III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Kegiatan MRP adalah strategi alternatif yang memberikan solusi untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui pengurangan biaya operasi, serta perbaikan pelayanan dan kepuasan konsumen, sehingga akan memberikan dampak positif terhadap nilai tambah rantai pasok Batik Banten. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, evaluasi terhadap rantai pasok penting bagi Pusat Industri Batik Banten, karena menghabiskan sebagian besar uang perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan memerlukan metrik (standar) untuk mengevaluasi kinerja rantai pasok, karena dengan metrik efektif perusahaan dapat menentukan seberapa baik kinerja rantai pasokan dan seberapa baik aset-asetnya. Penelitian ini memulai dari tahapan analisis identifikasi struktur MRP pada Industri Batik Banten, kemudian dilanjutkan pada tahapan menentukan bobot metrik kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten melalui model SCOR dan pendekatan AHP, serta ANP.Lebih jauh lagi, melalui solusi skema alternatif pembentukan MRP, Industri Batik Banten diharapkan dapat memiliki posisi tawar baik dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan bisnis batik. Oleh karena itu, sistem atau kelembagaan rantai pasok produk Batik Banten pada akhirnya perlu dibangun dalam rangka melancarkan pasokan produk dari Pusat Industri hingga ke konsumen akhir. Dalam tahapan ini,disusun skema solusi alternatif pembentukan MRP produk Batik Banten yang dimulai dengan menetapkan peubah ORP sebagai faktor yang harus dipenuhi oleh tiap anggota rantai pasok, struktur ORP yang menjadi fokus bagi tiap anggotadan skenario alternatif MRP produk Batik Banten yang efektif. Skema kerangka pemikiran penelitian ini dimuat pada Gambar 8. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dimulai pada bulan Maret 2012 sampai dengan bulan Juli 2012. Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Sumur Pecung, Kota Serang, Propinsi Banten, sebagai lokasi Pusat Industri Batik Banten dan perwakilan pegecer lokal Batik Nusantara (AIDA Batik) yang berada di Kota Serang. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
31
pertimbangan Pusat Industri Batik Banten adalah pelaku bisnis utama dan pencetus Batik Banten. 3.3 Pengumpulan Data Untuk mengidentifikasi struktur anggota rantai pasok Batik Banten, menilai kinerja rantai pasok Pusat Industri Batik Banten dan memberikan skema alternatif MRP produk Batik Banten, maka penyiapan data yang berkaitan dengan aliran distribusi bahan baku hingga produk jadi harus dipersiapkan, baik data primer ataupun sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner (Lampiran 1 dan 2) terhadap pihakpihak yang terlibat dalam rantai pasok dan berperan sebagai responden ahli. Data primer diperoleh dengan mendatangi nara sumber yang secara langsung berkaitan dengan obyek penelitian dengan mengajukan pertanyaan serta melihat tempat dan lingkungan penelitian. Data sekunder berkaitan dengan kondisi lingkungan, fenomena, manajemen rantai pasok Batik Banten, dan segala sesuatu yang terkait dengan penelitian ini dapat ditelusuri melalui jurnal-jurnal, penelitian terdahulu yang sejenis dan internet. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu (1) Studi literatur, terutama mengenai proses produksi Batik Banten dan Supply Chain Management (SCM); (2) Survei langsung lapangan ke Pusat Industri Batik Bantendengan mempelajari berbagai dokumen tentang proses produksi, saluran distribusi (termasuk mekanisme rantai pasok yang berlaku), aktifitas jual beli Batik Banten, dan semua aspek pendukungnya; (3) Wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok yang telah berjalan di Industri Batik Banten, serta kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini; (4) Opini Pakar yang diperoleh dari para pakar yang terkait dengan topik penelitian. 3.4 Pemilihan dan Penarikan Contoh Penelitian probability
ini
sampling
menggunakan yaitu
pertimbangan-pertimbangan
teknik
mengambil tertentu.
