BIOLOGI Heortia vitessoides Moore (LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE) PADA TANAMAN MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.)
HENY EMILIA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ABSTRAK HENY EMILIA. Biologi Heortia vitessoides Moore (Lepidoptera: Crambidae) pada Tanaman Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.). Dibimbing oleh NINA MARYANA. Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) termasuk famili Thymelaeaceae yang merupakan tumbuhan obat tradisional dan saat ini banyak digunakan oleh masyarakat. Salah satu kendala dalam budidaya tanaman mahkota dewa yaitu adanya serangan ulat Heortia vitessoides (Lepidoptera: Crambidae). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa aspek biologi ulat pada tanaman mahkota dewa. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Dapartemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Petanian Bogor dari bulan Agustus 2011 sampai April 2012. Telur dan larva diambil dari lapang kemudian dipelihara di laboratorium. Pergantian makanan dilakukan setiap hari. Aspek biologi yang diamati adalah stadia perkembangan, perilaku dan siklus hidup. Hasil penelitian menunjukkan H. vitessoides terdiri dari empat instar. Jumlah telur yang diletakkan rata-rata 189.88 butir. Telur diletakkan di bawah permukaan daun. Rata-rata stadia telur, larva, dan pupa berturut-turut adalah 3.75, 18.0 dan 7.75 hari. Pupa berwarna coklat tua. Lama hidup imago jantan 3.90 hari dan imago betina 4.20 hari. Kata kunci: Crambidae, crown of god, Heortia vitessoides, mahkota dewa, Phaleria macrocarpa
ABSTRACT HENY EMILIA. Biology of Heortia vitessoides Moore (Lepidoptera: Crambidae) on Crown of God (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.). Supervised by NINA MARYANA. Crown of god (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.), a member of family Thymelaeaceae, is one of medicine plants that recently has been used by many people. One of the problems on cultivating this plant is incursion of Heortia vitessoides (Lepidoptera: Crambidae). The aim of this study was to observe the biology of this pest on crown of god. The study was conducted at Insect Biosystematics Laboratory, Department of Plant Protection, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University, from August 2011 to April 2012. Eggs and larvae were collected from the field and then kept in the laboratory. Biological aspects of this pest were observed. The results showed that H. vitessoides has four instars. Eggs layed in cluster consist of 189.88 eggs. Eggs are laid under the leaf surface. Average of egg, larvae, and pupa stadia were 3.75, 18.0 and 7.75 days, respectively. The pupa was dark brown. Longevity of male and female were 3.90 and 4.20 days. Key words: Crambidae, crown of god, Heortia vitessoides, mahkota dewa, Phaleria macrocarpa
BIOLOGI Heortia vitessoides Moore (LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE) PADA TANAMAN MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.)
HENY EMILIA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi Nama NIM
: Biologi Heortia vitessoides Moore (Lepidoptera: Crambidae) pada Tanaman Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) : Heny Emilia : A34070075
Disetujui oleh
Dr Ir Nina Maryana, MSi Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat sehat dan karunia-Nya sehingga laporan tugas akhir ini dapat diselesaikan. Laporan tugas akhir ini merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada Agustus 2011 sampai April 2012, dengan judul Biologi Heortia vitessoides Moore (Lepidoptera: Crambidae) pada Tanaman Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.). Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Ayah Bunda tercinta yang dengan tulus dan penuh kasih sayang selalu mendoakan dan memberikan dukungan, Dr Nina Maryana sebagai dosen pembimbing tugas akhir, kakakku tercinta Herry Bachrudin, SE yang selalu memberikan semangat selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan laboratorium yang tidak dapat disebutkan satu persatu serta Ibu Aisyah yang selalu membantu. Penghargaan penulis berikan kepada teman-teman HPT 44 yang selama ini berjuang bersama serta memberikan semangat dukungan dalam mengerjakan penelitian yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Kepada sahabat-sahabat yang selalu berada di sampingku saat suka maupun duka, Ami, Tasha, Nisaul, Dita, Ika, Ria, Milki, Winda, Riska, Yana, Irin, Inaya, Hikmah, Fatimah, Sifa, terimakasih untuk semuanya.
