Seminar Nasional Serealia, 2013
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI JAMUR ENTOMOPATOGEN YANG MENGINFEKSI HAMA PENGGEREK TONGKOL JAGUNG (Helicoverpa armigera) A. Tenrirawe dan M.S.Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia
ABSTRAK Agen pengendali hayati jarang membasmi organisme sasaran, tetapi dapat mengurangi gejala sampai pada tingkat yang dapat mempertahankan keseimbangan antara patogen dan organisme sasaran. Patogen serangga memasuki tubuh serangga melalui dua jalan : 1) ketika inang menelan individual patogen selama proses makan (passive entry), dan 2) ketika patogen masuk melalui bukaan-bukaan alami atau penetrasi langsung ke kutikula serangga (active entry). Perpindahan penyakit serangga dapat terjadi dari serangga yang sakit ke serangga yang sehat (horizontal transmission), dan bisa juga dari serangga ke progeny/off springnya yang dikenal sebagai vertical transmission. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi patogen yang mungkin menginfeksi hama penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera). Penelitian dilaksanakan pada tahun 2011 melalui survei patogen yang menginfeksi hama penggerek tongkol jagung (H. armigera) di beberapa sentra produksi jagung, kemudian patogen diisolasi diidentifikasi, dan diperbanyak pada media czapex yeast cair. Isolasi, ekstraksi, dan diidentifikasi dilakukan di UNHAS. Dari survei ditemukan 11 isolat patogen yang berhasil diisolasi dari berbagai lokasi di Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Jawa Timur. Isolat yang dikoleksi dari Sulawesi Selatan berjumlah enam isolat dan asal isolat tersebut adalah Bajeng 1, Bajeng 2, dan Malino, Di Sulawesi Utara terdapat dua isolat yang berasal dari Modoinding dan Rurukan. Di Jawa Timur terdapat tiga isolat yang berasal dari Batu Malang, Pujon Malang, Gunung Bromo Probolinggo. Isolat asal Sulawesi Selatan adalah Beauveria bassiana, Rhizopus sp (Bajeng 1/Gowa), B. bassiana, Fusarium sp (Bajeng 2/Gowa), Aspergillus flavus, Rhizopus (Malino/Gowa). Isolat asal Sulawesi Utara adalah Rhizopus (Rurukan/Tomohon), Gliocladium (Modoinding/Minsel), isolat asal Jatim adalah Rhizopus (Batu/Malang, Pujon/Malang, dan G. Bromo/Probolinggo). Kata kunci: isolasi, identifikasi, jamur, H. armigera, jagung
PENDAHULUAN Agen pengendali hayati jarang membasmi organisme sasaran, tetapi hanya mengurangi gejala pada tingkat yang dapat mempertahankan keseimbangan antara patogen dan organisme sasaran. Agen pengendali hayati diharapkan tidak mengganggu organisme bukan sasaran atau memicu perkembangan resistensi.,Ada juga mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada serangga atau artropoda lainnya. Patogen serangga memasuki tubuh serangga melalui dua jala : 1) ketika inang menelan individual patogen selama proses makan (dikenal sebagai passive entry), dan 2) ketika patogen masuk melalui bukaan-bukaan alami atau penetrasi langsung ke kutikula serangga (active entry). Perpindahan penyakit serangga dapat terjadi dari
