STUDI PAKAN MERIDIK UNTUK PEMBIAKAN Ostrinia furnacalis Guenée (LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE)
USHBATUL UMAMI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Pakan Meridik untuk Pembiakan Ostrinia furnacalis Guenée (Lepidoptera: Crambidae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015 Ushbatul Umami NIM A34100107
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK USHBATUL UMAMI. Studi Pakan Meridik untuk Pembiakan Ostrinia furnacalis Guenée (Lepidoptera: Crambidae). Dibimbing oleh TEGUH SANTOSO. Kebanyakan pakan meridik yang digunakan untuk pembiakan larva Ostrinia furnacalis di negara maju memerlukan bahan yang cukup mahal. Penelitian ini terdapat empat komposisi pakan berbasis produk lokal dibandingkan dengan jagung muda yang masih segar sebagai pakan alami. Perlakuan terdiri dari pakan pembanding (P), modifikasi 1 (M1) yang hampir sama dengan P tetapi wheat germ digantikan oleh bekatul beras; modifikasi 2 (M2) tanpa bekatul, wheat germ, beberapa vitamin dan choline; modifikasi 3 (M3) hampir sama dengan M2 tetapi terdapat wheat germ. Pakan M2 dan M3 diberi tepung jagung semi kering sebagai pelengkap vitamin. Larva O. furnacalis yang berasal dari pakan alami dipelihara pada setiap perlakuan. Setiap perlakuan terdiri dari 20 larva. Setiap stadia mulai dari larva sampai imago diamati setiap hari. Hasil penelitian menunjukkan tidak dijumpai perbedaan variabel pengamatan yang nyata antara pakan alami dan pakan pembanding (P). Demikian pula dalam perlakuan M1, tahap perkembangan stadia larva, pupa dan imago sebanding dengan perlakuan dari P (kematian akhir 25% pada kontrol, 35% di P dan 15% di M1); peran wheat germ dapat diganti dengan bekatul beras. Secara umum perlakuan M2 dan M3 mendukung perkembangan larva meskipun sedikit memperpendek stadia larva V dan pupa. Efek lanjut telihat pada pupa; mortalitas pupa mencapai 40% pada M2 dan 45% pada M3. Perlakuan M2 dan M3 juga memberikan efek teratogenik dan menyebabkan malformasi pupa. Akibatnya, semua pupa pada M2 gagal untuk menjadi imago, sedangkan pada M3 hanya 10% pupa yang menjadi imago dengan lama hidup hanya 1 hari. Dalam hal ini, tampaknya peran beberapa vitamin dan choline tidak bisa digantikan oleh tepung jagung semi kering. Kata kunci: bekatul beras, choline, jagung, vitamin, wheat germ.
ABSTRACT
USHBATUL UMAMI. Study of Meridic Diet for Rearing Ostrinia furnacalis Guenée (Lepidoptera: Crambidae). Guided by TEGUH SANTOSO. Most meridic diet used to rear Ostrinia furnacalis larva in developed country demand certain expensive chemicals. In this research four compositions of diet based on local product were studied and compared with fresh young corn cob as natural diet. The treatment consisted of complete or standard diet (P), modification M1 that was similar with P but the wheat germ was replaced by rice germ; modification M2 deprived wheat germ, some vitamins and choline; modification M3 similar to M2 but retained wheat germ. Both M2 and M3 were supplemented with dry young cob powder as complement of vitamin. Neonatal larvae originated from natural diet were reared on each treatment. Each treatment consisted of 20 larvae. Larval period of each instar, as well as nymphal period and adult longevity were observed daily. The result showed no significant different of observation variables between natural and standard diet (P). Similarly in M1 treatment, the stadia of larva, nymph, the longevity of adult and mortality are comparable with those of P (final mortality 25% in control, 35% in P and 15% in M1); the role of wheat germ seemed can be replaced by rice germ. Treatment M2 and M3 supported the larval development in general but slightly shortened the instar V and pupal stadia. The adverse effect was noted on pupation; mortality of pupae reached 40% in M2 and 45% in M3. Treatment M2 and M3 also gave teratogenic effect and malformation of pupae. Consequently in M2, all pupae failed to develop further, and in M3 only 10% adult were formed 1 day longevity. Role of some vitamins and choline could not be replaced by dried corn cob. Keywords: choline. corn cob, rice germ, vitamin. wheat germ.