Bogor, Mei 2013 Heny Emilia
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Februari 1989. Penulis adalah putri ke dua dari dua bersaudara pasangan Bapak H.M. Yamin dan Ibu Hj. Etty. Tahun 2001 penulis menamatkan sekolah di SDI Al-Bayyinah, kemudian pada tahun 2004 penulis menamatkan sekolah di MTs. Negeri 4 Jakarta. Tahun 2007 penulis menamatkan Sekolah di Madrasah Aliyah Negeri 13 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis memilih Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
PENDAHULUAN
1
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pengambilan Serangga dari Lapang Pembiakan Serangga Pengamatan Telur Pengamatan Larva dan Pupa Pengamatan Imago
3 3 3 3 3 4 4 5
HASIL DAN PEMBAHASAN Masa Perkembangan dan Perilaku Telur Larva Pupa Imago Kerusakan yang Ditimbulkan
6 6 6 6 10 11 13
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
16
DAFTAR TABEL 1 Jumlah telur per kelompok telur H. vitessoides 2 Ukuran dan stadium telur, larva, dan pupa H. vitessoides 3 Ukuran lebar kepala larva H. vitessoides 4 Ukuran dan lama hidup imago H. vitessoides
6 8 8 12
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Wadah plastik berkasa untuk perbanyakan larva Wadah plastik berkasa untuk pengamatan larva Kurungan plastik berkasa untuk pengamatan imago Telur H. vitessoides Larva H. vitessoides instar II Serangan larva instar II Larva instar IV pada tanaman mahkota dewa Larva H. vitessoides instar IV akhir Pupa jantan dan betina Imago jantan dan betina Ujung abdomen imago jantan dan betina Tanaman mahkota dewa yang terserang hama H. vitessoides
3 4 5 7 8 9 10 10 11 11 12 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Pohon gaharu yang terserang H. vitessoides di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Bogor. Pohon mahkota dewa yang terserang H. vitessoides di halaman parkir Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
17
17
1
PENDAHULUAN Pemanfaatan tanaman obat atau herbal merupakan salah satu alternatif dalam dunia pengobatan yang diminati berbagai kalangan masyarakat. Menurut Syukur et al. 2001, Indonesia kaya akan tanaman obat. Lebih kurang 940 jenis tanaman obat tumbuh di Indonesia, salah satu jenisnya adalah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) atau yang juga disebut makuto rojo, makuto ratu, obat dewa, pau (obat pusaka) atau crown of god. Tanaman mahkota dewa adalah tanaman asli Indonesia (Dalimartha 2004; Tjandrawinata et al. 2010). Kedudukan tanaman mahkota dewa dalam tata nama (sistematika) tumbuhan adalah Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Myrtales, Famili Thymelaeaceae, Genus Phaleria, dan Spesies Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. (Winarto 2003). Pembudidayaan mahkota dewa tidak terlalu sulit, karena dapat diperbanyak dengan cara vegetatif maupun generatif. Saat ini mahkota dewa banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias atau tanaman peneduh. Mahkota dewa merupakan tanaman perdu yang berkembang dan tumbuh sepanjang tahun dan dapat mencapai ketinggian 1 - 2.5 m. Buah mahkota dewa saat masih muda berwarna hijau muda, tetapi akan berubah menjadi merah marun saat sudah tua, dengan ukuran yang bervariasi (Harmanto 2003). Menurut Winarto (2003), mahkota dewa tergolong pohon yang mampu hidup di berbagai kondisi, dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Perbanyakan pohon bisa dilakukan secara vegetatif dan secara generatif. Dari sekian cara perbanyakan vegetatif, hanya pencangkokan yang telah menunjukkan keberhasilan. Menurut Erlan (2005), perbanyakan dengan setek batang belum menunjukkan hasil yang baik. Ekstrak daun mahkota dewa mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, alkaloid, saponin, dan tanin (Lisdawati 2002; Satria 2005). Selain berperan dalam penghambatan penyakit metabolik, tanaman ini juga bersifat sitotoksik dan mampu menghambat proliferasi sel kanker payudara (Purwantini et al. 2002; Bakhriansyah 2006). Penelitian mengenai kemampuan mahkota dewa