APLIK KASI MIN NYAK NA ABATI SE EBAGAI COATING C G PADA IRISAN N WORTE EL (Daucu us carrota) BEKU DAN PERU UBAHAN MU UTU SELA AMA PEN NYIMPAN NAN
SKRIPSI
PRISK KA WISUDA AWATY F34080031 1
FAK KULTAS T TEKNOLOG GI PERTAN NIAN INSTITUT T PERTANIIAN BOGOR R BOGOR 2012
APPLICATION VEGETABLE OIL AS A COATING ON THE FREEZ SLICES CARROT (Daucus Carrota) AND THE QUALITY CHANGES DURING STORAGE Priska Wisudawaty, Chilwan Pandji, And Sugiarto Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agriculture University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor West Java Indonesia Phone 62 51 7533 431, email
[email protected]
ABSTRACT Carrot is highly perishable commodity due to respiration. This process can decompose the macro molecule into carbon dioxide, water, and other micro molecule into this decomposing lead to softening of tissue. This damage could be reduced by fast freezing and then stored under frozen. The research was aimed to know the effect of freezing time and the kind of oil used as coating on color, texture, weight loss and total dissolved solids of the slice carrot during storage. The introduction studies carried out experiments on "trial and error" process of freezing and freezing conditions best obtained by using the freezer (-18oC). The result of this study shows oil that oil gave significant effect on the quality of carrot. The best oil for coating was corn oil that gave weight up to 0.11%, total dissolved solid in the range 4 to 6 brix, color of 67 till 70 Hue, violence 1.30 and 3.10 mm/s, and it was favored by consumers even after 54 day storage. Key words: edible coating, frozen carrot, oil
ii
Priska Wisudawaty. F34080031. Aplikasi Minyak Nabati sebagai Coating pada Irisan Wortel (Daucus carrota) Beku dan Perubahan Mutu Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan Chilwan Pandji dan Sugiarto. 2012.
RINGKASAN Wortel (Daucus carota) merupakan tanaman yang dapat ditanam sepanjang tahun. Sayuran ini banyak diminati masyarakat karena memiliki kandungan gizi yang diperlukan oleh tubuh terutama βkaroten yang akan diubah menjadi Vitamin A yang sangat penting untuk fungsi retina. selain itu, βkaroten dapat juga sebagai pelindung terhadap kanker karena dapat berperan sebagai antioksidan. Wortel termasuk kedalam komoditas pertanian yang mudah rusak karena sebagai substrat bagi mikroorganisme, terjadi respirasi yang dapat merubah makromolekul menjadi mikromolekul yang dapat mengakibatkan pelunakan jaringan sehingga menuntut penanganan khusus agar susut bobot dan mutu dapat dihindari salah satunya adalah dengan penyimpanan beku. Penyimpanan dingin merupakan hal yang penting dalam penanganan wortel, terutama suhu yang digunakan dapat memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas gizi wortel. Produk beku mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan produk dalam bentuk lainnya, antara lain menghemat waktu penyiapan, menghemat tenaga karena makanan siap dimasak dan disajikan. Proses pembekuan dan penyimpanan beku menyebabkan kehilangan air yang tinggi, keriput, dan tekstur yang lunak. Oleh karena itu, perlu usaha untuk menekan kehilangan air yaitu dengan cara pelapisan atau coating. Pelapisan irisan wortel beku dengan larutan coating merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kesegaran wortel sekaligus dapat memperlambat proses pengerutan kulit yang diakibatkan oleh menguapnya sebagian besar air yang terkandung dalam wortel tersebut. Proses coating ini dapat dilakukan dengan menggunakan jenis minyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecepatan pembekuan terhadap suhu, mengetahui pengaruh coating menggunakan minyak sawit, minyak kelapa, minyak kedelai dan minyak jagung terhadap warna, tekstur, susut bobot, dan total padatan terlarut serta untuk mengetahui perubahan mutu selama penyimpanan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan percobaan “trial and error” proses pembekuan dengan menggunakan CO2 kering dan freezer (-18oC). Dari hasil percobaan “trial and error” proses pembekuan diperoleh kondisi pembekuan terbaik yaitu dengan menggunakan freezer (-18oC). Hal ini dikarenakan metode menggunakan freezer (-18oC) membutuhkan waktu pembekuan yang singkat dibandingkan menggunakan CO2 kering, suhu menggunakan freezer (-18oC) dicapai, hasil pembekuan irisan wortel seragam, penampakan permukaan lebih baik menggunakan freezer (-18oC), dan apabila menggunakan CO2 kering perbandingan komposisi antara wortel dengan CO2 kering lebih banyak CO2 kering. Aplikasi coating menggunakan berbagai jenis minyak (minyak sawit, minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak jagung) pada produk irisan wortel beku dapat mempertahankan mutu wortel selama 54 hari penyimpanan. Perubahan mutu selama penyimpanan irisan wortel segar dilakukan analisis susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan warna. Susut bobot penyimpanan irisan wortel beku meningkat selama penyimpanan. Sama dengan susut bobot, nilai kekerasan dan warna (Hue) juga semakin lama penyimpanan akan semakin meningkat. Sedangkan faktor yang berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut selama penyimpanan adalah perlakuan coating minyak. Penurunan nilai total padatan terlarut sejalan dengan lamanya waktu penyimpanan. Penurunan total padatan terlarut dimungkinkan karena produk beku telah terjadi kehilangan komponen-komponen zat gizi selama proses pembekuan dan juga pada saat penyimpanan.
iii
Secara hedonik penyimpanan produk irisan wortel beku selama 2 bulan menunjukkan tingkat kesukaan terhadap warna, aroma dan tekstur mengalami penurunan, dimana semakin lama waktu penyimpanan tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, dan tekstur mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena selama penyimpanan beku terbentuk kristal-kristal es yang besar yang dapat menyebabkan penurunan mutu produk. Meskipun terjadi penurunan tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, dan tekstur produk, produk masih dapat diterima oleh panelis karena berdasarkan hasil analisis median extention terhadap produk selama penyimpanan tergolong dalam kategori antara netral dan suka. Produk terbaik yaitu irisan wortel beku dengan menggunakan pelapisan minyak jagung Produk ini memiliki susut bobot berkisar hingga 0.11%, total padatan terlarut berkisar 4.00-6.00%, kekerasan 1.30-3.10 mm/s, warna orange berkisar pada range 67-70 Hue, dan produk ini disukai oleh konsumen.
iv
APLIKASI MINYAK NABATI SEBAGAI COATING PADA IRISAN WORTEL (Daucus carrota) BEKU DAN PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh PRISKA WISUDAWATY F34080031
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
v
Judul Skripsi : Aplikasi Minyak Nabati sebagai Coating pada Irisan Wortel (Daucus carrota) Beku dan Perubahan Mutu Selama Penyimpanan. Nama : Priska Wisudawaty NRP : F34080031
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
(Drs. Chilwan Pandji, Apt., M.Sc) NIP 19491209 198011 1 001
(Ir. Sugiarto, M.Si) NIP 19690518 199403 1 002
Mengetahui : Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP 19621009 198903 2 001
Tanggal lulus :
vi
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Aplikasi Minyak Nabati sebagai Coating pada Irisan Wortel (Daucus Carrota) Beku dan Perubahan Mutu Selama Penyimpanan adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012 Yang membuat pernyataan
Priska Wisudawaty F34080031
vii
©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, Baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
viii
BIODATA PENULIS
Priska Wisudawaty, lahir di Cirebon pada tanggal 3 Desember 1990 sebagai putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Endang Kusdiman dan Tetty Mutiara Sutresnawaty. Di kota kelahirannya penulis menyelesaikan pendidikannya dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah akhir, yaitu SD Negeri 1 Jatiseeng Centre (lulus tahun 2002), tahun 2005 lulus dari SMP Negeri 13 Cirebon dan tahun 2008 lulus dari SMA Negeri 3 Cirebon. Kemudian pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan seperti menjadi asisten Teknik Optimasi pada tahun 2012 dan menjadi asisten Praktikum Minyak Atsiri dan Fitofarmaka pada tahun 2012. Penulis memiliki pengalaman berorganisasi diantaranya berada di kepengurusan Himpunan Profesi Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) departemen Industri selama dua tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2010 sebagai staff Departemen Industri dan pada tahun 2011 sebagai Ketua Departemen Industri. Penulis juga aktif di kepengurusan Komunitas Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat pada tahun 2010-2011. Penulis melakukan praktik lapang di PT. PG Rajawali II Unit PG Tersana Baru, Babakan Cirebon.
ix
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, karunia, serta berkah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aplikasi Minyak Nabati sebagai Coating pada Irisan Wortel (Daucus Carrota) Beku dan Perubahan Mutu Selama Penyimpanan”. Penyusunan skripsi ini sebagai syarat menyelesaikan studi strata satu untuk mendapatkan gelar sarjana. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu, mendukung, dan membimbing penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga penyusunan skripsi ini berjalan dengan lancar. Berikut ini penulis sampaikan rasa terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu penulis tersebut, diantaranya : 1. Drs. Chilwan Pandji, Apt, M.Sc. selaku pembimbing akademik pertama yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Ir. Sugiarto, M.Si selaku pembimbing akademik kedua yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama masa penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Muslich M.Si selaku dosen penguji, terima kasih atas segala masukan dan koreksi untuk perbaikan skripsi ini. 4. Kedua orangtua tersayang (Endang Kusdiman dan Tetty Mutiara Sutresnawaty) atas do’a, nasehat, kasih sayang, semangat dan motivasi yang diberikan kepada penulis. 5. Mbak Tyas Wulandary (kaka penulis), De’ Riza Tri Zanuar Weskornis, De’ Anugrah Santosa (adik penulis) yang selalu memberikan kasih sayang, canda dan tawa serta semangat yang tiada henti. 6. Ibu Ega, Bapak Sugiardi, Bapak Gun, Ibu Sri dan laboran-laboran lainnya di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bimbingannya selama penelitian. 7. Wisma F. W dan Wahesti sebagai teman satu bimbingan yang memberikan semangat kepada penulis. 8. Teman terbaik Dyah Ayu Larasati, Sampah Mas, Destania Ardiyaningtyas, Rayza Pranadipa, dan Salak’ers yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis selama berlangsungnya penelitian dan penyusunan skripsi ini. 9. Seluruh teman-teman TIN 45 yang selalu menemani, memberikan semangat dan keceriaan kepada penulis selama masa perkuliahan. 10. Susan, Mami Indri, Mbak Dewi, Risa, Rini, Mbak Tika dan seluruh teman kosan amany lainnya yang telah memberikan semangat dan keceriaan setiap hari. 11. Pihak lain yang tidak bisa penulis tuliskan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Akhirnya semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juli 2012
Priska Wisudawaty
x
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... x DAFTAR ISI ....................................................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................................
xiv
I.
PENDAHULUAN ...................................................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................................
1
B. TUJUAN .............................................................................................................................
1
II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................................
2
A. PRODUK TEROLAH MINIMAL .....................................................................................
2
B. WORTEL ............................................................................................................................
2
C. EDIBLE COATING.............................................................................................................
5
D. PEMBEKUAN ....................................................................................................................
6
E. PENGEMASAN .................................................................................................................
8
III. BAHAN DAN METODE........................................................................................................
10
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ..........................................................................
10
B. ALAT DAN BAHAN .........................................................................................................
10
1.
Alat ............................................................................................................................
10
2.
Bahan .........................................................................................................................
10
C. METODE PENELITIAN ...................................................................................................
10
1.
Penelitian Pendahuluan .............................................................................................
10
2.
Penelitian Utama .......................................................................................................
10
D. RANCANGAN PERCOBAAN .........................................................................................
13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................................................
14
A. PENELITIAN PENDAHULUAN......................................................................................
14
1.
Karakterisasi Wortel Segar .......................................................................................
14
2.
Pemilihan Metode Pembekuan .................................................................................
15
B. PENELITIAN UTAMA .....................................................................................................
15
1.
Pengaruh Proses Pembekuan ....................................................................................
15
2.
Perubahan Mutu Selama Penyimpanan ....................................................................
16
3.
Daya Terima Irisan Wortel Beku Selama Penyimpanan (Organoleptik).................
23
V. PENUTUP ...............................................................................................................................
26
A. KESIMPULAN ...................................................................................................................
26
B. SARAN ...............................................................................................................................
26
xi
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................
27
LAMPIRAN .....................................................................................................................................
