PRAK KTIK MAG GANG DI L LPPOM MU UI DAN TIN NJAUAN IL LMIAH KEHAR RAMAN DA AGING BAN NGKAI DA AN PRODU UK DARAH DALAM ISLAM
SKRIPSI
AM MELIA SAF FITRI F24070044 4
FAKU ULTAS TE EKNOLOGI PERTA ANIAN IN NSTITUT P PERTANIIAN BOG GOR BOGOR R 2011 i
INTERNSHIP PROGRAM IN LPPOM MUI AND A REVIEW OF SCIENTIFIC ASPECTS ON CARRION AND BLOOD-DERIVED PRODUCTS AS FORBIDDEN FOODS IN ISLAM
1
Amelia Safitri1, Joko Hermanianto1, Sumunar Jati2 Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, PO BOX 220 Bogor, West Java, Indonesia 2 The Assesment Institute for Foods, Drugs, and Cosmetics Indonesian Council of Ulama (LPPOM MUI), LPPOM MUI, IPB Baranangsiang, Bogor Phone: +6285-6198-0576, e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Food safety has become major issues in the food chain. In many societies, religion plays one of the most influential roles in food choice that makes the spiritual aspect becomes a focus in food safety terms today. Despite the prohibition of blood and carrions have been clearly stated in Islamic dietary laws, there are still practices in purchasing or consuming of these products. These products are treated as a waste that must be eliminated because no further uses are allowed. It is important to realize that the risk of forbidden foods should be based on scientific approach that can be applied to all sectors. The objective of the review was to highlight biochemical, microbiological and health aspects of forbidden foods (carrion and blood-derived products). The review showed the carrion contains remaining-blood in the vessel that possibly absorbed into the body while consume it. The review covered how consumption of blood-derived products was closely related with the heme content. The high intake of heme and the low intake of calcium after consumption of blood pudding will be correlated with increment of fat oxidation in the body and lead to colorectal cancer. On the other hand, blood also might carry pathogenic bacteria such as Salmonella, Escherichia coli enteropatoghenic, Shigella, and Yersinia enterolitica. The biochemical compounds of fish and grasshopper are also reviewed considering the halalness status of its carrion. Biochemical compounds and microbiological aspects were useful for determining the risk of carrion and bloodderived products. Heme-protein and possible-microbes content should be further investigated as a potential biomarker of haram-food risk.
Keywords: forbidden foods, heme-protein, cancer, carrion
i
Amelia Safitri. F24070044. Praktik Magang di LPPOM MUI dan Tinjauan Ilmiah Keharaman Daging Bangkai dan Produk Darah dalam Islam. Di Bawah Bimbingan Dr.Ir. Joko Hermanianto dan Ir.Sumunar Jati (LPPOM MUI). 2011
RINGKASAN Kegiatan magang di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM MUI) dilakukan selama empat bulan dibagi menjadi dua, yaitu kegiatan magang umum dan penulisan topik khusus mengenai tinjauan ilmiah keharaman daging bangkai dan produk darah dalam Islam. Kegiatan magang umum yang dilakukan di divisi Sosialisasi dan Informasi LPPOM MUI berupa mengikuti pelatihan sistem jaminan halal dan diskusi strategis halal terhadap CAFTA (China ASEAN FreeTrade Area), pengumpulan dan pembuatan materi promosi pangan halal untuk anak usia TK, SMP, dan masyarakat umum, melaksanakan survei label halal pada produk pangan di supermarket Jakarta, dan berpartisipasi dalam kegiatan (Halal Food Goes To School, seminar Hotel, Restoran dan Katering dan Indonesia Halal Expo) yang diselenggarakan oleh LPPOM MUI. Penulisan topik khusus dalam skripsi ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif, yakni suatu penelitian noneksperimental karena data yang akan diteliti berupa data-data yang sudah ada. Tujuan utama dalam menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan karakteristik subjek ataupun objek penelitian secara terperinci dan sistematis. Data primer sebagai bahasan pendukung didapatkan dengan pengamatan langsung di lapangan berupa wawancara. Tahapan wawancara dilakukan dengan pemilihan responden melalui metode purposive sampling. Responden adalah pedagang kios daging di Pasar Bogor. Hasil analisa tingkat pengetahuan dan kepedulian halal responden menunjukkan berada dalam kategori baik. Hasil wawancara mengenai upaya penjaminannya, responden mengemukakan bahwa rumah pemotongan hewan sebagai tempat yang dipercaya untuk memenuhi jaminan halal produk dagingnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya membawa manfaat bagi kehidupan manusia namun juga dapat menimbulkan sejumlah persoalan. Bagi negara dengan mayoritas penduduk muslim, persoalan peredaran produk tidak layak konsumsi seperti daging bangkai dan produk darah merupakan suatu persoalan keamanan pangan yang menarik untuk dikaji dan diperbincangkan. Daging bangkai yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah daging yang berasal dari kondisi kesehatan dan penanganan hewan yang buruk sehingga mati sebelum disembelih dan merupakan daging yang memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan daging normal dari aspek warna dan bau. Produk darah yang dimaksud adalah produk yang berasal dari darah yang mengalir. Upaya pengkajian informasi tentang peredaran produk tidak layak konsumsi secara fisik dan batin ini perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak karena kasus mengkonsumsi daging bangkai dan darah (marus) ini tentu menimbulkan risiko yang tinggi dari segi kesehatan. Kasus temuan daging bangkai pada ayam telah diteliti dapat mengandung toksin botulinum dan total mikroba dengan jumlah 8.9×107 kol/g (p<0.01) yang berbahaya bagi kesehatan. Selain itu, di dalam daging bangkai juga ditemukan adanya darah yang banyak tertinggal pada pembuluh vena dan arteri. Adanya darah yang tertinggal ini tidak baik bila dikonsumsi. Hal ini dikarenakan konsumsi darah sebesar 87,0 ± 8,0 mmol/hari telah diteliti dapat meningkatkan risiko timbulnya kanker kolorektal. Protein-heme dalam bentuk hemoglobin (yang terdapat pada darah) lebih cepat menuju kolon dibandingkan dalam bentuk mioglobin. Protein-heme yang berasal dari hemoglobin darah ini tidak terserap sempurna dan dapat menghasilkan energi bagi sel calon kanker serta dapat menyebabkan luka pada usus dikarenakan produk oksidasi lemak yang terbentuk akibat interaksi lemak tubuh dengan heme.
ii
Tinjauan mengenai status kehalalan bangkai ikan menunjukkan bahwa kendati di dalam daging ikan (hewan tidak diwajibkan untuk disembelih) mengandung hemoglobin, namun jumlahnya cukup rendah (estimasi 3.0-11.5 g/ekor) bila dibandingkan dengan hewan darat seperti sapi ataupun domba. Namun, selain kandungan hemoglobin, hal yang membedakan keutamaan ikan dibandingkan hewan darat adalah toksisitas histamin. Kendati ikan dapat mengandung histamin, namun secara fisiologis histamin dalam dosis rendah diperlukan sebagai fungsi normal sistem tubuh. Kasus keracunan histamin umumnya terjadi pada sebagian kecil ikan, yaitu ikan yang mengandung histidin dalam jumlah tinggi seperti tuna, tongkol dan kembung. Selain itu, pada manusia tersedia sistem pertahanan tubuh terhadap toksik histamin, yaitu enzim diamin oksidase (DAO) dan Histamin N-methyl transferase (HMT) yang akan mendegradasi histamin menjadi produk yang tidak berbahaya akan tetapi jika dosis histamin yang dikonsumsi besar maka kemampuan dari DAO dan HMT untuk menghancurkan histamin akan menyebabkan efek toksik dari histamin pada jaringan tubuh. Tinjauan pada kelinci secara in vivo menunjukkan bahwa tidak ditemukan pembengkakan organ hati dan ginjal pada kelinci yang diberi ransum belalang. Sistem imun pada substansi darah belalang diketahui dapat mengeliminasi keberadaan mikroba yang diinjeksikan ke peradaran darahnya dan tidak ditemukan adanya hemoglobin yang dapat memicu pembentukan produk oksidasi lemak. Hasil penelitian menggambarkan baik daging bangkai ikan dan daging bangkai belalang merupakan bahan pangan yang baik untuk dikonsumsi.
iii
PRAKTIK MAGANG DI LPPOM MUI DAN TINJAUAN ILMIAH KEHARAMAN DAGING BANGKAI DAN PRODUK DARAH DALAM ISLAM
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh AMELIA SAFITRI F24070044
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
iv
Judul Skripsi Nama NIM
: Praktik Magang di LPPOM MUI dan Tinjauan Ilmiah Keharaman Daging Bangkai dan Produk Darah dalam Islam : Amelia Safitri : F24070044
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Ir. Joko Hermanianto) NIP 19590528.198503.1.001
(Ir. Sumunar Jati)
Mengetahui: Plt. Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si) NIP 19610802.198703.2.002
Tanggal Ujian Akhir Sarjana: 28 Juni 2011
v
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Praktik Magang di LPPOM MUI dan Tinjauan Ilmiah Keharaman Daging Bangkai dan Produk Darah dalam Islam adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademis dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 17 Juni 2011
Yang membuat pernyataan,
Amelia Safitri F24070044
vi
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Jakarta, 28 Maret 1989 dari pasangan Ayah Gunawan dan Ibu Siti Komariah sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan jenjang pendidikan SD di SDN Bekasi Jaya V (2001), jenjang SMP di SMP Negeri I Bekasi (2004), jenjang SMA di SMA Negeri I Bekasi (2007). Penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007 dan terdaftar pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan, antara lain staf divisi humas Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia (2008-2009) dan sekretaris departemen Peningkatan Prestasi dan Akademik Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Teknologi Pertanian (2010/2011). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Kimia dan Biokimia Pangan (2010) dan asisten praktikum Teknik Pangan (2010). Penulis juga memperoleh Beasiswa Yayasan Goodwill International yang didanai oleh St Patrick’s Society (2010/2011). Prestasi yang pernah diraih oleh penulis semasa kuliah adalah Juara III 1st Indonesia Food Bowl Quiz tingkat nasional pada tahun 2011. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan Praktik magang di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dengan judul skripsi “Praktik Magang di LPPOM MUI dan Tinjauan Ilmiah Keharaman Daging Bangkai dan Produk Darah dalam Islam”.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat yang diberikanNya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Skripsi berisi kegiatan magang yang dilakukan selama empat bulan di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dengan topik khusus Tinjauan Ilmiah Keharaman Daging Bangkai dan Produk Darah. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini, yaitu: 1.
Keluarga tercinta, papa, mama, dan Adik Budyawan Saputra atas segala doa dan kasih sayang yang telah diberikan. 2. Dr. Ir. Joko Hermanianto selaku pembimbing akademik, atas saran, bimbingan, perhatian, evaluasi dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis sejak semester 3 hingga kini. 3. Ir. Sumunar Jati selaku pembimbing lapang atas saran dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama melaksanakan praktik magang di LPPOM MUI 4. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc selaku penguji sidang, atas kesediaan waktu, saran, dan evaluasi yang telah diberikan. 5. Seluruh guru dan dosen yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan formal. 6. Segenap jajaran LPPOM MUI, Bapak Lukmanul Hakim, Ibu Muti Arintyawati, Ibu Osmena Gunawan, Ibu Lia Amalia, Bapak Farid Mahmud, Bapak Hendra, Bapak Muslich, Bapak Aji Jumiono, dan staf LPPOM MUI yang tidak bisa disebutkan satu per satu. 7. Staf LPPOM MUI bidang Sosialisasi dan Informasi Mbak Duni, Mas Dwi, Pak Usman, Mas Agung, dan Kak Nadia. 8. Rekan magang di LPPOM MUI atas semua masukan, kerjasama dan kekompakannya selama magang, Rosy, Awang, Chintya dan Rahajeng 9. Sahabat-sahabat terbaik atas dukungan dan motivasinya, Belinda Priska, Reggie Surya, Septiana Iswani, Eliana Susilo, Erlindawati, Indri Putri, Kenny Muliawan, Rozak Hackiki, Azizati Fieki, Resi Sindhu, Wiwiek Dewi Anggraeni, Nisfulaila Yarhofatul, Drupadi Ciptaningtyas, dan Risma Adelia. 10. Rekan-rekan kelompok praktikum P2 atas sifat kekeluargaan dan kerjasamanya, Ibu Elmi, Rizkita, Eddy, Argya, Maqfuri, Lisa, Munyatul, Iman, Andri, Adi, Tiara, Bertha, Ronald, Okkytania, Vanya, Kevin, Malik, Jordan, Cherish, Vendry 11. Rekan-rekan ITP yang sangat berkesan, Uswah, Amelinda, Marisa, Melia, Trancy, Andrew, Marvin, Reza, Irsyad, Ashari, Murdiati, Atika, Nurina, Leo, Lailya, Khafid, Ulfa, Riffi, Yolanda, Puji, Punjung, Dimas, Suriah, dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 12. Yayasan Goodwill International kepada Ibu Julie Marsaban dan Ibu Mien Wibowo yang senantiasa memberi dukungan dan semangat. 13. Seluruh jajaran Unit Pelayanan Terpadu Fakultas Teknologi Pertanian, Ibu Novi dan Ibu Anie. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan pengetahuan halal. Bogor, 17 Juni 2011 Amelia Safitri
viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. viii DAFTAR ISI .............................................................................................................................................. ix DAFTAR TABEL ...................................................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................................ xiii I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ...................................................................................................................... 1 B. TUJUAN ............................................................................................................................................ 2 II. PROFIL INSTANSI A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN LPPOM MUI ..................................................................... 3 B. PROFIL MEDIA PROMOSI HALAL ............................................................................................. 4 III. TINJAUAN PUSTAKA A. HALAL DAN THOYYIB ................................................................................................................ 6 B. HUKUM DAN REGULASI PENYEMBELIHAN DALAM ISLAM ............................................ 6 C. HUKUM DAN REGULASI TENTANG DAGING BANGKAI DAN DARAH ........................... 9 D. KETENTUAN BELALANG DAN IKAN DALAM ISLAM ....................................................... 11 E. RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) ................................................................................. 12 F. LIMBAH RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH)................................................................. 13 G. FISIKOKIMIA DARAH................................................................................................................. 14 H. SEL KANKER DAN TAHAPAN PEMBENTUKANNYA .......................................................... 15 IV. METODOLOGI A. KEGIATAN MAGANG ................................................................................................................. 16 B. KAJIAN TOPIK KHUSUS............................................................................................................. 16 B.1 METODE PENULISAN UNTUK TOPIK KHUSUS .............................................................. 16 B.2 PENENTUAN GAGASAN ....................................................................................................... 17 B.3 METODE PENGAMBILAN SAMPEL .................................................................................... 17 B.4 WAWANCARA ......................................................................................................................... 17 B.5 TEKNIK PENGUMPULAN DATA ......................................................................................... 18 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL DAN MANFAAT KEGIATAN MAGANG ..................................................................... 19 B. HASIL PENGKAJIAN TOPIK KHUSUS ..................................................................................... 22 B.1 PENYEMBELIHAN DAN PENGELUARAN DARAH.......................................................... 22 B.2 KAJIAN DAGING BANGKAI ................................................................................................. 25 C. KAJIAN DAGING BANGKAI IKAN DAN BELALANG .......................................................... 28 C.1 KAJIAN DAGING BANGKAI IKAN ...................................................................................... 28 C.2 KAJIAN DAGING BANGKAI BELALANG .......................................................................... 33 D. KAJIAN DARAH ........................................................................................................................... 35 D.1 PEMANFAATAN DARAH ..................................................................................................... 35 D.2 EVALUASI NILAI BIOLOGIS DARAH ............................................................................... 37 D.3 MEKANISME HEME .............................................................................................................. 42 E. HASIL WAWANCARA .................................................................................................................. 44 E.1 ANALISA TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPEDULIAN HALAL ........................... 44 VI. PENUTUP
ix
KESIMPULAN ......................................................................................................................................... 46 a. MAGANG UMUM ................................................................................................................... 46 b. KAJIAN KHUSUS .................................................................................................................... 46 SARAN...................................................................................................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Jenis media promosi yang dilakukan divisi sosialisasi dan informasi .......................................... 4 Tabel 2 Kandungan darah dan fraksinya .................................................................................................. 14 Tabel 3 Perbandingan kenampakan fisik ayam normal dan ayam bangkai ............................................ 25 Tabel 4 Rata-rata total mikroba pada daging ayam segar dan daging ayam bangkai ............................. 27 Tabel 5 Botulisme pada manusia dan hewan ........................................................................................... 27 Tabel 6 Analisis Hb dan produk oksidasinya pada daging tuna (skipjack) ............................................. 30 Tabel 7 Perbandingan kandungan Hb antara ikan dan hewan ternak lainnya ......................................... 31 Tabel 8 Nilai gizi belalang (Patanga succineta L.) dan beberapa hewan ternak..................................... 33 Tabel 9 Peringkat kejadian kanker kolorektal di seluruh dunia ............................................................... 38 Tabel 10 Efek ransum meat-based pada tikus setelah 77 hari diinjeksi dengan azoksimetana .............. 40 Tabel 11 Efek ransum heme terhadap kandungan DHN-MA pada urin .................................................. 41
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Logo halal LPPOM MUI ........................................................................................................... 4 Gambar 2 Struktur hemoglobin................................................................................................................. 14 Gambar 3 Anatomi hewan darat dan 3 saluran yang harus diputus sesuai penyembelihan secara Islam ......................................................................................................................................... 22 Gambar 4 Penampakan pembuluh darah arteri (atas) dan pembuluh vena (bawah) ............................... 23 Gambar 5 Anatomi ikan ............................................................................................................................ 28 Gambar 6 Pemotongan bagian kepala ikan .............................................................................................. 29 Gambar 7 Pohon industri darah ................................................................................................................ 35 Gambar 8 Produk darah beku.................................................................................................................... 37 Gambar 9 Pemetaan kejadian kanker kolorektal (pada pria) di seluruh dunia ........................................ 39 Gambar 10 Mekanisme pembentukan sel kanker pada usus besar (dimodifikasi) .................................. 42
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Susunan pengurus LPPOM MUI .......................................................................................... 58 Lampiran 2 Struktur organisasi LPPOM MUI ......................................................................................... 59 Lampiran 3 Kuesioner wawancara............................................................................................................ 60 Lampiran 4 Matriks bahan dalam pembuatan manual halal ................................................................... 63 Lampiran 5 Slide presentasi halal untuk usia SMP .................................................................................. 65 Lampiran 6a Artikel titik kritis kehalalan produk klapertaart .................................................................. 67 Lampiran 6b Artikel titik kritis kehalalan makanan Jepang..................................................................... 69 Lampiran 6c Artikel titik kritis kehalalan makanan siap saji (western food) .......................................... 72 Lampiran 7 Formulir survei peredaran produk halal................................................................................ 76 Lampiran 8 Perhitungan kandungan Hb ................................................................................................... 77 Lampiran 9 Hasil analisa kuesioner .......................................................................................................... 78
xiii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, kepercayaan konsumen dan keamanan pangan menjadi isu utama dalam rantai pangan (Grunert 2005; Verbeke 2005). Keamanan bahan pangan merupakan masalah yang kompleks dan merupakan hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologis, kimiawi, status gizi, dan ketentraman batin. Hal tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi sehingga faktor keamanan pangan dapat dikatakan sebagai suatu masalah yang dinamis seiring dengan perkembangan peradaban manusia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Grossklaus 1993). Ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang memberikan dampak yang jelas terhadap produk pangan. Ilmu pengetahuan menuntun manusia untuk berbuat atau menciptakan produk yang tidak hanya aman dari segi fisik, biologis, kimiawi tetapi juga dapat dipertanggung jawabkan kepada Sang Maha Pencipta (Nasution 1999). Islam merupakan agama dengan pemeluk terbesar kedua di dunia (Chaudry 2002 diacu dalam Chaudry dan Riaz 2004), yaitu sebanyak 1.8 miliar jiwa dan diproyeksikan akan mencapai 2.2 miliar jiwa pada tahun 2030 mendatang (Pew Research Centre 2011). Bagi negara dengan mayoritas berpenduduk muslim, sangatlah wajar jika aspek kehalalan menjadi bagian dari unsur keamanan pangan yang cukup menarik untuk dikaji dan diperbincangkan. Persepsi masyarakat mengenai persoalan halal dan haram produk pangan masih merupakan hal yang ekslusif. Pandangan ekslusif dikarenakan adanya opini yang menghendaki pemisahan persoalan agama dan kemanusiaan sementara kepentingan individu maupun publik yang memegang teguh kepercayaannya terabaikan. Persoalan halal dan haram hendaknya kini harus menjadi soal inklusif bagi negara yang memperhatikan hak asasi manusia. Keamanan dan kenyamanan dalam beragama juga merupakan hak asasi manusia (Indra et al. 2004). Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta keberhasilan pembangunan akhirakhir ini telah merambah seluruh aspek bidang kehidupan umat manusia yang tidak saja membawa berbagai kemudahan, kebahagiaan, dan kesenangan, melainkan juga menimbulkan sejumlah persoalan (LPPOM MUI 2011). Berbicara tentang keutamaan penyembelihan hewan secara halal, maka tidak akan lepas dari produk samping yang dihasilkan, yaitu darah dan daging daging bangkai. Namun, seperti yang tertuang pada Al-Quran surat Al Baqarah: 173, Al Maidah: 3, Al An’aam: 145 dan An Nahl: 115 bahwa daging bangkai dan darah merupakan bahan yang dilarang (haram) untuk dikonsumsi. Kendati keharaman daging bangkai dan darah sudah demikian tegas, namun masih saja ada yang memperjualbelikan dan mengkonsumsinya (Girindra 2009). Daging bangkai saat ini mulai marak ditemukan dalam produk olahan ayam dari ayam tiren (mati kemarin). Kasus mengkonsumsi daging bangkai ini tentu menimbulkan risiko yang tinggi dari segi kesehatan. Hal ini dikarenakan penyebab kematian hewan tersebut yang mungkin saja menyerang manusia. Sekalipun daging bangkai telah mengalami perlakuan pengolahan namun belum tentu penyebab kematian hewan tersebut hilang, misalnya saja virus, mikroba ataupun protein toksin. Sementara itu, darah merupakan limbah cair atau hasil samping dari rumah potong hewan. Walaupun belum ada data yang menggambarkan besarnya volume darah yang terkumpul dari tiap rumah pemotongan hewan (RPH), namun perhitungan kasar dapat diperkirakan. Menurut BPS (2008), sebanyak satu juta ekor sapi disembelih dan sebagai perbandingannya (Bartels 1980; Kolb 1984; diacu dalam Roca 2002) menyebutkan bahwa setidaknya sebanyak 6.4 - 8.2 L darah dapat diperoleh per 100 kg bobot hidup sapi. Sehingga bila dikonversi volume darah hasil penyembelihan sapi, maka volume darah yang akan terkumpul, yaitu sebanyak lebih dari 6 juta liter. Pembuangan limbah darah
1
memerlukan penanganan khusus agar tidak mencemari lingkungan sekitar. Oleh karena itu, tindakan pengumpulan dan penjualan darah bagi oknum yang bekerja RPH menjadi hal yang menarik dan dinilai menguntungkan. Di sisi lain, kesadaran keberagamaan umat Islam di bumi Nusantara ini semakin meningkat, sehingga sudah merupakan kewajaran dan keniscayaan jika setiap timbul persoalan baru, umat Islam mendapatkan jawaban yang tepat dari pandangan ajaran Islam (MUI 2002) . Dalam hal ini LPPOM MUI dituntut untuk terus meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat yang menghendaki kententraman batin dalam memilih produk yang sesuai dengan syariat Islam. Sesuai dengan salah satu misi dari LPPOM MUI adalah mendidik dan menyadarkan masyarakat untuk senantiasa mengkonsumsi produk halal dan memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai kehalalan produk dari berbagai aspek. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk melindungi dan menentramkan masyarakat Indonesia dari peredaran produk haram adalah dengan mengumpulkan data produk dan melakukan kajian mengenai hikmah keharamannya. Praktik magang di LPPOM MUI ini diharapkan dapat membantu mewujudkan misi LPPOM MUI sebagai penyedia informasi produk dari berbagai aspek sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu upaya meminimalisir Praktik jual beli dan pengkonsumsian daging bangkai dan darah yang beredar di Indonesia.
B. Tujuan Tujuan umum : 1. Mempelajari ilmu pangan terutama dalam bidang halal. 2. Mengaplikasikan bidang ilmu dan teknologi pangan kepada permasalahan kajian keharaman daging bangkai dan produk darah. 3. Memberikan manfaat kepada masyarakat berupa penyampaian informasi keharaman daging bangkai dan produk darah. Tujuan khusus : Meninjau keharaman daging bangkai dan produk darah dilihat dari aspek religi, aspek ilmu dan teknologi pangan, dan aspek kesehatan
2
II. PROFIL INSTANSI A. Sejarah dan Perkembangan LPPOM MUI Lembaga ini dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 6 Januari 1989. Lembaga ini mencoba membenahi berbagai masalah dalam makanan terkait kehalalannya. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) memiliki tugas utama, yaitu menentramkan umat melalui upaya sertifikasi halal produk dan sertifikasi sistem produksi yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kaidah agama. Hal ini bermanfaat untuk menentramkan konsumen muslim khususnya dan konsumen Indonesia pada umumnya serta para produsen secara keseluruhan. Saat ini, LPPOM MUI memiliki dua kantor, yaitu LPPOM MUI Pusat Jakarta dan LPPOM MUI Bogor, serta sebanyak 32 LPPOM MUI cabang Provinsi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kantor LPPOM MUI Pusat Jakarta, berlokasi di Gedung Majelis Ulama Indonesia Jalan Proklamasi No. 51, Lantai III, Menteng Jakarta Pusat. Kantor LPPOM MUI Bogor, berlokasi di Kampus IPB Baranangsiang, Jalan Raya Pajajaran, Bogor. Visi yang diusung oleh LPPOM MUI, yaitu menjadi lembaga sertifikasi halal terpercaya di Indonesia dan dunia untuk memberikan ketentraman bagi umat Islam serta menjadi pusat halal dunia yang memberikan informasi, solusi, dan standar halal yang diakui secara nasional dan internasional. Misi LPPOM MUI, yaitu: 1. Membuat dan mengembangkan standar sistem pemeriksaan halal 2. Melakukan sertifikasi halal untuk produk-produk halal yang beredar dan dikonsumsi di masyarakat 3. Mendidik dan menyadarkan masyarakat untuk senantiasa mengkonsumsi produk halal 4. Memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai kehalalan produk dari berbagai aspek. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 pasal 11 ayat 2 menyebutkan bahwa pencantuman tulisan halal pada dasarnya bersifat sukarela. Namun, setiap orang yang memproduksi dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan menyatakan sebagai produksi yang halal, sesuai ketentuan produsen wajib mencantumkan tulisan halal pada label produknya. Oleh karena itu, untuk menghindari timbulnya keraguan dikalangan umat Islam terhadap kebenaran pernyataan halal dan juga untuk kepentingan kelangsungan atau kemajuan usaha produsen pangan, pangan yang dinyatakan sebagai halal tersebut diperiksakan terlebih dahulu pada lembaga yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Pemeriksaan tersebut dimaksudkan untuk memberikan ketentraman dan keyakinan umat Islam bahwa pangan yang akan dikonsumsi memang aman dari segi agama. Lembaga keagamaan dimaksud adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pada awal-awal tahun kelahirannya, LPPOM MUI berulang kali mengadakan seminar, diskusidiskusi dengan para pakar, termasuk pakar ilmu Syari’ah, dan kunjungan–kunjungan yang bersifat studi banding serta muzakarah (Girindra 2008). Pada awal tahun 1994, LPPOM MUI mengeluarkan sertifikat halal pertama. Hingga tahun 2010, LPPOM MUI telah mensertifikasi produk halal sebanyak 75.514 produk, baik produk nasional maupun produk impor (Hakim 2011). Logo halal yang digunakan LPPOM MUI dalam pelabelan halal disajikan pada Gambar 1.
