Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Pidato Ilmiah Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Profesor Nanang T. Puspito
KONTRIBUSI SEISMOLOGI PADA RISET DAN MITIGASI BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI
25 Juni 2010 Balai Pertemuan Ilmiah ITB Hak cipta ada pada penulis
Pidato Ilmiah Guru Besar Institut Teknologi Bandung 25 Juni 2010
Profesor Nanang T. Puspito
KONTRIBUSI SEISMOLOGI PADA RISET DAN MITIGASI BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
74
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Hak cipta ada pada penulis
Judul: KONTRIBUSI SEISMOLOGI PADA RISET DAN MITIGASI BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI Disampaikan pada sidang terbuka Majelis Guru Besar ITB, tanggal 25 Juni 2010.
KATA PENGANTAR
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis sampaikan kepada Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk menyampaikan Naskah Pidato Ilmiah ini di hadapan Sidang Pleno yang terhormat. Pidato Ilmiah berjudul “Kontribusi Seismologi Pada Riset dan
Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penulis.
Mitigasi Bencana Gempa dan Tsunami” ini merupakan bentuk pertanggungjawaban akademik Penulis sebagai seorang Profesor atau Guru Besar baru dalam bidang Seismologi. Pidato Ilmiah ini terdiri dari
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
tiga bagian utama, yaitu (1) Seismologi, Gempa dan Tsunami, (2) Kontribusi Pada Riset Tsunami, dan (3) Kontribusi Pada Mitigasi Bencana. Pidato Ilmiah ini Penulis persembahkan untuk kedua orangtua, Ayahanda Sukarman dan Mendiang Ibunda Kusmijarsi; istri tercinta, Nining; serta anak-anak tersayang Tyas, Andini dan Hana. Semoga Pidato Ilmiah ini dapat memberikan sedikit sumbangan
Hak Cipta ada pada penulis Data katalog dalam terbitan
pemikiran pada upaya riset dan mitigasi bencana gempa dan tsunami di
Nanang T. Puspito KONTRIBUSI SEISMOLOGI PADA RISET DAN MITIGASI BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI Disunting oleh Nanang T. Puspito Bandung: Majelis Guru Besar ITB, 2010 vi+74 h., 17,5 x 25 cm ISBN 978-602-8468-18-3 1. Seismologi 1. Nanang T. Puspito
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Indonesia.
Bandung, 25 Juni 2010.
Prof. Nanang T. Puspito
ii
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
iii
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. iii DAFTAR ISI ................................................................................................. vii 1.
2.
SEISMOLOGI, GEMPA DAN TSUNAMI ........................................
1
1.1. Pendahuluan ..................................................................................
1
1.2. Seismologi ......................................................................................
4
1.3. Tsunami ..........................................................................................
9
KONTRIBUSI PADA RISET TSUNAMI ........................................... 12 2.1. Riset Tsunami ................................................................................ 12 2.2. Gempa Pembangkit Tsunami ...................................................... 13 2.3. Penjalaran Gelombang Tsunami ................................................. 21 2.4. Sistem Peringatan Dini Tsunami ................................................ 37
3.
KONTRIBUSI PADA MITIGASI BENCANA .................................. 45 3.1. Pentingnya Mitigasi ...................................................................... 45 3.2. Riset dan Pendidikan ................................................................... 47 3.3. Penutup .......................................................................................... 50
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 53 REKAMAN KARYA ILMIAH (PUBLIKASI) ......................................... 60 CURRICULUM VITAE .............................................................................. 71
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
iv
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
v
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
KONTRIBUSI SEISMOLOGI PADA RISET DAN MITIGASI BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI
1.
SEISMOLOGI, GEMPA DAN TSUNAMI
1.1 Pendahuluan Terjadinya serangkaian bencana gempa dan tsunami pada tahuntahun terakhir ini (Aceh 26 Desember 2004, Nias 28 Maret 2005, Yogyakarta 27 Mei 2006, Pangandaran 17 Juli 2006, Bengkulu 12 September 2007, Padang 30 September 2009) semakin menegaskan bahwa kita hidup di wilayah yang memang rawan bencana gempa dan tsunami. Data statistik menunjukkan bahwa di Kepulauan Indonesia setiap dua-tiga tahun sekali terjadi gempa yang menyebabkan bencana tsunami (Puspito, 2002). Beberapa contoh bencana tsunami yang disebabkan oleh gempa antara lain adalah tsunami di Laut Banda 17 Februari 1674, Sumatera Barat 10 Februari 1797, Sumbawa 29 Desember 1820, Bengkulu 24 November 1833, Sumatera Barat 16 Februari 1861, Sumba 19 Agustus 1977, Flores 12 Desember 1992, Biak 17 Februari 1996, dan Aceh 26 Desember 2004. Bencana gempa dan tsunami yang terjadi setidaknya telah mengakibatkan: (1) hilangnya ratusan ribu jiwa manusia, (2) kerugian materi ratusan trilyun rupiah, (3) rusaknya sarana, prasarana, infrastruktur dan
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
vi
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
1
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
fasilitas kehidupan, (4) rusaknya lingkungan hidup, serta (5) dampak
Rawannya Kepulauan Indonesia terhadap bencana gempa dan
sosial dan psikologis pada jutaan orang korban. Gambar 1 menunjukkan
tsunami disebabkan karena wilayah ini mempunyai tatanan tektonik yang
sebagian contoh kerusakan akibat tsunami yang disebabkan oleh gempa
sangat kompleks (Gambar 2). Konvergensi antar Lempeng Eurasia,
di Aceh 26 Desember 2004 dan di Pangandaran 17 Juli 2006.
Lempeng Indo-Australia, Lempeng Carolina, dan Lempeng Laut Filipina menghasilkan zona-zona tektonik aktif yang mempunyai karakteristik berbeda-beda (Puspito dan Shimazaki, 1995).
(a) Aceh 26 Desember 2004
Gambar 2: Tektonik dan kegempaan Kepulauan Indonesia
Bencana gempa dan tsunami dapat dipastikan selalu mengancam wilayah Kepulauan Indonesia. Oleh karena itu upaya mitigasi harus dilakukan dengan baik dan benar. Upaya tersebut memerlukan adanya dukungan riset, pengembangan, dan inovasi bidang ilmu Seismologi dan berbagai disiplin ilmu terkait lainnya.
(b) Pangandaran 17 Juli 2006
Gambar 1: Kerusakan akibat tsunami yang disebabkan oleh gempa. Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
2
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
3
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
1.2 Seismologi
Sejak saat itu struktur interior bumi di berbagai tempat termasuk
Seismologi, berasal dari bahasa Yunani seismos yang berarti gempa dan logos yang berarti ilmu, pada dasarnya adalah ilmu yang mempelajari
Kepulauan Indonesia, baik lokal, regional maupun global, telah berhasil dicitrakan dengan baik.
gempa. Cakupan bidang Seismologi antara lain meliputi studi tentang: (1)
Struktur interior bumi Kepulauan Indonesia pertama kali dicitrakan
sumber gempa, (2) pengamatan gempa, (3) penjalaran gelombang seismik,
oleh Fukao dkk (1992), Puspito dkk (1993), dan Widiyantoro dan van der
(4) struktur interior bumi, (5) tektonik, (6) geodinamika, (7) prediksi
Hilst (1996) yang kemudian dikembangkan oleh Widiyantoro dkk (2000).
gempa, (8) tsunami, dan (9) dampak gempa dan upaya mitigasinya.
Hasil pencitraan telah berhasil memperbaharui pemahaman kita tentang
Tonggak sejarah perkembangan Seismologi dapat dituliskan sebagai
tektonik dan geodinamika Kepulauan Indonesia. Gambar 3 menunjukkan
berikut (Afnimar, 2009). Dimulai tahun 1660 ketika Hooke merumuskan
citra tomografi seismik di Zona Tumbukan Laut Maluku (ZTLM) pada
Hukum Hooke, kemudian tahun 1821 - 1822 Navier dan Stokes mengem-
kedalaman 200 – 250 km dan penampang memotong ZTLM dalam arah
bangkan teori elastisitas, dan tahun 1830 Poisson menemukan dua jenis
barat-timur sampai kedalaman 1.200 km (Puspito dkk, 1993).
gelombang seismik, yaitu gelombang P dan S. Penemuan seismograf modern pada tahun 1880 oleh John Milne dan peningkatan jumlah stasiun
LAYER 5 15N
HIGH
(200 - 250 KM)
-2
+2 (%) LOW
gempa pada tahun 1900-an membuat studi Seismologi semakin intensif. Tahun 1910 H.F. Reid mengusulkan teori bingkai elastik (elastic rebound
10N
theory) yang menjelaskan teori sumber seismik, kemudian tahun 1935 C. 5N
Richter memperkenalkan ukuran energi gempa yang disebut magnitudo, dan tahun 1940 Jeffrey dan Bulen mempublikasikan tabel waktu tempuh
0 N
dari penjalaran berbagai fasa gelombang seismik. Perkembangan komputer tahun 1960-an dan penemuan seismograf digital tahun 1970-an telah membuat Seismologi berkembang dengan
5 S 110E
120E
130E
140E
Gambar 3a: Tomogram seismik pada kedalaman 200 – 250 km
pesat, antara lain studi tentang struktur interior bumi dengan diperkenalkannya teknik pencitraan tomografi seismik oleh Aki dan Lee (1976). Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
4
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
5
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
B
SNG
HLM
biasanya berupa perubahan parameter fisis di litosfer dan atmosfer.
B' 0 KM 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100
1200 +2%
-2%
Misalnya adanya perubahan arus listrik (SES, Seismic Electric Signal) di litosfer diteliti oleh Varotsos dan Alexopoulus (1984), adanya perubahan sinyal elektro-magnetik diteliti oleh Hayakawa dan Fujinawa (1994), dan perubahan TEC (total electron content) di ionosfer diteliti oleh Liu dkk (2001). Studi prekursor gempa di Indonesia antara lain dipelopori oleh Mogi dkk (2000), Widarto (2006) dan Saroso dkk (2009). Salah satu yang
Gambar 3.b: Penampang tomogram seismik memotong ZTLM
dilakukan adalah dengan mengamati perubahan TEC di ionosfer (Gambar 4, Puspito dkk, 2007). Studi tersebut menemukan adanya
Dari studi tomografi seismik tersebut diperoleh gambaran tentang kompleksitas penunjaman slab di ZTLM. Terlihat adanya dua slab yang
anomali TEC di ionosfer di atas enam stasiun pengamatan di Sumatera pada saat lima hari sebelum terjadinya gempa Aceh 26 Desember 2004.
menunjam, satu ke arah timur sampai kedalaman sekitar 400 km dan satu slab lainnya menunjam ke arah barat menembus mantel bagian bawah. Bahkan diindikasikan adanya remnant slab (slab yang sudah tidak aktif) pada mantel bagian bawah. Pada saat itu, diketahuinya adanya slab yang menunjam sampai mantel bawah dan adanya remnant slab merupakan hal baru dan telah memperbaharui pemahaman kita tentang geodinamika. Salah satu tantangan terberat dalam Seismologi adalah studi prediksi gempa yang sampai saat ini belum membuahkan hasil yang memuaskan (Geller dkk, 1997). Walaupun demikian usaha ke arah prediksi gempa tetap dilakukan, termasuk di Indonesia, dengan mengamati prekursor (tanda-tanda awal) sebelum terjadinya gempa. Prekursor tersebut Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
6
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Gambar 4.a Lokasi gempa dan stasiun Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
7
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Tanioka (1999) meneliti karakteristik sumber gempa pembangkit tsunami di zona subduksi.
1.3 Tsunami Tsunami, berasal dari bahasa Jepang tsu yang artinya pelabuhan dan nami yang berarti gelombang, adalah gelombang laut yang terjadi akibat deformasi dasar laut secara tiba-tiba. Deformasi tersebut bisa diakibatkan oleh gempa, letusan gunungapi, atau longsoran yang terjadi di dasar laut. Tsunami bisa mempunyai panjang gelombang lebih dari 200 km Gambar 4.b Anomali TEC di Stasiun Air Bangis, 21 Desember 2004
dengan kecepatan penjalaran melebihi 700 km/jam di laut dengan kedalaman sekitar 4.000 meter. Kecepatan tersebut berkurang menjadi Terkait dengan tsunami, studi seismologi lebih ditekankan pada upaya mempelajari karakteristik gempa yang menyebabkan tsunami. Studi ini dimulai antara lain ketika Iida (1958) dan Abe (1973) mengidentifikasi karakteristik gempa pembangkit tsunami (tsunamigenic earthquake) di Kepulauan Jepang berdasarkan kedalaman, magnitudo, dan mekanisme fokus gempanya. Kemudian Kanamori (1972) memperkenalkan jenis gempa pembangkit tsunami yang lain yang dinamakan tsunami earthquake. Comer (1980) merumuskan hubungan antara tinggi gelombang tsunami dengan magnitudo gempa, Abe (1983) memperkenalkan besaran magnitudo tsunami Mt yang dihubungkan dengan magnitudo gempa Mw, Kanamori dan Given (1983) mengevaluasi potensi terjadinya tsunami dari analisis seismogram, sedangkan Satake dan
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
8
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
sekitar 30 km/jam di laut dengan kedalaman 10 meter. Tinggi gelombang tsunami saat mendekati pantai akan mengalami perbesaran. Tinggi tsunami yang di sumbernya hanya sekitar 1 – 2 meter, saat mendekati pantai dapat mencapai puluhan meter. Pada saat mencapai pantai gelombang tsunami akan pecah dan terus merayap ke daratan (run-up). Gambar 5 menunjukkan parameter gelombang tsunami. Jarak horizontal rayapan tsunami ke daratan (disebut inundasi) sangat ditentukan oleh morfologi pantai. Pada pantai dengan morfologi terjal tsunami tidak akan jauh mencapai daratan, sedangkan di pantai yang landai tsunami dapat menerjang sampai ratusan meter masuk ke daratan. Contohnya pada kasus tsunami Aceh 26 Desember 2004, tsunami masuk ke daratan Banda Aceh sampai sekitar 3,5 kilometer. Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
9
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
global adalah tsunami yang dampaknya meluas sampai skala global dan lintas benua. Biasanya jarak antara sumber dengan pantai terjauh yang terkena dampak dapat mencapai ribuan kilometer. Gambar 6 menunjukkan klasifikasi tsunami lokal dan tsunami global.
