PENINGKATAN MUTU DAN PENERAPAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN MINUMAN JAHE MERAH INSTAN DI DESA BENTENG, CIAMPEA, BOGOR
SKRIPSI
ASTRID DINIARI F24080021
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
QUALITY IMPROVEMENT AND APPLICATION OF GOOD MANUFACTURING PRACTICES FOR HOUSEHOLD INDUSTRY OF INSTANT RED GINGER BEVERAGE IN BENTENG VILLAGE, CIAMPEA, BOGOR Astrid Diniari and Sutrisno Koswara Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 16680, Bogor, West Java, Indonesia Phone: 62856 1514 344, e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Red ginger have been processed into several foods and beverages, such as instant beverage, ginger candy, ginger pickle, ginger coffee, etc. One of household industry that produces instant red ginger beverages is Jahe Gunung Leutik in Ciampea, Bogor. But, the household industry is still has not applying good manufacturing practices and it is still not has standard formula. Therefore, it is need a deep study to determine the standard formula and to apply manufacturing practices in order to get P-IRT certificate from health department. The methods that used in deciding the best formula are analysis of rehydration time, analysis of color, and hedonic test. The formula that used in the test was formula with ratio sugar and red ginger 1:2 (A), 1:1 (B), and 1:3 (C). After that, product from the best formula will be analyzed with proximate analysis in order to meet the requirement of P-IRT certificate’s submission. Moreover, feasibility analysis will be undertaken in this industry. The results showed that rehydration time in all three samples still include in instant beverages because its rapid rehydration time. Color analysis and hedonic test also showed no significant differences between the samples. Therefore, the formula with the ratio of 1:3 was chosen because it is the cheapest material usage. Moreover, Standard Operating Procedure (SOP) that controlled several aspect on industry from purchasing raw materials, production processes, until product shipment has been created according to the obtained formula. The best formula obtained from this experiment is analyzed its chemical composition and the results of moisture content, ash content, fat content, protein content and carbohydrate content are 1.16%, 1.17%, 0.08%, 0.46%, and 97.13% respectively. And after following several processed of certification, the household industry got the P-IRT number as follow 61232010110099. Feasibility analysis also undertaken by this household industry and the conclusion is this industry is feasible from the financial side. Keywords: Red ginger, instant, beverage, formula, household industry.
Astrid Diniari. F24080021. Peningkatan Mutu Dan Penerapan Cara Produksi Pangan Yang Baik Pada Industri Rumah Tangga Pangan Minuman Jahe Merah Instan Di Desa Benteng, Ciampea, Bogor. Di bawah bimbingan Ir. Sutrisno Koswara, M.Si. 2012.
RINGKASAN Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) merupakan salah satu spesies jahe yang tersebar di wilayah Indonesia. Jahe merah sering digunakan sebagai makanan dan pengobatan tradisional untuk berbagai penyakit (Sabulal et al. 2006). Sekarang muncul berbagai jenis pangan olahan jahe, seperti minuman instan, permen jahe, asinan jahe, jahe dalam sirup, manisan kering jahe, kopi jahe, dan lain-lain. Salah satu industri rumah tangga pangan yang memproduksi minuman jahe merah instan adalah industri yang terletak di desa binaan LPPM-Insitut Pertanian Bogor yang bekerja sama dengan SEAFAST Center yaitu Kampung Obat Desa Benteng, Ciampea, Bogor. Cara produksi pangan yang baik (disingkat CPPB) adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman, dan layak untuk dikonsumsi. Penerapan CPPB-IRT bertujuan untuk memberikan prinsip-prinsip dasar dalam memproduksi pangan yang baik dan mengarahkan industri rumah tangga (IRT) agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi yang baik seperti persyaratan lokasi, bangunan, fasilitas peralatan produksi, pengendalian hama, higiene karyawan, pengendalian proses, serta pengawasan (BPOM 2003). Salah satu caranya adalah dengan memiliki sertifikat P-IRT dari Dinas Kesehatan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula minuman jahe merah instan yang optimum, menentukan prosedur baku atau standard operating procedure (SOP) dalam pembuatan minuman jahe merah instan, memperoleh izin legal produk minuman jahe merah instan, dan mengkaji aspek finansial produksi minuman instan pada skala rumah tangga. Metodologi penelitian ini dibagi menjadi lima tahapan penelitian, yaitu mempelajari karakteristik IRTP minuman jahe merah instan, perbaikan formulasi dan proses minuman jahe merah instan, karakteristik kimia produk minuman jahe merah instan, sertifikasi produk minuman jahe merah instan dalam skala rumah tangga (BPOM 2003), dan analisis kelayakan usaha. Tahapan awal bertujuan untuk mengetahui keadaan dan kondisi Industri Rumah Tangga Desa Benteng yang kemudian akan dilakukan perbaikan oleh peneliti, dengan melakukan langkah selanjutnya, yaitu tahapan perbaikan formulasi dan proses untuk memperoleh formula yang akan dijadikan sebagai patokan untuk menjadi formula tetap (formula standar). Pada penentuan formula terbaik, dilakukan pengujian terhadap 3 formula yaitu formula dengan perbandingan jahe merah dan gula sebesar 1:2 (A), 1:1 (B), dan 1:3 (C). Rendemen dari tiap formula pun berbeda-beda, yaitu 66.33% (formula A), 42.67% (formula B), dan 69.33% (formula C). Pada pengujian waktu rehidrasi, formula C terdispersi secara sempurna pada 27 detik setelah penambahan air panas, sedangkan sampel formula B pada 43 detik dan formula A pada 33 detik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa formula yang mengalami waktu rehidrasi tercepat adalah formula C. Namun, formula A dan B juga masih tergolong minuman cepat saji, karena waktu rehidrasi masih tergolong singkat. Berdasarkan analisis warna, diketahui bahwa produk minuman jahe merah instan ini memiliki kisaran lightness (L) +50 yang menyatakan bahwa warna produk tidak terlalu cerah maupun tidak terlalu gelap, dan nilai a positif yang berarti warnanya sedikit merah dan nilai b positif kekuningan. Berdasarkan uji organoleptik terhadap 3 formula A, B, C, diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata dalam hal rasa, aroma, dan keseluruhan (overall). Namun pada atribut kenampakan, didapatkan hasil yang berbeda nyata sehingga dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa sampel A dan C ternyata tidak berbeda nyata (terletak dalam satu subset). Oleh karena itu, formula yang dipilih sebagai formula terbaik adalah formula C karena bahan yang digunakan untuk pembuatan formula C lebih ekonomis daripada formula A. Waktu rehidrasi formula C juga merupakan yang tercepat dalam hal penyajiannya dibandingkan formula yang lain. Formula yang terbaik kemudian dianalisis kandungan kimianya dan hasil dari kandungan air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat berturut-turut pada basis basahnya adalah 1.16%, 1.17%, 0.08%, 0.46%, dan 97.13%. Sedangkan bagian tak larut air, minuman jahe merah instan mengandung 1.04%. Adapun penyebabnya yaitu adanya penambahan rempah-rempah, seperti cabai jawa dan lada hitam yang menyebabkan masih terdapat sedikit bagian yang tidak larut. Selain itu, dibuat pula sebuah Standard Operating Procedure (SOP) yang mengatur berbagai
aspek IRTP mulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi, hingga penyimpanan produk. SOP diterapkan agar minuman jahe merah instan yang dihasilkan dari setiap proses produksi dapat konsisten dan terjaga mutu serta karakteristiknya. SOP yang disusun ada beberapa bagian, diantaranya adalah SOP pekerja, SOP penerimaan bahan baku, SOP ruang produksi, SOP ruang penyimpanan, SOP selama proses produksi, serta SOP penggunaan alat. Harapannya adalah setelah penerapan SOP ini, formula standar yang telah diperoleh dapat digunakan secara tetap dan konsisten. Pengajuan sertifikasi produk pangan industri rumah tangga (SPP-IRT) baru dibuka oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor pada bulan April 2012. Formulir yang yang harus diisi oleh penanggung jawab terdapat pada Lampiran 7. Pemohon (penanggung jawab usaha) diwajibkan mengikuti penyuluhan keamanan pangan dan diperiksa sarana produksinya. Setelah melewati beberapa proses sertifikasi, industri rumah tangga Jahe Gunung Leutik akhirnya memperleh nomor P-IRT yaitu 61232010110099. Analisis kelayakan usaha juga menunjukkan bahwa industri rumah tangga ini dinyatakan layak dari sisi finansial. Berdasarkan hasil perhitungan harga pokok produksi minuman jahe merah instan (produk terpilih) diperoleh Rp 5837,50. Hasil kelayakan usaha minuman jahe merah instan diperoleh nilai NPV= Rp 917,725.03, gross B/C= 1.8244, net B/C= 3.8910, dan IRR= 53%.
PENINGKATAN MUTU DAN PENERAPAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN MINUMAN JAHE MERAH INSTAN DI DESA BENTENG, CIAMPEA, BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh ASTRID DINIARI F24080021
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi : Peningkatan Mutu Dan Penerapan Cara Produksi Pangan Yang Baik Pada Industri Rumah Tangga Pangan Minuman Jahe Merah Instan Di Desa Benteng, Ciampea, Bogor Nama : Astrid Diniari NIM : F24080021
Menyetujui: Pembimbing,
(Ir. Sutrisno Koswara, M.Si.) NIP. 19640505.199103.1.003
Mengetahui: Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.) NIP. 19680562.199303.1.004
Tanggal lulus : 26 Juli 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi saya dengan judul Peningkatan Mutu Dan Penerapan Cara Produksi Pangan Yang Baik Pada Industri Rumah Tangga Pangan Minuman Jahe Merah Instan Di Desa Benteng, Ciampea, Bogor adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan atau tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012 Yang membuat pernyataan
Astrid Diniari F24080021
© Hak cipta milik Astrid Diniari, tahun 2012 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.
BIODATA PENULIS Astrid Diniari lahir di Bandung, 22 januari 1990 dari pasangan dari pasangan Dadi Hardiman dan Rina Faridawati sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan mulai dari jenjang TK di TK Gaira Kopo Permai Bandung (1996), jenjang SD di SDN Junti Hilir III Bandung (2005) dan SDN Sumelap IV Tasikmalaya (2002), jenjang SMP di SMPN 15 Tasikmalaya (2005), jenjang SMA di SMAN 1 Tasikmalaya (2008), dan jenjang S1 di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (2012). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kelembagaan kemahasiswaan, seperti Unit Kegiatan Mahasiswa Kesenian Sunda Gentra Kaheman (2008-2010), Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (2009), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian IPB (2010), dan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (2010), serta berbagai kegiatan kemahasiswaan, antara lain sekretaris panitia Try Out UN dan AMT SMA/Sederajat tingkat Kota/Kab Tasikmalaya (2009), panitia divisi Komisi Disiplin Masa Perkenalan Mahasiswa Baru IPB (2009), panitia divisi Expo Tetranology (2009), panitia divisi humas Ki Sunda Midang (2009), ketua panitia SEREAL FATETA-IPB (2010), koordinator divisi Kesekretariatan panitia LCTIP XVIII (2010), panitia divisi Komisi Disiplin Masa Perkenalan Fakultas (2010), panitia divisi Komisi Disiplin Masa Perkenalan Departemen “BAUR” (2010), koordinator divisi acara Expo I-SHARE BEM KM-IPB “Bersahabat” (2011). Selain itu, penulis aktif menjadi asisten Kimia Dasar TPB 2011-2012. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis antara lain juara 1 senam aerobic TPB-IPB (2008) dan juara 2 voli Orde Keramat (2011). Penulis menerima beasiswa dari PT Sriboga Raturaya. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, dengan judul skripsi “Peningkatan Mutu Dan Penerapan Cara Produksi Pangan Yang Baik Pada Industri Rumah Tangga Pangan Minuman Jahe Merah Instan Di Desa Benteng, Ciampea, Bogor”.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia, hidayah, dan rahmat-Nya dan shalawat serta salam penulis haturkan pada junjungan Nabi Muhammad SAW sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan memuaskan. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari berbagai bentuk bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Penulis secara khusus ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Kedua orang tua penulis, Dadi Hardiman dan Rina Faridawati, serta ketiga adik laki-laki penulis, Akbar Ramadhan Rahmatuloh, Shaf Rizal Dzulfikar, dan Afif Nasruloh Siddiq, yang memberikan berbagai bentuk motivasi dan dukungan dalam bentuk moril serta materil. 2. Ir. Sutrisno Koswara MSi. selaku dosen pembimbing penulis yang memberikan berbagai masukan bagi penulis dalam menyelesaikan penelitian, dan saran-saran beliau dalam perbaikan draft skripsi penulis. 3. Dr. Elvira Syamsir S.TP, M.Si. dan Ir. Darwin Kadarisman MS. selaku dosen penguji atas kesediaan waktu dan masukan yang membangun pada saat sidang. 4. Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr. selaku dosen pebimbing statistik yang telah memberikan masukan selama perbaikan skripsi penulis. 5. Bu Sekaryati, selaku pemilik IRTP Jahe Merah di Desa Benteng, Ciampea, Bogor, yang telah banyak membantu dalam menjalani penilitian. 6. Seluruh dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memberikan berbagai pengetahuan dan ilmu yang sangat berharga bagi penulis. 7. Seluruh teknisi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Pak Gatot, Ibu Antin, Pak Nur, Ibu Rubiyah, Pak Wahid, Pak Rojak, Pak Yahya, dan Pak Sobirin, yang memberikan berbagai bantuan dalam proses penyelesaian penelitian. 8. Taufiq Rais yang selalu memberikan ide, dorongan, semangat, dan doa kepada penulis, serta kesetiaan, keceriaan, dan kasih sayangnya selama ini. 9. Yunita Siti Mardiah, Sarah Tiara S., dan seluruh teman-teman ITP 45, 46, dan 47 yang semuanya menginspirasi penulis dengan caranya masing-masing dan memberikan berbagai kenangan semasa penulis menjalani kehidupan di kampus. 10. Teman-teman ITP 44, 45, dan 46 yang telah bersedia menjadi panelis untuk penelitian ini yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu-persatu, namun untuk mengapresiasi bantuan kalian, penulis telah memasukkan nama kalian di lampiran. 11. Indah Prastiwi, Lega Krisda F, Nuri Ayu Lestari, dan Lina Nurlaelasari yang telah menemani penulis dalam mendengarkan dan memberikan masukannya selama ini. 12. Seluruh staf UPT Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah membantu kelancaran administrasi pengurusan seminar, sidang, dan SKL penulis dengan pelayanan yang luar biasa. 13. Segala pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih banyak. Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis memohon saran dan kritik demi perbaikan dan perkembangan selanjutnya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang pangan. Bogor, Juli 2012
Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................................... iii DAFTAR ISI .............................................................................................................................. iv DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................................viii 1. PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1 1.1. LATAR BELAKANG .................................................................................................... 1 1.2. TUJUAN PENELITIAN ................................................................................................ 1 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................... 2 2.1. Minuman Instan ............................................................................................................. 2 2.2. Minuman Instan Berbasis Jahe Merah ............................................................................. 3 2.2.1. Jahe Merah ............................................................................................................... 3 2.2.2. Cabai Jawa ............................................................................................................... 5 2.2.3. Lada Hitam ............................................................................................................... 6 2.2.4. Gula Pasir atau Gula Tebu......................................................................................... 6 2.2.5. Gula Merah atau Gula Palma..................................................................................... 6 2.3. Pembuatan Minuman Jahe Merah Instan ......................................................................... 7 2.4. Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) .......................................................................... 8 2.5. Cara Produksi Pangan Yang Baik Pada Industri Rumah Tangga (BPOM 2003) ............... 9 2.6. Analisis Kelayakan Bisnis Berdasarkan Kriteria Investasi ............................................. 11 3. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................................ 12 3.1. BAHAN DAN ALAT................................................................................................... 12 3.2. METODE PENELITIAN ............................................................................................. 12 3.2.1. Mempelajari Karakteristik Industri Rumah Tangga Pangan Minuman Jahe Merah Instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor ................................................................. 12 3.2.2. Perbaikan Formulasi dan Proses Pembuatan Minuman Jahe Merah Instan ................ 12 3.2.2.1. Pembuatan Minuman Jahe Merah Instan.......................................................... 12 3.2.2.2. Pengamatan Formula Minuman Jahe Merah Instan .......................................... 14 3.2.2.3. Penentuan Formula Terbaik............................................................................. 14 3.2.3. Karakteristik Fisiko Kimia Produk Minuman Jahe Merah Instan .............................. 14 3.2.4. Pembuatan Standard Operating Procedure (SOP) ................................................... 14 3.2.5. Sertifikasi Produk Minuman Jahe Merah Instan dalam Skala Industri Rumah Tangga Pangan (BPOM 2003) ............................................................................................. 14 3.2.5.1. Pengajuan Permohonan SPP-IRT .................................................................... 14 3.2.5.2. Penyelenggaraan Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) .................................. 15
iv
3.2.5.3. Pendampingan Cara Produksi yang Baik terhadap Industri Rumah Tangga Pangan Minuman jahe merah instan ................................................................ 15 3.2.5.4. Pemeriksaan Sarana Produksi .......................................................................... 16 3.2.6. Analisis Kelayakan Usaha Berdasarkan Kriteria Investasi (Nurmalia, Sarianti, dan Karyadi 2009)......................................................................................................... 16 3.3. METODE ANALISIS .................................................................................................. 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................. 20 4.1. MEMPELAJARI KARAKTERISTIK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN MINUMAN JAHE MERAH INSTAN DI DESA BENTENG, CIAMPEA, BOGOR ..... 20 4.2. PERBAIKAN FORMULASI MINUMAN JAHE MERAH INSTAN ............................ 21 4.2.1. Rendemen Minuman Jahe Merah Instan .................................................................. 23 4.2.2. Waktu Rehidrasi ..................................................................................................... 23 4.2.3. Warna ..................................................................................................................... 23 4.2.4. Penerimaan Konsumen............................................................................................ 23 4.2.5. Penentuan Formula Terbaik..................................................................................... 28 4.3. KARAKTERISTIK FISIKO KIMIA PRODUK ............................................................ 29 4.4. PEMBUATAN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP).................................. 30 4.5. SERTIFIKASI PRODUK MINUMAN JAHE MERAH INSTAN DALAM SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN .................................................................. 31 4.6. ANALISIS KELAYAKAN USAHA ............................................................................ 35 5. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................................. 37 5.1. SIMPULAN ................................................................................................................. 37 5.2. SARAN ....................................................................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 38 LAMPIRAN .............................................................................................................................. 41
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Halaman Pesyaratan Minuman Serbuk Tradisional (SNI 01-4320-2004) ....................... 3
Tabel 2.
Komponen kimia jahe (Zingiber officinale)......................................................
5
Tabel 3.
Syarat Mutu Gula Pasir (SNI 01-3140-1992)...................................................
6
Tabel 4.
Syarat mutu gula palma (SNI 01-3743-1995)...................................................
7
Tabel 5.
Formula minuman jahe merah instan................................................................
13
Tabel 6.
Masalah yang dijumpai di IRTP Desa Benteng................................................
20
Table 7.
Hasil analisis warna dengan chromameter CR-300 Minolta…........................
23
Tabel 8.
Karakteristik fisik produk minuman jahe merah instan…................................
29
Tabel 9.
Karakteristik kimia produk minuman jahe merah instan…..............................
29
Tabel 10.
Hasil penilaian pemeriksaan sarana produksi (inspeksi) dari Dinas Kesehatan Kab. Bogor……………………………………………………………………
33
Tabel 11.
Makna penomoran pada sertifikat produksi industri rumah tangga…………..
35
Tabel 12.
Formula standar pengolahan minuman jahe merah instan……………………
45
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1a.
Halaman Tanaman jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum).................................. 4
Gambar 1b.
Rimpang jahe merah saat dipanen……………….............................................
4
Gambar 1c.
Rimpang jahe merah setelah dicuci……...........................................................
4
Gambar 2.
Diagram alir pembuatan minuman jahe merah instan.......................................
13
Gambar 3.
Alur penyelenggaraan SPP-IRT……………………………………................
15
Gambar 4a.
Kemasan primer dan sekunder sebelum diperbaiki………………..................
21
Gambar 4b.
Kemasan primer dan sekunder setelah diperbaiki……………….....................
21
Gambar 5a.
Label sebelum diperbaiki……………….............................................……….
21
Gambar 5b.
Label setelah diperbaiki……………….............................................………...
21
Gambar 6.
Diagram alir proses pembuatan minuman jahe merah instan…………………
22
Gambar 7.
Komposisi panelis berdasarkan ketidaksukaan terhadap rempah-rempah atau jahe…………………………………………………………………………....
24
Gambar 8.
Frekuensi rating kesukaan (%) panelis terhadap atribut rasa ketiga formula (70 panelis) …………………………………………………………………..
24
Gambar 9.
Frekuensi rating kesukaan (%) panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempah-rempah) terhadap atribut rasa ketiga formula (40 panelis)……..
25
Gambar 10.
Frekuensi rating kesukaan (%) panelis terhadap atribut aroma ketiga formula (70 panelis)……………………………………………………………………
25
Gambar 11.
Frekuensi rating kesukaan (%) panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempah-rempah) terhadap atribut aroma ketiga formula (40 panelis)…..
26
Gambar 12.
Frekuensi rating kesukaan (%) panelis terhadap atribut kenampakan ketiga formula (70 panelis)…………………………………………………………..
26
Gambar 13.
Frekuensi rating kesukaan (%) panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempah-rempah) terhadap atribut kenampakan ketiga formula (40 panelis)………………………………………………………………………..
27
Gambar 14.
Frekuensi rating kesukaan (%) panelis terhadap atribut keseluruhan (overall) ketiga formula (70 panelis)………………………………………...................
28
Gambar 15.
Frekuensi rating kesukaan (%) panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempah-rempah) terhadap atribut keseluruhan (overall) ketiga formula (40 panelis)…………………………………………………………………....
28
Gambar 16.
Denah ruang produksi minuman jahe merah instan………………..................
32
Gambar 17.
Diagram alir pembuatan minuman jahe merah instan sebagai SOP pengolahan……………………………………………………………………
44
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 42
Lampiran 1.
Rendemen minuman jahe merah instan…...................................................
Lampiran 2.
Standard Operating Procedure (SOP) Produksi Minuman Jahe Merah Instan..........................................................................................................
43
Lampiran 3a.
Waktu rehidrasi minuman jahe merah instan.............................................
47
Lampiran 3b.
Hasil analisis warna skala CIELAB dengan chromameter.........................
47
Lampiran 4.
Scoresheet uji rating hedonik minuman jahe merah instan.........................
48
Lampiran 5a.
Hasil uji rating hedonik...............................................................................
49
Lampiran 5b.
Anova uji rating hedonik atribut rasa….....................................................
51
Lampiran 5c.
Anova uji rating hedonik atribut aroma......................................................
51
Lampiran 5d.
Anova uji rating hedonik atribut kenampakan............................................
52
Lampiran 5e.
Anova uji rating hedonik atribut keseluruhan (overall)..............................
53
Lampiran 6a.
Hasil analisis kadar air minuman jahe merah instan...................................
54
Lampiran 6b.
Hasil analisis kadar abu minuman jahe merah instan.................................
54
Lampiran 6c.
Hasil analisis kadar lemak minuman jahe merah instan.............................
54
Lampiran 6d.
Hasil analisis kadar protein minuman jahe merah instan............................
54
Lampiran 6e.
Hasil analisis kadar karbohidrat (by difference) minuman jahe merah instan……………………………………………………………………...
55
Lampiran 6f.
Hasil analisis bagian tidak larut air minuman jahe merah instan..............
55
Lampiran 7.
Formulir Pendaftaran SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (1 dari 8)......................................................................................................