3
Gambar 1. Logo halal MUI Di sisi lain, LPPOM MUI juga berperan aktif dalam menyediakan data produk halal yang dapat diakses melalui media Majalah Jurnal Halal dan website www.halalmui.org dan Direktori Halal Indonesia. LPPOM MUI juga berhubungan dekat dengan masyarakat melalui kegiatan sosialisasi halal kepada seluruh lapisan masyarakat Kota Bogor dengan berbagai program seperti Halal Food Goes to School, Wisata Halal, Akun Facebook dan Twitter “Halal is My Life”, Halal Competition, Penyuluhan Makanan Asuh ke seluruh Kecamatan dan melakukan pameran produk halal.
B. Profil Media Promosi Halal Kegiatan magang dilakukan di Divisi Sosialisasi dan Informasi LLPOM MUI merupakan divisi yang memiliki mandat untuk penyebarluasan informasi halal di Indonesia maupun di tingkat Internasional. Target dan sasaran promosi halal ini adalah berbagai kalangan meliputi instansi pemerintah, industri pangan, pemangku kebijakan, media informasi (cetak dan elektronik), masyarakat umum, dan pelajar. Undang-Undang No.7 Tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, maka pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Pangan memiliki peran yang strategis dalam mencetak sumber daya manusia yang unggul, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan upaya menghasilkan, menghindari, dan memilih pangan yang aman dan halal perlu dikomunikasikan ke segenap lapisan masyarakat. Menurut Yusup (2009) bahwa hampir tidak ada proses pendidikan tanpa melalui komunikasi dan informasi. Penyampaian pesan, mengajar, memberikan data dan fakta untuk kepentingan pendidikan, merumuskan kalimat yang baik dan benar semua hanya bisa dilakukan dengan penggunaan informasi yang komunikatif. Komunikasi pendidikan memiliki tujuan, yaitu untuk mengubah perilaku sasaran menuju ke arah yang lebih berkualitas, ke arah positif. Jenis media informasi LPPOM MUI disajikan dalam Tabel 1.
No 1 2 3 4 5 7 8 9
Tabel 1. Jenis media promosi yang dilakukan oleh divisi sosialisasi dan informasi Jenis Nama Media Media Elektronik Kuis Halal “Halal is My Life” Media Cetak Direktori Halal 2010 dan 2011 LPPOM MUI Media Cetak Majalah dwibulanan Jurnal Halal Media Elektronik Website Tatap Muka Wisata Halal, Halal goes to school Media Cetak Buku dan Komik Halal Tatap Muka Seminar, Halal Expo Media Elektronik Kanal Halal Food (dengan detikdotcom)
4
Komunikasi, informasi, dan edukasi adalah suatu strategi untuk menyampaikan pesan tertentu kepada sasaran yang tepat sehingga tujuan komunikasi dapat tercapai. Komunikasi dapat dikatakan sebagai proses penyampaian pesan di antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi dengan memberdayakan sumber komunikasi, pesan, saluran komunikasi dan penerima. Sementara itu, edukasi adalah proses pembelajaran dalam komunikasi untuk memantapkan pencapaian tujuan komunikasi. Perubahan yang diharapkan terjadi meliputi perubahan aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan). Media kuis halal yang ditayangkan pada tahun 2010 merupakan suatu bentuk sosialisasi kehalalan produk pada pelajar SMA se-Jakarta. Kegiatan ini juga dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk halal. Sementara itu, Direktori Halal merupakan media cetak yang diterbitkan oleh LPPOM MUI memiliki tujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat akan produk-produk yang telah memperoleh sertifikat halal dari LPPOM MUI. Direktori Halal ini berisi profil LPPOM MUI, profil auditor, daftar perusahaan dan produk bersertifikasi halal, dan status fatwa suatu zat. Media ini diharapkan dapat meningkatkan pengenalan masyarakat terhadap LPPOM MUI sebagai lembaga sertifikasi halal yang dapat dipercaya. Masyarakat dalam tingkatan apapun sangat memerlukan informasi sebagai penunjang kehidupannya, maka di zaman sekarang sektor informasi menjadi lebih tampak lebih jelas peranannya dalam pola kehidupan masyarakat (Yusup 2009). Sementara itu, sebagai salah satu upaya penyediaan informasi halal secara rutin dikeluarkan majalah dwi bulanan Jurnal halal. Majalah dwibulanan ini mengupas kehalalan dari aspek ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikombinasikan dengan aspek syariah, aspek higienitas dan gizi yang disajikan dengan bahasa semi populer. Seiring dengan meningkatnya arus ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan peradaban manusia dan tuntutan masyarakat yang serba dinamis maka LLPOM MUI menjawab tantangan tersebut dengan pendirian website sebagai salah satu media penyampaian informasi. Situs resmi LPPOM MUI yang berisi berita terkini mengenai halal dan memiliki tampilan yang dinamis. Sementara itu, wisata halal memiliki sasaran khusus yakni masyarakat umum tentang perkenalan produk pengolahan pangan dan minuman halal dan pengetahuan tentang kehalalan produk serta proses produksi. Media halal food goes to school merupakan program penyuluhan ke sekolah-sekolah TK sampai SMU bertujuan untuk menjadikan generasi muda khususnya usia TK sampai SMU dan sederajat peduli halal dan selalu mengonsumsi makanan dan minuman yang halal.
5
III. TINJAUAN PUSTAKA A. Halal dan Thoyyib Bahan pangan yang dikonsumsi hendaknya memperhatikan aspek nutrisi dan keamanannya seperti yang tertuang dalam QS Al Baqarah: 168 dan QS Al Maidah: 88 bahwa makanan yang dikonsumsi hendaklah makanan yang halal dan baik (thoyib). Menurut Girindra (2008), kata halalan berasal dari bahasa Arab secara etimologis halla yang berarti lepas atau tidak terikat. Kata halalan juga berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuanketentuan yang melarangnya. Halal juga diartikan sebagai segala sesuatu yang bebas dari bahaya duniawi dan ukhrawi. Makanan yang halal adalah semua jenis makanan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang terlarang atau haram dan atau yang telah diproses menurut syariat agama Islam (Keputusan bersama Menkes dan Menag No.427/men.kes/ksb/VIII/1985). Hal-hal yang termasuk ke dalam kriteria makanan dan minuman yang halal (Apriyantono 2001) adalah segala jenis makanan yang tidak mengandung dan tidak terjadi kontak langsung dengan sesuatu yang dianggap haram menurut Islam baik pada tahap persiapan, pemrosesan, transportasi dan penyimpanan. Kata thoyyib berarti lezat, baik, sehat, menentramkan, dan paling utama. Kata thoyyib dalam konteks makanan berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa) atau tercampur benda najis. Berbeda dari aspek halalan, aspek thoyyiban sepatutnya melalui pertimbangan rasio dengan mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui upaya ini manusia bisa mempertimbangkan dan membedakan makanan yang menguntungkan atau yang merugikan kesehatan jasmani dan rohani (Girindra 2008).
B. Hukum dan Regulasi Penyembelihan dalam Islam Tuntunan penyembelihan hewan harus dipenuhi mengenai syarat penyembelihan yang dapat membuat hewan halal untuk dikonsumsi. Syarat ini terbagi menjadi tiga, yaitu syarat yang berkaitan dengan hewan yang akan disembelih, syarat yang berkaitan dengan orang yang akan menyembelih, dan syarat yang berkaitan dengan alat untuk menyembelih (Tuasikal 2007). Syarat hewan yang disembelih, yaitu hewan tersebut masih dalam keadaan hidup ketika penyembelihan, bukan dalam keadaan bangkai (sudah mati). Allah Ta’ala berfirman,
ﻋَﻠﻴْ ُﻜ ُﻢ اﻟْ َﻤﻴْ َﺘ َﺔ َ ﺣ َّﺮ َم َ ِإ َّﻧﻤَﺎ “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai…” (QS. Al Baqarah: 173) Syarat orang yang akan menyembelih, yaitu yang pertama adalah berakal, baik itu seorang muslim atau ahli kitab (Yahudi atau Nashrani). Oleh karena itu, tidak halal hasil sembelihan dari seorang penyembah berhala dan orang Majusi sebagaimana hal ini telah disepakati oleh para ulama. Hal ini dikarenakan selain muslim dan ahli kitab tidak murni mengucapkan nama Allah ketika menyembelih. Sedangkan ahlul kitab masih dihalalkan sembelihan mereka karena Allah Ta’ala berfirman,
ْب ﺣِﻞٌّ َﻟ ُﻜﻢ َ ﻦ أُوﺗُﻮا اﻟْ ِﻜﺘَﺎ َ ﻃﻌَﺎ ُم اَّﻟﺬِﻳ َ َو Artinya: Makanan (sembelihan) ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka (QS. Al Ma-idah: 5). Makna makanan ahlul kitab di sini adalah sembelihan mereka, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah, ‘Atho’, Al Hasan Al Bashri, Makhul, Ibrahim An Nakho’i, As Sudi, dan Maqotil bin Hayyan. Namun, yang harus diperhatikan adalah
6
sembelihan ahlul kitab bisa halal selama diketahui kalau mereka tidak menyebut nama selain Allah. Jika diketahui mereka menyebut nama selain Allah ketika menyembelih, misalnya mereka menyembelih atas nama Isa Al Masih, ‘Udzair atau berhala, maka pada saat ini sembelihan mereka menjadi tidak halal berdasarkan firman Allah Ta’ala,
ﻞ ِﻟ َﻐﻴْ ِﺮ َّ ﻋَﻠﻴْ ُﻜ ُﻢ اﻟْ َﻤﻴْ َﺘ ُﺔ وَاﻟ َّﺪ ُم َوَﻟﺤْ ُﻢ اﻟْﺨِﻨْﺰِﻳﺮِ وَﻣَﺎ ُأ ِه َ ْﺣ ِّﺮ َﻣﺖ ُ Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah (QS. Al Ma-idah: 3) Menurut Shihab (1999), memang timbul perselisihan pendapat di kalangan ulama tentang siapa yang dimaksud dengan Ahl Al-Kitab dan apakah umat Yahudi dan Nasrani masa kini, masih wajar disebut sebagai Ahl Al-Kitab. Dan apakah selain dari mereka, seperti penganut agama Budha dan Hindu, dapat dimasukkan ke dalamnya. Mayoritas ulama menilai bahwa hingga kini penganut agama Yahudi dan Kristen masih wajar menyandang gelar tersebut, dan dengan demikian penyembelihan mereka masih tetap halal, jika memenuhi syarat-syarat yang lain. Salah satu syarat yang telah dikemukakan di atas adalah tidak menyembelih binatang atas nama selain Allah. Dalam konteks ini, ditemukan rincian dan perbedaan penafsiran para ulama, menyangkut wajib tidaknya menyebut nama Allah ketika menyembelih, dan bagaimana dengan Ahl Al-Kitab masa kini. AlQuran menyatakan,
Artinya: Maka makanlah binatang-binatang yang halal yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatnya. Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal Allah telah menjelaskan kepada kamu apa-apa yang diharamkan-Nya atas kamu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas (QS Al-An'am 6: 118-119). Syarat penyembelihan antara lain menyebut nama Allah ketika menyembelih. Jika sengaja tidak menyebut nama Allah (padahal ia tidak bisu dan mampu mengucapkan), maka hasil sembelihannya tidak boleh dimakan menurut pendapat mayoritas ulama. Sedangkan bagi yang lupa untuk menyebutnya atau dalam keadaan bisu, maka hasil sembelihannya boleh dimakan. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al An’am:121,
ﻖ ٌ ْﻋَﻠﻴْ ِﻪ َوِإ ﱠﻧ ُﻪ َﻟ ِﻔﺴ َ َوﻟَﺎ َﺗﺄْ ُآﻠُﻮا ﻣِﻤﱠﺎ َﻟﻢْ ُﻳﺬْ َآ ِﺮ اﺳْ ُﻢ اﻟﱠﻠ ِﻪ
7
Artinya: Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan (QS. Al An’am: 121) Berdasarkan hadits Rofi’ bin Khodij, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َﻓ ُﻜﻠُﻮ ُﻩ، ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َ ﻣَﺎ َأﻧْ َﻬ َﺮ اﻟ ﱠﺪ َم َو ُذ ِآ َﺮ اﺳْ ُﻢ اﻟﱠﻠ ِﻪ Artinya: Segala sesuatu yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya, silakan kalian makan. Inilah yang dipersyaratkan oleh mayoritas ulama yaitu dalam penyembelihan hewan harus ada tasmiyah (penyebutan nama Allah atau basmalah). Sedangkan Imam Asy Syafi’i dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad menyatakan bahwa hukum tasmiyah adalah sunnah (dianjurkan). Mereka beralasan dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
ْﻋَﻠﻴْ ِﻪ َأم َ ﻻ َﻧﺪْرِى َأ ُذ ِآ َﺮ اﺳْ ُﻢ اﻟﱠﻠ ِﻪ َ ن َﻗﻮْﻣًﺎ ﻳَﺄْﺗُﻮﻧَﺎ ﺑِﺎﻟﱠﻠﺤْ ِﻢ ِإ ﱠ- ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ- ﻰ ن َﻗﻮْﻣًﺎ ﻗَﺎﻟُﻮا ﻟِﻠ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ َأ ﱠ . ﻋﻬْ ٍﺪ ﺑِﺎﻟْ ُﻜﻔْ ِﺮ َ ﺣﺪِﻳﺜِﻰ َ ﻗَﺎَﻟﺖْ َوآَﺎﻧُﻮا. « ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َأﻧْ ُﺘﻢْ َو ُآﻠُﻮ ُﻩ َ ﺳﻤﱡﻮا َ »ل َ ﻻ َﻓﻘَﺎ َ Ada sebuah kaum berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ada sekelompok orang yang mendatangi kami dengan hasil sembelihan. Kami tidak tahu apakah itu disebut nama Allah ataukah tidak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kalian hendaklah menyebut nama Allah dan makanlah daging tersebut.” ’Aisyah berkata bahwa mereka sebenarnya baru saja masuk Islam. Dari ayat ini, para ulama menyimpulkan bahwa penyembelih haruslah dilakukan oleh seorang yang beragama Islam, atau Ahl Al-Kitab (Yahudi atau Nasrani). Namun, pendapat mayoritas ulama yang menyaratkan wajib tasmiyah (basmalah) itulah yang lebih kuat dan lebih hati-hati. Sedangkan dalil yang disebutkan oleh Imam Asy Syafi’i adalah untuk sembelihan yang masih diragukan disebut nama Allah ataukah tidak. Maka untuk sembelihan semacam ini, sebelum dimakan, hendaklah disebut nama Allah terlebih dahulu (Tuasikal 2007). Syarat penyembelihan berikutnya adalah tidak disembelih atas nama selain Allah. Hal yang dimaksudkan di sini adalah mengagungkan selain Allah baik dengan mengeraskan suara atau tidak. Maka hasil sembelihan seperti ini diharamkan berdasarkan kesepakatan ulama. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
ﻞ ِﻟ َﻐﻴْ ِﺮ َّ ﺨﻨْﺰِﻳ ِﺮ وَﻣَﺎ ُأ ِه ِ ْﻋَﻠﻴْ ُﻜ ُﻢ اﻟْ َﻤﻴْ َﺘ ُﺔ وَاﻟ َّﺪ ُم َوَﻟﺤْ ُﻢ اﻟ َ ْﺣ ِّﺮ َﻣﺖ ُ “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al Ma-idah: 3) Terpenuhinya syarat terpancarnya darah dalam penyembelihan juga merupakan syarat penyembelihan yang harus dipenuhi. Dan hal ini akan terwujud dengan dua ketentuan, yaitu alatnya tajam, terbuat dari besi atau batu tajam. Syarat alat untuk menyembelih dibagi menjadi dua, yaitu menggunakan alat pemotong, baik dari besi atau selainnya, baik tajam atau tumpul asalkan bisa memotong. Hal ini dikarenakan maksud dari menyembelih adalah memotong urat leher, kerongkongan, saluran pernafasan dan saluran darah. Syarat yang kedua, yaitu tidak menggunakan tulang dan kuku. Dalilnya adalah hadits Rofi’ bin Khodij,
8
ﻋَﻠﻴْ ِﻪ اﻟﱠﻠ ِﻪ اﺳْ ُﻢ َو ُذ ِآ َﺮ اﻟ ﱠﺪ َم َأﻧْ َﻬ َﺮ ﻣَﺎ َ ، َﻓ ُﻜﻠُﻮ ُﻩ، ﺲ َ ْﻦ َﻟﻴ ﺴﱠ ﻈ ُﻔ َﺮ اﻟ ﱢ وَاﻟ ﱡ، ْﻋﻦْ وَﺳَُﺄﺣَﺪﱢ ُﺛ ُﻜﻢ َ ﻚ َ َذِﻟ، ﻦ َأﻣﱠﺎ ﺴﱡ اﻟ ﱢ ﺸ ِﺔ َﻓ ُﻤﺪَى اﻟﻈﱡ ُﻔ ُﺮ َوَأﻣﱠﺎ َﻓ َﻌﻈْ ٌﻢ َ ﺤ َﺒ َ ْاﻟ Artinya: Segala sesuatu yang mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya, silakan kalian makan, asalkan yang digunakan bukanlah gigi dan kuku. Aku akan memberitahukan pada kalian mengapa hal ini dilarang. Adapun gigi, ia termasuk tulang. Sedangkan kuku adalah alat penyembelihan yang dipakai penduduk Habasyah (sekarang bernama Ethiopia). Ketentuan kedua adalah dengan memutus al-wadjan, yaitu dua urat tebal yang meliputi tenggorokan. Inilah persyaratan dan batas minimal yang harus disembelih menurut pendapat yang rajih. Sebab, dengan terputusnya kedua urat tersebut, darah akan terpancar deras dan mempercepat kematian hewan tersebut. Ketentuan penyembelihan yang ketiga adalah alat untuk menyembelih. Komisi Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) memfatwakan bahwa penyembelihan hewan secara mekanis pemingsanan merupakan modernisasi berbuat ihsan kepada hewan yang disembelih sesuai dengan ajaran Nabi dan memenuhi persyaratan ketentuan syar’i dan hukumnya sah dan halal. Hadits Nabi Riwayat Muslim dari Syaddad bin Aus tentang penyembelihan, yaitu
“Bahwanya Allah menetapkan ihsan (berbuat baik) atas tiaptiap sesuai (tindakan). Apabila kamu ditugaskan membunuh maka dengan cara baiklah kamu membunuh dan apabila engkau hendak menyemelih maka sembelihlah dengan cara baik. Dan hendaklah mempertajam salah seorang kaum akan pisaunya dan memberikan kesenangan kepada yang disembelinya (yaitu tidak disiksa dalam penyembelihannya)”
C. Hukum dan Regulasi tentang Daging Bangkai dan Darah Kehalalan produk hewani telah memiliki pedoman baku, terutama bagi umat Islam. Beberapa ayat Al-Quran menerangkan tentang hukum mengkonsumsi daging bangkai dan darah di antaranya Al Baqarah: 173,
Artinya : Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu daging bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al Baqarah: 173).
9
Surat Al Maidah: 3 menyebutkan,
Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al Maidah: 3). Surat Al An’aam: 145 menyebutkan,
Artinya : Katakanlah, Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu daging bangkai, atau darah yang mengalir* atau daging babi, (karena sesungguhnya semua itu kotor) atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al An’aam: 145). *Darah yang diharamkan adalah darah yang mengalir dan terpancar. Surat An Nahl: 115 menyebutkan,
10
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) daging bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (An Nahl: 115). Sementara itu, perundang-undangan Indonesia juga telah mengatur tentang peredaran produk tidak layak konsumsi atau dalam kajian ini dianggap sebagai daging bangkai. Berikut adalah perundangan Indonesia yang memuat mengenai ketentuan produk tidak layak konsumsi : 1. Undang-Undang No.7 Tahun 1996 pasal 21 tentang Pangan, yakni setiap orang dilarang mengedarkan: (d). Pangan yang kotor, busuk, tengik, berpenyakit dan berasal dari daging bangkai Apabila terjadi pelanggaran dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah). 2. Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Di dalam Bab IV pasal 8 disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksud. 3. Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner di dalam Bab II pasal 4 disebutkan bahwa setiap orang atau badan dilarang menjual daging yang tidak sehat. 4. Keputusan Menteri Pertanian No.306/Kpts/TN.330/4/1994 tentang Pemotongan Unggas dan Penanganan Daging Unggas serta Hasil Ikutannya. Di dalam Bab II pasal 5 disebutkan bahwa unggas ditolak untuk disembelih apabila dalam pemeriksaan ante-mortem ternyata unggas tersebut dalam keadaan sudah mati dan hewan tersebut harus dimusnahkan.
D. Ketentuan Bangkai Belalang dan Ikan dalam Islam Ada dua binatang yang dikecualikan oleh syariat Islam dari kategori daging bangkai, yaitu belalang dan ikan serta berbagai macam binatang yang hidup di dalam air. Rasulullah SAW ketika ditanya tentang masalah air laut, beliau menjawab: “Laut itu airnya suci dan daging bangkainya halal” (Riwayat Ahmad dan ahli sunnah). Dan firman Allah dalam surat Al Maidah 96,
Artinya : Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan (Al Maidah: 96). Umar berkata: yang dimaksud shaiduhu, yaitu semua binatang yang diburu, sementara itu yang dimaksud tha’amuhu (makanannya), yaitu barang yang dicarinya. Dan kata Ibnu Abbas pula, bahwa yang dimaksud tha’amuhu, yaitu daging bangkainya (Qardhawi 2005).
11
Makna daging bangkai belalang adalah belalang yang mati begitu saja dengan sebab-sebab kematian seperti kedinginan, hanyut, atau yang lainnya. Adapun yang mati dengan sebab racun maka daging bangkai tersebut diharamkan karena di dalamnya terkandung racun yang mematikan yang diharamkan. Demikian juga daging bangkai ikan adalah ikan yang mati begitu saja, baik dengan sebab hanyut oleh ombak atau keringnya air sungai. Adapun yang mati dengan sebab oleh sesuatu yang disebut dengan pencemaran air laut dengan bahan beracun atau hal-hal yang mematikan, maka ini diharamkan, bukan karena substansi daging bangkai ikannya akan tetapi karena racun dari zat-zat yang berbahaya atau yang mematikan tersebut. Terdapat beberapa perbedaan pendapat dari para ulama mengenai belalang dan ikan yang dikutip pada kitab Taudihul Ahkam min Bulughil Marom karya Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Al Bassam, yaitu : Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hewan laut adalah halal seperti ikan dengan seluruh jenisnya, adapun selain ikan yang menyerupai hewan darat, seperti ular (laut), anjing (laut), babi (laut) dan lainnya, maka beliau berpendapat tidak halal. Pendapat Imam Ahmad adalah halalnya seluruh jenis hewan laut, kecuali katak, ular, dan buaya. Katak dan ular merupakan hewan yang menjijikkan, adapun buaya merupakan hewan bertaring yang digunakannya untuk memangsa. Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat halalnya seluruh jenis hewan laut tanpa terkecuali, keduanya berdalil dengan firman Allah ta’ala dalam QS Al Maidah: 96 dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ت ُ ن اﻟﺠﺮاد و اﻟﺤﻮ ِ ﺣﱠﻠﺖْ ﻟﻨﺎ ﻣَﻴ َﺘﺘَﺎ ِ ُأ ”Dihalalkan bagi kita dua daging bangkai, (yaitu) belalang dan al huut” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Sementara itu, pengertian al huut adalah ikan. Juga berdasarkan hadits, ﻞ َﻣﻴْﺘَـ ُﺘ ُﻪ ﺤﱡ ِ ( اﻟhalal daging bangkainya), maka pendapat inilah (Imam Malik dan Imam Syafi’i) yang lebih kuat. Syariat Islam menentukan bahwa setiap hewan yang akan dikonsumsi dagingnya harus disembelih dengan memutus saluran pencernaan, saluran pernapasan, dan pembuluh darah nadi. Selain itu juga wajib hukumnya menyebutkan nama Allah dalam proses itu. Aturan ini berlaku untuk semua hewan halal, kecuali ikan dan belalang.
E. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan disain tertentu yang digunakan sebagai tempat pemotongan hewan selain unggas bagi konsumsi masyarakat luas. Pemotongan hewan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum yang melaksanakan pemotongan hewan selain unggas di RPH milik sendiri, atau pihak lain, atau menjual jasa pemotongan hewan (Direktorat Kesehatan Hewan 1987) . Menurut Keputusan Menteri Pertanian No. 555/Kpts/TN.20/1986, tentang syarat-syarat RPH, usaha pemotongan hewan, dan fungsi RPH adalah sebagai berikut: 1. Tempat melaksanakan penyembelihan hewan secara benar, 2. Tempat melaksanakan pemeriksaan antemortem dan postmortem, 3. Tempat pendeteksian dan pemeriksaan penyakit yang dapat menular, dan 4. Tempat mengawasi pemotongan hewan besar betina bertanduk dan betina produktif. Rumah pemotongan hewan (RPH) harus memenuhi beberapa syarat seperti : (a) berlokasi di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan serta mudah dicapai dengan kendaraan, (b) kompleks rumah pemotongan hewan (RPH) harus dipagar untuk memudahkan penjagaan keamanan,
12
(c)
memiliki ruangan yang digunakan sebagai tempat penyembelihan, dinding dan lantai kedap air, ventilasi yang cukup, (d) mempunyai perlengkapan yang memadai, (e) pekerja yang mempunyai pengalaman dalam bidang kesehatan masyarakat veteriner, dan (f) bangunan utama RPH, kandang dan tempat penyimpanan alat-alat untuk pemotongan babi harus terpisah dengan alat dan tempat pemotongan sapi, kerbau dan kambing. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan unit pelayanan untuk penyediaan daging yang aman, sehat dan utuh untuk masyarakat dan berperan penting terhadap terjaminnya kehidupan masyarakat yang sehat. Ensminger (1991) mengemukakan bahwa kegiatan rumah pemotongan hewan (RPH) meliputi penyembelihan hewan serta pemotongan bagian-bagian tubuh hewan tersebut. Limbah yang dihasilkan dari proses tersebut berupa darah yang akan mengakibatkan tingginya nilai biochemical oxygen demand (BOD) dan padatan tersuspensi. Secara keseluruhan, limbah-limbah ini memiliki karakteristik kandungan protein yang tinggi.
