HUBUNGAN PENGETAHUAN MITIGASI BENCANA DAN SIKAP KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT PESISIR TERHADAP PERILAKUNYA DALAM MENJAGA KAWASAN RAWAN BENCANA TSUNAMI (Studi di Desa Resiko Bencana Tsunami Tinggi Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya)
Oleh: Fenti Fitrianti1 Endang Surahman 2 ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan mitigasi bencana dengan perilaku masyarakat dalam menjaga kawasan rawan bencana tsunami, untuk mengetahui hubungan antara sikap kesiapsiagaan masyarakat pesisir dengan perilaku masyarakat dalam menjaga kawasan rawan bencana tsunami dan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan mitigasi bencana dan sikap kesiapsiagaan masyarakat pesisir terhadap perilaku masyarakat dalam menjaga kawasan rawan bencana tsunami di desa resiko bencana tsunami tinggi Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh penduduk (Kepala Keluarga) pada kelima desa yang berada dipesisir Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya yang diklasifikasikan berdasarkan tempat tinggal dengan jumlah seluruh populasi sebanyak 8.872 KK. Teknik Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel ditunjuk langsung dengan atas dasar pertimbangan. Adapun sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 77 Kepala Keluarga. Simpulan dari penelitian ini adalah; 1) ada hubungan antara pengetahuan mitigasi bencana dengan perilaku masyarakat dalam menjaga kawasan rawan bencana tsunami ditunjukkan dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,355 yang berada pada tingkat rendah; 2) ada hubungan antara sikap kesiapsiagaan masyarakat pesisir dengan perilaku masyarakat dalam menjaga kawasan rawan bencana tsunami ditunjukkan dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,501 yang berada pada tingkat sedang; 3) ada hubungan antara pengetahuan mitigasi bencana dan sikap kesiapsiagaan masyarakat pesisir dengan perilakunya dalam menjaga kawasan rawan bencana tsunami ditunjukkan dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,442 yang berada pada tingkat sedang. Keywords: Pengetahuan, Mitigasi Bencana, Tsunami, Kesiapsiagaan, Pesisir
RELATED KNOWLEDGE AND ATTITUDE PREPAREDNESS DISASTER MITIGATION OF THE COASTAL AREAS PRONE behavior KEEP IN TSUNAMI (Studies in Rural High Tsunami Disaster Risk Cipatujah District of Tasikmalaya District) ABSTRACT The purpose of this study was to determine the relationship between disaster mitigation knowledge with people's behavior in keeping the tsunami disaster-prone areas, to determine the relationship between the attitude of preparedness of coastal communities with people's behavior in keeping the tsunami disaster-prone areas and to determine the relationship between knowledge of disaster mitigation and preparedness attitude coastal communities on the behavior of the community in maintaining the tsunami disaster-prone areas in the village high tsunami disaster risk Cipatujah District of Tasikmalaya District. The population in this study is the entire population (Head of Family) in five villages located on the seashore of Cipatujah District of Tasikmalaya District classified based on residence with a total population of 8872 households. The sampling technique used in this study using purposive sampling is appointed directly by the sampling on the basis of considerations. The sample in this study as many as 77 heads of household. The conclusions of this study are; 1) there is a relationship between disaster mitigation knowledge with people's behavior in keeping the tsunami disaster-prone areas indicated by the value of correlation (r) of 0.355 which is at a low level; 2) there is a relationship between the attitude of preparedness of coastal communities with people's behavior in keeping the tsunami disaster-prone areas indicated by the value of correlation (r) of 0.501 which is at a medium level; 3) there is a relationship between knowledge of disaster mitigation and preparedness posture of coastal communities to conduct in keeping the tsunami disaster-prone areas indicated by the value of correlation (r) of 0.442 which is at a moderate level. Keywords: Knowledge, Disaster Mitigation, Tsunami, Preparedness, Coastal
