ISSN : 2087-0795
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
37
ISSN : 2087-0795
PENDAHULUAN
telah
menjadi
warisan
budaya
besar dunia (Harmanto, 2009: 2). A. Latar Belakang Masalah
Perlu diketahui bahwa keberadaan
Benda-benda budaya yang
keris yang begitu menyebar hampir
merupakan karya seni di Jawa di
ke seluruh kawasan Asia Tenggara
samping
estetika
tersebut tidak lepas dari peran
tinggi, juga memiliki daya magis
masyarakat pendukungnya, hal itu,
telah
mengindikasikan
memiliki
banyak
nilai
dijumpai
dalam
bahwa
setiap
kehidupan masyarakat, baik yang
karya seni sedikit-banyak mencer-
masuk dalam wilayah seni per-
minkan setting masyarakat tempat
tunjukan maupun dalam wilayah
seni itu diciptakan. Artinya bahwa
seni rupa dan baik yang bersifat
suatu budaya akan tetap eksis dan
tangible maupun yang intengible,
berkembang dalam suatu masya-
yang mana dalam eksistensinya
rakat tertentu apabila budaya ter-
telah diyakini dan dipercaya akan
sebut masih bisa diterima oleh
hal itu. Banyak kemajuan seni dari
masyarakatnya. Sejalan uraian ter-
suatu obyek yang akan mulai Nam-
sebut walaupun telah mengalami
pak ada nilai kemajuan seni yang
pasang-surut, peran keberadaan
tinggi dan memiliki kedalaman nilai
ke-ris dalam masyarakat khusus-
arti magis. Oleh karena saking ba-
nya Jawa hingga sekarang masih
nyaknya benda-benda seni yang
dibutuhkan dalam kehidupan se-
berada di Masyarakat tersebut,
hari-hari terutama pada upacara tra
maka sesuai latar-belakang pendi-
-disi Jawa.
dikan penulis, kajian ini dipersempit
Keris adalah merupakan kar-
menjadi seni rupa yang lebih di-
ya besar budaya Indonesia yang
spesifik lagi dalam seni kriya yakni
layak sejajar dengan karya master-
salah satunya adalah karya seni
piece dari seluruh dunia. Kekayaan
kriya
bernama
budaya bangsa Indonesia memang
keris. Keris sebagai benda hasil
beraneka ragam bentuk dan me-
karya seni di Jawa memiliki bentuk
miliki ciri khas masing-masing, hal
yang sangat unik. Eksitensi keris
ini dapat dilihat dari keberadaan di
tidak terlepas dari tukang pande
setiap daerah-daerah yang pasti
besi (empu keris). Popularitas keris
mempunyai budaya lokal
tidak hanya di pulau Jawa, tetapi
cenderung bernuansa etnik, ada
38
tradisional
yang
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
yang
ISSN : 2087-0795
yang bersifat bendawi dan tan ben-
selatan), Jakarta, Kalimantan, dan
dawi, dan dari beberapa budaya
Bali. Hal tersebut diyakini oleh
tersebut salah satunya adalah keris
Subandi1 bahwa: walaupun ada se-
yang merupakan warisan budaya
dikit perubahan dan perkembangan
nenek moyang kita yang memiliki
mengenai teknik yang digunakan
nilai adiluhung.
dalam proses pembuatannya tetapi
Keris adalah jenis senjata
kadangkala masih ada beberapa di
pendek dan berbentuk unik dari
antara para empu yang melakukan
kebangsaan melayu yang diguna-
proses pembuatan keris dengan
kan sejak melebihi 600 tahun lalu.
membaca mantera dan doa serta
Keris sejak dahulu berkembang di
puasa selama melakukan pembuat-
kawasan kependudukan
melayu:
an keris. Keris tergolong jenis
seperti, Indonesia, Malaysia, Thai-
senjata tikam, keris dibuat bukan
land, Singapura, Pilipina dan Bru-
semata-mata
nai. Keris digunakan untuk per-
keris juga lebih bersifat sebagai
tahanan diri (misalnya sewaktu ber-
senjata dalam pengertian simbolik.
perang) dan sebagai alat kebesar-
Karenanya keris juga dianggap me-
an raja. Senjata ini juga merupakan
miliki kekuatan gaib, pendek kata
lambang kedaulatan orang melayu
keris dapat dimanfaatkan tuahnya,
(Harsrinuksmo Bambang, 2009 :
sehingga memberikan bantuan ke-
14).
selamatan Keris adalah salah satu jenis
untuk
bagi
membunuh,
pemiliknya
dan
orang disekitarnya.
senjata tikam tradisional Indonesia,
Kaitanya dengan budaya lain
yang berbentuk pendek dan unik,
selain berfungsi senjata, keris juga
yang hingga kini budaya keris ma-
merupakan salah satu kelengkapan
sih berlangsung secara tradisional
pakaian adat, juga sebagai benda
antara lain: Yogyakarta, Surakarta, Madura, Luwu, TMII Jakarta, Kelantan (Malaysia) dan di Bandar Sri Begawan. Pada zaman sekarang aktivitas budaya pembuatan keris masih berlangsung secara tradisional, seperti di daerah Yogyakarta,
1
Subandi : Seorang praktisi keris yang pernah belajar kepada seorang Empu Pangarso Sukadgo dan Empu Djeno Harumbrodjo, yang hingga sekarang masih eksis melakukan kekaryaan hingga mendapat gelar KRT (Kanjeng Raden Temenggung) dari kraton Surakarta hadiningrat.
Surakarta, Madura, Luwu (Sulawesi Vol. 7, No. 1, Juli 2015
39
ISSN : 2087-0795
upacara,
sebagai
atribut
suatu
an sosial masyarakat Jawa.
jabatan tertentu, sebagai lambang dari kekuasaan tertentu dan se-
B. Rumusan Masalah
bagai wakil atau utusan pribadi
Keris merupakan karya seni
pemiliknya. Pada Upacara-upacara
artistik-estettik, yang memiliki ben-
adat di Sumatra, Kalimantan, Jawa,
tuk disamping unik dan mengan-
Bali, Madura, Sulawesi dan lain-lain
=dung nilai simbolis juga memiliki
di daerah Nusantara Indonesia,
nilai artistik dan estetik yang tinggi
selalu kita jumpai orang menge-
dalam segala tampilannya. Keris
nakan keris (Bambang Harsrinuks-
hingga sekarang masih memiliki
mo, 1986: 15 )
peran yang signifikan di dalam ke-
Menurut pandangan hidup ne-
hidupan budaya masyarakat ter-
nek moyang kita, Turangga wisma
utama Jawa. Hal tersebut tidak ter-
wanita kukila belum sempurna, jika
lepas dari-pada nilai-nilai di dalam-
tidak dilengkapi dengan curiga,
nya, baik secara
atau keris. Di Keraton ada hari-hari
fungsi dan maknanya, sehingga da-
tertentu
untuk
lam kajian bentuk visualnya, mun-
membersihkan keris (Soewito San-
cul berbagai masalah yang terkait
tosa, 1990: 59). Masyarakat Jawa
dengan aspek keberadaannya.
