INFOBPJS MEDIA EKSTERNAL BPJS KESEHATAN
EDISI 41 TAHUN 2016
Kesehatan
Mewaspadai Potensi Kecurangan
(Fraud)
DALAM PELAKSANAAN JKN-KIS
message CEO CEO MESSAGE SEORANG kawan dari Kudus membagikan sebuah cerita yang lucu tetapi sarat makna.
“
“
PSEUDOSCIENCE
Alkisah di kota Baghdad hiduplah seorang saudagar. Ia memiliki seorang pembantu. Pada suatu hari ia menyuruh pembantunya pergi ke pasar. Baru sesaat, pembantu itu telah kembali. “Tuan… tuan.." serunya dengan nafas terengahengah, "Di pasar tadi saya berjumpa dukun tua yang kebetulan lewat di sana. Ia katakan bahwa maut sedang mengikuti saya saat ini. Ia ada dan berjalan tepat di belakang saya. Karena ketakutan, saya langsung berlari pulang. Jadi sudilah tuan meminjami saya kuda agar saya bisa pergi ke kota Samarra, jauh dari sang maut.” Merasa iba si saudagar meminjami kudanya dan bergegaslah sang pembantu memacu kudanya ke Samarra. Lalu pergilah si saudagar menemui sang dukun tua tadi di pasar dan bertanya "Mengapa kamu tadi menakut-nakuti pembantuku ?" katanya dengan marah. Sang dukun tua pun menjawab "Aku tidak menakut-nakuti pembantumu, aku hanya berkata bahwa ada maut di belakangnya dan pembantumu lantas tunggang langgang berlari pulang. Tetapi baguslah dan kau tenang saja, dia akan baik-baik saja karena tadi sang maut yang berjalan di belakangnya bilang bahwa malam ini dia punya janji dengan pembantumu di kota Samarra!". Begitulah sifat manusia, mudah sekali percaya dan lantas sangat reaktif kepada sesuatu yang dia sendiri tidak tahu kebenarannya. Dalam kehidupan nyata, lebih parah dari si pembantu saudagar tadi saja yang sangat percaya kepada perkataan dukun tua, nyatanya di Indonesia berduyun-duyun masyarakat percaya kepada anak kecil bernama Ponari akibat sebongkah batu (yang dianggap) sakti. Padahal Ponari sendiri awalnya hanyalah seorang anak kecil biasa yang tidak tahu apa-apa. Seiring berjalannya waktu, kepercayaan terhadap batu sakti pun pudar. Miris memang, ternyata masyarakat kita masih sangat percaya dengan jalan pintas atau hal-hal berbau mistis seperti itu. Fenoma hadirnya Kanjeng Taat Pribadi yang dianggap mampu menggandakan uang pun menjadi fenomena bagaimana lemahnya keyakinan masyarakat kita terhadap sesuatu yang tidak realistis. Mari kita berandai-andai dan berpikir menggunakan logika. Apa saja kemungkinan yang terjadi sehingga uang dapat digandakan. Apakah uang itu tidak ada nomor serinya? Jika ada apakah uang itu berasal dari BI? Jika berasal dari BI, berarti semestinya ada bank yang klaim kecurian karena uangnya diambil secara gaib oleh Taat Pribadi. Tetapi fakta ini tidak ditemukan. Logika pertama gagal. Logika kedua, jika uang itu tidak bernomor seri, berarti ada indikasi uang palsu. Bahkan mungkin uang palsu itu bisa mencapai triliyunan karena uang yang Taat Pribadi panjang di media sebanyak satu kamar. Namun nyatanya, tidak ada berita tentang beredarnya uang palsu secara massif. Artinya, logika kedua pun gagal. Logika ketiga. Jika uang yang dipajang adalah uang asli, dalam jumlah sangat banyak dan bukan hasil pembobolan di berbagai bank, kemungkinan terbesar uang itu adalah hasil pengumpulan uang dari massa yang kemudian diputar seperti arisan. Artinya uang mengalir seperti prinsip gali lubang tutup lubang. Tidak ada penggandaan, yang ada hanya kelihaian memanfaatkan uang sekelompok orang di hadapan kelompok lainnya. Arti singkatnya, keahlian Taat Pribadi adalah tipu daya, meski kemudian hal ini kemudian dibelokkan sebagai kekuatan supranatural atau pun sesuatu yang terjadi meski tidak bisa dijelaskan secara ilmiah. Di sinilah titik permasalahannya. Mudahnya sebagian dari kita terpengaruh oleh hal-hal yang secara ilmiah tidak dapat dibuktikan. Dalam ilmu sains, hal ini dinamakan ilmu semu atau atau pseudosains (Inggris: pseudoscience). Dalam Wikipedia, disebutkan bahwa Pseudoscience adalah sebuah pengetahuan, metodologi, keyakinan, atau praktik yang diklaim sebagai ilmiah tetapi tidak mengikuti metode ilmiah.Ilmu semu mungkin kelihatan ilmiah, tetapi tidak memenuhi persyaratan metode ilmiah yang dapat diuji dan seringkali berbenturan dengan kesepakatan/konsensus ilmiah yang umum. Contoh pseudoscience diantaranya adalah ramalan bintang (astrology), tulisan tangan (graphology), garis tangan (palmistry), angka keramat (numerology), tarot, weton, primbon, shio, dan lain sebagainya. Istilah pseudoscience muncul pertama kali pada tahun 1843 yang merupakan kombinasi dari akar Bahasa Yunani pseudo, yang berarti palsu atau semu, serta Bahasa Latin scientia, yang berarti pengetahuan atau bidang pengetahuan. Istilah tersebut memiliki konotasi negatif, karena dipakai untuk menunjukkan bahwa subjek yang mendapat label semacam itu digambarkan sebagai suatu yang tidak akurat atau tidak bisa dipercaya sebagai ilmu pengetahuan. Sesungguhnya bukan hal yang mudah untuk memisahkan antara sains dan pseudosains. Bahkan beberapa filsuf seperti Paul Feyerabend berupaya untuk menjelaskan perbedaan keduanya. Salah satunya adalah sebagai berikut : Science (S) is the primary goal of science is to achieve a more complete and more unified understanding of the physical world. The Science (S)fields are the subjects of intense research which result in the continual expansion of knowledge in the discipline.Sementara Pseudosciences (P)are more likely to be driven by ideological, cultural, or commercial goals. The Pseudosciences (P)field has evolved very little since it was first established. The small amount of research and experimentation that is carried out is generally done more to justify the belief than to extend it. Meski beberapa terapan pseudoscience dipelajari di fakultas psikologi, namun memang seharusnya keyakinan akan hal-hal yang tidak dapat dibuktikan secara logika (ilmiah) tidak menjadi warna dalam kehidupan manusia. Apalagi jika hal tersebut berbau takhayul dan mendekati syirik. Sebagaimana Ketua Dewan Penasehat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Ridwan menilai Indonesia saat memasuki zaman jahiliah modern. Dan untuk menanggulanginya, tokoh senior MUI itu menyarankan pola pendidikan agama dan dakwah harus menekankan dan kembali kepada ajaran akidah terlebih dahulu. Kembali kepada cerita di atas, terkadang lucu juga menjadi manusia. Lari menghindari dari sesuatu yang pasti (kematian), tetapi yakin kepada perkataan manusia (dukun tua) yang tidak berwujud dan belum terbukti. Di kasus lain yang juga sedang in di tanah air, belum tentu mendapatkan jabatan tetapi dibela mati-matian. Sementara yang pasti bahwa semua akan dijemput kematian dan seharusnya berpegang teguh pada akidah dan keyakinan, justru kalam Illahi ditolak habishabisan. Wallahu ‘alam. Direktur Utama Fachmi Idris
SALAM REDAKSI Cegah Fraud untuk JKN-KIS yang Berkualitas Pembaca Setia Media Info BPJS Kesehatan, Pada penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) – Kartu Indonesia Sehat (KIS) dalam sistem Jaminan Sosial Nasional, salah satu tantangan terbesarnya adalah bagaimana mencegah kecurangan atau fraud. Pasalnya tindakan tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi dana jaminan kesehatan nasional. Karenanya, perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan agar pelaksanaan program JKN-KIS dapat berjalan dengan efektif dan efesien. Seperti apa upaya yang dilakukan BPJS Kesehatan juga stakeholder terkait akan dibahas tuntas dalam rubrik Fokus.Dalam rubrik BINCANG, secara khusus Info BPJS Kesehatan menemui Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan. Bagaimana pandangan KPK terhadap JKN-KIS dan apa upaya yang dilakukan guna mendorong suksesnya program tersebut, akan lebih dalam diulas pada edisi 41 ini. Seiring dengan penerbitan Info BPJS Kesehatan, kami mengucapkan terima kasih atas berbagai dukungan dan tanggapan atas terbitnya media ini. Kami pun terus berupaya dalam memberikan informasi yang baik, akurat dan diharapkan kehadiran media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder. Selamat beraktivitas.