1
PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menjadikannya sebagai negara yang memiliki lebih kurang 17.504 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2 atau sekitar 70% luas Indonesia merupakan perairan, sedangkan 30% sisanya merupakan daratan. Kondisi ini menyebabkan Indonesia diberkahi oleh kekayaan sumberdaya alam baik sumberdaya alam di daratan maupun
sumberdaya
alam
di
lautan
yang
melimpah
(Geografi
Indonesia,
Wikipedia.org). Namun selain diberkahi oleh kekayaan alam yang melimpah, letak Indonesia yang unik ini pun membawa konsekuensi logis bahwa Indonesia merupakan negara dengan memiliki potensi kerawanan bencana geologi yang cukup tinggi dan tersebar dari ujung barat Pulau Sumatera hingga selatan Pulau Papua. Hal ini disebabkan oleh letak geologis Indonesia yang dilalui oleh dua jalur pegunungan muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Sirkum Pasifik sebelah timur (Pasific Ring of Fire) serta berada pada pertemuan tiga lempeng besar dunia yaitu Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10 cm per tahun, Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara-timur laut dengan kecepatan sekitar 7 cm per tahun, serta Lempeng Benua Eurasia yang bergerak ke arah barat daya dengan kecepatan 13 cm per tahun (Kementrian ESDM, Online). Gempa Tasikmalaya yang terjadi pada tanggal 17 Juli 2006 dengan kekuatan gempa 6,8 SR yang menimbulkan tsunami di Pangandaran dan sekitarnya mengakibatkan rusaknya tempat tinggal masyarakat dan fasilitas lainnya. Berdasarkan data yang dihimpun dari posko penanggulangan tsunami di Pangandaran terhitung 2 hari setelah kejadian, sedikitnya menelan korban tewas di Kabupaten Ciamis sebanyak 251 orang, Kabupaten Tasikmalaya 56 orang dan Kabupaten Garut seorang (detik.com: 2006). Kejadian gempabumi terjadi lagi pada 2 September 2009, jam 14:55 dengan kekuatan gempa 7,3 Skala Richter (SR), pusat gempa berada pada koordinat 8,240 LS – 107,320 BT serta berada pada kedalaman 30 km di bawah permukaan air laut terjadi di pantai selatan Tasikmalaya termasuk melanda beberapa daerah di Kecamatan Cipatujah. Kecamatan Cipatujah merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya yang beberapa daerahnya berada di pesisir pantai dan secara morfologi berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Terdapat lima desa yang berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia adalah Desa Ciheras, Desa Ciandum, Desa Cipatujah, Desa Sindangkerta, dan Desa Cikawungading. Berikut disajikan data kerusakan dan kerugian akibat gempabumi dan tsunami tahun 2006 pada desa-desa yang berada di wilayah pesisir pantai Kecamatan Cipatujah pada Tabel 1.1 berikut ini:
2
Tabel 1 Data Kerusakan Akibat Gempabumi dan Tsunami Tahun 2006 di Kecamatan Cipatujah
No
Jumlah Korban
Nama Desa
Type dan Tingkat Kerusakan Rumah Semi Permanen Panggung Permanen
Kerusakan Perahu Nelayan
Sarana Keagamaan
M D
L B
L R
H C R
R B
R R
H C R
R B
R R
H C R
R B
R R
H C R
R B
R R
Mesjid
Madrasah
Ternak warga
1
Cipatujah
7
12
30
14
1
-
67
-
-
6
-
-
-
-
-
2
2
2
Ciandum
2
6
15
26
-
-
13
-
-
5
-
-
-
-
-
1
1
3 4 5
Sindangkerta 3 - Ciheras - Cikawung - - 1 ading Jumlah 9 18 48 40 1 - 80 1 Sumber : Data Kecamatan Cipatujah, 2006
1 -
1 -
2 -
1 -
2 -
-
2 -
-
-
Domba(17) Unggas(153) -
-
-
-
2
-
11
16
-
-
-
1
12
2
3
2
11
18
3
3
170
Keterangan : MD LB LR Berdasarkan
= Meninggal Dunia HCR = Hancur = Luka Berat RB = Rusak Berat = Luka Ringan RR = Rusak Ringan Tabel 1.2 tersebut, diketahui bahwa beberapa desa yang berada di