. F. Limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Berdasarkan sumbernya, limbah RPH termasuk dalam golongan limbah industri. Sementara itu, dilihat dari komposisi dan pengaruhnya terhadap perairan, limbah RPH mirip dengan sampah domesik (domestic sewage). Namun, karena kandungan bahan organiknya yang tinggi, hal ini menyebabkan bahaya kontaminasi mikroorganisme patogen limbah RPH lebih besar dari sampah domestik. Limbah cair RPH yang terbesar berasal dari darah. Jenie dan Rahayu (1993) juga menyebutkan bahwa limbah utama yang dihasilkan oleh RPH adalah berasal dari kegiatan penyembelihan, penanganan isi perut, rendering, pemotongan bagian-bagian yang tidak berguna, pengolahan, dan pekerjaan pembersihan. Darah dapat meningkatkan tingginya nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) serta padatan tersuspensi (Sianipar 2006). Limbah RPH mengandung darah, lemak, padatan organik dan anorganik serta garam-garam dan bahan kimia yang ditambahkan selama proses pengolahan. Jumlah darah yang dikeluarkan selama proses pemotongan rata-rata adalah 7.7% dari berat sapi (Divakaran 1982). Darah sapi dapat menimbulkan beban BOD sebesar 156,500 mg/L, COD 218,300 mg/L, kadar air 82 % dan pH 7.3 (Sianipar 2006). Menurut standar mutu I limbah cair, nilai BOD adalah sebesar 50 mg/L, COD 100 mg/L, dan memiliki pH yang berkisar antara 6-9 (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. KEP51/MENLH/10/1995).
13
G. Fisikokimia Darah Darah terdiri atas dua fraksi, yaitu sel darah merah dan plasma darah. Fraksi-fraksi darah ini mengandung total protein yang berkisar 28–38%. Data mengenai kandungan darah dan fraksinya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan darah dan fraksinya Komponen Darah (%) Plasma (%) Sel darah merah (%) Air 80 90.8 60.8 Garam 0.9 0.8 1.1 Lemak 0.2 0.1 0.4 Protein 17 7.9 35.1 Albumin 2.8 4.2 Globulin 2.2 3.3 Fibrinogen 0.3 0.4 Hemoglobin 10 30 Lainnya 1.1 0.4 2.6 (Ockerman dan Hansen 1988) Hemoglobin merupakan suatu protein yang terdiri dari 4 subunit, masing-masing sub unit tersebut mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida yang terdiri atas protoporfirin, globin dan besi bervalensi 2 (ferro). Hemoglobin mengandung besi 0.335 % atau 3.35 mg/g hemoglobin dan kapasitas oksigen 1.36 cc per g (Sastradipraja et al. 1989). Struktur hemoglobin disajikan pada Gambar 2.
Fe
Gambar 2. Struktur hemoglobin Kadar hemoglobin di dalam darah dapat ditentukan dengan berbagai metode. Terdapat tiga metode pengukuran kadar hemoglobin, yaitu metoda Tallqvist, metoda Sahli, dan metoda sianmetmoglobin (spektrofotometrik). Diantara ketiga metode tersebut, metode spektofotometri merupakan metode yang tepat dan paling banyak digunakan dalam laboratorium klinik diagnostik (Sastradipraja et al. 1989). Metode spektrofotometri menggunakan suatu larutan yang mengandung kalium sianida dan kalium ferisida (reagen Drabkins). Ferisianida akan merubah besi dari hemoglobin yang bervalensi 2 menjadi bervalensi 3 dengan kalium sianida membentuk pigmen yang stabil ialah sianmetmoglobin. Intensitas warna campuran ini diukur dengan panjang gelombang 540 nm atau menggunakan filter hijau kekuningan (Sastradipraja et al. 1989).
14
H. Sel Kanker dan Tahapan Pembentukannya (Nurlaila dan Hadi 2008) Kanker merupakan penyakit yang timbul akibat adanya akumulasi atau penumpukan kerusakankerusakan sel tertentu dari tubuh. Kanker berkembang melalui serangkaian proses yang disebut karsinogenesis. Karsinogenesis pada dasarnya dibagi menjadi dua tahap utama yaitu inisiasi dan promosi, namun beberapa literatur menambahkan bahwa tahap promosi kanker diikuti oleh proliferasi, metastasis dan neoangiogenesis. Tahap inisiasi ialah tahap terdapat agen karsinogenik (zat yang dapat menimbulkan kanker) mulai bekerja mengubah susunan DNA fungsional (gen) sehingga gen itu menjadi berbeda atau terjadi mutasi. Biasanya gen yang berubah susunannya adalah gen yang berfungsi untuk menekan pertumbuhan tumor (tumor suppressor gene), misalnya gen p53. Proses mutasi DNA yang terjadi satu kali sebenarnya belum cukup untuk dapat menimbulkan kanker. Ribuan mutasi harus terjadi pada letak gen yang tidak boleh sama sehingga kanker tersebut dapat timbul. Apabila mutasi DNA yang itu telah terjadi, mulailah sel mengalami perubahan sifat secara perlahan-lahan. Sel yang mengantongi gen yang termutasi akan mulai membelah diri (proliferasi) dan membentuk grup tertentu (klonal) di lokasi tertentu dalam tubuh. Tahapan sel kanker membentuk klonal inilah yang dinamakan tahap promosi kanker. Tahap promosi ini akan diikuti proliferasi (pembelahan diri sel kanker menjadi banyak) yang kemudian satu atau lebih sel bisa memisahkan diri dari markas utamanya untuk berpindah ke tempat lain (metastasis). Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi klonal sel kanker tersebut, dibentuklah pembuluh darah baru (neoangiogenesis).
15
IV.
METODOLOGI
A. KEGIATAN MAGANG Kegiatan magang dilakukan selama empat bulan (7 Februari - 7 Juni 2011) pada Divisi Sosialisasi dan Informasi LPPOM MUI. Kegiatan yang dilakukan antara lain: 1. Mengikuti pelatihan dan diskusi mengenai halal Pelatihan yang diikuti berupa pelatihan sistem jaminan halal pada tanggal 24 Mei 2011. Materi pelatihan berisi pemahaman dasar mengenai sistem jaminan halal, syarat menjadi auditor halal internal perusahaan, identifikasi bahan baku dan proses, penentuan titik kritis kehalalan produk, dan pengambilan keputusan status halal suatu produk. 2. Membuat media presentasi tentang halal Media presentasi dibuat dalam tampilan menarik berisi pesan untuk senantiasa mengkonsumsi pangan halal dengan sasaran anak usia TK, usia SMP, dan masyarakat umum. 3. Mempelajari dan membuat artikel titik kritis kehalalan produk makanan Pembuatan titik kritis dilakukan dengan mengidentifikasi bahan baku dan proses yang dilakukan kemudian mengidentifikasi titik kemungkinan produk tersebut dapat terkontaminasi zat haram. 4. Melakukan survei produk pangan Survei dilakukan di pusat perbelanjaan yang berlokasi di Jakarta. Survei ini dilakukan untuk mengetahui peredaran produk yang berlogo halal non-MUI. Data yang dikumpulkan berupa jenis produk, merek produk, nama produsen, asal produk (dalam negeri/luar negeri), jenis izin edar (MD,ML,PIRT), jenis logo halal (MUI, LN), jenis sertifikat halal (MUI, LN), dan tanggal kadaluarsa. 5. Melakukan persiapan dan partisipasi kegiatan yang diselenggarakan Divisi Sosialisasi dan Promosi LPPOM MUI, yaitu : a. Berpartisipasi dalam kegiatan Halal Food Goes to School yang merupakan program seminar halal dan kompetisi memasak di sekolah menengah atas se-kota Bogor. Kegiatan ini bertujuan untuk menjadikan generasi muda khususnya usia TK sampai SMU dan sederajat peduli halal dan selalu mengonsumsi makanan dan minuman yang halal. b. Berpartisipasi dalam kegiatan seminar sehari Horeca (Hotel, Restoran dan Catering) dengan tema “Ketersediaan Kuliner Halal dalam Menyukseskan Visit Indonesia 2011” pada tanggal 6 April 2011, Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta. c. Berpartisipasi kegiatan diskusi strategis menyambut kebijakan CAFTA (China – ASEAN Free Trade Area) pada tanggal 10 Mei 2011, Hotel Bidakara, Jakarta. d. Berpartisipasi dalam kegiatan Indonesia Halal Expo (INDHEX) 2011. 6. Mengkaji topik khusus, yaitu kajian ilmiah keharaman daging bangkai dan produk darah.
B KAJIAN TOPIK KHUSUS B.1 Metode Penulisan Untuk Topik Khusus Metode yang digunakan pada penulisan kajian topik khusus adalah metode deskriptif. Metode deskriptif menurut Sevilla et al. (1993) merupakan kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. Penulisan ini dilakukan studi pustaka yang membandingkan kandungan kimia, evaluasi biologis, dan aspek mikrobiologi dari daging bangkai dan darah. Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun tugas akhir ini terdiri dari penentuan
16
gagasan, pengumpulan data, pengambilan kesimpulan, dan saran. Metode penulisan topik khusus ini bersifat kajian pustaka dan diskusi pakar (dosen, pihak LPPOM MUI). Selain itu, penelitian deskriptif adalah sebuah metode penelitian yang menggambarkan objek penelitian berupa data-data yang sudah ada. Dalam penelitian deskriptif, peneliti tidak mungkin memanipulasi dan mengontrol data atau variabel penelitian. Dengan demikian, penelitian merupakan penelitian noneksperimental karena data yang akan diteliti, baik data saat ini maupun data di masa lalu, sudah ada dan tidak mungkin dimanipulasi. Tujuan utama dalam menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan karakteristik subjek ataupun objek penelitian secara terperinci dan sistematis. Penelitian deskriptif yang dilakukan adalah berupa wawancara dengan tujuan untuk mengetahui gambaran umum tingkat pengetahuan pedagang mengenai daging halal.
B.2 Penentuan Gagasan Tugas akhir ini mengangkat gagasan berupa permasalahan peredaran daging bangkai dan produk darah yang telah jelas dilarang dikonsumsi oleh umat Islam. Kajian daging bangkai dibatasi pada daging yang berasal dari hewan dengan kondisi kesehatan dan penanganan yang buruk sehingga mati sebelum disembelih dan merupakan daging yang memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan daging normal dari aspek warna dan bau. Produk darah yang dimaksud adalah produk yang berasal dari darah yang mengalir. Asumsi yang digunakan sebagai acuan studi literatur adalah bahwa di dalam bahan yang tidak layak konsumsi (daging bangkai dan darah) terdapat sesuatu yang berbahaya. Pendekatan terhadap hal yang berbahaya dalam produk tersebut dipandang melalui segi biokimia maupun mikrobiologis. Asumsi ini diperkuat oleh data dan hasil penelitian serupa mengenai daging bangkai dan produk darah. Namun, hasil kesimpulan ini tidak menggambarkan status keharaman dari daging bangkai dan produk darah melainkan hikmah keharaman dari produk-produk tersebut.
B.3 Metode Pengambilan Sampel Menurut Supranto (2003), metode pembagian sampel dibagi menjadi dua, yaitu metode acak (probability sampling) dan metode non acak (nonprobability sampling). Metode penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non acak (nonprobability sampling). Metode ini memungkinkan untuk memperoleh hasil yang cepat. Namun, hasil yang diperoleh dari metode ini tidak akan mencapai generalisasi yang berlaku bagi suatu populasi. Responden pada tahapan wawancara ini harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Responden adalah pedagang daging di kios Pasar Bogor 2. Responden harus beragama Islam Penentuan responden ini menggunakan metode purposive sampling sesuai dengan kebutuhan penelitian, yaitu menggambarkan penanganan kehalalan pangan, memperoleh pemahaman, dan mengembangkan suatu penjelasan teoritis tentangnya. Tujuan ini menjadikan dalam pemilihan responden, pemilihan tidak mengutamakan patokan dalam keterwakilan populasi, melainkan keterwakilan aspek permasalahan.
B.4 Wawancara (Nasution 2007) Wawancara adalah salah satu bentuk komunikasi verbal yang bertujuan untuk memperoleh informasi. Wawancara merupakan alat yang efektif untuk mengungkapkan kenyataan hidup, apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh individu tentang berbagai aspek kehidupan. Terdapat dua jenis wawancara, yaitu wawancara berstruktur dan wawancara tak berstruktur. Dalam tugas akhir ini, peneliti memilih menggunakan jenis wawancara berstruktur, yakni wawancara yang dilakukan
17
berdasarkan daftar pertanyaan dengan maksud dapat mengontrol dan mengatur berbagai dimensi atau dapat pula dikatakan wawancara dengan pembatasan masalah. Metode wawancara berstruktur ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu: 1. tujuan wawancara lebih jelas dan terpusat pada hal-hal yang telah ditentukan lebih dahulu sehingga tidak ada bahaya bahwa percakapan menyeleweng dan menyimpang dari tujuan. 2. jawaban-jawaban mudah dicatat dan diberi kode 3. data lebih mudah diolah
B.5 Teknik Pengumpulan Data Sumber data dalam penulisan topik khusus adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara kepada responden menggunakan kuesioner (Lampiran 2). Wawancara dilakukan pada tanggal 12 Juni 2011 mulai pukul 09.30 – 12.00 WIB. Lokasi pengambilan sampel di Pasar Bogor (Jalan Suryakencana). Data sekunder pada penulisan topik khusus ini diperoleh deri penelusuran pustaka berupa buku, jurnal, artikel, dan internet. Penilaian kuesioner mengenai tingkat pengetahuan dan kepedulian halal pedagang daging dihitung berdasarkan pada masing-masing butir pertanyaan bernilai 1 jika benar dan 0 jika salah. Sehingga jika jawabannya salah semua akan bernilai 0 dan jika jawaban benar semua akan bernilai 9. Rentang nilainya adalah: r = Rentang nilainya adalah: r = Rentang Nilai 0 - 3.00 3.01 - 6.00 6.01 - 9.00
= 3.00 Kategori Rendah Cukup Baik
18
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Manfaat Kegiatan Magang Kegiatan magang di LPPOM MUI selama 4 bulan (7 Februari - 7 Juni) pada divisi Sosialisasi dan Informasi LPPOM MUI. Kegiatan yang dilakukan antara lain: 1. Mengikuti pelatihan dan diskusi mengenai halal Pelatihan yang diadakan pada tanggal 24 Mei 2011 ini berupa pelatihan bagi calon auditor internal perusahaan yang ingin mempelajari ataupun menyusun manual halal. Pada pelatihan ini, penulis mempelajari mengenai peranan penting sistem jaminan halal dalam proses sertifikasi halal. Materi pelatihan berisi pemahaman dasar sistem jaminan halal, syarat menjadi auditor, identifikasi bahan baku dan proses, penentuan titik kritis kehalalan produk, pengambilan keputusan dan penilaian status halal suatu produk yang diproduksi. Penulis juga membuat rancangan manual halal (bagian hasil identifikasi titik kritis keharaman bahan dan tindakan pencegahannya) dengan kasus penerapan di industri yogurt (Lampiran 3). 2. Membuat media presentasi tentang halal Pembuatan slide presentasi halal berupa materi edukasi halal sejak dini bagi anak-anak usia TK dan pelajar SMP. Isi slide secara garis besar menerangkan tentang definisi halal, perintah halal dalam AlQuran, hikmah dibalik mengkonsumsi makanan halal, contoh sederhana bahan pangan halal, difinisi haram, hikmah dibalik mengkonsumsi zat haram, dan permainan tebak gambar hewan halalharam. Sementara itu, isi slide presentasi halal bagi masyarakat umum memiliki cakupan materi yang lebih luas lagi, yaitu peranan LPPOM MUI, gambaran sederhana proses sertifikasi halal dan tips memilih produk olahan yang berlogo halal. Contoh slide presentasi dengan sasaran anak-anak usia SMP dengan judul “Gaul Bersama Halal” dapat dilihat pada lampiran 4. 3. Pemahaman Titik Kritis Bahan pada Produk untuk Panduan Auditor Penulis mempelajari pembuatan matriks titik kritis dari berbagai bahan dan produk seperti antioksidan, asam sitrat, bahan anti gumpal, bakery mix, produk daging, pengemulsi, enzim, perisa (flavor), gelatin, kecap, minyak dan lemak, minyak esensial, oleoresin, monosodium glutamat, pati dan turunannya, pemanis, pengawet, pengembangan metode analisis halal, pengental dan penstabil, penyembelihan, pewarna, produk turunan protein, produk bioteknologi, ragi roti, ribotide, sanitasi peralatan, saos, susu dan turunannya, taurin, dan vitamin. Suplemen bacaan mengenai titik kritis bahan dan produk dapat membantu memberikan gambaran bagi penulis mengenai tugas audit yang akan dilakukan oleh auditor halal. Setiap topik bahan dan produk terdapat penjelasan mengenai deskripsi singkat, klasifikasi dan sumber, cara produksi, titik kritis, aplikasi dan standar approval. Selain itu, diuraikan pula mengenai pengembangan metode analisis pencemaran daging serta sanitasi dalam industri pangan. 4. Pembuatan artikel titik kritis keharaman masakan siap saji (Jepang dan Amerika) dan Klapertaart Langkah yang digunakan dalam pembuatan artikel ini adalah mempelajari bahan baku yang digunakan pada pembuatan masakan Jepang dan Klapertaart. Selain itu, penulis juga mempelajari proses produksi dari kedua makanan tersebut. Suplemen bahan bacaan titik kritis dari beberapa produk tersebut memberikan gambaran pembuatan artikel titik kritis sehingga selanjutnya dapat digunakan untuk menyusun titik kritis masakan Jepang dan Klapertaart. Lampiran artikel yang terlampir dalam lampiran 5a-5c. 5. Melakukan survei produk pangan
19
Data yang dikumpulkan berupa jenis produk, merek produk, nama produsen, asal produk (dalam negeri/luar negeri), jenis izin edar (MD,ML,PIRT), jenis logo halal (MUI, LN), jenis sertifikat halal (MUI, LN), dan tanggal kadaluarsa. Lampiran formulir survei terlampir pada lampiran 6. 6. Melakukan persiapan dan partisipasi kegiatan yang diselenggarakan Divisi Sosialisasi dan Promosi LPPOM MUI a. Berpartisipasi dalam kegiatan Halal Food Goes to School yang merupakan program seminar halal dan kompetisi memasak di sekolah menengah atas se-kota Bogor. Kegiatan ini bertujuan untuk menjadikan generasi muda khususnya usia TK sampai SMU dan sederajat peduli halal dan selalu mengonsumsi makanan dan minuman yang halal. b. Berpartisipasi dalam kegiatan seminar sehari Horeca (Hotel, Restoran dan Catering) dengan tema “Ketersediaan Kuliner Halal dalam Menyukseskan Visit Indonesia 2011” pada tanggal 6 April 2011, Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta. Persiapan yang dilakukan berupa pembuatan daftar hotel, restoran, dan usaha catering. Penulis juga terlibat langsung sebagai pembawa acara (master of ceremony) pada seminar tersebut. Pembuatan daftar ini bertujuan sebagai referensi alamat dan gambaran usaha pangan yang ada di Jabodetabek dan kota-kota besar di pulau Jawa, seperti Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. Daftar tersebut terdiri dari nama usaha pangan dan alamat usaha. Daftar ini digunakan untuk sosialisasi rumah makan, restoran dan catering dalam mengupayakan produksi pangan halal. Saat ini telah terkumpul sebanyak 1000 usaha pangan dengan rincian: 1.Jabodetabek: 600 nama dan alamat usaha pangan 2.Bandung: 200 nama dan alamat usaha pangan 3.Yogyakarta: 80 nama dan usaha pangan 4.Semarang: 80 nama dan usaha pangan 5.Surabaya: 80 nama dan usaha pangan Seminar tersebut dihadiri oleh Direktur LPPOM MUI, Ir. Lukmanul Hakim, M.Si, dan Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Ir. Firmansyah Rahim, MM, turut hadir sebagai pembicara adalah Bapak Riyanto Sofjan selaku wakil ketua umum PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), Ketua umum APJI (Asosiasi Perusahaan Jasa boga Indonesia) RA. Hj. Ning Sudjito, ST. dan Ketua ASITA (Asosiasi Pengusaha Biro Perjalanan Wisata) Drs. Mahidin A. Desky, SH, MH. Seminar tersebut menyampaikan bahwa sertifikasi halal adalah jaminan dari kehalalan produk karena halal adalah salah satu kepuasan konsumen untuk konsumen terutama umat Islam. Perlunya edukasi tentang pangan, halal dan produksi halal. Salah satunya dengan sosialisasi halal dalam rangka meningkatkan kesadaran halal di masyarakat dan pelaku usaha, dalam hal ini pelaku usaha kuliner. Halal harus dimulai dari negara yang merupakan konsumen halal terbesar sehingga diharapkan Indonesia yang seharusnya menjadi pusat halal dunia. Permasalahan tentang pangan halal tidak hanya menjadi pemikiran lembaga tertentu saja melainkan seluruh lembaga yang terkait. Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata menyampaikan kendati halal belum dapat dijadikan kewajiban karena Indonesia memiliki banyak agama dan keyakinan, namun saat ini tidak dapat dipungkiri bahwa kehalalan tidak hanya aspek yang diperhatikan bagi wisatawan domestik tetapi juga bagi wisatawan mancanegara. Beberapa upaya yang dilakukan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata untuk menunjang kegiatan halal di Indonesia antara lain: a. Penyusunan standar usaha hotel b. Penyusunan standar usaha restoran c. Penyusunan standar usaha jasa boga
20
d. Penyusunan standar usaha jasa makanan dan minuman (rumah makan, café dan bar) (Keempat standar tersebut rencananya akan rampung tahun 2011) e. Penyusunan standar usaha lain yang memiliki fasilitas penyediaan makanan dan minuman dalam usahanya, dan f. Optimalisasi hubungan kementerian dengan PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), APJI (Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia), ACPI (Association of Culinary Professionals Indonesia), dan IFBEC (Indonesian Food and Beverage Executive Association). 7. Berpartisipasi dalam kegiatan diskusi strategis menyambut kebijakan CAFTA (China – ASEAN Free Trade Area) pada tanggal 10 Mei 2011, Hotel Bidakara, Jakarta. Persiapan yang dilakukan berupa membantu administrasi surat dan keterlibatan langsung sebagai pembawa acara (master of ceremony). Seminar tersebut bertemakan 'Strategi dan Langkah Pemerintah dalam Menghadapi ACFTA. Selain dihadiri oleh Ketua Umum MUI, KH Amidan dan Direktur LPPOM MUI, Ir. Lukmanul Hakim, M.Si, turut hadir sebagai pembicara adalah Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Gusmadi Bustami, SH dan Dra. Kustantinah, Apt. M.App.Sc selaku Kepala BPOM. Seminar tersebut memaparkan bahwa di era perdagangan bebas semua produk ekspor dan impor era mengadapi banyak tantangan dan hambatan, termasuk produk halal. Sertifikasi Halal LPPOM MUI saat ini telah dinilai banyak negara sebagai sertifikasi yang “high level”. Sehingga dengan pengakuan tersebut jika produk-produk dibekali dengan sertifikat halal tentunya dapat bersaing tidak hanya dalam era perdagangan ACFTA melainkan juga perdagangan dunia. Dalam diskusi tersebut Direktur LPPOM MUI meminta produsen halal harus cermat dalam memanfaatkan kesempatan yang ada untuk menyambut kebijakan ACFTA. Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Gusmadi Bustami mengatakan bahwa untuk dapat bersaing di ACFTA, pemerintah harus lebih kompak dengan LPPOM MUI. Pihaknya, dalam hal ini Kementrian Perdagangan mendukung kiprah LPPOM MUI dalam sertifikasi halal. 8. Berpartisipasi dalam kegiatan Indonesia Halal Expo (INDHEX) 2011 pada tanggal 24-26 Juni 2011. Secara umum, manfaat kegiatan praktik magang di LPPOM MUI, yaitu penulis dapat merasakan langsung bekerja pada suatu lembaga yang berhubungan dengan regulasi halal, mengetahui prosesproses kerja yang terdapat di divisi sosialisasi dan informasi LPPOM MUI. Proses kerja yang dimaksud adalah mengolah dan mencari informasi perkembangan halal dan kedisiplinan kerja. Selain itu, penulis juga dapat mengaplikasikan kemampuan praktik yang diperoleh di perkuliahan ke dunia kerja. Secara khusus, praktik magang di LPPOM MUI memberikan gambaran kepada penulis mengenai pentingnya keamanan pangan terutama aspek kehalalan dalam mengkonsumsi bahan pangan. Keamanan pangan bukan hanya merupakan isu dunia, tetapi juga menyangkut kepedulian individu (Saptarini 2005). Jaminan akan keamanan pangan adalah hak asasi konsumen karena pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dalam kehidupan manusia. Keterampilan berkomunikasi diperlukan untuk menyampaikan informasi produk halal dalam rangka mendukung upaya LPPOM MUI dalam menentramkan umat Islam. Dengan adanya edukasi halal yang terus-menerus dilakukan diharapkan target sasaran dapat memahami bagaimana cara memilih dan mengelola produk tersebut. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana meningkatkan kemampuan produsen pangan (UKM / IRT khususnya) dalam menghasilkan pangan yang lebih baik mutunya dan lebih aman untuk dikonsumsi atas dasar kesadarannya terhadap keamanan pangan, bagaimana meningkatkan kesadaran konsumen akan keamanan pangan sehingga mereka dapat
21
menggunakan haknya dalam m m memperoleh pangan yang lebih baik m mutunya dan leebih aman untuuk d dikonsumsi serrta bagaimana menyebarkan ppesan keamanaan pangan yangg tepat seluas mungkin m melallui b berbagai cara promosi p ke seluuruh negeri (Faardiaz 2004).