30
xii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi gizi wortel per 100 gram bahan....................................................................... 4 Tabel 2. Kisaran nilai oHue .............................................................................................................. 12 Tabel 3. Hasil analisis proksimat sayur wortel ................................................................................ 14 Tabel 4. Hasil Metode Pembekuan dengan CO2 kering dan freezer ............................................... 15
xii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Wortel .......................................................................................................................................3 Gambar 2. Diagram alir metode penelitian utama.................................................................................. 11 Gambar 3. Pembekuan irisan wortel ....................................................................................................... 16 Gambar 4. Grafik perubahan % susut bobot irisan wortel beku dalam kemasan (a) vakum, dan (b) normal selama penyimpanan ................................................................................................. 17 Gambar 5. Grafik perubahan kekerasan irisan wortel beku dalam kemasan (a) vakum dan (b) normal selama penyimpanan ............................................................................................ 19 Gambar 6. Grafik perubahan % total padatan terlarut irisan wortel beku dalam kemasan (a) vakum dan (b) normal selama penyimpanan ................................................................... 21 Gambar 7. Grafik perubahan warna irisan wortel beku selama penyimpanan terhadap kemasan (a)vakum dan (b) normal ....................................................................................................... 22
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram alir metode penelitian pendahuluan .................................................................... 31 Lampiran 2. Prosedur analisis proksimat................................................................................................ 32 Lampiran 3. Data slope nilai hasil analisis penurunan mutu irisan wortel beku selama penyimpanan 34 Lampiran 4. Hasil analisis keragaman susut bobot irisan wortel beku selama penyimpanan............... 35 Lampiran 5. Hasil analisis keragaman pada kekerasan irisan wortel beku selama penyimpanan ........ 36 Lampiran 6. Hasil analisis keragaman total padatan terlarut pada irisan wortel beku selama penyimpanan ....................................................................................................................... 37 Lampiran 7. Hasil analisis keragaman warna pada irisan wortel beku selama penyimpanan ............... 38 Lampiran 8. Formulir organoleptik irisan wortel beku .......................................................................... 39 Lampiran 9. Hasil analisis median extention teknik thawing pada irisan wortel beku ......................... 40 Lampiran 10. Hasil analisis median extention teknik stup pada irisan wortel beku .............................. 41 Lampiran 11. Gambar irisan wortel setelah di thawing ......................................................................... 42 Lampiran 12. Gambar irisan wortel beku selama penyimpanan ............................................................ 43
xiv
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Sayur-sayuran merupakan komoditas pertanian yang mudah rusak karena sebagai substrat bagi mikroorganisme, dan terjadi respirasi yang dapat merubah makromolekul menjadi karbondioksida dan air serta mikromolekul yang dapat menyebabkan pelunakan jaringan sehingga menuntut penanganan khusus agar susut bobot dan mutu dapat dihindari. Penanganan yang tidak optimal selama penyimpanan, transportasi atau pada saat penjualan menyebabkan sayur-sayuran yang sampai ke konsumen tidak sesegar aslinya dan sudah mengalami penurunan bobot dan mutu bahkan telah terjadi pembusukan. Penyimpanan dingin merupakan hal yang penting dalam penanganan wortel, terutama suhu yang digunakan pada masa penyimpanan dapat memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas gizi wortel. Produk beku mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan produk dalam bentuk lainnya, antara lain menghemat waktu penyiapan, menghemat tenaga karena makanan siap dimasak dan disajikan. Keuntungan terbesar dari makanan beku adalah kualitas produk yang baik dan pengolahannya yang mudah. Wortel merupakan tanaman sayuran umbi semusim yang berbentuk semak yang banyak dikenal dan digemari oleh berbagai lapisan masyarakat hampir di seluruh wilayah tanah air. Umbi wortel memiliki kandungan gizi yang diperlukan oleh tubuh terutama beta–karoten (pro-Vitamin A) yang menyebabkan umbi berwarna kuning kemerahan dan mineral sehingga sayuran ini baik sekali dan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi dalam menu sehari-hari guna mencukupi kebutuhan vitamin dan mineral yang esensial bagi tubuh. Selain itu, harga wortel relatif murah sehingga terjangkau oleh masyarakat dari berbagai strata ekonomi. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang gizi dan kesehatan, mendorong masyarakat untuk hidup sehat dengan mengonsumsi makan segar yang bukan olahan pabrik. Kecenderungan pola hidup dan keterbatasan waktu penyimanan bahan pangan, maka perlu olahan minimal sayur. Selain itu, kemajuan teknologi menuntut suatu sajian praktis dalam mengonsumsi suatu produk, dimana semakin sedikit waktu yang tersedia yang berkaitan dengan penyajian makanan, terutama dalam pemilihan sayuran siap masak, segar dan praktis sehingga mudah dan cepat penyajiannya. Selanjutnya umur simpan olahan minimal yang pendek sehingga perlu terolah minimal beku. Proses pembekuan dan penyimpanan beku menyebabkan kehilangan air yang tinggi, keriput, dan tekstur yang lunak. Oleh karena itu, perlu usaha untuk menekan kehilangan air yaitu dengan aplikasi pelapisan atau coating. Pelapisan irisan wortel beku dengan larutan coating merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kesegaran wortel sekaligus dapat memperlambat proses pengerutan kulit yang diakibatkan oleh menguapnya sebagian besar air yang terkandung dalam wortel tersebut. Proses coating ini dapat dilakukan dengan menggunakan jenis minyak pada sayuran.
B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecepatan pembekuan terhadap suhu, mengetahui pengaruh coating wortel iris menggunakan minyak sawit, kelapa, kedelai dan jagung terhadap warna, kekerasan, susut bobot, dan total padatan terlarut, serta perubahan mutunya selama penyimpanan.
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PRODUK TEROLAH MINIMAL Teknologi olah minimal adalah seluruh kegiatan pengolahan yang mencakup pencucian, sortasi, pembersihan, pengupasan, pemotongan, dan lain sebagainya yang tidak mempengaruhi sifatsifat mutu bahan segarnya, khususnya kandungan gizinya (Shewfelt, 1987). Menurut Cantwell (1991) salah satu peserta symposium American Chemical Society menyatakan bahwa produk olah minimal adalah potongan buah dan sayur yang mengalami sedikit pengolahan. Menurut Burn (1995), buah dan sayuran segar terolah minimal lebih menawarkan jaminan mutu dibandingkan dengan sayuran segar dengan kondisi utuh tertutup kulit, karena pada sayuran segar terolah minimal konsumen dapat secara langsung melihat kondisi bagian dalam. Huxsoll dan Bolin (1989) dalam Laurila dan Ahvenainen (2002) menyatakan bahwa pengolahan minimal buah dan sayur mentah mempunyai dua tujuan yaitu: 1. Mempertahankan produk tetap segar tanpa kehilangan kualitas nutrisi. 2. Memastikan bahwa umur simpan produk cukup untuk membuat distribusi layak dilakukan dalam wilayah konsumsi. Laurila dan Ahvenainen (2002) selanjutnya menjelaskan bahwa ciri karakteristik pengolahan minimal adalah kebutuhan untuk pendekatan yang terintegrasi, dimana bahan mentah, cara penanganan, pengolahan, pengemasan dan distribusi harus diatur dengan baik untuk membuat umur simpan bertambah selama mungkin. Produk olahan minimal sayur-sayuran lebih mudah mengalami kerusakan dibandingkan dengan sayur-sayuran yang tidak diolah. Pengolahan minimal biasanya meningkatkan derajat kerusakan bahan yang diolah (Krochta et al., 1992). Proses pengupasan atau pengirisan pada tahap persiapan dapat menyebabkan luka pada jaringan sayur. Terbukanya jaringan tersebut akan memperpendek masa simpan sayur yang juga menyebabkan terjadinya hal-hal seperti: mempercepat produksi etilen (Krochta et al., 1992), degradasi membran lemak (Brecht, 1995), peningkatan respirasi (Krochta et al., 1992), oksidasi pencoklatan dan peningkatan laju penghilangan air (Brecht, 1995). Beberapa upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam teknologi olah minimal telah dilakukan oleh para peneliti. Perlakuan yang diberikan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk teknologi olah minimal. Beberapa perlakuan yang diterapkan dalam teknologi olah minimal antara lain penyimpanan pada suhu rendah, perlakuan khusus dalam persiapan sampel, penggunaan bahan tambahan pangan, penyimpanan dengan atmosfir terkontrol/termodifikasi dan penggunaan pelapis edible (Wong et al., 1994).
B. WORTEL Dari family Umbeliflorae, wortel merupakan sayuran terpenting dan yang paling banyak ditanam di berbagai tempat. Kegunaan awalnya hanyalah sebagai obat, tetapi sekarang wortel telah menjadi sayuran utama, dan umumnya dikenal karena kandungan α-karoten dan β-karoten akar tunggangnya. Kedua jenis karoten ini penting dalam gizi manusia sebagai prekursor vitamin A. kultivar yang ditanam di Asia bertekstur agak lunak, kurang manis, beraroma lemah, beradaptasi dengan suhu panas dan umbinya sering berwarna merah terang atau jingga kemerahan (Rubatzky dan Yumaguchi, 1998).
2
Tanaman wortel (Daucus carrota) berasal dari daratan Asia, kemudian berkembang ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia budidaya wortel pada mulanya hanya terkonsentrasi di Jawa Barat yaitu daerah Lembang dan Cipanas. Namun dalam perkembangannya menyebar luas ke daerahdaerah sentra sayuran di Jawa dan luar Jawa. Tanaman wortel yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah yang berumbi kuning sampai agak jingga, rasanya agak manis. Berdasarkan bentuk umbinya, wortel dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu: 1. Wortel tipe imperator umbinya berbentuk bulat panjang dengan ujungnya runcing seperti kerucut. Biasanya tumbuh akar serabut pada umbinya. Jenis wortel yang termasuk tipe ini adalah scarlet wonder. 2. Wortel tipe cantenay. Tipe ini umbinya berbentuk bulat panjang dengan ujungnya tumpul. Biasanya pada umbinya tidak tumbuh akar serabut, contohnya royal cross. 3. Wortel tipe nantes bentuk umbinya merupakan peralihan dari kedua tipe wortel. Jenis wortel tipe nantes ialah early marketer. Wortel tipe imperator kurang disukai karena rasanya kurang manis. Varietas lokal lebih disukai karena rasanya enak. Pemanenan biasanya dilakukan pada saat tanaman berumur 2.5 bulan – 4 bulan, dengan garis tengah 2 cm, tergantung pada varietas dan iklim setempat, waktu memanen sebaiknya pada saat masih muda, sebab umbi yang sudah tua terasa keras dan pahit. Jika dilihat dari taksonominya, wortel ternyata masih satu famili dengan parsley, seledri, adas dan lain-lain. Adapun klasifikasi tanaman wortel adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Wortel (Anonim, 2012)
Kingdom divisi sub-divisi kelas ordo genus species
: Plantae (tumbuh-tumbuhan) : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) : Angiospermae : Dicotyledonae : Umbelliferae (Apiaceae) : Daucus : Daucus carrota
Tanaman wortel merupakan sayuran dataran tinggi yang bisa ditanam sepanjang tahun baik musim kemarau maupun musim hujan. Wortel pada permulaan tumbuh menghendaki cuaca dingin dan lembab. Pertumbuhan dan produksi umbi dibutuhkan suhu udara optimal antara 15.6-21.1 0C. Suhu udara yang terlalu tinggi (panas) sering kali menyebabkan umbi kecil-kecil (abnormal) dan
3
berwarna pucat/kusam. Bila suhu udara terlalu rendah (sangat dingin), maka umbi yang terbentuk menjadi panjang kecil. Wortel adalah salah satu sumber makanan detoksifikasi yang mempunyai kemampuan untuk mengatur ketidakseimbangan dalam tubuh. Wortel merupakan komoditas sayuran yang banyak mengandung β-karoten yang merupakan prekursor Vitamin A. Wortel sebagai sumber Vitamin A berfungsi untuk membantu proses penglihatan (Ipteknet, 2009). Wortel mengandung pro-Vitamin A yang sangat tinggi, oleh karena itu sangat baik untuk menjaga kesehatan mata, khususnya pada anak-anak untuk menghindari buta senja dan meningkatkan ketahanan tubuh terhadap penyakit infeksi. Untuk memperoleh zat antikanker yang lebih banyak maka sebaiknya wortel dikonsumsi dalam keadaan masak. Pemasakan akan meningkatkan karoten dua hingga lima kali lebih banyak. Namun, pemasakan yang terlalu lama justru akan menghilangkan βkaroten tersebut. Ditinjau dari segi organoleptik, wortel memiliki warna yang menarik. Warna merah kekuningan hingga merah jingga menjadikan wortel memiliki daya pikat tersendiri. Selain itu, wortel memiliki rasa yang enak sehingga digemari oleh masyarakat. Tekstur umbi wortel juga sangan baik (renyah), tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembek. Bahkan mengonsumsi wortel sangat dianjurkan, terutama untuk menghadapi masalah kekurangan Vitamin A. Dalam setiap 100 gram bahan mengandung 12.00 S.I Vitamin A. wortel merupakan bahan pangan bergizi tinggi, harga murah, dan mudah mendapatkannya. Umbi wortel berwarna kuning kemerahan karena mengandung β-karoten yang tinggi, kulitnya tipis rasanya enak renyah dan manis. Komposisi gizi umbi wortel disajikan pada Tabel 1 . Tabel 1. Komposisi gizi wortel per 100 gram bahan Bahan Penyususun Kandungan gizi 42.00 Kalori (kal) 9.30 Karbohidrat (g) 0.30 Lemak (g) 1.20 Protein (g) 39.00 Kalsium (mg) 37.00 Phosphor (mg) 0.80 Besi (mg) 12.00 Vitamin A (SI) 0.06 Vitamin B (mg) 6.00 Vitamin C (mg) 88.20 Air (g) 88.00 Bagian yang dapat dimakan (%) Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1995). Salah satu karoten yang sangat penting adalah β-karoten. β-karoten berperan penting sebagai antioksidan yang memberikan perlindungan pada tubuh terhadap pengaruh negatif yang merusak dari aktifitas radikal bebas. Kandungan zat gizi utama wortel adalah karoten, selain itu juga mengandung gula, pektin, asparagin, Vitamin B, C, D, E dan Vitamin K, serat lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, sodium, potassium, asam amino, minyak essensial dan β-karoten. Jika biasanya sayur atau buah lebih bermanfaat jika dikonsumsi segar, beda hal nya dengan wortel. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa proses pengolahan wortel justru meningkatkan jumlah β-karoten. Itu terjadi
4
karena proses pengolahan akan menghancurkan dinding selnya sehingga β-karoten lebih mudah larut dan dimanfaatkan (Ipteknet, 2009). Selain kandungan vitamin dan mineral, wortel juga merupakan sumber serat yang baik. Serat makanan diakui memberikan pengaruh positif bagi metabolisme zat gizi dan kesehatan tubuh. Peranan serat makanan untuk kesehatan tubuh seringkali dikaitkan dengan penyakit konstipasi, kegemukan (obesitas) serta memberikan efek hipokolesterolemik dengan cara mengikat asam empedu dan membuangnya ke feses. Peranan yang terakhir ini sangat erat kaitannya dengan pencegahan penyakit jantung koroner. Pascapanen merupakan semua kegiatan yang dilakukan terhadap komoditi setelah selesai panen yang bertujuan untuk menjaga kondisi produk agar tetap segar hingga tiba ke tangan konsumen. Kegiatan pascapanen ini meliputi dari pemanenan, ada beberapa urutan persiapan tersebut, meliputi: pembersihan, pemilihan, pencegahan penyakit pascapanen, pengukuran (sizing), pengkelasan (grading), pengemasan (packaging), transportasi dan penyimpanan. Setelah dipanen buah-buahan dan sayur-sayuran segar terus mengalami kegiatan respirasi dan transpirasi, jaringan dan sel masih terus menunjukkan aktivitas metabolisme sehingga selalu mengalami perubahan kimiawi dan biokimiawi (Eskin et al. 1971). Luka-luka ataupun memar selama pemanenan akan memberi pengaruh buruk terhadap komoditas hingga menjadi rusak dan tidak menarik. Pemanenan dan penanganan perlu dilakukan dengan hati-hati agar luka maupun memar dapat ditekan serendah mungkin hingga buah dan sayuran yang dipanen dapat dipertahankan mutunya dalam waktu yang lebih lama. Pemanenan yang keliru dan penanganan yang kasar di kebun dapat mempengaruhi mutu pemasaran secara langsung (Pantastico, 1997). Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak, Vitamin A umumnya stabil terhadap panas, asam, dan alkali. Dalam Vitamin A banyak terkandung β-karoten, tubuh manusia mampu mengubah β-karoten menjadi Vitamin A. sayuran dan buah berwarna hijau atau kuning biasanya banyak mengandung Vitamin A, semakin hijau maka semakin tinggi kadar karotennya. Ada beberapa pro-Vitamin A yang termasuk pigmen karatenoid yang paling penting adalah βkaroten. Kerusakan dapat terjadi pada suhu tinggi jika ada oksigen. Senyawa ini juga rentan terhadap oksidasi oleh lipid peroksidase dan yang mendorong oksidase lipid yang mengakibatkan penguraian Vitamin A. Vitamin A juga sangat rentan terhadap sinar dan cahaya (Deman, 1989).