sepanjang pesisir pantai Kecamatan Cipatujah terkena dampak dari gempabumi dan tsunami yang menimbulkan beberapa kerusakan. Meskipun tidak semua desa terkena dampak tsunami, pada dasarnya kelima desa tersebut sama-sama memiliki kerawanan terhadap bencana gempabumi dan tsunami yang memerlukan upaya mitigasi secara tepat. Pengetahuan masyarakat mengenai kebencanaan merupakan indikator penting dalam proses kesiapsiagaan, selain itu perencanaan ketika terjadi kondisi darurat, pengetahuan dan keterampilan memobilisasi sumberdaya ditunjang dengan kondisi sistem peringatan dini yang baik memungkinkan suatu wilayah memiliki kesiapan yang baik dalam menghadapi bencana. Keempat parameter tersebut juga penting dimiliki masyarakat Kecamatan Cipatujah yang bermukim di sepanjang pesisir laut selatan Indonesia. Pengetahuan masyarakat tentang sikap tanggap kedaruratan dalam menghadapi bencana gempabumi dan tsunami di Kecamatan Cipatujah sangat penting untuk mengurangi kerugian, sehingga jika tidak segera diatasi akan menimbulkan dampak negatif dari segi ekologi, ekonomi maupun sosial sekitar kawasan tersebut. Mengingat keberadaan kelima desa di Kecamatan Cipatujah yang letaknya di pesisir pantai dan memiliki kerawanan yang tinggi terhadap bencana gempabumi dan tsunami dengan melihat indikator kerapatan vegetasi di wilayah tersebut, maka seyogyanya masyarakat dibekali pengetahuan kebencanaan, keterampilan merespon keadaan darurat atau mobilisasi, serta memulai menyiapkan rencana penyelamatan yang dilakukan ketika bencana datang. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tingkat kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana gempabumi dan tsunami, maka penulis memberi judul “Hubungan Pengetahuan Mitigasi Bencana dan Sikap Kesiapsiagaan Masyarakat Pesisir Terhadap Perilakunya dalam Menjaga Kawasan
3
Rawan Bencana Tsunami (Studi di Desa Resiko Bencana Tsunami Tinggi Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya)“
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode deskriptif korelasional merupakan suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena. Variabel dalam penelitian ini adalah (X1) Pengetahuan mitigasi bencana, (X2) Sikap kesiapsiagaan masyarakat pesisir, (Y) Perilaku masyarakat dalam menjaga kawasan rawan bencana tsunami. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh penduduk (Kepala Keluarga) pada kelima desa yang berada dipesisir Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya yang diklasifikasikan berdasarkan tempat tinggal dengan jumlah seluruh populasi sebanyak 8.872 KK. Teknik Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel ditunjuk langsung dengan atas dasar pertimbangan. Adapun sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 77 Kepala Keluarga.
PEMBAHASAN 1. Hubungan
antara
Pengetahuan
tentang
Lingkungan
dengan
Perilaku
Masyarakat dalam Menjaga Kelestarian Kawasan Bukit Sepuluh Ribu Hubungan pengetahuan tentang lingkungan dengan perilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan bukit, berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh nilai korelasi sebesar 0,355. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut berada pada tingkat rendah. Nilai koefisien korelasi tersebut dirubah kedalam koefisien determinasi menghasilkan persentase sebesar 12,60%. Artinya, Perilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan bukit dipengaruhi oleh pengetahuan tentang pelestarian lingkungan sebesar 12,60% dan 87,46% lagi adalah pengaruh dari faktor lain baik itu faktor lingkungan (ekstrinsik) atau intrinsik responden. Persamaan regresi linier antara variabel X1 dengan variabel Y adalah Y’= 131,729 + 0,417 X1. Koefisien yang dihasilkan bernilai positif, yang berarti peningkatan pengetahuan pelestarian lingkungan diikuti oleh perilaku masyarakat dalam melestarikan kawasan bukit sepuluh ribu. Deskripsi data hasil penyebaran kuisioner pengetahuan tentang lingkungan yang meliputi indikator konsep lingkungan, konsep pelestarian, konsep pelestarian lingkungan, konsep lingkungan hidup dan perilaku dalam melestarikan lingkungan secara keseluruhan menunjukkan kriteria cukup. Namun jika dilihat dari tingkatan pendidikan responden yang tamat pendidikan SD/sederajat menunjukkan bahwa hampir seluruh responden kurang mengetahui tentang konsep pelestarian lingkungan secara optimal.