dalam menurunkan gula darah dilakukan oleh Santoso (2006). Selain itu, kandungan di dalam tanaman tersebut juga dapat mengobati penyakit hipertensi, kanker, alergi, sesak napas, dan gangguan kolesterol (Hendra et al. 2011). Menurut Hariana (2007), bagian tanaman mahkota dewa yang berkhasiat obat adalah daging buahnya yang mempunyai rasa pahit dan beracun. Beberapa spesies hama yang umum dijumpai dan menyerang tanaman mahkota dewa di antaranya belalang (Orthoptera: Acrididae), kutu putih (Hemiptera: Pseudococcidae), dan lalat buah (Diptera: Tephritidae) (Mele 2008). Hama yang saat ini sering menyerang mahkota dewa adalah Heortia vitessoides (Lepidoptera: Crambidae). Hama ini ditemukan di Asia Tenggara seperti Indonesia dan Thailand, Asia Timur seperti Hongkong dan Taiwan, Asia Selatan seperti India, serta di Queensland (Australia). Larva juga menyerang Aquilaria spp. yang merupakan salah satu jenis pohon gaharu (Common 2010). Pyraloidea merupakan salah satu dari tiga superfamili terbesar di dalam ordo Lepidoptera yang terdiri dari 2 famili yaitu Pyralidae dan Crambidae. Famili Crambidae mempunyai 3 sub famili yaitu Cathariinae, Noordinae, dan Wurthiin. Anggota-anggota famili ini menunjukkan keragaman yang besar dalam
2
penampilan, venasi sayap serta perilaku (Borror et al. 1996; Solis 2007). Taksonomi H. vitessoides adalah Kingdom Animalia, Phylum Arthropoda, Subphylum Hexapoda, Kelas Insecta, Ordo Lepidoptera, Famili Crambidae, Genus Heortia, nama spesifik vitessoides Moore 1885, dan nama ilmiah Heortia vitessoides Moore 1885 (Munro dan Solis 1999 dalam Irianto et al. 2011). Gejala awal pada tanaman gaharu adalah dimakannya daun oleh larva instar awal, sehingga hanya tinggal tulang daun (Irianto et al. 2011). Serangan berat mengakibatkan daun habis dimakan sehingga pohon menjadi gundul bahkan mati (Kalita et al. 2002). Hama ini dalam beberapa tahun terakhir menimbulkan kerusakan cukup serius pada tanaman gaharu di Sanggau, Kalimantan Barat (2007) di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK), Carita Banten (2008), serta di Mataram, Nusa Tenggara Barat (2009) (Irianto et al. 2011). Serangan berulang H. vitessoides pada tanaman gaharu juga ditemukan di daerah India yang mempunyai komoditas penting dalam industri minyak wangi (Nizara dan Rajarishi 2011). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui beberapa aspek biologi H. vitessoides pada tanaman mahkota dewa. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
3
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biositematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan sampel dilakukan di Fakultas Kehutanan dan Biofarmaka IPB. Penelitian ini berlangsung dari bulan Agustus 2011 sampai bulan April 2012.
Metode Penelitian Pengambilan Serangga dari Lapang Serangga yang diambil dari lapang adalah serangga dalam fase telur, larva instar I yang baru keluar dari telur dan larva instar lanjut. Tanaman mahkota dewa di lapang diamati setiap hari, bila ditemukan kelompok telur yang baru diletakkan atau larva yang baru keluar dari telur maka telur dan larva instar I tersebut dijadikan sampel. Daun yang mengandung telur atau larva instar I diambil dengan cara menggunting tangkai daun yang terdapat telur atau larva kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik dan dibawa ke laboratorium. Pembiakan Serangga Larva instar I dari lapang yang digunakan untuk pemeliharaan dimasukkan ke dalam wadah plastik berkasa berukuran panjang 35 cm, lebar 28 cm, dan tinggi 6.5 cm yang sudah dialasi dengan kertas dan diberi makan daun mahkota dewa (Gambar 1). Setiap hari kertas dan daun diganti agar tetap bersih dan segar. Daun yang mengandung telur ditempatkan di dalam cawan petri berdiameter 9 cm dan tinggi 1.7 cm dan dialasi kertas. Untuk menjaga kesegaran daun, pada tangkai daun diberi kapas yang dibasahi dengan air. Larva dipelihara hingga menjadi pupa dan imago. Pemindahan larva dan pupa dilakukan dengan hati-hati menggunakan kuas.
