BIOLOGI DAN MUSUH ALAMI PENGGEREK BATANG Ostrinia furnacalis Guenee (LEPIDOPTERA: PYRALIDAE) PADA TANAMAN JAGUNG Nurnina Nonci Balai Penelitian Tanaman Serealia, Jalan Dr. Ratulangi No. 274, Maros 90514, Sulawesi Selatan
ABSTRAK Penggerek batang, Ostrinia furnacalis Guenee, merupakan salah satu hama utama pada tanaman jagung sehingga keberadaannya perlu diwaspadai. Kehilangan hasil akibat hama tersebut mencapai 20−80%. Besarnya kehilangan hasil dipengaruhi oleh padat populasi larva O. furnacalis serta umur tanaman saat terserang. Telur O. furnacalis diletakkan secara berkelompok pada bagian bawah daun, bentuknya menyerupai sisik ikan dengan ukuran yang berbeda-beda. Periode telur berlangsung 3−4 hari. Larva terdiri atas lima instar, setiap instar lamanya 3−7 hari. Stadium pupa berlangsung 7−9 hari. Lama hidup ngengat adalah 2−7 hari sehingga siklus hidup dari telur hingga ngengat adalah 27−46 hari dengan rata-rata 37,50 hari. Musuh alami O. furnacalis yang ditemukan di Sulawesi Selatan, seperti di Maros, Barru, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, dan Sinjai adalah parasitoid telur Trichogramma evanescens dan parasitoid larva dari ordo/famili Hymenoptera/Ichneumonidae (1 spesies), Hymenoptera/Braconidae (1 spesies), dan Diptera/Tachinidae (1 spesies). Persentase telur O. furnacalis yang terparasit dalam satu kelompok berkisar antara 71,56−89,80%. Larva O. furnacalis yang terparasit Ichneumonidae, Braconidae, dan Tachinidae berkisar antara 1−6%. Parasitoid telur lebih efektif menekan populasi O. furnacalis dibanding parasitoid larva. Jenis-jenis predator telur dan larva O. furnacalis adalah cecopet (Proreus sp., Euborellia sp.) dan laba-laba (Lycosa sp., Chrysopa sp., dan Orius tristicolor), sedangkan patogen yang efektif menekan populasi O. furnacalis adalah Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana. Keefektifan kedua jenis cendawan tersebut bergantung pada konsentrasi konidia dan stadium perkembangan larva O. furnacalis; makin muda stadium larva makin tinggi tingkat mortalitasnya. Kata kunci: Jagung, Ostrinia furnacalis, tahapan perkembangan, musuh alami
ABSTRACT Biology and natural enemies of Asian corn barer, Ostrinia furnacalis Guenee (Lepidoptera: Pyralidae) on corn Asian corn borer, Ostrinia furnacalis Guenee, is one of the important pests on corn. Yield loss due to the pest was around 20−80%. The yield loss was affected by population density and plant age. Life cycle of O. furnacalis was 27−46 days with the average of 37.50 days. Eggs were laid by group under leaf surface with different size. Egg period was 3−4 days. There were five instars of larvae; period of each instar was 3−7 days. Pupa stage period was 7−9 days and moth period was 2−7-days. Natural enemies of O. furnacalis found in Maros, Barru, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, and Sinjai (South Sulawesi) were egg parasite like Trichogramma evanescens, and larval parasite like ordo/family Hymenoptera/Ichneumonidae (1 species), Hymenoptera/Braconidae (1 species), and Diptera/Tachinidae (1 species). Percentages of O. furnacalis’s eggs preyed by parasite were between 71.56− 89.80%. Number of larvae preyed by Ichneumonidae, Braconidae, Tachinidae were 1−6%. Egg parasite was more effective than larval parasite. Predators found were Proreus sp., Euborellia sp., Lycosa sp., Chrysopa sp., and Orius tristicolor. Pathogens that effective to control O. furnacalis were Metarhizium anisopliae and Beauveria bassiana. The effectiveness of both fungi was depended on conidia concentration and growth stage of larvae; the younger the larvae the higher its mortality. Keywords: Maize, Ostrinia furnacalis, developmental stages, natural enemies
