K
A AD
BA
TI
HU
S
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
613.2 Ind p
PEDOMAN KEGIATAN GIZI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DIREKTORAT BINA GIZI 2012
Katalog Dalam Terbitan. Kementrian Kesehatan RI 623.2 Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, P Pedoman pelaksanaan penanganan gizi dalam situasi darurat. - Jakarta : Kementerian Kesehatan RI, 2010. I. Judul
1. NUTRITION 2. FOOD 3. EMERGENCY CARE
KATA PENGANTAR Indonesia secara geografis dan demografis rentan terhadap terjadinya bencana alam dan bencana non alam, termasuk potensi bencana akibat konflik sosial. Kejadian bencana mengakibatkan korban bencana harus mengungsi dengan segala keterbatasan. Kondisi ini dapat berdampak pada perubahan status gizi korban bencana khususnya kelompok rentan yaitu bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan lanjut usia. Untuk mengantisipasi kejadian bencana dengan segala dampaknya, Direktorat Bina Gizi telah menerbitkan buku “Pedoman Penanggulangan Masalah Gizi Dalam Keadaan Darurat, 2002” dan telah digunakan selama 1 dekade dalam penanganan kegiatan gizi di berbagai daerah bencana dengan beberapa revisi sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Buku “Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana” ini, merupakan penyempurnaan dari edisi sebelumnya, antara lain dengan melengkapi bagan kegiatan penanganan gizi mulai dari pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana. Pedoman ini merupakan acuan bagi petugas untuk mengelola kegiatan penanganan gizi dalam situasi bencana. Terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi aktif dalam pembahasan pedoman edisi revisi ini. Saran dan masukan konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan untuk penyempurnaan pedoman ini di masa mendatang. Jakarta, Mei 2012 Direktur Bina Gizi,
DR. Minarto, MPS
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
iii
iv I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................... iii DAFTAR ISI ........................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................................ viii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................. 1. B. Tujuan ............................................................................. 3 1. Tujuan Umum .............................................................. 3 2. Tujuan Khusus .............................................................. 3. C. Definisi Operasional ........................................................ 4 BAB II RUANG LINGKUP KEGIATAN GIZI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ............................................. 7. A. Pra Bencana .................................................................... 7. B. Situasi Keadaan Darurat Bencana ..................................... 9. 1. Siaga Darurat ................................................................9. 2. Tanggap Darurat ............................................................9. 3. Transisi Darurat ........................................................ 15. C. Pasca Bencana ............................................................ 16 BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN PENANGANAN GIZI ..................... 17 A. Penanganan Gizi Kelompok Rentan ................................. 18 1. Penanganan Gizi Anak Usia 0-23 bulan ....................... 18 2. Penanganan Gizi Anak Balita Usia 24-59 bulan ........... 25 3. Penanganan Gizi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui .............25 4. Penanganan Gizi Lanjut Usia ..................................... 28 B. Penanganan Gizi Kelompok Dewasa .......................................28
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
v
BAB IV PEMANTAUAN DAN EVALUASI .............................................. 29 1. Pra Bencana .................................................................. 29 .. 2. Tanggap Darurat Awal dan Tanggap Darurat Lanjut...............29 3. Pasca Bencana ............................................................... 30. BAB V DAFTAR PUSTAKA...................................................................31. LAMPIRAN............................................................................................32
vi I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Contoh Ransum Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal dan Cara Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Untuk Pengungsi...................32 Lampiran 2 Penyusunan Menu Pemberian Makanan Pada Bayi Dan Anak (PMBA) Usia 6 – 59 Bulan.........................37 Lampiran 3 Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia (Orang/Hari).................................47 Lampiran 4 Formulir I Registrasi Keluarga, Balita dan Ibu Hamil....................................................................48 Lampiran 5 Formulir II Hasil Pengukuran Antropometri dan Faktor Penyulit Pada Anak Balita................................49 Lampiran 6 Formulir III Hasil Pengukuran Antropometri Pada Ibu Hamil..................................................................50 Lampiran 7 Pernyataan Bersama United Nations Childrens Fund (Unicef), World Health Organization (WHO) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)..........................51 Lampiran 8 Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Mengenai Air Susu Ibu (ASI) dan Menyusui....................................................................57 Lampiran 9 Checklist Pemantauan dan Evaluasi..................................76
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
vii
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 viii I
Halaman
Contoh Standar Ransum Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal........................................................................32 Contoh Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Mentah untuk 1500 Orang Selama 3 Hari pada Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal................................................33 Contoh Perhitungan Bahan Makanan Mentah Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal .. ..................................... 34 Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk Dibawa Pulang (Dry Ration) orang/hari..............................35 Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk Dimakan Ditempat/Dapur Umum ( Wet Ration ) g/orang/hari .......................................................................36 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Bayi 6-8 Bulan (650 kkal) .................................................................... 38 Contoh Menu Hari I sampai V Untuk Bayi 6-8 Bulan (650 kkal) ..................................................................................... 38 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Bayi 9-11 Bulan (900 kkal).................................................39 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Bayi 9 - 11 Bulan (900 kkal).................................................................40 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Anak 12-23 Bulan (1250 kkal)............................................41 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Anak 12 - 23 Bulan (1250 kkal)...............................................................42 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Anak 24-47 Bulan (1300 kkal)............................................43 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Anak 24-47 Bulan (1300 kkal)...............................................................44 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Anak 48-59 Bulan (1750 kkal)..................................45 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Anak 48-59 Bulan (1300 kkal)...............................................................46
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Posisi wilayah Indonesia, secara geografis dan demografis rawan terjadinya bencana alam dan non alam seperti gempa tektonik, tsunami, banjir dan angin puting beliung. Bencana non alam akibat ulah manusia yang tidak mengelola alam dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya bencana alam, seperti tanah longsor, banjir bandang, kebakaran hutan dan kekeringan. Selain itu, keragaman sosio-kultur masyarakat Indonesia juga berpotensi menimbulkan gesekan sosial yang dapat berakibat terjadi konflik sosial.
Berdasarkan data Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, pada tahun 2009 tercatat 287 kali kejadian bencana dengan korban meninggal sebanyak 1.513 orang, luka berat/rawat inap sebanyak 1.495 orang, luka ringan/rawat jalan 56.651 orang, korban hilang 72 orang dan mengakibatkan 459.387 orang mengungsi. Selanjutnya, pada tahun 2010 tercatat 315 kali kejadian bencana dengan korban meninggal sebanyak 1.385 orang, luka berat/rawat inap sebanyak 4.085 orang, luka ringan/rawat jalan 98.235 orang, korban hilang 247 orang dan mengakibatkan 618.880 orang mengungsi. Sementara itu, pada tahun 2011 tercatat 211 kali kejadian bencana dengan korban meninggal sebanyak 552 orang, luka berat/rawat inap sebanyak 1.571 orang, luka ringan/rawat jalan 12.396 orang, korban hilang 264 orang dan mengakibatkan 144.604 orang mengungsi. Dampak bencana tersebut, baik bencana alam maupun konflik sosial, mengakibatkan terjadinya kedaruratan di segala bidang termasuk kedaruratan situasi masalah kesehatan dan gizi.
Dampak akibat bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai sarana dan prasarana fisik seperti permukiman, bangunan fasilitas pelayanan umum dan sarana transportasi serta fasilitas umum lainnya. Namun demikian, dampak yang lebih mendasar adalah timbulnya permasalahan kesehatan dan gizi pada kelompok masyarakat korban Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
1
bencana akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan, terputusnya jalur distribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan sanitasi lingkungan yang buruk.
Masalah gizi yang bisa timbul adalah kurang gizi pada bayi dan balita, bayi tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) karena terpisah dari ibunya dan semakin memburuknya status gizi kelompok masyarakat. bantuan makanan yang sering terlambat, tidak berkesinambungan dan terbatasnya ketersediaan pangan lokal dapat memperburuk kondisi yang ada.
Masalah lain yang seringkali muncul adalah adanya bantuan pangan dari dalam dan luar negeri yang mendekati atau melewati masa kadaluarsa, tidak disertai label yang jelas, tidak ada keterangan halal serta melimpahnya bantuan susu formula bayi dan botol susu. Masalah tersebut diperburuk lagi dengan kurangnya pengetahuan dalam penyiapan makanan buatan lokal khususnya untuk bayi dan balita.
Bayi dan anak berumur di bawah dua tahun (baduta) merupakan kelompok yang paling rentan dan memerlukan penanganan gizi khusus. Pemberian makanan yang tidak tepat pada kelompok tersebut dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian, terlebih pada situasi bencana. Risiko kematian lebih tinggi pada bayi dan anak yang menderita kekurangan gizi terutama apabila bayi dan anak juga menderita kekurangan gizi mikro. Penelitian di pengungsian menunjukkan bahwa kematian anak balita 2-3 kali lebih besar dibandingkan kematian pada semua kelompok umur. Kematian terbesar terjadi pada kelompok umur 0-6 bulan (WHOUNICEF, 2001). Oleh karena itu penanganan gizi dalam situasi bencana menjadi bagian penting untuk menangani pengungsi secara cepat dan tepat.
Dalam pelaksanaannya, upaya penanganan gizi dalam situasi bencana merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai sejak sebelum terjadinya bencana (pra bencana), pada situasi bencana yang meliputi tahap tanggap darurat awal, tahap tanggap darurat lanjut dan pasca bencana. Kegiatan penanganan gizi pada tahap tanggap darurat awal adalah kegiatan pemberian makanan agar pengungsi tidak lapar dan dapat
2 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
mempertahankan status gizinya, sementara penanganan kegiatan gizi pada tahap tanggap darurat lanjut adalah untuk menanggulangi masalah gizi melalui intervensi sesuai masalah gizi yang ada. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan tersebut di atas perlu memaksimalkan pemanfaatan anggaran operasional penanggulangan bencana Kementerian Kesehatan.
Buku ini merupakan acuan bagi petugas gizi dan para pemangku kepentingan lainnya yang terlibat dalam penanggulangan bencana agar penanganan gizi dapat dilakukan secara cepat dan tepat.
B. Tujuan 1. Tujuan Umum
Petugas memahami kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana mulai dari pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana secara cepat dan tepat untuk mencegah terjadinya penurunan status gizi korban bencana.
2. Tujuan Khusus a. Petugas memahami kegiatan penanganan bencana
gizi pada pra
b. Petugas memahami pengelolaan penyelenggaraan makanan pada situasi bencana c. Petugas mampu menganalisis data hasil Rapid Health Assessment (RHA) kejadian bencana d. Petugas mampu menganalisis data status gizi balita dan ibu hamil korban bencana. e. Petugas mampu melaksanakan pemantauan dan evaluasi pasca bencana
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
3
C. Definisi Operasional a. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan manusia disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. b. Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia c. Pengungsi (Internal Displaced People) adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggal untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana. d. Kelompok rentan adalah sekelompok orang yang membutuhkan penanganan khusus dalam pemenuhan kebutuhan dasar seperti bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan lanjut usia baik dengan fisik normal maupun cacat. e. Gizi adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. f. Surveilans gizi pada situasi bencana adalah proses pengamatan keadaan gizi korban bencana khususnya kelompok rentan secara terus menerus untuk pengambilan keputusan dalam menentukan tindakan intervensi. g. Makanan tambahan adalah makanan bergizi sebagai tambahan selain makanan utama bagi kelompok sasaran guna memenuhi kebutuhan gizi. h. Makanan tambahan bagi balita adalah makanan tambahan yang diperuntukan bagi balita usia 24 - 59 bulan dengan kandungan gizi sekitar 1/3 dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yaitu energi 350-400 kkal dan 12 - 15 g protein per hari makan. 4 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
i.
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan bergizi yang diberikan disamping ASI bagi anak usia 6 – 24 bulan untuk mencapai kecukupan gizi, dengan kandungan yaitu energi minimum 400 kkal dan 8 - 12 g protein per hari makan.
j.
Makanan tambahan bagi ibu hamil adalah makanan tambahan yang diperuntukan bagi ibu hamil, dengan kandungan gizi sesuai dengan AKG, yaitu energi 300 kkal dan 17 g protein per hari makan.
k. Keadaan serius (serious situation) adalah keadaan yang ditandai dengan prevalensi gizi balita kurus lebih besar atau sama dengan 15%, atau 10-14,9% dan disertai faktor penyulit. l.
Blanket supplementary Feeding adalah makanan tambahan yang diberikan kepada seluruh kelompok rentan terutama balita dan ibu hamil yang diberikan pada keadaan gawat (serious situation).
m. Keadaan berisiko (risky situation) adalah keadaan yang ditandai dengan prevalensi gizi balita kurus lebih besar atau sama dengan 10-14,9%, atau 5-9,9% dan disertai faktor penyulit. n. Targetted supplementary feeding adalah makanan tambahan yang diberikan kepada kelompok rentan kurang gizi terutama balita kurus dan ibu hamil risiko KEK dengan LiLA <23,5 cm yang diberikan pada keadaan kritis (risky situation). o. Faktor penyulit (aggravating factors) adalah terdapatnya satu atau lebih dari tanda berikut ini: •
Rata-rata asupan makanan pengungsi kurang dari 2100 kkal/ hari.
•
Angka kematian kasar >1 per 10.000/hari.
•
Angka kematian balita > 2 per 10.000/hari.
•
Terdapat Kejadian Luar Biasa (KLB) campak atau pertusis.
•
Peningkatan kasus ISPA dan diare.
p. Prevalensi balita kurus adalah jumlah anak berusia 0 – 59 bulan yang berdasarkan indeks antropometri BB/TB mempunyai nilai Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
5
z score <–2 SD menurut Kepmenkes Nomor 1995 Tahun 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak tahun 2010 di bagi populasi anak usia 0-59 bulan pada suatu waktu dan tempat tertentu. q. Prevalensi balita sangat kurus adalah jumlah anak berusia 0 – 59 bulan yang berdasarkan indeks antropometri BB/TB mempunyai nilai z score <–3 SD menurut Kepmenkes Nomor 1995 Tahun 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak dibagi jumlah populasi anak usia 0-59 bulan pada suatu waktu dan tempat tertentu. r. Ibu hamil risiko kurang energi kronik (KEK) adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) < 23,5 cm.
6 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
BAB II RUANG LINGKUP KEGIATAN GIZI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA Kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai sejak pra bencana, pada situasi bencana dan pasca bencana, sebagaimana digambarkan pada Bagan 1. Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana. A. Pra Bencana
Penanganan gizi pada pra bencana pada dasarnya adalah kegiatan antisipasi terjadinya bencana dan mengurangi risiko dampak bencana. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain sosialisasi dan pelatihan petugas seperti manajemen gizi bencana, penyusunan rencana kontinjensi kegiatan gizi, konseling menyusui, konseling Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), pengumpulan data awal daerah rentan bencana, penyediaan bufferstock MP-ASI, pembinaan teknis dan pendampingan kepada petugas terkait dengan manajemen gizi bencana dan berbagai kegiatan terkait lainnya.
