IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Taman Rekreasi Kampoeng Wisata Cinangneng (TRKWC) yang berlokasi di Jalan Raya Bogor-Leuwiliang km.11, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa TRKWC merupakan salah satu kawasan agrowisata perintis yang cukup terkemuka di Jawa Barat khususnya di Kabupaten Bogor.
Taman Rekreasi Kampoeng Wisata
Cinangneng masuk ke dalam klasifikasi kawasan pariwisata pendidikan Dramaga dengan nilai potensi pengembangan tertinggi diantara objek wisata lainnya di kawasan Dramaga dan Ciampea, di samping itu TRKWC juga merupakan objek atau daya tarik yang paling banyak diminati pasar wisatawan kawasan pariwisata pendidikan Dramaga (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor 2009). Tingkat pertumbuhan usaha TRKWC semakin baik dengan tingkat kunjungan yang cukup tinggi setiap tahunnya yaitu mencapai lebih dari 10.000 pengunjung. Kegiatan penyusunan proposal, pengumpulan data, dan penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2010, dengan pertimbangan bahwa antara bulan Mei dan Agustus adalah waktu terjadinya jumlah kunjungan tertinggi setiap tahunnya karena pada waktu tersebut merupakan waktu liburan sekolah sehingga banyak masyarakat yang memanfaatkan momen tersebut untuk berlibur atau berekreasi. 4.2. Metode Penentuan Sampel Metode penentuan sampel yaitu non-probability sampling. Dasar pertimbangan dalam penggunaan metode ini adalah tidak adanya kerangka contoh (sample frame) secara pasti dari populasi pengunjung yang berkunjung ke TRKWC.
Menurut Umar (2003), pengambilan sampel dengan metode non-
probabilitas, semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Cara ini juga sering disebut sebagai
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan, karena dalam pelaksanaannya periset menggunakan pertimbangan tertentu.
Cooper dan Schindler (2006)
menyatakan, pengambilan sampel dengan metode ini tidak dilakukan upaya yang 40
cukup besar untuk mendapatkan jumlah sampel yang mewakili.
Sedangkan
teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu convenience sampling yaitu berdasarkan pada kemudahan dalam mendapatkan responden serta kenyamanan dan kesediaan responden untuk diwawancarai (Umar 2003; Cooper & Schindler 2006). Teknik tersebut juga cocok diterapkan pada usaha jasa wisata seperti di TRKWC, karena pengunjung wisata relatif heterogen latar belakangnya sehingga teknik tersebut digunakan untuk memudahkan memilih responden dengan memilih siapa saja pengunjung yang bersedia untuk diwawancarai. Ada beberapa alasan yang mendorong pengambilan sampel, termasuk biaya lebih rendah, akurasi hasil yang lebih besar, kecepatan pengumpulan data yang lebih tinggi, dan ketersediaan elemen populasi (Cooper & Schindler 2006). Sampel yang diambil yaitu orang-orang yang sedang mengambil paket wisata di kawasan TRKWC seperti paket menginap, paket menginap dan ronda kampoeng, paket tour kampoeng, paket program poelang kampoeng, dan paket renang dan makan siang. Ditetapkan juga kriteria-kriteria bagi pengunjung untuk dijadikan responden. Kriteria-kriteria tersebut antara lain, responden berusia minimal 17 tahun, bila pengunjung datang bersama keluarganya maka kuisioner akan diberikan kepada satu orang anggota keluarga yang bersedia, dan bila pengunjung datang bersama rombongan maka yang akan diberikan kuisioner adalah ketua rombongan dan beberapa anggota rombongannya. Penetapan usia minimal 17 tahun karena pada usia tersebut diasumsikan pengunjung telah mampu untuk membuat keputusan terkait kunjungan wisata. Bentler dan Chou (1987), diacu dalam Wijayanto (2008) menyarankan bahwa paling rendah rasio lima responden untuk setiap variabel teramati untuk mencukupi distribusi normal. Firdaus dan Farid (2008) menambahkan, persyaratan jumlah responden yang memadai untuk digunakan pada analisis SEM sebaiknya berjumlah antara 100 sampai 200 orang responden, alasannya agar hasil analisis yang diperoleh dapat mendekati bahkan menggambarkan kondisi kepuasan dan loyalitas pengunjung sebenarnya pada TRKWC.