P
enggerek batang, Ostrinia furnacalis Guenee (Lepidoptera: Pyralidae) banyak terdapat di Asia Tenggara, Asia Tengah, Asia Timur, dan Australia (Van der Laan 1981). Hama tersebut merupakan salah satu hama utama pada pertanaman 8
jagung di Indonesia termasuk di Sulawesi Selatan, seperti di Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Barru, Sidrap, Wajo, dan Luwu (Nonci dan Baco 1991). Granados (2000) melaporkan bahwa O. furnacalis
merupakan hama penting pada jagung di Filipina, Kamboja, Vietnam, Cina, Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Papua New Guinea. Tseng (1998) melaporkan pula bahwa O. furnacalis merupakan hama penting di beberapa negara Asia sampai Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004
ke Australia, Mikronesia, Cina, Jepang, dan Korea. Larva penggerek batang jagung dapat merusak daun, batang, serta bunga jantan dan betina (tongkol muda). Larva instar I-III merusak daun dan bunga jantan, sedangkan larva instar IV-V merusak batang dan tongkol (Nafus dan Schreiner 1987). Selanjutnya, Nonci dan Baco (1987) mengemukakan bahwa serangan pada tanaman jagung umur 2 dan 4 minggu menyebabkan kerusakan pada daun, pucuk dan batang, pada tanaman umur 6 minggu menyebabkan kerusakan pada daun, batang, bunga jantan dan bunga betina (tongkol muda), sedangkan serangan pada tanaman umur 8 minggu menyebabkan kerusakan pada daun dan batang. Pada tanaman yang berumur 6 minggu, mortalitas larva lebih rendah dibanding pada tanaman yang berumur lebih muda maupun yang lebih tua. Kehilangan hasil akibat serangan O. furnacalis berkisar antara 20−80% (Ceballo dan Rejesus 1983). Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang (1987) melaporkan bahwa kerusakan tanaman jagung oleh O. furnacalis di lapangan dapat mencapai 50%. Kehilangan hasil jagung, selain dipengaruhi oleh padat populasi larva O. furnacalis, juga ditentukan oleh umur tanaman saat terserang (Nonci dan Baco 1987). Di Filipina, O. furnacalis meletakkan telur pada pertanaman jagung di lapangan 15 hari setelah tumbuh (HST) dan serangan berakhir pada 75 HST (Lit et al. 1987) Salah satu faktor penghambat atau pengatur populasi hama adalah musuh alami. Musuh alami berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen pengendalian hama yang aman bagi lingkungan. Namun, hingga saat ini informasi tentang komposisi musuh alami bagi hama utama pertanaman jagung masih kurang.
yang terkulai dan pucuk. Puncak peletakan telur penggerek batang terjadi pada saat terbentuknya bunga jantan dan berakhir pada saat pematangan biji. Sekitar 29,27% kelompok telur diletakkan di atas permukaan daun dan 70,73% di bawah permukaan daun, masing-masing pada daun ke-4, 5, 6, 7, dan 8 dari bawah (Nonci et al. 2000; 2001). Jumlah telur setiap kelompok berbeda-beda, yakni antara 5−90 butir, tetapi ada yang lebih dari 100 butir. Di laboratorium, jumlah telur setiap kelompok beragam dari 2 hingga 200 butir (Van der Laan 1981). Stadium telur berlangsung 3−4 hari (Tabel 1). Granados (2000) mengemukakan bahwa telur penggerek batang menetas 3−5 hari setelah diletakkan. Pada waktu diletakkan telur berwarna bening, keTabel 1. Daur hidup Ostrinia furnacalis yang diberi makan bagian tanaman jagung. Stadium Telur Larva lnstar I Instar II Instar III Instar IV Instar V Pupa Ngengat
Lama hidup (hari)
Rata-rata lama hidup (hari)
3−4
3,60
3−5 3−5 3−5 3−4 3−7 7−9 2−7
3,30 3,70 3,80 3,40 4,70 8,50 3,50
Laboratorium hama dan penyakit Balai Penelitian Tanaman Serealia, suhu 26,60−31,60o C dan kelembapan 71,90−84,50% Sumber: Nonci dan Baco (1991).