Gambar 1 Wadah plastik berkasa untuk perbanyakan larva
4
Pengamatan Telur Peletakkan telur oleh imago di laboratorium mengalami kesulitan. Oleh karena itu untuk mengetahui stadium telur, dilakukan pengambilan telur yang baru diletakkan dari lapang. Tanaman mahkota dewa diamati setiap hari. Bila pada daun ditemukan telur maka daun yang mengandung telur tersebut diambil dan dibawa ke laboratorium. Daun diletakkan di dalam cawan petri dan diamati setiap hari. Telur diukur di bawah mikroskop stereo dan dihitung jumlah telur per kelompok. Ulangan yang digunakan pada pengamatan telur adalah sebanyak delapan kelompok telur. Pengamatan Larva dan Pupa Larva instar I yang digunakan untuk menentukan stadium dipelihara secara individual di dalam wadah plastik berkasa berukuran diameter 7 cm dan tinggi 5 cm. Bagian dasar wadah plastik diberi alas kertas dan diberi daun mahkota dewa (Gambar 2). Setiap hari daun dan kertas diganti agar tetap bersih. Pergantian pakan dilakukan pada pagi hari dengan daun yang masih segar. Aspek yang diamati adalah panjang, lebar dan stadium masing-masing instar. Untuk mempermudah pengamatan, pengukuran larva dilakukan pada larva lain instar tertentu karena perilaku larva yang aktif. Sebelum diukur larva dimatikan terlebih dahulu dengan cara memasukkannya ke dalam alkohol 70% beberapa saat. Pengukuran larva dilakukan sehari atau 2 hari setelah larva berganti kulit kepala dengan ulangan 30 larva per instar. Panjang tubuh larva diukur dari ujung kepala hingga ujung abdomen, sedangkan lebar tubuh diukur pada bagian yang terlebar yaitu bagian tengah abdomen. Pengukuran lebar kepala diukur dari lebar maksimum kepala larva. Stadium larva dihitung dengan memperhatikan waktu ganti kulit masing-masing larva setiap instar. Pengamatan larva dilakukan dari instar pertama hingga instar terakhir. Pengamatan larva juga dilakukan terhadap perilaku setiap instar.
Gambar 2 Wadah plastik berkasa untuk pengamatan larva
5
Pada saat larva akan menjadi pupa, larva dipindahkan ke dalam cawan petri berdiameter 9 cm dan tinggi 1.7 cm yang sudah diberi alas kertas sebelumnya. Bila pupa sudah terbentuk, maka dilakukan pengamatan terhadap panjang, lebar dan stadium perkembangan pupa dengan ulangan sebanyak 20. Pada pengamatan ini dibedakan antara pupa jantan dan pupa betina serta ciri morfologi pupa tersebut. Stadium pupa dihitung sejak larva menjadi pupa hingga pupa menjadi imago. Pengamatan Imago Imago yang keluar dari pupa dipelihara di dalam kurungan plastik berkasa yang berisi tanaman mahkota dewa. Diameter kurungan plastik berkasa 30 cm dan tinggi 85 cm (Gambar 3). Tanaman mahkota dewa digunakan untuk pemeliharaan imago. Tanaman mahkota dewa ditanam di dalam polybag berukuran 10 x 15 cm2 dan berumur kurang lebih 3 bulan. Perawatan tanaman dilakukan dengan cara penyiraman yang dilakukan pagi dan sore hari. Imago diberi makan madu 10% yang diserapkan pada kapas dan digantungkan pada bagian atas kurungan plastik. Pengamatan dilakukan terhadap panjang tubuh imago, warna, ukuran dan lama hidup dengan 20 ulangan. Panjang tubuh imago diukur dari ujung kepala sampai ujung abdomen, sedangkan lebar tubuh ngengat diukur berdasarkan rentang sayap terlebar. Pengukuran terhadap panjang tubuh dilakukan setelah imago mati dan dibedakan antara serangga jantan dan serangga betina. Selain di laboratorium, pengamatan gejala serangan juga dilakukan di lapang.