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
7
Bagan 1 Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana Pra - Bencana
Sosialisasi dan Pelatihan Petugas Pembinaan Teknis Rencana Kontinjensi Pengumpulan Data Awal dll
FASE I TAHAP TANGGAP DARURAT AWAL: Analisis data pengungsi dari hasil Rapid Health Assessment (RHA)
FASE II TAHAP TANGGAP DARURAT AWAL: Pengumpulan data antropometri balita (BB/U, BB/PB atau BB/TB dan TB/U), ibu hamil (LiLA)
TAHAP TANGGAP DARURAT LANJUT: Analisis hasil pengukuran antropometri dan faktor penyulit
Penanganan: Ransum PMT untuk semua kelompok rentan terutama balita dan ibu hamil (Blanket Supplementary Feading)
Situasi Berisiko (Risky Situation): Persentase balita kurus (<-2SD BB/TB) > 14,9% atau Persentase balita kurus (<-SD BB/TB) 5,0 9,9% disertai adanya faktor penyulit
Penanganan: PMT untuk kelompok rentan kurang gizi terutama balita kurus dan ibu hamil risiko KEK dengan LiLA <23,5 cm (Targetted Suplementary Feeding)
Situasi Normal Persentase balita kurus (<-2SD BB/TB) 5,0 9,9% atau Persentase balita kurus (<-SD BB/TB) <5% disertai adanya faktor penyulit
Penanganan: Tidak perlu intervensi khusus (Pelayanan rutin)
Pasca - Bencana
Pemantauan dan Evaluasi
Sumber: Diadaptasi dari The Management of Nutrition in Major Emergencies: WHO, 2000. p.75-77
8 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Surveilans
Bencana
Situasi Serius (Serious Situation): Persentase balita kurus (<-2SD BB/TB) > 15% atau Persentase balita kurus (<-2SD BB/TB) 10,0 - 14,9% disertai adanya faktor penyulit
B. Situasi Keadaan Darurat Bencana
Situasi keadaan darurat bencana terbagi menjadi 3 tahap, yaitu siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat. 1. Siaga Darurat
Siaga darurat adalah suatu keadaan potensi terjadinya bencana yang ditandai dengan adanya pengungsi dan pergerakan sumber daya. Kegiatan penanganan gizi pada situasi siaga darurat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dapat dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggap darurat.
2. Tanggap Darurat
Kegiatan penanganan gizi pada saat tanggap darurat dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap tanggap darurat awal dan tanggap darurat lanjut. a. Tahap Tanggap Darurat Awal
1) Fase I Tanggap Darurat Awal Fase I Tanggap Darurat Awal antara lain ditandai dengan kondisi sebagai berikut: korban bencana bisa dalam pengungsian atau belum dalam pengungsian, petugas belum sempat mengidentifikasi korban secara lengkap,bantuan pangan sudah mulai berdatangan dan adanya penyelenggaraan dapur umum jika diperlukan.
Lamanya fase 1 ini tergantung dari situasi dan kondisi setempat di daerah bencana yaitu maksimal sampai 3 hari setelah bencana. Pada fase ini kegiatan yang dilakukan adalah: • Memberikan makanan yang bertujuan agar pengungsi tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya •
Mengawasi pendistribusian bantuan bahan makanan
•
Menganalisis hasil Rapid Health Assessment (RHA)
Pada fase ini, penyelenggaraan makanan bagi korban Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
9
bencana mempertimbangkan hasil analisis RHA dan standar ransum. Rasum adalah bantuan bahan makanan yang memastikan korban bencana mendapatkan asupan energi, protein dan lemak untuk mempertahankan kehidupan dan beraktivitas. Ransum dibedakan dalam bentuk kering (dry ration) dan basah (wet ration). Dalam perhitungan ransum basah diprioritaskan penggunaan garam beriodium dan minyak goreng yang difortifikasi dengan vitamin A.
Contoh standar ransum pada Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1
Contoh Standar Ransum Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal Kebutuhan/Orang/ Hari (g)
Ukuran Rumah Tangga (URT)1
Biskuit
100
10-12 bh
Mie Instan
320
3 gls (4 bks)
Sereal (Instan)
50
5 sdm (2 sachets)
Blended food (MP-ASI)
50
10 sdm
Susu untuk anak balita (1-5 tahun)
40
8 sdm
Bahan Makanan
Energi (kkal)
2.138
Protein (g)
53
Lemak (g)
40
Catatan: 1.
Contoh standar ransum di atas hanya untuk keperluan perencanaan secara keseluruhan
2.
Perkiraan balita di pengungsian sebesar 10% dari jumlah pengungsi, perlu ada Blended food (MP-ASI) dan susu untuk anak umur 1-5 tahun di dalam standar perencanaan ransum
3.
Penerimaan dan Pendistribusian melalui dapur umum
4.
Perhitungan bahan makanan hendaknya ditambahkan 10% untuk hal tak terduga atau kehilangan
1 Ukuran Rumah Tangga (URT): bh = buah; gls = gelas; sdm = sendok makan; bks = bungkus
10 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Contoh perhitungan kebutuhan bahan makanan sesuai standar ransum berdasarkan jumlah korban bencana dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Contoh Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Mentah untuk 1500 Orang Selama 3 Hari pada Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal Kebutuhan Bahan Makanan Bahan Makanan
Kebutuhan/ Orang/Hari (g)
Untuk 1500 Pengungsi Per Hari (kg)
Per 3 Hari (kg)
Tambahan 10% (kg)
Jumlah Kebutuhan (kg)
Biskuit
100
150
450
45
495
Mie Instan
320
480
1440
144
1584
Sereal (Instan)
50
75
225
22,5
247,5
Blended food (MP-ASI)
50
75
225
22,5
247,5
Susu untuk anak balita (1-5 tahun)
40
60
180
18
198
2) Fase II Tanggap Darurat Awal
Kegiatan terkait penanganan gizi pada fase II, adalah: a) Menghitung kebutuhan gizi
Berdasarkan analisis hasil Rapid Health Assessment (RHA) diketahui jumlah pengungsi berdasarkan kelompok umur, selanjutnya dapat dihitung ransum pengungsi dengan memperhitungkan setiap orang pengungsi membutuhkan 2.100 kkal, 50 g protein dan 40 g lemak, serta menyusun menu yang didasarkan pada jenis bahan makanan yang tersedia. Contoh menu dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
11
b) Pengelolaan penyelenggaraan makanan di dapur umum yang meliputi: • • • • • • • • • • • •
Tempat pengolahan Sumber bahan makanan Petugas pelaksana Penyimpanan bahan makanan basah Penyimpanan bahan makanan kering Cara mengolah Cara distribusi Peralatan makan dan pengolahan Tempat pembuangan sampah sementara Pengawasan penyelenggaraan makanan Mendistribusikan makanan siap saji Pengawasan bantuan bahan makanan untuk melindungi korban bencana dari dampak buruk akibat bantuan tersebut seperti diare, infeksi, keracunan dan lain-lain, yang meliputi: P Tempat penyimpanan bantuan bahan makanan harus dipisah antara bahan makanan umum dan bahan makanan khusus untuk bayi dan anak P Jenis-jenis bahan makanan yang diwaspadai termasuk makanan dalam kemasan, susu formula dan makanan suplemen P Untuk bantuan bahan makanan produk dalam negeri harus diteliti nomor registrasi (MD), tanggal kadaluarsa, sertifikasi halal, aturan cara penyiapan dan target konsumen P Untuk bantuan bahan makanan produk luar negeri harus diteliti nomor registrasi (ML), bahasa, tanggal kadaluarsa, aturan cara penyiapan dan target konsumen
12 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Jika terdapat bantuan makanan yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, petugas harus segera melaporkan kepada Koordinator Pelaksana.
b. Tanggap Darurat Lanjut
Tahap tanggap darurat lanjut dilaksanakan setelah tahap tanggap darurat awal, dalam rangka penanganan masalah gizi sesuai tingkat kedaruratan. Lamanya tahap tanggap darurat lanjut tergantung dari situasi dan kondisi setempat di daerah bencana.
Pada tahap ini sudah ada informasi lebih rinci tentang keadaan pengungsi, seperti jumlah menurut golongan umur dan jenis kelamin, keadaan lingkungan, keadaan penyakit, dan sebagainya. Kegiatan penanganan gizi pada tahap ini meliputi: 1) A n a l i s i s f a k t o r penyulit berdasarkan hasil Rapid Health Assessment (RHA). 2) Pengumpulan data antropometri balita (berat badan, panjang badan/tinggi badan), ibu hamil dan ibu menyusui (Lingkar Lengan Atas).
Besar sampel untuk pengumpulan data antropometri : • Populasi korban bencana sampai 3.000 orang, seluruh (total) balita diukur • Populasi korban bencana kurang dari 10.000 rumah tangga, gunakan systematic random sampling dengan jumlah sampel minimal 450 balita • Populasi korban bencana lebih dari 10.000 rumah tangga, gunakan cluster sampling, yaitu minimum 30 cluster yang ditentukan secara Probability Proportion to Size (PPS) dan tiap cluster minimum 30 balita Sumber : The Management of Nutrition In Major mergencies,Geneva,WHO,2000. P45. Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
13
3) Menghitung proporsi status gizi balita kurus (BB/TB <-2SD) dan jumlah ibu hamil dengan risiko KEK (LILA <23,5 cm). 4) Menganalisis adanya faktor penyulit seperti kejadian diare, campak, demam berdarah dan lain-lain.
Informasi tentang proporsi status gizi balita selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan modifikasi atau perbaikan penanganan gizi sesuai dengan tingkat kedaruratan yang terjadi. Penentuan jenis kegiatan penanganan gizi mempertimbangkan pula hasil dari surveilans penyakit. Hasil analisis data antropometri dan faktor penyulit serta tindak lanjut atau respon yang direkomendasikan adalah sebagai berikut: •
Situasi Serius (Serious Situation), jika prevalensi balita kurus ≥15% tanpa faktor penyulit atau 1014,9% dengan faktor penyulit. Pada situasi ini semua korban bencana mendapat ransum dan seluruh kelompok rentan terutama balita dan ibu hamil diberikan makanan tambahan (blanket supplementary feeding).
•
Situasi Berisiko (Risky Situation), jika prevalensi balita kurus 10-14,9% tanpa faktor penyulit atau 5-9,9% dengan faktor penyulit. Pada situasi ini kelompok rentan kurang gizi terutama balita kurus dan ibu hamil risiko KEK diberikan makanan tambahan (targetted supplementary feeding).
•
Situasi Normal, jika prevalensi balita kurus <10% tanpa faktor penyulit atau <5% dengan faktor penyulit maka dilakukan penanganan penderita gizi kurang melalui pelayanan kesehatan rutin.
Apabila ditemukan balita sangat kurus dan atau terdapat tanda klinis gizi buruk segera dirujuk ke sarana pelayanan
2. Tanda Klinis = Kwashiorkor, Marasmus dan Marasmik-Kwashiorkor
14 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
kesehatan untuk mendapat perawatan sesuai Tatalaksana Anak Gizi Buruk. 5) Melaksanakan pemberian suplemen gizi.
makanan
tambahan
dan
•
Khusus anak yang menderita gizi kurang perlu diberikan makanan tambahan disamping makanan keluarga, seperti kudapan/jajanan, dengan nilai energi 350 kkal dan protein 15 g per hari.
•
Ibu hamil perlu diberikan 1 tablet Fe setiap hari, selama 90 hari.
•
Ibu nifas (0-42 hari) diberikan 2 kapsul vitamin A dosis 200.000 IU (1 kapsul pada hari pertama dan 1 kapsul lagi hari berikutnya, selang waktu minimal 24 jam)
•
Pemberian vitamin A biru (100.000 IU) bagi bayi berusia 6-11 bulan; dan kapsul vitamin A merah (200.000 IU) bagi anak berusia 12-59 bulan, bila kejadian bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari setelah pemberian kapsul vitamin A (Februari dan Agustus) maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi mendapat kapsul vitamin A.
•
Melakukan penyuluhan kelompok dan konseling perorangan dengan materi sesuai dengan kondisi saat itu, misalnya konseling menyusui dan MP-ASI.
•
Memantau perkembangan status gizi balita melalui surveilans gizi.
3. Transisi Darurat
Transisi darurat adalah suatu keadaan sebelum dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi. Kegiatan penanganan gizi pada situasi transisi darurat disesusaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, dapat dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggap darurat Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
15
C. Pasca Bencana
Kegiatan penanganan gizi pasca bencana pada dasarnya adalah melaksanakan pemantauan dan evaluasi sebagai bagian dari surveilans, untuk mengetahui kebutuhan yang diperlukan (need assessment) dan melaksanakan kegiatan pembinaan gizi sebagai tindak lanjut atau respon dari informasi yang diperoleh secara terintegrasi dengan kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat (public health response) untuk meningkatkan dan mempertahankan status gizi dan kesehatan korban bencana.
16 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN PENANGANAN GIZI Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan penanggung jawab utama dalam penanggulangan bencana. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK) Kementerian Kesehatan merupakan unsur dari BNPB dalam penanggulangan masalah kesehatan dan gizi akibat bencana. Pengelola kegiatan gizi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan bagian dari tim penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana yang dikoordinasikan PPKK, PPKK Regional dan Sub regional, Dinas Kesehatan Provinsi serta Kabupaten dan Kota. Penanganan gizi pada situasi bencana melibatkan lintas program dan lintas sektor termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) nasional maupun internasional. Kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana perlu dikoordinasikan agar efektif dan efisien, antara lain sebagai berikut: a. Penghitungan kebutuhan ransum; b. Penyusunan menu 2.100 kkal, 50 g protein dan 40 g lemak; c. Penyusunan menu untuk kelompok rentan; d. Pendampingan penyelenggaraan makanan sejak dari persiapan sampai pendistribusian; e. Pengawasan logistik bantuan bahan makanan, termasuk bantuan susu formula bayi; f. Pelaksanaan surveilans gizi untuk memantau keadaan gizi pengungsi khususnya balita dan ibu hamil; g. Pelaksanaan tindak lanjut atau respon sesuai hasil surveilans gizi; h. Pelaksanaan konseling gizi khususnya konseling menyusui dan konseling MP-ASI; i. Suplementasi zat gizi mikro (kapsul vitamin A untuk balita dan tablet besi untuk ibu hamil); Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
17
Penanganan gizi dalam situasi bencana terdiri dari penanganan gizi pada kelompok rentan dan dewasa selain ibu menyusui dan ibu hamil. Penjelasan lebih rinci penanganan pada kelompok tersebut sebagai berikut: A. Penanganan Gizi Kelompok Rentan
Penanganan gizi kelompok rentan diprioritaskan bagi anak usia 0-23 bulan, anak usia 24-59 bulan, ibu hamil dan ibu menyusui serta lanjut usia. 1. Penanganan Gizi Anak Usia 0-23 Bulan
Bayi dan anak usia 0-23 bulan atau di bawah dua tahun (baduta) merupakan kelompok yang paling rentan sehingga memerlukan penanganan gizi khusus. Pemberian makanan yang tidak tepat serta kekurangan gizi pada kelompok tersebut dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian yang lebih tinggi pada situasi bencana.
Penelitian di pengungsian menunjukkan bahwa kematian anak balita 2-3 kali lebih besar dibandingkan kematian pada semua kelompok umur. Kematian terbesar terjadi pada kelompok umur 0-6 bulan (WHO-UNICEF, 2001). Oleh karena itu penanganan gizi bagi kelompok ini dalam situasi bencana menjadi bagian penting untuk menangani pengungsi secara cepat dan tepat.