41
4.3 Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak manajemen serta pengunjung TRKWC. Wawancara pada pihak manajemen dilakukan dengan panduan daftar pertanyaan sedangkan kepada pengunjung dilakukan dengan panduan kuisioner yang telah dipersiapkan sehingga data yang diperoleh akan sesuai dengan tujuan penelitian dan mudah dalam pengolahannya. Data yang diperoleh antara lain kondisi dan gambaran usaha perusahaan, karakteristik pengunjung yang berkunjung ke TRKWC, perilaku penggunaan produk jasa wisata, serta tingkat kepuasan dan loyalitas pengunjung terhadap TRKWC. Data Sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen dan laporan tahunan TRKWC untuk memperoleh data sejarah, profil perusahaan, data perkembangan jumlah kunjungan pada beberapa tahun yang lalu, dan data pendukung lainnya; dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor untuk mendapatkan data mengenai statistik jumlah kunjungan wisatawan domestik dan asing di Indonesia, jumlah kunjungan wisatawan domestik dan asing yang berkunjung ke Jawa Barat, jumlah kunjungan wisatawan domestik dan asing yang berkunjung ke Kabupaten Bogor, data penerimaan devisa dari kunjungan wisatawan, data jumlah agrowisata, dan data-data lainnya; dari perpustakaan, internet, serta literatur-literatur ilmiah (text book dan jurnal ilmiah) untuk memperoleh berbagai teori, data, dan fakta ilmiah yang terkait dengan topik penelitian. 4.4. Metode Pengumpulan Data Data-data yang dibutuhkan pada penelitian ini diperoleh dengan metode tertentu tergantung kepada sumber dan jumlah responden serta jenis data yang ingin diperoleh.
Metode pengumpulan data primer seperti data sejarah dan
gambaran umum perusahaan dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam dengan pihak manajemen TRKWC yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya. Wawancara dengan pihak manajemen TRKWC dilakukan setelah membuat janji terlebih dahulu untuk mendapatkan waktu yang tepat untuk melakukan wawancara. Data primer yang diperlukan dari 42
pengunjung dalam jumlah yang besar dan sebagai input utama dalam penelitian diperoleh dengan cara menyebarkan kuisioner kepada 100 orang pengunjung. Pengunjung dengan kriteria tertentu yang telah dijelaskan sebelumnya akan diminta kesediaan dan waktunya untuk mengisi kuisioner tanpa adanya unsur paksaan. Metode pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mempelajari dokumen, laporan tahunan, serta buku kumpulan artikel dan kliping mengenai TRKWC untuk memperoleh data tambahan mengenai profil, sejarah, gambaran usaha, dan data runtut waktu mengenai jumlah pengunjung TRKWC dari tahun ke tahun. Data sekunder lainnya yang diperlukan yaitu data umum mengenai kondisi pariwisata dan agrowisata di Indonesia, jumlah kunjungan wisatawan, dan data pendukung lainnya diperoleh dengan mengunjungi lembaga atau dinas yang terkait seperti Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, perpustakaan, serta melalui internet, dan literaturliteratur ilmiah. 4.5. Teknik Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah lebih lanjut untuk memperoleh hasil yang dijadikan jawaban dari permasalahan penelitian. Data diolah secara kualitatif maupun kuantitatif. Data secara kualitatif diolah dengan menggunakan analisis deskriptif, sedangkan secara kuantitatif diolah dengan menggunakan analisis persamaan struktural (SEM), yang menggunakan program MS Excel 2007 dan program Linear Structural Relationship (LISREL) 8.72. 4.5.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif yaitu suatu penganalisaan kasus, kondisi sosial, perilaku manusia, dan sebagainya dengan cara memberi gambaran atau penjelasan secara naratif. Analisis deskriptif yang digunakan pada penelitian ini digunakan untuk menjabarkan gambaran umum perusahaan, karakteristik pengunjung yang berkunjung ke TRKWC, perilaku penggunaan produk jasa wisata, dan tingkat kepuasan dan loyalitas pengunjung TRKWC.
Data yang dianalisis secara
deskriptif disajikan dalam suatu alinea uraian secara naratif atau dalam tabulasi frekuensi sederhana berdasarkan jawaban responden. 43
4.5.2. Skala Likert Skala Likert dikembangkan oleh Rensis Likert, merupakan variasi skala rating akhir yang paling sering digunakan.
