TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut
Kalshoven
(1981)
hama
Penggerek
Buah
Kopi
ini
diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Coleoptera
Family
: Scolytidae
Genus
: Hypothenemus
Spesies
: Hypothenemus hampei Ferr.
PBKo sangat berbahaya karena berkembang biak sangat cepat dan jumlah banyak sekali. Dalam 1 tahun, keturunan dari 1 ekor betina berjumlah 100.000 (seratus ribu) ekor. Dalam 2-3 tahun, semua buah bisa terserang sehingga tidak ada lagi biji yang dapat dipanen. Siklus hidup (life cycle, dari telur ke dewasa) PBKo hanya 24-45 hari (tergantung cuaca). Satu betina bertelur sebanyak 35-50 butir yang terdiri dari 33-46 (92%) betina (Malau et al., 2012). (a)
(b)
Telur pada buah kopi Larva pada buah kopi Gambar 1 : (a) Telur Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) (b) Larva Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) (Sumber : Burbano et al., 2010)
Universitas Sumatera Utara
Dua hari setelah memasuki buah, betina sudah bertelur. Kumbang betina yang akan bertelur membuat lubang gerekan dengan diameter lebih kurang 1 mm pada buah kopi dan biasanya pada bagian ujung (Gambar 1a). Kemudian kumbang tersebut bertelur pada lubang yang dibuatnya. Telur menetas menjadi larva dalam 5-9 hari. Lama stadium larva penggerek biji kopi
berkisar 10-26 hari. Telur menetas menjadi larva yang
menggerek biji kopi (Gambar 2) (Hindayani et al., 2002). Larva yang baru menetas berada dalam gerekan yang dibuat oleh imago dan makan dari biji kopi (Wiryadiputra, 2007).
Telur menetas menjadi larva
Gambar 2 : Larva Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) (Sumber : Normauli Manurung, 2010)
Larva penggerek buah kopi (Gambar 2) yang menetas akan segera menggerek keping biji (endosperma) kopi yang telah mengeras dan berkembang sampai menjadi dewasa pada liang gerekan dalam buah kopi. Larva penggerek biji kopi menjadi pupa atau kepompong didalam buah atau biji kopi. Masa prapupa 2 hari dan lama stadium pupa 4 sampai 9 hari (Gambar 3) (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dalam Manurung, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Pupa berada di dalam biji kopi
Gambar 3 : Pupa Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) (Sumber : Normauli Manurung, 2010)
Dari pupa (Gambar 3) akan keluar serangga dewasa (imago) jantan dan betina. Imago betina dapat terbang, sedangkan imago jantan tetap tinggal pada liang gerekan dalam biji. Serangga dewasa berwarna hitam kecoklatan (Gambar 4). Panjang tubuh serangga betina 2 mm, sedang jantan lebih kecil 1.2 mm, perbandingan antara betina dan jantan rata-rata 10 : 1 (Prastowo et al., 2010). Pada saat akhir panen kopi populasi serangga mulai turun karena terbatasnya makanan, populasi serangga hampir semuanya betina, karena serangga betina memiliki umur yang lebih panjang dibanding serangga jantan. Pada kondisi demikian perbandingan serangga betina dan jantan dapat mencapai 500:1. Serangga jantan H. hampei tetap tinggal pada liang gerekan di dalam biji (Wiryadiputra, 2007).
