 - 2006
Kemudian pias tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan imago trichograma diinvestasikan untuk memarasit telur corcyra. Menurut Alba (1988) rasio yang ideal untuk mencapai tingkat parasitasi 90% adalah 1 : 6 (satu trichograma betina dan 6 butir telur corcyra) tetapi menurut Pabbage dan Nonci (2000), dengan perbandingan 1 : 5 dapat mencapai tingkat parasitasi tertinggi di laboratorium Balitsereal yaitu 89%. Telur-telur yang telah terparasit 4 hari setelah investasi berwarna hitam, dan pada hari ke-7 setelah investasi muncul parasitoid baru. Populasi ini yang dapat digunakan untuk pembiakan masal generasi berikutnya. Menurut Alba (1989) bila pembiakan telah mencapai 20 generasi, generasi berikutnya perlu dikawinkan dengan spesies liar hasil koleksi dari lapangan untuk mencegah inbreeding. Pelepasan parasitoid ke lapangan dilakukan pada hari ke 4-5 setelah investasi di laboratorium.
Peranan Parasitoid Kemampuan seekor trichograma betina untuk memarasit 100 butir telur hama penggerek batang dan 100 butir telur inang pengganti corcyra dapat dilihat pada Tabel 6. Dari 100 butir telur penggerek batang yang terparasit hanya 35% sedangkan dari 100 butir telur corcyra yang terparasit mencapai 43%. Perbedaan ini mungkin disebabkan telur penggerek batang diletakkan secara berkelompok dan diselubungi oleh selaput tipis sedangkan telur corcyra tidak. Tingkat parasitasi trichograma pada telur penggerek batang jagung pada sentra produksi jagung di Sulawesi Selatan dapat lihat pada Tabel 7. Tingkat populasi yang tinggi tidak selalu diikuti oleh tingkat parasitasi yang tinggi. Tinggi rendahnya tingkat parasitasi pada suatu lokasi dipengaruhi oleh ada tidaknya inang (penggerek batang) dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat populasi parasitoid.
Tabel 6. Kemampuan trichograma memarasit telur inang penggerek batang dan corcyra. Telur terparasit (butir) Telur inang
Penggerek batang Corcyra
Jumlah
Kisaran
35 43
9-54 9-65
Sumber: Pabbage dan Baco (2001), data diolah Surtikanti: Pengendalian Hama Penggerek Jagung
199
Tabel 7. Jumlah kelompok telur penggerek batang dan tingkat parasitasi trichograma pada bulan April-Agustus 2002.
Lokasi
Varietas
Takalar Jeneponto Bantaeng Sidrap
Bisma Pulut Pioneer-13 Pool4-C8
Umur tanaman (MST)
Jumlah kelompok telur pertanaman
Parasitasi kelompok telur (%)
5 5 5 6
2,1 1,1 1,7 1,2
81 0 41 75
MST = minggu setelah tanam Sumber: Nurnina (2003), data diolah.
Tabel 8. Persentase telur terparasit oleh T. evanescens pada 20 kelompok telur. Kelompok telur
Telur terparasit (%)
Kelompok telur
Telur terparasit (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
100 87 63 64 94 63 90 79 38 77
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
37,5 100 100 47,8 92,6 75,0 100 100 100 100
Sumber: Akib et al. (2001), data diolah.
Ada dua faktor yang menentukan kehadiran parasitoid yaitu intensitas penanaman jagung dan jumlah populasi telur yang diletakkan pada pertanaman oleh penggerek batang dan penggerek tongkol jagung. Penanaman jagung di Takalar pada bulan September dan Nopember tahun 2000, dijumpai tingkat parasitasi oleh Trichogramma sp. yang cukup tinggi mencapai rata-rata 80% (Tabel 8). Parasitoid trichograma selain dapat memarasit telur penggerek batang dapat pula memarasit telur penggerek tongkol (Tabel 9).
200
Iptek Tanaman Pangan No. 2 - 2006
Tabel 9. Tingkat parasitasi beberapa spesies Trichogrammatidae pada telur penggerek tongkol. Jenis Trichogrammatidae
Telur H. armigera terparasit (%)
Trichogramma australicum T. japonicum (T) T. japonicum (M) T. evanescens
90,4 a 54,4 c 72,8 b 92,3 a
Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbedanyata pada taraf 5% DMRT T = berasal dari koleksi PG Takalar. M= berasal dari telur penggerek batang padi Maros. Sumber: Pabbage et al. (2001), data diolah.
Peluang Parasitoid Telur Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sangat mengutamakan berfungsinya mekanisme pengendalian alami yang merupakan pengendalian hama yang ramah lingkungan. Dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa hama penggerek batang maupun penggerek tongkol pada tanaman jagung merupakan hama utama yang dapat menurunkan produksi, dan parasitoid trichograma dapat digunakan sebagai pengendali alaminya. Ada beberapa alasan yaitu: 1. 2.
3.
4.
Trichograma mudah dibiakan di laboratorium dengan menggunakan telur corcyra sebagai inang pengganti. Sedangkan corcyra mudah dibiakan dengan beberapa jenis makanan selain beras jagung yaitu dengan beras, bekatul, pakan ayam dan lain sebagainya yang mudah didapat di pasar. Trichograma dapat memarasit telur-telur penggerek batang dan penggerek tongkol di laboratorium maupun di lapang, sedangkan untuk penggerek tongkol di lapang belum diperoleh data. Selain itu penggunaan agen hayati trichograma sangat aman terhadap lingkungan sehingga layak untuk dikembangkan dan dimasyarakatkan. Pelaksanaan pengendalian hama menggunakan parasitoid di lapang oleh petani memerlukan bimbingan teknis penyuluh diperlukan adanya koordinasi diantara petani didalam menentukan waktu dan jumlah pelepasan parasitoid secara bersama dalam mengendalikan hama sasaran.