B. Hasil Pengkajian Topik B T Khussus B Penyem B.1 mbelihan da an Pengeluarran Darah (Exanguina ( asi/Bledding) Salah sattu syarat prosees penyembelihhan yang dilakkukan secara Islam, yaitu deengan memotonng jjalan pernafasaan (trakea), salluran pencernaaan (oesophagu us), dan pembuuluh darah (veena jugularis dan d a arteri carotis). Proses pengeluaran darah inni harus dilakukkan dengan seempurna dan daarah yang keluuar t tersebut harus segera dibersihhkan karena m menurut Ribot (22006), darah aadalah salah sattu media tumbuuh y yang baik bag gi mikroorganiisme. Hal ini dilakukan agaar kebersihan ddan sanitasi kaarkas yang akkan d dihasilkan tetaap terjaga. Anaatomi hewan ddarat dan saluraan yang harus diputus dalam m penyembelihhan s secara Islam diisajikan dalam Gambar 3.
Trachea Oeesophagus Arrteri carotids Veena jugularis
Gambar 3. Anatomi A hewann darat dan tigaa saluran yang harus diputus sesuai s penyem mbelihan secaraa Islam m (LPPOM MU UI 2011)
2 22
Sebanyak 60% dari total volume darah dapat dikeluarkan dari praktik penyembelihan yang baik, sementara itu, sebanyak 10% darah akan tertinggal di jaringan otot hewan dan 20-25 % darah berada pada organ hewan tersebut (Piske 1982; Hedrick et al. 1994; Swatland 2000 diacu dalam Roca 2002). Menurut Warris (1977) diacu dalam Roca (2002) bahwa efisiensi perdarahan dapat dianggap sebagai suatu persyaratan penting dalam penyembelihan untuk memperoleh produk daging berkualitas tinggi. Hikmah dari pengeluaran darah ini adalah meminimalisir kandungan hemoglobin yang tertinggal di dalam hewan ternak. Beberapa hasil penelitian tentang protein heme khususnya hemoglobin ini diketahui dapat meningkatkan produksi produk oksidasi lemak dalam tubuh. Hewan yang tidak disembelih atau hewan yang sakit menyebabkan darah tidak keluar secara sempurna. Darah banyak tertinggal dalam karkas, sehingga membuat daging berwarna gelap. Razali et al. (2007b) mengemukakan mengenai pendataan nilai biologis yang merupakan suatu cara yang penting untuk dapat membedakan daging yang berasal dari daging ayam bangkai yang berasal dari ayam lemas disembelih dan ayam yang telah mati beberapa waktu kemudian disembelih dan dibandingkan dnegan daging yang berasal dari hasil penyembelihan yang halal atau benar. Darah yang tertinggal pada pembuluh pada ayam dengan kondisi kesehatan yang tidak baik disajikan dalam Gambar 4.
Keterangan : (tanda panah) pada AHS (ayam sehat hidup disembelih) tidak mengalami kongesti darah sedangkan pada ALS (ayam lemas disembelih) dan AMS (ayam mati disembelih) dipenuhi oleh darah (bar) = 50 µm Gambar 4. Penampakan pembuluh darah arteri (atas) dan vena (bawah) (Razali et al. 2007b) Berdasarkan pengamatan terhadap sistem vaskular baik pada otot dada maupun pada otot paha AHS dapat dikatakan bahwa pembuluh darah arteri dan vena tampak kosong dari darah. Ini membuktikan bahwa sebagian besar darah telah keluar dari tubuh setelah proses pemotongan. Berbeda halnya dengan pembuluh darah arteri dan vena yang terdapat pada AMS dan ALS, sebagian besar rongganya dipenuhi oleh darah yang tertahan (Gambar 4). Retensi darah di dalam sistem sirkulasi menyebabkan gambaran pembuluh vena pada AMS dan ALS terlihat membengkak jika dibandingkan dengan pembuluh darah vena pada AHS, sedangkan pada ayam yang disembelih secara benar memperlihatkan pembuluh darah vena telah kosong sehingga tampak memipih (AHS bawah) (Razali et al. 2007b).
23
Adanya darah yang banyak tertinggal pada pembuluh vena dan arteri yang ditemukan pada hewan bangkai ini tidak baik bila dikonsumsi. Hal ini dikarenakan konsumsi darah telah diteliti dapat meningkatkan risiko timbulnya kanker. Protein-heme dalam bentuk hemoglobin (yang terdapat pada darah) lebih cepat menuju kolon dibandingkan dalam bentuk mioglobin (Pierre et al. 2004). Oleh karena itu, dari segi kesehatan, konsumsi daging bangkai yang selain mengandung mikroba dalam jumlah tinggi, daging bangkai juga mengandung darah yang dapat memicu timbulnya kanker. Adanya darah yang tertinggal diasumsikan dapat menyebabkan daging cepat membusuk, karena darah merupakan medium yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Pada hewan yang mengalami perlakukan yang buruk (stres atau sakit) sebelum disembelih, dagingnya akan memiliki kadar glikogen daging rendah dan asam laktat rendah. Kedua hal tersebut dapat menurunkan mutu daging, terutama karena pH, keempukan, dan aroma menjadi berkurang. Bakteri usus juga dapat memasuki jaringan daging melalui peredaran darah, sehingga daging terkontaminasi mikroba usus yang berbahaya bagi kesehatan konsumen (Girindra 2008). Menurut Ribot (2006) bakteri yang tidak diinginkan seperti patogen ataupun mikroba pembusuk mungkin dapat dengan mudah tumbuh dalam media darah. Faktanya darah memang seperti media dengan set nutrisi yang cukup baik atau mudah mengalami kontaminasi mikroba (Carretero dan Parês 2000). Darah dapat membawa bakteri patogen yang sebagian besar berasal dari saluran cerna (usus). Beberapa mikroorganisme yang ditemukan pada sampel darah yang diambil dengan teknik pengaliran darah secara terbuka adalah Salmonella, Escherichia coli enteropatoghenic, Shigella dan Yersinia enterolitica (Ribot 2006). Menurut WHO (2011a) gejala infeksi Salmonella biasanya muncul 12-72 jam setelah infeksi. Gejala tersebut termasuk demam, sakit perut, diare, mual dan muntah. Gejala tertelan Yersinia adalah demam, sakit perut, dan diare yang sering berdarah (CDC 2005). Shigella adalah genus bakteri yang merupakan penyebab utama diare dan disentri darah (WHO 2011b). Berdasarkan kandungan mikroba yang mungkin ditemukan dalam produk darah, terlihat bahwa produk ini memiliki dampak peningkatan risiko terhadap kesehatan. Rata-rata dari jenis mikroba yang ditemukan merupakan mikroba yang berasal dari saluran cerna yang terbawa saat pengeluaran darah (bleeding) pada penyembelihan. Mikroba ini tergolong sebagai patogen, sehingga bila mengalami pengolahan yang tidak sesuai dan kemudian dikonsumsi, hal ini dapat menyebabkan penyakit. Metode penyembelihan yang diatur oleh syariat Islam terbukti memberikan hasil yang terbaik. Penyembelihan dalam Islam mengharuskan hewan dalam keadaan hidup dan tidak disiksa. Menurut Warris (2000) diacu dalam Adzitey (2011), hewan yang mengalami penanganan yang kasar sebelum penyembelihan akan tampak memar, bercak darah, cacat kulit dan patah tulang pada karkasnya. Adanya bercak darah mengakibatkan penampakan daging yang kurang baik dan dapat menjadi salah satu celah bagi mikroorganisme untuk tumbuh. Selain itu, dari segi keamanan batin, proses penyembelihan yang sempurna akan menghasilkan daging yang halal. Sedangkan, dari segi mutu daging, pengeluaran darah secara tuntas dapat menghasilkan daging yang bermutu baik, tidak mudah rusak dan tidak mudah busuk.
24
B.2 Kajian Daging Bangkai Pembahasan yang dilakukan dalam mengidentikasi hikmah keharaman daging bangkai adalah dilihat dari dampak yang ditimbulkan pada daging yang berasal dari hewan mati dengan penyebab tertentu (stres dan penyakit). Landasan dasar hipotesis ini dikarenakan menurut Girindra (2008), yakni sebelum hewan disembelih harus diistirahatkan dan tidak boleh dibunuh secara kejam. Hewan yang cukup istirahat sebelum disembelih memberikan daging yang enak, tahan lama dalam penyimpanan dan mudah diproses lebih lanjut. Menurut Qardhawi (2005) definisi daging bangkai dirinci menjadi lima bagian, yaitu AlMunkhaniqah, Al-Mauqudzah, Al-Mutaraddiyah, An-Nathihah, dan Maa akalas sabu. AlMunkhaniqah adalah binatang yang mati karena dicekik, baik dengan cara menghimpit leher binatang tersebut ataupun meletakkan kepala binatang pada tempat yang sempit dan sebagainya sehingga binatang tersebut mati. Al-Mauqudzah, yaitu binatang yang mati karena dipukul dengan tongkat dan sebagainya. Al-Mutaraddiyah, yaitu binatang yang jatuh dari tempat yang tinggi sehingga mati, yaitu binatang yang jatuh dalam sumur. Sementara itu, An-Nathihah, yaitu binatang yang baku hantam antara satu dengan lain, sehingga mati. Daging bangkai dengan kategori Maa akalas sabu, yaitu binatang yang disergap oleh binatang buas dengan dimakan sebagian dagingnya sehingga mati. Pengertian bangkai dalam Islam sebagaimana yang telah disebutkan, dapat memberikan gambaran bahwa hewan tersebut mengalami penderitaan sebelum mati. Penderitaan yang dialami hewan sebelum disembelih haruslah seminimal mungkin. Hal ini dikarenakan pengeluaran darah yang sempurna hanya akan terjadi jika kondisi hewan benar-benar sehat. Ada banyak faktor yang mempengaruhi keluarnya darah, diantaranya, kondisi kesehatan hewan, pemingsanan, dan penyembelihan (semakin lama jarak jarak antara pemingsanan dan penyembelihan maka semakin sedikit darah yang keluar), kerusakan medulla oblongata (otak) dan tidak cukupnya energi kontraksi dari otot (berdasarkan kandungan glikogen) (Girindra 2008). Kasus mengenai daging bangkai yang ditemukan di Indonesia, yakni mengenai penjualan ayam daging bangkai atau dikenal dengan ayam tiren (mati kemaren) di pasar tradisional. Kematian ayam dapat mencapai 10% dari kuantitas ayam yang siap dipotong tiap harinya (Nareswari 2006). Perbedaan karakteristik sensori karkas ayam normal dan karkas ayam bangkai (berasal dari hewan dengan kondisi kesehatan yang buruk) disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan kenampakan fisik antara ayam normal dan ayam bangkai Karakteristik Ayam Normal Ayam Bangkai Kaku, bulu kusan dan mudah Sebelum pemotongan Bergerak aktif, bulu tidak kusam lepas Sesudah pemotongan Darah keluar sempurna Darah tidak keluar sempurna Leher Bekas pemotongan tidak rata Bekas pemotongan rata Paruh dan jengger terlihat bersih dan Paruh terlihat lebam, jengger Kepala kering merah pucat dan basah Cerah, mengkilap, tanpa bercak Warna merah pucat, terdapat Dada darah, kenyal bercak Cerah, tidak ada luka memar dan Warna merah, terdapat memar Penggung bercak darah pada kulit pada kulit Hati berwarna merah kehitaman, Cerah tidak ada sisa darah pada hati Viscera (organ) terdapat sisa darah, usus terlihat maupun usus kebiruan (Bintoro et al. 2006)
25
Kajian daging bangkai dibatasi pada daging yang berasal dari hewan dengan kondisi kesehatan dan penanganan yang buruk sehingga mati sebelum disembelih dan merupakan daging yang memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan daging normal dari aspek warna dan bau. Penelitian yang dilakukan Razali et al. (2007a) ditujukan untuk mengumpulkan data biologis, yaitu warna CIE L*a*b* terhadap daging dada dan daging paha ayam sehat yang disembelih secara halal (AHS), yang berasal dari daging bangkai (AMS), dan yang berasal dari ayam lemah atau stres (ALS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kecerahan (L *) daging dada yang berasal dari AHS lebih tinggi pada angka kecerahan (L *) daging dada AMS dan daging dada ALS. Hasil yang demikian memberikan suatu pertanda kepada konsumen bahwa gambaran kecerahan masih menjadi suatu indikator yang kadangkala sulit untuk dijadikan sebagai acuan untuk membedakan daging dada yang berasal dari ayam sehat dan ayam bangkai. Menurut Petracci et al. (2004), nilai kecerahan (L *) dapat digunakan sebagai suatu indikator kualitas daging dada ayam untuk menilai kejadian daging dengan karakteristik pale soft exudative (PSE) dan untuk tujuan pengolahan lebih lanjut. Walaupun demikian, kecerahan otot dada sangat bergantung pada sifat fungsional otot dan stres antemortem di samping usia dan spesies hewan. Nilai kecerahan (L* dan kemerahan (a*) yang terukur pada daging dada (M. pectoralis) dan daging paha (M. biceps femoris) ayam dapat dijadikan suatu cara untuk membedakan antara daging ayam yang berasal dari daging bangkai atau bukan. Sementara itu, nilai kekuningan (b*) tidak dapat dijadikan pembeda antara daging dari ayam daging bangkai dan bukan dari daging bangkai. Perbedaan terhadap nilai warna pada daging ayam segar dan daging ayam bangkai diduga karena proses pengeluaran darah pada saat pemotongan ayam bangkai tidak sempurna, hampir tidak ada darah yang keluar dari tubuh. Darah menjadi beku dan terkumpul dalam otot ayam bangkai. Menurut Zhang et al (2005) daging yang memiliki pH tinggi akan memiliki nilai L (lightness), a, b, hue,dan chroma yang rendah dibandingkan dengan daging dengan pH normal. Nilai L,a, b, hue dan chroma yang rendah diartikan sebagai warna daging yang lebih gelap. Hal ini sesuai dengan pendapat Boulianne dan King (1998) yang menyatakan bahwa pada proses pengeluaran darah yang tidak sempurna saat pemotongan akan menghasilkan karkas yang mempunyai suatu penampilan karakteristik yang menunjukkan warna gelap. Boulianne dan King (1998) juga menyebutkan bahwa secara hipotesis, pendarahan akan mempengaruhi total konsentrasi pigmen akhir karena timbulnya mioglobin. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Eskin et al. (1990) yang menyatakan bahwa jika seekor unggas dengan kondisi jantung yang tidak normal (abnormal) disembelih, maka pengeluaran darah pada saat penyembelihan tidak akan berlangsung sempurna dan hal ini menyebabkan suatu peningkatan jumlah mioglobin sehingga akan menghasilkan karkas yang berwarna gelap. Gambaran nilai warna merupakan suatu cara yang ditempuh untuk dapat membedakan daging yang berasal dari ayam daging bangkai dan yang berasal dari hasil penyembelihan yang halal atau benar. Pembedaan nilai warna ini diharapkan konsumen dapat memiliki suatu penilaian tertentu terhadap daging ayam yang dibeli. Daging ayam bangkai (ayam tiren) berasal dari ayam yang telah mengalami kematian sebelum disembelih. Kematian ini dapat diakibatkan stress ataupun sakit. Hal ini mengakibatkan kadar glikogen rendah sehingga asam laktat yang terbentuk menjadi berkurang. Setelah enzim tidak aktif lagi dan persediaan glikogen habis, bakteri tetap tumbuh terus. Menurut Bintoro et al. (2006) total mikroba pada daging ayam bangkai lebih tinggi dibandingkan ayam normal. Hasil penelitian total mikroba pada daging ayam bangkai yang dibandingkan dengan daging ayam segar disajikan dalam Tabel 4.
26
Tabel 4. Rata-rata total mikroba pada daging ayam segar dan daging ayam bangkai Rata-rata total mikroba Standar SNI 3924: 2009 Sampel (kol/g) (TPC) kol/g Daging ayam segar 3.3 x 105 a Mentah: 1.0 x 106 Daging ayam bangkai 8.9 x 107 b *huruf ab pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p < 0.01) Bintoro et al. 2006 Selain jumlah koloni bakteri yang dikemukakan di atas, di dalam daging bangkai juga dapat ditemukan bakteri C.botulinum. Menurut Tabbu (2000) bakteri Clostridium botulinum tipe C tersebar luas di alam, terutama di daerah yang padat peternakan ayam atau daerah yang banyak dihuni oleh unggas liar. Bakteri tersebut dapat tumbuh dengan baik di dalam saluran pencernaan ayam dan dapat digolongkan sebagai parasit obligat. Spora dari organisme tersebut biasanya ditemukan di dalam kandang dan lingkungan sekitar lokasi peternakan. Daging bangkai unggas dan larva lalat yang berasal dari bahan yang membusuk dapat mengandung toksin tersebut. Bakteri Clostridium botulinum tersebar luas di usus, maka daging bangkai ayam akan memberikan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan bakteri tersebut. Akan tetapi, bakteri Clostridium botulinum tidak ditularkan secara horizontal dari ayam ke ayam. Botulisme telah dilaporkan dari berbagai negara pada ayam ataupun unggas liar. Botulisme dapat ditemukan pada ayam pedaging dan itik. Penyakit ini jarang ditemukan pada peternakan ayam komersial yang dikelola dengan manajemen yang baik. Di Indonesia, penyakit ini sangat jarang dilaporkan, namun hal ini mungkin karena diagnosisnya relatif sulit. Persebaran botulisme pada hewan dan manusia disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Botulisme pada hewan dan manusia Wilayah dengan frekuensi Tipe Target Sumber tertinggi Sayuran yang dikalengkan, A Manusia Amerika Serikat, Eropa, Jepang buah, daging, dan ikan Manusia, kuda, sapi, Daging (biasanya babi), B Amerika Serikat, Eropa domba makanan ternak Sapi, domba, kuda, Larva lalat, sayuran busuk, Amerika Utara, Amerika Selatan, C-α anjing, unggas, kurabangkai Afrika bagian Selatan, Australia kura D Sapi, kuda, unggas Bangkai Afrika bagian Selatan, Australia Amerika Serikat, Kanada, Jepang, E Manusia, ikan Ikan dan produk perikanan Eropa Utara, Rusia F Manusia Pasta hati (liver paste) Denmark G Manusia Tanah Argentina, Swiss Jones et al. (1997) Intoksikasi botulisme pada sapi berasal dari karkas yang terkontaminasi bahan pangan. Hewan berukuran kecil dan unggas membawa C.botulinum tipe D sebagai organisme yang terdapat secara alami pada saluran cerna dan jumlahnya meningkat saat hewan tersebut mati dan menjadi bangkai (Jones et al. 1997).
27
C Kajian Daging Ban ngkai Ikan dan Belalan ng C Kajian Daging Ban C.1 ngkai Ikan Ikan merrupakan bahann pangan yangg memiliki keeunggulan darii segi kandungan protein dan d llemak yang dipperlukan oleh tubuh. t Protein ikan menyediakan lebih kurrang 2/3 dari keebutuhan proteein h hewani yang diperlukan d man nusia. Kandunggan protein ikaan relatif besarr yaitu antara 15-25% tiap 100 g gram daging ikan. i Selain itu protein ikaan terdiri dari asam-asam aamino yang haampir semuannya d diperlukan oleh h manusia. Pro otein ikan banyyak mengandunng asam aminoo esensial dan kandungan k asaam a amino ini sang gat bervariasi tergantung t padda jenis ikan. Secara S umum kandungan asaam amino dalaam d daging ikan kaya akan lisin l tetapi kkurang akan kandungan trriptofan. Prottein ikan dappat d diklasifikasika an menjadi prootein miofibril,, sarkoplasma dan stroma. K Komposisi ketiiga jenis proteein p pada daging ik kan terdiri darii 65-75% mioffibril, 20-30% sarkoplasma, dan 1-3% strooma (Samsundaari 2 2007). Kandungan lemak padaa daging ikan bberwarna merah h lebih tinggi dari d pada daginng ikan berwarrna p putih, tetapi pada p daging ikkan berwarna merah kandunngan proteinnyya lebih sedikkit dibandingkkan d dengan ikan beerwarna putih. Lemak ikan banyak menganndung asam lem mak tidak jenuh dan jenis asaam l lemak tidak jeenuh yang paliing banyak addalah asam linoleat, linoleat dan arachidon nat. Ketiga jennis a asam lemak inii merupakan assam lemak essensial (Juniantto 2003). Beberapaa pendapat menngemukakan bahwa ikan tidaak memiliki 3 ssaluran sepertii hewan mamallia d darat yang wajib untuk diputuus saat disembbelih. Anatomi ikan disajikan dalam Gambaar 5.
Gam mbar 5. Anatom mi ikan m insang, kulit, dan ginnjal. Aliran darrah Pengangkkutan sisa metaabolisme pada ikan dibuang melalui ddari jantung keeluar melalui aorta a ventral m menuju insang. Tiap lembaraan insang terdiiri dari sepasanng f filamen, dan tiiap filamen meengandung bannyak lapisan tippis (lamela). B Bila ikan tidak berada b dalam air a m maka bagi ikann berarti mediaa perantara perrtukaran udaraa juga tidak adaa. Oleh karenaa itu, keadaan ini i d dianggap kecuukupan oksigennya menjaddi berkurang. Keadaan ini juga menyeb babkan gerakkan m membuka dan menutup tutupp insang semaakin cepat. Mennurut Ramadhani (2010), keadaan seperti ini i a akan menyebaabkan kematiaan pada ikan. Pada kondisi ini darah akaan bergerak daan berkumpul di i insang. Pada filam men terdapat pembuluh p daraah yang memilliki banyak kaapiler sehinggaa memungkinkkan t terjadinya difuusi udara. Olehh karena itu, P Praktik pembersihan ikan dari darah dan orggan dilakukan di d daerah sekitar kepala diangggap telah cukuup membersihkkan sebagian bbesar bagian dari d ikan. Prakttik p pembersihan ik kan yang umum m dilakukan diidaerah sekitar kepaladisajikaan dalam Gambbar 6.
2 28
Gambar 6. Peemotongan bag gian kepala ikann b bersaranng pada permuukaan tubuh, innsang dan di ddalam perut (E Eskin et al.19900). Semula bakteri K Kerusakan mikkrobiologis muulai intensif seetelah proses riigor-mortis seleesai. Akhir fasse rigor saat haasil p penguraian maakin banyak, kegiatan baktteri pembusukk mulai meninngkat. Aktivitaas bakteri dappat berbagai perubbahan biokimiia dan perubah m menyebabkan han fisik yang pada akhirnyaa menjurus paada k kerusakan secaara menyeluruuh yang disebuut sebagai kebbusukan (Eskin et al. 1990)). Bakteri yanng s semula hanya berada di inssang, isi perutt, dan kulit ikkan mulai massuk ke otot dan memecahkkan s senyawa-senya awa sumber en nergi seperti protein, p lemak,, dan karbohiddrat menjadi seenyawa-senyaw wa p pembusuk berrupa indol, skaatol, amonia, asam sulfida, dan lain-lain.. Kerusakan mikrobiologis m i ini m merupakan yan ng dianggap paling bertangggung jawab dalam d pembusuukan ikan, baiik segar maupuun o olahan. Tingkaat kerusakan ikan yang diseebabkan oleh bakteri b lebih pparah daripada kerusakan yanng d diakibatkan oleeh enzim (Gram m dan Dalgaarrd 2002). Aktivitass bakteri ini tidak hanya berrakibat pada keebusukan dagiing ikan namuun juga berakibbat t terhadap pemb bentukan senyaawa alergi, yaaitu histamin. Pembentukan P histamin dapaat terjadi melallui d cara,yaitu autolisis dan aktivitas baakteri. Jumlahh histamin yanng dihasilkan melalui dua m aktivittas e enzim selama proses autoliisis lebih renddah dibandingkkan dengan hhistamin yang dihasilkan olleh a aktivitas bakteeri selama prosses pembusukaan berlangsungg. Pada kondissi optimum jum mlah maksimuum h histamin yang dapat diprodu uksi melalui pproses autolisis tidak dapat melebihi 10-115 mg/100 graam d daging ikan (Kimata ( 1961)). Pembentukaan histamin berbeda b untukk setiap spesiees ikan, hal ini i t tergantung padda kandungan histidin, banyyaknya bakterri yang menunnjang pertumbu uhan dan reakksi m mikroba serta dipengaruhi d oleh temperatur lingkungan. Kasus keeracunan histaamin pertama kali disebabkan oleh ikann dari jenis scombridae dan d s scomberesocid dae (Poernomoo 2010). Ikan tuna, tenggiri,, tongkol, dan kembung term masuk ke dalaam j jenis ini, karen nanya histaminn sering pula disebut racun scombroid attau scombrotoxxin (Lehane dan d O Olley 1999). Kelompok K ikann ini memang dikenal memppunyai kandunngan asam amiino histidin yanng s sangat tinggi. Namun, N kemud dian ditemukann kandungan histamin h pada jeenis ikan lainnnya seperti sarddin a atau lemuru, pilchard p (sejennis sardin), marlin, m ekor ku uning bahkan salmon Austraalia. Kandunggan h histidin bebas yang tinggi paada daging ikann tuna yang meenyebabkan HF FP (Histamine Fish Poisoninng) b biasanya dapatt mencapai 10,000 mg/kg hisstidin bebas. Daging ikan yanng menyebabkaan HFP biasannya m mempunyai niilai pH 6 (Dalggaard et al. 20008). Histamin n dapat dihasilkan oleh bakteeri Lactobacilllus ( (Lehane dan Olley O 1999). Shhalaby (1996) m menyatakan beeberapa level kkeamanan toksiik histamin yanng t terkandung dallam produk peerikanan, yaitu pada konsentrrasi histamin < 5 mg/100 g dinyatakan d am man u untuk dikonsum msi, pada taraff 5 - 20 mg/1000 g (bisa tokssik ataupun tidak toksik), padda taraf 20 - 100 m mg/100 g (kemungkinan to oksik), dan padda taraf > 100 mg/100 g ((toksik dan tiddak aman untuuk
2 29
dikonsumsi). Pembentukan histamin dapat dihindari dengan tidak membiarkan ikan berada dalam suhu ruang terlalu lama sebelum diolah atau menyimpannya dalam suhu pendingin (Poernomo 2010). Asumsi berikutnya yang digunakan dalam meninjau hikmah dibalik kehalalan daging bangkai ikan adalah melalui kandungan hemoglobin yang tertinggal pada ikan yang tidak disembelih. Salah satu keutamaan yang terkandung dalam ikan adalah kandungan Hb yang rendah. Hasil penelitian Sakai et al. (2006) pada Tabel 6. menunjukkan bahwa pendarahan dapat mengurangi kandungan Hb dalam jaringan otot ikan dan penurunan ini berakibat terhadap penekanan terjadinya oksidasi lemak di jaringan otot ikan. Penurunan oksidasi pada jaringan lemak ini tampak pada produk hasil oksidasi yang dideteksi, yaitu malonaldehida (MA) dan hidroksiheksenal (HHE). Hasil juga menunjukkan tidak terdeteksinya produk oksidasi hidroksiheksenal pada ikan yang dikeluarkan darahnya pada proses pembersihan (Sakai et al. 2006). Hasil penelitian Sakai et al. (2006) menunjukkan kandungan Hb yang rendah pada daging ikan tuna yang disajikan pada Tabel 6 : Tabel 6. Analisis Hb dan produk oksidasinya pada daging tuna (skipjack) Perlakuan Hb (hari ke-0) Malonaldehida hari ke-0 Hidroksiheksenal (mg/g) (MA) (µmol/kg) hari ke-0 (HHE) (nmol/kg) Kontrol 1.01 ± 0.19 1.25 ± 0.20 0.20 ± 0.03 Dikeluarkan darahnya 0.07 ± 0.05 * 1.18 ± 0.24 Tidak terdeteksi (bleeding) *Berbeda nyata dengan kontrol pada taraf (p < 0,05) (Sakai et al. 2006) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu asumsi dasar bahwa daging bangkai ikan (mati segar) berada dalam kondisi dapat diterima dilihat dari kandungan Hb yang tertinggal pada daging (tanpa pembersihan) ataupun pada kemungkinan pembentukan produk oksidasi lemak yang dihasilkan dari Hb yang tertinggal pada jaringan tersebut. Perhitungan kasar mengenai kemungkinan kandungan heme yang terkandung pada darah ikan laut (tuna), ikan air tawar (ikan nila), dan hewan darat (sapi,ayam, domba) pada Tabel 7 menunjukkan bahwa spesies ikan (baik ikan laut amaupun ikan air tawar) memiliki kandungan Hb yang lebih rendah dibandingkan dengan kandungan Hb pada hewan darat. Data estimasi kandungan Hb pada hewan didasarkan pada total volume darah (ml/kg bobot) dan kandungan Hb (g/dl darah) yang besarnya dapat bervariasi tergantung pada bobot hewan yang dijadikan acuan. Tinjauan mengenai status kehalalan bangkai ikan menunjukkan bahwa kendati di dalam daging ikan (hewan tidak diwajibkan untuk disembelih) mengandung hemoglobin, namun jumlahnya lebih rendah dibandingkan dengan hewan darat seperti sapi ataupun domba (Tabel 7). Jensen (2001) juga mengemukakan bahwa hemoglobin ikan lebih sensitif terhadap autooksidasi dibandingkan dengan hemoglobin mamalia. Penelitian Aranda et al.(2009) mengemukakan bahwa hemoglobin pada ikan dapat mengautooksidasi dan melepaskan hemin 50 sampai 100 kali lipat lebih cepat dari hemoglobin sapi. Hal inilah yang menjadi dugaan bahwa hampir sebagian besar aktivitas hemoglobin yang terkandung dalam ikan akan menyebabkan kerusakan (oksidasi) lipid pada jaringan hewan tersebut berbeda dengan aktivitas hemoglobin sapi yang lebih lambat menyebabkan kerusakan (oksidasi) lipid pada jaringan hewan tersebut sehingga potensi hemoglobin sapi untuk terus beraktivitas (menyebabkan oksidasi lipid) akan tetap ada saat dikonsumsi manusia. Perbandingan kandungan Hb pada daging ikan dan hewan ternak disajikan dalam Tabel 7.
