Manajemen Bencana di Tingkat Lokal Dokumen Pembelajaran
Formalisasi SATLINMAS & STPB
Cipinang Besar Utara Kampung Melayu Penjaringan
II
Manajemen Bencana di Tingkat Lokal Dokumen Pembelajaran
Formalisasi SATLINMAS & STPB
Cipinang Besar Utara Kampung Melayu Penjaringan
II
Daftar Isi 1
Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana 1 Latar Belakang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 Satlinmas Dulu dan Sekarang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 Satuan Tugas Penanggulangan Bencana CBU: Lahir dari Aspirasi Masyarakat. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5 Satlinmas PBP Kampung Melayu: Tekad Menjadi Organisasi Mandiri. 13 Satlinmas PBP Penjaringan: Perlu Pendekatan dengan Kelurahan . . . 21
2
Peran Kelurahan dalam Pengelolaan Bencana 28 Mitigasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28 Peringatan Dini. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28 Penyelamatan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29 Perencanaan Pembangunan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29 Pembelajaran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
Dokumen Pembelajaran Formalisasi Satlinmas/STPB merupakan salah satu dari empat Dokumen Pembelajaran Program Pengurangan Risiko Bencana 2008-2009 (Dokumen Pembelajaran Formalisasi Satlinmas/STPB, Sistem Peringatan Dini, Pemetaan Risiko Berbasis Masyarakat, dan Pengalaman Respons Banjir 2008-2009).
III
Sekapur sirih dari Head of Mission, ACF Indonesia Yang terhormat rekan-rekan mitra dan para kolega, Atas nama Tim Action Contre la Faim (ACF) Indonesia, dengan bangga saya persembahkan salah satu dokumen pembelajaran program Pengurangan Risiko Bencana periode 2008-2009. Program ini didukung oleh ECHO dan sejumlah partner organisasi dan pemangku kepentingan yang telah berpartisipasi melalui berbagai bidang dan cara. Dokumen ini bertujuan untuk mengenalkan dan menginformasikan kepada Anda langkah-langkah kunci yang telah kami lakukan dan hasil-hasil pembelajaran yang kami simpulkan dari program Penguranan Risiko Bencana. ACF mulai bekerja dalam Program Penanggulangan Bencana Berbasis Komunitas (CBDRM) di Jakarta sejak 2003, yang pilot project-nya berakhir 2004. Setelah berhentinya pendanaan untuk program ini, dan beralihnya fokus pada kegiatan paska Tsunami, ACF kemudian melanjutkan kembali program ini pada 2007, yang bersifat mengembangkan pilot project yang telah dijalankan selama 2003-2004. Pada fase akhir program tersebut (2008-2009), ACF lebih fokus kepada pemberdayaan komunitas dan tokoh-tokoh lokal melalui penguatan kapasitas dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir, serta konsolidasi sistem kesiapan bencana lokal yang terintegrasi. Dengan melaksanakan tiga siklus program, ACF tetap fokus kepada populasi yang paling rentan banjir di kota Jakarta, tiga daerah tersebut adalah Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, and Penjaringan. Program ini berakhir pada November 2009. Masyarakat yang berpartisipasi menunjukkan penghargaannya terhadap program ini dan menyampaikan bahwa sekarang masyarakat lebih kompak satu sama lain dan juga dengan pihak luar dalam upaya mengurangi risiko bencana. Beberapa simulasi yang dilaksanakan telah memperlihatkan peningkatan kualitas respon, peningkatan kapasitas untuk beraksi, dan koordinasi intensif antar pemangku kepentingan di tingkat lokal juga dilakukan agar kolaborasi dan semangat kerja sama meningkat. ACF menyerahterimakan tanggung jawab Penanggulangan Bencana (PB) kepada rekan utama program ini, yaitu Satlinmas / STPB, yang karena dukungan ACF, meningkat kapasitas sumber daya manusianya untuk bersiap siaga dan menghadapi banjir. Dokumen ini dimaksudkan untuk berbagi dengan Anda tentang bagaimana ACF, masyarakat, dan pemerintah setempat bekerjasama untuk memberdayakan dan membangun kapasitas Satlinmas/STPB. ACF sangat yakin bahwa dengan berbagi pengalaman dengan para praktisi CBDRM dan masyarakat selaku para pemangku kepentingan, dapat berkontribusi bagi replikasi model dan upaya Pengurangan Risiko Bencana berbasis komunitas yang baik. ACF berterimakasih kepada masyarakat yang telah berpartisipasi untuk komitmen, dedikasi, dan kualitas kerja mereka. ACF juga menghaturkan ucapan terimakasih kepada ECHO sebagai lembaga donor utama, atas dukungan pendanaan dan teknis yang diberikan. ACF juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh organisasi dan perorangan yang telah berkontribusi dalam diskusi-diskusi mengenai program ini dan CBDRM di Indonesia, dan yang telah berkolaborasi bersama dalam berbagai kegiatan. Kami berharap di masa depan kita dapat kembali berkolaborasi untuk mendukung penguatan kapasitas masyarakat lokal dalam upaya Pengurangan Risiko Bencana. Kami harapkan yang terbaik untuk Anda semua, Salam hormat, Anais LAFITE Head of Mission ACF Indonesia
IV
1
Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana Latar Belakang Bagaimana rasanya jika lingkungan tempat tinggal Anda selalu terendam banjir ketika musim hujan tiba? Mengungsi, kehilangan harta benda, datang berbagai penyakit, itulah ‘rutinitas’ yang telah bertahun-tahun dialami oleh warga di daerah yang rentan bencana banjir di Jakarta. Banjir memang menjadi masalah yang cukup serius di Jakarta. Selain masalah urbanisasi yang tidak terkontrol, buruknya pengelolaan sungai, baik di bagian hilir maupun hulu ditengarai sebagai penyebab. Setidaknya terdapat 13 alur sungai yang mengalir ke jantung kota Jakarta, diantaranya sungai Ciliwung, Cisadane, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Kali Baru Barat, Cipinang, Sunter, dan Cakung yang kondisinya sangat memprihatinkan. Selain menggunungnya sampah secara tidak terkendali, bantaran sungai telah beralih fungsi menjadi lahan permukiman. Bahkan, situ yang seharusnya menjadi daerah resapan pun banyak yang telah disulap menjadi kompleks perumahan.
wasan permukiman dan industri. Imbas dari kebijakan Pemerintah Pusat terkait dengan pengembangan wilayah, dimana DKI Jakarta difungsikan sebagai pusat semua kegiatan, akhirnya menimbulkan sejumlah masalah pelik seperti munculnya pekerja-pekerja informal yang -karena terbatasnya dana- kemudian membangun rumah-rumah di bantaran sungai. Makin diperparah lagi dengan perilaku membuang sampah seenaknya ke sungai. Sudah seharusnya pemerintah dan masyarakat di daerah yang rentan bencana bekerja sama dalam pen gelolaan bencana. Masyarakat perlu dilibatkan karena merekalah pihak yang paling merasakan dampaknya. Ini juga dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya tanggung jawab bersama terhadap lingkungan tempat tinggalnya.
Urbanisasi menyebabkan jumlah populasi di Jakarta dan sekitarnya meningkat tajam. Inilah yang memberi dampak pada perubahan tata guna lahan, yang semula sebagai daerah resapan air berubah fungsi menjadi kaInformasi Banjir
2 karta telah membentuk lembaga pengelola bencana yang terdiri dari Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana dan Pengungsi (SATKORLAK PB) di tingkat Propinsi, Satuan Pelaksana Penanganan Bencana dan Pengungsi (SATLAK PBP) di tingkat Kotamadya, Unit Operasional Penanganan Bencana dan Pengungsi (Unit Ops PBP) di tingkat Kecamatan dan Satuan Perlindungan Masyarakat Penanganan Bencana dan Pengungsi (SATLINMAS PBP) di tingkat Kelurahan. Satlinmas PBP ini merupakan unsur pelaksana penanggulangan bencana di tingkat kelurahan, yang merupa kan gabungan antara masyarakat dan pemerintah. Keanggotaan Satlinmas terdiri dari berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) dan dikepalai oleh Lurah. Dalam program pengurangan risiko benLembaga penanggulangan bencana di Indonesia sebe- Tugas Satlinmas PBP adalah melakukan Penanggulangan Bennarnya sudah terbentuk mu- cana di Kelurahan sesuai dengan ketetapan Ketua Satlak PBP lai tahun 1945, dengan nama dan atau petunjuk Ketua Unit Operasional yang meliputi pra, Badan Penolong Keluarga Kor- saat dan pasca bencana serta mencangkup pencegahan benban Perang (BPKKP), kemudian cana, penjinakan risiko bencana, penyelamatan, rehabilitasi, beberapa kali mengalami per- dan rekonstruksi. gantian lembaga, misalnya lewat Keppres Nomor 3 Tahun 2001 dan diperbaharui dengan Keppres cana yang dikembangkan oleh Action Nomor 111 Tahun 2001 dibentuk Badan Contre la Faim (ACF) di tiga lokasi, yakni Koordinasi Nasional Penanggulangan Ben- di Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta cana dan Penanganan Pengungsi (BAKOR- Timur, Kelurahan Cipinang Besar Utara NAS PBP) dan pada 2005 berganti menjadi (CBU), Jakarta Timur dan Kelurahan PenBadan Koordinasi Nasional Penanganan jaringan, Jakarta Utara, Satlinmas meruBencana (BAKORNAS PB). Terakhir lewat pakan mitra sekaligus sasaran utama. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 yang merupakan amanat dari UU Nomor 24 Tahun 2007 dibentuklah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Organisasi Satlinmas yang dibentuk untuk penanggulangan bencana ini dikepalai pada tanggal 26 Januari 2008. oleh Lurah di wilayah masing-masing dan Melalui Keputusan Gubernur Propinsi memiliki struktur dan pembagian peran. Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 96 Sayangnya, struktur ini tidak berjalan optahun 2002 Pemerintah Propinsi DKI Ja-
Satlinmas Dulu dan Sekarang
3
kan gabungan antara masyarakat dan pemerintah. Keanggotaan Satlinmas terdiri dari berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) dan dikepalai oleh Lurah. Dalam program pengurangan risiko bencana yang dikembangkan oleh Action Contre la Faim (ACF) di tiga lokasi, yakni di Kelurahan Kampung Melayu, Satlinmas Kampung Melayu bersiap Jakarta Timur, melakukan simulasi banjir timal. Keterbatasan sumberdaya manusia, para pengurus yang tidak memahami jobdesk masing-masing, kepemimpinan yang tidak berjalan mulus, juga minimnya anggaran dan keterlibatan masyarakat adalah persoalan umum yang dihadapi oleh Satlinmas di tiga wilayah ini. Lurah sebagai ketua Satlinmas dihadapkan pada sejumlah tantangan internal, antara lain dapat digambarkan dalam beberapa situasi berikut: 1. Meskipun Satlinmas memiliki struktur
yang jelas, ada satuan yang berperan dalam penyelamatan korban, pertolongan pertama, dapur umum, komunikasi, dan sebagainya, namun siapa orang-orang di lingkungan kelurahan yang dapat menempati posisi dan memainkan peran itu? Tidak banyak orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang itu, yang mampu dan mau. 2. Bilamana ada orang yang memiliki kemampuan dalam bidang penanganan bencana, atau Lurah bisa melatih sejumlah anggota masyarakat untuk memiliki ket-
4 erampilan khusus, bagaimana kelurahan bisa merekrut mereka, mekanisme administrasi seperti apa yang bisa ditempuh, dan lebih penting bagaimana bisa membiayai mereka? Faktanya Satlinmas tidak didukung oleh perencanaan dan penganggaran yang memadai dari pemerintah daerah. 3. Dari kondisi tersebut di atas, maka langkah sederhana yang Lurah lakukan adalah, tempatkan saja beberapa staff kelurahan untuk mengisi struktur Satlinmas, sehingga tidak diperlukan biaya SDM tambahan. Namun bukan berarti persoalan terselesaikan begitu saja, masih ada persoalan kapasitas dan pengorganisasian tugas, dimana staf umumnya telah sibuk dengan tugas rutin. Kondisi tersebut diatas menyebabkan Satlinmas kurang optimal dalam melaksanakan peran dan tugasnya. Padahal, peran mereka sangat penting untuk mengkoordinir penanggulangan bencana di tingkat kelurahan. Dengan tantangan yang begitu besar, tentu sangat dibutuhkan kerjasama semua pihak. Melalui serangkaian pertemuan, ACF berusaha meyakinkan semua pihak bahwa bencana tidak cukup diurus sendiri-sendiri. ACF mencoba memfasilitasi tiga kelurahan untuk memiliki gerakan penanggulangan bencana yang terlembaga dan mampu melakukan kegiatan secara terencana, terpadu dan menyeluruh dengan cara penguatan kepada Satlinmas PBP di masing-masing kelurahan tersebut. Berbagai pelatihan, workshop, FGD dan berbagai kegiatan penguatan ka-pasitas lainnya dilakukan untuk mencapai visi dan misi Satlinmas PBP dan STPB CBU. Berikut adalah gambaran Satlinmas dari ketiga kelurahan tersebut, mulai dari proses pembentukan, program-program yang dikembangkan, pengalaman-pengalaman menarik dalam upaya penanggulangan bencana. Sehingga akan bisa diperoleh gambaran yang lebih komprehensif serta praktik terbaik antara ketiganya yang bisa dijadikan acuan bagi wilayah yang lain.