C. EDIBLE COATING Edible coating merupakan edible lapisan tipis yang dapat dikonsumsi dan menyediakan perlindungan terhadap kelembaban, oksigen, dan perpindahan solute bagi makanan. Bahan ini digunakan diatas atau di antara produk dengan membungkus, merendam, menyikat atau menyemprot untuk memberikan tahanan yang selektif terhadap transmisi gas dan uap air dan memberikan perlindungan terhadap kerusakan mekanis (Gennadios dan Weller, 1990). Bahan dasar pembuatan edible coating adalah hidrokoloid (protein, polisakarida), lipid (asam lemak), dan komposit (campuran hidrokoloid dan lipid). Protein dapat diperoleh dari jagung, kedelai, keratin, kolagen, gelatin, kasein, protein susu, albumin telur, dan protein ikan. Polisakarida dapat diperoleh dari selulosa dan turunannya (metil selulosa, karboksil metil selulosa, hidroksi profil metil selulosa), tepung dan turunannya, pektin ekstrak ganggang laut (alginate, karagenan, agar), gum (gum arab, gum karaya), xanthan, chitosan, dan lain-lain (Gennadios dan Weller, 1990). Polisakarida yang digunakan untuk edible coating adalah selulosa, pati dan turunannya, pektin dan turunannnya, ekstrak rumput laut, eksudat gum, gum fermentasi, dan chitosan. Polisakarida sangat hidrofilik sehingga kurang baik dalam menahan uap air dan udara. Namun, jenis pelapis ini dapat
5
menjadi agen yang dapat mengurangi kehilangan kelembaban dari bahan pangan. Contoh coating tersebut dapat diperoleh dari campuran pektin (LMP), kalsium klorida, plasticizer, serta asam organik. Umumnya coating dengan polisakarida (termasuk pektin) tidak cukup baik untuk menahan migrasi uap air, bahkan transmisi uap airnya bisa mencapai 7 – 20 kali dibandingkan coating dengan lilin dan minyak (misalnya dengan parafin). Coating ini mampu menghambat gas CO2 dan oksigen sehingga mampu menghambat pematangan pada komoditas klimakterik yang pada akhirnya mampu memperpanjang umur simpan tanpa menimbulkan kondisi anaerob. Hal ini menyerupai penyimpanan dengan CA atau pun MA yang memerlukan lebih banyak biaya misalnya biaya tenaga kerja. Senyawa lipid yang banyak digunakan adalah monogliseril, wax alami, dan surfaktan. Materi yang paling efektif adalah parafin dan beeswax. Fungsi primer film lipid adalah menghalangi transpor uap air karena sifat polarnya yang rendah. Lapisan lipid bersifat hidrofobik. Permeabilitas uap air kan menurun ketika konsentrasi fase hidrofobik meningkat. Lipid-based film sering digunakan pada struktur matrik polimer untuk memberikan kekuatan mekanik. Film yang dibuat dari lipid akan memiliki sifat tebal tapi mudah rapuh. Mampu mencegah kehilangan air, mengurangi tergerusnya permukaan selama penanganan bahan serta mengendalikan pencoklatan pada kulit buah apel. Pada pisang, memberikan kesan mengkilap pada buah serta menurunkan timbulnya bintik pelayuan yang terkait dengan penurunan aktivitas enzim polifenol oksidase. Pada buah tomat, coating tersebut ternyata juga dapat mempertahankan kandungan asam askorbat Kombinasi antara hidrokoloid dan lipid berfungsi untuk meningkatkan sifat-sifat mekanik terterntu dari edible film tergantung fungsi spesifik yang diinginkan. Film komposit ini diaplikasikan dalam bentuk emulsi, suspensi, dispersi, atau dalam bentuk multilayer film. Metode aplikasi akan mempengaruhi kemampuan penghalang dari film yang dihasilkan. Menurut Guilbert (1993), beberapa keuntungan penggunaan edible coating adalah: 1. Dapat dimakan 2. Biaya umumnya rendah 3. Kegunaannya dapat mengurangi limbah 4. Mampu meningkatkan sifat organoleptik, mekanik dan nutrisi pada makanan 5. Mampu menambah nilai nutrisi makanan (terutama oleh film yang terbuat dari protein) 6. Dapat berfungsi sebagai carier atau zat pembawa untuk senyawa antimikroba dan antioksidan 7. Dapat digunakan sebagai pembungkus primer makanan, bersama-sama dengan film yang tidak dapat dimakan Cara-cara pelapisan untuk edible coating adalah pencelupan, penyemprotan atau penuangan. Metode pencelupan dilakukan dengan cara mencelupkan bahan makanan ke dalam edible coating. Untuk mendapatkan permukaan yang rata, dibutuhkan suatu mantel. Setelah pencelupan, kelebihan mantel dialirkan ke produk dan kemudian dikeringkan agar diperoleh teksur yang keras. Metode penyemprotan dilakukan dengan cara menyemprokan edible coating pada bahan pangan pada satu sisinya, sehingga hasilnya lebih seragam dan praktis dibandingkan cara pencelupan. Metode penuangan dilakukan dengan cara menuang edible coating ke bahan yang akan dilapis. Teknik ini menghasilkan bahan yang lembut dan permukaan yang datar, tetapi ketebalannya harus diperhatikan karena berpengaruh terhadap permukaan bahan.
D. PEMBEKUAN Pembekuan adalah pemindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat (Tambunan, 1999). Syarief dan Kumendong (1992) menyatakan bahwa pembekuan adalah kegiatan menurunkan suhu bahan pangan di bawah suhu titik bekunya. Dengan membekukan
6
sebagian kandungan air bahan atau dengan terbentuknya es (ketersediaan air menurun). Maka kegiatan enzim dan jasad renik dapat dihambat atau dihentikan sehingga dapat mempertahankan mutu bahan pangan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan dalam keadaan beku yang biasanya dilakukan pada suhu (-12) – (-24)oC. Pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24 sampai -40oC. Pembekuan cepat dapat terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit, sedangkan pembekuan lambat biasanya berlangsung selama 30-72 jam. Pembekuan cepat mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara lambat karena kristal es yang terbentuk lebih kecil sehingga kerusakan mekanis yang terjadi lebih sedikit, pencegahan pertumbuhan mikroba juga berlangsung cepat dan kegiatan enzim juga cepat berhenti. Bahan pangan yang dibekukan dengan cara cepat mempunyai mutu lebih baik daripada pembekuan lambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan selama beberapa hari atau minggu tergantung dari jenisnya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bula atau kadang-kadang beberapa tahun. Menurut Irving dan Sharp (1976), mutu bahan pangan yang dibekukan akan menurun dengan kecepatan yang tergantung pada suhu penyimpanan dan jenis bahan pangan. Pada umumnya sebagian besar bahan pangan akan mempunyai mutu penyimpanan yang baik sekurang-kurangnya 12 bulan bila disimpan pada suhu -18oC, kecuali bahan pangan dengan kandungan lemak tinggi. Bila suhu penyimpanan naik 3oC, maka kecepatan kerusakan akan berlipat ganda. Makanan beku yang mempunyau mutu penyimpanan yang baik selama 12 bulan pada suhu -18oC, akan tahan disimpan masing-masing selama 6 bulan atau 3 bulan pada suhu -15oC atau -12oC. Kandungan air dalam bahan selama pembekuan akan berubah wujud menjadi kristal es. Terbentuknya kristal es dalam bahan pangan dipengaruhi oleh suhu media pembekunya (Fellow, 1992). Faktor penting dalam pembekuan bahan pangan adalah laju pembekuan. Laju pembekuan cepat menghasilkan mutu produk yang lebih baik daripada pembekuan lambat (Tressler, 1981). Pembekuan cepat menyebabkan kristal es yang terbentuk pada produk beku akan lebih kecil dan tidak merusak dinding sel, sehingga ketika dicairkan kembali, tekstur bahan tidak rusak. Dengan demikian, mutu hasil pembekuan masih mendekati bahan pangan segar walaupun tidak dapat dibandingkan dengan mutu hasil pendinginan. Pembekuan merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi kerusakan hasil pertanian, sehingga memiliki umur simpan yang lebih lama. Keunggulan dari teknologi ini cukup sederhana dan tidak menyita waktu serta dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, khamir yang mempercepat proses kebusukan pada produk pangan. Dibandingkan dengan proses pemanasan, teknologi pembekuan cepat dapat lebih mempertahankan kandungan nutrisi pada bahan pangan apabila dilakuakan dengan benar. Namun, demikian beberapa penelitian menyebutkan bahwa pembekuan lambat yang selama ini banyak dipergunakan dalam preservasi bahan pangan, memiliki banyak kekurangan terutama karena menyebabkan terbentuknya kristal es dengan ukuran yang lebih besar, sehingga jaringan pada bahan pangan tersebut menjadi rusak dan berakibat hilangnya komponen zat gizi. Secara mikrobiologis, pembekuan dapat menghambat pertumbuhan mikroba karena ketika makanan dibekukan, air yang ada berkurang karena pembentukan kristal es, dan Aw menurun karena terjadi peningkatan konsentrasi komponen hidrofilik. Tingginya konsentrasi komponen hidrofilik seperti ion-ion organik dan anorganik dapat membatasi pertumbuhan mikroorganisme melalui efek penarikan air, membatasi transfer nutrien ke dalam sel dan efek terlarut intraseluler (Ibrahim, 1993). Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan mikroba terhadap pembekuan adalah jenis dan galur mikroba, komponen bahan pangan (protein, peptide, gula, lemak, dll), fase pertumbuhan,
7
komposisi media pendingin dan pembekuan, laju pendinginan, pengaturan suhu dan waktu pendinginan, laju thawing dan media yang digunakan untuk menentukan jumlah yang hidup Untuk mempertahankan mutu suatu produk beku juga perlu dilakukan pengemasan yang sempurna untuk melindunginya dari dehidrasi yang disebabkan oleh proses sublimasi selama pembekuan. Proses dehidrasi tersebut dapat menyebabkan perubahan warna, rasa, tekstur dan gizi bahan pangan beku selama penyimpanan (Desrosier, 1988).