30
Tabel 7. Perbandingan kandungan Hb antara ikan dan hewan ternak lainnya Total volume darah Asumsi bobot Kandungan Hb Estimasi (ml/kg bobot) (kg/ekor) (g/dl darah) kandungan Hb (g/ekor) Ikan Tuna 46.7 ± 2.2 (Brill et al. 2 12.3 ± 0.09 maks. 11.5 1998) (Lowe et al. 2000) Ikan Nila Dianggap sama 0.8 5.05 - 8.33 (Salasia et maks. 3.1 dengan ikan tuna* al. 2001) Sapi 64 – 82 (Roca 2002) 100 9.02 - 10.14 maks. 831.5 (Shrikhande et al. 2008) Ayam 60 (Morton et al. 1.5 9 - 31 (Morton et al. maks. 27.9 1993) 1993) Domba 60 (Morton et al. 20 10-12 (Morton et al. 120 – 144 1993) 1993) * Data sulit ditemukan (Perhitungan estimasi kandungan Hb terlampir dalam Lampiran 7) Jenis Hewan
Selain kandungan hemoglobin, hal yang membedakan keutamaan ikan dibandingkan hewan darat adalah toksisitas histamin. Umumnya, kasus keracunan histamin terjadi pada sebagian kecil ikan, yaitu ikan yang mengandung histidin dalam jumlah tinggi seperti tuna, tongkol dan kembung. Selain itu, pada manusia tersedia sistem pertahanan tubuh terhadap toksik histamin yang dapat terdapat pada ikan. Hal ini dikarenakan secara fisiologis histamin dalam dosis rendah diperlukan sebagai fungsi normal sistem tubuh. Konsumsi makanan yang mengandung sedikit histamin akan memberikan efek yang kecil bagi manusia, namun jika mengandung banyak histamin maka akan bersifat toksik (Poernomo 2010) . Sistem intestinal dari manusia mengandung enzim diamin oksidase (DAO) dan Histamin Nmethyl transferase (HMT) yang akan mendegradasi histamin menjadi produk yang tidak berbahaya, akan tetapi jika dosis histamin yang dikonsumsi besar maka kemampuan dari DAO dan HMT untuk menghancurkan histamin akan menyebabkan efek toksik dari histamin pada jaringan tubuh. Gejala keracunan histamin adalah gatal-gatal, diare, demam, sakit kepala, dan tekanan darah turun (Keer et al. 2002). Menurut Nurlaila dan Hadi (2008), sel kanker memiliki perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan sel-sel normal dalam tubuh, yaitu sel kanker tak mengenal program kematian sel yang dikenal dengan nama apoptosis. Apoptosis sangat dibutuhkan untuk mengatur jumlah sel yang dibutuhkan dalam tubuh kita. Bila telah melewati masa hidupnya, sel-sel normal (nonkanker) akan mati dengan sendirinya tanpa ada efek peradangan (inflamasi). Sel kanker berbeda dengan karakteristik tersebut. Sel kanker tidak mengenal komunikasi ekstra seluler. Komunikasi ekstra seluler diperlukan untuk menjalin koordinasi antar sel sehingga mereka dapat saling menunjang fungsi masing-masing. Sel kanker mampu menyerang jaringan lain (invasif), merusak jaringan tersebut dan tumbuh di atas jaringan lain. Sel kanker memiliki kemampuan yang baik dalam memperbanyak dirinya sendiri (proliferasi) meski seharusnya ia sudah tak dibutuhkan dan jumlahnya sudah melebihi kebutuhan yang seharusnya. Penyakit kanker merupakan penyakit yang timbul akibat adanya akumulasi atau penumpukan kerusakan-kerusakan sel tertentu dari tubuh. Adanya akumulasi kerusakan inilah yang juga menyebabkan gejala awal timbulnya kanker tidak mudah diamati dalam waktu singkat seperti halnya keracunan histamin yang gejalanya muncul setelah 2-8 jam mengkonsumsi produk ikan (Poernomo
31
2010) yang mengandung toksik tersebut. Perbedaan risiko antara akibat yang ditimbulkan dari hemoglobin yang diasosiasikan dengan risiko kanker dan histamin, terlihat bahwa pada kondisi tertentu (ikan yang mati dalam kondisi segar dan baik), diasumsikan keracunan histamin lebih rendah potensi bahayanya dibandingkan dengan keberadaan hemoglobin. Hemoglobin diketahui dapat menyebabkan luka pada sel dan berakibat pada peningkatan risiko timbulnya kanker (Pierre et al. 2004; Pierre et al 2006; Ishikawa et al.2010).
32
C.2 Kajian Daging Bangkai Belalang Terdapat dua jenis belalang yang umumnya dikonsumsi di pulau Jawa, Indonesia, yaitu belalang bertanduk pendek dan belalang beras. Belalang bertanduk pendek (Valanga nigricornis burmeister, atau dikenal dengan nama lokal belalang kayu) mudah ditemukan di perkebunan karet, persawahan dan perkebunan pohon jati pada akhir musim hujan. Sementara itu, belalang beras (Patanga succinta L., atau dikenal dengan nama lokal belalang Patanga) ditemukan di dataran rendah (0-600 meter), semak belukar, ladang jagung dan persawahan pada awal musim kemarau. Umumnya, penduduk yang bertempat tinggal di wilayah pegunungan ataupun dataran rendah, mengkonsumsi belalang sebagai lauk untuk memenuhi kebutuhan protein. Keistimewaan belalang terlihat dari kandungan gizinya. Belalang diteliti memiliki kandungan protein dan mineral yang cukup baik. Menurut penelitian yang dilakukan Lukitawati (1991), belalang merupakan spesies yang rendah lemak dan tinggi protein dibandingkan dengan daging sapi, domba, babi, atau ayam yang disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai gizi belalang (Patanga succineta L.) dan beberapa hewan ternak Protein Lemak Fe Ca P Energia a a a (%) (%) (mg) (mg) (mg) (Kkal) Sapi 15.8 b 24.3b 7.2 171 (*tanpa lemak) 150 20a Domba 14.6 b 30.5 b b Babi 13.0 33.3 b -tanpa lemak 14.1 35 2.1 8 151 376 -dengan lemak 11.9 45 1.8 7 117 475 Unggas 20.5 b 4.3 b 1.2 11 214 110 b b Patanga succineta L. 24.4 1.5 -ukuran besara 14.3 3.3 3 27.5 150.2 95.7 -ukuran kecila 20.6 6.1 5 35.2 238.4 152.9 Keterangan : a = per 100 g bobot; Nutrition Division (1978) dalam FAO (2010) b = Lukiwati (1991) dalam FAO (2010) Hewan
Penelitian Nnjida dan Isidahomen (2011) mengenai efek pemberian ransum belalang terhadap kelinci menunjukkan bahwa protein yang terkandung dalam ransum belalang mampu digunakan oleh kelinci dengan baik. Pengamatan terhadap organ internal (ginjal dan hati) pada kelinci menunjukkan bahwa ransum belalang tidak menyebabkan toksisitas saat mengkonsumsinya. Hal ini ditandai dengan tidak ditemukannya pembengkakan organ selama mengkonsumsi ransum belalang. Pembengkakan organ dapat terjadi akibat beban kerja organ terlalu berat untuk mengelurkan toksik yang terkandung dalam darah, sehingga dapat dikatakan bahwa pembengkakan organ merupakan salah satu indikator toksisitas suatu zat. Belalang tidak memiliki hemoglobin di dalam darahnya. Transportasi oksigen di dalam tubuh belalang adalah fungsi sistem pernapasan dan dipisahkan dari sistem peredaran darah. Oleh karena itu, berdasarkan kandungan heme yang tidak ditemukan pada belalang, diasumsikan bahwa kecilnya resiko timbulnya kanker akibat konsumsi daging bangkai belalang. Keistimewaan lain dari belalang adalah belalang yang mati tidak mengalami pembusukan melainkan mengalami pelayuan dan mengering. Walaupun belum ada penelitian yang dapat menjelaskan hal ini, namun Glaser (1918) menemukan bahwa darah belalang merupakan substansi
33
istimewa yang dapat mengeliminasi keberadaan mikroba di dalamnya. Glaser (1918) juga mengemukakan bahwa darah belalang memiliki sistem imun yang baik sehingga dapat menunjang hidupnya. Hemosit pada serangga (termasuk belalang) memiliki kemampuan fagositosit, yakni kemampuan memakan bakteri dan berperan penting dalam pengeluaran sel atau jaringan yang mati (Borror et al. 1992) Beberapa keistimewaan belalang ini dapat di suatu hikmah bahwa belalang merupakan bahan pangan yang tidak menimbulkan risiko kesehatan bagi kelinci secara in vivo. Kendati setiap makanan yang mengandung sedikit serangga dianggap tercemar dan tidak sehat bagi konsumsi manusia, namun bagi ribuan jenis hewan (termasuk beberapa primata), serangga merupakan barang utama dan tunggal untuk menu mereka. Hal ini berarti bahwa serangga (belalang) mempunyai nilai makanan yang penting (Borror et al. 1992).
34
D. Kajian Darah D D Pemanffaatan Dara D.1 ah Pemanfaaatan produk daarah tidak hanyya sebatas pad da produk prim mer yang dikonnsumsi langsunng sseperti marus ataupun sosiis darah. Berm mula pada tahhun 1970-an dan 1980-an, beberapa haasil p penelitian diteerbitkan untuk melaporkan aatribut menarikk (nilai gizi daan sifat fungsional) dari frakksi d darah. Hal yanng mendasari penelitian menggenai karakteristik sifat fungssional produk turunan t darah ini i a adalah ketersediaan limbah darah d yang tiddak termanfaatkkan dalam jum mlah banyak (Nakamura ( et al. a 1984; Reys et al. 1980) sertaa adanya kanduungan gizi yangg cukup baik ppada darah (Shaahidi et al. 19884; O Oekerman dan n Caldironi 19882). Pemanfaataan darah di berrbagai bidang disajikan d pada Gambar 7.
-
Pupuk Miineral enhancerr Prootein Plasma
-
-
Seerum darah : Albumin Globulin Fibrinogen
Pemanfaatan: Peng gemulsi Pensstabil Pem mbentuk Gel Peng gental
Paakan Ternak - Tepung Daraah - Suplemen
-
Laboratorium Mediaa Kultur (agar darah) - Bovvine serum albuumin (BSA untukk uji protein) -
-
Medis Trannfusi darah - D Darah ular (jamu)
Formulasi kosmetik
Pangan - Marus (darah beku) : Inndonesia - Lawar : Bali, B Indonesiaa - Dideh - Saren - Sosis Darrah - Puding Darah D - Sup darah beku (Canh tiết= =bahasa Vietnaam) - Kue Daraah Babi (Taiwaan) - Anggur Ular U (Vietnam)) Gambarr 7. Pohon indu ustri darah
Marus merupakan m prodduk darah yanng dipadatkan dengan penam mbahan garam m. Protein darrah t tersebut akan menggumpal dan direbus sehingga pennampakannnya menyerupai organ o hati sappi. S Sementara itu, terdapat sosiss yang bahan baku b utamanyaa dapat berasal dari darah. Prroduk ini dikennal p dengan seebutan sosis daarah (blood sauusages) (Marceello dan Robinsson 2004). pula
3 35
Kini, beberapa peneliti mulai mengkarakterisasi dan mengidentifikasi produk turunan darah yang dapat dimanfaatkan pada produk pangan. Darah bahkan telah diteliti mampu memberikan atau mensubsitusi suatu bahan agar memberikan sifat fungsional yang diinginkan pada produk. Perubahan darah menjadi produk turunannya ini perlu diwaspadai karena berasal dari substansi haram. Beberapa contoh sifat fungsional yang diteliti meliputi kapasitas emulsi, aktivitas emulsi, kestabilan buih, kemampuan membentuk buih (whippability) dan nilai PER (Protein Efficiency Ratio). Ironisnya, hingga saat ini masih sulit untuk membedakan produk turunan darah ini bila berperan sebagai bahan yang memiliki sifat fungsional (misal pengemulsi). Hasil riset mengenai produk turunan darah ini memberikan gambaran bahwa saat ini yang perlu diwaspadai dari produk emulsi daging adalah tidak hanya bahan baku yang digunakan melainkan bahan tambahan (aditif) yang ditambahkan ke dalamnya. Bentuk produk turunan darah seperti protein plasma darah ialah bentuk protein plasma yang serupa dengan protein plasma dari kedelai ataupun telur (Nakamura et al. 1984). Kendati belum dapat dibedakan dari segi penampakan ataupun sifat fisikokimia, namun, pasti terdapat perbedaan baik itu atom ataupun isotop dari protein plasma darah tersebut dengan protein plasma dari sumber yang halal.
36
D Evaluassi Nilai Biollogis Darah D.2 Marus (ddalam bahasa Indonesia) I adaalah darah cairr yang dibekukkan. Jika darahh yang mengaalir dditampung dallam sebuah wadah w kemudiian dibekukan beberapa saaat, maka daraah tersebut akkan m menjadi beku. Jika sudah meembeku maka darah d ini siap untuk u dimasakk, seperti halny ya hati dan lim mpa ( (Yaqub 2008)). Tindakan peengolahan darrah dengan tu ujuan konsumssi manusia inni didorong olleh k kebutuhan akann bahan pangaan dengan sifat--sifat tertentu yang y diinginkaan dengan hargga yang murah. Walaupun n terdapat kem miripan secara fisik antara marus m dan hati,, namun ternyaata juga terdappat p perbedaan anttara hati dan darah beku, yyaitu bentuk zat z besi (Fe) yyang dikandun ng pada produuk t tersebut. Bentuuk Fe pada baahan pangan teerdapat dalam tiga bentuk, yyaitu ferittin, hemosiderin, h d dan p protein heme (Torres ( et al. 1986). 1 Organ hhati menyimpaan Fe dalam beentuk ferittin (V Valenzuela et al. a 2 2009) yang biooavabilitasnya lebih rendah ddibanding Fe-hheme (Torres et al. 1986). Selain itu, menurrut V Valenzuela et al. (2009) haati memiliki total t Fe yang tinggi namunn kandungan Fe-heme F rendaah, s sebaliknya darrah mengandun ng total Fe dan Fe-heme yangg tinggi. Meskipunn belum ada penelitian p menggenai efek kessehatan dalam mengkonsumssi marus, namuun t telah banyak riset r serupa yang y dilakukann terhadap prooduk yang meengandung hem moglobin sepeerti d daging merah ataupun a sosis darah d (blood saausages). Conttoh produk darrah yang bered dar di masyarakkat d disajikan pada Gambar 8.
(aa) (b) Gam mbar 8. Produkk Darah Beku (a) ( Blood puddding atau Blackk Pudding (b) Marus M Kandungan hemoglobin baikk pada daging merah K m ataupun produk darah dapat berperann sebagai pemiicu g genotoksik hid droperoksida asam a lemak yyang berakibatt pada akumullasi kerusakan n DNA pada sel s k kolon. Hemoglobin juga dikketahui dapat m menginduksi proliferasi sel kkanker melaluii pelepasan RO OS ( (reactive oxygeen species) (Leee et al. 2006) Di beberaapa negara Eroopa Utara, massyarakatnya mengkonsumsi m ddarah dalam ju umlah besar. Hal H i ternyata daapat menyebabbkan terjangkittnya penyakit Haemosidrosis ini H s, penyakit yanng menyebabkkan f fungsi ginjal menurun, m karenna adanya daraah yang tidak tercerna t akibatt saluran-saluraannya tersumbat. S Selain itu, ketiika produk daraah telah sampaai ke dalam usuus manusia maaka akan terjaddi interaksi antaara p produk darah dengan d bakterii, parasit dan vvirus yang muungkin ada di ssaluran pencerrnaan. Reaksi ini i d dapat menimbu ulkan produksii gas amoniak yang beracun apabila terseraap ke dalam saaluran darah. Hal H i dapat meng ini gakibatkan penuurunan fungsi hati (Zaid 1997). Penelitiann Valenzuela et e al. (2009), yyaitu menganaii jejak radioisootop 55Fe yang ditemukan lebbih d 70% dari bagian besi beerada dalam beentuk hemogloobin darah dann sisanya 30% ditemukan paada dari
3 37
organ yang merupakan tempat penyimpanan Fe seperti hati, limpa, dan ginjal dan dalam molekul mioglobin dalam otot. Jejak isotop 55Fe ini membuktikan bahwa dalam darah terkandung Fe yang memiliki kemungkinan korelasi dengan keberadaan hemoglobin. Beberapa riset telah mengemukakan bahwa mengkonsumsi daging merah diasosiasikan dengan peningkatan risiko timbulnya kanker kolon (Ishikawa et al. 2010), kanker kolorektal (Cross et al. 2006; Bastide et al. 2011) kanker endometrial (Kallianpur et al. 2010), dan kanker payudara (Kallianpur et al. 2008). Hal ini terkait dengan tingkat konsumsi dan kandungan heme dalam daging merah (Pierre et al. 2004; Ishikawa et al. 2010; Bastide et al. 2011). Pierre et al. (2004) juga mengemukakan adanya kemiripan struktur antara mioglobin (hemoglobin yang terikat pada jaringan otot) dan hemoglobin. Bastide et al. (2011) menyebutkan adanya efek katalitik heme pada pembentukan komponen N-nitroso dan peroksida lemak yang berkontribusi terhadap perkembangan kanker kolorektal. Kanker kolorektal merupakan jenis kanker yang paling sering terjadi di seluruh dunia (Jenab 2010). Frekuensi kejadian timbulnya kanker kolorektal di dunia disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Peringkat kejadian kanker kolorektal di seluruh dunia Peringkat Negara Kejadian tiap 100,000 penduduk 1 Jerman 156.2 2 Hongaria 152.8 3 Jepang 151.2 4 Republik Ceko 149.8 5 Norwegia 144.1 6 New Zealand 138.2 7 Denmark 136.2 8 Itali 132.1 9 Swiss 129.4 10 Austria 128.6 International Agency for Research on Cancer (2008) Di Eropa, setiap tahunnya, sebanyak 400,000 orang didiagnosa terkena kanker ini dan sebanyak 212,000 orang diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut. Tabel 9 menunjukkan bahwa negara Jerman merupakan peringkat 1 atau jumlah terbanyak kejadian kanker kolorektal. Hal ini dinyatakan oleh Seltmann (2009) bahwa setiap tahunnya di Jerman terdapat 73,000 kasus timbulnya kanker tersebut dan sebanyak 40% penderita meninggal dalam waktu tidak lebih dari lima tahun setelah didiagnosis penyakit tersebut. Beberapa penyebab timbulnya kanker kolorektal adalah gaya hidup dan pola makan yang salah. Faktor yang mempengaruhi peningkatan kanker kolorektal dari segi pola makan adalah tingginya asupan makanan yang mengandung energi tinggi, alkohol, daging merah dan turunannya, serta kurangnya konsumsi serat, kalsium, susu dan bawang putih (Jenab 2010). Komponen pada daging yang diketahui dapat memicu peningkatan risiko kanker kolorektal adalah lemak, heme-besi, dan heterosiklik amin (Larsson et al. 2005). Penelitian yang dilakukan Pierre et al. (2004) dilakukan dalam kondisi asupan rendah kalsium. Hal ini dikarenakan menurut Bastide et al. (2011) mineral kalsium dapat mencegah sitotoksitas yang disebabkan heme (heme-induced cytotoxicity), mencegah hiperproliferasi epitel kolon dan mencegah timbulnya senyawa kimia penyebab karsinogenesis (chemically-induced carcinogenesis). Asupan kalsium sebesar 130 mmol/kg adalah konsentrasi terbaik untuk mencegah proliferasi sel kolon dan
38
mencegah pembentukan ACF (Abberant Crypt Foci) oleh heme. Penelitian Allam et al. (2010) mengemukakan konsumsi pangan yang mengandung 100 µmol/g garam kalsium karbonat dapat mengikat heme secara in vitro, mengurangi sitotoksisitas cairan fekal, mengurangi nilai TBARS dan tanpa menyebabkan efek samping terhadap peningkatan kanker kolon. Sosis darah diketahui mengandung komponen darah (heme-besi) sebagai salah satu bahan bakunya. Penelitian Larrson et al. (2005) mengemukakan bahwa wanita yang mengkonsumsi puding darah rata-rata dua kali dalam satu bulan memiliki peningkatan risiko kanker dibandingkan dengan wanita yang jarang atau tidak pernah mengkonsumsi puding darah (p< 0.05). Penelitian Valenzuela et al.(2009) mengenai keberadaan heme melalui jejak isotop, juga dapat membawa pada suatu gambaran efek pengkonsumsian produk darah yang memiliki kandungan heme lebih tinggi dibanding organ ataupun jaringan otot hewan terhadap peningkatan produksi produk oksidasi pada tubuh. Hasil penelitian inilah yang kemudian dijadikan dasar bahwa kandungan heme yang juga terdapat dalam darah akan berkontribusi terhadap peningkatan produksi peroksida lemak dalam tubuh. Gambar 9 menunjukkan bahwa mayoritas negara berpenduduk muslim memiliki kejadian kanker kolorektal (0.1 - 11,0 / 100,000 kejadian) lima kali lebih rendah dibandingkan negara Jerman (39.0 – 59.0 / 100,000 kejadian) yang merupakan negara dengan jumlah kejadian kanker kolorektal tertinggi di dunia (International Agency for Research on Cancer 2008). Pemetaan kejadian kanker kolorektal yang terjadi di seluruh dunia disajikan dalam Gambar 9.