Penanganan gizi anak usia 0-23 bulan mengikuti prinsip Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) sebagai berikut: a. Prinsip Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) 1) Pemberian ASI pada bayi/baduta sangat penting tetap diberikan pada situasi bencana 2) PMBA merupakan bagian dari penanganan gizi dalam situasi bencana 3) PMBA dalam situasi bencana harus dilakukan dengan benar dan tepat waktu
18 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
4) Institusi penyelenggara PMBA adalah Pemerintah Daerah yang dibantu oleh Dinas Kesehatan setempat yang mempunyai tenaga terlatih penyelenggara PMBA dalam situasi bencana 5) Apabila Dinas Kesehatan setempat belum memiliki atau keterbatasan tenaga pelaksana PMBA dalam situasi bencana, dapat meminta bantuan tenaga dari Dinas Kesehatan lainnya 6) PMBA harus di integrasikan pada pelayanan kesehatan ibu, bayi dan anak 7) Penyelenggaraan PMBA diawali dengan penilaian cepat untuk mengidentifikasi keadaan ibu, bayi dan anak termasuk bayi dan anak piatu 8) Ransum pangan harus mencakup kebutuhan makanan yang tepat dan aman dalam memenuhi kecukupan gizi bayi dan anak 9) Susu formula, produk susu lainnya, botol dan dot tidak termasuk dalam pengadaan ransum. b. Pelaksanaan PMBA Pada Situasi Bencana 1) Penilaian Cepat
Penilaian cepat dilakukan sebagai berikut: a) Penilaian cepat dilakukan untuk mendapatkan data tentang jumlah dan keadaan ibu menyusui, bayi dan anak termasuk bayi piatu b) Penilaian cepat dilakukan pada tahap tanggap darurat awal fase pertama sebagai bagian dari menghitung kebutuhan gizi c) Penilaian cepat dilakukan oleh petugas gizi yang terlibat dalam penanganan bencana d) Penilaian cepat dilakukan dengan mencatat, mengolah Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
19
dan melaporkan data tentang jumlah dan keadaan ibu menyusui, bayi dan anak termasuk bayi piatu e) Instrumen penilaian cepat meliputi:
20 I
•
Profil penduduk terutama kelompok rentan dan anak yang kehilangan keluarga
•
Kebiasaan penduduk terkait PMBA, termasuk pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI serta bayi piatu
•
Keberadaan susu formula, botol dan dot
•
Data ASI Eksklusif dan MP-ASI sebelum bencana
•
Risiko keamanan pada ibu dan anak
Jika hasil penilaian cepat memerlukan tambahan informasi, dilakukan pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif sebagai bagian dari analisis faktor risiko penyebab masalah gizi dalam situasi bencana.
Data kualitatif meliputi: •
Akses ketersediaan pangan terutama bagi bayi dan anak
•
Kondisi lingkungan misalnya sumber air dan kualitas air bersih, bahan bakar, sanitasi, MCK (Mandi, Cuci, Kakus), perumahan, fasilitas penyelenggaraan makanan
•
Dukungan pertolongan persalinan, pelayanan postnatal (ibu nifas dan bayi neonatus) serta perawatan bayi dan anak
•
Faktor-faktor penghambat ibu menyusui bayi dan PMBA
•
Kapasitas dukungan potensial pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI (Kelompok Pendukung
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Ibu Menyusui, nakes terlatih, konselor menyusui, konselor MP-ASI, LSM perempuan yang berpengalaman) •
Kebiasaan PMBA termasuk cara pemberiannya (cangkir/botol), kebiasaan PMBA sebelum situasi bencana dan perubahannya
Data kuantitatif meliputi: •
Jumlah bayi dan anak baduta dengan atau tanpa keluarga menurut kelompok umur; 0-5 bulan, 6-11 bulan, 12-23 bulan
•
Jumlah ibu menyusui yang sudah tidak menyusui lagi
•
Angka kesakitan dan kematian bayi dan anak di pengungsian
2) Dukungan Untuk Keberhasilan PMBA a) Penyediaan tenaga konselor menyusui dan MP-ASI di pengungsian b) Tenaga kesehatan, relawan kesehatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat/Non Government Organization (LSM/ NGO) kesehatan memberikan perlindungan, promosi dan dukungan kepada ibu-ibu untuk keberhasilan menyusui termasuk relaktasi c) Memberikan konseling menyusui dan PMBA di pengungsian, Rumah Sakit lapangan dan tempat pelayanan kesehatan lainnya yang ada dilokasi bencana d) Pembentukan pos pemeliharaan dan pemulihan gizi bayi dan baduta e) Melakukan pendampingan kepada keluarga yang memiliki bayi atau anak yang menderita masalah gizi Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
21
c. Kriteria Bayi 0-5 bulan dan Baduta (6-23 Bulan) Yang Mendapat Susu Formula atau PASI 3 1) Bayi dan baduta yang benar-benar membutuhkan sesuai pertimbangan profesional tenaga kesehatan yang berkompeten (indikasi medis). 2) Bayi dan baduta yang sudah menggunakan susu formula sebelum situasi bencana 3) Bayi dan baduta yang terpisah dari Ibunya (tidak ada donor ASI) 4) Bayi dan baduta yang ibunya meninggal, ibu sakit keras, ibu sedang menjalani relaktasi, ibu menderita HIV+ dan memilih tidak menyusui bayinya serta ibu korban perkosaan yang tidak mau menyusui bayinya. d. Cara Penyiapan dan Pemberian Susu Formula 1) Cuci tangan terlebih dahulu hingga bersih dengan menggunakan sabun 2) Gunakan cangkir atau gelas yang mudah dibersihkan, mencuci alat dengan menggunakan sabun 3) Gunakan selalu alat yang bersih untuk membuat susu dan menyimpannya dengan benar 4) Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk (jangan menakar menggunakan botol susu) 5) Sediakan bahan bakar untuk memasak air dan gunakan air bersih, jika memungkinkan gunakan air minum dalam kemasan. 6) Lakukan pendampingan untuk memberikan konseling menyusui. 3. PASI = Penganti Air Susu Ibu seperti : susu formula, makanan/minuman untuk bayi < 6 bulan, botol susu dot/empeng.
22 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Penanganan Gizi Bayi 0-5 Bulan • •
•
Bayi tetap diberi ASI Bila bayi piatu, bayi terpisah dari ibunya atau ibu tidak dapat memberikan ASI, upayakan bayi mendapat bantuan ibu susu/donor, dengan persyaratan: Permintaan ibu kandung atau keluarga bayi yang bersangkutan Identitas agama dan alamat pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh keluarga bayi Persetujuan pendonor setelah mengetahui identitas bayi yang di beri ASI Pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak mempunyai indikasi medis ASI donor tidak diperjualbelikan Bila tidak memungkinkan bayi mendapat ibu susu/donor, bayi diberikan susu formula dengan pengawasan atau didampingi oleh petugas kesehatan
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
23
Penanganan Gizi Anak Usia 6-23 Bulan
• •
Baduta tetap diberi ASI Pemberian MP-ASI yang difortifikasi dengan zat gizi makro, pabrikan atau makanan lokal pada anak usia 6-23 bulan Pemberian makanan olahan yang berasal dari bantuan ransum umum yang mempunyai nilai gizi tinggi. Pemberian kapsul vitamin A biru (100.000 IU) bagi yang berusia 6-11 bulan; dan kapsul vitamin A merah (200.000 IU) bagi anak berusia 12-59 bulan “ Bila bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari setelah pemberian kapsul vitamin A (Februari dan Agustus) maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi mendapat kapsul vitamin A”. Dapur umum sebaiknya menyediakan makanan untuk anak usia 6-23 bulan (contoh menu pada lampiran 2) Air minum dalam kemasan diupayakan selalu tersedia di tempat pengungsian
• •
• •
e. Pengelolaan Bantuan Susu Formula atau Pengganti Air Susu Ibu (PASI) 1) Memberikan informasi kepada pendonor dan media massa bahwa bantuan berupa susu formula/PASI, botol dan dot pada korban bencana tidak diperlukan. 2) Bantuan berupa susu formula atau PASI harus mendapat izin dari Kepala Dinas Kesehatan setempat. 3) Pendistribusian dan pemanfaatan susu formula atau PASI harus diawasi secara ketat oleh petugas kesehatan, Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat 4) Selalu perhatikan batas kadaluarsa kemasan susu formula untuk menghindari keracunan dan kontaminasi 24 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
2. Penanganan Gizi Anak Balita 24-59 Bulan a. Hindari penggunaan susu dan makanan lain yang penyiapannya menggunakan air, penyimpanan yang tidak higienis, karena berisiko terjadinya diare, infeksi dan keracunan. b. Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kemampuan tenaga pelaksana. Daftar menu harian ditempel di tempat yang mudah dilihat oleh pelaksana pengolahan makanan. (contoh menu pada Lampiran 2) c. Pemberian kapsul vitamin A. d. Makanan utama yang diberikan sebaiknya berasal dari makanan keluarga yang tinggi energi, vitamin dan mineral. Makanan pokok yang dapat diberikan seperti nasi, ubi, singkong, jagung, lauk pauk, sayur dan buah. Bantuan pangan yang dapat diberikan berupa makanan pokok, kacang-kacangan dan minyak sayur. 3. Penanganan Gizi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui
Ibu hamil dan menyusui, perlu penambahan energi sebanyak 300 kkal dan 17 g protein, sedangkan ibu menyusui perlu penambahan energi 500 kkal dan 17 g protein. Pembagian porsi menu makanan sehari dan contoh menu makanan untuk ibu hamil dan ibu menyusui dapat dilihat pada tabel berikut:
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
25
Tabel 3 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui (2200 kkal) Bahan Makanan Nasi atau bahan makanan penukar Lauk Hewani atau bahan makanan Penukar Lauk Nabati atau bahan makanan Penukar Sayur atau bahan makanan Penukar Buah atau bahan makanan Penukar Gula Minyak Susu
Jumlah Porsi (p) 6p+1p
1 p + 1/2 p
Selingan Pagi 1p
2p
Selingan Sore ½p
1,5 p + ½ p
3p
1p
-
1p
-
1p
3p
1p
-
1p
-
1p
3p
1p
-
1p
-
1p
4p
-
1p
1p
1p
1p
2p 5p 1p
1p 1,5 p -
1p -
1p -
1p -
1,5 p 1p
Pagi
Siang
Malam
Keterangan: 1 porsi (p) nasi/penukar ditambahkan pada makanan ibu menyusui dengan rincian tambahan ½ p pada makan pagi dan ½ p pada makan malam
26 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Tabel 4 Contoh Menu Hari I – Hari V Untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui (2200 kkal) Waktu Makan Pagi
Selingan
Siang
I Nasi kuning Abon Bola bola mie daging Tehmanis Nasi Ikan asin pedas (cabekering)
Selingan
Buah kaleng
Sore
Nasi Tim ikan kaleng
II Nasi Ikan kalengbumbu tomat Buah kaleng
Menu Hari III IV V Mie kuah Tumis Nasi goreng Nasi uduk daging kaleng Perkedel kornet Bakwan ikan kaleng Biskuit Teh Buah kaleng Biskuit Teh manis manis
Nasi Mie goreng Opor daging kaleng
Nasi Ikan bumbu kari
Biskuit Teh manis Nasi gurih Dendeng balado
Buah kaleng Nasi Mie kuah siram daging kaleng
Nasi
Nasi Tumis Dendeng manis
Sup Bola daging kaleng Martabak mie Buah kaleng Teh manis Nasi Sambal Nasi Fuyunghai goreng ikanteri mie ikan sarden saos tomat
Catatan: •
Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segar seperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh
•
Tablet Fe (folat) terus diberikan dan dikonsumsi
•
Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar
•
Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/sore dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar
•
Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada
•
Bila makanan segar sudah dapat diperoleh, makanan kaleng seperti ikan kaleng, daging kaleng supaya segera diganti dengan bahan makanan segar ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan, sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
27
Selain itu ibu hamil dan ibu menyusui perlu diberikan nasehat atau anjuran gizi dan kesehatan melalui kegiatan konseling menyusui dan konseling MP-ASI serta pendistribusian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi ibu hamil. 4. Penanganan Gizi Lanjut Usia
Usia lanjut, perlu makanan dalam porsi kecil tetapi padat gizi dan mudah dicerna. Dalam pemberian makanan pada usia lanjut harus memperhatikan faktor psikologis dan fisiologis agar makanan yang disajikan dapat dihabiskan. Dalam kondisi tertentu, kelompok usia lanjut dapat diberikan bubur atau biskuit.
B. Penanganan Gizi Kelompok Dewasa 1. Pemilihan bahan makanan disesuaikan dengan ketersediaan bahan makanan 2. Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian disesuaikan dengan kemampuan tenaga pelaksana. Daftar Menu Harian ditempel di tempat yang mudah dilihat oleh pelaksana pengolahan makanan 3. Pemberian makanan/minuman suplemen harus didasarkan pada anjuran petugas kesehatan yang berwewenang 4. Perhitungan kebutuhan gizi korban bencana disusun dengan mengacu pada rata-rata Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan, sebagai mana terdapat pada Lampiran 3 5. Menyediakan paket bantuan pangan (ransum) yang cukup untuk semua pengungsi dengan standar minimal 2.100 kkal, 50 g protein dan 40 g lemak per orang per hari. Menu makanan disesuaikan dengan kebiasaan makan setempat, mudah diangkut, disimpan dan didistribusikan serta memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral.
28 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
BAB IV PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pemantauan dan evaluasi kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana merupakan kegiatan yang dilakukan mulai tahap pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana secara terus menerus dan berkesinambungan. Kegiatan ini dilakukan dengan mengevaluasi pencapaian pelaksanaan kegiatan dengan cara memantau hasil yang telah dicapai yang terkait penanganan gizi dalam situasi bencana yang meliputi input, proses dan output. Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilaksanakan oleh pengelola kegiatan gizi bersama tim yang dikoordinasikan oleh PPKK Kementerian Kesehatan dengan menggunakan instrumen yang telah disiapkan. 1. Pra Bencana a. Tersedianya pedoman pelaksanaan penanganan gizi dalam situasi bencana b. Tersedianya rencana kegiatan antisipasi bencana (rencana kontinjensi) c. Terlaksananya sosialisasi dan pelatihan petugas d. Terlaksananya pembinaan antisipasi bencana e. Tersedianya data awal daerah bencana 2. Tanggap Darurat Awal dan Tanggap Darurat Lanjut a. Tersedianya data sasaran hasil RHA b. Tersedianya standar ransum di daerah bencana c. Tersedianya daftar menu makanan di daerah bencana d. Terlaksananya pengumpulan data antropometri balita (BB/U, BB/TB dan TB/U) e. Terlaksananya pengumpulan data antropometri ibu hamil dan ibu menyusui (LiLA) Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
29
f. Terlaksananya konseling menyusui g. Terlaksananya konseling MP-ASI h. Tersedianya makanan tambahan atau MP-ASI di daerah bencana i.
Tersedianya kapsul vitamin A di daerah bencana
j.
Terlaksananya pemantauan bantuan pangan dan susu formula
3. Pasca Bencana a. Terlaksananya pembinaan teknis pasca bencana b. Terlaksananya pengumpulan data perkembangan status gizi korban bencana. c. Terlaksananya analisis kebutuhan (need assessment) kegiatan gizi pasca bencana Contoh instrumen pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dapat dilihat pada Lampiran 9.
