PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK YANG PROSES PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY DAN DISCOVERY LEARNING PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen di Kelas X MIPA SMA Negeri 3 Tasikmalaya Tahun Ajaran 2016/2017) Isti Kurniawati,
[email protected] Endang Surahman,
[email protected] Biology Education Departement. Faculty of Educational Sciences and Teacher’s Training. Siliwangi University Tasikmalaya Jl. Siliwangi No.24 Post Code 164 Tlp. (0265) 330634 Tasikmalaya 46115, Email :
[email protected] ABSTRACT This aims of this research was to know the difference of student’s critical thinking skills that learning prosecess using of guided inquiry learning model and discovery learning model on environmental pollution material in the class of X MIPA SMA Negeri 3 Tasikmalaya. This reserch conducted in Desember 2016 to April 2017 in SMA Negeri 3 Tasikmalaya. Research method that used in this reaserch was pre-experimental. The population in this research is a whole class of X MIPA SMA Negeri 3 Tasikmlaya as much as eight classes, the sample of research is class X MIPA 1 and class X MIPA 6 is taken with technique of cluster random sampling. Instruments used in this research is a test of critical thinking skills of student on environmental pollution material. These tests form was essay questions, as many 10 items. The analysis data technique used is test difference between two average (t-test). with signitificance level (α) = 5 %. The research concluded there was difference of student’s critical thinking skills that the learning process using Guided Iquiry model and Discovery Learning model on environmental pollution material in the class of X MIPA SMA Negeri 3 Tasikmalaya. Keywords : Critical Thinking Skills, Student, Class X MIPA, Guided Inquiry, Discovery Learning, Enviromental Pollution, Difference.
1
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran guided inquiry dan discovery learning pada materi pencemaran lingkungan di kelas X MIPA SMA Negeri 3 Tasikmalaya. Penelitan ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai dengan April 2017 di SMA Negeri 3 Tasikmalaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-experimental. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas X MIPA sebanyak delapan kelas, sampel penelitian adalah X MIPA 1 dan X MIPA 6 yang di ambil dengan teknik cluster random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir ktitis peserta didik pada materi Pencemaran Lingkungan. Bentuk tes berupa soal uraian sebanyak 10 butir soal. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji perbedaan dua rata-rata (uji t) dengan taraf signifikan (α) = 5%. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Guided Inquiry dengan Discovery Learning pada materi pencemaran lingkungan di kelas X MIPA SMA Negeri 3 Tasikmalaya. Kata Kunci : Kemampuan berpikir kritis, Peserta didik, Kelas X MIPA, Guided Inquiry, Discovery Learning, Pencemaran Lingkungan, Perbedaan,
2
PENDAHULUAN Pendidikan dilakukan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari baik secara formal ataupun non formal. Pendidikan tersebut dilakukan manusia dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan taraf hidupnya. Melalui proses pendidikan diharapkan manusia menjadi cerdas atau memiliki kemampuan dalam menjalani kehidupan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap individu, dengan pendidikan pola pikir manusia pada ilmu pengetahuan dan teknologinya akan berkembang. Sekolah merupakan pusat untuk mencari ilmu dan wadah untuk meningkatkan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah, yaitu pendidik mempunyai tugas pokok dalam melaksanakan pembelajaran untuk keberhasilan peserta didik belajar di sekolah. Berpikir merupakan salah satu bagian dari pembelajaran. Berpikir adalah salah satu aktivitas mental yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Berpikir terjadi dalam setiap aktivitas mental manusia berfungsi untuk memformulasikan atau menyelesaikan masalah, membuat keputusan serta mencari alasan. Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan peserta didik untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Menurut Ariyanto, Joko (2015) “Berpikir kritis merupakan salah satu bagian dari kemampuan berpikir tingkat tinggi yang sangat esensial bagi kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan”. Berpikir kritis juga merupakan sebuah proses terorganisasi yang memungkinkan peserta didik mengevaluasi bukti, asumsi, logika dan bahasa yang mendasari pernyataan orang lain. Permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan salah satunya adalah masalah pembelajaran yang kurang melibatkan peserta didiknya dalam proses pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran belum sepenuhnya diterapkan oleh guru dan proses pembelajaran hanya berpusat pada guru, sehingga peserta didik kurang aktif dalam pembelajaran dan pola pikir yang tidak berkembang. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru biologi SMA Negeri 3 Tasikmalaya yang dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 11 Januari 2017, model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran biologi yaitu dengan model pembelajaran Discovery Learning, namun guru belum mengoptimalkan model pembelajaran ini, seperti dalam proses pembelajaran guru masih banyak menjelaskan materi pembelajaran sehingga peserta didik hanya mendengarkan guru ceramah. Meskipun guru telah mencoba mengaktifkan peserta didik melakukan tanya jawab dan pemberian tugas, tampaknya hal tersebut belum mampu memotivasi peserta didik untuk berperan aktif dalam pembelajaran, serta belum mampu melatih proses berpikir kritis peserta didik. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik adalah dengan menggunakan model pembelajaran Guided Inquiry dan Discovery Learning. Menurut Sularso, Agung (2015) “Salah satu model pembelajaran yang diharapkan mampu mengakomodasi perkembangan kemampuan berpikir kritis adalah model pembelajaran inquiry”. Model pembelajaran Guided Inquiry adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam proses pengumpulan data 3
pengujian hipotesis, dengan tujuan kondisi belajar menjadi kondusif secara mandiri. Sedangkan Discovery Learning adalah suatu pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar peserta dapat belajar sendiri. Maka dari itu, penulis tertarik menggunakan dua model pembelajaran ini, dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Pembelajaran Guided Inquiry dan Discovery Learning bertujuan untuk memecahkan masalah secara intensif dibawah pengawasan guru, sehingga peserta didik akan berpikir kritis. Peneliti menggunakan model ini karena dalam model pembelajaran ini, guru membimbing peserta didik melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : “Adakah perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran guided inquiry dan discovery learning pada materi pencemaran lingkungan di kelas X MIPA SMA Negeri 3 Tasikmalaya”?. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran guided inquiry dan discovery learning pada materi pencemaran lingkungan di kelas X MIPA SMA Negeri 3 Tasikmalaya. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (pre esperiment) dengan model pembelajaran Guided Inquiry dan Discovery Learning sebagai variabel bebas serta kemampuan berpikir kritis peserta didik sebagai variabel terikat. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas X MIPA SMA Negeri 3 Tasikmalaya tahun pelajaran 2016/2017, sebanyak 8 kelas dengan jumlah peserta didik 289 peserta didik. Populasi dianggap homogen dilihat dari rata-rata nilai ulangan harian biologi setiap kelas. Sampel yang diambil sebanyak dua kelas dengan menggunakan teknik cluster random sampling dari populasi yang tersedia. Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah one shot case study, artinya penulis mengadakan hanya mengadakan treatment satu kali yang di perkirakan sudah mempunyai pengaruh, kemudian diadakan post test”. Desain penelitian yang digunakan menurut Arikunto, Suharsimi (2013: 124) adalah : Pola : kelas eksperimen I R X1 O kelas eksperimen II R X2 O Keterangan: R : randomisasi X1 : treatment/perlakuan yang diberikan pada kelas pertama dengan menggunakan model pembelajaran Guided Inquiry 4
X2 : treatment/perlakuan yang diberikan pada kelas ke dua dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning O : hasil observasi sesudah diberikan treatment/perlakuan Langkah-Langkah Penelitian Langkah-langkah penelitian yang ditempuh dalam penelitian ini yaitu: tahap persiapan yang meliputi observasi, pengajuan judul, penyusunan proposal dan instrumen penelitian, seminar penelitian, uji coba instrumen penelitian; tahap pelaksanaan meliputi pelaksanaan pembelajaran, posttest; dan tahap pengolahan data seperti pengolahan dan analisis data terhadap kemampuan berpikir kritis yang diperoleh dari penelitian seta membuat kesimpulan. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik tes. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir kritis dalam bentuk uraian sebanyak 20 butir soal pada materi Pencemaran Lingkungan. Tujuan dilaksankanya tes ini adalah untuk memperoleh skor kemampuan berpikir kritis peserta didik. Instrument Penelitian Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir ktitis peserta didik pada materi Pencemaran Lingkungan. Bentuk tes berupa soal uraian sebanyak 20 butir soal. Uji Validitas tiap soal dalam penelitian ini menggunakan Software Anates versi 4.0.5 for windows dengan Softeware Anates untuk soal uraian. Berdasarkan analisis butir soal dengan menggunakan software tersebut, diperoleh 10 butir soal yang memenuhi kriteria valid dan 10 butir soal yang tidak memenuhi kriteria valid, maka diperoleh r11 = 0,72 yang berarti bahwa tes yang diberikan mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Tekknik pengolahan data dan analisis data dalam penelitian ini yaitu dengan uji persyaratan analisis menggunakan Uji Normalitas dengan Uji Chi Kuadrat dan Uji homogenitas dengan Uji Fmaksimum kemudian dilanjutkan dengan uji hipotesis menggunakan uji t. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 3 Tasikmalaya telah dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai dengan bulan April 2017. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t diperoleh harga thitung = 4,45 sedangkan harga ttabel = 1,997. Karena harga thitung lebih besar daripada harga ttabel, kesimpulan analisis dari penelitian ini adalah tolak Ho, artinya ada perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran Guided Inquiry dengan Discovery Learning pada materi pencemaran lingkungan di kelas X MIPA SMA Negeri 3 Tasikmalaya tahun ajaran 2016/2017. Berdasarkan penelitian di kelas X MIPA SMA Negeri 3 Tasikmalaya, bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan ke dua model 5
yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan karena dalam proses pembelajaran, peserta didik memperoleh pengalaman yang berbeda. Pada pelaksanaan proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Guided Inquiry mampu mengakomodasi rasa ingin tahu peserta didik untuk mencari tahu konsep yang ada dalam pembelajaran atau kegiatan yang mereka alami. Dari pembelajaran ini peserta didik dirangsang untuk mampu berpikir tentang apa yang akan mereka cari tahu dan temukan. Pembelajaran lebih berpusat pada aktivitas mandiri peserta didik sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dalam membimbing peserta didik. Sedangkan model pembelajaran Discovery Learning menekankan pada pengalaman belajar secara langsung sehingga peserta didik dapat menemukan pengetahuan atau konsep-konsep dalam pembelajaran. Peserta didik didorong untuk berpikir kritis, menganalisis sendiri sehingga dapat menemukan konsep berdasarkan data yang telah disediakan guru. Kegiatan pembelajaran pada model Guided Inquiry, diawali dengan mengajukan pertanyaan kepada peserta didik untuk memberikan sebuah stimulasi agar memberi suasana yang responsive dan mengajak peserta didik untuk berpikir memecahkan masalah. Kemudian merumuskan masalah yaitu merupakan langkah dimana peserta didik berpikir untuk memecahkan masalah dan akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. Kemudian merumuskan hipotesis yaitu jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Setalah itu peserta didik mengumpulkan data, membaca bahan ajar, mengisi LKPD bersama anggota kelompoknya, dan menguji hipotesis yang telah dibuat. Kemudian peserta didik merumuskan kesimpulan yaitu proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian dari hipotesis. Adapun kelebihan dari model pembelajaran Guided Inquiry adalah dapat membentuk dan mengembangkan kemampuan pada diri peserta didik, sehingga dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik. Selain itu dapat mendorong peserta didik untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri. Proses penerapan model pembelajaran discovery learning ini peserta didik berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, peserta didik dilatih berpikir untuk memecahkan permasalahan. Peserta didik di dorong untuk berpikir kritis, menganalisis sendiri, sehingga dapat menemukan konsep berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan guru. Pembelajaran ini diawali dengan kegiatan merumuskan masalah yang akan diberikan kepada peserta didik dengan data secukupnya. Kemudian dari data yang diberikan oleh guru, peserta didik dengan kelompoknya menyusun, memproses dan menganalisi data tersebut, dalam hal ini bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan oleh peserta didik, setelah ini peserta didik menyusun hipootesis dari hasil analisis yang dilakukanya, apabila sudah diperoleh kepastian tentang kebenaran hipotesis tersebut, maka peserta didik menemukan apa yang dicari sampai mengambil pada kesimpulan. Kekuranganya adalah menyita waktu banyak, tidak semua peserta didik mampu melakukan penemuan, dan tidak 6
berlaku untuk semua topik atau tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Berdasarkan perolehan skor kemampuan berpikir kritis dari hasil posttest yang terdiri dari 10 soal uraian yang terbagi ke dalam tiga aspek kemampuan berpikir kritis yaitu 4 soal terdiri dari aspek memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), 3 soal terdiri dari aspek membangun keterampilan dasar (basic support), dan 3 soal terdiri dari aspek membuat inferensi (inferring). Skor maksimal yang diperoleh pada setiap soal adalah 3 dan diperoleh hasil skor yang berbeda padasetiap aspek kemampuan berpikir kritis. Untuk lebih jelasnya skor yang diperoleh peserta didik dapat dilihat pada diagram berikut ini. 3 2.5 2 1.5