Gambar 9. Pemetaan kejadian kanker kolorektal (pada pria) di seluruh dunia (GLOBOCAN 2002 dalam Mohr et al. 2005) Perbandingan jumlah kejadian kanker kolorektal di negara Jerman dan di Negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim dapat memberikan gambaran kasar mengenai pola makan yang diterapkan di negara tersebut. Negara Jerman merupakan salah satu negara yang mengkonsumsi produk darah, yaitu blutwurst (sosis darah) sementara bagi penduduk muslim, produk darah
39
merupakan zat yang diharamkan untuk dikonsumsi. Pembahasan mengenai kajian darah ini akan dibatasi pada interaksi protein-heme dalam bentuk produk hemoglobin (puding darah) yang berasal dari darah yang mengalir dan diharamkan dalam Islam, terhadap pembentukan produk oksidasi lemak pada jaringan hewan percobaan secara in vivo. Penelitian Pierre et al. (2004) menunjukkan efek heme terhadap produksi produk oksidasi lemak di cairan feses sebagai indicator awal terjadinya kanker kolon. Penelitian menggunakan 5 jenis ransum sebagai variabel, yaitu ransum kontrol, ransum daging ayam, ransum daging sapi, ransum hemoglobin, dan ransum black pudding. Penggunaan ransum daging ayam dimaksudkan untuk melihat perbedaan pengaruh heme yang terdapat pada daging putih (daging ayam) dengan daging merah (daging sapi), hemoglobin ataupun puding darah (black pudding). Menurut Bastide et al. (2011) kandungan heme yang terkandung pada daging merah (dalam bentuk mioglobin) 12 kali lebih besar dibandingkan kandungan heme pada daging putih. Sementara itu, ransum hemoglobin digunakan sebagai pembanding efek ransum hemoglobin yang terikat dalam jaringan (daging merah). Kedua ransum ini memiliki jumlah asupan heme yang sama, namun heme yang terdeteksi pada cairan feses tikus yang diberi ransum hemoglobin memiliki kandungan yang lebih tinggi dibandingkan yang diberi ransum daging merah. Hal ini menunjukkan Fe-Heme dalam bentuk hemoglobin mencapai kolon lebih baik dibanding Fe-Heme dalam bentuk mioglobin (daging merah). Tabel 10 menunjukkan efek ransum meat-based pada tikus setelah 77 hari setelah diinjeksi dengan azoksimetana. Senyawa azoksimetana merupakan senyawa oksidasi, dalam kasus ini, penggunaannya ditujukan untuk melihat hasil produk oksidasi yang dihasilkan oleh ransum secara cepat diamati dalam 77 hari. Penggunaan ransum kontrol dimaksudkan untuk melihat efek oksidasi tubuh dari ransum yang tidak diberi penambahan heme. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pH cairan fekal pada tikus yang terutama mengkonsumsi produk heme (daging sapi, hemoglobin dan black pudding). Peningkatan pH pada kolon ini tidak serta merta menggambarkan indikator terjadinya kanker. Kolon memiliki pH basa (sekitar pH 7.2), apabila kolon terlalu basa hal ini mengindikasikan banyak protein tidak terserap yang berasal dari heme (mioglobin; hemoglobin). Namun, kondisi terlalu basa pada kolon dapat mengindikasikan konsentrasi toksik dalam tubuh meningkat dan tersedianya energi untuk sel kanker. Tabel 10. Efek ransum meat-based pada tikus setelah 77 hari setelah diinjeksi dengan azoksimetana Ransum TBARS di Heme di cairan 1 Asupan heme Heme di cairan feses, pH cairan feses feses1 Feses1 MDAEq (µmol / hari) (µmol/gram) (µmol/L) (µmol/L) (pH) a a a a 0 0 40 ± 15 7.85 ± 0.03 a Kontrol 0 a a a a Daging ayam 0 0 0 69 ± 16 8.02 ± 0.03 b Daging Sapi 3.0 ± 0.4 b 0.5 ± 0.2 b 19 ± 7 b 138 ± 17 b 8.17 ± 0.03 c b c c b Hemoglobin 2.9 ± 0.4 0.9 ± 0.3 52 ± 47 195 ± 96 8.13 ± 0.03 c c d d c Black Pudding 87.0 ± 8.0 23.6 ± 8.6 1097 ± 484 975 ± 229 8.30 ± 0.06 d 1 Data yang telah diubah ke dalam bentuk logaritma dan diuji melalui ANOVA (p<0,05) abcd Data pada kolom yang sama merupakan data berbeda nyata pada p < 0,05 (Pierre et al. 2004) Hasil penelitian Pierre et al. (2004) menunjukkan heme-protein dalam bentuk hemoglobin (ransum hemoglobin dan ransum puding darah) mencapai kolon lebih cepat dibanding protein-heme dalam bentuk mioglobin (ransum daging). Hal ini dapat dijadikan hikmah dibalik pengharaman darah yang mengalir. Ransum daging ayam memberikan kontribusi terhadap nilai TBARS pada cairan feses.
40
Hal ini diduga bukan akibat kandungan heme melainkan adanya kandungan asam arakidonat (ARA 1g/kg) dan niasin yang cukup tinggi pada daging ayam bila dibandingkan dengan keempat jenis ransum lainnya. Kandungan niasin pada diet daging ayam dapat mencapai 12 kali dari RDA (Recommended Daily Allowance). Penelitian menurut Morrow et al. (1992) kandungan niasin yang tinggi dapat menstimulasi pelepasan histamine dan sintesis prostalglandin. Sintesis prostalglandin ini yang kemudian menyebabkan terbentuknya TBARS pada cairan feses tikus yang diberi ransum daging ayam. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pierre et al. (2004) menunjukkan bahwa pengukuran MDA pada sampel tikus yang diberi ransum puding darah (black pudding) atau tikus yang diberi ransum tinggi heme sebesar 975 (µmol/L) atau 7x lebih besar dibanding MDA sampel tikus yang diberi ransum daging sapi. Radikal bebas di dalam tubuh juga mempengaruhi kadar malonaldehida (MDA) yang dapat ditemukan di organ hati. Pengukuran kadar MDA (malonaldehida) dapat digunakan sebagai indeks tidak langsung kerusakan oksidatif akibat peroksidasi lemak. Stress oksidatif yang tinggi menunjukkan bahwa kadar MDA (malonaldehida) juga tinggi. Larsson et al. (2005) menyebutkan konsentrasi heme-besi yang tinggi setelah mengkonsumsi puding darah meningkatkan produksi radikal bebas pada kolon dan rektum yang berkontribusi terhadap peningkatan risiko kanker. Penelitian yang dilakukan Pierre et al. (2006) menunjukkan bahwa eksresi DHN-MA (Dihydroxynonane Mercapturic Acid) pada tikus percobaan meningkat seiring dengan pemberian ransum kaya heme. Efek ransum heme terhadap kandungan DHN-MA pada urin (Pierre et al. 2006) yang terlihat bahwa konsumsi daging merah yang ditambah dengan sosis darah menghasilkan produk DHN-MA yang paling tinggi diantara sampel-sampel disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11. Efek ransum heme terhadap kandungan DHN-MA pada urin Ransum Heme Fe (mg/hari) DHN-MA di urin (mg/hari) (ng/24jam) Daging merah (60g/hari) 55.0 9.9 1,719 Daging merah (120g/hari) 110.0 11.2 1,974 Daging merah + pasta hati (liver pate) (50g) 80.0 17.7 1,957 Daging merah + sosis darah (70g) 205.0 17.7 4,147 Daging merah + Fe inorganik 55.0 44.9 1,726 (Pierre et al. 2006) Produksi DHN-MA diasosiasikan dengan timbulnya perosidasi lemak dalam tubuh misalnya 4hidroksinonenal. Senyawa 4-hidorksinonenal berikatan secara kovalen dengan sistein, histidin, dan lisin. Hemoglobin (pada sosis darah) dan mioglobin (daging merah) merupakan substansi yang kaya akan histidin. Senyawa 4-hidroksinonenal ini juga berikatan dengan residu histidin pada protein-heme yang dapat meningkatkan status oksidasi lemak. Hasil pada Tabel 11 menunjukkan bahwa variabel sosis darah sebesar 70 gram mengakibatkan peningkatan beban konsumsi heme menjadi dua kali lebih besar dibanding konsumsi daging merah saja. Hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian Pierre et al. (2004) bahwa protein-heme dalam bentuk hemoglobin (yang terdapat pada darah) lebih cepat menuju kolon dibandingkan dalam bentuk mioglobin. Efek pembentukan DHN-MA oleh ransum daging merah yang ditambah dengan sosis darah juga menunjukkan produksi DHN-MA yang paling tinggi dibanding keempat ransum lainnya. Produk ini juga merupakan agen sitotoksik dan genotoksik. DHN-MA ini merupakan tanda (marker) bila terjadi stres oksidatif melalui perubahan fungsi sel dan pembentukan pencantelan eksosiklik DNA (Pierre et al. 2006; Cross et al. 2006).
41
D.3 Mekanisme Heme Studi yang dilakukan pada tikus percobaan menunjukan bahwa pemberian protein heme menimbulkan luka (preneoplastic lesion) di kolon (usus besar). Luka ini diduga akibat adanya reaksi oksidasi dalam kolon. Penelitian yang dilakukan Ishikawa et al. (2010) bertujuan untuk meneliti pengaruh heme terhadap penyebab kerusakan DNA dan proliferasi sel epitel usus besar melalui pembentukan hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh heme oksigenase (HO). Pengkonsumsian daging merah dan sosis darah (makanan yang mengandung heme) berkorelasi terhadap pembentukan produk metabolit peroksida lemak. Mekanisme yang terjadi menurut Kapralov et al. (2009) adalah aktivitas peroksida hemoglobin (Hb) akan tersimpan dan terikat dengan haptoglobin (Hp) sehingga terbentuklah kompleks Hb-Hp melalui ikatan silang (cross linking). Kompleks Hb-Hp ini mengagregat dan menelan agen pereduksi seperti nitrat oksida dan askorbat. Makrofag sebagai sistem perlindungan tubuh akan menelan kompleks Hb-Hp ini. Hal ini akan berakibat pada aktivasi produksi superoksida dan menimbulkan stres oksidatif intraseluler (mendeplesikan glutathione endogen dan merangsang peroksidasi lipid). Penelanan kompleks Hb-Hp ini justru menyebabkan sitotoksisitas untuk makrofag. Mekanisme oleh Kapralov et al. (2009) menunjukkan bahwa dalam kondisi peradangan berat dan stres oksidatif menyebabkan pengagregatan aktivitas peroksidase kompleks HbHp sehingga dapat menyebabkan disfungsi makrofag dan vasokonstriksi mikrovaskuler yang sering terlihat penyakit hemolitik. Kemampuan redoks yang terdapat pada besi, dapat menjadikannya racun dalam tubuh bila zat besi hadir dalam jumlah yang berlebihan. Keberadaan zat besi dalam jumlah tinggi dan jika tidak terkontrol, dapatmenyebabkan kerusakan sel sebagai akibat dari peroksidasi lipid, oksidasi DNA, dan merusak protein (Chua et al 2010). Mekanisme pembentukan sel kanker pada usus besar yang diakibatkan dapat dilihat pada Gambar 10 (Chua et al. 2010) :
Heme-Fe
Heme-Fe
Gambar 10. Mekanisme pembentukan sel kanker pada usus besar (dimodifikasi) Darah yang merupakan protein terkonjugasi logam yang terdiri dari protein heme dan logam besi (Fe) yang merupakan bentuk Fe dengan keterserapan (bioavaibility) yang mudah diserap tubuh. Dalam jumlah yang berlebihan, kedua substansi ini merupakan spesies oksigen yang reaktif (ROS) yang dapat menyebabkan kerusakan DNA. Kerusakan DNA ini menyebabkan sel mengalami mutasi tingkat gen, yang merupakan tahap awal (inisiasi) terjadinya sel kanker. Sel yang mengalami mutasi
42
umumnya menekan kemampuan sel dalam berapoptosis akibatnya sel-sel yang bertahan ini terus mengalami mutasi dan membentuk koloni (membesar; mengagregat). Koloni sel kanker membutuhkan asupan nutrisi dari tubuh sehingga pembuluh darah yang berada di sekitarnya mulai terbentuk (angiogenesis).
43
E. Hasil Wawancara E.1 Analisa Tingkat Pengetahuan dan Kepedulian Halal Tingkat pengetahuan halal konsumen terhadap pangan halal dan thayyib responden dapat diketahui dari jawaban yang diberikan responden atas pertanyaan yang diajukan pada kuesioner, yaitu pertanyaan poin B nomor 1 sampai 5 (Lampiran 2). Pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan halal meliputi pengertian halal dan produk-produk yang haram dalam Islam. Sementara pertanyaan untuk melihat kepedulian konsumen mencakup tentang pengetahuan tentang peraturan peredaran daging halal dan keperluan dalam pengawasan peredarannya terungkap pada pertnyaan bagian B nomor 4 sampai 5 (Lampiran 2). Hasil analisa tingkat pengetahuan dan kepedulian pedagang daging di Pasar Bogor terhadap pangan halal berada pada kategori baik (Lampiran 8). Hal yang mempengaruhi keadaan tersebut ialah factor budaya. Menurut Kotler dan Amstrong (2001), faktor budaya mempunyai pengaruh yang luas dan mendalam terhadap perilaku, mencakup budaya (kultur, sub budaya, dan kelas sosial). Budaya adalah susunan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari anggota suatu masyarakat dari keluarga dan institusi penting lainnya. Setiap perilaku konsumen dikendalikan oleh berbagai sistem nilai dan norma budaya yang berlaku pada suatu daerah. Dalam hal ini, pedagang daging berada di pasar umum yang merupakan pasar terbesar di kota Bogor dan kota Bogor merupakan daerah dengan penduduk muslim (BPS 2010). Responden menganut agama Islam yang merupakan syarat yang diajukan oleh peneliti sebelum melakukan wawancara. Sebanyak 4 dari 9 responden mendapatkan nilai salah (nol) pada pertanyaan nomor 3 (Lampiran 2), yaitu mengenai hukum pencampuran barang haram dengan barang yang halal. Keempat responden tersebut memilih pilihan syubhat (meragukan). Hal ini kemudian dapat menjadi suatu masalah yang harus diwaspadai karena salah satu kasus yang dianggap peneliti berada dalam kategori tersebut adalah pencampuran daging sapi dan daging babi hutan. Hasil wawancara lepas menunjukkan responden yang menjawab bagian daging dan harga merupakan pertimbangan konsumen saat memilih daging di kiosnya. Sementara itu, terdapat variasi jawaban mengenai daging halal, diantaranya adalah daging yang berasal dari hewan yang disembelih sesuai dengan syariat Islam (menyebut nama Allah) dan tidak disiksa terlebih dahulu, daging yang diperoleh dari rumah pemotongan hewan (RPH), dan daging yang berasal dari hewan yang halal. Responden menjawab pembelian hewan hidup dan menyaksikan penyembelihan sebagai salah satu cara menjamin produk daging yang diperdagangkan. Selain itu, juga terdapat jawaban responden mengenai cara menjamin kehalalan produk dagingnya dengan membelinya langsung dari RPH. Rumah Pemotongan Hewan termasuk ke dalam salah satu jawaban yang diutarakan oleh responden baik untuk pertanyaan mengenai daging halal dan cara menjaminnya. RPH menjadi tempat yang dipercaya oleh responden dalam hal penyediaan daging untuk dijual bebas. Rumah potong hewan (RPH) merupakan salah satu unit usaha yang sangat penting dalam menjaga kehalalan pangan yang beredar di masyarakat. Dewasa ini, seiring dengan perkembangan teknologi, banyak sekali RPH yang memanfaatkan peralatan modern dalam pelaksanaan proses penyembelihan hewan, sehingga muncul beragam model penyembelihan dan penanganan yang menimbulkan pertanyaan terkait dengan kesesuaian pelaksanaan penyembelihan tersebut dengan hukum Islam. Pada proses penanganan di dalam RPH terdapat salah satu tahap yang cukup kritis ditinjau dari segi kehalalan, yaitu proses penyembelihan hewan. Proses tersebut sangat menentukan halal atau tidaknya daging atau bagian lain dari hewan (lemak, tulang, jeroan, dan lainnya) yang dihasilkan (LPPOM MUI 2011).
44
Hasil wawancara mengenai cara untuk mengetahui daging sapi yang dioplos dengan daging babi hutan, terdapat variasi jawaban yang dikemukakan oleh responden, yaitu warna daging babi hutan lebih pucat dan permukaannya lebih mengkilap dibandingkan dengan daging sapi. Sebanyak 2 dari 9 responden mengaku tidak tahu perbedaan antara daging babi hutan dan daging sapi. Hal ini dikarenakan kejadian pemalsuan daging sapi dengan daging babi hutan belum pernah ditemukan dan belum pernah terjadi di pasar Bogor. Menurut (Wahid 2007) daging babi memiliki warna merah pucat dengan lemak yang lunak dan mudah mencair pada suhu ruang, serta berwarna putih jernih. Hal ini sedikit berbeda dengan daging babi hutan atau celeng yang memiliki tekstur lebih kasar dan warna lebih gelap, sehingga sepintas lalu daging celeng mirip dengan daging sapi. Namun, daging celeng masih memiliki aroma bau khas babi yang kuat yang dapat digunakan konsumen untuk mengidentifikasinya. Menurut Marchiori dan Felicio (2003) menyebutkan bahwa daging babi hutan memiliki warna lebih merah dan lebih gelap dibandingkan dengan daging babi (p<0.05). Gambaran sementara dari jawaban yang dikemukakan oleh responden menyebabkan peneliti berasumsi bahwa responden tidak mengetahui cirri daging sapi yang dipalsukan dengan daging babi hutan. Hal ini dikarenakan ciri visual yang dikemukan berbeda dengan literatur. Rata-rata responden telah berjualan daging sejak tahun 1970-an dan 1980-an namun tidak menjadi jaminan bahwa tingkat pengetahuan dan pengalaman mengenai daging sapi dapat pula diterapkan dalam membedakan daging babi hutan. Adapun tindakan pencegahan yang dapat dilakukan ialah perbaikan sistem pasar dengan mengelola sistem satu pintu bagi barang daging yang masuk atau yang diperjualbelikan, pengawasan secara berkala, pelaksanaan inspeksi mendadak, penyebarluasan informasi daging halal, dan motivasi dari pedagang daging itu sendiri untuk secara jujur menyediakan daging yang halal bagi masyarakat.
45
PENUTUP Kesimpulan a. Magang Umum Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya membawa manfaat bagi kehidupan manusia, namun juga dapat menimbulkan sejumlah persoalan. Permasalahan tentang pangan halal tidak hanya menjadi pemikiran lembaga tertentu saja, melainkan seluruh lembaga yang terkait. Sertifikat produk halal merupakan suatu pengakuan yang dapat dimanfaatkan sebagai nilai kompetitif produk sehingga dapat bersaing tidak hanya dalam era perdagangan ACFTA, melainkan juga perdagangan dunia. Kegiatan praktik magang di LPPOM MUI mencakup kegiatan pelatihan sistem jaminan halal, pembuatan media promosi halal, pembuatan artikel titik krits kehalalan produk pangan, survey label halal produk pangan, dan ikut serta dalam seminar dan diskusi strategis menyangkut isu halal. Manfaat pelaksanaan kegiatan praktik magang. Melalui praktik magang, penulis dapat merasakan langsung bekerja pada suatu lembaga yang berhubungan dengan regulasi halal, mengetahui proses-proses kerja yang terdapat di divisi sosialisasi dan informasi LPPOM MUI, terutama dalam mengolah dan mencari informasi perkembangan halal dan kedisiplinan kerja. Selain itu, penulis juga dapat mengaplikasikan kemampuan praktik yang diperoleh di perkuliahan ke dunia kerja. Praktik magang di LPPOM MUI memberikan gambaran mengenai pentingnya keamanan pangan terutama aspek keamanan batin dalam mengkonsumsi bahan pangan. Jaminan akan keamanan pangan khususnya aspek keamanan batin (kehalalan bagi umat Muslim) adalah hak asasi konsumen karena pangan termasuk kebutuhan dasar yang penting dalam kehidupan manusia.
b. Kajian Khusus Daging bangkai dan produk darah merupakan produk yang haram (dilarang menurut syariah Islam) untuk dikonsumsi. Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia bila mengkonsumsi kedua produk tersebut. Daging bangkai yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah daging yang berasal dari kondisi kesehatan dan penanganan hewan yang buruk sehingga mati sebelum disembelih dan merupakan daging yang memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan daging normal dari aspek warna dan bau. Produk darah yang dimaksud adalah produk yang berasal dari darah yang mengalir. Daging bangkai mengandung jumlah mikroba (8.9 x 107 kol/g) lebih tinggi dibandingkan dengan daging normal (3.3 x 105) (p<0.01). Darah yang tertinggal pada daging bangkai juga memicu peningkatan produksi produk oksidasi yang berakibat pada kesehatan tubuh bagi yang mengkonsumsinya. Darah merupakan zat yang kaya akan protein-heme (hemoglobin). Konsumsi produk darah yang tinggi dan disertai dengan rendahnya asupan kalsium diketahui dapat berpotensi sebagai pemicu kanker kolon. Dari segi mikrobiologi, terdapat bakteri yang berhasil diisolasi dari darah, yaitu Salnonella, Escherichia coli dan Yersinia enterolitica. Adanya cemaran mikroorganisme ini dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan tubuh. Kehalalan daging bangkai tertentu (ikan dan belalang) hingga saat ini diyakini memiliki kandungan gizi yang cukup baik dan keberadaan toksikan dalam tubuh (ikan dan belalang) dalam kondisi tidak membahayakan bagi kesehatan. Hasil wawancara lepas dengan pedagang daging menunjukkan responden yang menjawab bagian daging dan harga merupakan pertimbangan konsumen saat memilih daging di kiosnya. Terdapat variasi jawaban mengenai daging halal, diantaranya adalah daging yang berasal dari hewan yang disembelih sesuai dengan syariat Islam (menyebut nama Allah) dan tidak disiksa terlebih dahulu, daging yang diperoleh dari rumah pemotongan hewan (RPH), dan daging yang berasal dari hewan yang halal.
46
Berdasarkan jawaban responden, pembelian hewan hidup dan menyaksikan penyembelihan adalah sebagai salah satu cara menjamin produk daging yang diperdagangkan.
Saran Saran terhadap kegiatan sosialisasi dan promosi LPPOM MUI adalah perlu diadakannya metode evaluasi aplikatif untuk mengukur keberhasilan kegiatan komunikasi pangan halal dan kampanye kesadaran akan memilih dan mengolah produk halal melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik. Keterbatasan data yang diperoleh mengenai kajian daging bangkai dan produk darah menyebabkan tidak semua permasalahan mengenai fenomena perubahan biokimia dan mikrobiologis pada keseleluruhan kategori daging bangkai dalam Islam dan produk darah dapat dijabarkan secara menyeluruh. Oleh karena itu, saran yang dapat diberikan penulis untuk penelitian selanjutnya mengenai daging bangkai dan produk darah, antara lain pengujian kandungan heme pada hewan bangkai untuk semua kategori bangkai dalam Islam, pengujian efek konsumsi produk darah yang beredar di masyarakat seperti marus terhadap fungsi tubuh secara in vitro maupun in vivo, dan pengembangan metode analisis cepat daging bangkai dan produk turunan darah.
47
DAFTAR PUSTAKA Adzitey F. 2011. Mini Review: Effect pre-slaughter animal handling on carcass and meat quality. Int’l Food Res. J. 18: 484-490 Allam O, Bahuaud D, Taché S, Naud N, Corpet DE dan Pierre FH. 2010. Calcium carbonate suppresses haem toxicity markers without calcium phosphate side effect on colon carcinogenesis. Br J Nutr: 1-8 Apriyantono A. 2001. Pengaruh perkembangan teknologi pangan dalam menentukan status kehalalan produk pangan. Di dalam Makalah Seminar Good Manufacturing Practices yang sesuai dengan Good Halal Practices. Jakarta Aranda R, Cai H, Chad EW, Levin EJ, Rong L, Olson JS, Philips GN, dan Richard MP. 2009. Structural analysis of fish versus mammalian hemoglobins: effect of the heme pocket environment on autooxidation and hemin loss. J. Prot.75(1): 217–230 Badan Pusat Statistik [BPS]. 2008. Jumlah Ternak yang Dipotong di Rumah Potong Hewan dan Di Luar Rumah Potong Hewan yang Dilaporkan (Ekor). Halaman berkala dari www. bps.go.id [2 Desember 2010]. Bartels H. 1980. Inspección Veterinária de La Carne. Acribia, Zaragoza. Bastide NM, Fabrice HF, Pierre, Denis E, dan Corpet DE. 2011. Heme iron from meat and risk of colorectal cancer: a meta analysis and a review of the mechanism involved. J Cancer Prev.Res 116 Bintoro VP, Dwiloka B, dan Sofyan A. 2006. Perbandingan daging ayam segar dan daging ayam bangkai dengan memakai uji fisiko kimia dan mikrobiologi. J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 (4) : 259267
Brill RW, Cousins KL, Jones DR, Bushnell PG, dan Steffensen JF. 1998. Blood volume, plasma volume and circulation time in a highenergy-demand teleost, the yellowfin tuna (thunnus albacares). The Journal of Experimental Biology 201: 647–654 Borror JD, Tripletton CA dan Johnson NF. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi ke-6, penerjemah Partosoedjono Soetiyono. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Terjemahan dari : Introduction to The Study of Insects Boulianne M dan King AJ. 1998. Meat color and biochemical characteristics of unacceptable darkcolored broiler chicken carcasses. J. Food Sci. 63: 543-549. Burr RV and Burr RA. 2005. What Is Rum?. Halaman berkala http://www.giftedrums.com/Rum Basics.html - what is rum thee gifted [8 Februari 2011]
48
Canadian Food Inspection Agency [CFIA]. 2010. Health Hazard Alert Certain Ready-to-eat Cooked Meat Products From G. Brandt Meat Packers (Establishment 164) May Contain Foodborne Pathogens. Canadian Food Inspection Agency, Ottawa. Carretero C dan Parês D. 2000. Improvement of the microbiological of blood plasma for human consumption purposes. Recent Research Development in Agricultural and Food Chemistry 4 : 203-216 Central of Disease and Prevention [CDC]. 2005. Yersinia enterolitica. Halaman berkala http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/yersinia_g.htm Chaudry MM. 2002. Halal certification process. Paper presented at Market Outlook: 2002 Conference, Toward Efficient Egyptian Processed Food Export Industry in a Global Environment, Cairo, Egypt. Chaudry MM dan Riaz MN. 2004. Halal Food Production.CRC Press, New York. Chua ACG, Borut K, Lawrence IC, Olynyk JK dan Trinder D. 2010. Iron: an emerging factor in colorectal carcinogenics. World J. Gastroenterol. 16 (6): 663-672 Cross AJ, Marc J. Gunter, Richard J. Wood, Pietinen P, Taylor PR, Virtamo J, Albanes D, dan Sinha R. 2006. Iron and colorectal cancer risk in the alpha tocopherol, beta-carotene cancer prevention study. Int.J.Cancer 118: 3147-3152 Dalgaard P, Emborg J, Kjolby A, Sorensen ND, dan Ballin NZ. 2008. Histamine and biogenic amines : formation and importance. in seafood dalam T Borresen (edited), Improving Seafood Products for the Customer. North America : Woodhead Publishing Limited and CRC Press LLC. Direktorat Kesehatan Hewan. 1987. Peraturan Perundang-Undangan Kesehatan Hewan Edisi III. Dirjen Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta. Divakaran S. 1982. Animal Blood Processing and Utilization. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome. Ensminger ME. 1991. Animal Science 9th Ed. Interstate Publisher Inc., Dancill Illonis. Eskin NAM, Henderson HM, dan Townsend RJ. 1990. Biochemistry of Foods. Academic Press Inc., New York Fardiaz D. 2004. Kebijakan Promosi Keamanan Pangan Badan POM RI dalam Laporan Pelaksanaan Pengembangan Strategi Komunikasi Keamanan Produk Pangan Tingkat Pusat. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. Food and Agriculture Organization [FAO]. 2010. Forest insect as food : humans bite back, Eds: Durst B. Patrick, Johnson V. Dennis, Leslie N. Robin dan Shono Kenichi. FAO Regional Office For Asia and The Pasific, Bangkok.