Imago berwarna hitam kecoklatan
Gambar 4 : Imago PBKo (Hypothenemus hampei Ferr.) (Sumber : Normauli Manurung, 2010)
Universitas Sumatera Utara
Hama PBKo mampu terbang dengan ketinggian hingga 1,8 meter. Serangga jantan tidak bisa terbang, sedang betina terbang sore hari dari pukul 16.00 sampai 18.00 dengan umur rata-rata 103 hari dan 150 hari. Gejala Serangan Hama utama kopi yang dapat menurunkan produksi dan mutu kopi adalah: penggerek buah kopi oleh Hypothenemus hampei Ferr. Gejala serangannya dapat terjadi pada buah kopi yang muda maupun tua (masak) (Gambar 5a), buah gugur mencapai 7-14% atau perkembangan buah menjadi tidak normal dan busuk (Ernawati et al., 2008). Hama PBKo umumnya menyerang buah kopi yang bijinya (endosperm) telah mengeras, namun pada buah yang bijinya belum mengeraspun yang telah berdiameter lebih dari 5 mm juga kadang-kadang diserang. Buah-buah yang bijinya masih lunak umunya tidak digunakan sebagai tempat berkembang biak, tetapi hanya digerek untuk mendapatkan makanan sementara dan selanjutnya ditinggalkan lagi. Kerusakan yang ditimbulkan pada serangan demikian kadang justru lebih berat, karena buah menjadi tidak berkembang, berubah warna menjadi kuning kemerahan, dan akhirnya gugur. Serangan pada buah yang bijinya telah mengeras akan berakibat penurunan jumlah dan mutu hasil (Wiryadiputra, 1996). Hama menyerang buah dengan cara menggerek. Lubang gerekan berbentuk bulat dengan diameter lebih kurang 1 mm dan umumnya dijumpai pada ujung buah. Lubang kadang-kadang sukar dilihat karena tertutup oleh kotoran atau sisa gerekan. Bubuk buah kopi pada umumnya menyerang buah yang bijinya telah cukup keras, namun demikian buah yang bijinya lunak juga diserang.
Universitas Sumatera Utara
Setelah menyerang buah yang bijinya lunak, hama segera keluar karena tidak bisa berkembang di dalamnya. Buah muda akan menjadi busuk dan kemudian gugur. Jenis kopi yang disukai adalah jenis Arabica, Robusta dan Liberica (Untung, 2010).
Buah kopi berlubang akibat gerekan serangga H. hampei
Gambar 5 : (a) Buah kopi yang terserang serangga PBKo (Sumber : Foto langsung, 2014)
Gejala serangan dapat terjadi pada buah kopi yang muda maupun tua (masak) (Gambar 5). Serangan H. hampei pada buah muda menyebabkan gugur buah sedangkan serangan pada buah yang cukup tua menyebabkan biji kopi cacat berlubang-lubang dan bermutu rendah. Pada umumnya, hanya kumbang betina yang sudah kawin yang akan menggerek buah kopi; biasanya masuk buah dengan buat lubang kecil dari ujungnya (Gambar 5). PBKo sangat merugikan, karena mampu merusak biji kopi dan sering mencapai populasi yang tinggi. Kumbang betina menyerang buah kopi yang sedang terbentuk, dari 8 minggu setelah berbunga sampai waktu panen. Buah yang sudah tua paling disukai. PBKo menyerang pada bagian kebun kopi yang bernaungan, lebih lembab atau di perbatasan kebun. Jika tidak dikendalikan,
Universitas Sumatera Utara
serangan dapat menyebar ke seluruh kebun. Dalam buah tua dan kering yang tertinggal setelah panen, dapat ditemukan lebih dari 100 PBKo. Karena itu penting sekali membersihkan kebun dari semua buah yang tertinggal (Hindayana et al., 2002). Pengendalian Pengendalian
harus
dilakukan
bila
intensitas
serangan
>10%.
Pengendalian dapat dilakukan melalui sanitasi kebun, pembiakan dan pelepasan parasitoid Cephalonomia stepiana serta penggunaan jamur Beauveria basiana. (Prastowo et al., 2010). Pengendalian hama PBKo menurut Ernawati et al. (2008) dapat dilakukan dengan cara : - Petik semua buah yang masak awal (baik pada buah yang terserang maupun tidak), biasanya dilakukan pada 15-30 hari menjelang panen raya. Untuk mencegah terbangnya hama, pada saat menampung buah digunakan kantong yang tertutup, kemudian buah direndam dalam air panas selama sekitar 5 menit - Dilakukan racutan/rampasan, yaitu memetik semua buah yang telah berukuran 5 mm yang masih ada di pohon sampai akhir panen (hal ini untuk memutus daur hidup hama) - Lakukan pemangkasan terhadap tanaman pelindung agar kondisi lingkungan tidak terlalu gelap. Pengelolaan hama PBKo dapat dilakukan dengan cara yaitu memanfaatkan musuh alami seperti parasitoid Heterospilus coffeicola, jamur Spicaria javanica, predator Dindymus rubiginosus. Dapat juga dilakukan dengan memodifikasi