Skala rating akhir terdiri dari
pernyataan yang menyatakan sikap yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan atas obyek yang diamati. Partisipan diminta untuk menyetujui setiap pernyataan. Setiap tanggapan diberi skor numerik yang mencerminkan tingkat kesukaan, dan skor-skor ini dapat dijumlah untuk mengukur sikap partisipan secara keseluruhan. Skala Likert mempunyai banyak manfaat yang menjadikannya terkenal. Skala ini mudah dan cepat dibuat. Skala Likert lebih handal dan memberikan volume data yang lebih besar dibandingkan skala lainnya. Skala ini menghasilkan data interval (Cooper & Schindler 2006). Menurut Kinnear (1988), diacu dalam Umar (2003), skala likert berhubungan dengan penyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu. Alternatif pernyataannya misalnya adalah dari setuju sampai tidak setuju, senang sampai tidak senang, puas sampai tidak puas, atau baik sampai tidak baik. Responden diminta mengisi pernyataan dalam skala interval berbentuk verbal dalam jumlah kategori tertentu, bisa lima, tujuh, dan seterusnya. Skala likert yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah lima skala. Diharapkan dengan pilihan lima skala tersebut, persepsi dari pengunjung terhadap TRKWC dapat terwakili. Pilihan dari lima skala tersebut antara lain, sangat tidak setuju bernilai satu, tidak setuju bernilai dua, cukup setuju bernilai tiga, setuju bernilai empat, dan sangat setuju bernilai lima. 4.5.3. Pengujian Kuisioner Kuisioner yang akan disebarkan kepada responden sebelumnya harus dilakukan pengujian apakah memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Kuisioner yang telah dipersiapkan juga harus benar-benar mengukur apa yang ingin diukur. Dengan melakukan pengujian tersebut, maka data yang terkumpul benar-benar dapat menggambarkan fenomena yang diukur dan agar hasil riset dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
44
4.5.3.1. Uji Validitas Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat mengukur apa yang ingin diukur. Jika periset menggunakan kuisioner dalam pengumpulan data, kuisioner yang disusunnya harus mengukur apa yang ingin diukurnya (Umar 2003; Wardiyanta 2006). Schiffman dan Kanuk (2004) menyatakan, kuisioner dikatakan valid jika pada kenyataannya data yang terkumpul adalah data yang sesuai untuk menjawab pertanyaan atau tujuan yang dinyatakan pada awal proses penelitian. Uji validitas ditujukan untuk memperoleh konstruksi atau kerangka suatu konsep yang valid. Apabila terdapat konsistensi antara variabel satu dengan variabel lainnya, maka konstruksi tersebut telah memiliki validitas. Korelasi antar pertanyaan dengan skor total dapat diukur dengan menggunakan rumus teknik korelasi product moment, yaitu:
dengan: r X Y n
= Indeks validitas = Skor pertanyaan = Skor total pertanyaan = Banyaknya butir pertanyaan
Indeks validitas yang diperoleh kemudian diuji tingkat korelasinya. Bila diperoleh rhitung lebih besar dari rtabel product moment pada taraf nyata (α) = 0,05 maka pertanyaan pada kuisioner mempunyai validitas konstruk atau terdapat konsistensi internal dalam pernyataan tersebut. Berdasarkan uji validitas yang dilakukan terhadap 20 atribut pertanyaan dalam kuisioner, diketahui bahwa semua atribut tersebut memiliki validitas yang baik. Dinyatakan valid karena nilai rhitung setiap atribut lebih besar dari rtabel product moment (0,632).
Hasil dari perhitungan validitas dapat dilihat pada
Lampiran 1.
45
4.5.3.2. Uji Reliabilitas Kuisioner yang telah teruji valid harus mengalami pengujian tahap selanjutnya yang harus dilakukan sebelum kuisioner benar-benar disebarkan yaitu melakukan uji reliabilitas. Umar (2003) dan Wardiyanta (2006) mendefinisikan reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama secara berulang dua kali atau lebih. Setiap alat pengukur yang baik seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Pada pengukuran gejala fisik yang sudah pasti alat ukurnya, konsistensi akan dapat dengan mudah diperoleh. Namun, untuk mengukur permasalahan bisnis yang mencakup fenomena sosial seperti sikap, opini, dan persepsi, pengukuran yang konsisten agak sulit dicapai. Pengukuran reliabilitas menggunakan rumus (αcronbach) dan menggunakan alat ukur Cronbach Alpha, yaitu:
dengan: r11 k ζt2 ∑ζb2
= reliabilitas instrumen = banyak butir pertanyaan = varian total = jumlah varian butir
Skor reliabilitas yang diperoleh kemudian diuji tingkat korelasinya. Bila diperoleh rhitung lebih besar dari rtabel product moment pada taraf nyata (α) = 0,05 maka pertanyaan-pertanyaan pada kuisioner sudah reliable. Berdasarkan uji reliabilitas yang dilakukan terhadap kuisioner yang akan digunakan, diketahui bahwa kuisioner memiliki tingkat reliabilitas yang baik. Dinyatakan reliabel karena nilai rhitung (0,962) lebih besar dari rtabel product moment (0,632). Dengan demikian, kuisioner yang digunakan akan memberikan hasil pengukuran yang konsisten. 4.5.4. Analisis Structural Equation Model (SEM) Structural Equation Model merupakan keluarga dari model statistik yang dapat menjelaskan hubungan-hubungan diantara variabel-variabel.