Gambar 3 Kurungan plastik berkasa untuk pengamatan imago
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Masa Perkembangan dan Perilaku Telur Telur H. vitessoides berwarna kuning pucat berbentuk bulat pipih seperti sisik dan saling bertumpuk di dalam kelompok telur (Gambar 4). Telur diletakkan di bawah permukaan daun dan pada setiap daun terdapat satu kelompok telur. Namun kadang-kadang pada satu daun dapat ditemukan dua kelompok telur. Satu kelompok telur menetas secara bersamaan, setelah 4 hari. Telur yang akan menetas ditandai dengan adanya bintik hitam yang merupakan bakal kepala larva. Setiap kelompok telur mempunyai jumlah telur yang berbeda-beda. Jumlah satu kelompok telur berkisar antara 103 - 314 butir dengan rata-rata 189.88 ± 78.97 butir (Tabel 1). Diameter telur rata-rata 1.08 mm dan rata-rata telur menetas setelah 3.75 hari (Tabel 2). Tabel 1 Jumlah telur per kelompok telur H. vitessoides Kelompok telur
Jumlah telur (butir)
1
131
2
119
3
129
4
253
5
314
6
103
7
220
8
250
Rata-rata
189.88 ± 78.97
Larva Larva terdiri dari empat instar. Larva yang baru keluar dari telur berwarna hijau muda transparan dan kepala berwarna merah kecoklatan. Pada setiap ruas tubuh larva terdapat sepasang bintik hitam serta ditumbuhi rambut-rambut halus. Ukuran rata-rata panjang dan lebar tubuh instar I yaitu 7.23 mm dan 1.08 mm (Tabel 2). Ukuran lebar kepala yaitu 1.11 mm (Tabel 3). Perilaku larva instar I ini saat makan berkelompok (gregarius), larva umumnya berada di dekat tempat telur diletakkan. Saat pengamatan di lapang larva instar I yang baru keluar dari telur, berpindah ke daun yang lebih muda dan makan di bagian bawah daun. Saat makan larva instar I akan meninggalkan lapisan epidermis daun. Stadium larva instar I berkisar antara 6 - 7 hari atau rata-rata 5.55 hari.
7
(a)
(b)
(b) Gambar 4 Telur H. vitessoides: (a) tanpa bintik kepala, (b) dengan bintik kepala Perkembangan larva instar II ditandai dengan pergantian kulit kepala. Larva instar II berwarna hijau muda tetapi tidak transparan, kepala berwarna coklat (Gambar 5). Larva masih memakan daun muda namun seluruh bagian daun dimakan (Gambar 6). Perilaku larva saat makan masih berkelompok. Ukuran lebar kepala instar II tidak jauh berbeda dengan ukuran lebar kepala instar I yaitu 1.43 mm (Tabel 3) dan ukuran rata-rata panjang dan lebar tubuh instar II yaitu 14.88 mm dan 1.99 mm (Tabel 2). Jika dilihat pada tabel ukuran, panjang tubuh larva mengalami peningkatan yang cukup besar. Hal ini dapat disebabkan adanya peningkatan aktifitas makan larva instar II. Saat di lapang, pada fase ini selain menyerang daun mahkota dewa larva juga menyerang buah mahkota dewa. Ratarata stadium larva instar II adalah 4.60 hari (Tabel 2).
8
Gambar 5 Larva H. vitessoides instar II Tabel 2 Ukuran dan stadium telur, larva, dan pupa H. vitessoides Tahap perkembangan
Panjang tubuh (mm) x ± SD
Telur
Lebar tubuh (mm) x ± SD 1.08 ± 0.08
Stadium (hari) x ± SD 3.75 ± 0.00
Larva
Jumlah contoh (individu) 20 8*
18.00 ± 2.02
Instar I
7.23 ± 0.88
1.08 ± 0.11
5.55 ± 0.51
30
Instar II
14.88 ± 0.92
1.99 ± 0.16
4.60 ± 0.50
30
Instar III
17.85 ± 0.88
2.13 ± 0.14
4.45 ± 0.51
30
Instar IV
24.48 ± 0.73
3.44 ± 0.12
3.40 ± 0.50
30
7.75 ± 0.44
20
Pupa Jantan
12.4 ± 0.05
0.40 ± 0.00
20
Betina
12.6 ± 0.03
0.20 ± 0.00
20
x = rata-rata, SD = standar deviasi, * kelompok telur
Tabel 3 Ukuran lebar kepala larva H. vitessoides Lebar kepala (mm) Jumlah contoh Tahap perkembangan (individu) x ± SD Kisaran Instar I
1.00 - 1.26
1.11 ± 0.12
30
Instar II
1.30 - 1.60
1.43 ± 0.10
30
Instar III
2.00 - 2.19
2.06 ± 0.07
30
Instar IV
2.20 - 2.50
2.38 ± 0.11
30
x = rata-rata, SD = standar deviasi
9
