ISSN 2088-6527
DESember 2014
VOL. 5 NO. 3
GEMA BNPB Ketangguhan Bangsa Dalam Menghadapi Bencana
Pengurangan Risiko Bencana Meningkatkan
Ketangguhan Daerah Laporan Utama Indonesia Peringati Bulan PRB 2014
Fokus Berita
Dunia Peringati Hari Internasional PRB
Liputan Khusus
Terjun Langsung ke Sinabung Ala Presiden Jokowi
Daftar Isi Desember 2014 Vol. 5 No. 3
3
Pengantar Redaksi
38
4 Laporan Utama 4 10
14 20
Indonesia Peringati Bulan PRB 2014 Memperingati 10 Tahun Tsunami Indian Ocean : Membangkitkan Kesadaran Masyarakat terhadap Bahaya Tsunami Peran Daerah dalam Impelentasi PRB dan API Pencapaian Bulan PRB : dari Bengkulu untuk Dunia
48 Teropong 48 Semester Kedua Bencana di Indonesia 52 Refleksi Akhir Tahun Bencana di Indonesia 58 Menuju Realisasi SKKNI Penanggulangan Bencana
24 Fokus Berita 24 Dunia Peringati Hari Internasional PRB 27 Basmi Kabut Asap Sumatera dan Kalimantan 32 Membangun Sistem Komunikasi Bencana
62
Liputan Khusus
Profil
38 42 46
62 66
Terjun Langsung ke Sinabung Ala Presiden Jokowi Tangguh Award 2014, Meningkatkan Kepedulian Masyarakat Pelantikan Eselon Satu di Lingkungan BNPB
Ngaseri Kemanusiaan adalah Kehidupan Suprapto Radio Komunitas, Radio Penyelamat
Snapshot
Pengantar Redaksi
K
omunitas internasional memperingati International Day of Disaster Risk Reduction atau Hari Internasional Peringatan Risiko Bencana (PRB) pada 13 Oktober setiap tahun. Indonesia termasuk salah satu negara yang memperingati hari internasional tersebut. Penyebutan istilah peringatan berbeda, namun semangat terhadap paradigma PRB adalah sama. Indonesia menyebutnya sebagai Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana. Peringatan yang diselenggarakan di Kota Bengkulu pada 13 – 15 Oktober 2014 menjadi ajang berbagai pihak untuk mendiskusikan pemikiran-pemikiran terkini, khususnya PRB sebagai bagian dalam konteks penanggulangan bencana di Indonesia. Peringatan Bulan PRB tahun ini sangat strategis untuk Indonesia. Rekomendasi dari kegiatan tersebut akan dibawa pada Konferensi Dunia PRB atau WCDRR di Sendai, Jepang pada Maret 2015. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia yang rawan bencana sangat giat dalam memberikan kontribusi pemikiran dan diskusi konstruktif penanggulangan bencana. Majalah GEMA BNPB terbitan Volume 5 Nomor 3 Edisi Desember 2014 mengangkat tema PRB yang berlangsung di Bengkulu sebagai laporan utama. Sementara itu, pada fokus berita akan menampilkan antara lain penanggulangan bencana asap di Sumatera Selatan dan Kalimantan, serta penanggulangan bencana kabut asap di Sumatera dan Kalimantan. Pada liputan khusus, beberapa artikel yang menjadi pilihan pada edisi kali ini, seperti kegiatan terkait dengan Rencana Induk Sistem Komunikasi Bencana, penyelenggaraan Tangguh Award yang lebih meriah, serta pelantikan Pejabat Eselon I di lingkungan BNPB. Di samping itu, majalah GEMA BNPB juga mengupas tentang bencana-bencana lain yang terjadi sejak awal tahun hingga semester kedua. Sebagai penghujung 2014, edisi kali ini akan menampilkan refleksi Akhir Tahun Bencana 2014. Majalah GEMA BNPB juga memuat artikel-artikel, antara lain standar kompetensi dalam penanggulangan bencana, antena murah yang digunakan pada radio komunikasi dan profil dua tokoh dalam penanggulangan bencana erupsi Gunungapi Kelud lalu. Demikian sekilas pengantar untuk majalah GEMA BNPB volume 5 Nomor 3 Edisi Desember 2014. Semoga majalah ini memberikan pengetahuan dan informasi serta bermanfaat untuk penanggulangan bencana di Indonesia. Salam tangguh! Dr. Sutopo Purwo Nugroho Kepala Pusat, Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB
Penanggung Jawab Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Editor I Gusti Ayu Arlita NK, Ario Akbar Lomban, Theophilus Yanuarto, Rusnadi Suyatman Putra, Slamet Riyadi Fotografer Andri Cipto Utomo Desain Grafis Ignatius Toto Satrio Alamat Redaksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Pusat Data, Informasi dan Humas, Jl. Ir. H. Juanda No. 36 Jakarta Pusat Telp : 021-3458400 Fax : 021-3458500 Email :
[email protected]
Laporan Utama
Indonesia Peringati Bulan PRB 2014 Komunitas internasional memperingati Hari Internasional Pengurangan Risiko Bencana. Begitu juga kita di Indonesia. Penyebutan peringatan hari internasional di Indonesia sedikit berbeda. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai focal point penanggulangan bencana serta Platform Nasional (Planas) menyebut sebagai Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB). “Pengurangan Risiko Bencana Meningkatkan Ketangguhan Daerah” merupakan tema penyelenggaraan Peringatan Bulan PRB tahun 2014.
4
Gema BNPB Desember 2014
Bengkulu sebagai tuan rumah penyelenggaraan acara memiliki indeks risiko bencana sangat tinggi, khususnya gempabumi. Pemerintah setempat dan masyarakat Bengkulu sangat berkepentingan untuk membangun ketangguhan. Latar belakang ini menjadi alasan Bengkulu sebagai tuan rumah tahun 2014. “Terima kasih telah memilih Bengkulu sebagai tuan rumah dalam agenda besar BNPB, dan semoga dengan diadakannya Peringatan Bulan PRB ini dapat meminimalisir korban bencana baik di Bengkulu maupu daerah lain, “ kata Gubernur. Pada rangkaian kegiatan ini, masukan-masukan dari proses dialog antar pihak dapat sebagai tonggak sejarah secara nasional maupun global. “Semoga ini berperan untuk kontribusi dalam konferensi dunia untuk pengurangan risiko bencana (WCDRR) di Sendai Jepang”, tambah Gubernur. Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah mengharapkan pemerintah dan masyarakatnya menjadi semakin tangguh menghadapi setiap ancaman bahaya. Pagelaran akbar PRB sekaligus memberikan kesempatan bagi dinas-dinas terkait di Bengkulu untuk membangun koordinasi serta kapasitas.
Sumber : BNPB
P
enyelenggaraan puncak Peringatan Bulan PRB tahun ini berlangsung pada 13 – 15 Oktober 2014 di Provinsi Bengkulu. Namun demikian, pre-event telah berlangsung dengan berbagai kegiatan sejak 8 Oktober 2014 di Bengkulu. Peringatan PRB itu sebagai momentum bersama secara nasional untuk mengkampanyekan kepada masyarakat mengenai PRB. Paradigma PRB membutuhkan kerja sama dan dukungan semua pihak sehingga implementasi PRB dapat dilakukan secara terarah dan terpadu.
Sementara itu, Kepala BNPB Syamsul Maarif yang membuka secara resmi dengan menabuh dol mengatakan bahwa perlu adanya kemitraan untuk upaya implementatif yang bermanfaat untuk masyarakat. “Bencana itu bisa dikendalikan dan diproteksi”, tambah Syamsul Maarif. Syamsul Maarif mengatakan bahwa Peringatan Bulan PRB ini merupakan rangkaian kegiatan internasional. Menurutnya, penyelenggaraan di Bengkulu sangat meriah dan mendapat sambutan masyarakat yang luar biasa. “Semoga yang telah kita lakukan dapat bermanfaat bagi kita semua”, kata Kepala BNPB. Pasca gempabumi dan tsunami dahsyat Aceh 2004, paradigma dan pengarusutamaan PRB Gema BNPB Desember 2014
5
menjadi isu penting di dunia. Bencana besar Aceh pada 2004 merupakan wake up call bersama dengan komunitas internasional bahwa bencana dapat menyebabkan penderitaan masyarakat dan kerugian perekonomian suatu negara.
PRB tersebut. Kegiatan dengan slogan “Dari Bengkulu untuk Dunia” ini sangat penting karena pertemuan-pertemuan selama tiga hari ini menghasilkan masukan untuk Konferensi Dunia untuk PRB (WCDRR) di Sendai, Jepang pada tahun 2015 nanti.
Hadir dalam acara ini Kepala BNPB Dr. Syamsul Maarif, Gubernur Bengkulu, bupati, walikota, Kepala Pelaksana BPBD se-Indonesia, perwakilan kementerian/ lembaga, komunitas dan organisasi dari lokal dan internasional, serta mitra kerja terkait. Kepala BNPB membuka secara resmi pembukaan Peringatan Bulan PRB pada hari Senin, 13 Oktober 2014 di Hotel Grage Horizon, Bengkulu.
Sambutan yang dibacakan Deputi Rehabilitasi dan Rekontruksi, Kepala BNPB Syamsul Maarif mengucapkan terima kasih dan apresiasi terhadap Pemerintah Provinsi Bengkulu sebagai tuan rumah penyelenggaraan Peringatan Bulan PRB 2014. “Terima kasih kepada Gubernur, para Bupati dan Walikota yang telah menyiapkan acara ini dengan sangat baik” , kata Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
Dari Bengkulu untuk Dunia
Rangkaian dari refleksi 10 tahun tsunami ini merupakan kebangkitan akan kesadaran pentingnya PRB. Kepala BNPB menekankan bahwa solidaritas dan kebersamaan adalah landasan dalam penanggulangan bencana. Peringatan ini sekaligus menjadi forum nasional untuk saling tukar pengalaman, permasalahan, dan solusi penanggulangan bencana di tingkat lokal dan nasional.
Sumber : BNPB
Penyelenggaraan akbar Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) 2014 berakhir pada hari Rabu, 15 Oktober 2014, di Hotel Grage Horizon, Bengkulu. Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Wisnu Widjaja mewakili Kepala BNPB menutup secara resmi rangkaian peringatan
6
Gema BNPB Desember 2014
“Substansi rangkaian kegiatan adalah mengawal pertemuan preparation committee di Jenewa dan pertemuan Global Platform di Sendai nanti”, kata Wisnu Widjaja. Sementara itu, Gubernur Bengkulu menyampaikan ucapan terima kasih kepada BNPB dan seluruh peserta se-Indonesia atas suksesnya penyelenggaraan Peringatan Bulan PRB di wilayahnya. Sambutan gubernur yang dibacakan oleh Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Provinsi Bengkulu Edy Waluyo menyebutkan bahwa pemerintahnya mendukung penyelenggaraan tahun depan di Indonesia bagian Timur. Harapan dari Gubernur bahwa penyelenggaraan Bulan PRB ini menghasilkan rekomendasi untuk WCDRR di Sendai. Salah satu capaian dari Bengkulu adalah pengesahan pernyataan Bengkulu tentang peningkatan kapasitas PRB di daerah. (PHI)
Rangkaian Kegiatan Peringatan Bulan PRB
Sesuai dengan semangat dalam pertemuan Global Platform, kegiatan pucak bulan PRB mengangkat tema “Pengurangan Risiko Bencana yang Membangun Ketangguhan Daerah”. BNPB didukung oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu, komunitas internasional, dan mitra kerja baik dari kementerian/ lembaga, komunitas masyarakat, LSM, dan sebagainya. Peringatan Bulan PRB di Bengkulu ini sekaligus sebagai refleksi 10 tahun bencana Tsunami Indian Ocean.
Rangkaian kegiatan pada puncak dan pre-event Peringatan Bulan PRB
1 2
Puncak Peringatan Bulan PRB : seminar 10 Tahun Tsunami Indian Ocean, Tangguh Award 2014, dan workshop PRB. Pre event : pameran dan panggung PRB, lomba, bedah buku, sosialisasi, jalan sehat dan bersih pantai, evakuasi mandiri, pertemuan Pengelolaan Risiko Bencana
Penyelenggaraan Peringatan Bulan PRB terpusat di Hotel Grage Horizon Bengkulu dan lapangan View Tower. Berbagai kegiatan selama Peringatan Bulan PRB dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan terhadap pemangku kepentingan di daerah. Kegiatan tersebut mencakup table top exercise (TTX), pelatihan manajerial penanggulangan bencana, pelatihan evakuasi, bedah buku, pameran, workshop dan seminar, hingga perlombaan yang melibatkan semua pihak. Berbagai tema menghiasi workshop PRB antara lain Peran Daerah dalam PRB dan Adaptasi Perubahan Iklim (API), Pengembangan Jejaring antar Pelaku PRB, Kebijakan Publik tentang PRB dan API, Peran Lembaga Usaha dalam PRB dan API, Peningkatan Peran Relawan dalam PRB, Sekolah dan Rumah Sakit Aman dari Bencana, Ketangguhan Lansia dan Kelompok Masyarakat Paling Berisiko. Narasumber pada berbagai workshop tersebut dari kementerian/lembaga, akademisi, praktisi, dunia usaha, organisasi mitra BNPB, maupun tokoh masyarakat. Pada akhir peringatan, Semua pihak telah memberikan masukan pemikiran dan pengalaman dalam penanggulangan bencana, khususnya PRB. Panitia telah menyusun kesimpulan-kesimpulan workshop selama tiga hari penyelenggaraan Peringatan Bulan PRB. Sementara itu para peserta yang berasal dari berbagai latar belakang juga menghasilkan rancangan rekomendasi sebagai masukan dalam Konferensi Dunia PRB (WCDRR) di Sendai, Jepang, pada 2015 nanti. Rekomendasi ini disebut juga sebagai Pernyataan Bengkulu. Hasil kesimpulan workshop dan rancangan rekomendasi dapat dilihat di website www. peringatanbulanprb.net.
Profil dan Sejarah Bencana di Bengkulu Bengkulu atau dulu dikenal sebagai Bencoolen merupakan wilayah dengan luas 19.788.70 km2. Penduduk Bengkulu pada Sensus BPS 2010 mencapai lebih dari 1,9 juta dengan kepadatan penduduk 100 km². Gema BNPB Desember 2014
7
Provinsi yang memiliki 9 kabupaten dan 1 kota tersebut berbatas dengan empat provinsi lain, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung. Wilayah dengan ciri khas Bunga Rafflesia ini memiliki indeks rawan bencana yang tinggi. Bengkulu yang terletak di Pulau Sumatera memiliki potensi bahaya berupa gelombang pasang/abrasi, tanah longsor, banjir, gempabumi dan tsunami. Potensi bahaya gempabumi karena Bengkulu berada dekat dengan aktivitas zona subduksi yang membentang di sebelah barat Pulau Sumatera. Tumbukkan Lempeng Eurasia dan Indo-Australia telah membentuk zona subduksi tersebut.
Menghadapi potensi gempabumi dan tsunami, Bengkulu telah memiliki tempat evakuasi atau shelter. Shelter dengan luas 50 x 50 meter tersebut berlokasi di Kelurahan Teluk Sepang, Kota Bengkulu. Pemilihan pendirian shelter di tempat itu karena memiliki indeks kerentanan tinggi. Bengkulu akan memiliki dua shelter yang dapat menampung 3.500 orang. Selain shelter, kita dapat melihat sebuah view tower di pinggir pantai Kota Bengkulu yang dapat dimanfaatkan untuk memonitor ancaman tsunami. (PHI)
Sumber : BNPB
Gempabumi terakhir tercatat oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada 16 April 2014 lalu. Gempa tersebut tidak menimbulkan dampak karena hanya berkekuatan 5.0 Skala Richter (SR). Namun demikian, Bengkulu memiliki sejarah panjang bencana gempabumi. Kurun waktu 10 tahun terakhir, empat gempabumi terjadi pada tahun 2006, 2007, 2011, dan 2012. Dampak gempabumi terbesar menimpa Bengkulu pada 2007. Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) merekam tujuh
warga meninggal dan lebih dari 10.000 unit rumah rusak di Kabupaten Mukomuko. Masih pada tahun yang sama, bencana ini berdampak lebih dari 14.000 unit rumah rusak di Kota Bengkulu.
8
Gema BNPB Desember 2014
Tabel 1. Catatan Gempabumi Selama Sepuluh Tahun Terakhir di Provinsi Bengkulu Rumah Rusak Berat
Rumah Rusak Sedang
Rumah Rusak Ringan
Tahun
Kabupaten
Meninggal
Luka-luka
2006
Kota Bengkulu
0
0
0
0
0
2007
Bengkulu Utara
6
26
0
0
0
2007
Kaur
0
0
0
0
0
2007
Kepahiang
0
0
104
0
322
2007
Kota Bengkulu
2
11
8.713
0
6.312
2007
Lebong
0
1
0
0
0
2007
Mukomuko
7
0
6.043
0
4.369
2007
Rejang Lebong
0
0
0
0
0
2007
Seluma
0
0
49
0
371
2011
Mukomuko
0
0
0
0
40
2012
Bengkulu Utara
0
0
4
16
34
15
38
14.913
16
11.448
Total
Sumber : BNPB
Sumber : BNPB
Sumber : sites.google.com
Gema BNPB Desember 2014
9
Laporan Utama
Memperingati 10 Tahun Tsunami Indian Ocean :
Membangkitkan Kesadaran Masyarakat terhadap Bahaya Tsunami Oleh Raditya Jati
Berawal dari sebuah tragedi yang mengingatkan kita semua, sekitar 10 tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 26 Desember 2014 telah terjadi Tsunami yang melanda 14 negara di negara-negara Samudera Hindia. Tsunami yang sangat hebat itu telah menimbulkan korban jiwa lebih dari seperempat juta jiwa terutama di negara-negara Indonesia, Thailand, Malaysia, Myanmar, Bangladesh, Srilangka, India, Maladewa, Somalia, dan Kenya. Pada persitiwa tersebut, Indonesia merupakan negara yang paling parah terdampak dengan korban jiwa hingga 173.741 jiwa dan sebanyak 116.363 orang dinyatakan hilang. Kejadian tersebut menyebabkan ribuan rumah dan bangunan hancur, setengah juta orang telah mengungsi akibat dari fenomena Tsunami yang mencapai 30 meter dan meratakan 800 km garis pantai sepanjang Aceh.
10
Gema BNPB Desember 2014
K
Sumber : BNPB
erusakan infrastruktur dan pendanaan untuk membangun kembali dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi diperkirakan mengeluarkan dana lebih dari 60 Triliyun untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam dan Sumatera Barat. Perhatian dunia terhadap peristiwa ini telah melibatkan lebih dari 500 organisasi dan 40 negara yang telah terlibat dalam tanggap darurat hingga sampai pemulihan pasca Tsunami Aceh . Semenjak peristiwa itu, dunia internasional telah melahirkan Kerangka Aksi Hyogo yang telah disepakati dan dihasilkan pada konferensi tingkat dunia di Jepang pada tahun 2005. Kerangka Aksi Hyogo tersebut telah berupaya untuk membangun kesadaran pengurangan risiko bencana dalam konteks pembangunan dan pelaksanaan program di negara-negara yang khususnya mempunyai risiko terhadap bencana. Kerangka Aksi Hyogo tersebut telah merubah paradigma tanggap darurat menjadi upaya pengurangan risiko bencana. Penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada pengurangan risiko bencana dengan mengedepankan 5 strategi aksi prioritas yaitu: Penilaian HFA meliputi 22 Indikator utama dalam 5 Prioritas Aksi yaitu :
1 Menjadikan PRB sebagai prioritas
nasional dan daerah yang penerapannya dilaksanakan melalui kelembagaan yang kuat.
2 Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta menerapkan sistem peringatan dini.
3 Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan
pendidikan untuk membangun budaya keselamatan dan ketahanan pada seluruh tingkatan.
4 Mengurangi faktor-faktor akar penyebab timbulnya atau meningkatnya risiko bencana.
5 Memperkuat kesiapsiagaan dalam
menghadapi bencana pada semua tingkatan masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif.