Persamaan
tersebut menggambarkan semua hubungan diantara konstruk yang membangun 46
model (variabel dependen dan independen) di dalam suatu analisis (Hair et al. 2006). Model SEM mempunyai karakteristik yang berbeda dengan regresi biasa. Regresi pada umumnya menspesifikasikan hubungan antara variabel-variabel teramati, sedangkan pada model SEM, hubungan terjadi di antara variabelvariabel tidak teramati (variabel laten). Gujarati (1995), diacu dalam Wijayanto (2008), menjelaskan kelebihan SEM dibandingkan dengan analisis regresi berganda.
Penggunaan
variabel-variabel
laten
pada
regresi
berganda
menimbulkan kesalahan-kesalahan pengukuran yang berpengaruh pada estimasi parameter.
Masalah kesalahan pengukuran tersebut dapat diatasi oleh SEM
melalui persamaan-persamaan yang ada pada model pengukuran.
Parameter-
parameter dari persamaan pada model pengukuran SEM merupakan muatan faktor dari variabel laten terhadap indikator yang terkait. Dengan demikian, model SEM tersebut selain memberikan informasi tentang hubungan di antara variabelvariabelnya, juga memberikan informasi tentang muatan faktor dan kesalahankesalahan pengukuran. 4.5.4.1. Tahapan Prosedur SEM Data-data yang telah terkumpul melalui kuisioner, kemudian direkapitulasi dengan menggunakan program MS Excel 2007. Hasil olahan tersebut selanjutnya menjadi input dan dianalisis dengan metode SEM menggunakan bantuan program LISREL 8.72. Prosedur SEM secara umum mengandung tahap-tahap sebagai berikut (Bollen & Long 1993, diacu dalam Wijayanto 2008; Sitinjak & Sugiarto 2006): 1) Spesifikasi Model Spesifikasi model dilakukan terhadap permasalahan yang diteliti. Model yang ditetapkan akan sangat baik jika didasarkan pada rujukan atau teori ahli yang relevan.
Spesifikasi model secara garis besar dijalankan
dengan menspesifikasi model pengukuran serta menspesifikasi model struktural. Spesifikasi model pengukuran meliputi aktivitas mendefinisikan variabel-variabel laten, mendefinisikan variabel-variabel teramati, dan mendefinisikan hubungan antara variabel laten dengan variabel-variabel teramati.
Spesifikasi model struktural dilakukan dengan mendefinisikan
hubungan di antara variabel-variabel laten.
Hubungan diantara variabel47
variabel laten dan teramati dapat
lebih mudah dipahami dengan
mengembangkan path diagram model hybrid. 2) Identifikasi Tahapan identifikasi dimaksudkan untuk menjaga agar model yang dispesifikasikan bukan merupakan model yang under-identified atau unindentified.
Model yang dispesifikasi diharapkan merupakan over-
identified model, yaitu model dimana jumlah parameter yang diestimasi lebih kecil dari jumlah data yang diketahui.
Pada kondisi over-identified,
penyelesaian model diperoleh melalui proses estimasi iteratif. 3) Estimasi Estimasi dilakukan untuk memperoleh nilai dari parameter-parameter yang ada dalam model sedemikian rupa sehingga matrik kovarian yang diturunkan dari model ∑(ζ) sedekat mungkin atau sama dengan matrik kovarian populasi dari variabel-variabel teramati ∑. Estimasi terhadap model dapat dilakukan menggunakan salah satu dari metode estimasi yang tersedia, seperti maximum likelihood dan weighted least squares. 4) Uji Kecocokan Tahapan ini ditujukan untuk mengevaluasi derajat kecocokan atau Goodness Of Fit (GOF) antara data dan model. Penilaian derajat kecocokan suatu SEM secara menyeluruh tidak dapat dijalankan secara langsung sebagaimana pada teknik multivariat yang lain. Karena itu dikembangkan beberapa ukuran derajat kecocokan yang dapat digunakan secara saling mendukung. Ukuran-ukuran GOF dikelompokkan ke dalam tiga bagian antara lain absolute measures (ukuran kecocokan absolut), incremental fit measures (ukuran kecocokan inkremental), dan parsimonious fit measures (ukuran kecocokan parsimoni). Ukuran kecocokan absolut digunakan untuk menentukan derajat prediksi model keseluruhan (model struktural dan model pengukuran) terhadap matrik korelasi dan kovarian.