E. PENGEMASAN Fungsi utama dari pengemasan adalah 1) menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan kontaminasi lain, 2) melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air, dan penyinaran (cahaya), 3) mempunyai fungsi yang lebih baik, efisien dan ekonomis khususnya selama proses penempatan makanan ke dalam wadah kemasan, 4) mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan, dan distribusi, 5). Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan standar yang ada, mudah dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak, dan 6) menampakkan identifikasi, informasi, dan penampilan yang jelas agar dapat membantu promosi atau penjualan (Syarief et al, 1989). Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan atau produk olahan yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan atau getaran). Pengemasan juga berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi, dan dari segi kemasan sebagai alat promosi dan media informasi (Syarief & Halid, 1993). Pengemasan memegang peranan penting dalam pengawetan bahan hasil pertanian. Pengemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan dengan cara melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya. Selain itu pengemasan juga dapat melindungi bahan pangan dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik. Menurut Suyitno (1986) pengemasan adalah upaya perlindungan hukum, pengawetan, logistik, kepastian hukum, pengamanan dan pemasaran. Pengertian kemasan sendiri adalah konstruksi yang dirancang dengan kekuatan yang mampu melindungi produk secara efektif terhadap penyebab kerusakan fisik, kimiawi dan mikrobiologi. Seleksi bahan pengemas yang tepat dengan sifat barier yang cocok terhadap oksigen, uap air, cahaya dan sebagainya dapat meningkatkan umur produk pangan (Subangsihe, 1993). Menurut Spiess dan Schubert (1990) umur simpan suatu produk pangan dipengaruhi tiga parameter yaitu kemasan, sifat produk dan teknologi prosesnya. Persyaratan pengemas untuk bahan pangan antara lain mempunyai permeabilitas terhadap udara, tidak menyebabkan penyimpangan warna dari produk, tidak bereaksi sehingga tidak merusak bahan maupun cita rasanya. Bahan pengemas harus tidak mudah teroksidasi atau bocor, tahan panas, mudah dikerjakan secara marjinal dan harganya relatif murah. Sementara itu fungsi terpenting dari pengemasan keripik adalah untuk melindungi produk dari ketengikan, kelembaban, kehilangan bau atau masuknya bau asing yang mengganggu produk dan mencegah produk dari kehancuran. Faktor tambahan berhubungan dengan persyaratan dalam penjualan termasuk untuk daya tarik produk, tidak ada noda minyak, mudah dibuka dan kemampuan mesin (Sacharow & Griffin, 1980). Bahan kemasan dapat berupa gelas, kertas, plastik atau kaleng. Bahan kemasan tersebut harus tahan lemak yang bertujuan untuk mencegah penetrasi lemak dari bahan ke luar melalui dinding
8
pembungkus. Penggunaan plastik untuk kemasan makanan cukup menarik karena sifatsifatnya yang menguntungkan seperti luwes, mudah dibentuk, mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti wadah logam serta mudah dalam penanganan. Polipropilen termasuk dalam jenis plastik poliolein dan merupakan polimer dari propilen. Pada mulanya motekul polipropilen berada dalam wujud gas. Bila dibandingkan dengan polietilen, polipropilen (PP) mempunyai kekuatan tarik dan kejernihan yang lebih baik serta permeabilitas uap air dan gas yang rendah (Pantastico, 1997). Sifat-sifat utama propilen diantaranya adalah ringan, mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam keadaan film, permeabilitas uap air rendah dan permeabilitas gas sedang (Syarief et al.9 1989). Sementara menurut Pantastico (1997), sifat-sifat polipropilen yang lain adalah tidak bereaksi dengan bahan, dapat mengurangi kontak antara bahan dengan oksigen, tidak menimbulkan racun dan mampu melindungi bahan dari kontaminan. Polipropilen lebih kaku, kuat, lebih ringan dari pada polietilen dan stabil pada suhu tinggi. Plastik polipropilen yang tidak mengkilap mempunyai daya tahan yang cukup rendah terhadap suhu tetapi bukan penahan gas yang baik (Buckle & Edwards, 1987). Untuk produk yang sensitif terhadap oksigen dapat diawetkan lebih baik dengan menggunakan kemasan vakum. Kemasan vakum tidak hanya memperpanjang masa simpan tapi juga memberikan efek visual yang lebih baik terhadap kemasan (Subangsihe, 1993). Colby et. al (1993) mendefinisikan kemasan vakum dengan keterbatasan kandungan oksigen dalam suatu lingkungan melalui pengurangan konsentrasinya atau penghilangan seluruhnya. Menurut Wills et al. (1981) kemasan yang memenuhi syarat untuk pengemasan bahan pangan adalah yang mempunyai sifat: 1. Kuat untuk melindungi bahan selam penyimpanan, transportasi dan penumpukan 2. Tidak bereaksi dengan bahan yang dikemas 3. Bentuk sesuai dengan cara penanganan dan pemasaran 4. Sifar permeabilitas film kemasan sesuai dengan laju kegiatan respirasi bahan yang dikemas, dan biaya kemasan sesuai dengan bahan yang dikemas.
9
III.
BAHAN DAN METODE
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pengemasan Distribusi dan Transportasi, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu Pelaksanaan Penelitian selama 3 bulan yaitu bulan Februari 2012 sampai April 2012.
B. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah freezer (-18oC), pisau, cooler box, tray, erlenmeyer, gelas piala, timbangan, pipet, biuret, chromameter, refraktometer, penetrometer digital, lemari es, sarung tangan, dan masker.
2. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah wortel segar dengan diameter 2 cm yang diperoleh dari pasar tradisional, minyak goreng kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kedelai, minyak jagung, plastik PP, dan alumunium foil. Bahan kimia yang digunakan adalah benzena, katalis, H2SO4, NaOH, akuades, alkohol, CO2 kering.
C. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan karakteristik wortel segar dan metode pembekuan. Metode yang digunakan adalah CO2 kering dan freezer (-18oC). Caranya yaitu wortel segar yang telah dicuci dan dibersihkan lalu dibentuk bunga. Setelah itu diiris dengan ketebalan 0.5 cm. Wortel yang telah diiris kemudian dilakukan pembekuan dengan menggunakan CO2 kering dan freezer (-18oC). Analisis yang dilakukan yaitu mengetahui waktu pembekuan, suhu akhir produk, keseragaman pembekuan, dan penampakan permukaan. Diagram alir metode penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Lampiran 1.
2. Penelitian Utama Penelitian utama dilakukan untuk menentukan pengaruh proses pembekuan dan aplikasi coating minyak nabati pada irisan wortel. Wortel yang memiliki ukuran diameter ±2 cm kemudian dicuci dan dibersihkan lalu dibentuk bunga. Setelah itu diiris dengan ukuran tebal 0,5 cm. Wortel yang telah diiris dibagi menjadi bagian yang dilapisi minyak goreng kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kedelai dan minyak jagung. Pelapisan irisan wortel dilakukan dengan cara dicelupkan pada larutan coating sampai irisan wortel tersebut terlapis minyak kemudian ditiriskan dan dikering-anginkan. Wortel terlapisi minyak kemudian dilakukan pembekuan dengan menggunakan freezer (-18oC). Irisan wortel beku dikemas dengan menggunakan plastik PP dengan dua kondisi yaitu vakum dan normal. Lalu dilakukan penyimpanan beku selama selama 2 bulan dan dianalisis setiap minggunya. Parameter
10
yang diuji adalah susut bobot penyimpanan, total padatan terlarut, kekerasan, dan warna. Kemudian dilakukan uji organoleptik yang terdiri dari dua bagian yaitu thawing dan stup. Parameter yang diamati adalah warna, aroma dan tekstur. Adapun diagram alir metode penelitian utama adalah: Wortel
Pencucian dan pembentukan bunga
Pengirisan 0.5 cm
Pelapisan minyak kelapa
Pelapisan minyak goreng kelapa sawit
Pelapisan minyak kedelai
Pelapisan minyak jagung
Kontrol
Penirisan
Pembekuan freezer (-18oC)
Pengemasan vakum
Perhitungan susut bobot proses
Pengemasan normal
Penyimpanan beku 2 bulan
-
Analisis setiap minggu Susut bobot Total padatan terlarut Kekerasan Warna Uji organoleptik
Gambar 2. Diagram alir metode penelitian utama
11
Pengujian yang dilakukan adalah: 1. Pengaruh pelapisan minyak goreng kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak jagung. Wortel yang telah diiris dicelupkan ke dalam empat jenis minyak yaitu miyak goreng kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kedelai dan minyak jagung sampai irisan tersebut terlapisi minyak, kemudian irisan tersebut ditiriskan dan dikering-anginkan. 2. Kecepatan Pembekuan Irisan wortel yang telah di coating dengan minyak kemudian dibekukan pada freezer (-18oC). Setelah itu dihitung suhu yang digunakan untuk membekukan irisan wortel tersebut, lamanya waktu pembekuan. a. Analisis Mutu: susut bobot, warna, kekerasan, dan total padatan terlarut. Bobot wortel beku ditimbang setiap minggu untuk menilai kualitas ukuran dari penampakan (visual) produk. Susut bobot dihitung berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan. Uji susut bobot terhadap bahan bertujuan untuk membandingkan selisih bobot bahan sebelum penyimpanan dengan sesuadah penyimpanan.
Susut bobot %
100%
Dimana: W : Bobot bahan awal pembekuan (gram) Wa : Bobot bahan akhir pembekuan (gram) b. Warna Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Colortex dengan spesifikasi Colorimetry IV Version 4.0. Nilai yang terbaca pada alat antara lain nilai L, a, dan b (tingkat kecerahan). Intensitas warna ditunjukan melalui nilai Chroma yang dihitung dengan rumus sebagai berikut : C O
b
√a
H = tan (b/a) -1
Tabel 2. Kisaran nilai oHue o
Hue 342-18 18-54 54-90 90-126 126-162 162-198 198-234 234-270 270-306 306-342
Warna Red purple Red Yellow red Yellow Yellow green Green Blue green Blue Blue purple Purple
12
Keterangan : C = Chroma, menunjukkn intensitas warna sampel H = oHue, menunjukkan warna sampel L = Tingkat kecerahan a = merupakan warna campuran merah-hijau b = merupakan warna campuran kuning-biru o Hue = parameter untuk kisaran warna c. Tekstur Uji Tekstur (kekerasan) diukur secara objektif dengan menggunakan alat penetrometer dan menggunakan jarum penetrometer serta pemberat jika diperlukan. Kekerasan adalah jarak penembusan jarum penetrometer dalam milimeter per 10 detik. d. Total Padatan Terlarut Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refraktometer. Wortel yang sudah di thawing diletakkan pada prisma refraktometer, dan dilakukan pembacaan. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma refraktometer dibersihkan dengan alkohol. Angka refraktometer menunjukkan kadar total padatan terlarut.
D. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 2 kali ulangan. Untuk faktor A memiliki taraf perlakuan minyak, yaitu minyak goreng kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kedelai, minyak jagung, dan kontrol. Sedangkan faktor B memiliki taraf perlakuan kemasan yaitu vakum dan normal. Model rancangan adalah sebagai berikut: Yij = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εij Dengan i=1,2..,a; j=1,2…,b; k=1,2,..,r dimana : : nilai pengamatan Yij µ : rata-rata umum dan rata-rata sebenarnya Ai : Pengaruh taraf ke-i jenis minyak Bj : Pengaruh taraf ke-i faktor kemasan (AB)ij : Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A (jenis minyak) dan taraf ke-j faktor b (kemasan) εij : Pengaruh galat percobaan
13
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi Wortel Segar Nilai gizi suatu produk makanan merupakan faktor yang sangat rentan terhadap perubahan perlakuan sebelum, selama, dan sesudah proses pengolahan. Umumnya selama proses pengolahan terjadi kerusakan gizi secara bertahap pada bahan pangan. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi suatu bahan pangan atau produk seperti kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Informasi kandungan nilai gizi suatu produk sangat penting untuk mengetahui jumlah kalori yang terdapat pada suatu produk. Selain itu, bagi konsumen yang tidak mengonsumsi makanan berlemak tinggi atau memiliki penyakit kolesterol, berat badan tidak normal (obesitas), dan lain-lain dapat mengetahui apakah suatu produk baik untuk dikonsumsi atau tidak dilihat dari kadar lemak yang terkandung dalam produk tersebut. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah wortel segar. Kandungan gizi dari produk dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil analisis proksimat sayur wortel Komponen
Hasil (% bb)
Air
88.20
Abu
0.60
Protein
0,46
Lemak kasar
0.05
Serat Kasar
0.14
Air merupakan komponen yang mempunyai peranan penting dalam sayur untuk siklus reproduksi dan proses fisiologi sehingga air akan mempengaruhi lama umur simpan sayur. Wortel merupakan salah satu sayuran yang mempunyai kandungan air tinggi, dapat dilihat dari Tabel 3. Kandungan air sayuran dan buah-buahan pada umumnya berkisar antara 80-90%. Kadar air hasil penelitian yang diperoleh adalah 88,20%. Nilai tersebut sama seperti literatur dari Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1995). Menurut Desrosier (1988), abu merupakan mineral-mineral anorganik yang memiliki ketahanan cukup tinggi terhadap suhu pemasakan sehingga keberadaannya dalam bahan pangan bisa mengalami perubahan, namun cenderung tetap. Hasil analisis kadar abu wortel adalah sebesar 0, 60%. Rendahnya kadar abu pada wortel ini menunjukkan bahwa jumlah mineral-mineral organik yang terkandung pada produk cukup rendah sehingga produk ini baik untuk dikonsumsi. Wortel merupakan salah satu sayuran yang kandungan lemaknya rendah. Dapat dilihat pada Tabel 3, bahwa kadar lemak wortel yaitu 0.05 (% bb). Selain lemak kandungan yang rendah dalam sayuran wortel adalah protein dan serat. Nilai tersebut lebih rendah dari Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1995) sebesar 0,74%. Perbedaan nilai kadar protein ini dapat disebabkan oleh lingkungan hidup komoditas wortel tersebut.