Surtikanti: Pengendalian Hama Penggerek Jagung
201
Kesimpulan 1. 2. 3.
Parasitoid trichograma cukup efektif memarasit telur penggerek batang maupun penggerek tongkol pada tanaman jagung di laboratorium. Parasitoid trichograma untuk memarasit penggerek batang jagung di lapang cukup efektif. Trichograma mempunyai harapan untuk dikembangkan sebagai agensia hayati guna pengendalian hama jagung penggerek batang dan penggerek tongkol.
Pustaka Akib, W., J. Tandiabang, A. Tenrirawe. 2001. Dinamika hama utama tanaman jagung pada pola tanam berbasis jagung. Hasil Penelitian Hama dan Penyakit Th.2000. Balitsereal. Hal. 1-8. Alba, M.C. 1988. Trichogrammatids in the Philippines. Philipines Entomol. 7(3): 252-271. Alba, M.C. 1989. Use of natural enemies for controlling sugarcane pests in the Philippine. Paper presented at the FFTC-NARC International Seminar on the Used of Parasitoids and Predators to Control Agricultural Pest. National Agricultural Research Center, Tsukuba, Japan. 24 hal. Brower, J.H. 1983. Eggs of stored product lepidoptera hosts for Trichogramma evanescens (Hymenoptera: Trichogrammatidae). Entomophaga, 28 (4): 355-362. Djuwarso, T. dan A. Naito. 1994. Status Parasitoid Penggerek Polong Etiella spp. Dan Kemungkinan Pemanfaatannya Sebagai Faktor Pengendali Populasi Etiella spp. Lap. Hasil. Penel. Balai Penel. Tan. Pangan Bogor. 15 hal. Djuwarso, T. dan Ellyda A.W. 1999. Teknik Perbanyakan Trichogramma spp Di Laboratorium Dan Kemungkinan Penggunaannya. J. Litbang Pert. 18(4):111-119. Falconer,D.S., dan T.F.C. MacKay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. 4nd ed. Longman, London. Granados,G. 2000. Maize Insects. Tropical Maize. Improvement and Production. Food and Agriculture Oranization of The United Nations. p. 81-349. Kalshoven,L.G.E. 1981. Pest of in Indonesia. Resived and translated by P.A. van der Laan, University of Amsterdam. PT Ichtiar Baru, van Hoeve, Jakarta. 701 hal.
202
Iptek Tanaman Pangan No. 2 - 2006
Li, L.Y. 1994. Worldwide use Trichogramma for biological control on different crops: a survey. In E. Wajnberg and S.A.Hassan (eds.) Biological Control with Egg Parasitoids, U.K. CAB International. p. 37 – 54. Nafus, D.M. dan I.H. Schreiner. 1987. Location of Ostrinia furnacalis (Lepidoptera; Pyralidae) Eggs and Larvae on Sweet Corn in Relation to Plant Growth Stage. J. Econ. Entomol. 80 : 411-416. Nishida,T. dan T. Torii. 1970. A hand book of field methods for research on rice stemborers and other natural enemies. IBP Hand book No. 14. Blackwell Scientific Publications Oxford. 132 hal. Nurnina, N. dan D. Baco. 1991. Pertumbuhan Penggerek Jagung (Ostrinia furnacalis) Guenee Pada Berbagai Tingkat Umur Tanaman Jagung (Zea mays L.). AGRIKAM, 6 (3): 95-101. Nurnina, N. 2003. Tingkat parasitasi Trichogramma evanescens terhadap telur penggerek batang jagung. Berita Puslitbangtan No. 27, Oktober. 2003. Hal. 5-6. Pabbage, M.S., dan N. Nonci. 2000. Efisiensi Penggunaan Inang Alternatif Pada Perbanyakan Trichogramma evanescens. Seminar Mingguan Balitjas, Sabtu, 17 Juni 2000. Pabbage, M.S., dan D. Baco. 2001. Kemampuan Trichogramma evanescens Memparasit Telur Hama Penggerek Batang Jagung. Berita Puslitbangtan19. hal.7. Pabbage, M.S., N. Nonci dan D. Baco. 2001. Daya parasitasi beberapa jenis Trichogrammatidae terhadap telur penggerek tongkol jagung, Helicoverpa armigera. Berita Puslitbangtan 22. Peterson, A. 1930. A biological study of Trichogramma minutum Ril. As an egg parasite of the oriental fruit moth. Tech. Bull. 215. p. 1-21. Rauf, A. dan P. Hidayat. 1999. Pengembangan Program Pengendalian Hayati dengan Menggunakan Parasitoid Telur Trichogramma dan Trichogrammatoidea. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Faperta IPB. 23 hal. Surtikanti, Firdaus,K., M.Yasin,H.G. dan M.Azrai. 2003. Tingkat Serangan Penggerek Batang Ostrinia furnacalis Pada Jagung QPM Putih. Berita Puslitbangtan. 27. Hal.1-3. Surtikanti. 2006. Hama Utama dan Perkembangan Tanaman pada Varietas Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.). Sementara dalam proses Jurnal di Unhas. 6 hal. Walsh, B., D. Peter, N. Brendan, dan G. Tonia. 2005. Heliothis in Sweet Corn. Dept. of Primary Industries and fisheries, Quennsland. 8 hal. Valdez, L.L. dan Adalla,C.B. 1983. The biology and behavior of the Asian Corn Borer, Ostrinia furnacalis Guenee (Pyralidae: Lepidoptera) on Cotton. Philipp.Ent..6(5&6) : 621-631.
Surtikanti: Pengendalian Hama Penggerek Jagung
203