DIREKTUR PENATAAN PERKOTAAN
Ir. DADANG SUMANTRI MOCHTAR JAKARTA, 18 DESEMBER 2013
DIREKTORAT PENATAAN PERKOTAAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI
1
KEBERADAAN PERKOTAAN DI INDONESIA TAHUN 2013 Kawasan yang direnc menjadi kota baru Kota Otonom
Kota Baru
KOTA OTONOM 93 kota
3% 11%
11%
IBU KOTA KABUPATEN 402 kota
26%
49%
KAWASAN BERCIRIKAN PERKOTAAN DI KABUPATEN 291 kota
KOTA BARU 91 kota
Kawasan bercirikan perkotaan Di kabupaten
Ibu Kota Kabupaten
KAWASAN YANG DIRENCANAKAN MENJADI KOTA BARU 24 kota
2
BENTUK PERKOTAAN Perkotaan berbentuk: 1.KOTA, ATAU 2.KAWASAN PERKOTAAN
KOTA merupakan kota otonom yang dibentuk dengan undang-undang KAWASAN PERKOTAAN meliputi: a. 1 (satu) Kecamatan yang memiliki ciri perkotaan di kabupaten;
daerah
b. 2 (dua) atau lebih kecamatan yang memiliki ciri perkotaan dan berbatasan langsung dalam 1 (satu) kabupaten; c. 2 (dua) atau lebih kecamatan yang memiliki ciri perkotaan yang berbatasan langsung dalam 2 (dua) atau lebih kabupaten dalam 1 (satu) provinsi; 3
BENTUK PERKOTAAN (Lanjutan)
d.
1 (satu) atau lebih kecamatan yang memiliki ciri perkotaan dari 1 (satu) atau lebih kabupaten dan 1 (satu) atau lebih kota yang berbatasan langsung dalam 1 (satu) provinsi;
e.
2 (dua) atau lebih kota yang berbatasan langsung dalam 1 (satu) provinsi;
f.
2 (dua) atau lebih kecamatan yang memiliki ciri perkotaan yang berbatasan langsung dari 2 (dua) atau lebih provinsi;
g.
2 (dua) atau lebih kota yang berbatasan langsung dari 2 (dua) atau lebih provinsi;
h.
2 (dua) atau lebih kecamatan yang memiliki ciri perkotaan dari 1 (satu) atau lebih kabupaten dan 1 (satu) atau lebih kota dalam 1 (satu) atau lebih provinsi;
4
PENANGANAN KAWASAN PERKOTAAN DI KABUPATEN
REGIONAL/KABUPATEN
1. Kawasan perkotaan dianggap sebagai titik permasalahan
2. Jenis urusan yang dilayani lebih bersifat penanganan masalah rural (irigasi, jalan regional dsb) 3. Penilaian prioritas dilihat dari kacamata cross border antar kecamatan dalam kabupaten
PERKOTAAN
1. Kawasan perkotaan dilihat permasalahannya dari setiap bagian dalam kawasannya 2. Jenis urusan yang dilayani bersifat penanganan masalah perkotaan 3. Penilaian prioritas dilihat kacamata cross border kecamatan dalam kabupaten
dari antar
5
PERMASALAHAN KAWASAN PERKOTAAN KECIL 1. Tidak terdapat institusi yang secara intensif memonitor kondisi kawasan 2. Tidak terdapat institusi yang secara intensif menangani pemeliharaan prasarana dan sarana perkotaan 3. Tidak terdapat lembaga yang secara intensif melayani kebutuhan masyarakat perkotaan 4. Tidak terdapat mekanisme penganggaran yang menjamin kondisi pelayanan prasarana dan sarana perkotaan bisa berjalan baik Contoh : Majenang (Jateng), Rambipuji (Jatim), Delanggu (Kab Klaten), Kayu Agung (Sumsel).
