Ikhtisar Eksekutif Pembangunan sistem administrasi modern yang andal, professional, partisipatif serta tanggap terhadap aspirasi masyarakat, merupakan kunci sukses menuju manajemen pemerintahan dan pembangunan yang akuntabel dan terwujudnya Good Governance, sebagaimana tertuang dalam Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) harus dibuat dan secara umum dimulai dengan Rencana Strategik yang dijabarkan dalam pelaksanaan kegiatan Dinas/Badan instansi sebagai laporan pertanggungjawaban. LAKIP merupakan pengendali atau kontrol dalam penyusunan LKPJ Kepala Daerah dengan mengacu kepada Restra yang telah disusun. Indikator kinerja LAKIP meliputi : (a) masukan (inputs), (b) keluaran (ouput), (c) hasil (outcomes), (d) manfaat (benefits), dan (e) dampak (impacts), dengan menggunakan analisa kualitatif maupun kuantitatif. Dalam rangka penyelenggaraan Negara, Pemerintah Propinsi Jawa Timur telah berusaha untuk mewujudkan asas-asas umum penyelenggaraan negara yang meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggara negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan
asas akuntabilitas.
Asas
akuntabiltas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara
sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku
TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP a.
Meningkatkan kualitas lingkungan hidup melalui upaya pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan hidup pada media air tanah dan udara.
b.
Melindungi sumber daya alam dari kerusakan dan mengelola kawasan ekosistem sesuai dengan fungsinya.
c.
Merehabilitasi kawasan ekosistem yang rusak dan pemulihan fungsi sumber daya alam.
d.
Meningkatkan manajemen perkotaan yang ramah lingkungan.
e.
Meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan peran serta semua pihak didalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
f.
Meningkatkan kualitas dan akses informasi tentang sumber daya alam dan LH.
1
SASARAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP Memperhatikan adanya permasalahan mendasar, potensi, peluang, kebutuhan akan partisipasi semua pihak dan teknologi yang tersedia maka sasaran pengelolaan lingkungan hidup Jawa timur adalah sebagai berikut: a.
Memperkuat instrumen peraturan perundang undangan lingkungan hidup serta meningkatkan upaya pentaatan dan penegakan hukum lingkungan secara konsisten.
b.
Memenuhi ketentuan lisensi bagi komisi penilai AMDAL Kabupaten/Kota
c.
Mewujudkan, melaksanakan dan mengawasi ketentuan perijinan lingkungan.
d.
Menurunkan beban pencemaran limbah cair, padat dan gas dari sumber pencemar dan meningkatkan pengelolaan limbah B3.
e.
Pengawasan eksplorasi dan eksploitasi pemanfaatan sumber daya alam dan pertambangan untuk menjamin pemanfaatan secara berkelanjutan.
f.
Mengkoordinasikan dan memantau pelaksanaan pengelolaan kawasan konservasi, pesisir dan laut serta menjaga keanekaragaman hayati.
g.
Meningkatkan kualitas pengelolaan persampahan dan daya dukung lingkungan hidup perkotaan.
h.
Meningkatkan kualitas udara perkotaan.
i.
Membangun kesadaran dan meningkatkan peran aktif masyarakat masyarakat atas hak dan kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan hidup.
j.
Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan membangun koordinasi harmonis antar pemangku kepentingan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
k.
Menyediakan informasi lingkungan hidup yang berkualitas.
Secara Umum, Sasaran Pembangunan Bidang Lingkungan Hidup adalah Penurunan Pencemaran Air di DAS Brantas sebesar 4 % dari Tahun 2010 atau 12 % dari Kondisi awal Tahun 2010. Hasil pencapaian sasaran Pembangunan dimaksud dapat dilihat dalam tabel berikut: Parameter BOD COD
2010 5,12 17,94
Target 4,50 15,79
2
2011 4,41 15,47
Pencapaian Dari 2010 13,87% 13,77%
KENDALA YANG DIHADAPI A.
Internal
Masih kurangnya koordinasi, kerjasama, sinkronisasi program serta adanya kecenderungan berpola fikir lama bahwa pelaksanaan program kegiatan hanya sebagai sarana untuk mempercepat penyerapan anggaran bukan pelaksanaan program sebagai sarana pendukung pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan ( sustainable development ).
Masih adanya pelaksanaan program kegiatan pembangunan yang tidak berpijak pada akar rumput masalah ( analisa awal pencegahan ) namun lebih cenderung pada pelaksanaan program yang bersifat pemulihan setelah terjadinya bencana.
Masih kurangnya sinergi antara stakeholder terkait dalam memberikan hal-hal yang bersifat informatif, komunikatif, sosialisasi, dan komitmen yang terus menerus sebagai usaha untuk memberikan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya fungsi lingkungan dalam setiap kegiatan/usaha pembangunan.
Masih adanya kegiatan yang bersifat top down dan tidak konsisten dalam implementasi kegiatan.
Masih adanya pengkotak kotakan peruntukan anggaran yang kurang sesuai dengan kebutuhan strategis.
Keterbatasan Kualitas Sumberdaya Manusia Kelemahan yang nampak jelas dari kelembagaan BLH yaitu tidak tersedianya sumber daya manusia yang memadai dan relevan dengan kebutuhan pengelolaan lingkungan hidup. Lembaga yang handal adalah lembaga yang didukung sumberdaya manusia memadai. Tidak banyak ketersediaan sumberdaya manusia di daerah yang berlatar belakang ilmu lingkungan atau ilmu-ilmu yang mendukung pengelolaan lingkungan hidup. Sampai dengan tahun 2008, jumlah sumber daya manusia untuk pegawai yang telah memiliki sertifikat AMDAL penyusun sebanyak 14 orang, AMDAL penilai sebanyak 13 orang, tenaga ahli laboratorium 15 orang dan tenaga dibidang auditor lingkungan 6 orang. Dan sumber daya manusia yang tak kalah pentingnya adalah tenaga ahli dibidang hukum lingkungan yang disebut sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) lingkungan hidup. Saat ini hanya ada 6 orang di BLH Jatim sebagai pejabat pengawas lingkungan hidup daerah (PPLHD) dan 31 orang PPNS tersebar di Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
3
Dari sumberdaya manusia tersebut di atas sebagian besar berada di BLH Provinsi Jawa Timur dan beberapa Kabupaten/Kota yang berwenang di bidang lingkungan hidup. Meskipun telah mengalami penambahan sumberdaya manusia bidang lingkungan hidup namun jumlah dan penyebarannya belum sesuai dengan kebutuhan dan tanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup diseluruh Jawa Timur. B.
Eksternal
Laju kerusakan dan pencemaran lingkungan yang terjadi tidak sebanding dengan usaha pencegahan, pemulihan dan pengelolaan lingkungan yang dilakukan.
Waktu kritis atau titik jenuh dari kemampuan alam dalam menampung/menghadapi laju kerusakan dan pencemaran lingkungan akan sangat berpengaruh pada perencanaan program yang akan semakin kompleks, biaya yang semakin tak terjangkau, lama dan kemampuan menanggulangi dampak yang terjadi.
Adanya pola pemikiran (mindset) dari sebagian masyarakat baik dari kalangan industri maupun masyarakat umum untuk tetap menghalalkan segala cara serta mengabaikan aturan pengelolaan lingkungan hidup karena alasan desakan atau motif keuntungan ekonomi yang lebih besar.
Kurangnya kesadaran masyarakat akan kewajibannya untuk menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan hidup.
Jumlah penduduk yang semakin meningkat memicu peningkatan pencemaran dari sumber domestik dan emisi kendaraan bermotor.
Jumlah beban pencemaran dari industri dan kegiatan usaha lain baik skala besar, menengah maupun kecil.
Titik Jenuh / Waktu Kritis Kemampuan Alam Kemampuan Alam dalam menerima kondisi kerusakan yang dialaminya pada titik tertentu akan memiliki titik jenuh/waktu kritis dimana Alam sukar atau hampir mustahil untuk dipulihkan ke kondisi semula meskipun dengan waktu pemulihan yang sangat panjang. Hal ini bisa terjadi apabila laju kerusakan yang terjadi tidak sebanding dengan usaha pemulihan yang dilakukan. Dengan semakin banyaknya serta menyebarnya lokasi bencana ekologi yang ditimbulkan oleh ulah-polah manusia sedangkan dana yang dibutuhkan untuk mewujudkan rencana program pemulihan yang sangat terbatas, maka dibeberapa tempat lokasi bencana ekologis yang belum sempat tertangani akan semakin parah menuju titik kritisnya. Hal ini
4
kedepan akan semakin menyulitkan BLH dalam menentukan kebijakan dalam penanganannya, dilain pihak dana yang dibutuhkan tentu akan semakin besar.