©
Hak Cipta milik IPB, tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
STUDI PAKAN MERIDIK UNTUK PEMBIAKAN Ostrinia furnacalis Guenée (LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE)
USHBATUL UMAMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Studi Pakan Meridik untuk Pembiakan Ostrinia furnacalis Guenée (Lepidoptera: Crambidae)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman dari bulan Maret sampai Agustus 2014 yang dibiayai sebagian oleh Beasisiwa Kementrian Agama Republik Indonesia. Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Teguh Santoso, DEA sebagai dosen pembimbing tugas akhir yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi serta pelajaran berharga selama penulis melakukan penelitian. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Widodo, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan akademik kepada penulis. Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Suryo Wiyono, MScAgr selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan penulisan skripsi. Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak dan Ibu tercinta, Ghozali dan Sulastri, serta saudara-saudara, Syaifuddin, Aflahah, Ahmad Saifi, Alima, Abal Hakam, dan Imaduddin, yang selalu memberikan semangat, motivasi dan doa-doa terbaik. Terimakasih juga kepada teman-teman Laboratorium Patologi Serangga, Susilawati, Ariffatchur Fauzi, Syifa Febrina, Sutarjo, Suci Regita, Aldiansyah Zulfikar, Kak Iffah, Kak Ressa, Kak Icha, Kak Agung dan Ibu Silvi atas bantuan dan motivasi yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian. Serta terimakasih kepada teman-teman seperjuangan di Departemen Proteksi Tanaman, serta pihak lain yang turut membantu dalam pelaksanaan tugas akhir ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian. Bogor, Februari 2015 Ushbatul Umami
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
3
Tempat dan Waktu Penelitian
3
Bahan Penelitian
3
Serangga Uji
3
Prosedur Penelitian
3
Pembuatan Pakan
5
Pemeliharaan Serangga Uji
5
Pengamatan Larva dan Pupa
5
Pengamatan Imago
5
Pengolahan dan Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Lama Stadia
6 8
SIMPULAN
11
SARAN
11
DAFTAR PUSTAKA
12
RIWAYAT HIDUP
13
DAFTAR TABEL 1 Komposisi pakan meridik yang digunakan dalam penelitian 2 Tahap dan lama perkembangan O. furnacalis 3 Persentase kumulatif O. furnacalis yang mati pada tiap perlakuan
4 6 9
DAFTAR GAMBAR 1 Cawan petri untuk pembiakan O. furnacalis 2 Pakan meridik yang telah memadat dalam wadah plastik 3 Lama stadia O. furnacalis 4 Telur O. furnacalis 5 Larva O. furnacalis 6 Jumlah O. furnacalis yang bertahan hidup 7 Pupa O. furnacalis 8 Imago O. furnacalis
5 6 7 8 8 9 10 10
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua setelah padi. Permintaan komoditas jagung meningkat sebagai akibat perkembangan industri pengolahan makanan dan industri pakan ternak. Produksi jagung tahun 2013 sebesar 18.51 juta ton pipilan kering atau mengalami penurunan sebesar 0.88 juta ton (4.51 persen) dibandingkan tahun 2012 (BPS 2013). Penurunan tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor di antaranya serangan hama penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis (Lepidoptera: Crambidae). Menurut Baco dan Tandiabang (1988), tidak kurang dari 50 spesies serangga telah ditemukan merusak jagung di Indonesia baik di lapangan maupun di penyimpanan. Salah satu spesies yang sering menimbulkan kerusakan ekonomi adalah ulat penggerek batang O. furnacalis. Di Sulawesi Selatan, hama ini merupakan hama penting pada tanaman jagung (Nonci et al. 1996). Granados (2000) melaporkan bahwa O. furnacalis merupakan hama penting pada jagung di Filiphina, Kamboja, Vietnam, Cina, Indonesia, Thailand, Malaysia dan Papua New Guinea. Tseng (1998) dan Chundurwar (1989) melaporkan pula bahwa O. furnacalis merupakan hama penting di beberapa negara Asia sampai ke Australia, Mikronesia, China, Jepang, Korea, India, Srilanka dan Taiwan. Di Indonesia serangga ini menyebar luas di Jawa, Papua, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Sumatera (Waterhouse 1993). Banyaknya studi tentang pengendalian hama tanaman telah mendorong perkembangan teknik pembiakan massal serangga di laboratorium. Pembiakan massal perlu dilakukan karena kegunaannya yang sangat banyak di antaranya sebagai serangga uji untuk menguji keefektifan musuh alami (Trichogramma ostriniae, T. dendrolini), predator (Proreus sp., Euborellia sp., Lycosa