BULETIN SIAGA Info Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana V O L U M E
1
2 6
J U N E
2 0 0 9
FORMALISASI SATLINMAS Satuan Perlindungan Masyarakat Penanganan Banjir dan Pengungsi (SATLINMAS PBP) dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 96 tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Berdasarkan Bab V SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta tersebut, SATLIMAS PBP adalah unsur pelaksana penanggulangan bencana pada tingkat kelurahan, namun optimalisasi SATLINMAS PBP masih dirasa kurang, dikarenakan beberapa hal antara lain ; Pemahaman yang keliru mengenai SATLIMAS PBP, penanggulangan bencana yang selama ini terfokus pada pemerintah dan ketua-ketua RW, serta masyarakat yang belum dilibatkan secara maksimal.
Untuk mewujudkan SATLINMAS PBP yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya, maka ACF mencoba memfasilitasi 3 kelurahan, yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan untuk memiliki gerakan penanggulangan bencana yang terlembaga dan mampu melakukan kegiatan secara terencana, terpadu dan menyeluruh dengan cara penguatan kepada SATLINMAS PBP di masing-masing kelurahan tersebut. Sedangkan dengan kesepakatan bersama, Kelurahan Cipinang Besar Utara membentuk Satuan Tugas Penanggulangan Bencana kelurahan CBU, disingkat dengan STPB-CBU. Pelatihan, workshop, FGD, dan berbagai kegiatan penguatan kapasitas lainnya di fasilitasi oleh ACF untuk mencapai visi dan misi SATLINMAS PBP dan STPB-CBU. Adapun visi daripada SATLINMAS PBP adalah untuk dapat melakukan penanggulangan bencana secara terpadu, sedangkan misi yang diusung meliputi ; Penyelamatan masyarakat dari bencana, meminimalisir resiko bencana, peduli terhadap warga dan lingkungan, mengelola bencana, serta menyelamatkan pengungsi. Kedepannya diharapkan organisasi penanganan bencana yang telah terbentuk di 3 Kelurahan tersebut dapat mandiri dan melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai garda terdepan dalam menghadapi bencana dengan maksimal.
KEKUATAN TANGAN—TANGAN LOKAL MENGHADAPI BENCANA ACF Memasuki Masa Akhir Program Kerja Kegiatan ACF dalam mendampingi Satlinmas melalui penguatan organisasi dan peningkatan kapasitas manajemen bencana berlangsung dari tahun 2007 sampai pada saat ini. Misi ini akan berakhir pada pertengahan November 2009, oleh karena itu, setahap demi setahap ACF mulai menyerahkan kendali program kepada Satlinmas dan masyarakat di tiga kelurahan dampingan ACF, yaitu Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, dan Penjaringan. Di kemudian hari Satlinmas diharapkan untuk dapat menyokong kegiatan-kegiatan Pengurangan Risiko Bencana di kelurahnnya masing-masing.
sebagai pemimpin-pemimpin masyarakat dalam penguatan terhadap bencana. Di kemudian hari Satlinmas secara swadaya juga akan mencari pendanaan-pendanaan untuk tetap menghidupkan usaha PRB demi kebaikan seluruh masyarakat. Cara yang paling manjur untuk mencari pendanaan adalah dengan bertindak, melakukan, beraksi, merealisasikan, tidak sekedar membuat perencanaan. Program ke depan harus jelas dan memberi manfaat bagi orang banyak. Setelah hasil karya Satlinmas dikenal dan dipercaya, langkah Satlinmas menggandeng tangan organisasi/institusi atau bahkan perusahaan melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan akan lebih lancar.