mudian berubah menjadi putih kekuningan setelah hari kedua dan pada hari ketiga, yakni ketika akan menetas, berubah menjadi hitam (Gambar 1). Warna hitam tersebut menandakan caput (kepala) calon larva. Jumlah telur yang diletakkan oleh seekor ngengat betina berkisar antara 80−140 butir/hari, bergantung pada umur tanaman dan bagian tanaman yang dimakan larva (Nonci dan Baco 1991). Van der Laan (1981) melaporkan bahwa jumlah telur yang diletakkan seekor ngengat betina adalah 300−500 butir. Telur biasanya diletakkan pada malam hari hingga dini hari.
Larva Lama perkembangan larva bervariasi, bergantung pada bagian tanaman jagung yang dimakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jagung yang berumur 6 minggu paling disenangi oleh larva O. furnacalis. Larva terdiri atas lima instar dengan ukuran yang berbeda-beda. Larva instar I memiliki panjang 1−3 mm dengan ratarata 1,40; larva instar II 3,50−5 mm dengan rata-rata 4,30 mm; larva instar III 7−12 mm dengan rata-rata 9,10 mm; larva instar IV 13−20 mm dengan rata-rata 17,20 mm; dan larva instar V 16−24 mm dengan rata-rata 21,50 mm. Larva yang baru menetas berwarna putih bening dengan caput berwarna hitam. Larva instar pertama langsung berpencar ke bagian tanaman yang disukai. Granados (2000) melapor-
BIOEKOLOGI Telur Telur penggerek batang berukuran 0,90 mm (Valdez dan Adalla 1983). Telur diletakkan secara berkelompok di bagian bawah daun, bentuknya menyerupai sisik ikan dengan ukuran yang berbeda-beda (Gambar 1). Menurut Nafus dan Schreiner (1987), hampir semua telur diletakkan pada daun, terutama daun Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004
Gambar 1.
Satu kelompok telur Ostrinia furnacalis yang baru diletakkan (atas) dan yang akan menetas (bawah). 9
kan bahwa larva penggerek batang instar muda memakan daun muda dan bunga jantan yang belum mekar, sedangkan larva instar III atau yang lebih tua menggerek batang yang umumnya melalui buku batang. Keberadaan larva pada daun muda, daun yang masih menggulung, batang, serta bunga jantan dan bunga betina dapat dideteksi dengan adanya kotoran atau bekas gerekan yang tersisa pada bagian-bagian tanaman tersebut (Gambar 2). Rata-rata panjang larva instar terakhir adalah 21,50 mm. Larva berwarna kristal keputihan, cerah dan bertanda titik hitam pada setiap segmen abdomen.
rubahan itu adalah musuh alami yang meliputi parasitoid, predator, dan patogen. Musuh alami tersebut sudah lama dimanfaatkan dalam upaya pengendalian hama. Upaya pengendalian hama dengan
musuh alami mulai menguat setelah disadari bahwa pengendalian hama dengan insektisida menimbulkan berbagai dampak negatif yang merugikan lingkungan.
Pupa Pupa terbentuk di dalam batang dengan lama stadium bervariasi 7−9 hari atau rata-rata 8,50 hari (Tabel 1). Pupa yang baru terbentuk berwarna krem, kemudian berubah menjadi kuning kecokelatan dan menjelang ngengat keluar berwarna cokelat tua. Menurut Valdez dan Adalla (1983), ukuran pupa betina lebih besar dari pupa jantan (Gambar 3 dan Tabel 2). Pupa jantan dapat dibedakan dari pupa betina, yaitu pada ruas terakhir abdomen pupa betina terdapat celah yang berasal dari satu titik, sedangkan pada pupa jantan terdapat celah yang bentuknya agak bulat.
Gambar 2. Larva Ostrinia furnacalis instar V dan bekas gerekan.