Gambar 5. Parameter gelombang tsunami
Tsunami dapat dibangkitkan oleh tiga sumber utama, yaitu: (1)
(a) Tsunami lokal
(b) Tsunami global
gempa, (2) letusan gunungapi, dan (3) longsoran yang terjadi di dasar laut. Dari ketiga sumber tersebut, gempa merupakan penyebab utama
Gambar 6: Klasifikasi tsunami lokal dan tsunami global
terjadinya tsunami. Kompilasi data tsunami menunjukkan bahwa lebih dari 85 persen tsunami di dunia disebabkan oleh gempa (Iida, 1983),
Contoh tsunami lokal antara lain adalah tsunami Flores 12 Desember
sedangkan di Kepulauan Indonesia 90 persen tsunami dibangkitkan oleh
1992, Banyuwangi 3 Juni 1994, Biak 17 Februari 1996 dan Pangandaran 17
gempa (Latief dkk, 2000).
Juli 2006. Pada kasus tsunami lokal waktu tempuh penjalaran gelombang
Berdasarkan luas area yang terkena dampak serta jarak antara lokasi sumber dengan pantai, tsunami dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu: (1) tsunami lokal (local tsunami atau near-field tsunami), dan (2)
tsunami dari sumber ke pantai terdekat yang terkena dampak biasanya singkat sekitar 10 – 50 menit. Sebagian besar tsunami yang terjadi di Kepulauan Indonesia adalah jenis tsunami lokal.
tsunami global (global tsunami atau far-field tsunami). Tsunami lokal adalah
Contoh tsunami global antara lain adalah tsunami Chili 1960 yang
tsunami yang dampaknya bersifat lokal terbatas pada area tertentu saja
menerjang sampai Kepulauan Jepang, Alaska, Hawai dan Selandia Baru
dan jarak antara sumber dengan pantai relatif dekat. Sedangkan tsunami
yang jaraknya ribuan kilometer dari sumber tsunami. Contoh lain adalah
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
10
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
11
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
tsunami Aceh 2004 yang dampaknya meluas sampai Thailand, Myanmar,
Pada bagian ini akan dipaparkan ringkasan dari beberapa riset yang
pantai timur India dan pantai timur Afrika. Pada kasus tsunami global
Penulis lakukan tentang sumber pembangkit tsunami dan penjalaran
waktu tempuh penjalaran gelombang tsunami dari sumber ke pantai
gelombang tsunami. Pada bagian ini juga akan dipaparkan ringkasan
terjauh yang terkena dampak dapat mencapai beberapa jam.
kontribusi Penulis pada proses penyusunan cetak biru pembangunan sistem peringatan dini tsunami (tsunami early warning system) di Indonesia.
2.
KONTRIBUSI PADA RISET TSUNAMI
2.2 Gempa Pembangkit Tsunami
2.1 Riset Tsunami
Kepulauan Indonesia telah berulang kali diterjang tsunami yang
Riset tsunami secara garis besar mencakup tiga bidang utama, yaitu:
dibangkitkan oleh gempa. Walaupun demikian karakteristik gempa
(1) riset tentang sumber pembangkit tsunami, (2) riset tentang penjalaran
pembangkit tsunami di wilayah ini belum dipahami dengan baik. Padahal
gelombang tsunami, dan (3) riset tentang interaksi gelombang tsunami
informasi tentang karakteristik gempa pembangkit tsunami diperlukan
dengan pantai dan dampaknya. Riset tsunami memerlukan keterlibatan
sebagai masukan untuk pembuatan zonasi daerah rawan tsunami dan
berbagai disiplin ilmu terkait, antara lain Seismologi, Oseanografi,
operasionalisasi sistem peringatan dini tsunami. Pada bagian ini akan
Geologi dan Teknik Sipil.
ditampilkan karakteristik gempa pembangkit tsunami di Kepulauan
Pada dasarnya riset tsunami di Indonesia baru dimulai dengan serius sejak terjadinya bencana tsunami Flores 12 Desember 1992 yang
Indonesia berdasarkan kompilasi data historis kejadian tsunami (Latief, dkk, 2000; Puspito, 2007a; 2009).
menyebabkan sekitar 2.100 korban jiwa. Perkenalan Penulis dengan tsunami dimulai ketika membantu Prof. Y. Tsuji dari University of Tokyo
Statistik Gempa Pembangkit Tsunami
membuat kuesioner survei dalam bahasa Indonesia untuk keperluan Kompilasi data historis kejadian tsunami di Kepulauan Indonesia survei tsunami Flores 1992. Ketertarikan pada tsunami semakin telah dilakukan oleh beberapa peneliti (Ismail, 1989; Latief dkk, 2000; bertambah ketika Penulis ikut melakukan survei tsunami Banyuwangi Puspito, 2007a; 2009). Sementara untuk wilayah Pasifik dan sekitarnya 1994 dan Biak 1996, pada saat tsunami belum banyak ditengok oleh para kompilasi telah dilakukan secara intensif antara lain oleh Soloviev dan Go peneliti Indonesia. Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
12
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
13
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
(1969), Iida (1983) dan Gusiakov (2004). Kompilasi data dari berbagai
Sebaran pusat gempa pembangkit tsunami di sepanjang koordinat
sumber menunjukkan bahwa dari tahun 1600 s/d 2007 di Kepulauan
bujurnya (Gambar 8) menunjukkan bahwa sekitar 67% tsunami terjadi di
Indonesia tercatat ada 184 tsunami yang dibangkitkan oleh gempa.
sebelah timur garis 120° BT, sering disebut sebagai wilayah timur
Gambar 7 menunjukkan sebaran dari lokasi sebagian pusat gempa yang
Indonesia, yang mempunyai tatanan tektonik sangat kompleks bila
membangkitkan tsunami cukup signifikan.
dibandingkan dengan wilayah di sebelah baratnya. Tingginya frekuensi
Pusat gempa pembangkit tsunami di Kepulauan Indonesia tersebar hampir di seluruh zona tektonik aktif yang ada. Terlihat bahwa sebagian
kejadian tsunami di wilayah timur Indonesia setara dengan tingginya frekuensi terjadinya gempa di wilayah tersebut.
besar terletak di zona subduksi Sunda, zona subduksi Banda, zona 40
subduksi Carolina, zona subduksi Filipina, zona tumbukan Laut Maluku,
thrusting zone).
P ercen tag e (% )
selat Makassar, dan zona sungkup-busur belakang Sunda (Sunda back-arc
35
32 28
30 25 20 15 9
10 5
8 5
4
4
3
3
4
0 90-95
95-100 100-105 105-110 110-115 115-120 120-125 125-130 130-135 135-140
Longitude (East)
Gambar 8: Sebaran lokasi tsunami sepanjang Bujur Timur
Iida (1958) mengemukakan bahwa di Kepulauan Jepang gempa yang berpotensi untuk membangkitkan tsunami adalah gempa yang mempunyai magnitudo Ms minimum 6,3. Data di Kepulauan Indonesia Gambar 7: Sebaran sebagian pusat pembangkit tsunami
menunjukkan bahwa magnitudo Ms = 5,8 - 9,0 dan magnitudo Mw = 5,8 9,3. Sebaran data magnitudo Ms ditampilkan pada Gambar 9 dan
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
14
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
15
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
40
sekitarnya juga ditampilkan sebagai pembanding. Dalam Gambar 9 dan
35
10 histogram warna hitam menunjukkan data Kepulauan Indonesia, sedangkan histogram yang diarsir menunjukkan data Pasifik dan sekitarnya.
Percen tag e (% )
magnitudo Mw pada Gambar 10. Data untuk wilayah Pasifik dan
35
34 30
30
27
25 20 15
15
13
12
10
10
Terlihat bahwa sekitar 92% tsunami di Kepulauan Indonesia
5
dibangkitkan oleh gempa dengan magnitudo Ms > 6,0 dan 55% dengan
0
3 2
3
5.6 - 6.0
magnitudo Ms > 7,0 (Gambar 9). Sedangkan Gambar 10 menunjukkan
5 6
5
6.1 - 6.5
6.6 - 7.0
7.1 - 7.5
7.6 - 8.0
8.1 - 8.5
= 8.6
Earthquake Magnitude (Mw)
bahwa 97% tsunami dibangkitkan oleh gempa dengan magnitudo Mw > Gambar 10: Sebaran data magnitudo Mw
6,0 dan 79% dengan magnitudo Mw > 7,0. Perbandingan dengan data Pasifik menunjukkan bahwa gempa-gempa dengan magnitudo kecil 50
sampai sedang (Ms < 7,0) di Kepulauan Indonesia lebih banyak
35 29
Percen tage (% )
30 26
25
25
20
20
10 5
40 35 30 25
24 24
20
16
19
15 9
8 5
5
2
0
15 12
0 - 20
12 10
9
8
44
10
22
15
Pe rce ntag e (% )
membangkitkan tsunami (45%) dibandingkan dengan di Pasifik (34%).
46
45
3
21 - 40
41 - 60
61 - 80
81 - 100
Earthquake Depth (km) 2
1
Gambar 11: Sebaran data kedalaman pusat gempa
0 5.6 - 6.0
6.1 - 6.5
6.6 - 7.0
7.1 - 7.5
7.6 - 8.0
8.1 - 8.5
= 8.6
Earthquake Magnitude (Ms)
Sebaran data kedalaman pusat gempa pembangkit tsunami (Gambar 11) menunjukkan bahwa sekitar 86% tsunami di Kepulauan Indonesia
Gambar 9: Sebaran data magnitudo Ms Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
16
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
17
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
(histogram warna hitam) dibangkitkan oleh gempa dangkal dengan
Hubungan antara Besaran Gempa dan Besaran Tsunami
kedalaman pusat gempa £ 60 km. Hal ini menunjukkan kemiripan dengan
Dalam kasus yang ideal seringkali diasumsikan bahwa besarnya
data kedalaman pusat gempa pembangkit tsunami di wilayah Pasifik
tsunami yang terjadi setara dengan besarnya magnitudo gempa yang
(bagian yang diarsir).
membangkitkannya. Magnitudo gempa yang paling relevan digunakan
Iida (1983) menunjukkan bahwa gempa-gempa pembangkit tsunami
untuk menyatakan besarnya gempa adalah magnitudo momen Mw
di wilayah Pasifik didominasi oleh gempa dengan mekanisme fokus tipe
(Kanamori, 1977). Sedangkan parameter tsunami yang biasanya
sesar naik. Gambar 12 menunjukkan solusi CMT (centroid moment tensor)
digunakan untuk menyatakan besarnya tsunami adalah tinggi run-up
gempa pembangkit tsunami dari tahun 1977 s/d 2009 (Harvard University,
maksimum (Hmax). Hubungan empiris antara magnitudo Mw dengan
2009). Terlihat dari Gambar 12 bahwa dalam periode tersebut terkumpul
tinggi run-up maksimum Hmax ditampilkan pada Gambar 13. Pada
23 solusi CMT dengan rincian 17 (74%) gempa tipe sesar naik, 4 (16%)
gambar tersebut data tsunami Pasifik juga ditampilkan sebagai
gempa tipe sesar geser, dan 2 (8%) gempa tipe sesar normal.
pembanding.
Maximum run-up (Hmax)
40 35 30 25 0.84 Mw
Hmax = 0.0064 e
20 15 10 5
1.36 Mw
Hmax = 0.0005 x e
0 6
6.5
7
7.5
8
8.5
9
9.5
Earthquake Magnitude (Mw)
Gambar 13: Hubungan Mw dan Hmax Gambar 12: CMT gempa pembangkit tsunami, 1977 s/d 2009. Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
18
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
19
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Gambar 13 memperlihatkan bahwa sebaran data cenderung acak walaupun ada kecenderungan bahwa semakin besar harga magnitudo
tsunami earthquake seperti tsunami Banyuwangi 3 Juni 1994 dan tsunami Pangandaran 17 Juli 2006.