461
A. Tenrirawe dan M.S. Pabbage: Isolasi dan Identifikasi Jamur ….
serangga yang sakit ke serangga sehat (horizontal transmission), dan bisa juga terjadi dari serangga ke progeny/offspringnya yang dikenal sebagai vertical transmission. Infeksi jamur entomopatogen pada serangga terjadi akibat adanya kontak konidia (konidiospora) secara pasif dengan bantuan angin. Konidia menetrasi kutikula serangga dengan bantuan enzim pengurai (Bateman et al. 1997; Bateman et al. 1993; Feron 1981; Starnes et al. 1993). Enzim tersebut antara lain kitinase, lipase, amilase, protease, serta racun dari golongan dekstruksin dan mikotoksin yang menghambat energi dan protein. Akibat gangguan toksin tersebut gerakan serangga menjadi lambat, perilaku tidak tenang, kejang-kejang dan akhirnya mati. Setelah serangga mati, jamur mebentuk klamidiospor di dalam tubuh serangga (Tanada dan Kaya 1993; Lee dan Hou 1989; Freimoser et al. 2003). Patogen serangga mempunyai perilaku spesifik di udara, air, dan yang lain. Spora bakteri, protozoa, dan mikrosporidia selalu cepat berada di bawah suspensi air. Akan tetapi spora cendawan yang sangat kecil dan ringan akan terbawa angin. Karakeristik spesifik dari stadia infektif patogen dipengaruhi oleh bagaimana patogen itu kontak dan menginfeksi inangnya. Infeksi jamur entomopathogen dapat terjadi melalui sistem pernafasan serangga dan celah antara segmen tubuh dan bagian cauda (ekor) serangga (Clarson dan Charnley 1996; Butt et al. 1994). Dari dalam tubuh serangga tumbuh hifa yang menyebar melalui haemocoel (Flexner et al. 1986). Kemampuan stadia infektif patogen untuk survive di luar inangnya adalah faktor utama dalam pengembangan mikrobial insektisida. Bioinsektisida tidak toksik bagi manusia dan vertebarta lainnya. Umumnya bioinsektisida menginfeksi pada hama tertentu dan jarang berdampak buruk terhadap serangga berguna. Bioinsektisida juga cepat mengalami penurunan aktivitas di lapang (uv, desikasi), dan tidak persisten. Kenyataan ini membuat bioinsektisida perlu diaplikasikan berkali-kali (inundasi) untuk memberi efek pengendalian yang berarti bagi hama.
METODOLOGI Kegiatan 1. Survey dan Koleksi inokulum dari lapangan Survei dimaksudkan mencari sumber inokulum patogen. Biasanya survei patogen yang menginfeksi hama penggerek jagung (Helicoverpa armigera) dilakukan di beberapa sentra produksi jagung. Pengamatan lapangan dilakukan dengan cara menghitung populasi serangga yang tertular patogen secara visual. Gejala serangga yang terinfeksi patogen yang ditemukan kemudian didokumentasikan dan di bawa ke laboratorium untuk diidentifikasi, dan diisolasi menggunakan media agar kalau patogen
462
Seminar Nasional Serealia, 2013
berupa cendawan, namun kalau patogen ini berupa virus maka diisolasi pada media larva dan selanjutkan dikarakterisasi berdasarkan makca molekuler. Kegiatan 2. Koleksi MO patogen pada hama penggerek tongkol jagung (H. armigera) pada tanaman jagung Mengoleksi larva penggerek tongkol jagung pada tanaman jagung yang terinfeksi mikroorganisme patogen pada daerah sentra produksi jagung, mencari larvalarva penggerek tongkol jagung, yang terinfeksi MO patogen kemudian dikumpulkan, dimasukkan ke dalam wadah plastik dan dibawa ke laboratorium hama dan penyakit untuk diidentifikasi. Hama penggerek tongkol jagung, yang terinfeksi patogen di identifikasi untuk menentukan MO patogen yang menginfeksi hama penggerek tongkol jagung
di bawa mikroskop dan dibantu dengan buku kunci identifikasi
patogen.