Menganalisis efektivitas dan efisiensi kerja Satlinmas
“ t b g o
5
Satuan Tugas Penanganan Bencana CBU : Lahir dari Aspirasi Warga Kelurahan Cipinang Besar Utara dimana kondisi geografisnya yang seperti ’mangkok’ membuat daerah ini tak pernah luput dari bencana banjir. Apabila hujan besar dan cukup lama, sebagian wilayah Kelurahan Cipinang Besar Utara akan tergenang. Banjir mulai melanda daerah ini sejak 1990-an.
gani banjir. Pada tahun 2006 secara swadaya, warga mengadakan pelatihan untuk pemuda siap guna yang dinamakan Garda CBU. Sayangnya, badan ini tidak berjalan optimal. Salah satu penyebabnya karena tidak fokus pada satu aktivitas saja, yakni penanggulangan banjir.
Ide-ide awal inilah yang menjadi dasar pembentukan organisasi khusus penangbuat harta benda ludes dan nyawa nyaris gulangan bencana. Warga memandang terancam, lambat laun memunculkan bahwa organisasi penanggulangan benkesadaran masyarakat bahwa mereka cana haruslah berakar dari warga, karena juga harus terlibat dalam upaya tanggap mereka lah yang lebih tahu masalahnya dan darurat banjir. Karena Satlinmas sebagai memahami betul bagaimana akibat buruk organisasi penanggulangan bencana di banjir. Jadi persoalan yang mereka hadapi tingkat kelurahan belum berperan secara dapat digambarkan dengan jelas sehingga optimal, muncul inisiatif dari masyarakat para pemangku kepentingan, terutama komunitas sendiri dapat mencari solusi yang bagaimana memberdayakan Satlinmas. tepat dengan didukung oleh berbagai pihak, terutama pemerintah. “Banjir bertambah parah pada tahun 2002. Semua wilayah Proses pembentukan Satlinmas di tergenang air. Bertemunya air dari timur dan barat membuat air makin meningkat dan rumah-rumah akhirnya teng- CBU cukup panjang dan melibatkan partisipasi masyarakat secara penuh. gelam. Bisa sampai 3 meter tingginya,” seperti dituturkan Kelurahan CBU memiliki paguyuban oleh Pak Darusman, yang sejak 1974 tinggal disana. RW yang sangat solid. Di forum itu-
Berulangkali diterjang banjir yang mem-
Setiap tahun tidak kurang dari enam sampai sembilan RW di wilayah ini yang menjadi wilayah langganan banjir.Namun dampaknya semakin besar dirasakan pada siklus banjir besar. Sebagai gambaran saja, pada tahun 2002 dan 2007 sebanyak 11 RW terendam banjir dengan menimbulkan berbagai dampak yang merugikan masyarakat, baik berupa kehilangan nyawa, harta benda, maupun gangguan kesehatan. Setelah setiap tahun mengalami banjir yang cukup parah, mulai 2004 muncul keinginan dari sejumlah warga untuk mendirikan badan yang khusus menan-
lah mereka membahas berbagai isu, termasuk bencana banjir yang kerap melanda. Salah satu gagasan yang mereka usulkan adalah, “Bisakah kelompok masyarakat ambil bagian lebih aktif dalam Satlinmas?” Mereka menilai bahwa warga punya potensi untuk terlibat dalam pengelolaan bencana, sementara di kelurahan sudah ada organisasi formal, yakni Satlinmas tetapi kurang maksimal. Setiap bulan digelar pertemuan paguyuban RW yang isinya adalah masukan aspirasi dari masyarakat sebagai masukan dari Satlinmas. Di CBU, dengan beragam profesi dan latar belakang kedaerahan, menjadikan daerah ini kental dengan semangat
6 gotong-royong dan ‘guyub’. Paguyuban RW juga cukup efektif untuk membahas berbagai hal yang berkembang di RW setempat. Ada juga rapat bulanan STPB untuk membahas pelaksanaan program kerja. Lewat paguyuban RW, dilakukan konsolidasi ke dalam dan koordinasi dengan kelurahan. Setelah musyawarah digelar secara terbuka, warga memilih sebuah nama baru bagi tim yang bertugas mengkoordinir penanggulangan bencana ini yaitu Satuan Tugas Penanggulangan Bencana (STPB), berbeda dengan nama resmi yang telah ditetapkan pemerintah, Satlinmas. Struktur STPB ini berbeda dengan struktur Satlinmas sesuai dengan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 96 Tahun 2002, dimana Keanggotaan Satlinmas meliputi unsur dari Pemerintah Kelurahan yakni Lurah, Sekretraris Kelurahan, Kaur Trantib dan Linmas, Satlak Trantib dan Linmas. Di CBU Lurah hanya berposisi sebagai pelindung. “Kami hanya mendampingi saja dan ini justru membuat tugas kami menjadi lebih ringan.” Demikian ungkapan Lurah sebagaimana dituturkan salah seorang warga. Gagasan ini dibahas secara serius lewat berbagai pertemuan dengan staf kelurahan, warga dan anggota Satlinmas. Proses ini cukup lama berlangsung. ACF memberikan ‘ruang’ bagi masyarakat untuk ‘mematangkan’ terlebih dahulu gagasangagasan mereka, sekaligus memberikan kesempatan sharing yang lebih luas. Konsultasi langsung dengan Lurah pun dilakukan. Lewat berbagai kesempatan ide-ide tersebut disampaikan warga masyarakat. Pihak kelurahan melihat ‘keseriusan’ ini, dan Lurah pun memberikan dukun-
gan untuk melanjutkan langkah-langkah yang diperlukan. Proses dan inisiatif memberdayakan Satlinmas juga telah dimulai oleh masyarakat lewat serangkaian proses konsultasi. Masyarakat menyampaikan gagasan mereka kepada pihak kelurahan. Setelah gagasan tentang ‘Satlinmas Baru’ bulat dan menjadi komitmen bersama, selanjutnya ACF memfasilitasi sejumlah anggota Satlinmas dan beberapa perwakilan masyarakat untuk melakukan perencanaan strategis. Kegiatan ini dilakukan agar organisasi masyarakat seperti Satlinmas dapat memetakan sendiri keberadaannya sekarang, potensi dan tantangan mereka, serta capaian yang mereka harapkan di masa mendatang. Dari pertemuan ini, dimana semua pihak memberikan ide, lahirlah rancangan Struktur Baru Satlinmas. Singkat cerita, setelah proses pertemuanpertemuan warga yang panjang, pada Februari 2009, khusus di Cipinang Besar Utara diresmikanlah Satuan Tugas Penanganan Bencana dengan didukung oleh pengurus RW dan RT (14 RW & 192 RT), anggota Dewan Kelurahan, PKK, Posyandu, perwakilan “Jumantik” (kader pemantau jentik nyamuk), para pemuka agama, Karang Taruna, dan lain-lain. Terbentuknya STPB tersebut menghadir-
Satuan Tugas STPB
7 kan kepercayaan diri dan semangat baru dari warga untuk lebih berperan dalam upaya penanggulangan bencana.
Review dan perencanaan
Terbentuknya STPB tersebut menghadirkan kepercayaan diri dan semangat baru dari warga untuk lebih berperan dalam upaya penanggulangan bencana.
Penggerak Upaya Penanggulangan Bencana STPB dikelola oleh para pengurus yang berasal dari tokoh masyarakat dan dewan kelurahan. Komponen masyarakat dan dewan kelurahan berimbang dan saling mengisi. Keuntungan memiliki anggota masyarakat yang aktif di lapangan adalah dinamisnya pergerakan STPB dari satu RW ke RW lain. Sedangkan dewan kelurahan memiliki kelebihan tersendiri dalam hal berelasi dengan pemerintah lokal untuk menunjang kegiatan-kegiatan PRB di kelurahan; terlibatnya perwakilan masyarakat dan dewan kelurahan menambah efektivitas upaya PRB dari level masyarakat akar rumput sampai pemerintah lokal. Kembali kepada tujuan utama pembentukan STPB, yaitu sebagai pengarah upaya penanggulangan bencana di kelurahan, RW, RT, maupun tingkat KK, dirumuskanlah tujuan organisasi STPB melalui konsultasi dengan berbagai pihak di kelurahan maupun masyarakat. Berikut ini adalah tujuan pembentukan STPB: 1. Sebagai organisasi yang bergerak di masyarakat memobilisasi masyarakat dalam hal aksi, koordinasi, motivasi, dan kerjasama dalam mengatasi berbagai ancaman
(hazard) dan risiko seperti banjir, kebakaran, dan konflik horizontal. 2. Menciptakan sistem dan menjalankan penanggulangan bencana baik sebelum, saat, dan sesudah bencana terjadi secara terpadu dan menyeluruh. 3. Selain mengatasi bencana diharapkan organisasi STPB juga berfungsi sebagai motor penggerak masyarakat dalam bidang pelayanan kesehatan dan kebersihan. Tugas STPB yang terkait dengan bencana ini memang agak berbeda dengan Kelurahan Kampung Melayu yang harus selalu siaga terhadap ketinggian pintu air. Di Cipinang Besar Utara Pintu air tidak sering dipantau, karena yang lebih menjadi patokan banjir atau tidak banjir adalah intensitas hujan. Apabila hujan besar dan cukup lama, maka akan menggenangi sebagian wilayah Kelurahan Cipinang Besar Utara. Namun sifatnya terlalu lama, tidak seperti Kampung Melayu. Fenomena banjir di Kelurahan Cipinang Besar Utara ini lebih merupakan banjir lokal yang berasal dari luapan Kali Cipinang dan bukan merupakan banjir kiriman seperti yang terjadi di Kampung Melayu.
8
Formalisasi STPB Proses formalisasi STPB telah dimulai dari pertemuan-pertemuan awal konsultasi antara ACF dengan elemen-elemen kelurahan dan masyarakat. Dalam sebuah forum bernama Perencanaan Strategis Satlinmas yang bertujuan untuk mendorong pelaksanaan penanggulangan bencana terintegrasi di kelurahan, tercetuslah rencana konkrit untuk membentuk STPB. Pertemuan ini terlaksana pada bulan November 2008. Setelah forum perencanaan strategis, dilakukanlah beberapa pertemuan untuk merumuskan tujuan dan mekanisme STPB sebagai organisasi masyarakat. Hasil dari pertemuan dan konsultasi kemudian dirangkum dan difinalkan dalam pertemuan formalisasi yang diadakan pada tanggal 29 November 2009. Hasil dari seluruh proses formalisasi STPB adalah sebagai berikut: 1. Tersusunnya struktur dan job description posisi vital di organisasi STPB. Dalam penyusunan dan pengisian posisi juga dipertimbangkan ketersediaan sumber daya manusia di Kelurahan Cipinang Besar Utara (disesuaikan dengan perkiraan orang yang dapat menjalankan mandat masyarakat dengan baik). Setelah struktur ini disepakati kemudian dibawa kepada Lurah untuk disahkan. 2. Finalnya kesepakatan atas visi dan misi STPB. Pembuatan visi dan misi dianalisis lebih lanjut oleh masyarkat dengan pendekatan analisis SWOT (Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan, dan Ancaman). 3. Tersusunnya program kerja kedepan. Program kerja STPB saat ini masih bersifat program kegiatan jangka pendek, karena sifatnya masih bekerjasama dengan berbagai lembaga dan instansi. Namun
secara garis besarnya kegiatan yang dilakukan sesuai dengan visi misi organisasi, yaitu mengurangi dan mengatasi masalah banjir, kebakaran, dan konflik horizontal. 4. Keputusan untuk merevisi SOP (Standard Operating Procedure) Satlinmas Cipinang Besar Utara karena sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. SOP kemudian dijadikan dasar pelaksanaan. 5. Membuat draft SK untuk pengesahan STPB. Perlu diperhatikan bahwa STPB di Cipinang Besar Utara berbeda dengan Satlinmas di kelurahan lain, sehingga perlu dipertimbangkan dengan matang, format organisasi seperti apa payung hukumnya. Dalam struktur formalisasi STPB, Camat dan Lurah adalah sebagai Pelindung dari organisasi, sedangkan Paguyuban RW merupakan Pembina. Pengurus STPB terdiri dari Ketua Umum, Ketua I dan II, Sekretaris I dan II, Bendahara, Logistik, Humas, dan Dokumentasi. Sedangkan Satuan Tugas yang lebih bersifat lapangan terdiri dari unit-unit khusus yaitu: 1. Unit SAR (Search and Rescue) yang mendapatkan pelatihan SAR, berperan dalam mencari informasi warga yang terkena dampak banjir, memimpin dalam evakuasi, mengumpulkan warga yang telah di-
9 evakuasi di tempat pengungsian, dan saat tidak terjadi krisis/ bencana, bertugas membantu tim Lingkungan Hidup. 2. Unit Damkar (Pemadam Kebakaran) berfungsi untuk memimpin respons kebakaran yaitu berkoordinasi dengan Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Timur, melakukan evakuasi warga sekidan berfungsi untuk membantu Unit Lingkungan Hidup pada kondisi tidak terjadi kebakaran. 3.Unit Pengamanan Konflik, seperti namanya, bertugas untuk mengamankan lingkungan pada saat terjadi bencana, maupun pada kondisi tidak terjadi bencana. Unit ini bertugas untuk melakukan mediasi apabila terjadi konflik, serta berkoordinasi dengan unit-unit lain yang terkait. Unit ini juga bertugas untuk membantu Unit Lingkungan Hidup. 4. Unit PPK (Pertolongan pada Kecelakaan) yang telah diberikan pelatihan medi dan P3K bertugas sebagai pemberi pertolongan pertama pada korban banjir, berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan atau tim kesehatan lain, merujuk ke rumah sakit jika diperlukan, membuat catatan lapangan dan laporan, dan sama seperti unit lain, juga bertanggung jawab untuk bekerja bersama dengan Unit Lingkungan Hidup pada kondisi biasa-biasa saja.