56
Lampiran 7.
Formulir Pendaftaran SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (2 dari 8)......................................................................................................
57
Lampiran 7.
Formulir Pendaftaran SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (3 dari 8)......................................................................................................
58
Lampiran 7.
Formulir Pendaftaran SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (4 dari 8)......................................................................................................
59
Lampiran 7.
Formulir Pendaftaran SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (5 dari 8)......................................................................................................
60
Lampiran 7.
Formulir Pendaftaran SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (6 dari 8)......................................................................................................
61
Lampiran 7.
Formulir Pendaftaran SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (7 dari 8)......................................................................................................
62
Lampiran 7.
Formulir Pendaftaran SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (8 dari 8)......................................................................................................
63
Lampiran 8.
Sertifikat penyuluhan keamanan pangan (PKP) dari Dinas Kesehatan Kab.Bogor...................................................................................................
64
Lampiran 9.
Sertifikat produksi pangan IRT minuman jahe merah instan.....................
65
Lampiran 10a.
Kode jenis pangan produk industri rumah tangga (BPOM 2003)..............
66
Lampiran 10b.
Kode kemasan (BPOM 2003).....................................................................
66
Lampiran 11.
Perhitungan HPP (Harga Pokok Produksi).................................................
67
Lampiran 12.
Cash flow usaha pembuatan minuman jahe merah instan skala rumah tangga..........................................................................................................
70
Lampiran 13.
Perhitungan neraca laba rugi.......................................................................
73
viii
1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) merupakan salah satu spesies jahe yang tersebar di wilayah Indonesia. Jahe merah secara morfologis mirip dengan jahe biasa, tetapi rimpang dari jenis ini lebih kecil dan lebih terasa pedas, berwarna merah di luarnya dengan kuning hingga merah muda untuk bagian dalamnya (Ibrahim et al. 2008). Genus Zingiber terdiri dari ± 85 spesies herba yang tersebar di Asia Timur dan Australia bagian tropis. Jahe tersebut sering digunakan sebagai makanan dan pengobatan tradisional untuk berbagai penyakit (Sabulal et al. 2006). Sebagai tanaman herbal, jahe telah lama digunakan di berbagai negara seperti, China, India, dan Arab untuk mengobati penyakit (flu, sakit kepala, demam, mual, dan rematik) (Ali et al. 2008). Jahe biasanya dimakan mentah, dimasak sebagai sayuran, digunakan sebagai bumbu dan kondimen (Larsen et al. 1999). Dengan semakin berkembangnya daya guna jahe, saat ini jahe tidak hanya disajikan secara tradisional tetapi juga telah dimodifikasi dengan sentuhan teknologi untuk meningkatkan umur simpan dan daya tarik konsumen. Pangan olahan jahe yang bisa ditemui di pasar adalah minuman instan, permen jahe, asinan jahe, jahe dalam sirup, manisan kering jahe, kopi jahe, dan lain-lain. Salah satu industri rumah tangga pangan yang memproduksi minuman jahe merah instan terletak di desa binaan LPPM-Insitut Pertanian Bogor yang bekerja sama dengan SEAFAST Center yaitu Kampung Konservasi TOGA Desa Benteng, Ciampea, Bogor. Banyak masyarakat yang mengolah tanaman obat di sana dengan membuka industri-industri skala rumah tangga. Usaha tersebut merupakan salah satu mata pencaharian sampingan warga yang tinggal di sekitar kampung tersebut. Namun, industri rumah tangga pangan tersebut masih memiliki beberapa kendala dalam menjalankan usaha minuman jahe merah instan. Salah satunya adalah belum memiliki formula standar yang konsisten, rasa minuman belum optimum, tidak adanya standar operating procedure (SOP) dalam alur produksi yang dilakukan di sana, pengemasan produknya pun masih menggunakan plastik yang rentan rusak, dan tidak adanya izin legal penjualan produk dari pemerintah. Oleh karena itu, perlu adanya berbagai upaya perbaikan untuk perkembangan industri rumah tangga di Desa Benteng. Menurut Kusnandar et al. (2011), industri pengolahan pangan skala kecil dan menengah memberikan kesempatan yang baik bagi seseorang untuk menjadi wirausahawan. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran konsumen untuk hidup sehat memberikan dampak yang cukup penting bagi industri rumah tangga pangan. Mutu pangan tidak hanya berarti produk pangan hanya memiliki cita rasa yang enak dan kandungan gizi yang baik, tetapi harus aman bagi kesehatan para konsumennya. Cara produksi pangan yang baik (disingkat CPPB) adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman, dan layak untuk dikonsumsi. Industri rumah tangga pangan (disingkat IRTP) adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Penerapan CPPB-IRT bertujuan untuk memberikan prinsip-prinsip dasar dalam memproduksi pangan yang baik dan mengarahkan IRT agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi yang baik seperti persyaratan lokasi, bangunan, fasilitas peralatan produksi, pengendalian hama, higiene karyawan, pengendalian proses, serta pengawasan (BPOM 2003). Salah satu caranya adalah dengan memiliki sertifikat P-IRT dari Dinas Kesehatan. Produk minuman jahe merah instan yang diproduksi oleh salah satu warga desa Benteng belum memiliki nomon izin edar (P-IRT) untuk memberikan jaminan terhadap konsumen. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan dalam pembuatan standar minuman jahe merah instan dari formulasi yang telah ada, dengan memperbaiki kemasan serta label yang digunakan sebagai usaha dalam mendapatkan nomor P-IRT agar dapat menjangkau pasaran yang lebih luas.
1.2. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula minuman jahe merah instan yang optimum, menentukan prosedur baku atau standard operating procedure (SOP) dalam pembuatan minuman jahe merah instan, memperoleh izin legal produk minuman jahe merah instan, dan mengkaji aspek finansial produksi minuman instan pada skala rumah tangga.
1
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minuman Instan Produk pangan instan didefinisikan sebagai produk dalam bentuk konsentrat atau terpekatkan dengan penghilangan air sehingga mudah ditambah air (dingin/panas) dan mudah larut (Hartomo dan Widiatmoko 1992). Produk instan paling disukai oleh masyarakat karena kepraktisannya yang bisa dikonsumsi (siap saji) dengan adanya penambahan air hangat atau air panas. Menurut Verral (1984), minuman serbuk (pangan instan) dapat diproduksi dengan biaya lebih rendah daripada minuman cair, minuman instan juga didefinisikan sebagai produk yang tidak atau sedikit sekali mengandung air dengan berat dan volume yang rendah. Serbuk instan yang diperoleh harus memenuhi syarat, yaitu mudah untuk dituang tanpa tersumbat, tidak higroskopis, tidak menggumpal, mudah dibasahi, dan cepat larut. Pembuatan serbuk instan dilakukan dengan penambahan komponen lain atau bahan tambahan pangan, seperti gula. Penambahan gula ini bertujuan untuk mendorong proses kokristalisasi, bahan pengawet, pemanis, serta penambahan energi. Menurut Iskandar dan Tajudin (1990), kokristalisasi adalah suatu proses pemisahan dengan cara pemekatan larutan sampai konsentrasi bahan yang terlarut (solut) menjadi lebih besar daripada pelarutnya pada suhu yang sama. Sampai saat ini teknik yang banyak yang diterapkan dalam skala industri adalah spray dying. Pada dasarnya rangkaian kegiatan dalam teknik tersebut adalah penyiapan bahan inti dan dinding kapsul yang biasanya bercampur dalam bentuk emulsi, pengabutan dalam ruang pengering, pengaturan suhu dari kecepatan udara pengering dan terakhir adalah penampungan produk mikrokristal (Kiswanto 2003). Proses pengeringan terjadi pada saat bahan yang berbentuk emulsi kontak dengan udara kering di ruang pengering dan pada saat tersebut bahan inti terperangkap di dalam dinding kapsul (Kondo 1989). Pada teknik kokristalisasi bahan dinding kapsul yang digunakan dalam pembuatan minuman instan adalah sukrosa (gula). Beberapa keistimewaan sukrosa sebagai dinding kapsul adalah dari segi harga relatif lebih murah, dapat larut dengan cepat, relatif stabil terhadap panas, tidak higroskopis, dan memiliki masa simpan yang cukup lama dalam suhu ruang (Chen et al. 1988). Keunggulan instanisasi dengan gula dibandingkan dengan teknologi (spray drying) adalah mudah, murah, peralatan sederhana, dan tidak dibutuhkan kemampuan operator yang tinggi sehingga bisa diaplikasikan untuk skala rumah tangga dan industri menengah. Menurut Bennion dan Scheule (2004), produk pangan instan dibuat dengan proses kokristalisasi. Kokristalisasi merupakan salah satu teknik dalam mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi dapat didefinisikan sebagai langkah atau aktivitas yang secara umum mirip dengan teknologi pengemasan (packaging) yang dalam hal ini pengemasan zat padat, cair, atau gas ke dalam suatu bentuk mikrokapsul (Todd 1970). Secara kimia, kokristalisasi dari berbagai komponen merupakan sintesis supramolekul, yang mana terjadi interaksi antara molekul yang lemah (Boese 2003, Smolka et al. 1999). Mikrokapsul memiliki diameter antara beberapa mikrometer hingga kurang dari 5000 mikrometer (Bakan 1978, Baker 1986). Proses pembentukan kristal adalah larutan dibiarkan sampai suhu tertentu (suhu kritis) hingga larutan akan menjadi jenuh kemudian kristal dari larutan tersebut akan mulai terbentuk. Tahap pembentukan kristal meliputi penjenuhan (saturation), pembentukan kristal (nucleation), dan pertumbuhan kristal (growth). Proses penjenuhan berakhir pada suatu titik dimana pada titik tersebut tidak ada lagi bahan pelarut yang dilarutkan. Titik ini disebut titik jenuh (saturation point). Pendapat lain juga diunkapkan oleh Chen dan Chou (1993), kokristalisasi spontan dapat terjadi dengan adanya pengadukan larutan gula murni superjenuh secara cepat yang akan menghasilkan agregat kristal berukuran mikro. Larutan gula murni (misal sukrosa) ditambahkan sebagai bahan utama untuk membentuk struktur baru, sehingga akan terbentuk aglomerat dengan fungsionalitas yang baru. Larutan sukrosa ini dipekatkan hingga mencapai fasa superjenuh yang dapat dipertahankan pada suhu tinggi untuk mencegah kristalisasi. Larutan gula pekat pun ditambahkan sebagai bahan kedua yang diberi pengadukan mekanis, yang mendorong nukleasi sehingga terbentuk kristal campuran gula dan bahan lain. Begitu larutan gula telah mencapai suhu dimana terjadi transformasi dan dimulainya kristalisasi, sejumlah besar panas mulai dipancarkan. Pengadukan diteruskan untuk mendorong dan memperpanjang transformasi/kristalilsasi hingga aglomerat akan terlepas dari vessel secara cepat dan tersaring menjadi ukuran yang sama. Proses enkapsulasi terjadi karena adanya kristalisai spontan dari larutan sukrosa yang lewat jenuh denga membentuk kristal ukuran mikro yang berkisar 3-30 mikrometer (Antara 1997).
2
Teknik kokristalisasi dikenal pula dengan istilah lain yaitu, teknik kristalisasi gula semut yang biasanya digunakan dalam pembuatan gula semut. Walaupun begitu, proses ini bisa digunakan pula untuk minuman instan berbasis gula. Menurut Cahyono (2005), satu kilogram gula pasir dilarutkan di dalam satu liter air untuk membuat larutan gula. Kemudian dilakukan proses penyaringan, pemekatan larutan dengan pemanasan, dan pendinginan yang disertai pengadukan dengan cepat untuk pembentukan serbuk. Proses ini akan menghasilkan serbuk berwarna kuning kecokelatan dan kadar air maksimum 3 % (BSN 2004). Tabel 1. Pesyaratan Minuman Serbuk Tradisional (SNI 01-4320-2004) Kriteria Uji Persyaratan Warna Normal Bau Normal, khas rempah-rempah Rasa Normal, khas rempah-rempah Air Maksimal 3% Abu Maksimal 1.5% Jumlah gula Maksimal 85% Bahan Tambahan Makanan Pemanis buatan Sakarin Tidak ada Siklamat Tidak ada Pewarna tambahan Sesuai SNI 01-0222-1995 Cemaran logam Timbal (Pb) Maksimal 0.2 mg/kg Tembaga (Cu) Maksimal 2 mg/kg Seng (Zn) Maksimal 5 mg/kg Timah (Sn) Maksimal 40 mg/kg Arsen (As) Maksimal 0.1 mg/kg Cemaran mikroba Angka Lempeng Total 3 x 103 koloni/gram Koliform < 3 APM/gram
2.2. Minuman Instan Berbasis Jahe Merah Minuman jahe merah instan ini pada awalnya dijual dalam bentuk minuman yang disajikan dengan keadaan panas atau hangat dan pengonsumsiannya tidak praktis. Akan tetapi, sekarang berkembang minuman yang ready to drink dalam bentuk bubuk atau serbuk, yang dapat disajikan kapan pun dan di mana pun. Minuman jahe merah instan ini terdiri dari berbagai macam rempahrempah dan bahan tambahan pangan yang digunakan, diantaranya jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum), cabai jawa (Piper retrofractum Vahl.), dan lada hitam (Piper ningrum L.). Bahan lainnya yang digunakan adalah gula merah atau gula palma dan gula putih. Menurut UNIDO dan FAO (2005), rempah-rempah biasa digunakan untuk flavor, warna, aroma, dan preservative pada makanan dan minuman. Rempah-rempah biasanya dikeringkan secara sempurna untuk digunakan dalam proses.
2.2.1. Jahe Merah Tanaman jahe termasuk famili zingiberaceae yang merupakan tanaman herba menahun, berakar serabut, dan termasuk kelas monokotil atau berkeping satu. Menurut Koswara (1995), tanaman jahe (Zingiber officinale) telah lama dikenal dan tumbuh baik di Indonesia. Jahe merupakan salah satu rempah-rempah penting. Rimpangnya sangat banyak dipakai, antara lain sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan, seperti roti, kue, biskuit, kembang gula, dan berbagai minuman. Jahe juga digunakan pada industri obat, minyak wangi, dan industri jamu tradisional. Jahe muda biasanya dimakan sebagai lalab, diolah menjadi asinan, dan dibuat acar (pikel). Di samping itu, karena dapat memberikan efek panas pada perut, maka jahe digunakan sebagai bahan minuman seperti bandrek, sekoteng, dan sirup. Jahe tumbuh subur di ketinggian 0 hingga 1500 meter di atas permukaan laut, kecuali jenis jahe gajah di ketinggian 500 hingga 950 meter. Morfologi jahe secara umum terdiri atas struktur rimpang, batang, daun, bunga dan buah. Batang jahe merupakan batang semu dengan tinggi 30 hingga 100 cm. Akarnya berbentuk rimpang
3
dengan daging akar berwarna kuning hingga kemerahan dengan bau menyengat. Daun menyirip dengan panjang 15 hingga 23 mm dan lebar 8 hingga 15 mm. Berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpangnya ada tiga jenis jahe yang dikenal, yaitu jahe gajah (Zingiber officinale var. Roscoe) atau jahe besar, jahe putih kecil atau jahe emprit (Zingiber officinale var. Amarum), dan jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) atau jahe sunti (Wardana dkk 2002). Jahe gajah berwarna hijau muda, berbentuk bulat, beraroma kurang tajam, dan berasa kurang pedas, sehingga lebih banyak digunakan untuk masakan, minuman, dan asinan. Jahe emprit memiliki ukuran rimpang kecil, berbentuk sedikit pipih beraroma agak tajam, dan berasa pedas, sehingga lebih banyak dimanfaatkan sebagai rempah-rempah, penyedap makanan, dan bahan minyak atsiri (Sastromidjojo 1997). Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Species
: Plantae : Angiospermae : Monocotyledoneae : Scitaminae : Zingiberaceae : Zingiber : Zingiber officinale Rubrum
Gambar a Gambar b Gambar c Gambar 1. (a) tanaman jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum), (b) rimpang jahe merah saat dipanen, (c) rimpang jahe merah setelah dicuci Jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) termasuk famili Zingiberaceae. Jahe merah merupakan tanaman berbatang semu tegak yang tidak bercabang dan termasuk famili Zingiberaceae. Batang jahe merah berbentuk bulat kecil berwarna hijau dan agak keras. Daunnya tersusun berselangseling teratur. Tinggi tanaman ini 30-60 cm. Jahe merah tumbuh baik di daerah tropis yang beriklim cukup panas dan curah hujannya sedikit. Jika cahaya matahari mencukupi, tanaman ini dapat menghasilkan rimpang jahe lebih besar daripada biasanya (Sudewo 2004). Rimpangnya berwarna merah hingga jingga muda. Ukuran rimpangnya lebih kecil jika dibandingkan dengan kedua jenis jahe lainnya, yaitu panjang rimpang 12.33-12.60 cm, tinggi 5.86-7.03 cm, dan berat rata-rata 0.29-1.17 kg. Akarnya berserat agak kasar dengan panjang akar 17.03-24.06 cm dan diameter akar 5.36-5.46 mm (Herlina et al. 2002). Komposisi kimia rimpang jahe mempengaruhi tingkat aroma dan pedasnya rimpang. Beberapa faktor yang mempengaruhi komposisi kimia rimpang jahe, antara lain jenis, kondisi tanah, umur panen, cara budidaya, penanganan pasca panen, cara pengolahan, dan ekosistem tempat tanaman ditanam. Rimpang jahe pada umumnya mengandung minyak atsiri 0.25-3.3%. Minyak atsiri ini menimbulkan aroma khas jahe dan terdiri atas beberapa jenis minyak terpenting zingiberene, curcumene, philandrene, dan sebagainya. Jahe juga mengandung gingerol dan shogaol yang menimbulkan rasa pedas. Jahe dapat diolah menjadi berbagai produk olahan jahe seperti simplisia, oleoresin, minyak atsiri, dan serbuk jahe. Jahe memiliki sifat khas, yaitu oleoresin dan minyak atsiri. Minyak atsiri dan oleoresin jahe terdapat pada sel-sel minyak jaringan korteks dekat permukaan kulit (Koswara 1995). Kandungan oleoresin jahe mencapai maksimal pada usia 11 bulan (Koswara 1995). Menurut Nurliana, dkk (2009), kandungan minyak atsiri jahe merah mencapai maksimal (0.82%) pada usia panen 7
4
bulan, dengan kandungan utama geranil asetat. Sementara pada usia panen 8 dan 9 bulan, komponen minyak atsiri utamanya adalah citral.
Tabel 2. Komponen kimia jahe (Zingiber officinale) Komponen
Jumlah
Energi (KJ)
Jahe segar 184,0
Jahe kering 1424,0
Protein (g)
1,5
9,1
Lemak (g)
1,0
6,0
Karbohidrat (g)
10,1
70,8
Kalsium (mg)
21
116
Phospat (mg)
39
148
Besi (mg)
4,3
12
Vitamin A (SI)
30
147
Thiamin (mg)
0,02
-
Niasin (mg)
0,8
5
Vitamin C (mg)
4
-
Serat kasar (g)
7,53
5,9
Total abu (g)
3,70
4,8
-
184
Natrium (mg)
Magnesium (mg)
6,0
32
Kalium (mg)
57,0
1342
–
5
Seng (mg) Sumber: Koswara (1995)
Oleoresin merupakan campuran resin dan minyak atsiri yang diperoleh dari ekstraksi menggunakan pelarut organik. Menurut Guenther (1952), oleoresin jahe merupakan cairan kental berwarna kuning, mempunyai rasa pedas yang tajam, larut dalam alkohol dan petroleum eter, dan sedikit larut dalam air. Jahe mengandung resin yang cukup tinggi sehingga dapat dibuat sebagai oleoresin. Kelebihan oleoresin adalah lebih higienis dan memberikan rasa pedas (pungent) yang lebih kuat dibandingkan bahan asalnya. Minyak atsiri adalah minyak yang terdiri atas campuran zat yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih yang berbeda. Guzman dan Siemonsma (1999), menyebutkan minyak atsiri jahe berbentuk cairan kental berwarna kehijauan sampai kuning dan berbau harum khas jahe. Sebagian minyak atsiri diperoleh dengan cara penyulingan dan hidrodestilasi. Minyak atsiri jahe memberikan aroma harum dan umumnya minyak atsiri rempah digunakan sebagai bahan citarasa dalam makanan. Diantara ketiga jenis jahe, jahe merah lebih banyak digunakan sebagai obat karena kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya paling tinggi sehingga lebih bermanfaat dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit. Kandungan minyak atsiri jahe merah berkisar antara 2.58-3.72% (bobot kering), sedangkan jahe gajah 0.82-1.68% dan jahe emprit 1.5-3.3%. Selain itu, kandungan oleoresin jahe merah juga lebih tinggi dibandingkan jahe lainnya, yaitu 3% dari bobot kering (Herlina et al., 2002).
2.2.2. Cabai Jawa Lada panjang (Piper retrofractum Vahl.) atau lebih dikenal dengan cabai jawa atau cabai puyang merupakan tanaman asli Indonesia dan tumbuh menyebar dimana-mana. Cabai jawa tergolong tanaman yang merambat dan melilit dengan panjang 10 m. Buahnya berbentuk silinder dengan
5
panjang sekitar 4 cm dan diameter 6 mm. Buah mudanya berwarna hijau dan keras serta beraroma tajam dan pedas, kemudian berubah warna menjadi kuning gading dan akhirnya berwarna merah (Emmyzar 1992). Rasanya pedas karena mengandung senyawa piperin dengan kadar 4.6% (Syukur dan Hernani 2002).
2.2.3. Lada Hitam Lada hitam (Piper ningrum L.) adalah buah lada yang masih mempunyai kulit warna hitam. Lada hitam berasal dari famili Piperaceae. Lada hitam mengandung sekitar 1.5% minyak volatil dan lebih dari 6% oleoresin (Farrel 1990).
2.2.4. Gula Pasir atau Gula Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu tanaman penting yang bermanfaat sebagai penghasil gula. Lebih dari setengah produksi gula berasal dari tebu. Menurut Sudiatso (1982), batang tebu merupakan bagian terpenting dalam pembuatan gula karena mengandung nira. Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin pemeras (mesin press). Setelah itu, nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan menjadi gula pasir. Masa kemasakan tebu ditunjukkan dengan pada akhir dari pertumbuhannya terdapat timbunan sakarosa di dalam batang tebu. Pada tebu yang masih muda, kadar sakarosa di ruas-ruas bawah dan kadar sakarosa di ruas-ruas di atasnya hampir sama besarnya. Sakarosa adalah bahan baku terpenting (Sutardjo 2002). Gula merupakan senyawa organik yang penting sebagai bahan makanan karena gula mudah dicerna dalam tubuh sebagai sumber kalori. Pada umumnya, gula mempunyai rasa manis, tidak berwarna, tidak berbau, dapat mengkristal, dan larut dalam air (Goutara dan Wijandi 1985). Syarat Mutu Gula pasir (SNI 01-3140-1992) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Syarat Mutu Gula Pasir (SNI 01-3140-1992) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
11.