Peringatan 10 Tahun Tsunami ini merupakan upaya pembelajaran terhadap kejadian Tsunami dengan mengedepankan pengurangan risiko bencana pada ‘mind set’ kebencanaan di Indonesia, sebagai kilas balik dalam mengingat kembali peristiwa tersebut termasuk proses dan mekanisme penanganannya. Selain itu, pada kesempatan ini pula keterlibatan berbagai pihak dalam Peringatan 10 tahun Tsunami menunjukkan bahwa, sudah banyak pihak yang sangat peduli dengan upaya pengurangan risiko bencana di Indonesia maupun di dunia internasional. Pembelajaran tersebut juga dapat menjadikan masyarakat Indonesia semakin mempunyai ‘daya lenting’ terhadap kejadian bencana Tsunami dan akan membentuk mental yang menjadikan masyarakat menjadi tangguh terhadap bencana. Mengawali rangkaian kegiatan Peringatan 10 Tahun Tsunami, sebagai preliminary event, BNPB telah melaksanakan Seminar Nasional Tsunami Aceh dengan tema “Membangun dengan Lebih Baik – 10 Tahun setelah Tsunami”. Tema ini dimaknai sebagai upaya untuk membangun Aceh dengan capaian yang lebih baik setelah 10 Tahun terjadinya Tsunami. Pelaksanaan seminar ini bertepatan dengan Peringatan Bulan PRB di Bengkulu yang telah dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2014. Seminar ini diselenggarakan oleh BNPB bekerjasama dengan Platform Nasional PRB dan IABI (Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia) mendatang narasumber baik dari akademisi, praktisi, birokrat, hingga pelaku pemerintahan langsung yang sempat hadir adalah Ibu Walikota Aceh, yaitu Ibu Hj. Illiza Sa’aduddin Djamal yang telah memberikan paparan perspektif perekonomian Aceh pasca 10 tahun Tsunami. Seminar Nasional ini telah dibuka langsung oleh Dr. Syamsul Maarif, M.Si. yang telah memberikan Keynote Speech yang salah satunya menyatakan bahwa “Tsunami Aceh juga telah memberi pembelajaran bagi Indonesia untuk mengembangkan proses Gema BNPB Desember 2014
11
Kaji Kebutuhan Pasca Bencana (Post-Disaster Need Assessment/PDNA) yang menjadi dasar penyusunan Rencana Aksi RehabilitasiRekonstruksi pasca-bencana. Melalui proses ini pemulihan pasca-bencana dapat dilaksanakan secara sistematis, terpadu, mengacu pada kebutuhan penyintas, membangun ketangguhan, partisipatif dan sensitif terhadap risiko di masa yang akan datang” . Seminar nasional ini telah mengawali rangkaian kegiatan Peringatan 10 Tahun Tsunami sebagai entry point bersama rangkaian kegiatan-kegiatan lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut terpusat di Jakarta dan Aceh dengan melibatkan
berbagai multipihak untuk ikut berpartisipasi sesuai dengan kapasitasnya. Rangkaian kegiatan peringatan di Jakarta dikawal dengan berbagai seminar internasional maupun nasional, peluncuran buku, publikasi di media massa, kampanye untuk publik, serta pameran-pameran. Sedangkan rangkaian kegiatan puncaknya akan diselenggarakan di Aceh dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat ceremonial dan penyadaran. Pada acara pembukaan rangkaian kegiatan Peringatan 10 Tahun Tsunami, rencana akan dibuka oleh Presiden RI, Bapak Joko Widodo di Istana Merdeka yang akan dihadiri oleh 300 peserta seminar internasional dan nasional. Di agendakan pula akan hadir Ibu Margareta
Hasil dari Seminar Nasional tersebut telah membuahkan rekomendasi dan kesimpulan sebagai berikut: 1 Teknologi memang penting dan berguna, tetapi ketangguhan berawal dari rumah, karena menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku individu yang berdasarkan budaya aman. Teknologi yang membantu menyediakan akses terhadap informasi risiko dapat sangat membantu tetapi yang penting dikembangkan adalah internalisasi budaya siaga bencana sampai ke tingkat rumah tangga. 2 Pemerintah via BNPB dan K/L sudah menyusun rencana induk penanganan tsunami dengan fokus kebijakan pada perlindungan masyarakat dari ancaman gempa dan tsunami; penyediaan sarpras kesiapsiagaan dan PRB; dan penguatan kapasitas kesiapsiagaan seluruh pemangku kepentingan. Prakarsa ini juga mengandung komponen penguatan rantai peringatan dini, pembangunan tempat evakuasi sementara, pengembangan industri instrumentasi kebencanaan. 3 Dalam hal pengembangan ketangguhan masyarakat, LIPI melihat perlunya dukungan suprastruktur kebijakan pemerintah yang mendukung di satu sisi dan program-program pengembangan kapasitas modal budaya, modal sosial, dan modal ekonomi masyarakat di sisi yang lain. 4 Pemerintah Kota Banda Aceh membagikan pengalamannya dalam membangun perekonomian kota pasca tsunami, antara lain dengan meningkatkan partisipasi perempuan dalam perencanaan kota, mengembangkan pusat pertumbuhan ke arah Selatan menjauhi pesisir pantai. 5 Dari segi kesiapsiagaan bencana, kepanikan yang terjadi pasca gempabumi tanggal 11 April 2012 dan kegagalan aktivasi sirene peringatan dini. Pemerintah dan para pihak mengembangkan 5 prioritas kesiapsiagaan yang terdiri dari raising awareness, knowledge transfer, pelibatan dan pemberdayaan masyarakat, sistem peringatan dini end-to-end yang teratur dilatihkan. 6 Dalam membangun ekonomi pesisir, Wetland Internasional mengembangkan program restorasi manajemen ekosistem kawasan pesisir rawan tsunami dalam bentuk pemberian bantuan usaha kecil untuk mendorong masyarakat terlibat dalam perbaikan ekosistem pesisir melalui penghijauan mangrove, penanaman kembali tanaman pantai, dan silvofishery, yang meningkatkan ketahanan pantai dan sekaligus mendukung perekonomian warga. 7 Sistem diseminasi informasi/peringatan dini tsunami dari hulu ke hilir sampai tingkat masyarakat terus dikembangkan, dengan melibatkan iptek dan berbagai sarana komunikasi seperti Televisi, SMS, sirine, email, dll. Perlu ada sosialisasi terus-menerus tentang EWS dan latihan yang teratur.
12
Gema BNPB Desember 2014
Wahlstrom sebagai Special Representatif of the Secretary General UNISDR yang rencana akan bertemu dengan Bapak Presiden RI untuk mengundang secara langsung untuk menghadiri agenda WCDRR (World Conference on Disaster Risk Reduction) di Sendai pada tanggal 14-18 bulan Maret tahun 2015. Memaknai dari kejadian Tsunami di Aceh, menjadikan bangsa Indonesia semakin sadar bahwa tinggal di kawasan rawan bencana memerlukan interaksi dan adaptasi.
Terutama dengan wilayah nusantara yang terletak di benua maritim, wilayah kepesisiran Indonesia mempunyai risiko tinggi berhadapan dengan ancaman Tsunami. Kesadaran yang tinggi akan membawa perubahan perilaku manusia terhadap alam, upaya untuk berinteraksi dengan alam, dan upaya untuk beradaptasi dengan alam. Ke depan, bangsa Indonesia akan sadar selalu berdampingan secara harmonis bersama alam yang secara langsung akan paham dengan kejadian-kejadian fenomena yang dapat menimbulkan bencana.
Kegiatan-kegiatan yang terkait dengan Peringatan 10 Tahun Tsunami telah diagendakan pada waktu dan tempat yang terpisah. Rangkaian kegiatannya berupa: 1 Kegiatan Indian Ocean Wave oleh BMKG dan ITB, pada tanggal 9-10 September 2014. 2 The Annual International Workshop and Expo on Sumatera Tsunami Disaster and Recovery (AIWEST) oleh ITB dan Unsyah, yang telah diselenggarakan pada tanggal 22-24 Oktober 2014. 3 Seminar Internasional bertema “The Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System 10 years after the Indian Ocean Tsunami: Achievement, Challenges, Remaining Gaps, and Policy Perspectives” yang merupakan kerjasama BMKG, ITB, dan UNESCO pada tanggal 24-25 Nopember 2014 di Kantor BMKG, Jakarta. 4 Seminar Internasional bertema “Advance Spatial Planning, Early Warning, Education and Public Private Partnership for Mainstreaming of the Disaster Scienc and Practical Experience into Regional, National and local Tsunami Mitigation Policy” yang merupakan kerjasama Kementerian Kelautan dan Perikanan, Tohoku University dan IRIDeS pada tanggal 24-25 Nopember 2014 di Hotel Borobudur, Jakarta. 5 Seminar Internasional bertema “Increasing the Resilience of Agricultural Livelihoods to Natural Disasters and Extreme Climate Events 10 Years After the Indian Ocean Tsunami” yang merupakan kerjasama BPPT, AHA Center, dan FAO pada tanggal 24-25 Nopember 2014 di Hotel Borobudur, Jakarta. 6 Workshop Nasional tentang “Review Master Plan Pengurangan Risiko Bencana Tsunami” yang merupakan kerjasama BNPB, Bappenas, IABI pada tanggal 24 Nopember 2014 di Hotel Borobudur, Jakarta. 7 Kampanye untuk Publik terhadap penyadaran bahaya Tsunami dengan menggelar berbagai aktivitas di ruang terbuka pada saat “Car Free Day” seputaran Bunderan HI dan Jalan ThamrinSudirman di Jakarta. Rencana aktivitas ini akan diselenggarakan pada hari Minggu tanggal 21 Desember 2014 dengan aktivitas-aktivitas berupa panggung seni musik, Run for Tsunami Awareness, pembagian suvenir berupa gelang, pin, balon, medali, menyatakan kampanye untuk Tsunami dengan memberikan cap tangan dan tanda tangan di kain panjang, foto booth untuk upload ke Tweeter dan Facebook, serta aktivitas-aktivitas yang didukung oleh BNPB, Platform Nasional PRB, T-Nol, KPB, HFI, UNOCHA, SKALA, Pramuka, MDMC, PKPU, Dompet Dhuafa, TEMPO, KOMPAS, serta berbagai pihak pendukung PRB di Indonesia termasuk pihak swasta. 8 Peluncuran buku 10 Tahun Tsunami yang didukung oleh Platform Nasional PRB dan TEMPO yang akan diselenggarakan pada tanggal 18 Desember 2014 di Jakarta. 9 Puncak Peringatan 10 Tahun Tsunami yang akan diselenggarakan di Aceh pada tanggal 25-28 Desember 2014 dengan agenda kegiatan Zikir dan Doa, Renungan Peringatan 10 tahun Tsunami, expo kebencanaan dan karya kreatif Aceh, Aceh Award dan pagelaran seni budaya, serta Tsunami Trail 10K “Lari untuk Berbagi”.
Gema BNPB Desember 2014
13
Laporan Utama
Peran Daerah dalam
Implementasi PRB dan API
Oleh Djuni Pristiyanto
Pemerintah daerah (pemda) berperan penting dalam melaksanakan pengurangan risiko bencana (PRB) dan adaptasi perubahan iklim (API). Pemda merupakan garda depan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dan oleh karena itu perlu dibentuk kabupaten/kota tangguh bencana. Inisiatif untuk membentuk kabupaten/kota tangguh bencana itu sejalan dengan kampanye global yang bertajuk “Making Cities Resilient”. Dan untuk menilai pelaksanaan kabupaten/kota tangguh itu digunakan sebuah perangkat yang bernama “Penilaian Kapasitas Lokal dalam Pengurangan Risiko Bencana atau Local Government SelfAssessment Tools for Disaster Resilience (LG-SAT)”.
14
Gema BNPB Desember 2014
S
Sumber : BNPB
elain itu implementasi PRB dan API di daerah dilakukan oleh pemda dengan mengintegrasikannya ke dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan, seperti dalam rencana pembangunan jangka panjang, menengah, dan tahunan. Dalam hal ini perlu ada komunikasi dan koordinasi yang erat dengan pihak-pihak terkait di pemda, seperti Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi, lembaga usaha, dan lain-lain. Salah satu bagian PRB kabupaten/kota yang sering terlupakan adalah penyelamatan warisan budaya. Ini tidak hanya terbatas pada penyelamatan bangunan warisan budaya saja, tetapi juga masyarakat yang tinggal di sekelilingnya. Keterputusan budaya terutama akan menambah kerentanan warga masyarakat miskin. Demikian pokok-pokok pikiran yang dibahas dalam “Lokakarya Peran Daerah dalam Implementasi Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim” pada 14 Oktober 2014 di Hotel Grage Horizon, Bengkulu. Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan dalam rangkaian kegiatan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana 2014 dengan tema “Pengurangan Risiko Bencana Meningkatkan Ketangguhan Daerah” pada 13-15 Oktober 2014 di Bengkulu. Lokakarya ini menghadirkan lima narasumber antara lain (1) Ir. B. Wisnu Widjaja M.Si., Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB): “Making Cities Resilient – Mendorong Kota Berketahanan Bencana dan Iklim”; (2) Kristanto Sinandang, United Nations Development Programme Crisis, Prevention and Recovery Unit (UNDP CPRU): “PRB dan API dalam SDGs dan HFA2”; (3) Dr. Dadang Rukmana, Direktur Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum: “Jejaring
Kota Pusaka dan Peningkatan Ketangguhan Masyarakat di dekat Lokasi Warisan Budaya”; (4) Ir. Kuswiyanto, M.Si., Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas): “Integrasi program-program PRB-API dalam Perencanaan Pembangunan Daerah”; dan (5) Dian Lestari Pertiwi, DPRD Kabupaten Kebumen (Ketua Fraksi PDIP): “Penyusunan Regulasi Daerah yang Mendukung PRB-API”.
Kota Tangguh Bencana
Ir. B. Wisnu Widjaja memaparkan kota tangguh bencana. Pada tahun 2010 United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) meluncurkan kampanye global PRB 2010-2015 bertajuk “Mewujudkan Kota yang Tangguh - Kotaku Siap Hadapi Bencana! (Making Cities Resilient - My City is Getting Ready!)”. Tujuan kampanye ini adalah untuk meningkatkan pemahaman dan mendorong komitmen pemerintah daerah dan nasional untuk menjadikan pengurangan risiko dan ketangguhan bencana serta perubahan iklim sebagai prioritas kebijakan dan untuk mendekatkan Kerangka Aksi Hyogo (Hyogo Framework for Action/HFA) di tingkat global dengan kebutuhan-kebutuhan di tingkat daerah. Ada empat faktor yang meningkatkan risiko bencana sehigga dibutuhkan kampanye Kota Tangguh Bencana, yaitu laju urbanisasi, kemiskinan, perubahan iklim, dan kerusakan lingkungan. Selain itu jumlah penduduk di Indonesia lebih banyak berada di perkotaan daripada di pedesaan. Pada tahun 1978 ada 78% penduduk Indonesia berada di desa, tapi pada tahun 2014 hampir 54% tinggal di kota. Kampanye Kota Tangguh Bencana ini difokuskan pada pemda. Mengapa? Karena Para bupati/walikota, pejabat pemda dan pengambil keputusan seringkali harus menghadapi dampak bencana-bencana, Gema BNPB Desember 2014
15
bahkan sebagai penanggung jawab utama. Perubahan iklim dan kejadian cuaca ekstrem cenderung meningkatkan keterpaparan kabupaten/kota pada ancaman dan risiko. Praktik rutin pembangunan juga dapat mengakibatkan perubahan lingkungan yang kompleks dan turut meningkatkan risiko apabila praktik-praktik tersebut tidak dipertimbangkan dan ditangani dengan baik. Pemda juga menjadi pihak terdepan yang harus mengantisipasi, mengelola dan mengurangi risiko bencana, membentuk atau menjalankan sistem peringatan dini dan membangun struktur manajemen krisis/ bencana.
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Risiko bencana berkaitan dengan elemen-elemen pembangunan yang tidak berkelanjutan seperti degradasi lingkungan, sementara pengurangan risiko bencana dapat berperan dalam pencapaian pembangunan berkelanjutan melalui pengurangan kerugian dan perbaikan praktik-praktik pembangunan. Sementara itu HFA2 adalah sebuah upaya untuk melanjutkan HFA tahap pertama (2005-2015) yang diluncurkan di Kobe, Jepang dalam acara Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Bencana Kedua pada Januari 2005 yang dihadiri 4.000 peserta.
Pada tahun 2010-2011, keberhasilan kampanye diukur dari jumlah pimpinan daerah yang terlibat dan berkomitmen. Selanjutnya pada 2012, keberhasilan juga diukur dari jumlah kemitraan dan aliansi yang dibentuk oleh berbagai pemangku kepentingan di tingkat lokal, serta kemajuan implementasi PRB yang dilakukan oleh pemerintah daerah/kota-kota yang melakukan LG-SAT.
PRB dan API ada dalam tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) dan terkait erat dengan perubahan iklim dan dampaknya.
Berdasarkan laporan UNISDR pada tahun 2013 ada 2.190 kota tergabung dalam kampanye ini di tingkat global, antara lain Brasil (290 kota), Austria (280), Lebanon (255), Serbia (50), Sri Lanka (47), Pakistan (36), India (130), Filipina (147), Korea Selatan (49), dan Indonesia (20). Di Indonesia pemda yang ikut bergabung dalam kampanye tersebut antara lain Kota Jakarta, Kota Banda Aceh, Kota Makassar, Provinsi DI Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Provinsi Sumbar, Kabupten Padang Pariaman, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten Kerinci.
Pembangunan Berkelanjutan dan HFA2 Pemateri kedua, Kristanto Sinandang dari UNDP memaparkan keterkaitan antara PRB dan API pada pembangunan berkelanjutan dan Kerangka Aksi Hyogo tahap kedua (HFA2). Pembangunan berkelanjutan (sustainable develompment) merupakan suatu pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengabaikan 16
Gema BNPB Desember 2014
Tujuan dan Sasaran SDGs yang mengacu kepada PRB dan API antara lain 1 Menghapus kemiskinan dalam segala bentuknya di manapun. 2 Mengakhiri kelaparan, mencapai keamanan pangan dan perbaikan gizi, dan memajukan pertanian berkelanjutan. 3 Memastikan hidup sehat dan memajukan kesejahteraan bagi semua orang di semua usia. 4 Membangun infrastruktur yang tangguh, menggalakkan industrialisasi berkelanjutan dan inklusif dan mengembangkan inovasi. 5 Membuat kota dan permukiman manusia menjadi inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan. 6 Mengambil tindakan segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampakdampaknya.
Sementara itu sasaran global HFA2 adalah 1. Mengurangi tingkat kematian akibat bencana 2. Mengurangi jumlah orang yang terdampak bencana 3. Mengurangi kerugian ekonomi akibat bencana 4. Mengurangi kerusakan akibat bencana pada fasilitas kesehatan dan pendidikan, dan 5. Meningkatkan jumlah negara yang memiliki strategi nasional dan lokal.
Tujuan strategis HFA2 adalah 1. Pencegahan terbentuknya risiko bencana. 2. Pengurangan risiko bencana yang sudah ada. 3. Penguatan ketangguhan warga, komunitas dan negara.
Indonesia berperan penting dalam pembahasan SDGs dan HFA2 ini. Kontribusi Indonesia antara lain meninjau dan memberikan masukan terhadap usulan tujuan dan sasaran SDGs dan indikator HFA2 terutama kemungkinan pengukuran pencapaiannya (SDM, dana dan ketersediaan data), serta negosiasi dan lobi di tingkat global.
Integrasi PRB-API dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
Pemateri ketiga, Kuswiyanto dari Bappenas menyampaikan materi integrasi program PRB-API dalam perencanaan pembangunan daerah. Menurut Kuswiyanto, kerusakan dan kerugian akibat kejadian bencana-bencana besar di Indonesia dari tahun 2004 s/d 2014 Sasaran
mencapai lebih dari Rp160.000 milyar. Ada faktor-faktor yang memperkuat kejadiankejadian bencana yang semakin meningkat. Pemanasan global dan perubahan iklim berdampak signifikan terhadap pembangunan dan keberlangsungan kehidupan, kenaikan permukaan air laut, perubahan cuaca berdampak terhadap produksi pertanian, meningkatkan frekuensi kejadian bencana hidrometeorologi. Persebaran penduduk yang tidak merata. Sejumlah 62% kabupaten/kota memiliki tingkat risiko tinggi terhadap bencana. Kerangka kebijakan, hukum/ peraturan yang terkait PRB dan API belum sepenuhnya menjadi bagian dari perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Pada saat ini (November 2014) Bappenas sedang melakukan pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 (tahap teknokratif). Sasaran dan arah kebijakan PRB dan API dalam rencana teknokratif RPJMN 20152019 meliputi: Indikator
Pengurangan risiko bencana
Menurunnya indeks risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan (PKN, PKW dan PKSN) yang memiliki indeks risiko tinggi terhadap bencana.