Unit Dapur Umum 5. Unit Dapur Umum bertugas untuk mendirikan dapur umum di lokasi pengungsian atau lokasi aman yang telah disepakati bersama, mencari bahan lah makanan dan mendistribusikan bagi korban banjir, membuat catatan lapangan dan laporan, dan juga membantu Unit Lingkungan Hidup saat tidak terjadi bencana. 6. Unit Pengungsian bertugas untuk mendirikan tenda pengungsian, mengatur lokasi, mendata pengungsi dan bertanggung jawab atas masalah di pengungsian. Unit ini juga diperbantukan pada Unit Lingkungan Hidup di saat tidak terjadi banjir. 7. Unit Lingkungan Hidup terdiri dari Ka-Unit, yaitu: Kebersihan, Penghijauan, dan Kesehatan. Sesuai dengan namanya, Ka-Unit Kebersihan bertanggung jawab atas kebersihan lingkungan, memimpin kegiatan bersih lingkungan, berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam usaha kebersihan. Ka-Unit Penghijauan bertugas untuk melakukan aksi penanaman pohon dan penghijauan. Ka-Unit Kesehatan bertanggung jawab atas kesehatan lingkungan. Pada saat
Pertemuan Formalisasi STPB
10 terjadi bencana, Unit ini bertugas untuk membantu Satuan Tugas Tanggap Darurat. Ada sebanyak 20 orang yang resmi terdaftar dan menjabat sebagai anggota STPB, namun kerja STPB juga dibantu oleh relawan-relawan masyarakat yang sifatnya lebih non-struktural namun ikut terlibat. STPB dalam menjalankan tugas-tugasnya berkoordinasi dengan dewan kelurahan, RW, RT, Formapel (Forum Masyarakat Peduli Lingkungan), Sholat Subuh Gabungan (SSG), PKK, Karang Taruna, Tim Kali Arus - Tim penyelamat di air, Pihak Puskesmas, Organisasi Pemuda, dan berbagai institusi. ACF sebagai organisasi yang bertujuan untuk menguatkan inisiatif-inisiatif lokal atau organisasi kemasyarakatan ke arah pengurangan risiko bencana, memberikan pelatihan-pelatihan dan peningkatan kapasitas yang diperlukan, tidak hanya dalam pembentukan organisasi masyarakat PRB yang kuat dan sehat, tetapi juga mampu mengimplementasikan rencana kerja PRB yang menyeluruh sampai ke tingkat masyarakat akar rumput. Pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh ACF berupa pelatihan manajemen Tim Respons Darurat (Emergency Response Team), pelatihan operasional Tim Respons Darurat, dan peningkatan pemahaman mengenai pengurangan risiko bencana. Setelah terbentuknya rencana kerja STPB yang konkrit, ACF juga mendukung dalam pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan rencana aksi STPB. Beberapa diantaranya adalah pelatihan manajemen stok, pelatihan dan penguatan sistem peringatan dini, distribusi bantuan, dan pencatatan aset, pelatihan menyusun proposal dan fund raising, Pembentukan dan pelatihan bagi Emergency Response Team didukung oleh ACF
Sejak masa didirikan, yakni pada Februari 2009 berbagai kegiatan sudah dilakukan, diantaranya: # Pelatihan relawan # Pelatihan manajemen organisasi, agar anggota STPB tahu apa yang harus dilakukan sebe lum banjir # Pelatihan pembuatan proposal # Pelatihan emergency stock # Door to door campaign, atau kam panye pengurangan risiko bencana dari rumah ke rumah, salah sa tunya dengan cara merekrut pemuka masyarakat di kelurahan dan menjalin hubungan kerja dengan kader juman tik (sebanyak 172 kader jumantik ter libat) # Penghijauan dan composting # Menyiapkan dapur umum, dengan ban tuan RW, kelurahan, Dekel # Membantu fogging atau pengasapan nyamuk demam berdarah di setiap RW # Kerja bakti bersama dengan RW # Membantu kelurahan membersihkan lingkungan dalam rangka perlombaan Piala Adipura # Sosialisasi penganggulangan banjir dengan cara kerja bakti bersama masyarakat # Penanaman pohon secara serentak # Simulasi banjir dan juga Dewan Kelurahan Cipinang Besar Utara Untuk melengkapi kebutuhan persiapan menghadapi bencana dan merespon bencana, ACF memberikan perlengkapan respons tanggap darurat yang sesuai den-
11 gan analisis yang dilakukan oleh STPB sendiri. Peralatan tersebut diantaranya perahu karet dan dayung, tenda bazaar, pelampung, ban dalam, tali tambang (8mm), peralatan P3K, senter, handy-talky, megaphone, wireless (toa), tandu, lampu emergency, jas hujan, generator, dan alat pengasapan nyamuk demam berdarah. ACF dan STPB juga melakukan analisis kebutuhan sistem peringatan dini. Setelah melakukan FGD (focus group discussion) dengan anggota STPB dan kelurahan, konsultasi dengan masyarakat, diskusi dan sosialisasi peringatan dini di RW-RW, maka dibentuklah jejaring peringatan dini yang sesuai dengan aspirasi masyarakat. Perlengkapan yang telah disepakati bersama berupa alat sensor ketinggian air, sirine dan pengeras suara, serta peralatan pendukung lain. Peralatan-peralatan ini dapat ditemukan di RW-RW yang sangat rentan banjir. Sebelum terbentuknya STPB, warga secara individu mencari tahu tentang ketinggian air melalui televisi atau dari informasi ketua RT. Setelah terbentuknya STPB, sistem peringatan dini lebih terstruktur, lebih mudah diakses oleh seluruh warga, lebih akurat karena langsung berkoordinasi dengan pihak-pihak pemegang informasi, dan memiliki rencana-rencana cadangan apabila orang-orang tertentu tidak dapat mengakses atau memberikan informasi. STPB juga bertanggung jawab untuk melakukan sosialisasi sistem jejaring peringatan dini dan berkordinasi terus-menerus dengan paguyuban RW untuk menganalisis keefektifan sistem ini.
Perlengkapan Emergency dan Evakuasi
12
Musim Banjir Memasuki musim banjir, kelurahan Cipinang Besar Utara secara rutin mengadakan apel pra-banjir yangberupa acara mereview dan mengukur kesiapan kelurahan untuk merespon datangnya banjir. Pertemuan ini juga penting untuk berkoordinasi memastikan tersedianya perlengkapan penyelamatan, regu penyelamat, serta SOP yang cukup memadai. Setelah terbentuk, pada bulan Desember 2008 STPB ikut serta dalam pertemuan
yang sifatnya meminimalisir risiko banjir, seperti kerja bakti membersihkan parit, operasi membersihkan sampah, mengecek persediaan obat-obatan dan peralatan yang dibutuhkan untuk evakuasi dan pengungsian, penyiapan sistem peringatan dini, dan lain-lain. Pada bulan Januari 2009, memasuki musim hujan, warga Cipinang semakin bersiaga untuk mengantisipasi datangnya banjir. STPB sebagai organisasi yang memiliki mandat untuk PRB di kelurahan Cipinang Besar Utara memimpin upaya siaga banjir melalui simulasi, berkoordinasi dengan PMI, Tim Jakarta Rescue, dan lainnya. Kesempatan ini juga dipergunakan oleh STPB untuk menguji SOP respons banjir yang telah mereka rancang. Setelah musim banjir reda, juga diadakan pertemuan paska-banjir untuk mengevaluasi respon banjir, atau bila banjir yang datang tidak terlalu besar, pertemuan paska banjir dapat dimanfaatkan juga untuk melihat hasil persiapan dan kerja kebersihan yang telah dilakukan.
Pertemuan Evaluasi Respon Banjir koordinasi pra-banjir, yang dihadiri oleh 45 orang, termasuk Dewan Kelurahan, Karang Taruna, Ibu-Ibu PKK, Ketua-Ketua RW, Pemuka Agama, Pemuda Pancasila, Kelompok Jumantik, dan Organisasi Kali Arus. Pertemuan ini didukung oleh ACF untuk meningkatkan kesiagaan elemen-elemen masyarakat memasuki musim banjir, serta meningkatkan koordinasi antar pihak. Dalam pertemuan pra banjir, para hadirin bersepakat untuk mengadakan kegiatan
Penyelamatan di air saat simulasi
13
Satlinmas PBP Kampung Melayu : Tekad Menjadi Organisasi Mandiri Kelurahan Kampung Melayu yang terletak di Kecamatan Jatinegara, termasuk wilayah berpenduduk padat, yakni 47.000 orang/ km2. Setiap terjadi banjir tahunan, wilayah ini menjadi langganan banjir.
gat strategis karena berdekatan dengan sebuah terminal bus dan tiga stasiun kereta api yang melayani rute antar kota di Pulau Jawa. Selain kereta api dan bis, akses transjakarta dan kendaraan umum lainnya cukup mudah. Letaknya yang strategis ini mengakibatkan penduduk wilayah ini tetap bertahan untuk tinggal meskipun sering kebanjiran.
Kampung Melayu memang cukup terkenal sebagai daerah banjir. Tidak sedikit pejabat pemerintah maupun selebritis yang datang berkunjung ketika banjir melanda. Ketinggian banjir disini tidak dapat diang- Untuk upaya penganggulangan banjir di gap remeh. Bila Anda berjalan-jalan di Kampung Melayu, Sama seperti di KeKampung Melayu dan menanyakan kepada lurahan Cipinang Besar Utara, Satlinmas warga mengenai banjir yang terjadi pada yang dibentuk tahun 2008 melalui SK Gutahun 2002 dan 2007, mereka akan dengan senang hati ber- “Satlinmas PBP Kampung Melayu adalah organisasi penbagi informasi. “Setinggi ping- anggulangan bencana dan penanganan pengungsi di Kelugang” jawab mereka, namun di rahan Kampung Melayu yang melibatkan pemerintah dan lantai dua. masyarakat untuk melaksanakan dan berkoordinasi dalam menjalankan organisasi” demikian definisi Satlinmas yang Kelurahan Kampung Melayu dilalui oleh sungai Ciliwung berhasil dirumuskan dalam lokakarya tersebut. yang berhulu di Gunung Gede Pangrango, dimana kawasan pegunungan bernur juga terbukti kurang berjalan di tersebut merupakan daerah tangkapan air masyarakat. hujan, sehingga apabila terjadi kerusakan fungsi resapan air, tentu saja air ini akan Satlinmas ini tak lebih dari organisasi pamelimpah di kawasan hilir Sungai Ciliwung, pan nama. Struktur sama sekali tidak bersalah satunya Kampung Melayu. Oleh kar- jalan. Pembagian kerja juga tidak jelas. ena itu banjir yang melanda daerah ini bisa Akibatnya, alih-alih berperan sebagai bamencapai 6 meter. dan penanggulangan bencana, tak satu pun aktivitas yang berjalan. Sungai Ciliwung dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan, Salah satu kendala kurang optimalnya antara lain: MCK, tempat pembuangan Satlinmas PBP adalah pemahaman yang sampah, dan beberapa juga mengguna- keliru mengenai Satlinmas PBP, bahwa kan air sungai untuk keperluan memasak. Satlinmas tak lain adalah linmas atau banBayangkan kondisi sungai ini akan menu- pol padahal sesuai dengan SK Gubernur run dari waktu ke waktu, yang tentunya bahwa Satlinmas adalah gabungan antara menyebabkan timbulnya masalah-masalah masyarakat dengan pemerintah untuk baru. Belum lagi ditambah dengan faktor berkoordinasi dalam penanggulangan kepadatan penduduk di Kampung Melayu. bencana dan penanganan pengungsi di DKI Jakarta. Sehingga dalam penanggulanLetak Kelurahan Kampung Melayu san-
14 gan bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, melainkan juga diperlukan partisipasi dari masyarakat.