Indikasi keberhasilan Satlinmas sebagai suatu organisasi Selain Satlinmas, penggerak masyarakat dalam usaha ketahanan masyarakat yang swadaya dapat dilihat dari keberhasilan terhadap bencana dan pengurangan risiko juga termasuk para guru. pemimpin-pemimpinnya. Pengurus Satlinmas yang telah dibekali Sekolah sebagai institusi pendidikan bagi masyarakat memiliki peran dengan kemampuan dasar manajemen bencana adalah para besar dalam membangun moral dan mental motivator yang akan terus membangkitkan anggotamasyarakat yang peduli lingkungan dan siaga anggotanya. Tidak hanya pengurus, anggota-anggota bencana. Satlinmas yang merupakan orang-orang unggulan “Ben, Satlinmas ini milik masyarakat juga turut berperan dalam ketahanan masyarakat terhadap bencana di tingkat lokal.
saya
Satlinmas yang digolongkan berhasil juga mampu mempromosikan dirinya sendiri sehingga mendapat dukungan penuh dari pemerintah lokal dan masyarakat. Relasi dengan beberapa organisasi dan institusi lain juga penting untuk dijaga dan diperluas; ACF hanyalah salah satu dari banyaknya organisasi yang bergerak dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB).
Penjaringan. Terima kasih ACF
dan
sudah
meningkatkan
orang
membantu kapasitas
kita, tetapi kalau ACF ngga ada
bukan
berarti
kita
bubar!” (Darwis, Satlinmas
Mengetahui kekuatan sekolah dan terutama guru dalam penguranan risiko bencana, ACF memberikan pelatihan kepada guru-guru SD, SMP, dan SMA di tiga kelurahan dampingan ACF. Para guru dengan semangat tinggi berusaha menelurkan siswa-siswi yang dapat dijadikan tunas harapan dan penggerak bangsa. Masyarakat dampingan ACF telah menorehkan bukti-bukti kepedulian dan keberhasilan mereka sendiri. ACF merasa terhormat dapat bekerja di tiga kelurahan tersebut, yang telah membuktikan bahwa masyarakat merupakan elemen yang sangat penting dan berdaya dalam usaha pengurangan risiko bencana dan mengantisipasi perubahan iklim dunia.
Penjaringan, kepada Ben, Kegiatan yang di-inisiasikan oleh Satlinmas merupakan kegiatan-kegiatan bakti dan jasa bagi CO Penjaringan, Juni, 2009) masyarakat, kampanye-kampanye waspada bencana dan kebersihan, serta peduli terhadap lingkungan hidup merupakan beberapa dari tugas Satlinmas. Satlinmas di tiga kelurahan juga telah berjasa dalam memberikan Masyarakat Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, dan Penjaringan peringatan bencana kepada masyarakat agar masyarakat dapat telah memulai usaha PRB, melalui Satlinmas dan STPB, namun segera bertindak menghindari bencana. Dalam satu tahun perjalanan masih panjang, masih banyak kendala yang harus diatasi. masyarakat menderita kerugian akibat banjir sebanyak tiga Sering kali penghambat utama keberhasilan organisasi masyarakat sampai empat kali, setinggi sampai setengah meter. Disinilah adalah terlalu sedikitnya pemimpin yang visioner, atau sedikitnya Satlinmas memberikan pelayanan respon bencana kepada anggota yang benar-benar peduli nasib orang banyak. Terkadang masyarakat, tidak hanya membantu memberikan peringatan, organisasi masyarakat juga terlalu bergantung pada bantuan luar tetapi juga dalam menanggulangi masalah kesehatan dampak sehingga seolah-olah tidak berdaya dan hanya mengulurkan tangan banjir. Dengan melakukan antisipasi dan memperkuat kapasitas menunggu sumbangan. Namun demikian, semangat Satlinmas dan masyarakat terhadap bencana, Satlinmas membantu mengurangi STPB menumbuhkan harapan ACF bahwa organisasi masyarakat sedikit kerentanan bencana masyarakat di daerahnya masing-masing. demi sedikit terlihat lebih kuat dan maju, sudah saatnya kita bertindak dan menjadi pelaku utama perubahan. Dipercaya dalam siklus lima tahun sekali banjir besar akan melanda Jakarta, walaupun masyarakat dan pemerintah telah Di akhir program, ACF berharap masyarakat