Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
TEKNIK PENDUKUNG DITEMUKANNYA PURUN TIKUS (ELEOCHARIS DULCIS) SEBAGAI INANG ALTERNATIF BAGI HAMA PENGGEREK BATANG PADI PUTIH (SCIRPOPHAGA INNOTATA) ZAINUDIN DAN RUSMILA AGUSTINA Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa Jl. Kebun Karet, Loktabat, Banjarbaru 70712
RINGKASAN Hama penggerek batang padi putih (Scirpophaga innotata) merupakan salah satu hama utama dalam usahatani padi di lahan pasang surut. Cara-cara pengendalian hama tersebut harus diusahakan seminimal mungkin mencemari lingkungannya, karena lahan rawa pasang surut rentan terhadap pencemaran (terutama pencemaran pestisida) . Di lapangan diketahui bahwa tumbuhan purun tikus (Eleocharis dulcis) sangat disukai oleh penggerek batang padi putih dalam meletakkan telurnya dibandingkan pada tanaman padi . Dari kenyataan ini timbul pemikiran bahwa tumbuhan Eleocharis dulcis dapat bertindak sebagai inang alternatif bagi serangga penggerek batang padi putih atau mengandung zat kimia yang dapat menarik serangga penggerek batang padi putih untuk meletakkan telur. Dalam makalah ini dibahas mengenai teknik yang mendukung keberhasilan serangga penggerek batang padi putih menyelesaikan siklus hidupnya pada tumbuhan Eleocharis dulcis ; atau dengan kata lain tumbuhan Eleocharis dulcis tersebut dapat bertindak sebagai inang alternatif. PENDAHULUAN Di lahan rawa pasang surut Kalimantan Selatan penggerek batang padi putih (Scirpophaga innotata) adalah penggerek batang yang dominan menyerang tanaman padi dibanding penggerek batang padi lainnya (GABRIEL et al ., 1986 : THAMRIN et al., 1994). Begitu juga halnya yang terjadi di lahan rawa pasang surut Kalimantan Tengah (PRAYUDI, 1998). Menurut SOEJITNO (1991) penggerek batang padi putih merupakan salah satu hama utama dan merupakan kendala dalam usaha meningkatkan produksi padi . Hama tersebut hampir setiap tahun menyerang tanaman padi dari persemaian hingga tanaman tua. Kerugian rata-rata pertahun akibat hama ini diperkirakan 125.000 ton beras dan areal serangannya dari tahun ke tahun sekitar 260.000 ha .
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 200/
Salah satu cara pengendalian dalam konsep pengendaian hama terpadu adalah pengurangan penggunaan pestisida karena menurut SEMANGUN (1993) pada tahun 1970-an mulai dirasakan bahwa usaha untuk memperoleh pertanaman yang bersih dari organisme pengganggu tanaman (OPT) melalui penggunaan pestisida terlalu mahal dan Bering menghadapi kegagalan . OPT menjadi tahan terhadap pestisida, tanaman tahan menjadi rentan, OPT berkembang endemik pada pertanaman monokultur, lebih-lebih yang mempunyai genotipe sempit dan seragam. Teknologi pengendalian yang ada sekarang menurut Luckman dan METCALF (1982) dalam SASTROSISWOJO (1994) dikelompokkan menjadi 7 macam yaitu pengelolaan ekosistem, pengendalian hayati, pengendalian secara mekanik, pengendalian secara fis&, pengendalian secara genetik, pengendalian dengan peraturan dan penggunaan pestisida secara selektif Salah satu cara pengendalian dengan cara pengelolaan ekosistem adalah dengan cara penanaman tanaman perangkap . Pada lahan pasang surut Kalimantan Selatan dan Tengah umumnya banyak dijumpai tumbuhan purun tikus (Eleocharis dulcis) . Tumbuhan ini sangat disenangi oleh penggerek batang padi putih untuk meletakkan telurnya. Menurut ASIKIN DAN THAMRIN (1994) jumlah kelompok telur penggerek batang padi putih lebih banyak dijumpai pada purun tikus dibanding pada pertanaman padi (Tabel 1). ASIKIN et al. (1995) melaporkan bahwa kelompok telur penggerek batang padi putih banyak ditemukan pada purun tikus meskipun jauh dari pertanaman padi . Tabel 1 .