Mw semakin besar pula harga run-up maksimum. Hubungan antara Mw
Kanamori (1972) merumuskan karakteristik tsunami earthquake
dan Hmax untuk data Kepulauan Indonesia dapat dinyatakan dengan
sebagai berikut: (1) mempunyai durasi gelombang seismik yang panjang,
garis eksponensial dengan persamaan Hmax = 0,0064 e
0,84 Mw
(garis tebal).
(2) mempunyai kecepatan rupture (pecahnya litosfer di bidang sesar) yang
Garis tersebut terletak di atas garis hubungan Mw dan Hmax untuk data
rendah, (3) menghasilkan getaran tanah yang lemah, dan (4) membangkit-
Pasifik yang dinyatakan dengan persamaan eksponensial Hmax = 0,0005 e
kan gelombang tsunami yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan
1,36 Mw
(garis tipis). Hal ini menandakan bahwa untuk besaran magnitudo
Mw yang sama, gempa yang terjadi di Kepulauan Indonesia dapat menghasilkan tsunami dengan run-up maksimum yang lebih besar dibandingkan dengan gempa di wilayah Pasifik dan sekitarnya.
yang diperkirakan dari besarnya magnitudo gempa. Keberadaan gempa-gempa jenis tsunami earthquake di Kepulauan Indonesia dan karakteristiknya sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut. Demikian juga karakteristik umum tsunamigenic earthquake di Kepulauan Indonesia masih perlu dipelajari lebih mendalam.
Diskusi Pusat gempa pembangkit tsunami di Kepulauan Indonesia tidak hanya terletak di sepanjang zona subduksi saja seperti yang ditunjukkan oleh Iida (1958). Disamping terletak di sepanjang zona subduksi SundaBanda-Pasifik-Laut Filipina, juga terletak di zona tumbukan Laut Maluku, Selat Makassar, dan zona sungkup-busur belakang Sunda.
2.3 Penjalaran Gelombang Tsunami Studi pemodelan numerik penjalaran gelombang tsunami, sering disebut dengan pemodelan tsunami atau simulasi tsunami, dimulai sejak akhir tahun 1960-an (Aida, 1969; Hwang, 1970). Kemudian pada awal tahun 1990-an studi pemodelan tsunami dikembangkan secara intensif
Secara umum untuk besaran magnitudo Mw yang sama, gempa di
oleh beberapa peneliti Jepang (Shuto dkk, 1990; Imamura dkk, 1993;
Kepulauan Indonesia dapat menghasilkan tsunami dengan tinggi
Satake, 1995). Beberapa peneliti Indonesia (Hidayat dkk, 1995;
maksimum yang lebih besar bila dibandingkan dengan gempa di wilayah
Diposaptono dkk, 1996; Latief dan Imamura, 1998) juga telah melakukan
Pasifik. Hal ini mengindikasikan bahwa di Kepulauan Indonesia mungkin
riset pemodelan tsunami secara intensif sejak pertengahan tahun 1990-an.
cukup banyak terjadi tsunami yang dibangkitkan oleh gempa jenis Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
20
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
21
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Pemodelan tsunami pada dasarnya adalah pemodelan numerik untuk
Pada bagian berikut ini akan dipaparkan ringkasan riset pemodelan
memperkirakan sebaran tinggi gelombang tsunami terhadap ruang dan
tsunami yang telah Penulis lakukan (Puspito dan Gunawan, 2005, 2007;
waktu. Informasi penting dari hasil pemodelan tsunami adalah perkiraan
Gunawan dan Puspito, 2006; Puspito dan Indrastuti, 2007) untuk kasus
tinggi tsunami di pantai serta waktu tempuh (travel time) penjalaran
tsunami Aceh 26 Desember 2004 dan tsunami Pangandaran 17 Juli 2006.
gelombang tsunami dari sumber tsunami ke pantai. Pemodelan tsunami penting antara lain untuk keperluan pembuatan zonasi daerah rawan
Pemodelan Tsunami Aceh 26 Desember 2004
tsunami dan operasionalisasi sistem peringatan dini tsunami. Gempa besar yang terjadi di dekat Pulau Simeuleu, Nangroe Aceh Pemodelan dilakukan dengan mengasumsikan bahwa tsunami dibangkitkan oleh gempa. Pemodelan membutuhkan dua input utama, yaitu: (1) parameter sesar dari gempa, dan (2) data batimetri dasar laut. Parameter sesar (panjang, lebar, strike, dip, slip, kedalaman pusat gempa) diperlukan untuk menghitung besarnya deformasi vertikal dasar laut yang kemudian diasumsikan menggerakkan massa air laut di atasnya menjadi tsunami. Besarnya deformasi dasar laut akibat gempa dihitung dengan menerapkan berbagai metoda yang antara lain dikembangkan
Darussalam pada tanggal 26 Desember 2004 pukul 07:58:53 WIB (magnitudo Mw = 9,3; episenter 95,95° BT, 3,05° LU; kedalaman 20 km) telah menjadi perhatian dunia. Gempa tersebut menimbulkan bencana tsunami dahsyat dengan tinggi tsunami maksimum mencapai sekitar 34 m di pantai barat Aceh (Tsuji dkk, 2005). Gelombang tsunami menerjang pantai-pantai di sekeliling Samudra Hindia dan menyebabkan lebih dari 220 ribu orang meninggal di Indonesia, Srilangka, India, Thailand, Malaysia, Myanmar, dan beberapa negara di Afrika.
oleh Mashinha dan Symlie (1971). Gempa Aceh 2004 tercatat sebagai gempa terbesar kedua setelah Gelombang tsunami diasumsikan sebagai gelombang perairan dangkal (shallow water wave) dimana kecepatan perambatan gelombangnya bergantung pada kedalaman dasar laut. Persamaan dasar yang digunakan adalah persamaan kontinuitas dan persamaan pengatur. Penyelesaian persamaan secara numerik dilakukan dengan mengguna-
gempa Chili tahun 1960 (magnitudo Mw = 9,5) yang juga menimbulkan tsunami dahsyat. Gempa tersebut merupakan gempa tipe megathrust yang berdasarkan solusi CMT mempunyai mekanisme fokus tipe sesar naik dengan strike = 329°, dip = 8° , dan rake = 110° (Harvard University, 2004). Gempa Aceh 2004 diikuti oleh ratusan gempa susulan yang lokasinya
kan metoda beda hingga Leap Frog Staggered (Imamura dkk, 1995; IOC,
tersebar dari posisi 3° LU di sekitar Pulau Simeuleu ke utara sampai posisi
1997).
14° LU di utara Kepulauan Andaman (Gambar 14). Pada Gambar 14 juga
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
22
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
23
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
ditampilkan beberapa solusi CMT dari beberapa gempa susulan.
Luas daerah pemodelan yang dipilih adalah 40° x 40° (sekitar 4.440 km x 4.440 km) yang dibatasi oleh koordinat 70° BT - 110° BT dan 15° LS - 25° LU. Daerah pemodelan dibagi menjadi blok-blok kecil dengan ukuran 2’x 2’ (sekitar 3,7 km x 3,7 km) dengan jumlah blok masing-masing 1.200 buah dalam arah timur-barat dan utara-selatan. Data batimetri diperoleh dari ETOPO2 (NOAA, 2005). Simulasi tsunami dilakukan selama 300 menit dengan Dt = 1,5 detik. Simulasi tsunami ditampilkan secara snapshot untuk waktu-waktu tertentu, yaitu 15, 30, 45, 60, 75, 90 dan 120 menit setelah terjadinya gempa (Gambar 15). Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gelombang tsunami diperkirakan mencapai pantai barat Sumatera bagian utara 15 – 25 menit, pantai utara Sumatera bagian utara 20 – 30 menit, Kepulauan Nicobar 5 –
(a) Sebaran pusat gempa
(b) Solusi CMT
10 menit, Kepulauan Andaman 10 – 15 menit, pantai selatan Myanmar 60 – 70 menit, pantai barat Thailand 90 – 100 menit, dan pantai timur India dan
Gambar 14: Sebaran pusat gempa dan solusi CMT
Srilanka 120 – 150 menit setelah terjadinya gempa. Hasil pemodelan ini tidak terlalu berbeda jauh dengan hasil survei lapangan yang dilaporkan
Beberapa peneliti (Ammon dkk, 2005; Lay dkk, 2005) memperkirakan
oleh Satgas ITB (2005) dan studi Lay dkk (2005).
panjang rupture area gempa Aceh 2004 sekitar 1.200 - 1.300 km. Hal ini juga sesuai dengan sebaran pusat gempa susulan (Gambar 14). GFZ Potsdam (2004) memodelkan rupture area gempa Aceh 2004 mempunyai luas 1.350 km x 150 km yang terbagi menjadi 6 segmen dengan slip maksimum 15 m. Model dari GFZ Potsdam inilah yang kemudian dijadikan sebagai model sumber gempa pembangkit tsunami dalam pemodelan tsunami Aceh 2004. Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
24
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
25
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
(a) Model awal
(b) Simulasi saat t = 15 menit
(e) Simulasi saat t = 60 menit
(f) Simulasi saat t = 75 menit
(c) Simulasi saat t = 30 menit
(d) Simulasi saat t = 45 menit
(g) Simulasi saat t = 90 menit
(h) Simulasi saat t = 120 menit
Gambar 15: Simulasi tsunami Aceh 26 Desember 2004
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
26
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Gambar 15: Simulasi tsunami Aceh 26 Desember 2004
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
27
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Untuk mengetahui tingkat kelayakan, hasil pemodelan dibandingkan
pantai utara mencapai 11 m (Gambar 17). Hasil pengamatan menunjuk-
dengan data pengamatan yang terekam pada stasiun pasut. Data pasut
kan adanya perbedaan dengan hasil pemodelan yang menunjukkan
yang tersedia adalah data pasut di Belawan. Gambar 16 menunjukkan
bahwa tinggi tsunami maksimum di pantai barat Sumatera bagian utara
perbandingan antara data (garis tipis) dan hasil pemodelan (garis tebal).
adalah 24 m sedangkan di pantai utara mencapai 15 m (Gambar 18).
Untuk membandingkan secara kuantitatif dilakukan analisis berdasarkan nilai ERMS (root mean square error) dan koefisien korelasinya. Diperoleh bahwa nilai ERMS = 0,10 m dan koefisien korelasi = 0,70. Berdasarkan besarnya nilai ERMS dan koefisien korelasi dapat disimpulkan bahwa hasil pemodelan tsunami cukup dapat dipertanggungjawabkan.
Gambar 17: Tinggi tsunami hasil pengukuran
30 m
30 m
Gambar 16: Perbandingan data dan hasil pemodelan di Belawan
Sebuah tim survei internasional yang dipimpin oleh Prof. Y. Tsuji dari
Hmax = 24 m
Hmax =15 m
Aceh
Aceh
University of Tokyo (Tsuji dkk, 2005) melaporkan bahwa tinggi tsunami maksimum di pantai barat Sumatera bagian utara mencapai 34 m dan di Gambar 18: Tinggi tsunami hasil pemodelan Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
28
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
29
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Pemodelan Tsunami Pangandaran 17 Juli 2006
Beberapa peneliti (Ammon dkk, 2006; Fuji dan Satake, 2006)
Tsunami Pangandaran 17 Juli 2006 dibangkitkan oleh gempa dengan
menyatakan bahwa tsunami Pangandaran 17 Juli 2006 dibangkitkan oleh
magnitudo Mw = 7,7, Ms = 7,2; episenter 107,32° BT, 9,22° LS; dan
gempa jenis tsunami earthquake. Beberapa survei (Tim Survei ITB, 2006;
kedalaman sekitar 10 – 30 km (USGS, 2006). Tsunami menerjang pantai selatan Pulau Jawa bagian barat dan tengah yang menyebabkan lebih dari 600 orang meninggal dan sekitar 55.000 orang kehilangan tempat tinggal.
Kongko dkk, 2006; Tsuji dkk, 2006) menunjukkan bahwa getaran gempa tidak terlalu dirasakan oleh penduduk di sepanjang pantai dan tinggi tsunami maksimum bervariasi antara 2 – 7,5 meter. Laporan survei tersebut memperkuat indikasi bahwa tsunami Pangandaran 17 Juli 2006
Gempa tersebut terletak pada zona Subduksi Sunda di selatan Pulau Jawa yang dikategorikan sebagai wilayah rawan tsunami (Puspito, 2004). Dari tahun 1800 s/d 2006 setidaknya terjadi 11 tsunami merusak di Pulau
dibangkitkan oleh gempa jenis tsunami earthquake. Gempa semacam ini mirip dengan gempa yang membangkitkan tsunami Banyuwangi 3 Juni 1994 (Tsuji dkk, 1995; Puspito dkk, 1998; Polet dan Kanamori, 2000).