Ngengat Ngengat biasanya muncul dan aktif pada malam hari dan segera berkopulasi. Seekor ngengat betina menghasilkan telur ratarata 81,10; 133,30; 122,60 butir/hari masingmasing dari ngengat yang larvanya diberi makan bagian tanaman jagung umur 4, 6, dan 8 minggu (Nonci dan Baco 1991). Lama hidup ngengat antara 2−7 hari (Tabel 1). Ngengat jantan dapat dibedakan dengan ngengat betina dari ukurannya. Ngengat betina lebih besar daripada ngengat jantan (Tabel 2) dan warna sayap jantan lebih terang daripada betina (Gambar 4). Ruas terakhir abdomen ngengat betina juga berbeda dengan ruas terakhir abdomen ngengat jantan.
MUSUH ALAMI Populasi hama dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Salah satu faktor yang mempengaruhi pe10
Gambar 3. Pupa betina (kiri) dan pupa jantan (kanan) Ostrinia furnacalis.
Tabel 2. Ukuran (mm) pupa dan ngengat Ostrinia furnacalis. Stadium
Jantan Ukuran
Pupa Panjang 11 − 16 Lebar 2 − 4 Ngengat Panjang badan 11,50 − 1 5 Lebar badan 2 − 4 Bukaan sayap 2 2 − 29,50 Panjang sayap depan 1 0 − 13,50 Panjang sayap belakang 7 − 11
Betina Rata-rata 13,80 2,90 13,50 2,90 26,70 11,90 8,70
Ukuran
Rata-rata
13 − 17 2,50 − 4
15,40 3,30
12 3 27,50 12 8
− − − − −
15,50 4 35,50 15,50 13
13,60 3,30 31,30 14,10 10,70
Laboratorium hama dan penyakit Balai Penelitian Tanaman Serealia, suhu 26,60−31,60 o C dan kelembapan 71,90−84,50%. Sumber: Nonci dan Baco (1991).
Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004
Gambar 4. Ngengat betina (kiri) dan ngengat jantan (kanan) Ostrinia furnacalis.
Gambar 5. Imago betina Trichogramma evanescens yang sedang meletakkan telur pada telur Ostrinia furnacalis.
Parasitoid Parasitoid merupakan unsur pengendali populasi hama dan umumnya bersifat spesifik, sehingga dapat menekan populasi inang pada tingkat yang lebih rendah. Sifat itulah yang menyebabkan parasitoid lebih sering digunakan dalam pengendalian hayati dibanding dengan predator. Telur dan larva O. furnacalis dapat diparasit oleh berbagai jenis parasitoid. Dari pengamatan di daerah Sulawesi Selatan ditemukan satu spesies parasitoid telur O. furnacalis yaitu dari ordo Hymenoptera, famili Trichogrammatidae. Berdasarkan kunci determinasi yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor Jurusan Hama dan Penyakit (1999), diketahui bahwa spesies parasitoid tersebut adalah Trichogramma evanescens Westwood (Gambar 5). Nonci et al. (2000) mengemukakan bahwa rata-rata persentase telur terparasit dalam satu kelompok O. furnacalis adalah 71,56− 89,80% (Tabel 3). Parasitoid larva O. furnacalis yang ditemukan di Sulawesi Selatan berasal dari ordo/famili Hymenoptera/Ichneumonidae (Gambar 6), Hymenoptera/Braconidae, dan Diptera/Tachinidae masing-masing satu spesies. Persentase larva O. furnacalis yang terparasit Ichneumonidae adalah 1−6%, Braconidae 1%, dan Tachinidae 3−6% (Tabel 4).
Tabel 3. Rata-rata telur Ostrinia furnacalis yang terparasit Trichogramma evanescens pada beberapa daerah di Sulawesi Selatan. Kabupaten
Telur terparasit (%)
Barru Wajo Takalar Jeneponto Bantaeng Bulukumba Sinjai
71,56 80,99 84,02 87 82,04 89,80 81,95
Sumber: Nonci et al. (2000).