yang
digunakan
bentuk maupun
beranggapan fungsi keris selalu di-
Oleh karena dalam kajian ini
kaitkan dengan dengan norma dan
kami mencoba merumuskan: Ba-
tata cara adat ke daerahan, keris
gaimana peranan keris dalam ke-
dipakai sebagai ukuran kesopanan
hidupan sosial dan pandangan ser-
dalam tata cara berbusana Jawa.
ta apresiasi masyarakat Jawa.
Bentuk dan kelengkapannya juga digunakan sebagai tanda eksistensi
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
sosial masyarakat sebagai penan-
Penelitian tentang keberada-
da
sosial
an keris dalam kehidupan sosial
pemakainya. Dari sedikit uraian ter-
masyarakat Jawa ini, memiliki tu-
sebut, maka penulis tertarik untuk
juan untuk memperoleh gambaran
menulis sebuah kajian terhadap
tentang keberadaan keris dalam
keberadaan keris dalam masyara-
kehidupan sosial masyarakat Jawa
kat pendukungnya dengan tema:
yang meliputi fungsinya dalam ke-
fenomena keris terhadap kehidup-
hidupan bermasyarakat dan apre-
40
mengenali
kelompok
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
ISSN : 2087-0795
siasi masyarakat terhadap keris ter
serta tindakan berpola dari manusia
sebut.
dalam masyarakat terhadap benda-
Kemudian berdasarkan data-
benda hasil karya manusia. Kuntja-
data tersebut selanjutnya akan di-
raningrat menyebut pula adanya
analisis secara ilmiah, yang di-
tujuh unsur kebudayaan universal,
harapkan memiliki manfaat mem-
yaitu sistem peralatan dan perleng-
berikan pengetahuan dan gambar-
kapan hidup/teknologi, sistem mata
an pada masyarakat umum tentang
pencaharian,
keberadaan keris. Serta memberi
katan/ organisasi sosial, bahasa,
pengetahuan tentang bentuk visual
kesenian, sistem pengetahuan dan
dan fungsi serta nilai-nilai yang ter-
sistem religi (Kuntjaraningrat, 1999:
kandung dalam keris secara umum.
203 ).
sistem
kemasyara-
Sebuah karya seni (termasuk D. Kerangka Teoritis
di dalamnya adalah keris) ada
Kebudayaan adalah hasil dari
karena seseorang menciptakannya,
pikiran akal budi manusia, atau hal-
dan seniman itu selalu berasal dan
hal bersangkutan dengan akal. Jika
hidup dari masyarakat tertentu.
dirangkum menjadi suatu definisi,
Kehidupan dalam masyarakat itu
budaya atau kebudayaan adalah
merup-akan kenyataan yang lang-
keseluruhan sistem gagasan tin-
sung dihadapi sebagai rangsangan
dakan dan hasil karya manusia,
atau pemicu kreativitas kesinam-
dalam rangka kehidupan masyara-
bungannya.
kat yang dijadikan milik diri manu-
Dalam menghadapi rangsang-
sia dengan belajar. Jadi apa yang
an penciptaannya, seniman mung-
ada di dalam dan di luar diri
kin sekedar saksi masyarakat, atau
manusia adalah kebudayaan, yang
bisa juga sebagai kritikus masya-
terasa ada meski tak berwujud dan
rakat, atau memberikan alternatif
yang hadir secara kongkret (S Joko
dari kehidupan masyarakatnya atau
Suryono, 2009: 19).
memberikan pandangan baru yang
Menurut Kuntjaraningrat, ke-
sama sekali asing dalam masyara-
budayaan di manapun, memiliki
katnya (Jakob Sumardjo, 2000:
tiga wujud, yakni suatu kompleks
233).
gagasan, nilai, norma, peraturan,
Karya seni memiliki keter-
adalah suatu kompleks aktivitas
kaitannya dengan pandangan ke-
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
41
ISSN : 2087-0795
lompok atau individu pada suatu
alami perubahan sesuai dengan
periode tertentu dan ditemukan di
perkembangan,
dalam tipe masyarakat yang mem-
kungan, dan peran masyarakatnya,
punyai pengalaman berbeda ten-
kemudian di sisi lain seni me-
tang tatahubungan dan emosi antar
rupakan kritik sosial yang sekaligus
insane, maka perlu dalam meng-
sebagai tuntunan yang dapat me-
ukur kedalaman kreasi imajinasinya
rubah pola pikir, pola ucapan, dan
berakar di dalam masyarakat, untuk
pola
mendefinisikan
dukungnya.
factor-faktor
baik
perilaku
perubahan
masyarakat
Nilai-nilai
ling-
pen-
kehidupan
dalam hubungannya dengan sikap
dan kritik social yang terkandung
seni yang tersirat dan tersurat,
dalam seni yang disampaikan oleh
maupun dalam hubungannya deng-
seniman lewat karya-karya yang di-
an fungsi yang diterapkan oleh seni
hadirkan, diharapkan dapat meru-
pada
tertentu
bah atau minimal mempengaruhi
(Jean Durignand, 2009: 48). Keber-
pola pikir, pola ucapan, dan pola
adaan seni dalam masyarakat Ja-
perilaku masyarakat pendukung-
wa di satu sisi , merupakan suatu
nya. Dalam konteks itulah, masya-
produk masyarakat ( Arnold Hauser
rakat
dalam T. Slamet Suparno, 2008: 2
Slamet Suparno, 2008: 2).
tipe
masyarakat
sebagai
produk
seni
(T.
). Menurut Jakob Sumardjo bahwa
Dari berbagai teori tersebut
seni dikatakan sebagai produk ma-
akan dikadikan sebagai landasan
syarakatnya adalah benar, sepan-
teori untuk mengungkap fenomena
jang dipahami bahwa karya seni
keberadaan keris terhadap kehi-
jenis tertentu itu diterima oleh
dupan sosial
masyarakatnya karena memenuhi
Jawa.
dalam masyarakat
fungsi seni dalam masyarakat tersebut (Jakob Sumardjo, 2000: 241).