Jumlah kelompok telur penggerek batang padi putih di lahan pasang surut pada MH 1995/1996
Waktu Pengamatan Jumlah Kelompok Telur per hektar (hari setelah tanam) Pada Purun Tikus Pada Padi 20 3779,75 99,95 35 6179,38 289,91 50 5499,45 296,58 65 5939,41 173,27 80 5079,49 173,27 Sumber : Asikin dan Thamrin, 1996 Menurut ASIKIN DAN THAMRIN (1999) pada tumbuhan purun tikus di lapangan hanya pernah ditemukan larva instar 1, 2 dan 3, belum pernah ditemukan instar 4 ataupun pupanya. Namun demikian pada pemeliharaan di rumah kaca ternyata hama penggerek batang padi putih mampu menyelesaikan siklus hidupnya hingga menjadi iamgo pada tumbuhan purun tikus. Tulisan ini disusun berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan percobaan di rumah kaca Balai Penelitian Lahan Rawa Banjarbaru dan didukung oleh studi pustaka .
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 200/
BARAN DAN TEKNIK PELAKSANAAN A. Bahan dan Alat a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.
Bahan dan alat yang digunakan terdiri dari: Ember plastik ukuran 10 liter Tanah sulfat masam Tanaman purun tikus Kain kasa Tabung kaca (test tube) Gunting Kapas Kuas kecil Imago penggerek batang padi putih Kurungan pemeliharaan
B. Teknik Pelaksanaan Tanah yang digunakan sebagai media penanaman . purun tikus adalah tanah sulfat masam (pHnya rendah), karena tumbuhan purun tikus di lapang tumbuh baik pada kondisi tanah yang demikian. Untuk itu tanah diambil di lahan sulfat masam. Tanah dimasukkan ke dalam ember plastik yang sudah dipersiapkan sebanyak 2/3 bagian dan 1/3 bagiannya untuk diisi dengan air . Setelah ember diisi tanah clan diberi air, tumbuhan purun tikus dapat ditanam . Tumbuhan purun tikus yang ditanam diambil di lapang dan bagian atasnya dipotong hingga tersisa dari akar ke atas setinggi 15 cm. Setelah penanaman selanjutnya dilakukan pemeliharaan yaitu meliputi penyiraman dan pemberian pupuk Nitrogen dengan takaran satu sendok teh per ember. Pada umur 15 hari setelah tanam tumbuhan purun tikus sudah mulai tumbuh clan bertambah tingginya, oleh sebab itu perlu diberi ajir untuk penahan agar tumbuhan tidak roboh, karena tumbuhan ini tinggi dan mudah roboh. Pada umur hampir 3 bulan (80 hari setelah tanam) dilakukan koleksi imago penggerek batang padi putih di lapang. Imago yang diperoleh di lapang dimasukan ke dalam kurungan pemeliharaan untuk mendapatkan telumya . Telur yang dihasilkan dimasukan ke dalam tebung kaca untuk ditetaskan . Setelah umur tumbuhan mencapai tiga bulan, pertumbuhan mencapai maksimum (seperti tumbuhan dewasa di lapang) clan pada saat ini sudah bisa diinfestai dengan larva penggerek batang padi putih dengan cara meletakkan pada bagian bawah batang tumbuhan purun tikus. Namun perlu diperhatikan bahwa tumbuhan yang akan diinfestasi sebaiknya memiliki pertumbuhan yang sehat clan memiliki diameter batang >_ 2,5mm . Jumlah larva yang diinfestasikan dengan perbandingan 3 : 1 atau 3 batang purun tikus 1 larva . Hal ini dilakukan agar larva hingga menjadi imago tidak kekurangan makanan, karena menurut WIDAGDO (1994) bahwa pada tanaman padi rata-rata satu larva dapat berpindah sebanyak 3-6 kali sebelum menjadi pupa dan kepompong . Tumbuhan yang sudah diinfestasi dengan larva penggerek batang padi putih selanjutnya dimasukkan dalam kelambu kain spon dengan bagian atas