30 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
BAB V DAFTAR PUSTAKA 1. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Edisi Revisi. Jakarta. PPKK-Kemenkes RI. 2011 2. The Management of Nutrition in Major Emergencies. Geneva. WHO. 2000 3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta. Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana. 2007 4. Himpunan Peraturan Perundangan Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008 5. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008 6. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6.A Tahun 2011 Tentang Pedoman Penanggulangan Dana Siap Pakai Pada Status Keadaan Darurat Bencana. Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
31
Lampiran 1
CONTOH RANSUM FASE II TAHAP TANGGAP DARURAT AWAL DAN CARA PERHITUNGAN KEBUTUHAN BAHAN MAKANAN UNTUK PENGUNGSI Tabel 1 Contoh Standar Ransum Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal Bahan Makanan
Tipe 1
Jumlah/Orang/Hari (g) Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4
Tipe 5
Sereal (beras, terigu, jagung, bulgur)
400
420
350
420
450
Kacang-kacangan
60
50
100
60
50
Minyak goreng
25
25
25
30
25
Ikan/daging kaleng Gula Garam beriodium Buah dan Sayur Blended Food (MPASI) Bumbu
15 5 -
20 5 -
20 5 -
30 20 5 -
20 5 100
50
40
50
-
-
-
-
-
-
5
Energi (kkal) Protein (g; % kkal)
2113 2106 2087 2092 2116 58 g; 11% 60 g; 11% 72 g; 14% 45 g; 9% 51 g; 10%
Lemak (g; % kkal)
43 g; 18% 47 g; 20% 43 g; 18% 38 g; 16% 41 g; 17%
Sumber: UNHCR, Handbook for Emergencies Catatan : Contoh ransum tipe 1, 2, 3, 4, dan 5 merupakan alternatif sesuai dengan faktor-faktor kebiasaan serta ketersediaan pangan setempat
32 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Tabel 2 Contoh Standar Ransum Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal Tipe 1
Kebutuhan/Orang/Hari Bahan Makanan
(g)
Ukuran Rumah Tangga (URT)
Sereal (beras, terigu, jagung)
400
2 gls
Kacang-kacangan
60
6-9 sdm
Minyak goreng
25
2-3 sdm
Ikan/daging kaleng
-
Gula
15
1-2 sdm
Garam beriodium
5
1 sdm
Buah dan Sayur
-
Blended Food (MP-ASI) Energi (kkal)
50
10 sdm
2.113
Protein (g; % kkal)
58 g; 11%
Lemak (g; % kkal)
43g; 18%
Catatan: Ukuran Rumah Tangga (URT): gls = gelas; sdm = sendok makan
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
33
Tabel 3 Contoh Perhitungan Bahan Makanan Mentah Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal Jika jumlah pengungsi sebanyak 1500 orang, maka perhitungan kebutuhan bahan makanan pada Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal untuk selama 10 hari adalah sebagai berikut:
Bahan Makanan
Kebutuhan/ Orang/Hari (g)
Kebutuhan Bahan Makanan
Penambahan Kebutuhan Untuk 1500 Pengungsi Bahan Makanan 10% (kg) Per Hari Per 10 Hari (kg) (kg)
Sereal (beras, terigu, jagung)
400
600
6.000
6600
Kacang-kacangan
60
90
900
990
Minyak goreng
25
37,5
375
412,5
Ikan/daging kaleng
-
Gula
15
22,5
225
247,5
Garam beriodium
5
7,5
75
82,5
Buah dan Sayur
75
750
825
Blended Food (MPASI) Energi (kkal)
50 2.113
Protein (g; % kkal)
58 g; 11%
Lemak (g; % kkal)
43g; 18%
34 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Tabel 4 Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk Dibawa Pulang (Dry Ration) g/orang/hari Bahan Makanan
Ransum 1
Ransum 2
250
200
25
20
20
15
1.250
1.000
Protein (g)
45
36
Lemak (g)
30
30
Blended Food Fortified/MP-ASI Sereal Biskuit tinggi energi Minyak yang sudah difortifikasi dengan vitamin A Biji-bijian Gula Garam beriodium Energi (kkal)
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
35
Tabel 5 Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk Dimakan Ditempat/ Dapur Umum (Wet Ration) g/orang/hari Bahan Makanan Blended Food Fortified/MP-ASI bubuk
R1
R2
R3
100
Sereal
R4
R5
125
100
10
10
10
10
125
Biskuit Tinggi energi
125
Minyak yang sudah difortifikasi dengan vitamin A
15
20
Biji-bijian
30
30
Gula Garam beriodium
5
Energi (kkal)
620
560
700
605
510
Protein(g)
25
15
20
23
18
Lemak % (kkal)
30
30
28
26
29
Catatan : R = Rusum
36 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Lampiran 2
PENYUSUNAN MENU PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK (PMBA) USIA 6– 59 BULAN
Kebutuhan gizi: Bayi 6-11 bulan, 100-120 kkal/kg berat badan, makanan terdiri dari Air Susu Ibu (ASI) + Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Anak 12-23 bulan, 80-90 kkal/kg berat badan, makanan terdiri dari ASI + MP-ASI/makanan keluarga Anak 24-59 Bulan, 80-100 Kal/kg berat badan, makanan terdiri dari makanan keluarga
Menu MP-ASI dan makanan keluarga dibawah ini terdiri dari 2 bagian. Bagian satu adalah menu 5 hari pertama setelah keadaan darurat terjadi, dimana bantuan bahan makanan masih terbatas. Lima (5) hari berikutnya diharapkan keadaan sudah mulai teratasi dan bantuan bahan makanan segar sudah ada, sehingga menu dapat ditambah bahan makanan segar berupa lauk, sayur dan buah sesuai kebutuhannya Bila dari awal keadaan darurat sudah tersedia bahan makanan segar seperti daging/ikan/telur, sayur dan buah, maka harus diutamakan untuk diberikan pada bayi dan balita
Perlu diperhatikan jenis bantuan yang diberikan hendaknya juga meliputi bumbu dapur, baik yang segar maupun yang sudah diproses atau siap pakai (dalam kemasan)
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
37
Tabel 6 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Bayi 6-8 Bulan (650 kkal) Bahan Makanan
Jumlah Porsi (p)
Pagi
¾p 1p 1p 2/5 p -
¼p 1/3 p -
ASI Nasi/penukar Lauk/Penukar Buah Susu Minyak MP-ASI (blended food) Multi vitamin dan mineral (Taburia)
Selingan Siang Pagi Sekehendak ¼p 1/3 p ½p 1/5 p 1-2 sachet(@ 25 g)
Selingan Sore
Sore
-
¼p 1/3 p ½p 1/5 p -
1 sachet (1 g)
Tabel 7 Contoh Menu Hari I sampai V Untuk Bayi 6-8 Bulan (650 kkal) Waktu Makan Setiap Waktu Pagi Siang Sore
I
II
Menu Hari III
IV
V
ASI
ASI
ASI
ASI
ASI
Bubur siap saji rasa pisang Biskuit bayi
Bubur siap saji rasa apel Biskuit bayi
Bubur siap saji rasa jeruk Biskuit bayi
Bubur siap saji rasa pisang Biskuit bayi
Bubur siap saji rasa ikan
Bubur siap saji rasa ayam
Bubur siap saji Bubur siap saji rasa kacang hijau rasa daging sapi
Bubur siap saji rasa jeruk Biskuit bayi Bubur siap saji rasa kacang merah
Catatan: • ASI diteruskan sekehendak bayi • Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segar seperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh • Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar, sehingga menu lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah+biskuit, dan makan sore dilengkapi dengan lauk pauk dan sayuran segar • Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada • Lauk hewani dapat diberikan bervariasi sesuai dengan bahan makanan segar yang tersedia, seperti ayam, ikan, daging, ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan • Sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya • Tambahkan taburia 1 sachet (1 g) setiap dua hari sekali dalam salah satu makanan pagi
38 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Tabel 8 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Bayi 9-11 Bulan (900 kkal)
Bahan Makanan ASI Nasi/penukar Lauk/Penukar Buah Susu Minyak Multi vitamin dan mineral (Taburia)
Jumlah Porsi (p) 2p 1p 1p 1p ½p
Pagi 1/2 p 1/3 p 1/3 p 1 sachet (1 g)
Selingan Siang Pagi Sekehendak ½p ¼p 1/3 p ½p 1/3 p ¼p
Selingan Sore
Sore
½p ½p -
¼p 1/3 p 1/3 p ¼p
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
39
ASI Bubur siap saji rasa pisang Biskuit bayi Bubur Sumsum Biskuit bayi Bubur siap saji rasa ikan
I ASI Bubur siap saji rasa apel Biskuit bayi Bubur Sumsum Biskuit bayi Bubur siap saji rasa ayam
II ASI Bubur siap saji rasa jeruk Biskuit bayi Bubur Sumsum Biskuit bayi Bubur siap saji rasa kacang hijau
Menu Hari III IV ASI Bubur siap saji rasa pisang Biskuit bayi Bubur Sumsum Biskuit bayi Bubur siap saji rasa daging sapi
V ASI Bubur siap saji rasa jeruk Biskuit bayi Bubur Sumsum Biskuit bayi Bubur siap saji rasa kacang merah
40 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Catatan: • ASI diteruskan sekehendak bayi • Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segarseperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh • Bubur sumsum dapat dibuat bila tersedia tepung beras, santan/ susu dan gulamerah/ putih • Setelah hari ke 5-diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar • Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/ sore dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar • Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada • Lauk hewani untuk tim saring dapat diberikan bervariasi sesuai dengan bahan makanan segar yang tersedia, seperti ayam, ikan, daging, ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan • Sayuran untuk tim saring dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya • Tambahkan taburia 1 sachet (1 g) setiap dua hari sekali pada salah satu makanan pagi
Selingan Siang Selingan Sore
Setiap Waktu Pagi
Waktu Makan
Contoh Menu Hari I – Hari V Untuk Bayi 9-11 Bulan (900 kkal)
Tabel 9
Tabel 10 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Anak 12-23 Bulan (1250 kkal) Bahan Makanan
Jumlah Porsi (p)
Pagi
ASI
Selingan Pagi
Siang
Selingan Sore
Sore
Sekehendak
Nasi/penukar
2,5 p
3/4 p
1/4 p
½p
¼p
¾p
Lauk/Penukar
3p
1p
-
1p
-
1p
Buah
2p
-
1p
-
1p
-
Susu
1,5 p
1/2 p
-
½p
-
½p
Minyak
1pp
-
-
½p
-
½p
Gula
1,5 p
-
¾p
-
-
-
-
1 sachet (1 g)
-
-
-
-
Multi vitamin dan mineral (Taburia)
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
41
I ASI Bubur beras Abon Biskuit Nasi Sup jamur kaleng dan teri
Menu Hari III ASI Nasi Mie goreng campur Ikan kaleng saos tomat daging kaleng Buah kaleng Biskuit Nasi Nasi Tumis dendeng manis Sup daging kaleng II ASI
IV ASI Nasi goring Abon Buah kaleng Nasi Ikan Sarden sambal goreng
Nasi uduk Perkedel daging kaleng Biskuit Nasi Tim teri bumbu tomat
V ASI
42 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Catatan: • ASI diteruskan sekehendak bayi • Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segarseperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh • Tambahkan Taburia dalam makanan anak 1 sachet per hari • Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar • Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/sore dilengkapi dengan lauk pauk dan sayuran segar • Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada • Bila makanan segar sudah dapat diperoleh, makanan kaleng seperi ikan kaleng, daging kaleng supaya segera diganti dengan bahan makanan segar ataupun tempe, tahu, kacang kacangan • Sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya • Tambahkan taburia 1 sachet (1 g)/hari dalam salah satu makanan anak
Selingan Siang
Setiap Waktu Pagi
Waktu Makan
Contoh Menu Hari I – Hari V Untuk Anak 12-23 Bulan (1250 kkal)
Tabel 11
2p
2p
1,5 p
2p
Buah
Susu
Minyak
Gula
43 I
Selingan Pagi
½p
-
-
1p
-
½p
1 sachet (1 g) -
½p
½p
1p
-
1p
¾p
Pagi
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
dan -
3p
Lauk/Penukar
Multi vitamin mineral (Taburia)
3,25 p
Jumlah Porsi (p)
Nasi/penukar
Bahan Makanan
-
-
½p
-
-
1p
¾p
Siang
-
½p
-
-
1p
-
½p
Selingan Sore
Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Anak 24-47 Bulan (1300 kkal)
Tabel 12
-
-
½p
-
-
1p
¾p
Sore
-
½p
-
1p
-
-
-
Malam
Bubur beras Abon Susu Biskuit Minuman manis (teh, sirup, jus dll) Nasi Ikan tuna kaleng tumis bawang Buah kaleng Minuman manis (teh,sirup, jus dll) Nasi Sup jamur kaleng dan teri Susu
I Nasi Ikan kaleng saus tomat Susu Buah kaleng Minuman manis (teh, sirup, jus dll) Nasi Daging kaleng bumbu santan Biskuit Minuman manis (teh,sirup, jus dll) Nasi Tumis Dendeng manis Susu
II
Buah kaleng Minuman manis (teh,sirup, jus dll) Nasi Sup daging kaleng Susu
Menu Hari III Mie goreng Campur daging kaleng Susu Biskuit Minuman manis (teh, sirup, jus dll) Nasi uduk Abon ikan Biskuit Minuman manis (teh,sirup, jus dll) Nasi Ikan sarden bumbu sambal goreng Susu
IV Nasi goreng Abon Susu Buah kaleng Minuman manis (teh, sirup, jus dll) Nasi Sup jamurkaleng danteri
Buah kaleng Minuman manis (teh,sirup, jus dll) Nasi Tim teri bumbu tomat Susu
V Nasi uduk Perkedel daging kaleng Susu Biskuit Minuman manis (teh, sirup, jus dll) Nasi Tumis Dendeng manis
44 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Catatan: • Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segarseperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh • Susu diberikan 2 kali sehari karena anak sudah disapih • Menu sama dengan makanan usia 12-24 bulan, hanya porsi lebih besar • Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar • Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/sore dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar • Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada • Bila makanan segar sudah dapat diperoleh, makanan kaleng seperti ikan kaleng, daging kaleng supaya segera diganti dengan bahan makanan segar ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan • Sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya • Tambahkan taburia 1 sachet (1 g)/ hari dalam salah satu makanan anak
Sore
Selingan
Siang
Selingan
Pagi
Waktu Makan
Contoh Menu Hari I – Hari V Untuk Anak 24-47 Bulan (1300 kkal)
Tabel 13
45 I
Jumlah Porsi (p) 4p 4,5 p 3p 3p 1,5 p 2p 1p 1p 1p ½p ½p 1 sachet (1 g)
Pagi
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Nasi/penukar Lauk/Penukar Buah Susu Minyak Gula Multi vitamin dan mineral (Taburia)
Bahan Makanan
Selingan Pagi ½p ½p 1p ½p ½p 1p 1,25 p 1p ½p -