E. Metode Penelitian
Keberadaan seni dalam ma-
Penelitian tentang keberada-
syarakat tidak terlepas dari konteks
an keris dalam masyarakat Jawa,
perubahan masyarakatnya dalam
adalah untuk menjelaskan suatu
berbagai aspek yang meliputi as-
fungsi keris dalam kehidupan sosial
pek ekonomi, politik dan sosial-
masyarakat Jawa. Oleh karena pe-
kultural. Masyarakat Jawa senan-
nelitian yang dilakukan akan lebih
tiasa akan berkembang dan meng-
menekankan pada data empiris
42
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
ISSN : 2087-0795
yang diperoleh dari lapangan, di
kamardikan, para pakar keris, dan
samping data putaka. Penelitian ini
para pecinta keris (Bawa-rasa to-
berusaha memahami peran sebuah
san Aji, Pasopati, Mertakerta, panji
keris dalam budaya masyarakat pa-
Nusantara dan SNKI). Wawancara
da
Berkaitan
yang dilakukan lebih bersifat ter-
dengan hal itu, penelitian tesis ini,
buka ini akan memberi peluang ke-
dilakukan di berbagai daerah di
leluasaan terhadap penggalian in-
pulau Jawa (Surakarta, Jogjakarta,
formasi dengan fokus-fokus ter-
dan sekitarnya), yang merupakan
tentu sehingga diperoleh informasi
centra kegiatan keris. Sehingga pe-
yang mendalam terkait dengan unit
nelitian ini memerlukan data-data
analisisnya.
zaman
sekarang.
lapangan maupun data pustaka
Wawancara Dengan
Sukad-
yang dapat dipertanggung-jawab-
no Purwoprojo seorang abdi dalem
kan secara ilmiah, untuk itu di-
kraton Surakarta yang menjadi ko-
perlukan langkah-langkah metodo-
ordinator Bawarasa Tosanaji mem-
loginya.
berikan data-data pembanding, ser-
Data yang bersumber dari lo-
ta pembentukan kembali organisasi
kasi penelitian menyangkut serang-
pencinta keris setelah cukup lama
kaian aktivitas perkerisan dan se-
terjadi kevakuman.
gala aspeknya menjadi sumber
Wawancara dengan Dharso-
data utama penelitian ini. Upaya
no untuk mendapatkan data ten-
untuk mendapatkan data tersebut
tang gambaran mengenai analisis
peneliti
pengamatan
bentuk dan fungsi keris dalam
langsung (HB Sutopo, 1986 : 56).
budaya Jawa. Wawancara dengan
Karena dengan melibatkan diri da-
para empu kamardikan seperti :
lam aktivitas budaya perkerisan,
Subandi, dan Joko Suryono men-
tentu akan memperoleh gambaran
dapatkan gambaran terkait teknik,
mengenai peran keris dalam ke-
bentuk, fungsi, gaya, dan proporsi
hidupan sosial masyarakat pen-
bilah.
melakukan
dukungnya .
Sementara metode dokumen-
Wawancara dilakukan pada
tasi
yang
melaluinya
diperoleh
informan yang dipandang memiliki
dokumen-dokumen
kompetensi dan memahami per-
tertulis maupun data visual di-
masalahan studi, seperti para empu
upayakan menjadi bahan analisis
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
penting
baik
43
ISSN : 2087-0795
dan media penjelas dalam meng-
kum melalui tiga fakta yaitu peng-
urai fenomena yang hendak di-
amatan di lapangan, studi pustaka,
telaah. Media perekaman yang di-
dan hasil wawancara.
gunakan untuk merekam berbagai
Model analisa data ini akan
peristiwa budaya perkerisan adalah
dipergunakan untuk menguraikan
teknik fotografi.
masalah yang terkait dari ber-
Dalam rangka memperjelas
macam-macam fakta yang sudah
detail gambar apabila gambar foto
terkumpul kemudian diuraikan dan
tidak dapat memberikan penjelasan
dari unsur-unsur masalah yang
secara sempurna, maka akan
di-
sangat erat hubungannya dengan
lakukan dengan pembuatan ilus-
pokok bahasan yang dijelaskan, di-
trasi realistik atau grafik agar dapat
kaitkan sehingga merupakan suatu
lebih menjelaskan permasalahan-
uraian yang lebih menjelaskan po-
nya.
kok persoalan. Model analisa data Validatasi data yang diperoleh
akan diuji dengan teknik triang-
tersebut adalah analisa data interaktif.
gulasi. Trianggulasi data mengarahkan penelitian untuk mengPEMBAHASAN
gunakan beberapa data sejenis sebagai pembanding dengan de-
A. Fenomena Keris dalam Masyarakat
mikian data yang satu bisa lebih teruji jika dibanding dengan data
Keris sebagai benda seni me-
sejenis yang diperoleh dari sumber
rupakan hasil dari sistem gagasan,
lain, sedangkan teknik trianggulasi
tindakan, dan hasil karya manusia
metode
dalam rangka kehidupan masya-
dilakukan
dengan
cara
membandingkan data sejenis deng-
rakat. Hasil karya seni yang
ber-
an pengumpulan data yang ber-
kaitan dengan sistem simbol, yaitu
beda ( HB Sutopo, 1986: 71-72 ).
merupakan acuan dan pedoman
dilakukan
bagi kehidupan masyarakat dan
secara simultan, berjalan seiring
sebagai sistem simbol, pemberian
dengan pengumpulan data-data la-
makna, model yang ditransmisikan
pangan, dan menyajikannya dalam
melalui kode-kode simbolik. Kreasi
bentuk laporan penelitian. Analisa
seni dalam berbagai bentuknya
tafsir dalam penelitian ini dirang-
tidak pernah dapat direduksi pada
Analisa
44
data
ini
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
ISSN : 2087-0795
pemahaman kita saat ini dan juga
cukup apresiatif. Seni populer rata-
pada elemen-elemennya tertentu
rata memiliki nilai baku yang kon-
yang secara arbitrer dipilih dari
vensional, mempunyai nilai penge-
periode masa lalu. Lebih tepatnya,
tahuan yang baku dan logika di-
kita tidak bisa memisahkan imaji-
pentingkan, ketiga yakni masyara-
nasi dari pengaruh umum yang aktif
kat seni massa, adalah masyarakat
pada saat karya seni itu diciptakan,
campur-aduk yang rata-rata ber-
karena tidaklah mungkin melepas-
pendidikan rendah dan menengah,
kan imajinasi dari realitas social-
selera seni mereka dilayani oleh
nya. Kita hanya dapat menetapkan
produk masa seperti radio, televisi
arah di mana ekspresi seni khusus
dan video, dan yang terakhir ada-
yang berakar di dalam masyarakat
lah masyarakat
dengan menganalisa semua simbol
spontanitas, kejujuran, kepolosan
-simbol sosial yang dikristalkan di
dan kesederhanaan dijunjung ting-
dalamnya dan yang pada gilirannya
gi, karya seni ini awalnya bersifat
mengkristal dalam perkembangan-
individual, tetapi lantas menjadi mi-
nya ( Jean Durignand, 2009: 48 ).
