ISSN 2088-6527
MEI 2012
VOL.3 NO.1
GEMA BNPB Ketangguhan Bangsa Dalam Menghadapi Bencana
Koordinasi, Tantangan dalam Penanggulangan Bencana
DARI REDAKSI ISSN 2088-6527
MEI 2012
VOL.3 NO.1
GEMA BNPB Ketangguhan Bangsa Dalam Menghadapi Bencana
Daftar Isi Volume 3 No.1 Mei 2012
Koordinasi, Tantangan dalam Penanggulangan Bencana
3
4
Pengantar Redaksi Dari Redaksi
Laporan Utama
4 Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana se –Indonesia 14 Pelatihan Peningkatan Kapasitas Wartawan Kebencanaan Bincang-bincang
11 18 40 53 60
11
Ledia Hanifa Amaliah, SSi., MPsi. T
Fokus Berita
U
paya penanggulangan bencana memerlukan kerjasama dan partisipasi aktif dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun dunia usaha. Media sebagai bagian dari dunia usaha memiliki peran strategis, khususnya diseminasi informasi penanggulangan bencana. Perlu disadari, informasi ataupun berita yang terkait pengurangan risiko bencana di media masih sangat kurang. Pemerintah sangat mendorong wartawan selaku pelaku media dalam menjalankan peran tersebut. Dalam hal ini, peningkatan kapasitas penanggulangan bencana sangat dibutuhkan oleh para wartawan. Pada edisi ini, majalah Gema BNPB memuat beberapa tema utama terkait pelatihan manajemen penanggulangan bencana, rehabilitasi dan rekonstruksi didaerah terkena bencana.
Laporan utama mengangkat tema Pelatihan Peningkatan Kapasitas Wartawan Kebencanaan. Fokus berita mengemukakan Sinergitas dan Peningkatan Kapasitas Relawan berbasis lembaga usaha. Akhir kata, semoga majalah Gema BNPB ini dapat menambah pengetahuan dan informasi perkembangan kebencanaan serta menjadi referensi kebencanaan. Terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Kepala Pusat Data, Hubungan Masyarakat
Informasi,
dan
Dr. Sutopo Purwo Nugroho
18 Kunjungan Utusan Khusus Sekjen PBB ke Katulampa 20 24 28
Rapat Koordinasi BPBD Provinsi Sulawesi Utara
32 36 37
Pelatihan Teknis Lapangan di Bogor
Liputan Khusus
Menuju Desa/Kelurahan Tangguh Bencana
Sinergitas dan Peningkatan Kapasitas Relawan Berbasis Lembaga Usaha
40 44
BNPB Raih Elshinta Award 2011 Pelatihan Teknis Lapangan BNPB di Gorontalo
Membangun Kembali Kepulauan Mentawai
Pulihnya 100% Aktivitas Masyarakat Sekitar Merapi
48
Pasca Gempa Bumi 8,5 SR Mengguncang Aceh
Profil
53
Ir. Sugeng Triutomo, DESS
Teropong
60 Upaya Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana : Sebuah Pemikiran 65 Sosialisasi Kewajiban Perpajakan Bagi Pegawai di Lingkungan BNPB 67 Dokumentasi BNPB
PElindung kepala BNPB penasihat Sekretaris Utama Penanggung jawab Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas redaktur Hartje R. Winerungan, Neulis Zuliasri, Agus Wibowo, Harun Sunarso, I Gusti Ayu Arlita NK Editor Ario Akbar Lomban, Theophilus Yanuarto, Rusnadi Suyatman Putra, Giri Trigondo, Suprapto, Slamet Riyadi, Ratih Nurmasari, Andika Tutun Widiatmoko Fotografer Andri Cipto Utomo Desain grafis Ignatius Toto Satrio Sekretariat Sulistyowati, Audrey Ulina Magdalena, Ulfah Sari Febriani, Murliana Alamat Redaksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Pusat Data, Informasi dan Humas, Jl. Ir. H. Juanda No. 36 Jakarta Pusat Telp : 021-3458400 Fax : 021-3458500 email :
[email protected]
GEMA BNPB - Mei 2012
3
LAPORAN UTAMA personel, maupun logistik dan peralatan. Sementara itu dukungan dari pusat, khususnya BNPB, merupakan wujud konkret komitmen dalam penanggulangan bencana di Indonesia serta pencapaian visi “Menuju Ketangguhan Bangsa dalam Menghadapi Bencana”. BNPB sebagai lembaga baru telah menunjukkan prestasi yang dapat dibanggakan; dan beberapa pencapaian menghantarkan BNPB untuk mendapatkan penganugerahan Global Champion for Disaster Risk Reduction dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Pengakuan PBB kepada upaya kerja keras Indonesia, dalam hal ini BNPB sebagai focal point, telah menunjukkan keseriusan Pemerintah Indonesia dalam penanggulangan bencana. Tidak terlepas dari peran BNPB sebagai focal point, Indonesia juga ditunjuk sebagai host untuk penyelenggaraan Asian Ministerial Conference Disaster Risk Reduction (AMCDRR) ke-5. Namun demikian peningkatkan kinerja dan koordinasi di antara BNPB dan BPBD di tingkat provinsi/kabupaten/kota tetap harus dilakukan serta pemahaman bersama mengenai sistem penanggulangan bencana Indonesia sangat penting. Dalam kerangka tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyelenggarakan Rapat Koordinasi dan Pelatihan Penanggulangan Bencana tingkat nasional pada 1 – 3 Februari 2012 di Hotel Mercure – Ancol, Jakarta Utara. Penyelenggaraan acara ini sekaligus merayakan Hari Ulang Tahun BNPB ke-4. BNPB yang dibentuk sejak 2008 lalu telah memberikan kontribusi bagi bangsa dan negara dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia. Rapat koordinasi (rakor) dan pelatihan yang mengangkat tema “Menuju Indonesia Tangguh” ini melibatkan seluruh BPBD provinsi dan sejumlah BPBD kabupaten/ kota di Indonesia.
Rapat Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana
Se–INDONESIA enanggulangan bencana semakin mendapat perhatian yang sangat serius dari pemerintah daerah di Indonesia. Ini terbukti dengan dibentuknya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di 33 provinsi serta 497 BPBD di tingkat kabupaten/kota. Memang ini sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pasal 18
P
4
GEMA BNPB - Mei 2012
undang-undang tersebut menyebutkan bahwa pemerintah daerah wajib untuk membentuk BPBD di wilayahnya. Namun harus diakui dengan dibentuknya BPBD, tidak serta merta penanggulangan bencana dinilai handal. Peningkatan kapasitas baik pengetahuan dan keterampilan terkait kebencanaan masih harus terus dilakukan. Disadari
bahwa
kecenderungan
kejadian
bencana di Indonesia setiap tahun meningkat. Pencegahan dan kesiapsiagaan di tingkat lokal yang dekat dengan potensi bencana sangat penting. Pemerintah daerah yang belum mengenal betul mengenai sistem penanggulangan bencana sangat mengharapkan pendampingan dari BNPB. Namun tidak menutup kemungkinan, pemerintah daerah lain di sekitarnya dapat juga memberikan dukungan, baik itu pemikiran,
Mengawali rangkaian kegiatan, Kepala BNPB, Dr. Syamsul Maarif, M.Si. mengatakan bahwa BNPB telah melaksanakan pengabdiannya selama 4 tahun dan saat ini telah banyak pengakuan baik dalam negeri maupun komunitas internasional. Harus diingat bahwa BNPB dan BPBD bergerak dalam lingkup kemanusiaan, yang di dalam kegiatannya selalu terpacu dan berkesinambungan, baik dari segi komponen GEMA BNPB - Mei 2012
5
pemerintahan, masyarakat, dan dunia usaha. “Pelaksanaan harus dilakukan secara terencana, dari bawah hingga pengambilan keputusan. Saya berharap dalam pelaksanaan tugas, BNPB maupun BPBD selalu tampil di depan untuk melakukan kegiatan kemanusiaan melalui kegiatan kesiapsiagaan, tanggap darurat, maupun rehabilitasi dan rekonstruksi”, tambah Syamsul Maarif. Hal yang perlu ditingkatkan bahwa mainstreaming pengurangan resiko bencana sangat penting juga dilakukan di daerah-daerah. Investasi dalam PRB akan menyelamatkan lebih banyak nyawa manusia dan mengurangi beban kerugian pasca bencana. Di samping itu, bekerja untuk penanggulangan bencana berarti mengutamakan prinsipprinsip kerja kemanusiaan. “Sebagai aparat penanggulangan bencana, kita harus selalu siap, dimana pun, kapan pun untuk melaksanakan tugas kemanusiaan menanggulangi bencana”, tambah beliau. Sehubungan dengan penyelenggaraan rapat koordinasi ini, Kepala BNPB mengungkapkan bahwa tujuan pelaksanaan ini adalah 1. Sebagai langkah awal pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana 2012; 2. Menyamakan persepsi pemahamaan dalam PB; 3. Persiapan penyusunan rencana kebijakan 2013; dan 4. Meningkatkan kemampuan kapasitas manajerial penanggulangan bencana. Di sisi lain, Syamsul Maarif berharap bahwa dari kegiatan ini tumbuh peningkatan kinerja penanggulangan bencana yang menjadi momen penyelenggaraan penanggulangan bencana yang terkoordinasikan, terpadu, dan menyeluruh yang melibatkan pemangku kepentingan, seperti pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha. Serta terbangunnya keselarasan penyelenggaraan PB di pusat dan daerah, mengingat kejadian bencana tidak mengenal batas wilayah, administrasi, dan dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Rapat koordinasi (rakor) dibuka oleh Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Dr. Agung Laksono, yang kemudian memberikan keynote speech di hadapan para tamu undangan dan peserta rakor. Kepala BNPB yang didampingi para pejabat eselon beserta menteri dan kepala badan dari beberapa 6
GEMA BNPB - Mei 2012
“
Sebagai aparat penanggulangan bencana, kita harus selalu siap, dimana pun, kapan pun untuk melaksanakan tugas kemanusiaan menanggulangi bencana kementerian/lembaga hadir pada pembukaan rakor tersebut. Pada kesempatan ini juga dilakukan penandatanganan MoU antara BNPB dengan kementerian/lembaga, institusi pendidikan dan lembaga usaha diantaranya Kemenko Kesra, Kementrian Pertanian, dan BMKG. Penandatanganan MoU tersebut merupakan keseriusan BNPB dalam menjalin kemitraan dan kerjasama dalam rangka pelayanan bagi masyarakat, khususnya dalam penanggulangan bencana di Indonesia. Dalam Laksono
keynote speech-nya, Agung mengatakan bahwa pengalaman GEMA BNPB - Mei 2012
7
penting dalam mengurangi korban jiwa akibat bencana. Hal tersebut seiring dengan meningkatkanya intensitas dan frekuensi potensi bencana alam secara global. Rakor ini merupakan kesempatan yang baik dalam menyamakan pandangan dalam mencapai visi BNPB “Ketangguhan Bangsa dalam Menghadapi Bencana”. Sehubungan dengan hal tersebut, manajemen penanggulangan bencana yang meliputi tahap pra bencana, saat bencana, dan pasca bencana sudah sepatutnya terintegrasi dalam setiap langkah para pelaku atau actor penanggulangan bencana. Bagi BPBD kabupaten/kota yang baru terbentuk ini merupakan kesempatan dalam mempelajari baik pengetahuan, manajemen, serta sistem penanggulangan bencana Indonesia. Keseriusan BNPB dalam penanggulangan bencana dilakukan secara konkret melalui manajemen pengembangan sumber daya manusia. Hal ini ditunjukkan pada saat Kepala BNPB menyematkan brevet perak dan perunggu kepada peserta rakor dari BPBD provinsi dan kabupaten/kota yang telah menyelesaikan pelatihan manajemen penanggulangan bencana.
memperlihatkan bahwa kejadian-kejadian bencana selama ini telah banyak menimbulkan kerugian dan berdampak pada kesejahteraan kepada masyarakat. Sehubungan dengan ini pemerintah telah menetapkan kebijakan penanggulangan bencana menghindari atau meminimalkan korban jiwa, meminimalkan kerugian harta benda dan materi lainnya, meminimalkan kerusakan lingkungan, mempercepat pemulihan dampak bencana 8
GEMA BNPB - Mei 2012
dan pemulihan lebih baik dari sebelumnya, dan membangun lebih baik untuk menghindari bencana. “Kesiapsiagaan antara lain kesedian logisitk dan peralatan, shelter, tenda, dapur umum, transportasi, aparat pemerintah daerah, kelompok masyarakat dan rencana kontijensi, sistem peringatan dini, dan termasuk engagement dari TNI/Polri”, jelas Agung Laksono. Beliau menambahkan juga bahwa kesiapsiagaan dan antisipasi serta respon dini menjadi kunci
Sementara itu, juga diselenggarakan penyerahan simbolis logistik dan peralatan penanggulangan bencana serta peralatan pusdalops secara resmi dari Kepala BNPB. Dukungan tersebut diharapkan mampu meningkatkan kinerja BPBD provinsi serta kabupaten/kota menjadi lebih baik. Menutup rangkaian acara ini, BNPB memberikan apresiasi kepada BPBD provinsi/kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di wilayahnya. Penghargaan ini meliputi beberapa kategori, 1. Pra Bencana, 2. Tanggap Darurat, 3. Pasca Bencana, 4. Logistik dan Peralatan, 5. Akuntabilitas, dan 6. Perencanaan, Keuangan, dan Kelembagaan. GEMA BNPB - Mei 2012
9
bincang-bincang
“
Harapan besar terhadap BNPB untuk selalu mengedepankan pengurangan risiko bencana dengan lebih menghidupkan masyarakat, lewat organisasi-organisasi masyarakat
“
Ledia Hanifa Amaliah, SSi., MPsi.T
Kesiapsiagaan antara lain kesedian logistik dan peralatan, shelter, tenda, dapur umum, transportasi, aparat pemerintah daerah, kelompok masyarakat dan rencana kontijensi, sistem peringatan dini, dan termasuk engagement dari TNI/Polri
Koordinasi,
Tantangan dalam
Penanggulangan Bencana
BPBD Provinsi dan Kabupaten/Kota penerima penghargaan
BPBD Provinsi Terbaik 2011 No Kategori Juara I Juara II Juara III 1 Pra bencana Sumatera Selatan NTT Jawa Barat 2 Tanggap darurat Sulawesi Utara Jawa Tengah Sumatera Selatan 3 Pasca bencana Kalimantan Barat Jawa Tengah Jambi 4 Logistik dan peralatan Jawa Barat Sumatera Selatan NTB 5 Akuntabilitas Jawa Timur Sumatera Barat Sulawesi Selatan 6 Perencanaan, keuangan, dan kelembagaan Jambi Sulawesi Utara Kalimantan Bar
BPBD Kabupaten/Kota Terbaik 2011 No Kategori Juara I Juara II Juara III 1 Pra bencana Aceh Barat Bojonegoro Minahasa Utara 2 Tanggap darurat Cilacap Aceh Barat Bone Bolango 3 Pasca bencana Kapuas Hulu Aceh Besar Pacitan 4 Logistik dan peralatan Banjar Cilacap Pontianak 5 Akuntabilitas Pati Sleman Banda Aceh 6 Perencanaan, keuangan, dan kelembagaan Aceh Barat Kapuas Hulu Pacitan
10
GEMA BNPB - Mei 2012
s
osok santun melekat pada perempuan yang bernama lengkap Ledia Hanifa Amaliah ketika ditemui tim humas BNPB di ruang kerja beberapa waktu lalu. Ledia, panggilan akrabnya, saat ini menjabat sebagai anggota Komisi VIII DPR RI periode 2009 – 2014. Ibu Ledia yang lahir 43 tahun lalu di Jakarta dikaruniai 4 orang ini sangat hangat di mata keluarga. Meskipun memiliki segudang kesibukan, ibu yang bersuamikan Drs. Bachtiar Sunasto, MS ini tetap mengutamakan keluarga. Perempuan yang bergelut di dunia politik
ini memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Indonesia pada tahun 1993. Sementara itu, pendidikan pascasarjana diselesaikan juga di universitas yang sama dengan minat utama Psikologi Terapan Peminatan Intervensi Sosial, Fakultas Psikologi pada tahun 2002. Di samping pendidikan formal, beliau telah mengikuti pelatihan dan kunjungan kerja, baik di dalam dan luar negeri. Ketertarikan berorganisasi ditunjukkan pada saat beliau masih duduk di bangku SMP dengan mengikuti kegiatan pramuka dan berlanjut GEMA BNPB - Mei 2012
11
hingga bergabung dengan senat mahasiswa. Meskipun lulus dengan latar belakang ilmu kimia, ini tidak menghalangi niat untuk berorganisasi. Justru melalui organisasi ini, Ibu Ledia belajar dan tumbuh kepedulian pada isuisu sosial, khususnya gender dan pemberdayaan perempuan. Ini ditunjukkan dengan menjadi pembicara di beberapa seminar dan konferensi di tingkat nasional maupun internasional. Terakhir kali beliau menjadi salah satu pembicara untuk memenuhi undangan Parliamentary Workshop on Advancing Maternal and Reproductive Health and Gender Equality in Member Countries of The Organization of Islamic Cooperation di Tunisia pada 8 – 11 Maret 2012.
tangga. Keputusan untuk bergabung dengan partai politik dilakukan melalui diskusi yang panjang dengan suami dan anak-anak.