SATLINMAS terdiri dari beberapa unsur seperti Karang Taruna, PKK, dan kelompok-kelompok masyarakat lain, dengan struktur lebih tegas dan koordinator di masing-masing unit yang bertanggungjawab atas anggota “Sejak ada Satlinmas, posko sudah didirikan begitu ada unit. Mayoritas anggotanya kabar banjir akan datang. Tenda sudah berdiri walaupun adalah masyarakat, kurang belum ada pengungsi. Beda banget dengan dulu. Dulu lebih 50 orang. Untuk memmah, pengungsi sudah banyak, baru posko dibuka….” perkuat komitmen bersama, Ungkap Pak Haris, Kampung Melayu pada 16 Agustus 2009, Satlinmas mengadakan ikrar bersama. Dengan kejelasan nama Para anggota Satlinmas yang terpilih pun dan unit kerja, kini para anggota Satlinmas kurang mengenal tugas dan tanggung mudah untuk dimobilisasi jika terjadi benjawab mereka masing-masing. cana. Akhirnya, lewat sebuah lokakarya dibenSebelumnya sebagian besar masyarakat tuklah struktur Satlinmas PBP yang baru, Kampung Melayu belum mengenal atau yang merupakan penyederhanaan dari mengetahui tentang terbentuknya Satlinstruktur Satlinmas PBP sesuai SK Gubernur mas PBP di wilayahnya. Pada saat SatlinPropinsi DKI Jakarta. Struktur baru tersebut mas PBP mengadakan acara door to door diputuskan melalui Surat Keputusan Lurah campaign pada bulan Juli – Agustus 2009, Kampung Melayu.
Participatory HVCA (Analisis Ancaman, Kapasitas, dan Kerentanan) di Kampung Melayu
15 masyarakat Kampung Melayu kini telah mengenal dan mengetahui tentang terbentuknya dan keberadaan Satlinmas PBP di wilayahnya.
Formalisasi Satlinmas Kampung Melayu Masyarakat Kampung Melayu sangat mendukung formalisasi Satlinmas PBP dengan penuh harapan bahwa kinerja Satlinmas PBP harus maksimal sesuai dengan porsinya sebagai organisasi penanggulangan bencana. Tujuan diadakannya formalisasi Satlinmas Kelurahan Kampung Melayu adalah: 1.Memantapkan struktur fungsional Satlinmas Kelurahan Kampung Melayu dan perannya dengan memperhatikan sumber daya manusia yang ada 2. Mendorong masyarakat awam ikut ambil bagian dalam kerja-kerja penanggulangan bencana 3. Menetapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai acuan kerja Satlinmas 4. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya tanggung jawab bersama terhadap lingkungan tempat tinggalnya Dengan adanya Satlinmas PBP, penanganan bencana di Kelurahan Kampung Melayu diharapkan lebih baik dari sebelumnya, selain itu masyarakat juga berharap bahwa Satlinmas PBP tidak hanya dibentuk dan disahkan saja, tetapi Satlinmas PBP harus ada pengabdiannya kepada masyarakat dan seluruh anggotanya juga bertanggung jawab penuh dengan organisasinya dalam tugas-tugas penanganan bencana di wilayah Kelurahan Kampung Melayu.
PRA (Participatory Rural Appraisal untuk mengidentifikasi masalah dan meningkatkan kesadaran akan bencana)
Formalisasi ini merupakan titik permulaan yang baik bagi kerja penganggulangan bencana terstruktur, dan dari proses formalisasi dihasilkan struktur yang lebih rinci dengan posisi tugas dan tanggung jawab yang lebih rinci juga, jelas, dan realistis. ACF, dengan pendekatan yang sama sep-
16 buh Satlinmas, yaitu bertambahnya anggota baru dari kalangan masyarakat. 3. Revisi Tugas dan Fungsi masing-masing unit di Satlinmas, serta dirincikannya tiap-tiap unit yang bertugas sebelum, saat, dan sesudah bencana. 4. Daftar aset yang telah dimiliki serta daftar stok darurat dan perlengkapan evakuasi dan pengungsian. 5. Ter-update-nya peta risiko. 6. Hasil evaluasi paska banjir. 7. Formalisasi ini juga memunculkan diskusi dan perencanaan Penguatan Manajemen Satlinmas Kampung Melayu untuk men-draft SK hasil restruturisasi Satlinmas. erti yang dilakukan di Cipinang Besar Utara dan Penjaringan, mendukung proses penguatan peran Satlinmas melalui forum-forum, fasilitasi pertemuan dan diskusi, konsultasi dengan masyarakat dan pihak-pihak terkait lain.
“Biar ada kemajuan di kampung, kalau bisa bisa kita jangan tangan di bawah. Kita harus maju. Menggerakkan warga sendiri dan tidak tergantung orang lain.“ Ibu Umamah, warga RW02 Kampung Melayu berbagi pendapat mengenai pentingnya partisipasi masyarakat
Setelah memfasilitasi beberapa diskusi masyarakat, konsultasi, dan forum perencanaan strategis, diadakanlah Pertemuan Formalisasi Satlinmas Kampung Melayu pada bulan Mei 2009 untuk merestrukturisasi Satlinmas dan menguatkan fungsinya. Hasil dari proses Formalisasi Satlinmas Kampung Melayu adalah sebagai berikut: 1. Revisi draft SOP Peringatan Dini dan SOP Tanggap Darurat. 2. Revisi struktur organisasi Satlinmas dan perubahan peran orang-orang yang ada di dalamnya. Perubahan struktur ini juga menghasilkan perubahan anggota di tu-
8. Rekomendasi-rekomendasi bermunculan seputar cara-cara meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat. Munculnya komitmen pemuda-pemudi untuk ambil bagian dalam upaya penanggulangan bencana. 9. Pemantapan visi dan misi Satlinmas. Sama seperti STPB di Cipinang Besar Utara, struktur formalisasi Satlinmas Kampung Melayu melibatkan Camat dan Lurah sebagai Pelindung organisasi, namun peran warga biasa sangat besar dan tidak ada Paguyuban RW seperti di Cipinang Besar Utara. Satlinmas Kampung Melayu
terdiri dari
17 Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan unit-unit khusus yaitu: 1. Unit Penginderaan Dini Unit ini bertugas untuk menyampaikan informasi banjir, informasi proses evakuasi, mengidentifikasi dan menganalisis perkembangan bencana, mendata jumlah warga yang terkena dampak, mendata tempat pengungsian, mendata kerugian bencana, memetakan wilayah bencana dan membuat database, mendata warga yang dievakuasi, serta membuat laporan dan menyerahkannya kepada ketua dan sekretaris. 2. Unit Evakuasi
6. Caraka / Humas Bertugas memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat akan bahaya banjir, dan apa yang harus dilakukan sebelum, saat, dan sesudah banjir, menjalin kerjasama dengan pihak-pihak luar kelurahan, memelihara dan memastikan berjalannya komunikasi antar unit, dan mewakili Satlinmas dalam publikasi (juru bicara). 7. Unit Logistik Bertugas untuk menyediakan sarana dan prasarana masing-masing unit, mendata aset yang dimiliki, mengecek kondisi aset,
Unit ini bertugas untuk berkoordinasi dengan unit-unit lain saat terjadi bencana, dengan memobilisasi relawan lokal maupun luar untuk evakuasi, membuat jalur evakuasi, menyiapkan peralatan penyelamatan, membuat kerangka panduan evakuasi, serta memberikan laporan kepada ketua dan sekretaris. 3. Unit PPK (Pertolongan pada Kecelakan) Bertugas untuk memberikan pertolongan medis segera, merujuk korban ke rumah sakit, serta berkoordinasi dengan instansi kesehatan terkait. Pemetaan Ancaman, Kerentanan, dan Kapasitas di 4. Unit Pengungsian Kampung Melayu Unit ini bertugas untuk menyiapkan tempat pengungsian, mendata pengungsi, membagikan makanan dan minuman, membuat data kebutuhan pengungsi, mengidentifikasi kondisi pengungsi, dan melaporkan kepada ketua dan sekretaris. 5. Unit Dapur Umum Bertugas untuk menyiapkan peralatan dapur umum, berkoordinasi dengan unit logistik dan pengungsian, mengatur dan mengelola dapur umum pada kondisi bencana, serta membuat laporan.
merawat, dan mendata kebutuhan, memastikan dokumentasi dan database sarana dan prasarana, mengontrol masuk keluar barang, dan di tiap RW, ketua RW menunjuk petugas pendata barang. 8. Unit Pencari Dana Unit ini bertugas untuk mendata jumlah kebutuhan Satlinmas, mencarikan dana atau bantuan dari perorangan ataupun perusahaan, membangun hubungan dengan
18 perusahaan, membuat proposal dan mengajukan permohonan bantuan dana, membuat laporan hasil penggalangan dana, dan membuat laporan pertanggungjawaban. 9. Unit Perencanaan dan Pembinaan
mendiskusikan sejumlah permasalahan di wilayahnya, diadakan pertemuan rutin yang biasanya diselenggarakan setiap pertengahan bulan yakni setiap tanggal 15. Ketika terjadi banjir pada Januari 2009, struktur Satlinmas bergerak sigap dengan mendirikan posko pengungsian dan dapur umum.
Unit ini bertugas untuk mengidentifikasi kebutuhan kegiatan tiap unit, membantu membuatkan anggaran kegiatan, membuatkan program untuk “Biar ada kemajuan di kampung, kalau bisa bisa kita tiap-tiap unit, serta meningkatkan jangan tangan di bawah. Kita harus maju. Menggerakkan kualitas SDM dengan mengajukan warga sendiri dan tidak tergantung orang lain.“ kegiatan-kegiatan. Ibu Umamah, warga RW02 Kampung Melayu berbagi penda10. PAM pat mengenai pentingnya partisipasi masyarakat Unit ini bertugas untuk melakukan pengamanan bagi penderita banjir, Tahapan sebuah organisasi yang sudah pengamanan tempat pengungsian, logistumbuh, berjalan dan perlu penguatan dan tik, pengamanan anggota Satlinmas dan pemandirian, demikian juga yang diharapsukarelawan, dan lain-lain. kan dari Satlinmas ini, yakni kegiatan lebih Sejumlah kegiatan sudah banyak dilaku- terarah dan sudah mampu mencari pendakan misalnya menanam pohon di jalan naan sendiri. Saat ini, iuran yang dilakukan protocol, kerja bakti, pengolahan sampah, di Kampung Melayu sudah berjalan dendan pengasapan nyamuk/fogging. Untuk gan baik, dan ini menjadi modal yang cu-
Sejumlah program kerja yang telah dilakukan adalah: # Training manajemen organisasi, agar staf-staf Satlinmas tahu apa yang harus dilakukan sebelum banjir # Training pembuatan proposal # Training emergency stock # Door to door campaign, yakni sosialisasi kepada masyarakat supaya mereka juga tanggap terhadap ben cana banjir. Kegiatan dilaksanakan dari RW ke RW. Ang gota terdiri dari para remaja dan ibu-ibu PKK # Penghijauan dan composting # Menyiapkan dapur umum, dengan bantuan RW, kelurahan, Dekel # Membantu fogging atau pengasapan nyamuk demam berdarah di setiap RW
19 kup baik untuk menjadi sebuah organisasi yang mandiri. Satlinmas Kampung Melayu juga sudah memiliki barang/alat untuk evakuasi yang sudah disiapkan ke tingkat RW, perlengkapan dapur umum, perlengkapan PPPK serta kapasitas anggota yang cukup memadai karena sudah mengikuti berbagai pelatihan. Berbagai pelatihan yang diadakan sangat dirasakan manfaatnya oleh warga, seperti yang dituturkan oleh salah satu Ketua RT di Kampung Melayu, Bapak Marzuki, “Saat keadaan darurat seringkali terjadi kekacauan. Semakin banyak orang yang memahami panduan dan mempunyai persiapan yang matang adalah kunci sukses aksi dari penyelamatan…” Masyarakat Kampung Melayu sudah terbiasa dengan datangnya banjir tersebut. namun saat ini masyarakat masih tetap mengkhawatirkan datangnya banjir-banjir
besar seperti banjir yang terjadi di ta-
hun 2007 lalu. Banjir tahun 2007 tersebut sangat mengejutkan masyarakat Kampung Melayu, hampir seluruh masyarakat mengungsi di pinggir-pinggir jalan raya dengan kondisi cukup memperihatinkan. Respon banjir tidak terkoordinasi, tempat pengungsian tidak terkelola dengan baik, pendataan tidak tepat, pendistribusian tidak merata sehingga banyak masyarakat memperebutkan bantuan. Namun ketika banjir 2008-2009 penanganan banjir di Kelurahan Kampung Melayu menjadi lebih baik lagi. Pemerintah dalam hal ini pihak Kelurahan sangat terbantu dengan adanya Satlinmas PBP, mulai dari pendirian tempat pengungsian, pendataan, pendirian dapur umum, hingga pendistribusian bantuan telah dilakukan oleh Satlinmas PBP walaupun belum maksimal. Selain itu, saat ini pihak Kelurahan juga lebih transparan dalam hal penerimaan bantuan.