pengambilan
contoh
Artinya,
contoh
tertentu
contoh
non
berdasarkan
yang
diambil
berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan, sehingga dalam penelitian
32
ini digunakan contoh pertimbangan (judgement sampling). Metode ini digunakan dengan pertimbangan berdasarkan penilaian (judgement) peneliti atau expertbahwa contoh yang ditentukan adalah pihak yang paling sesuai dan memiliki informasi yang diperlukan penelitian ini. Dalam hal ini, obyek contoh yang diteliti, yaitu pemasok bahan baku batik, PT. Batik Banten Mukarnas sebagai pemilik pusat Industri Batik Banten, dan AIDA Batik sebagai pengecer lokal Batik Nusantara. Selain pakar, anggota rantai pasok dibutuhkan untuk memberikan informasi. 3.5 Pengolahan dan Analisis Data Secara keseluruhan, pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan metode AHP dan ANP. Untuk menentukan dan menilai metrik kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten menggunakan model SCOR dimana pendekatan AHP dan ANP digunakan untuk menghitung bobot dari matriks kinerja model tersebut. Dalam tahapan ini peneliti melibatkan 4 (empat) pihak lain sebagai responden ahli, yaitu Pemilik, Manajer Produksi dan Manajer Pemasaran dari PT. Batik Banten Mukarnas, serta dari pihak Akademisi (Dosen Ekonomi-Manajemen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa). Pekerjaan berikutnya, berkaitan dengan membentuk solusi alternatif skema pembentukan MRP produk Batik Banten, digunakan pendekatan literatur peubah ORP sebagai faktor yang harus dipenuhi oleh para anggota rantai pasok produk Batik Banten dalam rangka tahap awal untuk membentuk sebuah MRP. Tahap berikutnya tiap anggota MRP produk Batik Banten secara organisasi harus memiliki orientasi fokus yang menjadi struktur dalam menerapkan ORP. Terakhir, pendekatan literatur mengenai MRP yang efektif sebagai skenario pembentukan MRP produk Batik Banten ditetapkan sebagai kriteria akhir dalam rangka pembentukan MRP produk Batik Banten. Dalam tahapan ini, penulis melibatkan 3 (tiga) responden ahli, yaitu Pemilik PT. Batik Banten Mukarnas, pemilik AIDA Batik sebagai pengecer Batik Nusantara dan pihak Akademisi (Dosen Ekonomi-Manajemen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa).
33
3.5.1 AHP Proses hirarkianalitik (Analytical Hierarchy Process, atau AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty pada tahun 1970an untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli (judgment) dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty, 2008). Keunggulan dari AHP adalah dapat memecahkan masalah dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat di ekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas suatu permasalahan. Permasalahan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengembilan keputusannya. Peralatan utama dari model AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan masukan utamanya persepsi manusia. Model AHP memakai persepsi manusia yang dianggap expert sebagai masukan utamanya. Kriteria expert disini bukan berarti bahwa orang tersebut harus jenius, pintar, memiliki gelar akademik tertentu dan sebagainya tetapi lebih mengacu pada orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut (Brojonegoro,1992). Tahapan yang dilakukan pada penelitian dengan AHP : 1. Penyusunan Hirarki Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi sebuah bagian-bagian kecil dan tertata dalam suatuhirarki sehingga mampu membantu pembuat keputusan untuk membangun sebuah model yang sederhana (Buyukyazici and Sucu, 2002). Bagian-bagian kecil yang dikenal sebagai peubah tersebut kemudian diberi nilai sesuai dengan tingkat kepentingannya berupa nilai numerik yang secara subyektif mengandung arti penting relatif dibandingkan dengan peubah yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut, kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan peubah yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk memengaruhi hasil pada sistem tersebut.