di tiga kelurahan dapat melakukan berbagai upaya untuk mengurangi risiko ini, namun melanjutkan keberhasilan-keberhasilan mereka, dengan lebih terbuka kenyataannya bencana banjir besar masih terjadi. Satlinmas lagi membantu kelurahan-kelurahan lain untuk juga menghasilkan menyatakan siap menghadapi banjir ini, pelatihan penyelamatan pemimpin-pemimpin yang peduli bencana. di air serta berbagai keahlian mendirikan tenda pengungsian, mendaftar pengungsi dan mendistribusikan bantuan telah mereka miliki. Setelah masa tugas ACF berakhir untuk pendampingan tiga kelurahan tersebut, para Satlinmas akan terus menjalankan mandat sebagai pelayan masyarakat yang berbakti tanpa pamrih,
PAGE
2
VOLUME
1
PETA RISIKO tingkat resiko rendah. Hal tersebut membuktikan bahwa resiko bencana banjir di Kelurahan Cipinang Besar Utara telah berkurang Cipinang Besar Utara Tingkat Risiko Banjir (%)
Pemetaan Risiko Berbasis Masyarakat Masyarakat yang siaga terhadap bencana merupakan masyarakat yang siap dan mampu mengurangi kerentanan dengan meningkatkan kapasitas terhadap risiko bencana yang dihadapi. Dalam membangun kesiapsiagaan terhadap bencana, peningkatan pengetahuan dan pengenalan terhadap karakteristik ancaman perlu dilakukan, selain itu pengenalan masyarakat akan raung atau wilayah tempat tinggal mereka sendiri. Pengetahuan akan wilayahnya sendiri sebenarnya telah ada dan berkembang seiring dengan kehidupan mereka yang selalu dinamis atau beraktivitas di dalam atau disekitar wilayahnya. Untuk meningkatkan pemahaman menyeluruh dan lebih waspada terhadap daerah yang lebih rentan dari pada daerah lain, diperlukan sebuah media berupa peta yang mudah dibaca dan ditafsirkan oleh seluruh lapisan masyarakat.
•
Dalam pembuatan peta risiko, perlu kita ketahui terlebih dahulu apa komponen-komponen yang mempengaruhi risiko. Berikut penjabarannya:
RISIKO = Ancaman x Kerentanan Kapasitas
Semakin besar potensi ancaman, semakin tinggi kerentanan, dan rendah kapasitas yang dimiliki komunitas, maka semakin besar pula risiko bencana yang akan dihadapi sebuah komunitas. Pada tahun 2007, Action Contre la Faim (ACF) melakukan pemetaan resiko bencana di tiga Kelurahan yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan. Kemudian pada bulan April-Mei 2009, ACF bersama KERTAKAYU memperbaharui peta risiko banjir di tiga kelurahan tersebut. Berikut adalah hasilnya (Laporan Kegiatan Kertakayu, 2009):
•
Pada tahun 2007, tingkat resiko banjir di Kelurahan Cipinang Besar Utara mencapai 26% tingkat resiko tinggi dan sangat tinggi, 29% tingkat resiko sedang, dan 45% tingkat resiko rendah. Pada tahun 2009, tingkat resiko berubah menjadi 55% tingkat resiko sedang dan 45%
•
29
26
2007 2009
0 rendah
sedang
tinggi/sangat tinggi
Penjaringan 100 50 0
2
62 41
36
21 0
2007 2009
Pada tahun 2007, tingkat resiko banjir di Kelurahan Kampung Melayu mencapai 46% tingkat resiko tinggi dan sangat tinggi, 39% tingkat resiko sedang, dan 15% tingkat resiko rendah. Pada tahun 2009, tingkat resiko berubah menjadi 85% tingkat resiko sedang, 15% tingkat resiko rendah. Hal tersebut membuktikan bahwa resiko bencana banjir di Kelurahan Kampung Melayu telah berkurang Tingkat Risiko Banjir (%)
Peran anggota masyarakat dalam pemetaan partisipatif sangatlah penting. Masyarakat menjadi pelaku pemetaan dan informasi yang disajikan bersumber dari informasi masyarakat sendiri. Masyarakat mengidentifikasi, mengumpulkan, memproses, dan menyajikan data yang berkaitan dengan ancaman / bahaya di lingkungannya menjadi sebuah sistem informasi. Semakin banyak masyarakat yang terlibat dalam proses pemetaan akan semakin mendalam informasi yang diperoleh. Masyarakat akan semakin mengenali wilayah tempat tinggalnya dan dapat mengenali ancaman/bahaya yang sewaktu -waktu dapat mangancam kehidupan.