49
Girindra A. 2009. Keharaman Darah. Halaman berkala dari www.halalguide.com [8 Desember 2010] _______ . 2008. Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal. Pustaka Jurnal Halal, Bogor. Glaser RW. 1918. On the existence of immunity principles in insects. J.Psyche 25 (3) : 39-46 GLOBOCAN in International Agency for Research on Cancer. 2002. Colorectal Cancer Database halaman berkala http://wwwdepdb.iarc.fr/globocan/GLOBOframe.htm. [12 Juni 2011]. Gram L dan Dalgaard P. 2002. Fish spoilage bacteria – problems and solutions. Enviromental Biotechnology 13: 262-266. Grossklaus D. 1993. Food Hygiene and Consumer Protection. A Word Wide Future Chalenge. The 11th International Symposium of The World Association of Veterinary Hygienist, Bangkok, Thailand. Grunert KG. 2005. Food quality and safety : consumer perception and demand. European Review of Agricultural Economics (32) : 369-391 Hadipoeyanti E, Ruhnayat A dan Udarno L.2007. Teknologi Unggulan Vanili. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor Hakim L. 2011. Pemantapan Sistem Jaminan Halal (SJH) Menuju Lembaga Halal Kelas Dunia. http://www.halalmui.org. [29 Maret 2011]. Hedrick HB, Aberle ED, Forrest JC, Judge MD, dan Merkel RA. 1994. Principles of Meat Science. 3.ed., Kendal/Hunt Publ. Co., Iowa. Indra H, Shalahuddin H, dan Husnaini. 2004. Halal-Haram dalam Makanan. Penamadani, Jakarta. International Agency for Research on Cancer. 2008. Colorectal Cancer. Halaman berkala http://globocan.iarc.fr/factsheets/populations/factsheet.asp?uno=276 [12 Juni 2011] Ishikawa S. Tamaki S. Ohata M. Aihara K dan Itoh M. 2010. Heme induces DNA damage and hyperproliferation of colonic epithelial cells via hydrogen peroxide produced by heme oxygenase: a possible mechanism of heme-induced colon cancer. J.Mol.Nutr.Food Res 54 (8): 1182-1191 Jenab M. 2010. Pathways to Colorectal Cancer: Do excess energy consumption and the processes of oxidative stress interact and are they modulated by increased colonic permeability, inflammation, endotoxin exposure and toxic by-products of excess energy consumption?. International Agency for Research on Cancer [IARC-WHO], The World Health Organization Lyon, France Jenie BSL dan Rahayu WP. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius, Yogyakarta.
50
Jensen FB. 2001. Comparative analysis of autoxidation of haemoglobin. The Journal of Experimental Biology 204: 2029–2033. Jones TC, Hunt RD, dan King NW. 1997. Veterenary Pathology sixth edition. William & Wilkins, Baltimore, Maryland, USA. Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta. Kallianpur AR, Lee SA, Gao YT, Lu W, Zheng Y, Ruan ZX, Dai Q, Gu K, Sho XO dan Zheng W. 2008. Dietary animal-derived iron and fat intake and breast cancer risk in the Shanghai Breast Cancer Study. J. Breast Cancer Res Treat. 107 (1) : 123-132 Kallianpur AR, Lee SA, Xu WH, Zheng W, Gao YT, Cai H, Ruan ZX, Xiang YB, dan Sho XO. 2010. Dietary iron intake and risk of endometrial cancer: a population-based case-control study in Shanghai, China. J.Nutr Cancer 62 (1) : 40-50 Kapralov A, Vlasova II, Feng W, Akihiro M, Walson K, Tyurin AV, Huang Z, Aneja RK, Carcillo J, Bayır HY, dan Kagan VE. 2009. Peroxidase activity of hemoglobin-haptoglobin complexes: Covalent aggregation and oxidative stress in plasma and macrophages. J.Bio. Chem 284 (44) : 30395- 30407 Kementrian Kesehatan RI. Fortifikasi no.962/Menkes/SK/VII/2003
Terigu.
Surat
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Kimata M. 1961. The Histamine Problem dalam Fish as Food Vol 1. New York: Acad Press. Kolb E. 1984. Fisiologia Veterinária. 4 ed. Guanabara Koogan, Rio de Janeiro. Kotler P dan Armstrong G. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jilid 1. Edisi Kedelapan. Erlangga, Jakarta Larsson SC, Rafter J, Holmberg L, Bergkvist L, dan Wolk A. 2005. Red meat consumption and risk of cancers of the proximal colon, distal colon and rectum: The Swedish Mammography Cohort. Int. J. Cancer (113): 829 – 834 Lee RA, Kim HA, Kang BY, dan Kim KH. 2006. Hemoglobin induces colon cancer cell proliferation by release of reactive oxygen species. World J Gastroenterol 12(35): 5644-5650 Lehane L dan Olley J. 1999. Histamin Fish Poisoning : A review in a risk- assessment framework. National Office of Animal and Plant Health, Canberra. LPPOM MUI. 2011. Draft Pedoman Penyembelihan Halal. LPPOM MUI, Bogor.
___________. 2008 Panduan Auditor Telaah Titik Kritis Bahan Dan Produk. Lembaga Pengkajian Pangan Obat Dan Kosmetika (LPPOM MUI), Bogor.
51
Lowe TE, Brill RW, dan Cousins KL. 2000. Blood oxygen binding characteristics of bigeye tuna (Thunnus obesus) a high-energy-demand teleost that is tolerant of low ambient oxygen. Marine Biology 136: 1087-1098. Lukiwati RD .1991. Tinjauan Tentang Kehidupan Belalang. (Observation of grasshopper’s life.) Postgraduate program, IPB, Bogor, Indonesia. Majelis Ulama Indonesia [MUI]. 2002 Himpunan Fatwa MUI. Majelis Ulama Indonesia, Jakarta Marcello M dan Robinson JG. 2004. The Art and Practice of the Sausage Making. NDSU, North Dakota. Marchiori AF dan Felicio PE. 2003. Quality of wild boar meat and commercial pork. Scientia Agricola 60 (1): 1-5. Miller KR. 2000. Quality characteristics. Di dalam Muscle foods : meat, poultry, and seafood technology, Eds. Kirshman DM, Kotula AW,dan Breidenstein C Burdette. CRC Press, New York. Mohr SB, Garland CF, Gorham ED, Grant WB, Highfill RM, dan Garland FC. 2005. Mapping vitamin D deficiency, breast cancer, and colorectal cancer. Halaman berkala proceedings.esri.com/library/userconf/proc05/papers/pap1468.pdf [12 Juni 2011] Morrow JD, Awad JA, Oates JA dan Robert LJ. 1992. Identification of skin as major site of prostalglandin D2 release following oral administration of niacin in humans. J. Invest. Dermatol. 98: 812-815 Morton DB, Abbot D, Barclay R .1993. Removal of blood from laboratory mammals and birds - First report of the BVA/FRAME/RSPCA/UFAW Joint Working Group on Refinement Laboratory Animals 27: 1 – 22 Muchtadi TR. 2010. Teknologi Pengolahan Nira. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, Bogor. Nakamura R, Hayakawa S, Yasuda K, dan Sato Y. 1984. Emulsifying properties of bovine blood globin: a comparison with some protein and their improvement. J.Food Sci.(49): 102-104 Nareswari RA. 2006. Identifikasi dan Karakterisasi Ayam Tiren. [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, Bogor. Nasoetion AH. 1999. Pengantar ke Filsafat Sains. Litera Antar Nusa. Nasution S. 2007. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Bumi Aksara, Jakarta Nnjida AA dan Isidahomen CE. 2009. Haematology, blood chemistry, and carcass characteristic of growing rabbits fed grasshopper meal as a subtitute for fish meal. Pakistan Vet. J. 30(1): 7-12.
52
Nurlaila I dan Hadi M. 2008. Kanker: Pertumbuhan, Terapi dan Nanomedis. Halaman berkala dari http://www.nano.lipi.go.id/utama.cgi?-cetakartikel&1187593839 [15 Mei 2011] Nutrition Division. 1978. Nutritional value table of 100 grams of Thai food. Bangkok, Pharmaceutical Organization Printing. (In Thai.) Oeckerman HW dan Caldironi HA. 1982. Incorporation of Blood Protein into Sausage. J. Food Sci (47): 404-408 Oeckerman HW dan Hansen CL. 1988. Animal By-product Processing. Ellis Horwood Ltd., Chinchester, England. Petracci M, Betti M, Bianchi M, dan Cavani C. 2004. Color variation and characterization of broiler breast meat during processing in Italy. Poultry Sci. 83: 2086-2092. Pew Research Center. 2011. The Future of Global Muslim Population: Projections for 2010-2030. Halaman berkala http://pewresearch.org/pubs/1872/muslim-population-projections-worldwidefast-growth [2 Juni 2011] Pierre F, Freeman A, Tache S, Van der Meer R, dan Corpet DE. 2004. Beef meat and blood sausage promote the formation of azoxymethane-induced mucindepleted foci and aberrant crypt foci in rat colons. J Nutr 134: 2711 – 2716. Pierre F, Géraldine P, Sylviane T, Cross AJ, Bingham SA, Gasc N, Gottardi G, Corpet DE, dan Guéraud F. 2005. New marker of colon cancer risk associated with heme intake : 1,4dihydroxynonane mercapturic acid. J. Cancer Epidemiol Biomarker Prev 15 (11) Piske D. 1982. Aproveitamento de sangue de abate para alimentação humana. I. Uma revisão. Boletim do Instituto de Tecnologia de Alimententos, Campinas. Poernomo A. 2010. Lebih Jauh Tentang Histamin. Halaman berkala http://www.bbrp2b.kkp. go.id/en/media-massa/lebih-jauh-tentang-histamin/ [13 Juni 2011] Qardhawi Y. 2005. Halal Haram Dalam Islam, penerjemah Zulkarnain abu hand an Mu’thi Abdurrahim. Akbar media Eka Sarana, Jakarta. Ramadhani AF. Wahyuni I dan Rohman AH. 2010. Studi Kehalalan Daging bangkai Ikan Menurut Pandangan Al Quran dan As Sunnah serta Dipandang dari Sudut Iptek. Serum G, Bogor. Razali, Lukman DW, Agungpriyono S, dan Sudarwanto M. 2007a. Penggunaan warna cie L * a* b* sebagai salah satu metode penilaian warna daging ayam daging bangkai. Forum Pascasarjana 30 (3): 237 - 244 ____________. 2007b. Pengujian kualitas daging ayam daging bangkai ditinjau dari beberapa parameter nilai biologis. Forum Pascasarjana 30 (1): 71-80
53
Ribot ED. 2006. Advances in Animal Blood Processing : Development of A Biopreservation System and Insight on The Functional Properties of Plasma. [Tesis]. Department of Chemical and Agricultural Engineering and Food Technology, University of Girona. Reys RD. Constantinedes SM, Sgarbieri VC, dan El-Dash AA. 1980. Chicken blood plasma proteins : physicochemical, nutritional and functional properties. J.Food.Sci (45): 17-20 Roça RO. 2002. Humane Slaughter for Bovine. First Virtual Global Conference on Organic Beef Cattle Production 2 September to 15 October 2002. Departamento de Gestão e Tecnologia Agroindustrial - FCA - UNESP Sakai T, Shusaku O, Toshiyuki M, dan Terayama M. 2006. Effect of bleeding on hemoglobin contents and lipid oxidation in the skipjack muscle. J. Biosci.Biotechnol.Biochem. 70 (4): 1006-1008. Salasia SIO, Sulanjari D dan Ratnawati A. 2001. Studi hematologi ikan air tawar. Biologi 2 (12): 710723. Samsundari S. 2007. Identifikasi ikan segar yang dipilih konsumen beserta kandungan gizinya pada beberapa pasar tradisional di kota malang. Jurnal Protein 14 (1): 41 – 49. Sastradipraja D, Sikar SHS, Widajajakusuma R, Ungerer T, Maad A, Nasution H, Suriawinata R dan Hamzah R. 1989. Penuntun Praktikum Fisiologi Veteriner. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati, IPB. Seltmann S. 2009. Colonoscopy Prevents 15,000 Cancer Cases – Result Confirms Goals of March’s Bowel Cancer Awareness Month. Halaman berkala http://www.dkfz.de/en/presse/ pressemitteilungen/2009/download/dkfz_pm_09_16_e.pdf [12 Juni] Sevilla CG, Ochave JA, Punsalan TG, Regala BP. Uriarte GB. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Shahidi F, Naczk L, Rubin J, dan Diosady. 1984. Functional properties of blood globin. J. Food Sci (49) : 370-372 Shihab Q. 1996. Wawasan Al Quran: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat. Mizan, Bandung Shrikhande GB, Rode AM, Pradhan MS, dan Satpute AK. 2008. Seasonal effect on the composition of blood in cattle. Veterinary World 1(11): 341-342 Sianipar WS. 2006. Studi Aplikasi produksi Bersih pada Industri Rumah pemotongan Hewan (Studi kasus di PT Celmor Perdana Indonesia). [skripsi]. Teknologi Hasil Ternak, IPB, Bogor. Sonomo Mountain Sausages. 2003. Ham. Sonoma, California. _______. 2005. Bacon. Sonoma, California.
54
Subarna. 2010. Keju. dalam Modul Kuliah Teknologi Pengolahan Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, Bogor. Supranto J. 2003. Metode Penelitian Hukum dan Statistik. PT. Rireka Cipta, Bandung.
Swatland HJ. 2000. swatland/ch1.9.htm
Slaughtering.
Halaman
berkala
http://www.bert.aps.uoguelph.ca/
Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Volume 1. Kanisius, Yogyakarta. Torres CM, Leets I, Taylor P, RamiRez J, Camacho MV, dan Layrisse M. 1986. Heme, ferritin and vegetable iron absorption in humans from meals denatured of heme iron during the cooking of beef. J. Nutr 116: 1720-1725. Tuasikal MA. 2007. Tuntunan Penyembelihan Hewan. Halaman berkala http://rumaysho.com [29 Juni 2011] Valenzuela C, Romaña DL, Olivares M, Morales MS, dan Pizarro F. 2009. Total iron and heme iron content and their distribution in beef meat and viscera. J.Biol. Trace Elem Res 132: 103-111. Verbeke W. 2005. Agriculture and the food industry in the information age. European Review of Agricultural Economics (32) : 347 – 368. Wahid N. 2007. Awas Celeng (Lagi)!. Halaman berkala http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/info-halal/08/12/30/23306-awas-celeng-lagi- [24 Juni 2011] Warriss PD. 2000. Meat Science : An Introductory Text. CAB-International, Wallingford, England _________. 1977. The residual blood content of meat. A review. Journal of Science Food Agriculture 28: 457-462. World Health Organization [WHO]. http://www.who.int/topics/salmonella/en/
2011a.
Salmonella.
Halaman
berkala
________. 2011b. Shigella. Halaman berkala http://www.who.int/topics/shigella/en/
Yaqub AM. 2008. Kriteria Halal Haram Untuk Pangan, Obat dan Kosmetika. Pustaka Firdaus, Jakarta. Yusup PM. 2009. Ilmu Informasi, Komunikasi, dan Kepustakaan. Bumi Aksara, Jakarta. Zaid ASFM. 1997. Hidangan Islami : Ulasan Komprehensif Berdasarkan Syariat dan Sains Modern, penerjemah Al Kattanie AH. Gema Insani Press, Jakarta. Terjemahan dari : Maa-idah al muslim baina al-din wa al-‘ilm.
55
Zhang S. Farouk MY, Wieliczko A, dan Podmore C. 2005. Functional stability of frozen normal and high pH beef. J.Meat Sci. 69 : 765-775
56
LAMPIRAN
57
Lampiran 1 Susunan pengurus LPPOM MUI Sesuai dengan SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep - 459/MUI/VIII/2010 tentang Penetapan Pengurus LPPOM-MUI, maka ditetapkan susunan Pengurus LPPOM-MUI PERIODE 2010-2015 sebagai berikut: I. Dewan Penasehat Ketua : Ketua Umum MUI Pusat Wakil Ketua : Wakil Ketua Umum MUI Pusat Anggota Menteri Agama RI Menteri Kesehatan Menteri Pertanian RI Menteri Perdagangan RI Menteri Perindustrian RI Rektor IPB Ketua MUI yang membidangi Komisi Fatwa Ketua MUI yang membidangi Komisi Perekonomian dan Produk Halal Sekretaris : Sekretaris Jenderal MUI Pusat II. Dewan Pembina Ketua : Prof.Dr.Hj. Aisyah Girindra Sekretaris : Drs. H. Zainut Tauhid Saadi, M.Si III. Dewan Pelaksana Harian/Eksekutif Direktur Pelaksana/Eksekutif : Ir. Lukmanul Hakim, M.Si Wakil Direktur : Ir. Hj. Osmena Gunawan Wakil Direktur : Ir. Muti Arintawati, M.Si Wakil Direktur : Ir. Sumunar Jati Bendahara : Dra. Hj. Chairunisa, MA Wakil Bendahara : Drs. H. Zuhdi Kepala Bidang Auditing : Dr. Ir. Mulyorini R. Hilwan, MS dan Dr. Liesbetini Hartoto, MS Kepala Bidang Sistem Jaminan Halal : Ir. Muslich, M. Si Kepala Bidang Penelitian dan Pengkajian Ilmiah : Prof. Dr. Purwatiningsih dan Dr. Budiatman Satiawihardja Kepala Bidang Sosialisasi dan Promosi Halal : Lia Amalia, SS, S.Si., MT Kepala Bidang Informasi Halal : Farid Mahmud, SH Kepala Bidang Standard dan Pelatihan : Ir. Hendra Utama Kepala Bidang Pembinaan LPPOM Daerah : Ir. Nur Wahid M.Si Kepala Bidang Organisasi dan Kelembagaan : Drs. H. Akhmad Baidun, M.Si Tenaga Ahli Ketua : Prof. Dr. Khaswar Syamsu Sekretaris : Dr. Fery Kusnandar Anggota : Prof. Dr. H. Norman Razief Azwar Prof. Dr. Djumali Mangunwidjaja Dr. Hasyim, DEA Dr. Rarah Ratih Adji Dr. Heni Nuraini
Dr. Serdanawati Yasni Dr. Mirzan T Razak
58
Lampiran 2 Struktur Organisasi LPPOM MUI
59
Lampiran 3 Kuesioner Wawancara PRAKTIK MAGANG DI LPPOM MUI DNEGAN TOPIK KHUSUS: TINJAUAN ILMIAH KEHARAMAN DAGING BANGKAI DAN PRODUK DARAH Kepada Responden yang Terhormat Dalam rangka menyelesaikan studi akhir dari Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Imu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, saya memerlukan dukungan dari Bapak/Ibu/Sdr/Sdri untuk mengikuti kuesioner dan wawancara ini. Kuesioner ini diedarkan untuk mengetahui persepsi halal pedagang daging Pasar Bogor. Oleh karena itu,saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/Sdri meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini. Masukan dan informasi yang jujur, benar dan akurat sangat diharapkan, agar informasi ilmiah yang disajikan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Jawaban yang Bapak/Ibu/Sdr/Sdri berikan tidak akan berpengaruh terhadap instansi manapun karena kuesioner ini semata-mata untuk keperluan tugas akhir. Terima kasih. Nama
: Amelia Safitri
NIM
: F24070044
A. Pertanyaan Karakteristik Responden
Jenis kelamin
a. laki-laki b. perempuan
Berapa usia anda? …. Tahun
Tahun Berdagang di Pasar Bogor : .............................................................................................................
60
B. Pertanyaan Tingkat Pengetahuan dan Kepedulian Halal
Apakah Saudara tahu arti halal dan haram? a.Ya b.Tidak Menurut Anda, manakah makanan atau minuman berikut yang diharamkan di dalam ajaran Islam? (boleh pilih lebih dari 1) a. Daging Babi b. Ayam tiren c. Marus (Darah beku) d. Alkohol e. Binatang yang disembelih Allah Menurut Anda, apakah hukumnyatidak bila menyebut bahan yangnama haram bercampur dengan yang halal? a. Haram b. Syubhat (meragukan) c. Halal d. Halal asalkan bahan haram yang bercampur dalam jumlah sedikit Menurut Anda, perlukah adanya pengawasan terhadap peredaran daging halal di pasaran? a. Ya b. Tidak Menurut Anda, apakah di Indonesia telah ada peraturan yang mengatur mengenai peredaran daging halal? a. Ya Ada b. Tidak Ada
61
Wawancara Lepas Menurut Saudara, apa yang biasanya menjadi pertimbangan konsumen saat membeli daging? 1. Warna 2. Kandungan Lemak 3. Bagian Daging 4. Lainnya (sebutkan) …………………………….. Menurut Saudara, daging halal itu seperti apa? .......................................................................................... ...................................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................... Apa cara yang Saudara lakukan untuk menjamin produk daging yang Saudara jual ini adalah daging yang halal? ................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................... Menurut Saudara, bagaimana cara untuk mengetahui ciri daging sapi yang dioplos dengan daging celeng (babi hutan) ? ................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................... Alhamdulilah Terima Kasih atas kesediaan Bapak/Ibu menjadi responden. Semoga Allah SWT mencatatnya sebagai amal sholeh. Amin
62
Lampiran 4 Matriks bahan dalam pembuatan manual halal
No
Nama bahan
Titik kritis
Informasi kunci spesifikasi Flow chart, sertifikat halal
1 2
Susu segar Susu skim
bahan penyalut
3
Gula pasir
Bahan penolong
Flow chart, sertfikat halal
4
Mixed-cultures (St, Lb, Bl)
Media kultur
Sertifikat halal
5 6 7 8 9 10
Strawberry segar Apel segar Brokoli segar Kiwi segar Lemon segar Pewarna merah alura
Pelarut, carrier
Flow chart, sertfikat halal
11
Pewarna biru berlian
Pelarut, carrier
Flow chart, sertfikat halal
12
Flavor strawberry
Pelarut, penyalut
Flow chart, sertfikat halal
13
Flavor apel
Pelarut, penyalut
Flow chart, sertfikat halal
14
Flavor kiwi
Pelarut, penyalut
Flow chart, sertfikat halal
Tindakan koreksi Tolak bahan jika tidak sesuai dengan sertifikat Tolak bahan jika tidak sesuai dengan sertifikat Tolak bahan jika tidak sesuai dengan sertifikat Tolak bahan jika tidak sesuai dengan sertifikat Tolak bahan jika tidak sesuai dengan sertifikat Tolak bahan jika tidak sesuai dengan sertifikat Tolak bahan jika tidak sesuai dengan sertifikat Tolak bahan jika tidak sesuai dengan
Verifikasi
dokumentasi
Peringatkan pemasok
Tindakan perbaikan, verifikasi
Peringatkan pemasok
Tindakan perbaikan, verifikasi
Peringatkan pemasok
Tindakan perbaikan, verifikasi
Peringatkan pemasok
Tindakan perbaikan, verifikasi
Peringatkan pemasok
Tindakan perbaikan, verifikasi
Peringatkan pemasok
Tindakan perbaikan, verifikasi
Peringatkan pemasok
Tindakan perbaikan, verifikasi
Peringatkan pemasok
Tindakan perbaikan, verifikasi
63
15
Pengatur keasaman
Media pertumbuhan
Sertifikat halal
16
stabilizer
Asal bahan
Flow chart, sertfikat halal
sertifikat Tolak bahan jika tidak sesuai dengan sertifikat Tolak bahan jika tidak sesuai dengan sertifikat
Peringatkan pemasok
Tindakan perbaikan, verifikasi
Peringatkan pemasok
Tindakan perbaikan, verifikasi
64
Lampiran 5 Slide presentasi halal untuk usia SMP
65
66
L Lampiran 6a Artikel A titik krittis kehalalan prroduk klapertaart Titik Krittis Kehalalan Klapertaart K Klappeertaart di Inddonesia dikennal sebagai s kue kkhas Manado dengan bahhan d dasar kelapa, tepung terigu, susu, menteega d telur. Dapat pula ditambbahan kismis dan dan d v vanili bubuk sebagai arom ma. Keseluruhhan b bahan tersebutt diaduk dan dipanggang d paada s suhu 180oC.
Titik kritis pa T ada sumber ba ahan baku: G Gula pasir: Bahan B baku pem mbuatan gula berasal b dari niira. Nira tersebbut diperoleh dari d kelapa, tebbu, siw walan, lontar, aren a dan sawitt. Sumber terseebut merupakaan sumber halaal. Sementara ittu, proses pembuattan gula pasirr terdiri dari tahapan ekstrraksi, penjernnihan, evaporaasi, kristalisasi, dan pengeringan. Bila mengguunakan gula rafinasi, maka hal yang perrlu diccermati adalah h bahan penoloong yang ditam mbahkan pada proses rafinasi dan hidrolissis. Baahan penolong yang ditambaahkan pada prooses rafinasi addalah karbon ak ktif. Penggunaaan kaarbon aktif perrlu diketahui ssumbernya. Baahan tambahann pada proses hidrolisis dappat meenggunakan bahan sintetiik kimia (haalal) atau m menggunakan mikroba. Bila meenggunakan mikroba m makaa perlu dikettahui nama ddan sumbernyya serta meddia tum mbuhnya. T Tepung terigu u: Sesuai denggan keputusann Menteri Kessehatan no.9622/Menkes/SK/V VII/2003 tentanng fortifikasi teppung terigu bahwa b terigu yang y diprodukksi, diimpor attau diedarkan di Indonesia haarus menganduung fortifikan yang y meliputi zat besi, seng g, vitamin B1,B B2 dan asam follat. Titik krittiis terigu adalaah bahan fortiffikasi yang ditaambahkan untuuk memperkayaa nilai gizi tepuung terigu yaittu mineral dann vitamin. Untuuk vitamin yanng bersumber dari d tumbuhan (thiamin dan folat) tidak aada masalah dalam d kehalalaan. Hanya perlu diperhatikan pproses lanjutan nnya, misalnyaa proses refininng dimana perrlu diketahui sum mbernya. Unttuk vitamin yaang bersumberr dari mikrob ba (Thiamin dan d riboflavin) perlu p dilakukaan kajian bahaan-bahan meddia dan bahan n penyalut yanng digunakan. M Mentega: Bebberapa komponnen bahan tambbahan pangan pada mentegaa yang perlu diiwaspadai adallah s sebagai berikutt: Pengeemulsi: mentegga merupakan pproduk emulsi air dalam minnyak (w/o). Sem mua produk yanng memeerlukan campuuran antara airr/larutan tertenntu dengan minnyak/lemak akkan memerlukkan emulssifier agar keedua bahan (aiir dan minyak)) tersebut dapat bercampur secara homoggen (meraata). Dengan n demikian, pewarna p dan perisa yang dilarutkan dalam d air dappat dicam mpurkan dengann baik kedalam m minyak atau u lemak untuk m menghasilkan mentega denggan warnaa dan cita rasaa yang enak. N Nah, emulsifieer ini merupakan mono atau digliserida yanng berasaal dari proses hidrolisisis h lem mak hewani ataaupun nabati. Bila B berasal dari lemak hewanni, dapat saja berasal dari d lemak babbi atau lemak sapi yang tidaak disembelih menurut syariat islam. Atau kalaup pun dari lemakk nabati, proses hidrolisis uuntuk menghassilkan emulsifi fier
6 67
dapat saja menggunakan enzim yang berasal dari bahan-bahan yang haram, seperti porcine pancrease lipase (enzim lipase yang berasal dari pankreas babi). Vitamin: Untuk memperkaya nilai gizinya, kedalam mentega sering pula ditambahkan bahan-bahan suplemen seperti vitamin. Nah vitamin ini perlu pula diketahui asal usulnya. Sebagian vitamin merupakan produk fermentasi. Untuk menjaga kestabilannya, vitaminvitamin tersebut terkadang juga di-coating (dilapisi/disalut) dengan gelatin. Gelatin sudah pasti berasal dari hewan. Nah, hewannya tentu dapat saja dari babi ataupun sapi yang tidak disembelih secara islam.