INFOBPJS Kesehatan
BULETIN DITERBITKAN OLEH BPJS KESEHATAN : Jln. Letjen Suprapto PO BOX 1391/JKT Jakarta Pusat Tlp. (021) 4246063, Fax. (021) 4212940 PENGARAH Fachmi Idris PENANGGUNG JAWAB Bayu Wahyudi PIMPINAN UMUM Budi Mohamad Arief PIMPINAN REDAKSI Irfan Humaidi SEKRETARIS Rini Rahmitasari SEKRETARIAT Ni Kadek M.Devi Eko Yulianto Paramita Suciani REDAKTUR Elsa Novelia Ari Dwi Aryani Asyraf Mursalina Budi Setiawan Dwi Surini Tati Haryati Denawati Angga Firdauzie Juliana Ramdhani Diah Ismawardani DISTRIBUSI & PERCETAKAN Erry Endri Anton Tri Wibowo Akhmad Tasyrifan Arsyad Ranggi Larrisa
DAFTAR ISI 9
INSPIRASI Dengan Gotong Royong Semua Tertolong Suriati, penjual jamu gendong di Semarang masih gesit di usianya yang sudah paruh baya. Meski hanya tukang jamu tradisional,
Fokus - Mewaspadai Potensi Kecurangan (Fraud) Dalam Pelaksanaan JKN-KIS
3
Bincang - KPK Awasi Pelaksanaan JKNKIS, Pelaku Fraud Bisa Dipidana Manfaat - Jaminan Kesehatan Suplemen Alat Bantu Dengar
5
Testimoni- Gelisah Memakai Kartu JKN-KIS Milik Orang Lain Persepsi - Menjadi Peserta JKN-KIS itu Mudah Kilas & Peristiwa - Jamu dan Herbal Semakin “Ngetren” , Tapi Harus Jeli Sebelum Konsumsi Kilas & Peristiwa- Kementerian Sosial dan BPJS Kesehatan Terus Sinergi Capai Akurasi Data
6 7 8 10 11
3
FOKUS
Mewaspadai Potensi Kecurangan (Fraud) Dalam Pelaksanaan JKN-KIS Pada penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) – Kartu Indonesia Sehat (KIS) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, salah satu tantangan terbesarnya adalah bagaimana mencegah kecurangan atau Fraud. Pasalnya tindakan tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi dana jaminan kesehatan nasional. Karenanya, perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan agar pelaksanaan program JKN-KIS dapat berjalan dengan efektif dan efesien.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Bambang Wibowo mengatakan, peluang terjadi fraud dalam pelaksanaan program JKN-KIS memang tidak bisa dipungkiri, walaupun sebetulnya kesempatan itu ada di mana-mana. Tidak hanya pada sistem pembiayaan bertarif INA-CBG's seperti saat ini, pada sistem Fee for Service pun peluang untuk melakukan kecurangan sangat terbuka.
“Bila kesempatan itu ada, apalagi kemudian kita melakukan rasionalisasi dengan mengatakan perbuatan yang dilakukan itu tidak apa-apa, lalu terbentuk niat karena adanya kebutuhan, kecurangan atau fraud bisa saja terjadi. Jadi memang harus lebih waspada dan berhati-hati,” ujar Bambang Wibowo. Mantan Direktur Utama RSUP Dr Kariadi Semarang ini menambahkan, fraud sebenarnya merupakan sebuah proses lintasan yang panjang. Awalnya kita melakukan kesalahan kecil, lalu melakukan pembiaran, kemudian berlanjut dengan penyalahgunaan hingga terjadinya fraud. Ditambahkan Tonang Dwi Ardyanto dari Kompartemen Jaminan Kesehatan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), jauh sebelum program JKN-KIS diimplementasikan, kesadaran tentang peluang terjadinya fraud di rumah sakit sebenarnya sudah ada. Hanya saja ketika program JKN-KIS digulirkan dengan menekankan pada upaya kendali mutu dan kendali biaya, kesadaran itu semakin besar dan mengemuka. “Dari dulu sebenarnya rumah sakit itu sadar kalau potensi terjadinya penyimpangan atau kecurangan sangatlah besar. Kenapa? Karena di sana itu merupakan tempat
bertemunya demand yang sangat membutuhkan yaitu pasien, dan supply yang seolah-olah 'dimonopili', yang bisa memberikan hanya rumah sakit. Dari situ potensi ini akhirnya membuat kita mudah terjebak,” tuturnya. Namun Tonang melihat selama ini kesalahan yang terjadi lebih dikarenakan sistemnya yang belum berjalan dengan baik, bukan karena ada niatan untuk melakukan sebuah kesalahan. “Ketika sistemnya belum bagus, maka risiko salah menjadi tinggi. Jadi kuncinya adalah memperbaiki sistem, sehingga orangorang yang baik akan tetap bekerja dengan baik, dan yang Kompartemen Jaminan berniat buruk tidak akan bisa Kesehatan PERSI Tonang Dwi Ardyanto melakukan karena sistemnya sudah menjaga. Makanya sekarang sistemnya yang diperkuat, salah satunya dengan Permenkes Nomor 36 tahun 2015 yang lebih difokuskan pada pencegahan fraud,” ujar Tonang.
manfaat yang seharusnya tidak dijamin agar dapat dijamin, menahan pembayaran ke fasilitas kesehatan atau rekanan dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi, sampai membayarkan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan. Untuk pemberi pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), potensi kecurangannya meliputi penulisan kode diagnosis yang berlebihan, penjiplakan klaim dari pasien lain, klaim palsu, penggelembungan tagihan obat dan alkes, pemecahan episode pelayanan, rujukan semu, tagihan berulang, hingga memperpanjang lama perawatan. Potensi kecurangan lainnya adalah memanipulasi kelas perawatan, membatalkan tindakan yang wajib dilakukan, melakukan tindakan yang tidak perlu, penyimpangan terhadap standar pelayanan, menambah panjang waktu penggunaan ventilator, tidak melakukan visitasi yang seharusnya, tidak melakukan prosedur yang seharusnya, admisi atau perawatan yang berulang, melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan tertentu, serta meminta cost sharing tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Potensi Terjadinya Fraud Mengacu pada Permenkes Nomor 36 Tahun 2015, tindak kecurangan dalam program JKN-KIS memang bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk oleh pesertanya sendiri. Tindakan kecurangan yang berpotensi dilakukan oleh peserta seperti membuat pernyataan yang tidak benar dalam hal eligibilitas (memalsukan status kepesertaan) untuk memperoleh pelayanan kesehatan, memanfaatkan haknya untuk pelayanan yang tidak perlu (unneccesary services) dengan cara memalsukan kondisi kesehatan, memberikan gratifikasi kepada pemberi pelayanan agar bersedia memberi pelayanan yang tidak sesuai atau tidak ditanggung, memanipulasi penghasilan agar tidak perlu membayar iuran terlalu besar, melakukan kerja sama dengan pemberi pelayanan untuk mengajukan klaim palsu, memperoleh obat dan/atau alat kesehatan yang diresepkan untuk dijual kembali. Tindakan kecurangan yang berpotensi dilakukan oleh petugas BPJS Kesehatan, di antaranya melakukan kerja sama dengan peserta dan/atau fasilitas kesehatan untuk mengajukan klaim yang palsu, memanipulasi
Di tingkat Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti puskesmas, klinik, atau dokter keluarga, potensi kecurangannya antara lain memanfaatkan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, memanipulasi klaim pada pelayanan yang dibayar secara nonkapitasi, menerima komisi atas rujukan
Edisi 41 2016
INFO BPJS KESEHATAN
U
ntuk mencegah terjadi kerugian dana Jaminan Kesehatan Nasional akibat fraud, telah ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015 Tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional. Fraud sendiri adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mendapatkan keuntungan finansial dari program JKNKIS melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan. Kecurangan tersebut dapat dilakukan oleh peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, serta penyedia obat dan alat kesehatan.
4
FOKUS ke FKRTL, menarik biaya dari peserta yang seharusnya telah dijamin dalam biaya kapitasi dan/atau nonkapitasi sesuai dengan standar tarif yang ditetapkan, hingga melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan tertentu. Sementara itu potensi tindak kecurangan yang dilakukan penyedia obat dan alat kesehatan meliputi tidak memenuhi kebutuhan obat dan/atau alat kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta melakukan kerja sama dengan pihak lain untuk mengubah obat dan/atau alat kesehatan yang tercantum dalam e-catalog dengan harga tidak sesuai dengan e-catalog.
Bagaimana Mencegah Fraud? Dalam penyelenggaraan program JKN-KIS, Permenkes Nomor 36 Tahun 2015 juga telah mengamanatkan BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan FKRTL yang bekerja sama dengan BPJS untuk membangun sistem pencegahan fraud. Di BPJS Kesehatan, sistem pencegahannya melalui penyusunan kebijakan dan pedoman pencegahan fraud, hingga membentuk tim pencegahan fraud di BPJS Kesehatan. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota juga harus membangun sistem pencegahan fraud di FKTP melalui penyusunan kebijakan dan pedoman pencegahan fraud, serta pengembangan pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada kendali mutu dan kendali biaya dengan membentuk tim pencegahan fraud. Bagaimana di tingkat FKRTL? Permenkes juga mengamanatkan FKRTL yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan perlu mengembangkan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada kendali mutu dan kendali biaya melalui penggunaan konsep manajemen yang efektif dan efisien, penggunaan teknologi informasi berbasis bukti, dan pembentukan tim pencegahan fraud di FKRTL. Upaya lainnya adalah pengembangan budaya pencegahan fraud sebagai bagian dari tata kelola organisasi berdasarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan kewajaran. Kemudian pengembangan budaya pencegahan fraud sebagai bagian dari tata kelola klinik melalui ketepatan kompetensi dan kewenangan tenaga kesehatan, penerapan standar pelayanan, pedoman pelayanan klinis dan clinical pathway, audit klinis, dan terakhir penetapan prosedur klaim.
