III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Sebagai sebuah kota besar yang juga berfungsi sebagai Ibukota Negara dan berbagai pusat kegiatan lainnya Jakarta sudah seharusnya menyediakan segala sarana dan prasana (fasilitas) bagi para penghuninya termasuk di antaranya sarana pembuangan sampah. Saat ini Jakarta hanya mempunyai satu Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang ada di Bantargebang Bekasi Jawa Barat. TPA yang mempunyai luas lokasi 108 ha ini mulai dioperasikan pada bulan Agustus 1989 dan direncanakan untuk menampung sampah dari belahan Timur Jakarta dengan menggunakan metode sanitary landfill, namun kenyataannya TPA ini digunakan untuk menampung sampah dari seluruh wilayah DKI Jakarta sehingga setiap harinya menerima sampah melebihi kapasitas daya tampung hariannya dengan pengelolaan yang lebih bersifat open dumping. TPA Bantargebang yang merupakan salah satu aset yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya tidak hanya memberikan manfaat (benefit) sebagai tempat pembuangan akhir sampah, akan tetapi juga memberikan nilai tambah (added value) bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pemilik aset dan pihak-pihak lain (stakeholders) yang terlibat dalam pengelolaan TPA tersebut. Namun kenyataannya, TPA Bantargebang lebih banyak menimbulkan dampak negatif terutama terhadap lingkungan seperti pencemaran air, tanah dan udara. Belum banyak manfaat yang dapat diperoleh dari pengelolaan sampah di TPA Bantargebang ini bila dibandingkan dengan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat dalam mengoptimalkan pengelolaan aset TPA Bantargebang guna memberikan manfaat dan keuntungan yang lebih besar lagi. Untuk dapat menentukan strategi yang akan digunakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dilakukan analisis lingkungan strategis yang ada di sekitar baik secara internal maupun eksternal (analisis SWOT). Dengan memperhatikan hasil-hasil penelitian terdahulu dan rencana awal pendirian TPA Bantargebang, maka akan didapatkan beberapa skenario atau strategi yang dapat dipakai dalam pengelolaan aset TPA Bantargebang.
Kerangka pemikiran pengelolaan TPA Bantargebang dapat digambarkan dalam gambar 3.1 sebagai berikut: PERMASALAHAN DKI: 1. Produksi dan konsumsi barang & jasa meningkat 2. Produksi sampah meningkat 3. Lokasi pembuangan terbatas
Kerja sama dengan Pemkab Bekasi dalam pengelolaan sampah: TPA Bantargebang sebagai tempat pembuangan sampah DKI
1. 2. 3.
MASALAH Lingkungan Kesehatan infrastruktur
STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH
Kinerja Pengelolaan Sampah
Analisis Faktor Internal
Strategi Pengelolaan Sampah (Metode SWOT)
Analisis Faktor Eksternal
Pengelolaan Sampah Lebih Efektif & Efisien
Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran
3.2. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan keseluruhan rancangan proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian, sehingga pertanyaan-pertanyaan penelitian dapat dijawab (Hasan, 2002). Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan cara pengumpulan informasi, maka penelitian ini termasuk kedalam penelitian deskriptif analitik. Tipe yang paling umum dari penelitian deskriptif meliputi penilaian sikap atau pendapat terhadap individu, organisasi,
keadaan ataupun suatu prosedur (Kuncoro, 2003). Penelitian ini merupakan penilaian terhadap organisasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang, dengan menggunakan pendapat para pakar yang memahami masalah persampahan dan pengelolaan TPA untuk memberikan masukan dalam proses pengambilan keputusan. Dilihat dari tujuannya, penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian terapan dan juga penelitian evaluasi. Penelitian terapan merupakan penelitian yang menyangkut aplikasi teori untuk memecahkan permasalahan tertentu, termasuk didalamnya adalah penelitian evaluasi yaitu penelitian yang diharapkan dapat memberikan masukan atau mendukung pengambilan keputusan tentang nilai relatif dari dua atau lebih alternatif tindakan.
3.3. Jenis dan Sumber Data 3.3.1. Data Primer Data Primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, dari individu, seperti hasil wawancara atau hasil diskusi dilapangan yang biasa dilakukan peneliti. Data primer dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh melalui hasil wawancara, hasil survai lapangan dan penyebaran kuesioner terhadap beberapa orang yang dianggap pakar dalam masalah pengelolaan sampah dan TPA.