4
Hubungan pengetahuan tentang pelestarian lingkungan dengan perilaku masyarakat dalam melestarikan kawasan bukit ditunjukan dengan nilai korelasi pada kategori rendah. Hubungan tersebut terjadi karena sebagian besar masyarakat telah memiliki pemahaman bahwa bukit yang ada di daerah Kelurahan Bungursari hanya bermanfaat untuk dijadikan sebagai bahan galian pasir dan batuan, sehingga masyarakat kurang begitu memperhatikan kelestarian kawasan bukit. Sementara itu, persamaan regresi yang diberikan menunjukan koefisien positif, yang artinya kenaikan pengetahuan tentang pelestarian lingkungan akan berpengaruh pada peningkatan perilakunya dalam menjaga kelestarian kawasan bukit, dengan kata lain semakin tinggi pengetahuan maka semakin tinggi pula perilakunya dalam menjaga kelestarian kawasan bukit. Pengetahuan pada hakikatnya segenap yang diketahui manusia mengenai suatu objek tertentu yang merupakan kekhasanahan kekayaan mental yang diperoleh melalui rasional dan pengalaman, pengetahuan yang makin luas dan makin tinggi itu akhirnya akan bisa menggali dan menjelaskan segala sesuatu yang ada secara objektif. Idealnya seseorang yang mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi, maka dia akan melaksanakan apa yang dia ketahui selama hal tersebut dianggap baik atau berguna bagi dirinya. Uraian di atas dapat disejalankan dengan hasil penelitian yaitu sikap sebagai keteraturan pemikiran, artinya masyarakat mengetahui tentang kelestarian lingkungan diperoleh melalui rasional dan pengalaman, dari rasa ingin tahu berkembang menjadi sebuah pengetahuan dan selanjutnya dalam tahap yang lebih jauh ketika pengetahuan itu semakin mendalam maka akan ada satu stimulus untuk memberikan suatu wujud ide atau gagasan salam bentuk sikap. Sehingga perilaku akan terwujud ketika pengetahuan masyarakat semakin diperdalam. 2. Hubungan antara Sikap Masyarakat dalam Melestarikan Lingkungan dengan Perilakunya dalam Menjaga Kelestarian Kawasan Bukit Sepuluh Ribu Sikap masyarakat dalam melestarikan lingkungan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah berdasarkan beberapa indikator; (1) pemberian ide, gagasan atau masukan untuk kegiatan pelestarian lingkungan; (2) Perhatian masyarakat pada pelestarian lingkungan; (3) Pengawasan masyarakat pada kegiatan pelestarian lingkungan. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara keseluruhan sikap masyarakat dalam melestarikan lingkungan berada pada tingkat sedang yang ditunjukan dengan nilai korelasi sebesar 0,501 dan koefisien determinasi sebesar 25,10%. Koefisien determinasi tersebut memberikan makna bahwa perilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan bukit dipengaruhi oleh sikap masyarakat dalam melestarikan lingkungan sebesar 25,10% dan sisanya sebesar 74,90 % adalah pengaruh dari faktor lain.
5
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa sikap masyarakat dalam melestarikan lingkungan berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan bukit berada pada tingkat cukup. Korelasi tersebut menunjukkan koefisien positif, dengan kata lain peningkatan sikap masyarakat dalam melestarikan lingkungan akan diikuti dengan perilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan bukit. Koefisien dan konstanta dari persamaan regresi yaitu Y’=137,605+0.702 X2 yang dihasilkan menunjukkan nilai positif, dengan koefisien regresi lebih besar dari regresi antara pengetahuan tentang pelestarian lingkungan dengan perilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan bukit. Besarnya koefisien tersebut menunjukkan peningkatan yang lebih baik. Artinya, semakin tinggi koefisien regresi yang dihasilkan maka pengaruh yang diberikan juga semakin besar. Makna dari hal tersebut adalah sikap masyarakat dalam melestarikan lingkungan memberikan pengaruh lebih kuat dibandingkan dengan pengetahuan masyarakat tentang pelestarian lingkungan terhadap perilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan bukit. Pengaruh ini terjadi karena masyarakat memberikan gagasan dalam pelestarian lingkungan yang secara otomatis akan lebih banyak peluang untuk memberikan contoh bagi warga masyarakat lainnya. Diantaranya dengan melakukan kegiatan-kegiatan di lingkungan tempat tinggal untuk menanam pohon dan menjaga kelestarian lingkungan. Terbentuknya sikap terhadap tingkah laku terbuka berawal dari stimulus rangsangan melalui proses stimulus yang kemudian menghasilkan sikap tertutup, setelah sikap tertutup baru