Selatan adalah kumbang kubah (Harmonia octomaculata, Micraspis sp., Monochilus sexmaculatus, Micraspis crocea), cecopet (Proreus sp., Euborellia sp.), laba-laba, semut, Chrysopa sp., dan Orius tristicolor (Nonci et al. 2000). Teetes et al. (1983) melaporkan bahwa jenis-jenis predator yang banyak ditemukan pada pertanaman jagung di lapangan adalah dari ordo/famili Coleoptera/Coccinellidae, Diptera/Syrphidae, Neuroptera/Chrysopidae, dan Heteroptera/Anthocoridae. Gonzales et al. (1995) mengemukakan bahwa Proreus sp. dan Euborellia sp. lebih potensial di lapangan dibandingkan
Predator Jenis-jenis predator telur dan larva O. furnacalis yang ditemukan di Sulawesi Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004
Gambar 6.
Parasitoid larva ordo/famili Hymenoptera/Ichneumonidae yang baru keluar dari pupa Ostrinia furnacalis. 11
Tabel 4. Persentase larva Ostrinia furnacalis yang terparasit oleh tiga famili parasitoid di beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan. Kabupaten Barru Wajo Takalar Jeneponto Bantaeng Bulukumba Sinjai
Larva terparasit (%) Ichneumonidae
Braconidae
Tachinidae
4 6 3 5 − 1 2
1 − − − − − −
3 5 5 4 3 3 6
Sumber: Nonci et al. (2000).
dengan Lycosa sp. karena kemampuan mencari inang lebih tinggi. Yasin et al.(1999) juga menyatakan bahwa predator Lycosa sp., Proreus sp., dan Euborellia sp. mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk memangsa larva O. furnacalis; makin muda stadium larva, makin tinggi jumlah larva yang dimangsa (Tabel 5). Chrysopa sp. merupakan predator bagi banyak jenis hama jagung. Larva Chrysopa sp. yang sering disebut singa aphid (Teetes et al. 1983) memangsa telur dan larva kecil dari O. furnacalis dan Helicoverpa armigera (Ortega 1987; Akib et al. 1999). Populasi Chrysopa sp. yang cukup tinggi ditemukan pada pertanaman jagung di Sulawesi Selatan seperti di Sidrap, Barru, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, dan Bulukumba dengan ratarata 1,30−2,35 ekor/tanaman (Nonci et al. 2000). Hasil penelitian Akib et al. (1999)
menunjukkan, populasi telur Chrysopa sp. pada pertanaman jagung umur 35 hari setelah tanam (HST), masing-masing pada monokultur jagung, tumpang sari jagung + kacang hijau, jagung + kedelai, dan jagung + kacang tanah adalah 0,70; 18; 19; dan 11 butir per 20 rumpun tanaman. Populasi tertinggi ditemukan pada tanaman jagung berumur 75 HST yaitu 43,33; 86,60; 104,60; dan 81,70 butir per 20 rumpun tanaman masing-masing pada monokultur jagung, tumpang sari jagung + kacang hijau, jagung + kedelai, dan jagung + kacang tanah. Sampai umur 85 HST, populasi telur masih cukup tinggi. Orius sp. juga merupakan predator telur dan larva kecil O. furnacalis dan H. armigera pada jagung. Kumbang dewasa berukuran kecil, yakni + 2 mm, berwarna hitam dengan tanda putih. Sayap depan panjang dan tebal, berwarna kuning
Tabel 5. Kemampuan memangsa Lycosa sp., Proreus sp., dan Euborellia sp. per hari terhadap larva Ostrinia furnacalis instar I, II, dan III di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Serealia. Jenis predator Lycosa sp. Proreus sp. Euborellia sp.
Larva O. furnacalis yang dimangsa (ekor) Instar I
Instar II
Instar III
x 22a x 23a x 23a
y 15b y 21a y 17b
z 9b z 13a z 9b
KK interaksi (%) = 11,50 Angka yang diikuti huruf yang sama (a−b) untuk arah vertikal (x−z) dan untuk arah horisontal tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Sumber: Yasin et al. (1999).