Ukuran kecocokan
inkremental digunakan untuk membandingkan model yang diusulkan dengan model dasar. Ukuran kecocokan parsimoni digunakan untuk mengetahui derajat kehematan model. Kriteria kecocokan keseluruhan model yang diuji pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. 48
Tabel 7. Absolute Measures (Ukuran Kecocokan Absolut) UKURAN KECOCOKAN ABSOLUT UKURAN DERAJAT KECOCOKAN Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) Goodness of Fit Index (GFI)
TINGKAT KECOCOKAN YANG BISA DITERIMA Rata-rata perbedaan per degree of freedom yang diharapkan terjadi dalam populasi dan bukan dalam sampel, RMSEA ≤ 0,05 adalah close fit, 0,05 < RMSEA ≤ 0,08 adalah good fit, 0,08 < RMSEA ≤ 0,10 adalah marginal fit, sedangkan RMSEA > 0,10 adalah poor fit Nilai berkisar antara 0-1 dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. GFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ GFI < 0,90 adalah marginal fit, sedangkan GFI < 0,80 adalah poor fit
Sumber: Wijayanto (2008)
Tabel 8. Incremental Fit Measures (Ukuran Kecocokan Inkremental) UKURAN KECOCOKAN INKREMENTAL UKURAN DERAJAT KECOCOKAN Normed Fit Index (NFI) Tucker-Lewis Index atau NonNormed Fit Index (TLI atau NNFI) Comparative Fit Index (CFI) Incremental Fit Index (IFI) Relative Fit Index (RFI)
TINGKAT KECOCOKAN YANG BISA DITERIMA Nilai berkisar antara 0-1 dengan nilai lebih tinggi baik. NFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ NFI < marginal fit, sedangkan GFI < 0,80 adalah poor fit Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi baik. TLI ≥ 0,90 adalah good-fit, 0,80 ≤ TLI < marginal fit, sedangkan GFI < 0,80 adalah poor fit
adalah lebih 0,90 adalah adalah lebih 0,90 adalah
Nilai berkisar antara 0-1 dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. CFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ CFI < 0,90 adalah marginal fit, sedangkan GFI < 0,80 adalah poor fit Nilai berkisar antara 0-1 dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. IFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ IFI < 0,90 adalah marginal fit, sedangkan GFI < 0,80 adalah poor fit Nilai berkisar antara 0-1 dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. RFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ RFI < 0,90 adalah marginal fit, sedangkan GFI < 0,80 adalah poor fit
Sumber: Wijayanto (2008)
Parsimonious Fit Measures (Ukuran Kecocokan Parsimoni) diukur menggunakan derajat kecocokan normed chi-square.
Normed chi-square
yaitu rasio antara chi-square dibagi dengan degree of freedom.
Nilai yang
disarankan yaitu batas bawah = 1,0 dan batas atas = 3,0, untuk melihat kesesuaian model dengan data (good fit).
49
5) Respesifikasi Tahapan ini ditujukan untuk melakukan spesifikasi ulang terhadap model untuk memperoleh derajat kecocokan yang lebih baik. Respesifikasi ini sangat tergantung kepada strategi pemodelan yang dipilih. Pada penelitian ini strategi yang dipilih yaitu model generating atau model development strategy. Tahapan yang dilakukan dimulai dari spesifikasi suatu model awal, dilanjutkan dengan pengumpulan data empiris.
Selanjutnya dilakukan
analisis dan pengujian apakah data cocok dengan model.
Jika tingkat
kecocokan kurang baik, maka model dimodifikasi dan diuji kembali dengan data yang sama.