Membentuk Pagar Berlapis Dari seluruh elemen yang mendukung program JKNKIS, pemberi pelayanan kesehatan mungkin yang paling banyak disorot terkait isu fraud. Namun ditegaskan Tonang Dwi Ardyanto, selama mereka telah melakukan tindakan sesuai standar, tidak ada unsur manipulasi, maka tidak bisa dikatakan kalau tindakannya itu tergolong sebagai fraud. Sehingga yang terpenting dalam upaya pencegahan fraud adalah menyusun standar dan regulasi sebagai pegangan.
karena pagarnya yang berlapis tersebut,” imbuhnya. Untuk bersama-sama mencegah terjadinya fraud, setiap orang yang mengetahui adanya tindakan kecurangan juga dapat melakukan pengaduan secara tertulis kepada pimpinan fasilitas kesehatan atau kepada Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota untuk kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan investigasi. Apabila terjadi perselisihan pendapat tentang penetapan ada tidaknya fraud, Dinas Kesehatan Provinsi atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat meneruskan pengaduan kepada Tim Pencegahan Fraud yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan. Guna menyelesaikan sengketa dalam pelaksanaan program JKN-KIS antara BPJS Kesehatan, provider, dan peserta, Menteri Kesehatan juga telah membentuk Dewan Pertimbangan Klinis (DPK). Apabila sengketa tersebut terkait fraud, DPK juga memiliki wewenang untuk berkoordinasi dengan Tim Pencegahan Fraud dalam menyelesaikannya. Organisasi pertimbangan klinis ini dilakukan secara berjenjang di tingkat provinsi dan pusat. Pertimbangan Klinis di tingkat provinsi dilaksanakan oleh Tim Pertimbangan Klinis, di tingkat pusat dilaksanakan oleh Dewan Pertimbangan Klinis.
INFO BPJS KESEHATAN
"Yang kita harapkan, dokter di fasilitas kesehatan bisa bekerja dengan tenang sesuai standarnya tanpa harus dibayang-bayangi dengan risiko fraud.Karena tanpa adanya trust di antara pasien dengan dokter, antara pasien dengan rumah sakit, pelayanan di rumah sakit akan kacau," imbuhnya. Di rumah sakit, upaya pencegahan fraud salah satunya dengan membentuk barrier system atau pagar yang berlapis-lapis, sehingga risiko untuk terpeleset menjadi fraud akan semakin kecil. “Semakin cermat membentuk pagar, tentu akan makin baik untuk mencegah fraud. Pagarnya itu ya standar pelayanan medis, standar profesi, standar pemberian obat, standar etika dan hukum, dan lainnya, sehingga untuk sampai ke fraud akan sangat susah
Edisi 41 2016
Sanksi Menanti Guna meningkatkan koordinasi dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan program JKN-KIS, BPJS Kesehatan dan KPK belum lama ini juga telah sepakat menjalin kerja sama melalui penandatanganan Nota Kesepahaman. Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyampaikan, melalui kerja sama ini diharapkan akan ditemukan formula atau sistem pencegahan korupsi dalam upaya pencegahan fraud. Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan mengatakan,
Ketua DPK, Prof. Agus Purwadianto menyampaikan, fraud dalam program JKN-KIS memang sangat memungkinkan terjadi ketika ada niat dan juga kesempatan. Hal lainnya seperti adanya perbedaan persepsi dari suatu regulasi, ketidakjelasan prosedur, serta struktur pengawasan yang lemah. Meski pun belum ditemukan kasusnya secara konkrit, namun dari temuan tim DPK di lapangan, fraud masalah fraud dalam pelaksanaan program JKN-KIS memang harus disikapi dengan serius karena bisa menghambat pelayanan kesehatan yang diterima peserta. Indonesia juga perlu belajar dari Amerika Serikat dalam upaya pemberantasan fraud di program kesehatannya. Karena di negara tersebut, pelakunya sudah ada yang sampai dibawa ke pengadilan. “Sampai sekarang kan di sini belum ada kejaksaan yang bawa (pelaku) fraud ke pengadilan. Mereka itu perlu diberi pelajaran karena ini program penting,” ujar Pahala Nainggolan.
“Untuk rumah sakit, kami itu berusaha betul menghindari fraud dengan berpegang pada standar dan regulasi yang ada. Tapi kami juga meminta agar masyarakat jangan terlalu mudah menuding suatu fraud hanya karena tidak puas mendapatkan pelayanan. Tidak puas itu bukan berarti fraud. Ketidakpuasan bisa saja muncul akibat ketidaksesuaian dengan harapan," ujar Tonang. Bila dokter atau pemberi pelayanan kesehatan selalu dibayangi dengan tudingan fraud, lanjut Tonang, maka dokter akan terjebak pada "defensive medicine". Yang kemudian ada dalam pikiran dokter adalah seolah-olah hanya bagaimana caranya agar tidak sampai terjadi fraud, sehingga dikhawatirkan bisa mengganggu kinerja dokter dalam memaksimalkan pelayanan.
Tim Pencegahan Fraud. Untuk penindakannya memang bisa langsung diserahkan ke KPK. Tapi kalau sepanjang masih ada perbedaan interpretasi teknis, apakah itu teknis diagnostik dan lainnya, mudah-mudahan bisa lebih dulu (kasusnya) dilempar ke Dewan Pertimbangan Klinis,” kata Prof. Agus Purwadianto.
Ketua Dewan Pertimbangan Klinis Budi Purwadianto
diduga bisa terjadi karena adanya perbedaan tarif antara rawat jalan dan rawat inap, sehingga menyebabkan ada upaya dari dokter atau rumah sakit untuk mengotak-atik yang lebih menguntungkan. Prof. Agus juga melihat para dokter terkadang mengatasnamakan kendali mutu dan perbaikan mutu, tetapi kurang sensitif terhadap biaya. Karenanya, ke depan kompetensi para dokter juga harus lebih peka terhadap biaya. “Untuk kasus fraud, identifikasi atau pencegahannya itu ada di tim anti Fraud yang ada di setiap rumah sakit maupun di wilayah. Tapi kalau masalahnya tidak selesai, atau suduh keburu diadukan oleh salah satu dari tiga pihak tersebut (BPJS Kesehatan, provider, peserta), maka akan kita selesaikan. Tentu saja kita akan berkoordinasi dengan
Sementara itu, Permenkes tentang pencegahan fraud juga telah mengatur sanksi administratif yang bisa dijatuhkan bagi pelaku tindak kecurangan. Sanksi administratifnya mulai dari teguran lisan, teguran tertulis, dan/atau perintah pengembalian kerugian akibat kecurangan yang dilakukan kepada pihak yang dirugikan. Apabila tindakan kecurangan dilakukan oleh petugas BPJS Kesehatan, sanksinya meliputi teguran lisan, pemberhentian dari jabatan, pemecatan, dan/atau perintah pengembalian kerugian akibat kecurangan yang dilakukan. Bila dilakukan oleh pemberi pelayanan atau penyedia obat dan alat kesehatan, sanksi administrasinya dapat ditambah dengan denda paling banyak sebesar 50% dari jumlah pengembalian kerugian akibat tindakan kecurangannya. Sementara bila pelakunya adalah tenaga kesehatan, sanksi administrasinya dapat diikuti dengan pencabutan surat izin praktik. Namun perlu diingat, sanksi administrasi tersebut bukan berarti menghapus sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5
BINCANG
KPK Awasi Pelaksanaan JKN-KIS, Pelaku Fraud Bisa Dipidana
P
rogram JKN-KIS terbukti membuka akses yang luas bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan kesehatan secara komprehensif. Sejak diselenggarakannya JKN-KIS pada 2014, masyarakat Indonesia yang sudah jadi peserta tidak perlu khawatir menyambangi fasilitas kesehatan untuk mendapat pelayanan kesehatan karena dijamin BPJS Kesehatan. Manfaat JKN-KIS yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia ternyata mendapat dukungan banyak pihak, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Secara umum, KPK berkomitmen untuk membantu BPJS Kesehatan dan para pemangku kepentingan agar sukses menyelenggarakan JKN-KIS. KPK melihat banyak isu yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaan JKN-KIS, terutama membangun sistem yang baik agar dana yang dikelola bisa optimal untuk memberi pelayanan terbaik kepada masyarakat. Sistem yang ada saat ini dirasa masih membuka celah diantaranya kecurangan (fraud). Oleh karenanya, KPK menyisir celah yang ada dan kemudian diusulkan kepada pemangku kepentingan untuk dilakukan perbaikan. Namun, jika ditemukan fraud dengan kerugian yang besar atau mendapat sorotan tajam dari masyarakat, tindakan hukum bisa dilakukan. Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana pandangan KPK terhadap JKN-KIS dan apa upaya yang dilakukan guna mendorong suksesnya program tersebut, redaksi Info BPJS Kesehatan berkesempatan melakukan wawancara dengan Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan. Berikut ini kutipannya; Apa pandangan KPK tentang program JKN-KIS? Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, KPK menentukan sektor strategis, yaitu pelayanan publik. Pelayanan publik itu seperti pendidikan dan kesehatan. Secara spesifik untuk kesehatan kita menyoroti JKN-KIS. Sejak 2013 KPK memantau persiapan bergulirnya program JKN-KIS. Intinya kami 1000 persen setuju dengan program tersebut dan yakin pasti pelaksanaannya belum sempurna. Oleh karenanya sampai saat ini dan ke depan KPK serius mencermati perkembangan JKN-KIS. Apa yang sudah KPK lakukan untuk membantu suksesnya JKN-KIS? Misalnya, terkait tunggakan iuran pemerintah daerah (Pemda) baik iuran pegawai dan Jamkesda. KPK tidak bisa menagih langsung kepada Pemda karena kami bukan debt collector. Tapi, KPK punya program penguatan Pemda di 9 provinsi, mencakup ratusan Kabupaten/Kota. Saat KPK mengundang para Gubernur, Bupati dan Walikota, kami memberi ruang BPJS Kesehatan untuk menagih tunggakan itu. Dalam kesempatan tersebut para pemimpin daerah itu diingatkan kasus Bupati Subang yang terjerat pidana korupsi terkait alokasi APBD untuk JKN-KIS.