Jawa dan sekitarnya. Gambar 19 menunjukkan lokasi pusat tsunami Pangandaran 17 Juli 2006, lokasi pusat-pusat tsunami merusak dan
Model sumber gempa ditentukan sebagai berikut. Dimensi sesar diperkirakan berdasarkan sebaran pusat gempa, yaitu panjang 200 km
sebaran pusat gempa dangkal dengan magnitudo M = 4,0 dari tahun 1981 s/d 2000.
dan lebar 70 km. Mekanisme fokus gempa diambil dari Yagi (2006) yaitu tipe sesar naik dengan sudut strike = 297°, dip = 10° dan rake = 91° dengan kedalaman pusat gempa 10 km. Besarnya dislokasi sebesar 1,9 m dihitung berdasarkan persamaan yang menghubungkan antara momen seismik, rigiditas litosfer, panjang sesar, lebar sesar, dan dislokasi. Luas daerah pemodelan adalah 12° x 7° yang dibatasi oleh koordinat 104° BT - 116° BT dan 5° LS - 12° LS. Daerah pemodelan dibagi menjadi blok-blok kecil dengan ukuran 1’ x 1’ (sekitar 1,85 km x 1,85 km). Dengan demikian jumlah blok dalam arah timur-barat sebanyak 720 buah dan dalam arah utara-selatansebanyak 420 buah. Data batimetri diperoleh dari ETOPO2 (NOAA, 2005). Simulasi tsunami dilakukan selama 120 menit
Gambar 19: Lokasi pusat tsunami 17 Juli 2006 dan tsunami lainnya Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
30
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
dengan Dt = 1,5 detik. Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
31
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Untuk memperoleh gambaran penjalaran tsunami terhadap ruang dan waktu, simulasi tsunami digambarkan secara snapshot untuk waktuwaktu tertentu, yaitu 10, 20, 30 dan 40 menit setelah terjadinya gempa (Gambar 20). Tinggi tsunami dan waktu tempuh penjalaran gelombang tsunami dari sumber ke pantai dihitung di 23 titik penghitungan yang terdapat di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa. Gambar 21 menunjukkan time-series tinggi tsunami di Cilacap. Garis tebal menunjukkan hasil pemodelan dan garis tipis data pengamatan di stasiun pasut Cilacap. Hasil pemodelan (Gambar 20 dan 21) menunjukkan bahwa (a) Simulasi saat t = 10 menit
gelombang tsunami yang menjalar ke arah pantai Pulau Jawa didahului oleh bagian lembah gelombang (elevasi negatif) baru kemudian disusul oleh bagian puncak gelombang (elevasi positif). Dalam waktu 120 menit setidaknya ada 5 puncak gelombang tsunami yang sampai ke daratan (Gambar 21). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan penduduk yang melihat bahwa air laut surut beberapa menit sebelum gelombang tsunami menerjang daratan dan puncak gelombang datang 2 – 3 kali ke daratan (Tim Survei ITB, 2006; Kongko dkk, 2006; Tsuji dkk, 2006). Hasil pemodelan juga menunjukkan bahwa waktu tiba puncak gelombang tsunami di pantai Jawa bagian barat 25 – 60 menit, di pantai Jawa bagian tengah dan timur 40 – 70 menit, dan di pantai Bali 80 – 90
(b) Simulasi saat t = 20 menit
menit setelah terjadinya gempa. Hasil pemodelan ini tidak jauh berbeda dengan yang diperoleh dari wawancara dengan penduduk (Tim Survei ITB, 2006; Kongko dkk, 2006; Tsuji dkk, 2006).
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
32
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
33
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Gambar 21: Perbandingan data dan hasil pemodelan di Cilacap (c) Simulasi saat t = 30 menit
Tinggi maksimum tsunami hasil pemodelan bervariasi antara 0,05 – 2,80 meter di pantai Jawa bagian barat, 0,10 – 2,75 meter di pantai Jawa bagian tengah dan timur, dan 0,10 – 0,15 meter di pantai Bali. Hasil pemodelan ini lebih rendah dibandingkan hasil pengukuran di lapangan, yaitu di pantai Pangandaran berkisar 4,5 – 7,5 meter, di pantai Kebumen sekitar 5 – 6 meter, dan di pantai Parangtritis sekitar 2 – 3 meter. Perbandingan antara hasil pemodelan dengan data pengamatan di stasiun pasut Cilacap (Gambar 21) menunjukkan adanya kesesuaian pola, sedangkan tinggi tsunaminya sedikit berbeda. Hasil perbandingan kuantitatif diperoleh bahwa nilai ERMS = 0,18 m dan koefisien korelasi = 0,63. (d) Simulasi saat t = 40 menit
Berdasarkan besarnya nilai ERMS dan koefisien korelasi dapat disimpulkan Gambar 20: Simulasi tsunami Pangandaran 17 Juli 2006
bahwa hasil pemodelan tsunami cukup baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
34
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
35
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
2.4 Sistem Peringatan Dini Tsunami
Diskusi Perbedaan antara hasil pemodelan dengan data pengamatan tentu
Tsunami Aceh 2004 telah menarik perhatian dunia. Serangkaian
tidak bisa dihindari. Perbedaan tersebut antara lain disebabkan karena:
pertemuan internasional diadakan untuk membahas penanganan pasca
1.
Dalam pemodelan diasumsikan bahwa faktor gesekan dasar laut
bencana dan antisipasi terjadinya bencana serupa di kemudian hari.
dapat diabaikan. Pada kenyataannya faktor ini menjadi signifikan dan
Pertemuan pertama, the Tsunami Summit, di Jakarta tanggal 6 Januari 2004
harus diperhitungkan, khususnya untuk pemodelan di dekat pantai.
menghasilkan kesepakatan untuk membangun sistem peringatan dini
Dalam pemodelan diasumsikan bahwa pada bidang sesar tidak
tsunami (TEWS, tsunami early warning system) di wilayah Samudera
terdapat heterogenitas sehingga besarnya dislokasi dianggap sama di
Hindia dan Asia Tenggara. Pertemuan berikutnya, the World Conference on
seluruh bidang sesar. Pada kenyataannya heterogenitas pada bidang
Disaster Reduction, di Kobe tanggal 18 s/d 22 Januari 2005 menghasilkan
sesar cukup tinggi.
roadmap pembangunan TEWS di Samudera Hindia dan Asia Tenggara.
2.
3.
4.
Dalam pemodelan diasumsikan bahwa efek dinamik gerak
Berdasarkan kesepakatan-kesepakatan tersebut pemerintah
pensesaran (kecepatan rupture dan rising time) juga diabaikan
Indonesia memprogramkan pembangunan TEWS di Indonesia (untuk
sehingga dislokasi di seluruh bidang sesar dianggap terjadi pada
selanjutnya ditulis Ina-TEWS, singkatan dari Indonesia tsunami early
waktu yang bersamaan. Pada kenyataannya dislokasi pada bidang
warning system) yang pada akhirnya akan dijadikan sebagai bagian
sesar tidak terjadi pada waktu yang bersamaan.
integral dari TEWS di Samudera Hindia dan Asia Tenggara. Untuk
Dalam pemodelan digunakan data batimetri global karena terbatas-
keperluan tersebut pada tahun 2005 dibentuklah sebuah tim antar institusi
nya ketersediaan data batimetri lokal.
di bawah koordinasi Kementrian Riset dan Teknologi yang bertugas
Mengacu pada keterbatasan di atas, untuk selanjutnya perlu
merumuskan cetak biru Pembangunan Ina-TEWS.
dilakukan riset pemodelan tsunami dengan mengurangi keterbatasan-
Sungguh beruntung Penulis mendapat kesempatan terlibat aktif
keterbatasan tersebut. Disamping itu, jika selama ini yang dilakukan
dalam proses perumusan cetak biru Pembangunan Ina-TEWS tersebut.
adalah memodelkan gelombang tsunami berdasarkan masukan data
Pada bagian berikut ini akan dipaparkan ringkasan cetak biru
sumber gempa, maka ke depan sangat menarik untuk melakukan riset
Pembangunan Ina-TEWS yang disarikan dari beberapa tulisan Penulis
pemodelan sumber gempa berdasarkan masukan data tsunami.
sebelumnya (Sukamdono dkk, 2005; Suhardi dkk, 2005; Puspito, 2007b).
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
36
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
37
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Desain Ina-TEWS
sistem diseminasi informasi tsunami warning memanfaatkan beberapa
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya (Gambar 6),
moda, seperti sms, telepon dan jaringan internet.
tsunami di Kepulauan Indonesia sebagian besar adalah tsunami lokal dengan waktu tempuh penjalaran gelombang ke garis pantai terdekat antara 5 – 40 menit. Dengan kata lain waktu yang tersedia untuk mengeluarkan tsunami warning sangat singkat. Oleh karena itu desain InaTEWS harus disesuaikan dengan karakteristik jenis tsunami lokal tersebut. Desain Ina-TEWS dibuat dengan mengacu pada dua konsep TEWS, yaitu: (1) TEWS Jepang yang dikelola oleh JMA (Japan Meteological Agency), dan (2) TEWS Pasifik yang dikelola oleh PTWC (Pacific Tsunami Warning Center). TEWS Jepang dijadikan sebagai rujukan untuk kasus tsunami lokal, sedangkan TEWS Pasifik dijadikan pedoman untuk kasus tsunami global. Desain Ina-TEWS pada dasarnya terdiri dari 4 komponen utama,
Gambar 22: Komponen utama Ina-TEWS
yaitu: (1) Sistem pemantau gempa, (2) Sistem pemantau muka air laut, (3) Basisdata simulasi tsunami, dan (4) Sistem diseminasi informasi (Gambar
Untuk keperluan operasionalisasi Ina-TEWS didesain terdiri dari 10 pusat regional (regional center) dan 1 pusat nasional (national center). Pusat
22). Sistem pemantau gempa didesain terdiri dari 160 buah seismograf jenis broad-band dan 500 buah akselerograf. Sistem pemantau muka air laut didesain terdiri dari 120 buah tide gauge yang ditempatkan di sepanjang pantai dan 15 buah tsunami buoy yang ditempatkan di sepanjang zona subduksi. Basisdata simulasi tsunami dibangun untuk tiap pusat regional yang berisikan ratusan atau bahkan ribuan simulasi tsunami, sedangkan Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
38
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
nasional berkedudukan di Jakarta, sedangkan pusat regional berkedudukan di daerah (Gambar 23). Masing-masing pusat regional dilengkapi dengan sistem pemantau gempa, sistem pemantau muka air laut, basisdata simulasi tsunami dan sistem diseminasi informasi. Pusat-pusat regional tersebut terintegrasi dalam satu sistem dengan pusat nasional. Pusat regional bertanggungjawab untuk mengeluarkan tsunami warning
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
39
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
di wilayahnya masing-masing, sedangkan pusat nasional bertanggung-
tsunami, perkiraan tinggi tsunami dan waktu tiba tsunami di beberapa
jawab untuk tingkat nasional.
tempat, diharapkan sudah dapat disebarkan atau didiseminasikan untuk tingkat regional. Konfirmasi terjadi tidaknya tsunami diperoleh dari sistem pemantau muka air laut. Apabila ternyata terjadinya tsunami tidak dikonfirmasi maka tsunami warning dibatalkan atau dinyatakan selesai. Sedangkan jika terjadinya tsunami dikonfirmasi maka tsunami warning diteruskan ke tingkat nasional untuk didiseminasikan dalam waktu kurang dari 10 menit sejak terjadinya gempa. Tsunami warning didiseminasikan ke suluruh pihak yang berkepentingan (stake holder), antara lain pemerintah, media massa, dan lembaga-lembaga teknis. Gambar 24 menunjukkan desain urutan waktu proses diseminasi tsunami warning (BMKG, 2006).
Gambar 23: Lokasi pusat nasional dan pusat regional
Sistem kerja Ina-TEWS didesain sebagai berikut. Sistem pemantau gempa diharapkan dapat menentukan parameter gempa (episenter, kedalaman, magnitudo) dalam waktu kurang dari 3 menit setelah terjadinya gempa. Apabila parameter gempa dari gempa yang terjadi memenuhi kriteria gempa pembangkit tsunami yang telah ditetapkan, maka tsunami warning segera dipersiapkan. Perkiraan tinggi tsunami dan waktu tiba tsunami di pantai dicari dari basisdata simulasi tsunami. Dalam waktu kurang dari 5 menit setelah terjadinya gempa, tsunami warning yang berisikan informasi tentang kemungkinan terjadinya Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
40
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Gambar 24: Urutan waktu proses keluarnya tsunami warning. Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
41
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Implementasi Ina-TEWS
5 menit setelah terjadinya gempa, BMKG sudah berhasil menganalisis
Operasionalisasi Ina-TEWS berada di bawah pengelolaan Badan
apakah suatu gempa mempunyai potensi menimbulkan tsunami atau
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Ina-TEWS telah
tidak. Tsunami warning didiseminasikan secara nasional dalam waktu
diresmikan pemanfaatannya oleh Presiden pada tanggal 11 November
kurang dari 5 menit setelah terjadinya gempa, tanpa melalui jenjang
2008 di Jakarta. Beberapa uji coba telah dilakukan sebelum peresmian,
diseminasi di tingkat regional.
antara lain uji coba penyampaian tsunami warning melalui sms dan telpon
Salah satu contoh tsunami warning melalui sms (yang juga
yang dilakukan tanggal 26 Desember 2005 pada acara mengenang 1 tahun
ditayangkan oleh beberapa stasiun tv) diterima pada tanggal 24 Oktober
bencana tsunami Aceh. Dalam acara tersebut Walikota Padang menerima
2009 pukul 21:45:39 WIB yang berbunyi:
sms dan telpon tsunami warning dari BMKG yang kemudian langsung
Info Gempa Mag: 7.3 SR. 24-Okt-09 21:40:46 WIB, Lok:6.23 LS – 130.60
ditindak-lanjuti dengan perintah evakuasi kepada masyarakatnya.