Kriteria Uji Keadaan 1.1. Bau 1.2. Rasa Warna (nilai remisi yang direduksi) Bebas jenis butir Air Sakarosa Gula pereduksi Abu Bahan asing yang tidak larut Bahan tambahan makanan - Belerang dioksida (SO2) Cemaran logam 7.1. Timbal (Pb) 7.2. Tembaga (Cu) 7.3. Raksa (Hg) 7.4. Seng (Zn) 7.5. Timah (Sn) Arsen (As)
Satuan
Persyaratan GKP (SHS)
%b/b Mm %b/b %b/b %b/b %b/b derajat
min. 53 0.8-1.2 maks. 0.1 min. 99.3 maks. 0.1 maks. 0.1 maks. 5
mg/kg
maks. 30
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
maks. 2 maks. 2 maks. 0.03 40 40 1
2.2.5. Gula Merah atau Gula Palma Menurut SNI (1995) gula palma adalah gula yang dihasilkan dari pengolahan nira palma, yaitu aren (Arenga piñata, merr), kelapa (Cocos nucifera, linn), siwalan (Borassus flabellifer) atau jenis palma lainnya dan berbentuk cetak atau serbuk. Syarat mutu gula merah palma berdasarkan SNI (1995) dapat dilihat pada Tabel 4. Menurut Dachlan (1986), pada dasarnya proses pembuatan gula merah adalah proses penguapan nira dengan cara pemanasan. Nira segera dibersihkan dari kotoran-kotoran dengan cara
6
penyaringan dengan menggunakan ijuk, kemudian dituangkan kedalam wadah dan segera dipanaskan. Nira tersebut akan mendidih dan akan menimbulkan buih yang meluap-luap yang berwarna kuning sampai coklat dan semakin lama akan meluap naik.
No. 1. 1.1 1.2 1.3 2 3 4 5 6 7 7.1 7.2 7.3 7.4 7.5 8
Tabel 4. Syarat mutu gula palma berdasarkan SNI 01-3743-1995 Persyaratan Kriteria Uji Satuan Cetak Butiran/granula Keadaan Bentuk Normal Normal Rasa dan aroma Normal, khas Normal, khas kuning kuning Warna kecoklatankecoklatancoklat coklat Bagian yang tidak larut dalam air %b/b maks. 10 maks. 0.2 Air %b/b maks. 10.0 maks. 3.0 Abu %b/b maks. 2.0 maks. 2.0 Gula pereduksi %b/b maks. 10.0 maks. 10.0 Jumlah gula sebagai sakarosa %b/b maks. 77 maks. 90.0 Cemaran logam Seng (Zn) mg/kg maks. 40.0 maks. 40.0 Timbal (Pb) mg/kg maks. 2.0 maks. 2.0 Tembaga (Cu) mg/kg maks. 10.0 maks. 10.0 Raksa (Hg) mg/kg 0.03 0.03 Timah (Sn) mg/kg 40.0 40.0 Arsen (As) mg/kg 1.0 1.0
Nira merupakan larutan gula, tetapi didalamnya terdapat zat yang tidak larut air dalam bentuk emulsi seperti protein dan lilin. Pada saat dididihkan, butir-butir air akan menempel pada butir-butir emulsi dan mengangkatnya kepermukaan sebagai buih. Bila buih tidak dibuang, pada saat nira menjadi kental, buih akan teraduk kebagian dalam dan karena warnanya lebih muda maka gula yang dihasilkan akan berbintik-bintik putih (Tjiptahadi 1984).
2.3. Pembuatan Minuman Jahe Merah Instan Pembuatan minuman jahe merah instan berdasarkan produksi minuman jahe merah instan yang dilakukan diawali dengan persiapan bahan baku terlebih dahulu. kemudian disiapkan bahan lain dan bahan pengemas. Selanjutnya dilakukan proses produksi minuman jahe merah instan. Persiapan bahan baku utama yang digunakan untuk memproduksi minuman jahe merah instan adalah jahe merah segar yang telah cukup umur untuk dipanen. Menurut Koswara (1995), jahe yang sudah cukup kadar oleoresinnya berumur lebih dari 9 bulan. Selain itu, spesifikasi jahe merah yang akan digunakan dalam produksi diantaranya adalah harus dalam keadaan segar, tidak busuk, berwarna merah di luar dan kuning di dalam. Bahan baku yang dibutuhkan untuk pembuatan minuman jahe merah instan setiap batch-nya sesuai yang telah dilakukan pada IRTP. Bahan lainnya yang digunakan adalah gula pasir, gula merah, cabai jawa, dan lada hitam. Rempah-rempah lain seperti cabai jawa dan lada hitam digunakan dalam bentuk bubuk yang sebelumnya buah utuhnya dikeringkan dengan cahaya matahari. Jahe merah digunakan dalam bentuk segar untuk diambil ekstraknya. Penggunaan serbuk untuk cabai jawa dan lada hitam dimaksudkan agar tidak rusak karena pengaruh suhu yang digunakan selama proses kokristalisasi dan mempermudah untuk larut. Selain itu, serbuk cabai jawa dan lada hitam mudah untuk disalut oleh bahan kapsulnya, yaitu gula pasir pada saat proses kokristalisasi yang akan bersatu dengan aglomerat yang terbentuk. Pengemas yang digunakan pada produksi minuman jahe merah instan terdiri dari pengemas primer (alumunium foil) dan pengemas sekunder (kertas karton warna coklat) dengan kapasitas 5 sachet alumunium foil yang masing-masingnya memiliki berat bersih 20 gram. Semua jenis pengemas didatangkan dari pemasok lokal. Tahapan awal, penghancuran bahan segar (jahe merah) dengan blender dengan adanya penambahan air yang bertujuan untuk mempermudah proses ekstraksi dan meningkatkan total padatan terlarut yang terekstrak. Kemudian diambil filtrannya dengan pemerasan. Filtran yang diperoleh
7
kemudian didiamkan. Proses pendiaman bertujuan untuk mengendapkan pati yang berasal dari jahe agar pada saat pemasakan (pemanasan) tidak menggumpal karena gelatinisasi pati. Selain itu, untuk menghindari terjadinya penggumpalan pada saat penyeduhan minuman jahe merah instan. Produksi minuman jahe merah instan dilanjutkan dengan pemanasan disertai pengadukan secara terus-menerus. Apabila volume larutan jahe tersebut telah mencapai ¼ volume awal (saat pertama dituangkan), maka dilakukan penambahan gula pasir. Selama pemanasan berlangsung dilakukan pengadukan secara kontinu hingga larutan superjenuh dan terbentuk kristal-kristal warna cokelat. Selanjutnya, pemanasan dihentikan dan pengadukan tetap dilakukan agar memperoleh ukuran serbuk yang seragam. Menurut Antara (1997), pengadukan untuk mendapatkan campuran homogen, pengkristalan, pengeringan, dan penyeragaman ukuran. Serbuk kristal tersebut disaring dan bagian yang tidak lolos penyaringan dilakukan pengecilan ukuran kembali menggunakan blender. Kemudian, dikemas kembali menggunakan alumunium foil sebagai kemasan primer minuman jahe merah instan sebanyak 20 gram.
2.4. Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) adalah perusahaan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis (BPOM 2003). Definisi lain yang menjelaskan tentang industri rumah tangga dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (2005) yang menggolongkan usaha industri pengolahan di Indonesia ke dalam empat kategori berdasarkan jumlah pekerja yang dimiliki oleh suatu usaha tanpa memperhatikan besarnya modal yang ditanam ataupun kekuatan mesin yang digunakan. Empat kategori tersebut, diantaranya: Industri kerajinan rumah tangga yaitu usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang Industri kecil yaitu usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 5-19 orang Industri sedang yaitu usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 20-29 orang Industri besar yaitu usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih Menurut BPOM (2003), apabila diteliti lebih lanjut, masih banyak masalah yang belum dapat terselesaikan mengenai keamanan pangan yang diterapkan di industri rumah tangga pangan, diantaranya (a) masih ditemukannya produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan (penggunaan bahan tambahan yang dilarang, cemaran kimia berbahaya, cemaran patogen, masa kadaluarsa, dsb), (b) masih banyak terjadi kasus keracunan pangan, (c) masih rendahnya pengetahuan, keterampilan, dan tanggung jawab produsen pangan tentang mutu dan keamanan pangan, terutama pada industri kecil atau industri rumah tangga, serta (d) masih rendahnya kepedulian konsumen tentang mutu dan keamanan pangan, terutama karena terbatasnya pengetahuan dan rendahnya kemampuan daya beli untuk produk pangan yang bermutu dengan tingkat keamanan yang tinggi. Hingga saat ini masih terdapat beberapa masalah sistematik yang menghambat pengembangan IRTP. Beberapa masalah yang berkaitan dengan pengembangan IRTP yang berhasil dirangkum oleh Badan POM (2003), antara lain (a) masih rancunya definisi IRTP, (b) terbatasnya sumber daya pembina IRTP yang mengakibatkan belum optimalnya pembinaan IRTP, (c) belum optimalnya pengawasan IRTP, karena terbatasnya tenaga pengawas pangan IRTP, (d) masih rendahnya penerapan prinsip keamanan pangan di IRTP, dan (e) masih adanya persepsi yang berbeda tentang pengaturan IRTP. IRTP minuman jahe merah instan merupakan salah satu desa binaan DKSH-IPB yang bekerja sama dengan SEAFAST Center dan LPPM-IPB yang berlokasi di Desa Benteng, Ciampea, Bogor. IRTP ini masih belum memiliki kelayakan akan produknya, seperti formula minuman jahe merah instan yang digunakan belum konsisten sehingga menghasilkan rasa yang yang tidak konsisten pula. Selain itu, pengetahuan produsen mengenai label pangan masih kurang. Perlu langkah perbaikan agar produk IRTP ini mampu bersaing di kalangan produsen lainnya. Dengan adanya penerapan pengawasan mutu di industri, seluruhnya diarahkan pada pencapaian produk akhir yang sesuai dengan standar mutu yang berlaku dan spesifikasi produk yang diinginkan konsumen. Menurut Hesrchdoefer (1984), pada dasarnya pengawasan mutu yang dilakukan di industri pangan meliputi pengawasan mutu terhadap bahan baku, proses, dan produk akhir. Pengawasan mutu adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu produk yang baik, bermutu tinggi dengan tingkat mutu yang bisa dipertahankan sehingga dapat memuaskan konsumen. Menurut Lukman (2001), GMP (Good Manufacturing Practices) adalah cara produksi
8
yang baik dengan dirancang untuk seluruh jenis operasi pengolahan baik yang tidak ditujukan untuk memonitor pngendalian bahaya tetapi sebagai persyaratan minimal sanitasi dan pengolahan umum yang sebaiknya diterapkan pada semua bangunan pengolahan pangan. Mutu pangan merupakan seperangkat sifat atau faktor pada produk pangan yang membedakan tingkat pemuas/penerimaan produk itu bagi konsumen. Mutu pangan bersifat multi dimensi dan mempunyai banyak aspek. Aspek-aspek mutu pangan tersebut antara lain adalah aspek gizi (kalori, protein, lemak, mineral, vitamin, dan lain-lain), aspek selera (indrawi, enak, menarik, segar), aspek bisnis (standar mutu, kriteria mutu), serta aspek kesehatan (jasmani dan rohani). Kepuasan konsumen berkaitan dengan mutu. Oleh karena itu, konsistensi mutu pada industri rumah tangga pangan harus dijaga agar produk yang dihasilkan dapat bertahan di pasaran. Selain mutu dari produk pangan itu sendiri, diperlukan pula konsistensi dan kejujuran pada label produk pangan. UU No 69 Tahun 1996 tentang Pangan menyatakan bahwa setiap label dan atau iklan pangan yang diperdagangkan harus memuat keterangan mengenai pangan dengan benar. Produk pangan hendaknya tidak dinyatakan, dideskripsikan atau dipresentasikan secara salah, menyesatkan (misleading) atau menjurus pada munculnya impresi yang salah terhadap karakter produk pangan tersebut. Pengertian benar dan tidak menyesatkan berarti bahwa istilah yang digunakan pada label dan iklan hendaknya diartikan sama, baik oleh pemerintah (untuk keperluan pengawasan), kalangan produsen (untuk keperluan persaingan yang sehat) maupun oleh konsumen (untuk keperluan menentukan pilihannya) (Hariyadi 2005). Kejujuran pada label pangan yang diproduksi industri rumah tangga sangat penting diterapkan. Hal ini diperlukan agar tidak membahayakan konsumen, contohnya apabila produk pangan pada labelnya disertai dengan klaim kesehatan yang berlebihan akan berpotensi membahayakan kesehatan konsumen itu sendiri. Selain itu, konsistensi pada label produk pangan juga diperlukan agar konsumen mudah mengenali produk pangan yang diproduksi. Dalam rangka menciptakan tata cara kerja yang efisien dan sesuai dengan tuntutan keadaan mutakhir, maka perlu dilakukan pemetaan tugas pokok dan fungsi setiap pihak yang berhubungan dengan IRTP. Dalam hal ini Pemerintah Daerah dan Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk menerbitkan sertifikasi produksi pangan IRT, melakukan penyuluhan dan pembinaan IRTP secara berkala, serta melakukan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi IRTP. Keamanan pangan, masalah, dan dampak penyimpangan mutu serta kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam pengembangan sistem mutu industri pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri, dan konsumen, yang saat ini sudah harus memulai sadar akan tanggung jawab dan perannya.
2.5. Cara Produksi Pangan Yang Baik Pada Industri Rumah Tangga (BPOM 2003) Cara produksi pangan yang baik untuk industri rumah tangga (CPPB-IRT) merupakan salah satu faktor yang penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan. CPPB sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun skala besar. Melalui CPPB ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang pesat. Apabila pangan yang dihasilkan bermutu dan aman untuk dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindungi dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam konsumen. CPPB-IRT bertujuan khusus untuk memberikan prinsip-prinsip dasar dalam memproduksi pangan yang baik. Selain itu CPPB-IRT juga dapat mengarahkan IRT agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi yang baik, seperti persyaratan lokasi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, pengendalian hama, higiene karyawan, pengendalian proses, dan pengawasan. Lingkungan produksi harus dalam keadaan dan kondisi bebas dari sumber pencemaran potensial agar dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang akan diproduksinya. IRT harus berada ditempat yang bebas pencemaran, semak belukar, genangan air, bebas dari sarang hama, dan tidak berada di daerah sekitar tempat pembuangan sampah, baik sampah padat ataupun cair. Lingkungan pun harus selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan membuang sampah agar tidak menumpuk, tempat sampah selalu ditutup, dan jalan di sekitarnya diperhatikan supaya tidak berdebu serta selokannya berfungsi dengan baik. Bangunan dan fasilitas IRT dapat menjamin bahwa pangan selama proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia serta mudah dibersihkan. Ruang produksi didesain cukup luas dan mudah dibersihkan, lantai dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak licin.
9
Dinding dan langit-langit pun harus dibersihkan dari debu dan kotoran agar tidak menjadi sarang penyakit. Pintu, jendela, dan lubang angin dibuat dari bahan yang tidak mudah pecah, rata, halus, berwarna terang, dan mudah untuk dibersihkan. Pintu sebaiknya didisain dapat dibuka ke arah luar agar debu atau kotoran tidak terbawa masuk. Lubang angin harus cukup sehingga udara segar selalu mengalir di ruang produksi. Ruang produksi harus cukup terang sehingga karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan teliti serta selalu disediakan tempat untuk mencuci tangan dan kotak Perlengkapan Pertolongan Pertama Kecelakaan (PPPK). Selain itu, tempat penyimpanan produk akhir dan bahan baku harus terpisah. Tata letak kelengkapan ruang produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan seharusnya didesain, dikontruksi, dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan. Peralatan produksi seharusnya terbuat dari bahan yang kokoh, tidak berkarat, mudah dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan. Permukaan yang kontak langsung dengan pangan seharusnya halus, tidak bercelah, tidak mengelupas, dan tidak menyerap air. Peralatan produksi diletakkan sesuai dengan urutan proses sehingga memudahkan bekerja dan mudah dibersihkan pula. Semua peralatan yang digunakan seharusnya dipelihara dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih. Suplai air yang digunakan selama proses produksi harus cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih atau air minum. Air yang digunakan pada IRT tersebut bersumber dari sumur yang digunakan untuk memenuhi air pada kehidupan sehari-hari. Hal yang harus diperhatikan adalah penggunaan air yang kontak langsung dengan pangan merupakan air yang sudah dimasak terlebih dahulu hingga mendidih. Selain itu, air yang digunakan tidak berbau, berasa, dan berwarna. Adapun fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi juga perlu diterapkan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan. Alat cuci atau pembersih, seperti sikat, pel, deterjen, dan bahan sanitasi lain harus tersedia dan terawat dengan baik. Peralatan tertentu ada juga yang dibersihkan dengan air panas. Fasilitas higiene dan sanitasi pun harus disediakan untuk karyawan, seperti tempat cuci tangan dan toilet tersedia dalam jumlah cukup dan harus selalu dalam keadaan bersih serta pintu toilet harus selalu dalam keadaan tertutup. Pembersihan dapat dilakukan secara rutin dengan dilakukan secara fisik dengan sikat atau secara kimia dengan deterjen atau gabungan keduanya. Apabila diperlukan untuk penyucihamaan dapat dilakukan menggunakan kaporit. Kegiatan pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan. Hama (tikus, serangga, dan lain-lain) merupakan pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan. Kegiatan pencegahan hama masuk, seperti lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama harus selalu dalam keadaan tertutup, hewan peliharaan tidak boleh berkeliaran di pekarangan IRT terutama di ruang produksi, bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya hama, dan IRT seharusnya memeriksa lingkungannya dari kemungkinan timbulnya sarang hama. Kesehatan dan higiene karyawan pun harus diperhatikan. Karyawan yang dalam keadaan sakit atau baru sembuh dari sakit tidak diperkenankan bekerja di pengolahan pangan. Selain itu, karyawan pun harus memperhatikan kebersihan badannya. Apabila karyawan sedang bekerja, maka harus menggunakan pakaian kerja dan pelengkapnya (seperti penutup kepala, sarung tangan, dan sepatu kerja). Karyawan pun harus selalu mencuci tangannya dengan sabun sebelum memulai kegiatan mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah, atau bahan/alat yang kotor dan sesudah ke luar dari toilet. Karyawan tidak diperkenankan bekerja sambil mengunyah, makan dan minum, merokok, tidak boleh meludah, tidak boleh bersin atau batuk ke arah pangan, tidak boleh mengenakan perhiasan, seperti giwang, cincin, gelang, kalung, arloji, dan peniti. Tahapan penting yaitu dilakukan pengendalian selama jalannya proses pengolahan agar menghasilkan produk yang bermutu dan aman. Pengendalian proses produksi pangan IRT dapat dilakukan dengan cara penetapan spesifikasi bahan baku, penetapan komposisi dan formulasi bahan, penetapan cara produksi yang baku, penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan. serta penetapan keterangan lengkap tentang produk yangakan dihasilkan termasuk nama produk, tanggal produksi, serta tanggal kadaluarsa. Label yang digunakan harus memenuhi Peraturan Pemerintah No. 69 tentang label dan iklan pangan. Kode produksi pada label pangan perlu dicantumkan untuk penarikan, jika diperlukan. Keterangan label sekurang-kurangnya, terdapat nama produk, daftar bahan yang dihasilkan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat yang memproduksi, tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa, serta nomor sertifikasi produksi (P-IRT). Penyimpanan yang baik dapat menjamin mutu dan kemanan bahan serta produk pangan yang telah diolah. Tempat penyimpanan dipastikan harus dalam keadaan bersih, kering, dan jauh dari
10
sumber pencemaran. Penyimpanan bahan baku, bahan tambahan, dan produk jadi serta bahan pendukung lain disimpan secara terpisah supaya tidak terjadi kontaminasi silang pada saat penyimpanan. Peralatan pun disimpan di tempat bersih. Sebaiknya permukaan peralatan menghadap ke bawah agar terlindung dari debu, kotoran, atau pencemaran lainnya. Penanggung jawab harus mengawasi secara rutin seluruh tahapan proses produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya produk pangan yang bermutu dan aman. Semua tahapan proses dicatat dan didokumentasikan dengan baik agar lebih mudah untuk menelusuri masalah yang muncul. Produk pangan dapat ditarik pangan diduga sebagai penyebab timbulnya korban yang lebih banyak karena mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan.
2.6. Analisis Kelayakan Bisnis Berdasarkan Kriteria Investasi Studi kelayakan bisnis pada dasarnya bertujuan untuk menentukan kelayakan bisnis berdasarkan investasi (Nurmalina et al. 2009). Investasi dinyatakan layak atau tidak ditinjau dari aspek keuangan, maka dapat digunakan beberapa kriteria. Adanya standar layak usaha untuk usaha sejenis dengan cara membandingkan dengan rata-rata industri atau target yang ditentukan. Kriteria yang digunakan untuk menilai kelayakan investasi adalah payback period (PP), net present value (NPV), internal rate of return (IRR), dan profitability index (PI) (Kusnandar et al. 2009). Sedangkan menurut Nurmalina et al. (2009), beberapa kriteria kelayakan usaha diantaranya, nilai bersih kini (Net Present Value=NPV), rasio manfaat biaya (Gross Benefit Cost Ratio= Gross B/C, Net Benefit Cost Ratio=Net B/C), tingkat pengembalian internal (Internat Rate of Return=IRR), dan profitability ratio (PV/K). Jangka waktu pengembalian modal investasi (Payback Period=PP) merupakan metode pelengkap penilaian investasi. Penerimaan dan pengeluaran dalam bisnis merupakan komponen yang sangat penting untuk melihat aktivitas yang berlangsung dalam bisnis tersebut. Aliran penerimaan dan pengeluaran tersebut dikenal dengan istilah aliran kas (cash flow), yaitu aktivitas keuangan yang mempengaruhi posisi/kondisi kas pada suatu periode tertentu. Pada studi kelayakan bisnis, cash flow menjadi bagian terpenting yang harus diperhatikan oleh pihak manjemen, investor, konsultan, dan stakeholder lainnya untuk memperhitungkan kelayakan berdasarkan kriteria kelayakan investasi yang ada. Cash flow disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama satu periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukkan dari mana sumber-sumber kas dan penggunaannya (Nurmalina et al. 2009). Langkah penting lainnya yang digunakan adalah menyusun laporan laba/rugi yang berisi tentang total penerimaan, pengeluaran, dan kondisi keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dalam satu tahun akuntansi atau produksi. Laporan laba rugi menggambarkan kinerja perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya selama periode tertentu.
11
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya adalah bahan untuk formulasi dan bahan untuk analisis. Bahan untuk formulasi, diantaranya jahe merah, gula pasir, gula merah, lada hitam, cabai jawa, air, dan garam. Sedangkan bahan analisis, diantaranya aquades, K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, 60% NaOH-5% Na2S2O3, H3BO3, indikator metilen red-metilen blue, HCl 0.02 N, heksana, Na2S2O3.5H2O, HCl 25%, dan indikator phenolptalein. Alat yang digunakan tahapan formulasi adalah kompor, panci, wajan, blender, sealer, ayakan, gelas ukur, loyang, plastik, nampan, dan baskom. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisis adalah sudip, cawan porselen tanur listrik, desikator, oven, labu kjeldahl, labu lemak, gelas piala, labu takar 100 mL, tabung reaksi tertutup, pipet, penangas air, pipet ukur (2 mL, 5 mL, 10 mL), labu takar (100 mL, 1000 mL), buret, erlenmeyer (100 mL, 250 mL), neraca analitik, pengaduk magnetik, pipet tetes, kertas saring, kapas bebas lemak, termometer, penjepit cawan (gegep), dan Chromameter CR300 Minolta.