Kesehatan untuk menyelesaikan Panduan Nasional Pelayanan Kesehatan (PNPK) untuk 70 jenis penyakit. Panduan itu penting karena terkait obat dan pelayanan kesehatan yang digunakan dalam program JKN-KIS. Ketersediaan obat menjadi kendala karena tidak semua RS pemerintah memasukan rencana kebutuhan obat. Padahal, itu mempengaruhi jumlah obat yang akan tersedia di e-catalog setelah melalui mekanisme lelang di LKPP. Ke depan perlu dibentuk sistem agar semua RS pemerintah wajib memasukan RKO dan RS yang tidak menyetor RKO tidak boleh membeli obat melalui e-catalog. Perlu juga dicari cara agar RS swasta yang menyelenggarakan JKNKIS bisa mengakses e-catalog agar bisa mendapat obat relatif lebih murah dan mudah. Bagaimana KPK melihat potensi fraud dalam JKN-KIS? Ada beberapa hal yang perlu dilihat untuk mengatasi fraud. Pertama, regulasi yang ada memadai atau tidak. Kedua, tata kerja dan mekanisme. Ketiga, siapa yang mendeteksi fraud? Siapa yang menindaklanjuti? Apa kriteria fraud? Telah terbit Permenkes Nomor 36 Tahun 2015 yang intinya mencegah fraud dalam JKN-KIS. Namun, penanganan fraud harus dilakukan struktural. Fraud terjadi dalam pelayanan publik, tidak hanya JKN-KIS. Fraud bisa dilakukan banyak pihak, KPK mendorong Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan untuk membangun sistem penanganan fraud. Harus ada sistem yang dibuat untuk mencegah fraud. Potensi fraud harus dideteksi dan diminimalkan. Misalnya, fraud di RS, peserta belum sembuh tapi sudah disuruh pulang. Ada juga RS yang menolak peserta karena jenis penyakitnya sebagaimana tertulis dalam INA-CBGs dianggap tidak menguntungkan. Kemudian, potensi fraud dalam proses verifikasi klaim antara RS dan BPJS Kesehatan. RS mau klaim dibayar cepat karena butuh cash flow, sementara BPJS Kesehatan menginginkan klaim yang benar, sesuai dengan pelayanan yang diberikan kepada peserta. Jangan sampai keputusan ini ditentukan sepihak oleh satu orang (diskresi) terutama ketika terjadi dispute. Soal klaim ini harus dibuat sistematik penyelesaiannya. Apakah pelaku fraud bisa dijerat pidana? Bisa, tergantung kasusnya. Untuk penyelenggara negara, fraud bisa masuk dalam tindak pidana korupsi. Misalnya, Kepala RS milik pemerintah, dokter PNS dan pejabat
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan
BPJS Kesehatan termasuk penyelenggara negara. Selain penyelenggara negara, bisa dikenakan pidana umum. Namun, KPK tidak bisa menangani semua perkara korupsi. KPK hanya dapat menangani perkara korupsi yang kerugiannya di atas Rp1 milyar, korupsi dilakukan oleh penyelenggara negara atau menarik perhatian masyarakat. Untuk kasus yang tidak bisa ditangani langsung KPK kami bisa mendorong pihak kepolisian dan kejaksaan. Kalau ada kasus fasilitas kesehatan mau jadi provider JKN-KIS dia menyuap petugas BPJS Kesehatan, maka itu masuk kategori korupsi. Pihak RS swasta itu bisa menjadi pihak terkait. Untuk mencegah terjadinya hal itu, mekanisme kredensialing perlu dibenahi agar transparan. Soal kemitraan antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan dan pihak lainnya yang memberi pelayanan kepada peserta, KPK mengusulkan agar ada mekanisme reward and punishment. Harus ada evaluasi bagi mitra yang tidak menjalankan kewajibannya. Jika terbukti melakukan pelanggaran, mitra tersebut patut diberi hukuman. Sebaliknya, harus ada penghargaan bagi mitra yang menjalankan perannya dengan baik atau malah bisa membuat terobosan.
INFO BPJS KESEHATAN
Selain itu kami sedang mengkaji komponen obat-obatan yang digunakan dalam program JKN-KIS yakni formularium nasional (fornas), mekanisme tender di LKPP dan pengawasan obat oleh BPOM. KPK, sebagaimana yang dimandatkan UU KPK, berfungsi juga sebagai lembaga yang mengkoordinasi sejumlah pihak. KPK sangat terbuka untuk membantu para pihak melakukan koordinasi guna menyelesaikan persoalan yang dihadapi dalam JKN-KIS. Salah satu isu yang sering terdengar di masyarakat yaitu kesulitan obat. KPK mengingatkan kepada Kementerian
Edisi 41 2016
6
MANFAAT
Jaminan Kesehatan
Suplemen Alat Bantu Dengar
M
asalah gangguan tingkat pendengaran sering dianggap remeh. Padahal individu yang mengalami gangguan bakal mengalami berbagai masalah yang bisa mengurangi derajad kehidupannya. Pasalnya, problem pendengaran yang tidak kunjung diobati atau diatasi sendiri bisa meningkatkan berbagai dampak merugikan. Hal itu mulai dari risiko isolasi sosial, depresi, demensia, ketidakmampuan untuk bekerja, aktivitas fisik berkurang, dan bahkan kecelakaan di jalan atau di tempat kerja. Menurut World Health Organization (WHO), kasus masalah pendengaran cenderung mengalami tren peningkatan baik secara global maupun di Indonesia. WHO memperkirakan ada 360 juta (5,3%) orang di dunia mengalami gangguan cacat pendengaran. Penyebab gangguan pendengaran pun beragam. Yakni mulai dari bertambahnya usia, cacat sejak lahir, telat berobat, kecelakaan dan akibat tingkat kebisingan. Lebih lanjut WHO mengungkapkan, diperkirakan 20% orang dengan gangguan pendengaran membutuhkan alat bantu dengar. Ironisnya, tidak semua dari mereka bisa mendapatkan alat bantu dengar yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Pada saat ini diperkirakan produksi alat bantu pendengaran hanya memenuhi 10% dari kebutuhan global dan hanya memenuhi 3% dari kebutuhan di negara berkembang, seperti di Indonesia. Bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang mengalami masalah pendengaran, dan membutuhkan alat bantu pendengaran, kini boleh sedikit berlega hati. Pasalnya, BPJS Kesehatan juga memberikan layanan suplemen alat bantu pendengaran. Mengapa dikatakan suplemen? Musababnya BPJS Kesehatan tidak menanggung sepenuhnya pembelian alat tersebut, hanya sebesar plafon maksimal harga sesuai ketentuan pemerintah
INFO BPJS KESEHATAN
Jika ternyata harga melebihi batas limit yang di-cover BPJS Kesehatan maka peserta menanggung lebihnya. BPJS Kesehatan menjamin maksimal sebesar Rp1 juta untuk pembelian alat bantu dengar per 5 (lima) tahun sekali. Jadi, contohnya bila harga alat bantu dengar adalah Rp1.500.000, maka pasien yang bertanggung jawab untuk menanggung lebihnya, yaitu Rp500.000. Cara untuk mendapatkan subsidi alat pendengaran pun sejatinya cukup mudah. Jika ada peserta mengalami gangguan pendengaran dan ingin menggunakan alat bantu dengar, yang bersangkutan bisa memeriksakan keluhan terlebih dahulu di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), seperti puskesmas, klinik pratama, dokter praktik pribadi dan sebagainya.