BT (209 km Barat Laut SAUMLAKI - MALUKU), Kedlmn:165 km.
Status peralatan Ina-TEWS sampai dengan tahun 2010 ini adalah sebagai berikut (informasi diperoleh dari Pejabat BMKG). Sebanyak 158 buah seismograf dan 120 buah akselerograf sudah terpasang untuk sistem pemantau gempa. Untuk sistem pemantau muka air laut 58 buah tide gauge dan 8 buah tsunami buoy sudah berfungsi. Sementara itu peralatan GPS
Potensi TSUNAMI utk dtrskan pd msyrkt::BMKG. Pada pukul 22:11:29 WIB diterima sms lanjutan yang berbunyi: Ancaman Tsunami akibat Gempa Mag: 7.3 SR. 24-Okt-09 21:40:46 WIB, Lok:6.23 LS – 130.60 BT (209 km Barat Laut SAUMLAKI MALUKU), dinyatakan berakhir:: BMKG.
permanen yang sudah terpasang berjumlah 18 buah. Dengan kata lain Hal ini berarti bahwa dengan peralatan yang masih belum optimal, BMKG jumlah peralatan Ina-TEWS yang terpasang saat ini belum optimal. sudah berhasil mendiseminasikan tsunami warning dalam waktu 4 menit Pada saat ini penentuan tsunami warning semata-mata didasarkan pada analisis parameter gempa. Kriteria gempa pembangkit tsunami yang ditetapkan Ina-TEWS untuk menentukan apakah suatu gempa berpotensi
53 detik setelah gempa terjadi. Sementara itu informasi berakhirnya ancaman tsunami dikeluarkan 1 jam 25 menit 50 detik setelah tsunami warning.
menimbulkan tsunami atau tidak adalah: (1) pusat gempa berada di laut, (2) kedalaman pusat gempa £ 70 km (sebelumnya £ 60 km), dan (3) magnitudo M ³ 7.0 (sebelumnya M³ 6.5). Saat ini dalam waktu kurang dari Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
42
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
43
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Diskusi
tingkat kepercayaan publik. Untuk itu perlu dirumuskan kembali
Kecepatan penyampaian informasi tsunami (dan gempa) dari Ina-
bagaimana sebaiknya pemilihan bahasa yang tepat dalam tsunami warning
TEWS yang dikelola oleh BMKG sudah sangat baik, yaitu kurang dari 5
untuk menyatakan bahwa tsunami itu secara keilmuan benar terjadi
menit setelah terjadinya gempa. Hal ini merupakan prestasi yang sungguh
walaupun tinggi tsunaminya kecil dan tidak mengakibatkan bencana.
luar biasa karena sudah dapat dicapai hanya dalam waktu sekitar 2 – 4 tahun setelah pencanangan Pembangunan Ina-TEWS. Hal ini patut mendapatkan apresiasi mengingat bahwa peralatan Ina-TEWS saat ini
3.
KONTRIBUSI PADA MITIGASI BENCANA
masih belum optimal.
3.1 Pentingnya Mitigasi
Saat ini penentuan tsunami warning semata-mata didasarkan pada
Sudah kita ketahui bersama bahwa Kepulauan Indonesia rawan
parameter gempa yang dicocokkan dengan kriteria gempa pembangkit
bencana gempa dan tsunami, termasuk berbagai jenis bencana alam
tsunami yang sudah ditetapkan. Mengingat bahwa telah terjadi beberapa
lainnya seperti letusan gunungapi, tanah longsor, banjir, dan kekeringan.
kekurang-tepatan pada tsunami warning yang didiseminasikan, kriteria
Apa boleh buat, kita memang dituntut untuk dapat hidup berdampingan
tersebut mungkin masih dapat dikaji lebih lanjut disesuaikan dengan
secara harmonis dengan berbagai jenis bencana alam tersebut. Oleh
karakteristik dominan dari gempa-gempa pembangkit tsunami di
karena itu, adalah suatu keharusan bagi kita untuk memiliki sistem
Kepulauan Indonesia.
penanggulangan bencana alam yang handal.
Selama ini, berdasarkan pada beberapa bencana tsunami yang terjadi,
Upaya penanggulangan bencana alam harus didasarkan pada konsep
publik selalu mengasosiasikan bahwa tsunami itu mempunyai tinggi
manajemen bencana (disaster management) yang baik. Manajemen bencana
gelombang sampai puluhan meter. Padahal secara keilmuan tinggi
biasanya merupakan suatu siklus kegiatan yang mencakup tahapan
tsunami itu bisa juga hanya beberapa puluh centimeter. Selama ini cukup
sebagai berikut: (1) Pencegahan (prevention), (2) Mitigasi (mitigation), (3)
banyak tsunami warning yang dibatalkan karena tidak terjadi tsunami
Kesiapsiagaan (preparedness), (4) Tanggap darurat (emergency response), (5)
yang signifikan, walaupun sebenarnya tsunami terjadi dan tercatat di tide
Pemulihan (recovery), dan (6) Pembangunan (development). Tahap (1), (2)
gauge meskipun tingginya kecil. Jika pembatalan tsunami warning sering
dan (3) dilakukan pada saat sebelum bencana terjadi, sedangkan tahap (4),
terjadi akibatnya secara perlahan tapi pasti akan dapat menurunkan
(5) dan (6) dilakukan setelah bencana. Gambar 25 menunjukkan siklus
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
44
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
45
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
kegiatan manajemen bencana.
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
Saat ini sudah saatnya upaya penanggulangan bencana alam juga
bencana. Pada dasarnya program mitigasi yang baik antara lain
difokuskan pada tahapan sebelum bencana, tidak hanya pada tahapan
memerlukan adanya: (a) sistem pemantauan dan peringatan dini, (b)
setelah bencana saja. Artinya kita tidak hanya sibuk setelah bencana
sistem informasi dan diseminasi, (c) peta-peta hazard (ancaman/bahaya
terjadi, tetapi juga mempersiapkan diri dengan baik sebelum bencana
dari bencana), (d) infratruktur, sarana dan prasarana yang disesuaikan
terjadi. Oleh karena itu dalam konteks inilah upaya mitigasi bencana
dengan jenis hazard-nya, (e) tingkat pengetahuan, kepedulian serta
semestinya mendapatkan perhatian lebih.
kesiapan seluruh pemangku kepentingan, dan (f) peraturan-peraturan tentang penanggulangan bencana.
Sebelum bencana
Setelah bencana
UU Nomor 24 tahun 2007 menyatakan bahwa penanggulangan bencana alam merupakan tanggungjawab seluruh pemangku
Bencana (3) Kesiapsiagaan
kepentingan, baik pemerintah maupun masyarakat. Dalam UU tersebut (4) Tanggap Darurat
diisyaratkan bahwa mitigasi bencana alam harus ditunjang oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang handal, kegiatan
(2) Mitigasi
(5) Pemulihan
pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu, sebagai seorang ilmuwan Seismologi, Penulis bertekad untuk terus terlibat aktif dalam upaya mitigasi bencana alam, khususnya bencana gempa dan tsunami, melalui
(1) Pencegahan
(6) Pembangunan
kegiatan riset dan pendidikan, baik secara kelembagaan maupun individu.
Gambar 25: Siklus manajemen bencana
3.2 Riset dan Pendidikan Mengacu pada UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Didasarkan pada pengalaman melakukan riset-riset sebelumnya dan
Bencana, mitigasi dapat diartikan sebagai serangkaian upaya untuk
pada kebutuhan pengembangan riset gempa dan tsunami di Indonesia,
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
pada tahun-tahun mendatang Penulis akan memfokuskan diri untuk
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
46
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
47
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
melakukan riset pada beberapa topik sebagai berikut: 1.
mengajar beberapa mata kuliah yang terkait dengan bencana alam, baik
Karakterisasi gempa-gempa pembangkit tsunami yang terjadi di
pada program Sarjana maupun Magister di ITB. Mata kuliah tersebut
Kepulauan Indonesia.
antara lain adalah: (1) Mitigasi Bencana (2008 - sekarang), (2) Manajemen
2.
Pemodelan sumber gempa berdasarkan data tsunami.
Bencana Kebumian (2008 - sekarang), (3) Mitigasi Bencana Alam (2003 -
3.
Studi prekursor gempa sebagai upaya awal prediksi gempa.
2008), (4) Bencana Alam Kebumian (2003 - 2008), (5) Prediksi dan Mitigasi
4.
Pemanfaatan Ina-TEWS untuk earthquake early warning.
Bencana Kegempaan (1998 - 2003), dan (6) Tsunami (1998 - 2003). Pada
Topik pertama diharapkan dapat membantu penentuan kriteria
tahun-tahun mendatang Penulis akan memperkaya dan memperbaiki
gempa pembangkit tsunami yang tepat untuk operasionalisasi Ina-TEWS
materi perkuliahan tersebut berdasarkan pada hasil-hasil riset yang jika
sedangkan topik kedua diharapkan dapat memperkuat pemahaman
dimungkinkan akan dituangkan dalam bentuk buku ajar tentang bencana
tentang sumber gempa pembangkit tsunami. Sementara itu topik ketiga
alam.
dapat dijadikan sebagai modal awal untuk riset prediksi gempa,
Selama ini Penulis sudah banyak terlibat dalam kegiatan edukasi
sedangkan topik keempat merupakan suatu tantangan besar yang jika
publik (public education) tentang bencana alam, baik dilakukan secara
berhasil dilakukan dapat memperkuat upaya mitigasi bencana gempa di
kelembagaan maupun individu. Kegiatan edukasi publik yang selama ini
Indonesia.
Penulis lakukan antara lain berupa ceramah, pelatihan, seminar, talk show,
Tentu saja dalam melaksanakan riset tersebut Penulis akan menjalin
pendampingan, dan penulisan artikel di media cetak tentang masalah
kerjasama dengan berbagai ilmuwan, baik dari dalam maupun luar
bencana alam. Kegiatan yang sudah Penulis jalankan sejak lama tersebut
negeri. Sebagian dari topik riset tersebut juga sudah mendapatkan
merupakan bentuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang
komitmen kerjasama dan pendanaan. Pengembangan riset tersebut tentu
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, kepedulian, kesiapan dan
saja tidak bisa dilepaskan dari aspek pengembangan pendidikan karena
kapasitas masyarakat tentang bencana alam. Pada tahun-tahun
dalam pelaksanaanya melibatkan para mahasiswa. Bahkan sebagian dari
mendatang Penulis bertekad untuk terus terlibat aktif dalam kegiatan
topik riset tersebut sudah dijadikan topik disertasi mahasiswa Program
pengabdian kepada masyarakat tersebut secara lebih terstruktur.
Doktor Sains Kebumian ITB.
Upaya penanggulangan bencana alam tentu memerlukan adanya
Dalam bidang pendidikan selama ini Penulis telah berpengalaman Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
48
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
dukungan sumber daya manusia yang handal. Oleh karena itu program
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
49
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
pengembangan sumber daya manusia di bidang penanggulangan
Maha Esa atas karuniaNya sehingga Penulis memperoleh kepercayaan
bencana alam perlu dipertimbangkan dengan serius. Dalam konteks ini
memangku jabatan akademik Profesor atau Guru Besar dalam bidang
Penulis berpendapat bahwa ITB mempunyai potensi yang sangat besar
Seismologi terhitung tanggal 1 Januari 2010.
untuk menjadi pusat keunggulan di bidang studi bencana alam, baik
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis tujukan kepada:
untuk tingkat regional maupun dunia. Oleh karena itu Penulis
(1) kedua orang tua, Ayahanda Sukarman dan mendiang Ibunda
berpendapat bahwa tidaklah berlebihan jika ITB mendirikan suatu
Kusmijarsi, yang telah mendidik dan membesarkan dengan penuh kasih
program pendidikan formal di tingkat pascasarjana yang mempelajari
sayang, (2) istri tercinta, Nining, serta anak-anak tersayang, Tyas, Andini
bencana alam dari berbagai aspeknya yang bersifat lintas disiplin ilmu.
dan Hana, yang telah memberikan cinta, kasih, kedamaian dan kehangatan dalam keluarga; (3) adik satu-satunya, Andik, yang telah banyak memberikan semangat, dan (4) kedua mertua, Bapak Slamet
3.3 Penutup Ada pepatah Jepang yang berbunyi “higai ga wasureru toki ni yatte
Budiono dan Ibu Chalimah, atas doa restu yang diberikan.
kuru” yang artinya kurang lebih adalah “bencana itu datang pada saat kita
Penulis mengucapkan terima kasih kepada para Guru dan Dosen di:
sudah melupakannya”. Perilaku bencana alam itu mirip seperti pencuri,
(1) TK Pius Kraksaan (1965-1966), (2) SDK Pius Kraksaan (1967-1971), (3)
yang datang secara tiba-tiba pada saat kita sedang lengah. Oleh karena itu
SDN Semampir Kraksaan (1972), (4) SMPN Kraksaan (1973-1975), (5)
kita dituntut untuk harus selalu berada dalam keadaan siap menghadapi
SMAN Probolinggo (1976-1979), (6) ITB (1979-1984), (7) Hirosaki
datangnya bencana alam. Maka sudah semestinyalah upaya mitigasi
University (1988-1990), dan (8) University of Tokyo (1990-1993) yang telah
bencana harus dijalankan oleh seluruh pemangku kepentingan, baik
mendidik Penulis saat menempuh pendidikan formal.
pemerintah maupun masyarakat, secara serius, terus menerus dan tidak
Penulis sangat berhutang budi kepada para dosen pembimbing, yaitu:
bosan-bosan walaupun mungkin saja bencananya tidak datang-datang.²
Drs. Arjuno Brojonegoro M.Sc dan Drs. Untoro Wibowo M.Si (pembimbing Tugas Akhir Sarjana, ITB), Prof. Tamao Sato (pembimbing Tesis Master, Hirosaki University) dan Prof. Kunihiko Shimazaki
UCAPAN TERIMA KASIH
(pembimbing Disertasi Doktor, University of Tokyo). Penulis juga
Pertama-tama Penulis panjatkan Puji Syukur kepada Tuhan Yang Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
50
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
mengucapkan terima kasih kepada Prof. Yoshinobu Tsuji (University of Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
51
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Tokyo) dan Prof. Fumihiko Imamura (Tohoku University) yang telah
DAFTAR PUSTAKA
mengenalkan studi Tsunami.