12
keputihan, dan terdapat bercak hitam berbentuk segi tiga di bagian pinggir. Orius sp. banyak ditemukan di Sulawesi Selatan seperti di Barru, Maros, dan Takalar dengan populasi 1,80−2,10 ekor/tanaman (Nonci et al. 2000). Selanjutnya Akib et al. (1999) mengemukakan, populasi Orius sp. lebih tinggi pada tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan kacang-kacangan dibanding pada monokultur jagung. Populasi tinggi pada 35 HST (67,70 ekor/ 20 rumpun) ditemukan pada tumpang sari jagung + kacang tanah diikuti jagung + kedelai, jagung + kacang hijau, dan monokultur jagung masing-masing 64,70; 45; 33,70 ekor per 20 rumpun. Selanjutnya populasi Orius sp. menurun drastis. Jenis-jenis predator kumbang kubah seperti H. octomaculata, Micraspis sp., M. sexmaculatus, M. crocea, Crysopa sp., dan Orius sp. banyak ditemukan pada ekosistem tanaman jagung. Predatorpredator tersebut mempunyai potensi untuk menekan populasi O. furnacalis, namun kemampuan memangsa dari jenisjenis predator tersebut belum banyak diteliti.
Patogen Patogen biasanya berasal dari golongan mikroorganisme seperti bakteri, cendawan, dan virus. Contoh patogen dari golongan bakteri adalah Bacillus thuringiensis yang menginfeksi kebanyakan larva dari ordo Lepidoptera. Contoh patogen dari golongan cendawan adalah Beauveria bassiana yang mempunyai banyak inang, sedangkan dari golongan virus adalah nuclear polyhedrosis virus (NPV) dan cytoplasmic polyhedrosis virus (CPV) yang mempunyai banyak inang terutama dari ordo Lepidoptera. Patogen ini sudah banyak dikembangkan di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat sebagai bioinsektisida komersial. Sampai tahun 1990, di Amerika Serikat paling tidak terdapat 10 perusahaan yang memproduksi bioinsektisida. Yasin et al. (1999; 2000) mengemukakan bahwa cendawan B. bassiana dan M. anisopliae efektif menekan O. furnacalis. Sejumlah cendawan dari kelas Hyphomycetes menyebabkan penyakit muscardine pada serangga. Sebutan ini pertama kali digunakan terhadap Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004
muscardine putih ulat sutra yang disebabkan oleh Aspergillus flavus dan Paecilomyces farinocus, serta muscardine merah oleh Sorosporella uvella.
Metarhizium anisopliae (Motch.) Cendawan muscardine hijau M. anisopliae menyebar hampir sama luasnya dengan B. bassiana dengan kisaran inang yang luas pula. Yasin et al. (1999) mengemukakan, keefektifan cendawan M. anisopliae dipengaruhi oleh konsentrasi konidia dan stadium larva O. furnacalis; makin muda stadium larva, makin tinggi tingkat mortalitasnya. Cendawan M. anisopliae dengan konsentrasi 10 8 konidia/ml dapat mematikan larva instar II O. furnacalis hingga 72,50% pada 6 hari setelah inokulasi (HSI) (Tabel 6).
Beauveria bassiana (Bals.) Verill Beauveria sp. memiliki konidia hialin satu-satu pada sterigmata zig zag. Sampai saat ini dikenal dua spesies Beauveria, yaitu B. bassiana dan B. brongniarti. B. bassiana memiliki sejumlah strain yang berbeda virulensi dan patogenitasnya. B. bassiana mempunyai penyebaran yang luas dengan inang yang banyak
terutama Lepidoptera dan Coleoptera, tetapi dapat juga yang lainnya (Diptera dan Himenoptera). Beberapa serangga yang sensitif terhadap cendawan ini antara lain adalah O. nubilalis, Lepinotarsa decenlineata, Spodoptera exiqua, dan Darna catenata. Potensi cendawan tersebut untuk mengendalikan O. furnacalis telah diuji di Balai Penelitian Tanaman Serealia baik di laboratorium maupun di lapangan. Baco (2000) mengemukakan bahwa makin tinggi konsentrasi konidia B. bassiana, makin tinggi tingkat mortalitas larva O. furnacalis. Cendawan B. bassiana yang telah disimpan pada suhu kamar selama 2 bulan dengan penyemprotan tiga kali konsentrasi 5 x 107 masih efektif mengendalikan O. furnacalis. Menurut Soenartiningsih et al. (1999), cendawan B. bassiana yang disimpan pada suhu kamar selama 3 bulan menyebabkan penurunan virulensi akibat terjadinya penurunan daya kecambah.