Respesifikasi model diperlukan jika modelnya tidak
memiliki kemampuan yang diharapkan. Proses ini dapat dilakukan berulangulang sampai diperoleh tingkat kecocokan terbaik. 4.5.4.2. Formulasi Model SEM Notasi matematik dari full atau hybrid model secara umum dapat dituliskan seperti berikut (Jöreskog & Sörbom 1989, diacu dalam Wijayanto 2008): 1) Structural Model (Model Struktural) ε = Bε + Γξ + δ 2) Measurement Model (Model Pengukuran) a) Model Pengukuran untuk y y = Λyε + ε b) Model Pengukuran untuk x x = Λxξ + δ dengan asumsi: 1) δ tidak berkorelasi dengan ξ 2) ε tidak berkorelasi dengan ε 3) δ tidak berkorelasi dengan ξ 4) δ , ε , dan δ tidak saling berkorelasi (mutually uncorrelated) 5) I – B adalah non-singular
Persamaan dan hubungan antar variabel dalam model SEM juga dapat dinyatakan dalam bentuk diagram lintas (path diagram). Diagram lintas yang 50
diterapkan pada penelitian ini yaitu diagram model hybrid, karena model yang diestimasi merupakan gabungan antara model struktural dan model pengukuran. Firdaus dan Farid (2008) menyatakan, diagram lintas adalah sebuah gambar yang menampilkan hubungan yang lengkap dari sekelompok peubah. Keuntungan digunakannya diagram lintas antara lain mempermudah dalam memahami hubungan antar peubah baik dalam model pengukuran maupun model struktural. Pada diagram lintas terdapat notasi-notasi yang menyatakan jenis dan parameter/besaran dari variabel-variabel. Notasi-notasi variabel yang terdapat pada model SEM pada umumnya dinyatakan dalam bahasa Yunani (Sitinjak & Sugiarto 2006). Berikut ini adalah keterangan yang berkaitan dengan diagram lintas dalam model SEM: 1) Simbol diagram lintas dari variabel teramati adalah kotak atau persegi panjang, sedangkan simbol diagram lintas dari variabel laten adalah lingkaran atau elips. 2) Simbol anak panah (
) menunjukkan adanya hubungan. Ekor anak panah
menunjukkan variabel penyebab dan kepala anak panah menunjukkan variabel akibat.
Arah anak panah dari variabel laten terhadap variabel
teramati merupakan refleksi atau efek dari variabel latennya. 3) Notasi variabel laten eksogen adalah ξ (ksi), sedangkan notasi variabel laten endogen adalah ε (eta). 4) Variabel teramati dari variabel laten eksogen dilambangkan dengan X, sedangkan variabel teramati dari variabel laten endogen dilambangkan dengan Y. Muatan-muatan faktor (factors loadings) yang menghubungkan variabel laten dan variabel teramati diberi notasi λ (lambda). Pada sisi X adalah λx dan sisi Y adalah λy. 5) Parameter yang menunjukkan keeratan hubungan variabel laten endogen pada variabel laten eksogen diberi notasi γ (gamma), sedangkan parameter yang menunjukkan keeratan hubungan variabel laten endogen pada variabel laten endogen yang lain diberi notasi β (beta). 6) Pada umumnya, variabel laten eksogen yang dimasukkan dalam model tidak dapat secara sempurna menjelaskan variabel laten terikatnya, sehingga dalam model struktural biasanya ditambahkan komponen kesalahan struktural, yang 51
diberi notasi δ (zeta). Begitu halnya variabel-variabel teramati dari suatu variabel laten tidak dapat merefleksikan variabel latennya secara sempurna, sehingga diperlukan penambahan kesalahan pengukuran dalam model. Notasi bagi kesalahan pengukuran yang berkaitan dengan variabel teramati X adalah δ (delta), sedangkan yang berkaitan dengan variabel teramati Y adalah ε (epsilon). Penambahan komponen kesalahan pada model membuat model SEM menjadi lengkap. 4.5.4.3. Implementasi Model SEM Model SEM pada penelitian ini terdiri dari dua variabel laten endogen, lima variabel laten eksogen, dan 20 variabel teramati atau indikator. Hubungan antar variabel, serta model struktural dan model pengukurannya digambarkan dalam bentuk diagram lintas (path diagram). Model pengukuran yang diterapkan yaitu model pengukuran kon generik (congeneric measurement model), karena variabel teramati merupakan manifestasi dari
sebuah variabel laten.
Model
pengukuran dalam SEM memanfaatkan Confirmatory Factor Analysis (CFA) model. Confirmatory Factor Analysis adalah salah satu bentuk model pengukuran seperti pengukuran variabel laten oleh satu atau lebih variabel-variabel teramati. Setiap variabel laten dalam model SEM serta diketahuinya hubungan antar variabel harus dilandasi oleh suatu teori para ahli atau hasil dari suatu penelitian. Dengan demikian, variabel yang mendasari variabel lainnya memang terdapat suatu korelasi. Atas dasar itulah maka dapat disusun hipotesis dari model SEM yang diestimasi.