Keseriusan di Panggung Organisasi Pengalaman berorganisasi dimulai saat beliau bergabung dengan Retas Leadership Center pada tahun 1996. Baru 2 tahun kemudian Ibu Ledia terjun di panggung politik dengan menjadi staf pada unit Kewanitaan DPW Partai Keadilan DKI Jakarta. Karir pun merangkak naik hingga pada periode 2005 – 2010 menjadi Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Bidang Kewanitaan. Di samping terlibat di dalam partai politik, beliau juga pernah tergabung di beberapa organisasi. Menjadi ketua dewan pengurus Yayasan Uswah Ummahat dijabat selama periode 2003 – 2006. Beliau juga pernah menjadi Ketua Divisi Diklat Kaukus Perempuan Politik Indonesia selama 2 tahun.
Menurut beliau, BNPB sebagai badan yang relatif baru sudah sangat tertata manajemennya. Salah satu catatan penting bahwa manajemen di lapangan perlu mendapatkan perhatian karena pada saat bencana ada banyak ‘pemain’ sehingga perlu koordinasi yang baik. Sementara itu koordinasi merupakan kata kunci dalam penanggulangan bencana, khususnya bagaimana membangun komunikasi antar kementerian/lembaga terkait sehingga terbangun koordinasi yang baik. Secara yuridis telah tertuang bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang menyebutkan BNPB mempunyai fungsi antara lain pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
Ketertarikan dalam berorganisasi, khususnya dalam partai politik, memposisikan diri untuk melakukan banyak hal bagi masyarakat. Salah satunya dicontohkan dengan pembuatan produk kebijakan yang berpihak pada rakyat. Beliau meyakini bahwa dengan terjun ke panggung politik dapat lebih luas untuk mengabdikan dirinya untuk masyarakat. Ibu Ledia membuktikan dengan giat menyuarakan pentingnya perlindungan perempuan, seperti penurunan angka kematian ibu dan perlindungan tenaga kerja perempuan di luar negeri. Satu hal yang menarik dan dapat dipetik dari Ibu Ledia bahwa dia tidak lantas meninggalkan keluarga karena keseriusan di panggung politik. Beliau selalu memberikan ruang dan waktu bagi keluarga dan perannya sebagai ibu rumah 12
GEMA BNPB - Mei 2012
Perspektif Penanggulangan Bencana Bekerja dengan isu-isu sosial, seperti kesehatan reproduksi, gender, pemberdayaan perempuan, ketenagakerjaan, tidak menyulitkan untuk memahami kompleksitas penanggulangan bencana. Bersinggungan dengan kebencanaan dialami Ibu Ledia pasca gempa dan tsunami Aceh tahun 2004 dan gempa Yogyakarta 2006. Melalui latar belakang pendidikan dan kepedulian, beliau membantu korban bencana saat itu.
Diharapkan melalui koordinasi yang baik, BNPB bersama kementerian/lembaga dan mitra yang lain dapat bekerja secara maksimal dalam penanggulangan bencana. Di sisi lain, BNPB melalui Unsur Pelaksana memiliki fungsi komando dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Dalam setiap kejadian bencana, pengambilan keputusan untuk kepentingan korban dan masyarakat terdampak harus cepat dan tepat. Oleh karena itu pengambilan keputusan menjadi hal yang penting. “Pengambilan keputusan ini juga harus ada kesepakatan”, tambah beliau. Hal ini mengingat BNPB tidak bekerja sendiri ketika melakukan penanggulangan bencana. Sementara itu pada konteks pada saat terjadi bencana, tahapan berikut yang perlu
diperhatikan adalah terbangunnya koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Hal ini menyangkut Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). “Problemnya adalah tidak dimungkinkan BPBD mengeluarkan dana langsung ketika ada bencana, kalau di pusat ada dana on call”, ujar Ibu Ledia. Beliau mencontohkan dengan kejadian bencana di Garut, justru BPBD lebih lambat daripada BNPB. Penanggulangan bencana selalu menyangkut pembahasan mengenai tahapan pra bencana, pada saat bencana, dan pasca bencana. Dalam konteks tersebut, pengarusutamaan pengurangan risiko bencana (PRB) harus menjadi prioritas sebagai upaya meminimalkan jatuhnya korban jiwa an kerugian harta benda yang lebih besar. Di sisi lain, masyarakat sebagai first respondent sudah selayaknya paham akan ancaman dan risiko yang ada di sekitar tempat tinggalnya. “Harapan besar terhadap BNPB untuk selalu mengedepankan pengurangan risiko bencana dengan lebih menghidupkan masyarakat, lewat organisasi-organisasi masyarakat,” ungkap Ibu Ledia yang juga aktif sebagai daiyah, trainer, dosen, dan pekerja sosial
ini. Beliau mencontohkan seperti pelatihan dan penyiapan Desa Siaga Bencana dapat dikelola oleh masyarakat. “Ketika ini sudah berjalan, beban BNPB dapat berkurang dan terfokus pada penanganan darurat, sementara PRB oleh masyarakat sehingga mereka merasa terlibat”, tambah Ibu Ledia. Bercermin pada Ibu Ledia Pencapaian selama ini merupakan proses panjang yang dijalani Ibu Ledia. Tentunya proses tersebut membutuhkan kerja keras yang tinggi. Melihat perjalanan Ibu Ledia, tampak benang merah sebagai pesan keberhasilan dalam hidup, baik itu karir dan keluarga. Pesan itu menggarisbawahi tentang keberanian akan perubahan dalam diri sendiri. Berikut cuplikan apa yang menjadi pandangan Ibu Ledia: “Tidak selamanya perubahan itu mendatangkan keburukan. Perubahan adalah sebuah proses. Ada yang berjalan dengan cepat, ada yang lambat. Rasa takut terhadap perubahan seringkali membuat orang terbelenggu. Tidak memiliki keberanian untuk melakukan pengembangan diri yang bisa jadi membawa perubahan dalam hidupnya. Tentu perubahan yang dimaksud disini adalah perubahan menuju pada kondisi yang lebih baik”.
GEMA BNPB - Mei 2012
13
LAPORAN UTAMA
Pelatihan Peningkatan Kapasitas
Wartawan Kebencanaan
erahu karet ini hanya digunakan untuk misi evakuasi korban di medan banjir atau permukaan air yang tenang”, ucap fasilitator pelatihan. Penjelasan itu diberikan pada saat berlangsungnya pelatihan dengan tema “Peningkatan Kapasitas Wartawan dalam Penanggulangan Bencana” yang diselenggarakan selama 3 (tiga) hari pada 13 – 15 Maret 2012 di Hotel Lido Lakes, Resort & Conference - Bogor. 141 wartawan dari 86 media massa internasional dan nasional mengikuti pelatihan ini dengan sangat antusias.
P
Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) menyelenggarakan pelatihan khusus bagi pelaku media atau wartawan dari perwakilan tv, radio, majalah, koran, tabloid dan online. Kegiatan tersebut didasari bahwa penanggulangan bencana di Indonesia melibatkan 3 elemen, yaitu pemerintah, masyarakat sipil, dan dunia usaha. Sesuai pasal 28 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa dunia usaha atau lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana 14
GEMA BNPB - Mei 2012
“
Berita kebencanaan terkait langkah-langkah pengurangan resiko bencana (PRB) sangat penting sebagai proses edukasi yang dilakukan oleh media terhadap masyarakat, khususnya mereka yang berada di wilayah rawan bencana.
khususnya dengan media. Pada posisi ini, media diharapkan mampu untuk memahami bahwa masyarakat sangat perlu diedukasi. Media merupakan pihak yang memiliki akses luas dalam memberikan informasi, pengetahuan, atau pun berita kebencanaan. Diharapkan bekal pengetahuan tentang kebencanaan yang dimiliki oleh para wartawan yang akan meliput berita terkait penanggulangan bencana menjadi penting ketika mereka harus berada di lapangan. Pelaku media dapat juga bergabung dalam cluster media yang sewaktu-waktu dapat diaktifkan ketika terjadi bencana. Cluster ini nantinya bertujuan untuk memperkuat secara keseluruhan respon kapasitas dan juga efektivitas sesuai dengan keahliannya, dalam hal ini jurnalistik. Kepala BNPB, Dr. Syamsul Maarif membuka secara resmi pelatihan ini menyambut baik inisiatif pelatihan yang dikhususkan bagi para wartawan. Kepala BNPB berpendapat bahwa pemberitaan bencana diceritakan apa adanya. “Pemberitaan bencana hendaknya tidak didramatisir, untuk sekedar mengejar
baik secara tersendiri maupun secara bersama dengan pihak lain. Pada konteks itu, peran serta media dapat dilihat sebagai elemen dari dunia usaha. Di sisi lain, pelibatan elemen tersebut ditunjukkan pada logo segitiga biru yang berarti bahwa elemen penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) elemen atau pilar utama yaitu pemerintah (government), masyarakat (civil society), dan swasta (private sectors). Pelaku media dalam hal ini wartawan berperan dalam diseminasi berita kebencanaan untuk dimuat, baik itu media cetak, elektronik, maupun online. Berita kebencanaan tidak harus mengenai kejadian bencana atau pada saat situasi pasca bencana, tetapi berita terkait langkah-langkah pengurangan resiko bencana (PRB) sangat penting. Sehingga ada suatu proses edukasi yang dilakukan oleh media terhadap masyarakat, khususnya mereka yang berada di wilayah rawan bencana. Kehadiran United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) di Lido Resort melihat kolaborasi sebagai langkah penting dalam aktualisasi pembangunan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana, GEMA BNPB - Mei 2012
15
Logistik dan Peralatan, dan 6. Sistem Informasi dan Data Kebencanaan. Selain materi kelas, peserta juga memperoleh materi outdoor yang memberikan pengetahuan teknis lapangan pada saat bencana. Materi itu antara lain pengetahuan dan keterampilan tentang: 1. Pendirian tenda lapangan, 2. Dapur umum, 3. Water treatment, 4. Pengoperasian perahu karet dan SAR, 5. Pertolongan pertama dan trauma healing, 6. Pengoperasian mobil komunikasi.
rating”, jelas Syamsul Maarif. Dengan hadirnya 141 wartawan mengikuti acara "Peningkatan Kapasitas Wartawan Dalam Penanggulangan Bencana" tidak hanya teori yang diperoleh tetapi ada praktek tentang kebencanaan sehingga pemerintah dapat menggandeng wartawan sebagai mitra utamanya. Kepala BNPB menyambut baik kemitraan wartawan dengan pihak BNPB karena mereka merupakan referensi informasi bagi masyarakat yang ingin mengetahui berita tentang bencana yang akhirakhir ini bencana semakin sering terjadi. Pada akhir sambutan, Kepala BNPB mengingatkan bahwa BNPB selalu menerima kritik, apabila ada kekurangan pada pelayanan masyarakat. BNPB tentu akan memperbaiki apa yang dikritik
oleh media. “Dengan adanya masukan yang membangun tentu akan sangat berguna bagi perkembangan BNPB yang semakin cepat, tangkas dan tangguh dalam penanganan bencana”, papar Syamsul Maarif. Pelatihan yang diselenggarakan oleh Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB ini didukung oleh Fasilitator dari BNPB, Tagana dan PMI Bogor. Para wartawan tidak hanya mengikuti proses pelatihan dengan antusias tetapi juga meliput kegiatan untuk dijadikan berita. Materi kelas yang diberikan antara lain: 1. Konsepsi dan Karakteristik Bencana, 2. Prinsip Dasar Penanggulangan Bencana, 3. Tanggap Darurat, 4. Rehabilitasi dan Rekonstruksi, 5.
Peserta tidak hanya diberikan pengetahuan tetapi juga dilatih untuk berperan aktif dalam setiap tahapan. Pada materi pendirian tenda, peserta yang telah dibagi dalam kelompokkelompok diberikan instruksi untuk menyiapkan tenda, mengenali materi dan alat-alat dasar, mendirikan tenda dan melipat tenda. Ternyata tidak mudah untuk mendirikan tenda secara kolektif, peserta menyadari bahwa sulit untuk mendirikan tenda yang berukuran besar. Kemudian pada saat peserta berada di mobil dapur umum, fasilitator memberikan penjelasan bagaimana menyiapkan makanan dalam jumlah besar yang nantinya diperuntukkan bagi para pengungsi. Bahan baku makanan berupa potongan ayam, kacang panjang, bumbubumbu, tempe, dan beras disiapkan. Lalu peserta pun mulai mengikuti instruksi untuk memasak menu makan siang. Ini merupakan pengalaman baru bagi wartawan dan banyak yang mengatakan bahwa ternyata tidak mudah menyiapkan makan untuk para pengungsi. Pada saat pelatihan tersebut, takaran bahan masakan telah disiapkan terlebih dahulu kemudian peserta melanjutkan untuk mengolah dan memasak. Diperlukan keahlian khusus dalam membuat takaran yang pas antara bahan masakan dengan jumlah orang atau pengungsi yang akan dilayani. Setelah masakan telah matang, mereka pun membungkus hasil masakan yang akhirnya menjadi menu makan siang bersama di kamp pelatihan. Salah seorang peserta dari Radio Sonora mengatakan bahwa dia mendapatkan pengetahuan selama mengikuti pelatihan ini. Wartawan tidak hanya mendapatkan pengetahuan dan keterampilan selama pelatihan ini tetapi juga pengalaman baru
16
GEMA BNPB - Mei 2012
sehingga mereka mengetahui bagaimana mereka berada pada posisi para pelaku penanggulangan bencana. Sementara itu, peserta lain mengungkapkan bahwa pelatihan ini sangat bagus sekali terutama materi pertolongan pertama dan perlu juga dimasukkan kurikulum bagaimana meliput bencana dengan tidak membahayakan diri sendiri/meliput dengan aman. Selain itu, menurut para peserta bahwa pelatihan ke depan perlu dimasukkan cara membaca peta, kompas, serta alat Global Positioning System (GPS). Pelatihan ini akan dijadikan sebagai model untuk pelatihan peningkatan kapasitas wartawan di wilayah-wilayah seluruh Indonesia. Di samping pelatihan, perlu adanya diskusi bersama antara pelaku media atau wartawan mengenai beberapa isu terkait kebencanaan, seperti mainstreaming pengurangan resiko bencana, inisiatif pembentukan cluster media, atau pun penyusunan kode etik jurnalistik dalam kebencanaan. GEMA BNPB - Mei 2012
17
FOKUS BERITA Air Katulampa, Bogor, aliran airnya melewati Depok, kemudian Manggarai dan seterusnya mengalir ke Banjir Kanal Barat dan Kali Ciliwung. Perjalanan air dari Katulampa hingga ke pintu air Manggarai memerlukan waktu sekitar sembilan jam jika ketinggian air di atas normal yang menyebabkan banjir kiriman, sehingga warga Jakarta mempunyai waktu untuk mengantisipasi banjir yang bermukim di daerah rawan banjir. irigasi persawahan dan pertanian di sekitar pemukiman wilayah Bogor dan informasi dari para petugas pintu air juga turut membantu penyediaan informasi untuk BNPB dalam pencegahan dan mitigasi bencana banjir, khususnya di Provinsi DKI Jakarta.
Kunjungan
Utusan Khusus Sekjen PBB ke Katulampa
d
i bulan Januari tahun 2012, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), menerima kunjungan kerja tidak resmi, Margareta Wahlstrom selaku Utusan Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengurangan Risiko Bencana, Minggu (29/1). Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kesiapan pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penanggulangan banjir. Rombongan dari Jakarta langsung menuju Pos Monitor Banjir Katulampa di Bogor, Jawa Barat. Beberapa pejabat dari BNPB, Direktorat SDA Kementerian PU, BBWS Cisadane/Ciliwung, BPBD DKI Jakarta, Direktorat SDA Kementrian PU, Ir. Edy Suwandi dan BPLHD DKI Jakarta menerima dan menyambut rombongan setibanya di lokasi pintu air Katulampa. 18
GEMA BNPB - Mei 2012
Wahlstrom berpesan, “Pemerintah Anda sudah baik dalam menanggulangi bencana banjir. Namun harus lebih ditingkatkan kewaspadaan terhadap tinggi air dan prioritaskan keselamatan masyarakat” ucapnya di sela-sela kunjungan. Sembilan Jam Perlu Anda ketahui, perjalanan air dari Pintu
Beberapa daerah di DKI Jakarta yang berpotensi terkena dampak banjir kiriman adalah kawasan Rawa Jati, kalibata, Pengadegan, Gang Arus Cawang, Bukit Duri, Kampung Baru, Bidara Cina dan Kampung Melayu. Puas Tim dari utusan PBB merasa puas atas segala penjelasan dan pelayanan yang disampaikan oleh tim dari BNPB, setelah mengunjungi empat lokasi Pos Monitor Banjir, di Katulampa (Bogor), Pintu Air Cipinang, Pintu Air Bukit Duri dan kunjungan berakhir di Pintu Air Manggarai. Semoga Jakarta tidak banjir.