lik masyarakatnya, diubah, ditam-
seni rakyat, nilai
Seorang ahli sosiologi seni
bah, dikembangkan dan di bentuk
Jerman, Arnold Hauser, dengan
menjadi format yang diakui sebagai
jelas membagi masyarakat seni
seni oleh masyarakat rakyat ini (
mereka menjadi empat golongan
Jakob Sumardjo, 2000: 230-232 ).
besar, antara lain; pertama, masya-
Demikian juga Arnold Hauser men-
rakat budaya seni budaya elit yakni
jelaskan bahwa perubahan sosial di
para bangsawan, pejabat keraton
sebuah wilayah akan menghasilkan
dan sejenisnya, biasanya golongan
gaya seni yang khas, sesuai deng-
ini memiliki tuntutan agar seni
an bentuk masyarakat pada waktu
memiliki nilai estetik yang tinggi,
itu ( T Slamet Suparno, 2008: 4 ).
kedua
adalah
masyarakat
seni
Sejalan dengan uraian diatas
populer, golongan ini anggotanya
bahwa termasuk di dalamnya ada-
adalah kaum terpelajar juga, hanya
lah karya-karya seni rupa tradisio-
saja kebanyakan menjunjung tinggi
nal yang sejak dahulu selalu ber-
nilai
otak
singgungan dengan aktivitas ke-
mereka cerdas, sikap mereka pro-
hidupan masyarakat, salah satu
fessional dan selera seni mereka
karya seni tersebut adalah keris.
professional
mereka,
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
45
ISSN : 2087-0795
keris sebagai hasil karya seni anak
daya induk, yaitu “sangkan pa-
bangsa merupakan karya manusia
raning dumadi” (lihat: Geertz 1981:
yang akrab dengan masyarakatnya.
X-XII).
Bahkan keris mampu memberikan
Kelahiran dan atau keberada-
nilai dan citra simbolik yang diyakini
an karena adanya hubungan antara
oleh masyarakat sebagai satu ben-
manusia dengan Tuhannya melalui
tuk kebudayaan yang adiluhung
proses kelahiran, hidup dan men-
(klasik) (Dharsono, 2007: 6).
dapatkan kehidupan, yang semua-
Walaupun tidak sekentara se-
nya terjadi oleh adanya sebab dan
perti seni pertunjukan yang begitu
akibat. Geertz mengkaitkannya per-
Nampak jelas peran dalam peng-
soalan tersebut dengan beberapa
aruhnya dalam masyarakat, yang
pemakaian istilah dalam
dengan mudah dan banyak sebagai
Jawa yang berintikan pada prinsip
contohnya, namun apabila dikaji
utama yang dinamakan “sangkan
secara teliti ternyata karya seni
paraning dumadi”2. Konsep ter-
keris, juga dapat dikatakan memiliki
sebut dalam budaya Jawa dikenal
pengaruh dalam kehidupan masya-
dengan istilah nunggak semi3.
rakat yang sedikit-banyak memberi
Agama
Keris sebagai artefak budaya
peran dalam perubahan pranata sosial masyarakat. 2
B. Fenomena Keris sebagai Benda Artefak Benda artefak “Keris” sebagai peninggalan kebudayaan yang terdapat diberbagai wilayah dan berkembang sesuai dengan falsafah dan
pandangan
masyarakatnya.
Pandangan orang Jawa dalam melihat, memahami, dan berperilaku juga berorientasi terhadap budaya sumber. “Proses budaya Jawa selaras dengan dinamika masyarakat yang mengacu pada konsep bu46
Munculnya istilah Agama Jawa yang diartikan sebagai pemujaan leluhur (Clifford 1981), telah diluruskan oleh Harsja Bachtiar, berdasarkan penelitian Orang Jawa di Suriname (1976), bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan agama Jawa bukanlah agama pemujaan leluhur, melainkan berintikan pada prinsip utama yang dinamakan : sangkan paraning dumadi. Permasalahan yang penting, Clifford Geertz ataupun Harsja Bachtiar mampu memberikan informasi tentang sistim religious dalam kehidupan social Jawa dalam peta kehidupan budaya berkaitan dengan hubungan antara struktur social yang ada dalam masyarakat, hubungan antar system pengorganisasian dan perwujudan symbol-simbol (1981: X-XII), (Dalam Dharsono, Estetika, Bandung: Rekaya Sains:2007), hlm. 115. 3 Nunggak semi dapat di artikan sebagai satu pertumbuhan dari budaya induknya (tunggaknya), suatu proses pertumbuhan dari sebuah perilaku budaya, maka pada fase tertentu masih mengacu pada budaya induknya (babon).
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
ISSN : 2087-0795
merupakan ekspresi kebudayaan,
lam bahasa Jawa dikenal dengan
dinyatakan oleh RM. Susanto; hasil
istilah alon-alon waton kelakon.
kebudayaan yang direpresentasi-
Sistem Perubahan tersebut sesuai
kan sebagai artefak dalam bentuk
pandangan hidup orang Jawa yang
pusaka
menekankan
budaya ataupun guratan
ketentraman
batin,
dalam bentuk gambar-gambar pada
Niels-Mulder menyatakan: Pandang
relief atau kain secara simbolis.