sp., Chrysopa sp., dan Orius tristicolor) atau patogennya (Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana). Selain itu untuk mempelajari biologi serangga itu sendiri, menguji ketahanan jagung transgenik, rekayasa genetika dan studi resistensi hama terhadap insektisida (Singh 1982; Taneja dan Nwanje 1990). Ada dua jenis pakan yang dapat digunakan untuk membiakkan suatu serangga, yaitu pakan alami dan pakan meridik. Pakan meridik adalah pakan yang tidak termasuk dalam pakan alami serangga yang beberapa komposisinya tidak dapat terdefinisikan secara kimia seperti ragi atau wheat germ (Mckinley 1971 dalam El-Shafie et al. 2013). Pemilihan jenis pakan yang digunakan dalam pembiakan massal serangga sangat berpengaruh terhadap kesehatan serangga yang dibiakkan. Oleh karena itu, jenis pakan yang digunakan harus dipilih secermat mungkin terutama saat digunakan untuk mempelajari reproduksi suatu serangga. Pakan meridik dinilai dapat menghasilkan populasi serangga yang lebih homogen dibandingkan dengan menggunakan pakan alami. Banyak informasi tentang pembiakan massal O. furnacalis di Eropa dan Amerika yang menggunakan pakan meridik, tetapi komposisi bahan yang digunakan dalam pakan meridik yang sudah ada cukup mahal untuk ukuran Indonesia. Untuk itu inovasi dengan memanfaatkan bahan-bahan yang lebih murah perlu dilakukan.
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh tiga komposisi pakan berbeda terhadap beberapa atribut biologi O. furnacalis. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menyediakan informasi tentang komposisi pakan meridik yang yang efisien dan efektif dalam pembiakan O. furnacalis. Sehingga dapat dijadikan rekomendasi untuk pembiakan massal O. furnacalis di Laboratorium.
3
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2014. Bahan Penelitian Serangga Uji Serangga yang digunakan dalam penelitian ini adalah O. furnacalis yang dikoleksi dari tanaman jagung di Bogor. Serangga tersebut dibiakkan massal di Laboratorium dengan menggunakan pakan jagung muda. Larva O. furnacalis dipelihara dalam baki plastik (panjang 33.5 cm x lebar 26 cm x tinggi 7 cm) yang telah dialasi dengan tisu. Jagung muda dipotong kecilkecil sebagai pakan larva. Larva yang telah berpupa dimasukkan ke dalam wadah plastik (tinggi 10.5 cm x diameter 9 cm) yang diberi penutup. Pupa yang telah menjadi imago dipindahkan ke tempat pemeliharaan serangga (38.5 cm x 31 cm x 30 cm) yang bagian atasnya diberi kertas roti dan ditutup dengan busa lembab. Imago diberi pakan madu dengan konsentrasi 10% yang diserapkan ke busa yang diletakkan pada cawan petri. Pergantian pakan madu untuk imago setiap 2 hari sekali. Imago yang berkopulasi akan meletakkan telur pada kertas roti yang sudah dipasang. Kertas roti yang terdapat telur O. furnacalis digunting dan dikumpulkan sampai jumlahnya mencukupi untuk perlakuan. Prosedur Penelitian Pembuatan Pakan Pakan meridik dalam penelitian ini terdiri dari tiga modifikasi bahan dan satu pakan meridik pembanding yang mengacu pada Caasi-Lit 2012 (P) (Tabel 1). Kontrol yang digunakan adalah pakan alami berupa buah jagung yang masih muda (jagung semi). Pembuatan pakan meridik terdiri dari empat jenis dengan komposisi yang berbeda-beda. Air dididihkan sesuai takaran, setelah itu agar dimasukkan dan diaduk secara perlahan-lahan sampai larut, lalu didiamkan selama beberapa menit sampai larutan tidak terlalu panas. Tepung kedelai, tepung jagung, wheat germ, dan casein dicampurkan ke dalam satu wadah, kemudian diaduk secara merata dengan menggunakan mixer. Campuran ini segera dimasukkan ke dalam larutan agar dan diaduk lagi dengan menggunakan mixer. Saat campuran tersebut tercampur dengan baik, antimikrob (sorbic acid dan methyl paraben), multivitamin (ascorbic acid, vitamin E dan choline cloride) dan ragi dimasukkan ke dalamnya setelah suhu tidak panas. Pakan dituangkan ke dalam wadah sebelum campuran pakan meridik tersebut dingin dan memadat (Gambar 1A). Pakan disimpan di dalam kulkas. Komposisi pakan modifikasi 1 (M1) sama seperti P, hanya saja bahan wheat germ diganti dengan bekatul padi (Gambar 1B). Pakan dengan modifikasi 2 (M2) terdiri dari tepung jagung, tepung kedelai, tepung jagung semi, ragi, methyl paraben, sorbic acid, agar, chloramphenicol dan air (Gambar 1C). Pakan modifikasi 3 (M3) menggunakan komposisi dan jumlah yang sama dengan modifikasi M2 dengan penambahan wheat germ dan tidak menggunakan chloramphenicol.