55 45
Pada tahun 2007, tingkat resiko banjir di Kelurahan Penjaringan mencapai 21% tingkat resiko tinggi dan sangat tinggi, 41% tingkat resiko sedang, 36% tingkat resiko rendah, dan 2% tingkat resiko sangat rendah. Pada tahun 2009, tingkat resiko berubah menjadi 62% tingkat resiko sedang, 36% tingkat resiko rendah, dan 2% tingkat resiko sangat rendah. Hal tersebut membuktikan bahwa resiko bencana banjir di Kelurahan Penjaringan telah berkurang
Tingkat Risiko Banjir (%)
Ketersediaan peta risiko bencana di tingkat pemerintahan administrasi Kelurahan biasanya sedikit jumlahnya bahkan tidak ada dan kurang akurat serta kurang update. Disamping itu peta tersebut kurang mengenai sasaran, oleh karena itu diperlukan suatu Peta Resiko Bencana yang sederhana dan mudah dibaca. Dengan inisiatif ini, ACF mendukung kegiatan pembuatan peta risiko bencana di tiga kelurahan, Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, dan Penjaringan.
60 50 40 30 20 10 0
Kampung Melayu 100
85
50 0
39 15
46 0
2007 2009
Daerah yang semula pada tahun 2007 tingkat resikonya sangat tinggi, saat ini pada tahun 2009 telah berubah tingkat resikonya menjadi tingkat resiko sedang. Sebagian daerah tersebut tingkat resikonya berubah dikarenakan saat ini terdapat Tiang Pancang, Sirine, Signboard, Sensor Air didaerah tersebut, dan terdapatnya kapasitas organisasi penanggulangan bencana. Sedangkan daerah yang semula pada tahun 2007 tingkat resikonya sedang dan rendah pada tahun 2009 tingkat resikonya tidak berubah, tetapi hanya mengalami peningkatn nilai kapasitas dengan adanya kapasitas organisasi penanggulangan bencana di wilayah Kelurahan Kampung Melayu. Ternyata teknologi canggih yang disebut teknik Penginderaan Jauh dengan interpretasi/penafsiran citra satelit dan Sistem Informasi Geografis (GIS) dapat dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan masyarakat, yang penting adalah masyarakat dapat memanfaatkan hasil-hasilnya dengan baik, sehingga meningkatkan pengetahuan, kewaspadaan dan kesiapsiagaan untuk mengurangi risiko bencana di wilayah tmpat tinggalnya.
PAGE
3
MONIKA Nama Monika yang indah merupakan sebuah singkatan, yaitu Alat Monitor Informasi Ketinggian Air. Alat ini dipasang di bendungan Katulampa, Bogor pada bulan April 2008 lalu. Monika memiliki peran penting dalam kesiapsiagaan bencana, teknologi canggih ini digunakan untuk mengetahui seberapa tinggi air di Katulampa, sehingga warga dapat mengantisipasi terjadinya banjir. Pembuat Monika Ahmad Witjaksono dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjelaskan cara kerja Monika. Sistem Monika melibatkan pemasangan sensor air di bendungan, sensor ini berwarna biru, untuk mengetahui level siaga (siaga empat sampai siaga satu). Info ini akan masuk ke komputer, yang akan mengirimkan signal ke kelurahan, satlinmas, dan media massa. Untuk kelurahan dan media massa, pihaknya akan memberikan informasi gratis. Pihak kelurahan dan media massa dapat mengirimkan nomor HP yang akan disimpan pada data base Monika. Mereka selanjutnya akan mendapat informasi mengenai ketinggian air secara otomatis. Sedangkan bagi warga lain di DKI Jakarta yang memerlukan info ketinggian air, dapat mengirimkan SMS dengan mengetik Monika ke sebuah nomor telepon, yang kemudian akan dijawab oleh sistem komputer otomatis SMS info ketinggian air. (Harian Umum Pelita, Juni 09) Pada saat ini Sistem Monika sedang tidak berfungsi akibat sambaran petir beberapa waktu lalu. Tidak hanya Monika, sistem lain di DKI juga ikut terkena imbas sambaran petir ini. Menurut keterangan penjaga pintu air, Andi Sudirman, alat ini sedang diperbaiki dan akan kembali berfungsi pada bulan September 2009. Diharapkan sistem ini dapat berfungsi kembali dan memberikan manfaat bagi warga sekitar.