14
2. Pemilihan Metode Pembekuan Pada penelitian pendahuluan dilakukan percobaan “trial and error” proses pembekuan. Proses tersebut diawali dengan mengupas wortel segar dan membentuk wortel tersebut menjadi bentuk bunga, lalu mencuci dengan air. Wortel yang telah bersih dan telah ditiriskan, kemudian diiris dengan ukuran ±5mm. Kemudian wortel yang telah diiris dilakukan pembekuan dengan dua parameter yaitu pembekuan menggunakan CO2 kering dan pembekuan menggunakan freezer (-18oC). Setelah itu diamati kecepatan pembekuan, suhu akhir produk, keseragaman pembekuan dan penampakan permukaan. Dari hasil percobaan “trial and error” proses pembekuan diperoleh metode pembekuan terbaik yaitu dengan menggunakan freezer (-18oC). Hal ini dikarenakan metode menggunakan freezer (-18oC) membutuhkan waktu pembekuan yang singkat dibandingkan menggunakan CO2 kering, suhu menggunakan freezer (-18oC) dicapai, hasil pembekuan irisan wortel seragam, penampakan permukaan lebih baik menggunakan freezer (-18oC), dan apabila menggunakan CO2 kering perbandingan komposisi antara wortel dengan CO2 kering lebih banyak CO2 kering. Jadi dapat disimpulkan pembekuan yang digunakan adalah dengan menggunakan freezer (-18oC). Tabel 4. Hasil metode pembekuan dengan CO2 kering dan freezer Parameter Kecepatan pembekuan Suhu akhir produk Keseragaman pembekuan Penampakan permukaan
CO2 kering >15 jam -9 oC Tidak seragam Kurang baik
freezer 10-15 jam -18oC Seragam Baik
B. PENELITIAN UTAMA 1. Pengaruh Proses Pembekuan Pembekuan merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi kerusakan sayuran wortel, sehingga memiliki umur simpan yang lebih lama. Teknologi ini cukup sederhana dan tidak menyita waktu serta dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, maupun khamir pada produk pangan, yang mempercepat proses kebusukan. Dengan pembekuan, makanan akan lebih awet karena aktivitas mikroba terhenti dan aktivitas enzim juga terhambat. Terhambatnya pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan hasil pertanian yang beku disebabkan karena air tidak tersedia lagi, sedangkan terhambatnya laju reaksi-reaksi kimia disebabkan karena sistem larutan telah berubah menjadi padat sehingga air tidak lagi berfungsi sebagai zat pelarut. Dibandingkan dengan pengalengan, teknologi pembekuan lebih dapat mempertahankan kandungan nutrisi pada bahan pangan apabila dilakukan dengan benar (Desrosier, 1988). Irisan wortel yang telah di coating, kemudian dilakukan pembekuan pada freezer (-18oC) selama 10-15 jam. Lamanya waktu pembekuan dapat mengakibatkan pencegahan pertumbuhan mikroba dan penghambatan aktivitas enzim juga berlangsung lambat. Setelah dibekukan, pada irisan wortel terlihat seperti adanya lemak yang menempel dan terbentuk kristal es yang berukuran besar yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan. Sedangkan kondisi irisan wortel beku setelah di thawing memiliki karakteristik berbeda dengan wortel segar yaitu irisan wortel beku memiliki tekstur yang lebih lunak dan kenyal. Hal ini terjadi karena suhu pembekuan yang kurang rendah dan waktu pembekuan yang tergolong relatif lambat sehingga dapat menyebabkan kerusakan mekanis yang menunjukkan terjadinya kerusakan jaringan dan hilangnya tekanan turgor
15
pada irisan wortel. Pada pembekuan terjadi perubahan kandungan air menjadi kristal es. Bila terjadi pertumbuhan kristal es yang lebih cepat daripada pembentukan inti kristal es, maka akan terjadi osmodehidrasi pada sel, yang mampu merusak vakuola dan dinding sel sehingga menyebabkan kerusakan struktur sel dan penurunan tingkat kekerasan sel. Akibat rusaknya jaringan irisan wortel, menyebabkan hilangnya water holding capacity yang menghasilkan cairan atau drip, yang tidak dapat diserap kembali oleh jaringan irisan wortel beku.
Gambar 3. Pembekuan irisan wortel
2. Perubahan Mutu Selama Penyimpanan Penentuan perubahan mutu irisan wortel beku selama penyimpanan didasarkan atas perlakuan coating berbagai jenis minyak (minyak goreng kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak jagung) dan kemasan (vakum dan normal). Karakteristik irisan wortel beku yang diamati dalam penelitian ini adalah susut bobot, total padatan terlarut, kekerasan, dan warna.
a. Susut Bobot Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu yang menggambarkan tingkat kesegaran hasil pertanian. Perubahan susut bobot yang semakin tinggi menunjukkan bahwa tingkat kesegaran bahan pertanian sudah semakin berkurang. Menurut Purwoko dan Juniarti (1998), persentase susut bobot mengalami peningkatan selama pemasakan hasil pertanian. Hal ini disebabkan karena hasil pertanian mengalami kehilangan air karena aktivitas respirasi dan transpirasi. Menurut Wills et al. (1981), pada proses respirasi senyawa-senyawa kompleks yang biasa terdapat dalam sel seperti karbohidrat akan dipecah menjadi molekul-molekul yang sederhana seperti karbondioksida dan air yang mudah menguap, sehingga komoditas akan kehilangan bobotnya. Kehilangan air pada komoditas tergantung dari defisit tekanan uap air antara komoditas dengan udara sekitar. Pada kelembaban nisbi udara (RH) dan laju pergerakan udara tertentu, kehilangan air dari komoditas akan meningkat sejalan meningkatnya temperatur. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 4, diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak, kemasan, dan interaksi diantara keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap susut bobot. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa nilai perubahan % susut bobot meningkat selama penyimpanan. Susut bobot meningkat dari 0.00% hingga 0.14%. Peningkatan
16
nilai susut bobot tertinggi yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan menggunakan coating minyak jagung dan kemasan normal. Sedangkan peningkatan nilai susut bobot terendah yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan menggunakan coating minyak minyak sawit kemasan normal. 0,3 0,25 % susut bobot
0,2 0,15
y = 0,002x
0,1
y = 0,001x y = 0,001x y = 0,001x
0,05 0 ‐0,05 0
10
y = ‐0,000x 60
20 30 40 Lama pengamatan (hari)
50
Kontrol
Minyak sawit
Minyak kelapa
Minyak kedelai
Minyak jagung
‐0,1
(a)
% Susut bobot
0,2
y = 0,003x
0,15 y = 0,002x 0,1
y = 0,001x y = 0,001x
0,05
y = 0,000x
0 0
10
20
30
40
50
60
Lama pengamatan (hari) Kontrol
Minyak sawit
Minyak kedelai
Minyak jagung
Minyak kelapa
(b) Gambar 4. Grafik perubahan % susut bobot irisan wortel beku dalam kemasan (a) vakum, dan (b) normal selama penyimpanan Penyebab utama susut bobot hasil pertanian adalah kehilangan air atau transpirasi selama penyimpanan dan dapat juga disebabkan oleh terjadinya evaporasi. Evaporasi ini dikarenakan penyimpanan irisan wortel beku di freezer akan kehilangan air karena udara di dalam ruang pendingin terlalu kering (RH-nya rendah) maka air dari wortel yang ada di ruang pendingin akan menguap untuk mencapai keseimbangan dan wortel memiliki kadar air yang tinggi sehingga terjadi evaporasi. Akibatnya, terjadi pengerutan atau layu, pengeringan, pengerasan dan susut bobot. Hal ini diperjelas
17
oleh Ryall dan Lipton (1983) yang menyatakan bahwa kehilangan air dari komoditas selain dipengaruhi oleh suhu dipengaruhi juga oleh kelembaban nisbi lingkungan sekitarnya. Susut bobot yang berlebihan dari komoditas menyebabkan pelayuan dan pengeriputan sehingga kesegarannya pun berkurang. Susut bobot yang semakin besar dengan semakin lamanya penyimpanan terjadi bukan hanya kehilangan air selama proses transpirasi, tetapi dapat diakibatkan oleh kehilangan karbon selama respirasi komoditas (Saesarsono, 1981). Menurut Woodroof (1982), untuk sebagian besar sayuran susut bobot sekitar 3-6% dapat menyebabkan hilangnya kualitas dan pada sebagian kecil sayuran susut bobot sebesar 10% menyebabkan sayuran tidak berharga lagi. Sedangkan Pantastico et al. (1986) menyatakan bahwa batas kriteria kehilangan air sebesar 5-10% dari berat semula dapat menyebabkan sayuran tidak laku dijual. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pembuatan produk irisan wortel beku selama penyimpanan sampai hari ke 54 masih layak untuk di konsumsi dan dijual.
b. Kekerasan
Kekerasan (mm/s)
Selama dalam penyimpanan wortel akan terus kehilangan air, dan akan terjadi perubahan sifat fisik. Penyimpanan yang dilakukan pada produk menyebabkan terjadinya perubahan kekerasan. Selama pembekuan terbentuk kristal-kristal es yang besar yang akan membentuk pori-pori pada produk yang akan menyebabkan tekstur produk kurang kompak. Menurut Muchtadi (1992), kekerasan hasil pertanian menurun karena hemiselulosa dan protopektin terdegradasi. Protopektin menurun jumlahnya karena berubah menjadi pektin yang bersifat larut dalam air. Sedangkan Szczesniak (1998) berpendapat perubahan tekstur hasil pertanian selama penyimpanan terutama disebabkan perubahan lamela tengah dan dinding sel primer yang disebabkan enzim pendegradasi serta pelarutan materi pektin. Kondisi ini mendorong pemisahan sel dan berkurangnya ketahanan terhadap tekanan dari luar. Kekerasan didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan produk yang diinginkan. Kekerasan irisan wortel beku diukur dengan menggunakan penetrometer dengan prinsip bahwa semakin besar jarak penembusan probe (mm/s), nilai kekerasan semakin berkurang atau kelunakan semakin bertambah. Karena semakin lunak sayur, probe penetrometer akan semakin mudah menembus sayur. Berikut merupakan gambar perubahan kekerasan irisan wortel beku selama dalam kemasan vakum dan normal selama penyimpanan. 4,5 y = 0.052x 4 y = 0.051x y = 0.050x 3,5 y = 0.047x y = 0.043x
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
10
20 30 40 Lama pengamatan (hari)
Kontrol
Minyak sawit
Minyak kedelai
Minyak jagung
50
60
Minyak kelapa
(a)
18
Kekerasan (mm/s)
y = 0.055x y = 0.052x y = 0.050x y = 0.050x y = 0.047x
4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
10
20
30
40
50
60
Lama pengamatan (hari) Kontrol
Minyak sawit
Minyak kedelai
Minyak jagung
Minyak kelapa
(b) Gambar 5. Grafik perubahan kekerasan irisan wortel beku dalam kemasan (a) vakum dan (b) normal selama penyimpanan Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 5, diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak, kemasan, dan interaksi diantara keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kekerasan irisan wortel beku. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai perubahan kekerasan meningkat atau dengan kata lain kekerasan irisan wortel beku menurun selama penyimpanan. Kekerasan meningkat dari 1.00 mm/s hingga 3.24 mm/s. Peningkatan nilai kekerasan tertinggi yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan menggunakan coating minyak jagung dan kemasan normal. Sedangkan peningkatan nilai kekerasan terendah yaitu terdapat pada irisan wortel beku tanpa menggunakan coating minyak (kontrol) dan menggunakan kemasan vakum. Penilaian kekerasan untuk masing-masing produk mengalami peningkatan dengan lamanya penyimpanan, dari grafik diatas memperlihatkan bahwa semakin lama penyimpanan maka kekerasan menurun. Kekerasan irisan wortel beku pasca thawing yang sudah dibekukan akan menjadi lebih lunak dan kenyal. Hal ini menunjukkan terjadinya kerusakan jaringan dan hilangnya tekanan turgor pada irisan wortel. Jaringan wortel disusun oleh sel yang merupakan bagian terkecil, yang integritasnya sangat mempengaruhi kualitas tekstur. Integritas dari komponen sel (dinding sel dan lamela tengah) dan tekanan turgor sel ditentukan oleh kandungan air dalam vakuola (ChassagneBerces et al, 2009). Menurut Delgado et al (2005) tekanan turgor sel sangat mempengaruhi tingkat kekerasan, dimana vakuola dan membran sel dapat mencegah terjadinya osmosis. Berdasarkan hasil penelitian Chassagne et al (2009), pembekuan apel menyebabkan penurunan tingkat kekerasan sebesar 54% untuk pembekuan pada suhu -80˚C, 79% untuk pembekuan pada suhu -20˚C, dan 99% untuk pembekuan cepat menggunakan nitrogen cair pasca thawing. Pada penilitian ini dilakukan pembekuan pada suhu -18˚C dan waktu pembekuan 10-15 jam. Kurang cepatnya pembekuan menjadi kelemahan penelitian ini sehingga sebaiknya menggunakan pembekuan cepat dan thawing lambat yaitu dengan menggunakan alternatif pembekuan dengan blast freezer dan nitrogen cair. Pembekuan dengan menggunakan blast freezer mempunyai kelebihan yaitu kristal es yang bentuk lebih kecil sehingga kerusakan mekanis yang terjadi lebih sedikit, pencegahan pertumbuhan mikroba juga berlangsung cepat dan kegiatan enzim juga cepat berhenti, selain itu dengan pembekuan cepat dapat terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit. Begitu juga pembekuan dengan menggunakan nitrogen cair
19
memiliki kelebihan yaitu mempunyai titik didih -195,8˚C, mempunyai kemampuan membekukan bahan organik relatif efektif dibandingkan dengan pendingin berbahan amoniak maupun freon, pada pembekuan cepat laju penguapan panas berjalan sangat cepat, sehingga jumlah inti kristal yang terbentuk banyak dan kecil. Pada pembekuan pangan, kristal es yang semakin kecil agar dapat terdistribusi lebih merata sangat diharapkan. Pembekuan dengan nitrogen cair pada beberapa tingkatan pernah dilakukan untuk jus ceri dan apricot, dimana dengan pembekuan ini sifat fisiko kimia bahan dapat dipertahankan. Hal ini diperjelas oleh Thajadi (2011) pengawetan dengan pembekuan terdiri dari dua proses yaitu pembekuan pangan pada umumnya -40˚C dengan waktu 2-3 jam, kemudian penyimpanan beku makanan tersebut pada suhu -18˚C. Selain itu, kekerasan irisan wortel dapat disebabkan karena perubahan kekerasan terkait erat dengan proses kehilangan air dan akibat degradasi pektin yang tidak larut air (protopektin) menjadi pektin yang larut air. Zat-zat pektin yang terdapat dalam dinding sel dan lamela tengah berfungsi sebagai bahan perekat. Zat-zat tersebut merupakan turunan poligalakturonat dan terdapat dalam bentuk protopektin, asam-asam pektonat, pektin, dan asam pektat. Jumlah zat-zat pektat bertambah selama perkembangan wortel. Pada waktu sayuran menjadi matang, kandungan pektat dan pektinat yang larut meningkat, sedangkan jumlah zat pektat sebelumnya menurun. Dengan perubahan pektin, kekerasan sayuran menurun.
c. Total Padatan Terlarut Sayuran menyimpan karbohidrat sebagai persediaan bahan dan energi, yang selanjutnya digunakan untuk menjalankan aktivitas sisa hidupnya. Oleh karena itu, dalam proses pematangan, kandungan padatan seperti gula dan karbohidrat selalu berubah. Peningkatan total padatan terlarut selama penyimpanan disebabkan karena terjadinya degradasi pati menjadi gula sederhana, sedangkan penurunan disebabkan karena gula tersebut digunakan sebagai substrat respirasi untuk menghasilkan energi.