Siang
Selingan Sore ½p ½p ½p ½p -
Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Anak 48-59 Bulan (1750 kkal)
Tabel 14
1p 1,25 p 1p ½p -
Sore
1p ½p -
Malam
Biskuit Minuman manis (teh, sirup, jus dll) Nasi Ikan tuna kaleng tumis bawang
Buah kaleng-Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Nasi Sup jamur kaleng dan teri Susu
Selingan
Selingan
Sore
Biskuit Minuman manis (teh, sirup, jus dll) Nasi Tumis dendeng manis Susu
Nasi Ikan kaleng saus tomat Susu Buah kaleng Minuman manis (teh, sirup, jus dll) Nasi Daging kaleng bumbu santan
II
Buah kaleng Minuman manis (teh, sirup, jus dll) Nasi Sup daging kaleng Susu
Biskuit Minuman manis (teh, sirup, jus dll) Nasi uduk Abon ikan
Menu Hari III Mie goreng Campur daging kaleng Susu IV
Biskuit Minuman manis (teh, sirup, jus dll) Nasi Ikan sarden bumbu sambal goreng Susu
Nasi Sup jamurkaleng danteri
Buah kaleng-Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Nasi goreng Abon Susu
46 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Catatan: • Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segar seperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh • Susu diberikan 2 kali sehari karena anak sudah disapih • Menu sama dengan makanan usia 12-24 bulan, hanya porsi lebih besar • Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar • Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/sore dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar • Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada • Bila makanan segar sudah dapat diperoleh, makanan kaleng seperti ikan kaleng, daging kaleng supaya segera diganti dengan bahan makanan segar ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan • Sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya • Tambahkan taburia 1 sachet (1 g)/ hari dalam salah satu makanan anak • Perbedaan dengan anak usia 2-3 tahun terdapat pada jumlah bahan makanan yang diberikan
Siang
Bubur beras Abon Susu
I
Pagi
Waktu Makan
Contoh Menu Hari I – Hari V Untuk Anak 48-59 Bulan (1750 kkal)
Tabel 15
Buah kaleng Minuman manis (teh, sirup, jus dll) Nasi Tim teri bumbu tomat Susu
Biskuit Minuman manis (teh, sirup, jus dll) Nasi Tumis Dendeng manis
V Nasi uduk Perkedel daging kaleng-Susu
6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 4 5
No
Kelompuk Umur
Berat Badan (kg)
Tinggi Badan (cm) Energi (kkal)
Protein (g) Vit A (RE)
Vit D (mcg)
Vit E (mg) 0,3 0,4 0,5 0,6 0,9
35
65 Vit 65 K 65 (mcg) 655
Vit55K 55 (mcg)
0,1 0,3 0,5 0,6 1,0
Piridoksin (mg) 0,4 0,5 0,9 1,2 1,5
Vit B12 (mcg)
40 40 40 45 45
Vit C (mg)
200 400 500 500 600
Kalsium (mg) 100 225 400 400 400
Fosfor (mg) 25 55 60 80 120
Magnesium (mg)
300
1,3
1,8
50
Kal800 sium 800 (mg) 40 800
1000
Fos600 for 600 (mg) 200 600
1000
Magne300 sium 300 (mg) 100 300
170
90 90 90 120 1 120
Iodium (mcg)
+ 550
+ 17
+350
+0
+4
+0
+ 0,3
+ 0,4
+3
+ 100
+ 0,5
+ 0,4
+ 45
+150
+0
+ 30
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
120
+6
17,0
150
150
13,4 + 4,6150 + 10 13,4 + 4,6 + 10
+ 13 50 + 50
13
+ 1,7 150 + 4,2 + 9,0150
+5 12,1 +5 +13,4 5
30 3014 30 17,4
7,5 208,2 30 9,7 30 11,2 30
9,8 9,8120 9,8150
90 12,690 15,4 120 14,0 120 9,3
30 Seng 30 (mg)
20
5 10 17 20 20
Selenium (mcg)
1,9
Sele2,2 nium 2,3 (mcg) 2,3
0,003 0,6 1,2 1,5 1,7
Mangan (mg)
+ 0,830 + 0,8
30
30 + 0,2 30 + 0,2 + 0,230
1,8 1,820 1,830
10 1,617 1,6 20 1,6 20 1,8
12,1 30 13,4 Sele30 Mangan 2,3 Seng 13,4 nium 30 (mg) (mg)2,3 (mcg) 13,490 301,3 2,35
17,4 Iodium 17,0 (mcg)
14
1,3 7,5 8,2 9,7 11,2
Seng (mg)
+ 50 13 + 50 + 13 50
15
150 13 150 150 19
26
170 12 12 220 270 +0 270 +9 +300 13 300 +6 300
7 1208 150 9 150 10 150
55 20 60 26 80 26 120 26
150 Besi 150 (mg)
150 13 Iodium 150 Besi 13 (mcg) 150 (mg) 25 0,5 13 150
13
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1593/Menkes/SK/XI/2005 tanggal 24 Nopember 2005, tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia
6 bulan kedua
47 I
1
24
0,5 7 8 9 10
Besi (mg)
Asam 1,3Piri- 2,4 Kal- Fos-220 Magne14 400 19 Niacin Vit B12 75 Vit1000 C 1000 Folat 1,3 doksin 2,4 16 400 1000 sium 1000 for 270 sium 15 (mg) (mcg) 90 (mg) (mcg) 1,3(mg) 2,4 16 400 90 800 (mg) 600 (mg)270 (mg) 13
12
Ribo1,2 flavin 1,3 (mg) 1,3
1,0
65 80 150 200 200
Asam Folat (mcg)
ThiaPiri1,2 Ribo1,3 Niacin 16 Asam 400 1,3 Vit B12 2,4 Vit90 C min 1,2 flavin 1,3 (mg) 16 Folat 400 doksin 1,7 (mcg) 2,4 (mg) 90 (mcg) (mg)0,3 (mcg) 65 (mg) 0,1 0,3 2 0,4 1,0 1,3 16 400 1,7 2,4 90
1,0
Thia1,2 min 1,3 (mcg) 1,2
2 4 6 8 10
Niacin (mg)
0,3 0,4 0,5 0,6 0,9
Riboflavin (mg)
ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA (ORANG/HARI)
5 10 15 20 25
Thiamin (mcg)
7 - 11 bulan 8,5 71 650 16 400 5 5 10 0,4 0,4 4 80 0,3 0,5 40 400 225 Wanita 10 -12 tahun 12,0 37,0 90 145 10002050 25 50 400600 35 1,0 1000 400180 1 13 - 3 tahun 55 116 15 0,5 1,00,5 12 6 300150 1,2 0,5 1,8 0,9 50 1000 40 500 55 1,0 13 400 1,2 2,4 1000 113 - 15 tahun 4 14 - 6 tahun 17,0 48,0 110 153 15502350 39 57Nomor: 450600 55 157 20 241,1 0,6 8 Angka 200 1,2 65 1000 45 500 400230 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 1593/Menkes/SK/XI/2005 tanggal Nopember0,6 2005, tentang Kecukupan0,6 Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia 15 16 - 18 tahun 50,0 154 2200 50 600 5 15 55 1,1 1,0 14 400 1,2 2,4 75 1000 1000 240 7 16 - 9 tahun 25,0 52,0 120 156 18001900 45 50 500500 55 157 25 0,9 1,10,9 14 10 400200 1,3 1,0 2,4 1,5 75 45 600 400240 19 - 29 tahun 55 1,0 800 600 Pria 17 30 - 49 tahun 55,0 156 1800 50 500 5 15 55 1,0 1,1 14 400 1,3 2,4 75 800 600 270 1018-12 tahun 510 11 35 1,0 1,11,0 14 12 400300 1,5 1,3 2,4 1,8 75 50 50 - 64 tahun 35,0 55,0 138 156 20501750 50 50 600500 15 55 1,0 800 1000 600 1000270 + tahun 45,0 55,0 150 156 24001600 60 50 600500 15 55 1,0 800 1000 600 1000270 1319- 15 65 tahun 515 15 55 1,2 1,11,2 14 14 400400 1,5 1,3 2,4 2,4 75 75 16 - 18 Hamil tahun 55,0 160 2600 65 600 5 15 55 1,3 1,3 16 400 1,3 2,4 90 1000 1000 20 Trimester I + 100 + 17 +300 +0 +0 + 0 + 0,3 + 0,3 + 4 + 200 + 0,4 + 0,2 + 10 +150 +0 + 30 19 - 29 tahun 56,0 165 2550 60 600 5 15 65 1,2 1,3 16 400 1,3 2,4 90 800 600 21 Trimester II + 300 + 17 +300 +0 +0 + 0 + 0,3 + 0,3 + 4 + 200 + 0,4 + 0,2 + 10 +150 +0 + 30 3022- 49 Trimester tahun III 62,0 165 2350+ 300 60+ 17 600 15 1,2 + 0,31,3 + 4 16 + 200400 + 0,4 1,3 + 0,2 2,4+ 10 +150 90 800 +300 +50 +0 +65 0 + 0,3 + 0 600 + 30 50 - 64 Menyusui tahun 62,0 165 2250 60 600 10 15 65 1,2 1,3 16 400 1,7 2,4 90 800 600 6 bulan pertama +350 +4 +65 0 + 0,3 + 0 600 + 30 6523+ tahun 62,0 165 2050+ 500 60+ 17 600 15+ 0 15 1,0 + 0,41,3 + 3 16 + 100400 + 0,5 1,7 + 0,4 2,4+ 45 +150 90 800
1 2 3 4 5
Vit K (mcg)
ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA (ORANG/HARI)1
Anak 0 - 6 bulan 6,0 60 550 10 375 5 4 7 - 11 bulan 8,5 71 650 16 400 5 5 1 - 3 tahun 12,0 90 1000 25 400 5 6 4 - 6 tahun 17,0 110 1550 39 450 5 7 7 - 9 tahun 25,0 120 1800 45 500 5 7 Pria 6 10 -12 tahun 35,0 138 2050 50 600 5 11 Pro- 60 600 Vit 7 13 - 15 tahunBerat 45,0Tinggi 150 Kelompuk Energi2400 Vit A Vit D 5 15 Badan 55,0Badan 160 2600 tein 65 600 E 8 16 - 18 tahun Umur (kkal) (RE) (mcg) 5 15 9 19 - 29 tahun(kg) 56,0(cm) 165 2550 (g) 60 600 5 (mg) 15 Berat 10 30Kelompuk - 49 tahun 62,0 Tinggi 165 Energi 2350 Pro60 Vit600 5 Vit15 A Vit D Anak No E15 11 50 - Umur 64 tahun Badan 62,0 Badan 165 (kkal) 2250 tein 60 (RE) 600 (mcg) 10 (kg) (cm) (g) 0 -126 bulan 515 (mg) 4 65 + tahun 6,0 62,0 60 165 5502050 10 60 375600 15
No
Lampiran 3
+ 0,22,3 + 0,2
2,3
2,3 + 0,2 2,3 + 0,2 + 0,22,3
2,7 2,71,9 2,72,2
0,6 1,81,2 2,4 1,5 2,5 1,7 2,5
2,7 3,0 Fluor 3,0 (mg) 0,003 3,0
2,3 Mangan 2,7 (mg)
1,7
0,01 0,4 0,6 0,8 1,2
Fluor (mg)
1,7 2,3 2,7 2,7 3,0 3,0 3,0
0,01 0,4 0,6 0,8 1,2
Fluor (mg)
Jumlah
(2)
Nama Kepala Keluarga
(2)
(3)
L
(3)
L
(4)
P
P
(6)
L (7)
P (8)
L (9)
P
(8) (9)
L
(10)
L
(10)
L
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
------------------------------------
48 I
Penanggung Jawab,
(5=3+4)
L+P
(7)
P
(11)
P
(11)
P
(12)
L
(12)
L
P
(13)
P
(13)
Jumlah Balita Menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin 0-5 6-11 24-59 12-23 Bulan Bulan Bulan Bulan
L
(14)
Lakilaki
(14)
Lakilaki Tidak Hamil (16)
(15)
Hamil
Tidak Hamil (16)
Perempuan
Jumlah
L (18=3+14)
P
Total Jiwa
(19=4+15+16)
P
Total Jiwa
-----------------------------------
Petugas,
(17=14+15+16)
Jumlah
: : :
Jumlah
(20=18+19)
Jumlah
(20=18+19)
Form I
(18=3+14) (19=4+15+16)
L
Kecamatan Kabupaten/Kota Provinsi
(17=14+15+16)
Jumlah Jiwa ≥ 5 Tahun
(15)
Hamil
Perempuan
Jumlah Jiwa ≥ 5 Tahun
FORMULIR I. REGISTRASI KELUARGA DAN IBU HAMIL
Jumlah Balita Menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin 0-5 6-11 24-59 12-23 Bulan Bulan Bulan Bulan
(5=3+4) (6)
L+P
Jumlah Balita 0-59 Bulan
(4)
P
Catatan: L=Laki-laki; P=Perempuan
7 8 9 10 11 12
(1) 1 2 No 3 4 5 (1) 6
No
Nama Kepala Keluarga
Jumlah Balita 0-59 Bulan
Tanggal : Nama Posko : Desa/Kelurahan :
Lampiran 4
1 2
(2)
(3)
(3)
(4)
Penanggung Jawab,
Umur (Bulan) Umur (Bulan) (7)
(8)
(9)
(4)
(5)
(6)
(7)
(10)
Antropometri
(11)
(12)
Klinis Gizi Buruk Klinis Gizi (13) Buruk
(13)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
L: Laki-laki; P: Perempuan; LiLA: Lingkar Lengan Atas Kategori LiLA: <11,5 cm = Severely Acute Malnutrition (SAM); ≥11,5 cm sampai <12,5 cm = Moderate Acute Malnutrition (MAM); ≥12,5 cm = Normal BB/PB-----------------------------------atau BB/TB: Sangat Kurus (Z-Score <-3 SD); Kurus (Z-Score ≥-3 SD sampai <-2 SD); Normal (Z-Score ≥-2 SD sampai <+2 SD); Gemuk (Z-Score ≥+2 SD) ISPA: Infeksi Saluran Pernafasan Akut Klinis Gizi Buruk : M = Marasmus, K = Kwashiorkor, M+K = Marasmik-Kwashiorkor
2Keterangan:
49 I
(1)
No
(2)
Tanggal Lahir (Tgl-Bln-Thn) Tanggal Lahir (Tgl-Bln-Thn) (6) (14)
(15)
Kecamatan Kabupaten/Kota Provinsi
: : :
(16)
(17)
Faktor Penyulit
(18)
BB/PB LiLA Kategori Antropometri PB atau TB Faktor Penyulit BB (kg) atau Diare ISPA Campak Form IIMalaria Lain-lain (cm) LiLA (cm) BB/TB BB/PB LiLA Kategori PB atau TB (4) (8) (9) (11) (12) (14) (15) Campak (16) (17) (18) L (5) P BB(10)(kg) atau Diare ISPA Malaria Lain-lain (cm) LiLA DAN FAKTOR PENYULIT (cm) FORMULIR II. HASIL PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA BB/TB ANAK BALITA2
Nama Balita Nama Balita (3)
Jenis Kelamin Jenis L P Kelamin
Tanggal : Nama Posko : Desa/Kelurahan :
FORMULIR II. HASIL PENGUKURAN ANTROPOMETRI DAN FAKTOR PENYULIT PADA ANAK BALITA2
Form II
(15)
(16)
(17)
-----------------------------------
Petugas,
(14)
(18)
Tanggal : Kecamatan : 3 Nama Posko : Kabupaten/Kota : 4 2 Keterangan: 5 Desa/Kelurahan : Atas Provinsi : L: Laki-laki; P: Perempuan; LiLA: Lingkar Lengan 6 Kategori LiLA: <11,5 cm = Severely Acute Malnutrition (SAM); ≥11,5 cm sampai <12,5 cm = Moderate Acute Malnutrition (MAM); ≥12,5 cm = Normal BB/PB atau BB/TB: SangatJenis Kurus (Z-Score <-3 SD); Kurus (Z-Score ≥-3 SD sampai <-2 SD); Normal (Z-Score ≥-2 SD sampai <+2 SD); Gemuk (Z-Score ≥+2 SD) 7 Antropometri Faktor Penyulit KelaminAkut NamaISPA: Infeksi Saluran Pernafasan Klinis 8 Nama Tanggal Lahir Umur KepalaKlinis Gizi Buruk : M = Marasmus, K = Kwashiorkor, M+K = Marasmik-Kwashiorkor Gizi BB/PB Balita (Tgl-Bln-Thn) (Bulan) LiLA Kategori PB atau TB KeluargaJumlah Buruk Diare ISPA Campak Malaria Lain-lain L P BB (kg) atau (cm) LiLA (cm) BB/TB
2 (1)
1
(1)
No
No
Nama Kepala Keluarga Nama Kepala (2) Keluarga
Lampiran 5
(3)
:
Tanggal Lahir
(2)
Umur Kehamilan (Trimester)
(3)
(4)
(4) (Tahun)
Umur (Tahun) Umur
(4)
(5)
(5)
I
(6)
(6)
(6)
II
50 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Kategori Lingkar Lengan Atas (LiLA) Ibu Hamil: <23,5 cm = risiko Kurang Energi Kronis (KEK); ≥23,5 cm = Normal ------------------------------------
3Keterangan:
3 Jumlah 4 5 Penanggung Jawab, 6
(7)
(7)
(7)
III
Umur Kehamilan (Trimester) I Umur Kehamilan II III (Trimester)
(5)
2 Lingkar Lengan Atas (LiLA) Ibu Hamil: <23,5 cm = risiko Kurang Energi Kronis (KEK); ≥23,5 cm = Normal Kategori 10
9
1 3Keterangan:
7 (1) 8
Umur
: : :
(9)
-----------------------------------
Petugas,
(8)
(9)
Kategori
Form II
Antropometri Kategori (9) Kategori
Antropometri
LiLA
(8)
LiLA
: : :
Antropometri
Kecamatan Kabupaten/Kota Provinsi
(8)
LiLA
Kecamatan Kabupaten/Kota Provinsi (Tahun) FORMULIR III. HASIL PENGUKURAN ANTROPOMETRI IBU HAMIL3 I II PADA III
Nama Ibu hamil
: : :
FORMULIR III. HASIL PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA IBU HAMIL3
2 Nama Posko : 3 Desa/Kelurahan : 4 No Tanggal Lahir 5 Nama Kepala Keluarga Nama Ibu hamil Keluarga Nama Tanggal Lahir 6 No Nama Kepala (1) (2) (3) Ibu hamil
Tanggal
(2)
(1)
1
Nama Kepala Keluarga
No
Tanggal Nama Posko Desa/Kelurahan
Lampiran 6
Form II
Lampiran 7 Pernyataan Bersama United Nations Children,s Fund (Unicef), World Health Organization (WHO) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jakarta, 7 Januari 2005 Rekomendasi Tentang Pemberian Makanan Bayi Pada Situasi Darurat A. Kebijakan Tentang Pemberian Makanan Bayi 1. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) segera setelah lahir dalam waktu 1 jam pertama. 2. Memberikan hanya ASI saja atau ASI eksklusif sejak bayi lahir sampai umur 6 bulan. 3. Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi mulai umur 6 bulan. 4. Tetap memberikan ASI sampai anak umur 2 tahun atau lebih. B. Pemberian ASI (Menyusui) 1 1. Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik, terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain juga 1 bermanfaat bagi ibu.