-an yang menekankan pada ke-
Dimensi
pelukisan
pohon
tentraman batin, keselarasan dan
dalam kehidupan manusia banyak
keseimbangan, dibarengi dengan si
memegang peranan penting, baik
-kap narima terhadap segala pe-
dalam kehidupan sosial maupun
ristiwa yang terjadi, sambil menem-
kehidupan beragama. Suatu proses
patkan individu di bawah masyara-
perubahan dari sebuah perilaku
kat dan masyarakat di bawah alam
budaya, maka pada fase tertentu
semesta (hubungan kosmos).
masih mengacu pada budaya sum-
Barang siapa hidup selaras
ber atau induknya (Baker, AA, 1987
dengan dirinya sendiri, akan se-
:296).
laras dengan masyarakatnya, maka Fenomena keris; keris se-
hidup selaras juga dengan Tuhan-
bagai artefak budaya, keris sebagai
nya dan
mampu menjalankan hi-
ekspresi budaya tidak akan ter-
dup yang benar (Niels-Mulder 1984
lepaskan dengan sistem budaya
:13).
masyarakatnya. Keris sebagai art-
Pendapat tersebut memberi
efak dan sebagai ekspresi budaya
gambaran tentang pandangan ma-
tidak akan lepas dari pandangan
syarakat; yang mengacu pada ke-
masyarakat pendukungnya.
selarasan hubungan yang tak ter-
Pandangan mayarakat Jawa
pisahkan antara dirinya, lingkungan
tidak dapat dipisahkan terhadap
(masyarakat), lingkungan alam se-
perkembangan dan sistem budaya-
mesta, dan hubungannya dengan
nya. Pendapat Niels Mulder (1984)
Tuhannya. Selanjutnya Niel Mulder
berkaitan dengan perkembangan
menyatakan bahwa masyarakat Ja-
dan sistem budaya masyarakat,
wa mempunyai paugeran (aturan
memberi pernyataan bahwa ke-
adat), yang mengacu pada ajaran
budayaan berkembang bersifat ber
budaya yang tertulis dan tak ter-
-kelanjutan dan ajeg (continue) da-
tulis. Kehidupan di dunia, kehidup-
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
47
ISSN : 2087-0795
an dalam masyarakat, sudah di-
kehidupan dengan dua macam ja-
petakan dan tertulis dalam ma-
gad, yaitu jagad besar (makro
cam-macam peraturan, seperti kai-
kosmos) dan jagad kecil-(mikro
dah-kaidah adat etika Jawa (tata
kosmos). Makrokosmos adalah ja-
krama), yang mengatur kelakuan
gad besar yang mencakup semua
antar manusia, kaidah-kaidah adat,
lingkungan tempat seseorang hi-
yang mengatur keselarasan dalam
dup, sedangkan mikrokosmos (ja-
masyarakat,
beribadat
gad cilik) adalah diri dan batin
yang mengatur hubungan formal
manusia itu sendiri. Secara vertikal
dengan Tuhan dan kaidah-kaidah
mengatur hubungan antara batin
moril
sikap
kita (mikrokosmos) dengan Tuhan-
narima (menerima sesuai dengan
nya dan secara horisontal meng-
aturan yang berlaku), sabar, was-
atur hubungan antara batin kita (mi-
pada-eling (mawas-diri), andap a-
krokosmos) dan lingkungan alam
sor
semesta
peraturan
yang
menekankan
(rendah
hati)
dan
prasaja
(makrokosmos)
(Dhar-
(sahaja) dan yang mengatur do-
sono, 2007: 117). Fenomena “Ke-
rongan-dorongan dan emosi-emosi
ris” sebagai benda artefak, eksis-
pribadi
1984:13).
tensinya tak lepas dari ikatan sis-
memberikan
tem kebudayaan, maka keris tegak
konotasi tentang pandangan hidup
ditengah masyarakatnya dan di-
masyarakat untuk mengatur dirinya
yakini sebagai fenomena yang di-
dalam satu ikatan nilai kultural,
bentuk masyarakatnya lewat ruang
antara dirinya dengan masyarakat
dan waktu.
(Niels
Pendapat
Mulder
Mulder
(antar manusia), keselarasan hubungan dengan masyarakat (termasuk alam sekitar), mengatur untuk beribadah dan taat dengan Tuhannya (sikap manembah).
C. Fenomena Keris dalam Cerita Masyarakat (Rakyat) Keberadaan keris dalam realitas masyarakat yang hingga saat
Keselarasan hubungan ter-
ini masih memiliki peran penting
sebut dalam falsafah jawa disebut
dalam kehidupan masyarakat khu-
sebagai hubungan hubungan ver-
susnya Jawa, sebenarnya karena
tikal-horisontal antara jagad besar
dikenal dengan metode cerita (le-
dan jagad kecil. Falsafah Jawa
genda) yang bernuansa mythos
menggambarkan hubungan sistem
yang didalamnya sarat dengan hal-
48
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
ISSN : 2087-0795
hal yang berbau gaib. Pandangan
membalas dendam terhadap Gatut-
sebagian masyarakat (Jawa) ter-
kaca 5.
hadap keris akan selalu berkaitkan
Pada cerita sejarah, ada keris
dengan soal gaib dan berhubungan
yang berhubungan dengan ber-
erat dengan keyakinan (kepercaya-
dirinya suatu kerajaan, misalnya
an) mereka. Namun kemampuan
“Keris Empu Gandring” yang di-
untuk menafsirkan “kegaiban” pada
pesan oleh Ken Arok akhirnya
setiap keris sangat beragam.
untuk membunuh Akuwu Tunggul
Menurut
Darsono
4
bahwa
Ametung dari Tumapel; setelah
berdasarkan cerita mithos; keris
berhasil Ken Arok mendirikan Ke-
berasal dari pemberian Dewa tanpa
rajaan Singasari. Cerita ini terdapat
diketahui
dalam
pembuatnya;
misalnya
Kitab
Pararaton
(Isaac
keris Pasupati dalam pewayangan
Groneman, 1910: 189 ). Dan masih
diberikan oleh dewa kepada Har-
banyak cerita lain mengenai asal-
juna karena membunuh raksasa
usul keris serta perkembangannya
Newatakawaca yang menyerang
dari masa ke masa dapat dilihat
khayangan (lkitab Arjunavivaha).
dalam buku-buku yang berkaitan
Ada keris yang terjadi dari taring
dengan perkerisan.
Batara Kala dan bernama Keris Kaladete,
keris
yang
Fenomena keris di atas dalam
kemudian
cerita mithos, cerita sejarah dan
dimiliki oleh Adipati Karna. Cerita
cerita rakyat dan bahkan mungkin
semacam itu banyak diambil dari
cerita-cerita yang lain seolah mem-
situs
dalam
punyai kekuatan diluar kemampuan
cerita Arjunavivaha tersebut digam-
manusia (kekuatan gaib). Bahkan
barkan sebagai hadiah Dewa ka-
ada
rena mampu mengalahkan raksasa
mampu menghilang dan datang
Newatakawaca dan membawa ke-
dan kembali ke asalnya (Dewa),
tenangan khayangan Demikian ju-
dan atau pindah ke lain pemilik
ga dengan keris Kaladete diberikan
sesuai kehendaknya. Ini kemudian
oleh
diyakini oleh sebagian masyarakat
Mahabarata.
