BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
3.1.
Kajian Pustaka 3.1.1. Manajemen Risiko Menurut Chapman (2006), manajemen risiko adalah bagian dari pengendalian internal. Manajemen risiko ditujukan untuk memfasilitasi keefektifan dan keefisienan operasi bisnis, mengembangkan laporan internal dan ekternal serta membantu hukum dan peraturan yang sudah ditetapkan dengan benar. Tujuannya adalah untuk memastikan identifikasi dan penilaian atas risiko bisnis yang dihadapi dan tanggapan dari mereka apakah akan dikeluarkan atau dikurangkan atau bila dimungkinkan memindahkan risiko tersebut kepada pihak ketiga. Menurut Hanggraeni (2010), manajemen risiko merupakan suatu rangkaian
prosedur
dan
metodologi
yang
digunakan
untuk
mengidentifikasi, mengukur, memonitor dan mengontrol risiko yang timbul dari bisnis operasional suatu perusahaan. Manajemen risiko ditujukan
untuk
memastikan
kesinambungan
profitabiltas
dan
pertumbuhan usaha sejalan dengan visi dan misi perusahaan. Di dalam strategi pengendalian dan pengelolaan risiko usaha, perusahaan melakukan identifikasi dan pembuatan peta risiko (risk mapping), kuantifikasi dan pengukuran risiko (risk measurement and assessment), penanganan risiko (risk
treatment)
serta
kebijakan
21 http://digilib.mercubuana.ac.id/
manajemen
risiko.
22
Menurut Banker Association for Risk Management (2010), agar penerapan manajemen risiko dapat berjalan efektif pada bank maka bank harus melakukan aktivitas-aktivitas sebagai berikut: 1)
Managing Risk Pengelolaan risiko kredit terbagi menjadi front end, middle end dan back end.
2)
Menyediakan modal setelah adanya upaya pengelolaan risiko.
Dalam aktivitas manajemen risiko terdapat beberapa proses penerapan, yaitu antara lain sebagai berikut: 1)
Identifikasi risiko yaitu tahapan mengidentifikasi seluruh jenis risiko yang melekat pada seluruh aktivitas operasional yang berpotensi merugikan bank.
2)
Pengukuran risiko yaitu mengukur profil risiko untuk mendapatkan prediksi efektifitas penerapan manajemen risiko yang dilakukan.
3)
Pemantauan dari limit risiko yaitu berfungsi untuk memantau dari limit risiko agar dapat segera ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur yang berlaku.
4)
Pengendalian risiko yaitu mengelola risiko terutama risiko-risiko yang berdampak langsung terhadap kelangsungan operasional bank. Perhitungan kebutuhan modal dan ketentuan seluruh bank di dunia
dalam menjalankan kegiatan operasional mengacu kepada Basel II yang sebelumnya adalah Basel I. Pada Basel I, perhitungan kebutuhan modal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
untuk menutup risiko kredit dan risiko pasar menggunakan pendekatan yang tidak membedakan kualitas pengelolaan aset. Selain itu, tidak mencakup risiko yang dihadapi oleh bank pada saat ini seperti risiko likuiditas, strategi, kepatuhan, hukum dan lain-lain. Menurut Hotmaria (2009), Basel I dirancang sebagai standar yang sederhana dengan mensyaratkan bank-bank untuk memisahkan exposurenya ke dalam kelas yang lebih luas dengan menggambarkan kesamaan tipe debitur. Exposure nasabah dengan tipe yang sama akan memiliki persyaratan modal yang sama tanpa memperhatikan perbedaan yang potensial pada kemampuan pembayaran kredit dan risiko yang dimiliki oleh masing-masing individu nasabah. Dengan adanya perkembangan kegiatan operasional dan peraturan yang dihadapi oleh industri perbankan, pihak-pihak regulator perbankan internasional menganggap perlu dilakukan pembaharuan peraturan kegiatan operasional perbankan. Atas alasan tersebut lahirlah Basel II untuk melengkapi kekurangan Basel I. Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan dengan menitikberatkan pada perhitungan permodalan berbasis risiko, supervisory review process, dan market discipline (Widayanti, 2010). Menurut Basel Committe on Banking Supervision (2001), terdapat tiga pendekatan untuk menghitung kecukupan modal dalam Basel II yaitu antara lain:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
1)
Standardized Approach Pendekatan yang digunakan adalah perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) berdasarkan bobot tertentu untuk menetapkan besarnya aset berisiko.