3.2. METODE PENELITIAN Metodologi penelitian ini dibagi menjadi lima tahapan penelitian, yaitu mempelajari karakteristik IRTP minuman jahe merah instan, perbaikan formulasi dan proses minuman jahe merah instan, karakteristik kimia produk minuman jahe merah instan, sertifikasi produk minuman jahe merah instan dalam skala rumah tangga (BPOM 2003), dan analisis kelayakan usaha. Tahapan awal bertujuan untuk mengetahui keadaan dan kondisi Industri Rumah Tangga Desa Benteng yang kemudian akan dilakukan perbaikan oleh peneliti, dengan melakukan langkah selanjutnya, yaitu tahapan perbaikan formulasi dan proses untuk memperoleh formula yang akan dijadikan sebagai patokan untuk menjadi formula tetap (formula standar), kemudian dilakukan karakteristik fisiko kimia dari produk dengan formulanya yang telah tetap dan nantinya akan dibuatkan SOP oleh peneliti untuk IRTP minuman jahe merah instan. Tahap selanjutnya, dilakukan sertifikasi produk minuman jahe merah instan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, dan terakhir dilakukan analisis kelayakan usaha dalam skala rumah tangga untuk melihat kelayakan dari usaha yang dijalankan.
3.2.1. Mempelajari Karakteristik Industri Rumah Tangga Pangan Minuman Jahe Merah Instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan industri rumah tangga pangan minuman jahe merah instan di Desa Benteng. Produk yang dimiliki IRT ini masih belum memiliki nomor P-IRT, ruang produksi yang belum sesuai dengan CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik), label dan kemasan yang masih belum sesuai dengan tata cara pelabelan. Ada pula secara keseluruhan kegiatan ini merupakan pencapaian untuk menerapkan standardisasi formula, aspek legal, penyesuaian dengan CPPB agar menjadi produk industri rumah tangga yang lebih berkualitas dan memiliki jangkauan pasar yang luas.
3.2.2. Perbaikan Formulasi dan Proses Pembuatan Minuman Jahe Merah Instan Formulasi ini bertujuan untuk mendapatkan formula terbaik yang optimum secara fisik dan organoleptik. Secara fisik diuji melalui waktu rehidrasi dan analisis warna dengan Chromameter. Kemudian, diujikan melalui uji organoleptik. Tahapan ini akan menentukan standar operating procedure (SOP) untuk peralatan, cara produksi, bahan-bahan, dan karyawan.
3.2.2.1. Pembuatan Minuman Jahe Merah Instan Pembuataan minuman jahe merah instan diawali dengan menyiapkan beberapa bahan penting seperti jahe merah, gula pasir, gula merah, cabai jawa, lada hitam, garam, dan air. Ada tiga formula yang digunakan dalam pembuatan minuman jahe merah instan. Ketiga formula dibedakan dari rasio gula pasir dan jahe merah segar yang digunakan. Selain itu, dilakukan perhitungan rendemen dengan skala produksi 750 gram (Tabel 5).
12
Tabel 5. Formula minuman jahe merah instan Formula A Formula B Bahan (2:1) (1:1) Gula pasir 500 g 375 g Jahe merah 250 g 375 g Gula merah 62.5 g 62.5 g Cabe jawa 1.5 g 1.5 g Garam 1g 1g Lada hitam 0.5 g 0.5 g Air 300 mL 300 mL
Formula C (3:1) 562.5 187.5 62.5 g 1.5 g 1g 0.5 g 300 mL
Perbedaan ini didasarkan pada karakteristik minuman yang paling menonjol yaitu rasa pedas yang memberikan sensasi hangat setelah diminum. Rasa pedas ini disebabkan karena kombinasi rasa pedas dan manis dari tiap formula. Selain itu, ada pula tambahan dari lada hitam dan cabai jawa. Diagram alir proses pembuatan minuman jahe merah instan terdapat pada Gambar 2. Jahe Merah Sortasi Pencucian Penimbangan Cabe jawa dan lada
Pengirisan
Blender
Penghancuran (blender)
Bubuk cabe jawa dan lada hitam
Pengendapan Pemanasan disertai pengadukan
Air
Gula pasir, gula merah, garam
Pendinginan disertai pengadukan Pembentukan kristal Pengecilan ukuran kristal Pengayakan Pengemasan
Minuman jahe merah instan Gambar 2. Diagram alir pembuatan minuman jahe merah instan
13
Awalnya, jahe merah tersebut dihancurkan menggunakan blender dengan adanya penambahan air pula. Kemudian, diambil sarinya dengan pemerasan dan didiamkan ±10 menit agar patinya mengendap dan tidak memengaruhi sifat fisik dari minuman jahe merah instan. Selanjutnya, sari jahe, gula merah, cabai jawa dan lada hitam bubuk, serta garam dipanaskan dengan dilakukan pengadukan secara terus-menerus. Apabila sarinya yang dipanaskan volumenya telah menyusut hingga ¼ bagian, maka ditambahkan gula pasir. Selama proses pemanasan tersebut harus dilakukan pengadukan secara kontinu untuk mempercepat terjadinya proses pengkristalan (kokristalisasi) atau mempercepat terbentuknya serbuk jahe merah instan. Jika larutan tersebut (sari jahe+gula pasir) telah memekat dan membentuk serbuk, maka itu berat proses pengkristalan sudah terjadi dan pemanasan dihentikan agar tidak gosong. Pengadukan tetap dilakukan agar terbentuk granula minuman serbuk instan tersebut yang seragam. Setelah itu, dilakukan pengayakan dan pengemasan.
3.2.2.2. Pengamatan Formula Minuman Jahe Merah Instan Ketiga formula tersebut kemudian diamati. Pengamatan ini bertujuan untuk memperoleh formula yang optimum. Pengamatan tersebut, diantaranya: a. Rendemen (Kusnandar et al. 2011) b. Waktu rehidrasi (Syamsir et al. 2011)
c. Analisis warna metode chromameter (AOAC 1995) d. Uji organoleptik rating hedonik (Meilgaard et al. 1999)
3.2.2.3. Penentuan Formula Terbaik Berdasarkan tahapan pengamatan, maka akan dipilih satu formula dari ketiga formula (formula A, formula B, dan formula C) untuk menjadi formula standar yang akan dianalisis selanjutnya dan diaplikasikan di IRTP tersebut.
3.2.3. Karakteristik Fisiko Kimia Produk Minuman Jahe Merah Instan Pengamatan ini dilakukan untuk menguji formulasi yang terbaik yang telah dipilih yang sudah melalui tahapan formulasi. Hal yang diamati untuk analisis sifat kimia diantaranya analisis proksimat dan uji bagian yang tidak larut air (Apriyantono et al 1989). Analisis proksimat terdiri dari analisis kadar air metode oven (AOAC 1995), kadar abu metode oven (AOAC 1995), kadar lemak metode ekstraksi soxhlet (AOAC 1995), kadar protein metode kjeldahl (AOAC 1995), dan kadar karbohidrat by difference.
3.2.4. Pembuatan Standard Operating Procedure (SOP) Setelah formula yang optimum dipilih menjadi formula yang terbaik, maka langkah selanjtnya yaitu pembuatan Prosedur Kerja Baku atau Standard Operating Procedure (SOP). Pembuatan SOP ini bertujuan agar IRTP ini memiliki produk yang bermutu baik, aman, dan layak dikonsumsi oleh konsumen.
3.2.5. Sertifikasi Produk Minuman Jahe Merah Instan dalam Skala Industri Rumah Tangga Pangan (BPOM 2003) Secara garis besar, langkah-langkah sertifikasi produk pangan industri rumah tangga (SPPIRT) dapat dijelaskan pada Gambar 3. Untuk tahapan penjabarannya, diantaranya:
3.2.5.1. Pengajuan Permohonan SPP-IRT Pengajuan SPP-IRT diajukan kepada pemerintah daerah Kabupaten/Kota (Dinas Kesehatan). Tata cara penyelenggaraan sertifikasi produksi pangan industri rumah tangga, diantaranya mengisi formulir pendaftaran, fotokopi KTP, surat keterangan domisili usaha dari Desa/Kelurahan, contoh label produk, pas foto berwarna ukuran 4x6 (2 lembar), dan pemohon diwajibkan mengikuti penyuluhan keamanan pangan serta diperiksa sarana produksinya.
14
Pemohon (Penanggung Jawab IRTP)
Pengajuan SPP-IRT
Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP)
LULUS
TIDAK
YA Sertifikat PKP Pendampingan Pemeriksaan sarana dan prasarana IRTP
LULUS
TIDAK
Perbaikan ke DINKES Kab/Kota Bogor
YA Sertifikat Produksi Pangan
YA
TIDAK LULUS
Gambar 3. Alur Penyelenggaraan SPP-IRT
3.2.5.2. Penyelenggaraan Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Bogor dengan tenaga penyuluh adalah yang memiliki sertifikat penyuluh pangan yang dikeluarkan oleh BPOM RI seperti balai besar/BPOM setempat. Peserta yang mengikuti PKP adalah pemilik atau penanggung jawab PP-IRT. Materi penyuluhan utama yang terdiri dari berbagai jenis bahaya (biologis, kimia, dan fisik) dan cara menghindari dan memusnahkannya. Selain itu, ada penjelesan mengenai higiene dan sanitasi sarana PP-IRT, CPPB-IRT, serta peraturan perundang-undangan mengenai keamanan pangan penggunaan bahan tambahan pangan, label, dan iklan pangan. Adapun materi pelengkap yang diberikan penyuluh, diantaranya pengemasan dan penyimpanan produk pangan IRT serta pengembangan usaha PP-IRT termasuk etika bisnis. Penyuluhan tersebut dilaksanakan sekurangkurangnya 2 hari selama 5 jam/hari.
3.2.5.3. Pendampingan Cara Produksi yang Baik terhadap Industri Rumah Tangga Pangan Minuman jahe merah instan Secara umum, penerapan CPPB-IRT untuk menghasilkan pangan yang bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan tuntutan konsumen baik konsumen domestik maupun internasional. Sedangkan secara khusus, penelitian ini memberikan pendampingan kepada produsen IRTP Minuman
15
jahe merah instan yang telah diberikan penyuluhan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Bogor. Hal ini bertujuan untuk mengarahkan IRTP agar dapat memenuhi persyaratan produksi yang baik, seperti persyaratan lokasi, bangunan, dan fasilitas peralatan produksi, pengendalian hama, higiene karyawan, pengendalian proses, dan pengawasan. Pendampingan ini dilakukan dengan bantuan pihak lain, seperti LPPM-IPB dan SEAFAST Center.
3.2.5.4. Pemeriksaan Sarana Produksi Pemeriksaan dilakukan setelah PKP yang dilakukan oleh petugas Kabupaten/Kota yang telah memiliki sertifikat inspektur pangan IRT yang dikeluarkan Badan POM. Pemeriksaan harus mengikuti pedoman yang dikeluarkan badan POM. Hasil dari pemeriksaan akan mendapatkan sertifikat produksi pangan atau nomor PIRT yang dinyatakan lulus pada produknya dengan syarat minimal hasil berita acara pemeriksaan bernilai cukup dan telah melakukan perbaikan yang disarankan pihak Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
3.2.6. Analisis Kelayakan Usaha Berdasarkan Kriteria Investasi (Nurmalia, Sarianti, dan Karyadi 2009) Net Present Value (NPV)
NPV = ∑
/ (
)
-∑
/ (
)
Keterangan : Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, …, n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya i = Tingkat discount rate (%) Indikator : Jika NPV>0 (positif), maka bisnis layak untuk dilaksanakan Jika NPV<0 (negatif), maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan Gross Benefit-Cost Ratio ∑
Gross B/C =
∑
/ (
)
/ (
)
Keterangan : Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, …, n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya i = Tingkat discount rate (%) Indikator : Jika Gross B/C>1, maka bisnis layak untuk dilaksanakan Jika Gross B/C<1, maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan Net Benefit-Cost Ratio ∑
Net B/C =
∑
/ ( / (
) )
(
)
(
)
Keterangan : Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, …, n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya i = Tingkat discount rate (%) Indikator : Jika Net B/C>1, maka bisnis layak untuk dilaksanakan Jika Net B/C<1, maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan
16
Internal Rate of Return (IRR)
IRR = i1 +
(i1 – i2)
Keterangan : i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negative NPV1 = NPV positif NPV2 = NPV negatif Indikator : Sebuah bisnis dikatakan layak apabila IRR-nya lebih besar dari oppurtunity cost of capital-nya (DR)
3.3. METODE ANALISIS a. Rendemen (Kusnandar et al. 2011) Rendemen minuman jahe merah instan dengan persamaan sebagai berikut:
Rendemen (%) =
100 %
b. Waktu Rehidrasi (Syamsir et al. 2011) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui bahwa produk tersebut masih tergolong instan atau penyajian cepat. Pertama dilakukan penimbang 0.1 gram sampel, kemudian sampel dimasukkan ke dalam 100 mL air dan dicatat waktu yang dibutuhkan untuk terdispersi. Pelarutan bubuk instan tersebut tanpa adanya pengadukan.
c. Analisis Warna Metode Chromameter (AOAC 1995) Alat dipersiapkan dan dihubungkan dengan arus listrik. Analisis warna dengan chromameter CR-300 Minolta dilakukan dengan meletakkan measuring head pada contoh yang akan diukur, dan tekan “measure” atau tekan tombol pada measuring head. Hasil pengukuran ditampilkan dengan notasi L*a*b* dengan L menyatakan parameter kecerahan dari hitam (0) sampai putih (100). Nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau, sedangkan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai dengan -80 untuk warna biru.
d. Uji Organoleptik Rating Hedonik (Meilgaard et al. 1999) Uji organoleptik dilakukan dengan skor kesukaan atau rating hedonik terhadap formula yang telah dibuat. Skala yang digunakan adalah skala kategorik yang direntangkan dari skala 1 sampai 7 yang mempresentasikan tingkat kesukaan panelis dari sangat tidak suka hingga sangat suka. Panelis yang digunakan sebanyak 70 orang. Atribut yang diujikan, antara lain rasa, aroma, kenampakan, dan keseluruhan (overall). Uji organoleptik ini merupakan hasil seduhan dari serbuk minuman jahe merah instan hasil kokristalisasi. Minuman yang disajikan terhadap panelis adalah minuman seduhan dalam keadaan hangat.
e. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995) Penetapan kadar air dengan metode oven di mana cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selam 15 menit, kemudian cawan tersebut didinginkan dalam desikator. Cawan kering yang telah dingin kemudian ditimbang (c). Sampel sebanyak 5 gram (a) dimasukkan ke dalam cawan kering kemudian cawan yang berisi sampel dikeringkan di dalam oven suhu 105 oC selama 6 jam smapai tercapai bobo yang konstan. Cawan tersebut didinginkan di dalam desikator sekitar 30 menit dan segera ditimbang (b). Perhitungan kadar air dapat dinyatakan sebagai persen kadar air (dry dan wet basis). ( ) keterangan : a = bobot sampel awal (g) Kadar air (% bb) = 100 % b = bobot sampel + cawan kering (g) ( ) c = bobot cawan kosong (g) Kadar air (% bk) = 100 %
17
f. Analisis Kadar Abu Metode Oven (AOAC 1995) Cawan porselin beserta tutupnya dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin tersebut. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar Bunsen sampai tidak berasap lagi lalu di dalkukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600 °C selama 4-6 jam atau sampel terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan di dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Perhitungan kadar abu dapat dinyatakan sebagai persen kadar air (dry dan wet basis).
Kadar abu (% bk) =
keterangan : a = bobot sampel sebelum diabukan (g) b = bobot sampel + cawan sesudah diabukan (g) c = bobot cawan kosong (g)
100 %
Kadar abu (% bb) =
(
(
) (
))
100 %
g. Analisis Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet (AOAC 1995) Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110 °C selama sekitar 15 menit kemudian dinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas. Selanjutnya selongsong kertas yang berisi sampel disumbat dengan kapas, lalu keringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80 °C selama ±1 jam. Selonsong tersebut diletakkan dalam alat ekstraksi lemak (soxhlet) yang dirangkai denga kondensor. Pelarut dietil/petroleum eter/heksana dimasukkan ke dalam labu secukupnya kemudian dilakukan refluks selama ±6 jam. Selanjutnya labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100-110 °C hingga bobotnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar abu dapat dinyatakan sebagai persen kadar air (dry dan wet basis). keterangan : a = bobot sampel (g) b = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g) c = bobot labu lemak kosong (g)
100 %
Kadar lemak (% bb) = Kadar lemak (% bk) =
(
(
) ))
(
100 %
h. Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 1995) Sampel sebanyak 100-250 mg dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian tambahkan 1.0±0.1 gram K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2±0.1 mL H2SO4. Ditambahkan pula 2-3 butir batu didih. Sampel dididihkan selama 1-1.5 jam dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan menjadi jernih, lalu didinginkan. Sejumlah kecil air destilata ditambahkan melaui dinding labu secar perlahan dan digoyang pelan agar kristal yang terbentuk dapat larut kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam labu destilasi dan labu dibilas sebanyak 5 - 6 kali dengan 1-32 mL air destilata kemudian air cucian labu tersebut dipindahkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan ke dalamnya 8-10 mL larutan 60 % NaOH-5 % Na2CO3. Selanjutnya erlenmeyer 250 mL yang berisi 5 mL larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator metilen red-metilen blue diletakkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor harus terndam dengan larutan H3BO3 untuk menampung hasil destilasi sekitar 15 mL. Hasil destilasi kemudian dititrasi oleh HCL 0.02 N terstandar sampai terjadi perubahan warna menajdi abu-abu. Prosedur yang sama pun dilakukan terhadap blanko (tanpa sampel). Penetapan kadar protein berdasar pada perhitungan :
Kadar protein (% bb) =
(
)
.
100 %
atau Kadar protein (% bk) = (
(
(
) ))
100 %
keterangan : a = mL titrasi HCl pada sampel, b = mL titrasi HCl pada blanko
18
i. Analisis Kadar Karbohidrat Secara By Difference (AOAC 1995) Penentuan kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu berat total produk dikurangi kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Kadar karbohidrat (%) = 100 % - (K.A + A + P + L) keterangan : K.A = % kadar air A = % kadar abu P = % kadar protein L = % kadar lemak
j. Analisis Bagian yang Tak Larut dalam Air (Apriyantono et al. 1989) Timbang lebih kurang 20 gram sampel, masukkan ke dalam gelas piala 400 mL, tambah 200 mL air panas, aduk hingga larut. Saring ke dalam kertas saring yang telah dikeringkan dalam keadaan panas. Bilas gelas piala dengan air panas dan saring air bilasan. Keringkan kertas saring dalam oven pada suhu 105 oC selama 2 jam, dinginkan dan timbang sampai bobot tetap. Bagian yang tak larut dalam air (%) =
100%
keterangan : W = bobot sampel (g) W1 = bobot cawan + kertas saring berisi bagian yang tak dapat larut (g) W2 = bobot cawan + kertas saring (g)
19
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. MEMPELAJARI KARAKTERISTIK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN MINUMAN JAHE MERAH INSTAN DI DESA BENTENG, CIAMPEA, BOGOR Industri rumah tangga pangan (IRTP) minuman jahe merah instan di Desa Benteng yang berdiri sejak tahun 2009 ini bernama Jahe Gunung Leutik. IRTP tersebut merupakan salah satu bagian anggota kampung TOGA (Tanaman Obat Keluarga) yang dibina oleh DKSH-IPB yang bekerja sama dengan LPPM-IPB dan SEAFAST Center. Pemilik IRTP adalah ibu Sekaryati. Karyawan yang dimiliki terdiri dari 2 orang. Produk IRTP yang dihasilkan berupa serbuk jahe hasil olahan dari tanaman jahe merah. Minuman serbuk jahe ini mencoba untuk mengambil manfaat dari tanaman jahe dengan cara penyajian yang praktis (instan). Secara garis besar, masalah yang terdapat di IRTP tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Masalah yang dijumpai di IRTP Desa Benteng Parameter Permasalahan Formula produk Belum ada penetapan formula yang tetap sehingga rasa minuman belum optimum Tempat sampah Belum ada tempat sampah khusus saat produksi Masih terdapat kotoran di lantai dan langit-langit Kebersihan ruang produksi ruang produksi PPPK Belum terdapat kotak PPPK khusus Peralatan produksi Belum ada timbangan digital untuk bahan yang ditambahkan dalam jumlah kecil Ruang produksi Belum ada ruang khusus untuk produksi Higiene karyawan Belum ada peralatan cuci tangan khusus produksi, belum ada perlengkapan seperti masker, sarung tangan, dan tutup kepala Belum ada pemeriksaan kesehatan karyawan secara Pemeriksaan kesehatan rutin Spesifikasi bahan baku Belum ada penetapan spesifikasi bahan baku Cara produksi Belum ada penetapan cara produksi yang baku Spesifikasi kemasan Belum ada penetapan spesifikasi kemasan Tanggal kadaluarsa dan kode produksi Belum ada penetapan tanggal kadaluarsa dan kode produksi Label produk Persyaratan label produk pangan belum terpenuhi Pencatatan dan dokumentasi Belum terdapat sistem pencatatan dan dokumentasi setiap produksi Produk minuman jahe merah instan yang dihasilkan belum memiliki formula standar atau tetap. Rasa yang dihasilkan belum optimum, warnanya pun berubah-ubah. Formula tetap (standar) harus digunakan agar karyawannya pun memiliki persepsi yang sama dengan pemilik atau penanggung jawab dari IRTP dalam hal formulasi pada saat pembuatan minuman jahe merah instan. Formula yang tetap merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan produk yang bermutu baik. Selain itu, formula tetap juga akan menjaga kepercayaan konsumen terhadap produk minuman jahe merah ini. Kemasan yang digunakan pun masih kurang mendukung untuk memperpanjang umur simpan. Terdapat dua kemasan yang digunakan, yaitu kemasan primer yang berhubungan langsung dengan produk dan kemasan sekunder yang tidak berhubungan langsung dengan produk, Kemasan primer yang digunakan adalah plastik transparan jenis plastik LDPE (Low Density Polyethylene), sedangkan kemasan sekundernya menggunakan kertas karton. Kemudian, dilakukan perbaikan dengan mengubah kemasan primer menggunakan alumunium foil agar lebih menghasilkan produk yang berumur simpan lebih lama, tidak mudah rusak (sobek), terlindungi dari cahaya, dan berbagai cemaran yang
20
dimungkinkan masuk pada saat penyimpanan (misal, semut, debu, mikroba, dsb.) Kemasan sebelum dan sesudah dapat dilihat pada Gambar 4.
(a)
(b)
Gambar 4. (a) kemasan primer dan sekunder sebelum diperbaiki dan (b) kemasan primer dan sekunder setelah diperbaiki Kondisi tempat produksi minuman jahe merah instan pun masih kurang memenuhi syarat. Fasilitas masih terbatas sehingga tidak menunjang proses produksi yang optimal, seperti lokasi produksi yang masih bersatu dengan dapur rumah tangga, peralatan produksi (kompor gas, timbangan) yang terbatas, serta formula yang digunakan belum tetap secara kuantitatif sehingga diperlukan adanya penggunaan standard operating procedure (SOP) di IRTP tersebut agar memiliki produk yang aman, bermutu baik, dan layak untuk dikonsumsi oleh konsumen. Penerimaan yang baik dari konsumen terhadap produk minuman jahe merah instan ini merupakan salah satu faktor dalam memperbaiki IRTP ini. Adapula permasalahan lain, yaitu produk ini masih belum memiliki pelabelan yang sesuai dengan PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Label pun sudah mengalami perbaikan dapat dilihat pada Gambar 5.