Keris
Batara Kala, karena ingin
cerita
tentang
keris
yang
karena fenomena gaib atau mem4
. Dharsono adalah seorang guru besar bidang estetika nusantara di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Surakarta
5
. Wawancara dengan Prof Dharsono tentang fungsi keberadaan keris dalam masyarakat Jawa ( agustus 2014 )
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
49
ISSN : 2087-0795
punyai kekuatan diluar kekuatan
syarakat Jawa. Keyakinan-keyakin-
manusia.
Yang
an itu menghantarkan keris sebagai
persoalan
bukan
menjadi isi
pokok
cerita
itu,
kebenaran cerita itu, atau betulkah
artefak yang mampu bertahan sebagai pusaka.
keris punya kekuatan gaib. Yang sangat penting adalah Fenomena keris lewat cerita di atas mem-
D. Fenomena Keris dalam Perspektif Fungsi dalam Masyarakat
punyai kekuatan yang dasyat dan mampu membentuk image masya-
Fenomena
dalam
perkem-
rakat tentang keberadaan keris.
bangan dan perubahan peradaban
Cerita-cerita tersebut mampu mem-
bangsa termasuk di dalamnya ma-
bentuk opini masyarakat untuk dan
syrakat Jawa, juga mempengaruhi
mampu
benda
perubahan fungsi infrastruktur yang
artefak (keris), sekaligus mengan-
ada, termasuk di dalamnya adalah
tarkan keris sebagai warisan bang-
benda-benda artefak juga meng-
sa. Keris sebagai ekspresi seni
alami pergeseran dari fungsinya.
nusantara mampu dilestarikan ke-
Hal tersebut menyangkut benda
beradaannya, lewat fenomena ce-
seni Keris. Fungsi Keris bukan lagi
rita-cerita dan kemudian mampu
sekedar sebagai senjata tetapi me-
memberikan wacana kepada ma-
rupakan fenomena dalam rangka
syarakat sebagai keyakinan. Ke-
membangun pilar-pilar kebudayaan
yakinan terhadap keris sebagai
Keris yang konon sebagai senjata
benda pusaka yang dikeramatkan,
tikam, kemudian keris digunakan
maka seolah ada kewajiban masya-
para
rakat untuk merawatanya. Itu me-
keraton sebagai senjata sekaligus
rupakan bukti daya tahan kebuda-
sebagai lambang status dalam tata
yaan dalam masyarakat .6
busana di dalam keraton. Bahkan
mempertahankan
Fenomena keris sebagai ke-
prajurit
dan
pengageng
keris juga dipakai sebagai pe-
yakinan masyarakat itu lahir dan
lengkap
upacara dilingkungan Is-
berkembang di semua individu ma-
tana dan keris secara syah menjadi lambang pengagungan dan status kebangsawanan. Sebuah pepatah
6
. Wawncara dengan Soegeng TM,
seorang dosen seni rupa di Fakultas Seni Rupa dan Desain di Universitas Sahid Surakarta ( Agustus 2014 )
50
kita berkata : “ba’bujang jolong berkeris”, adakalanya seorang mem-
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
ISSN : 2087-0795
pelai putri dipertemukan dengan
mengacu pada fenomena keraton
sebilah keris, karena si mempelai
sebagai
lelaki berhalangan melangsungkan
agungan. Sehingga berbicara “ke-
upacara, disebabkan tugas (pe-
ris” tidak akan lepas dari keraton
rang, misalnya).
sebagai pusat kebudayaan. Itulah
Menurut
budaya
peng-
hidup
mengapa pemakaian keris pada
eyang-eyang kita, Turonggo wismo
uapacara-upacara hajatan yang di-
wanita kukilo belum sempurna, jika
selenggarakan oleh masyarakat te-
tidak dilengkapi dengan Curigo,
tap mengacu ke dalam Keraton se-
(keris). Di Keraton ada hari-hari
bagai sumber budaya pengagung-
tertentu
an ( S.Joko Suryono, 2009: 124)
yang
pandangan
sumber
digunakan
untuk
membersihkan keris (Soewito Santosa, 1990: 59 ). Semua itu menunjukkan be-
E. Fenomena Keris sebagai Seni Komuditas
tapa pentingnya kedudukan keris
Seni rakyat dengan berbagai
dalam kebudayaan kita, sehingga
ragam bentuk dan ragam budaya
bukan suatu keanehan jika orang
daerah yang merupakan kekayaan
sampai memberi honorific Kanjeng
bumi nusantara diancam eksis-
Kyai
tensinya
dengan
segala
preceance
oleh
rekayasa
kultural
protocolnya. Diletakkan keris itu pa-
yang berkembang akibat perkem-
da tempatnya yang terhormat, di-
bangan teknologi dan informasi
pakai jika ada upacara-upacara
yang semakin global. Peningkatan
tertentu saja. Lambat laun benda
sumber daya manusia yang menitik
budaya itu berganti fungsi dari sen-
beratkan pada kekayaan daerah,
jata tajam menjadi perhiasan dan
mau tidak mau akan menoleh
pusaka.
terhadap ragam seni rakyat di
Perubahan pranata sosial ma-
daerah sebagai alternatif garap
syarakat, mengakibatkan perubah-
yang mengarah pada seni komodi-
an fungsi keris. Keris sebagai sen-
tas, itu tak mungkin dapat di-
jata tikam dan sekaligus sebagai
elakkan. Seni budaya tradisi yang
lambang status kebangsawanan di
tidak lepas dari ikatan nilai sosio-
lingkungan keraton mulai bergeser.
kultural (hubungan integral antara
Namun perlu dicatat bahwa per-
seni dan masyarakat), mulai
geseran keris tersebut di atas tetap
koyak oleh perkembangan jaman
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
ter-
51
ISSN : 2087-0795
lewat arus teknologi informasi.