Catatan : Kawasan perkotaan kecil cenderung berada pada wilayah 1 kecamatan 6
PERMASALAHAN KAWASAN PERKOTAAN MENENGAH DAN BESAR 1. Tidak terdapat institusi yang secara intensif memonitor kondisi kawasan 2. Tidak ada institusi yg secara koordinatif dapat mengkoordinasi penanganan permasalahan pada sekala kawasan perkotaan 3. Munculnya kasus-kasus perkotaan pada tingkat penanganan yang membutuhkan teknologi tinggi tidak dapat tertangani 4. Tidak terdapat institusi yang secara intensif menangani pemeliharaan prasarana dan sarana perkotaan 5. Tidak terdapat mekanisme penganggaran yang menjamin kondisi pelayanan perkotaan bisa berjalan baik Contoh kasus : Purwokerto (Jateng), Karawang (Jabar), Bojonegoro (Jatim), Gowa (Sulsel), Badung (Bali), Pring Sewu (Lampung).
Catatan : Kawasan perkotaan menengah/besar cenderung berada pada wilayah lebih dari 1 kecamatan 7
Contoh Permasalahan Kawasan Perkotaan Menengah
8
PERMASALAHAN KAWASAN PERKOTAAN LINTAS DAERAH 1. Meski sudah terdapat berbagai bentuk kerjasama antar daerah, namun sampai saat ini belum ada kerjasama antar daerah yang benar-benar berhasil. 2. Terjadi komplikasi pada saat kerjasama antar daerah terjadi pada level pemerintah daerah yang berbeda (propinsi/kabupaten/kota); 3. Mengingat kerjasama yang terjadi dan berhasil hanya bersifat sektoral maka banyak permasalahan kawasan perkotaan yang pada lebih dari 1 daerah otonom tidak terselesaikan; 4. Sistem pembiayaan pembangunan tidak mendukung pola kerjasama antar daerah
Contoh kasus Kawasan Perkotaan: Jabodetabekjur, Gerbangkertosusila, Kedungsepur, Maminasata. 9
Contoh Permasalahan Kawasan Perkotaan Lintas Daerah
10
PERMASALAHAN KAWASAN PERKOTAAN BARU 1. Pengembangan kawasan perkotaan baru oleh pengembang mendorong pertumbuhan penduduk sangat cepat sistem kelembagaan tidak mendukung (muncul pedesaan/bukan kelurahan dengan jumlah penduduk sangat besar) 2. Terjadi duplikasi pengelolaan kawasan perkotaan. 3. Pengelolaan kawasan perkotaan oleh pengembang cenderung lebih berorientasi pada keuntungan sehingga tidak memperhatikan kepentingan wilayah lebih luas. 4. Institusi pemerintah daerah belum mampu untuk melakukan kendali pelayanan prasarana dan sarana perkotaan akibatnya tidak terjadi koordinasi pola prasarana dan sarana pada sistem yang lebih luas. 5. Tidak terdapat institusi pemerintah berkarakter perkotaan pada kawasan perkotaan baru. 11
Contoh : Permasalahan Kawasan Perkotaan Baru Kawasan Kota Baru Karawaci atau Jababeka misalnya membutuhkan sebuah pelayanan kawasan perkotaan pada tingkat yang sudah advance yang tidak bisa dilayani oleh kabupaten secara umum. Sebagai akibatnya banyak hambatan dalam proses pembangunan dan pemeliharaan. 12
PERMASALAHAN KAWASAN PERKOTAAN BARU PADA LAHAN REKLAMASI Selain permasalahan sebagaimana yang terdapat pada kawasan perkotaan baru, juga terdapat permasalahan lain yaitu : 1. Status lahan reklamasi tidak mempunyai kedudukan jelas dalam wilayah administrasi yang ada. 2. Semua perijinan dalam pembangunan yang dilaksanakan oleh masyarakat dan swasta ilegal (proses IMB tidak bisa dilaksanakan karena status lahan yang tidak jelas)
13
ASPEK PERMASALAHAN KAWASAN PERKOTAAN YANG BELUM TERTANGANI Masih banyak permasalahan perkotaan yang belum tertangani, antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pengelolaan Perkotaan Di Pulau Kecil; Budaya Dan Identitas Lokal Kota; Ruang dalam bumi, kekosongan pengaturan; Pengelolaan Pedagang K-5, lebih bersifat reaktif daripada penanganan terencana; Revitalitasi/Peremajaan Kawasan Lama, menjaga kepentingan masyarakat setempat; Pengelolaan pengembangan pemukiman skala besar dalam kawasan perkotaan, pelayanan kependudukan dan keamanan; Pengelolaan lahan perkotaan, stabilisasi harga lahan; Pengelolaan aspek Sosial Budaya, polarisasi penduduk menurut budaya yang berakibat pada konflik; Pengelolaan lingkungan Perkotaan, Setiap kota belum mengelola lingkungansecara terpadu, sinergis, dan efisien mengoptimalkan seluruh sumber daya menjamin keberlanjutan. 14
TANTANGAN KELEMBAGAAN PERKOTAAN MASA DEPAN 1. Dituntut adanya kesiapan KELEMBAGAAN yang mampu mempunyai KUALIFIKASI dalam STANDARD GLOBAL. 2. Mempersiapkan KELEMBAGAAN mampu untuk bersaing SECARA GLOBAL
MAMPU MEWUJUDKAN PERKOTAAN YANG BERKELANJUTAN DAN TANGGAP TERHADAP ANCAMAN BENCANA LINGKUNGAN
15
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN LEMBAGA PENGELOLA KAWASAN PERKOTAAN MENCERMATI TANTANGAN PERMASALAHAN PERKOTAAN SAAT INI DAN MASA MENDATANG MAKA PERLU: 1. Memberikan tambahan perangkat kelembagaan pada unit administrasi kawasan perkotaan