Total padatan terlarut (Brix)
8 7 6 y = ‐0.018x
5
y = ‐0.033x y = ‐0.045x y = ‐0.052x y = ‐0.058x
4 3 2 1 0 ‐1 0
10
‐2
20
30
40
50
60
Lama pengamatan (hari) Kontrol
Minyak sawit
Minyak kedelai
Minyak jagung
Minyak kelapa
(a)
20
Total padatan terlarut (Brix)
8 7 6 5 4 3 2 1 0
y = ‐0,034x + 6 y = ‐0,039x + 6 y = ‐0,047x + 6 y = ‐0,047x + 6 y = ‐0,047x + 6
0
10
20
30
40
50
60
Lama pengamatan (hari) Kontrol
Minyak sawit
Minyak kedelai
Minyak jagung
Minyak kelapa
(b) Gambar 6. Grafik perubahan % total padatan terlarut irisan wortel beku dalam kemasan (a) vakum dan (b) normal selama penyimpanan Kandungan utama total padatan terlarut wortel adalah gula. Komponen gula reduksi dan gula total pada wortel menyebabkan wortel terasa manis. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 6, diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak memberikan pengaruh nyata terhadap total padatan terlarut irisan wortel beku. Sedangkan penggunaan kemasan dan interaksi minyak dengan kemasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai total padatan terlarut. Berdasarkan uji lanjut LSD, perlakuan kontrol dan minyak sawit memberikan pengaruh yang nyata terhadap total padatan terlarut dan mempunyai nilai rata-rata tertinggi dengan perlakuan minyak lainnya. Namun, untuk perlakuan dengan menggunakan coating minyak jagung, minyak kedelai dan minyak kelapa tidak memberikan pengaruh nyata. Pada Gambar 6 diperoleh bahwa rata-rata total padatan terlarut tertinggi yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan menggunakan perlakuan kontrol, sedangkan rata-rata terendah yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan menggunakan minyak jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama penyimpanan 54 hari, total padatan terlarut cenderung menurun. Penurunan nilai total padatan terlarut sejalan dengan lamanya waktu penyimpanan. Penurunan total padatan terlarut dimungkinkan karena produk beku telah terjadi kehilangan komponen-komponen zat gizi selama proses pembekuan dan juga pada saat penyimpanan. Selain itu dimungkinkan karena terjadi dehidrasi dan kandungan gula mengalami penurunan sehingga nilai total padatan terlarut juga menurun (Gambar 6). Selama pembekuan, terjadi penurunan minimal kandungan total padatan terlarut (Bartolome et al.,1995). Pada saat proses pembekuan membutuhkan waktu yang lama sehingga akan terjadinya kerusakan jaringan yang menyebabkan pecahnya sel. Setelah dilakukan thawing irisan wortel akan tercuci yang mengakibatkan keluarnya air dan komponen lain. Sehingga nilai padatan terlarut menurun selama penyimpanan. Selain itu penurunan nilai total padatan terlarut juga terjadi karena selama penyimpanan terjadi aktivitas enzim dan mikroba tahan suhu beku yang merusak dan menguraikan zat-zat gizi sehingga mengakibatkan penurunan total padatan terlarut (Kumalaningsih dan Hidayat, 1995). Pada penelitian ini, produk irisan wortel beku dengan kandungan total padatan terlarut yang berkisar sekitar 4 brix hingga 6 brix masih bagus dan secara organoleptik masih dapat diterima konsumen.
21
d. Warna
Warna (Hue)
Warna mempunyai arti dan peranan yang sangat penting pada komoditas pangan. Peranan itu sangat nyata terhadap daya tarik, tanda pengenal dan sebagai atribut mutu. Selain itu warna dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan. Intensitas kecerahan warna irisan wortel beku diukur dengan alat chromameter dengan menggunakan notasi L menurut Hunter (Soekarto, 1990). 71 70,5 70 69,5 69 68,5 68 67,5 67 66,5
y = 0.054x y = 0.035x y = 0.034x y = 0.033x y = 0.029x
0
10
20
30
40
50
60
Lama pengamatan (hari) Kontrol
Minyak sawit
Minyak kedelai
Minyak jagung
Minyak kelapa
(a) 72 y = 0.060x y = 0.043x y = 0.044x y = 0.033x y = 0.022x
Warna (Hue)
71 70 69 68 67 66 0
10
20
30
40
50
60
Lama pengamatan (hari) Kontrol
Minyak sawit
Minyak kedelai
Minyak jagung
Minyak kelapa
(b) Gambar 7. Grafik perubahan warna irisan wortel beku selama penyimpanan terhadap kemasan (a)vakum dan (b) normal Selama penyimpanan, nilai hue irisan wortel beku memiliki kecenderungan meningkat. Peningkatan nilai hue masih berada pada nilai kisaran sudut 0˚-90˚ yang menunjukkan warna merah,
22
orange, dan kuning (Anonymous, 2003). Peningkatan nilai hue menunjukan bahwa irisan wortel beku mengalami perubahan warna dari orange memudar menjadi kuning. Seperti juga yang terjadi pada tomat dan wortel seperti yang dilakukan oleh (Patras et al., 2009). Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 7, diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak, kemasan, dan interaksi antara minyak dengan kemasan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap warna irisan wortel beku. Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai perubahan warna meningkat selama penyimpanan. Nilai warna (Hue) meningkat dari 67.74 Hue hingga 70.88 Hue. Peningkatan nilai Hue tertinggi yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan menggunakan coating minyak kelapa dan kemasan normal. Sedangkan peningkatan nilai Hue terendah yaitu terdapat pada irisan wortel beku tanpa menggunakan coating minyak (kontrol) dan menggunakan kemasan normal. Warna orange pada wortel adalah pigmen karotenoid. Karatenoid adalah kelompok pigmen non polar yang menyebabkan warna orange pada wortel. Tanaman yang mengandung karbohidrat rendah biasanya mengandung karetenoid sedikit, kecuali pada wortel dan ubi jalar. Kandungan karetenoid setelah panen semakin rendah, karena sintesa karatenoid tidak terjadi setelah panen. Pada hasil pertanian yang disimpan pada suhu rendah, terutama suhu chilling injury, sintesa karatenoid tidak sebanyak yang dihasilkan pada hasil pertanian yang disimpan pada suhu kamar (Thomas, 1975 dalam Mitra, 1997). Persyaratan warna bagi sayur-sayuran dan buah-buahan untuk pembekuan cepat sangat berbeda dengan yang diperuntukkan pengalengan, oleh karena pada pembekuan dengan cepat kemungkinan perubahan klorofil menjadi feofitin sangat kecil, tidak ada perubahan nyata pada leukoantosianin, dan terlalu sedikitnya aliran antosianin dari buah ke cairan sirup. Meskipun demikian, warna dan kenampakan merupakan atribut mutu yang sangat penting bagi hasil pertanian yang berasal dari pohon yang tidak mengalami pemucatan, yang dibekukan, dan yang dipotong-potong, sebab hasil pertanian itu akan menjadi perang oleh pengaruh enzin bila tidak dibekukan lagi (Pantastico, 1986).
3. Daya Terima Irisan Wortel Beku Selama Penyimpanan (Organoleptik) Pengujian yang biasa dilakukan untuk mengetahui penerimaan konsumen yang umum dilakukan biasa disebut dengan uji organoleptik. Uji ini menggunakan panelis yang mempunyai tingkat kesukaan dan kepekaan yang bervariasi. Panelis adalah sekelompok orang yang akan menilai dan memberikan kesan secara subyektif berdasarkan prosedur yang diujikan. Oleh karena itu, uji organoleptik merupakan uji yang bersifat subyektif. Dalam pengujian ini yang menjadi panelis adalah panelis semi terlatih dengan jumlah 30 orang. Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan konsumen. Dalam uji ini, panelis diminta mengungkapkan anggapan pribadinya mengenai kesukaan atau ketidaksukaan dengan skala hedonik. Metode yang digunakan adalah median extention. Pengujian akan dilakukan terhadap warna, aroma, dan tekstur. Skala hedonik yang digunakan untuk produk irisan wortel beku dikonversikan dalam angka yaitu 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka), dan 5 (sangat suka). Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, dan tekstur. Formulir pengujian organoleptik irisan wortel beku dapat dilihat pada Lampiran 8.
a. Warna Sifat mutu visual menjadi perhatian utama konsumen terhadap suatu produk yang baru dikenalnya. Warna merupakan bentuk visual yang menjadi daya tarik suatu produk. Walaupun tidak
23
menunjukkan nilai gizi dan nilai fungsionalnya, akan tetapi warna memberikan kesan pertama terhadap pandangan konsumen mengenai produk tersebut. Dengan demikian produk tersebut harus memiliki warna yang khas agar banyak digemari konsumennya. Warna irisan wortel beku yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar kuning kemerahan (orange). Warna orang pada wortel adalah pigmen karotenoid. Karotenoid adalah kelompok senyawa yang tersusun dari unit isoprene atau turunannya. Pada dasarnya ada dua jenis karotenoid yaitu (tanpa atom oksigen dalam molekulnya) yang berwarna orange yang terdapat pada wortel dan xantofil (mempunyai atom oksigen dalam molekulnya) terdapat pada jagung (Muchtadi dan Sugiono, 1992). Berdasarkan analisis menggunakan median extention pada Lampiran 9 dan Lampiran 10 menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak dan kemasan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan warna irisan wortel beku. Pada saat penyimpanan nilai kesukaan warna dengan teknik thawing tertinggi didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Begitu juga, nilai kesukaan untuk teknik stup tertinggi didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Hal ini mengidentifikasikan bahwa panelis lebih menyukai produk irisan wortel dengan menggunakan perlakuan coating minyak jagung ini karena mempunyai warna terbaik. Warna yang dihasilkan pada saat organoleptik yaitu warna khas wortel/orange. Warna wortel yang relatif tidak berubah sangat diharapkan oleh konsumen karena indikasi bahwa komoditas masih baik. Menurut Tindall (1987) wortel yang mutunya baik adalah wortel yang berwarna kuning tua sampai orange. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan, tingkat kesukaan panelis terhadap warna menurun. Menurut Buckle et al. (1987), selama pembekuan dan penyimpanan beku, konsentrasi bahan-bahan dalam sel termasuk enzim dan substratnya meningkat, jadi kecepatan aktivitas enzim dalam jaringan beku cukup nyata, walaupun pada suhu rendah. Melindungi produk terhadap udara dengan pengemasan dan penyimpanan pada suhu yang lebih rendah, akan sangat mengurangi laju oksidasi dan perubahan warna.
b. Aroma Komponen yang menyebabkan aroma pada sayuran antara lain ester-ester, alkohol, aldehid, asam, keton, diasetil, asetilkarbinol, dan geraniol (Apandi, 1984). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1997) kantong minyak dalam ruang antar sel perisikel pada umbi wortel mengandung minyak esensial yang menyebabkan aroma yang khas pada wortel. Berdasarkan analisis menggunakan median extention pada Lampiran 9 dan Lampiran 10 menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak dan kemasan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan aroma irisan wortel beku. Pada saat penyimpanan nilai organoleptik aroma dengan teknik thawing tertinggi didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Begitu juga, nilai kesukaan untuk teknik stup tertinggi didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Hal ini mengidentifikasikan bahwa panelis lebih menyukai produk irisan wortel dengan menggunakan perlakuan coating minyak jagung ini karena mempunyai aroma terbaik. Aroma yang dihasilkan pada saat organoleptik yaitu aroma khas wortel. Aroma yang khas pada irisan wortel menunjukkan bahwa kandungan komponen volatil yang terkandung di dalam irisan wortel lebih banyak. Aroma tersebut terbentuk dari komponen prekusor ketika bereaksi dengan enzim pembentuk flavor (Alabran dan Mubrouk, 1973). Selama penyimpanan produk terbaik yang disimpan selama 54 hari cenderung turun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka aroma produk terbaik cenderung semakin sedikit disukai oleh panelis. Selama penyimpanan beku terbentuk kristal-kristal es pada irisan wortel beku. Pada saat produk di thawing (dilelehkan) kristal-kristal es itu mencair dan melarutkan komponen-komponen
24
pembentuk aroma sehingga aromanya sedikit berubah. Seperti perubahan citarasa, perubahan aroma juga disebabkan oleh proses oksidatif oleh oksigen atau enzim pada produk lemak (Ilyas, 1993).