PERTEMUAN PRA—BANJIR Pertemuan pra-banjir yang diadakan di Kampung Melayu, Penjaringan, dan Cipinang Besar Utara dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat dalam menangani banjir yang wajib datang setiap tahun. Pertemuan ini ditujukan untuk melihat kembali dan mengukur kesiapan Satlinmas/STPB dan masyarakatnya dalam menghadapi banjir. Untuk menghadapi banjir, idealnya Satlinmas/STPB dan masyarakat telah mempunyai tim yang kompeten, peralatan yang cukup, dan prosedur tetap yang siap untuk dipakai. Masing – masing pertemuan yang diadakan di tiap kelurahan membawa agenda yang berbeda. Pertemuan pra-banjir yang diadakan di Penjaringan bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan Satlinmas terhadap bencana, meningkatkan koordinasi di setiap pelaku masyarakat, dan mengidentifikasi kebutuhan untuk strategi penanganan banjir tahun 2009. Pertemuan ini menghasilkan struktur baru Satlinmas PBP Penjaringan yang lebih efektif sehingga setiap unit Satlinmas PBP mempunyai rencana kerja yang jelas untuk kesiapsiagaan banjir. Untuk itu, Satlinmas PBP bermaksud untuk mengadakan pertemuan bulanan yang diadakan pada minggu ketiga setiap bulannya. Empat RW di Penjaringan juga telah bersedia untuk berkoordinasi dalam penanganan banjir.
PAGE
4
Di Cipinang Besar Utara, agenda pertemuan pra-banjir fokus pada 4 hal yaitu: keterkaitan sistem penanganan bencana yang sudah ada dengan Protap, kapasitas masyarakat untuk menolong dirinya sendiri sewaktu terjadi bencana, kecukupan peralatan, dan koordinasi di antara pelaku penanganan bencana. Hasilnya STPB bersama dengan Kelurahan dan RT/RW akan berkoordinasi bersama untuk mengurangi risiko bencana. Kelurahan juga telah membangun pusat banjir dan mengadakan gerakan kebersihan di setiap RW. Sebagai upaya penanganan banjir juga, sistem peringatan dini akan disebarkan melalui ulama dan RT/RW. Lain halnya dengan Cipinang Besar Utara dan Penjaringan, pertemuan pra-banjir yang diadakan di Kampung Melayu diawali dengan mendiskusikan struktur Satlinmas yang baru dan kemudian mendiskusikan peran – peran setiap unit yang ada di Satlinmas dalam penanganan banjir.
VOLUME
1
SEMINAR GURU Siswa di sekolah merupakan salah satu kelompok yang paling rentan sewaktu bencana terjadi. Bencana bukan saja menyebabkan kerugian harta benda dan kehilangan akses kepada pendidikan tapi juga menyebabkan hilangnya nyawa siswa di sekolah. Karena alasan itulah pendidikan pengurangan risiko bencana untuk guru dan siswa menjadi hal yang sangat penting. Seminar guru yang diadakan oleh ACF mengundang 20 guru dari 10 sekolah di 3 kelurahan, yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan. Dalam seminar ini, guru diajak untuk berpartisipasi bersama dalam mengembangkan aksi pengurangan risiko bencana dan turut menggandakan hasil terbaik pengurangan risiko bencana dari sekolah lain. Seminar ini menghasilkan desain tindakan pengurangan risiko bencana yang dapat dilakukan di tingkat sekolah sebelum, saat, dan setelah terjadinya bencana yang terdiri dari daftar masalah yang teridentifikasi, solusi alternatif, Siapa melakukan Apa, jadwal, dan sumber dana dari setiap sekolah.