Gambar 6 Serangan larva instar II Larva instar III seluruh tubuhnya berwarna hijau sedangkan bagian ventral berwarna kuning kehijauan dan kepala berwarna coklat kemerahan. Ukuran ratarata panjang dan lebar tubuh instar III tidak terlalu jauh jika dibandingkan dengan instar II (Tabel 2). Ukuran lebar kepala instar III adalah 2.06 mm (Tabel 3). Larva instar III mulai menyebar ke helai daun maupun ranting lain dan memakan semua bagian daun baik daun muda maupun daun tua. Stadium larva instar III adalah 4 - 5 hari. Larva instar IV berwarna hijau daun dan terdapat garis hitam dan kuning membujur pada kedua sisi tubuhnya. Ukuran rata-rata panjang dan lebar tubuh instar IV yaitu 24.48 mm dan 3.44 mm (Tabel 2). Larva pada saat makan kadang membuat semacam pelindung dengan cara mengikatkan bagian sisi daun dengan benang putih halus yang dikeluarkan dari mulutnya. Benang ini berasal dari kelenjar ludah yang berkembang dengan baik dan bermuara pada labium (Borror et al. 1996). Pada pengamatan di lapang, benang digunakan untuk membuat jaring-jaring (web) sebagai pelindung, di antaranya terhadap serangan predator (Gambar 7). Stadium larva instar IV adalah 3 - 4 hari. Secara keseluruhan ratarata stadium perkembangan larva adalah 18.00 hari (Tabel 2). Menjelang masa prapupa, tubuh larva berwarna kuning kecoklatan (Gambar 8). Masa prapupa terjadi satu sampai dua hari, ditandai dengan menurunnya aktifitas dan larva tidak makan. Larva melindungi tubuhnya dengan cara membuat benang-benang yang dihasilkan dari mulutnya. Saat di lapang, pada fase ini larva berada di bawah pohon atau serasah daun. Di laboratorium larva membuat benang-benang tersebut mengelilingi tubunya pada daun atau di atas cawan petri. Saat fase prapupa larva akan mengalami pemendekan ukuran tubuh sehingga terlihat lebih lebar dan pendek.
10
Gambar 7 Larva instar IV pada tanaman mahkota dewa
Gambar 8 Larva H. vitessoides instar IV akhir Pupa Pupa yang baru terbentuk berwarna coklat muda, sedangkan pupa yang akan menjadi imago terlihat lebih gelap dari pada pupa saat awal terbentuk kemudian akan berubah menjadi coklat tua dan mengkilap. Pupa bertipe obtekta yaitu bagian bakal antena, bakal alat mulut, bakal sayap dan bakal tungkai terlihat jelas namun menyatu dengan tubuh dan tidak dapat dipisahkan. Saat di lapang, pupa terbentuk di dalam serasah daun di bawah pohon mahkota dewa. Pupa betina berukuran lebih panjang dibandingkan dengan pupa jantan (Gambar 9). Ukuran rata-rata panjang panjang dan lebar pupa jantan yaitu 12.4 mm dan 0.40 mm, sedangkan pupa betina 12.6 mm dan 0.20 mm (Tabel 2). Stadium pupa berkisar antara 7 - 8 hari.
11
Gambar 9 Pupa jantan (kiri) dan betina (kanan) Kendala pada saat pengamatan masa pupa adalah pada pergantian kulit pupa menjadi imago. Hal ini kemungkinan disebabkan suhu dan kelembaban di laboratorium berbeda dengan di lapang. Pada saat pupa diberi kelembaban, sebagian pupa ada yang menjadi imago sedangkan yang lainnya terkena cendawan atau menjadi kering. Tidak semua pupa yang diletakkan di dalam cawan petri dapat menjadi imago. Imago Imago yang keluar dari pupa berupa ngengat dengan tubuh berwarna coklat kelabu pada bagian kepala dan pada bagian abdomen berwarna kuning dengan beberapa garis melintang berwarna hitam. Warna dasar sayap putih dan terdapat pola berwarna hitam dengan garis-garis putih pada bagian pola tersebut. Pinggiran sayap berwarna hitam (Gambar 10). Panjang tubuh dan rentang sayap imago betina lebih panjang dari pada imago jantan (Tabel 4). Panjang tubuh betina mempunyai ukuran lebih panjang daripada panjang tubuh jantan yaitu 32.60 mm dan 29.70 mm. Rata-rata lama hidup betina lebih panjang (4.20 hari) dari pada imago jantan (3.90 hari).
Gambar 10 Imago jantan (kiri) dan betina (kanan)
12
Tabel 4 Ukuran dan lama hidup imago H. vitessoides Imago
Panjang tubuh (mm) x ± SD
Rentang sayap (mm) x ± SD
Lama hidup (hari) x ± SD
Jumlah contoh
Jantan
29.70 ± 0.48
11.50 ± 0.53
3.90 ± 0.88
10
Betina
32.60 ± 0.84
12.70 ± 0.48
4.20 ± 0.79
10
x = rata-rata, SD = standar deviasi
Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari ukuran dan bentuk abdomennya. Imago jantan mempunyai ukuran abdomen yang lebih kecil dan ramping dibandingkan dengan imago betina. Ujung abdomen imago betina mempunyai ukuran yang lebih besar serta terlihat lebih berisi karena mempunyai bakal telur di dalam tubuhnya (Gambar 11).