3.3.2. Data Sekunder Data sekunder merupakan jenis data yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. Data ini diperoleh melalui dokumen yang dimiliki oleh pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Biro KAKDA DKI Jakarta dan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, maupun yang bersumber dari berbagai literatur (referensi), laporan, tulisan, dan lain-lain yang memiliki relevansi dengan topik atau permasalahan penelitian. Distribusi responden secara rinci tersaji dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Distribusi Responden Kajian No
Kelompok
1.
Jenis Responden
Masyarakat
Jumlah
Desa Ciketing Udik
5 orang
Desa Cikiwul
5 orang
Desa Cikiwul Sumur Batu
5 orang
2.
Pemulung
Di Zone I, II, III
10 orang
3.
Pemerintah Daerah/pakar
Dinas Kebersihan DKI Jakarta
5 orang
Biro KAKDA DKI
2 orang
Dinas Kebersihan dan lingkungan
2 orang
Kota Bekasi Kepala Unit TPA Bantargenbang
3.3.3.
2 orang
Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis SWOT dan QSPM. Tujuan kajian, jenis data yang diperlukan, sumber data dan metode analisis yang digunakan disajikan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Metode Analisis No. 1.
2.
Tujuan
Jenis Data dan Informasi
Evaluasi kinerja Unit TPA Bantargebang pengelolaan sampah Perumusan • Faktor pengendali strategi internal pengelolaan TPA • Faktor pengendali sampah eksternal bantergabang
Sumber
Metode Analisis
Sekunder
Analisis Tabulasi
Primer
Analisis SWOT, QSPM
3.4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini terbagi atas empat metode, yaitu : 1. Wawancara, dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam kepada nara sumber yang dianggap pakar dalam masalah pengelolaan sampah kota. 2. Kuesioner, dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada beberapa responden yang dianggap pakar dalam pengelolaan sampah dan TPA, menggunakan pertanyaan yang bersifat tertutup dengan pilihan jawaban yang sudah tersedia. Pertanyaan disusun dalam bentuk komparasi berpasangan.
3. Penelitian lapangan, dilakukan dengan observasi langsung pada objek penelitian yaitu lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang. 4. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip baik secara langsung maupun tidak langsung dari bukubuku, literatur-literatur yang bersifat ilmiah dan berhubungan langsung dengan topik yang diteliti maupun referensi data dari objek yang diteliti.
3.5. Pemilihan Responden Responden yang dipilih adalah pihak-pihak yang dianggap pakar dalam pengelolaan sampah. Pengertian pakar disini adalah pihak-pihak yang mengerti benar tentang pengelolaan sampah. Dengan perkataan lain, pemilihan responden dalam penelitian ini dilakukan secara purposive. Responden adalah wakil dari tiap-tiap stakeholder yang terkait langsung dengan pengelolaan sampah di Kota Jakarta, yaitu pemerintah, pakar dan masyarakat, dengan kriteria sebagai berikut : 1) Pemerintah a. Ir. Iwan Hendri Wardana, Kepala Seksi Penyusunan Program pada Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta. b. Kosasih, Pejabat pada Dinas Kebersihan DKI Jakarta. c. Ir. Nunu K, Kepala Bagian Sub Dinas Kebersihan Dinas Kebersihan DKI Jakarta. 2) Masyarakat a. Masyarakat peduli lingkungan di Desa Ciketing Udik. b. Masyarakat peduli lingkungan di Desa Cikiwul. c. Masyarakat peduli lingkungan di Desa Cikiwul Sumur Batu.