Vanili: Berikut adalah proses pembuatan oleoresin vanili :
Untuk meningkatkan kelarutan vanilin dalam pelarut dapat ditambahkan bahan-bahan aditif seperti gula, gliserol dan dekstri. Penambahan gliserol dapat menghambat penguapan alkohol dan menahan aroma vanilin di dalam ekstrak. Tahapan selanjutnya adalah memisahkan filtrat dari ampas dengan cara disaring, kemudian dilakukan penguapan pelarut. Pelarut etanol boleh digunakan sebagai bahan penolong tetapi bukan pelarut akhir. Sedangkan pelarut lainnya seperti gliserol, triacetin serta pelarut yang berasal dari turunan lemak perlu dikritisi asal usulnya Bila mengandung rum: Penambahan rum digunakan sebagai pemberi flavor dan efek warna pada makanan. Rum adalah cairan destilat alkohol yang berasal dari sari tebu ataupun molasses yang difermentasi. Peraturan di Amerika Serikat, yaitu label produk dengan sebutan rum bila produk tersebut mengandung setidaknya 40% alkohol. Alkohol yang terkandung dalam rum menjadikan rum dan produk yang menggunakan rum menjadi haram untuk dikonsumsi.
68
L Lampiran 6b Artikel A titik kriitis kehalalan m makanan Jepan ng Titik Kritis Kehalalan Maakanan Jepang Era faast food ala Barat B nampaknyya kini mulai tersaingi denggan maraknya makanan Tim mur aatau Asia, sebbut saja makannan Jepang. M Masakan jepangg menawarkan tampilan segaar, menarik, dan d m memeberikan kesan sehat. Menjamurnya M makanan Jepaang di Indonessia dapat dilihhat dari restoraanr restoran gaya Jepang yang bermunculan dari d mulai maall hingga tendda-tenda kaki lima. Mengikuuti p perkembangan n zaman memaang sebuah kehharusan. Namu un dalam hal gaaya hidup, term masuk dalam hal h m memilih makaanan, tentu adaa beberapa hal yang dijadikaan pedoman. Sebagai seorang g muslim, fakttor k kehalalan tentuu saja menjadi hal yang tidaak dapat ditaw war-tawar lagi.. Lalu, bagaim mana mencermati s setiap menu masakan m Jepangg yang dipilih agar a tidak terjebbak pada makaanan yang tidak k halal? Saashimi dan Su ushi
Sashimi
Sushi
Sashimi terdirii dari irisan tippis ikan mentaah atau makanaan laut lainnyaa disajikan denngan lobak peddas S j jepang (wasabi) dan shoyu. Sementara itu, sushi adalah makanan Jepaang yang terdirri dari nasi yanng d dibentuk bersaama lauk (neta)) berupa makannan laut, dagin ng, sayuran meentah atau sudaah dimasak. Naasi s sushi mempunyyai rasa masam m yang lembut karena dibumb bui campuran cuka c beras, garram, dan gula. Titik Kritis pa T ada Sumber Bahan: B D Daging : bahaan baku daging g yang akan diggunakan pada produksi sushhi dengan toppiing daging harrus d diketahui jeniss ternaknya, baagaimana prosses penyembeliihan dan cara penanganan p attau penyimpannan d dagingnya. Jennis daging yaang digunakan dapat berasall dari ternak sapi, domba, kambing, ayam m, k kelinci, ikan daan lain-lain. T Titik Kritis pa ada Proses Prroduksi : P Pada proses peembuatan sushii dapat terjadi kontaminasi siilang misalnyaa dari peralatan n yang digunakkan b bersama-sama antara daging g yang halal ddan haram mau upun pada sisttem penyimpannan bahan bakku. O Oleh karena ituu, fasilitas prooses pembuatann dan display sushi s harus terrpisah antara daging yang halal d haram. dan
6 69
Sukiyaki
Sukiyaaki merupakann masakan suup sayuran daan daging sappi. Sayuraan yang biasannya digunakann adalah daunn bawang, jam mur shiitakke dan daun krisan k (shungikku). Tahu dan n mie juga biaasa ditambbahkan kedalaam sukiyaki. Sementara itu, saus yanng digunaakan untuk sukkiyaki ini terbbuat dari kecapp, gula dan saake manis (mirin).
Titik Kritis pa T ada Sumber Bahan: B D Daging sapi : bahan baku daging d sapi yaang akan digun nakan pada m masakan sukiyaaki dengan harrus d diketahui bagaaimana proses penyembelihann dan cara pen nanganan atau ppenyimpanan dagingnya. d S Sake manis (m mirin): Sake dalam d terminollogi hukum Isllam termasuk dalam d kategorii minuman kerras ( (khmar) dan jelas hukumnyya adalah haraam dan najis untuk u konsumssi umat Islam. Keharamannnya a adalah berdasaarkan kategori produk p tersebuut yaitu minum man beralkohol.. K Kuah kaldu :m menggunakan MSG yang muungkin saja meedia pertumbuuhan bakterinyaa berasal dari zat z y yang haram. Selain S itu, kuahh kaldu yang dihasilkan d munngkin saja menngandung minyyak babi ataupuun k kaldu yang berrasal dari tulanng babi yang seecara jelas dihaaramkan dalam m Al Qur’an T Titik Kritis pa ada Proses Prroduksi : P Pada proses pembuatan p sukkiyaki dapat terjadi t kontam minasi silang m misalnya dari peralatan yanng d digunakan berrsama-sama an ntara daging yyang halal dann haram mauppun pada sisteem penyimpannan b bahan baku. Oleh O karena ituu, fasilitas prosses pembuatan harus terpisahh antara daging g yang halal dan d h haram. Produk Olah han Mie : Ram men dan Udon n
Ramen
Udon
Rameen dan udon addalah makanan rakyat yang banyak ditemukkan di Jepang. Kuah ramen dan d u udon mempunyyai banyak sekkali variasi rasa yang ditentukkan oleh jenis kaldu yang digunakan, bumbbu d lauk yang ditambahkan di atas mie. Kedua makanan dan n ini memiliki ppersamaan yaitu menggunakkan m sebagai intti dari makanannnya. mie T Titik Kritis pa ada Sumber Bahan B Baku :
7 70
Mie : mie yang menjadi m bahan dasar olahan udon dan ram men berasal daari tepung terigu (ganddum) yang padda dasarnya haalal. Namun, Sesuai S dengan keputusan Meenteri Kesehattan no.962/Menkes/SK//VII/2003 tentaang fortifikasi tepung terigu bahwa terigu yang y diprodukksi, diimp por atau diedarrkan di Indoneesia harus menngandung forttifikan yang meliputi m zat beesi, seng, vitamin B1,B B2 dan asam folat. Titik krittis k terigu adalah a bahan fortifikasi yanng ditam mbahkan untuk memperkaya nilai gizi tepuung terigu yaittu mineral dann vitamin. Untuuk vitam min yang bersu umber dari tuumbuhan (thiaamin dan folaat) tidak ada masalah dalaam kehalaalan. Hanya perlu p diperhatiikan proses lan njutannya, missalnya proses refining r dimaana perlu diketahui sum mbernya. Untuuk vitamin yaang bersumberr dari mikroba (Thiamin dan d riboflavin) perlu dilaakukan kajian bahan-bahan media m dan bahaan penyalut yanng digunakan. B Bumbu : Bum mbu dalam udonn dan ramen biiasanya terdiri dari kecap, pennyedap, dan minyak. m Penyeddap yaang patut dicerrmati adalah aadanya penyeddap rasa berupa Monosodium m Glutamat attau Mononatrium M G Glutamat (MS SG). Bahan inni adalah prooduk mikrobiaal, yang meddia peertumbuhan baakterinya bisa saja melalui media m yang harram. Lalu, di dalam tambahhan bu umbu terdapat kecap dan minyak. m Sumbeer minyak terssebut tentu bermacam-macam m, Seelain minyak, dalam d masakann udon dan ram men juga serinng terdapat sak ke beras (mirinn). Kaarena mengand dung alkohol, mirin m ini jelas haram. h T Topping dagin ng: pelengkapp ramen ataupuun udon dapat berupa irisan daging ayam atau a daging sappi. Dagin ng yang digunnakan harus dipastikan d bahhwa proses peenyembelihannnya melaluui cara-cara yaang telah ditenttukan oleh syarriah Islam sehiingga halal. K Kuah Kaldu :Kaldu : ini bisaa berasal dari ayam, sapi maaupun daging babi. Daging babi b telah secaara jelas diharaamkan dalam Isslam. Teriyaki
Teriyaaki adalah carra memasak makanan m Jepan ng yang dipanaaskan atau dippanggang di attas wajan atau kisii-kisi dari besi untuk memangggang dengan menggunakan saus teriyaki (tare). w ( T Titik kritis pa ada sumber prroduk: D Daging : bahaan baku daginng yang akan digunakan pad da teriyaki haarus diketahui jenis ternaknyya, baagaimana prosses penyembellihan dan caraa penanganan atau penyimpanan dagingnyya. Jennis daging yaang digunakan dapat berasall dari ternak sapi, domba, kambing, ayam m, keelinci, ikan dann lain-lain. S Saus teriyaki:: Saus teriyaki terbuat dari campuran shoyu u (kecap asin JJepang) dan saake. Sake dalaam terminologii hukum Islam m termasuk dalaam kategori miinuman keras (khmar) ( dan jellas hukumnya adalah haram m dan najis unntuk konsumssi umat Islam.. Keharamannnya adalah berddasarkan kategoori produk terssebut yaitu minnuman beralkohhol.
7 71
L Lampiran 6c Artikel A titik krittis kehalalan m makanan siap saaji (western foood)
T Titik Kritis Keehalalan Mak kanan Siap Sajji (Western) Burger: um mumnya terdirii dari roti (buun), saos, maayonnaise, pattty, sayuran, baw wang bombay y. Dapat pula ditambahkaan keju sebaggai pelengkapnyya.
T Titik kritis bah han baku: D Daging (Pattyy): Bahan baku daging yaang akan digu unakan sebagaai patty harus diketahui jennis ternaknyya, bagaimanna proses penyembelihan dan cara penanganan attau p penyimppanan dagingnnya. Jenis dagiing halal yangg digunakan daapat berasal daari ternak sapi, domba, kambing, ayam m, kelinci, ikaan dan lain-laain. Penambahhan bahan lain dalam pembuatan p pa atty seperti lemak yang berfungsi b untuuk meningkkatkan palatabbilitas (keempu ukan dan juicenness) suatu prodduk. Lemak juuga harus beerasal dari jeniis ternak yang halal, h umumnyya dari sapi (beeef tallow). S Saos: Saos addalah produk atau a bahan yanng digunakan untuk sebagai pelengkap maakanan/hidanggan baik yang y dapat mem mberikan rasa asam (saos tom mat) maupun pedas p (saos cab be) atau rasa khhas tertenntu misalnya saaos teriyaki, saaos tiram, barb beque sauce, dll. Sebagai pen ngatur keasam man dapat digunakan assam sitrat. Assam sitrat pad da umumnya berasal b dari prroduk fermentaasi karbohidrat oleh kappang aspergilluus niger. Karenna merupakan produk mikrobbial, maka meddia fermeentasinya haruss dipastikan tiddak berasal darri bahan haram m dan najis. Prooses rafinasi guula meruppakan titik kriitis karena bissa menggunakaan bahan penoolong berupa arang aktif daari tulang g. Perlau diperriksa apakah peewarna sintetikk kimia atau allami. Jika alam mi, maka sumbber dan bahan b pengcoaatingnya haruss diperiksa, kaarena pewarnaa alami pada umumnya tiddak stabil.. R (Bun) : Roti Tepung terigu : Seesuai dengan kkeputusan Men nteri Kesehatann no.962/Menk kes/SK/VII/2003 tentan ng fortifikasi tepung t terigu bbahwa terigu yang diprodukksi, diimpor attau diedarkan di Indon nesia harus meengandung forrtifikan yang meliputi m zat besi, b seng, vitaamin B1,B2 dan d asam folat. Titik kriittis terigu adallah bahan fortiifikasi yang dittambahkan unttuk memperkaaya nilai gizi tepung teerigu yaitu mineral m dan vittamin. Untuk vitamin yang bersumber daari tumbu uhan (thiamin dan folat) tidaak ada masalahh dalam kehalaalan. Hanya peerlu diperhatikkan proses lanjutannya, misalnya prooses refining dimana perluu diketahui sum mbernya. Untuuk vitam min yang bersum mber dari mikrroba (Thiamin dan riboflavin)) perlu dilakukkan kajian bahaanbahann media dan baahan penyalut yyang digunakan n. Asam m askorbat: Penambahan P asam askorbat akan meningkkatkan kualitaas gluten tepunng gandu um lunak. Voluume adonan selama pemangg gangan meninggkat dan struktuur crumb (bagiian dalam m roti) menjaddi lebih baik. Penambahan enzim proteinnase pada tepuung terigu dappat mengakibatkan adonan yang dibuuat menjadi lebbih lembut. Peenambahan enzzim alfa-amilaase dalam m bentuk tep pung malt attau tepung enzim e hasil kerja mikrooorganisme dappat meninngkatkan kem mampuan mengghidrolisa patii yang ada daalam tepung terigu. t Denggan demikkian khamir yang y tumbuh pada pembuaatan adonan m mendapat energi yang cukuup
7 72
sehinggga pembentukkan karbon diooksida dan pen ngembangan addonan menjadii optimal. Tittik kritisn nya adalah sum mber dari enzim m tersebut apak kah dari hewann, tanaman atauu mikrobial. L-sisttein: untuk meeningkatkan siffat-sifat tepungg gandum yanng dihasilkan adalah a L-sisteein (biasaanya dalam bentuk hidrokkloridanya) yang y berfungssi sebagai im mproving ageent (meniingkatkan sifaat-sifat tepungg gandum yan ng diinginkan)). L-sistein daapat dibuat daari rambu ut manusia. Menurut M fatwa MUI, pengggunaan bagiann tubuh manussia untuk bahhan pangaan dan kosmeetika adalah hharam hukumn nya bagi umaat Islam. Selain dari rambbut manuusia, bisa juga diperoleh d dari bulu unggas dan d rambut hew wan. L-sistein dari d bulu ungggas dan bulu b hewan diperbolehkan d jika unggas dan d hewan haalal disembelih h secara Islam mi. Sebag gai alternatif , saat ini secaara komersil diiproduksi L-sistein secara fermentasi. f Jiika berasaal dari proses fermentasi, maka m media ferrmentasi harus berasal dari bahan b yang tiddak najis dan d tidak haram m. Yeastt: media pemad dat dengan penngisi ataupun pengental Emulsifier: Sumberr emulsifier bissa dari bahann nabati (tanam man) atau hewaani (dari hewaan) Jika dari d turunan heewan, maka haarus dilengkappi dengan sertiifikat halal darri MUI atau daari lembaaga yang diaku ui MUI. M Mayonaisse: m mayonaise meerupakan prodduk emulsi airr dalam minyak (w/o). Yanng menjadi tittik kritisnya adaalah Emulsifierr: Sumber emulsifier bisa daari bahan nabatti (tanaman) attau hewani (darii hewan) Jikka dari turunaan hewan, maka harus dillengkapi denggan sertifikat halaal dari MUI ataau dari lembagga yang diakui MUI. K Keju: Proses pembuatan keeju terdiri dari berbagai tahaapan penambah ahan starter baakteri asal lakttat, penam mbahan enzim penggumpal protein, p pembeentukan curd, ppembentukan dan d pengepresaan, penam mbahan garam dan penyimpanan (pematan ngan). Yang menjadi m titik krritis dari produuk keju adalah a penggunnaan enzim. Enzim E yang daapat digunakann dalam pembu uatan keju antaara lain renin (chemosiin), renilase, pepsin p dan pro otease. Sumberr renin (chemoosin) adalah daari abomaasum anak sap pi. Renilasi beerasal dari mik kroorganisme M Mucor miehei dan M.pussiluus. Semen ntara itu proteease dapat beraasal dari hewan n dan tumbuhaan. Titik kritiisnya Jika enziim terseb but berasal darri tanaman, maaka halal. Jika enzim berasall dari hewan harus h dari hew wan halal dan cara penyyembelihannyaa harus sesuai syariat Islam dan harus dilengkapi denggan sertifiikat halal yangg diakui. Jika eenzim berasal dari d mikroba (bbakteri, kapang, khamir) maaka mediaa produksi haru us jelas kehalallannya (tidak berasal b dari bahhan haram dan najis). B Bubuk Mustaard : adalah saalah satu rempaah-rempah yanng berasal dari biji tanaman sesawi s (beberaapa j jenis Brassica) a) yang dihaluuskan. Makanaan yang berbaahan nabati seccara keseluruh han adalah halal s selama tidak beernajis, tidak beracun b dan tiddak memabukkkan S Salad Salad dinikmati seb bagai hidangann yang meny yehatkan kareena umumnnya terdiri daari sayuran daan buah-buahaan segar. Sallad dilengkkapi dengan saaus salad atauu biasa disebutt salad dressinng. Beberaapa variasi sallad biasanya ddilihat dari isii dan pelengkkap salad teersebut. Pelenggkap yang diguunakan berupa telur rebus, ikkan tuna, uudang, daging asap, a ayam dann keju.
Titik kritis ba T ahan baku: S Sayur : Makaanan yang berb bahan nabati seecara keseluruhhan adalah hallal selama tidaak bernajis, tiddak b beracun dan tid dak memabukkkan
7 73
Buah : Makannan yang berbaahan nabati seecara keseluruhhan adalah hallal selama tidaak bernajis, tiddak B b beracun dan tid dak memabukkkan S Salad Dressingg: Saus salad merupakan m prooduk emulsi airr dalam minyaak. Yang menjaadi titik kritisnnya a adalah Emulsiffier: Sumber em mulsifier bisa dari bahan nabbati (tanaman) atau hewani (ddari hewan) Jiika d turunan heewan, maka haarus dilengkappi dengan sertifikat halal dari MUI atau daari lembaga yanng dari d diakui MUI. D Daging : Bila menggunakan n bahan baku dari d daging yan ng harus diketaahui adalah jennis ternak, prosses p dagingnya. Jen nis daging halal peenyembelihan dan cara penaanganan atau penyimpanan yaang digunakan dapat berasal dari ternak sappi, domba, kam mbing, ayam, kelinci, k ikan dan d laiin-lain. K Keju: Proses pembuatan keeju terdiri dari berbagai tahaapan penambah ahan starter baakteri asal lakttat, penam mbahan enzim penggumpal protein, p pembeentukan curd, ppembentukan dan d pengepresaan, penam mbahan garam dan penyimpanan (pematan ngan). Yang menjadi m titik krritis dari produuk keju adalah a penggunnaan enzim. Enzim E yang daapat digunakann dalam pembu uatan keju antaara lain renin (chemosiin), renilase, pepsin p dan pro otease. Sumberr renin (chemoosin) adalah daari abomaasum anak sap pi. Renilasi beerasal dari mik kroorganisme M Mucor miehei dan M.pussiluus. Semen ntara itu proteease dapat beraasal dari hewan n dan tumbuhaan. Titik kritiisnya Jika enziim terseb but berasal darri tanaman, maaka halal. Jika enzim berasall dari hewan harus h dari hew wan halal dan cara penyyembelihannyaa harus sesuai syariat Islam dan harus dilengkapi denggan sertifiikat halal yangg diakui. Jika eenzim berasal dari d mikroba (bbakteri, kapang, khamir) maaka mediaa produksi haru us jelas kehalallannya (tidak berasal b dari bahhan haram dan najis).
Titik Kritiss Kehalalan Piizza Pizza adalaah hidangan yang umumnyaa berbentuk bulat pipih yangg panggang daan diberi topp ping saus tom mat, keju (biasaanya Keju Moozarella) dan berbagai b macaam t tambahan dagiing atau sosis yang y diinginkann. Titik Kritis Bahan Baku: T T Terigu: Sesuaai dengan kepu utusan Menteri Kesehatan no.962/Menkes/S SK/VII/2003 teentang fortifikaasi tepuung terigu bahhwa terigu yanng diproduksi, diimpor atau diedarkan di Indonesia harrus menngandung fortifikan yang meeliputi zat besii, seng, vitaminn B1,B2 dan asam a folat. Tittik kritttis terigu adallah bahan forrtifikasi yang ditambahkan untuk mempeerkaya nilai gizi tepuung terigu yaittu mineral dann vitamin. Unttuk vitamin yaang bersumberr dari tumbuhhan (thiaamin dan folatt) tidak ada masalah m dalam kehalalan. k Haanya perlu dip perhatikan prosses lanju utannya, misallnya proses ref efining dimanaa perlu diketahhui sumbernyaa. Untuk vitam min yangg bersumber daari mikroba (T Thiamin dan ribboflavin) perluu dilakukan kajjian bahan-bahhan meddia dan bahan penyalut p yang ddigunakan. K Keju: Proses pembuatan keeju terdiri dari berbagai tahaapan penambah ahan starter baakteri asal lakttat, penam mbahan enzim penggumpal protein, p pembeentukan curd, ppembentukan dan d pengepresaan, penam mbahan garam dan penyimpanan (pematan ngan). Yang menjadi m titik krritis dari produuk keju adalah a penggunnaan enzim. Enzim E yang daapat digunakann dalam pembu uatan keju antaara lain renin (chemosiin), renilase, pepsin p dan pro otease. Sumberr renin (chemoosin) adalah daari abomaasum anak sap pi. Renilasi beerasal dari mik kroorganisme M Mucor miehei dan M.pussiluus.
7 74
Sementara itu protease dapat berasal dari hewan dan tumbuhan. Titik kritisnya Jika enzim tersebut berasal dari tanaman, maka halal. Jika enzim berasal dari hewan harus dari hewan halal dan cara penyembelihannya harus sesuai syariat Islam dan harus dilengkapi dengan sertifikat halal yang diakui. Jika enzim berasal dari mikroba (bakteri, kapang, khamir) maka media produksi harus jelas kehalalannya (tidak berasal dari bahan haram dan najis). Sosis: Sosis yang dibuat di Indonesia umumnya berasal dari hewan halal seperti ayam, domba ataupun sapi. Bila menggunakan bahan baku dari daging yang harus diketahui adalah jenis ternak, proses penyembelihan dan cara penanganan atau penyimpanan dagingnya. Jenis daging halal yang digunakan dapat berasal dari ternak sapi, domba, kambing, ayam, kelinci, ikan dan lainlain. Penambahan bahan lain dalam pembuatan patty seperti lemak yang berfungsi untuk meningkatkan palatabilitas (keempukan dan juiceness) suatu produk. Lemak juga harus berasal dari jenis ternak yang halal, umumnya dari sapi (beef tallow). Beberapa olahan daging yang dapat kita temui sebagai topping pizza di Amerika misalnya : Bacon : Di Amerika hampir pasti terbuat dari daging babi (Jowl Bacon, Honey Cured Bacon, Buckboard Bacon). Babi termasuk produk turunannya diharamkan sesuai dengan syariat Islam. Ham : Di Amerika hampir pasti terbuat dari daging babi (Ham Roll Luncheon Meat)
75
Lampiran 7 Formulir survei peredaran produk halal
76
Lampiran 8 Perhitungan Kandungan Hb Jenis Total volume darah Asumsi bobot Hewan (ml/kg bobot) (kg/ekor) Ikan Tuna Ikan Nila Sapi Ayam Domba
46.7 ± 2.2 (Brill et al. 1998) Dianggap sama dengan ikan tuna* 64 – 82 (Roca 2002) 60 (Morton et al. 1993) 60 (Morton et al. 1993)
Data literatur
2 0.8 100 1.5 20
Perlu di asumsi, untuk menghitung estimasi total volume darah/ekor
Kandungan Hb (g/dl darah) 12.3 ± 0.09 (Lowe et al. 2000) 5.05 - 8.33 (Salasia et al. 2001) 9.02 - 10.14 (Shrikhande et al. 2008) 9 - 31 (Morton et al. 1993) 10-12 (Morton et al. 1993)
Estimasi kandungan Hb (g/ekor) maks. 11.5 maks. 3.1 maks. 831.5 maks. 27.9 120 – 144
Data literatur
Perhitungan : Total volume darah = (ml/ekor)
Total volume darah literatur x asumsi bobot hewan (kg bobot/ekor) (ml/kg bobot)
Estimasi kandungan Hb (g/ekor) = total volume darah (ml/ekor) x Kandungan Hb literatur (g/dl*) *keterangan: 1dl=100ml Contoh perhitungan Hb Sapi Total volume darah = maks. 82 ml/kg x 100 kg/ekor Total volume darah = maks. 8200 ml/ekor Estimasi kandungan Hb (g/ekor) = maks. 8200 ml/ekor x maks 10.14 (g/dl) x 0.01 dl/ml Estimasi kandungan Hb (g/ekor) = maks. 831.5 g/ ekor
77
Lampiran 9 Hasil Analisa Jawaban Kuesioner Penilaian kuesioner mengenai tingkat pengetahuan dan kepedulian halal pedagang daging dihitung berdasarkan pada masing-masing butir pertanyaan bernilai 1 jika benar dan 0 jika salah. Sehingga jika jawabannya salah semua akan bernilai 0 dan jika jawaban benar semua akan bernilai 9. Rentang nilainya adalah: r = Rentang nilainya adalah: r =
= 3.00
Rentang Nilai 0 - 3.00 3.01 - 6.00 6.01 - 9.00 Jawaban responden Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah benar 8 7 8 9 8 9 9 9 8
Kategori Rendah Cukup Baik
Kategori Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
78