(a)
(b)
Gambar 5. (a) label sebelum diperbaiki dan (b) label setelah diperbaiki
4.2. PERBAIKAN FORMULASI MINUMAN JAHE MERAH INSTAN Pembuatan minuman jahe merah instan diawali dengan penyortiran jahe merah segarnya terlebih dulu, kemudian pencucian dan penimbangan. Terdapat 3 formula yang digunakan dengan perbandingan gula pasir dan jahe merah skala produksi 750 gram (Tabel 5 ). Setelah penimbangan, proses selanjutnya adalah proses pembuatan minuman jahe merah instan dengan teknik kokristalisasi. Proses ekstraksi terlebih dahulu dilakukan untuk mendapat ekstrak jahe merah yang menjadi bahan baku utama pembuatan minuman jahe merah instan. Ekstraksi jahe merah dilakukan dengan
21
menghancurkan jahe merah menggunakan blender dengan penambahan air hangat (1:2). Setelah diekstrak sempurna, hasil ekstraknya disaring hingga diambil filtratnya saja dan filtrannya (ampas) dibuang. Filtrat hasil ekstrak jahe merah dengan campuran air tersebut didiamkan terlebih dahulu selama 10 menit. Bahan lain disiapkan, seperti gula pasir, gula merah, rempah bubuk (cabai jawa dan lada hitam), serta garam. Setelah selesai diendapkan, filtrat (cairan) dituangkan ke wajan untuk dilakukan pemanasan dan bahan lainnya pun dilarutkan bersama-sama (kecuali gula pasir) serta diaduk hingga larut sempurna. Jumlah bahan tambahan disesuaikan dengan formula pada Tabel 5. Formula yang digunakan, yaitu formula A dengan perbandingan gula pasir dan jahe merah 2:1, formula B 1:1, dan formula C 3:1. Pemanasan (pemasakan) berlangsung hingga suhu 100 °C dengan disertai pengadukan. Adapun langkah-langkah pembuatannya terdapat pada Gambar 6. Jahe Merah Sortasi Pencucian Penimbangan Cabe jawa dan lada
Pengirisan
Blender
Penghancuran (blender), 15”
Bubuk cabe jawa dan lada hitam
Pengendapan, 10” Pemanasan 100 °C, disertai pengadukan
Air hangat
Gula pasir, gula merah, garam
Pendinginan 70 °C, disertai pengadukan Pembentukan kristal
Pengecilan ukuran kristal, dengan pengadukan Pengayakan
Pengemasan
Minuman jahe merah instan
Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan minuman jahe merah instan
22
4.2.1. Rendemen Minuman Jahe Merah Instan Rendemen yang dihasilkan dari tiap formula berbeda-beda, yaitu 66.33% (formula A), 42.67% (formula B), dan 69.33% (formula C). Data lengkap terdapat pada Lampiran 1. Formula C dengan perbandingan gula pasir dan jahe merah 3:1, memiliki rendemen yang paling banyak. Hal ini disebabkan adanya penambahan gula pasir yang lebih banyak dibandingkan dengan formula A dan B. Selain itu, prosesnya pun lebih cepat karena larutannya lebih mudah mengalami keadaan superjenuh. Formula yang memiliki jumlah gula di bawah formula C, misal formula B tahapan kokristalisasinya lebih lama dibandingkan dengan formula A dan C. Menurut Saloko (2003), penambahan gula pasir berhubungan dengan peningkatan hasil berupa padatan terlarut dari produk. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Yustina (1995), bahwa penambahan gula kristal sangat berpengaruh terhadap zat padat terlarut. Hal ini disebabkan gula kristal merupakan senyawa yang larut dalam air sehingga dapat meningkatkan zat padat terlarut dalam bahan. Oleh karena itu, semakin tinggi total padatan yang dihasilkan pada bahan maka semakin tinggi rendemennya.
4.2.2. Waktu Rehidrasi Formula C terdispersi secara sempurna pada 27 detik setelah penambahan air panas, sedangkan sampel formula B pada 43 detik dan formula A pada 33 detik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa formula yang mengalami waktu rehidrasi tercepat adalah formula C. Namun, formula A dan B juga masih tergolong minuman cepat saji, karena waktu rehidrasi masih tergolong singkat. Semakin besar penambahan gula pasir memberikan kecenderungan indeks kelarutan dalam air serbuk instan yang dihasilkan semakin meningkat (Saloko 2003). Selain itu, semakin besar konsentrasi bahan pengisi yang ditambahkan dalam suatu bahan maka kelarutannya dalam air akan cukup tinggi (Hariantono dan Muchtadi 1986). Kecepatan kelarutan minuman juga menjadi salah satu faktor yang menentukan sifat instan minuman. Berdasarkan hasil penilitian ini, ketiga formula masih tergolong instan karena waktu rehidrasi yang baik untuk minuman serbuk instan berkisar antara 1 menit (Meilutyte 2010).
4.2.3. Warna Warna merupakan faktor mutu yang sangat penting dalam menilai produk-produk makanan dan faktor awal yang menjadi penilaian konsumen terhadap suatu produk. Pengukuran warna dari ketiga sampel menggunakan chromameter metode Hunter notasi L*a*b*. Menurut Farncis dalam Nielsen, nilai ini sangat mewakili warna, dimana L = kecerahan, +a = tingkat kemerahan. –a = tingkat kehijauan, +b = tingkat kekuningan, -b = tingkat kebiruan. Ketiga skala ini dikenal sebagai sistem CIELAB dengan parameter L*a*b. Tabel 7. Hasil analisis warna dengan chromameter CR-300 Minolta Formula A B C
Batch Batch 1 Batch 2 Batch 1 Batch 2 Batch 1 Batch 2
L* +50.97 +50.62 +49.06 +50.90 +50.46 +51.01
a* +3.27 +3.20 +4.35 +3.91 +2.95 +3.00
b* +15.52 +15.22 +14.86 +14.54 +14.14 +14.35
Dari data pada Tabel 7 terlihat bahwa produk minuman jahe merah instan ini memiliki kisaran lightness (L) +50 yang menyatakan tidak terlalu cerah maupun tidak terlalu gelap, dan nilai a positif yang berarti warnanya sedikit merah dan nilai b positif kekuningan. Hasil tersebut dapat mendeskripsikan bahwa perbedaan formulasi yang digunakan tidak berpengaruh terhadap warna serbuk minuman jahe merah instan.
4.2.4. Penerimaan Konsumen Uji hedonik dilakukan untuk mementukan formula mana yang terpilih untuk selanjutnya akan dilakukan karakterisasi produk dari formula terpilih. Adapula eksperimen tambahan yang ditanyakan secara langsung kepada panelis untuk mengetahui panelis pernah meminum minuman berbasis rempah-rempah atau jahe dan mengetahui ketidaksukaan panelis terhadap rempah-rempah atau jahe. Kedua pertanyaan akan dihubungkan dengan hasil uji organoleptik yang diperoleh. Hasil yang
23
diperoleh dari 70 panelis yang pernah meminum minuman dari rempah-rempah atau jahe adalah 69 panelis menyatakan pernah dan hanya 1 panelis yang menyatakan tidak pernah. Kemudian, dilakukan pemetaan kembali dengan pertanyaan berikutnya apakah panelis menyukai produk minuman dari rempah-rempah atau jahe. Hasil yang diperoleh dari 70 panelis adalah 40 panelis menyatakan suka, 26 panelis mentakan agak suka, dan 4 panelis menyatakan tidak suka. Komposisi panelis tidak memberikan pengaruh negatif terhadap uji kesukaan minuman jahe merah instan. Hal ini disebabkan oleh komposisi panelis yang menyatakan tidak suka hanya 6%. 6% 37%
Suka Agak Suka Tidak Suka
57%
Gambar 7. Komposisi panelis berdasarkan ketidaksukaan terhadap rempah-rempah atau jahe Berdasarkan analisis data hasil uji organoleptik dengan menggunakan program SPSS dapat terlihat dari hasil tiap atribut yang diujikan, diantaranya:
(a) Atribut Rasa
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
Rasa merupakan persepsi dari sel pengecap yang meliputi rasa asin, manis, asam, dan pahit diakibatkan oleh bahan yang terlarut dalam mulut (Meilgaard et al. 1999). Menurut Nasution (1980), rasa dapat dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan kimiawi oleh indera pencicip (lidah). Atribut rasa ini tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan cita rasa produk pangan. Rasa pun memegang peranan sangat penting terhadap penerimaan produk pangan. Pengujian organoleptik memperoleh hasilnya bahwa terdapat kurang dari 50% panelis yang memberikan skor kesukaan berkisar antara suka hingga sangat suka terhadap atribut rasa. Distribusi frekuensi (%) dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa formula tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap rasa (Lampiran 5b). 35.0
31.4 27.1 24.3
30.0 22.9
25.0
17.1
20.0 15.0
10.0
10.0 5.0
14.3 12.9 10.0 10.0
25.7 24.3
8.6
5.7 2.9
netral 8.6
agak suka suka
2.9
1.4
tidak suka agak tidak suka
15.7 14.3 10.0
sangat tidak suka
sangat suka
0.0
A
B
C
Formula Gambar 8. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis terhadap atribut rasa ketiga formula (70 panelis) Apabila dilihat dari profil kesukaan terhadap rasa diperoleh dari panelis 70 orang yang menyatakan suka sampai sangat suka terhadap minuman jahe merah instan adalah sebanyak 41.4% untuk formula A, 37.1% untuk formula B, dan 34.3% untuk formula C (Gambar 8). Namun, hasil penilaian panelis yang menyatakan suka terhadap minuman jahe atau rempah-rempah menyatakan skor suka terhadap atribut rasa formula minuman jahe merah instan diperoleh kurang dari 57% panelis (Gambar 7) sehingga dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan (%) dari profil panelis yang tergolong suka minuman berbasis jahe atau rempah-rempah. Dapat dilihat hasil pada Gambar 9.
24
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
25.0 22.5
25.0
25.0 22.5 20.0
20.0
20.0 17.5
17.5 15.0
20.0 15.0 15.0
15.0
5.0
tidak suka agak tidak suka
15.0 10.0
sangat tidak suka
10.0 7.5
10.0
10.0
netral
7.5
agak suka
2.5
suka
2.5 0.0
sangat suka
0.0
A
B Formula
C
Gambar 9. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempahrempah) terhadap atribut rasa ketiga formula (40 panelis) Berdasarkan Gambar 9, hasil dari jumlah panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempah-rempah, diperoleh skor suka sampai sangat suka untuk atribut rasa minuman jahe merah instan hanya 42.5% untuk formula A, formula B 37.5%, dan formula C 35% dari jumlah panelis 40 orang. Hal ini berarti panelis umum dan panelis kategori suka memilih formula A yang lebih disukai daripada formula B dan C untuk rasa dari minuman jahe merah instan. Namun, berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa tiap formula tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam hal rasa.
(b) Atribut Aroma
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
Aroma merupakan bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syarafsyaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung ketika makanan masuk ke dalam mulut dan tidak hanya ditentukan oleh satu komponen, tetapi juga oleh beberapa komponen tertentu yang menimbulkan bau khas (Dewayanti 1997). Aroma produk minuman jahe merah instan yang ditimbulkan adalah aroma sari jahe bercampur dengan aroma manisnya gula. Pengujian organoleptik menunjukkan bahwa kurang dari 50% yang memberikan skor kesukaan untuk ketiga formula. Distribusi frekuensi dapat dilihat pada Gambar 10. 40.0 40.0
35.7 32.9
35.0 30.0 25.0
24.3 21.4
agak tidak suka
15.7 11.4 8.6
15.0 5.0
tidak suka 20.0
20.0 10.0
sangat tidak suka
28.6
27.1
5.7 2.9 0.0
5.7
netral 4.3
0.0
5.74.3 1.4
0.0
agak suka 4.3
suka sangat suka
A
B
C
Formula Gambar 10. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis terhadap atribut aroma ketiga formula (70 panelis) Hasil analisis ragam menunjukan dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05), formula tidak berbeda nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap aroma minuman jahe merah instan (Lampiran 5c). Apabila dilihat dari profil kesukaan terhadap rasa diperoleh dari panelis 70 orang adalah sebanyak 45.7% untuk formula A, 37.2% untuk formula B, dan 40% untuk formula C (Gambar 10).
25
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
Hasil dari pemetaan diperoleh bahwa panelis dari 70 orang menyatakan suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah adalah sebanyak 40 orang (57%) pada Gambar 6. Namun, hasil penilaian panelis terhadap atribut aroma kurang dari 40 orang yang memberikan skor suka-sangat suka (6-7) sehingga dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dari profil panelis yang tergolong suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempahrempah. Dapat dilihat hasilnya pada Gambar 11. 37.5
40.0 35.0 30.0
25.0
25.0
20.0
tidak suka agak tidak suka
15.0
5.0
sangat tidak suka
27.5 22.5
20.0
10.0
32.5
30.0 27.5
10.0 5.0 2.5 0.0
15.0 12.5 7.5
netral 7.5 7.5
0.0
0.0
7.5
suka
2.5
sangat suka
0.0
A
B
agak suka
C
Formula Gambar 11. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempahrempah) terhadap atribut aroma ketiga formula (40 panelis) Berdasarkan Gambar 11, hasil dari jumlah panelis yang menyukai minuman berbasis jahe atau rempah-rempah, diperoleh frekuensi (%) panelis yang memberikan skor suka sampai sangat suka ternyata untuk atribut aroma 47.5% untuk formula A, untuk formula B 37.5% dan formula C 40% dari panelis kategori suka terhadap minuman berbasis jahe atau trempah-rempah-rempah untuk atribut aroma. Hal ini berarti panelis umum dan panelis kategori suka memilih formula A yang lebih disukai daripada formula B dan C untuk atribut aroma minuman jahe merah instan. Namun, berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa tiap formula tidak berbeda nyata untuk aroma dari minuman jahe merah instan.
(c) Atribut Kenampakan
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
Pengujian ini berdasarkan indera penglihatan bukan hanya menilai warna minuman saja. Hasil analiisi ragam menunjukkan bahwa formula berpengaruh nyata terhadap kenampakan (Lampiran 5d). Distribusi frekuensi dapat dilihat pada Gambar 12. 50.0 50.0 35.7
40.0 30.0
31.4 30.0
27.1
10.0
tidak suka 25.7
8.6 7.1 2.9 0.0
4.3
8.6
5.7 1.4
2.9 1.4 1.4
B
netral agak suka 5.7
suka sangat suka
0.0
A
agak tidak suka
20.0
15.7 14.3
20.0
sangat tidak suka
C
Formula Gambar 12. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis terhadap atribut kenampakan ketiga formula (70 panelis)
26
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
Apabila dilihat dari profil kesukaan terhadap rasa diperoleh dari panelis 70 orang adalah sebanyak 54.3% untuk formula A, 32.8% untuk formula B, dan 41.4% untuk formula C (Gambar 12). Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan diperoleh bahwa panelis menilai formula A dan C tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap atribut kenampakan (Lampiran 5d). Namun, formula A memiliki nilai rata-rata kesukaan yang lebih tinggi dari kedua formula lainnya. Semakin tinggi skor kesukaan, maka semakin besar pula kesukaan panelis terhadap produk. Hasil dari pemetaan diperoleh bahwa panelis dari 70 orang menyatakan suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah adalah sebanyak 40 orang (57%). Namun, hasil penilaian panelis terhadap atribut kenampakan kurang dari 40 orang yang meberikan skor suka-sangat suka (67) sehingga dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dari profil panelis yang tergolong suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah (Gambar 13). 50.0 45.0 40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0
47.5
sangat tidak suka 32.5 27.5
25.0
10.0 7.5 2.5 0.0
A
7.5
17.5 12.5 7.5 0.0
B Formula
32.5 25.0 20.0
7.5 5.0 2.5 0.0
tidak suka agak tidak suka netral
10.0
agak suka suka sangat suka
C
Gambar 13. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempahrempah) terhadap atribut kenampakan ketiga formula (40 panelis) Berdasarkan Gambar 13, hasil dari jumlah panelis kategori suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah, diperoleh ternyata 55% yang memberikan skor suka sampai sangat suka terhadap atribut kenampakan untuk formula A, untuk formula B diperoleh hanya 35% dan formula C sebanyak 42.5%. Hal ini berarti panelis umum dan panelis kategori suka memilih formula A yang lebih disukai daripada formula B dan C untuk kenampakan minuman jahe merah instan. Namun, berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa tiap formula tidak berbeda nyata terhadap kenampakan minuman jahe merah instan.
(d) Atribut Keseluruhan (Overall) Menurut Shachman (2005), sensori keseluruhan tidak hanya dinilai dari satu indera saja. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa terdapat kurang dari 50% panelis yang memberikan skor kesukaan yang berkisar antara suka hingga sangat suka. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbedaan ketiga formula minuman jahe merah instan tidak berbeda nyata terhadap kesukaan panelis tehadap keseluruhan (overall) (Lampiran 5e). Apabila dilihat dari profil kesukaan terhadap keseluruhan diperoleh dari panelis 70 orang yang memberikan skor suka hingga sangat suka adalah sebanyak 37.2% untuk formula A, 37.2% untuk formula B, dan 27.1% untuk formula C. Distribusi frekuensi (%) dapat dilihat pada Gambar 14.
27
Frekuensi Rating Kesukaan(%)
40.0
35.7 34.3
35.0
sangat tidak suka
30.0
15.0
tidak suka
25.7 22.9
25.0 20.0
18.6 11.4
11.4 7.1
5.7 2.9 0.0
20.0
agak tidak suka netral
12.9 11.4
10.0 5.0
37.1
35.7
2.9
suka
2.9
1.4 0.0
0.0
sangat suka
0.0
A
agak suka
B Formula
C
Gambar14. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis terhadap atribut keseluruhan (overall) ketiga formula (70 panelis)
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
Hasil dari pemetaan diperoleh bahwa panelis dari 70 orang menyatakan suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah adalah sebanyak 40 orang (57%). Namun, hasil penilaian panelis terhadap atribut keseluruhan kurang dari 40 orang yang meberikan skor suka-sangat suka (6-7) sehingga dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dari tiap profil panelis yang tergolong suka terhadap minuman jahe merah instan (Gambar 15). 35.0 32.5 32.5
35.0
32.5
30.0 25.0
12.5
12.5
10.0
10.0 5.0
20.0 17.5
17.5
20.0 15.0
sangat tidak suka
25.0 22.5
5.0 2.5 0.0
B Formula
netral suka
0.0
sangat suka
0.0
A
agak tidak suka agak suka
5.0 5.0 0.00.0
12.5
tidak suka
C
Gambar 15. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempahrempah) terhadap atribut keseluruhan (overall) ketiga formula (40 panelis) Berdasarkan Gambar 15, hasil dari jumlah panelis kategori suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah yang memberikan skor suka hingga sangat suka terhadap atribut keseluruhan (overall) untuk minuman jahe merah instan, diperoleh ternyata hanya 37.5% untuk formula A, untuk formula B diperoleh 40%, dan untuk formula C mendapatkan 32.5%. Hal ini berarti panelis umum dan panelis kategori suka memilih formula B yang lebih disukai daripada formula A dan C untuk penilaian terhadap atribut keseluruhan (overall) minuman jahe merah instan. Namun, berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa tiap formula tidak berbeda nyata secara keseluruhan (overall).
4.2.5. Penentuan Formula Terbaik Berdasarkan uji organoleptik terhadap 3 formula A, B, C, diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata dalam hal rasa, aroma, dan keseluruhan (overall). Namun pada atribut kenampakan, didapatkan hasil yang berbeda nyata sehingga dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa sampel A dan C ternyata tidak berbeda nyata (terletak dalam satu subset). Oleh karena itu, formula
28
yang dipilih sebagai formula terbaik adalah formula C karena bahan yang digunakan untuk pembuatan formula C lebih ekonomis daripada formula A, karena rendemen yang dihasilkan tinggi. Selain itu, waktu rehidrasi formula C juga masih tergolong cepat dalam hal penyajiannya.
4.3. KARAKTERISTIK FISIKO KIMIA PRODUK Serbuk jahe merah instan dengan formula terpilih memiliki warna agak merah kekuningan dengan tingkat kecerahan sedang (nilai L, a, b dapat dilihat pada Tabel 8). Waktu rehidrasinya sekitar 27 detik. Bagian yang tidak larut air sebesar 1.04% disebabkan oleh adanya penambahan rempahrempah, seperti cabai jawa dan lada hitam yang sehingga menyebabkan masih terdapat sedikit bagian yang tidak larut di dalam minuman jahe merah instan. Data dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil karakteristik fisik produk minuman jahe merah instan Parameter Hasil Warna L = +50.74, a = +2.98, b = +14.24 Waktu rehidrasi (detik) 27 Bagian tidak larut air (%) 1.04 *Keterangan: L = lightness, +a = merah, +b = kuning Karakteristik kimia untuk produk minuman jahe merah instan yang diamati meliputi kandungan air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat (by difference). Hasil karakteristik dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil karakteristik kimia produk minuman jahe merah instan Per Sachet Per Sachet Per seduhan Per seduhan Kandungan (%) (20g) (%) (170g) Air 1.16% 0.232 g 88.37% 150.232 g Abu 1.17% 0.234 g 0.14% 0.234 g Lemak 0.08% 0.092 g 0.05% 0.092 g Protein 0.46% 0.016 g 0.01% 0.016 g Karbohidrat 97.13% 19.426 g 11.43% 19.426 g Parameter yang penting untuk diketahui pada bahan pangan salah satunya adalah kandungan air. Hal ini berkaitan terutama untuk menentukan presentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Pengetahuan akan kandungan air akan dapat membantu dalam penentuan kadar zat gizi lainnya dalam satuan persen berat kering. Kandungan air produk minuman jahe merah instan dengan formula yang terpilih diperoleh sebesar 1.17% (bb) atau 0.232 gram pada setiap takaran sajinya. Kandungan air minuman instan ini cukup rendah karena pada saat pembuatan minuman instan, dilakukan pemasakan sehingga air yang ada di dalam larutan akan menguap dan larutan akan membentuk kristal gula. Kandungan air tersebut masih memenuhi kandungan air maksimum dari SNI minuman instan (BSN 2004). Sedangkan setelah diseduh dengan menambahkan air sebanyak 150 ml, maka kandungan air akan meningkat menjadi 88.37%. Parameter kandungan kimia lain yang diuji adalah abu. Kandungan abu dapat menunjukkan kandungan mineral yang terdapat di dalam suatu produk pangan. Sekitar 96% bahan makanan terdiri dari senyawa organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral sebagai senyawa anorganik atau abu. Menurut Nielsen (2003), semakin besar kadar abu suatu bahan pangan, semakin besar pula kandungan mineral yang terkandung di dalam bahan pangan tersebut. Kandungan minuman jahe merah instan sebesar 1.17% (bb) atau 0.234 gram per takaran sajinya. Kandungan abu pada minuman jahe merah instan ini cukup tinggi karena memang bahan mentahnya yaitu jahe merah mengandung mineral yang cukup tinggi pula. Mineral utama yang dikandung oleh jahe merah segar adalah Kalium, Fosfat, dan Kalsium (Koswara 1995). Kandungan kimia selanjutnya yang dianalisis adalah lemak. Kandungan lemak pada minuman jahe merah instan adalah sebesar 0.08% (bb) atau 0.092 gram per takaran saji. Kemudian dilakukan pula uji terhadap kandungan protein. Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena disamping berfungsi sebagai sumber energi juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein biasanya juga mengandung fosfor, belerang, dan beberapa jenis protein mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno 1997). Hasil analisis proksimat produk minuman jahe
29
merah instan menunjukkan kadar protein sebesar 0.46% (%bb) atau 0.016 gram per takaran saji. Kadar lemak dan protein dari produk ini memang tergolong rendah karena bahan utamanya yaitu jahe bukan merupakan sumber lemak ataupun protein. Kadar lemak pada jahe segar hanya berkisar 1,0 gram dalam 100 gram jahe merah segar, sedangkan kadar protein hanya berkisar 1,5 gram dalam 100 gram jahe merah segar (Koswara 1995). Kandungan karbohidrat pada serbuk jahe merah adalah sebesar 97.13% (bb) atau 19.426 gram per takaran saji. Kandungan karbohidrat dalam produk ini sangat dominan karena pada proses pembuatan banyak ditambahkan gula sebagai bahan baku. Selain itu, jahe merah pun mengandung kandungan karbohidrat yang dominan. Sebanyak 100 gram jahe kering mengandung sekitar 70,8 gram karbohidrat (Koswara 1995). Secara umum minuman jahe merah instan memiliki berbagai komponen bioaktif dan minuman ini kaya akan kandungan karbohidratnya dengan adanya penambahan gula yang banyak didalamnya. Energi yang diperoleh cukup besar. Mengingat jumlah gula yang ditambahkan cukup banyak, maka karbohidrat utama di dalam minuman jahe merah instan adalah gula.