1 Rekomendasi didasarkan pada Kode Internasional Pemasaran Susu Formula, World Health Assembly (WHA) tahun 1994 dan 1996, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Pemasaran Pengganti ASI, dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004 tentang Pemberian ASI Eksklusif pada bayi di Indonesia. WHA ke 47 menyatakan: Pada operasi penanggulangan bencana, pemberian ASI pada bayi harus dilindungi, dipromosikan dan didukung. Semua sumbangan susu formula atau produk lain dalam lingkup Kode, hanya boleh diberikan dalam keadaan terbatas. Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
51
2. ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya. 3. Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) 4. Setelah umur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari kebutuhan bayi, akan tetapi pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan manfaat. DALAM SITUASI DARURAT: a. Menyusui menjadi lebih penting karena sangat terbatasnya sarana untuk penyiapan susu formula, seperti air bersih bahan bakar dan kesinambungan ketersediaan susu formula dalam jumlah yang memadai. b. Pemberian susu formula akan meningkatkan risiko terjadinya diare, kekurangan gizi dan kematian bayi. c. Sumbangan susu formula dari donor, maka distribusi maupun penggunaannya harus dimonitor oleh tenaga yang terlatih, sesuai dengan beberapa prinsip di bawah ini:
Susu formula hanya boleh diberikan pada keadaan sangat terbatas, yaitu: 1) Telah dilakukan penilaian terhadap status menyusui dari ibu, dan relaktasi tidak memungkinkan. Diberikan hanya kepada anak yang tidak dapat menyusu, misalnya: anak piatu, dll. 2) Bagi bayi piatu dan bayi yang ibunya tidak lagi bisa menyusui, persediaan susu formula harus dijamin selama bayi membutuhkannya. 3) Diusahakan agar pemberian susu formula dibawah supervisi dan monitoring yang ketat oleh tenaga kesehatan terlatih. 4) Ibu atau pengasuh bayi perlu diberi informasi yang memadai dan 52 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
konseling tentang cara penyajian susu formula yang aman dan praktek pemberian makan bayi yang tepat. 5) Hanya susu formula yang memenuhi standar Codex Alimentarius yang bisa diterima. 6) Sedapat mungkin susu formula yang diproduksi oleh pabrik yang melanggar Kode Internasional Pemasaran Susu Formula jangan/tidak diterima. 7) Jika ada pengecualian untuk butir di atas, pabrik tersebut sama sekali tidak diperbolehkan mempromosikan susu formulanya. 8) Susu Kental Manis dan Susu cair tidak boleh diberikan kepada bayi berumur kurang dari 12 bulan. 9) Susu formula diberi label dengan petunjuk yang jelas tentang cara penyajian, masa kadaluwarsa minimal 1 tahun, dalam bahasa yang dimengerti oleh ibu, pengasuh atau keluarga. 10) Botol dan dot tidak boleh di distribusikan dan tidak dianjurkan untuk digunakan. Pemberian susu formula hendaknya menggunakan cangkir atau gelas. 11) Susu bubuk skim tidak boleh diberikan sebagai komoditas tunggal atau sebagai bagian dari distribusi makanan secara umum, karena dikhawatirkan akan digunakan sebagai pengganti ASI. 12) Untuk mengurangi bahaya pemberian susu formula, beberapa hal di bawah ini sebisa mungkin dipenuhi: a) Gunakan cangkir atau gelas diberikan sabun untuk mencuci.
yang
mudah
dibersihkan,
b) Alat yang bersih untuk membuat susu dan menyimpannya. c) Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk (jangan gunakan botol susu). d) Bahan bakar dan air bersih yang memungkinkan gunakan air dalam kemasan).
cukup
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
(bila
I
53
e) Kunjungan ulang untuk perawatan tambahan dan konseling. f) Lanjutkan promosi menyusui untuk menghindari penggunaan susu formula bagi bayi yang ibunya masih bisa menyusui. C. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) 1. MP-ASI hanya boleh diberikan setelah bayi berumur 6 bulan. 2. MP-ASI sebaiknya disediakan berdasarkan bahan lokal (bila memungkinkan). 3. MP-ASI harus yang mudah dicerna. 4. Pemberian MP-ASI disesuaikan dengan umur dan kebutuhan gizi bayi. 5. MP-ASI harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup. D. Perawatan dan Dukungan Bagi Ibu Menyusui 1. Ibu menyusui membutuhkan perhatian dan perawatan ekstra. 2. Kondisi yang mendukung pemberian ASI eksklusif mencakup: a. Perawatan ibu nifas. b. Rangsum makanan tambahan. c. Air minum untuk ibu menyusui. d. Tenaga yang terampil dalam konseling menyusui. E. Menepis Mitos
Mitos tentang menyusui dapat mengurangi rasa percaya diri ibu maupun dukungan yang diterimanya. Empat mitos yang paling sering adalah: i. Stres menyebabkan ASI kering
54 I
Walaupun stres berat atau rasa takut dapat menyebabkan terhentinya Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
aliran ASI, akan tetapi keadaan ini biasanya hanya sementara, sebagaimana reaksi fisiologis lainnya. Bukti menunjukkan bahwa menyusui dapat menghasilkan hormon yang dapat meredakan ketegangan kepada ibu dan bayi dan menimbulkan ikatan yang erat antara ibu dan anak. ii. Ibu dengan gizi kurang tidak mampu menyusui
Ibu menyusui harus mendapat makanan tambahan agar dapat menyusui dengan baik dan mempunyai kekuatan untuk juga merawat anaknya yang lebih besar. Jika kondisi gizi ibu sangat buruk, pemberian susu formula disertai alat bantu menyusui diharapkan dapat meningkatkan produksi ASI.
iii. Bayi dengan diare membutuhkan air atau teh
Berhubung ASI mengandung 90% air, maka pemberian ASI eksklusif pada bayi dengan diare biasanya tidak membutuhkan cairan tambahan seperti air gula atau teh. Apalagi, dalam situasi bencana seringkali air telah terkontaminasi. Pada kasus diare berat, cairan oralit (yang diberikan dengan cangkir) mungkin dibutuhkan disamping ASI.
iv. Sekali menghentikan menyusui, tidak dapat menyusui
Jika bayi mendapat susu formula, ibu dapat menyusui kembali setelah terhenti sementara, dengan memberikan teknik relaktasi dan dukungan yang tepat. Keadaan ini kadang-kadang sangat vital dalam kondisi ini.1
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
55
56 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Lampiran 8
REKOMENDASI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA (IDAI) MENGENAI AIR SUSU IBU (ASI) DAN MENYUSUI Air Susu Ibu (ASI) dan menyusui bukan hanya bermanfaat bagi bayi, melainkan juga bagi ibu, keluarga, masyarakat, rumah sakit, dan lingkungan. Menyusui juga memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan fisik dan emosional baik ibu maupun bayi. ASI bukan hanya sumber nutrisi optimal, melainkan juga mengandung antibodi yang melindungi bayi terhadap berbagai penyakit. Oleh karena manfaatnya yang sedemikian besar, baik jangka pendek maupun jangka panjang, sudah sepantasnya setiap tenaga kesehatan maupun anggota masyarakat turut mendukung dan menggalakkan pemakaian ASI. Manfaat ASI dan menyusui
Air susu ibu tidak hanya bermanfaat bagi bayi, melainkan juga bagi ibu, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Manfaat bagi ibu 1. Proteksi kesehatan ibu. Oksitosin yang dilepaskan sewaktu menyusui menolong uterus untuk kembali ke ukuran semula dan mengurangi 1 perdarahan pasca-persalinan. 2. Menyusui mengurangi risiko kanker payudara dan kanker ovarium pada ibu. Analisis data dari 47 studi epidemiologi di 30 negara menunjukkan bahwa risiko relatif kanker payudara menurun sebanyak 4,3% untuk setiap tahun menyusui.2 3. Menjarangkan kehamilan. Selama enam bulan pertama setelah melahirkan, jika seorang wanita belum mendapat kembali haidnya dan 1 Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 21 November 2010 Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
57
menyusui secara eksklusif maka proteksi terhadap terjadinya kehamilan adalah 98%. Semakin lama menyusui, makin lama periode amenore dan makin lama dapat menunda kehamilan. 3 Manfaat bagi bayi 1. Nutrisi optimal. ASI mengandung nutrien terbaik yang mudah dicerna dan diserap secara efisien. Bayi yang mendapat ASI tidak perlu lagi diberikan air putih maupun cairan lain, karena sebagian besar komponen penyusun ASI adalah air (70%) dan kandungan air dalam ASI cukup untuk memenuhi kebutuhan cairan bayi. 2. Meningkatkan imunitas. Sistem imun bayi belum berkembang sempurna pada tahun pertama kehidupan, sehingga bayi bergantung pada ASI untuk melawan infeksi. 3. Menurunkan risiko diare a. Bayi yang mendapat ASI non-eksklusif lebih sering mengalami diare dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif, namun risiko ini lebih kecil dibandingkan bayi yang tidak mendapat ASI. 4 b. Studi di Skotlandia menunjukkan bahwa pada usia 0-13 minggu, bayi yang mendapat ASI lebih jarang mengalami diare dibandingkan mereka yang mendapat susu formula sejak lahir (IK 95% untuk reduksi insidens 6,6%-16,8%). 5 c. Studi di Amerika Serikat terhadap 1743 pasangan ibu-anak menunjukkan bayi yang sama sekali tidak mendapat ASI lebih sering mengalami diare dibandingkan kelompok yang mendapat ASI eksklusif (OR 1,8). Efek profektif ASI sebanding dengan jumlah ASI yang didapat. 6 d. Studi PROBIT (Promotion of Breastfeeding Intervention Trial) dilakukan di rumah sakit yang dipilih secara acak untuk menerima intervensi berupa peningkatan cakupan dan durasi menyusui berdasarkan panduan Baby-friendly Hospital Initiative (BFHI) yang disusun oleh WHO dan UNICEF. Sebanyak 16491 pasangan ibu58 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
anak diikuti selama 12 bulan. Kelompok ibu yang melahirkan di rumah sakit intervensi lebih banyak yang memberikan ASI eksklusif pada usia tiga dan enam bulan. Anak pada kelompok intervensi juga lebih jarang mengalami infeksi gastrointestinal (OR 0,60; IK 95% 0,40–0,91). 7 4. Mengurangi risiko infeksi respiratorik a. Studi di Skotlandia menunjukkan bahwa bayi yang mendapat ASI lebih jarang mengalami infeksi saluran napas. Pada usia 0-13 minggu, hanya 23% bayi ASI yang mengalami infeksi saluran napas dibandingkan dengan 39% bayi yang mendapat susu formula. (IK 95% untuk perbedaan insidens 3,9%-20,3%). 5 b. Studi di Brazil menunjukkan bahwa risiko dirawat karena pneumonia lebih tinggi 17 kali lipat pada bayi yang tidak mendapat ASI (OR 16,7; IK 95% 7,7–36,0) dibandingkan bayi yang mendapat ASI. 8 c. Survey rumah tangga nasional di Amerika yang diadakan tahun 1988-1994 menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI eksklusif selama 4 sampai <6 bulan memiliki risiko lebih tinggi mengalami pneumonia (adjusted OR 4,27; IK 95% 1,27-14,35) dibandingkan anak yang mendapat ASI eksklusif≥6 bulan. 9 5. Mengurangi risiko otitis media a. Studi di Swedia melaporkan bahwa bayi yang mendapat ASI lebih jarang menderita otitis media dibandingkan bayi yang diberi susu formula. Kejadian otitis media pada bayi berusia 1-3 bulan yang mendapat ASI hanya 1%, dibandingkan dengan 6% pada bayi yang tidak mendapat ASI. 10 b. Studi terhadap 1743 bayi di Amerika menunjukkan bahwa ASI memiliki efek proteksi terhadap otitis media. Risiko otitis media lebih besar pada kelompok yang diberi ASI campur formula (OR 1,6) dan yang tidak mendapat ASI sama sekali (OR 1,7) dibandingkan kelompok ASI eksklusif. Efek protektif ini dipengaruhi oleh banyaknya ASI yang diminum. 6 Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
59
c. Survey rumah tangga nasional di Amerika yang diadakan tahun 1988-1994 menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI eksklusif selama 4 sampai <6 bulan memiliki risiko lebih tinggi mengalami otitis media rekuren (adjusted OR 1,95; IK 95% 1,06-3,59) dibandingkan anak yang mendapat ASI eksklusif ≥6 bulan. 9 6. Mengurangi risiko penyakit kronik
Metaanalisis terhadap 17 studi kasus kontrol dan 2 studi ekologi menunjukkan bahwa kelompok yang tidak pernah mendapat ASI lebih sering menderita Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), dengan OR 1,13 (IK 95% 1,04-1,23). Subjek yang mendapat ASI selama <3 bulan memiliki risiko lebih tinggi menderita IDDM dibandingkan kelompok yang mendapat ASI ≥3 bulan (OR 1,23; IK 95% 1,12-1,35). Keterbatasan studi ini adalah kemungkinan recall bias yang berpotensi terjadi pada studi kasus kontrol. 11
7. Mengurangi angka kematian bayi a. Analisis terhadap tiga studi mengenai kematian bayi di Ghana, Pakistan, dan Filipina menunjukkan bahwa ASI merupakan faktor protektif terhadap kematian akibat diare (OR 6,1; IK 95% 4,1-9,0) dan kematian akibat infeksi respiratorik akut (OR 2,4; IK 95% 1,63,5) selama enam bulan pertama kehidupan. Daya proteksi ASI menurun seiring dengan usia. Rasio odds gabungan (IK 95%) untuk usia <2 bulan, 2-3 bulan, 4-5 bulan, 6-8 bulan, dan 9-11 bulan adalah berturut-turut 5,8 (3,4-9,8), 4,1 (2,7-6,4), 2,6 (1,63,9), 1,8 (1,2-2,8), dan 1,4 (0,8-2,6). 12 b. Studi di Ghana, India, dan Peru yang mengikutsertakan 9424 pasangan ibu-bayi menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal risiko kematian antara anak yang mendapat ASI eksklusif dan yang mendapat ASI predominan (adjusted hazard ratio, HR 1,46; IK 95% 0,75–2,86). Bayi yang tidak mendapat ASI memiliki risiko mortalitas lebih besar dibandingkan mereka yang mendapat ASI predominan (adjusted HR 10,5; IK 95% 5,0–22,0), demikian pula bila dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI sebagian (adjusted HR 2,46, IK 95% 1,44–4,18). Temuan ini 60 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
menggarisbawahi risiko kematian pada anak yang tidak mendapat ASI, dan risiko ini jauh lebih rendah pada anak yang mendapat ASI predominan maupun ASI eksklusif. 1 8. Mengurangi risiko alergi a. Studi di Swedia yang mengikutsertakan 4089 bayi yang diikuti sejak lahir sampai usia 2 tahun menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI eksklusif selama ≥4 bulan lebih jarang mengalami asma (OR 0,7; IK 95% 0,5-0,9). 14 b. Studi PROBIT dilakukan di rumah sakit yang dipilih secara acak untuk menerima intervensi berupa peningkatan cakupan dan durasi menyusui berdasarkan panduan Baby-friendly Hospital Initiative (BFHI) yang disusun oleh WHO dan UNICEF. Sebanyak 16491 pasangan ibu-anak diikuti selama 12 bulan. Kelompok ibu yang melahirkan di rumah sakit intervensi lebih banyak yang memberikan ASI eksklusif. Anak pada kelompok intervensi juga memiliki risiko dermatitis atopi lebih rendah (OR 0,54; IK 95% 0,31–0,95). 7 9. Mengurangi risiko obesitas a. Studi di Jerman menunjukkan bahwa prevalens obesitas pada anak usia 5-6 tahun yang tidak pernah mendapat ASI adalah 5 kali lipat dibandingkan mereka yang mendapat ASI selama >1 tahun. Makin lama durasi pemberian ASI, makin kecil prevelens obesitas. Analisis statistik menunjukkan ASI merupakan faktor protektif terhadap obesitas (OR 0,75; IK 95% 0,57-0,98). 15 b. Studi di Amerika terhadap lebih dari 15000 anak menunjukkan bahwa prevalens gizi lebih (overweight) pada anak usia 9-14 tahun yang mendapat ASI atau ASI predominan selama sedikitnya 7 bulan lebih rendah dibandingkan kelompok yang mendapat ASI selama ≤3 bulan (adjusted OR 0,8; IK 95% 0,67-0,96). 16 10. Meningkatkan kecerdasan perkembangan