Abe, K., 1973. Tsunami and Mechanism of Great Earthquakes. Physics of the
Penulis mengucapkan terima kasih kepada: (1) Prof. Djoko Santoso, Prof. Sri Widiyantoro, Prof. Safwan Hadi dan Prof. Amrinsyah Nasution, selaku Promotor atau pemberi rekomendasi untuk menjadi Guru Besar,
Earth and Planetary Interior, vol 7, 141-153. Abe, K., 1983. A New Scale of Tsunami Magnitude Mt. (in Tsunamis: Their Science and Engineering; edited by K. Iida and T. Iwasaki, Terra Publisher. Tokyo).
(2) Dekan FTTM ITB Prof. Sudarto Notosiswoyo dan Staf, yang telah Afnimar, 2009. Seismologi. Edisi Pertama, Penerbit ITB. memperjuangkan Penulis menjadi Guru Besar, (3) Prof. Widyo Nugroho Aida, I., 1969. Numerical Experiments for the Tsunami Propagation – the SULASDI, atas diskusi-diskusi bermakna dan dorongan semangat yang diberikan, (4) Dr. Djedi S. Widarto, Dr. Hendra Grandis dan Dr. Afnimar,
1964 Niigata Tsunami and the 1968 Tokachi Tsunami. Bulletin of Earthquake Research Institute, University of Tokyo, 47, 673-700.
atas berbagai tukar pikiran yang dilakukan, (5) Para mahasiswa dan
Aki, K. and W.H.K. Lee, 1976. Determination of Three-dimensional
mantan mahasiswa bimbingan yang banyak membantu dalam melakukan
Velocity Anomalies under a Seismic Array using the first P Arrival
riset, dan (6) Para kolega di Kementrian Riset dan Teknologi serta BMKG
Times from Local Earthquakes: A Homogeneous Initial Model. Journal
atas kesempatan yang diberikan untuk terlibat dalam pembuatan cetak
Geophysics Research, 81, 4381-4399. Ammon, C.J., C. Ji, H.K. Thio, D. Robinson, S. Ni, V. Hjorleifsdottir, H.
biru Pembangunan Ina-TEWS.
Kanamori, T. Lay, S. Das, D. Helberger, G. Ichinose, J. Polet and D. Akhirnya ucapan terima kasih Penulis tujukan kepada: (1) seluruh kolega dan staf non-akademik di KK Geofisika Global, Prodi Teknik
Wald, 2005. Rupture Process of the 2004 Sumatra-Andaman Earthquake. Science, Vol. 308, pp. 1133-1139.
Geofisika, dan ex Departemen Geofisika dan Meteorologi; (2) seluruh staf
Ammon, C. J., H. Kanamori, T. Lay, and A. A. Velasco, 2006. The 17 July
Kantor WRMA ITB periode 2005 – 2010; dan (3) semua pihak yang tidak
2006 Java Tsunami Earthquake. Geophysics Research Letter, 33, L24308,
dapat disebutkan satu persatu; atas segala dukungan dan bantuan yang
doi:10.1029/2006GL028005. BMKG, 2006. Progress Report of Indonesian TWS Seismic Monitoring
telah diberikan, baik langsung maupun tidak langsung.
System. Coordination Meeting on Evaluation of TWS Seismic Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua.
Monitoring, Jakarta, 31 Mei – 1 Juni 2006 Comer, R.P., 1980. Tsunami Height and Earthquake Magnitude: Theoretical Basis of an Emperical Relation. Geophysics Research Letter,
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
52
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
53
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
7, 445-448.
Source and Tsunami Generation of the December 12, 1992 Flores
Diposaptono, S., B. Ontowiryo and G.S. Prasetya, 1996. Physical and Mathematical Modeling for Tsunami. Proc. of Int. Workshop on Tsunami Modeling and Its Application for Coastal Zone Development, Jakarta. Fujii, Y. and K. Satake, 2006. Source of the July 2006 West Java Tsunami Estimated from Tide Gauge Records. Geophysics Research Letter, 33, L24317, doi:10.1029/2006GL028049.
Island, Indonesia, Earthquake. Pure and Applied Geophysics, 144, 537554. Hwang, L. and D. Divoky, 1970. Tsunami Generation. Journal Geophysics Research, 75, 6802-6817. IOC (Intergovernmental Oceanographic Commission), 1997. IUGG/IOC Time Project: Numerical Method of Tsunami Simulation with Leap-
Fukao, Y., M. Obayashi, H. Inoue and M. Nenbai, 1992. Subducting Slabs Stagnant in the Mantle Transition Zone. Journal Geophysics Research, 97, 4809-4822.
Frog Scheme. UNESCO. Iida, K., 1958. Magnitude and Energy of Earthquakes Accompanied by Tsunami and Tsunami Energy. Journal of Earth Sciences, Nagoya
Geller, R.J., D.D. Jackson, Y.Y. Kagan and F. Mulargia, 1997. Earthquake cannot be Predicted. Science, 275, 1616-1617.
University, 6, 101-112. Iida, K., 1983. Some Remarks on the Occurrence of Tsunamigenic
GFZ Potsdam, 2004. http://gfz-postdam.de/news/recent/archive/ 20041226/Tsunami Modeling/ModelDescription/content-en.html
Earthquakes around the Pacific. (in Tsunamis: Their Science and Engineering; edited by K. Iida and T. Iwasaki, Terra Publisher. Tokyo).
Gunawan, I dan N.T. Puspito, 2005. Pemodelan Tsunami Aceh 26
Imamura, F., N. Shuto, S. Ide, Y. Yoshida and K. Abe, 1993. Estimate of the
Desember 2004 Berdasarkan Model Sumber Gempa Yamanaka.
Tsunami Source of the 1992 Nicaraguan Earthquake from Tsunami
Proceeding JCS2005 HAGI-IAGI-PERHAPI, Surabaya, Nov. 2005
Data. Geophysics Research Letter, 20, 1515-1518.
Gusiakov, V.K., 2004. Historical Tsunami Database for the Pacific, 47 B.C –
Imamura, F., E. Gica, T. Takahashi and N. Shuto, 1995. Flores Tsunami:
2004 A.D. Tsunami Laboratory, ICMMG SD RAS, Novosibirsk, Russia.
Interpretation of Tsunami Phenomena in Northeastern Flores Island
(CD-Rom)
and Damage at Babi Island. Pure and Applied Geophysics, 144, 555-568.
Harvard Univ., 2004. Harvard CMT catalogue. http://www.globalcmt.org/ Harvard Univ., 2009. Harvard CMT catalogue. http://www.globalcmt.org/ Hayakawa, M. and Y. Fujinawa (Editors), 1994. Electromagnetic Phenomena Related to Earthquake Prediction. Terra Scientific
Hidayat, D., J.S. Barker and K. Satake, 1995. Modeling of the Seismic
54
Geofisika. Kanamori, H., 1972. Mechanism of Tsunami Earthquake. Physics of the Earth and Planetary Interior, vol. 6, 346-359. Kanamori, H., 1977. Energy Release in Great Earthquakes. Journal
Publication Company, Tokyo, pp. 667.
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Ismail, S., 1989. Tsunami di Indonesia. Laporan, Badan Meteorologi dan
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Geophysical Research, 82, 2981-2987.
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
55
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Kanamori, H. and J.W. Given, 1983. Use of Long-Period Seismic Waves for Rapid Evaluation of Tsunami Potential of Large Earthquakes. (in Tsunamis: Their Science and Engineering; edited by K. Iida and T. Iwasaki, Terra Publisher. Tokyo).
Puspito, N.T., 2004. Tsunami Zoning for Southern-coast of Java. Prosiding PIT HAGI, Yogyakarta, Oktober 2004 Puspito, N.T., 2002. Tsunami and Earthquake Activity in Indonesia. Proceedings of the International Workshop on Local Tsunami Warning and
Kongko, W., dkk., 2006. Rapid Survey on the 17 July 2006 Java Tsunami. Laporan survei, BPDP-BPPT dan ITS.
Mitigation, Kamchatsky, Rusia, September 2002 Puspito, N.T., 2007a. Karakteristik Gempa Pembangkit Tsunami di
Latief, H. and F. Imamura, 1998. Numerical Simulation of the 1994 East th
Java Tsunami, Indonesia. Proceedings of the 11 Congress of the IAHRAPD, Yogyakarta.
Kepulauan Indonesia dan sekitarnya. Jurnal Segara, Departemen Kelautan dan Perikanan, vol.3, 2, 49-65. Puspito, N.T., 2007b. Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia. (dalam
Latief, H., N.T. Puspito and F. Imamura, 2000. Tsunami Catalog and Zones in Indonesia. Journal of Natural Disaster Science, vol. 22, 1, 25-43. Lay, T., H. Kanamori, C.J. Ammon, M. Nettles, S.N. Ward, R.C. Aster, S.L. Beck, S.L. Bilek, M.R. Brudzinski, R. Butler, H.R. DeShon, G. Ekstrom, K. Satake and S. Sipkin, 2005. The Great Sumatra-Andaman Earthquake of 26 December 2004. Science, Vol. 308, pp. 1127-1133 Liu, J.Y., Y.I. Chen, Y.J. Chuo and H.F. Tsai, 2001. Variations of Ionospheric Total Electron Content during the Chi-Chi Earthquake. Geophysics Research Letter, 28, 1381-1386.
buku Tsunami Aceh, Editor: T.A. Sanny) Puspito, N.T., 2009. Statistical Data of Tsunamigenic Earthquakes in the Indonesian Region. Proc. of Int. Symposium on Earthq. Precursor, Bukittinggi, November, 2009 Puspito, N.T., Y. Yamanaka, T. Miyatake, K. Hirahara and K. Shimazaki, 1993. Mantle Structure and Seismotectonics of the Sunda and Banda arcs, Indonesia. Tectonophysics, Vol. 220. Puspito, N.T. and K. Shimazaki, 1995. Mantle Structure and Seismotectonics of the Sunda and Banda arcs, Indonesia.
Mansinha, L. and D.E. Symlie, 1971. The Displacement Field of Inclined Faults. Bulletin of the Seismological Society of America, 61: no 45, 14331440
Tectonophysics, 251, 215-228. Puspito, N.T., A. Y. Abietto, and S. Hadi, 1998. Tsunamigenic Earthquake and Tsunami Earthquake in Indonesia. Prosiding PIT-HAGI ke-23,
Mogi, T., Y. Tanaka, D.S. Widarto, E.M. Arsadi, N.T. Puspito, T. Nagao, W.
Yogyakarta.
Kanda and S. Uyeda, 2000. Geoelectric Potential Difference
Puspito, N.T and I. Gunawan, 2005. Tsunami Sources in the Sumatra
Monitoring in Southern Sumatra, Indonesia – Coseismic Change.
region, Indonesia and Simulation of the 26 December, 2004 Aceh
Earth, Planets and Space, Vol.52 (4), pp. 245-252
Tsunami. ISET Journal of Earthquake Technology, paper no. 459, vol. 42,
NOAA, 2005. http://ngdc.noaa.gov/mgg/global/global.html
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
56
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
no. 4, December 2005, 111 – 125.
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
57
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Puspito, N.T. and I. Gunawan, 2006. Comparison of Two Earthquake Sources for the 26 December 2004 Aceh Tsunami. Proc. ITB on Eng. Science, Vol.38B, No.1.
of Warning for Near-field Tsunami. Coastal Engineering in Japan, 33, 2, 173-193. Soloviev, S.L. and C.N. Go, 1969. Catalog of Tsunamis in the Pacific.