20 Kesigapan Satlinmas terbukti dengan begitu mendengar kabar dari pintu air Katulampa bahwa banjir akan datang dan cukup besar, sejumlah anggota Satlinmas segera membuka posko dan mendirikan tenda-tenda pengungsian. Dalam berbagai latihan dan simulasi mereka bisa mendirikan tenda pleton dengan sangat cepat, dalam hitungan menit saja. Padahal sebelumnya, pihak kelurahan lah yang mendirikan posko dan warga sekadar menjadi ‘pengungsi’. Kini warga sendiri bergerak mendirikan posko dan mengorganisir diri mereka. Sebuah program kerja Satlinmas yang bisa menjadi acuan keberlanjutan Satlinmas misalnya Bank sampah yakni mengumpulkan sampah-sampah untuk ditimbang dan diganti uang dan tempat pengolahan sampahnya sudah ada di RW 4. Program ini cukup efektif untuk mengurangi sampah warga yang membuat banjir semakin parah. Pak Marzuki telah belasan tahun tinggal di Kampung Melayu. Telah lama Pak Marzuki ini memimpikan ada tiang pancang sebagai sebagai jalur evakuasi di RW 02 dan RW 03. Mimpi ini pun akhirnya terwujud dengan bantuan tiang pancang dari ACF. Selama rapatrapat untuk menentukan desain lokasi dan kesepakatan-kesepakatan dengan masyarakat dan ACF, Pak Marzuki sebagai koordinator tim yang mengkoordinir pelaksanaan tiang pancang selalu memakai celana panjang yang sama. “Saya bersumpah tidak akan mencuci cela- Tiang pancang untuk evakuasi di Kampung Melayu na ini selama tiang pancang itu belum berdiri!!” teriaknya. Padahal proses penyiapan tiang pancang – dari rapat hingga pelaksanaan— memakan waktu 3 bulan, dan dia tetap menepati sumpahnya. Setelah tiang pancang berdiri barulah malam itu juga
dia merelakan celananya dicuci. Cerita ini cukup terkenal di kelurahan.
21
Satlinmas PBP Penjaringan : Perlu Pendekatan dengan Kelurahan Secara geografis, Penjaringan terletak di Jakarta Utara, di pinggir pantai Laut Jawa dengan ketinggian tanahnya di bawah permukaan air laut. Kelurahan Penjaringan dilalui Sungai Krukut di sebelah timur dan Kali Muara di sebelah barat yang merupakan terusan dari Banjir Kanal Barat. Kelurahan ini berbatasan langsung sebelah barat dengan Jalan Jembatan III, Kelurahan Kapuk dan Pejagalan Muara, sebelah timur Pelabuhan Sunda Kelapa, Kelurahan Ancol dan sebelah selatan Jalan Bandengan Utara, Tol Ciplu, Kelurahan Pekojan dan Roa Malaka dan sebelah utara Jalan Tol. P. Sudiyatmo, Jalan Pluit Sel Raya, Kelurahan Pluit dan Pantai (Laut Jawa). Karena ketinggian tanah yang lebih rendah
dari muka air laut, Penjaringan tergolong wilayah yang rawan terhadap ancaman banjir, terutama banjir pasang atau lebih dikenal dengan istilah rob. Jumlah keluarga yang tinggal di daerah rawan bencana adalah sebanyak 671 KK, yang umumnya berdomisili di wilayah RW 01, 02, 03, 04, 05 dan 017. Dalam sebulan minimal terjadi dua kali banjir pasang laut atau rob, yang biasanya berlangsung pada pertengahan bulan. Saat ini, setelah pembangunan tanggul sepanjang garis pantai utara Penjaringan oleh pemerintah DKI Jakarta, terutama di wilayah Muara Baru dan Luar Batang, banjir yang melanda dapat diminimalisir. Wilayah rawan banjir di kelurahan ini adalah 20.3ha
Banjir rob di Penjaringan
22
Struktur Organisasi Satlinmas Penjaringan
han masyarakat Penjaringan yang dalam hal ini diwakilkan oleh anggota Satlinmas dari unsur masyarakat. Proses kesepakatan mengenai struktur organisasi ini terjadi saat formalisasi Satlinmas April tahun 2009 lalu, di Wisma Bahtera, Jawa Barat. Salah satu anggota dari unsur pemerintah lokal menginginkan struktur organisasi tetap mengikuti SK Gubernur, mengikuti legalitas yang ada, sedangkan yang lain, terutama anggota dari unsur masyarakat, menginginkan struktur
atau sekitar 5.13% dari luas keseluruhan Kelurahan Penjaringan. Berangkat dari persoalan banjir yang dihadapi bersama di lingkungan Kelurahan Penjaringan maka peran serta kelembagaan yang memiliki sistem manajemen dan koordinasi yang baik dalam pengurangan risiko bencana mutlak perlu ditingkatkan kapasitas dan peran aktifnya. Di Kelurahan Penjaringan, organisasi Satlinmas sudah dibentuk pada tahun 2006 dan dikukuhkan dengan SK Lurah. Diketuai oleh Lurah dan didukung dengan struktur organisasi yang mengacu pada Keputusan Gubernur. Keanggotaan Satlinmas terdiri dari unsur anggota Linmas Kelurahan dan Linmas RT/RW, RT/RW, , PKK, Karang Taruna, dan lain-lain. Struktur organisasi Satlinmas Penjaringan merupakan penggabungan struktur organisasi yang berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta tahun 2002 dan kebutu-
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dilapangan. Maka struktur organisasi Satlin mas Kelurahan Penjaringan tidak lagi mengikuti struktur yang berdasarkan SK Gubernur, tetapi berdasarkan kesepakatan bersama yang diambil ketika itu, kesepakatan yang melihat struktur organisasi Satlinmas Penjaringan harus melihat kebutuhan dari masyarakat itu sendiri.Kendati strukturnya sudah terbentuk, sering terjadi kesulitan memobilisasi anggotanya khususnya pada saat terjadi bencana. Dalam kondisi demikian, unsur Linmas Kelurahanlah yang kemudian mengambil alih kegiatan penangggulangan bencana. Tetapi diluar itu semua, banyak faktor yang menyebabkan tidak efektifnya Satlinmas merespon bencana, salah satu isu terbesar yang dirasakan oleh masyarakat sendiri adalah tidak adanya pendanaan, walaupun sebelumnya sudah ada pelatihan pencarian dana dan pembuatan proposal yang baik,
23
Pertemuan Perencanaan Strategis Satlinmas Penjaringan
Satlinmas masih kesulitan menjalankan ian, yang diisi dari unsur sekretaris kelukegiatan karena tidak adanya dana. Ang- rahan, dalam hal ini Harthoni dan Koordigota Satlinmas sebagai struktur baku sebe- nator Operasional dari unsur masyarakat, narnya memiliki kapasitas untuk mengum- yakni Irvan pulkan dana, terlebih struktur Satlinmas yang jelas dan ada pertanggungjawaban Untuk mengatasi dualisme keputusan lebih mudah dipercaya oleh penyandang tersebut, jalan terbaik bagi Satlinmas Pendana, tetapi sayang sekali, untuk memicu jaringan adalah dengan mengedepankan anggota Satlinmas bergerak mengumpul- dialog dan forum dalam membahas berbagai isu dan mengambil keputusan. kan dana masih cukup sulit. Sosialisasi Hal ini juga di- “Ketika Satlinmas mau mengadakan kegiatan di kelurahan, Satlinmas di akibatkan pola kegiatan tersebut dikesampingkan oleh kegiatan lain yang masyarakat pikir anggota masih terdianggap lebih penting oleh kelurahan.” Komentar Pak Satlinmas yang bilang san’tidak jemput Irvan, warga Kelurahan Penjaringan gat minim. bola’ dan masih Belum banberharap pihak yak kegiatan luar datang sendiri memberikan bantuan. yang bisa melibatkan masyarakat. Alhasil, Figur kepemimpinan Lurah cukup dominan ikatan emosional antara anggota Satlinmas di Satlinmas di Penjaringan, tetapi dalam dan masyarakat juga masih terbatas kegiatan sehari-hari, ada dua pimpinan yang mempunyai pengaruh dalam tubuh Satlinmas, pertama adalah Pelaksana Har-
Pertemuan Satlinmas diselenggarakan setiap bulannya, yakni setiap minggu ketiga, guna menyerap aspirasi warga.
24 Sayangnya, dari pihak kelurahan yang sesungguhnya sangat berkepentingan jarang hadir dalam pertemuan tersebut. Menurut salah seorang warga yang juga adalah Koordinator Operasional Satlinmas, Pak Irvan, kurangnya hubungan baik antara Satlinmas dan kelurahan membuat Satlinmas mengambang. Dia mengusulkan perlu pendekatan dengan kelurahan dan juga pihak-pihak lainnya. Seperti ada jurang pemisah antara masyarakat dan kelurahan dimana pihak kelurahan sangat berpatokan pada SK Gubernur. Kurang lancarnya komunikasi ini juga cukup berpengaruh pada tidak maksimalnya kinerja Satlinmas. Beberapa kesempatan dan tantangan Satlinmas telah teridentifikasi, selanjutnya
Formalisasi Satlinmas Penjaringan
ke depan masih ada PR yang perlu diselesaikan berkaitan dengan meningkatkan komunikasi dan dialog untuk menyamakan persepsi dengan segala pemangku kepentingan, terutama Kelurahan.
Formalisasi Satlinmas Penjaringan Pertemuan Formalisasi Satlinmas Penjaringan dilaksanakan pada hari Selasa dan Rabu tanggal 5-6 Mei 2009. Formalisasi tersebut membahas tiga hal penting, yaitu struktur organisasi SATLINMAS PBP Kelurahan Penjaringan, deskripsi kerja SATLINMAS Penjaringan dan pemuktahiran data dan informasi Standar Operasional Prosedur (SOP) dari SATLINMAS PBP Penjaringan yang meliputi SOP Sistem Peringatan Dini
25 dan SOP Tanggap Darurat. Proses formalisasi dimulai dengan keikutsertaan sekitar 30 anggota dari SATLINMAS PBP Kelurahan Penjaringan yang mewakili semua unsur yang ada di tubuh SATLINMAS Penjaringan, baik dari unsur pemerintahan lokal maupun masyarakat. Proses diskusi berlangsung demokratif, khususnya dalam hal pembahasan sruktur organisasi, ada yang berpendapat struktur organisasi harus kembali ke titahnya sesuai dengan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 96 tahun 2002, tetapi pada akhirnya para anggota SATLINMAS yang hadir menyepakati beberapa perubahan pada struktur organisasi, hal tersebut untuk mengakomodasi partisipasi masyarakat dan menyesuaikan kebutuhan dari organisasi itu sendiri. Formalisasi SATLINMAS PBP telah melalui beberapa tahapan yang bertujuan untuk memperkuat keberadaan SATLINMAS PBP itu sendiri. Tahapan ini terdiri dari serangkaian pertemuan yang difasilitasi oleh ACF, yaitu pertemuan umum Satlinmas, pertemuan perencanaan strategis, dan pada
akhirnya merangkum seluruh hasil dan men-sahkan dalam pertemuan Formalisasi Satlinmas. Proses diskusi saat pertemuan-pertemuan ini berlangsung demokratif, khususnya dalam hal pembahasan sruktur organisasi, ada yang berpendapat struktur organisasi harus kembali ke titahnya sesuai dengan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 96 tahun 2002, tetapi pada akhirnya para anggota SATLINMAS yang hadir menyepakati beberapa perubahan pada struktur organisasi, hal tersebut untuk mengakomodasi partisipasi masyarakat dan menyesuaikan kebutuhan dari organisasi itu sendiri. Hasil dari Formalisasi Satlinmas Penjaringan adalah sebagai berikut: 1. Kesepakatan mengenai visi dan misi Satlinmas Penjaringan. 2. Kesepakatan mengenai struktur organisasi Satlinmas yang baru. Pemilihan warga yang bekerja sebagai kepala unit dan anggota-anggotanya.