Identifikasi cendawan mengacu pada Barnett dan Hunter (1972), Pit dan Hocking (1997), Kiffer dan Morelet (1999) setelah ditemukan 1 atau 2 jenis patogen yang menginfeksi pada penggerek tongkol jagung, pada tanaman untuk diperbanyak dan dikoleksi sebagai pengujian tahun berikutnya. Untuk memperbanyak patogen tersebut dibutuhkan media larva penggerek tongkol jagung sebagai bahan untuk infeksi patogen. Kegiatan 3. Pengembangbiakan patogen/isolasi patogen Perbanyakan MO patogen dilakukan dengan cara penggerek tongkol jagung dan instar II diberi makanan berupa batang dan daun jagung yang telah dicelup/diolesi/disemprot MO patogen. Setelah terinfeksi oleh MO patogen, serangga akan mengalami kematian. Larva-larva yang mati dikumpulkan dan disimpan dalam freezer untuk diperbanyak. Larva yang telah terinfeksi dilakukan penanaman pada media PDA, hifa yang tumbuh dimurnikan kembali dan ditanam pada media PDA, dan hasilnya siap di ekstraksi. Kegiatan 4. Isolasi, Ekstraksi Sampel patogen yang digunakan berjumlah 10 isolat yang berasal dari Jatim, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. Kultur patogen yang berumur 9 hari pada Czapek-dox + yeast disaring dengan filter, kemudian dibekukan pada suhu
-200C
selama 3 hari. Miselia yang telah dibekukan selajutnya digerus dengan mortar yang sebelumnya ditambahkan nitrogen cair. Bubuk miselia kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendof sebanyak ½ dari isi tabung dan ditambahkan 500 µl buffer TES
463
A. Tenrirawe dan M.S. Pabbage: Isolasi dan Identifikasi Jamur ….
(Tris-EDTA-SDS) kemudian di vortex. Ke dalam suspense ditambahkan 5 µl proteinase K dan diinkubasi pada penangas air (water bath) pada suhu 550C selama 1 jam. Suprenatan selanjutnya ditambahkan dengan 140 µl NaCl dan 65 µl CTAB (yang sebelumnya telah diinkubasi pada pemanas air pada suhu 65 0C) dan dilakukan inkubasi selama 10 menit pada suhu 65 0C. Kloroform isoamilalkohol selanjutnya ditambahkan 710 µl dan diinkubasi pada suhu 0 0C selama 30 menit. Suprenatan kemudian disentrifugasi pada 10.000 rpm selama 10 menit. Suprenatan diambil dan dipindahkan pada 1,5 ml tabung eppendorf dan ditambahkan 225 µl NH 4 asetat, dan dihomogenkan secara perlahan, kemudian diinkubasi semalam. Sentrifugasi dilakukan kembali pada 10.000 rpm selama 10 menit. Suprenatan hasil sentrifugasi dibuang dan pellet dicuci sebanyak 2 kali dengan 500 µl etanol dingin 70% dan dikeringanginkan dengan bolk heater. Pellet kemudian diambil dan disuspensikan dengan 50 µl buffer TE ditambah 3 µl RNAse, lalu diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37 0C
HASIL DAN PEMBAHASAN Survei dan koleksi inokulum dari lapangan Kegiatan ini meliputi survei dan koleksi inokulum pada larva peggerek tongkol jagung yang terinfeksi patogen dari berbagai lokasi. Cendawan yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi berasal dari lapangan sebanyak 11 isolat., dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Jawa Timur. Isolat yang dikoleksi dari Sulawesi Selatan berjumlah lima isolat dan asal isolat adalah Bajeng 1, Bajeng 2, dan Malino,. Dari Sulawesi Utara terdapat dua isolat yang berasal dari Modoinding dan Rurukan. Dari Jawa Timur terdapat tiga isolat yang bersal dari Batu Malang, Pujon Malang, dan Gunung Bromo Probolinggo. Data ini menunjukkan bahwa hama penggerek tongkol jagung mempunyai sebaran yang luas. sangat bervariasi.
Karena hama ini merupakan inang patogen yang
Hama penggerek tongkol jagung dapat terinfeksi dari berbagai
patogen (Tabel 1).