(a)
(b) Gambar 11 Ujung abdomen imago jantan (a) dan betina (b)
13
Ujung abdomen imago jantan agak runcing, sedangkan imago betina bagian ujungnya tumpul berwarna hitam. Kendala yang dijumpai saat pengamatan imago di laboratorium adalah imago betina tidak bertelur. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh suhu dan kelembaban udara di laboratorium berbeda dengan di lapang, sehingga imago tidak dapat bereproduksi. Kerusakan yang Ditimbulkan Larva H. vitossoides merupakan salah satu hama utama tanaman mahkota dewa di lapang selain kutu daun. Hama ini menyerang berbagai tingkatan pertumbuhan tanaman mahkota dewa, mulai dari tanaman yang masih muda hingga tanaman yang sudah berbuah banyak. Larva menimbulkan kerusakan dengan memakan pucuk atau titik tumbuh. Bila serangan berulang pada beberapa generasi maka tanaman akan gundul dan akhirnya akan mati. Banyak tanaman mahkota dewa yang ada di area kampus IPB Dramaga termasuk yang berada di pertanaman Biofarmaka terserang parah oleh hama ini (Gambar 12). Hama menyerang mahkota dewa sejak tanaman berumur 3 bulan. Serangannya menimbulkan kerusakan pada tanaman sebesar 70 - 100% (Amat, petugas Biofarmaka IPB, komunikasi pribadi). Irianto et al. (2011) melaporkan bahwa hama H. vitessoides menjadi salah satu hama utama pada pohon gaharu. Serangan ulat yang berulang-ulang akan mengakibatkan pohon gaharu gundul. Hal tersebut dapat dijumpai pada pohon gaharu di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga (Lampiran 1).
Gambar 12 Tanaman mahkota dewa yang terserang hama H. vitessoides Kerusakan yg ditimbulkan hama H. vitessoides pada tanaman mahkota dewa sama seperti pada pohon gaharu yaitu bagian pucuk pohon habis dimakan sehingga pohon mengalami kematian (Lampiran 2). Saat di lapang, telur yang masih ada di tanaman mahkota dewa akan menetas menjadi larva dan menyerang tanaman lagi selama masih ada daun. Menurut Mele (2008), pada mahkota dewa di lapang ditemukan semut rangrang Oecophylla smaragdina (Hymenoptera: Formicidae) yang menjadi predator. Lebih lanjut Mele (2008) menyatakan bahwa pengendalian larva dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri Bacillus
14
thuringiensis atau cendawan Beauveria bassiana. Menurut Lestari dan Surayanto (2012) bakteri Bacillus thuringiensis dapat menyebabkan kematian larva sebesar 100%. Pengendalian lain di lapang juga dapat dilakukan dengan cara monitoring tanaman mahkota dewa secara intensif untuk mengetahui adanya telur. Telur yang berada di daun mahkota dewa diambil dan dibuang sebelum menetas menjadi instar I. Selain itu, mengingat perilaku makan larva instar I yang berkelompok (gregarius) juga dapat dilakukan pengendalian dengan cara memotong ranting dan daun yang mengandung larva instar I dan membuangnya segera sebelum larva menjadi fase instar berikutnya.
KESIMPULAN Rata-rata stadium telur, larva dan pupa H. vitessoides adalah 3.75 hari, 18.0 hari, dan 7.75 hari. Larva terdiri dari empat instar. Lama hidup imago jantan 3.90 hari dan imago betina 4.20 hari. Kisaran jumlah telur per kelompok telur adalah 103 - 314 butir. Serangan larva pada tanaman mahkota dewa dapat terjadi berulang dan dapat mengakibatkan kematian tanaman. Pengendalian H. vitessoides dapat dilakukan dengan cara memonitor telur dan larva instar I pada tanaman mahkota dewa dan membuangnya sebelum berkembang lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA Bakhriansyah M. 2006. Aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol biji mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) pada sel kanker payudara T47D. J Kedokt YARSI. 14(2):134-140. Borror JD, Triplehorn CH, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Ed ke-6. Soetiyono P, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: An introduction to The Study of Insect. Common IFB. 2010. Moths of Australia. Melbourne (AU): Melbourne University Press. Dalimartha S. 2004. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Seri 2. Jakarta (ID): Puspa Swara. Erlan. 2005. Pengaruh berbagai media terhadap pertumbuhan bibit mahkota dewa – Phaleria macrocarpa, di polibag. Akta Agrosia. 7(2):72-75. Hariana A. 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Harmanto N. 2003. Mahkota Dewa Obat Pusaka Para Dewa. Jakarta (ID): Agro Media Pusaka. Hendra R, Ahmad S, Sukari A, Shukor MY, Oskoueian E. 2011. Flavonoid analyses and antimicrobial activity of various parts of Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. fruit [abstrak]. Int J Mol Sci. 12(6):3422-31 [internet]. [diunduh 2012 Juli 22]; Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/21747685.