Sementara itu, rombongan dari Utusan Khusus Sekjen PBB Margareta Wahlstrom, didampingi oleh beberapa pejabat PBB, antara lain Kepala Kantor OCHA Asia Pasifik, Ignatio Leon Gracia, dan Programme Officer Regional Bangkok, Pham Thi Thanh Hang dan Perwakilan OCHA Indonesia, Victor Lambert. Beberapa hal yang disampaikan pada Utusan Khusus Sekjen PBB tersebut, oleh Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB Ir. Dody Ruswandi, MSCE, BBWS, PU, BPLHD dan BPBD DKI Jakarta adalah penjelasan tentang pentingnya fungsi 4 (empat) pintu air dalam penanganan banjir di Jakarta dan sekitarnya, yaitu Pintu Air Katulampa (Bogor), Pintu Air Cipinang, Pintu Air Bukit Duri dan Pintu Air Manggarai Selain berfungsi untuk penanganan banjir, pintu air Katulampa juga turut menciptakan sistem GEMA BNPB - Mei 2012
19
FOKUS BERITA
RAPAT KOORDINASI
BPBD PROVINSI
epala BNPB menghadiri Rapat Koordinasi BPBD Provinsi Sulawesi Utara (26-28/3) bertempat di Kantor Gubernur Sulawesi Utara, Ruang Mapalus. Saat ini paradigma paling baru dalam penanggulangan bencana yang dianut oleh Indonesia adalah paradigma Pengurangan Risiko Bencana yang implementasinya dipandu dengan deklarasi Hyogo Framework for Action 2009-2015. Terdapat lima prioritas aksi yang terdapat dalam deklarasi tersebut yaitu: 1. Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana merupakan sebuah prioritas nasional dan lokal dengan dasar kelembagaan yang kuat untuk pelaksanaannya, 2. Mengidentifikasi, mengkaji dan memonitor risiko-risiko bencana, 3. Meningkatkan peringatan dini,
K
20
GEMA BNPB - Mei 2012
4. Menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketangguhan di semua tingkatan, 5. Mengurangi faktor-faktor risiko yang mendasar dan memperkuat kesiap-siagaan terhadap bencana untuk respons yang efektif. Begitu rentannya negara kita dari bencana menuntut seluruh komponen masyarakat untuk selalu waspada. Hal ini harus didukung oleh pemerintah sebagai unsur pengayom bagi masyarakat tersebut. Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana telah melakukan penanggulangan bencana atau Disaster Management berbasis pada pengelolaan bencana secara komprehensif mulai dari penetapan kebijakan, prabencana, pada saat bencana dan pascabencana.
SULAWESI UTARA
Kondisi Provinsi Sulawesi Utara termasuk wilayah rawan bencana baik secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis, adanya pertemuan beberapa lempeng tektonik bumi, dikelilingi beberapa gunung berapi, daerah kepulauan, degradasi lingkungan yang tinggi dan penduduk yang berlatar belakang dari banyak suku dan etnis. Hampir sebagian besar potensi ancaman bencana berada di wilayah Sulawesi Utara dan sekitarnya seperti Tsunami, banjir, tanah longsor/gerakan tanah, gunung api, gelombang pasang air laut, kebakaran, konflik sosial dan teror. Salah satu amanat Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 adalah pembentukan kelembagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 pada tanggal 26 Januari 2008. Badan ini memiliki fungsi koordinasi, komando
dan pelaksana khususnya pada saat tanggap darurat. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BNPB didukung oleh kementerian/lembaga serta organisasi terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Sedangkan ditingkat daerah dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), yang merupakan satuan kerja perangkat daerah. Maksud dan tujuan diselenggarakannya Rapat Koordinasi BPPD se-Provinsi Sulawesi Utara: a. Untuk menyatukan persepsi dan sinkronisasi program dan kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana Se- Provinsi Sulawesi Utara. b. Meningkatkan koordinasi penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, menyeluruh, lebih efektif, efisien, GEMA BNPB - Mei 2012
21
cepat, dan tepat, berkeadilan dan akuntabel. c. Terlaksananya kerjasama dan ketangguhan penanggulangan bencana antar pemangku kepentingan Pemerintah, swasta dan masyarakat. Dalam sambutannya, Kepala BNPB mengemukakan, sebagai perpanjangan tangan BNPB di daerah, BPBD memegang peranan penting dalam hal pengelolaan bencana di daerah, baik dalam hal persiapan menghadapi bencana, penanganan bencana saat tanggap darurat, pengelolaan logistik dan peralatan bagi pengungsi maupun masyarakat terdampak
22
GEMA BNPB - Mei 2012
bencana, maupun pembangunan kembali infrastruktur yang rusak akibat bencana. ”Dari 14 Kabupaten/Kota baru 10 kabupaten yang memperoleh mobil rescue, 4 kabupaten mendapatkan mobil dapur lapangan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya lembaga BPBD akan mempercepat dan memperlancar upaya penanggulangan bencana di Provinsi Sulawesi Utara”. “Prestasi BPBD Provinsi Sulawesi Utara sebagai daerah yang paling aktif memfasilitasi kegiatan penanggulangan bencana baik skala lokal,
nasional dan internasional menunjukkan bahwa penanggulangan bencana di Provinsi ini telah didukung sepenuhnya oleh pemerintah dan masyarakat. Pada Rakorda ini, Kepala BNPB menganugerahkan Penghargaan Bidang Penanggulangan Bencana kepada Gubernur Sulawesi Utara, DR. Sinyo Harry Sarundajang, SH atas upaya dan kerja kerasnya dalam mensejahterakan masyarakatnya, khususnya melalui dukungan dalam upaya penanggulangan bencana. Acara ini dihadiri oleh Gubernur Sulawesi Utara, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi Sulut, Pejabat Eselon I dan II BNPB, Kepala BPBD provinsi dan Kab/Kota dan Pejabat Militer dan Kepolisian. Di harapkan dengan adanya Rakorda BPBD SeSulawesi Utara dapat meningkatkan koordinasi, perencanaan secara terpadu, memperkuat kerjasama antar instansi pendukung penanganan bencana dan masyarakat mendapatkan informasi penanganan kebencanaan secara jelas sehingga dapat tercipta kinerja penanggulangan bencana yang lebih baik dan transparan.
GEMA BNPB - Mei 2012
23
FOKUS BERITA Program Pengembangan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana memiliki tujuan agar mendorong terwujudnya masyarakat Desa/ Kelurahan Tangguh dalam menghadapi bencana yang lebih terarah, terencana, terpadu, dan terkoordinasi. Juga untuk mendorong sinergi untuk saling melengkapi dengan seluruh program yang ada di desa/kelurahan yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga atau organisasi non-pemerintah lainnya, termasuk sektor swasta.
Menuju Desa/Kelurahan
Tangguh Bencana adan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memprogramkan penyelenggaraan kegiatan Fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat Menuju Desa/Kelurahan Tangguh Bencana di 42 desa/kelurahan. Desa/kelurahan tersebut berada pada 21 provinsi yang rawan ancaman tsunami. Indikator yang juga sekaligus kunci keberhasilan program pemberdayaan ini apabila terjadi sinergi antar program-program yang sudah ada di desa/kelurahan. Oleh karena itu, kegiatan desa/kelurahan tangguh bencana terfokus pada desa/kelurahan di provinsiprovinsi yang mempunyai ancaman tsunami.
bencana, sehingga risiko korban jiwa, kerugian harta, dan lain lain akan dapat diperkecil dan bahkan dihindari.
Desa/kelurahan merupakan pemerintah di tingkat paling bawah, dan masyarakatnya sebagai penerima dampak langsung dari bencana, dan sekaligus sebagai pelaku langsung yang akan merespon bencana di sekitarnya. Banyak pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat. Banyak juga pihak lain yang bekerja bersama masyarakat. Oleh karena itu, dengan memanfaatkan semua yang dimiliki, masyarakat desa/kelurahan perlu menciptakan sikap dan perilaku tangguh terhadap dampak
Pelaksanaan program ini tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan penguatan dan pengembangan dari program-program pemberdayaan di desa/kelurahan yang sudah dilaksanakan oleh kementerian/lembaga, organisasi internasional, dan organisasi nasional. Program ini adalah bagian dari pengembangan kapasitas (salah satu elemen dalam sistem nasional penanggulangan bencana) untuk masyarakat di desa/kelurahan.
B
24
GEMA BNPB - Mei 2012
Sementara itu, masyarakat yang tangguh bencana atau disaster resilient community mengacu pada masyarakat yang mampu mengantisipasi dan meminimalisasi kekuatan yang merusak, melalui adaptasi. Mereka juga mampu mengelola dan menjaga stuktur dan fungsi dasar tertentu ketika terjadi bencana. Dan kalau terkena dampak bencana, mereka akan dengan cepat bisa membangun kehidupannya menjadi normal kembali (John Twigg, 2009).
Sasaran yang ingin dicapai dari pengembangan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana ini adalah masyarakat memiliki kesiapan untuk menghadapi bencana dan kemampuan untuk mengurangi risiko, serta memiliki ketahanan dan kekuatan untuk membangun kembali kehidupannya setelah terkena dampak bencana. Pada tahap awal program ini, prioritas sasaran ialah desa/kelurahan yang sudah difasilitasi oleh kementerian/lembaga pemerintah atau organisasi lain, dan yang sudah mencapai kemajuan dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana, tetapi masih perlu peningkatan dan pemantapan. Dalam melaksanakan program pengembangan desa/kelurahan tangguh bencana ini, ada 9 indikator yang ditentukan sebagai pilihan upaya pengembangan desa/kelurahan
tangguh bencana. Sembilan indikator tersebut merupakan bagian dari pemenuhan komponenkomponen sistem nasional penanggulangan bencana. Dalam pelaksanaan program ini, BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota menyiapkan penyelesaian 9 indikator secara bertahap, berdasarkan kebutuhan dan prioritas masyarakat, sebagai target keberhasilan program di tingkat Desa/Kelurahan. Sembilan indikator yang dimaksud ialah: 1. Peta ancaman bencana. Peta ini dibuat berdasarkan peta administrasi desa/kelurahan, pengalaman dampak bencana pada tahun-tahun yang telah lalu, data instansi pemerintah tentang potensi ancaman, dan juga data hasil penelitian tentang ancaman bencana. Dalam hal ini, BPBD kabupaten/kota harus memiliki peta daerah terdampak yang memperlihatkan zona aman dan zona bahaya, yang kemudian dijadikan dasar untuk melihat peta ancaman di wilayah desa/kelurahan. 2. Peta dan analisis kerentanan masyarakat terhadap dampak bencana. Analisis ini meliputi 4 aspek utama, yaitu aspek fisik (jarak lokasi perumahan dengan
GEMA BNPB - Mei 2012
25
7. Sistem peringatan dini berbasis masyarakat. Memiliki sistem peringatan dini yang terhubung dengan sistem di pemerintah kabupaten/kota, provinsi, dan pusat. Sistem ini terkait dengan (1) pengetahuan tentang risiko, (2) pemantauan, analisis, dan perkiraan ancaman bencana, (3) mekanisme penyampaian peringatan dari pusat, provinsi dan kabupaten/kota kepada seluruh masyarakat desa/kelurahan, dan (4) kapasitas respon terhadap peringatan seperti aksi penyelamatan diri dan evakuasi.
lokasi ancaman, kedekatan dengan sungai, pantai, gunung api, bukit, dll.), ekonomi (sumber pendapatan di sekitar lokasi ancaman seperti tambak, nelayan laut, pertanian pesisir, dll), sosial (kelompok rentan, pelayanan kesehatan), dan lingkungan (kondisi hutan bakau, sungai, pantai, tebing/lereng). 3. Peta dan penilaian kapasitas dan potensi sumber daya. Kapasitas dan sumber daya yang dimaksud di sini ialah sumber daya manusia (relawan terlatih, petugas kesehatan dll), keuangan (misalnya dana siaga bencana), fisik (seperti kendaraan, peralatan, tanggul pantai dan sungai, pemecah gelombang, drainase yang baik, sistem peringatan dini, tempat evakuasi dll), alam (seperti hutan bakau), dan kelompok-kelompok sosial masyarakat dan pemerintah. 4. Rancangan Rencana Penanggulangan Bencana. Rencana penanggulangan bencana (RPB) merupakan rencana 5 tahun yang nantinya akan disahkan oleh peraturan desa atau peraturan sejenis di kelurahan. Rencana ini mencakup (1) penilaian risiko bencana di desa/kelurahan, (2) pilihan tindakan penanggulangan bencana yang meliputi pencegahan dan mitigasi, kesiapsiagaan (pra bencana), tanggap darurat (saat bencana), dan pemulihan (paska bencana), dan (3) 26
GEMA BNPB - Mei 2012
alokasi dan peran pelaku penanggulangan bencana. 5. Rancangan Rencana Aksi Komunitas (RAK) untuk Pengurangan Risiko Bencana. Rencana untuk pengurangan risiko bencana, yang disusun oleh seluruh elemen masyarakat, berdasarkan hasil analisa risiko (ancaman, kerentanan, dan kapasitas). Rencana ini merupakan rencana kerja 2-3 tahun yang berisi berbagai kegiatan yang disepakati dan akan dilaksanakan oleh para pelaku di desa/kelurahan. RAK mencakup (1) kegiatan pra bencana (pencegahan dan mitigasi serta kesiapsiagaan), (2) pelaksanaan rencana meliputi strategi dan kebijakan, kelembagaan, dan pendanaan, dan (3) pemantauan dan evaluasi.
8. Rencana kontinjensi (termasuk evakuasi). Rencana kontinjensi ialah rencana yang dibuat untuk antisipasi terjadinya satu jenis ancaman bencana tertentu.Rencana kontinjensi di desa/kelurahan merupakan rincian dan pelaksanaan dari rencana kontinjensi yang sudah ada di kabupaten/ kota. Rencana ini mencakup (1) penilaian risiko, (2) penentuan kejadian dan pengembangan skenario, (3) perencanaan sektoral yang meliputi manajemen dan koordinasi, evakuasi, pangan dan nonpangan, kesehatan, transportasi, sarana/ prasarana, dan (4) pemantauan dan rencana tindak lanjut. 9. Pola Ketahanan ekonomi. Untuk masyarakat yang memiliki sumber utama ekonomi yang terancam dampak bencana, misalnya lahan sawah di pinggir
sungai muara dan tambak ikan di pinggir laut atau nelayan, perlu melakukan upayaupaya untuk mengurangi risiko kerugian. Memperbanyak sumber pendapatan juga menjadi salah satu cara untuk mengurangi risiko kerugian dan kehilangan mata pencaharian. Disamping itu, ketahanan ekonomi juga dilihat dari pengumpulan dan alokasi dana untuk pemeliharaan sistem kesiapsiagaan, termasuk dana cadangan untuk tanggap darurat, yang ada di masyarakat. Desa yang menjadi prioritas lokasi program memilki kritieria pemilihan, antara lain desa tersebut pernah mengalami dampak bencana yang menimbulkan kerusakan dan kerugian di masyarakat atau memiliki potensi tinggi terkena dampak bencana; desa/kelurahan tersebut menjadi lokasi dari program-program kementerian/lembaga lainnya atau programprogram pengurangan risiko bencana yang dilaksanakan oleh lembaga internasional dan nasional yang ada di tingkat desa/kelurahan, seperti program desa pesisir tangguh, desa siaga, kampung siaga bencana, desa mandiri pangan dan lain-lain; serta desa/keluarahan tersebut masih memiliki kekurangan dalam memenuhi 9 indikator program. Harapan dari program ini agar terdapat sinkronisasi dan integrasi program-program di desa dari semua pihak/stakeholder dalam mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat desa.