4.4. PEMBUATAN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Hasil dari tahapan formulasi minuman jahe merah instan hingga memperoleh formula terbaik dari berbagai uji, selanjutnya akan dibuat standard operating procedure (SOP). SOP adalah panduan langkah demi langkah yang harus dilakukan di berbagai tahapan produksi agar produksi berjalan dengan lancar. Pembuatan SOP ini bertujuan agar produksi berjalan dengan lancar dan produk yang dihasilkan sesuai dengan yang ditargetkan. Harapannya adalah setelah penerapan SOP ini, formula standar yang telah diperoleh dapat digunakan secara tetap dan konsisten. SOP produksi terdiri dari SOP pekerja, SOP penerimaan bahan baku, SOP ruang produksi, SOP ruang penyimpanan, SOP selama proses produksi, serta SOP penggunaan alat (Lampiran 2). SOP pekerja merupakan panduan yang mengatur segala hal yang berkaitan dengan apa saja yang harus dilakukan pekerja. Sebagai contoh, salah satu poin dari SOP pekerja adalah pekerja tidak diperbolehkan menggunakan perhiasan, jam tangan dan aksesoris lain selama produksi. SOP ini diberlakukan karena penggunaan aksesoris pada saat proses produksi dapat berpotensi untuk mengontaminasi bahan pangan yang sedang diolah. Selama ini di IRTP Gunung Leutik belum diterapkan SOP pekerja seperti ini dikarenakan pengetahuan yang masih terbatas. SOP selanjutnya adalah SOP penerimaan bahan baku. Peraturan ini diterapkan dengan tujuan bahan baku yang diterima berada dalam kondisi yang bagus dari masa penerimaan bahan baku, penyimpanan, hingga saat akan digunakan dalam proses produksi. Inti dari SOP ini adalah bahan baku yang diterima harus dalam kondisi yang baik, kemudian disimpan dengan benar dan apabila akan digunakan dalam produksi maka diberlakukan system FIFO (First In First Out) yang berarti bahan baku yang diterima lebih dulu akan digunakan lebih dulu dalam proses produksi agar kondisi bahan baku yang digunakan tetap bagus. SOP ruang produksi diterapkan menyangkut kebersihan dan sanitasi ruang produksi yang digunakan. Beberapa poin dari SOP ini adalah ruang produksi wajib dibersihkan sebelum dan setelah proses produksi, dan selama proses produksi pekerja harus menjaga kebersihan ruang produksi dengan membuang sampah dan kotoran pada trashbag yang telah disediakan. Penerapan SOP ruang produksi ini bertujuan untuk meminimalisir adanya kontaminasi dari ruang produksi yang kurang bersih. Oleh karena itu, penerapan SOP ini juga secara tidak langsung dapat menjaga mutu dari produk akhir yang dihasilkan. SOP selama proses produksi dibuat secara detail. Hal ini dikarenakan proses produksi merupakan hal yang paling vital yang akan menentukan mutu dan kualitas produk akhir. Pada SOP ini, pekerja diwajibkan untuk mencuci tangan di saat tertentu, memakai sarung tangan pada saat produksi, tidak diperbolehkan mengobrol, makan, serta minum maupun menggunakan alat komunikasi seperti Handphone, serta pekerja wajib mematuhi line/alur produksi yang telah ditentukan. Pada SOP ini disertakan pula alur produksi yang harus dipatuhi oleh pekerja (Lampiran 2). Pada alur produksi ini, dijelaskan secara jelas proses produksi yang harus dijalankan mulai dari pemilihan bahan baku hingga pengemasan dan pemasaran. Pada SOP ini juga dilengkapi beberapa keterangan tentang spesifikasi bahan baku yang diperbolehkan untuk diolah, formula standar yang harus digunakan, serta tahapan-tahapan rinci pengolahan seperti saat pembentukan kristal, pengecilan ukuran kristal, dan pengayakan. SOP selama produksi ini harus ditaati oleh pekerja agar produk minuman jahe merah instan yang dihasilkan dapat terjaga mutunya serta konsisten dari waktu ke waktu.
30
SOP terakhir yang diterapkan adalah SOP penggunaan alat. SOP ini menjelaskan bagaimana alat yang digunakan pada proses produksi harus dioperasikan dengan tepat dan dijaga kebersihannya. Penerapan SOP ini bertujuan untuk menjaga fasilitias produksi tetap terjaga kualitasnya sehingga alur produksi dapat berjalan dengan lancar.
4.5. SERTIFIKASI PRODUK MINUMAN JAHE MERAH INSTAN DALAM SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN Formula terbaik yang diajukan sebagai formula tetap yang digunakan di industri rumah tangga pangan Desa Benteng. Perbaikan pun telah banyak dilakukan, seperti perbaikan pengolahan (penggunaan timbangan digital agar memperoleh konsistensi dalam formula), label yang digunakan pun sudah sesuai dengan PP 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan, kemasan primernya dilakukan perubahan menggunakan alumunium foil agar tetap terlindungi dari terjadinya oksidasi dan secara tidak langsung dapat menjaga umur simpan dari minuman jahe merah instan. Pengajuan sertifikasi produk pangan industri rumah tangga (SPP-IRT) baru dibuka oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor pada bulan April 2012. Formulir yang yang harus diisi oleh penanggung jawab terdapat pada Lampiran 7. Menurut BPOM (2003), adapun syarat-syaratnya selain mengisi formulir tersebut, diantaranya fotokopi KTP, Surat Keterangan Domisili Usaha dari Desa/Kelurahan, contoh label produk, dan foto penanggung jawab yang akan mengikuti penyuluhan. Setelah dilakukan pengajuan akan dijadwalkan untuk penyuluhan. Pemohon (penanggung jawab IRTP) setelah menyerahkan permohonan SPP-IRT, maka diwajibkan mengikuti penyuluhan keamanan pangan. Penyuluhan berlangsung satu hari pada tanggal 9 Mei 2012 dari pukul 08.00-17.00 WIB di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Sebelum diberikan materi dari pihak Dinas Kesehatan Kab. Bogor, pemohon SPP-IRT mendapatkan pre-test terlebih dahulu, untuk mengetahui sejauh mana pemahaman penanggung jawab mengenai keamanan pangan dan pengolahan yang baik itu. Kemudian, diberikan materi selama sehari. Pemadatan dalam waktu sehari penyuluhan yang dilakukan tidak mengurangi kualitas materi yang disampaikan. Materi penyuluhan terbagi menjadi dua, yaitu materi utama dan materi pelengkap. Materi utama terdiri dari berbagai jenis bahaya (biologis, kimia, dan fisik), cara menghindari dan memusnahkannya, higiene dan sanitasi sarana IRT, cara produksi pangan yang baik industri rumah tangga (CPPB-IRT), dan peraturan perundang-undangan tentang keamanan pangan penggunaan BTP, label, dan iklan pangan. Sedangkan, materi pelengkapnya terdiri atas pengemasan dan penyimpanan produk pangan IRT serta pengembangan usaha P-IRT termasuk etika bisnis. Sebelum penyuluhan berlangsung dilakukan pretest terlebih dahulu untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan produsen terhadap keamanan pangan. Setelah itu, pemberian materi dari berbagai narasumber yang telah mendapat sertifikat penyuluh pangan dari BPOM. Materi pun disampaikan secara seksama dan diakhir sesi diberikan post-test untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman produsen terhadap materi-materi yang telah diberikan. Hasilnya yang akan menentukan langkah selanjutnya. Apabila nilai yang diperoleh kurang dari 60, maka tidak mendapatkan sertifikat penyuluhan dan berarti harus mengikuti lagi kegiatan penyuluhan keamanan pangan (PKP). Sertifikat PKP milik ibu Sekaryati penanggung jawab industri rumah tangga minuman jahe merah instan terdapat pada Lampiran 8. Pembagian jadwal untuk pemeriksaan sarana produksi diinformasikan kepada peserta untuk mempersiapkan dan menerapkan CPPB-IRT. Industri rumah tangga pangan (IRTP) minuman jahe merah instan (Konservasi TOGA) mendapat jadwal inspeksi pada tanggal 28 Mei 2012. Sebelum dilakukan pemeriksaan, peneliti melakukan pendampingan untuk menerapkan CPPB-IRT agar dapat menghasilkan pangan yang layak, bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Menurut BPOM (2003), cara produksi pangan yang baik adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar aman, bermutu, dan layak untuk dikonsumsi. Selama rentang waktu antara penyuluhan pangan hingga inspeksi sarana produksi dilakukan pendampingan secara intensif. Pendampingan ini dilakukan karena IRTP minuman jahe merah instan ini merupakan industri yang dinaungi oleh LPPM IPB dan SEAFAST Center. Pendampingan ini diperlukan mengingat masih terdapat beberapa aspek dalam IRTP yang harus dibenahi sebelum bisa mendapatkan sertifikat P-IRT. Kegiatan pendampingan yang dilaksanakan meliputi perbaikan dan pengadaan fasilitas produksi seperti timbangan digital, sarung tangan, masker, dan lain-lain. Selain itu, dilaksanakan pula pendampingan untuk menerapkan CPPB IRT yang telah didapat oleh pemilik IRTP pada saat penyuluhan. Salah satunya, dengan pembuatan desain tata letak dan alur produksi diperbaiki pula agar tidak terjadi kontaminasi silang selama produksi berlangsung pada IRTP tersebut (Gambar 16).
31
Keterangan: 1. Meja produksi 2. Etalase (penyimpanan produk jadi) 3. Kompor gas 4. Lemari es (penyimpanan bahan baku segar) 5. Washtafel 6. Toilet
4 1 2
3
5 6
Gambar 16. Denah ruang produksi minuman jahe merah instan Penerapan CPPB IRT ini diantaranya adalah pengendalian hama, penerapan sanitasi dan kebersihan saat produksi hingga perbaikan label produk minuman jahe merah instan. Pendampingan ini juga dilakukan pada saat pembuatan tempat produksi yang terpisah (Gambar 16) dan berbeda dari ruangan di dalam rumah dan adanya penggunaan standard operating procedure (SOP) dalam pembuatan minuman jahe merah instan. Setelah dilakukan pendampingan tersebut, IRTP ini diharapkan akan dapat menerapkan Cara Produksi Pangan yang Baik pada saat pemeriksaan maupun setelah pemeriksaan, sehingga IRTP ini telah siap menjadi industri yang layak untuk mendapatkan sertifikat P-IRT. Dengan pendampingan, proses penurunan sertifikat (SPP-IRT) berlangsung cepat hanya memerlukan waktu 2 minggu. Namun, IRT tanpa pendampingan masih terkendala dalam melakukan perbaikan yang disarankan oleh Dinas Kesehatan sehingga sertifikat PKP dan sertifikat produk pangannya terhambat. Prosesnya lama bisa mencapai lebih dari sebulan untuk sampai ke tangan penanggung jawab. Hal ini disebabkan kondisi secara keseluruhan IRTP kurang berantusias untuk segera melakukan perbaikan karena banyak pertimbangan, salah satunya biaya. Selain itu, pengetahuan akan keamanan pangan dan CPPB-IRT nya pun masih belum terlalu baik sehingga terhambat dalam melakukan perbaikan. Hal itu akan berdampak penting terhadap sertifikat yang akan diberikan oleh Dinas Kesehatan kepada pemilik IRTP. Hasil dari penyuluhan kurang banyak diterapkan sehingga proses perolehan sertifikatnya lama. Salah satu contohnya, untuk perbaikan label yang sering menjadi masalah di IRTP dengan keadaan yang belum sesuai dengan PP No.69 tahun 1999. IRTP tersebut merupakan salah satu IRTP binaan SEAFAST juga, namun tidak mendapatkan pendampingan yang lebih intensif agar lebih terarah dalam melakukan langkah-langkah perolehan sertifikat produk pangan dan usaha yang dijalankan pun tidak terhambat karena belum mendapatkan izin legal dari sertifikat tersebut. Dengan berbagai hambatan dari pihak penanggung jawab yang harus sehingga harus berulang kali melakukan perbaikan. Oleh karena itu, sertifikat yang diperoleh pun bisa mencapai 3 bulan setelah pemeriksaan sarana dan prasarana. Pada industri rumah tangga pangan yang lain yang tidak berada dibawah program LPPM IPB tentunya tidak mendapatkan pendampingan seperti IRTP minuman jahe merah instan. Pemilik IRTP harus memperbaiki sarana produksinya tanpa bantuan dari pihak lain. Kekurangan dari sistem ini tentunya perbaikan yang dilakukan tidak secara maksimal. Hal ini berarti, hanya bagian-bagian kecil saja yang dilakukan perbaikan. Untuk IRTP ini, memiliki kendala dalam ruang produksi yang masih bersatu dengan dapur kerumah tangga dan berdekatan dengan toilet sehingga masih memperoleh berita acaranya cukup. Namun, dari pihak Dinas Kesehatan sendiri memberi keringanan kepada pemilik IRTP, apabila masih ditemukan beberapa aspek yang bernilai kurang dari berita acara yang diperoleh hasilnya cukup pada saat pemeriksaan, maka pemilik IRTP dapat memperbaiki aspek tersebut hingga akhirnya mendapatkan sertifikat P-IRT. Inspeksi sarana produksi di IRT minuman jahe merah instan pada tanggal 28 Mei 2012 berlangsung selama 2 jam. Inspeksi ini bertujuan untuk melakukan peninjauan mengenai hasil dari penyuluhan yang sebelumnya telah dilakukan. Inspeksi dilakukan terhadap berbagai aspek sarana
32
produksi IRTP, beberapa diantaranya adalah lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, suplai air, fasilitias dan kegiatan higiene dan sanitasi, hingga pencatatan dan dokumentasi. Apabila hasil penilaian inspeksi minimal cukup akan memperoleh sertifikat produksi pangan IRT atau nomor P-IRT. Rata-rata nilai pemeriksaan sarana IRTP minuman jahe merah instan bernilai cukup. Dapat dilihat pada Tabel 10 untuk hasil inspeksi oleh Dinas Kesehatan Bogor. Tabel 10. Hasil penilaian pemeriksaan sarana produksi (inspeksi) dari Dinas Kesehatan Kab. Bogor Nilai Parameter pemeriksaan A. Lingkungan Produksi 1. Semak Cukup 2. Tempat sampah Cukup 3. Sampah Cukup 4. Selokan Cukup B. Bangunan dan Fasilitas B.1. Ruang produksi 1. Konstruksi lantai Cukup 2. Kebersihan lantai Cukup 3. Konstruksi dinding Cukup 4. Kebersihan dinding Cukup 5. Konstruksi langit-langit Cukup 6. Kebersihan langit-langit Cukup 7. Konstruksi pintu, jendela dan lubang angin Cukup 8. Kebersihan pintu, jendela dan lubang angin Cukup B.2. Kelengkapan ruang produksi 1. Penerangan Cukup 2. PPPK Cukup B.3. Tempat penyimpanan 1. Tempat penyimpanan bahan dan produk Cukup 2. Tempat peyimpanan bahan bukan pangan Cukup C. Peralatan Produksi 1. Konstruksi Cukup 2. Tata letak Cukup 3. Kebersihan Cukup D. Suplai Air 1. Sumber air Cukup 2. Penggunaan air Cukup 3. Air yang kontak langsung dengan pangan Cukup E. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi E.1. Alat cuci/pembersih 1. Kebersihan Alat Cukup E.2. Fasilitas hygiene karyawan 1. Tempat cuci tangan Cukup 2. Jamban/toilet Cukup E.3. Kegiatan higiene dan sanitasi 1. Penanggung jawab Cukup 2. Penggunaan detergen dan desinfektan Cukup F. Pengendalian Hama 1. Hewan piaraan Cukup 2. Pencegahan masuknya hama Cukup 3. Pemberantasan hama Cukup G. Kesehatan dan Higiene Karyawan G.1. Kesehatan karyawan 1. Pemeriksaan kesehatan Cukup 2. Kesehatan karyawan Cukup
33
Tabel 10. Hasil penilaian pemeriksaan sarana produksi (inspeksi) dari Dinas Kesehatan (lanjutan) Nilai Parameter pemeriksaan G.2. Kebersihan karyawan 1. Kebersihan badan Cukup 2. Kebersihan pakaian Cukup 3. Kebersihan tangan Cukup 4. Kebersihan luka Cukup G.3. Kebiasaan karyawan 1. Perilaku karyawan Cukup 2. Perhiasan dan aksesoris lainnya Cukup H. Pengendalian Proses 1. Penetapan spesifikasi bahan baku Cukup 2. Penetapan komposisi dan formulasi bahan Cukup 3. Penetapan cara produksi yang baku Cukup 4. Penetapan spesifikasi kemasan Cukup 5. Penetapan tanggal kadaluarsa dan kode produksi Cukup I. Label Pangan 1. Persyaratan label Cukup J. Penyimpanan 1. Penyimpanan bahan dan produk Cukup 2. Tata cara penyimpanan Cukup 3. Penyimpanan bahan berbahaya Cukup 4. Penyimpanan label dan kemasan Cukup 5. Penyimpanan peralatan Cukup K. Manajemen Pengawasan 1. Penanggung jawab Cukup 2. Pengawasan Cukup L. Pencatatan dan Dokumentasi 1. Pencatatan dan dokumentasi Cukup 2. Penyimpanan catatan dan dokumentasi Cukup M. Pelatihan Karyawan 1. Pengetahuan karyawan Cukup HASIL KESELURUHAN CUKUP Sebagai contohnya, pada lingkungan produksi, semak bernilai cukup karena di sekitar tempat produksi tidak terdapat semak yang berpotensi sebagai pencemar dalam proses produksi. Pada kolom penyimpanan bahan dan produk juga bernilai cukup karena bahan dan produk jadi sudah ditempatkan secara terpisah sesuai dengan pedoman dalam CPPB IRT. Namun tidak dipungkiri, masih banyak kendala mengenai lahan produksi, karena masih bersatu dengan dapur rumah tangga sehingga beberapa aspek harus ditingkatkan kembali, walaupun masih memenuhi syarat untuk memperoleh SPP-IRT. Adapun yang perlu diperbaiki oleh penanggung jawab ke pihak Dinas Kesehatan adalah penyerahan diagram alir beserta formula detailnya untuk IRTP ibu Sekaryati. Tahapan inspeksi sendiri masih banyak kekurangannya, karena pihak Dinas Kesehatan tidak terlalu memeriksa detail dan memberikan nilainya pun tidak objektif. Tahapan perbaikan hanya dalam bentuk dokumentasi yang harus dilaporkan ke Dinas Kesehatan. Masih banyak kasus untuk sertifikasi ini yang IRTP-nya mendapatkan nilai pemeriksaan kategori cukup ataupun kurang yang tetap mendapatkan sertifikat produk pangan. Hal ini dikarenakan hanya dilakukan perbaikan secara dokumentasi saja dan tidak ada tindak lanjut secara langsung dari Dinas Kesehatan untuk melakukan peninjauan ke lokasi IRTP tersebut. Banyak kemungkinan yang muncul dari hasil dokumentasi perbaikan yang diberikan bukan hasil yang sebenarnya dan tidak dapat menggambarkan keadaan yang sesungguhnya pada IRTP tersebut sehingga masih banyak yang harus diperbaiki dalam hal inspeksi ke lapangan. Seharusnya IRTP yang memperoleh nilai cukup ataupun kurang mendapatkan peninjauan kembali tidak dalam bentuk dokumentasi saja yang harus diserahkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor sehingga pemantauan keamanan pangan tetap terjaga dan konsumen pun tetap terlindungi dari berbagai bahaya pangan yang mungkin muncul. Berbagai kasus keracunan pangan pun yang sering
34
muncul akibat pengolahan yang kurang baik di kalangan industri menengah ke bawah dapat diminimalisir dengan adanya perbaikan sistem inspeksi atau pemeriksaan sarana prasarana dari IRTP. Sertifikat menunjukkan bahwa produk minuman jahe merah instan milik Bu Sekaryati (penanggung jawab) memiliki P-IRT No. 6123201011009 (Lampiran 9). Adapun pengertian kode penomoran tersebut terdapat pada Tabel 10. Jenis pangan produk IRT diberi kode sesuai Lampiran 10a dan kemasan diberi kode sesuai Lampiran 10b. Tabel 11. Makna penomoran pada sertifikat produksi industri rumah tangga Digit Kode PIRT Keterangan 1 6 Jenis kemasan yang digunakan yaitu alumunium foil 2-3 12 Kelompok jenis pangan produksi yaitu rempah-rempah 4-5 32 Kode Provinsi untuk Provinsi Jawa Barat 6-7 01 Kode Kabupaten/Kota untuk Kabupaten Bogor Nomor urut jenis pangan produk IRT yang ke-1 yang 8-9 01 memperoleh nomor sertifikat produksi pangan IRT (SPPIRT) yang bersangkutan (Konservasi TOGA) 10-13 1009 Nomor urut PP-IRT di Kabupaten Bogor SPP-IRT yang telah diberikan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dapat dicabut atau dibatalkan apabila pemilik dan/atau penanggung jawab perusahaan melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku di bidang pangan, pemilik perusahaan tidak sesuai dengan nama dan alamat yang tertera pada SPP-IRT, dan produk pangan terbukti merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa. Menurut BPOM (2003), perubahan pemilik PP-IRT dan penanggung jawab perusahaan dapat dilakukan dengan melaporkan terlebih dahulu ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Penambahan jenis pangan produk IRT yang dihasilkan oleh PP-IRT yang telah mengikuti penyuluhan dan hasil pemeriksaan (inspeksi) sarana produksi minimal cukup. Sertifikasi produk pangan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan, menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen serta karyawan tentang pentingnya pengolahan pangan yang higiene dan tanggung jawab terhadap keselamatan kerja, serta dapat meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan oleh IRT.
4.6. ANALISIS KELAYAKAN USAHA Usaha yang dijalankan merupakan usaha dengan skala industri rumah tangga sehingga tidak ada biaya investasi yang dikeluarkan untuk menyewa tempat usaha, karena masih berdomisili usaha ditempat yang sama dengan rumah penanggung jawab/pemilik dari usaha minuman jahe merah instan. Total produksi/minggu (kg bahan) Total produksi/minggu (kg produk) Berat produk/pcs (gram) Total produksi/minggu (pcs) Operational usaha/bulan (hari) Total produksi/bulan (pcs) Discount rate (%) Pajak penghasilan (%)
= 8.524 = 69.33% x 8.524 = 5.9097 = 20 = 300 =8 = 300 x 8 =2400 = 14 % =5
Perhitungan harga pokok produksi yang dijadikan asumsi, diantaranya NPV, Gross B/C, Net B/C, dan IRR. Hasil kelayakan usaha minuman jahe merah instan diperoleh nilai NPV= Rp 917,725.03, gross B/C= 1.8244, net B/C= 3.8910, dan IRR= 53%. Perhitungan kriteria kelayakan usaha disajikan melalui arus kas (cash flow) pada Lampiran 12. Nilai-nilai tersebut menyatakan bahwa usaha minuman jahe merah instan layak untuk dilakukan, Selain itu, terdapat juga nilai Pay back Period (PBP) untuk usaha tersebut selama 3.1711 bulan. Pay back period (PBP) adalah teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. Perhitungan dapat dinilai dari perhitungan kas bersih yang diperoleh setiap tahun (Kusnandar et al. 2011). Menurut Nurmalina et al. (2009), bisnis yang payback period-nya cepat atau singkat, pengembaliannya kemungkinan besar akan dipilih. Namun, secara normatif tidak ada pedoman yang biasa dipakai untuk menentukan payback maksimum.