34
Batik Banten
Identifikasi MRP Batik Banten
Analisis kinerja MRP pada Pusat Industri Batik Banten dengan model SCOR
Analisis kinerja rantai pasok dengan AHP
Pembentukan MRP produk Batik Banten efektif
Analisis kinerja rantai pasok dengan ANP
Peubah orientasi rantai pasok
Fokus strukturorientasi rantai pasok
AHP dan ANP MRP Batik Banten
Gambar 8. Kerangka pemikiran penelitian
Skenario MRP efektif
35
Pada
AHP,
dikonstruksikan
permasalahan
sebagai
diagram
penelitian bertingkat,
secara yang
grafis
dimulai
dapat dengan
goal/sasaran, lalu kriteria level pertama, sub kriteria dan akhirnya alternatif. Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi kriteria hirarki. Dalam penelitian ini digunakan suatu diagram hirarki yang mempresentasikan keputusan untuk memilih strategi terpenting yang dapat digunakan sebagai media untuk meningkatkan kesediaan semua pihak untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok Industri Batik Banten. Pada pegukuran kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten, susunan hirarki yang dimaksud akan tersusun menjadi lima level (Gambar 9). Pertama adalah level 0 sebagai goal yang diinginkan yaitu pengukuran kinerja rantai pasok; Kedua adalah level 1, yaitu proses bisnis dalam rantai pasokan yang terdiri atas PLAN, SOURCE, MAKE, DELIVER dan RETURN; Ketiga, level 2 merupakan parameter kinerja yang diukur yang terdiri atas nilai tambah, mutu dan risiko; Keempat, level 3 merupakan atribut kinerja rantai pasok yang terdiri atas reliabilitas, responsivitas, fleksibilitas, biaya dan aset. Level terakhir adalah metrik pengukruan kinerja yang diukur, yaitu kinerja pengiriman (KP), leadtime pemenuhan pesanan (LTPP), fleksibilitas pesanan (FP), kesesuaian standar mutu (KS), biaya MRP (BMRP), siklus cash-to-cash (SCTC) dan persediaan harian (PH). Tahapan pembentukan MRP produk Batik Banten yang efektif, hirarki yang dimaksud akan tersusun menjadi empat level (Gambar 10). Pertama adalah level 0 yaitu tujuan utama yang diinginkan membentuk MRP produk Batik Banten efektif; Kedua adalah level 1, yaitu faktor yang harus dipenuhi oleh para anggota rantai pasok di dalam memandang MRP secara keseluruhan melalui peubah ORP yang terdiri atas trust, komitmen, kesalingtergantungan, kesesuaian organisasi, visi, proses-proses kunci, leadership dan dukungan dari manajemen puncak; Ketiga, level 2 merupakan peubah yang menjadi fokus bagi tiap organisasi pelaku rantai pasok untuk mengimplementasikan peubah ORP yang terdiri atas Desain Organisasi, SDM, TI dan Kinerja Organisasi; Keempat, level 3 adalah skenario alternatif
36
dalam membentuk MRP produk Batik Banten yang efektif yang dipandang dan disepakati oleh pelaku rantai pasok produk Batik Banten bersama-sama. Skenario ini terdiri atas perilaku yang terintegrasi, berbagi informasi, berbagi risiko dan penghargaan, kerjasama, tujuan dan fokus yang sama dalam melayani pelanggan, integrasi proses dan mitra untuk membangun dan memelihara hubungan jangka panjang.
Tabel 6. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Nilai
Keterangan
1
Faktor vertikal sama penting dengan faktor horizontal
3
Faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal
5
Faktor vertikal jelas lebih penting faktor horizontal
7
Faktor vertikal sangat jelas lebih penting dari faktor horizontal
9
Faktor vertikal mutlak lebih penting dari faktor horizontal
2,4,6,8
Apabila ragu-ragu antara dua nilai unsur yang berdekatan
1/ (2-9) Kebalikan dari keterangan nilai 2-9
Penilaian Setiap Level Hirarki Penilaian
setiap
level
hirarki
dinilai
melalui
perbandingan
berpasangan. Menurut Saaty dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), untuk berbagai persoalan, skala 1-9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat (Tabel 6). Skala 1-9 ditetapkan sebagai pertimbangan dalam membandingkan pasangan unsur di setiap level hirarki terhadap suatu unsur yang berada di level atasnya. Skala dengan sembilan (9) satuan dapat menggambarkan derajat sampai mana mampu membedakan intensitas tata hubungan antar unsur.