464
Seminar Nasional Serealia, 2013
Tabel 1. Lokasi dan patogen yang menginfeksi penggerek tongkol jagung Propinsi Jawa Timur
Sulawesi Selatan
Lokasi Batu, Malang Pujon, Malang G.bromo, Probolinggo Bajeng 1 Bajeng 2 Malino
Sulawesi Utara
Modoinding (Minsel) Rurukan (Tomohon)
Nama pathogen Rhizophus sp Rhizophus sp Rhizophus sp Beauveria bassiana Rhizophus sp Beauveria bassiana Fusarium sp Rhizophus sp Aspergilus flavus Gliocladium sp Rhizophus sp
Koleksi MO patogen pada hama penggerek tongkol jagung di media PDA Hasil penelitian menujukkan bahwa ada 11 isolat patogen yang yang menginfeksi penggerek tongkol jagung yang ditemukan pada berbagai lokasi. Isolat asal Sulawesi Selatan adalah B. bassiana, A. flavus (Bajeng 1/Gowa) , B. bassiana, Fusarium sp (Bajeng 2/Gowa), Rhizopus sp, A. flavus (Malino/Gowa). Isolat asal Sulawesi Utara yaitu Rhizopus sp. (Rurukan/Tomohon), Gliocladium sp (Modoinding/ Minsel). Isolat asal Jatim adalah Rhizopus sp. (Batu/Malang), Rhizopus sp. (Pujon/ Malang), Rhizopus sp. (G. Bromo/ Probolinggo). Isolat-isolat tersebut dimurnikan dan kembangbiakkan
pada media larva
dengan harapan mendapatkan isolat-isolat patogen yang lebih banyak. Hasil pengembangbiakkan pada larva dimurnikan kembali, kemudian dikembangbiakkan pada media PDA untuk mendapatkan isolat-isolat yang lebih banyak untuk diisolasi dan diektrasi lebih lanjut (Gambar 1, 2).
Gambar 1. Pengembangbiakan patogen dari larva yang terinfeksi patogen
465
A. Tenrirawe dan M.S. Pabbage: Isolasi dan Identifikasi Jamur ….
Gambar 2. Pengembangbiakan patogen pada media PDA
Isolasi dan ekstraksi patogen Isolat 1 adalah A. flavus, dengan ciri-ciri morfologi yang terbentuk pada media PDA. A. flavus dengan ciri morfologi koloni pada medium PDA diameternya mencapai 9 cm dalam 5 hari, bersporulasi lebat dan pada awal pertumbuhan membentuk lapisan padat yang terbentuk oleh konidiofor-konidiofor berwarna coklat kekuningan yang cepat berubah menjadi coklat kehijauan. Tangkai konidiofor bening, umumnya berdinding tebal dan menyolok. Kepala konidia berbentuk bulat, kemudian merekah menjadi kolom-kolom yang terpisah. Vesikula berbentuk bulat hingga semi bulat, dan berdiameter 25-50 μm. Fialid terbentuk langsung pada vesikula atau pada metula (pada kepala konidia yang besar), dan berukurn (10-15) x (4-8) μm. Metula berukuran (7-10) x(4- 6) μm. Konidia berbentuk bulat hingga semibulat, berdiameter 5-6,5 μm, berwarna kuningkecoklatan. Habitatnya sangat umum dijumpai di daerah tropis dan banyak ditemukan pada tanah, serasah, rempah-rempah, jagung dan serealia (Gandjar 1999), (Gambar 3).
Gambar 3. Isolasi patogen dari larva terinfeksi Aspergilus flavus, hifa yang tumbuh pada media PDA, koloni umur 5 hari
466
Seminar Nasional Serealia, 2013
Isolat kedua adalah B. bassiana, dengan ciri-ciri morfologi yang terbentuk pada media PDA. B. bassiana merupakan cendawan entomopatogen, yaitu cendawan yang dapat menimbulkan penyakit pada serangga. Secara garis besar, cendawan terdiri atas hifa dan konidia. Hifa berupa benang halus, sedangkan konidia berupa butiran berukuran mikroskopis. Dalam jumlah banyak, hifa dan konidia dapat dilihat dengan mata telanjang. Hifa B. bassiana dapat masuk ke dalam tubuh serangga dan berkembang di dalamnya, kemudian merusak saluran makanan dan sistem pernafasan sehingga menyebabkan kematian. Pada lingkungan yang mendukung perkembangan cendawan, bagian luar tubuh serangga yang terinfeksi B. bassiana dipenuhi oleh hifa pendek dan hialin lurus dan tebal dan terbentuk secara soliter pada ujung konidiofor (Domch et al. 1980; Samson et al. 1988), konidia berwarna putih. Konidia yang berukuran sangat kecil dan ringan siap berpindah dan menginfeksi serangga lain dengan bantuan angin, air, atau serangga (Gambar 4).