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
kasa, hal ini dimaksudkan agar tiupan angin tidak terlalu menggoyangkan tumbuhan purun tikus tersebut agar jika terjadi perpindahan larva tidak jatuh . Tahap selanjutnya adalah memperhatikan keadaan air dalam pot jangan sampai kering, namun pada 25-30 hari setelah infestasi (hsi) air dalam pot harus dikurangi karena pada saat ini larva sudah mulai menjadi pupa dan biasanya berada pada pangkal batang. Pada 35-38 hsi pupa tersebut sudah menjadi iamgo . Persentase jumlah larva yang dapat menjadi imago menurut DJAHAB et al., (2000) hanya sebesar 17,50 Keberhasilan larva menyelesaikan siklus hidupnya juga sangat dipengaruhi oleh kelembaban, oleh sebab itu semakin tinggi kelembaban semakin besar keberhasilan menjadi imago. KESIMPULAN Dari hasil pengamatan selama pelaksanaan dapat disimpulkan bahwa ,tumbuhan purun tikus dapat tumbuh baik jika ditanam dalam pot yang diisi dengan tanah sulfat masam. Larva penggerek batang padi putih lebih menyenangi batang tumbuhan purun tikus yang berdeameter >_ 2,5 mm dan berumur 3 bulan. Penggerek batang padi putih mampu menyelesaikan siklus hidupnya pada tumbuhan purun tikus di rumah kaca (tumbuhan purun tikus dapat bertindak sebagai inang alternatifbagi hama penggerek batang padi putih . DAFTRA PUSTAKA ASIKIN, S DAN M. THAMRIN . 1994. Pengamatan hama penggerek batang padi di lahan pasang surut Kalimantan Selatan. Laporan Hasil Penelitian Balittra, Banjarbaru . THAMRIN,M ., N. DJAHAB DAN M.Z. HAMIJAYA . 1995. Pengendalian Hama Penggerek Batang Padi Putih di Lahan Pasang Surut . Laporan Hasil Penelitian Balittra, Banjarbaru . ASIKIN DAN M. THAMRIN, 1999. Preferensi Peletakkan Telur Penggerek Batang Padi Putih pada Eleocharis dulcis di Lahan Pasang Surut . Seminar Laporan Hasil Penelitian 1998/1999 di Banjarbaru Tanggal 26-27 Juli 1999. DJAHAB . N., M. THAMRIN, S. ASIKIN DAN M. RYSTHAM A.T. 2000. Siklus Hidup Penggerek Batang . Padi Putih Pada Purun Tikus (Eleocharis dulcis). Laporan Hasil Penelitian Balitra. GABRIEL, B.P., M. WILLIS, DAN S . ASIKIN . 1986. Parasites and predator of insect pest of rice in swamplands of South Kalimantan. Internat. Inst. for Land Reclamation and Improvement. Jakarta . WIDAGDO, HANDOKO. 1994. Pengendalian hama penggerek batang padi . Andi Offset, Yogyakarta. p. 1-57.
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 1001
PRAYUDI, B . 1998 . Kinerja Kelompok Peneliti Hama Penyakit Lokakarya Program dan Hasil Penelitian Balittra . 8p .
Balittra .
SAMANGUN, H . 1993 . Konsep dan Azas Dasar Pengelolaan Penyakit Tumbuhan Terpadu . Kumpulan Makalah Simposium Pendidikan Fitopatologi dan Pengendalian Hayati . Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah PFI . Yogyakarta 6-8 September 1993 : 1-25 . SASTROSISWOJO .
S . 1994 . Pengendalian Hama Terpadu Hama Penting Sayuran . Makalah pada Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Para Teknisi Dalam Pengelolaan Penelitian PHT IPB Bogor .
SOEJITNO, J . 1991 . Musuh Alami Hama Padi Penting . Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan . Latihan Pelatih Pengendalian Hama Terpadu . Sukamandi .