6. Relawan penanggulangan bencana (termasuk forum pengurangan risiko bencana). Minimal ada 30 warga yang menjadi relawan yang berasal dari berbagai elemen di masyarakat desa/kelurahan. Relawan ini mendapatkan materi dasar dan keahlian tehnis untuk relawan penanggulangan bencana. Kemudian dibentuk forum yang mewadahi relawan, kelompok masyarakat, dan pemerintah desa/kelurahan, yang selanjutnya akan menjadi media komunikasi dan koordinasi dalam melaksanakan RPB dan RAK. GEMA BNPB - Mei 2012
27
FOKUS BERITA
SINERGITAS DAN PENINGKATAN
KAPASITAS RELAWAN BERBASIS
LEMBAGA USAHA
embaga usaha merupakan pilar utama yang dapat memainkan peranan sentral dan signifikan dalam penanggulangan bencana. Hal ini terangkum dalam setiap prioritas aksi Kerangka Aksi Hyogo (Hyogo Framework for Action). Selain itu, lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik secara tersendiri maupun secara bersama dengan pihak lain. Hal ini sesuai dengan pasal 28 pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
L
Peran lembaga usaha dalam penanggulangan bencana merupakan potensi untuk membantu dua komunitas bisnis, yaitu dalam perlindungan 28
GEMA BNPB - Mei 2012
dirinya sendiri dan masyarakat luas serta sebagai bentuk investasi yang saling menguntungkan. Dewasa ini, masih banyak perusahaan melakukan upaya bantuan dan penanganan bencana yang masih tergolong konvensional, misalnya membantu dengan tenaga relawan seadanya, tidak terlatih, tidak terkoordinir, tidak terpadu dalam kendali pemerintah, dan juga banyak perusahaan beramai-ramai membuka dompet bencana untuk menyalurkan bantuan. Inisiatif kegiatan kemanusiaan dan upaya bantuan semacam ini tidak cukup. Banyak hal yang dapat dilakukan lembaga usaha dalam penanggulangan bencana. Misalnya,
melalui pembuatan Business Continuity Plan. Dokumen ini akan bermanfaat ketika terjadi bencana besar di sekitar lingkungan usaha ataupun di dalam lingkungan usaha tersebut hancur akibat terkena dampak bencana. Ini disadari akan bermanfaat terhadap perusahaan tersebut. Demikian pula melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), lembaga usaha dapat menjalankan kegiatankegiatan penanggulangan bencana dalam hal pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan menghadapi bencana, kegiatan pada saat tanggap darurat, serta kegiatan pada saat pasca bencana. Kegiatan yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan menghadapi bencana, dapat direalisasikan oleh lembaga usaha dengan membuat kesiapsiagaan internal lembaga usaha, seperti membantu kesiapsiagaan masyarakat, melakukan upaya pencegahan bencana seperti konservasi tanah, melakukan upaya mitigasi struktural bersama
pemerintah dan masyarakat, melakukan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan untuk upaya pengurangan risiko bencana, serta bekerjasama dengan pemerintah mewujudkan masyarakat tangguh bencana. Lembaga usaha juga dapat berperan dalam kegiatan pada saat tanggap darurat dan pasca bencana, yaitu dengan melakukan respon tanggap darurat di bidang keahliannya, membantu mengerahkan relawan dan kapasitas yang dimilikinya, terlibat dalam pembuatan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi, serta membantu pelaksanaan rehabilitasirekonstruksi sesuai dengan kapasitasnya. Kaitannya dalam meningkatkan pengetahuan dan kapasitas lembaga usaha dan relawannya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menyelenggarakan kegiatan dengan tema “Fasilitasi dan Pengembangan Relawan Berbasis Lembaga Usaha” yang memiliki tujuan untuk membentuk forum GEMA BNPB - Mei 2012
29
Kepulauan Bangka Belitung, BPBD Provinsi Jawa Timur, BPBD Provinsi Nusa Tenggara Timur. Materi yang menjadi bahan ajar unggulan adalah materi dukungan program corporate social responsibility dalam penanggulangan bencana, gender dan kelompok rentan dalam penanggulangan bencana, akuntabilitas keuangan pada saat tanggap darurat, serta kemitraaan sumber daya dalam situasi bencana. Berbeda dengan kegiatan yang sebelumnya, kegiatan kali kedua ini diperuntukan bagi lembaga usaha ataupun peserta yang belum pernah mengikuti kegiatan ini. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 28 – 31 Maret 2012, bertempat di Hotel Perdana Wisata, Bandung. Sebanyak 59 peserta hadir untuk mengikuti kegiatan ini, yang berasal dari 17 lembaga usaha berskala nasional di antaranya dari perusahaan PT. Telkom Indonesia, PT Jasa Marga, Perum Pegadaian, Bank DKI, PT Krakatau Steel, RCTI,
sinergisitas antar lembaga usaha dan pemerintah dalam penanggulangan bencana, serta meningkatkan kapasitas/lembaga usaha dalam penanggulangan bencana. Kegiatan yang pertama dilaksanakan pada tanggal 14 – 17 Maret 2012, bertempat di Hotel Perdana Wisata, Bandung. Direktur Pemberdayaan Masyarakat, Drs. Muhtaruddin, M.Si, dalam sambutannya, “Menyadari bahwa kita hidup dan tinggal di daerah yang rawan bencana, sudah seharusnya kita tangguh menghadapi semua ancaman bencana. Tangguh merupakan kesadaran dari sebuah komunitas, sehingga menghasilkan kesiapsiagaan dan kapasitas masyarakat dan lembaga usaha yang tinggi dalam menghadapi bencana. Strategi Menuju Indonesia Tangguh mengusung visi mewujudkan masyarakat dan bangsa Indonesia yang memiliki: daya antisipasi, kemampuan menghindar atau menolak, kemampuan daya adaptasi dengan lingkungannya, dan daya melenting.”
30
GEMA BNPB - Mei 2012
MNC TV, Global TV, PT. Bank Sinarmas, PT. KBRU, PT. Indah Kiat Pulp & Paper, PT. IKPP Serang, PT. KICC Karawang, PT. Sinar Mas Forestry Regional Kaltim, PT. Pindo Deli Karawang, PT. Asuransi Jiwa Sinarmas, PT. Kreasi Mas Indah. Turut hadir pula peserta dari BPBD Provinsi Maluku, BPBD Provinsi Maluku Utara, BPBD Provinsi Papua, BPBD Provinsi Sulawesi Barat. Output dari kegiatan ini, adanya sinergitas antar lembaga usaha, masyarakat dan pemerintah dalam penanggulangan bencana, meningkatnya kapasitas relawan lembaga usaha dalam penanggulangan bencana, serta adanya evaluasi dan solusi dari persoalan lembaga usaha terkait penanggulangan bencana. Dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh Direktorat Pemberdayaan Masyarakat, jumlah relawan penanggulangan bencana yang telah tersertifikasi sebanyak 24.727 orang, dari unsur masyarakat, organisasi sosial masyarakat, dan lembaga usaha.
Sebanyak 55 peserta hadir untuk mengikuti kegiatan ini, yang berasal dari 32 lembaga usaha berskala nasional di antaranya dari perusahaan PT. Total Bangun Persada, PT ASTRA Internasional, PT. Rolimex Kimia Nusamas, DMC RS Islam Jakarta Pondok Kopi, Rajawali Nusindo, Asuransi Maipark, Eka Hospitasl, Sinar Mas, PT. Dian Taruna Guna, PT. Daya Tani Kalbar Sinar Mas Forestry, PT. Telkom Indonesia, Bina Sinar Amity, PT. Arara Abadi, Parahita DC, PT. Satria Perkasa Agung, PT. Jasa Marga, Dayah Baro (Koperasi), Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia, PT. Maligi Permata Industrial Estate, PT Lontar Papyrus Pulp & Paper, Asuransi Jiwa Sinar Mas, Nindya Karya, PT. Pindo Deli Karawang, PT. Pellindo II, PT. Pasifik Satelit Nusantara , PT. Jasa Raharja, PT. Bakri Artha Reksa Sejahtera, PT. IKPP, PT. PLN, PT. Krama Yudha Tiga Berlian Motors, PT. Amec Berca Indonesia, PT. Pelni. Turut hadir pula peserta dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Aceh, BPBD Provinsi Riau, BPBD Provinsi Kepulauan Riau, BPBD Provinsi Bengkulu, BPBD Provinsi Sumatera Selatan, BPBD Provinsi
GEMA BNPB - Mei 2012
31
FOKUS BERITA
“
Di harapkan dengan mengikuti Pelatihan Teknis Lapangan dapat membekali peserta dan meningkatkan sumber daya manusia dalam Penanganan Bencana dan memahami bagaimana menangani bencana yang cepat dan efektif serta dapat membagi pengalamannya pada unit tempat kerja dan masyarakat.
erdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 dalam rangka membangun sistem nasional penanggulangan bencana, Pusat Pendidikan dan Pelatihan BNPB menyelenggarakan Pelatihan Teknis Lapangan Penanggulangan Bencana pada 21-25 Februari 2012 bertempat di Hotel Taman Cibinong II dan Situ Cikaret, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Peserta berjumlah 48 orang yang berasal dari BNPB dan BPBD. Kepala Bidang Kurikulum BNPB, Drs. Hermana didampingi Kepala Pelaksana BPBD Bogor membuka secara resmi pelatihan ini.
B
Narasumber acara ini berasal dari Kedeputian BNPB, BPBD Bogor dan PMI. Pelatihan ini bertujuan untuk membekali dan meningkatkan sumber daya manusia dalam Penanganan Bencana. Dengan mengikuti Pelatihan ini diharapkan peserta dapat memahami bagaimana menangani bencana yang cepat dan efektif serta dapat membagi pengalamannya pada unit tempat kerja dan masyarakat. Pada tahap prabencana, penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi antara lain mitigasi, pencegahan, pengurangan resiko bencana (PRB), dan apabila terjadi bencana, langkah penanganan darurat menjadi fokus. Strategi penanggulangan bencana (PB) sesuai dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana meliputi prabencana, saat terjadi bencana, dan pasca bencana. Serta rehabilitasi dan rekonstruksi bagi masyarakat dan wilayah terdampak merupakan langkah selanjutnya setelah terjadi bencana. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan tentang persiapan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), penggunaan dapur umum, pembangunan tenda kompi dan perahu karet beserta kelengkapannya, serta pengetahuan dasar pemberian pertolongan kepada korban didalam air. Pelatihan Teknis Lapangan ini dilaksanakan oleh BPNB bekerja sama dengan BPBD dan PMI. Dalam teknis pelaksanaannya, seluruh peserta dibagi dalam beberapa kelompok. Peserta pelatihan ini merupakan BNPB dan BPBD yang berasal dari Jawa Barat yang berjumlah 48 orang. Setiap kelompok terdiri dari 10 orang peserta. Materi yang diberikan pada tanggal 21 -23 Februari 2012 berlangsung dalam ruangan. Materi yang diberikan berupa:
Pelatihan Teknis Lapangan
di BOGOR 32
GEMA BNPB - Mei 2012
Karakteristik Bencana, yang bertujuan untuk menjelaskan beberapa peristiwa atau kedaruratan di tanah air dan akibat yang ditimbulkannya dan menganalisis mengapa bencana tersebut terjadi, akar persoalan dan juga hal-hal yang dapat mengurangi risiko bencana (pelajaran yang dapat dipetik). Konsepsi Bencana, menjelaskan pengertian GEMA BNPB - Mei 2012
33
kemudahan Geografis/ Medan, kemampuan Dapur Umum/Kapasitas memasak, kemudahan dalam mengendalikan/ menjaga kebersihan dari limbah-limbah akibat penampungan atau shelter itu dan Hygienisitas Hunian.
dan hukum internasional, mempertimbangkan perbedaan kebutuhan antara laki-laki dan perempuan dalam budaya setempat, sesuai dengan kebutuhan.
bencana, jenis-jenis bencana, ancaman, kerentanan dan risiko, pandangan tentang Penanggulangan Bencana, Profil bencana yang meliputi beberapa bencana yang sama terjadi di tanah air, akibat (kerusakan dan kerugian), karakteristik setiap bencana, analisa penyebab dan akar masalah, dan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi bencana. Kedaruratan Medis, mengetahui prinsip dasar Bantuan Hidup Dasar (BHD), menerangkan pentingnya hubungan “Rantai Penyelamatan” dalam bantuan resusitasi melakukan BHD (Resusitasi Jantung Paru & Bantuan Napas) dengan benar, saat diperlukan dan melakukan pertolongan pertama pada penanganan korban kecelakaan dan saki. Manajemen Penanganan Darurat, menjamin keselarasan, efektivitas dan efisiensi perlu kesepakatan berdasarkan prinsipprinsip kesetaraan dalam bermitra dan berkoordinasi, komando BNPB dan koordinasi BPBD dengan azas akuntabilitas dan tranparansi, komunikasi yang efektif, tata cara pemberian bantuan dan pendistribusian, menunjuk lembaga di indonesia yang mewakili, sesuai dengan hukum nasional 34
GEMA BNPB - Mei 2012
untuk
Mitigasi dan Pencegahan, pengenalan dan pemantauan risiko bencana, perencanaan partisipatif penanggulangan bencana, pengembangan budaya sadar bencana, peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana dan penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana. Prinsip Dasar Penanggulangan Bencana, menjelaskan pentingnya perubahan paradigma penanggulangan bencana dari tanggap darurat ke pengurangan risiko bencana, mampu menjelaskan siklus penanggulangan bencana dan menjelaskan prinsip-prinsip penanggulangan bencana. Rehabilitasi dan Rekonstruksi, bagaimana prosedur dalam memperbaiki dan memulihkan semua layanan publik bagi masyarakat, hingga tingkat geografis wilayah pasca bencana. Pada Pasca bencana pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, institusi dalam geografis daerah pasca bencana, baik pada tingkat
pemerintah dan masyarakat. Sistem Nasional, memahami sistem, kebijakan, mekanisme Penanggulangan Bencana, tahap dan kegiatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Navigasi (GPS), memahami cara penggunaan alat GPS, survei dan pemetaan, koordinat atau posisi atau letak suatu titik dapat dinyatakan dalam 2-D (dimensi) atau 3-D, yaitu dengan menspesifikasikan 3 parameter titik nol (origin) dari sistem koordinat, orientasi dari sumbu-sumbu koordinat, besaran yang digunakan untuk mendefinisikan posisi dalam sistem koordinat. Pertolongan dan Evakuasi, usaha dalam memindahkan korban dari tempat yang bahaya ke aman, agar nyaman dan menyelamatkan jiwa, mencegah cacat, membantu proses p e n y e m b u h a n , memindahkan dari tempat bahaya ke tempat yang mempunyai fasilitas memadai.
Tenda Peleton, mengetahui dan mempraktekkan cara mendirikan tenda, merubuhkan tenda dan penyimpanan perkakas tenda. Perahu Karet, cara menyiapkan dan menyimpan, cara menggunakan perahu karet, teknis penggunaan motor tempel, penggunaan perahu karet dengan motor tempel, teknik memberikan bantuan tanpa dan dengan alat bantu dan teknik mendayung. Setelah pelatihan ini diharapkan pengetahuan yang telah didapat oleh peserta pelatihan dapat diterapkan didaerah masing-masing. Di harapkan dengan mengikuti Pelatihan Teknis Lapangan dapat membekali peserta dan meningkatkan sumber daya manusia dalam Penanganan Bencana dan memahami bagaimana menangani bencana yang cepat dan efektif serta dapat membagi pengalamannya pada unit tempat kerja dan masyarakat.
Dapur Umum dan Shelter, memahami prinsip dasar memenuhi syarat/ Standard Minimum atau Sphere Standard yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia, pengelolaan, pembangunan dan penempatannya menganut pendekatan pada faktor-faktor GEMA BNPB - Mei 2012
35
FOKUS BERITA
FOKUS BERITA
BNPB Raih
Pelatihan Teknis Lapangan BNPB
di GORONTALO
Elshinta Award 2011
a d i o Elshinta memberik a n penghargaan Elshinta Award 2011 kepada Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, DR. Sutopo Purwo Nugroho sebagai narasumber yang terbanyak, proaktif dan kooperatif dalam menginformasikan bencana di seluruh Indonesia kepada insan pers. Penghargaan diberikan dalam rangka HUT Radio Elshinta ke 12 di Hotel Sahid, Jakarta pada, Selasa (14/2). Informasi bencana yang terus menerus diberikan oleh Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB kepada media massa, termasuk Radio Elshinta sangat bermanfaat untuk masyarakat, dan membuat Radio Elshinta juga menjadi media penyampai informasi yang akurat dan tercepat dalam menyiarkan bencana.