Kebudayaan nasional yang
Kekentalan ikatan nilai ke-
bertitik tolak dari kebhinekaan dari
bersamaan yang membuahkan sa-
puncak budaya daerah, mencoba
tu bentuk budaya yang memiliki
memberi alternatif kemajuan yang
dan diyakini, akhirnya sedikit demi
secara progresif mengarah perkem-
sedikit bergeser. Ikatan nilai sosio-
bangan dunia. Bahkan dapat di-
kultural beralih ke dalam ikatan in-
katakan bahwa aset budaya nasio-
dividu-kultural. Orientasi
terhadap
nal mengarah pada kekuatan kon-
kepentingan sosial masyarakat ber-
servasi- progresif. Kekuatan ter-
alih atas kepentingan fungsional in
sebut akan membawa konsekuensi
-dividu. Keris (tosan Aji) yang dulu
logis adanya dua alternatif peles-
merupakan karya tradisi yang pu-
tarian; pelestarian preservatif dan
nya ikatan sosio-kultural kini ber-
konservatif. Dampak ini juga akan
geser oleh kepentingan individu kul
dihadapi oleh komunitas keris. Ke-
-tural. Keris sebagai benda artefak,
ris secara preservasi di simpan dan
dalam perkembangan selanjutnya
dirawat sebagai salah satu budaya
akan dihadapkan oleh dua kekuat-
kelangenan sebagai pusaka buda-
an; kekuatan Konservasi dan ke-
ya. Pelestarian konservasi merupa
kuatan progresi, kekuatan dimana
-kan pelestarian dengan mencoba
satu pihak untuk melestarikan satu
mengembangkan nilai sesuai deng-
pihak ingin maju. Pandangan Kon-
an pranata sosial masyarakat (Dhar
servasi menghendaki segala ke-
sono, 2007: 105 ).
kuatan budaya selalu berorientasi
Pengaruh
teknologi
dan
kepada masa lalu, sehingga ada
informasi dalam era globalisasi ini
benang emas yang menghubung-
akan mempengarui pertumbuhan
kan budaya kini dan budaya masa
dan perkembangan budaya daerah,
lalu tak terpisahkan oleh arus glo-
otomatis akan mempengarui kebu-
balisasi. Pandangan progresif me-
dayaan nasional yang mengacu pa-
hendaki adanya sebuah perubahan
da puncak budaya daerah. Kebuda-
yang mengarah pada modernisasi
yaan yang merupakan kekayaan
budaya 7 masyarakat Jawa ( Septembar 2014 ) 7
. Wawancara dengan Prof Dharsono tentang fungsi keberadaan keris dalam
52
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
ISSN : 2087-0795
budaya nasional mulai terancam
ka kurang lebuh sat abad yang lalu.
eksitensi dan essensinya. Keris
Di Amerika serikat pada akhir
sebagai kekuatan transenden dan
abad XIX, muncul dua kebudayaan
sebagai budaya keyakinan lokal
yang disebut sebagai “High culture”
pada masyarakat mulai tergeser
yang merupakan seni tradisional
pada
dan “Mass Culture” yang pada
kekuatan
ontologis
yang
mengarah pada kekuatan untuk
awalnya
menguasai dan mengolah budaya
hasil produksi pabrik pada waktu itu
lokal
alternatif
(Macdonald,tth). Mass culture ke-
(seni komuditas), dan keris dihadap
mudian dikembangkan dalam ben-
-kan pada pasar. Keris yang konon
tuk kesenian lewat; novel, cerpen,
sebagai lambang status kebang-
komik, cerita detektif dan seni yang
sawanan, kini dihadapkan oleh bu-
dikemas dalam mass-media; ma-
daya alternatif (budaya massa) se-
jalah, radio, televisi dan media seni
bagai salah satu alternatif peles-
rupa yang kemudian mereka sebut
tarian. Keris yang konon sebagai
dengan istilah populer art. Alasan
benda bertuah dan dikeramatkan,
historis
dirumat dan diyakini sebagai pu-
massa tersebut, karena adanya
saka. Kini keris merupakan benda
demokrasi politik dan pendidikan
alternatif seolah barang dagangan
populer mulai membabat dan meng
siap jual dan menunggu pembeli-
-geser monopoli kebudayaan
nya ( Dharsono, 2011: 75 ).
kelas atas (kebudayaan tradisi kla-
sebagai
budaya
merupakan
tumbuhnya
pemasaran
kebudayaan
tua
Dinamika budaya yang mun-
sik) saat itu. Usaha menemukan
cul pada dekade terakhir, apa bila
bisnis pasar yang menguntungkan
dikaitkan dengan perkembangan
dalam kebutuhan kebudayaan, le-
kesenian nampak adanya pergeser
wat kesadaran massa yang baru.
-an secara kultural. Pergeseran itu
Pemanfaatan kemajuan teknologi
akibat munculnya menejemen glo-
memungkinkan
bal dalam era globalisasi yang
produksi yang murah dari buku-
merambat masuk pada belahan
buku, majalah, gambar, musik dan
dunia ketiga. Permasalah seperti ini
perabotan lain, dalam jumlah yang
mengingatkan kita pada pergeser-
dapat mencukupi untuk memuas-
an budaya secara politik akibat ada
kan pasaran. Teknologi modern ju-
-nya pendidikan populer di Ameri-
ga menciptakan media baru seperti
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
terjadinya
hasil
53
ISSN : 2087-0795
bioskop dan televisi yang secara
dihadapkan pada alternatif membeli
khusus menyesuaikan dengan pro-
atau tidak. Fenomena “Keris” seba-
duksi massa dengan kekuatan dis-
gai budaya massa atau seni po-
tribusinya. Kekuatan tersebut mem-
puler di Indonesia, mulai terasa dan
bawa hubungan antara high culture
bahkan sudah menjadi trend di da-
dan mass culture tidak seperti daun
lam perkembangan bisnis keseni-
dan rantingnya tetapi lebih merupa-
an. Kesenian yang konon merupa-
kan daun dengan ulat.
kan satu kebudayaan yang punya
Secara essensial seni budaya
kekuatan spirutuil, nilai magis, se-
massa yang berkembang di barat
bagai satu hiburan dan sekaligus
tersebut kini merembes ke seluruh
sebagai tuntunan hidup yang di-
dunia, terutama pada saat muncul-
yakini kini mulai terkoyak eksistensi
nya urbanisasi akibat perkembang-
-nya. Seni rakyat mulai direkayasa
an industri di kota-kota besar ter-
sebagai satu bentuk kesenian yang
masuk di Indonesia. (Dharsono,
mengarah pada seni komuditas,
2011 : 76)
sebagai satu alternatif pemenuhan
Seni budaya masa yang se-
paket-paket pariwisata dengan satu
ring disebut seni populer, me-
atribut “Identitas budaya daerah”.
rupakan rekayasa budaya yang
Kesenian sebagai identitas budaya
berorientasi dari perluasan kon-
daerah, kesenian rakyat sebagai
tinuitas pada seni rakyat atau seni
aset budaya daerah, kesenian se-
yang berkembang dari masyarakat.