c. Tekstur Penilaian organoleptik tekstur dari bahan hasil pertanian biasanya dihubungkan dengan “kesan mulut”. Wortel yang bertekstur renyah sangat diharapkan konsumen karena menunjukkan wortel masih segar dan wortel tidak akan rusak atau berubah bentuk bila diolah lebih lanjut. Hal ini sesuai dengan pendapat Tindall (1987) yang menyatakan bahwa wortel yang mutunya baik adalah wortel yang renyah. Berdasarkan analisis menggunakan median extention pada Lampiran 9 dan Lampiran 10 menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak dan kemasan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan tekstur irisan wortel beku. Pada saat penyimpanan nilai kesukaan tekstur dengan teknik thawing tertinggi didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Begitu juga, nilai kesukaan untuk teknik stup tertinggi didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Hal ini mengidentifikasikan bahwa panelis lebih menyukai produk irisan wortel dengan menggunakan perlakuan coating minyak jagung karena mempunyai tekstur terbaik. Akan tetapi tekstur irisan wortel dengan teknik thawing memiliki tekstur yang lembek/lunak tidak renyah seperti wortel segar. Hal ini dikarenakan setelah sayur dipanen masih terdapat proses fisiologis yang terjadi di dalam sayuran tersebut, yaitu proses respirasi dan enzim-enzim yang masih aktif bekerja. Kerja enzim tersebut menyebabkan terjadinya perubahan tekstur sayuran selama penyimpanan. Pemecahan pektin yang merupakan penyusun dinding sel tanaman mengakibatkan terjadinya perubahan tekstur sayuran dari keras menjadi lunak. Selain itu dikarenakan pada saat proses pembekuan suhu yang digunakan kurang rendah, sehingga waktu yang diperlukan untuk pembekuan kurang cepat. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan, maka tekstur semakin menurun. Hal tersebut disebabkan karena pada saat pembekuan terbentuk kristal-kristal es pada produk. Pada saat produk di thawing (dilelehkan), kristal-kristal es tersebut mencair dan membebaskan zat alir (drip) sehingga teksturnya menurun. Oleh karena itu, sebaiknya menggunakan pembekuan cepat dan proses thawing yang lambat. Menurut Ilyas (1993), penyebab utama dari perubahan tekstur adalah ketiadaan kemampuan pada jaringan produk yang dibekukan untuk menahan air. Air pada produk beku mudah bebas selama pelelehan dan pemasakan.
25
V. PENUTUP
A. KESIMPULAN Metode pembekuan yang baik yaitu menggunakan freezer (-18˚C). Hal ini dikarenakan metode menggunakan freezer (-18˚C) membutuhkan waktu pembekuan yang singkat dibandingkan menggunakan CO2 kering, suhu menggunakan freezer (-18˚C) dicapai, hasil pembekuan irisan wortel seragam, penampakan permukaan lebih baik menggunakan freezer (-18oC), dan apabila menggunakan CO2 kering perbandingan komposisi antara wortel dengan CO2 kering lebih banyak CO2 kering. Aplikasi coating menggunakan berbagai jenis minyak (minyak goring kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak jagung) pada produk irisan wortel beku dapat mempertahankan mutu wortel selama 54 hari penyimpanan. Perubahan mutu selama penyimpanan irisan wortel segar dilakukan analisis susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan warna. Susut bobot penyimpanan irisan wortel beku meningkat selama penyimpanan. Sama dengan susut bobot, nilai kekerasan dan warna (Hue) juga semakin lama penyimpanan akan semakin meningkat. Sedangkan faktor yang berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut selama penyimpanan adalah perlakuan coating minyak. Penurunan nilai total padatan terlarut sejalan dengan lamanya waktu penyimpanan. Penurunan total padatan terlarut dimungkinkan karena produk beku telah terjadi kehilangan komponen-komponen zat gizi selama proses pembekuan dan juga pada saat penyimpanan. Produk terbaik yaitu irisan wortel beku dengan menggunakan pelapisan minyak jagung. Produk ini memiliki susut bobot berkisar hingga 0.11%, total padatan terlarut berkisar 4.00-6.00%, kekerasan 1.30-3.10 mm/s, warna orange berkisar pada range 67-70 Hue, dan produk ini disukai oleh konsumen. Secara organoleptik penyimpanan produk irisan wortel beku selama 54 hari menunjukkan tingkat kesukaan terhadap warna, aroma dan tekstur mengalami penurunan, dimana semakin lama waktu penyimpanan tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, dan tekstur mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena selama penyimpanan beku terbentuk kristal-kristal es yang besar yang dapat menyebabkan penurunan mutu produk. Meskipun terjadi penurunan tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, dan tekstur produk, produk masih dapat diterima oleh panelis karena berdasarkan hasil analisis median extention terhadap produk irisan wortel beku selama penyimpanan tergolong dalam kategori antara netral dan suka.
B. SARAN Pada saat proses pembekuan, tekstur yang dihasilkan tidak seragam karena pembekuan yang digunakan lambat. Disarankan dilakukan penelitian selanjutnya menggunakan pembekuan cepat yaitu dengan menggunakan blast freezer dan nitrogen cair, serta proses thawing dilakukan secara lambat.
26
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Khasiat dan Manfaat Wortel Bagi Kesehatan. http://www.jadilah.com/2012/06/khasiat-dan-manfaat-wortel-bagi.html [06 Juni 2012] Alabran DM, Ahmed FM. 1973. Carrot Flavor. Sugars and Free Nitrogenous Compounds in Fresh Carrots. Food Chemistry 21(2):205-207. Anonymous, 2003. The priciples of use a spectrophotometer and its application in the measurement of dental shade. Vita Easyshade. http://www.vident.com (26 Juni 2012). AOAC, 1971. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemists. Washington D.C AOAC, 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemists. Washington D.C. Apandi, M., 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni: Bandung Bartolome, A.P., Ruperez, P and Fuster, C. 1995. Changes in soluble sugars of two pineapple fruit cultivars during frozen storage. Food Chemistry 56(2):163-165. Brecht, J. K. 1995. Physiology of Lightly Processed Fruits and Vegetables. Horticulture Science. Vol. 30 (1). Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: Hari Purnomo dan Andino. UI Press, Jakarta. Burn JK. 1995. Lightly Processed Fruits and Vegetables. Introduction to the Colloqium. J. Hort. Sci. 30 (1): 14-17. Cantwell, M. 1991 Physiology of Cut Fruits and Vegetables. Abstract 10. American Chemical Society Annual Meeting, New York, NY. Chassagne-Berces S, Poirier C, Devaux MF, Fonseca F, Lahaye M, Pigorini G, Girault C, Marin M, Guillon F, 2009. Changes in Texture, Cellular Structure, and Cell Wall Composition in Apple Tissue as a Result of Freezing, Journal of Food Research International, Volume 42. Delgado A E, Rubiolo A C, 2005. Microstructural Changes in Strawberry after Freezing and Thawing Processes. Lebensm–Wiss unter Technology, Volume 38. Swiss Society of Food Science and Technology. Deman JM. 1989. Kimia Makanan. Bandung, Institut Teknologi Bandung. Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta. Hal 131-171. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1995. Daftar Komposisi Bahan Makanan, Jakarta. Eskin, N.A.M., H.M. Henderson and R.J. Townsent. 1971. Biochemistry of Foods. Academic Press. New York, San Francisco, London. Fellow P. 1992. Food Processing Technology (principles and practice). Ellis Horwood. New York. Gennadios, A dan C.L. Weller. 1990. Edible Film and Coating From Wheat and Corn Protein. Food Technol 44 (10) : 63 Guilbert, S. 1993. Technology and Application of Edible Protective Films. In Food Packaging and Preservation. Theory and Practice, M, Mathlouthi, ed., London. Ibrahim, B. 1993. Study on the Effect of Freeze: Thaw Technique on black spot Development of Frozen Norway (Nephrops norvegicus). MSC Post Harvest Technology School of Food. Fisheries and Environmental Studies. University of Humberside. Ilyas, S. 1993. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid II: Teknik Pembekuan Ikan. CV. Paripurna. Jakarta. IPTEK-net, 2009. Wortel. http://www.ipteknet.co.id [11 Maret 2012].
27
Kumalaningsih S dan Hidayat, Nur. 1995. Mikrobiologi Hasil Pertanian. IKIP Malang. Hal 61-64. Krochta, J. M., Elizabeth, A. B. dan Myrna, O. N. C. 1992. Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Technomic Publishing Co. Inc., USA. Laurila E, Ahvenainen R. 2002. Minimal processing in practice: fresh fruits and vegetables. In Minimal Processing Technologies In The Food Industry. Ohlsson T, Bengtsson N. Woodhead Publishing Limited, Cambrige, England. Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buahbuahan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor Pantastico E.B. 1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayursayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerjemah: Kamariyani, Gajahmada University Press, Yogyakarta. Pantastico E.B. 1997. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayursayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerjemah: Kamariyani, Gajahmada University Press, Yogyakarta. Patras, A., N. Brunton., S.D. Pieva., F. Butler and G. Downey. 2009. Effect of thermal and high pressure processing on antioxidant activity and instrumental colour of tomato and carrot purees. Innovative Food Science and Emerging Technologies 10(1):16-22. Purwoko B.S, dan Juniarti D. 1998. Pengaruh Beberapa Perlakuan Pascapanen dan Suhu Penyimpanan Terhadap Kualitas dan Dayya Simpan Buah Pisang (Musa(Grup AAA, Subgrup Cavendishi)). Bul Argon 26(2):19-28. Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1997. Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi, dan Gizi. Bandung : Penerbit ITB. Rubatzky V.E, Yamaguchi M. 1998. Sayuran Duni Prinsip, Produksi, dan Gizi. Bandung : Penerbit ITB-Press, Bandung. Ryall, A.L dan W.A Lipton. 1983. Handling, Transportation and Storage of Fruits and Vegetables. AVI Publishing Company Inc, Wespoert, Connecticut. Sacharow, S. and R.C. Grifin.1980. Principles of Food Packaging (2nd ed.). AVIPublishing Company, Westport. Connecticut. Saesarsono, W. 1981. Penyimpanan Buah-buahan, Sayur-sayuran, dan Bunga-bungaan. Jurusan Teknologi Industri, FATETA, IPB, Bogor. Shewfelt, R. L. 1987. Quality of minimally processed fruit and vegetables. Journal Food Quality. 10:143-156. Soekarto, S.T. 1990. Penilaian Organoleptik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi, PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Spiess, W.E.L. dan H. Schubert 1990. Engineering and Food. Elsevier Applied Science. London and New York. Syarief R, Sasya S, Isyana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Syarief, A.M. dan Kumendong, J. 1992. Penyimpanan Dingin. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arean, Jakarta. Subangsihe, S. 1993. Smoking and Drying-New Technology for Olde Worlde Products. Infofish. Vol. 3. Suyitno. 1986. Keamanan Bahan Makanan di dalam Pengemasan. Prosiding Seminar Keamanan Pangan dalam Pengolahan dan Penyajian (him. 369-371). Universitas Gadjahmada Press. Yogyakarta.
28
Szczesniak AS. 1998. Effect of Storage on Texture. In Food Storage Stability. Taub IA, Singh RP. CRC Press, USA. Thajadi, C dan Herlina Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas Padjajaran, Bandung. Tambunan AH. 1999. Pengembangan Metoda Pembekuan Vakum untuk Produk Pangan. Usulan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Tressler. DK, Arsdel WB. Copley MJ. 1981. The Freezing Preservation of Food. Vol II. AV1 Pub. Co., Conncticut. USA. Wills RBH, Lee TH, Graham D, Glasson WBM, Hall EG. 1981. Postharvest and introduction to the physiology and handling of fruits and vegetables. The AVI Pub Co. Inc. Westport, Conneticut. Wong, D. W. S., W. M. Camirand, dan A. B. Paulath. 1994. Development of Edible Coating For Minimally Processed Fruit and Vegetables. Di dalam: Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Krochta, J. M., E. A. Baldwin, M. O. Nisperos-Carriedo (eds,). Technomic publ. Co. Inc. Lanchater. Woodroof, J.G. 1982. Harvesting, Handling and Storing Vegetables. Di dalam Luh, Bor S. and J. G. Woodroff. (eds.). Commercial Vegetables Processing. The Avi Publishing Compani, Inc., Westport, Connecticut.