dan
kemampuan
psikososial
dan
a. ASI menguatkan (bonding) antara ibu dan bayi. Kontak erat setelah melahirkan akan menciptakan hubungan saling mencintai antara ibu Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
61
dan bayi. Bayi lebih jarang menangis jarang mengalami asma (OR 0,7; IK 95% 0,5-0,8). Anak yang mendapat ASI sebagian selama ≥6 bulan juga lebih dan ibu dapat memahami serta merespons kebutuhan bayinya lebih baik. b. Studi PROBIT di Belarus yang melibatkan 17046 bayi melaporkan bahwa ASI eksklusif meningkatkan perkembangan kognitif anak. Hasil studi ini menunjukkan perbedaan rerata skor Wechsler Abbreviated Scaled of Intelligence (WASI) antara anak yang mendapat ASI dengan yang tidak adalah 7,5 (IK 95% 0,8-14,3) untuk IQ verbal, 2,9 (IK 95% -3,3-9,1) untuk IQ performance, dan 5,9 (-1,0-12,8) untuk IQ secara keseluruhan. 17 c. Studi di Kopenhagen menunjukkan bahwa pemberian ASI berkorelasi secara bermakna terhadap skor IQ pada usia 27,2 tahun. Makin lama durasi ASI, makin tinggi skor IQ. 18 Manfaat bagi keluarga 19 1. Kesehatan dan status nutrisi yang lebih baik. 2. Manfaat ekonomi. ASI sama sekali tidak membutuhkan biaya dibandingkan susu formula. Uang yang dibelanjakan untuk susu formula dapat digunakan untuk membeli makanan bergizi bagi ibu dan anggota keluarga lainnya. 3. Mengurangi biaya kesehatan, karena bayi ASI lebih jarang menderita sakit dibandingkan bayi yang mendapat susu formula. Manfaat bagi rumah sakit 19 1. Menyusui menciptakan atmosfir yang lebih tenang dan hangat, karena bayi lebih jarang menangis dan ibu lebih cepat merespon tangisan bayinya. 2. Bila kebijakan (rooming-in) berjalan dengan baik, maka tidak dibutuhkan ruang perawatan bayi sehingga sumber daya manusia, waktu, maupun biaya rumah sakit yang terserap untuk ruang perawatan bayi dapat 62 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
dikurangi. Special care nursery masih dibutuhkan untuk bayi yang sakit. 3. Rooming-in dan dukungan terhadap ASI akan meningkatkan citra rumah sakit dan menunjukkan bahwa rumah sakit tersebut memberikan pelayanan yang terbaik bagi ibu dan bayi. Manfaat bagi komunitas 20 1. Menurunkan biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh negara. 2. Menurunkan angka absensi orangtua sehingga meningkatkan produktivitas dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan negara. 3. Mengurangi beban lingkungan untuk mengolah limbah kaleng susu fomula dan botol, serta mengurangi konsumsi energi untuk memproduksi susu formula. Rekomendasi IDAI 1. Dokter spesialis anak dan tenaga medis merekomendasikan ASI bagi semua bayi yang tidak memiliki kontraindikasi medis serta memberikan edukasi mengenai manfaat ASI dan menyusui. a. Kontraindikasi medis yang dimaksud mengacu pada Panduan WHO 2009, termuat pada bagian selanjutnya dari rekomendasi ini. Bila terdapat kontraindikasi, maka harus ditelaah lebih lanjut, apakah kontraindikasi tersebut bersifat sementara atau permanen. Bila kontraindikasi hanya bersifat sementara, maka ibu dianjurkan memerah ASI untuk menjagai kesinambungan produksi ASI. Bila menyusui langsung tidak memungkinkan, maka dianjurkan memberikan ASI yang diperah. b. Keputusan untuk tidak menyusui atau menghentikan menyusui sebelum waktunya didasarkan pada pertim- bangan bahwa risiko menyusui akan lebih membahayakan dibanding manfaat yang akan didapatkan. 2. ASI-eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun susu Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
63
selain ASI. Pemberian vitamin, mineral, dan obat-obatan diperbolehkan selama pemberian ASI-eksklusif. 3. Seluruh kebijakan yang memfasilitasi pemberian ASI/menyusui harus didukung. Edukasi orang tua sejak kehamilan merupakan komponen penting penentu keberhasilan menyusui. Dukungan dan semangat dari ayah dapat berperan besar dalam membantu ibu menjalani proses inisiasi dan tahapan menyusui selanjutnya, terutama saat terjadi masalah. 4. Bayi sehat diletakkan pada dada ibunya agar tercipta kontak kulit ke kulit segera setelah persalinan sampai bayi mendapat ASI pertamanya. Bayi sehat dan siaga mampu melakukan perlekatan tanpa bantuan dalam waktu satu jam pertama setelah melahirkan. a. Keringkan bayi, nilai skor Apgar, dan lakukan pemeriksaan fisis awal saat bayi sedang kontak dengan ibunya. b. Prosedur penimbangan, pengukuran, memandikan, pengambilan darah, pemberian suntikan vitamin K, dan profilaksis mata dapat ditunda sampai bayi mendapat ASI pertamanya. c. Bayi yang terpengaruh oleh obat-obatan ibu mungkin membutuhkan bantuan agar mampu melakukan perlekatan yang efektif. 5. Suplemen (air, air gula, susu formula, dan cairan lain) tidak diberikan pada bayi kecuali atas permintaan dokter sesuai dengan indikasi medis. 6. Empeng/dot dihindari pada bayi yang menyusui. Rekomendasi ini tidak melarang penggunaan empeng untuk tujuan non-nutritive sucking, oral training untuk bayi prematur, dan bayi yang membutuhkan perawatan khusus. 7. Pada minggu-minggu pertama menyusui, bayi disusui sesering kemauan bayi. Ibu menawarkan payudara apabila bayi menunjukkan tanda-tanda lapar seperti terjaga terus, aktif, mouthing, atau rooting. a. Penempatan ibu dan bayi dalam satu ruangan (rooming-in) sepanjang hari sangat membantu keberhasilan menyusui. b. Lamanya menyusui tergantung pada kehendak bayi. Payudara diberikan bergantian kanan dan kiri pada awal menyusui, agar 64 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
kedua payudara mendapat stimulasi yang sama dan mendapat pengeringan yang sama. c. Pada minggu-minggu pertama, bayi sebaiknya dibangunkan atau dirangsang untuk menyusui maksimum setiap 3 jam. 8. Evaluasi keberhasilan menyusui selama dirawat dilakukan oleh tenaga kesehatan sekurangnya dua kali sehari. a. Hal yang dinilai meliputi posisi menyusui, perlekatan, dan transfer susu. b. Kemajuan dan hambatan dalam proses menyusui selama bayi dirawat dicatat dan direkam medis c. Edukasi ibu untuk mencatat waktu dan durasi setiap kali menyusui, demikian juga dengan produksi urin dan tinja pada minggu-minggu pertama. d. Setiap masalah yang ditemui segera dicarikan solusinya sebelum ibu dan bayi meninggalkan rumah sakit. 9. Bayi yang telah pulang dari rumah sakit mendapat pemeriksaan tenaga kesehatan pada usia 3-5 hari. a. Dilakukan penilaian bayi yang mencakup pemeriksaan fisis, terutama untuk mendeteksi ikterus (kuning) dan status hidrasi, pola berkemih dan defekasi, begitu pula masalah payudara (nyeri, pembengkakan). b. Teknik menyusui juga harus dinilai, meliputi posisi, perlekatan, dan transfer susu. Penurunan berat badan lebih dari 7% berat lahir mengindikasikan kemungkinan masalah menyusui dan harus dievaluasi lebih lanjut. 10. Bayi yang mendapat ASI diperiksa kesehatannya kembali pada usia 2-3 minggu agar dapat dipantau pertambahan berat badan dan memberikan dukungan pada periode awal menyusui ini. 11. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama cukup untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
65
12. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) kaya besi diberikan secara bertahap mulai usia 6 bulan. Bayi prematur, bayi dengan berat lahir rendah, dan bayi yang memiliki kelainan hematologi tidak memiliki cadangan besi adekuat pada saat lahir umumnya membutuhkan suplementasi besi sebelum usia 6 bulan, yang dapat diberikan bersama dengan ASIeksklusif. 13. Kebutuhan dan perilaku makan setiap bayi adalah unik. a. Pengenalan makanan pendamping sebelum usia 6 bulan tidak meningkatkan asupan kalori maupun kecepatan pertumbuhan berat badan. b. Selama 6 bulan pertama, bayi yang mendapat ASI tidak membutuhkan air putih maupun jus buah, bahkan dalam cuaca panas sekalipun. Pemberian minuman atau makanan selain ASI berisiko mengandung kontaminan atau alergen. c. Pemanjangan durasi menyusui bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan dan perkembangan bayi. d. Bayi yang telah disapih sebelum usia 12 bulan tidak menerima susu sapi, tetapi harus mendapat formula bayi yang difortifikasi zat besi. 14. Semua bayi yang mendapat ASI mendapat injeksi vitamin K1 1 mg yang diberikan setelah mendapat ASI pertamanya dalam kurun waktu 6 jam setelah lahir. Bila tidak tersedia vitamin K1 injeksi, maka dapat diberikan vitamin K1 oral namun diulang dalam kurun waktu 4 bulan. 15. Ibu dan bayi baru lahir berada dalam satu ruangan dan bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam untuk memfasilitasi menyusui. 16. Bila ibu atau bayi dirawat di rumah sakit, diusahakan untuk menjaga kesinambungan ASI, baik dengan menyusui langsung atau memberikan ASI yang diperah. 17. Durasi pemberian ASI eksklusif yang dianjurkan adalah selama enam bulan pertama kehidupan untuk mencatat tumbuh kembang optimal. Setelah enam bulan, bayi mendapat makanan pendamping yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan. 66 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
18. Bayi risiko tinggi: a. Pemberian ASI direkomendasikan untuk bayi prematur dan bayi risiko tinggi lain, baik secara langsung maupun pemberian ASI perah. Dukungan dan edukasi untuk ibu mengenai menyusui dan teknik memerah ASI diberikan sedini mungkin. b. Kontak kulit ke kulit dan menyusui langsung dimulai sedini mungkin. c. Sebagian besar bayi dengan berat lahir sangat rendah terindikasi mendapat ASI yang difortifikasi. Di negara maju terdapat bank ASI. Air susu ibu yang berasal dari bank ASI telah memenuhi persyaratan dan berasal dari donor yang telah diskrining. ASI segar dari donor yang belum diskrining tidak dianjurkan karena risiko transmisi kuman. d. Kewaspadaan diperhatikan untuk bayi dengan defisiensi glukosa6-fosfat dehidrogenase (G6PD) karena rentan terhadap hemolisis, hiperbilirubinemia, dan kernikterus. Ibu yang menyusui bayi dengan defisiensi atau tersangka defisiensi G6PD harus menghindari obat yang dapat menginduksi hemolisis. 19. Keadaan bencana dan situasi darurat: a. Air Susu Ibu (ASI) dengan daya perlindungan yang dimilikinya menjadi sangat penting pada keadaan bencana atau situasi darurat. b. Dalam situasi bencana, bayi yang tidak disusui mempunyai risiko tinggi terkena penyakit, karena kurangnya air dan sanitasi, terhentinya persediaan makanan, tempat tinggal yang tidak memadai, serta tidak adanya fasilitas untuk memasak. Selain itu, tidak adanya dukungan dan pengetahuan tentang bagaimana cara pemberian makan pada bayi dan anak dalam keadaan darurat, ikut berkontribusi meningkatkan risiko timbulnya penyakit. c. Pemberian susu formula pada memperhatikan beberapa hal: i.
keadaan
bencana
perlu
Pemberian susu formula dibawah pengawasan dan pemantauan tenaga kesehatan terlatih. Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
67
ii. Susu formula diberikan kepada bayi piatu dan bayi yang ibunya tidak lagi dapat menyusui. iii. Telah dilakukan penilaian terhadap status menyusui ibu dan relaktasi tidak memungkinkan. iv. Ibu atau pengasuh bayi perlu diberi informasi memadai tentang cara penyajian susu formula yang aman dan pemberian makan bayi yang tepat. v. Ada petunjuk yang jelas tentang cara penyajian susu formula dalam bahasa yang dimengerti oleh masyarakat setempat dengan masa kadaluwarsa minimal 1 tahun. vi. Susu kental manis dan susu cair tidak boleh diberikan kepada bayi berumur kurang dari 12 bulan. vii. Menggunakan air dan alat yang bersih untuk menyiapkan susu dan menyimpannya (bila sulit menyiapkan air bersih karena terbatasnya bahan bakar, dapat menggunakan air dalam kemasan). viii. Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk. ix. Promosi menyusui secara terus menerus agar ibu yang masih dapat menyusui tidak memberikan susu formula. d. Industri susu formula tidak diperbolehkan mempromosikan produknya Peran dokter spesialis anak dalam melindungi, mempromosikan, dan mendukung ASI 1. Umum a. Mempromosikan, mendukung dan melindungi menyusui. Dokter spesialis anak sangat dianjurkan membaca literatur mengenai bukti ilmiah mengenai manfaat ASI bagi kesehatan dan perkembangan bayi. 68 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
b. Mempromosikan menyusui sebagai norma budaya dan memotivasi keluarga dan masyarakat untuk mendukung ASI. c. Mengetahui keragaman budaya dan adat istiadat mengenai praktik menyusui dan mengolah kemajemukan tersebut untuk keberhasilan menyusui. 2. Edukasi a. Memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai fisiologi dan manajemen menyusui. b. Mendukung pelaksanaan pelatihan menyusui dan laktasi untuk mahasiwa, pendidikan dokter spesialis anak maupun dokter spesialis anak. 3. Praktik klinis a. Bekerjasama dengan dokter spesialis kebidanan untuk memastikan bahwa ibu hamil mendapat informasi yang cukup sejak dari masa antenatal. b. Dokter spesialis anak dapat menjadi promotor dan motivator dalam menciptakan lingkungan yang ramah untuk menyusui/menyusu, agar menyusui menjadi budaya di lingkungan tempat kerja. Dokter spesialis anak bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain dan jajaran pimpinan rumah sakit menciptakan Rumah Sakit Sayang Bayi. c. Dokter spesialis anak melakukan upaya perbaikan kebijakan dan praktik yang tidak mendukung menyusui (misalnya, pemberian paket formula saat ibu dan bayi pulang, kupon diskon, dan pemisahan ibu dan bayi), minimal di lingkungan kerjanya. d. Rumah sakit dianjurkan memiliki klinik laktasi, konselor laktasi, dan pojok menyusui. e. Bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk memberikan penyuluhan tentang ASI dan menyusui bagi masyarakat. 4. Komunitas a. Menganjurkan
media
untuk
mempresentasikan
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
69
menyusui sebagai sesuatu yang positif dan normatif. b. Menganjurkan pemilik gedung untuk menyediakan ruangan khusus untuk menyusui. Kondisi medis yang memungkinkan pemberian pengganti ASI ASI merupkan nutrisi terbaik bagi bayi. Meskipun demikian, terdapat beberapa kondisi medis yang menjustifikasi pemberian pengganti ASI (susu formula) baik sementara maupun permanen. Bila memutuskan untuk memberikan susu formula, tenaga medis harus yakin bahwa risiko harmful pemberian ASI lebih besar dibanding dengan manfaatnya. 1. Kondisi Bayi a. Bayi yang tidak boleh menerima ASI maupun susu jenis lain, kecuali susu formula khusus. -
Galaktosemia klasik: memerlukan susu formula khusus bebas galaktosa.