Puspito, N.T. dan N. Indrastuti, 2007. Pemodelan Tsunami Jawa Barat 17 Juli 2006 Berdasarkan Beberapa Model Sumber Gempa. Jurnal Geofisika, HAGI, Edisi 2007 No. 1, 10-21.
Academy Nauka, 1-83. Suhardi, I., N.T. Puspito dan S.Y. Warsono (Editor), 2005. Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia. Buku peringatan satu tahun
Puspito, N.T., P. Barus dan D.S. Widarto, 2007. Anomali Total Electron
bencana tsunami Aceh, Kementrian Riset dan Teknologi.
Content (TEC) di Ionosfer Sumatera dan Hubungannya dengan
Sukamdono, P., N.T. Puspito and M. Rasyid (Editor), 2005. Grand-Scenario
Gempa Besar Aceh 26 Desember 2004. Jurnal Geofisika, HAGI, Edisi
of Indonesian Tsunami Early Warning System. Buku Cetak Biru
2007, No.2.
Pembangunan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia,
Polet, J. and H. Kanamori, 2000. Shallow Subduction Zone Earthquakes and Their Tsunamigenic Potential. Geophysical Journal International, 42, 684 – 702.
Kementrian Riset dan Teknologi. Tim Survei ITB, 2006. Survei singkat bencana tsunami Pangandaran 2006. Laporan survei, LPPM ITB.
Saroso, S., K. Hattori, H. Ishikawa, Y. Ida, R. Shirogane, M. Hayakawa, K.
Tsuji, Y., F. Imamura, H. Matsutomi, C.E. Synolaskis, N.T. Puspito, Jumadi,
Yumoto, K. Shiokawa and M. Nishihashi, 2009. ULF Geomagnetic
S. Harada, S.S. Han, K. Arai and B. Cook, 1995. Field Sruvey of the East
Anomalous Changes Possibly Associated with 2004-2005 Sumatra
Java Earthquake and Tsunami of June 3, 1994. Pure and Applied
Earthquakes. Physics and Chemistry of the Earth, 34, issues 6-7, 343-349.
Geophysics, Vol. 144, No. 3/4.
Satake, K., 1995. Linear and Non-linear Computations of the 1992 Nicaragua Earthquake Tsunami. Pure and Applied Geophysics, 144, 455470.
Tsuji, Y., et al., 2005. Field Survey of the 2004 Indian Ocean Tsunami. http://eri.u-tokyo.ac.jp/namegaya/surveylog/eindex.html Tsuji, Y., et al., 2006. Field Survey of the Tsunami Inundated Heights due to
Satake, K. and Y. Tanioka, 1999. Sources of Tsunami dan Tsunamigenic
the Java Tsunami (2006/07/17) along the Coast on Indian Ocean in Jawa
Earthquakes in Subduction Zone. Pure and Applied Geophysics, 154 (3-
Island. http://www.eri.u-tokyo.ac.jp/ tsunami/ javasurvey/
4), 467-468
index_e.htm
Satgas ITB, 2005. Laporan Survei Lapangan Gempa dan Tsunami Aceh 2004. LPPM ITB.
USGS, 2006. The 17 July 2006 Java, Indonesia Earthquake. http:// neic.usgs.gov/neis/eq_depot/2006/eq_060717_qgaf/neic_qgaf_q.html
Shuto, N., C. Goto and F. Imamura, 1990. Numerical Simulation as a Means
Varotsos, P. and K. Alexopoulos, 1984. Physical Properties of the Variations
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
58
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
59
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
of the Eelectric Field of the Earth Preceding Earthquake.
3
Tectonophysics, 110, 73-98.
N.T. Puspito and I. Gunawan (2005): “Tsunami Sources in the Sumatra region, Indonesia and Simulation of the 26 December 2004 Aceh Tsunami”. J. Earthq. Technology, Vol.42, No.4, pp. 111-125
Widarto, D.S., 2006. Lithospheric Seismo-Electromagnetic Phenomena in the Great Sumatran Fault Zone, Indonesia: A Review. Proceedings of the
4
Japan Seismo-Electromagnetic Research Group’s Meeting, Chiba. Widiyantoro, S. and R.D. van der Hilst, 1996. Structure and Evolution of
Latief, H., N.T. Puspito and F. Imamura (2000): “Tsunami Catalog and Zones in Indonesia”. J. Natural Disaster Sci., vol. 22, 1, 25-43.
5
Mogi, T., Y. Tanaka, D.S. Widarto, E.M. Arsadi, N.T. Puspito, T. Nagao,
Lithospheric Slab beneath the Sunda Arc, Indonesia. Science, 271, 1566-
W. Kanda, and S. Uyeda (2000): “Geoelectric Potential Difference
1570.
Monitoring in Southern Sumatra, Indonesia – Coseismic Change”. Earth, Planets and Space, Vol.52 (4), pp. 245-252
Widiyantoro, S., A. Gorbatov, B.L.N. Kennet and Y. Fukao, 2000. Improving Global Shear-wave Travel-time Tomography using Three-
6
Sato, T., N.T. Puspito and K. Tanaka (1997): “Vp/Vs Ratios of the Crust
dimensional Ray Tracing and Iterative Inversion. Geophysical Journal
in Northern Tohoku, Honshu, Japan”. Science Reports of the Hirosaki
International, 141, 747-758.
University, Vol. 44, No. 2. 7
Tsuji, Y., F. Imamura, H. Matsutomi, C.E. Synolaskis, N.T. Puspito, Jumadi, S. Harada, S.S. Han, K. Arai and B. Cook (1995): “Field Sruvey
REKAMAN KARYA ILMIAH (PUBLIKASI)
of the East Java Earthquake and Tsunami of June 3, 1994”. Pure and Applied Geophysics, Vol. 144, No. 3/4.
Pada Jurnal Internasional: 1
Koulakov, M., G. Bohm, B.G. Luehr, A. Manzanares, Fauzi, M.A.
8
Seismotectonics of the Sunda and Banda arcs, Indonesia”.
Purbawinata, N.T. Puspito, A. Ratdomopurbo, K. Kopp, W. Rabbel
Tectonophysics, 251, 215-228.
and E. Shevkunova (2007): “P and S Velocity structure of the crust and the upper mantle beneath central Java from local tomography
9
Puspito, N.T., Y. Yamanaka, T. Miyatake, K. Hirahara and K. Shimazaki (1993): “Mantle Structure and Seismotectonics of the Sunda
inversion”. J. Geophys. Res., Vol. 112, B08310. 2
Puspito, N.T., and K. Shimazaki (1995): “Mantle Structure and
and Banda arcs, Indonesia”. Tectonophysics, Vol. 220.
Sangara, I.W., N.T. Puspito, E. Kertapati and Hendarto (2006): “Survey of Geo-technical Engineering Aspects of the December 2004 Great Sumatra Earthquake and Indian Ocean Tsunami and the March 2005 Nias-Simeulue Earthquake”. Earthquake Spectra, Special Issue III, Vol.22, pp. S495-S509
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Pada Jurnal Nasional: 1
Puspito, N.T., P. Barus dan D.S. Widarto (2007): ”Anomali Total Electron Content (TEC) di Ionosfer Sumatera dan Hubungannya
60
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
61
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
dengan Gempa Besar Aceh 26 Desember 2004”. Jurnal Geofisika, HAGI, Edisi 2007, No.2. 2
3
Persamaan Integral”. Jurnal Matematika dan Sains ITB, Vol.3, No.1. 11 Puspito, N.T. (1996): “Struktur Kecepatan Gelombang Gempa dan
Puspito, N.T. (2007): ”Karakteristik Gempa Pembangkit Tsunami di
Koreksi Stasiun Seismologi di Indonesia”. Jurnal Matematika dan
Kepulauan Indonesia dan Sekitarnya”. Jurnal Segara, Vol. 3, No.2.
Sains ITB, Vol. 1, No. 2.
Puspito, N.T. dan N. Indrastuti (2007): ”Pemodelan Tsunami Jawa Barat 17 Juli 2006 Berdasarkan Beberapa Model Sumber Gempa”.
Pada Prosiding Pertemuan Ilmiah Internasional:
Jurnal Geofisika, HAGI, Edisi 2007, No.1. 1 4
Puspito, N.T., T. Yudistira, I. Gunawan, T. Septiana, R. Robiana dan A.
Puspito, N.T. (2009): “Statistical Data of Tsunamigenic Earthquakes in the Indonesian Region”. Proc. of Int. Symposium on Earthq. Precursor,
Gunawan (2006): “Model Awal Basisdata Simulasi Tsunami untuk
Bukittinggi, November, 2009
TEWS Indonesia”. Jurnal Geofisika, HAGI, Edisi 2006, No.2. 2 5
Puspito, N.T. and I. Gunawan (2006): “Comparison of Two
Puspito, N.T. (2008): “Study on Tsunamigenic Earthquake Criteria for the Indonesian Tsunami Early Warning System”. Proc. of Int.
Earthquake Sources for the 26 December 2004 Aceh Tsunami”. Proc.
Conference on Earthq. Eng. Disaster Mitigation, Jakarta, April 2008
ITB on Eng. Science, Vol.38B, No.1. 3 6
Puspito, N.T., I.W. Sangara, Z.L. Dupe dan S. Sukmono (2000):
Puspito, N.T. (2005): “Tsunami and Earthquake Occurrences in the Indonesian Region, 1901 – 2000”. Proc. of Asian Physics Symposium
”Penelitian Gempa, Tsunami dan El Nino Bagi Pengembangan
2005, Bandung, December 2005
Mitigasi Bencana Alam di Indonesia”. Proceedings ITB, Vol.32, No.2 4 7
Santoso, B.S., S. Winardhi dan N.T. Puspito (2000): “Pendugaan Sifat
(2005): “Tsunami Simulation for Tsunami Early Warning System in
Anisotropi Batuan di Perlapisan Bawah Toba dengan Menggunakan
Java Island”. Proc. of Asian Physics Symposium 2005, Bandung,
Metoda Polarisasi Gelombang P”. JTM ITB, Vol. VII, No.2 8
Ahmad, M dan N.T. Puspito (1999): ”Studi Kuantitatif Seismisitas
December 2005 5
Pulau Jawa”. Jurnal Matematika dan Sains ITB, Vol. 4, No. 3. 9
Puspito, N.T., T. Yudistira, I. Gunawan, T. Septiana and R. Robiana
Puspito, N.T. (2003): “Tsunamigenic Earthquakes in the Indonesian Region”. Proc. of the Int. Workshop on Tsunamis in the South Pacific:
Widyantoro, S dan N.T. Puspito (1998): “Struktur 3D Kecepatan
Research Towards Preparedness and Mitigation, Wellington,
Gelombang Sekunder di bawah Busur Sunda”. Jurnal Matematika dan
September 2003
Sains ITB, Vol. 3, No. 2.
6
10 Grandis, H dan N.T. Puspito (1998): ”Perhitungan Respons Elektromagnetik Lapisan Tipis Heterogen Menggunakan Metoda
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
62
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Puspito, N.T. (2002): “Tsunami and Earthquake Activity in Indonesia”. Proc. of the Int. Workshop on Local Tsunami Warning and Mitigation, Kamchatsky, Rusia, September 2002
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
63
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
7
Puspito, N.T. (2002): “Tsunami Activity in Indonesia, 1901-2000”. Proc. of Int. Workshop on Tsunami Risk and its Reduction in the Asia-
8
Firenze, September 1993. 15 Puspito, N.T. (1992): “Mantle Structure and Seismotectonic Features
Pacific Region, Bandung, March 2002
of the Indonesian Region”. Proc. of Int. Workshop on Southeast Asia
Puspito, N.T. (2001): “Study on the Tsunami Mitigation”. Proc. of Int.
Structure, Tectonics and Magmatism, Texas A&M University, Texas,
Workshop on Tsunami Mitigation Beyond 2000, Cartagena, Colombia,
November 1992.
October 2001. 9
Puspito, N.T. (1998): “Status of Earthquake and Tsunami Disasters
Pada Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional:
Mitigation Program in Indonesia”. Proc. of the Multi-lateral Workshop on Development of EQTAP, Kobe, October 1998
1
Farkhan, A dan N.T. Puspito (2005): ”Estimasi Potensi Tsunami di Wilayah Maluku-Filipina”. Proceeding JCS2005 HAGI-IAGI-
10 Puspito, N.T. (1998): “Tsunami Disaster and their Studies in
PERHAPI, Surabaya, Nov. 2005
Indonesia”. Proc. of Symposium on Japan-Indonesia IDNDR Project, 2
Bandung, September 1998
Robiana, R dan N.T. Puspito (2005): ”Pemodelan Tsunami Sumba 19 Agustus 1977 dan Estimasi Potensi Tsunami di Nusa Tenggara”.
11 Puspito, N.T. (1998): “Tsunami in Indonesia: Seismological and
Proceeding JCS2005 HAGI-IAGI-PERHAPI, Surabaya, Nov. 2005
Disaster Prevention Studies”. Proc. of the 1st Asia-Pacific Workshop on Research Coalition for Urban Earthquake Disaster Management,
3
Gunawan, I dan N.T. Puspito (2005): ”Pemodelan Tsunami Aceh 26 Desember 2004 Berdasarkan Model Sumber Gempa Yamanaka”.