3.6. Metode Analisis Data 3.6.1. Evaluasi kinerja Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang mendesak di kotakota di Indonesia, sebab bila tidak dilakukan penanganan yang baik akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan dan berbagai
dampak negatif lainnya. Penanganan sampah yang menjadi andalan kota-kota adalah dengan penimbunan pada sebuah Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Ada beberapa pengukuran indikator dalam pengelolaan sampah di TPA Bantargebang antara lain masih belum terlaksananya SOP Sanitary Landill, aspek kelembagaannya, aspek teknisnya, aspek keuangannya, penerapan teknologinya serta peran serta masyarakatnya dalam pengelolaan sampah. Dalam pengelolaan TPA Bantargebang pada awal pengoperasiannya tahun 1989 menggunakan teknologi sanitary landfill dalam perjalanan waktu dalam operasionalnya tidak menerapkan teknologi yang telah ditentukan yang seharusnya melalui tahapan antara lain penimbangan, pembongkaran sampah, penyebaran sampah, pemadatan sampah, penutupan sampah (daily cover, intermediate cover, final cover), pengolahan air sampah (IPAS), pemasangan ventilasi gas, penghijauan, pengendalian
dampak
lingkungan,
penyemprotan
lalat
(pest
control),
pemeliharaan dan perawatan (kantor/gedung, pos dan jembatan timbang, jalan operasional serta drainase/saluran, penerangan jalan umum, dan pagar). Aspek kelembagaannya institusi/lembaga dalam sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah perlu adanya bentuk badan pengelola sebaiknya suku dinas tersendiri yang terpisah dari Dinas Kebersihan sehingga dapat bekerja secara optimal dan lebih fokus dan selanjutnya dikembangkan menjadi bentuk perusahaan daerah serta mempunyai wewenang dan tanggungjawab yang jelas dan dilengkapi fasilitas yang memadai. Aspek Teknis belum berjalan baik masyarakat yang dilayani dalam sistem pengumpulan, jumlah sampah kota yang dikumpulkan setiap hari, efisiensi kendaraan, yang diukur dalam masyarakat yang dilayani per kendaraan dalam jumlah m3 per kendaraan per hari serta jarak pengangkutan ke lokasi yang terlalu jauh dari TPS-TPS yang ada di DKI Jakarta menuju TPA Bantargebang sebagai pembuangan Akhir sampah, oleh karena itu Pemerintah Daerah DKI Jakarta untuk lebih mempriotaskan mobilisasi pengangkutan. Aspek keuangan masih dibutuhkannya pembiayaan untuk pengelolaan sampah yang sangat besar sementara terbatas kemampuan keuangan pemerintah daerah
perlu
adanya
mengoptimalkan
pengelolaan
retribusi
pelayanan
persampahan dengan sendirinya akan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat memberikan kontribusi yang diharapkan bagi kemampuan keuangan daerah secara umum. Perlu peran serta masyarakatnya dalam pengelolaan sampah karena selama ini pola pendekatan kepada masyarakat masih kurang optimal terutama dalam program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dimana tidak ada keterlibatan masyarakat dalam penentuan program-program yang terkait dengan pengelolaan sampah, dalam hal ini perlu melihat dari struktur masyarakatnya yang heterogen dan kompleks dengan pendekatan melalui pendekatan institusional dan kelembagaan yang ada seperti LKMD, RW dan RT.Masyarakat diharapkan ikut serta, kerena hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat adalah untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
3.6.2. Perumusan Strategi SWOT Untuk merumuskan kebijakan dalam pengelolaan TPA Bantargebang, dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Penggunaan matriks SWOT dilakukan untuk memformulasikan atau mengembangkan berbagai pilihan strategi untuk pengelolaan TPA. Tahapan teknik analisis data dalam penelitian ini dengan pengolahan Identifikasi masalah dalam pengelolaan TPA Bantargebang, menggunakan analisis faktor lingkungan internal dan eksternal terhadap TPA Bantargebang, dilakukan melalui pengamatan serta wawancara mendalam dengan para pakar, kemudian diperkuat dengan mempelajari beberapa referensi yang berkaitan dengan pengelolaan TPA. Data diolah dengan menggunakan matrik SWOT dalam pengelolaan TPA, sehingga diperoleh empat skenario strategi pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang, yaitu: 1. Skenario Strategi Strength-Opportunity (SO) adalah penggabungan atau pencocokan antara faktor internal (kekuatan) dengan faktor eksternal (peluang) dengan cara menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang dengan alternatif strategi, antara lain peningkatan anggaran dan perbaikan teknologi, optimalkan komitmen DKI, Optimalkan sarana transportasi, optimalkan bisinis daur ulang.
2. Skenario Strategi Weakness-Opportunity (WO) adalah penggabungan atau pencocokan antara faktor internal (kelemahan) dengan faktor eksternal (peluang) dengan cara meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang, antara lain Tingkatkan sarana prasarana, penguatan kelembagaan. 3. Skenario Strategi Strength-Threats (ST) penggabungan atau pencocokan antara faktor internal (kekuatan) dengan faktor eksternal (ancaman) dengan cara menggunakan kekuatan untuk mengatasi acaman, antara lain optimalkan SDM, optimalkan komitmen pemprov DKI Jakarta untuk mewujudkan tata ruang. 4. Skenario Strategi Weakness-Threats (WT) adalah merupakan pencocokan atau kombinasi antara faktor internal (kelemahan) dengan faktor eksternal (ancaman) dengan cara meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman antara lain memperlancar sarana pengangkutan sampah, Optimalkan sosialisasi untuk mengurangi konflik di sekitar TPA dan penguatan kelembagaan.