Adaptasi perubahan iklim
Mitigasi • Penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 2019 diharapkan sebesar 25% dari business as usual (BAU baseline). REDD+ • Menurunnya laju deforestasi melalui kegiatan REDD+. • Menurunya kontribusi emisi GRK dari sektor kehutanan. • Tersedianya mekanisme benefit sharing. Adaptasi • Meningkatnya ketahanan terhadap perubahan iklim di 5 wilayah percontohan.
Sasaran
Arah Kebijakan
Penanggulangan bencana
• Internalisasi PRB dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. • Penurunan kerentanan terhadap bencana. • Peningkatan kapasitas aparatur dan masyarakat.
Penanganan perubahan iklim
• Penanganan perubahan iklim • Penurunan emisi GRK (mitigasi PI). • Pemantapan REDD+. • Peningkatan ketahanan masyarakat terhadap perubahan iklim (adaptasi PI). Gema BNPB Desember 2014
17
Regulasi Daerah yang Mendukung PRB-API
Dian Lestari Pertiwi dari DPRD Kabupaten Kebumen memaparkan materi “Penyusunan Regulasi Daerah yang Mendukung PRBAPI”. Kabupaten Kebumen masuk ranking 3 di Jawa Tengah (Jateng) dan ranking 12 di Indonesia sebagai daerah paling rawan bencana. Tingkat kepadatan peduduk di Kebumen berada pada posisi ke-7 terpadat dan tingkat kemiskinan berada pada posisi ke-3 termiskin di Jateng. Kerugian akibat bencana pada tahun tahun 2011 di Kabupaten Kebumen mencapai lebih Rp 2 miliar, pada tahun 2012 mencapai Rp 9 miliar dan pada tahun 2013 mencapai Rp 23 miliar. Regulasi yang ditetapkan untuk mendukung penanggulangan bencana di Kab. Kebumen adalah Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kebumen 2011-2031, serta Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 8 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPBD. Bidang PRB penting untuk diintegrasikan dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan di daerah. Proses untuk melakukan hal itu ditempuh dengan berbagai tahapan. Setelah kepala daerah terpilih, maka disusunlah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sebagai penjabaran visi misi kepala daerah selama 5 tahun. Untuk daerah yang memiliki bahaya bencana biasanya penanggulangan bencana menjadi prioritas, maka penjabaran prioritas atau program penanggulangan bencana di dalam PRB ini. Jadi PRB menjadi “rencana strategis” (renstra) daerah khusus dalam penanggulangan bencana dan yang melaksanakannya adalah seluruh SKPD di daerah tersebut. PRB ini kemudian dideskripsikan lagi turunannya menjadi rencana aksi daerah (RAD) yang berisi kegiatan-kegiatan dalam PB. Selanjutnya RAD ini akan dipilah-pilah oleh SKPD 18
Gema BNPB Desember 2014
menjadi bagian dari rencana kerja (Renja). SKPD. Agar penanggulangan bencana dapat muncul dalam Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) ditempuh dengan pembahasan di SKPD terkait melalui rencana kerja (renja) SKPD. Rencana SKPD, yang berasal dari renstra, hal-hal terkait dengan kebencanaan dimasukkan ke dalam Rencana PB. Dalam hal ini Bappeda berperan penting dalam melakukan sinkronisasi pada masing-masing sektor tersebut. Sedangkan BPBD berperan sebagai sektor pemimpin (leading sector) dalam hal urusan kebencanaan. Dengan demikian urusan PRB dapat masuk ke dalam penganggaran pembangunan daerah. Untuk proses perencanaan dilakukan melalui pendekatan politik, teknokratik, partisipatif, serta proses top-down dan bottom-up. DPRD berperan penting dalam semua proses pengintegrasian PRB ke dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan di daerah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, DPRD memiliki peran ganda, yaitu sebagai penyelenggara pemerintahan daerah dan sebagai badan perwakilan. Dengan PRB pemerintah daerah akan dapat mampu melindungi rakyatnya dari bahaya bencana secara efektif dan efisien.
Sumber : BNPB
Laporan Utama
Pencapaian Bulan PRB dari Bengkulu untuk Dunia Oleh Raditya Jati
Strategi penanganan kebencanaan memerlukan suatu kerjasama dan dukungan semua pihak dalam upaya penanggulangannya terutama dalam mengembangkan budaya pengurangan risiko bencana yang dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Untuk itu, Badan PBB mengusulkan hari untuk peringatan Pengurangan Bencana yang sudah dimulai sejak tahun 1989. Peringatan tersebut merupakan salah satu cara untuk mempromosikan budaya pengurangan risiko bencana, termasuk pencegahan bencana, mitigasi dan kesiapsiagaan. Pada awalnya peringatan tersebut disepakati pada hari Rabu kedua bulan Oktober, namun sejak tahun 2010, diputuskan untuk menunjuk tanggal 13 Oktober sebagai tanggal untuk merayakan hari peringatan Pengurangan Risiko Bencana. Penyelenggaraan Bulan Peringatan PRB 2014 di Indonesia dipusatkan pada Provinsi Bengkulu yang menjadi tuan rumahnya.
20
Gema BNPB Desember 2014
S
esuai dengan semangat dalam pertemuan Global Platform, kegiatan pucak bulan PRB mengangkat tema Pengurangan Risiko Bencana Membangun Ketangguhan Daerah. Tema ini sudah berulang kali dibahas sejak Asian Ministerial Conference on DRR/AMCDRR kelima di Yogyakarta tahun 2012. Sebagai negara kepulauan luas yang menganut sistem desentralisasi dan otonomi daerah, pengurangan risiko harus pertama-tama diupayakan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan di daerah, yang juga merupakan pihak yang langsung berhadapan dengan bencana dan dampak-dampaknya . Selain berbagai lomba dan kegiatan interaktif di atas, kegiatan utama peringatan bulan PRB tahun 2014 akan terdiri dari Seminar Nasional 10 Tahun Tsunami, dan serangkaian lokakarya pengurangan risiko yang membahas tujuh isu kunci, yakni : 1 Peran Daerah dalam PRB dan Adaptasi Perubahan Iklim
Sumber : BNPB
2 Pengembangan Jejaring antar Pelaku Pengurangan Risiko Bencana (termasuk Forum PRB, Forum Media, dan Forum Perguruan Tinggi) 3 Kebijakan Publik tentang PRB dan Adaptasi Perubahan Iklim (termasuk Peran Daerah dan Kepala Daerah) 4 Peran Lembaga Usaha dalam PRB dan Adaptasi Perubahan Iklim 5 Peningkatan Peran Relawan dalam Pengurangan Risiko Bencana 6 Sekolah dan Rumah Sakit Aman 7 Ketangguhan Lansia dan kelompok masyarakat paling berisiko (termasuk Desa Tangguh)
Berkaitan dengan kegiatan lokakaryalokakarya tersebut, maka tujuan utama capaian dari Peringatan Bulan PRB di Bengkulu adalah membawa substansisubstansi penting, baik untuk justifikasi dalam pembuatan keputusan di tataran nasional dan daerah, namun yang paling penting dapat membuahkan konsep pengurangan risiko bencana yang
mempunyai keunikan khas Indonesia untuk dunia. Mekanismenya adalah melalui usulan masukan bagi Zero Draft Post HFA di WCDRR dan usulan masukan untuk Zero Draft SDGs yang dapat diintegrasikan dengan ide-ide besar pengurangan risiko bencana di sidang PBB tahun 2015. Pada Maret 2015 depan, dalam Konferensi Dunia Pengurangan Risiko Bencana (World Conference on Disaster Risk Reduction) yang Ketiga di Sendai, Jepang, negaranegara anggota Perserikatan BangsaBangsa akan mengadopsi kesepakatan pengganti Kerangka Aksi Hyogo (Hyogo Framework of Action/HFA), yang disebut sebagai Kerangka Pengurangan Risiko Bencana Pasca-2015. Pada saat yang sama, pada tahun tersebut juga akan diadopsi Tujuan-Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) dan suatu kesepakatan baru tentang perubahan iklim. Secara bersama-sama instrumeninstrumen ini akan membantu terwujudnya aksi-aksi di semua tingkat untuk mengelola risiko bencana dan perubahan iklim serta mendorong pembangunan berkelanjutan. Hasil Kerangka Pengurangan Risiko Bencana Pasca-2015 akan memberikan pengaruh yang sangat menentukan bagi pencapaian SDG dan sebaliknya. Apabila risiko bencana tidak dikelola dengan efektif, semakin meningkatnya kerugian dan dampak akibat bencana akan menggerogoti pencapaian seluruh SDG. Pada saat yang sama, apakah SDG mendorong investasi sektor publik atau swasta yang peka risiko atau tidak akan secara langsung berpengaruh pada akarakar penyebab risiko dan dengan demikian berpengaruh terhadap tingkat risiko dan ketangguhan di masa mendatang. Dengan demikian kebijakan publik yang diadopsi untuk mewujudkan Kerangka Pengurangan Risiko Bencana Pasca-2015 dan SDG harus saling mendukung. Hasil dari berbagai lokakarya tersebut membuahkan berbagai rekomendasi dan catatan penting arti pengurangan risiko bencana yang dapat dilihat pada Tabel 1. Gema BNPB Desember 2014
21
Hasil capaian dari rekomendasi dan butiran catatan penting ini menjadi rumusan dalam pernyataan yang dikeluarkan di Bengkulu untuk Indonesia dan Dunia. Catatan tersebut
telah dibahas pada agenda pleno yang dipimpin oleh Deputi 1 BNPB bersama Ketua IABI yang pernyataannya adalah sebagai berikut :
Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana 2014 di Bengkulu, 13-15 Oktober 2014 Pernyataan Bengkulu tentang Peningkatan Kapasitas Pengurangan Risiko Bencana di Daerah Kami, para peserta Peringatan Bulan PRB 2014, dengan tema ‘Pengurangan Risiko Bencana Meningkatkan Ketangguhan Daerah’ di Bengkulu tanggal 13-15 Oktober 2014; Perduli atas dampak bencana, termasuk bencana ekologis dan bencana terkait perubahan iklim di Indonesia, yang semakin meningkat dalam dua tahun terakhir; Memperhatikan proses penyusunan Kerangka PRB dan Agenda Pembangunan Pasca-2015 dan hasil-hasil sementara yang telah dihasilkan, yang memasukkan PRB sebagai pendekatan yang terintegrasi ke dalam sektor dengan pembagian peran yang jelas di antara para pemangku kepentingan; Menimbang perkembangan global dan regional, yang semakin mendorong Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim ke dalam Pembangunan Berkelanjutan sebagai salah satu prioritas agenda pembangunan yang penting di tingkat pusat dan daerah; Memahami peran ilmu pengetahuan dan sifat saling melengkapi Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim sebagai tujuan dan pendekatan kebijakan untuk menangani risiko, kerentanan, dan dampak kejadian bencana dan perubahan iklim pada individu dan masyarakat; Sadar akan tanggung jawab untuk mengurangi risiko bencana dan membangun ketangguhan daerah, serta sadar akan perlunya dukungan dari para pemangku kepentingan untuk menjamin terlaksananya rekomendasi ini; Berterima kasih atas kepemimpinan Pemerintah Provinsi Bengkulu sebagai tuan rumah penyelenggara, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan Platform Nasional PRB, yang telah menyukseskan penyelenggaraan Peringatan Bulan PRB 2014 dan dukungan Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI), Forum Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Dunia Usaha, Media, Organisasi Masyarakat serta segenap penggiat PRB dari unsur pemerintah dan nonpemerintah. Menjunjung tinggi kepemimpinan Indonesia dalam High Level Panel of Eminent Persons (Panel Tingkat Tinggi Para Pemimpin Dunia) dalam rangka Agenda Pembangunan Pasca-2015 untuk mewujudkan kerangka komitmen Pengurangan Risiko Bencana dalam pembangunan di Indonesia. Menyerukan Kepada Pemerintah Dan Para Pemangku Kepentingan Pengurangan Risiko Bencana Untuk: 1 Dalam hal peningkatan ketangguhan dalam menghadapi bencana dan dampak-dampak perubahan iklim : Meningkatkan upaya Pengurangan Risiko Bencana pada semua tataran, terutama pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim ke dalam Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah melalui penguatan peraturan perundang-undangan, kelembagaan, akuntabilitas dan tata kelola PRB dan API di tingkat pusat dan daerah; menegaskan keterhubungan antara rencana dan penganggaran pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah; meningkatkan keterlibatan para pemangku kepentingan, terutama kelompok rentan, termasuk tetapi tidak terbatas pada masyarakat adat, ibu hamil, anak-anak, kaum lansia dan penyandang disabilitas, dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan dan penyelenggaraan pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim di tingkat daerah.
22
Gema BNPB Desember 2014
2 Dalam hal peningkatan kapasitas PRB Provinsi dan Kota/Kabupaten : Mendorong Provinsi dan Kota/Kabupaten untuk lebih berkomitmen dan bertanggung jawab melibatkan diri lebih lanjut dalam melaksanakan HFA dan Kerangka PRB Pasca-2015 yang terintegrasi dalam Kerangka Pembangunan Berkela njutan Pasca-2015, antara lain melalui perangkat-perangkat yang telah disesuaikan untuk tingkat daerah seperti LG-SAT, dan dengan berpartisipasi dalam jejaring Kota/Daerah Tangguh; mendukung prakarsa-prakarsa yang mendorong tercapainya sekolah dan rumah sakit yang aman serta aset dan properti daerah yang penting lainnya. 3 Dalam hal penguatan kemitraan dan jejaring PRB : Mengembangkan dan merevitalisasi forumforum PRB daerah dan tematik sebagai forum yang berkomitmen untuk bekerja demi integrasi PRB-API dan pengembangan ketangguhan di daerah; meningkatkan koordinasi dan kerja sama antar forum untuk menciptakan sinergi program dan kegiatan di tingkat Provinsi, kota/ kabupaten, termasuk kerja sama dengan pemerintah, media dan sektor swasta; meningkatkan peran media sebagai mitra utama dalam sosialisasi risiko, penyampaian peringatan dini dan pendidikan PRB. 4 Dalam hal pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas : Menerapkan tata kelola risiko di tingkat desa dan komunitas yang partisipatif, inklusif, akuntabel dan efektif-efisien, dengan penghargaan terhadap pengetahuan dan kearifan lokal yang telah terbukti dapat beradaptasi dengan tantangan-tantangan baru; mendorong Pemerintah untuk menyusun kerangka hukum dan kebijakan serta meningkatkan pendanaan bagi pemerintah daerah untuk membangun ketangguhan di tingkat desa dan komunitas khususnya yang berada di kawasan yang sangat rawan bencana, dengan memberi intervensi program pemberdayaan dan pendanaan yang memadai untuk masyarakat miskin dan rentan, terutama para penyandang disabilitas, kaum perempuan, anak-anak dan lansia, 5 Dalam hal pengurangan akar-akar penyebab risiko : Mendorong Pemerintah dan pemerintah daerah serta sektor swasta untuk mengintegrasikan PRB ke dalam perencanaan tata-ruang dan tata bangunan serta pembangunan infrastruktur yang tangguh; meningkatkan investasi dalam pengelolaan lingkungan hidup, pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik dan berwawasan lingkungan, serta pengelolaan risiko yang berwawasan ekosistem. meningkatkan kapasitas masyarakat dengan menerapkan ilmu pengetahuan, seni dan budaya, serta ketrampilan, dan meningkatkan perlindungan hak-hak kaum miskin, anak, perempuan, dan para penyandang disabilitas terhadap risiko bencana pada semua tataran, dengan mempertimbangkan karakteristik demografis dan geografis serta kearifan lokal setiap daerah. 6 Dalam hal pemantauan dan evaluasi : Mendorong penyusunan indikator-indikator keberhasilan yang sahih dan terukur pada semua tataran; serta mengembangkan sistem pelaporan dan statistik bencana yang akuntabel dan diperbarui secara rutin. Memutuskan Untuk: 1 Mengajak seluruh Kementerian-Lembaga, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Kota, dan para pemangku kepentingan terkait lainnya untuk mendorong masuknya rekomendasi ini ke dalam kebijakan, strategi, dan rencana pembangunan Pemerintah dan pemerintah daerah. 2 Melibatkan seluruh penggiat PRB dari unsur Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Usaha, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, Media, dan Organisasi Masyarakat serta masyarakat lokal, baik di tingkat pusat dan daerah serta pihak-pihak terkait lainnya untuk saling bekerja sama secara terkoordinasi dan saling memberdayakan. 3 Menyerukan kepada organisasi-organisasi internasional, Badan-Badan Perserikatan BangsaBangsa, dan organisasi masyarakat sipil serta jaringan mereka untuk mendukung dan mempercepat pelaksanaan pernyataan ini. Disahkan pada tanggal 15 Oktober 2014 di Bengkulu, Indonesia.
Gema BNPB Desember 2014
23
Fokus Berita
Dunia Peringati
Hari Internasional PRB
Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk urusan pengurangan risiko bencana atau United Nations Internasional Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) mengangkat tema tentang kelompok rentan, khususnya lanjut usia pada peringatan Hari Internasional Pengurangan Risiko Bencana (PRB) pada tahun 2014. Tema tersebut merupakan bagian dari Step Up inisiatif dimulai pada tahun 2011. Tema yang berfokus pada kelompok rentan sengaja dikampanyekan untuk kemudian menjadi masukan pada kerangka kerja pasca 2015 Hyogo Framework for Action (HFA), khususnya PRB.
24
Gema BNPB Desember 2014
P
asca gempabumi dan tsunami Aceh 2004, komunitas internasional melihat paradigma PRB menjadi pengarusutamaan dalam penanggulangan bencana. Pemikiran untuk memperingati Hari Internasional PRB ini dimulai pada tahun 1989 dengan persetujuan Majelis Umum PBB. Hari Internasional ini merupakan momentum untuk mempromosikan budaya global PRB, termasuk pencegahan bencana, mitigasi, dan kesiapsiagaan. Pada awalnya, komunitas internasional memperingatinya pada hari Rabu, minggu kedua bulan Oktober. Satu dekade kemudian, Majelis Umum PBB memutuskan bahwa peringatan PRB atau International Day for Disaster Reduction diselenggarakan pada 13 Oktober setiap tahun.
Sumber : UNISDR
Hari Internasional PRB adalah hari untuk merayakan bagaimana individu dan masyarakat mengurangi risiko bencana dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya PRB. Ini juga merupakan hari untuk mendorong setiap warga negara dan pemerintah untuk mengambil bagian dalam membangun ketahanan komunitas terhadap bencana dan bangsa. Sumber : UNISDR
Pada 2014 ini UNISDR mencatat penyelenggaraan Hari Internasional PRB di beberapa negara, seperti Indonesia, Kamboja, Vietnam, Bangladesh, Kenya, dan berbagai negara lainnya. Sementara di Indonesia, penyebutan momen penting ini sebagai Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana. Penyelenggaran Peringatan Bulan PRB di Indonesia berlangsung di Provinsi Bengkulu pada 13 – 15 Oktober 2014.