PELATIHAN RESPON TANGGAP DARURAT ACF mengadakan program pelatihan respon tanggap darurat dalam rangka melatih pasukan siap siaga menangani bencana banjir yang terjadi di 3 kelurahan, yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan. Sebelum program pelatihan respon tanggap darurat dilaksanakan, ACF terlebih dahulu melakukan perekrutan para peserta yang dapat mengikuti program pelatihan ini. Tujuan dari perekrutan ini adalah untuk menyaring peserta pelatihan yang mempunyai komitmen kuat untuk membantu masyarakat dalam kesiapsiagaan dan berbadan sehat serta masih muda. Peserta yang telah terrpilih untuk mengikuti program ini diharapkan dapat
mempraktekkan hasil pelatihannya dengan menjadi pasukan yang terlibat aktif dalam kegiatan – kegiatan sebelum, saat, dan sesudah bencana. Proses pelatihan respon tanggap darurat pun berjalan dengan baik dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana. Para peserta menjalani pelatihan dengan semangat tinggi sehingga tidak merasa lelah. Kerja sama antar tim yang dilakukan oleh peserta juga berjalan dengan baik dan peserta terlihat kompak dalam menjalankan tugas – tugasnya selama pelatihan berlangsung.
RADIO TALK SHOW TAHAP 1 Diskusi radio tahap pertama membicarakan tentang tata kota vs banjir perkotaan di DKI Jakarta. Topik ini diangkat untuk melihat pengaruh perkembangan kota Jakarta sebagai pusat pembangunan nasional terhadap banjir perkotaan dan antisipasi yang telah dipersiapkan oleh pemerintah DKI Jakarta. Dalam diskusi yang diadakan di Radio Sonora ini, ACF mengundang narasumber dari BAPPEDA DKI Jakarta sebagai pakar pembangunan perkotaan. Diskusi ini mencakup dua topik besar, yang pertama adalah mendidik masyarakat melalui materi diskusi ten-
tang Jakarta sebagai pusat pembangunan nasional yang memberikan pengaruh positif dan negatif, kedua adalah kampanye masyarakat mengenai kesadaran terhadap tata ruang kota.
Karena keterbatasan waktu, tidak semua pembahasan topik kedua terselesaikan. Namun tanggapan dari masyarakat cukup baik terhadap kedua topik di atas. Hal ini menandakan bahwa masih ada masyarakat yang peduli dan ingin mengubah keadaan lingkungan sekitarnya.
”Dinas tata kota telah melakukan pemeliharaan serta pengembangan sarana dan prasarana drainase dan pengendali banjir, namun ada kendala seperti hunian liar di bantaran sungai dan wadukwaduk” (Bappeda, 2009)
PAGE
5
SEJARAH ACTION CONTRE LA FAIM—INDONESIA ACF Internasional Action contre la Faim (ACF) adalah organisasi non pemerintah yang didirikan di Perancis untuk memberikan bantuan kepada negara-negara di seluruh dunia. Sasaran ACF adalah melawan kelaparan dan penyakit yang mengancam hidup manusia. Dalam menjalani setiap kegiatan, ACF menghormati prinsip-prinsip: kebebasan, netral, non diskriminasi, akses bebas dan langsung kepada korban, profesionalisme, dan transparansi. ACF di Indonesia ACF – Indonesia berdiri sejak tahun 1998 atas permintaan dari Menteri Kesehatan kepada ACF – Perancis untuk meningkatkan akses air bersih dan gizi di Irian Jaya. Sejak itu, ACF – Indonesia menyediakan bantuan kepada lebih dari 350.000 orang yang terkena dampak krisis kemanusiaan di daerah Maluku, Aceh, Jawa, dan Sumatra. ACF – Indonesia menjalankan programnya di 4 bidang yaitu gizi, ketahanan pangan, air dan sanitasi, dan pengurangan risiko bencana. Di wilayah DKI Jakarta, ACF menjalankan program pengurangan risiko bencana. Latar Belakang Berdirinya ACF di DKI Jakarta Jakarta merupakan wilayah yang rawan banjir karena adanya sejumlah sungai yang melintasi kota Jakarta dan karena ada sebagian wilayah Jakarta yang permukaannya rendah. Di samping itu, perilaku manusia dan pengaturan tata air yang kurang baik juga merupakan penyebab utama banjir ini.