Edisi 41 2016
Kemudian pasien akan dirujuk ke rumah sakit bagian poli THT, selanjutnya pasien akan mendapatkan resep mengenai alat bantu dengar yang harus dibeli. Dan jangan lupa, resep alat bantu dengar harus dilegalisasi terlebih dahulu oleh petugas BPJS Kesehatan sebagai tanda elijibilitas. Pemberian subsidi alat bantu dengar bisa diulang setiap lima tahun sekali, dan tentunya harus sesuai dengan indikasi medis. Jika sebelum 5 tahun peserta membutuhkan lat bantu dengar oleh sebab apapun (perubahan ukuran, hilang, rusak dan sebab lain) maka BPJS Kesehatan tidak menjamin. Pemberian subsidi alat kesehatan (alkes) dengan jumlah maksimal yang telah ditetapkan sejatinya tidak hanya berlaku pada alat pendengaran saja. BPJS Kesehatan juga diberikan pada alat bantu kesehatan lainya. Yang paling umum tentu saja kacamata. Selain itu ada pula, alat protesa gerak (kaki/tangan palsu), gigi palsu, penyangga leher, penyangga punggung, dan kruk.
Mencegah Kendati alat bantu dengar sudah menjadi jaminan suplemen BPJS Kesehatan dan diobati penyakitnya, tetapi pencegahan agar tidak mengalami masalah pendengaran tetaplah yang terbaik. Untuk itu, upaya promotif dan preventif agar masyarakat lebih peduli untuk mencegah masalah pendengaran hingga segera berobat bila mengalami gangguan pendengaran perlu lebih digencarkan.
Cara pencegahan bisa dimulai dari mengurangi kebiasaan jelek yang bisa menimbulkan gangguan indera pendengaran. Misalnya, tempat perbelanjaan dihimbau untuk menurunkan tingkat kebisingan di lokasinya. Lalu, kebiasaan tusuk-tusuk atau korek-korek telinga serta perlakuan hukuman menjewer telinga atau menariknarik telinga pada anak-anak yang masih sering dilakukan oleh berbagai pihak/kalangan masyarakat, harus segera dihentikan. Celakanya hal itu masih dianggap sebagai kekerasan ringan dan lumrah dalam masyarakat kita. Padahal menurut berbagai hasil kajian, telinga sebagai alat indera penting untuk mendengar, dapat menyerap 20% informasi, lebih besar dibanding membaca yang hanya menyerap 10% informasi. Sehingga gangguan pendengaran mengakibatkan anakanak dalam proses belajar mengajar tidak dapat penuh menerima pelajaran, di sisi lain produktivitas juga menurun sehingga biaya hidup tinggi.
7
TESTIMONI
Gelisah Memakai Kartu JKN-KIS Milik Orang Lain Seseorang akan merasakan sedih dan bingung ketika mendapat cobaan menderita penyakit yang memerlukan biaya banyak di saat kondisi keuangan keluarga sedang mengalami defisit, dan tidak memiliki asuransi atau jaminan kesehatan. Seperti yang pernah dialami Bahtiar Badilah ketika istrinya, Sulaehah harus menjalani operasi tumor di rahangnya.
K
Setelah menjawab beberapa pertanyaan dari Duta BPJS Kesehatan, Bahtiar dan istrinya diminta untuk membuat pernyataan sesuai kronologisnya dan bersedia mengembalikan kartu JKN-KIS atas nama Nurlela, serta bersedia membayar uang pengganti sebesar Rp 250.000. “Karena saya tidak mampu, saya diusulkan untuk mendapatkan bantuan dari Pemda,” kata Bahtiar. Kini, Keluarga Bahtiar yaitu istrinya, Sulaehah dan tiga anaknya memiliki kini terdaftar sebagai peserta JKN-KIS PBI dari Pemda Kabupaten Pinrang. Bahtiar bersyukur dan berterimakasih kepada pemerintah yang sudah memberinya kartu JKN-KIS. “Saya senang dan jadi tenang, tapi kalau boleh minta Tuhan jangan kasih saya dan keluarga saya sakit,” katanya. Bahtiar tak henti berucap rasa syukurnya. Meskipun keluarganya tidak mampu, tetapi ketiga anaknya sekolah semua. Anak pertamanya masuk dalam tiga besar di sekolahnya dan kini kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Hasanudin Makassar, anak keduanya duduk di kelas 3 MAN, dan anak bungsunya masih duduk di kelas 3 SMP. Menurut Bahtiar, cobaan seperti sakit datangnya bisa kapan saja. Istrinya yang sudah diobati dan tumornya sudah diangkat ternyata tumbuh kembali. Dan setelah menjalani pemeriksaan intensif, istri Bahtiar, Sulaehah, harus menjalani operasi yang kedua. Prosedur tahapan rujukan tetap dilakukannya. “Operasi yang kedua dilakukan di Ibnu Sina Makasar dan sudah menggunakan kartu BPJS Kesehatan (kartu JKN-KIS
– red) atas nama sendiri. Jadi pikirannya tenang. Sekarang, istri saya sudah sehat kembali dan sudah terhenti minum obat tetapi masih kontrol ke dokter spesialis sekali setiap bulan,” ungkapnya.
Bagi Bahtiar dan keluarganya, memiliki kartu JKN-KIS merupakan hal yang sangat berharga sekali. Sebagai petani penggarap dan tukang ojek kampung, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bisa menyekolahkan anak-anaknya. Tidak memiliki cadangan uang untuk kesehatan, khususnya jika sakit yang memerlukan biaya banyak. Bahtiar memotivasi anaknya agar rajin belajar agar berprestasi dan harapannya anak-anaknya bisa mendapat beasiswa. “Orangtua kan inginnya anak-anaknya pinter dan sehat. Saya beruntung anak-anak dapat rangking,” ujarnya. Selain itu, nilai-nilai kejujuran selalu ditanamkan di dalam keluarganya. Oleh karena itu, ketika istrinya menggunakan kartu JKN-KIS milik orang lain, perasaannya tidak tenang. Apalagi waktu itu, kata Bahtiar ada yang memberitahu bahwa tidak boleh memakai kartu orang lain karena itu termasuk penipuan dan bisa kena sanksi hukum. “Itu kan sama saja kita mengambil hak orang lain, lalu bagaimana nanti kalau dia sendiri sakit. Waktu itu juga ada yang mengingatkan kalau kita tidak boleh memakai kartu orang lain, bisa saja kena sanksi. Sebaiknya memang jangan lah pakai kartu oranglain,” saran Bahtiar.
Edisi 41 2016
INFO BPJS KESEHATAN
eluarga Bahtiar tinggal di Desa Macinnae, Kecamatan Paleteang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Pekerjaan sehari-hari yang dilakoninya adalah sebagai tukang ojek selain menggarap sawah milik orang lain. “Saya bingung sekali waktu itu.. Eee…. Istri saya harus operasi tumor di rahang,” kata Bahtiar. Awalnya, sekitar dua tahun lalu, Sulaehah, istri Bahtiar mengalami sakit di sekitar mulut, beberapa hari kemudian pipinya bengkak. Kemudian Bahtiar membawa istrinya ke Puskesmas. Setelah diperiksa ternyata harus dirujuk ke Rumah Sakit Umum Makassar. “Saya benar-benar tidak punya biaya, lalu saya berpikir bagaimana caranya, padahal sudah sangat mendesak melihat kondisi istri saya,” ujarnya lirih. Gusi di bagian rahang belakang Sulaehah semakin membesar sehingga pipi pun semakin membengkak. Bahtiar pun semakin panik. Sambil berdoa, Bahtiar berusaha menjadi jalan keluarnya. Kemudian, dia menemukan jalan dengan cara meminjam Kartu JKN-KIS milik saudaranya, Nurlela. Kebetulan Nurlela mempunyai Kartu Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dari kelompok Penerima Iuran Bantuan (PBI) dari APBN atau dari pemerintah pusat. Tetapi, Nurlela belum pernah memanfaatkannya. Sehingga muluslah proses yang dilalui Bahtiar mulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sampai ke Faskes Tingkat Lanjutan. “Alhamdulillah, akhirya tumor di rahang istri saya bisa dioperasi,” kata Bahtiar. Ayah dari tiga anak ini pun mengatakan bersyukur tumor yang ada di rahang mulut bagian belakang istrinya tidak ganas. Tetapi Sulaehah harus tetap kontrol ke dokter spesialis secara rutin. “Saya tidak bisa membayangkan uang darimana kalau saya harus mengeluarkan uang sampai Rp 10 juta-an,” ujarnya. Setelah lolos dari ujian hidup itu, Bahtiar dan Sulaehah merasa gelisah karena telah menggunakan Kartu JKN-KIS milik orang lain. Karena suatu saat, pemilik kartu tersebut yaitu Nurlela akan membutuhkannya untuk berobat. Oleh karena itu, sebelum satu tahun pasca operasi Bahtiar memutuskan untuk melapor ke Duta BPJS Kesehatan. “Saya terus gelisah, apalagi ada yang bilang jangan mainmain pakai kartu orang lain. Lalu saya berterusterang ke petugas BPJS Kesehatan. Kemudian saya diminta datang ke Kantor BPJS Kesehatan. Saya utarakan semua apa yang sudah terjadi bahwa saya sudah menggunakan hak orang lain karena terpaksa. Saya termasuk orang tidak mampu tetapi tidak dikasih kartu BPJS Kesehatan (JKN-KIS),” ungkap Bahtiar.