37
Penentuan bobot Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok
Tujuan
Proses Bisnis
PLAN
SOURCE
Parameter Kinerja
Nilai tambah
Atribut Kinerja Metrik Pengukuran Kinerja
Reliabilitas
KP
PP
Responsivitas
SPP
LTPP
DELIVER
MAKE
Mutu
RETURN
Risiko
Fleksibilitas
Biaya
Aset
FP
BMRP
SCTC
KS
Gambar 9. Struktur hirarki penentuan bobot metrik kinerja rantai pasok Pusat Industri Batik Banten
PH
38
MRP Produk Batik Banten yang Efektif
Tujuan
Faktor yang harus dipenuhi
Trust
Fokus tiap anggota
Skenario MRP
Komitmen
Design Organization
Perilaku yang terintegrasi
Berbagi informasi
Kesalingtergantungan
Kesesuaian Organisasi
Human Resources
Berbagi risiko dan penghargaan
Kerjasama
Visi
Prosesproses kunci
Information Technology
Tujuan dan fokus yang sama dalam melayani pelanggan
Leadership
Dukungan manajemen puncak
Organizational Measurement
Integrasi proses
Gambar 10. Struktur hirarki pembentukan MRP produk Batik Banten efektif
Mitra untuk membangun dan memelihara hubungan jangka panjang
39
Perbandingan berpasangan ini dilakukan dalam sebuah matriks. Matriks merupakan tabel untuk membandingkan unsur satu dengan unsur lain terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Matriks memberi kerangka untuk menguji konsistensi, membuat segala perbandingan yang mungkin dan menganalisis kepekaan prioritas menyeluruh terhadap perubahan dalam pertimbangan. Matriks secara unik menggambarkan prioritas saling mendominasi antara satu unsur dengan unsur lainnya. 2. Penentuan prioritas Untuk
setiap
level
hirarki,
perlu
dilakukan
perbandingan
berpasangan (pairwise comparison) untuk menentukan prioritas. Sepasang unsur dibandingkan berdasarkan kriteria tertentu dan menimbang intensitas preferensi antar unsur. Hubungan antar unsur dari setiap tingkatan hirarki ditetapkan dengan membandingkan unsur itu dalam pasangan. Hubungannya menggambarkan pengaruh relatif unsur pada tingkat hirarki terhadap setiap unsur pada tingkat yang lebih tinggi. Dalam konteks ini, unsur pada tingkat yang lebih tinggi tersebut berfungsi sebagai suatu kriteria disebut sifat (property). Hasil dari proses pembedaan ini adalah suatu vektor prioritas atau relatif pentingnya elemen terhadap setiap sifat. Perbandingan berpasangan diulangi lagi untuk semua unsur dalam tiap tingkat. Langkah terakhir adalah dengan memberi bobot setiap vektor dengan prioritas sifatnya. Proses perbandingan berpasangan dimulai pada puncak hirarki (goal) digunakan untuk melakukan pembandingan yang pertama lalu dari level tepat dibawahnya (kriteria), ambil unsur-unsur yang akan dibandingkan (misalnya ada tiga kriteria, yaitu K1, K2 dan K3). Susunan unsur-unsur ini pada sebuah matriks seperti pada Tabel 7. Semua unsur dikelompokkan secara logik dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria logik. Penilaian yang mempunyai konsistensi tinggi sangat diperlukan dalam persoalan pengambilan keputusan, agar hasil keputusannya akurat. Dalam membandingkan antar unsur, tanyakanlah seberapa kuat suatu unsur memengaruhi goal dibandingkan dengan unsur lain yang sedang dibandingkan. Susunan pertanyaan ini harus mencerminkan tata hubungan
40
yang tepat antara unsur-unsur di suatu level dengan sebuah unsur yang ada di level atasnya.