R
Pandangan BNPB terhadap peran media massa sangat penting dalam penanggulangan bencana. Berdasarkan penelitian dari Badan Strategi Internasional Pengurangan Risiko 36
GEMA BNPB - Mei 2012
Bencana, PBB (2011), media massa penting dalam penanggulangan bencana karena mampu mempengaruhi keputusan politik, mengubah perilaku, dan menyelamatkan nyawa manusia. Selain itu, komunikasi merupakan inti untuk sukses dalam mitigasi, kesiapsiagaan, respon dan rehabilitasi bencana. Disamping itu, media berperan dalam membangun pemahaman untuk menghadapi ancaman atau situasi saat terjadinya bencana. Hal itulah yang mendasari humas BNPB terus menerus bekerjasama dengan media massa. Kecenderungan media yang melaporkan “bad news is good news”, diharapkan dapat berubah menjadi “good news is good news too”. Kapasitas sumber daya manusia dan pengetahuan kehumasan di BNPB maupun di BPBD juga masih terus ditingkatkan. Begitu pula kapasitas jurnalis dalam memberitahukan bencana juga perlu ditingkatkan. Hal ini telah menjadi salah satu kebijakan BNPB untuk bersama-sama media massa bekerjasama, tentu saja hal tersebut perlu kerja keras dan sinergi bersama antara semua pihak dalam penanggulangan bencana.
p
usat Pendidikan dan Pelatihan (pusdiklat) BNPB bekerja sama dengan BPBD Provinsi Gorontalo, pada tanggal 17 hingga 21 April 2012 menyelenggarakan kegiatan pelatihan teknis lapangan di Gorontalo. Pelatihan yang diikuti para pegawai BPBD provinsi, kota, dan kabupaten di Gorontalo ini dilaksanakan di Hotel Mega Zanur yang berada di Jalan Samratulangi No. 1 Kota Gorontalo. Hadir pada kegiatan tersebut, beberapa narasumber dari sejumlah instansi yang terkait dengan penanggulangan bencana, seperti BASARNAS, Tagana, PMI, Badan Diklat, Dinas Kesehatan Gorontalo serta BNPB dan BPBD itu sendiri. Pelatihan tersebut dibuka secara resmi oleh Sekretaris Daerah, Prof. Dr. Ir. Hj. Winarni Manoarfa, MS. Dalam sambutan, Winarni Manoarfa menyampaikan bahwa dibalik keindahan dan kekayaan alam nusantara tersimpan potensi bencana yang besar. Gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, angin puting beliung, banjir, longsor, dan hujan badai sewaktu-waktu dapat mengancam kehidupan kita, termasuk wilayah Gorontalo. Sebagaimana yang dikemukakan Presiden Bambang Susilo Yudhoyono dalam
pidato penganugerahan penghargaan Global Champion on Disaster Risk Reduction di Jenewa Swiss, peran pemerintah Indonesia dalam penanggulangan bencana adalah, pertama, mengubah paradigma penanggulangan bencana dari reaktif ke proaktif, dari tanggap darurat ke pengurangan risiko, dan dari pemerintah ke masyarakat sipil. Kedua, menciptakan upaya penanggulangan yang komprehensif dan mencakup semua aspek pembangunan nasional. Ketiga, menanamkan budaya keselamatan nasional karena pencegahan dan kesiapsiagaan jauh lebih baik daripada bereaksi kemudian hanya muncl perasaan prihatin dalam benak rakyat. Keempat, meningkatkan upaya penanggulangan berbasis masyarakat karena pemerintah tidak bisa melakukan penanggulangan bencana tanpa melibatkan masyarakat. Kelima, menggiatkan kepemimpinan dearah karena selama bencana faktor komunikasi dan logistik merupakan faktor yang sangat vital. Di samping itu keberadaan kearifan lokal di daerah semestinya diketahui oleh pemerintah daerah setempat. Pelatihan yang mengupas beberapa materi tersebut diikuti peserta dengan penuh antusias dan interaktif melalui tanya jawab, GEMA BNPB - Mei 2012
37
simulasi, hingga studi kasus. Dikemukakan oleh Eko Budiman dalam materi tangap darurat bahwa tangung jawab penanganan bencana bukan hanya pada pemerintah pusat melainkan ditekankan pada pemerintah daerah bersangkutan agar tanggap darurat bisa lebih cepat dilakukan. Pemerintah pusat mengambil peran besar manakala luas wilayah yang berpotensi atau yang terkena bencana meliputi dua provinsi atau lebih. Dengan batasan ini, seperti banjir bandang di Wasior sebetulnya merupakan tanggung jawab pemerintah lokal. Sebaliknya, tsunami di Banda Aceh menjadi tanggung jawab pemerintah pusat karena magnitude kehancurannya begitu dahsyat. Sementara
itu,
munculnya
kesenjangan
sumberdaya, teknologi, dan informasi antara pusat dan daerah mengakibatkan lemahnya proses tanggap darurat. Kesenjangan seperti itulah yang perlu segera diatasi, salah satunya dengan menghimpun semua potensi lokal yang bisa dikerahkan, termasuk melalui pelatihan teknis lapangan tersebut. Lebih-lebih BNPB telah memberikan bantuan logistik dan peralatan ke berbagai BPBD. Diharapkan bantuan tersebut dapat digunakan semaksimal mungkin untuk kebutuhan pra dan pasca bencana. Akan sangat disayangkan apabila kelengkapan peralatan tersebut tidak ditunjang dengan keahlian sumberdaya manusianya. Salah satu materi yang menarik adalah water rescue oleh BASARNAS. Pada dasarnya
penyelamatan di air memiliki langkah-langkah dasar, antara lain, kemampuan penolong untuk menentukan kemampuan berdasar keterampilan yang dimiliki serta metode yang harus dilakukan. Penolong juga perlu memikirkan bahaya-bahaya yang ada di air serta kesiapan fisik untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pada waktu korban membutuhkan pertolongan. Peserta memdapatkan pengetahuan mengenai perlengkapan water rescue seperti perahu, carabiner, dayung, helm, jaket pelampung, dan lain sebagainya. Peserta juga mendapatkan pengetahuan mengenai jenis-jenis perahu yang digunakan, cara masuk ke air berdasarkan kondisi perairan, penyelamatan dengan berenang mendekati korban, dan menolong korban di tengah kepungan air. Tidak kalah menariknya, materi water treatment oleh Joko dan Dadi yang mengusung aplikasi teknologi Water Treatment Portable. Alat ini menguji kejernihan air minum menggunakan
38
GEMA BNPB - Mei 2012
teknologi TDS3. Pada kesempatan itu narasumber memamerkan proses pengubahan air kotor yang berasal dari mobil pemadam kebakaran menjadi air yang siap diminum. Disusul para peserta yang mencoba mengunakan peralatan tersebut. Semua teknik-teknik dalam pelatihan tersebut disimak para peserta dengan semangat. Bahkan, menurut mereka materi-materi yang sudah diberikan ini jangan menjadi sia-sia. Hal ini disebabkan mungkin faktor proses mutasi yang diterapkan oleh pemerintah daerah setempat. Ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh salah satu peserta bahwa terjadinya mutasi ke instansi yang tidak ada kaitannya dengan penanggulangan bencana akan memperlemah kekuatan penanggulangan bencana di wilayah setempat. Pelatihan teknis lapangan ini ditutup oleh Kepala BPBD Provinsi Gorontalo, Dr. Ir. Nurdin Jusuf, M. Si. pada tanggal 21 April 2012.
GEMA BNPB - Mei 2012
39
LIPUTAN KHUSUS Hampir dua tahun pasca bencana gempa bumi dan tsunami yang menerjang Kepulauan Mentawai, proses rehabilitasi dan rekonstruksi sangat diharapkan untuk membangun kembali Kepulauan Mentawai menjadi lebih baik.
Membangun Kembali Kepulauan
MENTAWAI
empa yang berkekuatan 7.7 SR terjadi pada 25 Oktober 2010 melanda 4 (empat) kecamatan di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat. Gempa yang terjadi pada pukul 09.42 waktu setempat ini memporakporandakan keempat kecamatan, antara lain Sipora Selatan, Pagai Selatan, Pagai Utara, dan Sikakap. Korban meninggal paling
banyak melanda warga di Kecamatan Pagai Utara dengan jumlah 292 orang. Sementara itu Pagai Selatan 184, Sipora Selatan 23, dan Sikakap 10. Warga yang harus mengungsi untuk meninggalkan tempat tinggal mereka mencapai 11.425 orang; sedangkan data terakhir beberapa kerusakan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kepulauan Mentawai No. 188.45 – 288 sebagai berikut:
G
Tabel 1. Kerusakan fisik di kepulauan Mentawai
Rumah Penduduk No Kecamatan RB RR 1 2
Sipora Selatan 278
40
-
4
4
Pagai Selatan 367
50
3
-
-
3 4
Pagai Utara 218
114
3
3
3
Sikakap 16
-
-
-
-
TOTAL
204
6
7
7
879
Keterangan: RB = Rusak Berat, RR = Rusak Ringan 40
Fasilitas Tempat Jembatan
GEMA BNPB - Mei 2012
Apa itu “membangun lebih baik” atau “building back better”? Belajar dari proses rehabilitasi dan rekonstruksi negara-negara Asia pasca tsunami tahun 2004 di Samudra India, ada beberapa usulan untuk mendukung terbangunnya harapan “membangun lebih baik”. Pemerintah dan komunitas menjadi komponen penting dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Pemerintah setempat harus mendorong keluarga dan komunitas yang terdampak untuk menentukan proses pemulihan. Hal ini berarti merekalah yang memiliki inisiatif untuk hidup lebih aman. Di samping itu, pemerintah diharapkan untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Di sisi lain, komunitas yang terdampak mampu untuk menjadikan komunitasnya lebih aman dengan melakukan strategi-strategi pengurangan resiko dan membangun ketangguhan dalam menghadapi bencana. Sekilas Kepulauan Mentawai Kepulauan Mentawai yang terbentuk secara administrasi pada tahun 1999 terletak pada posisi 0°55’00” - 3°21’00” Lintang Selatan dan 98°35’00” - 100°32’00” Bujur Timur. Kepulauan ini mencakup 4 pulau besar dan 98 pulau berukuran kecil. Keempat pulau besar tersebut antara lain Pulau Siberut, Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan. Sementara itu kepulauan ini memiliki kumulatif luas wilayah 6.011,35 km² dengan garis pantai sepanjang 1.402,66 km. Secara geografis terpisah dari Provinsi Sumatera Barat oleh Laut, dengan batas wilayah Utara Selat Siberut, Selatan Samudra Hindia, Timur Selat Mentawai, dan Barat Samudra Hindia. Kepulauan ini masih didominasi oleh kawasan hutan yang mencapai 85,19% dari luas wilayah sekitar 512.044 hektar. Dilihat dari kategori hutan sebagai berikut 456.956 hektar hutan lebat (76,02 %), 12.348 hektar hutan sejenis (2,05 %), dan 42.740 hektar semak belukar (7,11 %). Dilihat dari kondisi demografi, penduduk Kepulauan Mentawai memiliki karakteristik
yang cenderung tinggal mengelompok pada area tertentu untuk masing-masing dusun. Penduduk antara satu dusun dengan dusun lain cenderung terpisah meskipun dusun-dusun tersebut berada dalam satu wilayah administrasi desa. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Kepulauan Mentawai mencapai 76.421 jiwa. Kepadatan penduduk per 1 km² dihuni oleh rata-rata sekitar 12 atau 13 jiwa. Kabupaten yang terbagi atas 10 kecamatan dan 43 desa memiliki komoditi unggulan di sektor pertanian, perkebunan, dan jasa. Komoditi unggulan pada sektor pertanian meliputi jagung dan ubi kayu, sedangkan sub-sektor perkebunan, komoditi yang diunggulkan berupa kakao, karet, lada, nilam, kelapa dan cengkeh. Persiapan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kepulauan Mentawai Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kepulauan Mentawai menunjukkan keluarga yang terkena dampak gempa bumi dan tsunami berjumlah 1.726 KK. Sementara itu, masyarakat yang akan direlokasi untuk hunian sementara (huntara) sebanyak 2.072 KK. Di samping huntara, dibutuhkan area untuk lokasi pembangunan hunian tetap (huntap) serta fasilitas umum dan fasilitas sosial di Kecamatan Sipora Selatan, Pagai Utara, dan Pagai Selatan sebagai berikut. Lokasi huntap diupayakan berada dekat dengan lokasi huntara dengan beberapa kriteria, antara lain (1) Daerah berada pada zona aman dengan ketinggian lebih dari 25 meter di atas permukaan laut, (2) Lokasi ladang yang telah digarap GEMA BNPB - Mei 2012
41
Tabel 2. Kebutuhan area lahan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Lahan PULAU/ Jumlah Huntap Fasum Fasos No Pertanian KECAMATAN KK (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)
Fasilitas Jumlah Pendidikan Kebutuhan (Ha) (Ha)
1.
Pagai Selatan
936
101.088
2.808
1.579,50
49,75
36
4.574,34
2.
Pagai Utara
523
56.484
1.569
1.320
11,75
34
2.991
3.
Sipora Selatan
613
66.204
1.839
1.569
13,25
25
3.512
TOTAL
2.072
11.077,34
Keterangan: KK = Kepala Keluarga, Huntap = Hunian tetap, Fasum=Fasilitas umum, Fasos=Fasilitas sosial
masyarakat tetap dapat dimanfaatkan dan tidak jauh dari tempat tinggal, (3) Pengelompokan penduduk harus mempertimbangkan aspek dusun yang telah ada sehingga tidak merusak tatanan pemerintahan di tengah masyarakat seperti nama desa/dusun, agar tidak menghilangkan nama dusun sebelumnya, (4) Tersedia akses terhadap lokasi – lokasi lama sehingga mata pencaharian masyarakat di lokasi hunian tersedia dengan baik. Sampai dengan pertengahan Maret 2012, perkembangan proses rehabilitasi dan rekonstruksi mencakup hunian sementara di Pagai Utara terealisasi 408 unit dari rencana 625 unit, sementara di Pagai Selatan terealisasi 89 unit dari 408 unit yang telah direncanakan, dan Sipora Selatan telah terealisasi semua sebanyak 613 unit. Selain sektor perumahan, rehabilitasi dan rekonstruksi mencakup sektor ekonomi (pertanian, perkebunan, perikanan, dan lainlain), kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, dan sosial budaya. Kebutuhan lahan merupakan isu yang masih dalam proses persetujuan antara Kementerian Kehutanan dan pemerintah daerah setempat. BPBD Kabupaten Kepulauan Mentawai telah mengajukan usulan perubahan fungsi kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) menjadi Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK), yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk relokasi korban bencana gempa bumi dan tsunami Mentawai. Total kebutuhan lahan atau areal sejumlah 30.443 ha yang berlokasi di tiga kecamatan dengan rincian di Kecamatan Pagai Selatan 12.241 ha, Pagai Utara 6.505 ha, dan Sipora Selatan 11.623 ha. Selain itu, saat ini sarana transportasi dalam pelayanan akses 42
GEMA BNPB - Mei 2012
antara Mentawai dan Padang yang masih sangat terbatas dan sebaran lokasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berjauhan. Salah satu sektor yang mencerminkan upaya untuk “membangun lebih baik” yaitu dengan beberapa kegiatan dalam pengurangan resiko bencana (PRB). Beberapa program yang akan diselenggarakan antara lain pelatihan pencegahan dan pengurangan resiko bencana yang melibatkan guru, siswa dan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Mentawai, penguatan dan pengembangan INA-TEWS, pembentukan forum PRB, sosialiasi dan diseminasi informasi terkait PRB, pendirian Pos Bencana Desa, pembentukan Kelompok Siaga Bencana Dusun (KSBD), serta penyusunan dan pengelolaan basis data kebencanaan, Kunjungan Kepala BNPB dan Gubernur Sumatera Barat di Mentawai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Dr. Syamsul Maarif, M.Si., didampingi oleh Gubernur Sumatera Barat Iwan Prayitno, Deputi Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Deputi Penanganan Darurat, dan Sekretaris Utama BNPB dengan menggunakan helikopter jenis Bell, melakukan kunjungan kerja di Pagai Utara Selatan, Sikakap, Kabupaten Kepulauan Mentawai, pada pertengahan Maret 2012. Kunjungan ini dalam rangka persiapan pelaksanaan proses rehabilitasi dan rekonstruksi untuk Kabupaten Kepulauan Mentawai. Kunjungan ini disambut meriah oleh aparat pemerintah daerah dan masyarakat di Pagai Utara. Gubernur Sumatera Barat sangat mendukung proses pemulihan ini karena langkah ini
merupakan kesempatan untuk membangun Mentawai seperti kabupaten atau kota lain di Provinsi Sumatera Barat. “Mohon Bupati untuk mengkomunikasikan dan kerjasama secara baik karena program rehabilitasi dan rekonstruksi ini cukup besar. Sehingga nantinya proses ini dapat berhasil dan masyarakat ini menjadi sejahtera”, ujar Bapak Gubernur. Sementara itu Kepala BNPB berpesan kepada jajaran SKPD terkait untuk serius menggarap pembangunan Mentawai menjadi lebih maju. DPRD beserta rakyat juga turut memantau keberlangsungan
pembangunan tersebut. Kunjungan ini dilanjutkan dengan meninjau hunian sementara (huntara) di Km 37. Di huntara tersebut, Kepala BNPB juga meninjau lokasi yang akan menjadi hunian tetap (huntap). Saat ini lokasi tersebut masih dalam koordinasi dengan Kementerian Kehutanan, karena lokasi huntap terletak di area hutan lindung, yang masih dalam proses izin penggunaan lahannya.
GEMA BNPB - Mei 2012
43
LIPUTAN KHUSUS
Pulihnya 100% Aktivitas Masyarakat
Sekitar MERAPI eringat kejadian letusan Merapi pada 2010 silam, siapapun pasti tidak ingin mengalaminya kembali. Darso (46) warga Desa Srowol, menceritakan kejadian runtuhnya Jembatan Srowol yang menjadi penghubung masyarakat sekitar melakukan aktivitas sehari-hari.“Tepatnya Jumat, 1 Desember 2010, ba’da Dzuhur cuaca cerah dan arus sungai masih normal, namun menjelang Ashar, arus banjir mulai naik dan membesar di atas normal membawa matrial bebatuan besar” ucapnya. “Sekitar waktu Ashar, hujan mulai turun dan tanah mulai longsor lalu menyebabkan jembatan mulai miring ke arah hulu” tambahnya.
T
Saat itulah kondisi Jembatan Srowol mulai tidak kondusif, dan Jumat, 8 Desember 2010 pukul 44
GEMA BNPB - Mei 2012
19.00 WIB menjelang Isya, dalam keadaan hujan arus Sungai Pabelan mulai naik diatas ambang normal dan membawa material batu besar dari hulu. Sekitar pukul 20.00 WIB, Jembatan mulai runtuh dan hanyut terbawa arus banjir sungai. Hanyutnya Jembatan Srowol melumpuhkan aktivitas penduduk yang bermukim di daerah Kecamatan Mungkid dan Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, yang merupakan prasarana transportasi darat untuk angkutan barang dan jasa. Putus dan hanyutnya jembatan Srowol sepanjang 80 m akibat tergerus banjir lahar dingin, dan talud pelindung abutmen juga tergerus banjir. Kementerian PU bekerjasama dengan BNPB melakukan penggantian dengan
menggunakan jembatan gantung sepanjang 120 m, lebar 3,5 m, rangka baja, serta pondasi jembatan dari batukali dan beton. Tidak hanya perbaikan jembatan, pekerjaan lainnya di lokasi jembatan Gantung Srowol juga dilakukan, antara lain pekerjaan tanah, pekerjaan pengaspalan, lapis pondasi agregat kelas A dan B, serta pekerjaan struktur.