bagai aset budaya pariwisata yang
Seni rakyat berkembang dari arus
diharapkan akan menambah inkam
bawah, sedang populer art atau
perkapita diharapkan mampu me-
mass culture (budaya massa) ber-
nambah devisa negara akan men-
kembang sesuai dengan rekayasa
jadikan prospek seni yang meng-
klas atas. dikatakan demikian kare-
arah pada seni komoditas dan me-
na produk budaya massa di-buat
acu pada seni budaya massa.
oleh teknisi-teknisi yang disewa
Rekayasa
arus
atas akan
oleh para pengusaha; audiennya
mengancam eksestensi dan essen-
merupakan konsumen yang pasif,
si seni yang sudah lama ber-
partisipasinya bukan karena ada-
kembang di masyarakat. Ikatan ni-
nya ikatan nilai sosio-kultural seper-
lai sosio-kultural dari arus bawah
ti pada seni rakyat tetapi partisipan
akan digeser oleh rekayasa kultural
54
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
ISSN : 2087-0795
dalam berbagai alasan. Seni dijual
gai produk seni dalam masyarakat
sebagai
selalu
satu
rekayasa
kultural
mengalami
pasang-surut
komunitasnya. Kekokohan kekental
sesuai dengan perkembang-an dan
-an ikatan nilai sosio-kultural pada
perubahan paeradaban masyarakat
kesenian
high
pendukungnya, artinya dalam hal
culture
terancam oleh kerakusan
ini pendapat Arnold Hauser yang
mass
culture
mengatakan seni sebagai produk
tradisi
sebagai
yang
semakin
menjanjikan segala impian.
8
ber-
masyarakat dan masyarakat seba-
dasarkan pendapat tersebut sangat
gai produk seni dalam konteks keris
relevan dengan apa yang telah
juga selalu berubah, tetapi apabila
terjadi tentang peran keberadaan
dicermati,
keris terhadap
kehidupan sosial
tentang seni sebagai produk ma-
dalam masyarakat Jawa pada za-
syarAkat masih ada, karena me-
man sekarang.
nurut Jakob Sumardjo bahwa seni
sebenarnya
pendapat
sebagai produk masyarakat benar apabila seni tersebut masih diSIMPULAN
terima oleh masyarakat pendukung
Dari seluruh uraian tersebut,
-nya karena fungsi seni tersebut,
maka saya tutup dengan suatu
pada hal walaupun telah terjadi
kesimpulan yang kami rumuskan
pergeseran nilai tetapi pada dasar-
sebagai berikut:
nya
keris
masih
bisa
diterima
Pertama, keris sebagai pro-
masyarakat. Dan eksistensi keris bi
duk seni oleh masyarakat (Jawa),
-sa kita saksikan pada segmen
merupakan karya seni yang adi-
pasarnya yaitu dengan maraknya
luhung, dimana di dalam tersirat
transaksi keris yang dilakukan oleh
dan tersurat selain memiliki nilai
para pecinta keris di berbagai tem-
seni keindahan juga mengandung
pat.
unsure
nilai-nilai
falsafah
yang
Ketiga, fungsi keris setelah
tinggi dalam kehidupan masyarakat
terjadi perubahan dan perkembang-
Jawa.
an jaman juga mengalami perKedua, Eksistensi keris seba-
geseran fungsi dimana yang dahulu sebagai senjata, tetapi setelah era Kraton Suarakarta dan Yogyakarta
8
. Dharsono, Seni dan Budaya, dalam http/kerisologi.multiply.com
fungsi keris berubah sebagai per-
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
55
ISSN : 2087-0795
hiasan, hingga sebagai karya komoditas dan sebagai pusaka waris-
Hauser, Arnold, The Sosiology of Art, Chicago and London: The University of Chicago Press, 1974.
an nenek moyang kita. *Penulis adalah staff pengajar Prodi. Keris dan Senjata Tradisional ISI Surakarta
Kuntjaraningrat Pengatar Ilmu Antropologi 1999. Jakarta : PT Rineka Cipta. Hal 203 Mulder, Niel, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, Yogjakar ta, Gajah Mada University Press, 1984. Santoso, Soewito, Urip-Urip, mem peringati 25 tahun KRT Hardjo Nagoro sebagai Ketua Presidium Museum Radya Pustaka, Surakar ta: Museum Radya Pustaka, 1990
DAFTAR PUSTAKA Baker, A. H. Manusia dan Simbol, Jakarta: Gramedia, 1987. Durignand, Jean, Sosilogi Seni, Terj: Yupi Sundari dkk, Bandung: Sunan Ambu STSI Press, 2009. Dharsono, Estetika, Bandung: Reka yasa Sains, 2007. ------------, Seni dan Budaya, http/kerisologi.multiply.com/journal/i tem/6
Suparno, Slamet. T, “Seni Sebagai Produk Masyarakat ataukah Ma syarakat Sebagai Produk Se ni”, Makalah Pidato Pengukuh an Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Sosiologi Seni, Ra pat Senat Trebuka ISI Surakarta, 2008. Sumardjo, Jakob, Filsafat Seni, Bandung: ITB, 2000
Geertz. Clifford, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius, 19 92.
Suryono, Joko S, “Tranformasi Ke ris Jawa,” Tesis S2 Pengkajian Seni Rupa ISI Surakarta, 2009.
Groneman, Isaac, KERIS JAWA (Der Kris Der Jawa), Internationales Archiv fur Ethnographie, Band XIX, 1910. Terj, Stanly Hendra wijaya, 2006.
Sutopo HB, Pengantar Penelitian Kualitatif dasar-dasar Teoritis dan Praktis, Surakarta : Pusat Peneliti an UNS. 1986.
Harmanto, Makna Desain Keris dalam Budaya Jawa, Jakarta : Kompas, (Januari 2009). Harsrinuksmo, Bambang, Ensiklo pedi Budaya Indonesia, tentang Ke ris dan Senjata Tradisional Lainnya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009.
56
Warto. Makna Desain Keris dalam Budaya Jawa, diakses melalui www.kerisindonesia.net. NARA SUMBER Dharsono ( 65 ), Guru besar Seni Rupa dan budayawan tinggal di Surakarta
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
ISSN : 2087-0795
Joko Suryono (60), pemerhati dan dosen keris tinggal di Surakarta Subandi (60), empu kamardikan tinggal di Surakarta Sugeng TM (70), permerhati keris dan dosen seni rupa tinggal di Surakarta Sukadno Purwoprojo (75), pemer hati keris (Bawarasa) tinggal di Surakarta
Vol. 7, No. 1, Juli 2015
57