Kobe, March 1998
Proceeding JCS2005 HAGI-IAGI-PERHAPI, Surabaya, Nov. 2005 12 Puspito, N.T. (1996): “General Seismological Features on Tsunamis in Indonesia”. Proc. of Int. Workshop on Tsunami Modeling and its
4
Puspito, N.T. (2005): ”Pemanfaatan Data Historis dan Pemodelan Tsunami untuk Menunjang TEWS di Indonesia”. Prosiding Seminar
Application for Coastal Zone Development, Jakarta, March 1996
Sehari Hari Meteorologi Dunia ke-55, Jakarta, Maret 2005 13 Puspito, N.T. (1994): “Mantle Structure and Seismotectonic Regionality of the Sunda and Banda Arcs, Indonesia”. Proc. of Int.
5
Seminar Nasional Sistem Manajemen Air Untuk Menata Kehidupan,
Workshop on Seismotectonics and Seismic Hazard in South East Asia,
ITB, Bandung, Februari 2005
Hanoi, February 1994 14 Puspito, N.T. (1993): “Statistical Tomography of the 3-D P-wave
6
Tsunami Aceh, UNPAR, Bandung, Januari 2005
Proc. of the 49th Session TOME LV, Bull. of the Int. Statistical Institute, 7
64
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Puspito, N.T. (2005): “Gempa Aceh dan Kegempaan di Sumatera”. Prosiding Diskusi Mitigasi Pasca Bencana Alam Gempa Bumi &
Velocity Structure beneath the Indonesian Region”. Invited paper,
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Puspito, N.T. (2005): ”Tsunami: Potensi dan Mitigasinya”. Prosiding
Puspito, N.T. (2004): ”Tsunami Zoning for Southern-coast of Java”.
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
65
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
16 Marsono, A., N.T. Puspito dan A.G. Harsono (1997): “Distribusi
Prosiding PIT HAGI, Yogyakarta, Oktober 2004 8
9
Puspito, N.T. (2004): ”Tsunami Hazard in the Philippine Islands”.
Spasial dan Temporal Momen Seismik Gempa Biak 1996 Berdasarkan
Prosiding PIT HAGI, Yogyakarta, Oktober 2004
Inversi Gelombang P Perioda Panjang”. Prosiding PIT HAGI,
Puspito, N.T. (2002): “Statistik Data Tsunami dan Kemungkinan Pemanfaatannya Untuk Mitigasi”. Prosiding PIT HAGI, Malang,
Bandung, Oktober 1997 17 Ardiansyah, S., D. Hidayat, H. Harjono, N.T. Puspito (1996): “Analisis Gempa Biak 17 Februari 1996 dan Seismotektonik Irian Jaya Bagian
Oktober 2002 10 Puspito, N.T. (2000): “Orientasi stress dalam slab yang menunjam di zona subduksi Sunda-Banda”. Prosiding PIT HAGI, Bandung,
Utara”. Prosiding PIT HAGI, Jakarta, Oktober 1996 18 Ibrahim, G., N.T. Puspito dan W. Triyoso (1995): “Analisis Kegempaan Zona Selat Sunda”. Prosiding Workshop Mitigasi Bencana Selat
Oktober 2000 11 Puspito, N.T. (2000): “Preliminary study on the utilization of numerical simulation for tsunami zoning in Indonesia”. Prosiding Seminar MIPA2000, FMIPAITB, Bandung, November 2000 12 Puspito, N.T., S. Hadi dan A. Suprayitno (1999): “Penggunaan Teori
Sunda, Jakarta, April 1995 19 Ibrahim, G., N.T. Puspito dan W. Triyoso (1995): “The Characteristic of Java and Honshu Subduction Zones”. Prosiding PIT HAGI, Bandung, Oktober 1994
Gelombang Panjang Linier dan Non-Linier pada Simulasi Numerik
20 Iska, Z.U., N.T. Puspito and P.J.P. Harjadi (1994): “Regional Stress
Penjalaran Gelombang Tsunami Biak 1996”. Prosiding PIT HAGI,
Analysis of Subduction Zone and Fore Arc at Sumatra”. Prosiding PIT
Surabaya, Oktober 1999
HAGI, Bandung, Oktober 1994
13 Puspito, N.T., A.Y. Abietto and S. Hadi (1998): “Tsunamigenic
21 Triyoso, W., N.T. Puspito and G. Ibrahim (1994): “Earthquake
Earthquake and Tsunami Earthquake in Indonesia”. Prosiding PIT
Zonation of Java Island based on the b-value, Maximum Seismic
HAGI, Yogyakarta, Oktober 1998
Energy, Seismic Moment Estimation and Their Interpretation”.
14 Triastuty, H., Surono, Salman, N.T. Puspito (1997): “Analisis Fisis
Prosiding PIT HAGI, Bandung, Oktober 1994
Tingkat Kegiatan Gunungapi Bromo Berdasarkan Spektral Tremor
23 Puspito, N.T., Z.L. Dupe, W. Triyoso, L. Hendradjaya, and G. Ibrahim
dan Perambatan Hiposenter Gempa Gunungapi”. Prosiding PIT
(1994): “Field Survey of East Java Island Tsunami”. Prosiding PIT
HAGI, Bandung, Oktober 1997
HAGI, Bandung, Oktober 1994
15 Tajan, N.T. Puspito dan D. Kusno (1997): “Struktur Kecepatan dan Koreksi Stasiun Seismologi Tiga Wilayah BMG (Sumatera, Jawa dan
24 Puspito, N.T. (1993): “Penerapan Teknik Tomografi Pada Data Gempa di Indonesia”. Prosiding PIT HAGI, Jakarta, Oktober 1993
Nusatenggara)”. Prosiding PIT HAGI, Bandung, Oktober 1997
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
66
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
67
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Pada Media Cetak:
Bencana Tsunami Aceh, Kementrian Riset dan Teknologi.
1
Penguatan Mitigasi Bencana. Kompas Jawa Barat, 9 Januari 2007
2
Sepuluh Tahun Bencana Tsunami Flores. Kompas, 21 Des., 2002
3
Potensi Bencana Tsunami di Indonesia. Kompas, 2 November 2002
4
Riset Tsunami di Indonesia. Kompas, 18 Februari 2001
5
Bencana Gempa Menghentak Lagi. Kompas, 11 Juni 2000
6
Mungkinkah Tsunami ke Indonesia? Kompas, 26 Juli 1998
7
Pelajaran Dari Gempa Biak. Kompas, Maret 1996
8
Bencana Tsunami, Riset, dan Mitigasi. Kompas, 22 Februari 1996
9
Pelajaran Dari Gempa Kerinci. Pikiran Rakyat, 20 Oktober 1995
6
Sukamdono, P., N.T. Puspito and M. Rasyid (Editor, 2005): ”GrandScenario of Indonesian Tsunami Early Warning System”, Buku Cetak Biru Pembangunan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia, Kementrian Riset dan Teknologi.
10 Upaya Meminimalkan Bencana Gempa. Pikiran Rakyat, 28 Juni 1994
Buku/Monograf: 1
Puspito, N.T. (2009): “Tsunami di Indonesia” (dalam buku Kapita Selekta Ilmu dan Teknik Geofisika, Penerbit ITB)
2
Puspito, N.T. (2009): “Pengelolaan Bencana Alam” (dalam buku Kapita Selekta Ilmu dan Teknik Geofisika, Penerbit ITB)
3
Puspito, N.T. (2007): “Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia” (dalam buku Tsunami Aceh, Editor: T.A. Sanny)
4
Y. Tanioka, E.L. Geist and N.T. Puspito (Editors, 2006): “The 2004 Great Sumatra Earthquake and Tsunami”, Special Edition, Journal Earth, Planets and Space.
5
I. Suhardi, N.T. Puspito dan S.Y. Warsono (Editor, 2005): ”Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia”, Buku Peringatan Satu Tahun
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
68
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
69
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
CURRICULUM VITAE
: ANTONIUS NANANG
Nama
TYASBUDI PUSPITO Tmpt. & tgl. lahir : Probolinggo, 2 Juli 1960 Nama Isteri
: Budiningsih
Nama Anak
: 1. Budiningtyas Puspito 2. Andini Ratnaningtyas Puspito 3. Hana Apsariningtyas Puspito
Alamat Kantor
: KK Geofisika Global, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM), ITB
RIWAYAT PENDIDIKAN: •
1990 – 1993 :
Doktor, Seismologi, University of Tokyo, Jepang
•
1988 – 1990 :
Master, Seismologi, Hirosaki University, Jepang
•
1979 – 1984 :
Sarjana, Geofisika, ITB
RIWAYAT JABATAN FUNGSIONAL: •
1 Jan 2010 :
Guru Besar bidang Seismologi, FTTM – ITB
•
2006 – 2009 :
Lektor Kepala, FTTM – ITB
•
2001 – 2006 :
Lektor Kepala (inpassing 1 Januari 2001), FIKTM – ITB
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
70
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
•
1999 – 2001 :
Lektor, FIKTM – ITB
•
1997 – 1999 :
Lektor Madya, FMIPA – ITB
•
1995 – 1997 :
Lektor Muda, FMIPA – ITB
•
1993 – 1995 :
Asisten Ahli, FMIPA – ITB
•
1986 – 1992 :
Asisten Ahli Madya, FMIPA – ITB
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
71
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
RIWAYAT PENUGASAN DI LINGKUNGAN ITB: •
2010
:
•
2007 – skrg :
Ketua Tim Penyusun Renstra FTTM 2011 – 2015 Ketua Komisi Penegakan Norma Kemahasiswaan
•
1997 - 1999 :
Penelitian Hibah Bersaing VI, Dikti
•
1996 – 1998 :
Riset Unggulan Terpadu V, KRT
•
1994 – 1996 :
Penelitian Hibah Bersaing III, Dikti
ITB • •
2005 – 2010 : 2003 – 2006 :
Deputi Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan dan
MATA KULIAH YANG DIAJARKAN (saat ini):
Alumni
Program Sarjana
Koordinator KAGI21, Kerjasama ITB – Kyoto
•
KU-4079
Pendidikan Anti Korupsi
University
•
TG-3222
Geodinamika
•
2001 – 2007 :
Kepala Laboratorium Seismologi, FIKTM, FTTM
•
TG-4116
Komunikasi Geofisika
•
2001 – 2005 :
Ketua Program Studi Geofisika, FIKTM
•
TG-5124
Mitigasi Bencana
•
2001 – 2002 :
Asisten Bidang Umum, Ketua Lembaga Penelitian
Program Magister
ITB •
1996 – 2001 :
Sekretaris bidang Kemahasiswaan, Jurusan
•
SB-6134
Manajemen Bencana Kebumian
•
SB-6135
Seismologi Lanjut
Geofisika dan Meteorologi, FMIPA (1996 – 1998) dan FIKTM (1998 – 2001)
Program Doktor
•
1995 – 2000 :
Kepala Laboratorium Seismotektonik, FMIPA
•
SB-7032
Seismologi Global
•
1995 – 1998 :
Ketua Kelompok Bidang Keahlian Geofisika,
•
SB-7034
Fisika dan Struktur Interior Bumi
Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA •
1994 – 1996 :
Dosen Pembimbing Kemahasiswaan, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA
KEANGGOTAAN DALAM ORGANISASI PROFESI •
1993 - :
Anggota biasa Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)
RIWAYAT PENELITIAN (sebagai Peneliti Utama) •
2009 - 2010 :
•
Anggota biasa Himpunan Seismologi Jepang (Zisingakkai)
Hibah Kompetitif Penelitian Strategis Nasional, •
Dikti :
1990 - : 1990 - :
Anggota biasa American Geophysical Union (AGU)
•
2006
Riset Fakultas, ITB
•
2005 - 2006 :
Penelitian Hibah Bersaing XII, Dikti
ORGANISASI OLAH RAGA/RISET/ALUMNI ITB
•
2001 - 2002 :
Overseas Research Grant, the Asahi Glass
•
2007 – skrg :
Wakil Sekretaris Jenderal PP Ikatan Alumni ITB
Foundation Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
72
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
73
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
•
2002 – 2007 :
Ketua Departemen Kelembagaan PP Ikatan Alumni ITB
•
2002 – 2007 :
Wakil Ketua Dewan Riset Daerah Jawa Barat
•
2002 – 2006 :
Wakil Sekretaris Umum KONI Jawa Barat
PENGHARGAAN DAN SEJENISNYA •
2007
Satya Lencana Karya Satya 20 tahun, Pemerintah RI
•
2006
Research Fellowhip, Hirosaki University, Jepang
•
2003
Research Fellowship, Port and Harbour Res. Inst., Jepang
•
2000
Research Fellowship, the Ministry of Education, Jepang
•
1999
Research Fellowship, the Hitachi Foundation, Jepang
•
1997
Satya Lencana Karya Satya 10 tahun, Pemerintah RI
•
1996
Dosen Teladan 3 FMIPA ITB
•
1996
Insentif Publikasi Internasional dari Dikti
•
1993
Presenter Favorit pada PIT HAGI 1993
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
74
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
75
Prof. Nanang T. Puspito 25 Juni 2010