15
Irianto RSB, Santoso E, Turjaman M, Sitepu, IR. 2011. Pests that attack gaharuyielding plants. Di dalam: Turjaman M, editor. Development of Gaharu Production Technology A Forest Community Based Empowerment. Proceeding of Gaharu Workshop; 2010 Nov 5; Bogor. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. hlm 89-93. Kalita J, Bhattacharyya PR, Nath SC. 2002. Heortia vitessoides Moore a serious pest of agarwood plant (Aquilaria malaccensis Lamk.) [abstrak]. Geobios 29:13-16 [internet]. [diunduh 2012 Februari 15]; Tersedia pada: http://cat.inist.fr/?aModele= afficheN&cpsidt=13492670. Lestari F, Surayanto E. 2012. Efikasi Bacillus thuringiensis terhadap hama ulat daun gaharu Heortia vitessoides [abstrak]. J Pen Htn Tnm. [internet]. [diunduh 2013 Februari 14]; 9(4):227-232. Tersedia pada; http://www. forplan.or.id/images/File/Jurnal/2012/Jurnal%2520web%2520OK.pdf. Lisdawati V. 2002. Brine shrimp lethality test (BSLT), Bioasai antikanker in vitro dengan sel leukemia, dan isolasi serta penentuan struktur molekul senyawa kimia dari buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.). [tesis]. Depok (ID): Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Mele PV. 2008. A historical review of research on the weaver ant Oecophylla in biological control. Agri and Forest Entomol. 10:13-22. Nizara B, Rajarishi R. 2011. Potential of some botanicals for the control of Heortia vitessoides Moore (Lepidoptera: Pyralidae) - A Major Pest of Aquilaria Malaccensis Lamk. [abstrak]. Indian Forest Congress. 3:156 [internet]. [diunduh 2011 November 22]; Tersedia pada: http://www.ifc 2011. icfre.gov.in/ ifcpanel/notice/Theme-3.pdf. Purwantini I, Setyowati EP, Hertiani P. 2002. Uji aktivitas ekstrak etanol buah, biji, daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) terhadap artemia salina leach dan profil kromatografi lapis tipis ekstrak aktif. Maj Farmasia Indon. 13(2):101-106. Santoso JS. 2006. Penggunaan rebusan daging buah mahkota dewa (Phaleria Macrocarpa (Scheff.) Boerl.) dan pengaruhnya terhadap penurunan glukosa darah tikus putih yang diinduksi aloksan. [skripsi]. Purwokerto (ID): Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman. Satria E. 2005. Potensi antioksidan dari daging buah muda dan daging buah tua mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff). Boerl.) [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Solis M.A. 2007. Phylogenetic studies and modern classification of the Pyraloidea (Lepidoptera). Rev Colomb Entomol. 33:1-9. Syukur, Cheppy, Hernani. 2001. Budi Daya Tanaman Obat Komersial. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Tjandrawinata RR, Arifin PF, Tandrasasmita OM, Rahmi D, Aripin A. 2010. DLBSI1425, Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl., extract confers anti proliferative and proapoptoosis effect via eicosanoid pathway [abstrak]. J Exp Ther Oncol. [internet]. [diunduh 2012 Juli 17]; 8(3):187-201. Tersedia pada; http://www.ncbi.htm.nih.gov/pubmed/20734918. Winarto WP. 2003. Mahkota Dewa, Budidaya dan Pemanfaatan untuk Obat. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
16
LAMPIRAN
17
Lampiran 1 Pohon gaharu yang terserang H. vitessoides di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Bogor.
Lampiran 2 Pohon mahkota dewa yang terserang H. vitessoides di halaman parkir Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.