Adapun hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1) Peubah laten endogen (variabel kepuasan) dibangun dan mempunyai hubungan dengan lima dimensi kualitas pelayanan antara lain, reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles. Hipotesis ini didukung oleh teori Zeithaml et al. (1990) yang menyatakan, pelayanan yang sangat baik akan menciptakan konsumen sebenarnya (true consumer), konsumen menjadi senang dan puas dengan perusahaan yang dipilihnya setelah mendapat pengalaman pelayanan. Kunci yang memastikan baiknya kualitas pelayanan adalah selama pelayanan itu dapat memenuhi atau melebihi apa yang mereka harapkan dari produk jasa. Skala kualitas pelayanan dibuat 52
untuk mengukur perbedaan antara harapan konsumen dari jasa dan persepsi mereka dari pelayanan aktual yang diberikan, didasari oleh lima dimensi berikut ini: reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles. 2) Tingkat kepuasan berhubungan dengan loyalitas konsumen.
Hipotesis
tersebut dilandasi oleh teori dari Schnaars (1991), diacu dalam Tjiptono (2008) dan Lovelock dan Wirtz (2004), yang menyatakan bahwa kepuasan dapat menjadi salah satu faktor dalam terciptanya sikap loyalitas pada konsumen. 3) Variabel laten loyalitas merefleksikan variabel-variabel teramati, antara lain melakukan
kunjungan
ulang,
sikap
terhadap
kenaikan
harga,
dan
merekomendasikan TRKWC kepada orang lain. Hipotesis tersebut diperkuat oleh teori dari Lovelock dan Wirtz (2004), bahwa loyalitas adalah gambaran dari keinginan konsumen untuk berlangganan dengan suatu perusahaan dalam jangka waktu yang panjang, membeli, dan menggunakan barang dan jasa tersebut secara berulang, dan merekomendasikan produk perusahaan kepada teman dan lembaga. Hubungan yang terdapat dalam model mengenai kepuasan dan loyalitas pengunjung TRKWC dapat dilihat melalui diagram lintas pada Gambar 4. Keterangan dari variabel-variabel yang dianalisis dapat dilihat pada Tabel 9.
53
δ11 δ12 δ13
X11 λx11 X12 X13
δ14
λx12 λx13
ξ Tangibles
λx14 X14
δ15
λx15 X15
δ16
λx16
γ
X16
ε11 δ21 δ22
X21 X22
δ23
λx21 λx22 λx23
Y11
ξ Reliability
γ
X23
λy11 ε Kepuasan δ
δ31
X31
δ32
ξ λx31 λx32
γ β
Responsiveneness
X32 γ
ε Loyalitas δ
δ41 δ42
X41 X42
δ43
λx41 λx42 λx43
ξ Assurance
ξ δ52
X51 X52
Y21
γ
X43
δ51
λy21 λy22 λy23
λx51
ε21
ε22
Y22
Y23
ε23
Emphaty
λx52
Gambar 4. Diagram Lintas Model SEM
54
Tabel 9. KeteranganVariabel-Variabel pada Diagram Lintas Variabel Laten
Tangibles (ξ1) (Variabel laten eksogen)
Reliability (ξ2) (Variabel laten eksogen) Responsiveness (ξ3) (variabel laten eksogen)
Variabel Indikator
Notasi
1. Kondisi fasilitas
X11
2. Areal parkir
X12
3. Penataan lokasi, taman, dan fasilitas
X13
4. Keasrian, kenyamanan, dan kebersihan
X14
5. Paket wisata beragam
X15
6. Kemudahan mencapai lokasi
X16
7. Manfaat kegiatan wisata
X21
8. Keterlibatan masyarakat sekitar
X22
9. Kesesuaian harga dengan kualitas dan pelayanan
X23
10. Kesediaan memberikan bantuan dan penjelasan
X31
11. Kecepatan dan ketanggapan melayani
X32
pengunjung 12. Tingkat keamanan
X41
13. Bersikap ramah dan sopan
X42
14. Pengetahuan yang baik
X43
Emphaty (ξ5) (Variabel laten eksogen)
15. Respon terhadap keluhan pengunjung
X51
16. Memberikan perhatian secara personal
X52
Kepuasan (ε1) (Variabel laten endogen)
17. Kepuasan berkunjung
Y11
18. Kunjungan ulang
Y21
19. Sikap terhadap kenaikan harga
Y22
20. Rekomendasi kepada orang lain
Y23
Assurance (ξ4) (Variabel laten eksogen)
Loyalitas (ε2) (Variabel laten endogen)
Variabel-variabel teramati atau indikator diperoleh dengan menjabarkan dimensi kualitas pelayanan. Variabel-variabel tersebut diidentifikasi berdasarkan hasil observasi dan kondisi faktual TRKWC serta melalui diskusi dengan pihak manajemen TRKWC.