Gambar 4. Isolasi patogen dari larva terinfeksi B. bassiana, hifa yang tumbuh pada media PDA koloni umur 10 hari Isolat ke tiga adalah Fusarium, mempunyai 2 tipe konidia, macrokonidia dan mikronidia, makrokonidia tipis dengan ukuran bentuk kurva, sedangkan mikrokonidia bentuk oval dengan ukuran silindris.
Koloni jamur berwarna coklat muda, kuning,
orange, dan merah muda (Domch et al. 1980; Samson et al. 1988) (Gambar 5).
Gambar 5. Isolasi patogen dari larva terinfeksi Fusarium, koloni umur 15 hari
467
A. Tenrirawe dan M.S. Pabbage: Isolasi dan Identifikasi Jamur ….
Isolat keempat adalah Gliocladium. Koloni tumbuh sangat cepat dan mencapai diameter 5-8 cm dalam waktu lima hari pada suhu 20°C di medium PDA. Perbedaannya (Glicodium virens) dengan T. viride adalah fialidanya seperti tertekan dan memunculkan satu tetes konidium berwarna hijau, yang membentuk massa lendir pada setiap gulungan (Gambar 6). Konidiumnya berbentuk bulat telur pendek, berdinding halus, agak besar, dan kebanyakan berukuran (4,5-6) x (3,5-4) μm (Soesanto 2008).
Gambar 6. Isolasi patogen dari larva terinfeksi Gliocladium, hifa yang tumbuh pada kertas saring koloni umur 7 hari dan 14 hari
Isolat ke lima adalah Rizophus R. oligosporus, mempunyai koloni abu-abu kecoklatan dengan tinggi 1 mm atau lebih. Sporangiofor tunggal atau dalam kelompok dengan dinding halus atau agak sedikit kasar, dengan panjang lebih dari 1000 mikro meter dan diameter 10-18 mikro meter. Sporangia globosa yang pada saat masak berwarna hitam kecoklatan, dengan diameter 100-180 mikro meter. Klamidospora banyak, tunggal atau rantaian pendek, tidak berwarna, berisi granula, terbentuk pada hifa, sporangiofor dan sporangia.
Bentuk klamidospora globosa, elip atau silindris
dengan ukuran 7-30 mikro meter atau 12-45 mikro meter x 7-35 mikro meter. Rhizopus sp. adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota ordo Mucorales. Rhizopus sp. mempunyai ciri khas, yaitu memiliki hifa yang membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp. yang juga disebut stolon menyebar di atas substratnya karena aktivitas hifa vegetatif. Rhizopus sp. bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor tumbuh ke arah atas dan mengandung ratusan spora. Sporagiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya oleh dinding seperti septa.
468
Seminar Nasional Serealia, 2013
Contohnya spesiesnya adalah Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi (Postlethwait dan Hopson 2006).
Gambar 7. Isolasi patogen dari larva terinfeksi Rizophus, koloni umur 1 hari dan 7 hari Terdapat perbedaan pertumbuhan koloni dari masing-masing jamur ini, mungkin disebabkan oleh kebutuhan nutisi yang tidak sama. Setiap genus maupun spesies jamur membutuhkan nutrisi, pH, kandungan air dalam media, suhu optimal, cahaya, aerasi, dan periode inkubasi untuk pertumbuhan dan perkembangan konidia. Pertumbuhan
dan
sporulasi
jamur
entomopatogen
membutuhkan
suhu
dan
kelembaban tertenru. Hasil penelitian Walstad et al (1970) membuktikan bahwa suhu optimal untuk pertumbuhan sporulasi konidia berkisar antara 25-30oC dengan kelembaban 100%.