KESIMPULAN Ngengat betina O. furnacalis meletakkan telur secara berkelompok pada daun bagian atas (29,27%) dan daun bagian bawah (70,73%) masing-masing pada daun ke-4, 5, 6, 7, dan 8. Periode telur
Tabel 6. Pengaruh konsentrasi cendawan Metarhizium anisopliae terhadap mortalitas (%) larva Ostrinia furnacalis pada 6 hari setelah inokulasi di laboratorium. Perlakuan
M. anisopliae
10 4
M. anisopliae
10 5
M. anisopliae
10 6
M. anisopliae
10 7
M. anisopliae
10 8
Kontrol
Instar
Konsentrasi konidia/ml
−
II
III
IV
x 25 (29,89) c x 37,50 (37,73) d x 45 (42,12) c x 55 (47,88) b x 72,50 (58,45) a x 0 (0) f
xy 20 (26,57) c y 22,50 (28,23) bc y 25 (28,29) bc y 27,50 (31,55) b y 50 (45) a x 0 (0) d
y 17,50 (24,53) b z 15 (22,50) b z 17,50 (24,53) b z 20 (26,57) b z 35 (36,22) a x 0 (0) c
Angka yang diikuti huruf yang sama (a−f) pada kolom yang sama dan (x−z) untuk baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan. Angka yang terdapat di dalam kurung adalah transformasi arc sin x. Sumber: Yasin et al. (2000).
Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004
berlangsung 3−4 hari. Larva terdiri atas lima instar, setiap instar lamanya 3−7 hari. Pupa jantan dan betina dapat dibedakan dengan adanya celah yang berasal dari satu titik untuk pupa betina, dan celah yang bentuknya bulat untuk pupa jantan pada ruas abdomen terakhir. Stadium pupa berlangsung 7−9 hari. Lama hidup ngengat adalah 2−7 hari, serta siklus hidup dari telur hingga ngengat 7−9 hari dengan rata-rata 37,50 hari. Parasitoid telur O. furnacalis adalah ordo/famili Hymenoptera/Trichogrammatidae, spesies T. evanescens. Persentase telur O. furnacalis yang terparasit dalam satu kelompok berkisar 71,56−89,80%. Parasitoid larva O. furnacalis adalah ordo/ famili Hymenoptera/lchneumonidae (1 spesies), Hymenoptera/Braconidae (1 spesies), dan Diptera/Tachinidae (1 spesies). Predator telur dan larva O. furnacalis meliputi cecopet (Proreus sp., Euborellia sp.) dan laba-laba (Lycosa sp., Chrysopa sp., dan Orius tristicolor), sedangkan patogen yang efektif menekan populasi O. furnacalis adalah M. anisopliae dan B. bassiana.
DAFTAR PUSTAKA Akib, W., A. Tenrirawe, A.M. Adrian, J. Tandiabang, dan Zubactirodin. 1999. Peranan predator Orius sp. (Hemiptera: Anthocoridae) dan Chrysopa sp. (Chrysopidae: Neuroptera) dalam pengendalian penggerek tongkol, Helicoverpa armigera, pada tumpang sari tanaman jagung dengan kacang-kacangan. Hasil Penelitian Hama dan Penyakit Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain 1999/2000. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain, Maros. hlm. 1−6. Baco, D. 2000. Potensi agen hayati untuk pengendalian penggerek jagung Ostrinia furnacalis Guenee. 10 hlm. (belum dipublikasikan). Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. 1987. Laporan Tahunan 1986/1987. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Ceballo, F.A. and B.M. Rejesus. 1983. Tryptophan and lysine supplemented artificial diet for corn borer (Ostrinia furnacalis Guenee). Philipp. Entomol. 6(5 & 6): 531− 538. Gonzales, A.B., P.A. Javier, and B.M. Rejesus. 1995. Dispersal of E. annulator (Fab.) in cornfield. Philipp. Entomol. 9(6): 587−604. Granados, G. 2000. Maize insects. Tropical Maize. Improvement and production. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. p. 81−349.