Tabel 7. Matriks perbandingan kriteria Goal
K1
K2
K3
K1 K2 K3
Bila membandingkan suatu unsur dalam matriks dengan unsur itu sendiri, misalnya K1 dengan K1, perbandingan tersebut bernilai 1 (satu), maka isilah diagonal matriks tersebut dengan bilangan 1. Selalu bandingkan unsur pertama dari suatu pasangan (unsur disebelah kiri matriks) dengan unsur yang kedua (unsur dibaris puncak) dan taksir nilai numeriknya dari skala. Nilai kebalikannya digunakan untuk perbandingan unsur kedua dengan unsur pertamanya tadi. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Setiap level hirarki baik kuantitatif dan kualitatif dapat dibandingkan sesuatu dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Dalam metode AHP ini akan dilakukan pembobotan melalui beberapa operasi perhitungan matematik. Ada tiga (3) langkah untuk menentukan besarnya bobot, yaitu : Langkah I
wi = bobot baris dalam baris wj = bobot baris dalam lajur Langkah II
Untuk kasus-kasus yang umum mempunyai bentuk :
wi = rataan dari ai1w1,…,ainwn
41
Langkah III Bila perkalian aij baik akan cenderung untuk dekat dengan nisbah wi/wj. Jika n juga berubah, maka n diubah menjadi λ maks, sehingga diperoleh:
Pengolahan Horisontal Pengolahan horizontal dimaksudkan untuk menyusun prioritas unsur keputusan setiap tingkat hirarkikeputusan. Tahapannya menurut Saaty, dikutip oleh Marimin dan Maghfiroh (2010) adalah: a. Perkalian baris (z) dengan rumus:
b. Perhitungan vektor prioritas, atau vektor eigen
eVPi adalah unsur vektor prioritas ke-i c. Perhitungan nilai eigen maksimum VA = aij x VP dengan VA = (Vai) VB = VA/VP dengan VB = (Vbi) VBi untuk i = 1,2,…,n VA = VB = Vektor antara d. Perhitungan Indeks Konsistensi (CI) Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil. Rumusnya sebagai berikut :
Untuk mengetahui CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang dianggap baik melalui nilai Consistency Ratio (CR), yaitu apabila CR = 0,1. Rumus CR adalah:
Nilai RI merupakan nilai Random Indeks yang dikeluarkan oleh Oakridge Laboratory berupa tabel berikut :
42
N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
RI
0,00
0,00
0,58
0,90
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
1,51
1,48
1,56
Pengolahan Vertikal Pengolahan ini digunakan untuk menyusun prioritas setiap unsur dalam hirarki terhadap sasaran utama. Jika NPpq di definisikan sebagai nilai prioritas pengaruh unsur ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama, maka :
Untuk : p = 1,2,…,r r = 1,2,…,s Dimana : NPpq NPHpq NPTt
= nilai prioritas pengaruh unsur ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama = nilai prioritas unsur ke-p pada tingkat ke-q = nilai prioritas pengaruh unsur ke-t pada tingkat q-1
3.5.2ANP Proses analisis jaringan (Analytical Network Process, atau ANP) merupakan alat analisis yang mampu merepresentasikan tingkat kepentingan berbagai pihak dengan mempertimbangkan hubungan ketergantungan, baik antar kriteria ataupun sub kriteria. Oleh karena itu, ANP memberikan pendekatan yang lebih akurat karena mampu menangani masalah yang kompleks yang berkaitan dengan ketergantungan dan umpan balik. AHP tidak mempertimbangkan
hubungan
ketergantungan,
karena
hanya
mempertimbangkan hubungan linear dari atas ke bawah. Dengan kata lain, AHP tidak dapat menangani interkoneksi antara faktor-faktor keputusan pada tingkatan yang sama dikarenakan kerangka pengambilan keputusan AHP mengasumsikan hubungan satu arah antar tingkat hirarki. Bila dalam AHP terdapat level tujuan, kriteria, subkriteria dan alternatif dimana masing-masing level memiliki unsur, maka dalam ANP disebut cluster yang dapat memiliki kriteria dan alternatif di dalamnya yang disebut simpul.