2)
Foundation Internal Ratings-Based Approach (IRB-Foundation) Pendekatan yang digunakan adalah model internal dalam menghitung kebutuhan modal bank. Melalui model ini, bank dapat menerapkan diferensiasi yang lebih tepat pada setiap kategori aset.
3)
Advanced Internal Rating-Based Approach Pendekatan ini menggunakan perhitungan probability of default (PD), exposure of default (EAD), loss given default (LGD) dan jangka waktu. Pendekatan ini hanya berlaku untuk sovereign bank dan perusahaan namun tidak berlaku untuk portofolio retail.
3.1.2. Risiko Kredit Risiko kredit adalah risiko kerugian yang diderita oleh bank terkait dengan kemungkinan bahwa pada saat jatuh tempo counterparty-nya gagal memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank. Dengan kata lain, risiko kredit adalah risiko kerugian bagi bank karena debitur tidak melunasi kembali pokok pinjaman maupun bunga. Namun, bagi bank, risiko kredit merupakan risiko yang wajar terjadi mengingat hal itu terkait dengan bisnis intinya berupa lending based business. Oleh sebab itu, bank merupakan lembaga dengan tingkat leverage atau debt ratio yang tinggi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
sehingga apabila para debitur memiliki default rates yang tinggi dapat menyebabkan permodalan bank dapat tergerus (Ali, 2006). Dalam memperhitungkan probability of default yang dilakukan debitur, bank harus mempertimbangkan seberapa jauh hal tersebut dapat berpengaruh terhadap permodalan bank. Probability of default terjadi pada saat debitur tidak mampu membayar bunga dan melunasi pokok pinjaman. Menurut Credit Suisse First Boston (1997), terdapat dua macam risiko kredit yaitu antara lain: 1)
Credit Spread Risk Risiko spread
kredit yang ditampilkan oleh portofolio kredit
dimana spread kredit diperdagangkan dari pasar ke pasar. Perubahan pengamatan dari spread kredit tersebut berdampak pada nilai portofolio. 2)
Credit Default Risk Seluruh exposure portofolio menampilkan risiko default kredit sebagai hasil dari kerugian yang disebabkan oleh gagal bayar debitur. Menurut Besis (2010), Basel II membagi empat komponen utama
risiko kredit, yaitu antara lain: 1)
Probability of Default (PD) Default didefinisikan sebagai gagal bayar atas pinjaman yang telah jatuh tempo, kebangkrutan atau restruktur hutang yang disebabkan karena debitur mengalami kesulitan dalam melunasi kewajibannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Basel II menyatakan kejadian default apabila debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya lebih dari 90 hari. 2)
Exposure at Default (EAD) Pengukuran jumlah maksimum yang dapat hilang diakibatkan oleh gagal bayar (default).
3)
Loss Given Default (LGD) Bagian dari jumlah ririsko yang efektif akan hilang seiring dengan terjadinya default, setelah mencoba berbagai cara dan melakukan re-cover atas jaminannya.
4)
Credit Conversion Factor (CCF) Pemetaan exposure komitmen dibandingkan exposure kas atau kontijensi dan komitmen off balance sheet.
3.1.3. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Menurut Savitri et. al, (2014) kredit bermasalah atau non perfoming loan
secara umum adalah semua kredit yang mengandung
risiko tinggi atau kredit yang mengandung kelemahan yaitu tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan bank. Menurut ketentuan Bank Indonesia pada Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/11/DPNP, kredit bermasalah digolongkan ke dalam kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet. Untuk meminimalisasi risiko kredit akibat kredit default, dibutuhkan modal yang cukup agar dapat mengurangi kerugian yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
dihadapi oleh Bank. Modal seharusnya dapat menutupi unexpected loss yang tidak dapat ditutupi oleh expected loss. Pada umumnya bank memiliki cadangan dana yang disebut sebagai cadangan umum (general provision) atau cadangan kerugian kredit (Fatimah, 2012). Menurut Anandarajan et. al (2005), provisi untuk penurunan kredit dapat menjadi sinyal terhadap laba bank dan managemen modal. Dalam
Surat
Keputusan
Direksi
Bank
Indonesia
No.
31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998, pembentukan atau penyisihan dana cadangan kerugian kredit disebut dengan istilah PPAP atau Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif. Dalam PPAP, menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/148/KEP/DIR tentang pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, pembentukan cadangan
atau
penyisihan
tersebut
dinilai
berdasarkan
tingkat
kolektibilitas dari kredit debitur dengan ketentuan sebagai berikut: 1)
Kredit kategori Lancar maka PPAP sebesar < 1% dari aktiva produktif.
2)
Kredit kategori Dalam Perhatian Khusus (DPK) maka PPAP sebesar 5% dari aktiva produktif.
3)
15% dari aktiva produktif yang dikategorikan Kurang Lancar dikurangi nilai agunan.
4)
50% dari aktiva produktif yang dikategorikan Diragukan dikurangi nilai agunan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
5)
100% dari aktiva produktif yang dikategorikan Macet dikurangi nilai agunan. Setelah adanya revisi PSAK 55 pada tahun 2006, maka istilah dari
PPAP pun diganti menjadi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atau yang sering disebut dengan istilah CKPN. Dalam CKPN, pembentukan atau penyisihan dana dinilai dari hasil evaluasi kredit debitur yang dilakukan oleh bank. Jika menurut suatu bank terdapat bukti objektif bahwa kredit dari debitur itu mengalami impairment (penurunan), maka bank tersebut harus membentuk dana atau cadangan atas kredit tersebut. Hasil evaluasi kredit debitur tersebut didasarkan kepada keputusan masing-masing bank, maka tiap-tiap bank memiliki kebijakan tersendiri dalam membentuk cadangan dana untuk kreditnya. Walaupun begitu, kebijakan bank itupun tidak boleh melenceng dari beberapa kriteria yang terdapat dalam PAPI setelah adanya revisi PSAK 55. Adapun ketentuan pengukuran CKPN berdasarkan PAPI revisi 2008 adalah sebagai berikut: 1)
Individual Setiap bank dapat memilih perhitungan untuk mengukur nilai CKPN Individual dengan menggunakan metode sebagai berikut: a.
Discounted Cash Flow Estimasi arus kas masa akan datang (pembayaran pokok + bunga) yang didiskonto dengan suku bunga.
b.
Fair Value of Collateral
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
Dengan memperhitungkan nilai arus kas atas jaminan atau agunan di masa yang akan datang. c.
Observable Market Price Ditentukan dari harga pasar dari kredit tersebut.
2)
Kolektif Setiap bank dapat memilih beberapa ketentuan dalam menentukan nilai CKPN pada kelompok kolektif ini sebagai berikut: a.
Dilihat dari perhitungan arus kas kontraktual kreditur di masa akan datang.
b.
Dilihat dari perhitungan tingkat kerugian historis dari kredit debitur setelah dikurangi tingkat pengembalian kreditnya
Untuk menentukan besarnya nilai penyisihan atau cadangan dana dari kredit suatu bank berdasarkan perhitungan CKPN, maka terlebih dahulu kredit dilakukan penentuan kredit yang mengalami impairment (penurunan nilai dari kualitas kredit). Setelah itu, besarnya nilai cadangan dana kredit ditentukan dari selisih antara nilai tunggakan kredit debitur tersebut sebelum dan sesudah terjadinya impairment (penurunan nilai). Perhitungan CKPN yang lebih rumit, yaitu dengan melakukan pengecekan kredit secara satu per satu atau individual sehingga pengontrolan kredit menjadi lebih terarah. Hal tersebut sebagai mitigasi risiko apabila terjadi impairment kredit sehingga bank dapat segera mencari solusi agar kredit debitur tersebut tidak sampai merugikan bank.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
Perhitungan CKPN secara kolektif dilakukan untuk portofolio kredit dengan karakterisktik yang sama dengan jumlah debitur yang besar. Sedangkan untuk debitur yang memiliki outstanding kredit di atas batasan materialitas yang ditetapkan oleh masing-masing bank dan atau bila bank memiliki bukti objective atas impairment maka CKPN akan dihitung secara individual. Perhitungan CKPN kolektif dilakukan untuk exposure kredit dengan kategori default. Default adalah kejadian gagal bayar atas pinjaman yang sudah jatuh tempo, kebangkrutan, atau restruktur hutang yang disebabkan karena debitur mengalami kesulitan dalam pelunasan kewajibannya. Tidak ditetapkannya metode perhitungan yang khusus dari Bank Indonesia selaku badan regulator perbankan untuk memperhitungkan CKPN
kolektif,
menyebabkan
bank
harus
menetapkan
model
perhitungannya sendiri. Perhitungan CKPN kolektif akan berdampak pada perhitungan penyediaan modal (economic capital) yang harus disediakan oleh Bank untuk mengantisipasi risiko kredit yang dihadapi Bank. Dengan demikian model untuk memperhitungkan CKPN kolektif harus menggunakan metode yang tepat untuk mengantisipasi kerugian yang dihadapi oleh Bank (Fatimah, 2012).
3.1.4. Migration Analysis Menurut Altman and Saunders (1998), migration analysis adalah salah satu metode pengukuran risiko kredit dengan cara mengukur
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
transition probabilities dari kredit yang relatif homogen sehingga dapat melihat pergerakan kemungkinan terjadinya default. Migration analysis memainkan peranan yang penting dalam pengukuran Credit Metrics. Menurut Gavalas and Syriopoulos (2014), metode migration analysis adalah metode yang melihat kemungkinan migrasi kejadian default. Hal tersebut menjadi sangat penting untuk mengetahui sifat migrasi dalam metode ini. Hasil ini kemungkinan dapat menjadi bias karena sifatnya bergantung pada terjadinya peristiwa default yang berurutan dan tidak mewakili seluruh kejadian historis.
3.1.5. CreditRisk+ Terdapat beberapa metode pengukuran risiko kredit yang dikembangkan oleh Basel Committee yaitu antara lain Credit Metrics dari JP Morgan, Portfolio Manager dari KMV, Credit Portfolio View dari Mc Kinsey dan Credit Risk+ dari Credit Suisse First Boston (CSFP). Menurut Sakti (2010), metode CreditRisk+ dinilai cukup efektif dan praktis dalam penerapan perhitungan risiko kredit dikarenakan bank hanya menggunakan data internal berupa jumlah exposure kredit, jumlah debitur, tingkat kolektibilitas
dan
recovery
rate.
Dengan
menggunakan
metode
CreditRisk+ bank dapat menghitung kecukupan cadangan modal untuk mengantisipasi kerugian pada periode waktu tertentu. CreditRisk+ pertama kali diperkenalkan oleh Credit Suisse First Boston (CSFB) tahun 1997 yang dapat diaplikasikan untuk exposure kredit
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
pada semua tipe produk termasuk untuk kredit retail dan korporasi beserta turunannya. Menurut Kollar dan Cisko (2014), model CreditRisk+ sangat mudah dan sederhana untuk diaplikasikan dalam menghitung expected loss. Model ini dapat digunakan pada portofolio dengan jumlah debitur yang besar. Hal tersebut didasarkan pada distribusi Poisson pada setiap kejadian gagal bayar debitur. Kelebihan utama dari model CreditRisk+ adalah pendekatan yang dilakukan secara analitis dari loss distribution pada portofolio sehingga fungsi distribusi dapat diperoleh secara cepat (Vandendorpe, et al. 2008). Menurut Szotek, (2015) terdapat 2 tahap dalam mengukur risiko kredit menggunakan metode CreditRisk+, yaitu mengukur probability number of default dan selanjutnya number of default secara agregat.
Tabel 3.1 Komponen CreditRisk+ CreditRisk+ Credit Risk Economic Applications Measurement Capital Default Exposures Provisioning Rates Credit Default Default Loss Distribution Recovery Rates Rates Limits Volatilities CreditRisk+ Model
Scenario Analysis
Sumber: Credit Suisse First Boston, 1997
Portfolio Management
Tabel 3.1 menunjukkan tiga komponen utama dalam model CreditRisk+ yaitu antara lain Credit Risk Measurement, Economic Capital dan Applications.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
Menurut Fatimah (2012) komponen data dalam perhitungan model CreditRisk+ seperti pada Tabel 3.1 yaitu antara lain: 1)
Credit Exposures adalah total exposure kredit debitur secara menyeluruh.
2)
Default
Rates
adalah
jumlah
peristiwa
yang
mewakili
kemungkinan terjadinya default pada setiap debitur. Default rates dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu: a. Observasi credit spread dari instrument keuangan yang diperdagangkan
dapat
digunakan
untuk
mendapatkan
probability of default dari penilaian pasar. b. Menggunakan credit rating, bersama dengan mapping dari default rates
ke credit ratings, dapat digunakan untuk
menetapkan cara terbaik dalam mengetahui probability of default dari debitur. c. Menggunakan countinous scale, yaitu sebagai pengganti kombinasi credit rating dan default rate. 3)
Default Rate Volatilities adalah actual default rates yang berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang dapat digambarkan dengan standar deviasi (volatility) dari default rates. Standar deviasi dari default rates bila dibandingkan dengan actual default rates akan merefleksikan fluktuasi default selama siklus ekonomi.
4)
Recovery Rates adalah nilai exposure pada saat terjadinya default yang dapat ditagih kembali oleh bank setelah fasilitas kredit
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
dihapusbukukan. Namun nilai exposure yang tidak dapat ditagih kembali merupakan jumlah kerugian yang ditanggung oleh bank. Kerugian tersebut dapat dihitung dengan rumusan nilai sebesar jumlah pinjaman yang diberikan kepada debitur dikurangi jumlah recovery. Sumber pelunasan yang umum digunakan untuk perhitungan recovery rate terbagi menjadi dua yaitu recovery rate pinjaman macet yang bersumber dari likuidasi agunan dan dari angsuran pinjaman macet. Metode CreditRisk+ digunakan untuk menghitung besarnya economic capital untuk risiko kredit. Aplikasi dari metode ini adalah penentuan provisions atau penyedian dana untuk antisipasi risiko dan mengukur diversifikasi serta konsentrasi dalam manajemen portfolio. Menurut Kurniawan (2009), terdapat beberapa tahapan setelah data input model CreditRisk+, adalah sebagai berikut: 1) Frequency of Default Events Frequency of defaul events merupakan jumlah default kredit pada satu periode. Dalam metode CreditRisk+, penyebab terjadinya default tidak diasumsikan. Default dianggap suatu peristiwa yang tidak dapat ditentukan secara tepat kapan terjadinya dan berapa jumlahnya. Diasumsikan bahwa terdapat suatu eksposur yang tergolong default yang berasal dari sejumlah debitur yang banyak namun masingmasing dengan probability of default yang kecil dan bersifat random. Model yang tepat untuk menggambarkannya adalah distribusi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Poisson. Rumus probability of default dengan distribusi Poisson adalah sebagai berikut: Probability (n defaults) = e-λ λn n! dimana
(3.1)
e = bilangan eksponensial, 2.71828 λ = mean = angka rata-rata default n = banyaknya kejadian default, dinyatakan dalam 0,1,2,3,4,5,...n n! = n faktorial 2) Severity of The Losses Severity of the losses merupakan besarnya tingkat kerugian yang diakibatkan oleh terjadinya default. Eksposur pinjaman masingmasing debitur disesuaikan dengan anticipated recovery rate, sehingga akan mendapatkan loss given default (LGD). Penyesuaian eksposur bersifat exogenous terhadap model serta independen terhadap risiko pasar dan downgrade risk. 3)
Disribution of Default Losses Distribution of default losses merupakan hasil dari perkalian antara probability of default dengan severity of losses. Pada Poisson model, nilai rata-rata dari default rate portofolio pinjaman sama dengan Varian, sehingga: Standar deviasi = σ = √ mean
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(3.2)
36
Untuk melakukan pengukuran risiko kredit dengan CreditRisk+ atas eksposur yang berupa portofolio, maka portofolio dibagi menjadi beberapa kelompok atau band. Berdasarkan Credit Suisse First Boston (1997), hasil akhir dari CreditRisk+ digunakan untuk menggambarkan tingkat economic capital required dengan rumus: (3.3)
Economic Capital = Unexpected Loss - Expected Loss
Besarnya economic capital adalah selisih dari unexpected loss pada tingkat persentile tertentu dengan nilai expected loss. Menurut Widayanti (2010), expected loss adalah kerugian yang dapat diperkirakan terjadinya. Adapun perkiraan terjadinya didasarkan pada data historis munculnya credit events tersebut. Untuk mengatasi kejadian expected loss, bank telah melakukan pencadangan modal yang diperoleh dari pengenaan provisi kepada debitur dan dari penyisihan penghapusan
aktiva
produktif
(PPAP).
Besarnya
expected
loss
diperkirakan dengan mengambil nilai mean dari distribusi probabilitas. Rumus expected loss adalah sebagai berikut: λ (mean) = total outstanding default pada Band tertentu Band
(3.4)
Expected loss = PD x EAD x LGD
(3.5)
Dimana: PD
: Probability of Default, atau peluang debitur mengalami default dari setiap band
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
EAD : Exposure at Default, atau nilai exposure kredit yang default berdasarkan band dalam suatu kelompok band LGD : Loss Given Default, atau besarnya kerugian yang akan timbul apabila debitur default. Unexpected Loss merupakan bagian yang mungkin bisa terjadi pada suatu debitur tertentu. Karena sifat pengukurannya adalah perkiraan, maka pengukuran ini harus diyakini dengan derajat keyakinan tertentu dengan rumus perhitungannya adalah sebagai berikut : UL = Zα x EAD x StDev x (1-RR)
(3.6)
Dimana : UL
: Unexpected Loss
Zα
: tingkat keyakinan dari perkiraan
EAD : Exposure at Default StDev : Standar Deviasi dari default rates RR
: Recovery Rates Unexpected loss diukur dengan mengambil nilai kerugian
maksimum pada tingkat persentile yang dipilih, misalnya 95% berarti hanya ada 5% kemungkinan bahwa kerugian akan melebihi nilai unexpected loss dan nilai unexpected loss ini dianggap sebagai ukuran Value at Risk (VaR). Basel Committee mensyaratkan bahwa backtesting dan validasi model harus dilakukan untuk menjaga agar akurasi model tetap layak digunakan. Menurut Fatimah (2012), backtesting adalah suatu kerangka
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
kerja untuk melakukan verifikasi apakah kerugian aktual masih dapat diatasi oleh nilai kerugian yang diprediksi. Backtesting dapat dilakukan dengan menghitung jumlah kesalahan yang terjadi dibandingkan dengan jumlah data. Validasi model menggunakan metode Likelihood Ratio (LR) test, yaitu dengan menghitung banyaknya jumlah real loss yang melebihi nilai VaR setiap bulan selama periode observasi dan selanjutnya dibandingkan dengan jumlah kesalahan yang masih dapat diterima selama periode observasi. Nilai uji statistik likelihood ratio dibandingkan dengan nilai chi-squared dengan derajat bebas pada level yang diharapkan. Hipotesis untuk pengujian LR adalah sebagai berikut:
3.2.
H0
: LR < Chi-Squared, permodelan diterima, backtesting teruji
H1
: LR > Chi-Squared, permodelan ditolak, backtesting tidak teruji
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu menggunakan metode CreditRisk+ untuk mengetahui
nilai expected loss, unexpected loss dan economi capital pada portofolio kredit antara lain kartu kredit, kredit usaha kecil, mikro, kendaraan bermotor dan kepemilikan rumah. Hasil penelitian Fatimah (2012), dalam mengukur cadangan kerugian penurunan nilai dan risiko kredit kepemilikan rumah menggunakan metode CreditRisk+ pada Bank ABC menunjukkan bahwa metode CreditRisk+ valid dalam mengukur risiko kredit pemilikan rumah dan nilai expected loss yang lebih kecil dibandingkan versi Bank ABC. Pada penelitian Sakti (2010), dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
mengukur risiko kredit usaha kecil pada Bank X menunjukkan hasil yang sama dengan Fatimah (2012). Selain itu, penelitian Kurniawan (2009) dalam melakukan analisis perhitungan CreditRisk+ untuk kredit bisnis mikro pada Bank Rakyat Indonesia menunjukkan hasil yang akurat dalam mengukur risiko kredit bisnis mikro pada Bank Rakyat Indonesia dengan menggunakan model CreditRisk+ yang terlihat dari hasil pengujian validitas dengan backtesting. Penelitian mengenai penerapan model CreditRisk+ juga dilakukan oleh Maelani (2010) yang melakukan pengukuran risiko kredit pada kredit pembiayaan kendaraan bermotor PT. X. Hasil pengujian model dengan menggunakan backtesting dan Likelihood Ratio, menunjukkan bahwa selama periode pengamatan jumlah kejadian yang merugikan PT.”X” dengan tingkat kerugian yang melebihi nilai VaR kredit pembiayaan kendaraan bermotor masih di bawah ambang batas jumlah kerugian yang dapat ditolerir. Dengan kata lain metode pengukuran risiko pembiayaan kendaraan bermotor dengan menggunakan CreditRisk+ dapat diterima dan cukup akurat untuk mengukur risiko pembiayaan kendaraan bermotor PT.”X”. Pada penelitian ini akan dilakukan perhitungan cadangan kerugian penurunan nilai serta risiko kredit usaha kecil dan menengah pada Bank XYZ menggunakan metode CreditRisk+. Penelitian ini akan mengukur risiko kredit pada segmen UKM dengan produk kredit berupa kredit modal kerja dan investasi dengan range exposure dari Rp50 juta sampai dengan Rp10.490 juta. Penelitian ini memperluas jangkauan exposure at default dari penelitian sebelumnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
3.3.
Kerangka Pemikiran Penyusunan penelitian ini sebagai karya akhir didasarkan pada peraturan
Bank Indonesia dimana setiap bank harus melakukan penyisihan aktiva produktif dalam memitigasi risiko kredit yang mungkin terjadi. Berdasarkan PSAK 55 (Revisi 2006), PPAP diganti menjadi CKPN. Tidak ditetapkannya metode perhitungan CKPN oleh Bank Indonesia sebagai regulator memungkinkan setiap bank memiliki kebijakan sendiri dalam pemilihan metode. Untuk itu pemilihan metode yang tepat dapat membantu bank untuk memaksimalkan cadangan yang harus disisihkan dalam menutupi risiko kredit yang ada. Pada penelitian ini metode yang digunakan dalam perhitungan CKPN dan risiko kredit adalah metode CreditRisk+. Data yang digunakan adalah data bulanan portofolio kejadian gagal bayar debitur untuk fasilitas kredit modal kerja dan investasi pada Bank XYZ periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2014. Bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3.1 serta skema dan alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.2.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
Penyaluran Kredit Kredit Lancar
Kredit Default (NPL)
Risiko Kredit (Gagal Bayar)
Metode CreditRisk+
Probability of Default CKPN CreditRisk+
CKPN Bank XYZ
Lebih Besar/Kecil?
Perbandingan Nilai
Unexpected Loss
Economic Capital
Uji bactesting dan loglikelihood test Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
Mulai
Pengumpulan Data Penentuan Recovery Rate
Penyusunan Band
Perhitungan Loss Given Default Penyusunan Exposure at Default per Band Perhitungan Unexpected Perhitungan Default Rates/Number of Default
Number of Default
Perhitungan Probability
Perhitungan Cum. Probability of
of Default
Default
Perhitungan Expected Loss
Perhitungan Unexpected Loss
Perhitungan Economic Capital
Validasi Model dan Backtesting
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 3.2 Skema dan Alur Penelitian
http://digilib.mercubuana.ac.id/