Peran Kelompok Lansia
Kelompok lanjut usia (lansia) memiliki peran dalam PRB. Menurut catatan UNSIDR, secara global bahwa 10 persen dari populasi dunia berada pada usia di atas 60 tahun. Perkiraan tahun 2030 nanti, jumlah kelompok ini akan lebih banyak dari pada
anak-anak. Ini merupakan pertama kali dalam sejarah di dunia ini. Oleh karena itu, UNISDR memandang bahwa tema ini merupakan kesempatan untuk melihat peran kelompok ini untuk memperkuat ketangguhan. Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon mengatakan bahwa orang-orang yang lebih tua akan memiliki risiko meninggal dan menderita lebih tinggi pada saat bencana. Tren tragis ini harus dipulihkan melalui rencana, pelayanan, dan dukungan yang memastikan kita dapat mengatasi kerentanan serta sekaligus mengoptimalkan kontribusi mereka terhadap keselamatan dan ketangguhan. Gema BNPB Desember 2014
25
Sumber : UNISDR
Perencanaan penanggulangan bencana perlu memperhitungkan kelompok orang yang lebih tua atau lansia. Bagaimana mereka mempersiapkan dalam menghadapi bencana, menyelamatkan, dan melindungi diri mereka. Kebutuhan-kebutuhan orang tua juga harus diperhitungkan dalam sistem peringatan dini, mekanisme perlindungan sosial, evakuasi, rencana tanggap darurat, dan kampanye kesadaran publik. Pesan Ban Ki-Moon pada International Day of Disaster Reduction bahwa lansia memiliki kekuatan yang dapat melayani masyarakat luas. Pengalaman masa lalu mereka pada saat bencana dapat disebarkan kepada 26
Gema BNPB Desember 2014
masyarakat. Menurut Ban Ki-Moon, kelompok ini harus disertakan dalam manajemen risiko bencana, perencanaan serta proses pengambilan kebijakan. Kelompok lansia juga dapat memberikan masukan yang kritis dan perkaya pada diskusi global terkait perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. Akhir pesan Sekjen PBB, catatan yang sangat penting adalah ajakan untuk melihat diri masing-masing. Kita perlu mengingatkan diri kita sendiri bahwa membangun ketangguhan terhadap ancaman bahaya tidak memiliki batas waktu dalam hidup. Ini berawal dari masa muda hingga bertambahnya usia kita. (PHI)
Fokus Berita
Sumatera dan Kalimantan Asap ternyata masih menjadi masalah setiap tahun di tanah air. Semester kedua di saat cuaca panas memuncak, titik api dan titik panas (hotspot) bertebaran dan termonitor Satelit National Oceanic and Atmospheric Administration atau NOAA 18. Awal tahun 2014, pekatnya asap berdampak pada kualitas udara yang buruk dan jarak pandang yang pendek. Kondisi ini menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sebagai bencana di Provinsi Riau. Kehidupan masyarakat, mulai dari segi kesehatan hingga aktivitas sehari-hari di wilayah Riau dan sekitar terganggu kabut asap dampak karhutla.
Gema BNPB Desember 2014
27
Sumber : BNPB
Basmi Kabut Asap
Asap di Provinsi Riau sudah seperti fenomena yang terjadi setiap tahun. Pada tahun lalu, provinsi ini mengalami karhutla hebat hingga mengakibatkan protes dari Pemerintah Singapura dan Malaysia yang terganggu oleh kiriman asap dari Riau. Dinas Kehutanan Riau mencatat luas lahan yang terbakar mencapai 15.000 ha. Luas lahan paling banyak terbakar di wilayah Bengkalis dan Rokan Hilir, seluas 6.000 ha. Memasuki tahun 2014, Riau tetap menghadapi fenomena yang mengganggu kehidupan masyarakat. Kerugian triliuan rupiah ditanggung oleh negara, seperti cagar biosfer terbakar seluas 2.398 ha dan lahan terbakar 21.914 ha. Belum lagi masyarakat yang terserang penyakit saluran pernafasan hingga 58.000 orang dan biaya penanganan bencana asap ini. Pemerintah Provinsi Riau belajar dari pengalaman penanganan karhutla pada awal tahun 2014, meskipun kebakaran masih terjadi pada semester kedua. Kesepakatan untuk penanggulangan bencana karhutla dan monitoring di lapangan mampu menekan luasnya dampak kebakaran. Ketika Riau mulai untuk mengendalikan dengan relatif baik karhutla, justru asap bertebaran di provinsi lain, seperti Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
Pola Hotspot
Pemahaman titik api berbeda dengan titik panas atau hotspot. Hotspot adalah
No.
Provinsi
Berdasarkan data kurun waktu 10 tahun terakhir, pola hotspot di Sumatera tampak terjadi pada pertengahan Juni hingga Oktober (5 bulan), sedangkan di Kalimantan pada Agustus hingga Oktober (3 bulan). Ini berbeda dengan Riau di tahun 2014 dimana banyak hotspot terjadi pada Februari-Maret sehingga menimbulkan bencana asap. Satu hal yang menarik dicermati yaitu pola hotspot di Sumatera dan Kalimantan pada 2014 ini. Pada periode Februari hingga Juli, hotspot yang terjadi lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa pembakaran dilakukan juga saat musim penghujan. Kondisi ini diperburuk ketika memasuki Agustus dengan cuaca yang makin kering. Potensi kebakaran menjadi sangat tinggi, sedangkan puncak musim kemarau akan sampai Oktober 2014. Berikut ini data jumlah hotspot pada tanggal 15 dan 16 September 2014 berdasarkan citra satelit NOAA 18 dan MODIS. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi El Nino tahun
Hotspot dari NOAA-18 (15 Sep)
Hotspot dari MODIS (15 Sep)
Hotspot dari MODIS (16 Sep)
1
Kalimantan Tengah
227
665
559
2
Kalimantan Barat
112
279
193
3
Kalimantan Selatan
4
Sumatera Selatan
39
75
252
134
327
195
5
Riau
89
164
20
6
Jambi
62
104
17
Sumber : BNPB
28
obyek titik panas di permukaan bumi dan terekam oleh NOAA 18 dengan resolusi spasial 1 km x 1 km. Luasan yang terdeteksi bersuhu melebihi ambang batas tertentu akan diidentifikasi satelit sebagai hotspot. Negara-negara anggota ASEAN sepakat bahwa ambang batas panas didefinisikan sebagai hotspot apabila mencapai suhu 48º Celcius.
Gema BNPB Desember 2014
ini berbeda dengan tahun 1997. Dampak El Nino sangat besar waktu itu, seperti kekeringan yang memicu krisis pangan, karhutla yang luas, serta berdampak pada krisis energi dan ekonomi. Daerah hutan dan lahan gambut yang terbakar saat itu 2,12 juta ha dengan emisi karbon setara 13– 40% emisi kebakaran hutan dunia. Dampak yang luar biasa menyumbangkan emisi gas rumah kaca ke atmosfer. El Nino tahun 2014/2015 bersifat moderat. Hal ini berdasarkan indikator suhu muka laut di Pasifik yang menunjukkan fenomena sama dengan kejadian El Nino tahun 1997. Dampak yang ditimbulkan untuk wilayah Indonesia adalah kemarau panjang dan kering.
Basmi Kabut Asap
Pemerintah daerah adalah first respondent dalam penanggulangan bencana. Apabila daerah di tingkat kabupaten/
kota tidak mampu, pemerintah provinsi akan mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pada kasus karhutla di beberapa wilayah, provinsi tidak mampu dalam penyediaan dana dan peralatan berat pemadaman. Jauh hari sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama kementerian/lembaga dan 9 pemerintah provinsi telah mengupayakan antisipasi bencana asap. BNPB antara kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi menyepakati antisipasi dengan penyelenggaraan rapat koordinasi, penyusunan standard operating procedure (SOP), rencana kontijensi, gelada, sosialisasi, patrol dan penegakan hukum. Kesembilan provinsi yang memiliki potensi karhutla antara lain Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Utara.
Beberapa poin hasil koordinasi lintas sektor
1
Gubernur bersama dinas terkait, TNI, Polri, Manggala Agni dan lainnya harus melakukan langkah-langkah antisipasi karhutla di daerahnya.
2
BNPB bersama BPBD saat ini masih melakukan water bombing dari udara dan teknologi modifikasi cuaca (TMC) di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Distribusi helicopter di masing-masing provinsi adalah : a) Helicopter Bolco (1 unit), 1 Sikorsky (1 unit) di Riau. b) Helicopter Bolco (1 unit), MI-8 (1 unit), 1 Kamov (1 unit) di Sumatera Selatan. c) Helicopter Bolco (1 unit) di Kalimantan Barat. d) Helicopter Bolco (1 unit), MI-8 (unit) di Kalimantan Tengah. e) Ground Mist Genarator (GMG) dipasang di bandara Pekanbaru (6 unit), Palembang (6 unit), Pontianak (4 unit), dan Palangkaraya (6 unit). f) TMC belum dilakukan karena keterbatasan pesawat terbang.
3
Mempersiapkan mobilisasi 4 batalyon TNI yang siap dikerahkan sewaktu-waktu jika dibutuhkan di lapangan.
4
Upaya pencegahan dan penegakan hukum diutamakan dalam menghadapi ancaman karhutla.
5
BNPB mengalokasi dana siap pakai (DSP) atau on call sebesar Rp 355 miliar untuk penanganan karhutla hingga bulan Oktober 2014. Sebagian besar dana tersebut digunakan untuk biaya aktivasi pos komando, sewa serta operasional helicopter dan pesawat terbang. Helikopter dimanfaatkan untuk monitoring udara dan water bombing, sedangkan pesawat terbang untuk TMC.
Gema BNPB Desember 2014
29
Gambar di bawah menunjukkan rekapitulasi titik panas atau hotspot berdasarkan pantauan Satelit NOAA 18 di Sumatera dan Kalimantan bulan Septembember 2013. Upaya lain dari BNPB adalah pelatihan anggota TNI dalam penanggulangan api dan asap. Pelatihan yang berlangsung 17 – 19 Juni 2014 lalu mengajarkan empat strategi yaitu Pemadaman di darat, pemadaman melalui udara, penegakan hukum (gakkum), dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat (yankesmas) terdampak. Materi teknis sangat bermanfaat dalam pembekalan keterampilan memadamkan api dan asap. Para peserta pelatihan dapat belajar mengenai pemadaman titik api dan titik asap yang ada di lokasi kebakaran dengan menggunakan peralatan pompa air; pembersihan lokasi yang baru saja terbakar agar tidak merambat ke lokasi lain termasuk pembuatan parit penyekat rambatan api; koordinasi dengan Satgas Udara tentang lokasi pembuatan hujan buatan dan water bombing; dan memastikan lokasi yang sudah dipadamkan agar tidak timbul kembali titik api dan asap yang baru.
Sumber : BNPB
30
Gema BNPB Desember 2014
Utamakan Pencegahan
Karhutla telah merugikan negara triliunan rupiah. Alokasi anggaran paling besar digunakan untuk penanggulangan bencana asap di Riau dengan total Rp 275 miliar, Kalimantan Tengah Rp 24 miliar, dan Sumatera Selatan Rp 12 miliar. Fenomena yang terjadi setiap tahun sudah seharusnya dibasmi secara tuntas. Kepala BNPB Syamsul Maarif menegaskan bahwa bencana asap terus dilakukan hingga padam. “Yang akan datang diarahkan kepada satgas darat dan satgas penegakan hukum untuk pencegahan. Tanpa pencegahan, akan sia-sia upaya pemadaman dari udara”, ujar Kepala BNPB Menurut BMKG, pertengahan November curah hujan masih terbatas. Pembakaran akan marak lagi. Upaya yang harus dilakukan adalah pencegahan. Aparat di tingkat RT, RW, kelurahan/desa, kecamatan hingga kabupaten/kota harus bertindak sejak dini di wilayah masing-masing melakukan pencegahan. “Pemerintah pusat tetap hadir membantu Pemda. Jadi
Sumber : BNPB
titik beratnya di pencegahan dan ini tugas pemda hingga level terdepan. Jangan dialihkan ke pemadaman yang lebih ke tanggung jawab pemerintah pusat", tambah Syamsul Maarif. Lebih lanjut Kepala BNPB mengatakan bahwa keberhasilan dan kegagalan penanggulangan bencana asap tergantung pada pencegahan. “Saat ini diharapkan satgas-satgas di pemda melakukan
usaha bersama. Turun ke lapangan untuk mencegah pembakaran. Libatkan TNI, Polri dan penegak hukum lainnya”, kata Syamsul Maarif. Upaya pemadaman terus dilakukan oleh pusat tetapi upaya pembakaran jangan dibiarkan oleh pemda. BNPB masih mengerahkan helikopter, pesawat dan modifikasi cuaca untuk memadamkan api. (Phi)
Gema BNPB Desember 2014
31
Sumber : BNPB
Fokus Berita
Membangun Sistem Komunikasi Bencana Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB menyusun Rencana Induk Sistem Komunikasi Bencana (RIK) periode 2015-2019. Dokumen RIK disusun berdasarkan analisis situasi atas data yang diperoleh dari audit komunikasi serta kunjungan lapangan selama Februari-April 2014. Terdapat sekitar 200 responden yang diwawancara mendalam. Mereka adalah pengungsi, relawan, aktivis, akademisi, wartawan, pemerintah, dan masyarakat yang pernah terkena bencana. Dokumen ini telah dipaparkan kepada publik dalam lokakarya nasional di Kediri, Jawa Timur, pada 29-31 Oktober 2014. Mengapa komunikasi penting dan bagaimana komunikasi berperan dalam keselamatan manusia dari bencana?
32
Gema BNPB Desember 2014
Mengapa Komunikasi Penting
Sumber : BNPB
Bentuk-bentuk komunikasi untuk menghadapi bencana sesungguhnya bukan sesuatu yang baru di wilayah di muka bumi yang kini kita sebut sebagai Indonesia. Komunikasi bencana sejauh merupakan pertukaran pesan bermakna dalam sebuah lingkup sosio-kultural manusia telah dapat dilacak keberadaannya pada masa kerajaan Hindu-Buddha lewat cerita mitik-simbolik. Kita antara lain mewarisi legenda Lembu Suro di Gunung Kelud. Masyarakat Kelud hingga hari ini meneruskan cerita itu ke generasi muda sebagai bentuk peringatan agar selalu waspada terhadap ancaman. Dalam catatan sejarah, pembuatan tanggul dan candi pada masa Raja Airlangga di Kediri (sekitar 1009-1042 Masehi) adalah bagian dari upaya menghadapi ancaman Kelud. Peristiwa ini menunjukkan bahwa kisah mitik-simbolik bukan sekadar dongeng pengantar tidur. Manusia pada masa itu telah memahami ancaman bencana di wilayah mereka dan mengambil langkah-langkah untuk penyelamatan. Bila ikhtiar komunikasi bencana telah ada di masyarakat jauh sebelum komunikasi sebagai sebuah disiplin ilmu positif berkembang, lantas mengapa repotrepot mengupayakan sistem komunikasi? Setidaknya ada tiga alasan yang mendasar. Pertama, bahwa manusia adalah makhluk yang bisa lupa. Kedua, bahwa justru ketika teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berkembang, secara ironis kita berhadapan dengan persoalan akses. Masalah pertama sampai batas tertentu lebih terkait dengan masyarakat yang menghadapi ancaman, sedangkan masalah kedua dengan pihak luar (outsider), termasuk pemerintah, yang mengemban amanah perlindungan warga dari bencana. Dua problem itu membawa kepada alasan ketiga yang pokok: komunikasi adalah jantung penanggulangan bencana. Mengenai masalah pertama, ‘lupa’ meliputi bukan hanya kegagalan tak disengaja untuk mengingat, melainkan juga sikap abai terhadap tanggung jawab untuk melindungi kehidupan. Kita melihat fenomena ‘lupa’ ini
hampir setiap hari. Warga yang saban tahun mengalami banjir tetap saja berperilaku yang berkontribusi kepada meningkatnya risiko. Mereka yang pernah terkena tsunami kembali membangun di kawasan berbahaya dan belum tampak adanya perubahan perilaku. Orang mudah lupa saat kondisi normal. Akibatnya, ketika bencana berikut tiba, kita tidak lebih siap. Tentang akses, kenyataannya masih banyak warga yang belum terjangkau oleh penyelenggaraan komunikasi bencana selama ini yang banyak mengandalkan TIK dan media massa. Maklum saja. Dua pertiga masyarakat belum memiliki akses ke Internet dan TIK, apalagi menggunakan untuk memperoleh informasi. Mereka yang memakai pun umumnya tinggal di kota besar. Dengan asumsi itu, kita juga bisa mempertanyakan pencapaian komunikasi. Besar kemungkinan penerima informasi di kota-kota besar bukan yang paling rentan dan memerlukan informasi tersebut. Bila begitu keadaannya, sulit untuk tidak mengatakan komunikasi menjadi seperti usaha menjaring angin. Memang, kita belakangan intens memanfaatkan medium komunikasi massa berupa televisi, radio, surat kabar, dan majalah untuk menyampaikan berita. Khusus televisi, penggunaannya dimaksudkan menjangkau hingga warga di pedalaman mengingat tingginya penetrasi media penyiaran ini. Apa yang belum mampu dilakukan dengan Internet tampaknya dapat diupayakan dengan televisi. Meski demikian, upaya itu bukan tanpa persoalan. Liputan media banyak mengalami distorsi. Distorsi itu bahkan telah menelan korban. Di Sinabung, warga bersaksi bahwa berita di media yang mengesankan situasi gunung telah mereda membuat orang berani memasuki desa-desa di zona merah. Akibatnya, sejumlah warga meninggal dunia saat awan panas menyapu wilayah itu pada 1 Februari 2014. Kegagalan komunikasi pada situasi darurat memiliki banyak bentuk. Beberapa yang kerap terjadi adalah penolakan masyarakat untuk dievakuasi, simpang siur Gema BNPB Desember 2014
33
Sumber : BNPB
informasi, kesalahan berita, kelambatan penyampaian informasi, hingga kegagalan penjangkauan. Dalam semua kegagalan itu, masyarakat menjadi korban. Masyarakat sebagai penerima informasi tidak dapat keliru. Ketika komunikasi gagal, kesalahan sepenuhnya berada di komunikator dan sampai batas tertentu, di pihak medium, sebab di merekalah proses perumusan dan penyampaian pesan ditentukan. Pesan yang gagal tersampaikan saat darurat merupakan cermin kegagalan melakukan komunikasi pengurangan risiko pada masa pra bencana. Dalam hal ini, keberhasilan penyelamatan manusia ditentukan oleh keberhasilan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud tidak selalu berupa komunikasi verbal, melainkan sejauh komunikasi memungkinkan manusia mengambil tindakan yang diperlukan untuk penyelamatan. Semua alasan mendasar tentang kegentingan komunikasi bencana yang dikemukakan di atas pada akhirnya bermuara kepada peran dan tanggung jawab kita, dalam hal ini BNPB dan BPBD, sebagai pihak yang diberi mandat oleh undang-undang untuk memastikan masyarakat memperoleh informasi yang dapat diandalkan. Ini tidak hanya saat darurat, tetapi juga sebelum dan setelah bencana. Informasi, termasuk informasi 34
Gema BNPB Desember 2014
bencana, adalah hak warga negara seperti termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945. Implikasi terpenting dari ketentuan tersebut adalah bahwa penyelenggaraan komunikasi bencana yang menjangkau semua lapisan masyarakat, terutama mereka yang rentan, adalah suatu keniscayaan, bahkan kewajiban. Mau tidak mau, pemerintah bertanggungjawab menyelenggarakan dengan sebaik-baiknya. Pertanyaannya dengan demikian bukan apakah komunikasi bencana perlu atau tidak, tetapi komunikasi seperti apa yang akan diselenggarakan? Keberhasilan komunikasi tidak pernah (hanya) ditentukan oleh kelengkapan dan kecanggihan hardware maupun software saja. Aspek brainware, yaitu manusia, juga sangat menentukan, untuk tidak mengatakan lebih penting. Itu sebabnya, kita tidak dapat begitu saja melakukan copy paste terhadap sistem yang dijalankan di negara lain, sebagus apapun sistem itu. Sejauh kepedulian kita adalah memastikan komunikasi efektif menjangkau mereka yang paling rentan, maka unsur manusia harus menjadi perhatian. Manusia di sini meliputi aspek psiko-sosio-kultural. Konsekuensinya, rencana komunikasi disusun dengan menggali pengetahuan manusia-manusia Indonesia sendiri.
Komunikasi Seperti Apa?