43
Gambar 11. Perbedaan hiarkri dan network (Saaty and Vargas, 2006. Diolah kembali) Gambar 11 mengilustrasikan perbedaan antara hirarki dan network. Umpan balik memungkinkan untuk memberikan bobot faktor masa depan terhadap masa kini untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dari gambar tersebut, hirarki merupakan sutruktur linear atas bawah. Sedangkan network tersebar ke segala arah dan melibatkan lingkaran antara cluster dan loop diantara cluster yang sama (Saaty and Vargas, 2006). Dalam pengukuran kinerja rantai pasok pada penelitian ini, ANP memberikan bobot kinerja rantai pasok pada masing-masing anggota rantai pasok. Adapun dalam rancangan pembentukan MRP Batik Banten yang efektif, ANP memberikan bobot orientasi dan skenario yang menjadi titik fokus dalam penelitian ini. Tahapan yang dilakukan pada penelitian dengan menggunakan ANP : 1. Pembentukan konstruksi model Tahapan awal dalam proses ini adalah membuat model yang akan dievaluasi dan menentukan satu set lengkap jaringan kelompok (komponen) dan unsur-unsur yang relevan dengan tiap kriteria kontrol. Untuk masing-masing kriteria kontrol, tentukan semua unsur pada tiap kelompok dan hubungkan mereka sesuai dengan pengaruh ketergantungan
44
dari luar dan dalam kelompok. Hubungan tersebut menunjukkan adanya aliran pengaruh antar unsur. Anak panah yang menghubungkan suatu kelompok dengan kelompok yang lain menunjukkan pengaruh unsur suatu kelompok terhadap unsur kelompok yang lain. Kelompok dari unsur memiliki loop di dalamnya sendiri jika unsur-unsurnya saling bergantung satu sama lain. Untuk tahapan penelitian pengukuran kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten, hubungan saling ketergantungan antar kriteria dapat ditentukan dengan membuat checklist seperti Tabel 8. Sedangkan untuk merancang solusi alternatif pembentukan MRP produk Batik Banten, hubungan saling ketergantungan antra kriteria dengan tahapan tersebut terilustrasikan pada Tabel 9. Langkah selanjutnya, hasil kuesioner dari beberapa responden digabung untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan saling ketergantungan antar kriteria tersebut dengan rumus berikut : Q=N/2 Jika Vij > Q, maka ada hubungan saling ketergantungan antar kriteria. Jika Vij < Q, maka tidak ada hubungan saling ketergantungan antar kriteria. Dimana : N
= Jumlah responden atau pengambil keputusan
Q
= Nilai tengah dari jumlah responden atau pengambil keputusan
Vij
= Jumlah responden yang memilih adanya hubungan saling ketergantungan antar kriteria pada sel yang menghubungkan baris i dengan kolom j.