Sejumlah program kerja yang telah dilakukan adalah: # Training manajemen organisasi bagi Satlinmas # Training pembuatan proposal # Training emergency stock # Door to door campaign, yakni sosialisasi kepada masyarakat su paya mereka juga tanggap terhadap bencana banjir. Kegiatan dilaksanakan dari RT ke RT melalui dangdut keliling dan lomba menggambar anak-anak. # Daur ulang sampah plastik dan composting # Menyiapkan dapur umum, dengan bantuan RW, kelurahan, Dekel # Merehabilitasi tanggul yang rusak # Kerja bakti membersihkan sampah dan lumpur
26 3. Mendeskripsikan kerja setiap anggota Satlinmas, fungsi, dan tanggung jawab. 4. Kesepakatan mengenai SOP tanggap darurat dan peringatan dini. Unit Dapur Umum
Satlinmas Penjaringan terdiri dari Ketua yang merupakan Lurah Penjaringan, Wakit Ketua I dan II, Pelaksana harian, Sekretaris, bendahara, koordinator operasional, serta unit-unit khusus yaitu: 1. Unit Deteksi Dini dan Informasi
Tim Evakuasi
Bertugas menyampaikan informasi banjir, proses evakuasi, mendata warga yang terkena dampak banjir, mendata kebutuhan logistik, tempat pengungsian, mendata kerugian bencana, memetakan wilayah bencana, pemetaan daerah aman, serta jalur dan tempat evakuasi, lokasi dapur umum, posko kesehatan, dan keamanan. 2. Unit Evakuasi dan Damkar
Informasi
Bertugas untuk mengevakuasi dan menyelamatkan warga yang terkena dampak bencana, menyiapkan peralatan evakuasi, membuat jalur evakuasi, mengkoordinir relawan luar, berkoordinasi dengan Unit P3K dan rehabilitasi, berkoordinasi dengan pihak Pemadam Kebakaran/PLN/TNI/Polri/PMI/Jakarta Rescue, berkoordinasi dengan tim balakar tingkat RW, membuat buku panduan evakuasi, serta melakukan sosialisasi ketahanan pangan. 3. P3K dan Rehabilitasi Bertugas untuk segera merawat pasien luka dengan pengobatan P3K, merujuk pasien ke rumah sakit, berkoordinasi dengan puskesmas,
Logistik
27 menyediakan obat-obatan, tenaga medis, dan ambulasn, mempersiapkan stok obatobatan, serta berkoordinasi dengan pihakpihak lain terkait. 4. PAM dan Pengendalian Massa Bertugas untuk melakukan pengamanan di daerah bencana, tempat pengungsian, pengamanan terhadap logistik, terhadap tim penanggulangan banjir, sukarelawan, dan media, melakukan dokumentasi kejadian, menyediakan tempat pengungsian dan fasilitasnya, membagikan makanan dan minuman, serta membuat data kebutuhan pengungsi. 5. Logistik dan Dapur Umum Unit ini bertugas untuk menyediakan peralatan dapur umum, menyelenggarakan dapur umum, mengecek kondisi sarana dan prasarana umum, mendokumentasi keluar masuknya barang atau aset, menyusun kebutuhan logistik dan mendata, serta mendistribusikan logistik.
nai pengurangan risiko bencana. ACF juga mendukung dalam pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan kebutuhan praktikal Satlinmas, beberapa diantaranya adalah pelatihan penyelamatan di air, pelatihan manajemen stok, pelatihan dan penguatan sistem peringatan dini, distribusi bantuan, dan pencatatan aset, pelatihan menyusun proposal dan fund raising, pelatihan dapur umum, pembuatan kompos dan daur ulang sampah plastik. Sama seperti di Cipinang Besar Utara dan Kampung Melayu, ACF mendukung Satlinmas Penjaringan dengan menyediakan perlengkapan yang dibutuhkan untuk mensukseskan upaya PRB di Penjaringan. Perlengkapan tersebut sama berupa tenda, perahu karet, ban dalam, peralatan kebersihan, tali, handy-talky, lampu darurat, P3K, tandu, tangki air, peralatan dapur umum, perlengkapan peringatan dini, dan lain-lain.
6. Unit Penggalangan Potensi Wilayah Bertugas untuk mendata kebutuhan Satlinmas sebagai organisasi, mendata calon donator perusahaan dan perorangan, membuat proposal, mencari dana, membuat laporan hasil penggalangan dana, serta membuat laporan penggunaan dana. Pelatihan-pelatihan yang didukung oleh ACF bagi Satlinmas Penjaringan adalah pelatihan manajemen tim respons darurat (Emergency Response Team), pelatihan operasional Tim Respons Darurat, dan peningkatan pemahaman mengePelatihan DRR bagi kelompok Jumantik
28
Peran Kelurahan dalam Pengelolaan Bencana Mitigasi Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintah kelurahan dalam hal ini. Pemerintah kelurahan fokus pada tiga bidang yakni Kebersihan, Kesehatan dan Keamanan. Sarana infrastruktur ditangani langsung oleh dinas teknis terkait, dimana pihak kelurahan berperan sebagai pengusul. Meski demikian kelurahan tetap melakukan berbagai upaya untuk membenahi lingkungan mereka, khususnya terkait dengan resiko banjir. Cipinang Besar Utara misalnya, bersama STPB mereka melakukan ‘pendekatan’ kepada dinas pekerjaan umum untuk merehabilitasi saluran air dan rehabilitasi kali Ciliwung yang melintas di Cipinang Besar Utara. Sementara di Kampung Melayu pemerintah telah memiliki rencana tata ulang kawasan pemukiman, antara lain dengan rencana pembangunan rumah susun diatas sun-
gai. Namun rencana ini nampaknya menemui kendala, dimana tidak semua warga masyarakat setuju dengan hal tersebut. Secara teknis, penataan ulang pemukiman ini akan memiliki pengaruh signifikan terhadap pengurangan resiko banjir. Sedangkan di Penjaringan, Pemprov DKI Jakarta telah membangun tanggul yang mengelilingi wilayah-wilayah rawan terkena banjir rob di Penjaringan, terutama di Muara Baru, Luar Batang, dan Pasar Ikan. Untuk jangka panjang, waduk pluit akan direvitalisasi fungsinya dan akan dibangun rumah susun untuk mengatasi pemukiman kumuh yang mengkooptasinya.
Peringatan Dini Peran kelurahan dalam konteks peringatan dini atau Early Warning System (EWS) masih terbatas kepada penyebarluasan informasi. Lurah memiliki jalur komunikasi langsung
Pengerukan Kali di Cipinang Besar Utara
29 dengan Satkorlak dan kantor gubernur, informasi EWS Satkorlak disebarluaskan kepada lurah, selanjutnya lurah memberikan komando kepada RW dan anggota Satlinmas melalui radio HT. Selama program DRR, di beberapa titik di wilayah kelurahan dibangun sarana peringatan dini seperti sirine manual dan sirine otomatis. Peralatan tersebut dioperasikan oleh anggota Satlinmas dan STPB. Sarana pengeras suara juga digunakan untuk menyampaikan himbauan dan pengumuman kepada warga. Untuk wilayah Penjaringan sistem peringatan dini seperti sirine juga didirikan, dan diletakkan di wilayah paling rawan terkena dampak banjir rob, seperti RW 17 dan RW 04. Bila di Kampung Melayu atau Cipinang Besar Utara sirine didirikan di dekat bantaran sungai, di Penjaringan alat tersebut didirikan di dekat tanggul yang mengelilingi wilayah pemukiman. Sehingga diharapkan fungsi dari keberadaan sirine tersebut bisa efektif. Sistem peringatan dini merupakan salah satu solusi wajib dalam mengurangi dampak bencana di Penjaringan. Hal tersebut dikarenakan, masyarakat Penjar-
Sensor ketinggian air
ingan yang tinggal dikelilingi oleh tanggul mempunyai tingkat resiko yang tinggi akan bencana. Perawatan tanggul merupakan isu yang utama untuk diwaspadai, baik oleh pemerintah lokal maupun oleh masyarakat itu sendiri.
Penyelamatan Di kelurahan terdapat tenaga (pegawai) pengamanan yang didanai dari Dinas maupun kelurahan. Mereka memiliki tugas pokok pengamanan, dan disaat banjir dikerahkan sebagai tenaga inti evakuasi bersama warga masyarakat yang terlatih. Dinas Trantib, Dinas Kebakaran, Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan berada di lini depan saat penanggulangan banjir dan penanganan pengungsi.
Perencanaan pembangunan
Isu-isu lingkungan termasuk masalah ban-
jir sebenarnya telah sering didiskusikan di tingkat masyarakat. Melalui mekanisme Musrenbang, masyarakat mulai dari tingkat RT, RW hingga kelurahan membawa daftar masalah dan usulan program kegiatan. Usulan-usulan inilah yang selanjutnya
Sirine peringatan dini
30 dikompilasi ke tingkat kecamatan hingga propinsi, menjadi rencana pembangunan. Namun tantangannya adalah, saat proses musyawarah banyak usulan yang harus bersaing. Begitu pula ketika sudah berada di tingkat pembahasan dinas teknis, masing-masing harus mengambil prioritas dan penyesuaian anggaran. Masalah banjir bersaing dengan prioritas lain dari kota Jakarta. Ada hal yang menarik bila membicarakan perencanaan pembangunan di Penjaringan, beberapa anggota Satlinmas merasakan keberhasilan ACF dalam membimbing mereka sampai pada akhirnya pihak Pemprov DKI Jakarta merespon kebutuhan masyarakat Penjaringan akan tanggul untuk melindungi mereka dari ancaman banjir rob yang lebih besar. Sudah sejak lama masyarakat menyuarakan kebutuhan akan tanggul di wilayah mereka, melalui berbagai macam mekanisme yang ada, seperti musrenbang salah
satunya, tetapi tidak juga terwujud. Hal tersebut berangsur membaik ketika ACF mulai mendampingi Satlinmas Kelurahan Penjaringan. ”Saya mengakui salah satu keberhasilan ACF dalam mendampingi Satlinmas adalah terbangunnya tanggul di Penjaringan,” ujar Irvan pada suatu hari. Dalam beberapa kesempatan ACF mem-fasilitasi Satlinmas untuk bertemu dan berdiskusi dengan pihak-pihak pemerintahan, sehingga isu mengenai kebutuhan tanggul di wilayah Penjaringan pada akhirnya terdengar dan teralisasi.”Sekarang saya lebih dikenal dengan panggilan Irvan Tanggul.”
Pembelajaran Satlinmas/STPB mengambil peran vital dalam upaya Pengurangan Risiko Bencana di tingkat lokal. Karena unsur Satlinmas/ STPB adalah kebanyakan masyarakat biasa, yaitu masyarakat yang berkapasitas dan ingin terlibat dalam aksi, maka pekerjaan di lapangan lebih mudah karena keterlibatan masyarakat dari awal, yakni sejak dilakukannya assessment, perencanaan program, implementasi, maupun dalam mengevaluasi hasil kerja. Hal ini terbukti dapat meningkatkan motivasi dan komitmen masyarakat anggota Satlinmas karena mereka merasa memiliki andil dalam menginisiasi perubahan positif. Hal ini juga merupakan strategi berbagi beban atau peran di masyarakat, sehingga setiap orang merasa bertanggung jawab dan rasa memiliki program (ownership).