Peraturan perundang-undangan kita saat ini belum memberi banyak petunjuk mengenai komunikasi bencana seperti apa yang sebaiknya atau seharusnya diselenggarakan. UU Nomor 24 Tahun 2007 tidak memuat satu pun kata ‘komunikasi.’ Dokumen Rencana Nasional PB 2010-2014 yang pada dasarnya tidak memiliki kekuatan hukum menyinggung tentang komunikasi, tetapi pengertiannya terbatas kepada infrastruktur, terutama pada masa kedaruratan. Secara sederhana, komunikasi dimengerti sebagai pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih sehingga pesan itu dapat dipahami. Kata ‘komunikasi’ atau ‘communication’ secara etimologis berasal dari bahasa Latin, ‘communicatio,’ yang mengandung makna ‘berbagi.’ Dalam hal ini, peraturan dan dokumen kebijakan yang ada masih luput mewadahi makna ‘berbagi’ dalam komunikasi. Penekanan pada hakikat ‘berbagi’ tersebut menjadi penting jika kita berkaca pada praktik selama ini. Komunikasi, terlebih komunikasi bencana, yang tidak dijiwai oleh hakikat ‘berbagi’ telah serupa pasar bebas yang terselenggara tanpa solidaritas dan empati. Pengirim pesan dapat mengadakan komunikasi sesuai seleranya tanpa merasa perlu memikirkan apakah pesan sesuai dan sampai kepada yang membutuhkan. Sementara itu, perantara pesan mengabaikan etika dan distortif. Kritik terhadap komunikasi minus ‘berbagi’ ini tak kurang juga disampaikan para ahli komunikasi itu sendiri. Dalam sebuah konferensi nasional komunikasi di Universitas Indonesia pada tahun 2011, para ahli mengkritik perkembangan ilmu komunikasi yang terlalu mengacu kepada tradisi Amerika yang Euro-antroposentris, di mana yang ditekankan adalah individualisme, efisiensi, dan positivisme. Komunikasi seperti itu patut diduga bukan lagi diselenggarakan demi kebaikan bersama (bonum commune), tetapi untuk kepentingan yang tidak ada hubungannya dengan urusan publik. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa situasi komunikasi bencana yang
miskin makna dan bahkan distortif bukan sekadar sinyalemen. Di berbagai daerah, masyarakat belum benar-benar merasakan manfaat penyelenggaraan komunikasi bencana, bahkan di daerah di mana BNPB telah menyalurkan banyak sumber daya. Masyarakat tidak mendapatkan informasi yang diperlukan untuk evakuasi. Di pengungsian, mereka mengalami berbagai ketidakpastian informasi. Bertolak dari kondisi itu, komunikasi bencana perlu diarahkan kepada makna ‘berbagi,’ yaitu komunikasi untuk kebaikan bersama. Kebaikan bersama yang paling hakiki adalah keselamatan manusia. Salus populi suprema lex esto. Keselamatan manusia menjadi hukum yang tertinggi. Keselamatan dalam hal ini tidak hanya saat bencana, tetapi juga pada pra dan pascabencana. Mereka yang terlibat dalam relasi komunikasi dididik agar menghasrati keselamatan. Pada relasi itu, pengirim, medium, dan penerima pesan bekerjasama dengan diikat oleh etika komunikasi yang berlandaskan solidaritas dan empati. Semua memikul tanggung jawab atas diri sendiri dan orang lain. Ini tidak mungkin dilaksanakan sepihak. Setiap pihak diberi peran dalam upaya menyelamatkan kehidupan.
Skema Relasi Komunikasi Bencana
Saat bencana maupun situasi normal, komunikasi diprioritaskan kepada mereka yang paling rentan. Itu artinya, penyampaian informasi lewat media massa dapat dikesampingkan demi memastikan masyarakat terdampak menjadi pihak pertama yang menerima informasi tanpa distorsi. Komunikasi diselenggarakan dari satu sumber yang memberi pesan melalui satu saluran yang ditanggapi secara satu makna oleh penerima. Kita dapat mencapai kondisi idealitas tersebut. Buktinya ada. Tim BNPB menemukan bahwa keberhasilan evakuasi 86.000 jiwa saat erupsi Kelud pada 13 Februari 2014 ditentukan oleh idealitas tersebut. Pada malam letusan, informasi keadaan dan perintah evakuasi disampaikan dari Pos Pengamatan Gema BNPB Desember 2014
35
PGA Choirul Huda dibantu Jangkar Kelud menggunakan setiap momen yang mungkin untuk mengkomunikasikan Kelud kepada warga. RAPI Lokal Kediri 6 dibentuk dan diarahkan menjadi saluran informasi bencana. Radio komunitas, khususnya Kelud FM, didukung agar berkembang sebagai radio Kelud.
Keselamatan Manusia/ Pihak III
Kanal
Kanal
Etika Komunikasi
Komunikator/ Pihak I
Kanal
Komunikan/ Pihak II
Skema Relasi Komunikasi Bencana
Gunungapi (PGA) Kelud di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kediri, oleh Camat Ngaseri di saluran komunikasi RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia). Pesan di RAPI dipancarluaskan radio-radio komunitas di Kediri, Malang, dan Blitar. Relawan dengan radio HT dan rig yang antenanya dipasang di sadel sepeda motor berpencar di titiktitik penting agar pesan tentang Kelud menjangkau semua warga. Sejak status gunung dinaikkan menjadi Waspada, warga rutin memantau siaran radio dengan berkumpul di balai-balai desa pada waktu yang ditentukan. Keberhasilan tersebut berbeda 180 derajat dibanding saat aktivitas Kelud tahun 2007. Ketika itu, warga menolak dievakuasi. Aparat sampai harus memaksa dengan menodongkan senjata. Sejumlah warga bermain kucing-kucingan, bersembunyi dari aparat. Mereka yang sempat mengungsi selama satu bulan marah-marah kepada pemerintah karena gunung ternyata tidak meletus. Kesuksesan pada tahun 2014 tidak terjadi secara kebetulan. Keberhasilan komunikasi yang terlihat dari kepatuhan dan bahkan keterlibatan aktif warga dalam menghadapi bencana adalah hasil dari kerja yang dilakukan sejak tahun 2008. Belajar dari kejadian setahun sebelumnya, petugas 36
Gema BNPB Desember 2014
Namun, kendati persiapan dari sisi teknis penting, yang lebih krusial dan sulit justru dalam hal memupuk nilai-nilai yang harus ada pada manusia agar komunikasi bisa efektif. Relawan RAPI dan Kelud FM serta masyarakat yang terlibat dalam komunikasi mula-mula meniru atau mengimitasi perilaku berkomunikasi yang ditunjukkan Choirul, Suprapto (pengelola Kelud FM), dan beberapa orang lain yang menjadi pionir gerakan masyarakat ini. Perilaku meniru yang dilakukan secara sadar dan disiplin lama-kelamaan menjadi habitus (kebiasaan). Habitus kemudian membentuk karakter. Di Kelud, komunikasi bencana telah merupakan ekspresi kehidupan itu sendiri. Mereka membangun sensitivitas atau kepekaan terhadap sesama lewat interaksi dan perasaan senasib sepenanggungan. Tidaklah mengherankan bahwa mereka merasakan keterikatan satu sama lain. Dalam pembagian peran untuk komunikasi, mereka mengambil posisi sebagai pihak yang memastikan informasi dari sumber sampai kepada masyarakat. Mereka sadar betul bahwa mereka tidak dapat berharap kepada pihak luar untuk memainkan peran itu sebab di penghujung hari, merekalah, warga lereng Kelud, yang akan menghadapi ancaman gunungapi ini. Jika bukan mereka yang berbuat sesuatu, siapa lagi? Komunikasi untuk keselamatan ini menjadi mekar saat Camat Ngaseri dan Komandon Rayon Militer Kecamatan Ngancar, Sutrisno, tampil sebagai pemimpin yang tidak memikirkan diri sendiri dan sebaliknya rela berkorban bagi yang dipimpin. Sutrisno secara sadar menaklukkan diri di bawah kepemimpinan Camat. Dua pemimpin ini memperoleh hormat dari warga sebab mereka membuktikan komitmennya
untuk melayani masyarakat dan bahkan melibatkan mereka dalam urusan publik. Di Ngancar, ruang publik yang berorientasi kepada kemaslahatan masyarakat sungguhsungguh disuburkan. Camat memfasilitasi upacara adat untuk merangkul para tetua adat agar seia sekata ketika PVMBG merekomendasikan evakuasi. Camat juga mengumpulkan warga untuk berembuk. Dalam rembuk itu, warga mengajukan dua permintaan andai dievakuasi. Pertama, mereka minta pemerintah juga mengevakuasi hewan ternak. Kedua, mereka menuntut agar tidak diperlakukan seperti hewan yang hanya makan dan tidur. Mereka mengaku khawatir akan hal itu karena menyaksikan di televisi bagaimana kehidupan pengungsi di daerah lain. Dua permintaan itu disanggupi Camat. Rasa hormat kepada sosok dan praksis kepemimpinan itulah yang membuat warga patuh kepada Camat. Warga dengan sadar mengakui peran Camat sebagai pemberi informasi dan mendengarkan setiap kali informasi disampaikan. Nilai-nilai solidaritas, empati, hormat, dan harmonis telah menjadi ladang yang subur bagi komunikasi bencana. Sampai batas tertentu, masyarakat Ngancar mengalami apa yang kita dapat sebut sebagai pendidikan komunikasi. Pendidikan ini membawa mereka kepada pembalikan arah dari terpencar-pencar dan abai pada tahun 2007 menjadi sosok-sosok jiwa yang bekerja untuk kebaikan bersama, yakni keselamatan hidup. Sejarah di Kelud itu memberikan pembelajaran berharga bagi komunikasi bencana dan apa yang dapat dimaknai sebagai perilaku resilience (ketangguhan) menghadapi bencana. Dokumen RIK menimba banyak sekali keteladanan dari prinsip dan praktik di Ngancar. Pada tataran prinsip, keberhasilan di Ngancar tidak lagi hanya sebagai kasus gunungapi, tetapi juga dapat berlaku pada ancaman bencana lainnya. Dokumen RIK tidak banyak menekankan kepada aspek infrastruktur komunikasi, tetapi manusia dan mitigasi
kultural. Mitigasi kultural artinya melakukan pengurangan risiko bencana dengan memperhatikan aspek-aspek kebudayaan. Penanggulangan bencana lalu secara konkrit dan hakiki menjadi berpusat kepada manusia dan dilihat secara kontekstual.
Menjadi Gerakan
Para peserta lokakarya nasional RIK di Kediri yang datang dari berbagai wilayah telah menyampaikan keinginan kuat untuk mengupayakan perbaikan komunikasi bencana di daerah mereka. Relawan dari Sinabung tengah membangun sistem komunikasi yang terinspirasi dari Ngancar. Aktivis dan tetua adat dari Maumere akan mengumpulkan tetua adat dan tokoh masyarakat untuk merencanakan apa yang dapat mereka lakukan sendiri agar masyarakat mendapatkan layanan yang lebih baik. Semua ikhtiar ini menunjukkan besarnya harapan masyarakat akan hadirnya kepemimpinan dan komunikasi bencana yang tidak hanya melayani, tetapi juga melibatkan mereka. Dokumen RIK difokuskan pada tiga tujuan, yaitu adanya (1) kebijakan tata kelola sistem komunikasi bencana yang melayani publik secara cepat, akurat, berkualitas, dan akuntabel; (2) pengintegrasian model-model ketangguhan komunikasi bencana berbasis psiko-sosio-kultural ke dalam sistem komunikasi bencana; serta (3) perluasan inisiatif, peran, dan keterlibatan multipihak untuk meningkatkan ketangguhan komunikasi bencana. Terdapat 19 program yang dapat dilakukan selama lima tahun untuk mencapai tiga tujuan tersebut (Lihat Tabel). Bahkan sebelum pemerintah beraksi, masyarakat telah bergerak. Intensi masyarakat tersebut tidak lagi dapat dihentikan. Masyarakat dewasa ini menuntut bukan hanya untuk dilayani, tetapi selalu terlibat dalam urusan-urusan yang menyangkut kehidupan dan kepentingan mereka. Tidak ada pilihan lain kecuali menyambut dengan upaya memadai agar gerakan ini mencapai tujuan kebaikan bersama. Gema BNPB Desember 2014
37
Liputan Khusus
Terjun Langsung ke Sinabung Ala
Presiden Jokowi
Presiden terpilih ke-7 Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerja ke daerah pertama kali sejak dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada 20 Oktober lalu. Rombongan Presiden menggunakan Pesawat Kepresidenan B737-800 dari Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta dan tiba sekitar pukul 09.30 WIB, mendarat di Pangkalan TNI AU Soewondo, Medan, Sumatera Utara, Rabu, 29 Oktober 2014. 38
Gema BNPB Desember 2014
Sumber : BNPB
S
epanjang jalan terlihat pemandangan berbeda, kedatangan Presiden Jokowi disambut dengan barisan siswa-siswi dari jenjang SD, SMP dan SMA di sepanjang jalan protokol Kabanjahe. Masyarakat turut menanti kehadiran Jokowi di depan pendopo rumah dinas Bupati Karo, di Jalan Veteran, Kabanjahe. Setelah menempuh perjalanan darat selama dua jam, Jokowi yang mengenakan kemeja putih dengan lengan yang digulung, disambut warga yang sudah menunggu di rumah Dinas Bupati Karo. Penjagaan Paspampres yang tidak begitu ketat, sehingga masyarakat
berebut untuk sekedar bersalaman dengan presiden ketujuh ini. Jokowi didampingi Ibu Negara Iriana, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dan Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Bambang Widianto. Dalam pertemuan tertutup di Rumah Dinas Bupati Karo, Presiden RI berbincang dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif serta beberapa pejabat tinggi lainnya. Presiden juga memerintahkan agar mempercepat relokasi Sinabung dan memberikan empat arahan penanganan, yaitu:
Gema BNPB Desember 2014
39
1 Memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mempercepat izin lahan relokasi dalam dua hari, seluas 450 ha di Kacinambun Puncak 2000 dan akses jalan menuju lokasi huntap sepanjang 3,8 km dan lebar 12 meter. 2 Pemerintah Daerah Kabupaten Karo segera mempercepat pembangunan jalan menuju lokasi relokasi sepanjang 3,8 km dan lebar 12 meter dengan melibatkan pasukan Zeni TNI. 3 Untuk mengantisipasi ancaman Erupsi Gunung Sinabung ke depan, perlu disiapkan relokasi bagi 4 desa dan 1 dusun untuk jangka panjang yaitu: Desa Guru Kinayan, Desa Berasitepu, Desa Gamber, Desa Kota Tunggal, dan Dusun Sibintun 4 Untuk jangka pendek, disegerakan relokasi bagi Desa Bekerah, Desa Simacem, dan Desa Sukameriah.
2 TNI segera membangun jalan panjang 3,8 km dan lebar 12 m, dengan menggunakan dana oncall BNPB sebesar Rp 10 milyar dengan pola TMMD (TNI Manunggal Membangun Desa). 3 K/L akan membantu pembangunan sarana prasarana di lahan relokasi sesuai dengan tupoksinya. 4 Gubernur Sumut dan Bupati Karo sebagai penanggung jawab pelaksanaan pembangunan huntap dan relokasi. 5 BNPB juga berharap agar Pemda Karo dan Pemprov Sumut juga mengalokasikan anggaran untuk menangani Sinabung, tidak seluruhnya mengandalkan bantuan dari pusat.
Kunjungan Ke Pengungsian
Presiden Jokowi awalnya sudah dijadwalkan empat titik pos pengungsian yang dikunjungi, ternyata ada dua titik pengungsian yang dikunjungi Jokowi diluar dari perencanaan. Dua titik itu adalah, pos
Sumber : BNPB
Menindaklanjuti arahan Presiden, Kepala BNPB Syamsul Maarif langsung memimpin rapat bersama kementerian/lembaga (K/L) dengan Pemerintah Daerah Karo, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan TNI. Kesimpulan rapat bersama tersebut adalah:
1 BNPB menyediakan anggaran pembangunan 370 rumah/hunian tetap (huntap) dan Bupati Karo sebagai pelaksana pembangunan huntap.
40
Gema BNPB Desember 2014
pengungsi di Universitas Karo dan Simpang Guru Kinayan yang berjarak dua km dari Gunung Sinabung. Saat perjalanan menuju pengungsian warga Sinabung tersebut, presiden dan ibu negara disambut antusias ribuan warga karo yang telah menantinya di sepanjang jalan. Sementara itu, titik pengungsian yang sudah direncanakan adalah Pos Pengungsian di Kantor KNPI di Gedung Serbaguna
Kabanjahe dan sorenya Jokowi tiba di Gereja GBKP, Jalan Kota Cane, Kabanjahe. Di lokasi tersebut, ribuan pengungsi Sinabung menanti Jokowi sejak siang. Kemudian Jokowi dan rombongan kembali ke pendopo rumah dinas Bupati Karo dan memberikan sedikit memberikan arahan kembali, lalu meninggalkan Karo menuju Medan dengan jalan darat dan melanjutkan perjalanan pulang ke Jakarta. (ACU).
Gema BNPB Desember 2014
41
Sumber : BNPB
Sumber : BNPB
Liputan Khusus
Tangguh Award 2014, Meningkatkan Kepedulian Masyarakat 42
Gema BNPB Desember 2014
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) secara rutin setiap tahunnya menyelenggarakan lomba kreativitas bidang bencana sejak berdirinya BNPB di tahun 2008. Awalnya hanya lomba karya tulis jurnalistik yang diperlombakan, kemudian seiring meningkatnya kepedulian masyarakat dalam edukasi penanggulangan bencana, lomba ini berkembang menjadi banyak kategori. Mulai dari tahun 2012, kategori fotografi, film dokumenter, tokoh inspiratif, penghargaan untuk insan kemanusiaan, penghargaan untuk media massa, dan malam tangguh award menjadi program tahunan pusdatinmas BNPB. Namun, tahun ini juga bertambah satu kategori, yakni website Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) terbaik tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
A
Sumber : BNPB
wal bulan disetiap tahunnya, lomba kreativitas dalam bidang bencana diumumkan untuk masyarakat luas. Baik wartawan yang bekerja di media massa, pelajar/mahasiswa, atau masyarakat umum. Antusiasme dari tahun ke tahun peserta semakin bertambah, hal ini menunjukkan indikator kesadaran masyarakat dalam penanggulangan bencana semakin tinggi. Pada tahun 2014 ini, pengumuman pemenang atau “Malam Penganugerahan Tangguh Award 2014” agak berbeda dari tahun sebelumnya. Biasanya Jakarta menjadi tempat pengumuman ajang tahunan bergengsi ini, namun kali ini diumumkan di Bengkulu. Bertepatan dengan rangkaian kegiatan bulan peringatan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) pada 13 Oktober 2014, di Ballroom Hotel Santika Bengkulu. Dihadiri 200 undangan, pengumuman Penghargaan Pengabdian Insan Kemanusian menjadi pengumuman puncak “Malam Penganugerahan Tangguh Award 2014”. Gelar "Dharma Widya Argya" tahun 2014 diberikan kepada Dr. Surono Kepala Badan Geologi dalam pengabdiannya dalam kegunungapian. Pria kelahiran
Cilacap 59 tahun ini, menyelesaikan sarjananya dari Institut Teknologi Bandung pada tahun 1982. Tujuh tahun berselang, pria yang berkecimpung di bidang kegunungapian ini melanjutkan studi pascasarjana di bidang geofisika di Universitas Grenoble, Perancis. Surono atau yang disebut Mbah Rono, bergelar doktor dari Universitas Grenoble ini dikenal masyarakat luas melalui layar kaca saat menjadi Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG). Dr. Surono merintis karir di lembaga di bawah Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral. Bergelut dengan gunung api selama lebih 30 tahun. Selain itu, Gelar "Dharma Widya Argya" tahun 2014 juga diberikan kepada Dr. Sri Woro B. Harijono, M.Sc mantan Kepala BMKG, dalam pengabdiannya dalam penanggulangan bencana dipilih karena telah memberikan pengabdian dan jasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya hidrologi. Perempuan lulusan bidang studi Mekanisasi Pertanian Institut Teknologi Bogor tahun 1975 mengawali karir di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Saat itu, sosok perempuan bergelar doktor ini mengurusi program hujan buatan. Pengabdiannya
Gema BNPB Desember 2014
43
kepada masyarakat terus dilakukan seiring dengan karir yang terus meningkat. 24 tahun di BPPT, Ibu Woro mendapat banyak pengalaman dari segi operasional dan pengetahuan. Menurutnya, ilmu harus seimbang baik yang diperoleh dari lapangan maupun segi kebijakan. “Kami sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kementerian/ lembaga, TNI, Polri, BPBD, NGO, dunia usaha, masyarakat yang selalu bahu membahu dalam tugas kemanusiaan. Dalam setiap penanganan bencana di Indonesia, atas kecepatan, kesigapan dan kerja keras semua Kementerian/Lembaga bersama-sama melakukan bantuan kemanusiaan, kami sampaikan ucapan terima kasih” kata Kepala BNPB, DR. Syamsul Maarif, M.Si dalam sambutannya.