Paradigma Pembangunan yang sempit Sebagian Kepala Daerah ataupun pejabat di daerah tidak jarang masih memandang bahwa otonomi adalah kesempatan pemanfaatan sumber-sumber daerah untuk dikelola semaksimal mungkin dan digunakan oleh daerahnya sendiri dengan mengabaikan faktor lingkungan sebagai pertimbangan utama. Egoisme yang berlatar belakang ekonomi tersebut dapat berakibat diabaikannya prinsif holistik pengelolaan lingkungan hidup. Dilain pihak ada pula dari sebagian masyarakat baik dari kalangan industri maupun masyarakat umum untuk tetap menghalalkan segala cara serta mengabaikan aturan pengelolaan lingkungan hidup karena alasan desakan atau motif keuntungan ekonomi yang lebih besar. Paradigma atau pemikiran-pemikiran yang keliru seperti ini meskipun dalam prosentase yang kecil dari kebijakan pemimpin daerah ataupun pelaku usaha sedikit banyak akan memberikan dampak yang tidak bisa diremehkan dalam kelancaran pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Padahal dalam mewujudkan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan tersebut semua aspek dan parameter pendukung seperti peningkatan kesadaran masyarakat, kerjasama antar sektor terkait, kebijakan dan aturan yang harus diterapkan harus didukung secara bulat oleh semua pihak yang berkepentingan.
LANGKAH ANTISIPATIF UNTUK MENANGGULANGI KENDALA Langkah yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup di Provinsi Jawa Timur adalah dengan melakukan : 1. Memperkuat instrumen peraturan perundang undangan lingkungan hidup serta meningkatkan upaya pentaatan dan penegakan hukum lingkungan secara konsisten 2. Peningkatan kualitas penilai AMDAL Kab./Kota 3. Upaya Penruran Beban Pencemaran lingkungan melalui pemantauan dan pengawasan kualitas lingkungan air badan air 4. Melakukan Pendampingan akreditasi Laboratorium Kualitas lingkungan Kab./Kota 5. Pengembangan Laboratorium Uji Kualitas Lingkungan BLH 6. Pengembangan Teknologi yang Berwawasan Lingkungan 7. Memfasilitasi kelompok tani tembakau untuk melaksanakan budidaya tanaman tembakau yang ramah lingkungan 5
8. Memberikan Sosialisasi tentang bahaya pencemaran udara akibat merokok dan Publikasi pengelolaannya 9. Membangun kesadaran dan meningkatkan peran aktif masyarakat masyarakat atas hak dan kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan hidup 10. Memfasilitasi pelaksanaan kewenangan ijin pembuangan air limbah di Kab./Kota 11. Upaya melakukan perlindungan Keanekaragaman Hayati dari Ancaman Kepunahan 12. Mengembangkan kemitraan dalam Perlindungan dan Pelestarian Sumber Daya Alam melalui Dewan Lingkungan Hidup 13. Pelaksanaan Program Menuju Indonesia Hijau dan Penilaian lomba GSP 14. Upaya rehabilitasi dan konservasi daerah hulu Brantas 15. Meningkatkan pemahaman masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup dan perumusan kebijakan oleh DLH 16. Menyediakan informasi lingkungan hidup yang berkualitas 17. Pengawasan terhadap industri dan kegiatan usaha lain dengan Patroli lingkungan 18. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat khususnya dikomunitas sekolah tentang pengelolaan lingkungan hidup 19. Meningkatnya kualitas kota sehat Adipura 20. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan membangun koordinasi harmonis antar pemangku kepentingan dalam pengelolaan lingkungan hidup. 21. Melibatkan masyarakat dalam pengawasan lingkungan 22. Mengidentifikasi kinerja kegiatan hasil tembakau dalam pengelolaan lingkungan hidup 23. Memonitoring pelaksanaan pengelolaan lingkungan industri rokok dan perkebunan mengacu AMDAL dokumen UKL/UPL
6