Pada saat simulasi banjir, Satlinmas dan warga Kampung Melayu berlatih penyelamatan dengan menggunakan tiang dan tali
Memang, pada awalnya membuat pekerjaan menjadi lebih
31
Membuat rencana aksi lambat, karena Community Organizer yang bekerja di masyarakat mendorong semua masyarakat untuk bersuara, sehingga banyak masukan dan pertimbangan dari berbagai pihak. Namun di sisi lain, hasil kerja menjadi lebih memuaskan karena tercapai keterwakilan dari kelompok-kelompok masyarakat. Sulit di awal, namun di akhirakhir kegiatan, pekerjaan pun menjadi lebih mudah karena banyak relawan masyarakat yang terlibat ikut membantu, dan memobilisasi masyarakat menjadi lebih cepat. Proses pembuatan analisis risiko yang dilakukan bersama-sama dengan Satlinmas dan anggota masyarakat sangatah memuaskan karena pemetaan ancaman, kerentanan, dan kapasitas sangat detail dan akurat. Rencana aksi yang dibuat berdasarkan analisis tingkat risiko bersama ini merupakan hasil pemikiran bersama dengan keterlibatan dari perwakilan masyarakat, sehingga lebih praktis dan seringkali tidak diperlukan biaya untuk melakukan mitigasi kecil. Rencana aksi masyarakat perlu juga disambung dengan rencana aksi pemerintah. Titik temunya adalah pada Musyawarah
Rencana Pembangunan (Musrenbang). Sebelum Musrenbang PR-nya adalah melihat apa saja prioritas pemerintah, seperti kesehatan, keamanan, lingkungan, kebersihan dan lain-lain lalu menghubungkan rencana masyarakat ke dalam prioritas pemerintah. Permohonan untuk upaya PRB dapat diselipkan dalam prioritas, seperti yang dilakukan di Kelurahan Kampung Melayu dimana Musrenbang sudah terintegrasi. Musrenbang menitikberatkan pada 3 hal komunitas yakni kebersihan, keamanan dan kesehatan. Untuk membersihkan lingkungan memasuki musim banjir, dimasukkan anggaran pembelian alat-alat kebersihan seperti garu, slabber, gerobak, karung dan dibagikan ke tiap RW. Untuk keamanan mereka mengeluarkan anggaran untuk keamanan seperti untuk pembelian pelampung, ban dalam, tali tambang dll, sementara itu untuk kesehatan, kelurahan memberikan bujet ke tim PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan fogging. Selain itu, PRB dapat juga diintegrasikan ke dalam Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK), seperti yang selama ini dilakukan di Kampung Melayu. Adalah penting untuk mengusahakan terciptanya komunikasi antara masyarakat dengan unsur pemerintah atau departemen, contohnya Departemen Pekerjaan Umum dan SDA, karena masalah-masalah yang berkaitan dengan banjir merupakan mandat bersama, sehingga usaha mendorong komunikasi ini akan berbuah aksi nyata yang terintegrasi dan lebih akurat karena kerjasama. Anggota Satlinmas/STPB dengan dukungan ACF melakukan beberapa FGD (Focus Group Discussion) di sejumlah tempat den-
32 Diskusi strategis dengan kelompok ibu-ibu
gan mengumpulkan Ketua-ketua RT dan perwakilan-perwakilan masyarakat untuk mendiskusikan jejaring sistem peringatan dini. Sistem peringatan dini yang dibuat bersama dengan masyarakat lebih realistis dan dapat dipercaya. Forum ini juga bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan akan mulai datangnya musim banjir, menginformasikan bentuk-bentuk kerentanan di masyarakat yang perlu diperhatikan, serta kapasitas yang sudah dimiliki kelurahan untuk mengantisipasi banjir. Masyarakat juga diberikan informasikan apa saja yang perlu dilakukan sebelum, saat, dan sesudah banjir. Ketika banjir besar 2007 di Kampung Melayu, terbukti bahwa anggota masyarakat mampu melakukan penyelamatan. Di tempat-tempat dimana tim SAR tidak mampu menembus dikarenakan arus deras, pemuda-pemuda setempat dengan bekal keberanian terjun melakukan penyelamatan. Saat ini para pemuda tersebut bergabung dalam Satlinmas sebagai tim penyelamat
atau masuk dalam unit-unit khusus yang berperan sebelum, saat, dan sesudah bencana. Pelatihan lebih lanjut bagi pemuda-pemuda ini akan memudahkan mereka untuk melakukan penyelamatan di saat krisis; pembekalan ilmu pengetahuan sangat penting dan dalam hal ini terbukti para pemuda yang sebenarnya sudah memiliki kapasitas, . Penyediaan peralatan yang memadai juga akan meningkatkan kemampuan penyelamatan. Terkadang peralatan yang diperlukan tidak perlu yang mahal, yang ada di lingkungan sekitar juga dapat dimanfaatkan, sebagai contoh, ban-ban dalam truk lebih dapat dimanfaatkan dari pada perahu karet untuk menjangkau gang sempit dan perumahan yang berpagar tajam. Simulasi banjir perlu dilakukan secara rutin untuk mengecek apakah Prosedur Operasional Standard (SOP) masih sesuai, sekaligus mempersiapkan masyarakat lebih lanjut, karena dengan praktik berkali-kali, sudah barang tentu akan lebih sempurna. Selain mempersiapkan untuk tindakan respons, simulasi juga untuk melihat keterlibatan masyarakat dan meningkatkan semangat serta motivasi. Sosialisasi adalah penting untuk melibatkan lebih banyak masyarakat. Kenyataannya di lapangan, ada saja orang-orang yang tidak mendapatkan informasi dan merasa tertinggal. Perlu dibicarakan bersama dengan masyarakat/Satlinmas bagaimana agar semua orang bisa mendapatkan informasi. Agar sosialisasi PRB lebih optimal
33
Analisis risiko di Kampung Melayu; pemetaan ancaman, kerentanan, dan kapasitas dan mengena ke masyarakat awam, perlu dihindari penggunaan istilah-istilah yang menyulitkan masyarakat, misalnya toolstools analis isu Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) seperti PRA (Participatory Rural Appraisal) dan PVCA (Analisa Kerentanan dan Kapasitas secara Partisipatif). Berbagai istilah ini seyogyanya dicari padanan yang lebih mudah diterima masyarakat. Newsletter/buletin juga sangat bermanfaat, selain meningkatkan motivasi anggota Satlinmas/STPB, tetapi juga memberi informasi bagi mereka yang belum mengetahui kegiatan PRB yang dilakukan di tiga kelurahan tersebut. Masyarakat menjadi tertarik untuk terlibat dalam pertemuan Satlinmas.
Perlu pendekatan personal agar Ketua RT/ Ketua RW untuk terlibat dalam pertemuanpertemuan atau kegiatan lainnya. Seringkali, Ketua RT/Ketua RW, karena kesibukannya, justru absen dari berbagai kegiatan warga, padahal mereka merupakan pemegang peranan cukup vital. Oleh karenanya, penting untuk menjalin relasi dengan mereka agar informasi lebih mudah sampai ke masyarakat hingga Kepala Keluarga (KK), Selain itu, peranan mereka dibutuhkan dalam rangka memobilisasi masyarakat lebih lanjut ketika terjadi situasi darurat. Sudah ada kapasitas-kapasitas lokal yang dapat diberdayakan sebagai inisiatif PRB, selain Satlinmas, juga Karang Taruna, PKK, kelompok pemuda, kelompok Jumantik dan lain-lain. Ketika mereka sudah tergabung dalam kelompok yang terbiasa
34 bekerja bersama untuk masyarakat, maka lebih mudah memobilisasi dalam situasi darurat. Berbagai pelatihan sangatlah penting, seperti pelatihan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kepercayaan diri. Biasanya, pada saat merespons bencana, kemampuan penyelamatan fisik adalah hal yang penting, namun kendalanya seringkali menunggu inisiatif pihak lain. Latihan bersama dan reguler dirasa penting untuk mengasah kemampuan penyelamatan. Selain itu, penting juga dilakukan pelatihan manajemen baik untuk Satlinmas maupun untuk kelompok-kelompok masyarakat seperti Karang Taruna, PKK dan lain-lain untuk mengoptimalkan kemampuan dan kepemimpinan di masyarakat. Untuk standarisasi dan agar penugasan tidak tumpang tindih di lapangan, maka SOP dan petunjuk kerja sangat penting saat terjadinya re-generasi SATLINMAS/STPB. SOP yang cukup penting adalah SOP tanggap darurat, SOP peringatan dini, SOP dapur umum, simulasi. Pelatihan emergency stock yang melibatkan pendataan kebutuhan peralatan, mekanisme pencatatan aset, daftar keluar masuk barang, berbagi tugas pengecekan kondisi barang, merencanakan untuk mengganti barang yang rusak. Pelatihan logistik juga penting, yaitu bagaimana berkoordinasi dengan RW-RW untuk mendistribusikan bantuan, mencatat, dan memastikan tidak ada masalah dalam distribusi. Kegiatan-kegiatan seperti pengelolaan sampah berbasis masyarakat seperti pembuatan kompos dan pengolahan sampah plastik dapat menjadi program jangka panjang. Seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk dan tumbuhnya perekonomian, terjadi peningkatan kuantitas sampah dan munculnya jenis sampah baru. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan lingkungan yang makin kompleks, bila kemampuan masyarakat dalam mengelola sampah tidak berkembang. Oleh karena ini, pengelolaan sampah berbasis masyarakat menjadi metode pengelolaan yang makin relevan dan penting. Rekomendasi untuk programprogram pengolahan sampah adalah bahwa program seperti ini merupakan program yang sifatnya jangka panjang, sehingga baik organisasi yang bekerja di lokasi maupun masyarakat harus membuat perencanaan kerja dan me-manage ekspektansi. Pastinya pendampingan perlu dilakukan, sehingga perlu diperhatikan bahwa program semacam ini harus dilakukan di awal dan diberikan masa kerja yang cukup. Eksistensi program semacam ini juga harus
35 stabil, masa kerja non-aktif akan menurunkan semangat masyarakat yang dapat berakibat tidak berjalannya kegiatan. Satu hal yang sulit dilakukan oleh masyarakat awam adalah pencatatan, dokumentasi, dan organisasi database, kalau kebetulan yang menjabat peran pengelola data di Satlinmas atau STPB adalah pejabat kelurahan atau pernah bekerja di pabrik atau di perusahaan tentu akan lebih mudah bagi mereka. Akan tetapi kalau pengelola data ini belum berpengalaman, dan dia dipercaya untuk pencatatan karena selama rapat rajin mencatat, perlu dibantu juga dan dimotivasi dalam melakukan pencatatan selama progres kegiatan. Kalau tidak dimonitor seringkali banyak pencatatan yg bolong-bolong, nanti kalau sudah di tengah program baru sadar proses di awalawal tidak ter-record, hal ini sangat dis-
Meningkatkan kesiapsiagaan: kampanye ketuk pintu dengan dangdut keliling di Penjaringan
ayangkan. Mengubah paradigma dari ”tanggap darurat” ke ”kesiapsiagaan” perlu waktu, untungnya dalam melakukan kampanye ini, Satlinmas sudah terlibat; mengubah paradigma dan nilai masyarakat yang bertanggung jawab pada lingkungan sulit, apalagi kalau pihak organisasi atau institusi luar datang ke kelurahan mau mengubah perilaku, upaya ini memang lebih mudah ketika satlinmas yang melakukan karena mereka sebagai orang dalam. Pembuatan jalur evakuasi memakan waktu lama karena proses konsultasi dan diskusinya panjang lebar dan lama, karena masyarakat merasa berkepentingan dan merasa berdaya, seringkali banyak memberikan masukan dan ide, kadang logis kadang irasional, perlu kemampuan fasilitasi yang canggih namun kontekstual agar diskusi jalan ke arah yang positif. Diperlukan waktu yang cukup untuk mendiskisikan kemanda arah jalur evakuasi, jalan mana yang aman, kurang aman, sangat berbahaya, lalu melewati rumah siapa saja. Tiang-tiang penyelamat yang sudah disepakati desain dan bentuknya, dipasang di depan rumah siapa saja, lalu kemudian harus diputuskan juga tali penghubung mau seperti apa, prosedur dan penanggung jawab rute evakuasi ini siapa saja. Installasi dan konstruksinya sendiri tidak memakan waktu lama, konsultasi yang melibatkan masyarakat yang memerlukan waktu yang cukup. Di perkotaan, relatif sulit untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan membahas kesiapsiagaan bencana. Rata-rata mereka yang datang ke kota demi mengais rejeki, memiliki ikatan emosional dan kepedulian yang min-
36 im terhadap lingkungannya. Mengatasi masalah ini, sebenarnya perlu ditegaskan terlebih dahulu makna sebuah komunitas. Apa yang membuat suatu kumpulan individu tersebut adalah sebuah komunitas? Misalnya, sama-sama tinggal di bantaran sungai sehingga rawan banjir, dengan kata lain, menjadi sebuah komunitas rawan banjir. Hal tersebutlah yang mengikat sebuah masyarakat dalam kebersamaan. Saat bekerja bersama dengan masyarakat, penting untuk mencermati dan lebih jeli mengidentifikasi masyarakat yang rentan, ibu hamil, manula, mereka yang mengalami keterbatasan fisik, dan yang tinggal di daerah yang lingkungannya buruk, karena makin sulit bagi mereka untuk menyelamatkan diri, atau minim juga perhatian dari pemerintah untuk mereka.
Kesimpulan Dalam pengelolaan bencana berbasis masyarakat faktor suksesnya adalah menekankan pada peran serta masyarakat dalam segenap aspek, tidak saja pada tingkat kegiatan namun juga pada proses pengambilan keputusan. Karena masyarakatlah yang lebih memahami situasi dan kondisi lingkungan mereka, termasuk resiko dan ancaman bencana yang mereka hadapi. Salah satu sumberdaya yang sangat potensial untuk dimobilisasi pada saat mitigasi dan penanggulangan bencana adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakat merupakan subyek yang dapat mencegah, meminimalkan dampak bencana serta memaksimalkan pelaksanaan manajemen bencana sesuai dengan pola adaptasi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Peran serta mereka akan memperkuat rasa percaya diri, toleransi, penguatan organisasi lokal dll. Peran serta masyarakat juga akan menumbuhkan rasa memiliki terhadap program yang dikembangkan, seh-
ingga keberlanjutan program menjadi lebih terjamin. Jika masyarakat menginginkan pengelolaan bencana yang lebih baik di masa mendatang, maka partisipasi segenap komponen masyarakat dalam pemberdayaan Satlinmas sangat penting. Masyarakat perlu berperan serta langsung dalam ‘manajemen’ Satlinmas. Sejumlah unit dan fungsi dalam struktur Satlinmas lebih banyak diperankan oleh masyarakat. Struktur diperbaharui, dan peranserta masyarakat lebih diakui. Masyarakat awam dapat mengambil peran dalam PRB, peran tersebut besar atau kecil, tergantung kapasitas yang dimiliki masing-masing orang. Terbukti dalam salah satu kegiatan, anggota Satlinmas yang berupa ibu-ibu biasa dapat mengumpulkan massa untuk duduk dalam pertemuan kecil di tingkat RW, dan merencanakan sistem peringatan dini lokal. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat positif. Peran masyarakat semakin meningkat. Oleh karena itu, baik sekali perencanaan kegiatan, perencanaan expected outcomes dan implementasi, bahkan evaluasi melibatkan masyarakat (community participation). Jadi, tujuan utama pemberdayaan institusi Satlinmas bukan sekadar menempatkan warga masyarakat ke dalam struktur, melainkan memampukan organisasi ini mengambil langkah-langkah strategis guna pengelolaan bencana yang lebih baik di lingkungan kelurahan. Organisasi Satlinmas sedikit banyak mampu melegitimasi masyarakat dalam melakukan kerja-kerja penanggulangan bencana dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya tanggungjawab bersama terhadap lingkungan mereka. Sosialisasi program merupakan hal yang penting. Ketika Satlinmas melakukan kampanye ketuk pintu (door to door), masyarakat di berbagai RT menanggapi
37 langsung kerja Satlinmas dan berharap dapat bergabung dalam Satlinmas dan membantu secara sukarela. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat sebenarnya ingin sekali berkontribusi di lingkungan mereka masing-masing, namun seringkali belum ada wadah dan penggeraknya. Apabila program disosialisasikan secara merata ke RW-RT, akan banyak bermunculan relawan-relawan yang peduli terhadap PRB. Banyak sekali masyarakat yang kemudian ambil bagian dalam kerja Satlinmas, terutama apabila ia sudah tergabung dalam kelompok-kelompok masyarakat,
Satlinmas Kampung Melayu contohnya Ibu PKK atau Jumantik, atau di Karang Taruna. Tetapi tidak jarang juga ada masyarakat yang skeptis dan merasa sulit sekali merubah masyarakat, sehingga kerja menjadi sia-sia, merasa bahwa bencana merupakan takdir dan bukan sesuatu yang dapat dipersiapkan. Terkadang perlu menggunakan anggota Satlinmas yang terpandang di masyarakat untuk memobilisasi sumber daya masyarakat saat kerja kolektif perlu dilakukan, hal tersebut merupakan bagian dari dinamika perubahan paradigma.