menghasilkan reaksi terhadap tingkah laku terbuka. Bahkan bisa juga dari proses stimulus dapat langsung menghasilkan reaksi tingkah laku terbuka. Sikap berhubungan dengan seberapa luasnya pengetahuan individu terhadap obyek yang dihadapi. Orang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang suatu obyek tidak akan mempunyai sikap positif terhadap obyek tersebut. Begitupun jika dikaitkan dengan hasil penelitian bahwa sikap masyarakat dalam melestarikan lingkungan akan mampu memberikan pengaruh positif terhadap perilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan bukit, karena sikap merupakan kecenderungan bertingkah laku untuk bertindak terhadap obyek, terhadap situasi atau nilai tertentu. 3. Hubungan antara Pengetahuan tentang Pelestarian Lingkungan dan Sikap Masyarakat dalam Melestarikan Lingkungan dengan Perilakunya dalam Menjaga Kelestarian Kawasan Bukit Hubungan pengetahuan tentang pelestarian lingkungan dan sikap masyarakat dalam melestarikan lingkungan dengan perilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan bukit, berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,442. Hal ini menunjukkan adanya hubungan pada tingkat agak diantara ketiga variabel tersebut. Koefisien determinasi diperoleh nilai sebesar 19,54%. Artinya perilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan bukit dipengaruhi
6
oleh pengetahuan tentangpelestarian lingkungan dan sikap masyarakat dalam melestarikan lingkungan secara bersama-sama sebesar 19,54% dan sisanya 80,46% oleh faktor-faktor lain. Koefisien
dan
konstanta
dari
persamaan
regresi
yaitu
Y’=137,183+0.417X1+0.702 X2 yang dihasilkan menunjukkan nilai positif, dengan koefisien regresi lebih besar dari regresi antara pengetahuan tentang pelestarian lingkungan dan sikap masyarakat dalam melestarikan lingkungan dengan perilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan bukit. Besarnya koefisien tersebut menunjukkan peningkatan yang lebih baik. Artinya, semakin tinggi koefisien regresi yang dihasilkan maka pengaruh yang diberikan juga semakin besar. Tingkat kepunahan bukit yang cepat berdampak terhadap kondisi lingkungan hidup masyarakat di Kelurahan Bungursari Kota Tasikmalaya. Masyarakat pada umumnya telah merasakan dampak negatif dari kerusakan dan kepunahan Bukit Sepuluh Ribu. Beberapa masalah yang dihadapi masyarakat diantaranya tingkat kedalaman sumur galian sudah bertambah kedalamannya, masyarakat petani yang menggarap areal sawah tadah hujan merasakan jika musim kemarau sawah garapan mereka mengalami kekeringan. Fungsi dari keberadaan bukit sepuluh ribu di Tasikmalaya di antaranya adalah sebagai daerah hijau terbuka yang bermanfaat untuk memelihara keseimbangan ekosistem mikro di Tasikmalaya. Ekosistem merupakan tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan. Dari sisi hidrologis, keberadaan Bukit Sepuluh Ribu berfungsi sebagai daerah resapan air yang akan mampu memelihara stabilitas sumber dan kedalaman airtanah. Air tanah merupakan air yang berada di wilayah jenuh di bawah permukaan tanah (Asdak: 2007”45). Dengan adanya bukit sepuluh ribu maka akan terbentuk akifer yaitu kantong air yang yang berada di dalam tanah (Asdak: 2007:46). Dengan demikian dari segi hidrologis Bukit Sepuluh Ribu sangat bermanfaat bagi pemenuhan air untuk kebutuhan domestik dan pertanian, karena pada setiap bukit yang masih utuh terdapat beberapa lokasi mata air yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada musim kemarau. Sehingga dengan keberadaan bukit sepuluh ribu menjadi salah satu bentuk konservasi air secara tidak langsung. Dapat
disejalankan dengan hasil
penelitian
bahwa
dengan adanya
pengetahuan tentang pelestarian lingkungan maka timbul suatu wujud gagasan atau sikap dalam melestarikan lingkungan yang pada akhirnya akan membentuk suatu perilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian bukit.
7
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dan pembahasan yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya, maka penelitian mengenai hubungan pengetahuan mitigasi bencana dan sikap kesiapsiagaan masyarakat pesisir terhadap perilakunya dalam menjaga kawasan rawan bencana tsunamidapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Ada hubungan antara pengetahuan mitigasi bencana dengan perilaku masyarakat dalam menjaga kawasan rawan bencana tsunami ditunjukkan dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,355 yang berada pada tingkat rendah.