2. Membuat matriks perbandingan berpasangan antar kelompok/unsur Pada tahap ini, dipilih kelompok dan unsur-unsur yang akan dibandingkan sesuai dengan kriteria kontrol (apakah mereka memengaruhi kelompok dan unsur lain yang berkaitan dengan kriteria kontrol atau dipengaruhi oleh kelompok dan unsur lainnya ?). Dalam tahapan ini, digunakan jenis pertanyaan yang sama untuk membandingkan unsur dalam kelompok, yang berkaitan dengan unsur spesifik dalam suatukelompok
45
(kriteria kontrol); pasangan unsur mana yang berpengaruh lebih besar ? Peneliti menggunakan pertanyaan yang sama untuk membandingkan kelompok. Tabel 8. Checklist Hubungan saling ketergantungan antar kriteria penilaian kinerja rantai pasok KP
PP
KS
FP
BMRP
SPP
LTPP
SCTC
PH
KP
…
…
…
…
…
…
…
…
…
PP
…
…
…
…
…
…
…
…
…
KS
…
…
…
…
…
…
…
…
…
FP
…
…
…
…
…
…
…
…
…
BMRP
…
…
…
…
…
…
…
…
…
SPP
…
…
…
…
…
…
…
…
…
LTPP
…
…
…
…
…
…
…
…
…
SCTC
…
…
…
…
…
…
…
…
…
PH
…
…
…
…
…
…
…
…
…
Tabel 9. Checklist Hubungan saling ketergantungan antar kriteria skenario pembentukan MRP produk Batik Banten PI
BI
BRP
Krjsm
TF
IP
MHJP
PI
…
…
…
…
…
…
…
BI
…
…
…
…
…
…
…
BRP
…
…
…
…
…
…
…
Krjsm
…
…
…
…
…
…
…
TF
…
…
…
…
…
…
…
IP
…
…
…
…
…
…
…
MHJP
…
…
…
…
…
…
…
Keterangan : PI
= Perilaku terintegrasi
BI
= Berbagi Informasi
BRP
= Berbagi Risiko dan Penghargaan
Krjsm = Kerjasama TF
= Tujuan dan Fokus yang sama dalam melayani pelanggan
IP
= Integrasi Proses
46
MHJP = Mitra Hubungan Jangka Panjang Langkah berikutnya melakukan perbandingan berpasangan berikut matriks antar kelompok/unsur untuk menurunkan eigenvector dan untuk membentuk supermatriks. Dalam membandingkan menggunakan skala perbandingan fundamental (Tabel 10).
Tabel 10. Skala perbandingan fundamental Intensitas Kepentingan 1
Definisi Sama Penting
3
Sedikit Lebih Penting
5
Lebih Penting
7
Sangat Lebih Penting
9
Mutlak Lebih Penting
2,4,6,8
Untuk kompromi antara nilai-nilai di atas
Keterangan Dua kegiatan berkontribusi sama terhadap tujuannya Pengalaman dan penilaian suatu kegiatan sedikit berkontribusi atas yang lain Pengalaman dan penilaian suatu kegiatan berkontribusi sangat kuat atas yang lain, menunjukkan dominasinya dalam praktek Suatu kegiatan favorit yang berkontribusi sangat kuat atas yang lain menunjukkan dominasinya dalam praktek Bukti yang menguntungkan satu kegiatan di atas yang lain merupakan kemungkinan urutan afirmasi tertinggi Kadang-kadang perlu melakukan interpolasi penilaian kompromi secara numerik, karena tidak ada istilah yang pas untuk menggambarkan hal tersebut
Perbandingan berpasangan yang dilakukan adalah : a. Perbandingan kelompok Melakukan
perbandingan
berpasangan
pada
kelompok
yang
memengaruhi masing-masing kelompok yang saling terhubung, yang berkaitan dengan kriteria kontrol yang diberikan. Bobot yang diperoleh dari proses ini akan digunakan untuk memberikan bobot pada unsurunsur yang sesuai dengan kolom blok dari supermatriks. Dalam hal ini penetapan 0 (nol) bila tidak ada pengaruh. b. Perbandingan unsur Melakukan perbandingan berpasangan pada unsur-unsur dalam kelompoknya sendiri berdasarkan pengaruh pada setiap unsur dalam kelompok lain yang saling terhubung (atau unsur-unsur dalam kelompoknya sendiri).