Kelurahan Cipinang Besar Utara adalah sebuah contoh wilayah dimana semangat gotong-royong dan kebersamaan masih dijunjung tinggi. Keterlibatan tokoh masyarakat dalam hal ini RW juga berpengaruh memelopori partisipasi masyarakat. Inisiatif warga untuk mendirikan STPB kendati berbeda dengan struktur sesuai SK Gubernur, bisa dicatat sebagai upaya partisipasi masyarakat untuk menerobos keruwetan birokrasi sekaligus menunjukkan kemampuan warga sebenarnya yang berpotensi untuk mengelola bencana secara mandiri. Keberanian ini harus mendapatkan dukungan. Optimalnya organisasi Satlinmas menjadi parameter kesiapan dalam upaya tanggap darurat di tingkat kelurahan. Satlinmas membuat masyarakat menjadi lebih siap jika terjadi bencana. Ada perubahan paradigma bahwa bencana banjir bukan lagi dilihat sebagai ‘bencana’ namun masyarakat yang tinggal di sekitar daerah rentan bencana bisa mengantisipasi resiko bencana. Perubahan paradigma semacam ini juga merubah perilaku warga dalam menghadapi bencana. Sebuah proses dari masyarakat yang menginisiasi terbentuknya badan yang akan mengurus bencana adalah layak diapresiasi. Di tingkat praktiknya, keterlibatan masyarakat dalam Satlinmas tidak hanya secara formal tapi juga meyakinkan bahwa masyarakat mampu mengurus diri mereka dan mengatasi persoalan-persoalan mereka ketika terjadi bencana.
38
Rekomendasi Berikut adalah rekomendasi pembelajaran tiga kelurahan guna mendukung konsep pengurangan resiko bencana berbasis organisasi berbasis masyarakat
Hal-hal yang sebaiknya dilakukan : 1.Pendekatan kepada “orang-orang” kunci di masyarakat. Orang-orang kunci biasanya adalah orang-orang yang dipercaya oleh masyarakat dan memiliki kekuatan untuk memobilisasi masyarakat. Orang-orang ini bisa berasal dari kelompok karang taruna, ketua RT atau RW, PKK, tokoh masyarakat, atau warga biasa yang memiliki kemampuan sosial atau dianggap pandai. Di kemudian hari, orang-orang ini akan memainkan peran yang signifikan terhadap keberhasilan program, atau bahkan dalam mengurangi konflik. Pastikan mereka merupakan keterwakilan dari seluruh kelompok masyarakat, termasuk kelompok minoritas. Pendekatan yang baik dimulai dari pengenalan terhadap organisasi, fasilitator lapangan, serta apa saja perubahan positif yang diharapkan dalam sebuah program. Pendekatan ini yang nantinya menghasilkan komitmen masyarakat yang lebih kuat. Upaya ini tidak dapat dilakukan hanya dalam satu kali pertemuan, perlu waktu untuk membuat ikatan dengan unsur-unsur masyarakat, terutama di perkotaan dimana masyarakatnya cukup sibuk bekerja dan rasa kepemilikan terhadap lingkungan tidak terlalu tinggi. 2. Setiap upaya PRB, termasuk mendirikan struktur Manajemen Bencana di masyarakat akar rumput harus didasarkan pada kebutuhan dan aspirasi lokal, agar masyarakat memiliki ikatan dengan upaya tersebut. Apabila ada organisasi berbasis masyarakat yang terbentuk, contohnya Satlinmas, kontribusi dan partisipasi masyarakat harus didukung, opini mereka harus dihormati, karena pada dasarnya merekalah aktor dari inisiatif ini. 3. Kembangkan metode monitoring dan evaluasi. Indikator-indikator keberhasilan harus dapat diobservasi atau paling tidak disepakati bersama secara objektif. Tetapkan jadwal rutin untuk melakukan monitoring dan sepakati waktu spesifik untuk mengadakan evaluasi. 4. Masyarakat umum juga harus dilibatkan dan diberdayakan untuk men-supervisi sebuah program, salah satunya adalah dengan melibatkan masyarakat dalam monitoring dan evaluasi dengan memberikan informasi dan progres, mengundang perwakilan RW/RT dalam pertemuan evaluasi, serta memastikan komunikasi berjalan dua arah. 5. Apabila tujuan program lebih ke penguatan organisasi berbasis masyarakat, contohnya Satlinmas, fokus nomor satu adalah pada pelatihan manajemen organisasi dan pengembangannya.
39 6. Penguatan organisasi merupakan hal penting, tolak ukurnya adalah keberhasilan organisasi masyarakat melekatkan diri dengan masyarakat akar rumput, memiliki struktur yang konkrit dengan melibatkan perwakilan warga dari berbagai unsur, diakui oleh kelurahan melalui SK Lurah-secara legal sudah terbentuk, job desc anggota jelas, memiliki prosedur administrasi yang dipatuhi seluruh anggota (prosedur keuangan, dokumentasi, database, dll.), rencana kerja, monitoring, pendanaan, dan memiliki rencana berkelanjutan. 7. Koordinasi internal antar divisi dalam Satlinmas perlu ditingkatkan agar informasi, mobilitas, dan alokasi sumber daya dapat dilakukan dengan efektif. 8. Capacity building dan pelatihan yang berkaitan dengan kebencanaan merupakan hal yang vital, dan penting dilakukan di awal ketika memperkenalkan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) kepada masyarakat, terutama bagi kelompok masyarakat yang lebih rentan terhadap bencana. Pada dasarnya ketika melakukan analisis risiko, masyarakat sudah lebih didekatkan dengan pendidikan kebencanaan, apabila dipersiapkan dan dijalankan dengan baik, hal ini merupakan hal yang baik dan menambah nilai bagi upaya PRB. 9. Pendampingan langsung setelah pelatihan biasanya merupakan upaya penguatan yang efektif. Pendampingan ini ibarat Training of Trainer, untuk mempraktikan langsung ilmu yang didapat dan juga memberikan kesempatan bagi partisipan untuk menurunkan ilmunya kepada orang lain. Baiknya orang-orang kunci masyarakat diperkenalkan kepada manajemen organisasi profesional, bangun ekspektansi dan target yang ingin dicapai. Apabila ada program-program magang di organisasi atau LSM, berikan kesempatan orang-orang kunci untuk terlibat dalam program kemasyarakatan. 10. Pembuatan SOP harus memenuhi persyaratan dan mengikuti peraturan pemerintah. Pengembangan atau revisi SOP harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan disetujui oleh kecamatan. 11. Simulasi bencana harus dilakukan. Sempatkan untuk membuat sebuah skenario bencana dengan melibatkan sebanyak mungkin anggota masyarakat bahkan anak-anak agar mereka juga dapat merasakan pengalaman memecahkan masalah. Simulasi merupakan praktik yang baik untuk membiasakan suatu prosedur sekaligus mengetes seluruh kemampuan PRB masyarakat dan melihat apakah SOP yang dibuat sesuai dan tepat dengan kondisi masyarakat; dengan konteks sebelum, saat, dan setelah bencana. 12. Koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan, terutama Satlinmas/STPB dengan kelompok masyarakat lain di kelurahan yang sama harus ditingkatkan. Hal
40
ini penting juga untuk memastikan kelompok masyarakat yang didampingi tidak menjadi kelompok eksklusif. Manfaatkan pertemuan-pertemuan yang sudah ada, misalnya pertemuan RT setiap minggu, atau pertemuan di kelurahan untuk berkoordinasi dan menyampaikan progres kegiatan yang dilakukan Satlinmas/STPB. 13. Bantu sosialisasikan organisasi masyarakat yang memiliki mandat PRB, apakah itu Satlinmas, STPB, atau SIBAT yang didirikan oleh PMI. Kampanye PRB penting untuk dilakukan terus menerus, mudah tetapi vital, agar semua orang mengerti bahwa ada upaya-upaya PRB yang sudah ada di wilayah mereka, dan setiap orang dapat berpartisipasi di dalamnya. 14. Lakukan pendekatan dengan pemerintah di tingkat kelurahan, kecamatan, atau propinsi di awal ketika mengenalkan program, berikan informasi progres yang sudah dilakukan bersama dengan masyarakat, biasanya pemerintahan sampai tingkat lurah masih terlibat dalam perencanaan bersama dengan masyarakat. Banyak data-data kependudukan yang mengandalkan sumber dari kelurahan. Pihak kelurahan tidak hanya Lurah dan sekretaris, Dewan Kelurahan dan atau Paguyuban RW merupakan instansi penting dalam sebuah kelurahan, dan biasanya mau turut terlibat dan membantu upaya apapun demi kebaikan masyarakat, tidak ada salahnya melakukan pendekatan kepada instansi-instansi tersebut. Di budaya Indonesia, pendekatan yang bersifat silaturahmi, walaupun seperti pertemuan informal, merupakan suatu adatistiadat bersahabat dengan itikad baik, ada baiknya jadwalkan pertemuan ini secara reguler. Jangan lupa untuk menganggarkan kegiatan ini, tidak banyak, hanya untuk makanan kecil. Seringkali bagian ini tidak dianggarkan dan hanya mengandalkan uang saku pribadi, padahal biasanya hal ini yang menentukan kelancaran kegiatan. 15. Setelah kebutuhan-kebutuhan di masyarakat teridentifikasi, lanjutkan dengan mendorong kelompok masyarakat untuk membuat proposal dengan dibantu oleh fasilitator masyarakat. Dorong mereka untuk membuat laporan dan dokumentasi, hal ini memberikan pengalaman berorganisasi bagi masyarakat. 16. Mendanai kegiatan merupakan hal penting dan vital bagi kelanjutan upaya PRB, oleh sebab itu, kreativitas untuk mencari pendanaan perlu didukung sejak pertama kali mendirikan organisasi berbasis masyarakat. 17. Transparansi dalam manajemen, laporan finansial, atau prosedur organisasi harus dikuatkan agar tiap orang dalam organisasi mengetahui apa yang terjadi di tubuh organisasi mereka sendiri. Hal ini akan meningkatkan rasa kepemilikan.
41
Hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan: 1. Walaupun Fasilitator Masyarakat yang bekerja di lapangan sudah mengindikasikan orang-orang kunci di masyarakat, namun sebaiknya tidak hanya memberikan perhatian hanya kepada segelintir orang tertentu saja, sehingga mereka-mereka saja yang selalu mendapatkan peran dalam suatu kegiatan. Delegasikan juga tugas kepada orang-orang lain, berikan peran kecil kepada mereka yang tidak bisa terlalu aktif karena ada kegiatan lain, berikan peran yang menantang bagi mereka yang di awal kurang semangat, sehingga warga lain juga merasa semakin berdaya dengan masuknya program kemasyarakatan. 2. Jangan biarkan konflik berlarut-larut, seberapapun kecilnya.Konflik harus diantisipasi, pertemuan rutin dapat digunakan untuk mengidentifikasi potensi konflik atau untuk mengurangi konflik. Hal ini dapat melemahkan atau bahkan menghilangkan semangat organisasi yang baru terbentuk. 3. Jangan memberikan pendanaan kegiatan tanpa adanya proposal dan laporan dari kelompok masyarakat. Hal tersebut akan mengajarkan komunitas kemampuan berorganisasi. 4. Salah satu unsur penting dalam manajemen bencana adalah peralatan komunikasi, perlengkapan penyelamatan saat krisis, stok emergency, peralatan P3K, dapur umum, ataupun perlengkapan pengungsian sementara. Pastikan perlengkapan dan peralatan terpenuhi karena elemen ini yang nantinya menentukan keselamatan jiwa masyarakat terutama mereka yang rentan. Pastikan juga penyimpanan perlengkapan dan stok emergency dikelola dengan baik.
42
Dokumen Pembelajaran Formalisasi SATLINMAS/STPB disusun oleh Tim DRR ACF Jakarta, November 2009
43
Action Contre la Faim | www.actioncontrelafaim.org Publikasi ini diterbitkan dengan bantuan Departemen Bantuan Kemanusiaan Uni Eropa. Isi dari publikasi ini tidak merefleksikan pandangan Uni Eropa.