8
PERSEPSI
Menjadi Peserta JKN-KIS itu Mudah
W
arga Desa Arjasari, Kabupaten Bandung, awalnya merasa beruntung. Bagaimana tidak? Dengan membayar Rp170 ribu per orang, warga secara kolektif sudah mendapatkan kartu kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Lebih menggiurkan lagi, selanjutnya mereka tidak perlu membayar iuran bulanan seumur hidup. Tawaran kartu JKN-KIS yang bebas iuran hidup itu datang dari seorang wanita yang mengatasnamakan Dompet Dhuafa, suatu lembaga sosial yang sangat tepercaya. Kebahagiaan warga desa berubah menjadi kekecewaan dalam sesaat. Gara-garanya seorang warga desa yang sakit mencoba berobat ke rumah sakit (RS). Namun, oleh pihak RS, yang bersangkutan ditolak. Pasalnya, kartu JKN-KIS BPJS Kesehatan yang dimilikinya tidak terdaftar di pusat data BPJS Kesehatan saat petugas RS melakukan pengecekan. Dari kejadian itulah mulai terbongkar praktik sindikat pembuatan kartu JKN-KIS BPJS Kesehatan abal-abal tersebut. Wanita yang menawarkan pembuatan kartu secara menggiurkan itu ternyata hanya penipu. Warga sendiri mengaku kesal bisa tertipu. Pasalnya, pembuatan kartu kolektif itu sudah dilakukan lewat kerja sama dengan aparat desa setempat. Aparat desa sendiri menolak disalahkan. Mereka juga mengaku sebagai korban. Praktik serupa ternyata tidak hanya terjadi di Desa Arjasari. Satu persatu praktik pemalsuan kartu JKN-KIS BPJS Kesehatan di tempat-tempat lainnya ikut terkuak. Dari kejadian tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa masyarakat Indonesia menyambut antusias program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKNKIS) ini.
daerah pelosok perihal tata cara pendaftaran menjadi peserta program JKN-KIS yang benar. Andayani menambahkan, perlu dilakukan sosialisasi lebih luas kepada masyarakat agar jangan sekali-sekali mengurus kepesertaan lewat pintu belakang, seperti melalui perantara calo bahkan iming-iming orang dalam BPJS Kesehatan sekalipun. Bila pendaftaran dilakukan secara tidak resmi, Andayani menggaransi kartu yang diterima peserta pastilah kartu bodong. Kartu bodong seratus persen tidak akan bisa digunakan lantaran nama peserta tidak terdata di dalam master file (data induk) peserta JKN-KIS yang dimiliki BPJS Kesehatan. Menurut Andayani, saat ini data peserta yang ada di BPJS Kesehatan sudah berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Artinya, ke depan, bisa saja kartu BPJS Kesehatan tidak lagi diperlukan, lantaran peserta cukup menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) saja. Bagi warga yang sudah terlanjur mengurus kartu JKN-KIS secara tidak resmi, dihimbau untuk segera melakukan pengecekan di Kantor Cabang dan Kantor Layanan Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan terdekat. Andayani juga menyampaikan, sebagai tindak pencegahan terhadap upaya pemalsuan kartu JKN-KISoleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, kartu JKN-KIS yang asli dilengkapi dengan tanda pengaman tertentu. Microtext berbentuk pulau-pulau yang membentuk NKRI, logo hologram yang hanya dapat dilihat dengan bantuan alat khusus dan sebagainya. Tanda pengaman tersebut tidak dimiliki kartu yang palsu. Disamping itu, hasil cetakan kartu JKN-KIS yang asli juga lebih bersih dan jelas dengan barcode yang rapi. Berbeda dengan kart JKN-KIS BPJS Kesehatan palsu yang terlihat tidak beraturan.
INFO BPJS KESEHATAN
Mereka mulai sadar biaya kesehatan semakin mahal dan berbondong-bondong mendaftar menjadi peserta program JKN-KIS BPJS Kesehatan. Sayangnya antusiasme masyarakat terhadap program tersebut tidak diimbangi dengan informasi yang cukup. Sejumlah pihak menilai sosialiasi program JKN-KIS, termasuk soal tata cara pendaftaran menjadi peserta, masih kurang atau belum diterima masyarakat secara memadai. Menanggapi kejadian itu, Direktur Kepesertaan dan Pemasaran BPJS Kesehatan, Andayani Budi Lestari, menegaskan bahwa kejadian kartu palsu adalah murni perbuatan kriminal. Artinya, kejadian itu bukan berasal dari sistem pendaftaran peserta JKN-KIS yang dikelola BPJS Kesehatan. Namun demikian. Andayani, mengakui masih kurangnya komunikasi kepada masyarakat, khususnya yang ada di
Edisi 41 2016
Lebih jauh ditambahkan, ketimbang mendaftar lewat pintu belakang, sebaiknya masyarakat mendaftar sendiri melalui jalur resmi. Pendaftaran resmi sebagai peserta JKNKIS dapat dilakukan dengan dua cara, offline dan online (daring). Masing-masing metode ini memang memiliki tingkat kemudahan dan kesulitannya sendiri-sendiri. Maka dari itu sebelum mendaftarkan diri alangkah baiknya publik memahami masing-masing metode pendaftaran ini. Misalkan, sambung Andayani, jika masyarakat tidak familiar dengan internet, maka pendaftaran sebaiknya dilakukan secara manual. Mendaftar secara manual maupun online, membutuhkan beberapa dokumen atau berkas umum yang serupa. Yaitu, menyerahkan kartu identitas yang masih berlaku (KTP, SIM,
atau Paspor ), Kartu Keluarga (KK) terbaru, buku nikah bagi yang sudah menikah, fotocopy buku tabungan sebagai penanggung biaya, dan pas foto ukuran 3×4 sebanyak dua Lembar. Bila berkas sudah lengkap, untuk mendaftar secara manual, calon peserta bisa mendatangi kantor BPJS Kesehatan terdekat atau bank yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Jika memungkinkan, masyarakat bisa mendaftar secara kolektif dengan koordinasi dari ketua RT/RW atau kelurahan/desa agar lebih mudah. Peserta akan diminta untuk mengisi formulir pendaftaran yang telah disediakan. Selanjutnya petugas BPJS Kesehatan akan meng-entry data peserta sesuai formulir. Begitu data peserta sudah dientry ke dalam master fie, peserta akan diberikan nomor virtual account (VA). Bila tidak ingin mengantri, peserta bisa mendaftar secara daring. Silahkan masuk ke situs www.bpjs-kesehatan. go.id, isi lembar formulir yang telah disediakan, kemudian tunggu e-mail notifikasi nomor registrasi. Setelah mendapatkan e-mail notifikasi, calon peserta bias mencetak lembar VA, sama seperti pada pendaftaran manual. Nomor VA ini berfungsi layaknya nomor rekening listrik. Cukup dengan menyebutkan atau memasukkan nomor VA, peserta dapat membayar iuran JKN-KIS setiap bulannya melalui bank, pos, mini market dank anal pembayaran lainnya yang sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Begitu iuran pertama dibayar, yang berjarak 14 hari terhitung sejak peserta pertama kali mendaftar, kepesertaan JKN-KIS di BPJS Kesehatan akan aktif. Peserta dapat kembali ke Kantor Cabang dan atau Kantor Layanan Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan terdekat, memperlihatkan bukti pembayaran iuran dan mendapatkan Kartu JKN-KIS BPJS Kesehatan. Atau peserta dapat mencetak sendiri dengan menggunakan fitur E-ID yang ada di website www.bpjs-kesehatan.go.id Setelah mendapatkan kartu atau E-ID peserta otomatis dapat menggunakannya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas-fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai sistem dan prosedur yang berlaku. Manual atau daring, pendaftaran peserta program JKN-KIS yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan tidak dipungut biaya. Pastikan anda melakukan pendaftaran sendiri melalui jalur resmi untuk menghindari risiko menjadi korban penipuan kartu JKN-KIS BPJS Kesehatan palsu.
9
INSPIRASI
Dengan Gotong Royong Semua Tertolong Suriati, Penjual Jamu Gendong
Dengan pendapatan pas-pasan, Suriati tak pernah menunggak iuran tiap bulan. Ia menyisihkan dan menabung hasil menjual jamu untuk membayar iuran bagi dirinya, suami, dan dua orang anak mereka secara rutin. Suriati dan keluarganya terdaftar sebagai peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri pada program JKN-KIS dengan ruang perawatan kelas III. Meskipun belum pernah memanfaatkan kartu JKN-KIS tersebut lantaran tak sakit, Suriati tetap membayar iuran tepat waktu.