Selanjutnya Junianto dan Sukamto (1995) melaporkan bahwa
beberapa jamur yang berasal dari dataran tinggi, jika dibiakkan pada suhu ruang, akan memperlihatkan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan jamur yang diperoleh dari dataran tinggi. Masing-masing jamur memiliki sifat yang sesuai dengan daerah asalnya.
KESIMPULAN Hasil isolasi dan identifikasi patogen yang menginfeksi penggerek tongkol jagung yang ditemukan pada berbagai lokasi adalah 11 isolat. Isolat asal Sulawesi Selatan adalah
B. bassiana, dan Rhizopus sp (Bajeng 1/Gowa), B. bassiana,
Fusarium sp (Bajeng 2/Gowa), A. flavus,
Rhizopus (Malino/Gowa). Isolat asal
Sulawesi Utara adalah Rhizopus (Rurukan/Tomohon), Gliocladium (Modoinding/ Minsel). Isolat asal Jatim adalah Rhizopus (Batu/Malang), Pujon/Malang, dan Gunung Bromo/Probolinggo.
469
A. Tenrirawe dan M.S. Pabbage: Isolasi dan Identifikasi Jamur ….
DAFTAR PUSTAKA Barnett HL, Hunter BB, 1972. Illustrated genera of imperfect fungi. Minnesota:Burges Publishing Co. Bateman RP., M. Carrey, D. Moore, and C. Prior. 1993. The Enhanced Infectivity of Metarhizium anisopilae and Beauveria bassiana in Oil Formulation to Desert Locusts at Low Humiditys. Ann. Appl. Biol. 145-152 Butt, TM., L.Ibrahim, B.W. Ball, and S.J. Clark. 1994. Pathogenicity of Entomopathogous Fungi Metarhizium anisopilae and Beauveria bassiana Agains Crucifer Pest and Honey Bee. Biocontrol Sci. Technol 4:207-214 Clarkson. J.M., and A.K. Chamley 1996. New Insights in ti the Mechanisme of Fungal Pathogensis in Insect. Trends in Microbiol. 4(5):197-203 Domch, K.H., W.Gams, and TH. Anderson. 1980. Compendium of soil fungi, vol.1. Academic Press. London p. 893. Flexner, J.L.B. Lighthart, and B.A. Croft. 1896. The Effect of Bicrobial Pesticide to Non Target Beneficial Arthropods. Agric. Ecos. Environ. 16:203-254 Freimoser. F.M., Screen, S. Bagga., G.Hu, and R.J St Leger. 2003. Expressed Sequence Tag (EST). Analysis of Two Subspecies of Metarhizium anisopilae Reveals a Plethora of Secreted Protein With Potential Activity in Insect Host. Mirobiol. 239-247 Junianto, Y.D. dan S. Sukamto. 1995. Pengaruh Suhu dan Kelembaban Relatif terhadap Perkecambahan, Pertumbuhan dan Sporulasi Beberapa Isolat Beauveria bassiana. Pelita Perkebunan. 11(2):64-75 Lee. P.C, and R.Hou. 1989. Pathogenesis Metarhizium anisopilae var anisopilae in the Smoller Brown Planthopper, Laodelphax Striatellus. Chinese J. Entomol (9);1319 Starnes, R.l., C.L. Liu, and P.G. Marrone. 1993. History, Use and Future of Microbiolgy insecticides. J. Amer. Entomol. 39:83-91 Pitt JI, Hocking AD, 1997. Fungi and Food Spoilage. Ed ke-2. London. Academic and Professional, an imprint of Chapman and Hall
Blackie
Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart and Winston. Texas. Samson,R.H., H.C. Evans., and J.P.Latge. 1988. Atlas of Entomophatogenic Fungi. Springer- Verla. New York. P. 187
470
Seminar Nasional Serealia, 2013
Tanada, Y., and H.K. Kaya, 1993. Insect Pathology Academic Press, Inc, New York, NY.p 666 Walstad, S., R.F. Anderson, and W.J. Stanbaugh. 1970. Effect of Enviroment Condition on Two spesies Muscardine Fungi (Metarhizium anisopilae and Beauveria bassiana). J. Invertebr.Pathol. 16;221-226
471