Salam, Kabupaten Magelang yang alur sungainya berbelok tajam saat ini sudah dibangun di atas alur sungai baru yang merupakan pelurusan alur sungai lama. Selain mengembalikan fungsi aliran sungai sebagaimana mestinya, juga untuk mengantisipasi adanya lahar dingin yang akan terjadi dalam 5 (lima) tahun mendatang dan mengurangi risiko sekecil mungkin.
Jembatan ini dirancang untuk tahan terhadap terjangan lahar dingin Merapi, seperti pondasinya yang dibuat agak menjauh dari sisi sungai, untuk manghindari longsor dan jembatan yang tinggi dari permukaan air sungai jika terjadi luapan air sungai.
Tak hanya Jembatan Srowol yang telah dibangun, Senin (26/3) juga telah diresmikan jembatan lainnya oleh BNPB dan Kementrian PU, diantaranya adalah ; Pembangunan Jembatan Bailey dan Gantung, Kabupaten Sleman dan Bantul : 1. Jembatan Kliwang, di Dusun Kliwang, Sleman, dengan panjang 54 m dan lebar 4 m yang merupakan jembatan tengah penghubung Dusun Kliwan, Argomulyo Cangkringan dengan kantor Kecamatan Cangkringan, di atas Sungai Opak Hulu, dengan jenis jembatan Bailey. 2. Jembatan Sutan, di Desa Sutan, Sleman, dengan panjang 39 m dan lebar 4 m, yang merupakan jembatan penghubung Desa Sutan, Selomartani, Kalasan dengan Dusun Ndalem Tamanmartai, Kalasan, di atas Sungai Opak Tengah (Gendol & Opak) dengan jenis jembatan Bailey. 3. Jembatan Ngentak, di Desa Ngentak, Sleman, dengan panjang 48 m dan lebar 4 m yang merupakan penghubung Desa Ngentak, Bimomartani dengan Desa Ngerdi,
Manfaat pembangunan jembatan ini bagi masyarakat antara lain menghubungkan dusun dengan pusat kecamatan yang sempat terputus, untuk jalur evakuasi apabila bencana Gunung Merapi kembali meletus atau banjir lahar dingin. Sebagai prasarana perekonomian dan pendidikan masyarakat, dengan dibangunnya kembali jembatan mempersingkat perjalanan anak-anak ke sekolah dan jalur transportasi pedagang ke pusat kota. Jembatan Permanen yang dibangun paling besar adalah Jembatan Kali Putih, di Kabupaten Magelang yang dibangun di atas ruas Jalan Nasional Magelang-Yogyakarta, dengan panjang 2 x 60 m, lebar 7m. Bagian dari rencana pelurusan Sungai Pabelan di Dusun Jumoyo, Kecamatan
GEMA BNPB - Mei 2012
45
membangkitkan kembali aktivitas ekonomi masyarakat yang terganggu sebelum dibangunnya jembatan permanen, yaitu : 1. Jembatan Teplok 2. Jembatan Krajan I 3. Jembatan Krajan II
Sindumartani, Kecamatan Ngemplak, di atas Sungai Opak Tengah dengan jenis jembatan Bailey. 4. Jembatan Nambangan, di Dusun Nambangan, Bantul, dengan panjang 45 m dan lebar 1,5 m, yang merupakan jembatan penghubung Dusun Nambangan Pundong dengan Seloharjo Pundong, di atas Sungai Opak Besar dengan jenis jembatan Gantung. 5. Jembatan Pentingsari, di Dusun Pentingsari, Sleman, dengan panjang 51 m dan lebar 4 m, dibangun sebagai jembatan penghubung Dusun Pentingsari, Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan dengan Harjobinganun, Kecamatan Pakem, di atas Sungai Kali Kuning, dengan jenis jembatan Bailey. 6. Jembatan Padasan, di Dusun Padasan, Sleman, dengan panjang 36 m dan lebar 4 m, jembatan penghubung Kelurahan Pakembinangun, Kecamatan Pakem dengan Kelurahan Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, di atas Sungai Kali Kuning, dengan jenis jembatan Bailey. 7. Jembatan Banjarsari, di Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, dengan panjang 21 m dan lebar 4 m, yang menghubungkan Glagaharjo, Cangkringan, Sleman dengan Klaten, Jawa Tengah, di atas Sungai Anak Kali Gendol, dengan jenis jembatan Bailey. Selama masa Tanggap Darurat bencana Merapi telah dibangun jembatan Bailey, guna 46
GEMA BNPB - Mei 2012
Selain telah dibangun Jembatan Gantung, guna memulihkan kembali ruas jalan yang terputus akibat lahar dingin Gunung Merapi, yaitu : 1. Jembatan Pager Jurang 2. Jembatan Boyong 3. Jembatan Kajor 4. Jembatan Sepi 5. Jembatan Ladon 6. Jembatan Tlatar 7. Jembatan Ngepos 8. Jembatan Bendosari 9. Jembatan Sidosari 10. Jembatan Srowol Perbaikan Aliran dari Hulu ke Hilir Pebaikan aliran sungai yang dilakukan antara lain adalah pembuatan alur sungai baru, pembuatan bronjong, perkuatan tebing, pembangunan dan rehabilitasi sabo untuk menahan material batuan yang dibawa oleh lahar dingin dan sebagainya : Pemasangan Bronjong Hulu di Kabupaten Magelang meliputi: 1. Lokasi Kali putih Ngaglik Desa Srumbung, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang. Berfungsi untuk melindungi pemukiman penduduk dan melindungi lahan pertanian 20 Ha. 2. Lokasi Kali Pabelan, Desa Adikarto, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Berfungsi untuk melindungi pemukiman 200 KK dan mengarahkan aliran ke tengah sungai. 3. Lokasi Kali Pabelan, Gunung Lemah, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, berfungsi untuk melindungi rumah penduduk. Perkuatan Tebing Sungai dan Tanggul dengan Bronjong Kabupaten Sleman :
1. Lokasi Kali Opak (Hulu Jembatan Bailey, Dusun Geblog), Dusun Geblog, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Sleman, berfungsi untuk mengamankan jembatan Bailey dan melindungi permukiman penduduk dengan panjang 120 m. 2. Lokasi Kali Opak Prambanan, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, berfungsi melindungi cagar budaya (Candi Prambanan) Sleman dengan panjang 96 m. 3. Lokasi Kali Kuning (Umbul Lanang & Umbul Wadon) Dusun Pangukrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, berfungsi melindungi sumber mata air Umbul Lanang dan Umbul Wadon, melindungi jaringan air baku, melindungi 1 buah bangunan sabo dam. Normalisasi jalan penghubung antar desa, Kabupaten Magelang : 1. Lokasi Desa Sucen, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, sebagai akses jembatan penghubung agar dapat dilewati, mengairi sawah seluas 10 Ha, goronggorong air menjadi terbuka. 2. Lokasi Desa Cabe, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang. Normalisasi Alur Sungai Kabupaten Sleman : 1. Lokasi Kali Gendol, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Tujuannya melancarkan aliran sungai, mengembalikan alur sungai serta mengembalikan fungsi bangunan sabo dam. 2. Lokasi Kali Opak (Dusun Teplok – Dusun Kliwang) Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, berfungsi melindungi pemukiman penduduk.
sungai kembali ke tengah. 2. Lokasi Kali Krasak KR-C6 Desa Pondokrejo, Kecamatan Tempel, Kabupaten Magelang. Untuk melancarkan aliran sungai, mengembalikan alur sungai, mengembalikan fungsi bangunan sabo dam. 3. Lokasi Kali Putih, Desa Srumbung, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, untuk melancarkan aliran sungai, mengembalikan alur sungai, mengembalikan fungsi bangunan sabo dam. Revitalisasi Air Bersih Sumber yang paling vital seperti air bersih juga menjadi perhatian BNPB dan PU. Pada masa tanggap darurat ketersediaan air baku sangat terbatas akibat rusaknya SPAM, sehingga masyarakat harus mengambil dari sumber air yang berjarak relatif jauh sehingga pelayanan air minum kepada pengungsi kurang optimal, maka dibangunlah SPAM yang baru dengan menggunakan dana siap pakai BNPB, yang pengerjaannya dilaksanakan oleh PU seperti pembangunan Sistem Pelayanan Air Minum (SPAM) di Desa Sidorejo, Desa Wonokerto, Desa Nepen, Desa Sumberturim Desa Banteng. Pembangunan SPAM Hargobinangun, Kabupaten Sleman, pada kawasan pelayanan Pakem, Ngemplak, Sleman Kota, Condongcatur dan Kalasan. Serta Pembangunan SPAM Umbulharjo, Kota Yogyakarta untuk melayani air minum 30.000 jiwa.
Normalisasi Alur Sungai Kabupaten Magelang : 1. Lokasi Kali Bebeng, BE-C7, Desa Kamongan, Nganggrung, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang. Untuk melancarkan aliran sungai, dan mengembalikan arus GEMA BNPB - Mei 2012
47
LIPUTAN KHUSUS
Pasca Gempa Bumi 8,5 SR Mengguncang ACEH
olong kami pak, segera dibuatkan tangga yang bagus dan pondok untuk berteduh agar anak-anak kami tidak kehujanan saat mengungsi, saya rela tanah kebun saya digunakan untuk evakuasi. Kalau bisa secepat mungkin pak, kami takut jika tsunami terjadi lagi” kata-kata itulah yang terlontar oleh ibu Lela, salah satu dari warga Lhoknga ketika rombongan kami tiba di bukit tempat berkumpulnya masyarakat.
T
Berdasarkan pengalaman ketika gempa 8,5 SR mengguncang Aceh, 11 April 2012 lalu, diikuti peringatan tsunami, warga di beberapa desa di sekitar kecamatan tersebut berlarian ke atas gunung. Namun, karena jalur evakuasi di daerah tersebut belum ada, sehingga menyebabkan kecelakaan bagi warga yang menyelamatkan diri. Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari rencana penyusunan Masterplan Pengurangan 48
GEMA BNPB - Mei 2012
Risiko Bencana Tsunami, yang merupakan instruksi Presiden RI kepada Kepala BNPB agar menyiapkan masterplan tersebut. Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Sestama BNPB), Ir. Fatchul Hadi, Dipl., HE melakukan tinjauan lapangan ke beberapa tempat di Aceh, yang berpotensi terkena tsunami (29/04). Kunjungan tersebut menelusuri tempat kejadian yang terkena dampak tsunami hebat pada tahun 2004 silam, dan terkena gempa 8,5 SR yang terjadi 11 April lalu.
dan tsunami. Persiapan dan rancangannya Shelter Evakuasi dan peralatan Early Warning System harus selesai tahun 2012 ini dan mulai dilaksanakan pembangunan fisiknya pada 2013 dan 2014. Gampong Lambung Kunjungan pertama ke escape building di Gampong Lambung, yang merupakan tempat pengungsian warga sekitar, jika terjadi tsunami. Bangunan 5 lantai tersebut, dilengkapi helipad di lantai teratasnya. Sestama menyarankan, jumlah tangga diperbanyak di berbagai sisi, agar tidak terjadi kepanikan berarti saat orang-orang menyelamatkan diri ke tempat lebih tinggi, serta peran Pemda setempat agar mendorong masyarakat memanfaatkan/ memfungsikan escape building yang telah dibangun dan diharapkan seluruh escape bulding yang telah dibangun dapat dilengkapi dengan bahan¬bahan sosialisasi sebagai bahan pembelajaran kepada masyarakat. Gedung yang berjarak 1 km dari pantai ini, berada diantara permukiman masyarakat dan dibangun pada saat pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana tahun 2004. Kemudian, rombongan beranjak ke kuburan massal di Ulee Lheu dan berdoa sejenak di tempat tersebut. Lalu menuju ke gedung
Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Syiah Kuala University yang terletak di Jalan Tengku Abdul Rahman, Gampong Pie, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh. Pada saat yang bersamaan, Sestama mendapatkan paparan dari SKPD Aceh atau disingkat SKPA, tentang kesiapsiagaan pemerintah Aceh menghadapi gempabumi dan tsunami. Antara lain tsunami drill yang lebih sering (minimal 3x dalam setahun), persiapan peralatan deteksi bencana di sepanjang pantai, melengkapi peta dan jalur evakuasi, CCTV dan sarana komunikasi, dan sebagainya. Gedung tersebut juga berfungsi sebagai shelter atau escape building, dibangun 4 lantai dengan ramp yang memudahkan evakuasi ke lantai atas, berjarak 1 km dari pantai dan dilengkapi dengan bahan-bahan sosialisasi kebencanaan. Selanjutnya rombongan menyambangi masyarakat secara langsung di Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar bersama Bupati, Sestama melakukan dialog. Masyarakat meminta bukit di daerah mereka dibuatkan jalan/tangga evakuasi ke atas, agar memudahkan evakuasi masyarakat ke atas bukit. Selain itu, di atas bukit tersebut dibuatkan semacam pendopo atau rumah, agar mereka dapat berteduh dan anak-anak mereka tidak kehujanan. Identifikasi awal dibutuhkan 11 lokasi evakuasi di sepanjang pantai Lhoknga.
Kejadian gempa 8,5 SR tersebut memang tidak menimbulkan tsunami yang berarti, namun hal ini menjadi petanda bahwa kesiapsiagaan masyarakat terhadap kejadian tsunami mutlak menjadi prioritas. Wilayah sepanjang pesisir pantai merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang menjadi rawan ancaman gempabumi dan tsunami. Presiden menginstruksikan kepada Kepala BNPB dan BMKG untuk menyusun masterplan antisipasi bencana gempabumi GEMA BNPB - Mei 2012
49
Malamnya diadakan dialog meredam isu bencana, di Pendopo Rumah Dinas Gubernur Aceh bersama SKPA dan BPBD. Akibat isu beredarnya sms gempa 12 SR di masyarakat, cukup meresahkan dan membuat sebagian masyarakat mengungsi. Namun hal tersebut sudah diantisipasi oleh Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), agar tidak usah resah atau panik akibat sms dari pihak yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Keganjilan tersebut terdapat isi sms yang tertulis 12 Skala Richter (SR), seharusnya ditulis 12 MW untuk gempa di atas 10 SR. Masyarakat diharapkan tidak menanggapi sms tersebut, karena sampai saat ini menurut ilmuwan gempabumi tidak dapat diprediksi waktunya, dan bencana terhebat selama ini belum pernah terjadi di atas 10 SR, terbesar di Chile dengan 9,5 SR pada tahun 1960. Koordinasi dengan Pemerintah Daerah Sestama BNPB didampingi oleh Direktur Bantuan Darurat Ir. Harmensyah, Dipl. SE., M.M, Unsur Pengarah Dr. Sugimin Pranoto, Ketua Forum BPBD SeIndonesia Drs. Udjwalaprana Sigit, MM, M.Si, sedangkan pihak pemerintah daerah dihadiri oleh Deputi Bidang Kawasan Khusus KPDT, Kepala BPBA Prov. NAD, Kepala BPBD Aceh Besar, Tokoh Masyarakat Prof. Yusni Sabi, PJ Bupati Aceh Besar, Mantan Walikota Sabang, BPBD kabupaten/kota pantai barat NAD, Direktur TDMRC Unsyah.