P Tepung jagung (96 g) Tepung kedelai (50 g) Casein (2 g) Wheat germ (2 g) Sorbic acid (1.25 g) Methyl paraben (2 g) Ascorbic acid (4 g) Vitamin E (1/2) Vitamin komplex (5 mL) Choline chloride (2 g) Ragi (40 g) Agar-agar (20 g) Air (700 mL)
M1 Tepung jagung ( 96 g) Tepung kedelai (50 g) Casein (2 g) Bekatul (2 g) Sorbic acid (1.25 g) Methyl paraben (2 g) Ascorbic acid (4 g) Vitamin E (1/2) Vitamin komplex (5 mL) Choline chloride (2 g) Ragi (40 g) Agar-agar (20 g) Air (700 mL)
P: pembanding, M1: modifikasi 1, M2: modifikasi 2, M3: modifikasi 3
Pemadat Pelarut
Vitamin
Antimikrob
Kategori Nutrisi utama
M2 Tepung jagung (80 g) Tepung kedelai (40 g) Tepung jagung semi (20 g) Wheat germ (2 g) Sorbic acid (1.25 g) Chloramphenicol (0.5 g) Methyl paraben (2 g) Ragi (40 g) Agar-agar (20 g) Air (1000 mL)
Tabel 1 Komposisi pakan meridik yang digunakan dalam penelitian M3 Tepung jagung (80 g) Tepung kedelai (40 g) Tepung jagung semi (20 g) Wheat germ (2 g) Sorbic acid (1.25 g) Methyl paraben (2 g) Ragi (40 g) Agar-agar (20 g) Air (1000 mL)
4
5 Pemeliharaan Serangga Uji Larva O. furnacalis yang baru keluar dari telur dimasukkan ke dalam cawan petri (Gambar 1). Setiap satu cawan dimasukkan satu larva O. furnacalis. Setelah itu pakan dipotong berbentuk dadu (2 cm x 2 cm) dan dimasukkan pada masingmasing cawan. Pakan diganti setiap tiga hari sekali. Ketika larva O. furnacalis telah menjadi pupa, pupa dipindahkan ke dalam wadah plastik (D= 5.5 cm, t= 15 cm). Setiap satu wadah diletakkan hanya satu pupa. Percobaan diulang 20 kali untuk setiap jenis pakan. Rata-rata suhu di laboratorium adalah 290C, dengan kelembaban rata-rata sebesar 80.35%.