2. Kawasan perkotaan metropolitan dibutuhkan perangkat kelembagaan yang khusus namun tidak bersifat general.
16
POLA KELEMBAGAAN PENGELOLA PERKOTAAN KECIL BUPATI
SKPD SKPD SKPD
BAPPEDA
Unit-unit urusan tersebut akan berkoordinasi dengan SKPD2 secara teknis fungsional.
CAMAT KOTA
UNIT UNIT URUSAN URUSAN UNIT URUSAN
Pada kawasan perkotaan kecil yang masih terdapat pada 1 kecamatan, CAMAT akan diperlengkapi dengan unit-unit urusan yang akan menjalankan fungsi pelayanan perkotaan.
PERENC KECAMATAN
Untuk menjamin keterpaduan pengelolaan, terdapat urusan perencanaan kecamatan yang akan berkoordinasi dengan Bappeda Kabupaten. Camat bertanggung jawab langsung 17 pada Bupati
POLA KELEMBAGAAN PENGELOLA PERKOTAAN MENENGAH/BESAR Pada kawasan perkotaan menengah yang masih terdapat pada lebih dari 1 kecamatan, dibentuk pengelola perkotaan yang akan diperlengkapi dengan suku-suku dinas yang akan menjalankan fungsi pelayanan perkotaan.
BUPATI
SKPDSKPD SKPD
BAPPEDA
Suku-suku dinas tersebut akan berkoordinasi dengan SKPD2 secara teknis fungsional.
PENGELOLA PERKOTAAN
SUKU SUKU DINAS SUKU DINAS DINAS
PERENC KAW. PERKOTAAN
CAMAT
Untuk menjamin keterpaduan pengelolaan, terdapat unit perencanaan yang akan berkoordinasi dengan Bappeda Kabupaten. Pengelola berkoordinasi dengan Camat dan bertanggung jawab langsung pada BUPATI 18
POLA KELEMBAGAAN PENGELOLA PERKOTAAN PADA LEBIH DARI 1 DAERAH OTONOM Pengelolaan Kawasan Perkotaan yang terletak pada lebih dari 1 daerah otonom pada prinsipnya dilaksanakan dengan pola : 1. Kerjasama dilaksanakan pada pemerintah daerah yang setingkat (propinsi dg propinsi, kabupaten/kota dengan kabupaten/kota). 2. Dalam hal terjadi kawasan perkotaan terletak pada wilayah yang mengharuskan kerjasama pada tingkat yang berbeda, maka pelaksanaan pada tingkat yang lebih rendah dilaksanakan oleh masing-masing daerah otonom Kerjasama tipe 1
prov
Kerjasama tipe 2
prov
prov
prov
kab/kota
kab/kota 19
Model-model pola kelembagaan yang direkomendasikan untuk menjamin keterpaduan pengelolaan berbagai bentuk perkotaan Sehingga mampu menangani permasalahan perkotaan.
Diharapkan dengan kelembagaan yang solid serta disesuaikan dengan bentuk perkotaan, mampu menjalankan pengawasan dan pengendalian lingkungan perkotaan lebih baik dan efektif
20
DIREKTORAT PENATAAN PERKOTAAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI
21