Universitas Sumatera Utara
lingkungan seperti mengurangi naungan dan melakukan pemangkasan serta mengusahakan supaya selama jangka waktu tertentu tidak terdapat buah kopi, baik di pohon ataupun di tanah. Dengan demikian kumbang betina tidak mempunyai buah kopi untuk makanan atau untuk tempat berkembang biak. Hal tersebut dapat diusahakan antara lain melalui rampasan, lelesan, petik bubuk (Untung, 2010). Pengendalian dengan insektisida kimia tidak dilakukan karena hampir semua stadium perkembangan serangga hama tersebut berada di dalam buah kopi. Di samping itu petani mengalami kendala di dalam penyemprotan karena pada umumnya ketinggian pohon kopi melebihi tinggi manusia. Aplikasi insektisida kimia yang terus-menerus juga akan mendatangkan masalah-masalah baru yang lebih rumit dan sulit diselesaikan, seperti resistensi, resurgensi, munculnya hama baru, tercemarnya lingkungan hidup, teracuninya binatang ternak bahkan manusia (Untung dalam Laila et al., 2011). Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan cara pemangkasan dan penggunaan perangkap yang berisi senyawa kairomon (Wiryadiputra dalam Laila et al., 2011). Perangkap Serangga Kajian tentang perangkap untuk hama PBKo telah dilakukan ntuk mengevaluasi aspek warna perangkap desain atau tipe perangkap dan senyawa penarik yang paling efektif untuk menarik serangga PBKo, serta potensinya dalam menurunkan populasi hama PBKo. Warna perangkap yang dievaluasi terdiri atas warna merah, oranye, kuning, hijau dan biru dan dipasang di kebun kopi menggunakan alat perangkap tipe corong ganda yang berisi empat corong.
Universitas Sumatera Utara
Perangkap diletakkan pada tiang kayu pada ketinggian sekitar 175 cm diatas permukaan tanah dan ditempatkan di antara pohon kopi. Pengamatan jumlah serangga yang terperangkap dilakukan setiap hari selama satu minggu (Wiryadiputra dalam Manurung, 2008). Scolytidae tertarik pada ethanol dan methanol. Ketertarikan serangga tergantung pada kondisi pertumbuhan tanaman kopi (iklim, pengaturan jarak tanam, kelembaban, kultivar, umur tanaman, arah angin, kecepatan, dan lain-lain) dapat mempengaruhi penangkapan hama ini. Berdasarkan uraian tersebut, hasil penelitian terhadap penangkapan PBKo diperoleh hasil yang bertentangan dalam
hal
tanggapan
serangga
tersebut
terhadap
bahan
semikimia,
dan hubungannya dengan faktor lain. Sebagai contoh, beberapa studi menunjukkan bahwa PBKo yang tertangkap meningkat dengan menggunakan campura bahan ethanol dan methanol dengan perbandingan tingkat campuran 1:3 (Mendonza Mora dalam Silva et al., 2006). Perangkap senyawa penarik terdiri atas 2 bagian utama, yaitu alat perangkap dan senyawa penaik (atraktan). Pada bagian alat perangkap terdiri atas tameng plstik yang dipasang secara bersilang sehingga pada bagian atas corong terbagi ke dalam empat bagian. Pada bagian tengah tameng ini ditempatkan senyawa penarik yang berada dalam botol plastik kecil. Pada bagian awah corong terdapat botol penampung serangga yang tertangkap, yang dapat dikaitkan dengan corong pada bagian tutupnya. Di dalam botol penampung diisi larutan sabun yang berfungsi untuk menampung serangga PBKo sehingga akan cepat mengalami kematian. Pada sisi samping botol penampung, kurang lebih 2-3 cm di tas dasar botol terdapat lubang-lubang kecil yang berfungsi untuk
Universitas Sumatera Utara
mengeluarkan kelebihan air apabila alat perangkap terisi air dari luar pada saat musim hujan. Pada bagian atas corong dan tameng masih diberi peneduh dari plastik untuk melindungi dari curah hujan dan kotoran masuk kedalam perangkap (Wiryadiputra dalam Manurung, 2008). (a)
(b)
(c)
Gambar 6 : (a) Tipe corong tunggal (b) Tipe corong ganda (c) Tipe botol bekas air mineral (Sumber : Foto langsung, 2014)
Universitas Sumatera Utara