47
c. Perbandingan untuk alternatif Membandingkan semua alternatif yang berkaitan dengan masingmasing unsur di dalam komponen. Perbandingan
berpasangan
dilakukan
dengan
membuat
matriks
perbandingan berpasangan, dengan nilai aij merepresentasikan nilai kepentingan relatif dari unsur pada baris (i) terhadap unsur pada kolom (j); contohnya aij = wi / wj. Setelah semua perbandingan berpasangan selesai dibuat, vektor bobot prioritas (w) dihitung dengan rumus : Aw = λ max w Dimana λ max adalah eigenvalue terbesar pada matriks A dan w adalah eigenvector. Indeks Konsistensi/Consistency Index (CI) dan Consistency Ratio (CR) dari matriks perbandingan berpasangan dihitung dengan rumus yang sama seperti pada AHP : ,
dimana jika CR < 0,1 maka penilaian dianggap
konsisten. 3. Membuat supermatriks Vektor
prioritas
yang
berasal
dari
matriks
perbandingan
berpasangan dimasukkan sebagai sub kolom dari kolom yang sesuai pada supermatriks yang merepresentasikan prioritas pengaruh dari unsur di sebelah kiri matriks terhadap unsur diatas matriks. Hasil dari proses ini adalah supermatriks yang tidak tertimbang (unweighted supermatrix). Supermatriks yang tertimbang (weighted supermatrix) kemudian diperoleh dengan mengalikan semua unsur di blok dari unweighted supermatrix dengan bobot kelompok yang sesuai. Weighted supermatrix, dimana masing-masing kolom dijumlahkan jadi satu, dikenal dengan sebutan kolom matriks stokastik. Weighted supermatrix kemudian dinaikkan sampai batas kekuatan untuk memperoleh prioritas akhir dari semua unsur dalam matriks limit yang disebut limiting supermatrix. Kemudian, hasil sintesis dari prioritas ini dinormalkan untuk memilih alternatif prioritas tertinggi. Berikut ini adalah struktur umum dari supermatriks :
48
Masing-masing kolom dalam Wij adalah eigenvector yang menunjukkan kepentingan dari unsur pada komponen ke-i dari jaringan pada sebuah unsur pada komponen ke-j. Beberapa masukan yang meunujukkan hubungan 0 (nol) pada unsur yang mengartikan tidak terdapat kepentingan pada unsur tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka unsur tersebut tidak digunakan dalam perbandingan berpasangan untuk menurunkan eigenvector. Jadi, yang digunakan adalah unsur yang menghasilkan nilai kepentignan bukan 0 (nol) (Saaty and Vargas, 2006). Indeksi
dan
jmenunjukkan
cluster
yang
dipengaruhi
dan
memengaruhi, dan n adalah unsur dari cluster bersangkutan. Komponen dari sub-matriks dalam Wijadalah skala rasio yang diturunkan dari perbandingan pasangan yang dilakukan pada unsur di dalam cluster itu sendiri sesuai dengan pengaruhnya pada setiap unsur pada cluster yang lain (outerdependence) atau unsur-unsur dalam cluster yang sama (innerdependence). Hasilnya
yang
berupa
unweighted
supermatrix
kemudian
ditransformasikan menjadi suatu matriks yang penjumlahan dalam kolom menghasilkan angka satu (unity) untuk mendapatkan supermatriks stokastik. Bobot yang diperoleh digunakan untuk membobot unsur-unsur pada blok-blok kolom (cluster) yang sesuai dari supermatriks, yang akan menghasilkan weighted supermatrix yang juga stokastik. Sifat stokastik diperlukan dengan alasan karena suatu unsur dapat memengaruhi unsur kedua secara langsung dan tidak langsung melalui pengaruhnya pada unsur ketiga (3) dan kemudian dengan pengaruh dari unsur ketiga (3) pada unsur kedua (2), maka setiap kemungkinan dari
49
unsur ketiga (3) harus diperhitungkan. Namun, unsur ketiga (3) juga memengaruhi unsur keempat (4), yang selanjutnya memengaruhi unsur kedua (2). Pengaruh-pengaruh ini bisa diperoleh dari pangkat tiga weighted supermatrix. Selama proses berjalan secara berkesinambungan, akan didapat deret-deret tak terbatas dari matriks pengaruh yang dinyatakan dengan Wk, k = 1, 2, … 4. Uji konsistensi indeks dan rasio Untuk tahapan ini sama dengan pengukuran pada pendekatan AHP.