Variabel-variabel tersebut kemudian dikembangkan
menjadi suatu daftar pertanyaan terstruktur pada kuisioner yang akan dinilai oleh responden yang telah ditentukan.
55
4.6. Definisi Operasional Suatu kajian atau penelitian mengandung variabel-variabel yang menggambarkan suatu fenomena.
Variabel dalam penelitian bisnis harus
diperjelas arti dan kandungannya, karena variabel ilmu bisnis umumnya tidak dapat diukur langsung. Definisi operasional diperlukan guna menggambarkan variabel agar pandangan setiap pembaca menjadi sama. 1) Pengunjung adalah orang yang sedang melakukan kunjungan atau berwisata di TRKWC dan mengikuti suatu kegiatan dalam paket wisata yang ditawarkan 2) Responden adalah pengunjung TRKWC yang sedang melakukan kegiatan wisata serta bersedia untuk mengisi kuisioner 3) Karyawan adalah pegawai TRKWC yang melakukan kegiatan manajemen, administrasi, dan reservasi 4) Pemandu adalah pegawai TRKWC yang bertugas mengiringi, memberikan arahan dan penjelasan kepada pengunjung dalam melakukan kegiatan wisata 5) Kondisi fasilitas adalah tersedianya fasilitas-fasilitas yang mendukung kegiatan wisata secara lengkap dan dalam kondisi yang baik 6) Areal parkir adalah ruangan atau lahan yang digunakan untuk menyimpan kendaraan 7) Tata letak lokasi adalah penataan ruang TRKWC dalam menempatkan segala fasilitasnya dengan suatu nilai estetika yang baik 8) Keasrian adalah kondisi TRKWC yang masih alami, ditumbuhi banyak pepohonan sehingga terasa sejuk dan segar 9) Kenyamanan adalah kondisi TRKWC yang menimbulkan perasaan tenang, senang, dan tidak terganggu 10) Kebersihan adalah kondisi TRKWC yang rapi, tidak kotor, dan tidak terlihat sampah berserakan di lokasi TRKWC 11) Paket wisata adalah suatu pilihan program wisata yang terdiri dari beberapa kegiatan 12) Kemudahan mencapai lokasi adalah akses untuk menuju TRKWC dirasakan lancar (tidak ada hambatan) dan lokasi dapat ditemukann dengan cepat
56
13) Manfaat berkunjung adalah suatu hal positif dan bernilai yang dirasakan dan diterima oleh pengunjung karena melakukan kegiatan wisata 14) Keterlibatan masyarakat adalah ikut sertanya masyarakat sekitar lokasi TRKWC dalam melakukan kegiatan dalam suatu paket wsiata 15) Kesesuaian harga adalah antara harga paket wisata yang dibayarkan oleh pengunjung sebanding dengan kualitas dan pelayanan yang diberikan 16) Kecepatan dan ketanggapan pelayanan adalah waktu yang diperlukan serta daya tanggap karyawan dan pemandu dalam memenuhi apa yang diinginkan oleh pengunjung 17) Keamanan lokasi adalah kondisi lokasi TRKWC yang tidak merugikan baik fisik maupun materi pengunjung, tidak ada tindakan asusila dan kejahatan atau kriminalitas 18) Keramahan dan kesopanan adalah sikap karyawan dan pemandu yang diukur dengan bersikap baik, ramah, senyum, dan tidak mengganggu atau merugikan pengunjung 19) Pengetahuan karyawan dan pemandu adalah keluasan wawasan karyawan dan pemandu mengenai segala sesuatunya tentang kegiatan wisata TRKWC 20) Respon terhadap keluhan adalah daya tanggap karyawan dan pemandu dalam menindaklanjuti keluhan dari pengunjung 21) Perhatian secara individual adalah ketanggapan karyawan dan pemandu dalam memahami perasaan dan perbedaan kebutuhan setiap individu dari pengunjung, seperti dapat membedakan perbedaan kebutuhan antara anakanak, ibu hamil,dan pengunjung lanjut usia dengan yang lainnya
57