Guided Inquiry Discovery Learning
1 0.5 0 Elementary clarification
Basic support
Inferring
Gambar 1 Diagram Rata-rata Skor Kemampuan Berpikir Kritis dalam Setiap Aspek Kemampuan Berpikir Kritis yang Menggunakan Model Pembelajaran Guided Inquiry dan Discovery Learning Gambar 1 menunjukan bahwa skor posttest tertinggi kemampuan berpikir kritis di kelas yang menggunakan model pembelajaran guided inquiry terdapat pada aspek memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification) yaitu 2,68 dan skor posttest terendah kemampuan berpikir kritis terdapat pada aspek membuat inferensi (inferring) yaitu 2,44. Sedangkan skor posttest tertinggi kemampuan berpikir kritis di kelas yang menggunakan model pembelajaran discovery learning terdapat pada aspek memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification) yaitu 2,26 dan skor posttest terendah kemampuan berpikir kritis terdapat pada aspek membangun keterampilan dasar (basic support) yaitu 2,19. 7
Kemampuan seseorang dalam berpikir akan mempengaruhi pemahaman seseorang. Dalam pembelajaran, peserta didik dituntut untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Kegiatan dalam proses tersebut merangsang siswa untuk berpikir yang selanjutnya juga berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik. Kemampuan berpikir kritis merupakan alat yang dipergunakan dalam proses penguasaan konsep karena pengetahuan konseptual merupakan hasil dari proses konstruktif. Pemahaman peserta didik diperoleh dengan mengkonstruk pengetahuan yang dimiliki peserta didik sendiri. Dengan demikian kemampuan berpikir kritis mempunyai manfaat konkrit meningkatkan pemahaman yang akibatnya akan memengaruhi hasil belajar peserta didik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kemampuan berpikir kritis dengan hasil belajar. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis diperoleh simpulan bahwa ada perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Guided Inquiry dan Discovery Learning pada materi pencemaran lingkungan di kelas X MIPA SMA Negeri 3 Tasikmalaya Tahun Ajaran 2016/2017. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyaranakan: diperlukan persiapan yang matang dalam melaksanakan pembelajaran, khususnya pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Guided Inquiry dan Discovery Learning, sehingga dalam pelaksanaannya guru dan peserta didik dapat memaksimalkan langkah-langkah pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan; dalam melakukan penelitian mengenai kemampuan berpikir kritis peserta didik, peneliti harus mempersiapkan tes yang sekiranya terpenuhi dalam aspek-aspek kemampuan berpikir kritis peseta didik tanpa terbebani konsep yang sudah ada pada buku; bagi peneliti selanjutnya, hendaknya dapat mencoba menerapkan model pembelajaran guided inquiry dan discovery learning terhadap kemampuan berpikir kritis pada materi lain yang sesuai dengan kondisi yang ada. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian. Jakarta : PT.Rineka Cipta. Ariyanto, Joko, et.al., (2015). “Pengaruh Model Guided Discovery Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015”. Bio-Pedagogi Volume 4, Nomor 2 Halaman 25-30. Surakarta. Fathurrohman, Muhammad. (2015). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Depok: AR-Ruzz Media. 8
Fisher, Alec. (2009). Berpikir Kritis. Jakarta: Erlangga. Hernawan, Edi. (2014). Pengantar Statistika Parametrik untuk Penelitian Pendidikan. Tasikmalaya: LPPM Universitas Siliwangi. Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia. Indrawan, et.al., (2014). Metodologi Penelitian. Bandung: PT Refika Aditama. Jihad, Asep dan Abdul Haris. (2013). Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Presindo. Kowiyah. (2012). “Kemampuan Berpikir Kritis”. Jurnal Pendidikan Dasar Volume 3, Nomor 5 Halaman 175-179. Jakrta. Mulyatiningsih, Endang. (2011). Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Neolaka, Amos. (2014). Metode Penellitian dan Statistik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nurhayati, Nunung. (2013). Pencemaran Lingkungan. Bandung: Yrama Widya Patmawati, H. 2011. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran Larutan Elektrolit Dan Nonelektrolit Dengan Metode Praktikum. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Riduwan. (2013). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Jawa Barat: Alfabeta. Roestiyah. (2012). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sastrawijaya, A. Tresna. (2009). Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta. Surya, Mohamad. (2015). “Strategi Kognitif dalam Proses Pembelajaran”. Bandung: PT Alfabeta. Tawil, muh. dan Liliasari. (2013). Berpikir Kompleks dan Implementasinya dalam Pembelajaran IPA. Makassar: Penerbit UNM. Wardhana, Wisnu Arya. (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. 9