evakuasi, termasuk mengakomodasi aspirasi masyarakat. Pemanfaatan teknologi intermediate sebagai Early Warning System (EWS) berupa pembangunan sirine bekerja sama dengan BMKG dan LIPI. Pemda yang memiliki dana rehabilitasi dan rekonstruksi didorong untuk membangun juga Tempat Evakuasi Sementara (shelter, jalur evakuasi, timbunan tanah/tanggul, papan peringatan). Serta evaluasi pemanfaatan escape building yang telah dibangun pada saat rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana tahun 2004 dan inventarisasi kebutuhan terkait dengan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Dengan kapasitas yang telah dibangun sejak pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana tahun 2004 maka upaya yang
“Koordinasi dan kunjungan lapangan di Provinsi NAD sebagai masukan bagi kajian awal dalam rangka penyusunan Masterplan antisipasi bencana gempabumi dan tsunami yang akan dilaporkan Kepala BNPB kepada Presiden RI” ucap Ir. Fatchul Hadi dalam sambutannya. Konsep penyusunan masterplan diarahkan memberikan perlindungan dan memberikan rasa aman kepada masyarakat serta mendekatkan masyarakat kepada tempat-tempat 50
GEMA BNPB - Mei 2012
GEMA BNPB - Mei 2012
51
PROFIL perlu dilakukan dalam rangka penyusunan masterplan adalah: 1. Quick assessment identifikasi gap yang perlu dipenuhi (apakah shelter, jalur evakuasi, penimbunan dll); 2. Menyusun prioritas aksi berdasarkan kebutuhan untuk 1-2 tahun kedepan termasuk pembagian kewenangan dan tanggung jawab; 3. Menyiapkan regulasi pendukung dalam konteks apa yang telah dibangun sehingga bermanfaat dimasa yang akan datang; 4. Peningkatan kapasitas kesiapsiagaan pemerintah daerah dan masyarakat. 5. Upaya kesiapsiagaan yang diantaranya pantai telah ditinggikan, namun belum optimal, untuk itu perlu mangrove; 6. Masyarakat masih percaya dengan masjid sebagai escape building, untuk itu perlu penguatan fungsi masjid dan perencanaan pembangunan masjid yang multifungsi; 7. Membangun escape building dipinggir jalan besar dengan kemudahan akses yang jelas. 8. Usulan masyarakat membangun jalur evakuasi ke dataran tinggi (bukit dan gunung), penanaman mangrove ditepi pantai, serta pembangunan tanggul-tanggul pantai. 9. Perlunya dukungan alat komunikasi non jaringan (HT) untuk koordinasi evakuasi bencana kepada BPBD dan komunitas siaga bencana (masyarakat). 10. Infrastruktur mitigasi bencana sudah tersedia, yang diperlukan adalah penguatan fungsi-fungsi infrastruktur tersebut agar dapat dimanfaatkan masyarakat apabila tidak ada kejadian bencana. 11. Masalah utama adalah kemacetan akibat respon masyarakat dalam menyelamatkan diri terutama di kawasan-kawasan persimpangan dan jembatan yang luasnya relatif kecil untuk dilalui; 12. Persimpangan telah ditunjuk dari TNI/polri/ masyarakat sebagai penanggung-jawab pengaturan evakuasi yang diatur melalui peraturan walikota; 13. Usulan pembangunan escape hill dan escape 52
GEMA BNPB - Mei 2012
building tambahan pada kawasan-kawasan padat penduduk; 14. Mendorong pembangunan jalan lingkar yang terdapat pada masterplan 2004 sebagai daerah penyangga; 15. Banda Aceh telah mengusulkan 3 bangunan jaring evakuasi di 3 persimpangan (fly over). 16. Kecenderungan saat ini adalah masyarakat adalah menjauh dari laut bukan mencari tempat tinggi; 17. Masyarakat harus diberi pemahaman lebih lanjut melalui dialog dan sosialisasi; 18. Perlu juga dipikirkan alternatif terkait dengan kebiasaan masyarakat menghindari ancaman masyarakat. 19. Mendukung penanggulangan bencana di pusat dan daerah; 20. Perlunya secara berkala memberi pembelajaran kepada masyarakat tentang kesiapan menghadapi bencana; 21. Mendorong keterlibatan organisasi masyarakat untuk mengajak masyarakat membangun infrastruktur pendukung kesiapsiagaan; 22. Membangun kerjasama antar pemangku kepentingan sesuai kewenangan, peran, serta tanggungjawab. 23. Pelibatan swasta telekomunikasi dalam memberikan informasi kepada masyarakat; 24. Perlu adanya desain infrastruktur dengan spesifikasi yang tinggi sebagai antisipasi traffic komunikasi selular; 25. Menyediakan telepon satelit untuk kesiapsiagaan dan penanganan darurat;
Ir. Sugeng Triutomo, DESS
Deputi I
31 Tahun Menangani
Bencana GEMA BNPB - Mei 2012
53
enempati ruang kerja yang dipenuhi buku-buku, Deputi Bidang Pecegahan dan Kesiapsiagaan, Ir. Sugeng Triutomo, DESS, tampak berpakaian dinas rapi lengkap dengan atribut brevet emas manajemen bencana dan wings. Brevet emas merupakan brevet tertinggi bagi individu yang memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan dalam manajemen bencana. Sementara itu, wings dengan grafir Be-200 merupakan bukti keterlibatan aktif beliau sebagai Pelaksana Operasi dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kalimantan pada tahun 2006. Be-200 merupakan jenis pesawat water bombing Rusia yang disewa untuk pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan.
M
Pekerjaan dan Karir Perjalanan panjang hingga menjabat sebagai seorang deputi di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dirintis dengan upaya keras dan sikap disiplin tinggi. Sugeng Triutomo menamatkan pendidikan sarjana pada jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hingga lulus pada tahun 1978, beliau pernah menjadi asisten tidak tetap dialmamaternya. Sugeng, panggilan akrabnya, kemudian
memulai karier dengan bekerja sebagai Konsultan di PT ISUDA Consulting Engineer pada tahun 1979 - 1981. Kemudian, beliau beralih keinginan untuk mengabdi pada negara sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Karir sebagai PNS dimulai dengan bekerja pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada tahun 1981. Pria kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur, 59 tahun lalu meneruskan pendidikan S2 bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam di Universitas Paul Sabatier (Toulouse III) Perancis dan lulus pada tahun 1985. Sekembalinya ke tanah air, Sugeng Triutomo aktif kembali dengan kegiatan penelitian di BPPT. Pengembangan wilayah berdasarkan sumber daya alam menjadi fokus pekerjaan selama di BPPT. Sebagai contoh pengembangan lahan gambut di Kalimantan dan juga pengembangan wilayah pesisir, yang pada saat itu beliau sempat menjadi Pemimpin Proyek Pengembangan Wilayah dan Sumber Daya Alam pada tahun 1990 hingga 1992. Beliau mengisahkan pengalaman masa lalunya, ketika terlibat dalam kebijakan Pemerintah membentuk Dewan Pengembangan Kawasan
Timur Indonesia (DPKTI) pada tahun 1993. Saat itu Sugeng merasa sangat terhormat karena dipercaya sebagai Kepala Pelaksana Harian Sekretariat DPKTI. Di samping jabatan sebagai Kepala SubDirektorat Pengembangan Sumber Daya Lahan di BPPT juga diembannya dari tahun 1992 hingga 1997. Seharusnya yang menjabat sebagai Kepala Sekretariat adalah Kepala Biro Regional II, Bappenas yang pada waktu itu sangat sibuk dengan pekerjaan struktural internal. DPKTI ini merupakan dewan yang dibentuk oleh Presiden RI beranggotakan para menteri dan diketuai oleh Menristek B.J. Habibie. Tugasnya sebagai Kepala Sekretariat, beliau harus menyiapkan bahan pertemuan dan persiapan koordinasi di tingkat Menteri dan Gubernur, khususnya 13 provinsi Kawasan Timur Indonesia. Tidak hanya itu, beliau juga yang menyusun konsep Keputusan Presiden tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). Kawasan tersebut merupakan wilayah yang diberi fasilitas khusus guna menjaring investasi dan pengembangan ekonomi di daerah. Pengalamanan Kebencanaan Pengalaman di bidang kebencanaan telah dilakoni sejak memasuki karir di BPPT tahun 1981. Beliau menjelaskan bahwa diskursus sumber daya alam (SDA) memiliki dua sisi, pertama, sisi yang dikembangkan itu terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam. Sementara sisi yang dikonservasi akan terkait dengan perlindungan sumber daya. Sugeng menambahkan bahwa di BPPT saat itu sudah ada kelompok untuk mitigasi bencana dan dia belajar banyak dari Profesor M.T. Zen, Guru Besar ITB, yang saat itu sebagai Deputi Pengembangan Kekayaan Alam BPPT dan sekaligus mentor. Pada tahun 2000 Sugeng Triutomo ditugaskan sebagai Asisten Deputi V Menko Bidang Penanggulangan Bencana di Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra), yang juga sebagai Sekretariat Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
54
GEMA BNPB - Mei 2012
Bencana dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP) karena pada saat itu Ketua Bakornas PBP adalah Menkokesra. Kemudian pada tahun 2002, setelah Sekretariat Bakornas PBP dipisahkan dari Kemenkokesra beliau ditunjuk sebagai Kepala Biro Mitigasi, Bakornas PBP. Menjadi bagian dari sejarah terbentuknya BNPB, pria yang memiliki dua anak ini menceritakan bahwa waktu itu Sekretariat Bakornas PBP hanya memiliki dana sangat kecil. Di satu sisi, dana digunakan untuk kepentingan kegiatan rutin dan operasional. Di pihak lain, pekerjaan terkait mitigasi membutuhkan dana. Inisiatif pun datang melalui Sang Kepala Biro Mitigasi dengan tidak berdiam diri, menjalin kemitraan dengan organisasi/lembaga internasional pun dilakukannya. Pada akhirnya dana dukungan dari organisasi internasional dapat dimanfaatkan untuk menyelenggarakan kegiatan mitigasi bencana. Debutnya menangani bencana dimulai setelah referendum dan meletusnya konflik di Timor Timur tahun 1999 dimana Bakornas PBP disibukkan dengan ribuan pengungsi dari wilayah tersebut. Permasalahan bencana dengan latar belakang konflik mendominasi situasi di tanah air akibat krisis multi dimensi. Di samping bencana sosial, keterlibatan dalam penanggulangan bencana alam dialaminya ketika gempa bumi 7,3 SR yang melanda Bengkulu pada Juni 2000 dan disusul banjir Jakarta pada 2002. Kemudian pada saat bencana dahsyat gempa bumi dan tsunami Aceh terjadi pada tahun GEMA BNPB - Mei 2012
55
Indonesia dan diskursus kebencanaan di tingkat internasional. Pada 11 Januari 2005 World Conference for Disaster Reduction (WCDR) diselenggarakan di Kobe, Jepang. Konferensi itu pada akhirnya menghasilkan Hyogo Framework for Action (HFA). Sugeng Triutomo sebagai anggota delegasi dari Pemerintah Indonesia hadir pada konferensi itu. Dia tidak hanya hadir tetapi juga memberikan presentasi mengenai kejadian gempa dan tsunami Aceh dalam konferensi. Keseriusan terhadap permasalahan kebencanaan dibuktikannya dengan selalu mengikuti apa yang dihasilkan dalam pertemuan serupa di tingkat Asia sejak tahun 2002. “Waktu itu yang harusnya berangkat Sekretaris Bakornas yang juga Sekretaris Wakil Presiden, Priyono Cipto Heryanto, tapi karena situasi darurat beliau harus stay di Jakarta. Akhirnya saya yang menggantikan beliau, dan waktu itu berbagi tugas dengan Kepala Biro Kerjasama, Adik Bantarso, yang memfokuskan untuk membahas substansi konferensi”, ingat Sugeng Triutomo. Belajar banyak dari rangkaian pertemuan internasional dan konferensi dunia tersebut, muncul pemikiran tentang bagaimana mengimplementasikan HFA di Indonesia.
2004. Pemerintah pusat mengirim tim Bakornas PBP, di bawah komando Ketua Bakornas PBP, Wakil Presiden Jusuf Kalla, untuk penyelesaian penanggulangan bencana maupun penanganan pengungsi. Wakil Presiden (Wapres) menginstruksikan untuk pendirian Pos Komando di Banda Aceh, di Medan, dan juga di Jakarta. “Nah, yang menunggu posko di Jakarta itu saya”, jelas Sugeng Triutomo. “Saya meng-handle posko untuk menghadapi wartawan-wartawan dari luar negeri. Kemudian oleh Wapres, karena poskonya jauh dari kantor 56
GEMA BNPB - Mei 2012
Inisiatif ini kemudian memotivasi Sugeng Triutomo menggalang organisasi/lembaga yang bergerak di bidang pengurangan resiko bencana untuk menyusun rencana aksi. Hasilnya pada tahun 2006, beliau beserta tim Bappenas menyusun Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana. (RAN PRB 2006-2009). Gagasan lain yang dilontarkan bagaimana membangun landasan hukum terkait dengan kebencanaan. Bersama dengan Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), gagasan tersebut dilontarkan ke DPR. “Kapasitas saya sebagai bagian dari organisasi MPBI dan mengadvokasi DPR untuk membuat undangundang Kebencanaan”, jelas beliau yang pernah menjabat Ketua Presidium MPBI selama dua periode, 2003 – 2006 dan 2006 – 2009. Kemudian undang-undang kebencanaan dibahas dan pada akhirnya lahir Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. “Banyak yang bergeser dari idealismenya. Ada klausul yang tidak termuat di situ, misalnya peran masyarakat dalam penanggulangan bencana”, kata Sugeng. Menanggapi peran masyarakat tersebut, Deputi menjelaskan bahwa seharusnya ada PP tersendiri. Beliau juga menambahkan tentang bagaimana keterlibatan kementerian dan lembaga. Beberapa hal di atas
Wapres maka Posko Juanda dipindah ke kantor Wapres”, tambah beliau. Peran Pak Sugeng sangat strategis ketika menjadi Bidang Perencanaan di Komando Nasional di Kantor Wapres. “Saya tahu apa yang terjadi di lapangan dan langkahlangkah pengambilan kebijakannya, karena semua dikendalikan dari Posko Nasional di kantor Wapres”, ungkap Sugeng Triutomo. Refleksi Pengalaman Kebencanaan Bencana gempa bumi dan tsunami Aceh 2004 memunculkan perhatian serius Pemerintah GEMA BNPB - Mei 2012
57
merupakan kekurangan yang ada di UndangUndang Nomor 24 Tahun 2007. Sugeng Triutomo ingat betul mengenai perjalanan panjang BNPB. Dari Sekretariat Bakornas PBP mengalami beberapa kali reorganisasi yang akhirnya terbentuklah Pelaksana Harian Bakornas. “Bakornas PBP itu adalah dewan yang beranggotakan para menteri, sedangkan Sekretariat hanya bersifat administrasi dan pendukung saja. Tapi sebetulnya perlu ada pengetahuan teknis bagi unsur pelaksana di Sekretariat. Maka kemudian dalam Perpres No. 83 Tahun 2005 ada Bakornas sebagai pengambil kebijakan dan Lakhar Bakornas sebagai unsur pelaksana”, jelas Sugeng Triutomo. Dan pada tahun 2006 beliau
58
GEMA BNPB - Mei 2012
diangkat sebagai Plt Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Lakhar Bakornas PBP. Pengalaman dan pemikiran dia selama ini turut membantu untuk membesarkan BNPB sebagai lembaga yang baru berdiri sejak 4 tahun lalu. PRB dalam Perspektif Pengurangan Risiko Bencana (PRB) tidak hanya sekedar istilah yang mengganti kata ‘mitigasi’. Konsep PRB adalah kerangka pikir yang sudah dibuat oleh United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) pada 2002 dan dikuatkan di HFA pada 2004. PRB mengacu pada upaya-upaya untuk mengurangi kerentanan dan risiko bencana. HFA sendiri menghasilkan lima prioritas aksi dan Indonesia telah berupaya untuk mencapai parameter yang ditetapkan dalam HFA. Pencapaian Indonesia dapat ditinjau pada governance yang meliputi kebijakan nasional, legislasi, perencanaan, dan budgeting. “Kedua, terkait dengan risk assessment dan peringatan dini. Ketiga, kesadaran masyarakat dan pemberdayaan masyarakat. Keempat, bagaimana implementasi PRB dalam pembangunan. Kelima, PRB dalam aspek kesiapsiagaan, seperti pusdalops, rencana kontijensi, dan gladi, dan ini kita laksanakan”, jelas Sugeng Triutomo. Perserikatan BangsaBangsa (PBB) menggunakan parameter HFA dan itu digunakan untuk menilai pencapaian yang dilakukan oleh Indonesia. Oleh karena itu Indonesia dibawah Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan Global Champion for Disaster Risk Reduction dari PBB. Lalu, apakah Indonesia memiliki grand design penanggulangan bencana? Pak Deputi menjelaskan bahwa apa yang disebut dengan grand design itu adalah rencana penanggulangan bencana atau RPB. RPB ini sebenarnya telah diamanatkan di UU No. 24 Tahun 2007 dalam pasal 36. Sementara itu, RPB yang telah dibuat dengan nama lain Rencana Nasional Penanggulangan Bencana, telah ada namun sifatnya “global” atau garis besar. “Ini merupakan pekerjaan yang sangat panjang”, jelas Pak Deputi. Grand design atau master plan harus di-break down untuk masing-masing jenis bencana. Dalam menyusun RPB dibutuhkan sumber daya manusia yang kreatif, baik itu di tingkat BNPB dan BPBD. Sehubungan dengan konteks tersebut, penguatan kelembagaan yang
telah diprogramkan oleh Kedeputian Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan sebenarnya lebih mengarah pada sumber daya manusia kreatif yang ingin diharapkan.
negeri, harus ada orang BNPB yang mampu menjadi pembicara berbagi pengalaman dan pengetahuan pada seminar internasional”, harapan Pak Deputi.
Dedikasi dan Penghargaan Penanggulangan bencana selalu terkait dengan langkah-langkah terintegrasi pada pra bencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana. Pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan sebagai bagian dari tahap pra bencana yang merupakan tugas yang harus diemban oleh Sugeng Triutomo sebagai Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan.
Sugeng Triutomo merupakan sosok pribadi yang penuh disiplin. Pribadi yang tidak ingin menyia-yiakan waktu ini memulai bekerja pada pukul 6 pagi hingga 7 malam. Bagi beliau waktu sangat berharga untuk memperkaya diri dengan pengetahuan, baik itu diperoleh dari bukubuku maupun dunia maya. “Gunakan waktu untuk menambah pengetahuan, khususnya yang terkait dengan pekerjaan. Curiosity atau keingintahuan harus dibangkitkan”, ungkap Sugeng terkait dengan motto hidup. Di samping itu, beliau juga sangat berharap dapat membagikan pengalaman dan pengetahuan kebencanaan kepada semua orang. Karena menurut beliau bahwa tantangan bagi mereka yang bekerja di BNPB/BPBD tidak hanya melakukan tugas birokrasi biasa, tapi ada tugas yang harus didukung latar belakang knowledge atau pengetahuan.