Gambar 1 Cawan petri untuk pembiakan O. furnacalis Pengamatan Larva dan Pupa Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap perkembangan larva yang ditandai dengan pergantian kulit dan kapsul kepala. Pengamatan pupa meliputi panjang dan jenis kelamin pupa yang dihasilkan. Stadia pupa dihitung sejak larva menjadi pupa hingga pupa menjadi imago. Pengamatan Imago Imago yang keluar dari pupa dipelihara dalam tempat pemeliharaan serangga. Imago diberi pakan madu 10% yang diserapkan pada busa dan diletakkan dalam cawan petri. Pengamatan imago dilakukan terhadap jenis kelamin imago, lama hidup dan produksi telur. Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2010. Bila diperlukan data diolah menggunakan program SAS 9.1.3 portable untuk memperoleh hasil analisis ragam. Pembandingan nilai tengah antarperlakuan dilakukan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf 5%.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan meridik yang telah dibuat memiliki warna dan tekstur yang hampir sama yaitu berwarna cokelat kekuningan dan tekstur yang padat (tidak lembek). Pakan meridik pembanding (P), modifikasi 1 (M1), modifikasi 2 (M2) dan modifikasi 3 (M3) yang disimpan dalam suhu 290C dan kelembaban 80.35% dapat memiliki ketahanan kurang lebih tiga bulan. Hal ini karena dalam proses pembuatan pakan meridik terdapat antimikrob yang menghambat pertumbuhan bakteri, jamur atau sejenisnya (Gomez et al. 2010). Berikut adalah pakan meridik yang telah memadat yang diletakkan ke dalam wadah plastik (Gambar 2). A
B
C
D
Gambar 2 Pakan meridik yang telah memadat dalam wadah plastik: (A) P, (B) M1, (C) M2, (D) M3 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tahap perkembangan O. furnacalis akibat perlakuan pakan dengan mengggunakan pakan P, M1, M2 dan M3 memberikan efek yang berbeda-beda (Tabel 2). Pada M1 perkembangan larva sampai imago memiliki tahap perkembangan yang hampir sama seperti perkembangan pada P dan kontrol (jagung muda), hal ini juga dapat dilihat pada grafik lama stadia terhadap tahap perkembangan O. furnacalis dimana pada M1 memiliki tingkat perkembangan yang paling baik daripada pakan M2 dan M3 jika dibandingkan dengan P dan kontrol (Gambar 3). Pembiakan massal O. furnacalis yang sederhana yaitu menggunakan bagian tanaman jagung muda sebagai makanannya. Namun perkembangan serangga bisa tidak homogen karena kualitas nutrisi antara bagian tanaman yang tidak seragam. Nutrisi yang diperoleh oleh O. furnacalis dari pakan meridik yang baik adalah yang mendekati saat diperoleh dari pakan alami yaitu tanaman jagung muda. Hasil penelitian Guanghong et al. (2002) menunjukkan bahwa ulat grayak Spodoptera exigua yang dipelihara dan diberi pakan meridik memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih lama. Tabel 2 Tahap dan lama perkembangan O. furnacalis Perlakuan
Lama perkembangan (hari) Instar I Instar II Instar III Instar IV Instar V Pupa Imago K 2.3 ± 1.1ab 2.5 ± 1.3b 1.7 ± 1.1b 2.7 ± 1.7b 3.7 ± 2.3a 4.9 ± 2.9a 5.3 ± 2.8a P 2.8 ± 0.4a 2.6 ± 1.7b 2.7 ± 1.7ab 2.6 ± 1.6b 1.4 ± 0.9b 4.4 ± 2.6ab 2.5 ± 1.9c M1 2.1 ± 0.7b 3.8 ± 1.6a 2.7 ± 1.6ab 3.7 ± 2.0b 1.6 ± 0.8b 5.4 ± 2.3a 4.1 ± 1.8b M2 2.6 ± 1.1ab 2.4 ± 1.4b 3.2 ± 2.2a 2.6 ± 2.1b 1.3 ± 1.2b 2.8 ± 3.4bc M3 1.2 ± 0.5c 2.8 ± 1.2ab 3.0 ± 0.9a 5.8 ± 1.2a 1.5 ± 1.4b 2.4 ± 2.5c 0.4 ± 1.2d Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan); K: kontrol, P: pembanding, M: modifikasi. -) Tidak ada yang berhasil menjadi imago.