-
Maple Syrup Urine Disease: memerlukan susu formula khusus bebas leusin, isoleusin, dan valin.
- Fenilketonuria: memerlukan susu formula khusus bebas fenilalanin (pada beberapa kondisi, pemberian ASI masih memungkinkan dengan pengawasan ketat). b. Bayi yang membutuhkan penggantian sementara (temporary), namun sebenarnya baginya ASI tetap merupakan pilihan terbaik.
70 I
-
Bayi dengan berat lahir <1500 g (very low birth weight).
-
Bayi lahir dengan usia gestasi <32 minggu (very preterm).
-
Bayi baru lahir dengan risiko gangguan adapatasi metabolik atau adanya peningkatan kebutuhan glukosa (prematur, kecil untuk masa kehamilan, stress hipoksik/iskemik intrapartum bermakna, bayi sakit, serta bayi lahir dari ibu DM yang kadar gula darahnya tidak membaik setelah pemberian ASI).
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
2. Kondisi Ibu a. Kondisi ibu yang menjustifikasi penghentian ASI permanen.
Ibu dengan infeksi HIV, dengan memenuhi kriteria AFASS terpenuhi (acceptable, feasible, affordable, sustainable, and safe). Bila kriteria AFASS tidak dapat dipenuhi maka sebaiknya ASI-eksklusif selama 6 bulan. Tidak diperbolehkan untuk mencampur ASI dan susu formula.
b. Kondisi ibu yang menjustifikasi penghentian ASI sementara. - Ibu sedang sakit berat sehingga tidak dapat menyusui dan merawat bayinya, misalnya sepsis. -
Ibu menderita HSV tipe-1 sehingga kontak langsung antara lesi di payudara ibu dengan mulut bayi harus dihindari sampai lesi aktif sembuh
-
Ibu mengkonsumsi obat-obat berikut: i. Obat psikoterapi sedatif, anti-epileptik, opioid, maupun kombinasinya yang dapat mengakibatkan drowsiness dan depresi nafas sebaiknya dihindari bila obat alternatif tersedia. ii. Bahan radioaktif iodine-131 sebaiknya dihindari dengan menggunakan alternatif lain, namun bila terpaksa menggunakan bahan tersebut maka ibu dapat menyusui kembali 2 bulan setelah mendapat iodine-131. iii. Penggunaan iodine topikal untuk perawatan luka secara berlebihan dihindari karena dapat mengakibatkan supresi tiroid dan gangguan elektrolit pada bayi yang mendapat ASI. iv. Kemoterapi, ibu yang sedang menjalani kemoterapi harus menghentikan menyusui selama menjalani kemoterapi.
c. Kondisi ibu yang menyebabkan ASI masih dapat diberikan namun menghadapkan bayi pada risiko mengalami gangguan kesehatan. Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
71
- Abses payudara: menyusui tetap dilanjutkan pada payudara yang sehat dan bila pengobatan telah dimulai, maka payudara yang sakit pun dapat diberikan. -
Hepatitis B: ASI tetap diberikan dan pastikan bayi mendapat vaksin Hepatitis B dalam 24 jam setelah lahir.
-
Hepatitis C.
-
Mastitis: bila menyusui sangat menyakitkan bagi ibu, ASI tetap harus dikeluarkan untuk mencegah memburuknya mastitis dan cegah agar tidak menjadi abses.
- Tuberkulosis: bukan merupakan kontra indikasi namun baik ibu maupun bayi harus mendapat tata laksana sesuai panduan. -
Penggunaan zat berbahaya: i. Ibu menggunakan nikotin, alkohol, ekstasi, amfetamin, kokain, stimulant lain yang terbukti mengakibatkan efek merugikan bagi bayi yang disusui. ii. Alkohol, opioid benzodiazepine, dan ganja mengakibatkan sedasi bagi ibu dan bayinya.
72 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
dapat
Kesimpulan Ikatan Dokter Anak Indonesia secara tegas menyatakan bahwa pemberian ASI menjamin tercapainya tumbuh kembang yang terbaik. Keterlibatan aktif dokter anak untuk melindungi, mempromosikan dan mendukung menyusui/ pemberian ASI sangat dibutuhkan untuk mencapai tumbuh kembang anak yang optimal. Kepustakaan 1. Lucas A, Prewett RB, Mitchell MD. Breastfeeding and plasma oxytocin concentrations. Br Med J. 1980;281:834-5. 2. Beral V. Breast cancer and breastfeeding: collaborative reanalysis of individual data from 47 epidemiological studies in 30 countries, including 50302 woman with breast cancer and 96973 woman without the disease. Lancet. 2002;360:187-95. 3. Saadeh R, Benbouzid D. Breastfeeding and child spacing: importance of information collection to public health policy. Bull World Health Organ. 1990;68:625-31. 4. Popkin BM, Adair L, Akin JS, Black R. Breastfeeding and diarrheal morbidity. Pediatrics. 1990;86:874-82. 5. Howie PW, Forsyth JS, Ogston SA, Clark A, Florey CV. Protective effect of breastfeeding against infection. BMJ. 1990;300:11-6. 6. Scariati PD, Grummer-Strawn LM, Fein SB. A longitudinal analysis of infant morbidity and the extent of breastfeeding in the United States. Pediatrics. 1997;99:e5. 7. Kramer MS, Chalmers B, Hodnett ED, Sevkovskaya Z, Dzikovich I, Shapiro S, et al. Promotion of breastfeeding intervention trial (PROBIT). JAMA. 2001;285:413-20. 8. Cesar JA, Victora CG, Barros FC, Santos IS, Flores JA. Impact of breastfeeding on admission for pneumonia during postneonatal period in Brazil: nested case-control. BMJ. 1999;318:1316-20. Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
73
9. Chantry CJ, Howard CR, Auinger P. Full breastfeeding duration and associated decrease in respiratory tract infection in US children. Pediatrics. 2006;117:425-32. 10. Aniansson G, Alm B, Andersson B, Hakansson A. A prospective coherent study on breasfeeding and otitis media in Swedish infants. Pediatr Inf Dis J. 1994;13:183-8. 11. Norris JM, Scott FN. A meta-analysis of infant diet and insulin-dependent diabetes mellitus: do biases play a role? Epidemiology. 1996;7:87-92. 12. WHO collaborative study team on the role of breastfeeding in the prevention of infant mortality. Effect of breastfeeding of infant and child mortality due to infections disease in less developed countries: a pooled analysis. Lancet. 2000;355:451-5. 13. Bahl R, Frost C, Kirkwood BR, Edmund K, Martinez J, Bhandari K. Infant feeding patterns and risks of death and hospitalization in the first half of infancy: multicentre cohort study. Bull World Health Organ. 2005;83:418-26. 14. Kull I, Wickman M, Lilja G, Nordvall SL, Pershagen G. Breastfeeding and allergic diseases in infants – a prospective birth cohort study. Arch Dis Child. 2002;87:478-81. 15. Von Kries R, Koletzko B, Sauerwald T, von Mutius E, Barnert D, Grunert V, et al. Breastfeeding and obesity: cross sectional study. BMJ. 1999;319:147-50.
74 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
16. Gillman MW, RIfas-Shiman SL, Camargo Jr CA. Risk of overweight among adolescents who were breastfed as infants. JAMA. 2001;285:2461-7. 17. Kramer MS, Aboud F, Miranova F, Vanilovich I, Platt RW, Matush L, et al. Breastfeeding and child cognitive development. New evidence from a large randomized trial. Arch Gen Psychiatry. 2008;65:578-84. 18. Mortensen EL, Michaelsen KF, Sanders SA, Reinisch JM. The association between duration of breastfeeding and adult intelligence. JAMA. 2002;287:2365-71. 19. World Health Organization, UNICEF, and Wellstart International. Babyfriendly hospital initiative: revised, updated and expanded for integrated care. Section 2. Strengthening and sustaining the baby-friendly hospital initiative: a course for decisionmakers. WHO and UNICEF. 2009. Geneva. 20. American Academy of Pediactrics, Section on Breastfeeding. Breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics. 2005;115:496506. 21. World Health Organization. Acceptable medical reasons for use of breastmilk substitutes. WHO. 2009. Geneva.
Jakarta, 21 November 2010 Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia Sumber : www.idai.or.id
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
75
Lampiran 9
Lampiran 9
No 1
2
3
76 I
Checklist Pemantauan dan Evaluasi Checklist Pemantauan dan Evaluasi
Provinsi Provinsi :: Kabupaten Kabupaten :: Komponen Kegiatan Pra Bencana a. Tersedia Pedoman b. Tersedia contingency plan c. Dilaksanakan sosialisasi dan pelatihan petugas d. Dilakukan pembinaan antisipasi bencana e. Tersedianya data awal daerah bencana Tanggap Darurat Awal dan Tanggap Darurat Lanjut a. Tersedia data sasaran b. Tersedia standar ransum c. Tersedia daftar menu makanan d. Dilaksanakannya pengumpulan data antropometri balita e. Dilaksanakannya pengumpulan data antropometri ibu hamil dan ibu menyususi (LiLA) f. Dilaksakannya konseling menyusui g. Dilaksakannya konseling MP-ASI h. Tersedia makanan tambahan atau MPASI i. Tersedia Kapsul vitamin A j. Dilaksanakannya pemantauan bantuan pangan dan susu formula Pasca Bencana a. Dilaksanakannya pembinaan teknis paska bencana. b. Dilaksanakannya pengumpulan data perkembangan status gizi korban bencana c. Dilakukannya analisis kebutuhan (need assessment) kegiatan gizi paska bencana Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Ya
Tidak
Keterangan
DAFTAR PESERTA Penyempurnaan Pedoman Kegiatan Gizi dalam Penanggulangan Bencana Bogor, 5-8 Maret 2012 Ir. Eman Sumarna, MSc (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Tatang Kustiana, SE, M.Si (Kemensos) Pudjo Hartono, MPS (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Elmy Rindang Turhayati, SKM, MKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Cahaya Indriaty, SKM, M.Kes (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Dr. Ari Rachmawati (PI Setditjen, Kemenkes) Dr. Widiana Kusumasari (PPK Kesehatan, Kemenkes) Dyna Simanjuntak, AMG (BNPB Pusat) Iryanis, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Priatmo Triwibowo, SKM, M.Kes (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Andri Mursita, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Siti Hana, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Iwan Halwani, SKM, M.Si (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Muhammad Adil, SP, MPH (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Dr. Julina, MM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Siswono (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
77
Pembahasan Lanjut Bogor, 14-17 Maret 2012 DR. Abas Basuni Jahari, M.Sc (PTTK dan EK, Kemenkes) Ir. Eman Sumarna, MSc (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Pudjo Hartono, MPS (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Tri Budiarto, M.Si (Badan Nasional Penangg ulangan Bencana Pusat) Yus Rizal, DCN, M.Epid (BNPB Pusat) Dr. Mohammad Imran (PPK Kesehatan, Kemenkes) Dr. Mieke Vennyta (Ditjen PP dan PL, Kemenkes) Yunimar Usman, SKM, MPH (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Iwan Halwani, SKM, M.Si (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Cahaya Indriaty, SKM, M.Kes (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Iryanis, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Siti Masruroh, S.Gz (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Andri Mursita, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Siti Hana, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Siswono (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Yuniwati, SKM, M.Kes (Dinkes Prov. Aceh) Sofia Deliana HSB, M.Kes (Dinkes Prov Sumut) Nursal, SKM (Dinkes Prov Sumbar) Dessani Putri, SKM (Dinkes Prov Riau) Ernawati, SKM (Dinkes Prov Jambi) Yulia Darlis, S.Gz (Dinkes Prov Sumatera Selatan) Rini Handayani, SKM (Dinkes Prov Bengkulu) Dian Sandrawati, AMG (Dinkes Prov Lampung) Iskandar, SKM (Dinkes Prov Kep. Bangka Belitung) 78 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Prima Sari, AMD (Dinkes Prov Kep. Riau) Dr. Sylviana Marcella, M.Sc (Dinkes Prov DKI Jakarta) Lisa Avianty, SKM (Dinkes Prov Jawa Barat) Rinaningsih, SKM, M.Si (Dinkes Prov Jawa Tengah) Suseno, S.Gz (Dinkes Prov DI. Yogyakarta) Suyatmi, SKM, M.Kes (Dinkes Prov Jawa Timur) Andi Suhardi, SKM, M.Kes (Dinkes Prov Banten) Wahyuni Dewi Haryani, SKM, M.Si (Dinkes Prov Bali) Made Armeini Sedana Putri, SKM (Dinkes Prov Nusa Tenggara Barat) Saiful, SKM (Dinkes Prov Nusa Tenggara Timur) Rayna Anita, SKM, MPH (Dinkes Prov Kalimantan Barat) Damaris Kadang, SKM (Dinkes Prov Kalimantan Tengah) Gusti Asyari (Dinkes Prov Kalimantan Selatan) Agus Budianto, SKM (Dinkes Prov Kalimantan Timur) Eva Yanti Tawas, SKM, M.Si (Dinkes Prov Sulawesi Utara) Arhernius Paliling, SKM (Dinkes Prov Sulawesi Tengah) Sitti Rahmatiah, SKM. M.Kes (Dinkes Prov Sulawesi Selatan) Selvia, SKM (Dinkes Prov Sulawesi Tenggara) Muhammad Aris, S.Gz (Dinkes Prov Gorontalo) Jawahira, SKM (Dinkes Prov Sulawesi Barat) Nurjani Husen, SKM (Dinkes Prov Maluku Utara) Jemiwa Jacadewa, SKM (Dinkes Prov Papua Barat) Diana Wilyan, AMG (Dinkes Prov Papua)
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
I
79
Pembahasan Akhir Jakarta, 16 Mei 2012 Galopong Sianturi, SKM, MPH (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Pudjo Hartono, MPS (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Eko Prihastono, SKM, MA (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) H. Ali Bernadus, SKM, MA (BNPB Pusat) Maman Haerurohman, SKM (PPK Kesehatan, Kemenkes) Radito Pramono Susilo, ST (BNPB Pusat) Iwan Halwani, SKM, M.Si (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Iryanis, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Siti Masruroh, S.Gz (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Muhammad Adil, SP, MPH (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Dr. Julina, MM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Asep Adam Mutaqin, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Andri Mursita, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Siti Hana, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes) Siswono (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
80 I
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana