III. METODE KAJIAN A.
Kerangka Pemikiran Program PUGAR merupakan salah satu strategi pencapaian swasembada garam nasional oleh pemerintah dengan visi pencapaian target produksi garam 304.000 ton dan misi meningkatkan kesejahteraan petambak garam 15%. Keberhasilan Implementasi PUGAR dapat dilihat dari 3 (tiga) unsur, yaitu (1) Program (kebijaksanaan) itu sendiri; (2) Target Group, yaitu petambak garam yang menjadi sasaran yang diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan;
(3) Unsur Pelaksana (Implementator)
PUGAR, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Ditjen KP3K) yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan proses implementasi tersebut. Indikator efektivitas implementasi PUGAR dilihat 2 (dua) aspek, yaitu (1) program, dengan melihat output PUGAR dan membandingkan dengan sasaran PUGAR dan (2) target grup, yaitu petambak garam, dengan melihat apakah PUGAR dapat meningkatkan kesejahteraan petambak garam. Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities and Treats (SWOT) digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan usaha garam rakyat. Target Implementasi Pugar yang merupakan output PUGAR dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis Kualitatif digunakan untuk melihat 3 (tiga) hal, yaitu (1) Proses pembentukan kelompok dan peningkatan kapasitas kelompok; (2) Penyaluran bantuan langsung masyarakat dan (3) Proses pendampingan dan peningkatan teknologi usaha garam rakyat. Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung 5 (lima) hal, yaitu (1) Produktivitas lahan garam; (2) pendapatan usaha; (3) marjin laba; (4) efisiensi modal; dan analisa kesenjangan (gap analysis), kelayakan usaha dan usaha garam yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup petambak. Analisis Modified Analitycal Hierarchy Process (MAHP) digunakan untuk menghitung ada tidaknya peningkatan kesejahteraan petambak garam, sebagai dampak yang diharapkan dari tercapainya swasembada garam nasional. Gambar 3.1 menunjukkan skema kerangka pemikiran kajian.
KEMENKEU KOPERASI KEMENKES KEMENDAGRI BKPM, BPPT
Masalah Garam Nasional
Kondisi Garam Nasional Produksi garam nasional tidak mencukupi kebutuhan garam nasional Rendahnya produktifitas garam rakyat Rendahnya pendapatan petambak garam
PT. GARAM PERBANKAN KOPERASI INDUSTRI
TIM SWASEMBADA GARAM KKP, KEMENPERIN, KEMENDAG
PUGAR (KKP) Target Produksi Garam 304.000 ton Peningkatan Produktifitas Tambak Garam Peningkatan Kesejahteraan Petambak 15%
KUGAR
BLM
Identifikasi Faktor Internal (Kekuatan & Kelemahan)
PENDAMPINGAN
Kuantitatif
Kualitatif
OUTPUT PUGAR Swasembada Garam Nasional
OUTCOME PUGAR Peningkatan Kesejahteraan Petambak Garam
Analisis MAHP
Efektivitas Implementasi PUGAR
Gambar 3.1 Kerangka pemikiran kajian.
TEKNOLOGI
Identifikasi Faktor Eksternal (Peluang & Hambatan)
USAHA GARAM RAKYAT
Analisis SWOT
Umpan balik
Umpan balik
Potensi Garam Nasional
26
27
B.
Lokasi dan Waktu Kajian Lokasi kajian untuk tugas akhir dilaksanakan di Desa Losarang, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu. Secara geografi Kabupaten Indramayu terletak pada posisi 107°52°108°36° Bujur Timur dan 6°15°6°40° Lintang Selatan dengan batas wilayah sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Subang: sebelah Utara berbatasan dengan laut Jawa: sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Cirebon; sebelah Timur berbatasan dengan laut Jawa dan Kabupaten Cirebon. Cakupan wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Indramayu terdiri dari 31 Kecamatan, 307 Desa dan 8 Kelurahan, dengan luas wilayah 204,011 ha atau 2.040.110 km dengan panjang pantai 114,1 km yang membentang sepanjang pantai utara antara Cirebon-Subang. Letak Kabupaten Indramayu yang membentang sepanjang posisi pantai utara pulau jawa membuat suhu udara di Kabupaten Indramayu cukup tinggi (23– 34 °C) dengan kelembaban udaraa 70%80%. Rataan Curah hujan tahunan 1.587 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 84 hari. Curah hujan tertinggi 2.008 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 91 hari sedangkan curah hujan terendah 1.063 mm dengan jumlah hari hujan 68 hari. Pemilihan lokasi kajian dilakukan secara purposive yang didasarkan pada 5 (lima) pertimbangan, yaitu (1) Indramayu merupakan salah satu daerah sentra garam yang memasok garam untuk kebutuhan wilayah Jawa Barat yang berpotensi strategik dalam pencapaian swasembada garam nasional; (2) Lokasi kajian adalah daerah pesisir yang memiliki lahan produksi garam; (3) Salah satu lokasi diimplementasikannya program PUGAR; (4) Zat tambahan yang merupakan salah satu strategi pencapaian tujuan PUGAR ditemukan oleh Hasan Achmad Suyono seorang petambak garam di Desa Santing, Kecamatan Losarang dan diujicobakan di tambak garam percobaan di lokasi kajian dan (5) Lokasi kajian memiliki target PUGAR sebanyak 170 petambak garam yang tergabung dalam 17 KUGAR dan merupakan lokasi target PUGAR terbesar dibandingkan lokasi lain di Kabupaten Indramayu. Waktu kajian dilaksanakan pada bulan Oktober –Nopember 2011.
28
C.
Metode Kerja 1.
Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer, adalah data pokok yang diperoleh langsung dari responden dan orang-orang yang berhubungan dengan obyek penelitian yang mencakup data usaha petambak garam, keadaan sebelum dan sesudah diimplementasikannya PUGAR. Proses untuk mendapatkan data primer ini menggunakan teknik pengumpulan data dalam bentuk kuesioner (Lampiran 2), wawancara dan observasi langsung Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, misalnya catatan atau dokumen, gambar dan grafik yang terkait dengan tujuan dan sasaran penelitian. Data sekunder didapatkan dari laporan dan penelitian terdahulu mengenai usaha garam rakyat, laporan dari KUGAR, dari sejumlah dinas dan instansi pemerintah seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Biro Pusat Statistik, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Kelautan dan Perikanan dan lain-lain. Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya dapat diduga. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, populasinya adalah seluruh petambak garam anggota Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR) sasaran PUGAR di Desa Losarang Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu yang berjumlah 170 orang yang terbagi dalam 17 KUGAR. Pengambilan contoh dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dan snowball sampling. Jumlah contoh yang diambil menggunakan rumus Slovin berikut : = Keterangan : N = jumlah populasi n = jumlah contoh e = derajat kesalahan
N 1 + (N 2 )
29
Berdasarkan rumus Slovin dengan tingkat kepercayaan 90% (taraf signifikansi 0,10), maka dari populasi 170 anggota KUGAR di Desa Losarang, jumlah contoh (n) atau jumlah responden yang diambil adalah : =
170 1 + (170 x 0,12 )
= 62,96 (dibulatkan 63 orang) Ada 17 KUGAR di Desa Losarang, sehingga jika 63 dibagi 17 akan menghasilkan angka 3,7. Penulis membulatkan angka menjadi 4, sehingga dari 17 KUGAR akan diambil 68 contoh (17 x 4). Dari 68 contoh masih ditambah 2 contoh lagi yang berasal dari petambak di desa Losarang yang memiliki luas tambak garam terluas dan terkecil, sehingga jumlah responden yang akan diambil adalah 70 orang. Pengambilan contoh dilakukan melalui 2 tahap, yaitu 2 (dua) contoh diambil dari 1 (satu) orang yang memiliki luas lahan produksi garam terbesar dan 1 (satu) orang yang memiliki luas lahan produksi garam terkecil di Desa Losarang dan 68 contoh diambil dari 17 KUGAR, masing-masing 4 (empat) orang yang terdiri dari 1 (satu) orang pengurus kelompok dan 3 (tiga) orang yang ditunjuk oleh pengurus kelompok yang bersangkutan.
2.
Pengolahan dan Analisis Data a.
Analisis Data Kualitatif dan Kuantitatif Data kualitatif adalah data yang berupa pendapat (pernyataan) atau judgement sehingga tidak berupa angka akan tetapi berupa katakata atau kalimat (Effendy, 2010). Data kualitatif diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, analisis dokumen, diskusi atau observasi lapangan yang telah dituangkan dalam bentuk transkrip. Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mengungkapkan efektivitas implementasi program PUGAR melalui indikator proses pencapaian tujuan PUGAR, yaitu (1) proses pembentukan KUGAR di Desa Losarang; (2) proses penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat sesuai dengan Rencana Usaha
30
Bersama (RUB); dan (3) proses pendampingan dan peningkatan teknologi usaha garam rakyat. Selain dengan pendekatan kualitatif, digunakan pendekatan kuantitatif untuk mengukur 6 (enam) hal pada responden, yaitu (1) Produktifitas tambak garam; (2) Pendapatan usaha garam;
(3)
kelayakan usaha garam; (4) Marjin keuntungan usaha garam; (5) Analisis kesenjangan (Gap analysis) dan (6) Efisiensi modal.
1)
Produktifitas tambak garam rakyat Produktifitas diperoleh melalui pembagian antara jumlah garam dalam satuan ton yang dihasilkan selama musim produksi garam dengan luas lahan dalam satuan Ha untuk menghasilkan garam tersebut, dirumuskan sebagai berikut : Produktifitas =
Jumlah Hasil Produksi Luas Lahan
Dalam penelitian ini akan dihitung produktifitas tambak garam rakyat sebelum dan sesudah diimplementasikannya PUGAR 2)
Pendapatan Usaha Pendapatan usaha garam rakyat merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, yang dirumuskan sebagai berikut : Pd = TR – TC dimana : Pd : Pendapatan usaha TR : Total Penerimaan TC : Total Biaya Total penerimaan (Total Revenue/TR) diperoleh melalui perkalian antara jumlah produk yang dihasilkan yang dapat dijual dengan harga jual tertentu, yang dapat dirumuskan sebagai berikut : TR = Y x Py dimana : Y
: Jumlah produk yang dijual
Py : Harga Y
31
Total biaya (Total Cost atau TC ) didapat penambahan biaya tetap produksi garam (Fixed Cost atau FC ) dan biaya tidak tetap produksi garam (Variable Cost atau VC). TC dapat dirumuskan sebagai berikut : TC = FC + VC Dari perhitungan tersebut akan diperoleh penerimaan usaha petambak garam. Dalam penelitian ini akan dihitung penerimaan yang diperoleh sebelum dan sesudah diimplementasikannya PUGAR.
3)
Kelayakan Usaha Kelayakan usaha garam dihitung dari Benefit Cost (B/C) ratio, dimana kelayakan usaha ditetukan oleh perbandingan antara pendapatan dengan total biaya (biaya tetap dan biaya tidak tetap). Bila nilai B/C ratio < 1 maka usaha garam tidak layak untuk dilanjutkan. Kelayakan Usaha =
Pendapatan Total Biaya
Untuk menghitung kelayakan usaha juga dilaksanakan melalui perhitungan titik impas usaha (Break Even Point atau BEP). BEP terbagi menjadi 2 (dua) jenis analisis yaitu (1) titik impas produksi yang merupakan perbandingan antara total biaya dengan harga satuan produk per kilogram sebagai perhitungan titik impas usaha dicapai pada jumlah produksi garam tertentu dan (2) titik impas harga produksi yang merupakan perbandingan antara total biaya dengan total produksi, sebagai perhitungan titik impas usaha yang dapat dicapai pada harga garam tertentu per kg. BEP Produksi =
Total Biaya Harga Satuan Produk
BEP Harga Produksi =
Total Biaya Total Produksi
Kelayakan usaha garam rakyat juga dihitung dari berapa luasan minimal tambak garam untuk memenuhi kebutuhan petambak garam. Nilai kebutuhan petambak garam diambil dari Upah Minimum Kabupaten Indramayu tahun 2011 Rp. 944.190,- (mencapai 100%
32
tingkat Kebutuhan Hidup Layak di Kabupaten Indramayu), yang merupakan keputusan Gubernur Jawa Barat nomor 561/kep.1564bangsos/2010 dan berlaku efektif tanggal 1 Januari 2011. Upah Minimum Kabupaten Pendapatan Petambak per hektar
Luas Tambak Garam yang Layak =
4)
Marjin Keuntungan (Profit Margin) Profit Margin usaha garam merupakan merupakan kemampuan usaha garam untuk menghasilkan keuntungan dibandingkan penjualan yang dicapai. Semakin besar marjin keuntungan petambak garam menandakan semakin baik kinerja usaha garam, karena meningkatkan kemampuan petambak dalam menghasilkan keuntungan dengan dibandingkan penjualan yang dicapai. Marjin keuntungan dihitung dengan rumus berikut : Marjin Keuntungan =
5)
Keuntungan Usaha Garam Hasil Penjualan Garam
Analisa Kesenjangan (Gap Analysis) Analisis kesenjangan terjadi karena adanya pertambahan nilai dari petambak untuk sampai ke konsumen seperti Gambar 3.2. Analisis kesenjangan adalah perbandingan harga jual garam di pasar dibandingkan pendapatan petambak per kg garam yang diproduksi, dimana dengan semakin jauh perbedaan harga di tingkat petambak dan harga di pasar, berarti komoditas garam tersebut masih dapat diberikan nilai tambah yang dilakukan oleh petambak untuk meningkatkan harga jual garam. Kesenjangan yang besar terjadi kaena distribusi yang panjang dari petambak ke konsumen. Analisis kesenjangan dihitung dengan rumus berikut :
Analisis Kesenjangan =
Harga dipasar Pendapatan Petambak
33
Petambak Garam
Pedagang Pengumpul
Perusahaan Garam
Jasa Transportasi
Pasar
Distribusi Garam
Gambar 3.2 Alur pertambahan nilai garam (Rachman dan Imran, 2011) 6)
Efisiensi Modal Sebagian modal untuk melaksanakan produksi garam berasal dari BLM, maka diteliti efisiensi modal, dimana keuntungan yang diperoleh dalam usaha garam dapat mencapai persentase tertentu dari total biaya yang dikeluarkan. Efisiensi modal dihitung dengan menggunakan rumus :
Efisiensi Modal =
Laba Bersih x 100 % Total Biaya
b. Analisis SWOT Analisis SWOT, yaitu analisis kekuatan-kelemahan dan peluang– ancaman yang terbagi menjadi 2 (dua) bentuk matriks, yaitu Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE). Matriks IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal usaha garam yang berkaitan dengan kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang dianggap penting. Sementara matriks EFE digunakan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal usaha garam yang yang berkaitan dengan peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Berbagai faktor yang berasal dari dalam dan luar lingkungan usaha garam tersebut mempengaruhi keberhasilan usaha garam yang dilaksanakan petambak.
34
Analisis data terhadap faktor-faktor lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) usaha garam di Desa Losarang dilakukan melalui beberapa tahapan kerja, yaitu : 1. Menuliskan daftar kekuatan dan kelemahan sebagai faktor lingkungan internal dan peluang dan ancaman sebagai faktor lingkungan eksternal pada kolom pertama di masing-masing matriks (IFE dan EFE). 2. Memberikan bobot tingkat pengaruh kekuatan dan kelemahan maupun peluang dan ancaman tersebut dengan jumlah bobot untuk peluang dan ancaman adalah 1 (satu), demikian pula jumlah bobot kekuatan dan kelemahan adalah 1 (satu). Masing-masing faktor internal dan eksternal dibandingkan dengan menggunakan skala perbandingan berpasangan 1-9 dari Saaty (1993). 3. Memberikan rating atau peringkat berdasarkan skala 1-4 yaitu skala 3-4 untuk atribut kekuatan dan peluang dan skala 1-2 untuk atribut kelemahan dan ancaman. Rating atau peringkat berdasarkan skala 14 tersebut ditentukan dengan cara membandingkan fakta yang ada (kondisi obyektif) dengan kinerja ideal maupun kondisi ideal yang diharapkan. 4. Mengalikan bobot dengan rating atau peringkat untuk memperoleh skor terbobot. 5. Skor yang diperoleh selanjutnya dijumlahkan untuk menggambarkan total skor terbobot di masing-masing matriks (IFE dan EFE). Pada akhirnya hasil gabungan total skor terbobot dari faktorfaktor internal dan eksternal akan menggambarkan 9 (sembilan) kuadran alternatif bentuk pengembangan strategi (Gambar 3.3), bila dikelompokkan akan menghasilkan 3 (tiga) bentuk strategi dasar, yaitu : 1.
Strategi Pertumbuhan (Growth Strategy), kuadran-kuadran ini merupakan kondisi pertumbuhan usaha garam yang dilaksanakan petambak (kuadran 1, 2 dan 5) atau upaya untuk melakukan diversifikasi (kuadran 7 dan 8).
35
2.
Strategi Stabilitas (Stability Strategy) adalah suatu bentuk strategi yang diterapkan tanpa harus mengubah arah strategi yang sedang berjalan atau sedang diterapkan (kuadran 4 dan 5).
3.
Strategi Penciutan (Retrenchment Strategy) adalah upaya untuk memperkecil/mengurangi
usaha
garam
yang
dilaksanakan
petambak (kuadran 3 dan 6) atau upaya untuk menutup usaha/likuidasi (kuadran 9).
Kuat
-- Total Skor Faktor eksternal --
4,0 Tinggi
-- Total Skor Faktor Internal -Rataan Lemah 3,0 2,0
1,0
I Pertumbuhan
II Pertumbuhan
III Penciutan
IV Stabilitas
V Pertumbuhan Stabilitas
VI Penciutan
VII Pertumbuhan
VIII Pertumbuhan
IX Likuidasi
3,0 Rataan
2,0 Rendah
1,0
Gambar 3.3. Matriks IE (Rangkuti, 2006) Matriks SWOT akan menghasilkan 4 (empat) tipe strategi (Tabel 3.1) berikut : 1) Strategi S-O Strategi ini dibuat dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki usaha garam untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesarbesarnya. 2) Strategi S-T Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki usaha garam untuk mengatasi ancaman.
36
3) Strategi W-O Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. 4) Strategi W-T Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Tabel 3.1 Matriks SWOT Faktor Internal
Strengths (S)
Weakness (W)
Menentukan 5-10 faktor kekuatan internal
Menentukan 5-10 faktor kelemahan internal
Opportunities (O)
strategi S-O
strategi W-O
Menentukan 5-10 faktor peluang eksternal
Menciptakan strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Menciptakan strategi meminimalkan kelemahan untuk memanfaatan peluang
Threats (T)
strategi S-T
strategi W-T
Menentukan 5-10 faktor ancaman eksternal
Menciptakan Strategi menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
Menciptakan strategi meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Faktor Eksternal
Sumber : Rangkuti, 2006 Terdapat 8 (delapan) tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu : 1) Tentukan faktor-faktor peluang eksternal perusahaan. 2) Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal perusahaan. 3) Tentukan faktor-faktor kekuatan internal perusahaan. 4) Tentukan faktor-faktor kelemahan internal perusahaan. 5) Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi S – O. 6) Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi W – O. 7) Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi S – T. 8) Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi W – T.
37
c.
Analisis Tingkat Kesejahteraan Petambak Anggota KUGAR Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan
menguraikan masalah multi
faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Menurut Saaty, hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level, dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu
masalah
yang
kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya dan kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki, sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis (Saaty, 1993). AHP menurut
Budiharsono
(2006)
pada
dasarnya
didesain
untuk
menangkap persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai kepada suatu skala preferensi diantara beberapa kriteria atau alternatif. Analisis MAHP (Modified AHP) merupakan analisis AHP yang dimodifikasi untuk menjangkau dalam penentuan prioritas suatu kegiatan (Budiharsono, 2006). MAHP pada kajian ini menggabungkan AHP dengan penghitungan terhadap pencapaian indikator-indikator yang
ditetapkan.
MAHP
digunakan
untuk
menilai
tingkat
kesejahteraan petambak anggota KUGAR sebelum dan sesudah diimplementasikan- nya PUGAR sebagai indikator dampak yang ingin dicapai dengan diimplementasikannya PUGAR. Indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan dapat dilihat dari 3 (tiga) hal, yaitu : (1) Peningkatan pendapatan; (2) Penyerapan tenaga kerja; (3) Peningkatan kesempatan berusaha (Husnan dan Suwarsono, 2008). Hirarki peningkatan kesejahteraan dari 3 (tiga) faktor tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.4.
38
Peningkatan Kesejahteraan
Peningkatan Pendapatan
Gambar 3.4
Penyerapan Tenaga Kerja
Peningkatan Kesempatan Berusaha
Hirarki penentuan efektivitas implementasi PUGAR dari peningkatan kesejahteraan petambak garam
Hirarki di atas menggambarkan secara grafik ketergantungan unsurunsur dalam suatu masalah. Tingkat pertama adalah tujuan atau sasaran, sedangkan tingkatan kedua adalah peranan implementasi Pugar dalam pencapaian tingkat pertama. Penilaian dilakukan pada pasangan-pasangan unsur untuk menentukan prioritas. Langkah selanjutnya adalah dengan melakukan penilaian pada unsur tingkat kedua, dimana penilaian menjadi indikator dari kriteria yang ditetapkan. Peningkatan pendapatan pada penelitian ini adalah perbandingan antara jumlah pendapatan yang diterima petambak garam pada satu musim usaha garam sebelum dan sesudah diimplementasikannya PUGAR, penyerapan tenaga kerja adalah perbandingan jumlah tenaga kerja yang bekerja di tambak garam sebelum dan sesudah diimplementasikannya PUGAR, sedangkan peningkatan kesempatan berusaha adalah perbandingan jumlah usaha yang timbul sebelum dan sesudah diimplementasikannya PUGAR. Musim usaha garam secara normal berlangsung selama musim kemarau, sehingga dengan diimplementasikannya PUGAR petambak dapat melaksanakan usaha garam sepanjang tahun, dapat memanfaatkan tambak garam untuk usaha lain di luar musim garam ataupun mempunyai usahausaha terkait dengan garam seperti pengolahan garam yodium, pembuatan garam untuk kesehatan dan lain-lain.
39
Penentuan bobot penilaian indikator dalam mengukur keberhasilan PUGAR dalam meningkatkan kesejahteraan petambak garam anggota KUGAR menggunakan bobot seperti pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Bobot indikator penilaian peningkatan kesejahteraan Petambak Garam No.
Kriteria
1.
Peningkatan Pendapatan
2.
Penyerapan Tenaga Kerja
3.
Peningkatan Kesempatan Berusaha
Indikator Pendapatan tidak Meningkat Pendapatan meningkat 0,1–5% Pendapatan meningkat 5,1–10% Pendapatan meningkat 10,1–15% Pendapatan meningkat lebih dari 15% Tidak menyerap tenaga kerja Menyerap tenaga kerja sebesar 0,1–5% Menyerap tenaga kerja sebesar 5,1–10% Menyerap tenaga kerja sebesar 10,1–15% Menyerap tenaga kerja lebih dari 15% Tidak menimbulkan kesempatan berusaha Meningkatkan kesempatan berusaha 0,1–5% Meningkatkan kesempatan berusaha 5,1–10% Meningkatkan kesempatan berusaha 10,1–15% Meningkatkan kesempatan berusaha lebih dari 15%
Efektivitas implementasi PUGAR ditentukan dengan rumus berikut :
Nilai Kegiatan =
Skor untuk kriteria ke-i × Bobot kriteria ke-i ×100 4
Keterangan pembobotan sebagai berikut : a. < 50
:
tidak efektif
b. 51–60
:
kurang efektif
c. 61–70
:
cukup efektif
d. 71–80
:
Efektif
e. > 80
:
Sangat Efektif
Skor 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4