7
Stadia (hari)
Pakan M1 yaitu pakan dengan penggantian wheat germ ke bahan bekatul, memberikan hasil yang hampir sama terhadap perkembangan O. furnacalis dengan menggunakan pakan alami. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh nutrisi pada wheat germ yang hampir sama dengan bekatul. Wheat germ (mata gandum) merupakan embrio biji gandum yang paling kaya akan vitamin dan mineral. Kandungan wheat germ sekitar 3% dari total biji gandum atau kurang lebih satu kilogram mata gandum dari sekitar 50 kilogram biji gandum (Anonim 2013). Sedangkan bekatul adalah hasil sampingan dari proses penggilingan padi yang terdiri dari lapisan sebelah dalam padi dan sebagian kecil endosperm berpati. Perkembangan larva O. furnacalis sampai imago dengan menggunakan pakan M2 kurang baik dibandingkan dengan P dan kontrol. Penghilangan vitamin termasuk choline chloride merupakan modifikasi lain dari pakan M2. Tepung jagung semi kering diduga telah mengandung banyak vitamin yang dibutuhkan O. furnacalis, termasuk choline chloride. Choline chloride adalah salah satu jenis vitamin yang termasuk dalam golongan vitamin larut dalam air. Choline chloride termasuk dalam klasifikasi vitamin kelompok vitamin B-komplek (Workel 2008). Harga senyawa ini cukup mahal dalam keadaan murni. Ada beberapa bahan pakan yang mengandung choline chloride di antaranya jagung dan kedelai, akan tetapi terdapat dalam jumlah kecil. Penelitian ini menggunakan choline chloride dengan konsentrasi 60% yang umumnya digunakan untuk suplemen pakan ternak (perlakuan P dan M1). 7 6 5 4 3 2 1 0
Kontrol P M1 M2 M3 Instar 1
Instar 2
Instar 3 Instar 4 Instar 5 Tahap perkembangan
Pupa
Imago
Gambar 3 Lama stadia O. furnacalis pada kontrol, pembanding (P), modifikasi 1 (M1), modifikasi 2 (M2), modifikasi 3 (M3); (n=20) Pengamatan Lama Stadia Telur yang baru diletakkan tidak berwarna (Gambar 4a), kemudian berubah menjadi warna putih kekuningan pada saat berumur 2 hari setelah peletakan dan berubah menjadi kehitaman apabila akan menetas, yaitu sekitar umur ke 3 sampai 4 hari dari peletakan telur. Warna hitam merupakan caput (kepala) calon larva O. furnacalis (Gambar 4b). Telur yang digunakan berasal dari imago yang dibiakkan dengan pakan jagung muda. Masa inkubasi semua telur dalam penelitian ini mencapai 4 hari.
8
a
b
Gambar 4 Telur O. furnacalis: (a) pada saat awal diletakkan tidak berwarna, (b) telur berubah warna menjadi kehitaman saat akan menetas Perkembangan larva terdiri dari lima instar dengan ukuran yang berbedabeda pada setiap perlakuannya. Telur yang menetas menjadi larva berwarna kuning dengan kepala berwarna hitam (Gambar 5a). Perubahan setiap instar ditandai dengan adanya pergantian kulit dan lepasnya kapsul caput (kepala) larva O. furnacalis (Gambar 5b dan 5c). Hasil pengamatan menunjukkan larva instar I berlangsung relatif sama antar perlakuan kecuali pada M3. Perlakuan M3 larva instar I berlangsung lebih singkat dibandingkan dengan instar I pada kontrol dan pembanding. Mortalitas larva instar I sebanyak 10% terdapat pada kontrol dan M1. Larva instar II berlangsung relatif sama kecuali pada M1 yang berlangsung lebih lama daripada perlakuan yang lainnya. Mortalitas larva instar II pada P paling tinggi yaitu 25% sedangkan pada M2 sebanyak 15%. Larva instar III mempunyai keberlangsungan instar III yg beragam, pada kontrol yang berlangsung lebih lama daripada perlakuan yang lain. Tingkat kematian instar III paling banyak terjadi pada kontrol 15%, kematian pada M1 yaitu sebanyak 5 % Larva instar IV berlangsung relatif sama kecuali M3 yang berlangsung paling lama dari perlakuan yang lain, mortalitas tertinggi pada M2 sebesar 25%. Pada larva instar V berlangsung secara berbeda-beda, perlakuan kontrol yang berlangsung paling lama.
a
b
c
Gambar 5 Larva O. furnacalis: (a) larva baru keluar dari telur, (b) larva sedang ganti kulit (c) kapsul kepala yang baru terlepas setelah pergantian kulit Mortalitas paling banyak adalah pada M3 sebesar 30% (Tabel 3). Secara keseluruhan, jumlah O. furnacalis yang bertahan hidup dengan menggunakan pakan meridik terlihat pada M1 yang memiliki tingkat mortalitas yang sedikit daripada M2 dan M3. Hal ini hampir sebanding dengan tingkat mortalitas pada P dan kontrol (Gambar 6).
9 Tabel 3 Persentase kumulatif O. furnacalis yang mati pada tiap perlakuan Mortalitas (%) Instar I Instar II Instar III Instar IV Instar V K 20 10 10 25 25 25 P 20 0 25 25 25 25 M1 20 10 10 15 15 15 M2 20 0 15 15 25 40 M3 20 0 0 0 0 30 K: kontrol, P: pembanding, M: modifikasi, n: jumlah larva O. furnacalis. *) Imago tidak ada yang terbentuk sempurna.