35
Penentuan layak tidaknya suatu investasi ditinjau dari aspek keuangan, maka dapat digunakan beberapa kriteria. Setiap penilaian layak perlu diberikan nilai yang standar untuk usaha yang sejenis dengan cara membandingkan dengan rata-rata industri atau target yang telah ditentukan (Kusnandar et al. 2011). Harga pokok untuk tiap formula adalah Rp 6,190.74 (Formula A), Rp 9,752.94 (Formula B), dan Rp 5,837.5 (Formula C) terdapat pada Lampiran 11. Berdasarkan hasil perhitungan harga pokok produksi diperoleh yang paling ekonomis adalah Formula C dengan perbandingan gula pasir dan jahe merah 3:1. Hal ini berhubungan lurus dengan rendemen yang dihasilkan. Semakin tinggi rendemen, maka kemasan yang dihasilkan pun akan semakin banyak dan HPP-nya akan semakin rendah. Suatu bisnis dinyatakan layak apabila jumlah seluruh manfaat yang diterima lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Selisih antara manfaat dan biaya adalah manfaat bersih atau arus kas bersih. Suatu bisnis dikategorikan atau dinyatakan layak apabila nilai NPV lebih besar dari 0 (NPV > 0) yang artinya bisnis tersebut menguntungkan atau dapat memberikan manfaat, begitu pula sebaliknya apabila nilai NPV lebih kecil dari 0 (NPV < 0) maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan (Nurmalina et al. 2009). Gross B/C merupakan kriteria kelayakan usaha lainnya yang biasa digunakan dalam analisis bisnis. Manfaat ataupun biaya merupakan nilai kotor (gross) sehingga kriteria gross B/C dapat lebih menggambarkan bahwa adanya pengaruh tambahan biaya terhadap tambahan manfaat yang diterima oleh produsen. Apabila gross B/C >1, maka bisnis yang dijalani dinyatakan layak untuk dijalani (Nurmalina et al. 2009). Usaha minuman jahe merah instan pun memiliki nilai gross B/C lebih besar dari 1 yang dinyatakan bahwa usah tersebut layak dijalankan. Net B/C Ratio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Hal ini berarti bahwa manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Menurut Nurmalina et al. (2009), suatu bisnis dinyatakan layak apabila nilai net B/C lebih besar dari 1 dan dikatakan tidak layak apabila nilai net B/C lebih kecil dari 1. Usaha minuman jahe merah instan memiliki nilai net B/C lebih besar dari 1 dan dinyatakan layak untuk dijalankan. Kelayakan bisnis pun dapat dinilai dari seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Hal ini dapat ditunjukan dari nilai Internal Rate of Return (IRR). IRR merupakan tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Sebuah bisnis dinyatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari opportunity of cost (OC) (Nurmalina et al. 2009). Usaha pembuatan minuman jahe merah instan dinyatakan layak karena nilai IRR (53%) lebih besar dibandingkan dengan nilai DR 14% yang berarti usaha tersebut layak untuk dijalankan.
36
5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. SIMPULAN Pada awalnya, industri rumah tangga minuman jahe merah yang dimiliki ibu Sekaryati belum memiliki formula yang standar dan belum tersedia fasilitas yang memadai. Namun setelah pendampingan, akhirnya didapatkan formula standar untuk produk minuman jahe merah instan, perbaikan fasilitas, dan perbaikan kemasan dan label sesuai dengan PP No. 69 tahun 1999. Hasil analisis penentuan formula terbaik menunjukkan formula C dengan perbandingan gula dan jahe merah sebesar 3:1 merupakan formula yang terbaik. Ini dapat dilihat dari uji organoleptik yang dilanjutkan dengan uji Duncan yang menunjukkan formula A (2:1) dan formula C (3:1) terdapat dalam satu subset. Dikarenakan formula C memiliki waktu rehidrasi yang lebih cepat dan bahan baku yang digunakan lebih ekonomis, maka dipilih formula C sebagai formula terbaik. Karakteristik kimia menunjukkan bahwa formula C memiliki kandungan air sebesar 1.16% dimana masih memenuhi persyaratan dalam SNI. Kemudian, kandungan abu 1.17%, protein 0.08%, lemak 0.46%, dan karbohidrat 97.13%. Selain itu kadar abu, lemak, protein, dan karbohidrat juga dianalisis. Sedangkan pada uji fisiknya menunjukkan 1.04% bagian tidak larut karena adanya penambahan rempah-rempah. Dibuat pula Standard Operating Procedure (SOP) yang mengatur berbagai aspek IRTP mulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi, hingga penyimpanan produk. SOP diterapkan agar minuman jahe merah instan yang dihasilkan dari setiap proses produksi dapat konsisten dan terjaga mutu serta karakteristiknya. Setelah didapat formula terbaik dan dilakukan perbaikan, maka produk didaftarkan untuk mendapatkan sertifikat P-IRT. Rangkaian prosedur telah dilaksanakan secara bertahap dan nomor PIRT yang diperoleh adalah 6123201011009. Berdasarkan analisis kelayakan usaha yang dilakukan, usaha pembuatan minuman jahe merah instan dinyatakan layak karena nilai IRR (53%) lebih besar dibandingkan nilai DR 14%.
5.2. SARAN Dalam pengembangan minuman jahe merah instan masih banyak hal yang bisa dieksplorasi. Penelitian ini masih tahap awal dalam rangka pengembangan minuman jahe merah instan. Banyak hal yang harus diperbaiki dan ditingkatkan sehingga dapat menghasilkan produk yang bercita rasa tinggi dan dapat diterima baik oleh konsumen. Selain memiliki rasa yang diterima dengan baik, tetapi juga minuman ini memiliki efek kesehatan yang cukup baik pula. Penelitian yang baru dijalankan hanya tahapan optimasi formula dalam pembuatan minuman jahe merah instan. Oleh karena itu, peneliti menyarankan perlu dilakukan optimasi lain dengan menambahkan ingredient lain, seperti susu, santan atau bahkan mengkombinasikan berbagai rempah-rempah lain.
37
DAFTAR PUSTAKA Ali BH, Blunden G, Tanira MO, dan Nemmar A. 2008. Some phytochemical, pharmacological dan toxicological properties of ginger (Zingiber officinale Roscoe): A review of recent research. Food and Chemical Toxicology, 46, 409-420. Antara NT. 1997. Aplikasi teknik kokristalisasi dalam pengembangan produk minuman sehat. Prosiding Seminar Teknologi Pangan: 323-333. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of The Official Analytical Chemist. Wasfington D. C., USA. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Budijanto S. 1988. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: IPB Press. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2003. Pedoman Sertifikasi Produk Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta: BPOM RI. BPS. 2005. Statistika Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik. Badan Standar Nasional (BSN). 2004. SNI 01-4320-2004. Minuman Serbuk Tradisional. Jakarta: Badan Standar Nasional Indonesia. Badan Standar Nasional (BSN). 1995. SNI 01-3743-1995. Gula palma. Jakarta: Badan Standar Nasional Indonesia. Badan Standar Nasional (BSN). 1992. SNI 01-3140-1992. Gula pasir. Jakarta: Badan Standar Nasional Indonesia. Bakan JA. “Microencapsulation” in Encyclopedia of Food Science. ed. by MS. Peterson and AH. Johnson. Westport. AVI. 1978: 499-507. Baker R. 1986. Control Release of Biologically Active Agents. New York: Wiley. Bennion M dan Scheule B. 2004. Introductory Foods. Prentice Hall. Buckle H, Health MBE, and South K. 1985. Flavour Technology. Connecticut: The AVI Publ. Co.,Inc. Westport. Chen JCP dan Chou Chung-Chi. 1993. Cane Sugar Handbook : A Manual for CaNE Sugar Manufacturers and Their Chemistry. Canada: John Willey & Sons Inc. Dalimarta S. 2000. Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 1. Jakarta: Majala Tribus Agriwidya. Dewayanti E. 1997. Pembuatan Cookies dari Campuran Tepung Terigu dan Meizena yang Disuplementasi dengan Tepung Kedelai. Skipsi. Bogor: Teknonogi Pangan, Fateta-IPB. Earle RL. 1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan (Terjemahan Nasution MZ). Jakarta: Sastra Hudaya Emmyzar. 1992. Pemanfaatan komoditas cabe jawa dalam usaha meningkatkan pendayagunaan TOBGA. Warta Tumbuhan Obat Indonesia Vol 1 No. 3 : 23-25. Farrel KT. 1990. Spices, condiment, and Seasoning. Connecticut: The AVI Publ. Co.,Inc. Westport.
38
Goutara dan Wijandi S. 1985. Dasar Pengolahan Gula I. Bogor: Teknologi Industri Pertanian-FatetaIPB. Goutara dan Wijandi S. 1975. Dasar Pengolahan gula. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hartomo AJ dan Widiatmoko MC. 1992. Emulsi dan Pangan Ber-Lesitin. Yogyakarta: Offset. Haryadi P. 2005. Mencermati Label dan Iklan Pangan. Harian Kompas. Herlina R, Murhananto, Endah J, Listyarini T, dan Pribadi ST. 2002. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah: Si Rimpang Ajaib. Jakarta: Media Pustaka. Hesrchdoefer SM. 1984. Quality Control of Food Industry. Second ed. London: Academic Press. Ibrahim H, Awang K, Ali NAM, Malek SNA, Jantan, and Syamsir DR. 2008. Selected Malaysian aromatic plants and their essential oil components. University of Malaya. Kiswanto Y. 2003. Pengembangan Produk Minuman Instan dari Temulawak dengan Teknik Kokristalisasi. Prosiding penelitian: 1-8. Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertanian INTAN. Kondo A. 1989. Microencapsule Processing and Technology. New York: Marcel Dekker. Koswara S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Larsen K, Ibrahim H, Khaw SH, Saw LG. Ginger of Peninsular Malaysia and Singapore. Kota Kinabalu: Natural History publications (Borneo); 1999, 135pp. Lukman DW. 2001. Good Manufacturing Practices. Makalah Training Penerapan HACCP. Ditjen Bina Produksi Peternakan-Deptan Kerjasama dengan FKH_IPB. 27-31 Agustus, Bogor. Kusnandar F, Wulandari N, Suyatma NE, Suliantari. 2009. Penuntun Praktikum Terpadu Pengolahan Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Meilgaard M, Civille GV, dan Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd Edition. CRC Press. Boca Raton. Meilutyte S. 2010. Instant powder. http://www.fao.org/?query=Instant+powder&qlang=EN. [31 Juli 2012]. Nielsen SS. 2003. Food Analysis. New York: Kluwer Academic/Plenum Publisher. Nurliana, Dewi, Bambang Cahyono, dan Rini Budi Hastuti. 2009. Analisis Kuantitatif dan Kualitatif Minyak Atsiri dari Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) dengan Variasi Waktu Panen yang Berbeda. Nurmalita N, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Departemen Agribisnis. Roland Boese, Michael T. Kirchner, Ed W. Billups, Lewis R.Norman. Angew. Chem. Int. Ed. 2003, 42, 1961-1963. Sabulal B, Dan M, John AJ, Kurup R, Pradeep NS, and Valsamma K. 2006. Caryophyllene-rich rhizome of Zingiber nimmoni from South India: Chemical characterization and antimicrobial activity. Phytochemistry, 67 (22), 2469-2473. Saloko S. 2003. Pembuatan Bubuk Srikaya Instan: Pengaruhnya Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Dan Sensoris. Agritech Vol 24: 23-28.
39
Sudiatso S. 1982. Bertanam Tebu. Bogor: Dept. Agronomi-Faperta-IPB. Sutardjo RME. 2002. Budidaya Tanaman Tebu. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Suwaryono O. 1987. Pengaruh fermentasi terhadap citarasa pandan wangi. Tesis program pasca Sarjana-IPB Syamsir E, Taqi FM, Kusnandar F, Adawiyah DR, Suyatma NE, Herawati D, Hunaefi D, Setia Budi F, Muhandri T. 2011. Penuntun Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta-IPB. Syukur C dan Hernani. 2002. Budi Daya Tanaman Obat Komersial. Jakarta: Penebar Swadaya. Tandaj Smolka, Reiner Sustmann, Roland Boese, J. Prakt Chem. 1999, 341, 378-383. Todd RD. Health effects of oligosacharises. Food Technol. 40. 1970: 61-65. UNIDO dan FAO. 2005. Herbs, spices, and essential oils post-harvest operations in developing countries. http://capacity4dev.ec.europa.eu/sites/default/files/document/2010-0521?Herbs_spices_and_essential_oils.pdf. [1 Juli 2012] Verral RP. 1984. Powered Soft Drink Mixes. Dalam: Houngton HW (editor). Developments in Soft Drink Technology-3. London and New York: Elseiver Applied Science Publisher. Widowati S. 2004. Potensi dan status minuman tradisional sebagai pangan fungsional. [makalah]. Bogor : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia. Yustina SS. 1995. KAjian Pembuatan Bubuk Buah Asam (Tamarindus indica) Pengaruh Penambahan Gula pasir dan Zat Anti Kempal Silikon Dioksida (SiO2). Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertanian-UGM.
40
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rendemen minuman jahe merah instan Formula A (1:2) B (1:1) C (1:3)
Ulangan 1 2 1 2 1 2
*Berat awal (gr)
Rata-rata (%) 66.33
750
42.67 69.33
*) Berat awal = proporsi jahe merah dan gula pasir
42
Lampiran 2. Standard Operating Procedure (SOP) Produksi Minuman Jahe Merah Instan SOP Pekerja 1. Pekerja diwajibkan mengenakan atribut yang telah ditentukan (pakaian produksi dan penutup kepala) 2. Pekerja tidak diperbolehkan menggunakan perhiasan, jam tangan dan aksesoris lain selama proses produksi 3. Pekerja memasuki ruang produksi dalam keadaan bersih dan rapi 4. Pekerja diwajibkan menjaga kebersihan badannya dengan mandi dan keramas sebelum memasuki ruang produksi melakukan proses produksi 5. Pekerja diwajibkan menjaga kebersihan kuku (kuku pendek)
SOP Penerimaan Bahan Baku 1. Jahe merah yang dibeli harus dalam keadaan segar, tidak busuk, berwarna merah diluar, dan kuning di dalam 2. Jahe merah yang telah diterima kemudian disimpan dalam ruang penyimpanan dan digunakan tidak lebih dari 3 hari 3. Bahan lain seperti gula, cabai jawa dan bahan baku lainnya juga disimpan dalam ruang penyimpanan dengan wadah yang berbeda 4. Pengambilan bahan baku mengikuti proses FIFO (First In First Out) Bahan yang pertama masuk harus pertama keluar FIFO
SOP Ruang Produksi 1. 2. 3. 4. 5.
Ruang produksi wajib dibersihkan sebelum proses produksi (dsapu, dipel) Pekerja wajib melakukan proses produksi pada tempat yang telah ditentukan Sampah dan kotoran harus dibuang di trashbag yang telah disediakan Pekerja yang bertugas diwajibkan untuk menjaga kebersihan selama proses produksi Ruang produksi wajib dibersihkan setelah selesai proses produksi
SOP Ruang Penyimpanan 1. Bahan baku (jahe merah) di simpan pada tempat yang telah disediakan 2. Ingridient lain disimpan terpisah dari bahan baku di ruang penyimpanan 3. Pemastian bahan dan produk yang disimpan terhindar dari serangan semut atau serangga lainnya 4. Pengambilan bahan baku mengikuti proses FIFO (First In First Out) Bahan yang pertama masuk harus pertama keluar FIFO
SOP Selama Proses Produksi 1. Pekerja diwajibkan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum melakukan proses produksi dan setelah keluar dari kamar mandi/toilet 2. Pakai sarung tangan yang telah tersedia 3. Selama proses produksi, pekerja hanya diperbolehkan berbicara seperlunya 4. Pekerja tidak boleh makan dan minum dalam ruang produksi 5. Pekerja tidak diperbolehkan menggunakan ataupun membawa Handphone 6. Line produksi/ alur produksi wajib dipatuhi dan ditaati (Gambar 11)
43
Lampiran 2. Standard Operating Procedure (SOP) Produksi Minuman Jahe Merah Instan (lanjutan) Jahe Merah**)
Sortasi Pencucian Penimbangan (500 gram)* Cabe jawa dan lada hitam kering**)
Blender
Bubuk cabe jawa (3 g) *) dan lada hitam(1 g) *)
Pengirisan
Penghancuran (blender), 15 menit
Air hangat (500550 mL) *)
Pengendapan selama min. 10 menit Pemanasan disertai pengadukan ***)
Bahan tambahan lain *) **)
Pendinginan disertai pengadukan ***)
Pembentukan Kristal ***) Pengecilan ukuran Kristal ***) Pengayakan ***) Pengemasan alumunium foil (@ 20 gram) dan kemasan karton ( @ 5 alufo)
Minuman Jahe Merah Instan
Pemasaran Gambar 17. Diagram alir pembuatan minuman jahe merah instan sebagai SOP pengolahan
44
Lampiran 2. Standard Operating Procedure (SOP) Produksi Minuman Jahe Merah Instan (lanjutan) Keterangan : *) Formula 3 yang terpiliih dengan perbandingan jahe merah : gula pasir = 1 : 3 Tabel 12. Formula standar pengolahan minuman jahe merah instan Bahan Jumlah Jahe Merrah 500 gram Gula Pasir 1500 gram Gula Merah (Gula Aren) 125 gram Cabe Jawa 3 gram Lada Hitam 1 gram Garam 2 gram Air hangat 500-550 mL NOTE: Jumlah minimal 1 batch disesuaikan dengan penggunaan alat (blender) **) Spesifikasi bahan 1. JAHE MERAH Umur rimpang min. 7 bulan Jahe merah yang dibeli harus dalam keadaan segar, tidak busuk, berwarna merah diluar, dan kuning di dalam Jahe merah yang telah diterima kemudian disimpan dalam ruang penyimpanan dan digunakan tidak lebih dari 3hari Memiliki supplier tetap dan/atau mengambil dari kebun TOGA 2. CABAI JAWA Warnanya merah kecoklat-coklatan hingga coklat Aroma pedas yang menyengat Panjangnya min. 4 cm Dalam keadaan kering, apabila masih basah, maka dijemur terlebih dahulu Memiliki supplier tetap dan/atau mengambil dari kebun TOGA 3. LADA HITAM Seperti mereca, tetapi berkulit hitam Aroma pedas yang menyengat Dalam keadaan kering, apabila masih basah, maka dijemur terlebih dahulu Memiliki supplier tetap dan/atau mengambil dari kebun TOGA 4. BAHAN TAMBAHAN LAIN GULA PASIR Berwarna putih Berbentuk butiran Kristal Memiliki supplier tetap Kondisi kering Tidak ada butiran lain atau cemaran fisik lainnya GARAM Warna putih Halus Kondisi kering, Tidak ada butiran lain atau cemaran fisik lainnya
GULA AREN Berwarna coklat Memiliki supplier tetap Kondisi kering Bebas dari cemaran fisik
AIR Dimasak terlebih dahulu hingga mendidih (100°C) Digunakan hangat kuku (50-60°C) Tidak berbau, tidak berwarna Bebas dari cemaran fisik
45
Lampiran 2. Standard Operating Procedure (SOP) Produksi Minuman Jahe Merah Instan (lanjutan) ***) Proses Pengolahan PEMANASAN DISERTAI PENGADUKAN Pemanasan awal gula merah, garam, bubuk cabe jawa, dan lada hitam dimasukkan dan diaduk hingga larut. Setelah volume larutan mencapai ¼ bagian dri awal, gula pasir baru dimasukkan. Suhu nya berkisaran 80-100°C . Hindari bau gosong, dengan mengatur api kompor. PENDINGINAN DISERTAI PENGADUKAN Hingga timbul buih-buih dan sudah tidak ada larutannya, kemudian api dikecilkan perlahan tanpa henti diaduk PEMBENTUKAN KRISTAL Selama proses pendinginan, tak lama kemudian terbentuk kristal-kristal dan tetap diaduk PENGECILAN UKURAN KRISTAL Dilakukan dengan pengadukan secara kontinu , api kompor dipadamkan, PENGAYAKAN Pengayakan dilakukan pada kristal (bubuk jahe merah instan) yang terdapat pada wajan Bagian yang lolos saringan akan langsung dikemas dan yang tidak lolos dikecilkan dengan blender. Kemudian, disaring kembali
SOP Penggunaan Alat 1. Alat yang digunakan sebelumnya harus dalam keadaan bersih. 2. Blender yang digunakan hanya berkapasitas 500 gram untuk menggiling, atur kecepatan dari terendah kemudian tertinggi dan terndah lagi dan akhirnya dimatikan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerusakan alat. 3. Wajan yang digunakan min. kapasitas 1 kg yang harus digunakan. 4. Sesudahnya digunakan dicuci kembali dan simpan pada rak khusus alat dalam keadaan terbalik.
46
Lampiran 3a. Waktu rehidrasi minuman jahe merah instan Ulangan 1 2 Rata-rata
Formula A 34 32 33
Waktu Rehidrasi (detik) Formula B Formula C 43 28 43 26 43 27
Lampiran 3b. Hasil analisis warna skala CIELAB dengan chromameter
47
Lampiran 4. Skorsheet uji rating hedonik minuman jahe merah instan Uji Rating Hedonik Produk : Minuman Jahe Merah Nama :
Tanggal Uji:
Petunjuk : Dihadapan anda terdapat 3 contoh minuman. Nilailah tingkat kesukaan anda untuk tiap contoh dengan memberikan skor kesukaan anda pada kolom yang tersedia sesuai dengan criteria yang dinilai, yaitu rasa, aroma, kenampakan, dan keseluruhan. Penilaian dilakukan terhadap tiap contoh dengan urutan dari kiri ke kanan. Anda tidak diperkenankan untuk membandingkan sampel satu sama lain. Ciciplah dengan sendok pencicip yang disediakan. Netralkan indera anda setiap kali akan menilai contoh yang lain. Skor : 1 : sangat tidak suka 3 : agak tidak suka 5 : agak suka 7 : sangat suka 2 : tidak suka 4 : netral 6 : suka Kode Sampel
Rasa
Aroma
Kenampakan
Keseluruhan
Komentar : ………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………
1. Pernahkah Anda meminum minuman dari rempah-rempah atau jahe? Jawab : …………………………………………………………………………………….. 2. Setelah melewati uji rating hedonik ini, bagaimana tanggapan Anda tentang kesukaan terhadap produk ini, apakah suka, agak suka, atau tidak suka? Jawab : ……………………………………………………………………………………..
48
Lampiran 5a. Hasil uji rating hedonik No.