“Kalau tidak punya kartu JKN-KIS nanti sakitnya susah. Tapi kalau ternyata diberi kesehatan terus menerus dan kartunya tidak dipakai, ya tidak apa-apa, kan masih ada orang lain yang sakit dan membutuhkan,” kata Suriati. Kesadaran menjadi peserta JKN-KIS dan disiplin membayar premi setiap bulan seperti yang dilakukan Suriati ternyata dirasakan manfaatnya oleh orang lain. Salah satunya adalah Agus Setiadi, pasien JKN-KIS yang menjalani cuci darah atau hemodialisa. Agus yang berprofesi sebagai petugas keamanan (sekuriti) ini tak pernah menyangka dirinya harus menjalani layanan cuci darah akibat sakit ginjal stadium lanjut. Ia menjalani cuci darah dua kali dalam seminggu dengan biaya sangat mahal. “Saya tak pernah bayangkan kalau seandainya bayar dengan uang sendiri. Mungkin saya tidak akan pernah mendapatkan layanan cuci darah,” ujarnya. Kesadaran peserta membayar iuran, seperti yang dilakukan Suriati, menolong orang sakit yang membutuhkan layanan pengobatan. Inilah yang dimaksudkan dari prinsip gotong royong dalam program JKN-KIS. Dengan gotong gotong royong semua tertolong. Agus hanyalah satu dari ribuan peserta JKN-KIS yang menjalani cuci darah dengan memanfaatkan layanan JKN-KIS. Sejak program JKN-KIS diluncurkan 2014, BPJS Kesehatan telah banyak menangani kasus katastropik, di antaranya cuci darah pada pasien penyakit ginjal
terminal. Diperkirakan 500 sampai 900 kasus hemodialisa terlayani dengan program JKN-KIS dengan total pembiayaan mencapai lebih dari Rp5,9 triliun. Direktur Kepesertaan dan Pemasaran BPJS Kesehatan, Andayani Budi Lestari, mengatakan, program JKN-KIS mengusung prinsip gotong royong, di mana iuran dari peserta sehat membantu peserta yang sakit, dan yang mampu membantu yang kurang mampu. Prinsip ini hanya dapat terwujud apabila seluruh masyarakat bersinergi dengan menjadi peserta JKN-KIS. Gotong royong dalam program JKN dengan menjadi peserta maupun disiplin membayar iuran tiap bulan sangat penting. Sebab 1 orang yang menderita Demam Berdarah Dengue (DBD) memerlukan 80 orang sehat untuk membiayai penyakitnya. Bila ada 1 pasien sectio caesaria maka diperlukan 135 orang sehat untuk membiayainya. Satu orang pasien kanker memerlukan 1.253 orang sehat, dan 1 pasien operasi jantung membutuhhkan 3.737 orang sehat untuk membiayainya. Salah satu kelompok yang diharapkan memberikan kontribusi mewujudkan asas gotong royong tersebut adalah badan usaha. Perpres 111 Tahun 2013 mewajibkan seluruh badan usaha untuk mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta JKN paling lambat 1 Januari 2015, namun hingga saat ini belum semuanya bergabung. “Sudah banyak badan usaha menjadi peserta JKN-KIS, tetapi belum semuanya. Kami harapkan kesadaran bergotong royong dari pekerja badan usaha ditingkatkan, karena pekerja yang sehat tentu lebih produktif dan dapat berkontribusi besar bagi perusahaan,” kata Andayani di sela bincang JKN-KIS bersama Andy F. Noya dengan tema “Sinergi Kekuatan Bangsa Untuk Perlindungan Pekerja” di Surabaya, Rabu (31/8). Forum diskusi ini dihadiri para
direksi BUMN, badan usaha besar di wilayah Jawa Timur, asuransi komersial, dan manajemen rumah sakit. Andayani mengatakan, sampai saat ini baru 24 juta pekerja baik dari BUMN, BUMD, dan badan usaha swasta yang terdaftar sebagai peserta JKN. Badan usaha diharapkan segera mendaftarkan karyawannya untuk mendapatkan perlindungan kesehatan melalui program JKN-KIS. Kegiatan bincang JKN-KIS bersama Andy F Noya adalah salah satu upaya BPJS Kesehatan untuk meningkatkan kesadaran gotong royong dari badan usaha tersebut. Acara ini sekaligus untuk menyosialisasikan soal koordinasi manfaat atau coordination of benefits (CoB) antara BPJS Kesehatan dengan asuransi kesehatan tambahan. Ini adalah kali kedua bincang JKN-KIS bersama Andy F Noya digelar setelah sebelumnya di Jakarta. “Tujuan kegiatan ini kami ingin mengajak badan usaha untuk segera mendaftarkan karyawan jadi peserta JKNKIS,” kata Andayani.
Edisi 41 2016
INFO BPJS KESEHATAN
S
uriati, penjual jamu gendong di Semarang masih gesit di usianya yang sudah paruh baya. Meski hanya tukang jamu tradisional, kesadaran menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)-Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan kedisiplinannya membayar iuran patut dicontoh.
SEHAT & GAYA HIDUP
10
Jamu dan Herbal Semakin “Ngetren” Tapi Harus Jeli Sebelum Konsumsi
M
asyarakat Indonesia tidak asing dengan jamu karena sudah ribuan tahun silam, nenek moyang orang Indonesia sudah menggunakan ramuan jamu untuk memelihara kesehatan. Jamu sebagai obat tradisional itu diwariskan secara turun temurun hingga kini. Dan sebagian masyarakat masih meyakini ramuan jamu tertentu bisa mencegah dan mengobati penyakit, memulihkan stamina dan menjaga kebugaran, serta dikonsumsi untuk kecantikan seperti menghaluskan kulit. Untuk menjaga kebugaran, sebagian orang Jawa minum jamu secara rutin. Jenis jamunya seperti beras kencur, kunyit asem, daun pepaya, jamu pahitan, temulawak. Sejak dulu hingga kini, penjual jamu keliling atau yang biasa disebut “jamu gendong” ini menyediakan berbagai jamu dan pembeli tinggal minum saja. Jamu dari rimpang dan dedaunan itu diyakini memiliki khasiat masing-masing. Jamu temulawak misalnya, dapat meningkatkan nafsu makan, kunyit asem dapat melancarkan menstruasi, ada juga ramuan jamu galian singset untuk melangsingkan tubuh.
INFO BPJS KESEHATAN
Sesuai perkembangan usaha kuliner, sejumlah kafe pun kini menyediakan wedang uwuh, yaitu minuman khas Jawa. Cara menyajikan minuman ini racikan wedang uwuh yang terdiri dari antara lain jahe, kayu secang, cengkeh, daun sirih, daun salam, batang sereh, gula batu diseduh dengan air panas, air kemudian menjadi merah yang berasal dari kayu secang. Kemasan wedang uwuh kini juga banyak dijual di pasaran. Tetapi sangat disayangkan jamu sebagai warisan nenek moyang Indonesia itu kadang dimanfaatkan oleh oknum “pedagang jamu” untuk mendapatkan keuntungan lebih. Agar efeknya cepat terasa oleh konsumen, jamu itu dicampuri bahan kimia (catatan: jamu tidak boleh ditambahkan bahan kimia obat apapun, berapapun dosisnya). Selain sangat membahayakan konsumen, penambahan bahan kimia obat pada jamu juga tidak sesuai dengan regulasi pemerintah tentang obat tradisional (catatan: zat kimia dalam jamu tidak hanya merusak ginjal).
Edisi 41 2016
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) sering menemukan obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat dan tidak layak untuk dikonsumsi. Ada beberapa item jamu yang sudah terdaftar di Badan POM akhirnya dibatalkan nomor izin edarnya. Kepala Badan POM Penny Kusumastuti Lukit mengatakan pihaknya ikut mengawasi agar penggunakan bahan obatobatan dari industri legal jangan sampai bocor ke industri illegal. Karena peredaran obat illegal ini berdampak buruk terhadap kesehatan, dan akhirnya dapat mempengaruhi pembiayaan program JKN-KIS. Angka kesakitan dan angka kematian akan semakin meningkat. Oleh karena itu, sebaiknya kita berhati-hati dalam memilih jamu atau obat herbal yang akan kita konsumsi. Jika sudah dipasarkan, di kemasan harus ada izin dari Badan POM ditambah izin edar untuk obat dan makanan yang berasal dari luar negeri atau impor. Jika perlu, khususnya bagi penderita penyakit tertentu konsultasikan dengan dokter. Jadi, jangan sembarang mengkonsumsi jamu atau obat herbal. Sementara itu, Indonesia memiliki sumber daya tanaman obat yang sangat lengkap dan ramuan tradisional jamu sudah turun temurun, namun belum dikelola secara optimal. Sejak Januari 2010, Kementerian Kesehatan mulai melakukan saintifikasi jamu untuk membuktikan secara ilmiah agar jamu bisa diterima oleh masyarakat luas. Formula jamu yang sudah ada bukti ilmiahnya, antara lain jamu hipertensi ringan, asam urat, osteoarthritis, hemoroid, dan dispepsia. Lima jenis jamu sudah mendapat sertifikat dari Komisi Nasional Saintifikasi Jamu sebagai jamu saintifik serta dinyatakan terbukti aman dan berkhasiat. Penelitian meliputi uji standardisasi, uji praklinis, dan uji klinis. Komposisi jamu hipertensi adalah seledri, kumis kucing, pegagan, temulawak, kunyit, dan meniran. Komposisi jamu asam urat adalah daun tempuyung, kayu secang, daun kepel,
temulawak, kunyit, dan meniran. Komposisi jamu osteoarthritis adalah pegagan, rumput bolong, kumis kucing, adas, temulawak, kunyit, dan meniran. Komposisi jamu hemoroid adalah daun ungu, daun duduk, daun iler, temulawak, kunyit, dan meniran. Komposisi jamu dispepsia adalah daun sembung, jinten hitam, kunyit, dan jahe. Nah, seringkali ada si penderita menggabungkan obat berbahan kimia dengan obat herbal agar mempercepat proses penyembuhan. Namun hal itu ternyata tidak selalu pas, bahkan justru dapat mengakibatkan efek yang lebih buruk. Seperti pernah disampaikan dr Arijanto Jonosewoy, Sp PD beberapa waktu silam bahwa tidak semua obat kimia bisa dikombinasi dengan obat herbal. Contohnya, obat statin jika dikombinasikan bersamaan dengan obat herbal menghasilkan efek yang buruk. Karena, di dalam obat herbal, ada tanin yang mengikat zat aktif dari obat-obat statin tersebut, sehingga tidak akan bekerja maksimal. Oleh karena itu, dr Arijanto menyarankan konsumsi obat herbal di pagi hari dan statin di malam hari. Ini dilakukan, agar keduanya tidak saling bertemu. Dia juga menyarankan tidak mengkonsumsi amlodipine bersamaan dengan jus jeruk, apel, dan anggur. Sama seperti dengan obat penurun kolesterol seperti statin jangan dikombinasi dengan buah atau obat lain. Alasannya, kedua jenis ini, obat dan jus sama-sama sebagai reseptor yang sama, sehingga jika digabung menjadi tidak berkhasiat. Bahan alami seperti jus belimbing biasa dimanfaatkan untuk mengatasi hipertensi atau tekanan darah tinggi. Namun, dr Arijanto mengingatkan tidak semua penderita hipertensi boleh mengkonsumsi jus belimbing. Jika darah tingginya kategori primer, mengkonsumsi jus belimbing tidak jadi masalah. Tetapi jika darah tinggi kategori sekunder yaitu menaiknya tekanan darah secara tidak normal akibat penyakit lain, seperti gangguan ginjal, maka dengan mengkonsumsi jus belimbing dapat memperberat kerusakan ginjal. Saat ini, pengobatan tradisional dengan jamu atau herbal semakin berkembang pesat. Alangkah baiknya, jika sebelum memutuskan untuk menggunakan obat herbal, menanyakannya atau berkonsultasi kepada dokter. Karena dokter akan memberitahu, apa saja jenis obat herbal yang cocok dikonsumsi oleh si pasiennya. Bagi peserta JKN-KIS bisa memanfaatkan kartunya untuk berkonsultasi kepada dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Selain itu, sebelum mengkonsumsi jamu minimal lakukan CEKIK, yaitu cek kemasan, ijin edar dan tanggal kadaluarsa produk.