29
LAMPIRAN
30
Lampiran 1. Diagram alir metode penelitian pendahuluan
Wortel
Pencucian dan pembentukan bunga
Kotoran
Pengirisan 5 mm
Pembekuan CO2 kering
-
Pembekuan freezer (-18oC)
Analisis: Waktu pembekuan Suhu akhir Keseragaman pembekuan Penampakan permukaan
31
Lampiran 2. Prosedur analisis proksimat Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode ini adalah menguapkan air yang ada dalam bahan pangan dengan jalan pemanasan. Cawan kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 10 menit. Sebanyak 2 g sampel ditimbang di dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai bobot konstan. Kadar air dihitung dengan menggunakan persamaan. Kadar air %
B1
B2 B1
x100%
Dimana : B1 = Bobot contoh awal (g) B2 = Bobot contoh akhir (g) Kadar Protein kasar (Metode Kjedahl) Sebanyak 0.1 g bahan ditimbang, kemudian ditambahkan katalis (CuSO4 dan Na2SO4) dengan perbandingan 1 : 1.2 dan 2.5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu, didestruksi sampai bening (hijau). Kemudian didinginkan dan dicuci dengan akuades secukupnya. Selanjutnya didestilasi dan dilakukan penambahan NaOH 50 % sebanyak 15 ml. Hasil destilasi (destilat) ditampung dengan HCl 0.02 N. Proses destilasi dihentikan apabila volume destilat telah mencapai dua kali volume sebelum destilasi. Hasil destilasi tersebut kemudian dititrasi dengan NaOH 0.02 N dan indikator mensel yang merupakan campuran dari metil red dan metil blue. % Total N
ml titrasi blanko bahan xN NaOHx14 x100% gram bahanx1000
% Total Protein = % Total N x Faktor Koreksi (6.25) Kadar Lemak (AOAC, 1971) Sampel ditimbang sebanyak 5 g (dalam keadaan kering), kemudian dimasukkan ke dalam labu soxhlet, lalu ditambahkan heksan secukupnya dan direfluks selama 5-6 jam. Kemudian labu soxhlet yang berisi lemak hasil ekstraksi dan pelarut dipanaskan pada oven dengan suhu 105oC, setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Kadar lemak dihitung dengan rumus : kadar lemak %
a
b c
x100%
Dimana : a = berat labu setelah ekstraksi (g) b = berat labu sebelum ekstraksi (g) c = berat sampel (g)
32
Kadar Serat (AOAC, 1971) Sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer 500 ml dan tambahkan 100 ml H2SO4 0.325 N. Bahan selanjutnya dihidrolisis di dalam autoklaf bersuhu 105ºC selama 15 menit. Dinginkan bahan, kemudian tambahkan 50 ml NaOH 1.25 N. Hidrolisis kembali bahan di dalam autoklaf bersuhu 105ºC selama 15 menit. Saring bahan menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan (diketahui beratnya). Setelah itu, cuci kertas saring berturut-turut dengan air panas + 25 ml H2SO4 0.325 N dan air panas + 25 ml aceton/alkohol. Angkat dankeringkan kertas saring + bahan dalam oven bersuhu 110ºC selama ± 1-2 jam. kadar serat %
berat kertas saring bahan berat kertas saring x100% berat awal bahan
33
Lampiran 3. Data slope nilai hasil analisis penurunan mutu irisan wortel beku selama penyimpanan
Perlakuan
Susut bobot U1
U2
TPT U1
warna U2
U1
Kekerasan U2
U1
U2
A0B1
-0.00376
-0.00121
-0.0383
-0.07532
0.038959
0.024696
0.035153
0.031124
A0B2 A1B1 A1B2 A2B1 A2B2
-1.8E-05 0.000533 0.000368 -0.00052 0.003392
0.000687 0.000503 -0.00017 -0.00861 0.000879
-0.07567 -0.04161 -0.00696 -0.06506 -0.04116
-0.07679 -0.01308 -0.03031 -0.01916 -0.01916
0.01722 0.020899 0.041839 0.028559 0.052851
0.016395 0.030249 0.027005 0.004758 0.024086
0.036099 0.024168 0.026262 0.029934 0.033529
0.034717 0.02503 0.030302 0.025657 0.030514
A3B1 A3B2 A4B1 A4B2
0.000408 0.000233 0.00049 0.000937
0.000566 -0.00377 0.000696 0.001007
-0.02801 -0.04161 -0.03608 -0.00696
-0.03031 -0.01308 -0.03277 -0.03031
0.04235 0.023515 0.009898 0.032367
0.026579 0.014618 0.03103 0.044393
0.033806 0.032555 0.030582 0.032364
0.033255 0.031588 0.032961 0.030707
34
Lampiran 4. Hasil analisis keragaman susut bobot irisan wortel beku selama penyimpanan Analisis keragaman SK Minyak (A) Kemasan (B) AB Error Total
DB 4 1 4 10 19
Keterangan : SK : Sumber Keragaman KT : Kuadrat Tengah
JK 1.22952E-05 1.04508E-05 4.77956E-05 4.74796E-05 0.000118021
KT 3.07379E-06 1.04508E-05 1.19489E-05 4.74796E-06
F-hit 0.647392 2.201109 2.51664
F-tabel (α=0.05) 3.47805 4.964603 3.47805
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat
35
Lampiran 5. Hasil analisis keragaman pada kekerasan irisan wortel beku selama penyimpanan Analisis keragaman SK Minyak (A) Kemasan (B) AB Error Total
DB 1 1 1 16 19
Keterangan : SK : Sumber Keragaman KT : Kuadrat Tengah
JK 2.94E-06 1.44E-05 9.85E-06 0.000193 0.00022
KT 2.94E-06 1.44E-05 9.85E-06 1.21E-05
F-hit 0.243818 1.192434 0.815846
Ftabel (α=0.05) 4.493998 4.493998 4.493998
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat
36
Lampiran 6. Hasil analisis keragaman total padatan terlarut pada irisan wortel beku selama penyimpanan Analisis keragaman SK Minyak (A) Kemasan (B) AB Error Total
DB 1 1 1 16 19
Keterangan : SK : Sumber Keragaman KT : Kuadrat Tengah
JK 0.005511 7.32E-05 5.17E-05 0.00311 0.008746
KT 0.005511 7.32E-05 5.17E-05 0.000194
F-hit 28.35431 0.376467 0.265856
F-tabel (α=0.05) 4.49399842 4.49399842 4.49399842
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat
Hasil uji LSD terhadap minyak Minyak
Rata-rata
Kontrol Sawit Kelapa Kedelai Jagung
-0.06652 -0.05429 -0.03614 -0.02825 -0.02653
Jumlah Contoh Uji
Wilayah LSD (α=0.05) A A AB AB AB
37
Lampiran 7. Hasil analisis keragaman warna pada irisan wortel beku selama penyimpanan Analisis keragaman SK Minyak (A) Kemasan (B) AB Error Total
DB 1 1 1 16 19
Keterangan : SK : Sumber Keragaman KT : Kuadrat Tengah
JK 0.000102 6.59E-05 7.71E-06 0.002657 0.002832
KT 0.000102 6.59E-05 7.71E-06 0.000166
F-hit 0.611899 0.396988 0.046428
F-tabel(α=0.05) 4.493998 4.493998 4.493998
DB : Derajat Bebas JK : Jangkauan Kuadrat
38
Lampiran 8. Formulir organoleptik irisan wortel beku Nama Panelis/HP Tanggal Pengujian Jenis Contoh Instruksi
: : : : Nyatakan penilaian anda dan berikan nilai dengan skala 1-5 pada peryataan yang sesuai dengan penilaian anda. Penilaian
Kode Warna
Thawing Aroma
Tekstur
Warna
Stup Aroma
Tekstur
013 452 321 125 421 781 516 121 357 812 Keterangan: 1. Sangat tidak suka 2. Tidak suka 3. Netral 4. Suka 5. Sangat suka
39
Lampiran 9. Hasil analisis median extention teknik thawing pada irisan wortel beku 1. Analisis median extention teknik thawing pada pengamatan hari ke-12 Parameter Warna Aroma Tektur Total
A1B1 21 18 6 45
A2B1 17 14 10 41
A3B1 7 7 6 20
A4B1 20 9 15 44
A5B1 21 11 8 41
A1B2 18 11 9 38
A2B2 14 11 5 30
A3B2 3 5 6 14
A4B2 6 3 13 22
A5B2 23 6 12 41
A3B2 10 14 7 31
A4B2 8 10 9 27
A5B2 13 6 7 26
A3B2 9 9 8 27
A4B2 15 8 8 31
A5B2 19 8 10 37
A3B2 7 5 9 21
A4B2 27 9 10 46
A5B2 16 8 6 30
2. Analisis median extention teknik thawing pada pengamatan hari ke-24 Parameter Warna Aroma Tektur Total
A1B1 16 13 11 40
A2B1 8 10 3 21
A3B1 5 11 4 20
A4B1 15 13 8 35
A5B1 21 16 9 46
A1B2 12 12 11 35
A2B2 12 16 12 40
3. Analisis median extention teknik thawing pada pengamatan hari ke-36 Parameter Warna Aroma Tektur Total
A1B1 13 11 8 32
A2B1 8 7 6 21
A3B1 9 8 5 22
A4B1 8 8 6 22
A5B1 20 6 6 32
A1B2 13 8 6 27
A2B2 8 5 6 19
4. Analisis median extention teknik thawing pada pengamatan hari ke-48 Parameter Warna Aroma Tektur Total
A1B1 18 6 13 37
A2B1 5 19 9 33
A3B1 6 13 0 19
A4B1 14 16 6 36
Keterangan : A1B1= Minyak sawit dengan kemasan vakum A2B1= Minyak kelapa dengan kemasan vakum A3B1= Minyak kedelai dengan kemasan vakum A4B1= Minyak jagung dengan kemasan vakum A5B1= Kontrol dengan kemasan vakum
A5B1 13 15 5 33
A1B2 11 1 4 16
A2B2 9 7 10 26
A1B2= Minyak sawit dengan kemasan normal A2B2= Minyak kelapa dengan kemasan normal A3B2= Minyak kedelai dengan kemasan normal A4B2= Minyak jagung dengan kemasan normal A5B2= Kontrol dengan kemasan normal
40
Lampiran 10. Hasil analisis median extention teknik stup pada irisan wortel beku 1. Analisis median extention teknik stup pada pengamatan hari ke-12 Parameter Warna Aroma Tektur Total
A1B1 11 9 7 27
A2B1 21 10 8 39
A3B1 5 6 6 16
A4B1 18 16 14 48
A5B1 14 8 9 31
A1B2 5 3 8 16
A2B2 16 14 9 39
A3B2 0 8 4 12
A4B2 12 13 11 35
A5B2 11 9 7 27
A3B2 7 6 10 23
A4B2 16 12 9 37
A5B2 11 4 6 21
A2B2 4 10 4 18
A3B2 0 9 4 13
A4B2 1 8 11 20
A5B2 8 10 13 31
4. Analisis median extention teknik stup pada pengamatan hari ke-48 5. Parameter A1B1 A2B1 A3B1 A4B1 A5B1 A1B2 A2B2 Warna 11 11 4 19 15 0 15 Aroma 9 10 9 14 6 3 6 Tektur 7 4 9 12 11 1 10 Total 27 25 22 45 32 4 31
A3B2 8 11 2 21
A4B2 18 6 11 35
A5B2 10 15 4 29
2. Analisis median extention teknik stup pada pengamatan hari ke-24 Parameter Warna Aroma Tektur Total
A1B1 16 8 8 32
A2B1 17 13 6 36
A3B1 13 6 4 23
A4B1 17 4 12 33
A5B1 7 6 2 15
A1B2 9 8 10 27
A2B2 7 7 6 20
3. Analisis median extention teknik stup pada pengamatan hari ke-36 Parameter Warna Aroma Tektur Total
A1B1 6 9 9 24
A2B1 4 8 10 22
A3B1 1 7 3 11
A4B1 3 12 7 22
Keterangan : A1B1= Minyak sawit dengan kemasan vakum A2B1= Minyak kelapa dengan kemasan vakum A3B1= Minyak kedelai dengan kemasan vakum A4B1= Minyak jagung dengan kemasan vakum A5B1= Kontrol dengan kemasan vakum
A5B1 4 11 7 21
A1B2 3 9 7 19
A1B2= Minyak sawit dengan kemasan normal A2B2= Minyak kelapa dengan kemasan normal A3B2= Minyak kedelai dengan kemasan normal A4B2= Minyak jagung dengan kemasan normal A5B2= Kontrol dengan kemasan normal
41
Lampiran 11. Gambar irisan wortel setelah di thawing
A0B1 U1
A1B1 U1
A2B1 U1
A0B1 U2
A0B2 U1
A0B2 U2
A1B1 U2
A1B2 U1
A1B2 U2
A2B1 U2
A2B2 U1
A2B2 U2
A3B1 U1
A3B1 U2
A3B2 U1
A3B2 U2
A4B1 U1
A4B1 U2
A4B2 U1
A4B2 U2
42
Lampiran 12. L 1 Gambarr irisan worttel beku selaama penyim mpanan
A0B1 U1 U
A1B B1 U1
A2B1 U1
A3B1 U1 U
A0B1 U U2
A0B2 U1
A0B2 U2
A1B1 U U2
A1B2 U1
A1B2 U2
A2B1 U22
A2B2 U1
A2B2 U2
A3B1 U22
A3B2 U1
A3B2 U2
A4B1 U1
A4B1 U2
Keterangan : A0B1= Kontrol dengan kemasan vakum A1B1= Minyak sawit dengan kemasan vakum A2B1= Minyak kelapa dengan kemasan vakum A3B1= Minyak kedelai dengan kemasan vakum A4B1= Minyak jagung dengan kemasan vakum U1 = Ulangan ke-1 U2 = Ulangan ke-2
A4B2 U1
A4B2 U2
A0B2= Kontrol dengan kemasan normal A1B2= Minyak sawit dengan kemasan normal A2B2= Minyak kelapa dengan kemasan normal A3B2= Minyak kedelai dengan kemasan normal A4B2= Minyak jagung dengan kemasan normal
44