Tokoh Inspiratif
Tokoh insipiratif tahun ini diberikan kepada empat orang yang diberikan untuk pengabdian dan jasa-jasanya untuk kemanusiaan dalam bidang kebencanaan : Penghargaan Tokoh Inspiratif "Reksa Utama Anindha" diberikan kepada Irjen. Pol. Condro Kirono, MM, M.Hum dalam jasanya penegakkan hukum saat kebakaran hutan dan lahan di Riau saat menjabat sebagai Kapolda Riau tahun 2013-2014. Ngaseri, SH, MM Camat Ngancar, Kediri yang sukses mengevakuasi 86.000 jiwa warganya dalam waktu 2 jam saat letusan Gunung Kelud. Pendeta Agustinus Purba, yang berperan banyak dalam mengurus pengungsi Sinabung. Kelud FM jasanya sebagai radio komunitas dalam menyebarkan informasi evakuasi kepada warga saat erupsi Gunung Kelud.
Sementara itu untuk Penghargaan Khusus Media Massa "Citra Dharma Bhakti" antara lain adalah DAAI TV, Antaranews. com, Koran Sindo, Majalah Tempo dan Radio Elshinta. Penghargaan ini diberikan kepada media massa yang peduli dalam menyampaikan informasi kebencanaan secara cepat, akurat dan edukatif kepada masyarakat.
Lomba Kreativitas
Lomba website BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota diikuti oleh semua BPBD yang telah memiliki website. Hingga saat ini, belum semua BPBD memiliki website. Dari 34 BPBD Provisi sudah 20 BPBD Provinsi yang memiliki website atau 60% yang memiliki website. Sedangan 419 BPBD Kabupaten/Kota yang telah terbentuk, hanya 104 BPBD Kabupaten/Kota atau 25% yang memiliki website. “Tentu ini menjadi tantangan kita semua, agar semua BPBD memiliki website sehingga informasi tentang kebencanaan kepada masyarakat dapat terus ditingkatkan” ucap DR.Sutopo Purwo Nugroho dalam laporannya selaku ketua pelaksana. Sebanyak 50 foto terbaik dan 9 film dokumenter dipamerkan di Mall Bencolen, Kota Bengkulu pada 13-14 Oktober 2014. Selain itu juga dipublikasikan juga dalam buku dan akan dibagikan kepada seluruh BPBD se-Indonesia, Kementerian/Lembaga, sekolah-sekolah dan masyarakat. Selamat kepada para pemenang, sampai jumpa pada Tangguh Award 2015, Salam Tangguh! (ACU).
Penghargaan Pengabdian Insan Kemanusian Gelar "Dharma Widya Argya" tahun 2014 diberikan kepada : 1 Dr. Surono Kepala Badan Geologi dalam pengabdiannya dalam kegunungapian. 2 Dr. Sri Woro B. Harijono, M.Sc mantan Kepala BMKG, dalam pengabdiannya dalam penanggulangan bencana dipilih karena telah memberikan pengabdian dan jasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya hidrologi.
44
Gema BNPB Desember 2014
Tokoh Inspiratif Tokoh insipiratif tahun ini diberikan kepada empat orang yang diberikan untuk pengabdian dan jasa-jasanya untuk kemanusiaan dalam bidang kebencanaan : 1
Penghargaan Tokoh Inspiratif "Reksa Utama Anindha" diberikan kepada Irjen. Pol. Condro Kirono, MM, M.Hum dalam jasanya penegakkan hukum saat kebakaran hutan dan lahan di Riau saat menjabat sebagai Kapolda Riau tahun 2013-2014. Bencana asap pun tidak terus meluas di wilayah itu. Karena jasanya, lulusan Akpol 1984 yang memperoleh gelar pascasarjana magister manajemen dan magister hukum ini dipercaya Kapolri Jendral Sutarman untuk menduduki jabatan baru sebagai Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas)
2
Ngaseri, SH, MM Camat Ngancar, Kediri yang sukses mengevakuasi 86.000 jiwa warganya dalam waktu 2 jam saat letusan Gunung Kelud. Ngaseri melihat bahwa kehidupan masyarakat lereng Kelud adalah bagian dari tanggung jawabnya. Sosok pria ini memaknai kemanusiaan sebagai kehidupan. Menurutnya, masyarakat adalah pejuang sebenarnya saat erupsi terjadi. Dia hanya menggerakkan. Sebagai pemimpin Kecamatan Ngancar, pekerjaan Ngaseri yang utama adalah menjamin bahwa warga saya dapat hidup tenteram. Tenteram berarti juga menjauhkan warganya dari kemungkinan buruk yang mengancam situasi tersebut, termasuk bencana alam.
3
Pendeta Agustinus Purba, pendeta yang berperan banyak dalam mengurus pengungsi Sinabung. Pria yang sehari-hari dipanggil Pak Agus ini memberikan kepedulian dan kasih kepada masyarakat Karo dari sejumlah desa yang harus mengungsi.
4
Kelud FM jasanya sebagai radio komunitas dalam menyebarkan informasi evakuasi kepada warga saat erupsi Gunung Kelud.
Penghargaan Khusus Media Massa "Citra Dharma Bhakti" antara lain adalah DAAI TV, Antaranews.com, Koran Sindo, Majalah Tempo dan Radio Elshinta. Penghargaan ini diberikan kepada media massa yang peduli dalam menyampaikan informasi kebencanaan secara cepat, akurat dan edukatif kepada masyarakat.
Lomba Kreativitas Website terbaik BPBD tingkat Provinsi
Juara I Juara II Juara III
BPBD Provinsi Jawa Tengah, BPBD Provinsi DKI Jakarta, BPBD Provinsi Bali.
Website terbaik Juara I BPBD tingkat Juara II Kabupaten/Kota Juara III
BPBD Kabupaten Bekasi, BPBD Kabupaten Luwu Timur (Sulsel), BPBD Kota Denpasar.
Kategori Fotografi "Citra Adiluhung"
Juara I Juara II Juara III
Aman Rochman, kontributor foto AFP dengan judul Evakuasi Korban Lansia. Mushaful Imam, Koran Sindo, dengan judul Padamkan Lewat Udara. Arya Manggala Nuswantoro, Koran Jakarta, dengan judul Bermain Bola.
Kategori Film Dokumenter "Citra Leka Birawa"
Juara I Juara II Juara III
Arien Prihayuti dari Kompas TV, dengan judul Merapi Tak Pernah Ingkar Janji. Herwanto dari Kompas TV, dengan judul Mereguk Renjana di Timur Flores. Harfin Naqsyabandy dari Kompas TV, dengan judul Mimpi Buruk Jakarta.
Karya Tulis Jurnalistik "Citra Carita Parama"
Juara I Juara II
Hendriyo Widi dari Harian Kompas, dengan judul Desa Tangguh Bencana. Ahmad Arief dari Harian Kompas dengan judul Letusan Sinabung : Bencana di Atas Bencana. Eben Haezar dan Miftah Faridl dari Harian Surya, Malang dengan judul Sampai Kapan Mandi Air Lumpur.
Juara III
Gema BNPB Desember 2014
45
Liputan Khusus
Pelantikan Eselon Satu di Lingkungan BNPB
D
inamika pergantian jabatan sangat wajar di suatu lembaga pemerintah. Faktor promosi jabatan dan berakhirnya masa pengabdian seorang pegawai negeri sipil (PNS) merupakan beberapa alasan terhadap PNS untuk menduduki jabatan baru di lembaganya. Saat ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memiliki lima jabatan setingkat eselon I, yaitu Sekretaris Utama, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Deputi Bidang Penanganan
46
Gema BNPB Desember 2014
Darurat, Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Deputi Bidang Logistik dan Peralatan, serta Inspektur Utama. Pada pertengahan Oktober 2014 lalu, Kepala BNPB Dr. Syamsul Maarif melantik tiga pejabat eselon I di lingkungan BNPB. Ketiga pejabat tersebut bukanlah wajah baru di BNPB. Perpindahan dan promosi dialami ketiga pejabat tersebut. Ketiga pejabat dengan jabatan baru tersebut adalah :
Nama dan Gelar
Jabatan Baru
Jabatan Lama
Ir. Dody Ruswandi, MSCE
Sekretaris Utama
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan
Ir. B. Wisnu Widjaja, M.Sc.
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan
Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Ir. Harmensyah, Dipl.SE, M.M.
Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Direktur Bantuan Darurat
Sumber : BNPB
Dalam sambutan, Kepala BNPB mengatakan bahwa seorang pemimpin hendaknya mengerti seni kepemimpinan. Tidak hanya kepemimpinan, Kepala BNPB menambahkan bahwa seorang pemimpin juga harus mampu membangun karakter yang karismatik dan tegas. “Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya,” ujar Syamsul Maarif. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat, selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri, dan tidak mudah emosi. Dody Ruswandi menggantikan Fatchul
Hadi yang dikenal sangat luwes dan telah mengabdi sebagai PNS selama lebih 30 tahun. Sebelum bergabung dengan BNPB, Dody Ruswandi pernah bertugas sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum di Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Sementara itu, Wisnu Widjaja kembali lagi pada bidang pencegahan dan kesiapsiagaan, namun kali ini beliau menjadi Deputi. Harmensyah yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Barat menjabat Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Kepala BNPB Syamsul Maarif melantik ketiga pejabat ini di Kantor BNPB, Jalan Ir. H. Juanda Nomor 36, Jakarta Pusat. Pejabat Eselon I dan II menghadiri acara pelantikan tersebut. Berikut ini Pejabat Eselon I di lingkungan BNPB. (PHI)
Nama dan Gelar
Jabatan Baru
Ir. Dody Ruswandi, MSCE
Sekretaris Utama
Ir. B. Wisnu Widjaja, M.Sc.
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan
Ir. Tri Budiarto, M.Si.
Deputi Bidang Penanganan Darurat
Ir. Harmensyah, Dipl.SE, M.M.
Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Ir. Bambang Sulistyanto, MM
Deputi Bidang Logistik dan Peralatan
Drs. Bintang Susmanto, Ak. MBA
Inspektur Utama
Gema BNPB Desember 2014
47
Teropong
Semester Kedua
Bencana di
48
Gema BNPB Desember 2014
Sumber : BNPB
Indonesia
P
dan hilang dan 162.575 orang menderita dan mengungsi. Masih adanya korban meninggal dan hilang merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena bencana dapat terjadi secara tiba-tba. Kesiapan masyarakat dan kesadaran mereka sendiri mengenai bencana akan meningkatkan kapasitas mereka dalam menghadapi bencana. Puting beliung merupakan bencana yang paling mendominasi pada semester 2 di tahun 2014 ini, rata-rata bencana ini terjadi 16 kali dalam sebulan. Selain puting beliung, bencana yang sering terjadi adalah tanah longsor (71 kali) dan banjir (69 kali) (lihat gambar 1).
enghujung tahun 2014 ini, sebagian wilayah Indonesia telah mengalami musim penghujan. Pada bulan November sebagian wilayah Sumatera dan Jawa telah turun hujan dengan intensitas sedang hingga lebat. Sedangkan wilayah Indonesia lainnya masih mengalami musim kemarau yang berkepanjangan menyebabkan kekeringan dan kebakaran lahan dan hutan. Dampak dari musim kemarau tahun ini cukup membuat masyarakat mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih, pertanian mengalami gagal panen dan timbulnya asap akibat kebakaran lahan dan hutan. Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Riau dan Jambi kualitas udara serta jarak pandang dipengaruhi oleh asap yang timbul akibat kebakaran lahan dan hutan. Beberapa jadwal penerbangan dibatalkan atau mengalami penundaan karena jarak pandang yang tidak aman bahkan kegiatan sekolah terpaksa diliburkan mengingat kualitas udara yang kurang sehat. Asap yang terjadi juga mengganggu aktivitas masyarakat di luar ruangan.
Walaupun bencana yang terjadi didominasi oleh puting beliung, namun jika dilihat dari korban meninggal dan hilang, tanah longsor merupakan penyumbang terbanyak yaitu 83 jiwa dari 71 kali bencana. Disisi yang lain, bencana yang sangat menyedot perhatian publik selama semester dua ini adalah kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah Sumatera dan Kalimantan. Kebakaran hutan yang hampir setiap musim kemarau terjadi, menyebabkan kualitas udara memburuk dan jarak pandang menjadi berkurang. BNPB beserta BPBD dan pelaku pelananggulangan bencana telah melakukan berbagai hal untuk pemadaman kebakaran ini melalui pemadaman darat,
Bencana yang terjadi selama semester 2 ini berjumlah 269 kejadian, yang terbanyak adalah bulan Agustus. Sejumlah bencana ini telah menyebabkan 88 jiwa meninggal
Tabel 1. Jumlah Kejadian Bencana 2014 Semester 2
Bulan
Jumlah Kejadian
Meninggal dan Hilang
Menderita dan Mengungsi
Kerusakan Rumah Rusak Berat
Rusak Sedang
Rusak Ringan
Terendam
Jiwa
Fasillitas Kesehatan
Fasilitas Peribadatan
Fasilitas Pendidikan
Unit
Juli
49
22
26,210
151
68
1,475
871
1
5
22
Agustus
65
19
40,322
133
130
315
4,912
2
4
9
September
43
1
4,776
109
106
603
2,926
7
10
34
Oktober
64
43
24,700
244
149
1,074
6,391
2
11
3
November
48
8
66,580
386
449
1,609
13,874
-
-
1
269
93
162,588
1,023
902
5,076
28,974
12
30
69
Desember Total
Sumber : BNPB (update 12 November 2014)
Gema BNPB Desember 2014
49
diberi background!
Gambar 1. Jenis Bencana vs Korban Meninggal dan Hilang
water bombing dan modifikasi cuaca. Hampir setiap tahun bencana ini terjadi di wilayah Indonesia, dan masih menjadi ancaman bagi kalangan masyarakat di tahun-tahun mendatang. Walaupun sudah banyak dilakukan sosialisasi dan penangkapan pembakaran hutan namun kenyataanya masih saja terjadi setiap tahun. Pada bulan Juli 2014 tepatya pada tanggal 2 Juli terjadi tanah longsor di Kawasan pertambangan masyarakat di Distrik Bogobaida, Kampung Damai Tiga, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua. Tanah longsor menimpa warga yang sedang beristirahat setelah melakukan aktivitas penambangan. BPBD Kabupaten Paniai dan pihak‐pihak terkait bekerja sama melakukan pencarian korban. Bencana ini menimbun 15 orang, dimana 13 orang meninggal dunia dan 2 lainnya mengalami luka berat. Selain itu,longsor ini juga menyebabkan 1 unit rumah mengalami rusak berat. Bulan berikutnya, tepatnya pada tanggal 15 Agustus 2014 bencana tanah longsor terjadi di Kota Bogor, akibat hujan deras yang terjadi sejak sore hari, tebing di Kampung Bebek Kelurahan Kedung Halang Kecamatan Bogor Utara longsor dan 50
Gema BNPB Desember 2014
menimpa satu rumah di bawahnya. Akibat kejadian ini 2 orang meninggal dunia, yaitu seorang ibu dan anaknya yang berusia 1,5 tahun. Saat ditemukan sang ibu sedang dalam posisi memeluk anaknya. Selain longsor, pada bulan ini juga terjadi banjir di beberapa wilayah Indonesia. Banjir di Desa Cilebut Barat Kecamatan Sukaraja menyebabkan 95 rumah terendam banjir hingga 1,5 meter, sedangkan di Desa Cimandala sekitar 18 rumah terendam banjir. Di Bone Bolango, banjir bandang menerjang 6 desa di 3 kecamatan karena meluapnya Sungai Bone Bolango. Banjir ini merendam 297 rumah warga dengan kenggian air berkisar antara 50-100 cm. Sebanyak 1.247 jiwa terpaksa mengungsi. Tanggal 9 Agustus 2014 banjir melanda Kabupaten Tanah Bumbu di Kalimantan Selatan dan keesokan harinya banjir bandang menerjang Kabupaten Banggai di Sulawesi Tengah. Akibat banjir di Tanah Bumbu, 2 orang meninggal dunia karena hanyut terbawa arus, 7.617 jiwa terdampak, dan 2.638 permukiman warga terendam banjir. Bulan Agustus ini juga status gunung Slamet mengalami peningkatan. Pada periode 1-11 Agustus 2014 tercatat terjadi 474 kali gempa letusan atau sekitar 43 kejadian/hari, 5.070 kali gempa hembusan atau 456 kejadian/hari. Berbagai peningkatan aktivitas vulkanik
Sumber : BNPB
ini menimbulkan potensi terjadinya erupsi hingga akhirnya pada tanggal 12 Agustus 2014 pukul 10.00 WIB statusnya kembali dinaikkan menjadi Siaga (Level III). Sebagai langkah antisipasi, BPBD Provinsi Jawa Tengah telah mengirimkan stok logistik dan masker ke lokasi. Selain itu, Kepala BNPB juga memerintahkan jajaran BNPB dan BPBD agar menyempurnakan rencana kontinjensi erupsi Gunung Slamet. Sebagai langkah selanjutnya, pada tanggal 26 Agustus 2014 diadakan Rapat Koordinasi Dukungan Operasional Kesiapsiagaan Bencana Erupsi Gunung Slamet di Provinsi Jawa Tengah. September, wilayah Indonesia masih mengalami musim kemarau yang mengakibatkan kebakaran lahan dan hutan serta kekeringan. Guna mengurangi jumlah titik api yang ada, beberapa cara telah dilakukan mulai dari modifikasi cuaca, pemadaman langsung di lapangan sampai water boombing dengan pesawat. Lebih lanjut untuk mengatasi karlahut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan hujan buatan (modifikasi cuaca) dengan satu pesawat Hercules TNI AU di Kalimantan Tengah sejak Kamis (18/9/2014). BNPB mengerahkan 9 helikopter pemboman air, dimana saat
ini berada di Sumsel (4 unit), Riau (1 unit), Kalbar (1 unit), dan Kalteng (3 unit). Hujan buatan dengan pesawat Hercules C-130 TNI AU telah dioperasikan dengan menaburkan NaCl 4 ton di Sumsel pada Minggu (21/9) pukul 14.00 WIB. BNPB telah mengerahkan 2.200 personil TNI, dan 1.050 personil Polri untuk membantu BPBD, Manggala Agni, dan lainnya dalam pemadaman di darat. Disisi yang lain kekeringan juga melanda wilayah-wilayah yang mengalami kemarau panjang. Setidaknya 86 kabupaten/ kota di 20 provinsi di Indonesia mengalami kekeringan. Adapun provinsi yang paling banyak mengalami kekeringan adalah Jawa Tengah dengan 18 kabupaten/ kota, menyusul kemudian Nusa Tenggara Timur dengan 15 kabupaten/ kota yang mengalami kekeringan. Berikutnya, 13 kabupaten/kota di Jawa Timur juga dilanda kekeringan, begitu juga sembilan kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat, delapan kabupaten/kota di Jawa Barat, dan empat kabu paten/kota di Yogyakarta dan ada beberapa provinsi di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi yang mengalami kekeringan. Upaya mengatasi kekeringan dilakukan dengan pengerahan beberapa tangki air, pompa air, dan bantuan air. Awal musim penghujan di sebagian wilayah Indonesia mulai pada bulan Oktober, namun Gema BNPB Desember 2014
51
di wilayah yang lain juga masih mengalami kekeringan. Di Aceh dan Sumatera Barat, hujan sudah turun dengan intensitas tinggi menyebabkan terjadinya banjir di beberapa kabupaten dan longsor pada beberapa titik. Banjir di Aceh melanda Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Selatan, dan Kabupaten Aceh Singkil. Banjir juga terjadi di wilayah Sumatera Barat yaitu Kota Solok dan Kabupaten Solok. Hujan deras yang turun beberapa hari menyebabkan Sungai/Batang Air Lembang Tanjung Harapan meluap. Sebanyak 2.824 rumah terendam banjir setinggi 50-100 cm, yaitu 820 rumah di Kota Solok dan 2.004 rumah di Kabupaten Solok. Pada bulan ini juga Presiden RI memerintahkan percepatan relokasi pengungsi Sinabung. Data resmi yang dikeluarkan oleh Kabupaten Karo per tanggal 31 Oktober 2014 menyebutkan bahwa jumlah pengungsi adalah 1.018 KK (3.284 Jiwa) yang tersebar di 12 pos penampungan.