Nama panelis
Rasa A
1
Hilda
2
B 2
2
C 5
Aroma A B C
Kenampakan A B C
Keseluruhan A B C
6
5
4
4
4
4
2
3
5
Taufiq
6
4
6
4
4
5
6
6
6
5
5
6
3
Ardy
3
2
4
5
6
6
5
4
5
4
4
5
4
Adi
4
5
5
4
5
2
4
4
4
4
5
3
5
Dini
7
3
3
7
6
6
6
6
6
6
3
3
6
Dimas
5
3
6
4
5
5
5
5
5
5
4
5
7
Wulan
5
7
6
5
6
6
5
6
6
5
6
6
8
Iin
4
5
6
4
6
6
4
5
3
4
5
5
9
Anggita
6
3
6
6
2
6
5
5
6
6
3
7
10
Euis
7
3
3
5
2
5
6
4
6
6
3
5
11
Yunita
6
6
7
5
5
5
5
3
4
5
6
6
12
Tika
6
4
3
6
7
4
5
4
3
6
6
3
13
Karina
2
5
7
6
4
6
3
5
7
3
5
7
14
Umi
3
7
2
6
7
4
6
4
5
3
6
2
15
Cicely
5
4
6
6
4
6
6
5
5
5
5
6
16
Jenny
1
6
6
6
2
1
7
1
1
2
6
5
17
Irfan
4
5
7
7
6
4
6
4
4
5
7
5
18
Nurul
7
6
7
7
4
6
2
6
7
7
6
6
19
Ratna
6
5
5
5
4
4
5
5
5
5
4
5
20
Ani Yati
5
5
6
5
5
6
6
5
5
5
5
6
21
Alviane
5
6
5
6
6
6
5
5
5
5
6
5
22
Yora
6
5
3
7
5
6
6
3
7
6
4
5
23
Novandra
2
6
5
4
4
5
5
3
5
3
5
5
24
Retno
4
5
3
3
4
4
3
3
4
5
6
4
25
Nissa
6
7
7
6
6
7
6
6
6
6
6
7
26
Hana
6
6
3
6
6
6
6
6
6
6
6
4
27
Andhi F.
1
2
1
3
3
2
4
3
6
3
4
4
28
Mutiara
6
5
5
4
4
5
6
5
4
6
5
5
29
Devi
5
6
5
4
5
6
6
6
6
5
6
6
30
Elva
7
6
2
2
5
5
6
2
6
6
6
5
31
Fega
5
6
6
4
7
6
6
6
4
5
7
5
32
Niche
6
7
7
6
6
7
5
6
7
6
6
7
33
Henni
2
2
1
6
2
6
6
2
6
3
2
7
34
Thia
2
4
5
5
3
4
3
4
6
4
3
5
35
Muti
3
5
6
5
6
2
6
5
4
3
4
5
36
Efratia
4
5
5
6
4
5
5
5
5
4
4
5
37
Anggi
5
6
4
3
5
3
6
4
3
4
6
4
38
Ahmadun
6
6
5
4
3
4
6
5
5
5
4
5
39
Tiur
3
6
5
4
5
6
3
2
4
3
5
4
40
Bangun
6
3
2
6
6
6
6
6
6
6
3
3
49
Lampiran 5a. Hasil uji rating hedonik (lanjutan) No.
Nama panelis
Rasa
Aroma B C
Kenampakan A B C
Keseluruhan A B C
Dian
5
B 3
C 2
A 5
5
4
6
5
5
5
4
2
42
Iyan
7
6
5
6
5
5
2
2
2
6
5
4
43
Hafizah
6
5
6
6
6
5
6
5
6
6
6
6
44
Rathih
4
7
5
5
6
5
6
6
6
4
6
5
45
Arif
5
3
6
5
4
6
6
6
6
5
4
6
46
41
A
Vitor
4
6
3
5
6
5
5
5
5
4
6
4
47
Ati
4
4
2
6
5
4
5
5
4
5
4
3
48
Zacky
6
4
3
4
2
5
3
7
6
5
4
4
49
Suba
5
6
4
6
5
5
6
6
5
5
6
5
50
Annisa D
7
3
6
6
3
6
6
5
5
6
4
6
51
Sally
2
2
3
5
6
6
6
6
6
5
5
4
52
Buyung
7
1
2
5
6
6
6
6
5
6
4
5
53
Striwices
4
4
3
6
5
5
6
6
6
6
5
4
54
Fathin
6
7
5
6
6
7
5
6
6
6
6
5
55
Romone
5
3
5
3
3
5
7
3
3
7
3
5
56
Ian
5
5
6
6
3
5
3
4
4
5
4
5
57
Meutia
6
7
6
2
2
6
5
6
5
5
6
5
58
Mustain
6
2
2
6
6
2
6
6
2
6
6
2
59
Grace
5
2
2
4
5
3
6
5
3
5
4
2
60
Cynthia
5
6
6
5
6
5
6
6
6
5
6
6
61
Rizki
2
5
6
4
5
4
5
6
6
3
6
6
62
Angela
6
4
2
6
4
4
6
3
6
6
4
3
63
Ninggar
4
5
3
4
5
5
5
4
4
5
5
4
64
I Kadek P
5
4
6
4
3
6
6
3
5
6
4
6
65
Yufi
4
3
5
6
3
6
7
3
6
5
3
5
66
Yana
6
6
5
6
6
6
5
5
5
6
6
6
67
Nurul HA
4
6
4
5
6
3
6
6
3
4
6
4
68
Rara
6
5
4
6
6
5
4
5
6
6
5
4
69
Rohanah
6
5
4
5
6
4
6
3
4
6
5
3
70
Viska Total
6
6
2
6
5
4
5
5
4
6
5
3
337
329
314
357
334
345
368
327
347
347
342
333
Avarage
4.81
4.7
4.49
5.1
4.77
4.93
5.26
4.67
4.96
4.96
4.89
4.76
50
Lampiran 5b. Anova uji rating hedonik atribut rasa Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
a
Model 4757.855 71 67.012 Panelis 245.333 68 3.608 Sampel 4.522 2 2.261 Error 280.145 136 2.060 Total 5038.000 207 a. R Squared = .944 (Adjusted R Squared = .915)
F 32.532 1.751 1.098
Sig. .000 .003 .337
Lampiran 5c. Anova uji rating hedonik atribut aroma Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor Source
Type III Sum of Squares a
df
Mean Square
Model 6343.260 71 89.342 Panelis 807.907 68 11.881 Sampel 19.093 2 9.546 Error 662.740 135 4.909 Total 7006.000 206 a. R Squared = .905 (Adjusted R Squared = .856)
F 18.199 2.420 1.945
Sig. .000 .000 .147
51
Lampiran 5d. Anova uji rating hedonik atribut kenampakan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
a
Model 5322.010 72 73.917 Panelis 139.695 69 2.025 Sampel 12.010 2 6.005 Error 183.990 138 1.333 Total 5506.000 210 a. R Squared = .967 (Adjusted R Squared = .949)
F 55.440 1.519 4.504
Sig. .000 .020 .013
Skor Duncan Subset Sampel
N
1
2
Sampel B 70 4.67 Sampel C 70 4.96 4.96 Sampel A 70 5.26 Sig. .145 .127 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.333.
52
Lampiran 5e. Anova uji rating hedonik atribut keseluruhan (overall) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor Source
Type III Sum of Squares a
df
Mean Square
Model 5075.438 72 70.492 Panelis 100.267 69 1.453 Sampel 1.438 2 .719 Error 192.562 138 1.395 Total 5268.000 210 a. R Squared = .963 (Adjusted R Squared = .944)
F 50.518 1.041 .515
Sig. .000 .414 .598
53
Lampiran 6a. Hasil analisis kadar air minuman jahe merah instan Ulangan 1 2
Bobot cawan (gr) 4.3435 3.7760
Bobot sampel (gr) 2.0230 2.1893
Bobot cawan+sampel (gr) 6.3665 5.9653
Bobot cawan+sampel kering (gr) 6.3440 5.9389
Kadar air (% bb)
Kadar air (% bk)
1.11 1.21
1.12 1.22
Rata-rata
SD
(%bb)
(%bk)
(%bb)
(%bk)
1.16
1.17
0.07
0.07
Lampiran 6b. Hasil analisis kadar abu minuman jahe merah instan Ulangan 1 2
Bobot cawan (gr) 22.2688 19.9280
Bobot sampel (gr) 2.1088 2.0998
Bobot cawan+sampel (gr) 24.3776 22.0278
Bobot cawan+sampel setelah diabukan (gr)
Kadar abu (% bb)
Kadar abu (% bk)
22.2945 19.9516
1.22 1.12
1.23 1.12
Rata-rata
SD
(%bb)
(%bk)
(%bb)
(%bk)
1.17
1.18
0.07
0.08
Lampiran 6c. Hasil analisis kadar lemak minuman jahe merah instan Ulangan 1 2
Bobot sampel (gr) 2.1253 2.1313
Bobot labu kosong (gr)
Bobot labu+lemak (gr)
Kadar lemak (% bb)
Kadar lemak (% bk)
97.8995 101.8182
97.9012 101.8200
0.08 0.08
0.08 0.08
Rata-rata
SD
(%bb)
(%bk)
(%bb)
(%bk)
0.08
0.08
0.00
0.00
Lampiran 6d. Hasil analisis kadar protein minuman jahe merah instan Ulangan 1 2
Bobot sampel (gr) 0.1345 0.1303
Volume HCl (mL)
Volume HCl blanko (mL)
%N
Kadar protein (%bb)
Kadar protein (%bk)
0.45 0.40
0.10 0.10
0.08 0.07
0.49 0.43
0.49 0.44
Rata-rata
SD
(%bb)
(%bk)
(%bb)
(%bk)
0.46
0.46
0.04
0.04
54
Lampiran 6e. Hasil analisis kadar karbohidrat (by difference) minuman jahe merah instan Kadar Karbohidrat (%) basis basah basis kering
100 - (1.16 + 1.17 + 0.08 + 0.46) = 97.13 100 - (1.17 + 1.18 + 0.08 + 0.46) = 97.11
Lampiran 6g. Hasil analisis bagian tidak larut air pada minuman jahe merah instan Ulangan 1 2
Bobot sampel (gr) 5.0010 5.0015
Bobot cawan kosong (gr) 4.7137 4.7259
Bobot kertas saring kering (gr) 0.7350 0.7321
Bobot kertas saring+sampel setelah dioven (gr) 5.5055 5.5048
Bobot bagian tak larut (gr) 0.0114 0.0094
Bobot bagian tak larut (%) 1.14 0.94
Rata-rata (%)
SD
1.04
0.14
55
Lampiran 7. Formulir Pendaftaran SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (1 dari 8)
56
Lampiran 7. Formulir Pendaftaran SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (2 dari 8)
57
Lampiran 7. Formulir Pendaftaran SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (3 dari 8)
58
Lampiran 7. Formulir Pendaftaran SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (4 dari 8)
59
Lampiran 7. Formulir Pendaftaran SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (5 dari 8)
60
Lampiran 7. Formulir Pendaftaran SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (6 dari 8)
61
Lampiran 7. Formulir Pendaftaran SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (7 dari 8)
62
Lampiran 7. Formulir Pendaftaran SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (8 dari 8)
63
Lampiran 8. Sertifikat penyuluhan keamanan pangan (PKP) dari Dinas Kesehatan Kab.Bogor
64
Lampiran 9. Sertifikat produksi pangan IRT minuman jahe merah instan
65
Lampiran 10a. Kode jenis pangan industri rumah tangga pangan (BPOM 2003) No. Urut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kode 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16
Jenis Pangan Daging dan hasil olahannya Ikan dan hasil olahannya Unggas dan hasil olahannya Sayur dan hasil olahannya Kelapa dan hasil olahannya Tepung dan hasil olahannya Minyak goreng Jam dan sejenisnya Gula, madu, kembang gula Coklat, kopi, teh Bumbu Rempah-rempah Minuman ringan, jus Buah dan hasil olahannya Biji-bijian dan umbi-umbian Es
Lampiran 10b. Kode kemasan (BPOM 2003) No. Urut 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis Kemasan Kaca Plastik Karton/kertas Tetrapak Kaleng Alumunium foil Komposid Ganda Lain-lain
Keterangan P-IRT/MD P-IRT/MD P-IRT/MD Harus MD Harus MD P-IRT/MD Harus MD P-IRT/MD P-IRT/MD
66
Lampiran 11. Perhitungan HPP (Harga Pokok Produksi) Usaha dijalankan merupakan usaha skala industri rumah tangga sehingga tidak ada biaya biaya insvestasi untuk tempat usaha, karena ruang produksinya bersatu dengan rumah pemilik/penanggung jawab. Oleh karena itu, nvestasi hanya dilakukan untuk pembelian alat-alat produksi. Listrik masih bersumber dari rumah tangga dengan tariff disatukan dengan biaya air karena suplai air yang digunakan dari air sumur yang bergantung dengan sumber listrik sehinngga total biaya yang dikeluarkan Rp 20.000,-/bulan. Industri ini memiliki 2 pegawai dengan gaji Rp 56.250,- dan total kerja hanya 2 kali seminggu karena pegawainya pun pemilik IRT dan anaknya.
FORMULA A (2:1) Bahan
Jumlah
Satuan
Harga (Rp)
Jumlah/minggu
Total biaya/minggu (Rp)
Total biaya/bulan (Rp)
Biaya variable Jahe merah
1.33
kg
33250
2.66
66500
266000
Gula pasir
2.66
kg
26600
5.32
53200
212800
Gula merah
250
gram
3500
500
7000
28000
Cabai jawa
6
gram
500
12
1000
4000
Lada hitam
2
gram
200
4
400
1600
Garam
4
gram
50
8
100
400
Gas
1
tabung
14000
2
14000
56000
Talikur
27
meter
8100
54
16200
64800
Kemasan karton
27
pcs
5400
54
10800
43200
135
sachet
4050
270
8100
32400
27
lembar
13500
54
27000
108000
204300
817200
Kemasan alumunium foil Label Total biaya variabel
109150
Biaya tetap Pegawai
2
orang
56250
2
112500
450000
Listrik
1
hari
2500
2
5000
20000
Transportasi
1
hari
6250
2
12500
50000
Total biaya tetap HPP
520000 6190.740741
67
Lampiran 11. Perhitungan HPP (Harga Pokok Produksi) (lanjutan)
FORMULA B (1:1) Bahan
Jumlah
Satuan
Harga (Rp)
Jumlah/minggu
Total biaya/minggu (Rp)
Total biaya/bulan (Rp)
Biaya variable jahe merah
2
kg
50000
4
100000
400000
gula pasir
2
kg
20000
4
40000
160000
gula merah
250
gram
3500
500
7000
28000
cabai jawa
6
gram
500
12
1000
4000
lada hitam
2
gram
200
4
400
1600
garam
4
gram
50
8
100
400
gas
1
tabung
14000
2
14000
56000
talikur
17
meter
5100
34
10200
40800
kemasan karton
17
pcs
3400
34
6800
27200
kemasan alumunium foil
85
sachet
2550
170
5100
20400
label
17
lembar
8500
34
17000
68000
201600
806400
112500
450000
Total biaya variabel Biaya tetap Pegawai
107800 2
orang
56250
2
Listrik
1
hari
2500
2
5000
20000
Transportasi
1
hari
6250
2
12500
50000
Total biaya tetap HPP
520000 9752.941176
68
Lampiran 11. Perhitungan HPP (Harga Pokok Produksi) (lanjutan)
FORMULA C (3:1) Bahan
Jumlah
Satuan
Harga (Rp)
Jumlah/minggu
Total biaya/minggu
Total biaya/bulan
Biaya variable jahe merah
1
kg
25000
2
50000
200000
gula pasir
3
kg
30000
6
60000
240000
gula merah
250
gram
3500
500
7000
28000
cabai jawa
6
gram
500
12
1000
4000
lada hitam
2
gram
200
4
400
1600
garam
4
gram
50
8
100
400
gas
1
tabung
14000
2
14000
56000
talikur
28
meter
8400
56
16800
67200
kemasan karton
28
pcs
5600
56
11200
44800
140
sachet
4200
280
8400
33600
28
lembar
14000
56
28000
112000
196900
787600
kemasan alumunium foil label Total biaya variabel
105450
Biaya tetap Pegawai
2
orang
56250
2
112500
450000
Listrik
1
hari
2500
2
5000
20000
Transportasi
1
hari
6250
2
12500
50000
Total biaya tetap
520000
HPP
5837.5
69
Lampiran 12. Cash flow usaha pembuatan minuman jahe merah instan skala rumah tangga No
Bulan ke- (Rp)
Bahan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
Inflow 1
Penjualan produk
2
Nilai Sisa
Total inflow Outflow Biaya investasi 1
Blender
175000
2
Wajan
200000
3
Timbangan manual
35000
35000
4
Timbangan digital
200000
200000
5
Spatula
6
Kompor gas
300000
300000
7
Tabung gas
150000
150000
8
Sealer
9
Baskom
50000
50000
10
Ayakan
30000
30000
11
Talenan
20000
20000
12
Celemek
32000
32000
13
Pisau
10000
10000
14
Sendok
15000
15000
Total biaya investasi
175000 200000
20000
20000
2200000
3437000
0
0
0
0
377000
0
0
0
0
0
860000
70
Lampiran 12. Cash flow usaha pembuatan minuman jahe merah instan skala rumah tangga (lanjutan) No
Bulan ke- (Rp)
Bahan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Biaya tetap 450000
450000
450000
450000
450000
450000
450000
450000
450000
450000
450000
450000
Listrik
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
Transportasi
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
1
Pegawai
2 3
Total Biaya tetap Biaya variabel 1
Jahe merah
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
2
Gula pasir
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
3
Gula merah
28000
28000
28000
28000
28000
28000
28000
28000
28000
28000
28000
28000
4
Cabai jawa
4000
4000
4000
4000
4000
4000
4000
4000
4000
4000
4000
4000
5
Lada hitam
1600
1600
1600
1600
1600
1600
1600
1600
1600
1600
1600
1600
6
Garam
400
400
400
400
400
400
400
400
400
400
400
400
7
Gas
56000
56000
56000
56000
56000
56000
56000
56000
56000
56000
56000
56000
8
Tali
72000
72000
72000
72000
72000
72000
72000
72000
72000
72000
72000
72000
9
48000
48000
48000
48000
48000
48000
48000
48000
48000
48000
48000
48000
10
Kemasan karton Kemasan alumunium foil
36000
36000
36000
36000
36000
36000
36000
36000
36000
36000
36000
36000
11
Label
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
Total biaya variabel
806000
806000
806000
806000
806000
806000
806000
806000
806000
806000
806000
806000
Pajak
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
4363000
926000
926000
926000
926000
1303000
926000
926000
926000
926000
926000
1786000
-1963000
1474000
1474000
1474000
1474000
1097000
1474000
1474000
1474000
1474000
1474000
614000
Total Outflow Net benefit
71
Lampiran 12. Cash flow usaha pembuatan minuman jahe merah instan skala rumah tangga (lanjutan) No
Bulan ke- (Rp)
Bahan
Discount factor 14%
1 0.877192982
2 0.7694675
3 0.6749715
4 0.5920803
5 0.5193687
6 0.4555865
7 0.3996373
8 0.3505591
9 0.3075079
10 0.2697438
11 0.2366174
12 0.2075591
PV net benefit/tahun
-1721929.825
1134195.1
994908.01
872726.33
765549.41
499778.44
589065.41
516724.05
453266.71
397602.38
348774.01
127441.29
NPV
Rp917,725.03
IRR
53%
PV net benefit positif
6700031.18
PV net benefit negatif
-1721929.825
Net B/C Gross B/C
3.891001297
PBP
3.171088508
1.824401368
72
Lampiran 13. Perhitungan neraca laba rugi Perhitungan biaya penyusutan dan nilai sisa
Blender
175000
12
Penyusutan (bulan) 14583
Wajan
200000
6
Jenis investasi
Timbangan manual Timbangan digital Spatula
Harga
35000 200000 20000
Umur pakai (bulan)
Nilai sisa
Penyusutan (tahun)
160417
175000
33333
166667
400000
12
2917
32083
35000
12
16667
183333
200000
6
3333
16667
40000
Kompor gas
300000
12
25000
275000
300000
Tabung gas
150000
12
12500
137500
150000
2200000
24
91667
2108333
1100000
Baskom
50000
6
8333
41667
100000
Ayakan
30000
6
5000
25000
60000
6
3333
16667
40000
6
5333
26667
64000
8333
20000
12500
30000
Sealer
Talenan Celemek
20000 32000
Pisau
10000
6
1667
Sendok
15000
6
2500
73
Lampiran 13. Neraca laba rugi (lanjutan) Neraca laba rugi Bulan ke- (Rp)
Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Pendapatan
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
Total pendapatan Biaya variabel
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
2400000
Jahe merah
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
Gula pasir
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
Gula merah
28000
28000
28000
28000
28000
28000
28000
28000
28000
28000
28000
28000
Cabai jawa
4000
4000
4000
4000
4000
4000
4000
4000
4000
4000
4000
4000
Lada hitam
1600
1600
1600
1600
1600
1600
1600
1600
1600
1600
1600
1600
400
400
400
400
400
400
400
400
400
400
400
400
Gas
56000
56000
56000
56000
56000
56000
56000
56000
56000
56000
56000
56000
Tali
72000
72000
72000
72000
72000
72000
72000
72000
72000
72000
72000
72000
Kemasan karton
48000
48000
48000
48000
48000
48000
48000
48000
48000
48000
48000
48000
Kemasan alumunium foil
36000
36000
36000
36000
36000
36000
36000
36000
36000
36000
36000
36000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
120000
Penerimaan
Garam
Label
806000
806000
806000
806000
806000
806000
806000
806000
806000
806000
806000
806000
1594000
1594000
1594000
1594000
1594000
1594000
1594000
1594000
1594000
1594000
1594000
1594000
450000
450000
450000
450000
450000
450000
450000
450000
450000
450000
450000
450000
Listrik
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
Transportasi
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
Total biaya variabel Laba Kotor Biaya tetap Pegawai
74
Lampiran 13. Perhitungan neraca laba rugi (lanjutan) ~ Neraca laba rugi Bulan ke- (Rp)
Uraian 1 14583
2 14583
3 14583
4 14583
5 14583
6 14583
7 14583
8 14583
9 14583
10 14583
11 14583
12 14583
33333
33333
33333
33333
33333
33333
33333
33333
33333
33333
33333
33333
2917
2917
2917
2917
2917
2917
2917
2917
2917
2917
2917
2917
16667
16667
16667
16667
16667
16667
16667
16667
16667
16667
16667
16667
3333
3333
3333
3333
3333
3333
3333
3333
3333
3333
3333
3333
25000
25000
25000
25000
25000
25000
25000
25000
25000
25000
25000
25000
Biaya penyusutan tabung gas
12500
12500
12500
12500
12500
12500
12500
12500
12500
12500
12500
12500
Biaya penyusutan sealer
91667
91667
91667
91667
91667
91667
91667
91667
91667
91667
91667
91667
Biaya penyusutan blender Biaya penyusutan wajan Biaya penyusutan timbangan manual Biaya penyusutan timbangan digital Biaya penyusutan spatula Biaya penyusutan kompor gas
Biaya penyusutan baskom
8333
8333
8333
8333
8333
8333
8333
8333
8333
8333
8333
8333
Biaya penyusutan ayakan
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
Biaya penyusutan talenan
3333
3333
3333
3333
3333
3333
3333
3333
3333
3333
3333
3333
Biaya penyusutan celemek
5333
5333
5333
5333
5333
5333
5333
5333
5333
5333
5333
5333
Biaya penyusutan pisau
1667
1667
1667
1667
1667
1667
1667
1667
1667
1667
1667
1667
Biaya penyusutan sendok
2500
2500
2500
2500
2500
2500
2500
2500
2500
2500
2500
2500
Total biaya tetap
746165.7
746165.7
746165.7
746165.7
746165.7
746165.7
746165.7
746165.7
746165.7
746165.7
746165.7
746165.7
Laba bersih sebelum pajak Pajak
847834.3 42391.72
847834.3 42391.72
847834.3 42391.72
847834.3 42391.72
847834.3 42391.72
847834.3 42391.72
847834.3 42391.72
847834.3 42391.72
847834.3 42391.72
847834.3 42391.72
847834.3 42391.72
847834.3 42391.72
Laba bersih setelah pajak
805442.6
805442.6
805442.6
805442.6
805442.6
805442.6
805442.6
805442.6
805442.6
805442.6
805442.6
805442.6
75