Sementara itu tantangan yang dihadapi oleh BNPB saat ini bahwa pertama, dunia internasional telah melihat Indonesia sebagai negara yang berhasil dalam PRB. Namun pada tingkat lokal, refleksi pencapaian ini harus dilihat secara proposional ke bawah dalam hal ini pemerintah daerah. Beliau berharap adanya peningkatan kualitas untuk sumber daya di tingkat provinsi dan kabupaten. Kedua tantangan dari dunia internasional. Dunia internasional memiliki anggapan bahwa Indonesia sebagai leading dalam kebencanaan. Oleh sebab itu Indonesia selalu diundang untuk berbicara dan membagikan pengalaman di dunia internasional. Oleh karena itu, BNPB harus memiliki individu yang berkemampuan dan berkualitas untuk berbicara di forum-forum internasional. “Kalau ada undangan ke luar
Pengabdian beliau selama ini telah mendapatkan apresiasi dari BPPT dan Presiden RI. Piagam Satya Karya 10 Tahun dari Menristek/Kepala BPPT diperolehnya pada tahun 1991. Sementara itu, penghargaan dari Presiden RI berupa Satya Lancana Karya Satya 10 tahun dan 20 tahun dan juga Satya Lancana Wira Karya juga dari Presiden RI pada tahun 1999. GEMA BNPB - Mei 2012
59
TEROPONG
Upaya Pemberdayaan Masyarakat
Pemerintah dan pemerintah daerah harus mendorong masyarakat agar mampu mandiri dalam keikutsertaannya dalam pembangunan.
Sebuah Pemikiran
Pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan bencana di Indonesia juga mendapat tempat. Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana jelas menjamin hak dan kewajiban masyarakat dalam penanggulangan bencana. Dalam Pasal 26 UU menyebutkan bahwa masyarakat berhak antara lain melakukan perencanaan, pengoperasian, pengambilan keputusan dan pengawasan berkaitan dengan pelaksanaan penanggulangan bencana. Sedangkan dalam Pasal 27 mengamanatkan berbagai kewajiban masyarakat dalam penanggulangan bencana antara lain ikut memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan dan kelestarian lingkuangan serta mendapat memperoleh informasi yang benar tentang penanggulangan bencana.
dalam Penanggulangan Bencana:
Pendahuluan Konsep pembangunan perlu mengaitkan upaya peningkatan atau pengembangan masyarakat menuju ke arah yang positif. Upaya tersebut menjadi alat untuk menjadikan masyarakat yang makin kuat. Perubahan masyarakat yang kuat ini merupakan dampak adanya upaya yang dilaksanakan oleh masyarakat lokal secara terus menerus dengan peningkatan collective power yang diterima hingga terjadi perubahan pada masyarakat tersebut. Ini berarti langkah pertama adalah melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dalam keterlibatannya dalam pembangunan.
60
GEMA BNPB - Mei 2012
Giarci (2001) memberi pandangan bahwa pemberdayaan masyarakat menjadi pusat perhatian dalam membantu masyarakat untuk bertumbuh dan berkembang melalui berbagai fasilitasi dan dukungan yang diperoleh sehingga masyarakat tersebut mampu memutuskan, merencanakan, dan mengambil tindakan untuk mengelola dan mengembangkan lingkungan fisiknya serta kesejahteraan sosialnya. Pandangan di atas menyebutkan bahwa masyarakat menjadi obyek dalam pembangunan namun perlu mendapat fasilitasi dari berbagai pihak terutama pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, peran masyarakat dalam penanggulangan bencana semakin diperjelas dalam setiap tahap siklus penanggulangan bencana. Namun sayangnya peran masyarakat pada pra bencana dan pasca bencana masih terbatas. Padahal peran masyarakat dalam penanggulangan bencana diperlukan pada setiap tahapan penanggulangan bencana secara terstruktur dan memadai. Peran Penting Pemerintah dalam Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Masyarakat harus mampu menempatkan dirinya secara proporsional dalam masalah yang dihadapinya. Hal ini perlu dipahami mengingat masih adanya keterbatasan kapasitas yang dimiliki oleh masyarakat. Pemerintah harus bisa memetakan kapasitas masyarakat baik
GEMA BNPB - Mei 2012
61
jenis, kualitas dan keterjangkauan masyarakat dalam penanggulangan masyarakat. Pemetaan kapasitas ini penting menjadi acuan pemerintah untuk mengetahui kapasitas masyarakat yang berbeda-beda. Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang. Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan pembangunan berkelanjutan dimana pemberdayaan masyarakat merupakan suatu prasyarat utama serta dapat diibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat menuju suatu keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis. Lingkungan strategis yang dimiliki oleh masyarakat lokal antara lain mencakup
lingkungan produksi, ekonomi, sosial dan ekologi. Melalui upaya pemberdayaan, warga masyarakat didorong agar memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal serta terlibat secara penuh dalam mekanisme produksi, ekonomi, sosial dan ekologi-nya. Pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan eksternal dimana kedua faktor tersebut saling mempengaruhi secara sinergis dan dinamis. Faktor internal di dalam masyarakat seperti kearifan lokal dapat mencegah berbagai hal buruk yang akan terjadi. Sebagai contoh, pada waktu guncangan gempa dengan kekuatan 8,7 skala Richter, tidak ada bangunan yang roboh di Desa Bawomataluo, Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan. Dari ibu kota kabupaten, desa itu sekitar 10 km ke timur. Di wilayah tersebut ada 600-an rumah adat yang lazim disebut omohada (rumah kecil). Hanya rumah adat omosebua (rumah adat
besar) yang sedikit miring. Namun sekilas kalau kita lihat dari jauh, kemiringannya tidak begitu terlihat. Namun demikian pembangunan omohada dan omosebua saat ini hampir tidak ada lagi. Biaya pembangunan dan pemeliharaan yang cukup besar serta sulitnya mendapatkan bahan material kayu spesial menjadi alasan utamanya. Sementara kepedulian pemerintah menganggarkan dana untuk pemugaran atau rehabiltasi rumah adat yang tersisa juga hampir tidak ada. Faktor eksternal ini dapat menyebabkan cepat lambat hilangnya kearifan lokal ini yang tentunya sangat berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat terhadap pencegahan kerusakan rumah/bangunan akibat gempa bumi. Deliveri (2004) mengusulkan dalam proses pemberdayaan masyarakat mestinya didampingi oleh suatu tim fasilitator yang bersifat multidisplin. Tim pendamping ini 62
GEMA BNPB - Mei 2012
merupakan salah satu faktor eksternal dalam pemberdayaan masyarakat. Tim akan berperan dalam melakukan konsolidasi kemampuan masyarakat dengan masalah kebencanaan yang dihadapi. Selanjutnya tim ini dapat melakukan pendekatan-pendekatan kultural kepada masyarakat sehingga budaya atau kearifan lokal yang ada dapat dibangkitkan atau direvitalisasikan sampai masyarakat sudah mampu melanjutkan kegiatannya secara mandiri. Dari penjelasan singkat di atas dapat disimpulkan bahwa program pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu tema sentral dalam pembangunan masyarakat seharusnya diletakkan dan diorientasikan searah dan selangkah dengan paradigma baru pendekatan pembangunan. Down-top planning dalam pembangunan masyarakat menjadi hal penting untuk menangkap semua aspirasi masyarakat dan dituangkan dalam perencanaan yang sistemik. Dalam era desentralisasi saat ini GEMA BNPB - Mei 2012
63
TEROPONG kewenangan desa menangani urusan yang secara asli menjadi kewenangannya dalam bingkai negara kesatuan. Namun demikian masih rendahnya Pemda menggunakan wadah Musyawarah Rembug Desa untuk dapat memperoleh aspirasi masyarakat dalam penanggulangan bencana. Selain itu Pemerintah telah mengalokasikan kegiatan dan dana yang dapat digunakan oleh masyarakat desa melalui PNPM Mandiri Pedesaan. PNPM Mandiri digagas untuk menjadi payung (koordinasi) dari puluhan program penanggulangan kemiskinan yang ada dengan menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat (community development) sebagai pendekatan operasionalnya. Pemda perlu didorong untuk memanfaatkan program ini untuk melakukan penanggulangan bencana. Hal ini akan berdampak juga terhadap perekonomian dan keamanan masyarakat. BNPB sebagai alat pemerintah pusat dalam melakukan fungsi pengkoordinasian penanggulangan bencana perlu mendorong Pemda dalam melakukan berbagai pendekatan kultural dalam pemberdayaan masyarakat. Berbagai lokakarya yang dapat mengidentifikasi kearifan lokal perlu dilakukan hingga di tingkat Kab/Kota. Pedoman dan petunjuk teknis perlu dibuat sebagai acuan Pemda dalam melalukan revitalisasi tersebut. Selain itu, Pemda juga dapat memanfaatkan jasa dari petugas atau lembaga masyarakat desa yang sudah ada. Pembekalan petugas tersebut tentang penanggulangan bencana menjadi penting sehingga mereka dapat menyampaikan pesan penanggulangan bencana kepada masyarakat secara langsung. Pemanfaatan berbagai program pemerintah perlu didorong untuk kegiatan penanggulangan bencana. BNPB dan BPBD perlu melakukan berbagai pendekatan agar dapat ”mendompleng” pada program yang sudah ada semisal PNPM Mandiri. Masyarakat perlu dilibatkan dalam perencanaan dalam melakukan pencegahan, pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan, penanganan darurat hingga rekonstruksi apabila terjadi bencana di tengah masyarakat.
64
GEMA BNPB - Mei 2012
Namun yang tidak kalah pentingnya dan yang paling utama adalah Pemerntah perlu membuat suatu peratutan yang jelas dalam pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan bencana. BNPB perlu melakukan revisi Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 dengan lebih memperhatikan pemberdayaan masyarakat sejak sebelum terjadi bencana dengan program pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan, dan siaga bencana. Sehingga BNPB dapat melakukan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang lebih operasional lagi dengan memperhatikan ancaman yang ada di masyarakat. BNPB juga perlu melakukan pendekatan pemberdayaan masyarakat terkait ancaman yang ada dibandingkan dengan melalui pendekatan potensial pelaku pemberdayaan masyarakat. Misalnya: program pemberdayaan masyarakat daerah aliran sungai untuk bahaya banjir. Kebijakan dan pendekatan yang dilakukan tentu akan lebih operasional bila program yang dilakukan sesuai dengan ancaman yang ada dibandingkan dengan pendekatan melalui potensial pelaku seperti dunia usaha. Kesimpulan Aspek penting dalam suatu program pemberdayaan masyarakat adalah program dalam penanggulangan bencana yang disusun dan dilaksanakan sendiri oleh masyarakat. Pemanfaatan budaya lokal dan program yang sudah ada di masyarakat menjadi penting guna membangun kemampuan lokal, sensitif terhadap ancaman yang ada memperhatikan dampak lingkungan, dan tidak menciptakan ketergantungan, berbagai pihak terkait terlibat. BNPB perlu melakukan berbagai terobosan dengan pendekatan budaya dan ancaman yang ada di masyarakat untuk membuat kebijakan yang diperlukan. Selain itu revisi terhadap PP No. 21 tahun 2008 diperlukan guna memaksimalkan peran masyarakat dalam penanggulangan bencana terutama dalam pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan dan siaga darurat, tanpa melupakan masa tanggap darurat dan rehabilitasi dan rekronstruksi. Berton Suar Panjaitan, SKM, MHM (Kepala Bagian Kerjasama Internasional BNPB)
Sosialisasi Kewajiban Perpajakan
Bagi Pegawai di Lingkungan BNPB NPB bekerja sama dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Gambir Empat Jakarta menggelar sosialisasi Pengisian SPT Tahunan PPh orang Pribadi tahun 2011, bertempat di Ruang Rapat Besar lantai V Gedung ITC - Jl. Abdul Muis nomor 08 Jakarta Pusat, Kamis 8 Maret. Acara tersebut diikuti oleh pegawai BNPB mulai dari pejabat struktural Eselon I,II, III dan IV serta pegawai lainnya. Kegiatan sosialisasi bertujuan untuk mendorong peningkatan kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dan pemahaman pengisian SPT Tahunan PPh orang Pribadi bagi pegawai BNPB. Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Bambang Sulistiyanto dalam sambutan pembukaan mengharapkan agar seluruh pegawai BNPB untuk mentaati dan memenuhi kewajiban perpajakan, mengisi
B
SPT dan melaporkannya ke KPP atau melalui dropbox. Kepada seluruh pegawai diharapkan dapat memanfaatkan kesempatan langka ini dengan sebaik-baiknya untuk mendapat penjelasan secara lengkap tentang pengisian SPT Tahunan serta bertanya tentang kewajiban perpajakan pegawai. Selanjutnya Neilma Idrin Noor, Kepala KPP Pratama Jakarta Gambir Empat, berterima kasih dengan jajaran BNPB bahwa di tengah kesibukan yang begitu padat dalam penanggulangan bencana dapat meluangkan waktu mengikuti sosialisasi pengisian SPT Tahunan bagi pegawai sekaligus menyampaikan SPT pada kegiatan sosialisasi. Neilma menambahkan bahwa peranan pajak dalam penerimaan negara sangat besar dan terus meningkat setiap tahunnya. Rencana penerimaan pajak pada tahun 2011 sebesar 70% dari APBN. Oleh karena itu pegawai negeri yang menerima penghasilan dari APBN GEMA BNPB - Mei 2012
65
Dokumentasi BNPB sudah sewajarnya memberikan teladan bagi masyarakat secara luas dalam hal kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan termasuk peraturan perundangundangan perpajakan. Selesai sosialisasi dilanjutkan dengan penyampaian SPT Tahunan secara simbolis oleh auditor BNPB kepada petugas pajak yang diikuti oleh pegawai lainnya. Jumlah SPT tahunan yang disampaikan sebanyak 50 buah dan diharapkan bagi pegawai yang belum dapat mengirimkannya ke dropbox atau ke KPP terdekat, sebelum batas akhir penyampaian yaitu pada tanggal 31 Maret. Kemudian pada kesempatan lain dalam rangka meningkatkan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Bendahara Pemerintah sebagai Pemotong/Pemungut Pajak agar lebih memahami ketentuan dan tatacara kewajiban pemotongan/pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak yang timbul dari berbagai transaksi pengeluaran yang terjadi di masing masing unit kerja telah dilakukan sosialisasi pemotongan dan pemungutan pajak di
lingkungan BNPB yang diikuti oleh Bendahara Pengeluaran, para BPP, pejabat struktural eselon III pada unit kerja yang bertindak sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan mewakili PPK, pengelola keuangan dan pegawai lainnya. Dengan sosialisasi ini diharapkan BP dan para BPP, pelaksana kegiatan dan pengelola keuangan dapat melaksanakan seluruh kewajiban perpajakannya dengan benar sehingga dapat membantu pemerintah dalam mengamankan penerimaan negara. Untuk diketahui bahwa kewajiban bendahara pemerintah (BP termasuk BPP) sehubungan dengan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai antara lain Pemotongan dan/ atau pemungutan PPh Pasal 21/26 ,PPh pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPN. Dengan demikian setiap bendahara pemerintah yang mengelola dana yang bersumber dari APBN/APBD wajib untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang merupakan identitas sebagai wajib pajak dalam melaksanakan pemotongan/ pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPh dan atau PPN.
BNPB mengadakan MoU dengan Pacific Disaster Center.
Kunjungan Uni Eropa ke Kantor BNPB.
Wakil Menteri Vietnam meninjau Pusdalops BNPB.
66
GEMA BNPB - Mei 2012
Kapusdatimas menjelaskan peta 3 dimensi pada tamu dari Laos.
Kepala BNPB didampingi Sekretaris Utama dan Kapusdiklat mengadakan dialog dengan Duta Besar Australia.
Wakil Kepala Staf AD berkunjung ke kantor BNPB.
GEMA BNPB - Mei 2012
67
Diterbitkan oleh: BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA Jl. Ir. H. Juanda No. 36 Jakarta Pusat 10120 Telp. 021-3458400 Fax. 021-3458500 www.bnpb.go.id Email :
[email protected] Facebook : www.facebook.com/infobnpb Twitter : @BNPB_Indonesia http://twitter.com/BNPB_Indonesia Youtube : BNPBIndonesia http://www.youtube.com/user/BNPBIndonesia
Hampir setiap musim penghujan, bencana banjir melanda Indonesia. Disamping curah hujan yang tinggi, pasang naik air laut, ulah manusia turut pula menjadi penyebab terjadinya bencana ini. Agar dampak bencana banjir bisa dikurangi, ada beberapa hal yang dapat dilakukan seperti: penataan daerah aliran sungai sesuai fungsinya, tidak membangun permukiman di daerah bantaran sungai, tidak membuang sampah ke sungai, mengadakan program pengerukan sungai, program penghijauan di hulu sungai, dan lain-lainnya.
ISSN 2088-6527