13
Lit, M.C., C.B. Adalla, and M.M. Lantin. 1987. Host plant resistance to the Asiatic corn borer, Ostrinia furnacalis in the Philippines. Proceedings of International Symposium on Methodologies for Developing Host Plant Resistance to Maize Insects. CIMMYT, Mexico. p. 277−280. Nafus, O.M. and I.H. Schreiner. 1987. Location of Ostrinia furnacalis (Lepidoptera: Pyralidae) egg and larvae on sweet corn in relation to plant growth stage. J. Econ. Entomol. 80(2): 411−416.
Nonci, N., Masmawati, A. Jabbar, dan D. Baco. 2001. Waktu pelepasan Trichogramma evanescens Westwood dalam pengendalian penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis Guenee). Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain. 13 hlm. Ortega, A.C. 1987. Insect Pests of Maize. A guide for field identification. CIMMYT, Mexico. 106 pp.
Nonci, N. dan D. Baco. 1987. Pengaruh waktu infestasi dan jumlah larva Ostrinia furnacalis Guenee terhadap kerusakan pada tanaman jagung. Agrikam, Buletin Penelitian Pertanian Maros 2(2): 49−59.
Soenartiningsih, D. Baco, dan M. Yasin. 1999. Pengendalian penggerek batang jagung dan penggerek tongkol dengan cendawan entomopatogenik B. bassiana. Makalah disampaikan pada Temu Teknologi Hasil Pengendalian Hama Terpadu, Cisarua, 30 Juni 1999. Program Nasional PHT, Departemen Pertanian, Jakarta. 25 hlm.
Nonci, N. dan D. Baco. 1991. Pertumbuhan penggerek jagung (Ostrinia furnacalis) Guenee pada berbagai tingkat umur tanaman jagung (Zea mays L.). Agrikam, Buletin Penelitian Pertanian Maros 6(3): 95−101.
Teetes, G.L., K.V.S. Reddy, K. Leuschner, and L.R. House. 1983. Sorghum, Insect Identification Handbook. Information Bulletin No. 12 ICRISAT. Patancheru Andhra Pradesh. India. p. 91−103.
Nonci, N., J. Tandiabang, Masmawati, dan A. Muis. 2000. Inventarisasi musuh alami penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) di sentra produksi Sulawesi Selatan. Penelitian Pertanian 19(3): 38−49.
Tseng, C.T. 1998. Use of Trichogramma ostriniae (Hymenoptera Trichogrammatidae) to control the Asian corn borer, Ostrinia furnacalis (Lepidoptera Pyralidae). Proceed-
14
ing of the Seventh Asian Regional Maize Workshop. 23−27 February, 1998, Los Banos, Philippines. p. 340−356. Valdez, L.L. and C.B. Adalla. 1983. The biology and behavior of the Asian corn borer, Ostrinia furnacalis Guenee (Pyralidae: Lepidoptera) on cotton. Philipp. Entomol. 6(5&6): 621−631. Van der Laan, P.A. 1981. Pest of Crops in Indonesia. English Translation and Revision Published of De Plagen van de Culturgewassen in Indonesia. PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta. Yasin, M., Soenartiningsih, dan Surtikanti. 1999. Pengendalian hama penggerek batang Ostrinia furnacalis dengan cendawan Beauveria bassiana Vuillemin. Jurnal Stigma 7(2): 48−51. Yasin, M., S. Mas’ud, A.H. Talanca, dan D. Baco. 2000. Keefektifan cendawan M. anisopliae, B. bassiana, dalam pengendalian penggerek batang jagung, O. furnacalis Guenee. Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain. 5: 30− 37.
Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004