Sumber : BNPB
Bulan November Indonesia sudah memasuki musim penghujan sehingga
bencana putting beliung, banjir dan tanah longsor cenderung mengalami peningkatan. Data bencana yang dikumpulkan BNPB menunjukan sampai tanggal 11 Nopember 2014, telah terjadi 24 kali puting beliung, 8 kali banjir dan 8 kali tanah longsor. BMKG memperkirakan puncak musim penghujan akan terjadi antara bulan Januari-Februari 2015, namun mulai bulan November hujan yang terjadi dapat menyebabkan banjir di wilayah yang menjadi langganan. Puting beliung juga akan memberikan ancaman ketika memasuki musim peralihan dari kemarau ke penghujan. Puncak puting beliung diperkirakan pada November 2014 hingga Januari 2015 sesuai pola hujan. Pola hujan di Indonesia ada tiga tipe yang antara lain tipe monsunal mengalami puncak pada bulan Januari di wilayah Jawa, bali, lampung, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Kalimantan tengah. Tipe ekuator akan mengalami puncak musim hujan bulan November di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Maluku Utara dan Papua. Wilayah lain seperti Maluku dan papua Barat hujan meningkat di bulan Juni dan Juli. (PTO)
52
Gema BNPB Desember 2014
Teropong
Refleksi Akhir Tahun Bencana di Indonesia Tahun 2014 sudah memasuki penghujung akhir tahun, banyak sekali bencana yang telah terjadi selama setahun ini. Mulai dari banjir, kekeringan, tanah longsor, gempabumi, puting beliung, gelombang pasang, letusan gunungapi, kebakaran lahan dan hutan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, bencana di Indonesia didominasi oleh bencana hidrometeorologi dan sedikit bencana geologi. Perlu menjadi catatan, bencana hidrometeorologi lebih sering terjadi, namun dalam hal korban dan kerusakan bencana geologi terkadang jauh lebih besar. Upaya kesiapsiagaan dan mitigasi bencana geologi harus dipersiapkan sematang mungkin untuk meminimalkan akibat dan dampak yang mungkin terjadi.
Gema BNPB Desember 2014
53
D
ibandingkan dengan tahun sebelumnya, beberapa kejadian bencana cenderung mengalami penurunan seperti banjir, gelombang pasang dan letusan gunungapi. Namun data 2014 masih merupakan data data sampai tanggal 16 November, sehingga ketika sampai akhir tahun kemungkinan akan sangat berubah datanya. Awal musim penghujan yang mengalami pergeseran, yang sebagian besar wilayah baru pada bulan November, menyebabkan pada bulan November, Desember dan Januari kemungkinan besar akan mengalami peningkatan kejadian bencana terutama puting beliung, banjir dan tanah longsor. Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) per kabupaten berdasarakan multi ancaman menempatkan Kabupaten Cianjur sebagai wilayah paling berisiko sedangkan untuk wilayah provinsi menempatkan Aceh sebagai ranking pertama. IRBI memberikan gambaran secara global mengenai wilayah yang memiliki indek risiko bencana cukup tinggi, perhitungan ini juga melihat dari total penduduk terpapar di setiap wilayah. Bencana yang terjadi sering
menyebabkan kerusakan bahkan jatuhnya korban jiwa. Selama tahun 2014 ini lebih dari 1.200 bencana yang terjadi di Indonesia dengan kata lain rata-rata 100 bencana terjadi dalam setiap bulannya. Akibat dari sejumlah bencana ini lebih dari 200 jiwa meninggal dan hilang. Di sisi yang lain, bencana kebakaran lahan dan hutan yang menyebabkan timbulnya asap telah menjadikan aktifitas masyarakat terganggu. Jadwal penerbangan mengalami keterlambatan bahkan penundaan karena jarak pandang yang terbatas akibat tertutup asap. Kekeringan juga melanda wilayah Indonesia di tahun ini, hampir lebih dari 20 kabupaten/kota mengalami kekeringan. Dampak dari kekeringan yang terjadi persediaan air mengalami penurunan, petani kesulitan mnegairi sawah, dan masyarakat sulit mendapatkan air buat pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Lebih dari 90% bencana di Indonesia merupakan hidrometeorologi, sehingga peranan musim yang ada sangat besar terhadap jenis bencana yang terjadi. Kekeringan dan kebakaran lahan dan hutan akan meningkat intensitas kejadiannya
Gambar 1. Kejadian Bencana 2013 vs 2014
54
Gema BNPB Desember 2014
Sumber : BNPB
ketika masuk musim kemarau sedangkan banjir dan tanah longsor meningkat intensitasnya ketika memasuki musim penghujan. Puting beliung lebih banyak terjadi saat musim pancaroba atau peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan ataupun sebaliknya. Seperti yang terjadi di tahun 2014 ini, banjir, tanah longsor dan puting beliung kerap terjadi di beberapa wilayah Indonesia mulai awal bulan November yang bertepatan dengan masuknya musim penghujan. Isi kerangka kerja Hyogo antara lain menjadikan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional dan lokal dengan berbasis kelembagaan yang kuat dan meningkatkan informasi peringatan risiko dan peringatan dini. Telah menjadi bagian dari pembangunan negara-negara rawan bencana di seluruh dunia bahwa pengurangan risiko bencana dan peringatan dini menjadi hal yang sangat penting dalam menekan akibat dan dampak yang disebabkan oleh bencana. BNPB, BPBD dan kementerian/lembaga lainnya yang
menangani masalah kebencanan telah bersinergi dalam kegiatan pengurangan risiko bencana dan pemberian peringatan dini kepada masyarakat. Pembentukan desa tangguh bencana merupakan bagian dari peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana, sampai tahun 2013 telah dibentuk lebih dari 950 desa tangguh bencana atau 1% dari jumlah desa yang ada di Indoensia. Isu gempabumi megathrust yang mungkin terjadi di pantai barat Sumatera telah banyak diantisipasi dengan melakukan pelatihan, gladi, pemasangan rambu-rambu evakausi dan pembangunan sirine sebagai bagian dari peringatan dini. Kesiapsiagaan, mitigasi dan peringatan dini manfaatnya akan sangat terasa ketika bencana benar-benar terjadi. Pada tanggal 15 November 2014, gempabumi berkekuatan 7,3 SR pusat gempa di utara laut Maluku yaitu di 158 km timur laut Bitung atau 160 km barat laut Ternate dengan kedalaman 48 Km, secara langsung Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan tsunami, sehingga masyarakat bersiap-siap Gema BNPB Desember 2014
55
menyelamatkan diri ke tempat yang aman. Walaupun pada akhirnya tsunami yang terjadi hanya kecil gelombangnya, namun peringatan dini ini mempunyai peran yang penting terhadap perilaku masyarakat dalam menyikapi bencana yang akan terjadi. Angka laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah 1,49% per tahun (hasil Sensus Penduduk 2010) dengan jumlah penduduk mencapai 237 juta jiwa. Jumlah penduduk yang selalu bertambah memaksa pembukaan lahan baru semakin gencar dan beberapa wilayah rawan bencana menjadi kawasan terbangun. Kurang lebih 3,8 juta jiwa penduduk terpapar bahaya tsunami, 1,1 juta jiwa terpapar bahaya gunungapi, 40,8 juta jiwa terpapar bahaya tanah longsor dan 63,7 juta terpapar bahaya banjir. Permasalahan sosial selalu muncul jika pemerintah ingin melakukan relokasi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana karena masyarakat memiliki adat dan hubungan kelekatan yang sangat erat terhadap tanah kelahiranya. Beberapa masyarakat yang terkena bencana terkadang bersedia di relokasi ke tempat yang lebih aman, namun sebagian lagi tidak mau pindah. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan inilah yang harus selalu diupayakan untuk hidup harmoni dengan ancaman. Bulan Februari 2014 Gunung Kelud yang berada di wilayah Jawa Timur meletus dan mengeluarkan ribuan kubik abu vulkanik. Letusan ini memaksa masyarakat yang berada di sekitar gunung mengungsi ke tempat yang lebih aman, daerah terdampak letusan adalah Kabupaten Kediri, Blitar, Malang dan Kota Batu. Namun abu vulkanik dari letusan ini mencapai kabupaten/kota di luar Jawa Timur seperti Yogyakarta, Bandung bahkan sampai ke Bogor. Penduduk sudah sangat hafal dengan karakteristik gunung ini sehingga ketika akan terjadi letusan mereka sudah mengetahui bagaimana menyelamatkan diri. Di beberapa desa penduduk biasanya mendirikan semacam tenda/bivak dari terpal di depan rumah sebagai tempat mengungsi sebelum mereka dijemput oleh petugas penyelamat. 56
Gema BNPB Desember 2014
Kesiapan masyarakat dalam menghadapi letusan Gunung Kelud dapat dikatakan sangat sempurna, karena dalam waktu kurang dari satu jam semua masyarakat berhasil diungsikan dan tidak timbul korban meninggal maupun hilang. Korban meninggal justru lebih banyak karena mereka sedang membersihkan genteng dan terjatuh. Keberhasilan penanganan darurat letusan gunung Kelud juga tidak terlepas dari peran aktif masyarakat serta hubungan sipil militer yang sudah terjalin dengan baik. Hubungan sipil militer tidak hanya pada masa sebelum dan saat darurat saja, melainkan sampai apda tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, dengan bersama masyarakat memperbaiki rumah, membersihkan jalan dan infrastruktur. Pelatihan dan gladi yang telah dilakukan sebelum letusan juga memberikan andil dalam kesiapan masyarakat dalam menghadapi letusan ini. Model penanggulangan bencana ini patut untuk dicontoh wilayah-wilayah lain dalam sinergitas hubungan sipil, pemerintah, dan militer. Berbeda dengan letusan Gunung Sinabung yang terjadi lebih lama dan tidak kunjung menunjukan penurunan. Sampai tanggal 17 November 2014 jumlah pengungsi masih mencapai 2.986 jiwa yang tersebar di 10 titik pengungsian antara lain di KWK Berastagi, UKA Kabanjahe 2 dan UKA Kabanjahe 3. Sebelumnya pada tanggal 29 Oktober 2014, Presiden RI Joko Widodo melakukan kunjungan lapangan ke Karo untuk melakukan langkah-langkah percepatan relokasi Sinabung. Relokasi ini diharapkan akan mampu memindahkan masyarakat ke daerah yang lebih aman dari ancaman letusan Gunung Sinabung. Laporan yang dikeluarkan oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) 2013 menjelaskan bahwa dalam jangka panjang, curah hujan global akan berubah. Negara di lintang tinggi, seperti Eropa dan Amerika Utara akan mengalami curah hujan yang lebih banyak, namun daerah subtropis dan semi kering akan berkurang curah hujannya. Di daerah tropis yang
Sumber : BNPB
lebih hangat, curah hujan ekstrem akan meningkat intensitas dan frekuensinya. Dampak perubahan iklim ini secara tidak langsung menyebabkan meningkatnya kejadian bencana. Akhir tahun 2014 awal musim penghujan di Indonesia mengalami pergeseran dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pergeseran ini menyebabkan waktu tanam petani bergeser dan bencana hidrometeorologi mulai menunjukan peningkatan. Seperti awal bulan November beberapa wilayah Aceh mulai mengalami banjir dan tanah longsor. Kemudian minggu kedua November meningkatnya intensitas hujan di wilayah Bogor dan Depok beberapa wilayah Jakarta Timur mulai terkena banjir kiriman. Jumlah kejadian bencana mulai tahun 2008 sampai tahun 2014 ini rata-rata lebih dari seribu kejadian per tahunnya. Lebih dari 80% bencana yang terjadi termasuk dalam hidrometeorologi. Pada tahun-tahun berikutnya kemungkinan besar bencana yang terjadi juga masih didominasi oleh bencana hidrometeorologi seperti banjir,
tanah longsor, dan puting beliung. BMKG memprediksikan bahwa curah hujan normal, tetapi banjir dan longsor tetap ada. Besar kecilnya banjir dan longsor dipengaruhi oleh hujan yang ada. Diperkirakan banjir dan longsor akan banyak terjadi di Sumsel, Jambi, Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalsel dan Kalteng selama Desember 2014 hingga Februari 2015 dengan puncaknya pada Januari 2015. Kebakaran lahan dan hutan serta kekeringan tetap akan terjadi di wilayah-wilayah tertentu ketika masuk musim kemarau jika tidak ada penanganan yang serius dari sekarang. Untuk bencanabencana geologi seperti gempabumi, letusan gunungapi dan tsunami secara umum memang tidak dapat diprediksi kejadiannya di tahun mendatang. Namun khusus untuk gunungapi selalu dilakukan pemantauan aktifitas setiap harinya, untuk gempabumi dan tsunami selalu ditingkatkan kegiatan kesiapasiagaan seperti pelatihan, gladi, pemasangan rambu dan sirine. Kegiatan kesiapsiagaan serta mitigasi merupakan investasi untuk mengurangi akibat dan dampak bencana. (PTO) Gema BNPB Desember 2014
57
Teropong
Menuju Realisasi SKKNI Penanggulangan Bencana Bencana di Indonesia merupakan tanggung jawab pemerintah bersama, dunia usaha dan masyarakat. Latar belakang ini mendorong pemerintah sebagai regulator untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas pelaku penanggulangan bencana (PB). Saat ini Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menjadi focal point Penanggulangan Bencana dan Center Of Exellent bagi banyak negara dalam penanganan bencana dan negaranegara yang tergabung dalam Asean Countries.
58
Gema BNPB Desember 2014
K
eterlibatan potensi masyarakat dalam penanganan bencana perlu menjadi perhatian pemerintah untuk menetapkan standar kompetensi dalam penyelenggaraan bencana. Hal ini telah ditindaklanjuti oleh BNPB bersama dunia usaha dan masyarakat untuk menginisiasi penyusunan rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di Bidang PB. Standar ini sangat penting guna menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan mampu untuk memberikan pelayanan terbaik pada misi kemanusiaan. Realisasi gagasan Rancangan SKKNI PB telah diselenggarakan sejak tahun 2012. Langkah yang telah disusun BNPB mencakup pembentukan komite, Tim Perumus, dan Tim Verifikasi RSKKNI PB. Sementara itu, kegiatan juga telah bergulir mulai dari pemetaan fungsi sektor PB hingga pra konvensi nasional. Target penyusunan kali ini untuk SKKNI PB pada masa tanggap darurat bencana.
Sumber : BNPB
Proses SKKNI PB ini tidak hanya berhenti setelah pengesahan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, tetapi BNPB
harus menyiapkan struktur lembaga sertifikasi profesi di bidang PB, penyusunan kompetensi kerja, rekruitmen, dan sebagainya. Hal tersebut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perangkat SKKNI PB. Sebagai langkah lanjutan sebelum diajukan ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, BNPB menyelenggarakan Konvensi Nasional Rancangan SKKNI PB pada hari Selasa, 23 September 2014, di Jakarta. Sekretaris Utama BNPB, Dody Ruswandi, membuka konvensi nasional yang dihadiri peserta dari kementerian/ lembaga, organisasi internasional, lembaga swadaya masyarakat, universitas, forum masyarakat, dunia usaha, dan unsur terkait lainnya. Dimana dari RSKKI PB tersebut telah disepakati secara bulat oleh peserta yang hadir, yang terdiri dari unsur pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk menjadi sebuah Standar Nasional di Bidang Penanggulangan Bencana
LSP PB
Implementasi standarisasi memerlukan lembaga yang secara legal bertanggung jawab terhadap sertifikasi. Sejak Juni
Berikut ini merupakan rangkaian kegiatan dalam tahapan menuju SKKNI PB yang dimulai sejak tahun 2012 April – Agustus 2012
Pemetaan fungsi sektor penanggulangan bencana (PB), mengidentifikasi serta menerjemahkan lima puluh empat unit standar kompetensi yang diadopsi dari Australia.
November 2012
Verifikasi terhadap rancangan awal SKKNI PB. Proses verifikasi melibatkan tiga puluh dua orang dengan latar belakang dan pengalaman di bidangnya. Verifikator berlisensi memimpin proses tersebut.
Juli 2013
Penyelenggaraan pra konvensi terhadap rancangan 1 SKKNI PB yang melibatkan seluruh stakeholder baik dari pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Perwakilan Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).
Gema BNPB Desember 2014
59
Keberadaan LSP PB dan pengembangan penyusunan SKKNI PB ke depan menjadi hal perlu, guna meningkatkan kualitas SDM dalam kegiatan Penanggulangan Bencana. Dimana kompetensi kerja merupakan investasi dan profesionalitas dalam memberikan pelayanan terbaik pada misi kemanusiaan Dody Ruswandi dalam kegiatan Konvensi Nasional RSKKNI PB 2014
2014, Indonesia telah memiliki Lembaga Sertifikasi Profesi Penanggulangan Bencana (LSP PB). Lembaga tersebut memiliki tugas untuk melakukan penilaian kemampuan pekerja penanggulangan bencana sesuai dengan standar kompetensi yang ada. Saat ini telah tersusun lima puluh empat unit kompetensi dan ke depan, LSP PB akan terus mengembangkan unit kompetensi baik dalam fase pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana. “LSP PB menjadi hal penting khususnya untuk menjamin kualitas SDM dan memberikan pengakuan serta penghargaan profesi di bidang penanggulangan bencana”. Faisal Djalal dari Platform Nasional mengatakan bahwa LSP PB sebagai perangkat implementatif SKNNI PB yang bermuara pada realitas urusan bencana adalah urusan menyelamatkan manusia. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang Penanggulangan Bencana mengandung rumusan 60
Gema BNPB Desember 2014
kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan bidang penanggulangan bencana. Dalam misi bantuan kemanusiaan, maka seseorang yang akan terlibat harus mampu : 1 Bagaimana mengerjakan suatu tugas pekerjaan. 2 Bagaimana mengorganisasikan pekerjaan agar dapat dilaksanakan. 3 Apa yang harus dilakukan jika terjadi suatu yang berbeda dari rencana. 4 Bagaimana menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk mencari solusi dari masalah yang timbul akibat bencana dan dampaknya terhadap manusia.
Misi LSP PB mencakup empat poin, antara lain : 1 Mengembangkan Standar Kompetensi Profesi di Bidang PB. 2 Menyelenggarakan pengujian kompetensi guna menjamin mutu SDM di Bidang PB. 3 Membangun kerja sama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi di Bidang PB baik didalam maupun luar negeri. 4 Membangun kerja sama dengan lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dalam melaksanakan peningkatan profesi dan keahlian SDM di Bidang PB. 5 Menerbitkan Sertifikasi Kompetensi Profesi di Bidang PB.
Ditinjau secara organisasi, LSP PB beranggotakan perwakilan pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Sementara itu, kepengurusan organisasi terdiri dari Dewan Pengarah, Pelaksana, dan Lingkup Unit Pendukung Uji Kompetensi. Dewan Pengarah tersebut berasal dari unsur pemerintah, masyarakat, dunia
Sumber : BNPB
usaha, tenaga ahli maupun akademisi di bidang bencana. Pelaksana dari LSP PB memiliki unit pendukung kompetensi kerja yaitu Bagian Kelompok Teknis dan Penilai (assessor), yang didukung oleh Bidang
Standarisasi, Sertifikasi, Akreditasi, Mutu, serta Informasi dan Kerjasama. Berikut ini adalah prosedur pelayanan LSP PB :
Gema BNPB Desember 2014
61
Profil
Kemanusiaan adalah
Kehidupan Ngaseri
62
Gema BNPB Desember 2014
Sumber : BNPB
Camat Ngancar, Kediri
"Saudara-saudaraku di manapun berada... saya Ngancar 1, Ngaseri... menyampaikan kepada saudara-saudaraku di manapun berada, baik yang berada di lereng Gunung Kelud, Kota Kediri, Malang maupun Blitar. Bahwa status Gunung Kelud pukul 21.15 dinyatakan AWAS, untuk itu kami menghimbau untuk turun dan mengosongkan dan segera menuju ke titik-titik evakuasi yang sudah ditentukan. Kosongkan radius 10 km, kosongkan radius 10 km, Kami menghimbau untuk mengosongkan radius 10 km... saudara-saudaraku mempersiapkan dan segera menuju ke titik pengungsian..."