KILAS & PERISTIWA
11
Kementerian Sosial dan BPJS Kesehatan Terus Sinergi Capai Akurasi Data
JAKARTA 09 September 2016 Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan akan terus bersinergi dalam optimalisasi akurasi data peserta JKN-KIS dari sektor Penerima Bantuan Iuran (KIS-PBI). Adapun sampai dengan saat ini BPJS Kesehatan telah mendistribusikan 93% dari total Kartu Indonesia Sehat untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (KIS-PBI). Sisanya sekitar 5,4 juta belum sampai ke peserta karena berbagai faktor misalnya, sudah meninggal, pindah alamat, tidak miskin lagi, serta masih memegang kartu lama. “BPJS Kesehatan bersama Kemensos akan terus mengupayakan verifikasi dan validasi data peserta KIS-PBI, menyamakan alamat agar penerima KIS-PBI tepat sasaran, kita juga telah bekerjasama dengan Dukcapil dalam proses Veri-Vali ini. Kita akan berdayakan Dinas Sosial di daerah dan bekerjasama dengan Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) untuk optimalisasi pengisian kuota KISPBI,” ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dalam Pertememuan (Audiensi) bersama Menteri Sosial RI di Jakarta (20/09). Senada dengan Fachmi Idris, Menteri Sosial RI Khofifah Indar Parawansa menekankan terkait dengan kuota KISPBI sejumlah 400.000 untuk Bayi baru lahir hendaknya terus diisi dengan masyarakat yang benar-benar membutuhkan. “Kemensos akan bersurat kepada Kemenkes agar kuota tersebut juga diisi oleh Balita peserta KIS-PBI, karena faktanya masih banyak yang belum masuk kuota KISPBI. Selain itu kita bisa manfaatkan peran PKH untuk
mendaftarkan bayi dan balita peserta KIS-PBI kepada BPJS Kesehatan. Kami harap dari pihak BPJS Kesehatan juga siap menerima pendaftaran tersebut di daerah,” ujar Khofifah. Terkait dengan hal tersebut, Direktur Utama BPJS Kesehatan menyambut baik serta akan menyiapkan
konsep Kader JKN-KIS di daerah dalam rangka mengoptimalkan data khususnya untuk peserta KIS-PBI. Ke depan akan dilakukan pertemuan tingkat daerah dimana akan dibuat sistem yang lebih jelas dalam hal pendaftaran peserta KIS-PBI (bayi atau balita), akurasi data peserta yang sudah terdaftar (yang masuk baru maupun yang sudah dikeluarkan).
BPJS KESEHATAN Dukung KPK, KEMENKES, dan LKPP dalam Mengoptimalkan Ketersediaan Obat di Faskes JAKARTA 19 Oktober 2016 Berdasarkan hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kasus kehabisan obat di fasilitas kesehatan ternyata dikarenakan banyak rumah sakit yang tidak menyampaikan Rencana Kebutuhan Obat (RKO) kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Padahal, informasi tersebut penting disampaikan agar kebutuhan obat setiap tahunnya dapat diketahui dan dipenuhi oleh Kemenkes.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga Bayu Wahyudi menyatakan bahwa pihaknya siap mendukung langkah KPK, Kemenkes, dan LKPP tersebut. “Kami harapkan dengan adanya obat-obatan yang cukup secara kualitas dan kuantitas, masyarakat bisa memperoleh pelayanan bermutu, termasuk dalam hal obat. Semoga ke depannya obat-obat yang dibutuhkan bisa terdaftar secara lengkap di e-catalogue dengan harga yang jelas. Apabila fasilitas kesehatan tersebut tidak melakukan pengadaan obat sesuai dengan e-catalogue, dikhawatirkan dapat mempengaruhi proses klaim ke BPJS Kesehatan,” jelasnya.
“Kami mohon bantuan KPK, LKPP, dan Kemenkes untuk mempertimbangkan akses kepada faskes swasta agar juga bisa membeli obat di e-catalogue. Selama ini beberapa faskes swasta cenderung hanya membeli obat-obat regular yang pembiayaannya lebih besar, sehingga mempengaruhi rumah sakit dan menyebut rugi bermitra dengan BPJS Kesehatan. Padahal faktanya tidak demikian,” kata Bayu.
Bayu menambahkan, pihaknya juga berharap agar fasilitas kesehatan swasta yang bermitra dengan BPJS Kesehatan juga diberi akses untuk membeli obat-obat yang tercantum di e-catalogue. Dengan demikian, pengeluaran fasilitas kesehatan khususnya dalam hal obat, dapat ditekan.
Menurut Bayu, kunci keberhasilan rumah sakit dalam menjalankan program JKN terletak pada penerapan kendali mutu dan kendali biaya. Jika berjalan lancar, rumah sakit tidak akan merugi, melainkan justru mendulang untung. Hal tersebut berlaku pada rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek yang turut hadir dalam acara tersebut, menyampaikan bahwa pihaknya telah meminta kepada LKPP agar rumah sakit swasta juga dapat masuk ke e-catalogue agar pembiayaan obat rumah sakit swasta dapat ditekan. Ia juga menjelaskan bahwa obat yang terdaftar di e-catalogue sudah dinilai kelayakannya oleh Fornas. Setelah tes kelayakan melalui Fornas, LKPP juga akan melihat kualitas dan harga obat. Dengan tahapan berlapis tersebut, ia menjamin mutu, keamanan, dan khasiat obat generik yang ada di e-catalogue tak kalah dengan obat reguler yang dijual bebas di pasar. Selain itu, harga obat sangat transparan dan bisa diakses semua pihak.
Edisi 41 2016
INFO BPJS KESEHATAN
“Misalnya, kebutuhan obat sebanyak 5 juta butir, tapi karena rumah sakit yang menyampaikan RKO dan tercatat di e-catalogue hanya 1 juta butir, akhirnya banyak rumah sakit yang kehabisan stok dan terjadilah kelangkaan obat. Karena tidak berhasil beli obat di e-cataloge, maka rumah sakit terpaksa membeli obat di pasar bebas yang harganya lebih mahal, atau membuat resep agar pasien membeli obat sendiri di luar. Oleh karena itu, KPK, Kemenkes, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), dan BPJS Kesehatan akan berkoordinasi satu sama lain untuk mengatasinya,” jelas Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers acara Kajian Tata Kelola Obat dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh KPK di Jakarta, (19/10).
Foto KC Barabai
MEMBAYAR IURAN JKN-KIS BERARTI MEMBANTU ORANG LAIN UNTUK TETAP SEHAT
Kantor Pusat : Jl. Letjend. Kav. 20 No.14 Cempaka PutihJakarta Pusat 10510 Kantor PusatSuprapto : Telp : (021) 4212938 Fax 20 : (021) 4212940 Jl. Letjend. Suprapto ,Kav. No.14 Cempaka PutihJakarta Pusat 10510
www.bpjs-kesehatan.go.id Telp : (021) 4212938 , Fax : (021) 4212940 www.bpjs-kesehatan.go.id