dan Penjaringan sebagai wilayah dampingannya. ACF Indonesia 2008—sekarang Menjelang berakhirnya program di tengah tahun 2008, ACF telah melakukan survey lebih lanjut dalam rangka perpanjangan program. Survey tersebut menghasilkan program yang dimulai dari tengah tahun 2008—sekarang. Judul Program Memperkuat integrasi pengurangan risiko bencana tingkat lokal di kelurahan Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan. Tujuan Program Berkontribusi dalam pengurangan kerentanan bahaya dari masyarakat yang tinggal di daerah perkampungan DKI Jakarta melalui sistem penanggulangan bencana yang terintegrasi. Jangkauan Program
•
· Meningkatkan efektivitas penanggulangan risiko bencana pada tingkat lokal melalui perencanaan/pengamatan & evaluasi yang lebih baik
•
Mempromosikan pengetahuan mengenai risiko & kesadaran masyarakat menuju kapasitas respon banjir & bahaya lainnya yang lebih baik
•
Meningkatkan keamanan masyarakat & mengurangi kerugian pada level komunitas melalui sistim peringatan dini yang terintegrasi
Akibat paling buruk yang pernah dialami Jakarta adalah banjir yang terjadi tahun Hasil Program Menguatnya sistem pengurangan risiko bencana tingkat lokal di 3 kelurahan 2002 dan 2007. Kerugian yang dialami saat banjir tahun 2002 adalah sebesar Rp. • 9.9 triliun dan pada banjir tahun 2007 adalah sebesar Rp. 8.8 triliun. • Meningkatnya pengetahuan risiko tingkat lokal (institusi dan populasi) di 3 kelurahan ACF Indonesia 2002—2007 • Meningkatnya kemitraan/koordinasi dan bantuan dari pemerintah lokal, Untuk menindaklanjuti banjir tahun 2002, ACF dengan memperoleh dana dari daerah, dan pemerintah terhadap inisiatif pengurangan risiko bencana DIPECHO melaksanakan program kesiapsiagaan bencana di Kampung Melayu tingkat lokal yang saat itu dinilai rawan terhadap banjir. • Meningkatnya keamanan dan kesiapsiagaan masyarakat di 3 kelurahan Pada tahun 2006, ACF melakukan perpanjangan program hingga tengah tahun 2008 dan memilih tiga kelurahan yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara,
ACTION CONTRE LA FAIM—MISI INDONESIA PROGRAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA
KOMISI BANTUAN EROPA (ECHO)
KEMANUSIAAN
UNI
BULETIN SIAGA #1 TIM PENYUSUN : Nina Rossiana, Fredy Chandra, Patricia Dwi Wulandari, Ervin Ayu, Putri Sortaria KONTAK KAMI : Jl. Dharmawangsa IX no. 120 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, 12160 Tel. +62 21 7257 320, 7220 775 Fax. +62 21 7248 768 Email :
[email protected] www.actioncontrelafaim.org www.drracfjktind.wordpress.com www.drracfjkteng.wordpress.com
Komisi Bantuan Kemanusiaan Uni Eropa (ECHO) mendanai kegiatan bantuan untuk korban bencana alam dan konflik di luar Uni Eropa. Bantuan disalurkan secara tidak berpihak, langsung kepada korban, tidak memandang ras, kelompok etnis, jenis kelamin, usia, kebangsaan atau paham politik. Uni Eropa adalah pendonor terbesar untuk pendanaan operasional bantuan kemanusiaan.
Publikasi ini diterbitkan dengan bantuan Uni Eropa. Isi dari publikasi ini tidak merefleksikan pandangan Uni Eropa.