2.
Ada hubungan antara sikap kesiapsiagaan masyarakat pesisir dengan perilaku masyarakat dalam menjaga kawasan rawan bencana tsunami ditunjukkan dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,501 yang berada pada tingkat sedang.
3.
Ada hubungan antara pengetahuan mitigasi bencana dan sikap kesiapsiagaan masyarakat pesisir dengan perilakunya dalam menjaga kawasan rawan bencana tsunami ditunjukkan dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,442 yang berada pada tingkat sedang.
Saran Saran yang penulis kemukakan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, adalah sebagai berikut: 1. Perlu adanya peningkatan pengetahuan masyarakat pesisir tentang mitigasi bencana melalui pendidikan formal maupun nonformal. Adanya pemahaman tentang. 2. Perlu adanya upaya penanaman pohon pada kawasan rawan bencana tsunami dan kesadaran ekologis masyarakat yang bertanggungjawab terhadap kelestarian lingkungan dapat terbentuk. 3. Meningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program pemerintah yang bukan hanya bersumber dari program subsidi, melainkan pada kemandirian masyarakat itu sendiri
untuk
memberdayakan
pengetahuannya
agar
dapat
meningkatkan
pengahasilan sebagai dasar pencapaian tingkat kesejahteraan. 4. Perlu adanya penelitian lanjutan yang secara spesifik tentang penataan kawasan rawan bencana tsunami.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Anonim. Undang-undang Perlondungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009. Bandung: Fokusmedia. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
8
Azwar, Saifuddin. (2007). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Liberty.
Bintarto, R dan Surastopo Hadisumarno. (1987). Metode Analisa Geografi.Jakarta : LP3ES. Departemen Pendidikan Nasional.(2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi 111; Jakarta.Penerbit balai Pustaka. Ganto, Dedi. UNP-Ilmu Amaliah, Amal Ilmiah, Pentingnya Mitigasi Tsunami.[online]Terdapat di hhtp://www.google.co.id/gwt/pentingnya-mitigasi-tsunami.html. Di update : 13 April 2013 Hasan, M. Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Iskandar, Jusman (2012) Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Puspaga Hendritanayo.Lebih Akrab dengan Bencana dan Manajemen Bencana. [online] Terdapat di http://hendritanoyo.wordpress.com/2011/02/17/lebih-akrab-dengan-bencana-danmanajemen-bencana-2/. Di update : 21 Februari 2012 Hermon, Dedi. Mitigasi Bencana Alam Tsunami di Indonesia : Sumbangan Pemikiran. [online]. terdapat di http://www.geocities.ws/shddin/Mitigasi_Tsunami/Mitigasi_Tsunami.htm. update: 9 April 2013 KCA Cipatujah 2010 (Kecamatan Cipatujah dalam Angka) data 2009, sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya. KCA Cipatujah 2011 (Kecamatan Cipatujah dalam Angka) data 2010, sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya Mantra, Ida Bagoes. 2011. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Munir, Moch. 2003. Geologi Lingkungan. Malang: Bayumedia Nasution, S. (2009).Metode Research (penelitian ilmiah).Jakarta : Bumi Aksara Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta: Rineka Cipta. Prawironegoro, Darsono. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Nusantara Consulting. Raharja, Prathama 2006 Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar. Jakarta : Penerbit Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Rochmad. 2012. Revisi Taksonomi Bloom (a Revision of Bloom’s Taxonomy). Semarang: Unnes. Ruseffendi. 2010. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung : Tarsito. Sagala. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1987. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES
Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta: Djembatan. Soemarwoto, Otto. 2005. Atur-Diri-Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Gadjahmada University Press.. Soemirat. 2011. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Sudijono.(2009). Pengantar Statistika Pendidikan.Jakarta : Rajawali Pers. Sudjana.(2005). Metoda Statistika.Bandung : Penerbit Tarsito.
Sujianto, A.E. (2009). Aplikasi Statistik dengan SPSS 16.0 Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya. Sugiyono. 2003. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, kulaitatif dan R&D, Bandung : Alpfabeta Sumaatmadja, Nursid. (1988). Studi geografi Suatu Pendekatan dan AnalisaKeruangan.Bandung : Alumni.
Suriasumantri, Jujun. (1996). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar popular. Jakarta; Penerbit Pustaka Sinar Harapan. Wawan dan Dewi. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika
9