K
ata-kata itulah yang spontan meluncur dari seorang Camat Ngancar, Ngaseri. Menginformasikan langsung kepada masyarakat untuk segera melakukan evakuasi mandiri ke tempat yang lebih aman. “Tepat sekitar pukul 21.15 WIB, pada Kamis 13 Februari 2014. Saya harus mengumumkan perintah evakuasi di detik-detik status bahaya level IV AWAS melalui HT dan dipancarkan lagi oleh radio komunitas”, ucap Ngaseri mengingatnya. Ngaseri, adalah seorang Camat di Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Pengabdian pada kemanusiaan ditunjukkan melalui kepemimpinan untuk mengevakuasi masyarakat terhindar dari bencana erupsi Kelud. Dibantu relawan RAPI dan LSM Jangkar Kelud, Ngaseri mengevakuasi 86.000 masyarakat dalam durasi waktu sekitar dua jam. Pada erupsi Gunung Kelud, tidak ada korban jiwa akibat letusan. Hal ini merupakan keberhasilan masyarakat dalam memahami kondisi gunung api dan penyampaian informasi yang cepat dan tepat. Saat itu, motif Ngaseri yang dibantu bersama Danramil dan Petugas Pengamat Gunung Api Kelud, hanyalah mengupayakan warganya tidak menjadi korban pasca erupsi Kelud. Ngaseri melihat bahwa kehidupan masyarakat lereng Kelud adalah bagian dari tanggungjawabnya. Menurutnya, masyarakat adalah pejuang sebenarnya saat erupsi terjadi, dia hanya
menggerakkan. “Bagi saya arti Kemanusiaan adalah Kehidupan”, tuturnya. Sebagai pemimpin Kecamatan Ngancar, pekerjaan Ngaseri yang utama adalah menjamin bahwa warga saya dapat hidup tenteram. Tenteram berarti juga menjauhkan warganya dari kemungkinan buruk yang mengancam situasi tersebut, termasuk bencana alam. Ini dibuktikan dengan dialog yang dibangun dengan masyarakat dan menghasilkan kontrak sosial. Masyarakat mengatakan bersedia mengungsi jika pemerintah berjanji menepati dua hal. Pertama, menjamin ternak warga ikut diungsikan di tempat aman yang dekat dengan posko pengungsian. Dengan begitu, pasca erupsi, warga bisa kembali mencari nafkah dengan memelihara ternak. Kedua, masyarakat meminta agar selama di pengungsian tidak menganggur, tanpa aktivitas yang bermakna. “Mereka mengatakan tidak ingin diperlakukan seperti ternak di kandang. Mereka ingin terlibat dalam pekerjaan yang bermakna, seperti ikut memasak makanan di dapur umum, mengelola posko, dan lainlain”, ucap Ngaseri.
Sebelum Erupsi
Ngaseri dibantu oleh pihak yang terkait melakukan gladi lapang penanggulangan bencana Gunung Api Kelud, di warga tiga desa di KRB III Kecamatan Ngancar yakni Desa Sugihwaras, Desa Sempu dan Desa Babatan pada tanggal 28 Desember 2013. Gema BNPB Desember 2014
63
“Jika berbicara mitigasi kultural, anda masih ingat cerita tentang Lembu Suro yang menjadi kepercayaan warga di sini”, tuturnya. “Bakal tak bales makapingkaping Kediri dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung dadi Kedung (akan aku balas dengan berlipat-lipat, Kediri jadi Sungai, Blitar jadi luluh lantah, Tulungagung akan jadi danau)”, ungkapnya. Hal inilah yang mendasari Ngaseri melakukan pendekatan kepada masyarakat dalam melakukan mitigasi ke tempat yang lebih aman kepada masyarakatnya. Cinta sejatinya adalah tak bersyarat, ketika yang dicintai dipahami dengan sungguh-sungguh, termasuk kemungkinan Gunung Kelud erupsi, cinta tetap diberikan kepadanya. “Saya paham bahwa masyarakat juga meyakini legenda
Sumber : BNPB
Sosialisasi kepada masyarakat tentang perubahan status Gunung Kelud melalui pertemuan, tatap muka dan media lokal kerap dilakukukannya. Melibatkan radio HT Rapi lokal Kediri 6, Radio Komunitas Kelud FM dan Sempu Raya FM, Kepala Desa dan Tokoh Masyarakat. Ngaseri terus memfasilitasi kantornya sebagai posko terpadu Kelud, dengan mendirikan posko Kelud Media Center sebagai sarana koordinasi tim penanggulangan bencana Kelud di Kecamatan Ngancar. Memediasi dan membangun kesepakatan dengan para pihak, menyusun standar operating procedures (SOP) penanggulangan bencana Kelud dengan menentukan titik kumpul dan jalur evakuasi serta dokumen PB bencana Kelud berbasis Kearifan Lokal.
64
Gema BNPB Desember 2014
Lembu Suro. Justru dengan memahami cinta yang berangkat dari kisah dendam Lembu Suro itu akan membuat cinta warga Ngancar kepada Kelud bermakna”, ungkapnya.
Saat Darurat
Perkembangan status berdasarkan informasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terus dilakukan oleh Ngancar 1 ini, melalui jejaring handytalkynya, yang dipancarkan kembali oleh radio komunitas. Mulai dari status waspada yang dirilis informasinya setiap 12 jam sekali pada pukul 06.00 WIB dan pukul 18.00 WIB. Kemudian, pada status siaga frekuensinya dinaikkan dalam menginformasikan keadaan status Gunung Kelud yang dirilis informasinya setiap 6 jam sekali, pada pukul 06.00 WIB, 12.00 WIB, 18.00 WIB dan 24.00 WIB. Waktu krisisnya saat Gunung Kelud berstatus Awas, rilis informasi terus menerus dan menghimbau warga untuk segera mengungsi setelah PVMBG menetapkan kenaikan status Gunung Kelud pada pukul 21.15 WIB, Kamis 13 Februari 2014. “Ada 3 langkah yang saya lakukan pada saat itu, pertama menyatakan status awas Gunung Kelud secepatnya kepada masyarakat, kedua, himbauan kepada masyarakat di kawasan terdampak untuk segera evakuasi mandiri dan ketiga memastikan masyaarakat di kawasan KRB III/II sudah mengungsi semua”, ucap pria yang bergelar S2 ini.
Pasca Erupsi
Bersinergi dengan pihak TNI/Polri dan perangkat desa, Ngaseri mengidentifikasi korban akibat letusan Gunung Kelud, dan ternyata tidak ada korban satupun akibat erupsi Kelud. Memastikan dan menenangkan warga agar tetap di pengungsian selama belum ada rekomendasi dari PVMBG bagi warga untuk pulang serta memberi kepastian keamanan rumah tinggalnya. “Setelah ada kepastian informasi dari PVMBG pada 20 Februari 2014, dari status awas menjadi siaga, maka masyarakat diperbolehkan pulang dari pengungsian, saya mengajak masyarakat membangun
kembali aset dan infrastruktur yang rusak akibat bencana dengan cara mandiri”, ucap pria kelahiran 13 Juli 1966 ini. “Droping bantuan yang melalui pemerintah kecamtan setiap tiga jam sekali dan trauma healing kepada masyarakat untuk segera bangkit dari situasi bencana”, tambahnya. Ketika ditanya peristiwa yang paling berkesan selama hidupnya adalah ketika masyarakat bisa memiliki harapan untuk hidup lebih baik. Hal ini terlihat saat masyarakat mulai membersihkan abu vulkanik dan memperbaiki rumah yang rusak. “Itulah mengapa kami juga merayakan momen kembalinya warga dari pengungsian ke rumah masing-masing secara adat sebagai wujud ungkapan syukur kami kepada Yang Maha Kuasa”, ucap bapak satu anak ini. Melalui acara adat di puncak Gunung Kelud pasca erupsi itu, mereka memanjatkan syukur karena masih diberi semangat, kepercayaan satu sama lain, dan terutama masih diberi kehidupan. “Kami percaya bahwa Kelud memberi berkah bagi kami dalam wujud kesuburan tanah dan tanaman yang kelak akan memberikan panen yang melimpah”, ucapnya optimis. Pekerjaannya belumlah usai, Ngaseri kini harus menyiapkan strategi mitigasi untuk banjir lahar dingin Kelud. Pekerjaan ini tidak akan berhenti, sebab mereka tidak tahu kapan dan seberapa besar kejadian letusan Kelud akan terjadi kembali. (ACU) Prinsip Kepimpinan Ala Ngaseri 1
Melepas baju (melepas sekat).
2
Belajar.
3
Hadir, mengalami dan melibatkan diri.
4
Mendengarkan.
5
Mendampingi dan membimbing.
6
Turun.
7
Memotivasi tentang makna keselamatan.
8
Mengorganisir sumberdaya yang ada.
9
Dibentuk oleh situasi, pengalaman dan pihak lain.
10
Bisa menjadi contoh bagi warganya. Gema BNPB Desember 2014
65
Profil
Suprapto
Radio Komunitas, Radio Penyelamat
Pasca erupsi Gunung Kelud di Kediri tahun 2007, pria yang sehari-hari disapa Suprapto memilih untuk mengabdikan hidupnya pada keselamatan diri, keluarga dan masyarakat. Pria berkulit sawo matang dan berasal dari Dusun Margomulyo, Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar menyadari bahwa dia harus mampu untuk hidup harmonis dengan Gunung Kelud.
D
ia sangat paham Gunung Kelud yang berketinggian 1.731 m di atas permukaan laut memiliki ancaman berupa letusan. Menurut pria yang lincah ini, hidup di sekitar Gunung Kelud sebagai anugerah Tuhan dan masyarakat sepatutnya bersyukur dan mau untuk hidup berdampingan, mengenal, dan memahami karakter Kelud. “Saya sadar Kelud selain berkah dan anugerah juga menyimpan ancaman atas diri Kelud sebagai gunungapi aktif”, kata pemuda lulusan SMK Canda Bhirawa.
Sumber : BNPB
Ayah semata wayang Jasmine Agivia Suprapto sangat peduli terhadap pengurangan risiko bencana erupsi. Berkaca pada situasi krisis Kelud tujuh tahun lalu, masyarakat tidak memperoleh informasi yang jelas tentang kondisi Coloot, sebutan lain Kelud. “Waktu itu kondisi masyarakat sangat kacau, masyarakat mau mengungsi kalau dipaksa oleh aparat”, kata pria yang lahir 34 lalu. Berawal dari kondisi itu, dirinya terpanggil untuk mendirikan sebuah media komunitas yang hidup dan tinggal di masyarakat, Kelud FM. Suprapto mengatakan bahwa Kelud FM ini untuk memfasilitasi masyarakat ketika ada aktivitas Gunung Kelud. Meskipun hanya berpendidikan Jurusan Teknik Mesin, pria yang gemar dengan pecel tumpang bersama dengan kawankawan belajar mengelola radio komunitas ini dengan bekal ilmu yang pas-pasan. Inisiatif pendirian sudah dimulai sejak tahun 2009. “Hanya saja, soal urunan (dukungan dana) dan lain lain harus di-
rembug, jadi prosesnya panjang. 2010 mulai berdiri”, kenang Suprapto. Mereka berusaha untuk selalu belajar dalam pengelolaan radio komunitas Kelud FM. Suprapto mengatakan bahwa banyak hal yang sebenarnya mereka lalukan secara otodidak. Dayanya hanya 50 watt, di frekuensi 107, sesuai peraturan. Sudah izin dari KPID pada tahun 2009, saat itu statusnya masih rekomendasi. Istilahnya RK. “Prosesnya cukup sulit. Pindah lokasi adalah salah satu penyebab untuk mendapatkan izin karena sesuai peraturan lokasi stasiun radionya harus bersertifikat”, kenangnya. Transmisi modulasi frekuensi Kelud FM sendiri mampu menjangkau hampir satu kecamatan atau sekitar jarak 5 km dari stasiun radio. Awal mula berdiri, berkali-kali pindah frekuensi. Suprapto mengatakan ini kelemahan radio komunitas di Indonesia. Mengatasi kondisi ini dan tetap berkeinginan untuk memberikan informasi kepada pendengar, Suprapto memanfaatkan fasilitas menu fan page di media sosial facebook. Kelud FM memiliki penyiar yang sekitar 85% adadalah anak muda, dan yang paling tua usianya 47 tahun. Menurutnya, partisipasi aktif anak muda supaya lebih mudah dalam menggerakkan dalam arti supaya radio ini benar-benar beroperasi dan mencapai apa yang menjadi tujuan. Pada saat kondisi normal, stasiun radio ini menyiarkan lagu rekaman lokal, orkes lagu dari grup band lokal yang direkam, wayang, atau pun berkirim pesan. Gema BNPB Desember 2014
67
Radio Komunitas Penyelamat Warga
Kelud FM yang on air mulai pukul 10.00 pagi hingga 11.00 malam ini merupakan media yang mengkampanyekan tentang kondisi Gunungapi Kelud secara terus menerus kepada masyarakat. Pada saat situasi kritis, siaran radio berfungsi untuk memberi kabar aktual dari sumber terpercaya, yaitu Pos Pemantauan Gunungapi PVMBG. “Masyarakat paham akan kondisi gunungapi berdasarkan”, kata Suprapto yang gemar bola dan hiking. Bersama dengan mitra kerja dari petugas pengamat gunungapi Pusat Vulkanologi, Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Camat Ngancar, dan Danramil setempat, Suprapto berupaya mengedukasi masyarakat dan melakukan mitigasi kultural. Sebelum terjadinya letusan eksplosif, siaran terus dipancarkan dari handytalky (HT) yang dipegang Camat Ngaseri ke perangkat radio. Sementara itu, dekat perangkat radio ada satu unit HT yang terkoneksi ke komputer dan terekam di komputer lalu dapat disiarkan Kelud FM. Waktu itu, delapan orang dari Kelud FM membantu evakuasi. Sisanya jaga gawang di stasiun radio. Akhirnya, Suprapto memutuskan siaran radio pada pukul 22.00 WIB. Orang sekitar radius pancaran radio mengungsi semua. “Ada fase 45 menit pada masa itu untuk menyelamatkan diri”, kata Suprapto. Apa yang dilakukan olehnya telah berkontribusi dalam evakuasi 86.000 warga sebelum erupsi eksplosif Kelud 13 Februari 2014 lalu. Pasca erupsi, siaran Kelud FM terhenti. Namun ini tidak menyurutkan niat Suprapto untuk terus mengabarkan perkembangan terkini. Dia pun tetap memanfaatkan media sosial facebook, yaitu dengan fan page. Alurnya, dari informasi yang didapat, responden satu langsung menyampaikan kepada Camat. “Kemudian Camat melakukan eksekusinya ke masyarakat sehingga dari pihak Pak Camat selalu melakukan update bantuan per tiga jam. Di Ngancar, distribusi bantuan relatif terpenuhi”, kata Suprapto. 68
Gema BNPB Desember 2014
Diseminasi informasi melalui media sosial juga digemari oleh masyarakat. Pada awalnya, cuma ada 150 yang like. “Kini ada 1.300 yang like”, kata Suprapto. Masyarakat yang mengakses media sosial milik Kelud FM ada yang dari Wates, Ngantang, Jombang, dan Blitar. Masyarakat Kediri, Blitar dan Malang sebagai pengakses terbanyak. Peningkatan signifikan ini menyenangkan. Di sisi yang lain berita terkini berita biasanya dituntut untuk segera dipublikasikan. Temanteman radio menggunakan handphone biasa untuk memberikan update berita. Mereka dengan handphone yang bisa mengakses internet, biasanya mengunggah berita langsung. “Tetapi yang tidak, biasanya mengirimkan SMS. Dulu radio punya jaringan internet, sekarang masih mati”, ucap pria yang sangat rendah hati ini.
Kearifan Lokal
Masyarakat Kelud sebenarnya memiliki kearifan lokal terhadap upaya beradaptasi dengan Kelud. Suprapto berkisah bahwa mitigasi kultural hidup di tengah-tengah masyarakat. Kearifan lokal itu merupakan warisan nenek moyang atas keselamatan warga dari ancaman Gunung Kelud. “Sebenarnya sejak kecil saya sudah mendengar cerita mitos yang berkembang di masyarakat tentang mitologi Kelud, tapi baru sadar”, ingatnya. Mitos itu mengkisahkan bagaimana Dewi Kilisuci berkianat terhadap Raja Lembu Suro dan Mahesa Suro. Ketika Lembu Suro berhasil membuat sumur sesuai permintaan, Dewi Kilisuci membuat satu permintaan lagi agar kedua raja tadi untuk masuk ke dalam sumur. Mereka harus membuktikan bahwa sumur benar-benar berbau wangi dan amis. Setelah mereka masuk ke dalam sumur, justru Sang Dewi memerintahkan prajurit Jenggala untuk menimbun keduanya dengan batu. Sebelum mati, Lembu Suro bersumpah ‘bakal tak bales makaping-kaping Kediri dadi Kali, Blitar dadi latar, Tulungagung dadi Kedung’ (Aku akan membalas dengan berlipat-lipat, Kediri jadi kali, Blitar jadi luluh lantah, dan Tulungagung jadi danau). Mitos ini yang memunculkan tradisi di
Sumber : BNPB
masyakarat lereng Kelud untuk membuat dan memberikan sesaji yang disebut Larung Sesaji. Meskipun sehari-hari dekat dengan teknologi, peralatan radio, gadget, internet, yang dapat saja mengkikis pemikiran terhadap tradisi budaya lokal, Suprapto tetap hidup berkiblat pada jati dirinya. Ketika manusia tinggal di suatu tempat untuk hidup, mereka akan memiliki ikatan dengan tempat itu. Demikian juga yang dialami pria yang sehari-hari bekerja sebagai pegawai desa dan petani. Sebagai seorang muslim, Suprapto dapat memahami budaya dan kebiasaan masyarakat setempat. Menurutnya mereka memegang teguh adat dan budaya masyarakat Jawa yang tinggal di lereng gunung. “Bagaimana hidup antara manusia dan alam harus selaras”, kata Suprapto. Suprapto yang sederhana, tumbuh dan besar di desa ini merasa beruntung karena berkesempatan menyelesaikan studi di kota, “Belum banyak generasi seusia saya di desa yang berpendidikan SMA atau setingkatnya”, ungkapnya. Kesempatan mengenyam pendidikan inilah yang mendorong Suprapto untuk berkarya dan mengabdikan dirinya untuk masyarakat. Nadyan cilik mulo nanging numrapi mring liyan, demikian paparnya dalam bahasa Jawa. Keinginan yang terus menerus ingin dilakukannya adalah masyarakat mengerti
dan paham kondisi Gunung Kelud. Tidak hanya itu, tetapi juga paham tentang kapan mereka harus mengungsi atau tetap di tempat tinggalnya. Untuk menyampaikan informasi itu modalnya bangunan komunikasi bencana yang bisa dipahami para pihak, baik pemerintah hingga masyarakat. Masih ada mimpi yang ingin dicapai Suprapto, yaitu kebersamaan dalam penanganan masyarakat. Namun perlu pembenahan dalam penanganan, seperti misalnya pada evakuasi lalu. Ketika proses evakuasi berjalan dengan baik dan masyarakat melakukan dengan mandiri, justru pengelolaan di pengungsian tidak ada kesiapan dan tidak ada pemberdayaan pengungsi. Supratpo melihat kondisi ini sebagai tantangan yang harus diselesaikan bersama dengan pihak terkait. Pria yang memiliki motto hidup “Lebih Berbudaya Lebih Fresh” menginginkan apa yang telah dikerjakan ini dapat dijadikan bukti sejarah untuk anak cucu. Kemudian Suprapto mengajak mereka untuk memberikan pemahaman mitigasi kultural supaya mereka selamat dari bencana. Salah satu tantangan yang selalu ingin dimenangkan adalah semua masyarakat memiliki pengetahuan bencana. Tentu hal terwujud apabila di Kabupaten Kediri ada lembaga yang secara khusus mengurusi bencana. (PHI) Gema BNPB Desember 2014
69
Snapshot
Perjanjian kerjasama antara Kemhan, Aslog Panglima TNI dan BNPB terkait pemanfaatan gudang logistik dan peralatan untuk penanggulangan bencana.
Pertemuan evaluasi penanganan darurat tingkat regional wilayah tengah tahun 2014 di Provinsi Bali.
Kunjungan Menteri Sosial Kofifah Indra Parawansa ke BNPB Juanda.
Seminar Internasional Peringatan 10 tahun tsunami Aceh bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta.
Tes Kompetensi Dasar CPNS 2014 di Gedung Cawang Kencana, Jakarta.
70
Gema BNPB Desember 2014
Diterbitkan oleh: Pusat Data Informasi dan Humas BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA Jl. Ir. H. Juanda No. 36 Jakarta Pusat 10120 Telp. 021-3458400 Fax. 021-3458500 Website Email Facebook Twitter Youtube
: : : : :
www.bnpb.go.id
[email protected] www.facebook.com/infobnpb http://twitter.com/BNPB_Indonesia http://www.youtube.com/user/BNPBIndonesia
ISSN 2088-6527
9 772088 652013