O. furnacalis hidup (ekor)
Perlakuan
n
Pupa 25 25 15 40 45
Imago 25 35 15 60* 90*
25 20 Kontrol
15
P
10
M1
5
M2
0 Instar 1 Instar 2 Instar 3 Instar 4 Instar 5 Tahap perkembangan
Pupa
Imago
M3
Gambar 6 Jumlah O. furnacalis yang bertahan hidup pada kontrol, pembanding (P), modifikasi 1 (M1), modifikasi 2 (M2), modifikasi 3 (M3); (n=20) Pupa yang baru terbentuk berwarna krem, kemudian berubah menjadi kuning kecokelatan dan menjelang ngengat keluar berwarna cokelat tua. Menurut Valdez dan Adalla (1983), ukuran pupa betina lebih besar dari pupa jantan (Gambar 7a). Pupa jantan dapat dibedakan dari pupa betina, yaitu pada pupa jantan ruas terakhir abdomen berbentuk pola bulat (Gambar 7b), sedangkan pada pupa betina pada ruas abdomen terakhir berbentuk pola garis lurus (Gambar 7c). O. furnacalis mengalami masa prapupa sekitar satu sampai tiga hari sebelum menjadi pupa. Selama fase pupa, larva menjadi lebih pendek dan berwarna keputihan dan kemudian berganti kulit menjadi pupa. Pupa yang baru berwarna krem, kemudian berubah menjadi kuning kecokelatan dan menjelang imago keluar berwarna cokelat tua. Hasil pengamatan menunjukkan stadia pupa yang relatif sama kecuali pada M1, pupa pada M1 berlangsung lebih cepat daripada kontrol, P, dan M3. Mortalitas pupa pada M2 dan M3 sebesar 40% dan 45%. Mordue et al. (1980) mengatakan bahwa pada serangga Rhodnius produksi hormon pergantian kulit dipengaruhi oleh jumlah nutrisi. Larva berkembang tidak sempurna menjadi pupa menunjukkan adanya gangguan pada hormon ekdison yang bertanggungjawab terhadap proses pergantian kulit selama metamorfosis. Pada perlakuan M2 dan M3, serangga tidak diberi vitamin dan casein tetapi diberi tepung jagung semi yang diperkirakan mengandung vitamin dan protein yang mencukupi. Data ini menunjukkan bahwa tepung jagung semi tidak mengandung cukup nutrisi untuk menunjang pertumbuhan larva. Terjadinya mortalitas pada pupa O. furnacalis diduga karena kandungan nutrisi pakan yang kurang terpenuhi sehingga efek teratogenik dapat diamati dari pembentukan pupa yang tidak sempurna (Gambar 7d).
10
a
b
a a
c
d
Gambar 7 Pupa O. furnacalis: (a) pupa jantan lebih besar daripada pupa betina, (b) pupa jantan dengan ciri-ciri pola berbentuk bulat di ruas abdomen terakhir, (c) pupa betina dengan ciri-ciri pola berbentuk garis lurus di ruas abdomen terakhir, (d) pupa yang tidak sempurna terbentuk, hanya bagian abdomen yang menjadi pupa Imago O. furnacalis berupa ngengat. Ngengat aktif pada malam hari dan mempunyai sifat tertarik pada cahaya. Ngengat jantan dapat dibedakan dengan ngengat betina dari ukurannya. Ngengat jantan lebih kecil daripada ngengat betina dan warna sayap ngengat jantan lebih terang daripada ngengat betina. Ruas terakhir abdomen ngengat betina juga berbeda dengan ruas terakhir abdomen ngengat jantan (Heryana 2013). Pada penelitian ini hanya diperoleh ngengat betina yang keluar menjadi imago (Gambar 8). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lama hidup ngengat berbeda-beda. Pada K diperoleh rata-rata lama hidup paling lama dibandingkan perlakuan lain. Mortalitas imago sebanyak 60% terdapat pada M2, 90% pada M3 dan 35% terdapat pada P. Mortalitas yang tinggi pada perlakuan M2 dan M3 diduga berkaitan dengan gangguan fisiologis pada tahap pupa.
Gambar 8 Imago O. furnacalis
11
SIMPULAN Penggantian “wheat germ” dengan bekatul beras (M1) dalam pakan meridik mampu menjamin keberlangsungan hidup larva O. furnacalis setara dengan pakan pembanding (P) dan pakan alami. Penghilangan vitamin B, C dan vitamin kompleks (M2 dan M3) dalam pakan berakibat buruk terhadap pertumbuhan larva O. furnacalis, meskipun ke dalam pakan ditambahkan tepung jagung semi.
SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menghitung sex ratio dan kelompok telur yang dihasilkan dalam pembiakan O. furnacalis dengan pakan meridik.
12
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi padi, jagung, dan kedelai. [Internet]. [diunduh 2014 Des 11]. Tersedia pada: www.bps.go.id/brs_file/asem_03mar14.pdf. Baco D, Tandiabang J. 1998. Hama utama jagung dan pengendaliannya. Maros (ID): Balai Penelitian Tanaman Pangan. Chundurwar RD. 1989. Sorghum stemborer in India and Southeast Asia. International Workshop on Shorgum Stemborers. India (IN): ICRISAT. hlm:19-25. El-Shafie HAF, Faleiro JR, Abo El-Saad MM, Aleid SM. 2013. A meridic diet for laboratory rearing of Red Palm Weevil, Rhynchoporus ferrugineus (Coleoptera: Curcullionidae). Saudi Arabia Journal of Scientific Research and Assays. 8(39): 1924-1932. doi: 10.5897/SRE2013.5502. Gomez JJL, Velasco LRI, Medina CR. 2010. Effect of the phenology of corn (Zea mays L.) on the reproductive development of Asian Corn Borer, Ostrinia furnacalis Guenée (Lepidoptera: Pyralidae). Asia Life Science Supplement. hlm: 203-212. Granados G. 2000. Maize Insects. Tropical Maize. Improvement and Production. Food and Agriculture Organization of The United Nations. hlm: 81-347. Guanghong LI, Yi P, Qijin C, Zhijian SU, Xiaozhao WEN. 2002. Studies on the Artificial Diet for Beet Armyworm, Spodoptera exigua [abstrak]. Chinese Journal of Biological Control. [internet]. [diunduh 2014 Des 11]. Tersedia pada: http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTOTAL-ZSWF200203007.htm Heryana T. 2013. Penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis Guenée (Lepidoptera: Crambidae): Tingkat serangan di wilayah Bogor dan siklus hidupnya di laboratorium [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesia. Mordue W, Goldsworthy GJ, Blaney WM. 1980. Insect Physiology. Blackwell Sci Publ. London. hlm: 108-109. Nonci NJ, Tandiabang D, Baco. 1996. Kehilangan hasil oleh penggerek jagung Ostrinia furnacalis pada berbagai stadia tanaman jagung. Maros (ID): Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia. Singh P. 1982. The rearing of beneficial insects. New Zealand (US): Entomologist. hlm: 304- 310. Taneja SL, Nwanze KF. 1990. Mass rearing of Chilo spp. on artificial diets and its use in resistance screening. lnsect Sci. Applic. 11: 605-616. Tseng CT. 1998. Use of Trichogramma ostriniae (Hymenoptera: Trichogrammatidae), to control the Asian Corn Borer, Ostrinia furnacalis (Lepidoptera: Pyralidae). Proceeding of the seventh Asian Regional Maize. Valdez LC, Adalla CB. 1983. The biology and behavior of the Asian Corn Borer. Ostrinia furnacalis Guenee (Pyralidae : Lepidoptera) on Cotton Philipp. Ent. 6(5):621-631. Waterhouse DF. 1993. The major arthropod pests and weeds of agriculture in Southeast Asia. ACIAR. 21(3):141-142. Workel HA. 2008. Quality and nutritional aspects of choline chloride. [Internet]. [diunduh 2014 Des 11]. Tersedia pada: http://www.hrcak.srce.hr.
13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gresik pada tanggal 13 Mei 1992 dari pasangan Bapak Ghozali dan Ibu Sulastri. Penulis adalah anak kelima dari tujuh bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari MA YKUI Maskumambang dan pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) jalur Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) dan diterima di Departemen Proteksi Tanman, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Pendidikan Agama Islam (PAI) pada tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014, asisten praktikum mata kulian HPT Perkebunan pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga aktif sebagai pengajar BBQ Asrama TPB IPB tahun 2010, sekertaris Departemen Tahsin LPQ Al-Hurriyyah tahun 2012, sekertaris Departemen Akpro BEM Faperta tahun 2012, sekertaris ISC Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) Fakultas Pertanian IPB tahun 2013.